Friday, March 27, 2020

Rame-rame

“Mmmmpfff….mmmpffff….”
kulihat perempuan yang semasa gadis kukejar-kejar itu meronta-ronta tak berdaya. Kedua tangannya terikat terentang ke sebatang besi yang melintang. Kedua matanya tertutup sehelai kain hitam yang mengikat kepalanya. Mulutnya tersumpal celana dalamnya sendiri.
Dulu, ia jadi buruan banyak lelaki, termasuk aku. Tari namanya. Kulitnya putih mulus. Setidaknya, itulah yang ketika itu terlihat pada kulit wajah dan telapak tangannya. Memang hanya itulah yang bisa terlihat. Ya, sebab ia selalu berbusana tertutup. Jubah panjang dan jilbab lebar.
Aku mencintainya. Cinta sekaligus nafsu. Dari sekian banyak lelaki, akhirnya akulah yang beruntung mendapatkannya, menjadi suaminya. Aku tahu, banyak lelaki lain yang pernah menidurinya dalam mimpi. Atau, menjadikannya objek masturbasi mereka. Tetapi, aku bukan hanya bermimpi. Aku bahkan betul-betul menidurinya kapanpun aku mau. Ia juga membantuku masturbasi saat ia datang bulan.
Cintaku padanya belum berubah. Yang berubah adalah caraku memandangnya. Tiba-tiba, entah kapan dan bagaimana awalnya, aku selalu membayangkan Tari dalam dekapan lelaki lain. Aku bayangkan payudara dan vaginanya dalam genggaman telapak tangan lelaki lain.
Tari istri yang setia. Tentu saja, dalam imajinasiku itu, Tari tidak sedang berselingkuh.
Sudah dua tahun pernikahan kami ini belum juga mendapatkan buah hati, ya, kami belum punya anak, berbagai usaha dan pengobatan, dokter maupun alternative sudah kami jalani dan belum Nampak hasilnya hingga sekarang. Akhirnya muncullah ide dibenakku ini, sekaligus imajinasi yang luar biasa. Aku tahu, seandainya aku bilang langsung ke istriku dia tidak akan setuju karena memang istriku ini orang yang alim dan selalu menjaga dirinya.
Dan kini imajinasiku itu mewujud nyata. Di depanku, seorang lelaki tengah memeluknya dari belakang. Sebelah tangan lelaki itu meremas-remas payudaranya. Sebelah lagi dengan kasar melakukan hal yang sama pada pangkal pahanya.
Tiga lelaki sedang bersiap-siap memperkosa Tari, seorang istri setia yang alim. Di depan suaminya sendiri. Atas perintah suaminya sendiri.
Tentu saja, Tari tak tahu hal itu terjadi atas rancangan aku, suaminya. Itu sebabnya, kedua matanya kini terikat.
Tiga lelaki itu, kukenal lewat internet. Searching sekian lama lewat milis-milis tentang fantasi liar atas gadis-gadis berjilbab.
Tidak mudah menemukan orang yang bisa dipercaya di internet. Apalagi, untuk berbicara hal yang sangat sensitif: gadis berjilbab. Tapi akhirnya kudapatkan juga tiga lelaki yang kini jadi kawan akrabku ini. Mereka satu kota denganku. Ini untuk memudahkan komunikasi dan aksi.
Ketika aku mulai yakin tentang keseriusan mereka, kontak dilanjutkan lewat HP. Lalu, kami sepakat bertemu. Pertemuan itu membuatku makin yakin. Sebab, saat itu kami saling bertukar informasi detail tentang diri kami masing-masing.
Lelaki pertama, Al masih kuliah di Fakultas Kedokteran. Aku langsung menyukainya. Bagaimanapun, aku tak ingin istriku disetubuhi lelaki yang ‘kotor’. Perawakan Al mirip denganku.
Al mengaku tak pernah main pelacur. Tetapi, katanya, tak kurang 3 mahasiswi pernah ditidurinya. Dua yang pertama, sekarang sudah jadi mantan pacarnya. Sedang yang terakhir, masih jadi pacarnya. Yang menarik, pacarnya ini berjilbab.
“Mungkin karena keseringan nidurin dia, saya jadi terangsang kalau melihat perempuan berjilbab,” katanya.
Lelaki kedua Bob, seorang pengusaha agrobisnis. Aku juga suka begitu melihatnya. Ia seorang lelaki yang matang. Umurnya 10 tahun di atasku. Yang aku suka, perutnya gendut. Aku memang kadang mengkhayalkan wajah Tari yang lembut dikangkangi seorang lelaki gendut.
Bob mengaku tertarik dengan tawaranku lantaran ia punya seorang karyawati yang cantik dan berjilbab. Ia bahkan memperlihatkan foto gadis itu kepada kami. Memang cantik.
Kata Bob, ia sudah berulangkali mencoba merayu gadis itu untuk melayaninya. Tetapi, gadis itu selalu menolaknya.
“Setelah bermain-main dengan Tari, aku ingin kalian membantuku memperkosa Anisa,” katanya.
“Boleh. Dengan senang hati. Kalau cewek lu Al, boleh nggak kita perkosa ?” kataku.
Al terlihat agak kaget.
“Ehh, gimana ya ?” katanya.
“Iya Al, pacarmu itu kan udah nggak perawan toh ? Kamu nggak usah khawatir. Nanti kita bikin dia nggak tahu kamu ikut merancang perkosaannya,” timpal Bob.
“Well, okelah,” akhirnya Al setuju.
“Semua sudah setuju barter cewek berjilbab. Terus kamu gimana Ben ?” kali ini aku menoleh ke Ben, lelaki ketiga.
Aku juga suka Ben. Tubuhnya kekar. Kulitnya hitam, sepertinya keturunan Arab. Melihatnya, aku langsung membayangkan Tari menjerit-jerit lantaran vaginanya disodok penis Arab.
“Ane nggak punya istri atau pacar berjilbab. Tapi jangan khawatir, paman Ane punya kos-kosan yang penghuninya jilbaban semua. Ane punya cewek favorit di situ. Ntar kite atur gimana caranya nyikat die,” sahut Ben. Gaya ngomongnya memang mirip Said di sinetron Bajuri.
“OK guys, minggu depan kita beraksi. Silakan kalian puaskan diri dengan istriku. Rencana aksi kita atur lewat email, oke ?” kataku mengakhiri pertemuan.
***
Lewat email, kukirimkan kepada tiga maniak itu foto-foto Tari. Close up wajahnya yang lembut. Full body dengan jubah dan jilbab lebar. Hingga foto-foto curian saat ia tertidur dengan jubahnya yang sengaja kusingkap hingga ke pinggang. Juga saat ia tertidur kecapekan setelah bermain tiga ronde denganku. Ini foto favoritku. Sengaja kuminta ia tetap berjilbab putih lebar dan berjubah hijau muda saat aku menyetubuhinya.
Ketika usai, kupeluk ia sampai tertidur lelap. Lalu, diam-diam aku bangun dan memotretnya. Tari terlentang dengan kaki mengangkang. Jubahnya tersingkap sampai ke pinggang. Dari celah vaginanya terlihat menetes spermaku. Jubah di bagian dada juga kubuat terbuka dan memperlihatkan sepasang payudaranya yang montok dengan puting yang menegang.
Sejumlah skenario kami bahas lewat email. Akhirnya, ide Bob yang kami pakai. Idenya adalah menculik Tari dan membawanya ke salah satu rumah Bob yang besar. Bob menjamin, teriakan sekeras apapun tak akan terdengar keluar rumahnya itu. Aku tak sabar menunggu saatnya mendengar jeritan kesakitan Tari.
Hari yang disepakati pun tiba. Aku tahu, pagi itu Tari akan ke rumah temannya. Aku tahu kebiasaannya. Setelah aku berangkat kantor, ia akan mandi. Aku bersorak melihatnya menyiapkan jubah hijau muda dan jilbab putih lebar. Ini memang pakaian favoritku. Selalu saja aku tergoda untuk menyetubuhinya jika ia mengenakan pakaian itu.
Aku tidak ke kantor, tetapi ke rumah Bob. Di sana, tiga temanku sudah siap. Kamipun meluncur ke rumahku dengan mobil van milik Bob.
Sekitar sepuluh menit lagi sampai, kutelepon Tari. “Sudah mandi, sayang ?” kataku.
“Barusan selesai,” sahutnya.
“Sekarang lagi apa ?”
“Lagi mau pake baju, hi hi…” katanya manja.
“Wah, kamu lagi telanjang ya ?”
“Hi hi… iya,”
“Cepat pake baju, ntar ada yang ngintip lho !” kataku.
“Iya sayang, ini lagi pake BH,” sahutnya lagi.
“Ya udah, aku kerja dulu ya ? Cup mmuaachh…” kataku menutup telepon.
Tepat saat itu mobil Bob berhenti di samping rumahku yang tak ada jendelanya. Jadi, Tari tak akan bisa mengintip siapa yang datang.
Bob, Al dan Ben turun, langsung ke belakang rumah. Kuberitahu mereka tentang pintu belakang yang tak terkunci.
Aku tak perlu menunggu terlalu lama. Kulihat Al sudah kembali dan mengacungkan jempolnya. Cepat kuparkir mobil Bob di garasiku sendiri.
“Matanya sudah ditutup Al ?” kataku.
“Sudah bos. Mbak Tari sudah diikat dan mulutnya disumpel. Tinggal angkut,” katanya.
Memang, kulihat Bob dan Ben sedang menggotong Tari yang tengah meronta-ronta. Istriku yang malang itu sudah berjubah hijau muda dan jilbab putih lebar. Kedua tangannya terikat ke belakang.
Aku siap di belakang kemudi. Kulirik ke belakang, tiga lelaki itu memangku Tari yang terbaring di jok tengah.
“Ha ha… gampang banget,” kata Bob.
Aku menelan liurku ketika jubah Tari disingkap sampai ke pinggang. Tangan mereka kini berebut menjamah vaginanya !
Ben bahkan telah membuka bagian dada jubah Tari dan menarik keluar sebelah payudaranya dari BH. Lalu, ia menghisapnya ! Tari merintih-rintih. Gila, aku menikmati betul pemandangan itu.
“Udah, ayo berangkat,” kata Bob. Kulihat jari gemuknya sedang mengorek-ngorek vagina Tari.
***
Itulah yang kini terjadi. Tari terikat dengan tangan terentang ke atas. Ben tengah memeluknya dari belakang, meremas payudara dan pangkal pahanya.
“Pak Bob, sampeyan ngerokok kan ? Tari benci sekali lelaki perokok. Saya pingin ngelihat dia dicium lelaki yang sedang merokok. Saya juga pengen Pak Bob meniupkan asap rokok ke dalam memeknya,” bisikku kepada Bob. Bob mengangguk.
Aku lalu mengambil posisi yang tak terlihat Tari, tapi aku leluasa melihatnya.
Kulihat Bob sudah menyulut rokoknya dan kini berdiri di hadapan Tari. Dilepasnya penutup mata Tari. Mata sendunya berkerjap-kerjap dan tiba-tiba melotot.
Rontaan Tari makin menjadi ketika Bob menyampirkan jilbab putih lebarnya ke pundak. Apalagi, kulihat tangan Ben sudah berada di balik jubahnya. Pinggul Tari menggeliat-geliat.
“Ben nggak bosen-bosen mainin memek Mbak Tari,” kata Al yang duduk di sebelahku sambil memainkan penisnya.
“Lho, kok kamu di sini. Ayo direkam sana,” kataku.
“Oh iya. Lupa !” kata Al sambil ngakak.
Bob terlihat menarik lepas celana dalam Tari yang menyumbat mulutnya.
“Lepaskaaaan…. mau apa kalian… lepaskaaaan….!” langsung terdengar jerit histeris Tari. Jeritan marah bercampur takut.
“Tenang Mbak Tari, kita cuma mau main-main sebentar kok,” kata Bob sambil menghembuskan asap rokok ke wajah Tari. Kulihat Tari melengos dengan kening berkerut.
“Ya nggak sebentar banget, Mbak. Tuh si Arab dari tadi maenan memek Mbak,” kata Al. Ia berjongkok di hadapan Tari. Disingkapkannya bagian bawah jubah Tari. Diclose-upnya jari tengah Ben yang sedang mengobok-obok vagina istriku.
“Memek Mbak rapet sih. Ane betah maenan ini searian,” timpal Ben.
“Aaakhhh… setan… lepaskaaann…nngghhhh…” Tari meronta-ronta. Telunjuk Al ikut-ikutan menusuk ke dalam vaginanya.
Kulihat Bob menghisap rokok Jie Sam Soe-nya dalam-dalam. Tangan kirinya meremas-remas payudara kanan Tari dari luar jubahnya.
“Lepaskaaaan… jangaaann…. setaan….mmmfff…..mmmmfffff….mmmpppfff….” Jeritan Tari langsung terbungkam begitu Bob melumat bibirnya dengan buas.
Mata Tari mendelik. Kulihat asap mengepul di antara kedua bibir yang berpagut itu. Al mengclose-up ciuman dahsyat itu.
Ketika Bob akhirnya melepaskan kuluman bibirnya, bibir Tari terbuka lebar. Asap tampak mengepul dari situ. Lalu Tari terbatuk-batuk.
“Ciuman yang hebat, Jeng Tari. Sekarang aku mau mencium memekmu,” kata Bob.
Tari masih terbatuk-batuk. Wajahnya yang putih mulus jadi tampak makin pucat.
Bob berlutut di hadapan Tari. Ben dan Al membantunya menyingkapkan bagian bawah jubah Tari dan merenggangkan kedua kakinya.
“Wow, memek yang hebat,” kata Bob sambil mendekatkan ujung rokok yang menyala ke rambut kemaluan Tari yang tak berapa lebat. Sekejap saja bau rambut terbakar menyebar di ruangan ini.
Bob lalu menyelipkan bagian filter batang rokoknya ke dalam vagina Tari. Istriku masih terbatuk-batuk sehingga terlihat batang rokok itu kadang seperti tersedot ke dalam. Tanpa disuruh, Al meng-close-upnya dengan handycam.
Bob lalu melepas rokok itu dari jepitan vagina Tari. Dihisapnya dalam-dalam. Lalu, dikuakkannya vagina Tari lebar-lebar. Mulutnya langsung merapat ke vagina Tari yang terbuka.
“Uhug…uhug…aaaakkhhh… aaaaakkhhh….aaaaakkkhhhh…” Tari menjerit-jerit histeris. Bob tentu sudah mengembuskan asap rokoknya ke dalam vagina istriku.
“Aaakhhhh… panaaassss….adududuhhhh….” Tari terus menjerit dan meronta-ronta.
Kulihat Bob melepaskan mulutnya dari vagina istriku. Kulihat Al mengclose up asap yang mengepul dari vagina Tari.
Tari kini terdengar menangis. Bob bangkit dan menjilati sekujur wajahnya. Lalu dengan gerak tiba-tiba ia mengoyak bagian dada jubah istriku. Tari memekik. Begitu pula ketika Bob merenggut putus bra-nya. Ia terus menangis saat Bob mulai menjilati dan mengulum putingnya.
Kulihat Ben kini berdiri di belakang istriku. Penisnya mengacung, siap beraksi. Ia menoleh ke arahku, seolah minta persetujuan. Aku mengacungkan ibu jari, tanda persetujuan. Tak sabar aku melihat istriku merintih-rintih dalam persetubuhan dengan lelaki lain.
Kuberi kode kepada Al agar mendekat.
“Tolong tutup lagi matanya. Aku ingin Tari menelan spermaku. Dia belum pernah melakukan itu,” kataku.
Al mengangguk dan segera melakukan perintahku.
Setelah yakin Tari tak bisa melihatku, aku pun mendekat.
“Aaakkhhh….aaakkkhhh….. jangaaaannn….!” Tari menjerit lagi. Kali ini lantaran penis Ben yang besar mulai menusuk vaginanya. Kulihat, baru masuk setengah saja, tapi vagina Tari tampak menggelembung seperti tak mampu menampung penis Arab itu.
Kulepaskan ikatan tangan Tari. Tapi kini kedua tangannya kuikat ke belakang tubuhnya. Penis Ben masih menancap di vaginanya. Ben kini kuberi isyarat agar duduk di lantai. Berat tubuh Tari membuat penis Ben makin dalam menusuk vaginanya. Akibatnya Tari menjerit histeris lagi. Tampaknya kali ini ia betul-betul kesakitan.
Aku sudah membuka celanaku. Penisku mengacung ke hadapan wajah istriku yang berjilbab. Tari bukannya tak pernah mengulum penisku. Tapi, selalu saja ia menolak kalau kuminta air maniku tertumpah di dalam mulutnya.
“Jijik ah, Mas,” katanya berkilah.
Tetapi kini ia akan kupaksa menelan spermaku. Kutekan kepalanya ke bawah agar penis Ben masuk lebih jauh lagi. Akibatnya Tari menjerit lagi. Saat mulutnya terbuka lebar itulah kumasukkan penisku. Jeritannya langsung terbungkam. Aku berharap Tari tak mengenali suaminya dari bau penisnya.
Ughhhh… rasanya jauh lebih nikmat dibanding saat ia mengoral penisku dengan sukarela. KUpegangi bagian belakang kepalanya yang masih berjilbab itu. Kugerakkan maju mundur. Sementara terasa Ben juga sudah mulai menaikturunkan penisnya. Tari mengerang-erang. Dari sela kain penutup matanya kulihat air matanya mengalir deras.
Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Kutahan kepalanya ketika akhirnya spermaku menyembur deras ke dalam rongga mulut istriku yang kucintai.
Kutarik keluar penisku, tetapi langsung kucengkeram dagunya yang lancip. Di bawah, Bob dan Al menarik kedua puting istriku.
“Ayo, telan protein lezat itu,” kata Bob.
Akhirnya memang spermaku tertelan, meski sebagian meleleh keluar di antara celah bibirnya.
Nafas Tari terengah-engah di antara rintihan dan isak tangisnya. Ben masih pula menggerakkan pinggangnya naik turun.
****
Aku duduk bersila menyaksikan istriku tengah dikerjai tiga lelaki. Penis Ben masih menancap di dalam vagina Tari. Kini Bob mendorong dada Tari hingga ia rebah di atas tubuh tegap Ben.
Ia kini langsung mengangkangi wajah Tari. Ini dia yang sering kubayangkan. Wajah berjilbab Tari terjepit pangkal paha lelaki gendut.
Kuambilalih handycam dari tangan Al, lalu kuclose up wajah Tari yang menderita. Tari menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menjerit-jerit. Tetapi, jeritannya langsung terbungkam penis Bob.
Kubantu Ben menarik jubah hijau muda Tari sampai ke atas dadanya. Kini kedua tangan kekarnya menggenggam payudara Tari. Meremas-remasnya dengan kasar dan berkali-kali menjepit kedua putingnya. Dari depan kulihat, tiap kali puting Tari dijepit keras, vaginanya tampak berkerut seperti hendak menarik penis Ben makin jauh ke dalam.
Al tak mau ketinggalan. Ia kini mencari klitoris Tari. Begitu ketemu, ditekannya dengan jarinya dengan gerakan memutar. Sesekali, bahkan dijepitnya dengan dua jari. Terdengar Tari mengerang-erang. Tubuhnya mengejang seperti menahan sakit.
“Boleh aku gigit klitorisnya ?” tanya Al padaku sambil berbisik.
“Boleh, asal jangan sampai luka,” sahutku sambil mengarahkan handycam ke vagina istriku.
Mahasiswa fakultas kedokteran ini betul-betul melakukannya. Mula-mula dijilatinya bagian sensitif itu. Lalu, kulihat klitoris istriku terjepit di antara gigi-gigi Al. Ditariknya menjauh seperti hendak melepasnya. Kali ini terdengar jerit histeris Tari.
“Aaaaakkhhhh….saakkkkiiiittt…”
Rupanya Bob saat itu menarik lepas penisnya lantaran Ben ingin berganti posisi.
Ben memang kemudian berdiri sambil mengangkat tubuh Tari pada kedua pahanya. Penisnya yang besar masih menancap di vagina istriku. Terus terang aku iri melihat penisnya yang besar itu.
Tari terus menjerit-jerit dalam gendongan Ben. Ben ternyata membawanya ke atas meja. Diturunkannya Tari hingga kini posisinya tertelungkup di atas meja. Kedua kakinya menjuntai ke bawah. Kedua payudaranya tepat di tepi meja.
“Kita teruskan lagi, ya Mbak. Memek Mbak kering sekali, jadi lama selesainya,” kata Ben. Kulihat ia menusukkan dua jari ke vagina Tari.
“Sudaaahh…. hentikaaan… kalian…jahaaat…” teriaknya di sela isak tangisnya.
“Iya Mbak, maafkan kami yang jahat ini, ya ?” sahut Ben, sambil kembali memperkosa istriku.
Suara Tari sampai serak ketika ia menjerit histeris lagi. Tapi tak lama, Bob sudah menyumpal mulutnya lagi dengan penisnya.
Dalam posisi seperti itu, Ben betul-betul mampu mengerahkan kekuatannya.
Tubuh Tari sampai terguncang-guncang. Kedua payudaranya berayun ke muka tiap kali Ben mendorong penisnya masuk. Lalu, kedua gumpalan daging kenyal itu berayun balik membentur tepi meja. Payudara Tari yang putih mulus kini tampak memerah.
Ben terlihat betul-betul kasar. Saat ia terlihat hampir sampai puncak, Bob berseru kepadanya, “Buang ke mulutnya dulu Ben. Nanti putaran kedua baru kita buang ke memeknya,” kata Bob. Ben mengangguk.
Lalu, Ben terlihat bergerak ke depan Tari. Vagina Tari tampak menganga lebar, tetapi sejenak saja kembali merapat.
Ben dengan cepat menggantikan posisi Ben. Penisnya kini menyumpal mulut Tari. Ia menggeram keras sambil menahan kepala Tari.
“Ayo, telen spermaku ini… Uuughhhh….yah…. telaaannn…..” Ben meracau.
Ben baru melepaskan penisnya setelah yakin Tari benar-benar menelan habis spermanya.
Tari terbatuk-batuk. Ben mengusapkan penisnya yang berlumur spermanya sendiri ke hidung Tari yang mancung.
“Uuggghhh….nggghhhhhh…..” Tari merintih. Tak menunggu lama, kini giliran Bob menyetubuhi Tari. Tari tampaknya tak kesakitan seperti saat diperkosa Ben. Mungkin karena penis Bob lebih kecil.
“Aiaiaiaiiiii…. jangaaan…. aduhhhh…. sakiiit….” tiba-tiba Tari mendongak dan menjerit kesakitan.
“Anusmu masih perawan ya ? Nanti aku ambil ya ?” katanya. Ternyata, sambil menancapkan penisnya ke vagina Tari, Bob menusukkan telunjuknya ke anus Tari.
Kudekati Bob, “Jangan sekarang, pak Bob. Aku juga ingin merasakan menyodominya. Aku belum pernah memasukkan kontolku ke situ,” bisikku.
“Oke, setelah suaminya, siapapun boleh kan ?” sahutnya juga dengan berbisik. Aku mengangguk.
Bob tak mau kalah dengan Ben. Ia juga menancapkan penisnya dengan kasar, cepat dan gerakannya tak beraturan. Bahkan, sesekali ia mengangkat sebelah kaki Tari dan memasukkan penisnya menyamping. Saat bersetubuh denganku, biasanya posisi menyamping itu bisa membuat Tari melolong-lolong dalam orgasme.
Tapi, kali ini yang terdengar adalah rintihan dan jerit kesakitan. Saat aku mulai merasa kasihan padanya, jeritan itu berhenti. Al kini membungkam mulutnya dengan penisnya.
***
Peluh membahasi sekujur tubuh Tari. Bob sudah menumpahkan sperma ke dalam mulutnya. Tubuhnya lunglai kelelahan. Tetapi, kulihat ia masih sadar.
Al membopongnya ke kasur busa yang tergeletak di lantai. Tari diam saja ketika ikatan tangannya dilepas.
“Sebentar ya Mbak. Saya mau lepas baju Mbak. Mbak pasti terlihat cantik sekali dengan jilbab lebar tetapi tetek dan memek Mbak terbuka,” katanya sambil melucuti jubah Tari.
Tari berbaring terlentang di kasur busa. Hanya jilbab lebar putih dan kaus kaki krem yang masih melekat di tubuhnya. Ia tampak terisak-isak.
Al kemudian mengikat kembali kedua tangan Tari menjadi satu ke kaki meja. Aku tertarik melihat Al yang berlagak lembut kepada Tari.
“Aduh kasihan, tetek Mbak sampai merah begini,” katanya sambil membelai-belai lembut kedua payudara istriku.
Dibelainya juga kedua puting Tari dengan ujung jarinya. Tari menggeliat.
“Siapa yang menggigit ini tadi ?” kata Al lagi.
“Alaaaa, sudahlah cepat masukkan kontol kau tuh ke memek cewek ini,” terdengar Bob berseru.
“Ah, jangan kasar begitu. Perempuan secantik dan sealim ini harus diperlakukan lembut. Ya, Mbak Tari ?” Al terus bermain-main.
Kali ini ia menyentil-nyentil puting Tari dengan lidahnya. Sesekali dikecupnya. Biasanya, Tari bakal terangsang hebat kalau kuperlakukan seperti itu. Dan tampaknya ia juga mulai terpengaruh oleh kelembutan Al setelah sebelumnya menerima perlakuan kasar.
“Unngghhh…. lepaskan saya, tolong. Jangan siksa saya seperti ini,” katanya.
Al tak berhenti, kini ia malah menjilati sekujur permukaan payudara istriku. Lidahnya juga terus bergerak ke ketiak Tari yang mulus tanpa rambut sehelaipun.
Tari menggigit bibirnya menahan geli dan rangsangan yang mulai mengganggunya. Al mencium lembut pipinya dan sudut bibirnya.
“Jangan khawatir Mbak. Bersama saya, Mbak akan merasakan nikmat. Kalau Mbak sulit menikmatinya, bayangkan saja wajah suami Mbak,” kata Al sambil melanjutkan mengulum puting Tari. Kali ini dengan kuluman yang lebar hingga separuh payudara Tari terhisap masuk.
“MMmfff….. ouhhhhh…. tidaaakk… saya tidak bisa… ” sahut Tari dengan isak tertahan.
“Bisa, Mbak… Ini suami Mbak sedang mencumbu Mbak. Nikmati saja… ” Al terus menyerang Tari secara psikologis.
Jilatannya sudah turun ke perut Tari yang rata. Dikorek-koreknya pusar Tari dengan lidahnya. Tari menggeliat dan mengerang lemah.
“Vaginamu indah sekali, istriku…” kata Al sambil mulai menjilati tundun vagina istriku. Tari mengerang lagi. Kali ini makin mirip dengan desahannya saat bercumbu denganku.
Pinggulnya kulihat mulai bergerak-gerak, seperti menyambut sapuan lidah Al pada vaginanya. Ia terlihat seperti kecewa ketika Al berhenti menjilat. Tetapi, tubuhnya bergetar hebat lagi saat Al dengan pandainya menjilat bagian dalam pahanya. Aku acungkan ibu jari pada Al. Itu memang titik sensitifnya.
Al menjilati bagian dalam kedua paha Tari, dari sekitar lutut ke arah pangkal paha. Pada jilatan ketiga, Tari merapatkan pahanya mengempit kepala Al dengan desahan yang menggairahkan.
“Iya Tari, nikmati cinta suamimu ini,” Al terus meracau.
Direnggangkannya kembali kedua paha Tari. Kini lidahnya langsung menyerang ke pusat sensasi Tari. Dijilatinya celah vagina Tari dari bawah, menyusurinya dengan lembut sampai bertemu klitoris.
“Ooouhhhhhh…. aahhhh…. am…phuuunnn….” Tari merintih menahan nikmat. Apalagi, Al kemudian menguakkan vaginanya dan menusukkan lidahnya ke dalam sejauh-jauhnya.
Tari makin tak karuan. Kepalanya menggeleng-geleng. Giginya menggigit bibirnya, tapi ia tak kuasa menahan keluarnya desahan kenikmatan. Apalagi Al kemudian dengan intens menjilati klitorisnya.
“Ayo Tari, nikmati…. nimati… jangan malu untuk orgasme…” kata Al, lalu tiba-tiba ia menghisap klitoris Tari.
Akibatnya luar biasa. Tubuh Tari mengejang. Dari bibirnya keluar rintihan seperti suara anak kucing. Tubuh istriku terguncang-guncang ketika ledakan orgasme melanda tubuhnya.
“Bagus Tari, puaskan dirimu,” kata Al, kali ini sambil menusukkan dua jarinya ke dalam vagina istriku, keluar masuk dengan cepat.
“Aaakkhhhh….aaauuunnghhhhhh…” Tari melolong. Lalu, ia menangis. Merasa terhina karena menikmati perkosaan atas dirinya.
Al memperlihatkan dua jarinya yang basah oleh cairan dari vagina istriku. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah istriku. Dijilatnya pipi istriku.
“Oke Tari, kamu diperkosa kok bisa orgasme ya ? Nih, kamu harus merasakan cairan memekmu,” katanya sambil memaksa Tari mengulum kedua jarinya.
Tari hanya bisa menangis. Ia tak bisa menolak kedua jari Al ke dalam mulutnya. Dua jarikupun masuk ke dalam vagina Tari dan memang betul-betul basah. Kucubit klitorisnya dengan gemas.
“Nah, sekarang aku mau bikin kamu menderita lagi,” kata Al, lalu menempatkan dirinya di hadapan pangkal paha Tari.
Penisnya langsung menusuk jauh. Tari menjerit kesakitan. Apalagi Al memperkosanya, kali ini, dengan brutal. Sambil menyetubuhinya, Al tak henti mencengkeram kedua payudara Tari. Kadang ditariknya kedua puting Tari hingga istriku menjerit-jerit minta ampun.
Seperti yang lain, Al juga membuang spermanya ke dalam mulut istriku. Kali ini, Tari pingsan saat baru sebagian sperma Al ditelannya. Al dengan gemas melepas penutup mata Tari, lalu disemburkannya sisa spermanya ke wajah lembut istriku.
Tari sudah satu jam pingsan.
“Biar dia istirahat dulu. Nanti suruh dia mandi. Kasih makan. Terus lanjutkan lagi kalau kalian masih mau,” kataku sambil menghisap sebatang rokok.
“Ya masih dong, bos. Baru juga sekali,” sahut Ben. Tangannya meremas-remas payudara Tari.
“Iya, aku masih ingin anal,” timpal Bob sambil jarinya menyentuh anus Tari.
“Oke, terserah kalian. Tapi jam 2 siang dia harus segera dipulangkan,” kataku.
Tiba-tiba Tari menggeliat. Cepat aku pindah ke tempat tersembunyi. Apa jadinya kalau dia melihat suaminya berada di antara para pemerkosanya ?
Kulihat Tari beringsut menjauh dari tiga temanku yang hanya memandanginya. Jilbab putih lebarnya dirapikannya hingga menutupi organ-organ vitalnya.
Ben berdiri mendekatinya, lalu mencengkeram lengannya dan menariknya berdiri.
“Jangan… saya nggak sanggup lagi. Apa kalian belum puas !” Tari memaki-maki.
“Belum ! Tapi sekarang kamu harus mandi dulu. Bersihin memekmu ini !” bentak Ben sambil tangan satunya mencengkeram vagina Tari yang tertutup ujung jilbabnya. Tari menjerit-jerit waktu Ben menyeretnya ke halaman belakang.
Ternyata mereka akan memandikannya di ruang terbuka. Kulihat Ben merenggut lepas jilbab putihnya. Di dalamnya, masih ada kerudung kecil berwarna merah jambu, warna favorit Tari. Itupun direnggutnya. Rambut Tari yang panjang terurai hingga ke pinggangnya.
Al menarik selang panjang. Langsung menyemprotkannya ke tubuh telanjang Tari. Tari menjerit-jerit, berusaha menutupi payudara dan vaginanya dengan kedua tangannya. Bob lalu mendekat, menyerahkan sepotong sabun kepada Tari.
“Kamu sabunan sendiri apa aku yang nyabunin,” katanya.
Tari tampak ragu.
“Cepat, sabuni tubuh indahmu itu,” seru Al. Semprotan air deras diarahkannya tepat mengenai pangkal paha Tari.
Tari perlahan mulai menyabuni tubuhnya. Ia terpaksa menuruti perintah mereka untuk juga menyabuni payudara dan vaginanya. Tetapi, terlihat Bob mendekat.
“Begini caranya nyabunin memek !” katanya sambil dengan kasar menggosok-gosok vagina Tari.
Acara mandi akhirnya selesai. Mereka menyerahkan sehelai handuk kepada Tari. Tari segera menggunakannya untuk menutupi tubuhnya.
“Hey, itu bukan untuk nutupin badanmu. Itu untuk mengeringkan badan,” bentak Ben.
“Kalau sudah, pakai jilbab lagi ya Mbak, tapi tetek dan memek jangan ditutupin,” kata Al sambil menyerahkan jilbab putih lebar Tari berikut jilbab kecilnya.
“Aiiihhh…” Tari memekik. Al sempat-sempatnya mencomot putingnya.
“Kalau sudah pakai jilbab, susul kami ke meja makan. Kamu harus makan biar kuat,” lanjut Bob sambil meremas bokong Tari yang bundar.
***
Kulihat Tari telah mengenakan jilbabnya. Ia mematuhi perintah mereka, menyampirkan ujung jilbabnya ke pundaknya.
Betul-betul menegangkan melihat istriku berjalan di halaman terbuka dengan tanpa mengenakan apapun kecuali jilbab dan kaus kaki. Sensasinya makin luar biasa karena dalam keadaan seperti itu ia kini berjalan ke arah tiga lelaki yang tengah duduk mengitari meja makan.
Mereka betul-betul sudah menguasai istriku. Kulihat Tari menurut saja ketika diminta duduk di atas meja dan kakinya mengangkang di hadapan mereka. Posisiku di belakang teman-temanku, jadi akupun dapat melihat vagina dan payudara Tari yang terbuka bebas.
Bob mendekatkan wajahnya ke pangkal paha Tari. Kuihat ia menciumnya. “Nah, sekarang memekmu sudah wangi lagi,” katanya. Tari menggigit bibirnya dan memejamkan mata.
“Teteknya juga wangi,” kata Al yang menggenggam sebelah payudara Tari dan mengulum putingnya.
“Ngghhh… kenapa kalian lakukan ini pada saya,” rintih Tari.
“Mau tahu kenapa ?” tanya Bob, jarinya terus saja bergerak sepanjang alur vagina Tari.
Aku tegang. Jangan-jangan mereka akan membongkar rahasiaku.
“Sebetulnya, yang punya ide semua ini adalah Mr X,” kata Bob. Aku lega mendengarnya.
“Siapa itu Mr X ?” tanya Tari.
“Kamu kenal dia. Dia pernah disakiti suamimu. Jadi, dia membalasnya pada istrinya,” jelas Bob.
“Tapi Mr X tak mau kamu mengetahui siapa dia. Itu sebabnya tiap dia muncul, matamu ditutup.” lanjut Bob.
“Sudah, Bos, biar Mbak Tari makan dulu. Dia pasti lapar habis kerja keras,” sela Ben.
“Maaf ya Mbak Tari. Kami nggak punya nasi. Yang ada cuma ini,” kata Ben sambil menyodorkan piring berisi beberapa potong sosis dan pisang ambon. Ben lalu mengambilkan sepotong sosis.
“Makan Mbak, dijilat dan dikulum dulu, seperti tadi Mbak mengulum kontol saya,” katanya.
Tangan Tari terlihat gemetar ketika menerima sepotong sosis itu. Ragu-ragu ia menjilati sosis itu, mengulumnya lalu mulai memakannya sepotong demi sepotong.
Habis sepotong, Al mengupaskan pisang Ambon. Lalu didekatkannya dengan penisnya yang mengacung.
“Pilih pisang yang mana, Mbak ?” goda Al. “Ayo ambil,” lanjutnya.
Tangan Tari terjulur hendak mengambil pisang. Al menangkap pergelangannya dan memaksa Tari menggenggam penisnya.
“Biar saya suap, Mbak pegang pisang saya saja,” katanya.
“Tangannya lembut banget Ben,” kata Al. Ben tak mau kalah. Ia menarik sebelah tangan Tari dan memaksanya menggenggam penisnya yang besar. Sementara Tari menghabiskan sedikit demi sedikit pisang yang disuapkan Al.
Sepotong pisang itu akhirnya habis juga. Bibir Tari tampak belepotan. Bob yang sedang merokok kemudian mencium bibir Tari dengan bernafsu.
Tari mengerang-erang dan akhirnya terbatuk-batuk saat Bob melepaskan ciumannya.
“Sudah…uhukkk… sudah cukup,” kata Tari dengan nafas terengah-engah.
“Eee ini masih banyak. Sosis satu, pisang satu lagi ya,” kata Ben. “Tapi dikasih saus dulu ya ?” lanjut Ben sambil merenggangkan paha Tari.
Tari meronta-ronta, tetapi Al dan Bob memeganginya. Ben ternyata memasukkan sepotong sosis ke dalam vagina Tari. Didorongnya sampai terbenam di dalam vagina Tari yang tembam.
“Coba sekarang didorong keluar,” katanya sambil menepuk vagina Tari.
Tari terisak-isak. Ia mencoba mengejan dan akhirnya perlahan sosis itu keluar. Ben mendorongnya lagi dan menyuruh Tari mengeluarkannya lagi. Terus diulang-ulang sampai sosis itu terlihat berlendir. DIberikannya kepada Al yang kemudian menyuapi Tari. “Enak kan, sosis pakai saus memek ?” katanya. Tari menangis tersedu-sedu.
“Sekarang pisangnya ya,” kata Ben lagi.
Kulihat ia mengupas sepotong pisang. Dan kini ia melebarkan celah vagina istriku. Didorongnya pisang seukuran penisnya itu ke dalam. Tari menjerit-jerit. Pisang itu akhirnya terbenam di dalam vaginanya.
“Ayo, hancurkan dengan otot memekmu ini. Kita bikin bubur pisang,” kata Ben sambil meremas-remas vagina Tari.
Ben kemudian membantu mengaduk-aduk pisang di dalam vagina Tari itu dengan dua jarinya.
“Nih, bubur pisang rasa memek,” katanya sambil memaksa Tari mengulum dua jarinya yang berlepotan bubur pisang. Diulanginya hal itu berkali-kali.
“Sepertinya lezat. Aku mau coba bubur pisang rasa memek ah,” kata Bob. Ia kemudian merapatkan mulutnya ke celah vagina Tari.
Tari tak henti menjerit dan merintih.
Bob bangkit. Mulutnya belepotan bubur pisang. Diciumnya bibir Tari dengan bernafsu. Al dan Ben tak mau ketinggalan mengicipi bubur pisang itu.
Adegan selanjutnya tak urung membuatku kasihan pada Tari. Mereka kembali memperkosanya di atas rumput. Kali ini, mereka menumpahkan sperma di dalam vagina Tari.
Begitu usai, mereka membaringkan Tari kembali di atas meja. Kulihat pangkal paha Tari betul-betul berantakan oleh cairan sperma yang bercampur bubur pisang.
Tari terisak-isak saat Bob menyendoki campuran sperma dan bubur pisang itu dan memaksanya menelannya.
Dari tempatku sembunyi kuhubungi selular Bob.
“Pak Bob, tolong tutup lagi matanya dan ikat tangannya. Aku mau sodomi istriku,” kataku.
“Oke bos,” sahutnya.
Kulihat Tari melotot waktu Bob menyampaikan pesanku.
“Tidaaaakk…. jangaaaann… kalian… jahaaat…. setaaaannn….” ia memaki-maki saat Ben meringkus tangannya dan mengikatnya ke belakang punggung. Lalu, Al mengikatkan kain hitam menutup matanya.
Mereka membaringkan Tari menelungkup di atas meja. Dari belakang, pinggulnya yang bundar sungguh menggoda. Kutusukkan dua jari ke dalam vaginanya. Betul-betul banjir sperma bercampur bubur pisang.
“Jahanaaaamm…. Aaaaiiikkhhhhh… “Tari menjerit waktu dua jariku yang basah kutusukkan ke dalam anusnya. Kugerakkan berputar-putar untuk melebarkannya. Pada saat yang sama, kutancapkan penisku ke dalam vagina istriku.
Dan kini, penisku betul-betul basah. Kutekan ke anusnya yang sedikit terbuka. Aaakhh… sempit sekali. Tetapi, akhirnya kepala penisku mulai masuk diiringi jerit histeris Tari. Kudorong terus. Istriku yang tercinta terus menjerit-jerit.
Kudorong dengan sedikit lebih bertenaga. Akhirnya batang penisku masuk semua. Betul-betul sesak. Tari menjerit dan menangis hingga suaranya serak.
Kucengkeram buah pinggulnya yang bundar lalu kugerakkan pinggangku maju mundur dengan cepat dan kasar.
:::
Aku tak bisa bertahan lama. Cepat kutarik keluar dan kutumpahkan spermaku ke wajah Tari yang lembut. Kuratakan ke pipi dan dagunya yang runcing. Tari terus menangis tersedu-sedu.
Tiba-tiba saja, kepalanya terdongak. Ternyata, Bob baru saja menyodominya. Aku terduduk di kursi, menyaksikan satu persatu temanku menyodomi Tari. Semuanya menumpahkan sperma di dalam anusnya.
Sudah lima belas menit kami membiarkan Tari tertelungkup di meja. Ia masih terisak-isak. Kulihat sperma tiga lelaki mengalir dari anusnya ke kedua belah pahanya.
Kuperlihatkan jam tanganku kepada teman-temanku. Mereka bangkit dan memapah Tari. “Yuk kita pulang Mbak. Sudah siang. Nanti suami Mbak curiga kalau dia pulang Mbak nggak di rumah,” kata Al.
Mereka membawanya masuk kembali ke dalam rumah. Memakaikan kembali jubah hijau muda Tari tanpa memandikannya lagi. Akibatnya, bagian belakang jubah Tari basah oleh sperma yang terus mengalir dari anusnya.
Tak lama kemudian, kami sudah berada di dalam mobil. Tari dipangku tiga lelaki di jok tengah. Aku di bagian kaki. Kedua tangan Tari masih terikat. Matanya pun tertutup oleh ikatan kain hitam.
Kusingkapkan jubah Tari sampai ke pinggang. Dengan tissue kubersihkan vaginanya dari lelehan sperma dan bubur pisang. Al di bagian tengah tak bosan-bosannya meremas-remas payudara Tari yang dikeluarkannya dari balik jubahnya.
Sampai di rumah, mereka membawa Tari ke sofa. Al sibuk menghubungkan handycam dengan TV. Aku ada di balik lemari, melihat Bob memangku Tari, sambil melepaskan penutup matanya.
TV sudah menyala dan memperlihatkan rekaman aksi kami memperkosa Tari. Tari memalingkan wajahnya, tetapi Bob memaksanya tetap menonton. Terutama adegan ketika ia orgasme lantaran ulah Al.
“Lihat itu, Mbak Tari. Dengan itu Mr X bisa memeras suami Mbak. Dengan rekaman itu pula, kami bisa memaksa Mbak melayani kami kapanpun kami mau,” kata Bob sambil meremas-remas payudara istriku.
Tari menangis tersedu-sedu. Kuberi kode kepada Al agar mendekat. “Suruh pak Bob memperkosa dia lagi sambil duduk. Aku mau telepon Tari saat kontol Bob mengaduk-aduk memeknya,” kataku.
Al berbalik dan kulihat ia berbisik kepada Bob. Bob tertawa.
“Oke Mbak Tari, sebentar lagi mungkin suamimu pulang. Aku mau ngentot kamu sekali lagi. Boleh ya ?” kata Bob.
Tari menoleh dan melotot.
“Kamu ini ! Apa belum puas menyiksa saya !?” teriaknya histeris.
“Belum,” kata Bob kalem sambil membalikkan tubuh Tari hingga kini duduk di lantai, di hadapannya.
“Ayo, emut kontolku supaya basah. Kalau kering, nanti memekmu lecet,” katanya sambil melepas celananya. Penisnya terlihat masih lembek. “Cepat. Ingat, kamu nggak bisa nolak karena rekaman itu bisa dilihat suamimu, kalau kamu membantah,” lanjutnya.
Tari tak berdaya. Kulihat ia kini menggenggam penis Bob dan mulai mengulumnya. Dari belakang, Al menyingkapkan jubah hijau Tari. Anusnya masih basah oleh sperma. Al mengorek-ngorek vagina dan anus Tari dengan jarinya.
Penis Bob sudah mengacung. Dibimbingnya Tari naik ke Sofa, mengangkangi dirinya yang berbaring. Akhirnya, kulihat Tari menurunkan tubuhnya. Penis Bob pun masuk ke vaginanya.
“Ayo Mbak Tari, nikmati saja. Anggap saja aku suamimu,” kata Bob. Ia pun kini menyerang kedua payudara Tari. Dikulumnya kedua putingnya berganti-ganti.
Pada posisi seperti itu, biasanya Tari mudah mencapai orgasme. Apalagi dengan puting yang terus diserang. Dan memang, kudengar Tari mulai mendesah, mengerang dan merintih. Kuihat juga kini ia yang aktif menaikturunkan dan memutar-mutar pinggulnya.
Saat desahannya makin keras terdengar, kutelepon nomor seluler istriku. Tari terkejut mendengar handphonenya berdering.
“Ounnghh… itu… mungkin suamiku…” katanya.
“Nggak apa-apa, kita teruskan saja,” kata Bob sambil terus menyerang puting Tari.
Al mengambilkan handphone Tari dan menyerahkannya. “Dari suamimu,” kata Al. Di layar handphone memang tertulis namaku.
Tari tampak ragu. Nafasnya masih tersengal-sengal. Apalagi, Bob masih menaikturunkan penisnya.
“Dijawab saja, nanti suamimu curiga,” kata Al sambil menekan tombol ‘yes’ pada handphone yang dipegang Tari.
“I… i…ya… ada apa, Mas ?” Kudengar Tari menjawab. Suaranya sangat menggairahkan.
“Lagi apa sayang ?” tanyaku.
“Eunghhh… ini, lagi sibuk…”
“Kok suaramu seperti waktu kita bercinta dan kamu hampir orgasme ?” kugoda dia.
“Ehhh… ti…tidak… Aku lagi angkat cucian pakaian… ughhh…. berat,” katanya bersandiwara.
“Ya sudah, nanti malam aku buat kamu orgasme mau ?”
“Eunghhh… jangan…. aku capek sekali…” jawabnya.
“Yaaa, bagaimana dong ? Batangku sudah keras sekali nih. Di-oral saja ya ?”
“Iya…i…iyahhh…”
“Spermaku ditelan ya ?”
“I…iyahhh… eh… enggak.. aduhhh.. iyahh…”
“Kenapa, kok aduh ?”
“Ini… iniku digigit …semut…”
“Apa yang digigit semut nakal itu ?”
“Ini… tetek… aduhhhh…” kulihat Bob menggigit puting Tari.
“Wah, itu semut nakal betul. Nanti aku boleh gigit tetekmu kan, sayang ?”
“Iya.., boleh… aduhhh…”
“Aku ingin mendengarmu bicara yang agak jorok boleh ?”
“Engghhh… bagaimana ?”
“Tolong bilang…seperti di film blue itu lho… bilang begini, come on fuck me, ohhh…yesss… oh yesss… begitu. Ayo sayang…”
Saat itulah Bob menggenjot lebih kuat.
“Iyaahhhh… come on… ounghhh.. fuck me…yess… yess…” Tari menjerit.
“Ahhh… terima kasih sayang. Nanti aku pulang jam 8 malam. Jangan lupa, aku ingin dioral gadis berjilbab sepertimu… bye mmuuacchhh…”
Kututup telepon. Lalu kuberi kode kepada Al agar menyumbat mulut Tari dengan penisnya.
Tari mengerang-erang. Tubuhnya menelungkup di atas tubuh Bob dengan vaginanya terus ditusuk-tusuk penis Bob. Al sudah menyumbat mulut Tari dengan penisnya.
Dari belakang, aku mendatangi Tari. Kusingkapkan jubahnya hingga pinggang. Kujaga agar ia tidak menoleh ke belakang dan melihat suaminya.
Langsung aku masukkan dua jariku ke anusnya. Tari mengerang keras. Erangannya makin menjadi saat akhirnya aku menyodominya lagi.
Ada lima menitan aku melakukan itu. Tapi aku punya ide baru. Kutarik keluar penisku. Dan kini kuarahkan ke vaginanya yang sedang melayani penis Bob.
Ughhh… tak mudah, tapi akhirnya masuk juga. Tubuh Tari mengejang. Ia mengerang panjang. Al memegangi kepalanya yang berjilbab karena Tari terlihat seperti hendak menoleh ke belakang.
Lima menit juga penisku dan penis Bob mengaduk-aduk vaginanya. Bob sudah tidak tahan. Ia menumpahkan spermanya di dalam. Terasa sperma Bob juga membasahi penisku. Gerakan penisku akhirnya menarik penis Bob yang telah lembek keluar.
Kupindahkan lagi penisku ke anus istriku. Kugenjot dengan cepat dan akhirnya kutumpahkan ke dalam sana. Cepat kubersihkan penisku dengan jubah istriku. Lalu, aku kembali ke tempat persembunyianku.
Kini Al yang menyetubuhi istriku. Tampaknya ia juga memindah-mindahkan penisnya dari vagina ke anus. Ben yang sejak tadi hanya menonton, ganti memaksa Tari mengulum penisnya.
Dua pemerkosa terakhir itu akhirnya menuntaskan hasrat mereka dengan membuang sperma mereka ke wajah Tari.
“Sudah ya, Mbak tari. Kapan-kapan kita ketemu lagi,” kata Bob, sambil mencubit puting istriku yang terbaring lemah di sofa.
***
“Thank’s friend. Your wife sungguh luar biasa,” kata Bob sambil menyalamiku ketika kami akhirnya berpisah kembali di rumahnya.
Al dan Ben juga menyalamiku.
“Aku suka suaranya waktu orgasme,” kata Al.
“Well, aku juga ingin dengar suara pacarmu saat orgasme,” sahutku.
“OK, itu bisa diatur,” katanya.
Aku pergi dari rumah Bob dengan perasaan campur aduk. Gairah, puas sekaligus kasihan pada Tari. Tapi, hasrat tergilaku sudah terlampiaskan. Sekarang aku harus kembali ke kantor.
***
Aku pulang kantor pukul 8 malam. Tari sudah tidur. Tapi aku boleh masuk rumah karena aku punya kunci cadangan.
Kulihat Tari tidur dengan memeluk tubuhnya. Ia tampak amat lelah. Tetapi begitu melihatku datang, ia bangkit dan langsung memelukku.
“Kenapa ?” tanyaku.
“Kepalaku sakit… ” katanya.
“Berarti tak jadi mengulum iniku ?” Kubimbing tangannya ke pangkal pahaku.
“Maas… aku pusing… ” keluhnya.
Kusentuh pangkal pahanya. Tapi ia menghindar dengan halus. “Nanti kalau sudah nggak pusing ya ?” katanya.
“Oke. No problem,” sahutku.
Aku kemudian ke kamar mandi. Melewati mesin cuci, hatiku tergerak untuk membukanya. Ada jilbab putih lebar, anak jilbab pink dan jubah hijau muda. Kuangkat pakaian favoritku itu. Ufhhh… betul-betul beraroma sperma !
Tengah malam aku terbangun. Kulihat Tari masih lelap terlentang di sebelahku. Kusingkapkan bagian bawah baju tidurnya. Vaginanya terlihat lebih gemuk dari biasanya. Kulitnya pun memerah. Kurapikan lagi pakaiannya. Lalu kubuka di bagian dadanya. Kulit payudaranya yang putih mulus juga terlihat memerah. Di beberapa bagian dekat putingnya bahkan terlihat bekas-bekas lovebite.
Seminggu sejak perkosaan itu, Tari tampak lesu. Ia mengaku sakit, tetapi tak tahu sakit apa. Kurayu untuk ke dokter, ia tak mau.
“Sepertinya hanya butuh istirahat,” katanya.
Jalannya pun tertatih-tatih, seperti menahan sakit di sekitar pinggangnya. Kalau kusentuh payudara dan pangkal pahanya, ia pun dengan halus menolak.
Tetapi, Tari memang istri yang baik. Ia mau juga ketika kuminta membantuku masturbasi. Diurutnya penisku dan akhirnya dikulumnya. Aku agak surprised saat ia membiarkan spermaku tumpah di mulutnya, meski kemudian dimuntahkannya kembali.
“Kok mau menerima spermaku di mulut ?” kataku.
“Nggak sengaja…” katanya dengan wajah bersemu merah.
Akhirnya, di minggu kedua, ia mulai kembali seperti dulu. Ia kembali tampak sehat dan melayaniku kembali di ranjang.
Di saat itulah, tak sengaja aku membuka SMS di seluler Tari. Tertulis di situ, “Mbak Tari, aku kangen memek Mbak. Senin jam 12 siang, aku ke rumah Mbak pas suami Mbak di kantor. Pakai jubah, jilbab lebar dan kaus kaki, tapi jangan pakai celana dalam dan bra. Kita main di ranjangmu ya ? -Al”.
“Ini ada SMS, sayang… belum sempat kubaca… perutku mulas…” aku berlagak terburu-buru ke kamar mandi sambil menyerahkan handphone Tari kepadanya.
Sekitar 10 menit kemudian aku keluar kamar mandi. Kulihat wajah Tari agak pucat.
“SMS dari siapa sayang ?” tanyaku.
“Eh…uh… dari Bu Ani,” jawabnya gelagapan.
“Ada apa ?”
“Uh… katanya… mau ambil uang arisan, Senin siang,”
“Ooo…” aku berlalu, seperti tak ada apa-apa.
***
Hari Senin, aku sengaja berangkat kantor agak siang. Pukul 11.30. Tetapi tanpa sepengetahuan Tari, kusiapkan handycam di tempat tersembunyi, mengarah ke ranjang. Setting kamera kuatur dengan timer agar mulai recording setengah jam lagi.
Kulihat Tari gelisah dan bolak-balik melirik jam dinding. Ia sudah pakai jilbab putih lebar dan jubah ungu. Cantik sekali.
Kucium pipinya saat berpamitan sambil tanganku meraba bokongnya.
“Eh, kamu nggak pake celana dalam ya ?” kataku, pura-pura kaget, sambil meremas bokongnya yang bundar.
Tari tersenyum kecut. Ia menggeliat-geliat waktu pangkal pahanya kuremas-remas.
“Jangan-jangan kamu juga nggak pakai bra,” kataku.
“Nah, betul kan,” kataku ketika tanganku meraba payudaranya.
Kusingkapkan jilbab lebarnya, lalu kubuka kancing jubah di bagian dadanya. Bibirku langsung menyerang putingnya. Tari mengerang-erang.
“Maaas… sudaahh… ngantor sana !” katanya dengan nada manja. Tapi kutahu ia khawatir Al datang sebelum aku pergi. Kugigit dengan gemas putingnya. Tari memekik kecil.
“Nakal !” katanya.
Akupun berangkat. Tapi di ujung jalan aku berhenti. Tepat pukul 12.00 kulihat mobil Al masuk garasi rumahku.
Handycamku pasti sudah mulai bekerja. Lima belas menit berlalu, kuhubungi nomor handphone Al.
“Sedang di mana Al ?” kataku. Terdengar Al menjawab dengan gugup.
“Di rumah teman, bos,” katanya.
“Maksudmu rumahku, kan ?” Al makin gugup.
“Eh… oh… iya…sorry bos,” katanya.
“OK, nggak apa-apa. Tapi lain kali izin dulu ya Al ?” kataku.
“Iya bos… iya bos…” sahutnya.
“By the way, kontolmu sudah masuk memek istriku belum ?”
“Sudah bos…”
“Bagus, coba tolong kamu jepit putingnya. Aku ingin dengar jeritan istriku,” kataku.
Al patuh. Tak lama kemudian kudengar jerit kesakitan Tari.
“OK Al, silakan kamu perkosa istriku. Di memek boleh, anus boleh di mulut juga boleh. Kamu ikat saja dia di ranjang. Terus kamu kerjain dia sampai orgasme berkali-kali. Bye Al.” Kututup telepon, lalu melaju ke kantor. Nanti malam, rekaman handycam akan kunikmati.
***
Aku pulang tengah malam. Tari membukakan pintu. Kukecup keningnya. Ia tampak letih. Tetapi, ia memang istri yang setia. Dibuatkannya aku segelas teh hangat.
“Aku tidur lagi ya, badanku pegal semua,” katanya.
Aku menganggukkan kepala dan kukecup lagi keningnya.
Kutunggu setengah jam. Kutengok Tari betul-betul tertidur pulas. Kuambil handycam yang kutempatkan di lokasi tersembunyi. Lalu, kubawa ke ruang kerjaku.
Dengan jantung berdebar, kuputar ulang hasil rekaman otomatis tadi siang. Yes, hasilnya sempurna.
5 menit pertama hanya terlihat ruangan kamarku yang kosong. Tetapi, kemudian terlihat sosok perempuan berjubah ungu dan jilbab lebar putih berlari diikuti Al.
Perempuan itu, Tari, terdesak di dinding kamar. Terlihat Tari dengan wajah marah berdebat dengan Al yang terus tersenyum. Terlihat juga Tari kewalahan menepis tangan nakal Al yang menjamah pangkal paha dan payudaranya.
Kemudian terlihat Al seperti marah dan mencekik leher Tari. Setelah itu, Tari sepertinya menyerah. Ia biarkan saja Al memagut bibirnya.
Al lalu menyeret istriku dan menghempaskannya hingga terduduk di tepi ranjang. Tari memalingkan mukanya saat Al berdiri di hadapannya melepas celananya. Al kemudian memaksanya mengulum penisnya.
Tak lama kemudian, Al mendorong Tari hingga terlentang di ranjang. Lalu disingkapkannya jubah Tari hingga ke pinggang. Dengan kasar, ia langsung menancapkan penisnya ke vagina istriku. Tari terlihat menjerit kesakitan.
Baru beberapa genjotan, Al tampak berbicara di handphonenya. Itu tadi saat aku meneleponnya. Masih sambil menelepon, Al terus menggenjot penisnya keluar masuk vagina Tari. Terlihat juga saat Al menjepit puting kanan Tari hingga ia menjerit kesakitan.
Ketika telepon ditutupnya, Al tampak seperti kesetanan. Ia membolak-balik tubuh Tari seperti orang membanting-banting bantal. Sekali ia membuat Tari terlentang dan memperkosanya. Kali lain, dibuatnya Tari menungging dan ia menyodominya. Kali lain lagi dibuatnya tubuh Tari tertekuk dan ia dengan kasar memperkosanya sambil menusukkan jarinya ke anus Tari. Sampai akhirnya kulihat Al orgasme di dalam mulut Tari.
Kulihat Tari terisak-isak. Selesai memuaskan hajatnya, Al mengikat Tari terlentang dengan kedua tangan dan kaki terpentang ke sudut-sudut ranjang.
Al kemudian terlihat menghisap rokoknya sambil berbaring di tengah paha Tari yang mengangkang. Kepalanya berbantalkan paha Tari, di dekat pangkalnya. Sambil merokok, Al membelai-belai vagina Tari. Sesekali, Al dengan nakal mencabuti sehelai rambut kemaluan Tari. Terdengar Tari memekik saat Al menjatuhkan abu rokoknya di tempat tumbuhnya rambut kemaluannya.
Al kemudian bangkit dan duduk di sisi Tari. Dibukanya jubah Tari di bagian dada. Kedua payudara istriku tampak membusung. Tari memekik lagi waktu Al dua kali menjatuhkan abu rokok di pucuk payudaranya.
Yang terjadi kemudian membuatku terpaksa mengacungkan jempol kepada Al. Lagi-lagi, ia mempermainkan istriku dengan sempurna. Dirangsangnya Tari dengan berbagai cara, hingga istriku yang alim itu berkali-kali orgasme.
Tetapi, Al memang pemerkosa sejati. Di saat Tari mencapai kepuasan, ia mulai menyakitinya lagi. Disumpalnya mulut Tari dengan celana dalamnya. Lalu, dijepitnya kedua puting Tari dengan jepit pakaian. Terlihat dalam rekaman, Tari meronta-ronta dan matanya melotot. Belum lagi rontaannya berhenti, Al melakukan hal yang sama pada klitorisnya.
Al kemudian kembali menindihnya. Suara rintihan Tari terdengar sangat memilukan. Juga pekik tertahannya ketika Al dengan kasar menarik lepas jepit pakaian pada kedua putingnya. Tak cukup sampai di situ. Mahasiswa fakultas kedokteran itu terus menyentil-nyentil kedua puting Tari dengan keras.
Al akhirnya terlihat sampai pada klimaksnya. Kulihat ia mengangkangi wajah Tari, melepas sumpal di mulut Tari dan ganti memasukkan penisnya ke situ. Tubuh Al tampak bergetar sampai akhirnya lemas dan duduk mengangkangi perut istriku.
Tari terbatuk-batuk, sebagian sperma pemuda itu keluar dari sisi bibirnya. Kulihat Al menyapu dengan jarinya dan meratakannya ke seluruh bagian wajah Tari.
Terdengar Tari menangis sesenggukan saat Al bangkit dan mengenakan celananya kembali. Kukira Al sudah akan mengakhiri aksinya. Ternyata tidak. Kulihat ia mengambil kamera digital dan memotret istriku yang tengah tak berdaya.
Al membuka lebar-lebar bagian dada jubah istriku. Tari memalingkan wajah ketika Al memotret payudaranya yang terbuka dari jarak dekat. Al juga memotret sambil berdiri dengan sebelah kakinya menginjak sebelah payudara Tari. Ia juga lakukan itu pada vagina Tari.
Baru setelah itu kulihat ia melepaskan ikatan di tangan dan kaki Tari. Istriku langsung meringkuk membelakangi Al. Tetapi Al malah menyingkapkan jubahnya sampai ke pinggang. Kulihat ia memotret lagi istriku dengan pantatnya yang terbuka. Ia bahkan menguakkan bongkahan pantat Tari untuk melihat vaginanya dan memotret lagi dengan dua jarinya masuk ke vagina Tari.
Aku agak kaget melihat Al kemudian menampar keras sekali pantat Tari. Kulihat Tari sampai memekik. Ternyata, itu salam perpisahan dari Al.
Sepuluh menit terakhir rekaman itu hanyalah gambar Tari tiduran meringkuk. Tampaknya ia menangis karena sesekali tubuhnya terlihat berguncang.
Kusimpan hasil rekaman rahasia itu di tempat yang aman. Lalu aku kembali ke kamar. Tari terlihat tidur amat pulas. Posisinya seperti bagian akhir rekaman tadi.
Kusingkapkan bagian bawah dasternya sampai bokongnya yang bundar terlihat. Masih terlihat merah bekas tamparan Al di kulitnya yang mulus. Kusibakkan pantatnya hingga terlihat vaginanya yang tembam.
Sebetulnya, aku ingin menyetubuhinya malam ini. Tetapi, aku kasihan melihatnya kelelahan. Akupun tidur sambil memeluknya.
Dua hari kemudian, kutemui Bob di rumahnya. Kuceritakan kecurangan Al beraksi sendirian. Gilanya lagi, kuperlihatkan hasil rekaman rahasiaku kepadanya.
“Wah, Al curang. Dia harus membayar kecurangannya ini,” katanya sambil matanya tak lepas dari layar TV yang memperlihatkan adegan saat istriku mengulum penis Al.
“Bagaimana ?” sahutku.
“Dia harus memberi kita kesempatan memperkosa pacarnya,” jawab Bob.
Bob serius dengan ucapannya. Buktinya, ia langsung menelepon Al saat itu juga.
“Kamu nggak boleh ngentot Tari sendirian. Sekarang juga kamu ke sini. Kita bicarakan skenario perkosaan pacarmu ! Kalau kamu menolak, kita bisa habisi kamu rame-rame !” ancamnya.
Ancaman Bob rupanya manjur.
Buktinya, Al 1 jam kemudian datang. Ia minta maaf sekaligus menyetujui pacarnya kita perkosa. Well. kawan-kawan yang lain pun kami kontak. Tahu bahwa mereka bakal segera menikmati tubuh Fika Aditya, mahasiswi Farmasi UAD berusia 22, mereka pun datang.
Aku sudah pernah melihat Fika. Cantik dan tubuhnya terlihat ranum. Wajar karena usianya yang masih muda. Kalau dia seusia Tari, mungkin dia pun lebih montok dari Tari. Bedanya dengan Tari adalah cara berpakaiannya. Fika juga berjilbab, tapi jilbabnya jilbab gaul. Jilbab pendek yang dilingkarkan di leher. Seringkali pakai blus atau t shirt lengan panjang ketat yang menampakkan tonjolan lumayan besar di dadanya. Bahkan, cenderung terlalu besar untuk tubuhnya yang imut.
Al pernah cerita tentang payudara Fika yang luar biasa itu. Katanya, tiada saat kencan terlewatkan tanpa ia mengulum kedua puting Fika. Tak cuma itu, katanya, dia juga suka menjepitkan penisnya di antara dua gunung kenyal itu sampai senjatanya menyemprotkan peluru lendir putih ke wajah Fika yang lembut.
Semua bersemangat mengajukan usulan skenario perkosaan. Al tak banyak bicara. Mungkin masih merasa sayang menyerahkan pacarnya untuk digarap rame-rame.
“Kenapa Al ? Nggak ikhlas ?” aku tanya dia.
“Nggak kok pak…. nggak papa,” sahutnya.
“Iya lah, kita kan udah sepakat saling berbagi. Lo dapet memek bini gue, gue juga boleh dong maenin memek Fika,” kataku.
“Iya Pak… silakan. Lagian, saya juga kepengen ganti pacar nih,” sahut Al.
Well, akhirnya sebuah skenario bagus pun disepakati.
****
Masih petang. Aku, Bob dan Ben memarkir mobil di salah satu sudut sebuah taman dekat kampus. Di depan taman ini ada lahan berbentuk lembah. Beberapa pasangan terlihat duduk berdua-duaan. Tempat ini memang sering digunakan untuk berkencan pasangan yang sedang dilanda cinta.
Tak lama kemudian terlihat mobil Avanza Al datang. Ia memarkir mobilnya di sudut lain taman itu. Yang pertama turun adalah seorang gadis manis berkerudung pink. Ujung kerudungnya dibelitkan ke leher dan dimasukkan ke leher t-shirt ketat berlengan panjang berwarna putih. Celananya blue jeans ketat yang menampakkan bentuk tungkai dan paha yang indah.
Ben yang belum pernah melihat Fika berdecak. “Wow…. kelihatanya itu tetek bisa kita bikin melembung. Ane pengen iket pangkalnya pake tali,” kata Ben.
“Bibirnya kelihatannya enak kalo dipake ngemut kontolku,” timpal Bob.
Aku diam saja. Yang jelas memek mahasiswi itu harus merasakan kontol kami semua.
Al terlihat menyusul keluar lalu menggandeng pacarnya berjalan ke lembah. Dari belakang punggung Fika, Al memberi kode ibu jari kepada kami. Kami biarkan sejoli itu berasyik masyuk di lembah dulu. Hampir satu jam kemudian keduanya masuk mobil. Sebentar lagi, skenario penyergapan akan kami jalankan.
Ben menyiapkan handycam. Aku dan Bob memegang pentungan karet. Kami semua mengenakan seragam security.
Dengan tegang kami menunggu. Dan akhirnya, lampu mobil Al berkedip. Itu kode dari Al. Segera kami mendekati mobil Al. Aku dan Bob membuka kedua pintu depan. Ben membuka pintu tengah sambil menyorotkan kameranya.
Terdengar pekik kaget seorang gadis.
Kami semua melotot. Fika tengah duduk mengangkangi selangkangan Al yang berbaring di jok mobil yang direbahkan. Celana blue jeans gadis itu telah lepas, begitu pula celana dalamnya. Celana panjang Al pun melorot. Terlihat jelas penisnya melesak ke dalam vagina Fika.
T-shirt lengan panjang Fika digulung sampai ke atas payudaranya. Branya pun telah terlepas. Sepasang buah dada gadis itu tampak ranum. Fika yang pucat pasi dengan panik menurunkan t-shirtnya dan tangannya mencoba menutupi vaginanya. Tetapi Al, sesuai skenario malah memegangi pinggulnya dan “Ahhh….” tampaknya ia orgasme dan menumpahkan spermanya ke dalam vagina Fika.
“Bagus ya ?! Pake jilbab dan ngentot di tempat umum. Sekarang kalian harus ikut ke kantor,” bentak Bob.
Fika kelabakan, antara malu dan takut segera beringsut ke jok sebelah. Gadis itu kerepotan menutupi pangkal pahanya dengan ujung t-shirnya. “Pak…. tolong…. celana saya….” pinta Fika memelas kepada Bob yang menguasai celana blue jeans, cd dan bra-nya.
“Nggak usah. Kamu duduk di situ aja. Nanti pake celananya di kantor. Heh… kamu ikut ke mobil sana. Cewekmu pake mobil ini sama bapak ini,” lanjut Bob sambil menunjukku.
Al dengan lagak panik, segera mengenakan celananya dan keluar mengikuti Bob. “Pak… pacar saya jangan diapa-apain…. tolong pal,” kata Al kepadaku.
“Nggak…. paling gue suruh ngemut kontol gue,” sahutku. Al berlagak marah, tetapi Bob dan Ben mendorongnya ke mobil.
Pintu mobil sudah ditutup. Fika yang gemetaran duduk di sebelahku. Gadis manis itu mulai terisak. Ia masih kerepotan menutup sepasang pahanya yang mulus.
“Pak… tolong…. bisa kan kita selesaikan ini ?” katanya. Aku pura-pura cuek dan mulai menyetir.
“Pak… hik…. orangtua saya bisa marah besar….” katanya lagi.
“Kamu punya usul apa supaya ini kita selesaikan ?” aku mulai memancing dia.
“Mungkin…. pake…. uang….” sahut Fika ragu-ragu. Aku menatapnya dengan lagak marah.
“Huh, kamu pikir kita bisa dibeli ? Cewek sombong. Memekmu aja kamu kasihkan ke cowok itu gratis….” Fika terlihat terpukul.
“Tolong pak…. bapak ingin apa ?” katanya. Ini dia pertanyaan yang aku suka.
“Menghadap ke sini dan perlihatkan tetekmu !” sahutku.
Fika kaget. Tapi tampaknya dia merasa tidak punya pilihan lain. Diangkatnya ujung t-shirtnya ke atas dadanya. Sepasang buah dada yang montok, putih mulus menggantung indah di situ. Mahasiswi Farmasi UAD itu menggigit bibirnya ketika tangan kiriku menjamah sebelah payudaranya. Wow… payudara yang kenyal, liat dan hangat… terlalu besar untuk digenggam. Kuremas agak kuat….
“Aduh….pelan-pelan pak…..” pintanya. Kini jempol dan telunjukku malah memilin-milin putingnya. Kujepit agak keras dan kutarik ke arahku. Fika merintih….”Aduh pak…. sakit pak…. aaaihhhh….” Fika memekik ketika putingnya agak kasar kubetot baru kemudian kulepaskan.
“Sekarang kamu perlihatkan memekmu….” lanjutku. Fika masih mengusap-usap putingnya.
“Tapi…. tapi kita bisa selesaikan ini kan pak ?” sahutnya.
“Bisa…. makanya kamu jangan banyak nanya. Nurut aja apapun yang aku suruh,” kataku.
Gadis itu beringsut, membenahi posisi duduknya hingga kini pahanya mengangkang menghadapku. Wow…. memeknya yang tanpa jembut itu terlihat kemerahan. Dari celahnya terlihat menetes sperma Al. Tangan kiriku langsung merabanya. Dua jariku tak sabar langsung menerobos. Fika memekik…. Masa bodoh, kuaduk-aduk vagina yang basah oleh sperma itu. Lalu kukeluarkan kedua jariku yang berlumur sperma. Kusodorkan ke mukanya.
“Emut jariku…” kataku.
“Tapi pak….. adududuh…..iya….. iyaaaa…..” Fika coba membantah tapi jariku langsung menarik putingnya kuat-kuat. Dan kini, Fika mengulum dua jariku yang basah oleh sperma Al.
Gila, penisku menegang kuat. Kukeluarkan saja dari celah ritsleting….
“Sekarang bantu aku…. emut kontolku dan telan spermanya. Itu kalau kamu mau ini kita selesaikan baik-baik….” kataku.
Fika tampaknya tahu bahwa ia tak mungkin membantah lagi…. Gadis itu segera menundukkan kepalanya ke selangkanganku. Fiuhhhh…. rasanya sungguh luar biasa, menyetir sambil penis dioral oleh mahasiswi cantik berjilbab. Siapa yang punya pengalaman langka ini ?
Fika tampaknya berusaha keras membuatku segera klimaks. Tapi aku sudah siap untuk momen ini. Jadi, kulumannya pada penisku betul-betul bisa kunikmati tanpa segera ingin orgasme. Fika diam saja ketika tangan kiriku asyik bermain dengan kedua payudaranya. Gadis berusia 22 tahun itu sesekali mengerang-erang karena payudaranya sesekali kucengkeram dan kubetot seolah hendak menariknya lepas. Atau saat kedua putingnya yang kuperlakukan seperti itu. Entah kenapa aku senang sekali menarik puting sampai jauh….
10 menit lagi sampai rumah Bob. Fika masih berusaha keras untuk membuatku orgasme.
“Ayo cepat… sebentar lagi sampai kantor. Kamu nggak mau pacarmu ngelihat kamu lagi ngemut kontolku kan ?” kataku sambil memelintir sebelah putingnya.
Dan Fika memang betul-betul berusaha. Ia menyedot dan menjilati penisku dengan berbagai gaya. Akhirnya aku sampai juga.
Sekujur tubuhku bergetar merasakan sensasi hebat ini. Menumpahkan sperma di dalam mulut seorang gadis berjilbab. Rasanya spermaku tak habis-habis. Untung mobil sudah masuk halaman rumah Bob. Sebab, tanganku yang memegang kemudi bergetar hebat.
Kuhentikan mobil. Kepala Fika kutahan sehingga penisku tetap di dalam mulutnya sampai tetes sperma terakhir. Fika pun terpaksa menelan spermaku. Wajah putih gadis itu jadi kemerahan setelah ia melepaskan penisku dari kulumannya.
“Gimana, spermaku enak ?” godaku.
Fika menggigit bibirnya. Sejurus kemudian ia celingukan melihat garasi rumah Bob yang luas.
“Kantor apa ini ? Kita di mana ? Pacar saya di mana ?” katanya. Setitik spermaku masih terlihat di sudut bibirnya.
“Sudah, kamu sekarang turun. Ambil celanamu di ruang sana,” kataku.
Meski ragu, Fika turun juga. Apalagi, garasi itu terlihat sepi. Dengan tetap berusaha menarik turun bagian bawah t-shirtnya, Fika setengah berlari ke pintu terbuka di ujung garasi. Dia tak tahu apa yang akan terjadi di sana.
Mobil Al kuparkir dan aku turun menyusul Fika. Siap berpesta bersama serigala-serigala pecinta tubuh gadis berjilbab.
Begitu memasuki ruangan, kulihat Fika berdiri dengan canggung di depan Bob dan Ben yang duduk di sofa. Gadis itu masih memegangi ujung t-shirtnya yang tak cukup panjang untuk menutupi pangkal pahanya. Sambil berlalu di belakang Fika, kutarik ke atas ujung t-shirtnya.
“Aiihhhhh……” Fika memekik, apalagi pantatnya yang montok kemudian kuremas.
Aku kini duduk di sebelah Bob dan Ben. Fika terlihat membenahi lagi ujung t-shirtnya. Gadis itu menggigit bibir dan mulai terisak.
“Pak…. tolong….. saya mohon…. jangan perlakukan saya seperti ini…. tolong…. ihik…. Mas Al mana pak ?” katanya memelas sambil membenahi kacamata minus yang bertengger di hidung mancungnya.
Bob berdiri sambil menyulut rokoknya dan mendekati Fika.
“Bisa kita atur Non. Tapi aku mau tanya dulu, ini apa sih ?” Bob mendekat dan mencolek sudut bibir Fika. Ada bekas spermaku di situ.
“Kok ada sperma di sini ?” tanyanya sambil menghembuskan asap rokok ke wajah manis Fika.
“Punya…. bapak itu…” sahut Fika sambil melirik aku. Bob berjalan ke belakang Fika. Dan tiba-tiba memeluknya dari belakang. Fika memekik. Tubuhnya gemetar tapi ia tak kuasa menolak kedua tangan Bob yang langsung menyusup ke balik t shirtnya dan menggenggam kedua buah dadanya.
“Kok cuma kontol bapak itu yang kamu isep ? Saya sama dia gimana ?” kata Bob sambil menjilat pipi Fika. Gadis itu makin terisak. Tahu-tahu Fika melorot dan duduk bersimpuh sambil menangis. Ia tidak terlalu berontak waktu Bob meloloskan t-shirtnya lewat kepala. Kini tinggal jilbab pink yang melekat di kepalanya.
Bob kembali ke sofa. Lelaki gendut itu melepas celana panjang dan celana dalamnya.
“Sini kamu, kontolku juga diisep…. Cepat ! Kalau nggak, kontol pacarmu kita gebuk pake pentungan ini biar nggak bisa nyodok memekmu lagi !” perintah Bob. Akhirnya, kami melihat mahasiswi imut itu merangkak ke arah kami. Sepasang payudaranya berayun-ayun. Pinggulnya yang besar dan montok sungguuh menggemaskan.
Kedua pipi gadis itu basah air mata. Bob mengangkat dagunya. “Ayo, cepet isep kontolku biar kamu cepet pulang….” kata Bob.
Sambil terisak, Fika berusaha meraih penis Bob. Tidak mudah, sebab penis Bob terhalang perutnya yang buncit. Tapi akhirnya bisa juga penis Bob yang masih mengkeret masuk ke mulut Fika. Lelaki gendut itu terlihat merem melek…..
Ben tak mau tinggal diam. Cowok keturunan Arab itu juga sudah melepas celananya. Fika masih sibuk dengan penis Bob. Ben menarik tangan kanan Fika dan mengarahkannya untuk menggenggam penisnya yang hitam dan besar. Tangan Ben sendiri kini mulai menjamah payudara Fika yang berayun-ayun.
Pemandangan di ruangan itu jadi super aneh. Seorang lelaki gendut setengah berbaring di sofa. Di depannya, gadis imut menyurukkan kepalanya yang berjilbab pink di tengah selangkangan si gendut. Tangan kiri gadis itu sibuk memegangi penis Bob sementara tangan kanannya juga melakukan hal yang sama pada penis Ben.
Pemandangan aneh itu jelas membuatku bergairah lagi. Apalagi, dari belakang terlihat pemandangan yang luar biasa. Pinggul Fika ketika berbusana lengkap saja sudah menggairahkan. Kini, pinggul itu terbuka bebas….
Dari belakang terlihat jelas vagina Fika. Bekas-bekas sperma Al mulai mengering di sekitar bibir vagina dan kedua belah paha mulus Fika. Tubuh Fika bergetar ketika bagian dalam kedua pahanya kucengkeram. Ia juga mengerang saat vaginanya kubekap dengan telapak tanganku. Fika berusaha berontak, tetapi Bob dan Ben memegangi kedua tangannya.
“Memek yang indah…. sayang kalau cuma dinikmati satu cowok,” kataku sambil menjambak rambut kemaluan Fika yang tak seberapa lebat.
“Mmmfff…. mmmfffff….” Fika mengerang kesakitan. Apalagi kemudian kucabut sehelai.
Vagina Fika memang indah. Labia mayoranya tembam. Bibir kemaluannya masih rapat. Tidak terlihat bagian labia minoranya yang melet keluar. Indah sekali ketika bibir vagina yang rapat itu aku kuakkan…..
“Pink dan basah…. gue seneng memek yang kayak gini….” kataku sambil menyentuh klitoris Fika.
Telunjuk dan ibu jari kiriku melebarkan bibir vagina Fika, lalu telunjuk dan jari tengah kananku mulai masuk. Fika mengerang dan berupaya berontak.
“Nggak usah berontak Non…. mending lo nikmatin aja. Mulai hari ini lo akan belajar menikmati banyak kontol,” kataku sambil memutar-mutarkan dua jariku di dalam vagina Fika.
Wow….vagina yang rapat dan lembut. Dua jariku seperti diremas-remas di dalam sana. Di ujung jariku terasa dinding yang lembut tapi liat….
Masih terasa sisa-sisa sperma Al di dalam vagina Fika. Kugerak-gerakkan 2 jariku maju mundur, berputar dan menggaruk-garuk dindingnya yang lembut. Perlakuan itu bagaimanapun pasti mendatangkan kenikmatan tersendiri bagi gadis seperti Fika. Apalagi, ia sebelumnya juga merasakan kenikmatan yang terputus bersama pacarnya.
Kurasakan pinggul Fika mulai bergerak-gerak merespons kehadiran jariku di dalam vaginanya. Sementara Bob tampaknya bakal segera klimaks. Lelaki gendut itu memegangi kepala Fika yang berjilbab pink dengan kedua tangannya. Sejurus kemudian terdengar Bob menggeram…. Fika meronta-ronta, tetapi Bob terus memegangi kepala gadis itu.
Beberapa saat kemudian, Bob mencengkeram dagu Fika. Gadis itu terus terisak-isak. Jelas ia merasa terpaksa menelan sperma Bob.
Penisku menegang lagi melihat adegan itu. Celanaku sudah kulepas. Kini penisku dalam keadaan siap tempur. Ini saatnya untuk mendapat balasan atas kebaikanku meminjamkan tubuh istriku kepada Al cs.
:::
Kepala penisku mulai mendesak pintu masuk ke liang vagina Fika. Gadis itu sepertinya akan berontak. Tetapi, pinggulnya cepat-cepat kucengkeram.
“Jangan pak…. tolong….jangaaaan…….” Fika memekik. Sia-sia saja, sebab penisku dengan gagah berhasil mendobrak pintu liang vaginanya.
Rasanya luar biasa. Vagina istriku juga luar biasa. Tetapi vagina gadis muda ini punya kelebihan sendiri. Penisku serasa diremas-remas. Aku terpaksa berusaha sekuat tenaga agar tidak cepat keluar.
Untungnya di perjalanan tadi kantong spermaku sudah dikosongkan dengan aksi blowjob Fika. So, syaraf-syaraf penisku tak terlalu sensitif saat ini. Ini membuatku bisa ‘menyiksa’ pacar Al ini lebih lama.
Tempo genjotan penisku di vagina Fika kubuat makin lama makin cepat. Lama kelamaan terdengar suara kecipak vaginanya yang basah. Sepanjang perkosaan itu, mahasiswi berjilbab itu terus mengerang-erang. Sesekali ia memekik waktu bokongnya yang bundar dan mulus aku tampar. Kedua belah bongkahan pantatnya yang putih itu kini telah berubah warna menjadi merah.
Aku ingin melihat wajah cantiknya menderita. Kudorong bokongnya hingga Fika tersungkur di sofa. Segera kuseret kedua kakinya. Gadis montok itu jatuh tengkurap di karpet. Pasti kedua payudaranya ngilu. Kuangkat sebelah kakinya hingga kini ia berbaring miring ke kanan. Dalam keadaan seperti itu, kusodokkan lagi penisku ke vaginanya.
“Rasakan nih kontolku…. ” kataku dengan hentakan keras ke dasar vaginanya.
Fika menjerit memilukan. Apalagi, payudaranya yang tergeletak di lantai kutekan dengan telapak tanganku. Belakangan, ibu jariku menekan puting kanannya ke lantai.
“Akkkhh…. ampuuun…. sudaaah…. sakiiit….” gadis malang itu merintih-rintih.
Rintihannya membuatku makin tergila-gila. Kugenjot penisku makin cepat dan makin dalam. Nafas Fika tersengal-sengal. Sekujur tubuhnya mandi keringat. Dan akhirnya, aku tak tahan lagi. Kuledakkan spermaku di dalam vaginanya.
“Hihhhh…. memekmu memang… legiiiit…..” kataku sambil menusukkan penisku sejauh mungkin untuk melepaskan semprotan sperma terakhir.
Kubiarkan penisku tetap di dalam sampai akhirnya mengecil dan terlepas sendiri dari jepitan vagina Fika. Kedua pipi gadis itu basah oleh linangan air mata.
“Tolong bersihin kontol gue…. jilatin,” kataku sambil menyodorkan penisku yang berlepotan sperma ke depan wajah sendu gadis itu.
Fika masih terisak-isak. Kuangkat dagunya.
“Perlu gue tarik pentil lu ?” ancamku. Ancaman yang manjur. Sebab, lidah gadis itu akhirnya mulai menjilati sekujur permukaan penisku.
“Sedot sisa mani gue,” perintahku sambil menyodorkan kepala penisku. Tanpa banyak bicara, Fika mengecup bagian lubang di kepala penis gue. Dan…. wawww…. rasanya mau melayang waktu dia menyedot-nyedot di bagian itu.
“Gantian bro…” kata Ben yang sejak tadi menonton. “Gue udah nggak sabar pengen bikin balon toket cewek berjilbab,” lanjutnya.
Aku beringsut, duduk di samping Bob dan menyulut rokok. Siap menyaksikan adegan menegangkan. Penyiksaan atas Fika….
Tubuh Fika Aditya memang luar biasa. Mungil, tetapi payudara dan bokongnya terlihat mantap. Itu rupanya yang menarik Ben.
Ben menunduk ke arah Fika yang duduk bersimpuh. Fika menggeliat saat Ben menjepit kedua putingnya. Gadis itu baru merintih ketika Ben menarik kedua daging mungil itu ke atas.
“Bangun…” katanya.
Sambil merintih kesakitan, Fika terpaksa menuruti kemauan lelaki bertubuh hitam dan tinggi besar itu. Fika akhirnya berdiri tegang di hadapan Ben. Aku dan Bob duduk santai di sofa menonton pertunjukan ala Ben ini. Fika tertunduk, wajahnya dibuang menyamping. Tangan kanannya menyilang di depan dada. Telapak tangan kirinya menutupi selangkangannya.
“Sebentar, gue pingin pacarnya ikut nonton…” kata Ben. Fika mendelik kaget. Aku bangkit dan menggandeng keluar Al lalu mendudukkannya di sofa.
“Mas Aaallll….!!!” Fika memekik melihat Al yang dalam keadaan telanjang, terikat kedua tangannya ke belakang dan bibir dilakban.
Tetapi Fika masih dalam posisi semula. Tak berani bergerak menghampiri pacarnya. “Nikmati aja Al… seperti gue menikmati waktu kalian memperkosa istri gue. Ok ?” aku berbisik ke Al. Calon dokter itu mengangguk dan kulihat penisnya memang mulai menegang.
“Nah, pacarmu sudah datang. Nggak usah malu-malu. Dia sudah biasa melihat tetek dan memekmu kan ?”kata Ben sambil menepis kedua tangan Fika. Fika terisak. Tak pernah membayangkan akan tampil telanjang bulat di hadapan lelaki-lelaki asing. Apalagi kini pacarnya ada di hadapannya juga !
“Maaf ya, kamu harus diikat. soalnya kamu nanti pasti banyak berontak…” kata Ben, lalu tahu-tahu ia meringkus kedua tangan Fika ke belakang dan mengikatnya dengan bra gadis itu. Fika memekik dan meronta, tapi itu hanya membuat kedua payudaranya berayun indah.
“Nggak usah banyak melawan, ok ?” kata Ben setelah mengikat Fika. Dan… PLAKKK…PLAKKK….
“Aaakhhh…. sakkiiiit….” Fika menjerit histeris ketika tiba-tiba Ben menampar kedua payudaranya kanan dan kiri. Bekas tamparan tampak memerah di kulit payudaranya yang putih mulus.
“Kalau nggak mau tetekmu ini kutampar terus, nurut ya Non…” lanjutnya. Fika terisak-isak. Kulihat penis Al makin tegang.
Ben kemudian membimbing Fika agar berdiri menghadap kami dan mendekat hingga tinggal sejangkauan tangan. Tangannya yang terikat ke belakang membuat payudaranya yang bundar tampak makin membusung.
Ben lalu menendang betis Fika sebagai isyarat agar Fika melebarkan kakinya. Akhirnya kini Fika berdiri mengangkang di hadapan kami. Al pasti melihat dengan jelas spermaku mengalir dari celah vagina Fika ke bagian dalam paha kirinya…
Wajah Fika merah padam ketika dari belakang Ben memeluknya dan jemarinya mulai menyentuh vaginanya. Dua jari kanan Ben menyusup ke celah bibir vagina Fika, lalu menyusul dua jari kirinya. Fika merintih saat Ben menarik jari-jarinya ke arah berlawanan sehingga liang vagina Fika tampak mengangga.
Penis Al mengangguk-angguk melihat pemandangan bagian dalam vagina pacarnya yang betul-betul becek oleh cairan putih kental.
“Nah, Mas Al… mulai sekarang bukan cuma ente yang boleh naruh benih di sini. Ntu bapak itu juga udah. Bentar lagi ane sama Bos Bob…” katanya. Fika terisak-isak. Fika agak lega ketika Ben menghentikan perlakuannya pada vaginanya. Namun, kaget juga ia karena Ben kemudian memaksanya mengulum empat jarinya yang berlepotan sperma…
“ok, kita kembali ke rencana semula,” kata Ben, lalu mulai menjamah sepasang buah dada Fika yang bundar dan lumayan besar.
Ben menggenggam kedua payudara Fika ke atas dari pangkalnya. Hal itu menyebabkan payudara mahasiswi jurusan farmasi itu makin terlihat membusung. Ben pun mengguncang-guncangkannya. Fika menggigit bibirnya saat Ben menyedot
kuat-kuat kedua putingnya berganti-ganti. Perlakuan itu menyebabkan putingnya yang pink jadi menonjol dan menegang.
Ben nyengir melihat pucuk payudara Fika. Dijepitnya dengan ibu jari dan telunjuk, lalu diguncang-guncangkannya. Fika sampai merintih-rintih kesakitan.
Tapi itu belum seberapa. Ben tahu-tahu mengeluarkan seutas tali sepatu dari sakunya. Fika mengernyitkan keningnya, dan akhirnya dia tahu apa yang akan dilakukan Ben….
Ben melewatkan tali itu di bagian bawah payudara kiri Fika hingga terselip di bawah gumpalan daging kenyal itu. Lalu, dua ujung tali ditarik ke atas menyusul kemudian salah satu ujung melingkar lagi lewat pangkal bawah payudaranya. Perlahan, Ben mengeratkan ikatannya. Akibatnya, payudara kiri Fika seperti “dicekik”…
“Aduhhh… sakit masss… ampun… ngilu….” rintih Fika. Tapi Ben tak peduli. Dieratkannya lagi sambil kembali melingkarkan tali itu lewat pangkal payudara Fika. Empat putaran tali dan tak bisa dieratkan lagi. Payudara kiri Fika pun melembung seperti balon yang siap meletus. Gadis cantik berjilbab itu terus merintih-rintih. Air mata membasahi pipinya.
Perlahan balon payudara kiri Fika yang semula putih mulus itu berubah memerah dan makin lama cenderung membiru. Kontras sekali dengan payudara kanannya. Bukan hanya itu. Fika merasakan gumpalan daging payudaranya seperti akan copot…
“Aduh.. mas.. sakit… tolong lepasiin…” Fika mengiba-iba.
Ben meringis. “Mau dilepasin ?” katanya. Fika mengangguk.
“Nanti yaaa… yang satu juga diiket dulu. Ntar tetekmu jadi gede sebelah gimana ?” jawab Ben sambil langsung mulai melakukan hal yang sama pada payudara kanannya.
Fika merintih-rintih tetapi tak berdaya melawan. Akhirnya payudara kanan Fika pun tak beda dengan yang kiri. Ben tersenyum-senyum puas memandang hasil karyanya.
“Mau dilepas ?” Ben menggoda sambil membelai-belai bulatan balon payudara Fika.
Fika menggigit bibirnya dan mengangguk-angguk.
“Aakhh… ampun… sakiit…” Fika mengaduh-aduh lagi karena Ben menjepit dan menarik kedua putingnya.
“Kalau mau dilepas, puasin ane dulu, okey ?” lanjut Ben sambil mengguncang-guncang kedua payudara Fika. Gadis cantik itu cepat-cepat menganggukkan kepalanya.
Ben melepas tarikannya pada kedua puting Fika lalu melepas celananya sendiri. Penisnya yang hitam dan besar langsung terlihat tegang. Dengan tenang Ben memintaku dan Bob pindah tempat duduk. Ia kini duduk di sebelah Al. Pintar juga dia menyiksa mental Fika.
“Ane pengen Fika masukin kontol ane ke memek Fika. Tapi karena kontol ane gede banget, Fika kudu jilatin dulu kontol ane. Kasian ntar memek Fika yang cakep itu lecet lagi…” katanya sambil menggenggam penisnya sehingga tampak tegap.
Kudorong pantat Fika hingga ia maju dan kemudian berlutut di hadapan Ben. Kulihat gadis itu dengan malu melirik pacarnya.
“Udah jangan malu-malu gitu. Di ruangan ini siapa sih yang kontolnya belum pernah ukhti isep ?” kata Ben. Dibimbingnya kepala Fika, lalu gadis itu pun mulai menjilati dan akhirnya mengulum penisnya,
Beberapa saat kemudian, Ben memberiku kode agar membimbing Fika menaiki sofa. Kini gadis itu mengangkangi penis Ben.
“Pelan-pelan…” bisiknya, ketakutan, saat kepala penis Ben yang besar mulai menekan liang vaginanya. Ben memegangi penisnya agar terarah. Dari belakang, kukuakkan sedikit bibir vagina Fika.
Perlahan, akhirnya kepala penis Ben terjepit mulut liang vaginanya. Baru segitu saja Fika sudah megap-megap.
“Ah…ah…ah… besar sekali… ahhh…” rintihnya. Ben kini memegangi pinggul Fika. Dari belakang, kutekan pundak Fika ke bawah. Fika mengerang panjang bersamaan dengan makin dalamnya penetrasi penis Ben.
“Tekan terus bos. 5 senti lagi mentok,” kata Ben.
“Aaashhh… shudaaahh… sakkiiit…” Fika menggeleng-gelengkan kepalanya. Ingat perlakuan kasar Al kepada Tari, kutekan pundak Fika kuat-kuat. Akibatnya gadis itu menjerit histeris.
Nafasnya kini tersengal-sengal. Ben memberi kode jempol kepadaku. “Memeknya rapet banget,” katanya.
“Kontol lu aja yang kegedean, Ben,” jawabku.
Fika masih terisak-isak. Kulihat penis Ben memang betul-betul melesak sampai pangkalnya. Praktis gadis ini duduk di pangkal paha Ben.
“Ayo digoyang-goyangin naik turun. Kalo cuman berhenti gini, kapan ane puas ? Kapan tetekmu ini ane lepas ?” kata Ben sambil menyentil sebelah puting Fika. Fika memekik kesakitan. Lalu, dengan susah payah ia menggerakkan tubuhnya naik. Bibir vaginanya terlihat jelas tertarik keluar saat ia menaikkan tubuhnya. Perlahan ia turunkan kembali. Lalu naik lagi. Makin lama makin cepat…
“Aahh… bagus gitu… lebih cepat lagi, neng…mantap…” desis Ben.
Fika tampaknya memang sudah terbiasa melakukan itu. Sebentar saja ia terlihat sudah seperti bintang film porno. Dengan tangan terikat ke belakang pun ia mampu melakukan itu. Bahkan, saat penis Ben tertancap sampai ke pangkalnya, mahasiswi farmasi ini pun menggerak-gerakkan pinggulnya ke depan, belakang dan memutar. Fika terlihat memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Boleh jadi ia pun menikmati perkosaan ini !
“Ambil pantatnya, bos..,” bisik Ben.
Langsung kudorong punggung Fika hingga tubuhnya ambruk ke atas tubuh Ben. Fika menjerit. Pasti sakit sekali payudaranya yang melembung itu kini terjepit di antara tubuhnya dan dada Ben.
Dari belakang kulihat penis Ben masih menancap erat di vagina Fika. Batang penis Ben tampak benar-benar basah. Kuselipkan dua jariku di antara batang penis Ben. Fika melenguh.
Dua jariku kini juga berlendir dari campuran spermaku dan cairan vagina Fika. Kutusukkan telunjukku ke anus Fika.
“Aiihhh… aduhhh… jangan di situuuu….” Fika tiba-tiba memekik dan berusaha bangkit, namun Ben memeluknya erat.
“Kenapa neng? Belum pernah ?” aku tak peduli, kutusukkan telunjukku lebih dalam dan menggerakkan jariku memutar seperti hendak melebarkan lubang sempit ini. Jari tengah pun menyusul….
“Aahhh…ahhh… sakiiit… jangan di situuu… aku belum pernah…huhuhuuuu…” Fika menangis.
“Nggak bisa neng. Kita semua mau pantatmu ini. Kamu cuma punya pilihan, siapa yang boleh duluan ambil keperawanan anusmu ini,” kataku. Dua jariku masih mengaduk-aduk perlahan lubang anusnya. Fika terus menangis dan menggeliat-geliat.
“Bagaimana, kamu mau aku duluan atau pacarmu duluan ?” kataku.
Fika terisak kebingungan.
“Ya sudah, kalau kamu nggak jawab, berarti aku duluan,” kataku lagi.
“Ahh..ehhh…. jangan… biar Mas Al dulu…” sahutnya panik.
“Wow… hebat. Cewek ini betul-betul cinta kamu Al. Ambil tuh pantatnya, habis itu baru gue,” kataku lalu melepas ikatan Al dan duduk di sebelah Bob yang terus asyik menghisap cerutu.
Al mendekati pacarnya dari belakang. Penisnya betul-betul tegang.
“Maafin aku ya say…” katanya sambil melebarkan belahan pantat Fika.
“Nggak papa mas…auhhh… yang penting, Mas Al yang pertama… aaakkhhh….” baru saja Fika berhenti bicara, Al langsung menancapkan penisnya ke anus Fika.
Dasar Al, dia mengerdipkan matanya ke kami. “Pelan-pelan sayaaang…. sakiiit….” jerit Fika.
“Maaf sayang… kamu memang bikin nafsu siapa saja…. hihhh…” sahut Al sambil menggenjot pantat Fika. Nafsu Ben pun terpacu lagi. Fika hampir tak henti menjerit saat dua batang penis berebut menusuk sedalam-dalamnya ke dua lubang yang bersebelahan di bagian bawah tubuhnya.
Namun, menahan nafsu sekian lama membuat Al tak mampu bertahan lama. Al akhirnya menyemprotkan spermanya ke anus Fika. Bahkan, Ben pun belum selesai…
“Nggak turun, Pak Bob ?” tanyaku.
“Nggak mas… nggak tahu kenapa, aku malah kangen istri mas. Jangan marah ya…hehe… memeknya memang ngangenin. Aku kangen rintihannya juga,” sahutnya. Gila, aku meringis mendengar kata-katanya. Tapi peduli setan, aku langsung bangkit ke belakang tubuh Fika dan menancapkan penisku di anusnya !
Sialan, Fika kenapa cuma diam saja ?
“Pingsan bos…” kata Ben.
Ah, bangsat. Kugenjot sekuat-kuatnya dan akhirnya kusemburkan sisa-sisa spermaku hari ini. Ben memang gila. Dia baru menuntaskan nafsunya 5 menit kemudian.
**
Kini di lantai tergolek tubuh telanjang seorang mahasiswi cantik. Cuma jilbab pink yang melekat di tubuhnya. Selebihnya terbuka. Di bagian bawah tubuhnya terlihat banjir cairan kental beraroma khas. Sepasang payudaranya melembung membiru.
Al mendekat dan melepaskan ikatan di payudara pacarnya. Perlahan, gumpalan daging indah itu mulai kembali ke bentuk dan warna aslinya.
“Al, kemari Al…” aku memanggilnya.
“Thanks Al… sekarang kita bisa bertukar dengan nyaman,” kataku.
“Ok pak. Saya juga kapan-kapan pingin mengikat tetek Mbak Tari,” katanya. Aku tertawa.
“Tuh, pacarmu sudah bangun. Pakaikan baju, bawa pulang, mandikan dan entot lagi di rumah…” kata Bob.
“Nggak bos… hari ini sudah cukup,” katanya sambil mendekati pacarnya.
“Mas, saya jadi kepingin memek Mbak Tari nih. Gimana ya ?” ujar Bob kepadaku.
“Wah, jangan dulu dong bos… Biar dia istirahat barang seminggu,” sahutku.
“ok deh… saya cari perek yang mau pake jilbab deh,” katanya.
Seminggu setelah menikmati tubuh Fika, aku dapat job keluar kota, seminggu lamanya. Huh, bosan juga. Untung sebelum pergi kemarin, sudah sempat ML semalaman dengan Tari. Uhhh, sejak jadi budak sex Bob dan kawan-kawannya, istriku yang alim ini makin ahli saja melayaniku di ranjang. Kemampuan oral sexnya luar biasa. Malah, sesekali dia sekarang mau menelan spermaku…
Dia juga sekarang luwes sekali berstriptease ria di hadapanku. Pakai jilbab lebar dan jubahnya, dia pun melenggak-lenggok di depanku sambil meremas-remas payudara dan pangkal pahanya.
Entah apakah dia menikmati saat-saat disetubuhi banyak lelaki itu atau apa, yang jelas Tari kini memang jadi seperti mesin pemuas nafsu… Dia yang dulu pemalu, bahkan di hadapanku, kini dengan enak saja menyingkapkan jubahnya sampai ke pinggang, melorotkan cd-nya, lalu merangsang klitoris dan memasukkan jemarinya ke liang vaginanya sampai orgasme…
That’s why one week away from her seemed like one year…
Hari ini aku pulang. Kutelepon rumah, tak ada yang mengangkat. Ku-SMS Tari, “Lg dmn, say ?”. Sebentar saja ada jawaban, “di rmh teman, sbntar. kpn plg mas?”
Aku mau buat kejutan untuknya, jadi ku-sms “3 hr lg.”
“Yawdah…tak tnggu.mmuach” jawabnya.
Dan 3 jam berikutnya aku sudah di rumah. Dengan kunci cadangan, kubuka pintu belakang. Siang begini, Tari kadang tidur. Pelan-pelan aku mengendap ke kamar. Mau pura-pura memperkosa dia ceritanya…
Sialan… ternyata kamar kosong. Kemana dia ? Tapi tunggu dulu, ranjang kami terlihat berantakan. Ini bukan kebiasaan Tari meninggalkan kamar berantakan. Sprei awut-awutan dan di atasnya ada jubah hijau tua, jilbab lebar putih. Shit… jubahnya terasa lembab. Begitu pula jilbabnya. Kuperhatikan banyak gumpalan kental yang sangat kukenal… sperma. Di bawah jilbabnya ada bra Tari yang talinya putus, tampaknya seperti bekas ditarik paksa. Di dekatnya ada cd yang juga sobek seperti bekas digunting di bagian muka…
Sialan… pasti ada yang mendatangi istriku di saat aku pergi. Aku ke ruang TV untuk menelepon Bob. Uhhh… berengsek… kakiku menginjak tumpukan sperma lagi di depan TV… Sepotong timun tergeletak di situ. Terlihat jelas timun itu juga berlendir…
Baru saja aku mengangkat gagang telepon, hpku berbunyi. Dari Bob !
“Bos… siapa yang ngerjain istri saya ?” kataku langsung dengan nada tinggi.
“Sabar Mas… Mbak Tari ada di sini sama saya. Dia baik-baik saja… Jangan khawatir. Mas ke sini saja. Ada yang menarik buat Mas…” jawab Bob dan langsung menutup telepon. Aku langsung cabut, ngebut ke rumah Bob.
Sampai rumah Bob yang besar, mobil langsung kuparkir di garasi yang berada tepat di samping ruang kerja Bob. Enak juga jadi orang kaya seperti si gendut ini. Rumah besar, banyak ruangan, anak buah banyak…
Aku baru turun dari mobil, Bob sudah membukakan pintu ruang kerjanya.
“Silakan masuk Mas…” katanya.
Aku masih jengkel. Mungkin karena nafsuku pada Tari batal tersalurkan.
“Dimana istriku ?” kataku sambil menghempaskan pantat di sofa empuk.
Bob menunjuk jendela di belakangku. Langsung kusingkap tirai sedikit.
“Buka yang lebar aja Mas. Itu kaca satu arah. Dari luar nggak bisa lihat ke sini,” katanya.
Aku berdiri dan membuka tirai lebar-lebar. Mataku langsung melotot melihat pemandangan di sebuah ruangan seluas sekitar 10 x 10 m persegi…
Gila. Kulihat istriku yang cantik dan alim itu duduk bersimpuh di lantai dengan hanya berjilbab dan kaus kaki. Jilbabnya yang panjang hanya menutupi tangannya yang terikat ke belakang punggungnya. Kain bagian muka jilbab yang seharusnya menutupi dadanya pun tersampir ke belakang.
Sementara di depannya belasan lelaki berbaris. Semuanya tanpa celana. Seorang di antaranya tengah memaksa Tari mengoralnya. Kedua tangannya memegangi kepala Tari yang berjilbab. Tujuh lelaki lain tampak duduk-duduk di sekitar Tari. Sepertinya mereka sudah dapat giliran. Ada 2 lelaki yang duduk di dekat Tari sambil mempermainkan payudara dan vaginanya.
Sperma betul-betul membasahi wajah dan jilbab abu-abunya. Payudaranya juga terlihat mengkilap karena dibasahi sperma. Bercak-bercak putih juga terlihat di lantai di sekitar tempat Tari bersimpuh.
Lelaki yang tengah memperkosa mulut Tari kulihat sudah selesai. Semprotan spermanya menyembur ke wajah sendu istriku. Lelaki itu kemudian menyapukannya ke sekujur wajahnya, juga ke payudaranya. Tak lama kemudian, lelaki di belakangnya mengambil giliran dengan menarik kedua puting Tari.
“Apa-apaan ini, Pak Bob ?” aku protes pada lelaki gendut di sebelahku. “Pak Bob kok nggak bilang saya dulu?”
“Sabar Mas…” Bob senyum-senyum sambil menghisap cerutunya. “Saya cuma ingin bikin kejutan.” katanya.
“Kejutan apa ? Kok melanggar kesepakatan sih ? Lagian, memek Tari bisa remuk ngelayanin laki-laki sebanyak itu. Di rumah juga tadi sudah berapa lelaki?” sahutku.
Bob menghisap cerutunya dalam-dalam.
“Pertama, tak satupun dari laki-laki itu aku bolehkan menyetubuhi istri Mas. Mereka cuma menggunakan mulut Mbak Tari. Di rumah tadi juga gitu. Kecuali, sepotong timun yang masuk ke memek Mbak Tari. Btw, Mbak Tari juga orgasme tadi,” katanya perlahan.
“Kedua, saya ingin meminjamkan Henny buat Mas. Tapi maaf, dia sudah nggak perawan lagi,” lanjutnya.
Aku jadi tertarik dengan kalimat terakhirnya. “Henny ? Siapa dia ?”
Bob tidak menjawab, tetapi langsung menghidupkan tiga layar monitor di hadapannya. Ternyata itu CCTV. Layar pertama tampaknya mirip front office sebuah salon. Yang aneh, di ruangan itu cuma ada 5 perempuan muda, cantik-cantik dan semuanya berjilbab lebar ! Aku melirik Bob. Si gendut senyum-senyum. Layar kedua memperlihatkan sebuah ruangan kosong dengan ranjang yang tampaknya ruangan pelayanan salon tadi. Sedang layar ketiga memperlihatkan kamar mandi….
“Menarik nggak ?” tanya Bob.
“Apaan nih, bos ?” aku mulai tertarik.
“Ha ha ha ha… kamu pasti tertawa. Aku buka salon khusus akhwat dan ummahat… hahahaha….” jawab Bob. Aku bengong.
“Ah, orang malah curiga. Ada Cina kayak sampeyan kok buka salon akhwat?” sahutku masih ragu.
“Owe punya banyak cara. Owe kan punya banyak anak buah. Ya yang disampaikan ke publik bahwa itu salon punya dia, bukan punya owe…”
sahut Bob dengan gaya Chinesenya.
“Itu Henny,” kata Bob seraya menunjuk seorang gadis hitam manis berkacamata di balik meja resepsionis. Wow… aku langsung bernafsu melihatnya. Bibirnya tampak penuh. Pasti hisapannya mantap…
“Dia masih kuliah S-2. Umurnya baru 26. Masih perawan, 2 minggu yang lalu…hahahaha…. Sudah owe sikat memeknya….hahahaha…” kata Bob sambil tergelak.
“Kok bisa ?” sahutku.
“Owe jebak… Owe pancing sampai akhirnya dia onani di kamar mandi itu,”kata Bob sambil menunjuk layar 3. “Terus pake rekaman, owe ancam dia… hahahaha,” lanjutnya. Aku tertawa, pinter juga si gendut ini.
“Nih kalo Mas nggak percaya,” katanya lalu mengangkat telepon. Di layar terlihat Henny sebentar kemudian mengangkat gagang telepon juga.
“Henny sayang… Pak Bob lagi horny nih, pingin lihat kamu striptease di kamar mandi. Sekarang ya sayang… jangan lupa bawa kontol-kontolan itu, kamu masukin memek kamu sampai kamu orgasme ya ? Ayo segera sekarang sayang…” kata Bob. Aku bengong. Kulihat Henny mengangguk-anggukkan kepala.
Terlihat gadis itu mengambil sesuatu dari dalam tasnya lalu berjalan lewat pintu di belakangnya.
Tak lama kemudian Henny terlihat di monitor ketiga. Jelas ia tahu posisi kamera yang berada di balik cermin besar. Gadis manis berkacamata ini betul-betul tampak santun. Jilbab biru tuanya lumayan panjang. Ujung kain jilbab bagian belakang sampai menutupi pinggulnya. Blusnya panjang
sampai hampir selutut. Rok biru tuanya juga panjang.
Di depan cermin, Henny mulai menari, meliuk-liukkan tubuhnya. Tangannya mulai meremas kedua payudaranya dari luar jilbabnya, lalu menelusuri perutnya, bokongnya dan pangkal pahanya.
“Lihat, akhwat ini bisa binal juga kan ?” komentar Bob.
Kulihat Henny mulai menyampirkan bagian muka jilbab panjangnya ke punggung. Gundukan payudaranya mulai terlihat kini. Sambil terus melenggok, Henny melepas satu persatu kancing di bagian muka blousenya. Nakal juga dia. Dia membalikkan tubuhnya saat blousenya terlepas dari tubuhnya. Punggungnya tampak mulus…
“Eh, dia nggak pake BH ya ?” kataku “Dia memang aku larang pakai BH dan celana dalam. Supaya kalau sewaktu-waktu aku butuh, tinggal angkat rok dia,” jelas Bob sambil terkekeh.
Kulihat Henny kini berbalik. Wowww… dia menggenggam kedua payudaranya yang tampak montok, meremas-remasnya dan perlahan menunjukkan kedua putingnya yang mungil dengan gerakan memilinnya dengan ibu jari dan telunjuknya. Terlihat jelas, kedua putingnya tampak mengacung…
Aku tak sabar menunggu saat dia mulai menyentuh ritsleting di bagian belakang rok panjangnya. Kali ini, Henny tak berlama-lama. Rok panjangnya pun meluncur indah ke bawah kakinya. Wewww… tubuh yang luar biasa indah. Betis yang berlapis kaus kaki hampir sampai lutut dan pahanya sungguh proporsional. Tak ada rambut di pangkal pahanya. Vaginanya terlihat gemuk.
“Wow… memeknya mantab banget bos,” ujarku.
“Iya, mirip memek Mbak Tari,” sahutnya.
Pertunjukan belum usai. Henny meliuk-liukkan tubuhnya makin menjadi-jadi. Tangannya tak henti meremas-remas payudaranya, menarik putingnya, mengucek-ucek vaginanya. Yang menarik, ia kemudian mengambil dildo dari kantong roknya, lalu menjilati dan mengulumnya seperti seorang pelacur…
Ini tampaknya puncak pertunjukan. Henny mengangkat sebelah kakinya ke meja di depan kaca. Aku melotot ketika jemarinya menelusuri bibir vaginanya yang rapat dan sudah terlihat lembab.
“Memeknya sudah basah, bos,” kataku.
“Iya, mirip memek Mbak Tari,” sahutnya. Sialan, Bob tampaknya betul-betul terobsesi pada istriku.
Tapi masa bodoh. Pemandangan yang ini tak boleh dilewatkan. Jemari Henny kini menguakkan bibir vaginanya. Wowww… indah sekali bagian dalam vaginanya. Pink dan lembab. Klitorisnya tampak menonjol memerah. Gadis itu pun berlama-lama memainkan klitorisnya. Henny terlihat memejamkan mata dan menggigit bibirnya…
Puncaknya adalah saat ia memasukkan dildo ke dalam vaginanya. Luar biasa cantik vaginanya melahap dildo yang lumayan besar itu. Tampaknya Henny betul-betul menikmatinya. Sekujur batang dildo itu terlihat basah oleh lendir vagina akhwat yang satu ini. Dan akhirnya, Henny terlihat mencapai orgasme dengan mendorong dildonya sejauh mungkin ke dalam vagina, lalu berdiri dengan tangan bersandar ke meja rias dan mengempit benda itu dengan kedua pahanya. Tubuhnya beberapa kali terlihat gemetar menahan terpaan orgasme…
Gadis itu perlahan bisa menguasai dirinya kembali. Dia pun duduk di kloset dan membersihkan vaginanya. Kulihat Bob mengangkat telepon. Ternyata Henny yang diteleponnya.
“Hebat Henny sayang… enak mana kontol-kontolan itu sama kontol beneran sayang ?” katanya.
“Eh… enak… enak yang beneran, Bapak ?” sahut Henny, terdengar dari speaker HP Bob yang sengaja dikeraskan.
“Kamu ke ruang Bapak 15 menit lagi ya?” katanya.
“Baik, pak,” sahutnya.
Aku memandangi Bob.
“Wah, gila lu bos…” kataku.
“Itu baru Henny. 4 lainnya pelan-pelan mau tak jebak…hehehe…” ujarnya. “Dan jangan lupa, owe sekarang punya banyak rekaman gadis dan ibu-ibu berjilbab yang ke salon owe… Nanti Henny bantuin ngejebak mereka yang memeknya cakep-cakep kaya punya Mbak Tari,” lanjutnya, lagi-lagi nyebut-nyebut istriku.
“Gimana, imbang nggak ? Owe pinjam memek Mbak Tari. You owe pinjamin memek Henny,” Bob terus nerocos. Aku nyengir. Nafsu yang tadinya mau aku lampiaskan ke Tari, tampaknya bakal menemukan salurannya di tubuh mahasiswi S-2 itu.
Kulihat di ruangan sebelah, Tari kini berbaring di lantai. Seorang lelaki tengah mengangkangi wajahnya dan memaksanya mengoralnya. Pantat berbulu lelaki itu terlihat menekan kedua payudara istriku. Sementara beberapa lelaki lain melebarkan kakinya dan tak henti menjamah vaginanya. Keasyikanku menonton terhenti saat terdengar suara ketukan di pintu ruangan Bob.
“Itu Henny… masuk !” kata Bob.
Pintu ruangan Bob terbuka. Mataku terbelalak lebar. Dari jarak dekat, Henny memang terlihat sangat cantik. Gadis itu menunduk, memalingkan wajah dariku.
“Ada apa, Pak ?” kata Henny. Tak bosan-bosan aku memandangi wajahnya yang kearab-araban itu.
“Henny sayang, Mas ini teman baik bapak. Kamu layani dia sebaik-baiknya seperti kamu melayani Bapak ya ?” kata Bob. Henny tampak tegang.
“Ayo Mas, nggak pengen liat memeknya ?” lanjut Bob kepadaku. Aku agak bingung. Tapi nafsu mengalahkan segalanya. Aku rangkul pinggang Henny dan kuputar tubuhnya hingga kini ia menghadap kepadaku.
“Boleh ya ?” kataku sambil menyentuh pangkal pahanya. Henny menggigit bibirnya. Tubuhnya bergetar waktu tanganku merasakan kelembutan dan kekenyalan gundukan kemaluannya. Kujumput daging vaginanya yang tembam itu sambil memandang wajahnya. Akhwat hitam manis ini menggigit bibirnya.
Tak sabar, kuangkat bagian bawah rok Henny. Wow, kulit pahanya begitu mulus. Sampai akhirnya, bagian paling indah pun terlihat. Vaginanya benar-benar mulus. Kutepuk bagian dalam pahanya agar Henny merenggangkan kakinya. Lalu, tanpa basa-basi kumasukkan jari tengahku ke dalam liang vaginanya.
Henny menggeliat. Vaginanya terasa lembab dan agak panas di bagian dalam.
“Memekmu kok panas gini, sayang ?” godaku sambil jempolku mulai menstimulasi klitorisnya.
“Dia gadis Padang, suka makan yang pedas-pedas. Owe juga suka memeknya…. hot…” timpal Bob.
Jariku terus mengorek-ngorek vagina gadis cantik ini. Kulihat wajah Henny yang hitam manis ini jadi kemerahan.
“Buka kancing bajumu, sayang. Aku mau pegang tetekmu,” kataku.
Henny terlihat ragu, tapi Bob menganggukkan kepalanya. Bob malah membantunya melepas blousenya dan menyampirkan jilbabnya ke pundak.
Fiuhhh… payudaranya betul-betul indah. Padat membulat dan tampak kencang. Lebih terang dari kulit wajahnya. Putingnya mengacung tegak kehitaman.
Kukeluarkan jari tengahku yang mengaduk-aduk vaginanya. Lalu, kuoleskan cairan lengket di jariku ke puting kiri Henny. Dengan dua tangan, kini kuremas-remas kedua payudaranya. Kudekatkan ke wajahku dan dengan penuh nafsu kukulum kedua putingnya berganti-ganti. Henny memejamkan matanya.
Tak berapa lama, kudekatkan wajah Henny ke pangkal pahaku. Penisku telah mengacung. Kupegang kepalanya yang berjilbab.
“Ayo, diemut. Kamu pasti sudah dilatih Pak Bob,” kataku.
Henny terlihat pasrah. Ughhh… mulutnya terasa hangat membungkus penisku. Inipun tak lama. Begitu terasa bakal meledak, kukeluarkan penisku dari mulutnya.
“Bagaimana kalau kita main di dekat Mbak Tari ?” usul Bob.
“Nanti dia liat gimana ?” kataku khawatir istriku tahu.
“Lihat, mukanya betul-betul belepotan sperma. Matanya juga ketutup sperma. Dia nggak bakal bisa lihat. Ayo…” katanya sambil menunjuk ke ruang sebelah.
Aku segera berdiri dan menggandeng tangan Henny. Akhwat ini tampak ragu, melihat banyak lelaki di ruang sebelah.
“Santai aja sayang. Kamu udah pernah ngentot sama mereka semua kan ?” kata Bob sambil meremas bokong Henny.
:::
Pemandangannya pasti heboh sekali. Aku menggandeng seorang gadis cantik, hitam manis, berkacamata dan berjilbab. Tetapi, selain jilbab tak ada lagi sehelai kainpun di tubuhnya.
Henny tampak cemas ketika mendekati sekumpulan lelaki yang tengah merubung istriku. Kelihatannya mereka telah selesai memperkosa mulut Tari tapi belum berhenti mempermainkan alat-alat vitalnya. Henny makin cemas ketika perhatian mereka beralih kepadanya.
Tetapi aku juga cemas kalau-kalau Tari melihatku. Namun, begitu dekat, kulihat wajah Tari memang betul-betul belepotan sperma. Matanya terpejam dan di lekukan kelopak matanya menumpuk banyak sperma. Mulut Tari setengah terbuka dan dari dalam mengalir sperma.
Kusuruh Henny merangsang Tari yang terikat di meja dengan menjilati vaginanya. Para lelaki langsung merubungnya. Sebagian langsung meremas-remas payudaranya yang menggantung. Sebagian lagi menjilati vagina Henny. Sebagian lagi cukup puas menusuk-nusuk vagina Henny dengan jari. Ada juga yang bermain-main dengan klitoris Tari.
Kulihat Tari mulai bereaksi. Kepalanya menggeleng-geleng. Keningnya berkerut. Giginya menggigit bibirnya. Kunikmati saat Tari mulai terangsang. Kukeluarkan penisku, kusentuhkan ke pipinya. Lalu, kupegangi kepala Tari dan kupaksa ia mengulum penisku…
Uhhh… gila… Tari mengerang-erang. Aku tahu persis ia terangsang. Ia memang tak pernah bisa bertahan bila vaginanya dijilati. Ditambah lagi, tanganku kini bermain-main dengan kedua putingnya…
Aku ingin mendengar desahan Tari ketika mencapai orgasme. Kulepas penisku dan beralih ke Henny. Kini Henny kuminta menjilati dan mengulum puting Tari. Sementara para lelaki kuminta melanjutkan menjilati vagina Tari.
Dari belakang, kusetubuhi Henny. Vaginanya sudah basah kuyup. Tak terlalu sulit. Henny mengerang. Tapi tak sekeras erangan Tari yang vaginanya dijilati seorang lelaki. Kubiarkan saja para lelaki itu menusukkan jari mereka ke dalam vaginanya. Bahkan, kuberi kode kepada seorang dari mereka agar memasukkan dua jari dalam posisi menekuk, lalu menggaruk-garuk dinding bagian dalam vaginanya.
Betul saja, begitu seorang dari mereka menggaruk bagian belakang klitoris Tari dengan dua jari, Tari langsung terlihat melonjak dan mengerang panjang. Ia tampaknya tak kuasa menahan gairah.
“Ouuhhhh….eengghhh… aaauhhhh….” Tari terus meracau. Kepalanya menggeleng-geleng.
Lelaki yang menjilati klitorisnya sambil menusukkan jari ke dalam vaginanya makin bersemangat. Seorang lelaki lagi malah kini mengulum puting Tari. Itu membuat Tari makin terangsang. Kulihat Bob pun bergabung, memaksa Tari mengoral penisnya.
Erangan Tari makin menjadi-jadi. Kulihat ia menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti rangsangan di vaginanya. Aku jadi makin terangsang. Kupindahkan penisku ke anus Henny. Tak terlalu sulit karena penisku sudah basah kuyup. Tapi tak urung Henny memekik juga. Apalagi aku kemudian menyodominya dengan kasar.
Kulihat Tari mencapai klimaks. Tubuhnya tampak kelojotan. Lelaki yang mempermainkan vaginanya menarik keluar dua jarinya yang betul-betul basah berlendir. Aku tak tahan lagi. Kutumpahkan spermaku ke anus Henny. Aku kemudian beralih ke sisi Bob. Bob membiarkanku memaksa istriku mengulum penisku yang tadi menyodomi Henny.
***
Para lelaki tampak mulai berbaris di belakang Henny untuk menggilirnya. Bob kini malah menempatkan diri di tengah-tengah kaki Tari yang mengangkang. Tanpa minta persetujuanku, ia langsung memperkosa Tari.
Anehnya, aku biarkan saja lelaki gendut itu menyetubuhi istriku. Malah, melihat Tari yang kelelahan setelah diterjang orgasme dan kini disetubuhi lelaki lain, aku justru kembali bergairah. Sambil melihat penis Bob keluar masuk vagina istriku, kurangsang Tari dengan sentuhan pada payudara dan kedua putingnya.
Tari terlihat kembali terangsang. Ia kembali menggeliat-geliat sambil mendesah-desah. Saat Bob menyodok-nyodokkan penisnya dengan gerak cepat, desahan Tari makin menjadi-jadi. Saat itulah timbul keinginanku untuk menyakitinya. Kujepit kuat-kuat kedua putingnya sambil kutarik menjauh.
“Auuhhh… mmmmff…. ouhhh…. aaakkhh…. adduuhhh…. sakkkiiiittt…” rintihan nikmat bercampur kesakitan Tari sungguh membangkitkan gairahku.
Kulihat Bob merengkuh pinggul Tari dan menariknya ke arah dirinya kuat-kuat. Tubuhnya bergetar. Dari mulutnya terdengar suara menggereng.
“Grrrhhhh…. memekmu hebat… Tari…. ggrrhhhh…” kata Bob di sela nafas tersengal-sengal. Perlahan ia menarik keluar penisnya.
Kulihat vagina istriku setengah membuka dan perlahan menutup kembali. Bersamaan dengan itu, dari dalam rongga vaginanya yang kemerahan, mengalir cairan putih kental.
Penisku sudah sangat tegang. Tari memekik ketika kubalikkan tubuhnya dan kubuat posisinya menungging. Sperma Bob tampak mengalir dari celah vaginanya ke kedua belah pahanya yang mulus.
Tari merintih waktu dua jariku kutusukkan ke dalam vaginanya. Rintihannya makin keras waktu dua jariku yang sudah berlumur sperma Bob kutusukkan ke anusnya dan kugerakkan berputar-putar. Kini penisku pun menusuk vagina istriku yang baru saja disirami oleh sperma Bob. Amat licin dan basah, tetapi tetap ‘menggigit’.
Tari merintih-rintih pelan. Lalu, segera saja jadi pekik-pekik kecil saat penisku kupindahkan ke anusnya. Dalam keadaan biasa, Tari tak mungkin mau melayaniku anal sex. Itu sebabnya, ia amat tersiksa dengan perlakuan atas anusnya.
Aku tak peduli ketika beberapa lelaki yang baru saja memperkosa Henny berkerumun di sekelilingku. Kubiarkan saja mereka mempermainkan payudara Tari yang berayun-ayun. Malah, ada yang memaksa Tari mengulum penisnya yang basah kuyup sehabis dipakai menyetubuhi Henny.
Bahkan, aku jadi kian bernafsu mengaduk-aduk anusnya. Rintihan Tari kian lama berubah menjadi jeritan putus asa. Sampai akhirnya, kutumpahkan lagi sperma ke dalam anusnya.
Tari tersungkur, telungkup di lantai. Isakannya terdengar memilukan. Beberapa lelaki masih berkerumun di sekelilingnya. Seorang di antaranya membalikkan tubuhnya dan langsung menempatkan diri di tengah-tengah kakinya yang terentang.
“Hei… ngapain kamu ?” tegur Bob.
“Pengen, bos…” sahut lelaki itu. Penisnya yang tegang terlihat sudah menyentuh vagina Tari.
“Nggak boleh. Cewek ini harus istirahat dulu,” kata Bob sambil menggamit tanganku. “Jangan khawatir, nggak ada yang berani menyetubuhi istrimu tanpa izinku,” bisik Bob kepadaku.
Kulihat, Henny masih digilir sejumlah lelaki. Tari menggeliat-geliat di lantai. Sejumlah lelaki terus saja menjamah tubuhnya.
“Bos, teman-teman berani bayar untuk nidurin Mbak Tari,” tiba-tiba seorang anak buah Bob masuk ke ruangan tempat aku dan Bob ngobrol.
Bob menoleh kepadaku. Aku tahu ia minta persetujuan.
“Berapa ?” iseng saja aku tanya.
“Lima puluh ribu satu orang, masing-masing setengah jam,” sahutnya.
“Ah gila lu. Masak cewek secakep itu cuman lu hargain gocap ?” kataku.
“Terus, berapa dong bos ? Nanti saya sampaikan ke teman-teman,” ujarnya.
“Kalau sepuluh kali lipat, mungkin gue pikir-pikir,” kataku lagi, masih sambil iseng. Kupikir, mereka nggak akan berani.
Lelaki itu ngeloyor pergi. Rundingan dulu dengan teman-teman, katanya.
Tak kusangka, 5 menit kemudian, dia balik lagi.
“Bos, kalau 300 tapi 24 jam, teman-teman mau,” ia mengajukan tawaran baru. Sebelumnya sudah kupastikan ke Bob bahwa mereka tak tahu aku adalah suami perempuan yang sedang mereka tawar itu.
“15 orang, jadi 4,5 juta. Itu udah banyak banget, bos,” kata lelaki itu kepadaku.
Aku mulai tergiur. 4,5 juta dalam waktu 24 jam ! Tapi aku masih coba jual mahal.
“Nggak… 500 ribu 24 jam. Itu sudah nggak bisa ditawar,” kataku.
Lelaki itu terlihat kecewa. Ia sudah mau keluar ruangan.
“Tunggu dulu,” kata Bob. “Kalian bisa kumpulkan 4,5 juta ?” katanya. Lelaki itu mengangguk.
“Anda minta 500 ribu kali 15 orang, pak ?” kata Bob, kali ini kepadaku.
Aku makin tergiur. “Ya, 7,5 juta,” sahutku.
Bob terdiam sebentar.
“Ya sudah, yang 200 ribu per orang aku bayarin,” katanya. Lelaki itu sontak tertawa dan menjabat tangan Bob lalu mengabari teman-temannya.
“Pak Bob serius ?” kataku masih sambil bengong.
“Lho, apa saya pernah main-main ?” katanya sambil mengeluarkan buku cek dan menuliskan angka Rp 7,5 juta.
“Yuk, kita lihat 15 kontol ngaduk-ngaduk memek istri bapak,” katanya.
***
Aku masih sulit mempercayai keputusanku menjual istriku untuk acara pesta seks gila itu. Lebih sulit lagi untuk mempercayai kenyataan bahwa aku menikmatinya.
Kini, dari sudut yang tak terlihat, kusaksikan Tari dikerumuni 15 lelaki bugil, digiring ke kolam renang. Ia tampak sangat jengah. Di dalam kolam renang, terdengar berulangkali pekiknya. Jelas itu lantaran organ-organ vitalnya dijamah 15 pasang tangan yang seringkali berebut.
Kulihat, mereka kemudian memandikan Tari di shower terbuka di tepi kolam. Sensasi aneh menjalari tubuhku melihat tubuh telanjang istriku disabuni belasan lelaki.
Seusai mandi, pemandangan aneh terlihat. Tari sudah kembali berpakaian lengkap. Jubah panjang hitam berbunga putih kecil-kecil, jilbab putih lebar dan sepasang kaus kaki krem. Aneh, karena perempuan alim itu berjalan di depan barisan lelaki telanjang.
Tari tampak jengah. Berkali-kali ia terlihat menepis tangan-tangan yang menjawil bokong, payudara atau selangkangannya. Tapi ia juga sudah tahu persis kondisinya. Ia adalah budak mereka. Jika menolak perintah, artinya ia bisa diperlakukan kasar atau bahkan tak bisa pulang lagi ke rumah. Tentu saja ia tak ingin selamanya jadi budak. Ia ingin pulang.
Maka, meski dengan tubuh gemetar, ia tak berusaha melepaskan diri waktu salah seorang dari mereka menariknya mendekat dan memeluknya erat.
Tiba-tiba, lelaki itu mencium bibir Tari dengan bernafsu. Tari meronta-ronta tetapi pelukan lelaki itu begitu erat.
Tari terengah-engah ketika lelaki itu melepaskan bibirnya. Ia memalingkan wajahnya saat lelaki itu tahu-tahu berbaring terlentang di lantai sambil memegangi penisnya yang mengacung.
“Angkat bajumu. Aku mau lihat memekmu,” katanya sambil menunjuk pangkal paha Tari.
Tari memekik ketika bagian bawah jubahnya diangkat sejumlah lelaki yang mengerumuninya sampai ke pinggang. Ternyata di balik itu ia tak mengenakan apapun. Vagina istriku terlihat tanpa rambut, putih kemerahan.
Lagi-lagi Tari memekik. Sebab, lelaki bertubuh besar di belakangnya mengangkat tubuhnya dengan bertumpu pada kedua pahanya. Akibatnya, kini kedua pahanya mengangkang. Sejumlah tanganpun berebut menyentuh pangkal pahanya.
Rupanya lelaki itu kini menurunkan tubuh Tari tepat di atas temannya yang berbaring. Langsung terdengar erangan kesakitan Tari saat penis lelaki yang berbaring di bawahnya menusuk vaginanya.
“Lepaskan…. biar dia sendiri yang memasukkan kontolku ke memeknya,” kata lelaki itu yang sepertinya semacam pimpinan kelompok pekerja itu.
Kulihat Tari menggigit bibirnya, bersusah payah mengepaskan posisinya. Seseorang di belakangnya mengangkat jubahnya sampai ke pinggang, sehingga semua bisa melihat masuknya penis ke vaginanya.
Kelihatan penis lelaki itu sudah masuk sampai pangkalnya. “Ayo, sudah banyak kontol masuk situ kan ? Kamu pasti tahu yang seharusnya kamu lakukan,” kata lelaki itu sambil meremas kedua payudara istriku yang masih tertutup jilbab lebarnya.
Tari terisak-isak. Tapi tak urung, ia mulai menggerakkan pinggulnya berputar-putar. Ia juga menaikturunkan pinggulnya.
Seorang lelaki terlihat menyampirkan jilbabnya ke pundak. Di bagian muka jubah Tari ada ritsleting panjang. Ristleting itu pun ditarik turun, hingga kini bagian dadanya terbuka lebar. Ternyata istriku no bra. Tak bosan-bosannya mereka menjamah, meremas-remasnya. Memilin-milin dan mengulum putingnya.
Tari kini betul-betul jadi permainan mereka. Kedua tangannya dipaksa mengocok dua penis di kanan kirinya. Sementara seorang lelaki memaksanya mengulum penisnya.
Sekitar seperempat jam posisi itu berjalan sampai akhirnya lelaki di bawah Tari mengerang keras. Pinggulnya terangkat tinggi ke atas. Sedang tangannya merengkuh pinggang Tari.
“Hihhhh…. bunting…. ayo bunting !!!” maki lelaki itu saat ia mencapai orgasme. Tiba-tiba saja, ia juga menampar kedua payudara Tari keras-keras berkali-kali sampai terlihat memerah.
Tari mengerang keras. Tetapi mulutnya terbungkam penis. Itupun tak lama, sebab beberapa saat kemudian lelaki itu menggeram. Ditahannya belakang kepala istriku yang berjilbab hingga penisnya terbenam jauh di dalam mulutnya. Pasti ia sedang menumpahkan sperma.
“Ayo telan spermaku…. lonte ! Kamu suka itu kan ?” kata lelaki itu. Dicengkeramnya dagu Tari ketika ia terlihat seperti hendak memuntahkan sperma di mulutnya.
***
Rupanya mereka bukan hanya suka menyetubuhi istriku. Tetapi, seperti bos mereka, juga suka melecehkan korban-korbannya. Anehnya, aku terangsang berat melihat istriku dipermainkan 15 lelaki kasar ini.
Kulihat kini Tari dipaksa berdiri mengangkang sambil mengangkat jubahnya sampai ke pinggang. Jilbabnya tersampir ke belakang. Bagian muka jubahnya terbuka sampai ke perut. Sungguh pemandangan yang mendebarkan. Seorang ibu muda cantik dan alim, memperlihatkan sepasang payudaranya yang putih dan montok. Dari sela bibirnya masih menetes sisa sperma. Sementara dari celah vaginanya menetes-netes cairan yang sama.
“Istrimu memang menggairahkan. Rintihannya justru membangkitkan nafsu…” kata Bob sambil kami menonton Tari yang kini disuruh merangkak seperti anjing.
Dari ruangan Bob, kami bisa menyaksikan dan mendengar dengan jelas segala detil peristiwa itu. Tari memang merintih-rintih sepanjang pemerkosaan. Kadang, tersengar seperti rintih dan jerit kesakitan. Kadang seperti perempuan jalang yang mendekati orgasme.
Jerit melengking, aku tahu itu pasti jerit kesakitan, kali ini terdengar lagi. Kulihat seseorang menyerangnya dari belakang. Tari sampi mendongakkan kepalanya. Pasti anusnya yang jadi sasaran. Sebab, reaksinya selalu seperti itu jika ia disodomi. Apalagi, kulihat lelaki yang menyodominya bertubuh tinggi besar.
Betul saja, lelaki itu kemudian mengangkat tubuh Tari dengan bertumpu pada pahanya. Terlihat jelas penisnya melesak ke dalam anus Tari. Sementara vagina Tari yang lebam terlihat merekah.
“Aaaakhh…. auuhhh…. ampuuunn…. sakiiiit… ,” Tari meronta-ronta.
Terlihat seseorang malah menusukkan dua jarinya ke vagina Tari. “Memek Mbak cantik sekaliii….:” katanya sambil mengaduk-aduk vagina Tari.
Mulanya, Tari terdengar merintih-rintih kesakitan. Tetapi, rintihan itu sekejap saja berubah jadi desahan saat lelaki itu mulai menyerang vaginanya dengan mulut.
Lelaki yang menyodomi Tari kemudian berbaring terlentang dengan penisnya masih menancap di anus Tari. Lelaki yang menjilati vagina Tari makin ganas menyerang. Akibatnya desahan Tari berubah menjadi seperti desahan perempuan jalang yang tengah dilanda gairah.
Vagina Tari adalah titik terlemahnya. Ia bisa orgasme hanya dengan jilatan intens di klitorisnya. Makin cepat lagi bila klitoris itu disedot-sedot. Tampaknya itulah yang terjadi saat ini. Tari terlihat menggigit bibirnya, memejamkan mata dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Itulah detik-detik menjelang puncaknya…
“Sssh…hah….ssshh…hah…ssshhh…hahhh !!!” desahan seperti orang kepedasan terdengar jelas dari mulut Tari. Dan tiba-tiba ia terlonjak dan matanya melotot saat dua putingnya dikulum dua lelaki secara bersamaan.
Tubuhnya langsung terlonjak-lonjak diterpa badai orgasme. Belasan lelaki itu tertawa terbahak-bahak melihat istriku yang alim menggeliat-geliat di tengah kepuasannya. Aku tahu, beberapa saat lagi ia akan tampak sangat tersiksa jika telah terlepas dari terpaan orgasme.
Betul saja. Wajahnya terlihat merah padam ketika tubuhnya mulai tenang.
“Tampang aja ustadzah… memeknya perek juga. Nih… gua kasih kontol !” kata lelaki yang tadi menjilati vagina istriku.
Tari langsung menjerit melolong. Kali ini pasti karena kesakitan. Bayangkan, anusnya masih disesaki penis. Kini vaginanya juga.
Istriku pasti sangat tersiksa. Ia tak henti menjerit sepanjang perkosaan ala hotdog itu. Tetapi jeritannya tak lama, sebab lagi-lagi ada yang menyumpal mulutnya dengan penis.
Antara kasihan dan nafsu, aku terus menonton istriku diperkosa belasan lelaki ini. Satu persatu akhirnya menumpahkan sperma ke dalam vagina, anus dan mulutnya. Malah, lelaki terakhir kencing di dalam vagina Tari. Lalu, para lelaki itu memaksa Tari berdiri mengangkang dan cairan kencing lelaki itu mengucur deras dari dalam vagina Tari bercampur sperma mereka. Dan tiba-tiba tubuh Tari pun lunglai, pingsan…
***
Beberapa saat mereka membiarkan Tari tergolek pingsan di lantai. Beberapa di antaranya masih saja ada yang mempermainkan organ-organ vital Tari.
“Bawa cewek itu ke kamar. Bersihin badannya. Biar dia istirahat dulu 3-4 jam,” kata Bob lewat interkom kepada anak buahnya.
Dari salah satu pintu, dua lelaki berkulit hitam, bertubuh tegap dan berambut keriting keluar dan langsung menggotong Tari.
Entah mengapa, aku ingin sekali melihat apa yang akan dilakukan dua lelaki itu terhadap tubuh istriku. Bob sepertinya tahu yang kupikirkan.
“Yuk kita lihat Mbak Tari dimandiin lagi,” katanya.
“Lho, katanya mau disuruh istirahat ?” kataku.
“Ya dimandiin dulu. Baru istirahat. Waktunya baru 3 jam dari bookingan yang 24 jam,” kata Bob.
Kuikuti saja kemana Bob melangkah. Rupanya Tari dibawa ke sebuah ruangan dengan ranjang yang bersih dan besar. Di ranjang sudah tersedia baju panjang Tari yang berwarna unggu kembang-kembang, serta sehelai jilbab lebar berwarna biru tua.
Kulihat dua lelaki tadi menggotong Tari ke kamar mandi. Gila betul. AKu terangsang hebat melihat Tari yang masih pingsan kembali ditelanjangi. Jilbabnya pun dilepas, sehingga rambutnya yang sepinggul terurai lepas.
Dua lelaki itu lalu memandikan Tari. Mereka juga terlihat menikmati tugas itu. Sambil tertawa-tawa mereka mengomentari tubuh istriku.
“Gila…memeknya tebel banget,” kata salah satu dari mereka. Kulihat jarinya mengaduk-aduk vagina istriku.
“Bos… boleh nggak kita ngentot cewek ini…sekali aja…” ujar lelaki itu. Tangannya kini menyabuni payudara istriku. Jelas bukan menyabuni, tapi meremas-remas dan menarik-narik putingnya.
“Boleh nggak ?” Bob malah bertanya kepadaku. “Anggap aja bonus..” tambahnya.
Gilanya, aku langsung mengangguk. Nafsuku sudah sampai ubun-ubun, ingin melihat Tari yang sedang pingsan diperkosa dua lelaki item dan keriting itu.
Begitu aku mengangguk, mereka langsung membaringkan Tari di lantai. Seorang di antaranya langsung merenggangkan kaki Tari dan…ia tampak kasar sekali menyetubuhi Tari..
TIba-tiba Tari bangun dan menjerit keras. Kaget, aku cepat keluar kamar, khawatir istriku melihatku. Dari luar kudengar mereka susah payah menguasai Tari. Sampai akhirnya terdengar Tari merintih-rintih lagi.
“Ampun pak… sudah… saya nggak kuat…aduh… aduhhhh… aaaakkhhh….” tiba-tiba terdengar Tari menjerit keras sekali dan setelah itu tak terdengar lagi suaranya.
Kuintip ke kamar mandi. Rupanya Tari pingsan lagi. Kali ini dalam posisi nungging dan si keriting tampaknya menyodomi istriku. Tak lama kemudian ia selesai. Anus Tari tampak menganga sebelum akhirnya perlahan menguncup kembali bersamaan mengalirnya sperma si keriting dari dalamnya.
Tari tergeletak tak berdaya di lantai, tetapi itu tak mengurungkan niat si keriting satunya untuk menyetubuhinya. Diangkatnya sebelah kaki Tari, lalu dengan posisi menyamping ia menusukkan penisnya ke vagina Tari.
Tari benar-benar tak siuman meski lelaki itu memperkosanya dengan sangat kasar. Bahkan, tangannya yang besar tak henti mencengkeram payudaranya yang lembut. Ketika klimaks, lelaki itu menyemprotkan spermanya ke wajah Tari.
Dari tempat tersembunyi kulihat dua lelaki itu kemudian mengencingi sekujur tubuh istriku. Saat pancuran air kencing mengenai wajahnya, Tari siuman dan langsung menjerit-jerit minta ampun. Tetapi keduanya cuma tertawa-tawa sebelum akhirnya melanjutkan memandikan Tari.
***
Tak lama kemudian kulihat mereka menyeret Tari dan menghandukinya dengan kasar. Tari sampai memekik-mekik waktu handuk dilewatkan bawah selangkangannya dan digerakkan maju mundur.
Tetapi itu belum selesai. Di ranjang, Tari ditelentangkan, dan kakinya direnggangkan.
“Bos bilang, jembutmu harus dicukur…” kata salah satu dari si keriting.
“Aaaawww…” Tari menjerit. Rupanya lelaki itu mencabut beberpa helai rambut kemaluannya.
Cuma sekali. Selepas itu, pisau cukurnya yang bekerja membersihkan vagina Tari. Istriku terus terisak-isak. Apalagi selama mencukur, keduanya terus melecehkannya dengan kata-kata.
Tapi akhirnya mereka menyelesaikan juga tugas enak tersebut.
“Udah ya Mbak…. makasih udah minjemin memeknya,” kata salah satu lelaki sambil menampar vagina Tari lumayan kuat. Tari sampai memekik keras sebelum akhirnya menekuk tubuhnya dan tidur dengan posisi miring.
***
“Tunggu di sini sebentar, Pak,” kata Bob sambil masuk ke kamar.
Dari celah pintu kulihat ia duduk di tepi ranjang. Tari terkejut dan langsung beringsut ke sudut yang berseberangan. Tangannya meraih seprei untuk menutup ketelanjangannya.
“Jangan takut…. saya nggak akan menyakitimu,” kata Bob. “Saya malah mau memberikan pakaianmu,” lanjut Bob sambil menyodorkan baju panjang berwarna unggu kembang-kembang, serta sehelai jilbab lebar berwarna biru tua.
Istriku langsung mengulurkan tangannya untuk mengambil baju itu. Tapi Bob menariknya lagi. “Tunggu dulu, aku mau ngobrol dulu sebentar. Kamu duduk di sebelahku sini,” katanya. “Ayo cepat, habis ini Mbak Tari boleh pakai baju,” lanjutnya.
Tari tampak ragu. Tapi akhirnya ia mau juga duduk di tepi ranjang di sebelah Bob. Kedua tangannya masih menutupi dada dan pangkal pahanya.
“Nggak usah ditutupi gitu…. aku toh sudah lihat semuanya. Aku sudah pernah menghisap putingmu itu, menjilat memekmu. Aku juga sudah masukkan kontolku ke memekmu….. Nggak usah malu-malu lagi,” rayu Bob sambil menarik tangan istriku. Tapi Tari tetap menyilangkan tangan di depan dadanya.
“OK kalau kamu malu. Supaya adil, aku juga telanjang nih….” lanjut Bob. Sialan, lelaki gendut itu membuka bajunya dan kini dia telanjang dan duduk di sebelah Tari. Tari melengos.
“Ayo… daripada megangin tetek gitu, mending pegang kontol gue !” kali ini Bob berpura-pura galak.
Tari tampak pucat. Tangan kanannya ditarik Bob ke arah selangkangannya. Lalu, Bob memaksa Tari menggenggam penisnya yang kecil itu.
“Nah gitu dong…. aku kan jadi leluasa melihat tetekmu yang indah ini,” kata Bob sambil mencubit puting kanan istriku.
“Besar mana kontolku sama kontol suamimu?” tanya Bob. Tari menggigit bibirnya. Tiba-tiba Bob memperkeras jepitannya di puting Tari.
“Aduh… duh…. besar punya suamiku….” sahut Tari sambil meringis.
“Kamu suka yang besar apa kecil ?”
“…. aduh…. sakit…. besar…. besar…..”
Kulihat Bob melirik ke arahku. Tangannya merenggangkan paha Tari.
“Lebarin pahamu…. aku mau lihat memekmu yang gundul itu. Kamu suka dicukur memekmu ya ?” kata Bob sambil mencubiti bibir vagina istriku.
Tari menggigit bibirnya sambil mengangguk……… Kulihat jari Bob menyusuri celah vagina istriku. Bahkan terlihat tangannya mulai bergerak-gerak seperti sedang menusuk vgina istriku dengan jarinya.
“Kamu takut hamil gak? Sperma puluhan cowok sudah masuk ke memekmu ini lho” Sekarang aku lihat tenryata 2 jari Bob sedang menusuk-nusuk vagina istriku. Tari memejamkan mata dan mengangguk.
“Mau aku kasih pil anti hamil ?” Tari mengangguk lagi. Bob kemudian menuntunnya berlutut di hadapannya. Entah apa yang akan dilakukannya. Tetapi terlihat ia mengeluarkan sebutir pil kecil.
Gila, Bob menyelipkan pil itu di lubang penisnya !
“Emut kontolku. Nanti kusemprotkan pil antihamil ini…. ” kata Bob.
Tari mengernyitkan keningnya. Tapi begitu Bob menjepit lagi putingnya dengan keras dan membentaknya, istriku mulai mengulum penis Bob. Sialan, lelaki gendut itu betul-betul menikmati kuluman istriku. Ia terlihat merem melek. Kedua tangannya memegangi belakang kepala Tari. Jari kakinya kulihat menyenggol-nyenggol vagina istriku.
Sampai akhirnya tubuh Bob terlihat tegang. Kedua tangannya tiba-tiba menahan kepala Tari. Rupanya ia betul-betul mendorong penisnya ke kerongkongan Tari. Istriku terlihat meronta-ronta. Tapi sia-sia saja.
Begitu Bob usai menyemprotkan spermanya berikut pil anti hamil di ujung penisnya, Bob menghempaskan tubuh istriku begitu saja di lantai. Lalu, dilemparkannya jubah dan jilbab Tari.
Kulihat istriku menangis terisak-isak sambil menyeka sperma Bob yang berlepotan di bibirnya. Perlahan ia memakai jubahnya, lalu jilbabnya. Bob sambil memakai bajunya kembali memencet tombol di dinding kamar. Seorang lelaki tergopoh masuk.
“Kasih dia minum yang biasa….” kata Bob.
Lelaki itu segera berbalik dan tak lama kemudian membawa sebotol air mineral dan disodorkannya ke istriku yang duduk di tepi ranjang. Sialan, sempat-sempatnya dia menjawil payudara istriku.
“Kamu pengen ngentot dia ?” tanya Bob
“Wah…. jelas pengen bos !”
 “Kamu lihat dulu memek dia. Siapa tahu habis lihat memek dia kamu jadi nggak nafsu,” kata Bob. “Mbak Tari, kasih dia lihat memek kamu,” lanjutnya.
Tari yang sudah berjubah dan berjilbab terpana mendengar kata-kata Bob. Tapi, ia tak sempat bengong berlama-lama. Si pembantu bos tahu-tahu mendorong tubuhnya hingga terlentang di kasur. Lalu, dengan cepat ia menyingkapkan jubah Tari sampai ke pinggang.
Kulihat paha istriku direnggangkannya. Dan jongos itu bersorak gembira melihat vagina telanjang istriku. Tari terlihat melengos ketika tangan kasar lelaki itu meremas-remas vaginanya. Tapi tak urung ia terpekik juga waktu dua jari lelaki itu menusuk vaginanya. Lalu, menyusul lidah lelaki itu menjilati vaginanya.
Lelaki itu tiba-tiba bangkit dan memelorotkan celananya. Penisnya terlihat mengacung dan mulai menyentuh vagina istriku. Dan tanpa basa-basi lagi pembantu Bob itu mulai menyetubuhi istriku. Tubuh Tari terguncang-guncang. Tapi anehnya dia diam saja. Bob menengok ke arahku dan memanggilku.
“Sini Mas, istrimu sudah kubius. Biar dia istirahat barang 3-4 jam. Tapi biarin si Bejo ini ngentot dia ya. Kasihan, dia belum pernah dapet memek secantik punya istri Mas,” katanya.
Aku mendekat, kulihat mata Tari terpejam. Bejo masih menggenjot tubuh istriku. Penisnya yang lumayan besar kulihat keluar masuk vagina Tari. Bejo juga menyingkap jubah Tari sampai ke dada. Lalu dengan penuh nafsu Bejo meremas-remas kedua payudara istriku. Bahkan, ia seperti menjadikan payudara Tari sebagai tali kendali.
Tari memang terpejam, tapi bisa kulihat keningnya berkerut. Mungkin alam bawah sadarnya merasakan dirinya tengah disetubuhi.
Bejo tahu-tahu menggeram. Lalu, pinggulnya menghentak-hentak ke depan. Suara beradunya pangkal paha Bejo dan pangkal paha istriku saat Bejo menusukkan jauh-jauh penisnya ke dalam vagina istriku membuatku terangsang hebat. Kubiarkan Bejo menumpahkan spermanya ke dalam vagina istriku.
Bejo memeluk erat-erat istriku. Mulutnya menciumi payudaranya dan menyedot-nyedot putingnya. Sementara gerakan di pinggulnya sesekali menyentak dan akhirnya melemah. Perlahan, Bejo kemudian berdiri sambil meremas sekali lagi kedua payudara istriku dan menarik kedua putingnya.
“Wah…. enak banget bos memeknya…..” kata Bejo masih sambil tersengal-sengal.
Dari vagina istriku kulihat menetes sperma Bejo. Kulit vaginanya terlihat putih kemerahan.
“Bersihin memeknya Jo. Masih banyak yang mau pake memeknya,” kata Bob.
Bejo kulihat ke kamar mandi dan keluar membawa segayung air. Terangsang juga aku melihat Bejo mula-mula menguakkan bibir vagina istriku lalu membersihkan bagian dalamnya dengan kain handuk. Bejo juga memasukkan lagi dua jari ke vagina Tari. Sepertinya berusaha mengeluarkan spermanya dari situ. Terakhir, Bejo menyeka vagina istriku dengan lap basah.
Tari masih tetap tertidur lelap…..
“Gimana Mas, mau terus nungguin istri Mas digarap orang banyak ?” tanya Bob kepadaku.
“eh…. ya… aku pulang saja. Besok dia sudah dipulangkan kan ?” sahutku, nggak enak hati. Sudah terima 7,5 juta kok masih seperti nggak rela.
“Ya mas, besok Mbak Tari kita antar pulang,” jawab Bob.
Kusempatkan merapikan kembali jubah Tari, menutupi tubuhnya yang terbuka dari dada ke bawah.
“He he… kok repot-repot Mas. Sebentar lagi juga dibuka lagi sama anak-anak,” kata Bob. Aku juga tertawa getir. Ada sebersit rasa kasihan melihat istriku tertidur. Wajahnya yang cantik terlihat sendu.
Sialnya, Bob tampaknya paham pergulatan batinku. Dia duduk di tepi ranjang, di sebelah Tari yang masih berbaring terlentang tak sadarkan diri dengan kedua kaki menjuntai ke bawah ranjang.
“Istri Mas memang menggairahkan. Dia pantas dihargai Rp 7,5 juta sehari semalam,” katanya sambil membelai paha istriku dari luar busananya. “Saya bisa bantu Mas menjual memek Mbak Tari…. Mas bisa kaya,” lanjut Bob. Tangannya kini meremas-remas pangkal paha istriku. Terlihat sesekali ia menjumput tundun vagina Tari.
“Ah nggak Bos….. aku nggak niat menjual istriku. Sekarang ini pun cuma keputusan selintas aja,” sahutku.
“Ok… itu hakmu. Tapi aku tahu Mas juga terangsang saat melihat istri Mas disetubuhi dan digerayangi banyak lelaki. Betul kan ?” kata Bob. Sialan, dia membuka lagi ritsleting di bagian muka jubah Tari. Lalu, dengan enaknya dia menggenggam kedua payudara istriku. Mulutnya dengan penuh nafsu menciumi payudara Tari dan mengulum kedua putingnya.
“Aku pulang deh,” sahutku, berlagak membantah kata-katanya. Padahal, Bob benar. Itulah fantasiku selama ini. Membayangkan istriku yang alim dijamah banyak lelaki, ditelanjangi, dipermainkan tubuhnya, disetubuhi, diperkosa, disiksa….
“Eh, itu di meja ada vcd rekaman waktu saya dan anak-anak main-main sama Mbak Tari di rumah tadi. Ambil aja. Mas pasti suka,” katanya. Bob betul. Aku memang ingin tahu apa yang tadi terjadi di rumah. Sebab, aku tak sempat memasang hidden cam.
“Jangan khawatir Mas. Besok Mbak Tari saya kembalikan. Hari ini saya mau habiskan sperma saya di memek, anus dan mulut istri Mas,” lanjut Bob. Sialan, jarinya sudah masuk lagi ke vagina Tari……
Setelah kejadian itu, suahari Tari datang padaku mengabarkan bahwa diapositif hamil, aku senang luar biasa, aku beri tahu Bob DLL, mereka mengerti dan mengucapkan selamat padaku.
Setelah bulan ke-7 kehamilan istriku, aku kangen sekali, aku telp Tari dirumah
“Halo saying..” sapaku setelah Tari mengangkat telpon.
“Iyah… Halooh sayang… adah apahh??” Jawabnya.
Gila… Istriku disetubuhi orang lain lagi…

0 comments:

Post a Comment