Sunday, August 6, 2023

Maya Istriku - Lord of The Dick


 

 

Part 1
Namaku Ganis Indra Oktavio, tapi aku sering dipanggil dengan nama Gio.
Umurku 30 tahun dan sekarang merintis bisnis milik ayah mertuaku, yaitu bisnis padi di sebuah perdesaan. Ayahnya mempercayakan pekerjaan ini kepadaku karenaaku memang ahli nya meng-handle pekerjaan ini.
Terdengar remeh, tapi saat panen nanti, mau untung atau pun rugi, angka nol pada gaji ku sanggup membuat rakyat miskin jantungan dibuatnya.
Di umur 30 tahun pas ini, aku tentu saja sudah berkeluarga. Seperti yang kusebutkan, aku mempunyai istri dan seorang anak laki-laki yang baru berumur 1 tahun.
Nama anakku Dimas Oktavio, dia seperti anak bayi pada umumnya. Punya 2 telinga, 2 lubang hidung, punya 1 mulut dan punya penis kecil yang sungguh imut.
Tenang, Nak. Dewasa nanti penis mu itu akan perkasa dengan sendirinya.
Tak akan ada Dimas kalau tidak ada yang melahirkannya.
Dia adalah Maya, istriku, umurnya 27 tahun. Nama lengkapnya Maya Estaviani. Dia keturunan Chinese, wajahnya terlihat oriental, cantik dan manis.
Maya sangat menjaga bentuk tubuhnya, meski pun istriku ini sudah mempunyai 1 anak. Ukuran payudara nya 36c cup, pinggulnya mengalahkan bentuk biola atau gitar Spanyol mana pun, dan dia memiliki sesuatu yang di idam-idamkan pria mesum yang ada di Internet. Karena Maya memiliki puting payudara berwarna pink (merah muda), sebuah warna yang elok nan menggoda. Terlebih lagi payudaranya itu sudah bisa memproduksi susu, sehingga terkadang aku meminta ‘Jatah Susu’setelah Maya memberikan susu nya kepada Dimas.
Aku pria yang beruntung.
Akan kuceritakan bagaimana aku bisa bertemu Maya dan bisa sampai menikahinya.
Waktu itu aku berangkat kerja ditempat kerjaku di Jakarta menggunakan kereta api, posisi favoritku untuk duduk adalah paling ujung. Enak soalnya, kalau mengantuk, aku tinggal bersandar pada dinding.
Dan bukan hanya aku saja yang mempunyai posisi favorit paling ujung.
Karena sejak pertama kali bekerja dan sering menggunakan kereta api ini, selalu ada wanita yang duduk di depanku.
Dia lah Maya, yang waktu itu masih SMA.
Hampir setiap hari kami bertemu, bertatap muka tapi tidak saling berbicara.
Ada lebih dari 4 bulan kami seperti itu. Sampai akhirnya ada sebuah masalah yang menjadi ruang bagi kami berinteraksi.
Saat itu seperti biasa kami duduk ditempat yang sama, sampai akhirnya ada seorang ibu tua menghampiri Maya.
“Hei, bisa berdiri?”
Maya tertegun dan bertanya, “Kenapa, bu?”
“Saya mau duduk!” tegas ibu tersebut.
“Oh,” sedikit raut wajah lesu dari Maya karena mau diusir dari kursi favoritnya.
“Ayo!” seru ibu itu, “Kaum pendatang sepertimu jangan membantah kaum asli negara ini!”
“Emmm,” Maya terlihat sedih mendengar hal itu.
Aku yang mendengar itu mulai menghela nafas. Aku segera berdiri dan berbicara kepada ibu tersebut.
“Duduk saja di kursi saya, Bu.” Maya dan Ibu menoleh. Raut wajah ibu itu geram memandangku.
“Kamu membela dia??!!” tunjuknya pada Maya.
“Bukankah ibu butuh tempat duduk?” kutanya balik saja tentang kepentingannya.
“Kamu membela orang cina ini?!” Ibu ini semakin menjadi-jadi.
“Hmm,” aku memandang Maya sejenak yang dimana Maya juga memandangku begitu lugu. Aku memandang ibu itu dan berkata, “Yang saya lihat
dia orang Indonesia.”
“Kamu buta?!”
“Ibu itu mau mencari tempat duduk atau mau mencari masalah?” tanyaku balik, “Apa tidak malu sama penumpang lain?”
Ibu itu melihat sekitar, yang dimana penumpang lain menatap dirinya. Kesal tak melawan, akhirnya ibu itu duduk di kursi ku dengan gayanya yang jengkel.
Sedangkan aku berdiri di tengah mereka.
“Kak.....”
Aku mendengar suara Maya memanggilku pelan, aku menoleh dan ia terlihat terharu melihatku sembari berkata.
“Terima kasih ya
Aku tersenyum tipis, dan sedikit berperilaku lancang karena aku menepuk- nepuk pelan kepalanya.
“Jangan dipikirkan.”
Maya tersenyum dan mengangguk. Dan itulah interaksi pertama antara aku dan istriku dulunya.
Sejak saat itu maka hari-hari berikutnya kami saling melempar senyum seadanya saat berpapasan, sewaktu duduk di kursi favorit kami masing-masing.
Tetap, tak ada interaksi suara yang kami berikan, hanya senyum seadanya.
Tapi ada suatu hari interaksi suara ke dua terjadi. Disaat kami duduk berseberangan didalam kereta api, dan dia terus melihatku seolah ada hal yang menarik pada diriku. Bahkan dia dulu yang memanggilku.
“Kak.”
“Hm?” aku menoleh ke depan.
“Apa kakak bekerja.... di Perusahaan Handreas?”
Aku tertegun dan alisku mengerut, “Tahu dari mana?”
“Seragam kerja kakak, nggak asing,” jawabnya dengan senyum.
“Oh,” aku melihat seragam kerjaku dan tersenyum memandangnya, “Ya. Aku
bekerja disitu. Ada kenalanmu disana?”
“Ada,” dia mengangguk.
“Siapa? Mungkin aku mengenalnya.”
“Gimana ya,” dia tertawa ringan, “Mungkin nanti kakak akan tahu.”
“Oh ya? Bagaimana?”
“Aku sulit mengatakannya,” dia tertawa lagi.
“Haha, baiklah,” aku juga tertawa agar kesannya terlarut, “Dan maaf kalau
tidak sopan.”
“Ng?”
“Bisa rapatkan pahamu. Agak terbuka dari sini.”
“Oh! Maaf, kak!”
Sebenarnya aku tidak mau mengatakan itu. Karena memang pada waktu itu istriku semasa SMA ini duduknya begitu melebarkan paha nya, padahal rok yang dipakainya begitu pendek. Tapi itu baru pertama kalinya dia duduk seperti itu di hadapanku, karena biasanya dia sadar diri dan merapatkan pahanya saat duduk.
Kupikir dia khilaf saja waktu itu. Setelah merapatkan pahanya, Maya begitu polos memandangku.




“Maaf, kalau aku tidak sopan,” kataku.

Maya tersenyum dan menggeleng pelan.
“Aku yang seharusnya meminta maaf.”
“Tidak masalah.”
Lalu pembicaraan terus mengalir dengan alami. Kami berkenalan dan aku pun akhirnya tahu dia bersekolah dimana. Perbincangan kami berakhir ketika kereta sudah sampai tujuan dan berpisah.
Lalu di tempat kerja ku. Aku melakukan apa yang menjadi kewajibanku di perusahaan ini. Untuk mencari kebutuhan hidup, tentu saja ini kulakukan, terlebih aku sudah tak punya orang tua bahkan sanak saudara.
Lalu di sore hari, disaat jam pulang kerja sudah didepan mata. Bos ku memanggilku ke ruangannya. Dan di ruangan itu beliau menyambutku dengan suka cita, yang dimana aku bingung kenapa dengannya.
“Gio, saya sudah mendengarnya.”
“Mendengar apa, pak?” tanyaku.
“Terima kasih,” bos ku tersenyum.
“Terima kasih?” tentu saja aku semakin bingung saat itu.
“Saya dengar kamu pernah membantu seorang gadis SMA, yang 1 ras nya dengan saya,” bos ku menunjuk dirinya sendiri, “Saya senang, kamu menolong dengan tidak memandang ras pada Negeri ini.”
“Gadis SMA?” alisku mengerut.
“Sebentar lagi dia kembali, dia tadi mau keluar sejenak membeli burger.”
Waktu itu aku tak tahu siapa yang dimaksud. Sampai akhirnya pintu ruangan terbuka, dan aku terkejut. Karena itu adalah Maya.
Dan akhirnya terkuak. Maya adalah anak dari bos ku ini. Dia lah yang menceritakan tentang diriku kepada ayahnya ini pada waktu itu.
“Gio, mau gaji tambahan?”
“Apa itu, Pak?” tanyaku, dan senang mendengar kata ‘Gaji Tambahan’.
“Bisakah menemani putriku pulang di kereta nanti?”
“Eh?”
Bos ku mengatakan kalau dia selalu khawatir dengan putri nya yang terus pulang-pergi menggunakan kereta untuk ke sekolah. Apalagi Maya waktu itu masih belum bisa pindah ke kota ini bersama ibunya karena rumah disana harus diurus sampai dimana akan ada pembeli yang datang membelinya.
Aku mengiyakan permintaan itu dan akhirnya, dari pagi dan sore, aku bisa terus bersama Maya dan berinteraksi dengannya.

Hari demi hari, lama kelamaan kami menjadi akrab. Sampai dimana ada hari, Maya rela pergi dari kursi favoritnya yang ada didalam kereta kami.
“Maya, rapatkan pahamu itu!” tegurku padanya, karena ini sudah ke sekian kalinya dia melebarkan paha di rok nya yang pendek itu.
“Genit!” Maya cemberut dan merapatkan pahanya.
“Rezeki!” aku nyengir saja
“Huh!” dia berdiri dan duduk di samping ku.
“Kenapa pindah?”
“Biar kakak nggak bisa ngintip!” dia cemberut dan melipat tangannya, sungguh imut kalau kuingat-ingat.
“Kalau begitu aku duduk di tempatmu saja,” aku berpura-pura beranjak.
“Iiih!” dia geram dan menarik tanganku agar duduk kembali.
Aku tertawa, begitu juga dengannya. Itulah keakraban pertama antara aku dan Maya. Bahkan sepulang sekolah dia rela menunggu di kantor, untuk menungguku pulang kerja dan pulang bersama di kereta.
Ada suatu kesempatan dia menghampiri ruang kerja ku untuk menemuiku.
Aku yang tak merasa terganggu membiarkannya saja. Bahkan dia berlagak menjadi sekretaris yang memegang berkasku saat aku mencari berkas didalam rak.
Aku hanya tertawa melihat gayanya dan mengacak-acak rambutnya. Dia juga tertawa sejenak dan berkata.
“Kak Gio.”
“Hm?”
“Minggu depan.... mau nggak jalan sama Maya?” ajaknya.
“Ke mana?”
“Emm, nonton kek, gitu.....”
“Wah, enggak bisa.”
“Ouh...” Maya menunduk.
“Nggak bisa nolak,” aku terkekeh melihatnya.
“Sungguh?” dia memandangku dengan senyum harap.
“Tapi kayaknya aku sibuk.”
“Ng.....” dia cemberut.
“Sibuk memilih baju apa saat jalan-jalan,” aku nyengir kepadanya.
“Iiiih!!” dia geram mencubit tanganku, dan tertawa bahagia dari raut wajahnya.
Dan minggu depan itulah menjadi kencan pertama kami. Walau aku sampai menggeleng-geleng kepala melihat pakaian bebasnya ketat sekali, bahkan lekuk tubuhnya itu tertampang jelas yang mampu membuatku terus-terusan menelan ludah.
Dari kencan pertama, kedua, ke tiga, dan seterusnya. Berminggu-minggu sampai bertemu bulan, akhirnya pada kencan ke 12 kami, Maya mengatakan sesuatu yang mampu membuatku terdiam. Disaat kami sedang berada di ruangan karaoke yang kami singgahi.
“Maya sayang sama kakak....” ungkapnya sendu.
Aku tentu saja terdiam. Seumur-umur hidup baru kali ini ada wanita yang menyatakan perasaannya kepadaku. Aku lalu bertanya untuk kepastian.
“Kamu yakin?” tanyaku dan Maya mengangguk, “Tapi aku ini bukan orang cina lho,” lanjutku.
“Terus?” dia tertawa ringan.
“Ya.... kan biasanya kan, cina sama cina gitu...”
“Apa harus sesama ras untuk saling menyukai?” Maya tersenyum.
“Eh?”
“Maya tahu kok, teman kerja kakak yang memberitahu,” Maya tersenyum,
“Dia bilang kalau kakak menyukai Maya. Benar kan?”

“Eh, i-itu...” aku mulai salah tingkah, dan aku tahu teman kerjaku yang dimaksud, karena hanya 1 orang saja yang kuberitahu mengenai hal ini.
“Apa perlu Maya telepon Kak Rudi untuk konfirmasinya?” Maya menahan tawa dan menunjukkan ponsel pintarnya.
“Ternyata benar Rudi,” keluhku pelan.
Maya menaruh ponselnya diatas meja, dan memeluk pergelangan tanganku.
“Kenapa kakak tidak mau memberitahuku, aku sudah lama menunggu kakak mengungkapkannya padaku.... aku juga sudah lama menyukai kakak, dan senang waktu kak Rudi memberitahuku kalau kakak juga mempunyai perasaan yang sama denganku....”
“Bagaimana ya....” aku benar-benar bingung dalam kenikmatan.
Kenikmatan yang kumaksud, payudara lembut Maya menempel ditanganku, yang dimana istriku ini waktu itu memeluk pergelangan tanganku. Jadi sebisa mungkin aku menahan darah untuk tidak keluar dari lubang hidungku kala itu.
“Apa karena aku cina?” tanyanya sedih.
“Bukan.”
“Terus?”
“Minder.”
“Karena?”
“Aku ini..... aku ini hanya pegawai, anak buah ayah mu. Aku juga ya.... sederhana. Aku merasa tidak cocok dengan.... hm, anak bos ku.... tuan putri sepertimu.....”
“Begitu?”
“Ya,” aku mengangguk.
“Coba lihat Maya sini,” pintanya.
Aku menoleh ke arahnya dan tiba-tiba dia menciumku. Kaget? Tentu saja.
Nikmat? Jangan ditanya lagi. Tapi aku benar-benar kaget waktu itu, itu pertama kalinya aku berciuman dengan istriku. Selesai berciuman dia hanya tersenyum, dan aku bengong seperti orang bodoh.
“Maya tidak melihat kakak dari itu,” Maya tersenyum, “Kesampingkan ras dan status kita, yang ada di ruangan ini, hanya ada kita, pria dan wanita.”
“Kamu..... benar-benar....”
“Mau 1 rahasia?”
“Apa?”
“Ayah dan Mama Maya suka sama kakak.”

“Benarkah?” aku tertegun.
“Jadi kakak tak usah khawatir ya,” senyum Maya mampu meluluhkanku. Dan di kencan ke 12 kami itulah akhirnya kami mulai menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih. Hubungan kami terus berlanjut hingga dia kuliah, dan dia senang membuatku cemburu disaat ia sengaja memakai pakaian ketat disaat kami jalan-jalan yang mengakibatkan pria-pria lain sering memandangnya.
“Cemburu ya?” dia cekikikan dengan hal itu.
“Sedikit,” jawabku malas.
Lalu disaat ia memasuki semester 2. Dia datang ke rumah kontrakanku pada malam hari. Dan ia meminta sesuatu yang membuatku tertegun mendengarnya.
Karena yang ia pinta padaku adalah sebuah hubungan seks. Aku tentu saja terkejut dan meminta dia menjelaskannya padaku.
Dia bersedia menjelaskan dengan urai air mata. Maya ternyata sudah tidak perawan lagi semenjak kelas 1 SMA. Dia mengatakan sewaktu bersekolah di Surabaya, mantan pacarnya itu selalu berhubungan seks dengannya, hampir setiap hari dia melakukannya dengan pacarnya.
Namun ada sebuah kejadian yang membuatnya frustrasi hingga memilih putus dan pindah sekolah ke Jakarta.

Kejadian yang dimaksud adalah, mantan pacarnya ‘Menjual’ dirinya kepada geng motor karena hutang yang ada. 8 pria geng motor itu memperkosanya selama seharian penuh, dan mengatakan kalau 8 orang itu tak cukup sekali membombardir vagina nya. Apalagi dia direcoki obat perangsang hebat yang tak membuatnya tak bisa mengendalikan tubuhnya.
Mendengar itu aku menjadi marah, sedih, dan kasihan dengan ‘Akibat’ dari tragedi yang menimpa dirinya sebelum pindah sekolah ke Jakarta. Dan katanya, gara-gara itulah dia terkadang sulit melawan hawa nafsu nya sendiri, dan ia salurkan dengan masturbasi.
Kejadian ini membuka mataku, kalau tidak hanya kaum pria saja yang tak mampu melawan kebutuhan biologis yang diinginkan.
Maya begitu lugas mengatakannya, walau itu pahit bagiku, dan mungkin juga untuk dirinya. Tapi bagiku ini adalah bukti kasih sayangnya kepadaku, dengan tidak menutupi kesedihannya dan membagi kisah traumanya kepadaku.
Mempercayakannya kisah pilu nya padaku, karena aku kekasihnya.
Tapi waktu itu aku belum siap melakukannya. Namun aku juga bingung, bagaimana membantu istriku ini agar tidak selalu masturbasi pada waktu itu.
“Seadanya saja dulu ya?” pintaku padanya.
“Seadanya?” tanyanya balik dengan lugu.

“Aku....” aku begitu malu saat itu, aku mendekatinya dan berbisik, “Aku belum pernah melakukannya, jadi..... aku tak tahu caranya.”
Mendengar itu Maya menahan tawanya, dan berkata, “Perjaka?”
“Apa aku terlihat populer di kalangan wanita?”
Maya menahan tawanya lagi, namun raut wajahnya begitu sayu. Ia memegang tanganku dan berkata.
“Maafkan, Maya.... kalau saja Maya tidak bersekolah disana, tidak bertemu dengannya..... pasti keperawanan ini masih terjaga, untukmu....”
“Sayangnya waktu tidak bisa berputar kembali,” aku mengelus kepalanya,
“Dan tenanglah.”
“Tenang?”
Aku mendekatinya lagi dan berbisik, “Aku menyayangimu bukan karena kelaminmu itu....” kurapikan sela rambutnya dan kupertemukan kening kami, “Aku menyukaimu karena kau adalah Maya. Kau memang tidak sempurna, begitu juga aku. Kita berdua mempunyai kisah hidup yang membuat diri kita menjadi tidak sempurna. Tapi kehadiranmu dalam hidupku membuatku merasa sempurna. Aku.... mencintaimu seutuhnya.”
Itulah momen romantis pertama yang bisa kuberikan kepadanya. Dia kembali menangis, sebuah tangisan haru dari air mata yang mengalir di wajah cantiknya.
“Aku mencintaimu....” isaknya dan memelukku, “Jangan berhenti mencintaiku....”
“Tak perlu kau pinta,” aku tersenyum dan membalas pelukannya.
Momen romantis itu juga menjadi pendukung suatu interaksi biologis intim yang menjadi penyebab semua pembicaraan tadi. Karena tadi aku meminta seadanya dulu, maka yang kulakukan kepadanya memang seadanya.

Maya berbaring di atas kasur, dengan kondisi rok pendeknya diangkat ke atas dan celana dalam yang sudah terlepas. Kulihat vagina nya begitu ‘Mekar’ memesona dan siap santap bila aku menginginkannya.
Aku berbaring disebelah kanannya, dan perlahan kuarahkan tangan kananku ke vagina nya.
“Mmmmmhh!” Maya memejamkan matanya, desahan kecil keluar dari mulutnya yang mungil.
Itu juga menjadi hari pertama tanganku ini menyentuh vagina seorang wanita. Maya sampai menggigit bibir bagian bawahnya karena ‘Kobokan Jari’ yang kulakukan pada vagina nya.
“Aaaah, mmmm, aaaaaahhh.....”
Aku benar-benar terangsang hebat kala itu saat mendengar suara desahannya.
Kutenangkan ‘Rambo’ dengan pikiranku.

“Aaahhh sayaaang,” desahnya untuk ke sekian kali, pikiranku mulai kacau.
Ditambah lagi ke dua tangannya mulai mengangkat baju yang ia pakai ke atas, dan akhirnya aku bisa melihat ‘Gunung Kembar’ yang tertutup oleh benda bernama BH. Aku menelan ludah melihat bentuk payudara istriku kala itu, terlebih lagi kulit putih mulusnya mendukung nafsu birahi ini.
Dari posisinya, Maya mengangkat sedikit punggungnya untuk melepaskan pengait BH nya. BH nya lepas, dan bola mataku juga rasanya mau lepas.
Puting merah muda indah tertampang jelas dari payudara Maya. Seolah menantangku dalam ambisi gairah.
Rezeki nomplok seperti ini tentu saja tak kusia-siakan. Kukulum puting kanannya dan kusedot sedemikian rupa sampai-sampai pemiliknya mendesah bergairah.
“Aaaaaaaahhh!! Iyaaaa, teruusss!”
Tanpa disuruh aku juga akan melakukannya. Kusedot terus puting istriku kala itu, memainkan lidah kepada putingnya didalam mulutku, dan terus ‘Memompa’ vagina nya dengan tanganku.
Kulepasi sejenak kulumanku dan terlihat liurku memenuhi puting kanannya.
Ingin bersikap adil, maka puting kirinya yang sekarang kujamah.
“Aaaaaaahhhhh, sayaaaangg!!” Maya mendesah dan meremas erat rambutku.
Pengalaman ‘Nenen’ itu tak pernah kulupakan hingga sekarang. Yang dimana itu juga pertama kalinya aku berhasil membuat Maya squirting dengan ‘Air Mancur’ yang begitu deras keluar dari vagina nya.
Betapa bahagianya aku memiliki Maya, karena setelah itu, gantian dia yang membantuku masturbasi. Sekarang aku duduk diatas kasur dengan dia di sampingku, mengarahkan payudara montoknya itu ke wajahku untuk di emut ke 2 putingnya, dan tangan kirinya mengocok-ngocok penis ku.
“Aaahhh.... iyaa, emmmhh aaahhh ahhh,” Maya terus mendesah saat kujilat- jilat puting kirinya dengan lidahku.

7 menit dijadikan waktu untuk memuncratkan lahar putih dari lubang kencing penisku ini. Aku terengah-engah, begitu juga Maya. Kami berdua terbaring lemas diatas kasur.
“Gila...” kataku, “Itu benar-benar..... nikmat....”
“Hm,” Maya dengan lemah menghampiriku, ia berbaring diatas dadaku dan berkata, “Sayang....”
“Ya?”
“Maya memikirkan sesuatu.....”
“Apa?”
“Kamu masih perjaka..... dan..... ada 1 bagian tubuh Maya yang masih perawan....”
“Perawan?”
Maya mengangguk, “Itu ada di pantat Maya....”
“Maksudmu?”
“Kalau kamu mau,” Maya memandangku, tersenyum, “Walau bukan tempat yang semestinya, tapi Maya mau kok kalau kamu mau melakukannya. Lubang pantat
Maya masih perawan sampai sekarang.”
“Jadi, kau menawarkan keperjakaanku untuk menerobos keperawanan anus mu?” aku menahan tawaku kala itu.
“Habisnya.... hanya itu yang tersisa....” Maya cemberut.
Aku hanya tertawa saja dengan perbincangan konyol ini dan mengajaknya berciuman. Maya juga dengan senang hati memberikannya, dan itulah ciuman terlama yang pernah kami lakukan selama ini.
Hari-hari berikutnya terkadang kami melakukannya lagi. Kira-kira selama 5 atau 6 hari, kerjaan ku sehabis pulang kerja adalah ‘Menyedot Susu’ Maya, dan aku,sering membantu Maya masturbasi dengan lentiknya jariku ini.
Tapi yang namanya nafsu memang susah dilawan.
Akhirnya aku sudah tak tahan lagi dan ingin berhubungan seks dengannya, karena bagiku ini sudah waktunya untuk berpisah dengan keperjakaan setelah menemaniku dari lahir.
Dan aku rada egois saat itu. Yang dimana saat aku melihat vagina Maya yang begitu ‘Mekar’ karena pernah dimasuki 9 penis pria, aku merasa kesal. Karena dari itu maka aku menerima tawarannya untuk memecahkan keperawanan lubang pantatnya.
Meski aku sedikit sedih juga, kenapa keperjakaanku harus hilang didalam anus wanita? Tapi aku berusaha berpikir positif, toh, aku pria pertama yang akan mencoblos lubang pantatnya.
Sekarang kami berada di sebuah Hotel murah. Padahal rencananya kami mau melakukannya di rumah kontrakanku. Hanya saja tetanggaku sedang melakukan acara pengajian.
Bagiku tidak etis, tidak sopan dan kurang ajar saja kesannya. Mereka melakukan pengajian, dan kami malah berhubungan badan. Sudah berbuat dosa, malah bertambah dosa jadinya kalau membayangkannya.
Menghindari hal yang tak diinginkan maka kami memilih hotel ini.
Sekarang kami sudah bertelanjang bulat dan melakukan pemanasan seadanya. Aku setia meminta ‘Nenen’ dari Maya karena dari bagian tubuh istriku, payudaranya itulah yang mampu membuatku bertekuk lutut dan rela mengeringkan kantong sperma ini hanya untuk menikmatinya.

Aku juga membantu istriku melakukan pemanasan kala itu, tapi dia malah squirting duluan dari rencana mesum yang mau kami lakukan.
Tapi Maya berkata dia masih kuat. Karena dia sudah berkata seperti itu, ya sudah, maka akan kulakukan. Ternyata memang benar, nafsu bisa mengalahkan rasa kasihan. Maya menungging di depanku. Tak lupa aku mempersiapkan baby oil karena yang kutahu, lubang pantat tidak bisa mengeluarkan ‘Pelumas’ layaknya vagina. Ku olesi baby oil ini di penis ku hingga merata, tak lupa juga lubang pantat Maya kuolesi baby oil ini agar penetrasi nya lancar.
Setelah siap maka aku memegang bongkahan pantatnya dengan tangan kiri, dan tangan kananku kugunakan untuk memegang penisku. Maya juga berinisiatif, dengan ke dua tangannya, maka ia berusaha melebarkan lubang pantatnya yang masih sempit kecut seperti ini.
Kutempelkan kepala penisku di lubang pantatnya dan berusaha menekan ke dalam.
“Ngghhh,” Maya sudah mulai melenguh.
Tapi ternyata sulit juga. Ada 3 kali aku berusaha menekankan penis ku ke dalam, tapi benar-benar sulit. Aku lalu meminta Maya melebarkan belahan pantatnya saja, agar aku sendiri yang melebarkan lubang pantatnya.
Maya menurut. Ia melebarkan belahan pantatnya dengan ke dua tangannya.
Sedangkan ke 2 jari tangan kiriku melebarkan lubang pantatnya, dan tangan kananku masih memegang penis. Kucoba sekali lagi untuk memasukkannya dan membuahkan sedikit hasil.
“Nnngh!” Maya kembali mengeluh, dengan sedikit nada mengaduh.
Ku ambil baby oil tadi dan kusemprotkan sebanyak-banyaknya pada lubang pantat Maya. Sekarang kucoba menekankan lagi kepala penisku untuk menyeruak masuk ke dalam lubang pantat Maya.
“Uuuhhh!!” Maya meringis dengan wajah tertutup bantal.
“Sedikit lagi, sayang,” kataku.
Ku tekankan lagi batangku ini dan Maya sudah mulai menggeliat sedikit menerima penetrasi ini.
“S-S-Sakit...” kata Maya.
“Sedikit lagi,” kataku yang sebenarnya tak membantu.
Kepala penisku hampir masuk dan Maya berseru dengan sangat kencang.
“Sayang! Sakit, sayang! Sakiiiit!!!” erangnya.
“Sabar, sayang! Sebentar lagi!” seruku tak kalah seru.
“Sakiiiiiiiittt!!!” erangnya panjang.

Tapi aku tak peduli, terus kudorong penisku ini sampai akhirnya kepala penisku berhasil dengan sukses masuk ke dalam lubang pantat Maya.
“Sayaaaang, sakiiit!!!” erang Maya dan terisak kesakitan.
Ada rasa kasihan juga, tapi ini kepalang tanggung.
“Sabar, ya, sedikit lagi,” kata-kata tak berguna sekali lagi kulontarkan sambil mengusap kepalanya.
Ke 2 tangan Maya sudah terkulai lemah akibat penetrasi ini, sekarang aku yang memegang bongkahan pantatnya dan berusaha memasukkan penis ini seutuhnya ke dalam lubang pantatnya.
“Sakiit! Sakiiit!!” Maya lagi-lagi mengerang dan menggoyang-goyangkan pantatnya.
“Sedikit lagi!” kataku, yang benar-benar tak membantu dirinya.
Usaha keras memang membuahkan hasil. Akhirnya penisku masuk dengan sempurna ke dalam lubang pantat Maya. Bisa kurasakan penisku di pijit-pijit ringan oleh otot lubang pantatnya ini.
Barulah aku memeluk Maya dari belakang, menenangkan kekasihku yang dimana ia masih menangis dengan kepala menyamping.
“Maaf, sayang,” ku kecup kepala dan juga pipi nya.
Maya membuka matanya dengan mata sembab, ia menjelingkan matanya dan tersenyum kepadaku.
“Aku sayang kamu.....” katanya lemah.
Aku juga tersenyum, di posisi itu aku menarik perutnya sejenak dan mencium bibirnya.
Baru setelah itu aku hendak memompa lubang pantatnya. Awalnya ia merasakan perih dan kesakitan yang merintih. Namun lama kelamaan dia bisa beradaptasi dan mulai mengimbangi permainan anal yang menimpanya ini.
“Mayaaa! Enak banget, sayang!!” aku sampai merem melek merasakan nikmatnya.
“Aaaaaaahhh mmm aaahhh iyaaaa, aaahhhh mmmmm aaaahh,” desahnya.
Maya lagi-lagi squirting. Gila, padahal yang kusodok-sodok ini bukan vaginanya, tapi lubang pantatnya. Tapi itu tak mengapa, karena nikmat mana yang ingin didustakan?
Maya lalu kuajak mundur hingga turun dari kasur, ia lalu membungkuk ditepi kasur dan posisi ini semakin memudahkan ku menyodok-nyodok lubang pantatnya yang sungguh menggairahkan.
“Aaaahh ouhhhh aaaaahh ahhhhhh ahhh!” desahnya yang begitu mantap.

Aku tak mengira seks bisa senikmat ini. Jauh lebih nikmat dari pada menggunakan tangan selama ini. Bosan dengan gaya ini, aku hendak berganti gaya dengan menimpa tubuh Maya dari belakang.
Tetapi aku terdiam, saat aku berhenti menggenjotnya. Kulihat malah Maya yang memaju-mundurkan pinggulnya untuk memompa penisku yang bersarang dilubang pantatnya itu.
“Aaaahhh, saaaaayyaaangg, enaaaakk, ayoo teruuss, enaaakkk, mmmm!!” desahnya dan rada-rada binal juga kudengar.
Sadar kalau aku tidak menggenjotnya, ia menoleh ke belakang dan cemberut.
“Sayaaaang! Kenapa diem?!” kesalnya.
Tersadar dengan keluhannya maka aku melanjutkan niatku tadi. Dan aku benar-benar menikmati seks dengan kekasihku ini.
Itu adalah seks pertamaku seumur hidup. Meski yang kusodok itu adalah lubang pantat, yang jelas akhirnya aku sudah tidak perjaka lagi, dengan kebanggaan sebagai lelaki sejati. Bahkan aku dan Maya sampai 4 kali melakukannya di Hotel itu, dan tentu saja, penisku akhirnya juga mencicip vagina nya. Liang utama wanita miliknya ini juga tak kalah hebat. Sedotannya kuat meski dinding vagina nya melebar.
Entah terlatih atau apa, kurasakan penisku diurut-urut oleh vagina nya, seakan Maya sudah terlatih secara profesional melakukan ini.
Setelah selesai bercinta, maka kami berbincang dengan tanganku yang asyik meremas payudara besar nan lembutnya itu.
“Tahu kalau enak begini, seharusnya dari kemarin aku memintanya.”
“Hmm,” dia tersenyum, gemas dan mencubit tanganku yang meremas payudaranya.
“Boleh aku minta lagi kapan-kapan?” tanyaku dengan suara tawa kecil.
Maya memegang tanganku, ia berbalik badan dan aku terenyuh melihat wajah orientalnya yang cantik dan manis ini saat tersenyum kepadaku.
“Anytime,” balasnya.
Kami pun berciuman untuk mengakhiri kisah seks pertama yang tak akan mungkin kulupakan.
Lalu di hari-hari selanjutnya, dia benar-benar menuruti permintaanku untuk berhubungan badan disaat aku ingin. Seminggu bisa 3 hari kami melakukannya, 1 hari saja bisa beberapa ronde tercapai.
Dan ini mungkin karena nafsu dan usia, kami pernah nekat melakukannya di tempat umum saking tidak tahannya sel sperma yang memberontak untuk keluar dari penis sejatiku ini, dan Quicky Sex lah yang menjadi pilihan.
Kami pernah melakukannya di WC umum.

Kami pernah melakukannya saat ada acara dirumahnya.
Kami pernah melakukannya di dalam mobil.
Kami juga pernah melakukannya di samping gedung jurusan Hukum disaat aku menjemputnya di kampus.
Dan disaat dia datang bulan, terkadang aku memakai ‘Lubang Alternative’, yaitu lubang pantat nya. Atau paling ringan ya menetek payudara nya sambil mengocok penisku sendiri.
Hanya 1 hal saja yang tidak mau ia lakukan, yaitu menghisap penisku dengan mulutnya. Alasannya ia tak suka dan mengingatkan ia akan traumanya dulu saat di ‘Bantai’ ramai-ramai oleh geng motor.
Semakin bertambahnya usia, maka semakin bertambah juga pola pikir. Kami tidak pernah lagi melakukan seks di tempat umum. Karena bagi ku ini kekanakan saja mau dikendalikan oleh nafsu tak tentu.
Dan semakin bertambahnya usia, maka aku mengajaknya menikah dan disambut dengan gembira olehnya dan juga ke 2 orang tuanya.
Kami tinggal di sebuah rumah sederhana yang dekat dengan rumah orang tuanya. Sampai kehamilan dan melahirkan anak pertama, kami masih tetap tinggal di rumah itu.
Sampai pada akhirnya ayah mertua ku memintaku untuk menangani bisnis padi miliknya yang ada disalah 1 desa yang jauh dari perkotaan selama 6 bulan.
Berat rasanya untuk meninggalkan anak dan istri, maka kami mulai berdiskusi. Dan sepakat, aku akan membawa mereka ikut bersamaku disana.
Desa yang menjadi tempat tinggal sementara kami ini masih begitu asri, penerang lampu jalan tidak terlalu terang tapi cukup membantu di kala gelap. Area persawahan juga begitu enak dilihat dengan asrinya kehijauan.
Begitulah kisahnya kenapa aku, istri dan anakku bisa berada di desa ini.
***

Sekarang aku asyik menyapu halaman di rumah yang kutempati ini. Dengan suasana sore dan sejuk dirasakan.
“Wah, rajin nih, Pak Gio.”
Aku menoleh dan melihat Pak Bazam, Ketua Balai Desa dari desa ini yang datang dengan seorang pria kekar berkulit hitam yang tak kukenal.
“Begitulah, Pak Bazam,” aku tersenyum dan berhenti menyapu.
“Hahaha. Oh iya, perkenalkan. Ini Pak Bogo, dia dulu warga sini, merantau ke kota, dan kembali lagi kesini sebagai petugas keamanan desa.”
“Salam kenal, Pak Gio,” pria kekar bernama Pak Bogo ini tersenyum dan mengulurkan tangannya.

“Salam kenal juga, Pak Bogo,” aku menyambut salam tangannya. Dan tanganku seakan remuk saat berjabat tangan dengannya, padahal kurasa dia hanya melakukan jabat tangan biasa. Kami berbincang ringan dengan pembatas pagar rumahku, sampai akhirnya ada suara yang mengalihkan perhatian kami untuk menoleh ke arah rumah.
“Eh, ada Pak Bazam.”
“Wah! Dek Maya, sore-sore udah segar saja ini,” Pak Bazam nyengir memandang istriku.
“Iya, Pak,” Maya tersenyum dan memandang Pak Bogo.
“Oh iya. Maya, ini perkenalkan. Pak Bogo, dia yang akan menjadi keamanan di desa ini.”
“Begitu,” Maya tersenyum, “Salam kenal, Pak Bogo. Maya.”
“Iya,” Pak Bogo mengangguk dan sepertinya tertegun melihat penampilan istriku.
Aku tidak heran. Kebiasaan istriku di kota dibawa-bawanya sampai kesini, yang dimana dia suka memakai pakaian ketat yang mampu menunjukkan lekuk tubuhnya. Bahkan aku sudah terbiasa melihat Pak Bazam selalu memandang payudara indah istriku. Karena aku merasa Pak Bazam orang yang baik, jadi aku tak perlu berburuk sangka kepadanya.
“Sepertinya mau pergi ya?” tanya Pak Bazam kepada istriku.
“Iya. Mau beli kebutuhan di warung besar di gerbang desa sana,” jawab Maya.
“Oh iya,” dan aku baru ingat dengan kepentinganku itu, “Lupa. Eh, Dimas?”
“Itu,” Maya menunjuk samping rumah kami.
Dan terlihat wanita paruh baya asyik menggendong Dimas, dan dia adalah Bu Arati. Dia yang senang hati menjaga Dimas apabila kami berdua hendak pergi
sejenak.
“Titip sebentar ya, Bu,” aku tersenyum kepadanya.
“Iya, ibu ajak jalan-jalan dulu ya Dimas nya.”
Bu Arati lalu keluar dari pagar dan mengajak Dimas berkeliling desa sambil menggendongnya.
“Kalau begitu saya tinggal dulu ya, Pak? Mau ganti baju dulu,” kataku kepada
Pak Bazam dan Pak Bogo.
“Oh, iya-iya. Silahkan.”
Aku lalu masuk ke dalam rumah untuk berganti baju. Dan aku bisa mendengar suara tawa istriku diluar, yang sepertinya sedang melakukan pembicaraan yang menyenangkan.

Aku keluar dari kamar dan hendak memasang ikat pinggang di ruang tamu.
Kulihat diluar Pak Bazam dan Pak Bogo berbicara dengan istriku, dan mereka tertawa dengan apa yang mereka bicarakan. Dan aku melihat saat Istriku menoleh ke arah pak Bazam, Pak Bogo memperhatikan tubuh istriku sampai-sampai jakunnya itu naik turun.
Entah kenapa aku tidak merasa resah. Mungkin karena sudah terbiasa dengan hal ini, bahkan sebelum aku dan Maya menikah. Kulihat pak Bogo berpamitan dan pergi, bertepatan juga dengan aku yang sudah selesai memakai ikat pinggang.
“Yuk, Ma. Nanti keburu malam,” ajakku kepada Maya.
“Iya.”
Kami berdua berjalan kaki menuju tujuan kami, sebenarnya ada motor, namun untuk suasana sore di desa ini tampaknya harus di nikmati pelan-pelan.
“Kok pakai baju ini sih, Ma?” tanyaku selama di perjalanan.
Maya yang berjalan didepanku lalu berhenti, ia berbalik badan dan berlagak bergaya ala model sambil berkata.

“Kenapa? Cemburu?”

“Bosan menjawabnya,” aku tertawa ringan.
Maya cekikikan, ia berhadapan denganku, berjalan mundur ke belakang dan memeletkan lidahnya untuk mengejek.

“Lain kali pakai pakaian yang lebih longgar saja. Kan ada. Tidak enak rasanya dengan warga desa sini. Ingat, ini bukan kota.”

“Iya-iya, bawel,” Maya memberikan tanda V dari ke dua tangannya.

Aku hanya tertawa ringan melihat tingkah istriku. Butuh waktu 10 menit untuk sampai di warung besar ini. Kalau di kota, ini biasanya disebut Mini Market, tapi warga desa ini tampaknya asing dengan nama itu dan lebih suka menyebutnya warung besar.
“Oh. Pak Gio, dek Maya. Belanja ya?” sambut pemilik warung besar ini yang bernama Pak Joko.
“Iya, pak,” balasku mewakili Maya.
“Haha, yasudah. Selamat berbelanja,” Pak Joko kembali membaca koran.
Aku dan istriku mulai menjelajah warung ini dari rak ke rak untuk mencari kebutuhan kami.
“Oh sudah disini.”
Aku menoleh dan melihat kalau itu adalah Pak Bogo yang datang.
“Iya. Tadi dari mana, Pak?” tanyaku.
“Pulang. Ambil uang. Saya lupa membeli alat-alat untuk mandi,” jawabnya.
Aku mengiyakan dan kembali ke aktivitas kami masing-masing. Dan aku tiba- tiba merasa mau buang air kecil, buru-buru aku menghampiri Pak Joko untuk meminjam toiletnya.
Pak Joko mengizinkan dan aku segera ke toilet untuk buang air kecil. Setelah selesai buang air kecil, aku melihat ada lubang kecil yang ada di dinding. Iseng, maka aku mencoba melihat lubang apa itu. Dan ternyata itu adalah lubang yang tembus sampai ke ruang belanja. Dan sepertinya lubang ini tertutup oleh aksesoris yang menempel di bagian lainnya.
Dan aku tertawa ringan, karena aku bisa melihat Maya yang sedang memilih barang belanjaan walau hanya bagian dada sampai atasnya saja yang kelihatan.
Karena di bagian bawahnya tertutup oleh rak.
“Ng?” alis ku mengerut.
Aku melihat Pak Bogo juga ada di bagian rak itu dan Maya sepertinya tak sadar. Kulihat Pak Bogo berjalan menyamping, dan saat melewati Maya. Kulihat istriku terkejut dan segera menoleh ke belakang. Istriku melihat Pak Bogo dan ia melihat bagian bawah Pak Bogo.
Pak Bogo berkata sesuatu seperti orang yang meminta maaf, dan istriku tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya.
“Hei, kenapa itu?” pikirku.
Tentu saja aku berpikir. Kenapa saat Pak Bogo berjalan menyamping melewati istriku, istriku tampak tercekat? Dan apa yang dilihat istriku sewaktu memandang Pak Bogo? Karena kulihat istriku juga sempat memandang bagian bawah pria kekar ini. Lalu pak Bogo berbicara seperti meminta maaf.


“Apa tadi dia menggesekkan penisnya ke pantat Maya?” pikirku.

Mau bagaimana pun itu pasti terlintas di pikiranku. Tapi aku berusaha berpikir positif, mungkin Pak Bogo tak sengaja menendang kakinya Maya.
Aku menyiram sejenak bekas buang air kecilku di kloset. Dan entah kenapa aku ingin mencoba mengintip lagi. Kuintip lubang itu dan aku melihat Pak Bogo sudah berdiri di samping istriku.
Pak Bogo melihat sejenak Pak Joko yang masih asyik membaca koran di kejauhan. Setelah itu dia berbicara kepada istriku.
Maya kulihat mengerutkan dahi dan memandang Pak Bogo. Pak Bogo memandang bagian bawah tubuhnya dan tersenyum memandang istriku. Sedangkan
Maya kulihat terkejut saat memandang ke bawah sampai menutup mulutnya dengan tangan. Maya celingukan sejenak dan Pak Bogo sepertinya menunjuk tempatku, yaitu toilet. Seolah mengatakan tak perlu panik, karena aku ada di toilet sedangkan
Pak Joko membaca koran.
“Apa yang dilihat Maya?” pikirku bimbang.
Maya masih terpaku disitu dan sepertinya terpukau melihat sesuatu di bawah tubuh pak Bogo. Lalu kulihat Pak Bogo tersenyum puas dan tangan kanannya seperti menggoyang-goyangkan sesuatu di bagian tengah tubuhnya.
“Hei, tidak mungkin kan Pak Bogo menunjukkan penisnya?” tanyaku ragu.
Pak Bogi mengatakan sesuatu yang membuat raut wajah istriku gusar. Istriku kemudian menggelengkan kepala yang membuat Pak Bogo agak sedikit kecewa.
Tapi pria kekar hitam itu tersenyum. Ia kembali berjalan menyamping di belakang Maya dan berhenti tepat di belakang istriku.
Mata Maya membulat, seakan dia ‘Menerima Sesuatu’ dari Pak Bogo yang ada dibelakangnya. Malah kulihat tubuh pak Bogo naik turun bagian pinggulnya yang membuat alis Maya mengerut dan menggigit bibirnya.
“Hei! Dia tidak mungkin mengesek-gesekkan penisnya dipantat istri ku kan?!” pikirku.
Pak Bogo kembali berdiri di samping Maya. Dan Maya kembali melihat bagian bawah tubuh Pak Bogo yang tak bisa kulihat karena terhalang rak.
Setelah itu dengan lancangnya Pak Bogo mendekat dan sepertinya membisiki sesuatu kepada istriku. Setelah itu Pak Bogo menarik kepalanya dan tersenyum kepada istriku. Sedangkan Maya kulihat terpaku, dia terus memandang bagian bawah tubuh pak Bogo.
Maya lalu melihat tempat Pak Joko, setelah itu ia melihat tempat dimana aku berada. Aku bingung melihat perilakunya. Lalu entah kenapa Maya memegang baju bagian kerahnya, ia seperti menarik kerahnya itu ke bawah beserta tubuhnya sehingga Maya tidak bisa terlihat lagi. Dan tak hanya Maya, Pak Bogo juga menghilang dari pandangan karena ia menunduk.
Pikiranku kacau. Apa yang mereka lakukan disitu?
Untuk memastikannya, maka aku berpura-pura membuka kenop pintu dengan keras dan kembali mengintip.
Kulihat Pak Bogo buru-buru berdiri dan sepertinya mengancingkan sesuatu di bagian bawah tubuhnya. Sedangkan Maya juga berdiri sambil membetulkan kerah bajunya ke atas. Seolah tadi dia melorotkan kerahnya ke bawah untuk menunjukkan payudaranya.
Ini tidak mungkin bukan? Tidak mungkin mereka melakukan itu, terlebih lagi mereka baru kenal. Apalagi betapa setianya Maya kepadaku.
Aku segera keluar dari toilet dan keluar dengan lagak biasa saja. Aku menghampiri Maya dan istriku terlihat salah tingkah.
“Sudah, Ma?” tanyaku.
“I-Itu, belum, Pa,” Maya tersenyum padaku, dan nafasnya terdengar menderu-deru.
“Oh,” aku mengangguk dan aku melihat Pak Bogo menjauh menuju rak lain.
Aku lalu bersama istriku mencari keperluan yang kami butuh kan. Setelah itu kami menuju tempat Pak Joko untuk membayar. Salahku yang membayar sambil mengajak Pak Joko mengobrol, sehingga pemilik warung ini mengantarku keluar warung untuk melanjutkan obrolan kami.
“Pa,” panggil istriku.
“Ya?”
“Mama ke toilet dulu ya?” Maya menunjuk warung.
“Oh iya-iya,” aku mengangguk.
“Pinjam sebentar ya, Pak,” izin istriku kepada Pak Joko.
Pak Joko mengiyakan dan kami berdua kembali mengobrol. Sampai akhirnya mengingat kalau Pak Bogo kan masih didalam!
Sialnya Pak Joko masih mengajakku mengobrol, tak enak rasanya untuk menyela karena aku warga baru meski sementara.
12 menit berlalu, apa harus selama ini ke toilet? Aku bahkan tidak tahu apa istriku tadi mau buang air kecil atau buang air besar. Ada sedikit jeda yang bisa kujadikan alasan kepada Pak Joko agar aku bisa menyusul istriku ke dalam.
Tapi belum aku berkata. Kulihat Pak Bogo keluar dengan senyumnya itu.
“Pak Joko, saya hutang dulu ya. 2 sabun, 1 odol sama 1 sikat gigi ini. Uang nya kurang, nanti malam saya kesini lagi.”
“Oh iya-iya,” Pak Joko mengangguk.
“Permisi dulu. Pak Joko, Pak Gio,” pamitnya.
Setelah kepergian Pak Bogo, maka Pak Joko mulai berbicara.

“Ada-ada saja bapak Bogo itu. Sudah bagus mendapat kerja di kota, eh malah bikin masalah. Sekarang disini hanya menjadi petugas keamanan saja.”
“Masalah?”
“Dia bermain belakang dengan istri orang. Istri majikannya sendiri.”
“Apa??” aku terkejut mendengarnya.
“Bukan rahasia umum lagi mengenai masalah dia disini,” Pak Joko tertawa.
Mendengar itu membuat pikiranku kalut. Bahkan Maya belum keluar sedari tadi dari warung.
“Saya ke dalam dulu ya, Pak. Nengokin istri saya,” ulasku.
“Iya, saya mau nyapu halaman dulu.”
Pak Joko mengambil sapu lidi untuk menyapu, sedangkan aku buru-buru masuk ke dalam. Tak kutemukan keberadaan Maya. Dengan segera aku menuju toilet dan mengetuk pintu.
“Maya?”
“Iya, sayang!” Maya terdengar kaget didalam.
“Kok lama sih?”
“I-Itu, mama sakit perut. Kamu tunggu saja diluar, sayang.”
“Iya,” kataku dan alisku mengerut.
Aku buru-buru mencari lubang yang tadi kuintip dari dalam toilet, dan aku menemukannya. Aku sibak aksesoris yang ada disitu dan segera aku mengintip ke dalam.
Dan aku kaget bukan main. Didalam toilet aku melihat bagian atas baju Maya melorot ke bawah, begitu juga BH yang ia pakai. Bisa kulihat puting merah muda nya itu basah di bagian sebelah kanan, terlihat jelas sekali. Sementara payudara sebelah kirinya terdapat cap tangan seolah ada tangan kekar yang mencengkeram payudara kirinya itu dengan keras.
Kaget ku tak sampai hanya disitu. Kulihat Maya mengangkat sebelah kakinya diatas bak dan dia sepertinya sedang membersihkan bagian vagina nya dengan tisu, samar-samar kulihat cairan putih ada di bagian bulu kelaminnya itu dan itu dilapnya dengan tisu.
Setelah itu Maya membetulkan BH dan bajunya, ia angkat juga celana dalam nya dan membetulkan posisi baju bagian bawahnya. Ia merapikan rambutnya sejenak dan menyiram-nyiram air ke sembarang tempat, seolah ia sedang menggunakan toilet itu untuk buang air.
Aku terdiam dan pikiranku mulai kalut.
Kenapa kondisi Maya bisa seperti itu?

Apakah tadi dia melakukan sesuatu didalam sana?
Atau dia melakukan sesuatu nya itu tidak sendiri, tapi berdua dengan Pak Bogo?
Pikiran ku mulai kacau. Hal-hal negative mulai menyerang otak.
Maya lalu keluar dari toilet dan tersenyum melihatku.
“Sayang, kamu kenapa disitu?”
“Oh,” aku menggelengkan kepalanya, “Tidak.”
“Hehe,” Maya mengaitkan pergelangan tangannya ke pergelangan tanganku,
“Yuk pulang. Dimas pasti menunggu.”
Aku hanya mengangguk dan berpamitan kepada Pak Joko sekali lagi untuk pulang. Di perjalanan pulang itu Maya terus mengoceh tentang keindahan desa ini saat sore hari. Sementara aku terdiam, karena aku mencium aroma yang tak asing bagiku dari tubuh Maya. Meski parfum istriku ini semerbak, tapi aku bisa mencium jelas aroma yang lain.
Dan itu adalah aroma sperma.
“Hei-hei, ini tidak mungkin kan?!” batinku.

================

Part 2
Semenjak kejadian di warung besar milik Pak Joko, membuatku bertanya-tanya pada  diriku sendiri tentang apa yang Maya lakukan kemarin di tempat itu. Aku tidak menanyakan  hal itu kepadanya, karena aku memikirkan sebuah ‘Sebab’ apabila memang Maya telah  ‘Bermain Belakang’ dariku.
Apakah karena aku tak kuat di ranjang? Bisa jadi, semenjak mempunyai anak. Aku  sudah tidak rutin lagi berhubungan seks bersama Maya, kalau pun melakukannya, tak  sampai 10 menit sudah selesai. Meski Maya masih terjaga bentuk tubuhnya, aku terkadang  merasa jenuh. Karena dulu kami sudah terlalu sering berhubungan seks.
Apa karena aku terlalu membiarkannya bebas? Ini juga bisa jadi. Karena bisa dibilang  aku kurang tegas dalam hal ini. Aku terkadang risih saat Maya memakai baju ketatnya,  karena aku tak ingin lelaki lain melihatnya seperti itu. Tapi ada juga rasa bangga pada diriku  akan bentuk tubuh Maya, terbesit aku seperti ingin pamer, ‘Lihat, ini lah istriku! Kalian  cukup melihat saja karena dia milikku!’
Apa hawa nafsu besarnya yang lama kembali muncul? Seperti yang pernah  kukatakan. Kalau Maya pernah mengalami tragedi, yang dimana ia ‘Di Bantai’ 8 pria di  bawah pengaruh obat perangsang yang sangat hebat. Akibatnya tentu saja, dulu Maya  sering melakukan masturbasi karena tragedi pemerkosaan itu, sebuah tragedi yang terkadang membuatnya ‘Rindu’ dan membuat vagina nya ‘Gatal’. Mending kalau sehari, tapi ini bisa setiap hari, bahkan bisa setiap jam dia melakukannya. Tapi itu dulu, namun bisa saja
‘Hawa Nafsu’ itu muncul kembali.
Aku memikirkan ini matang-matang di ruang tamu. Dan aku memikirkan kebiasaan- kebiasaan Maya dahulu.
Dulu Maya selalu bersikap sopan disaat kami belum berkenalan, lalu disaat aku  menolongnya, dia mulai suka melebarkan pahanya saat duduk di rok SMA nya yang pendek.
Seolah dia ingin memberikanku ‘Hadiah’ karena pernah menolongnya.
Lalu Maya yang suka memakai pakaian ketat dan melakukan gerakan yang  menggoda agar pria lain melirik supaya aku cemburu. Ini selalu dia lakukan disaat kami  kencan dan berpacaran dulu. Sering, malah terlalu sering. Sampai sekarang saja dia selalu  memakai pakaian ketat, kubelikan pakaian longgar pun dia bisa mengubah pakaian itu  menjadi seksi untuk dilihat.
Inilah potret dia dulu waktu kubelikan pakaian longgar sehari setelah kami menikah,  dan lihat sendiri apa yang dia lakukan kepada pakaian longgar itu.

 
 
Aku terus memikirkan ini, penasaran, aku kemudian mengeluarkan ponsel pintarku. Meski ini di desa, tapi sinyal internet tercapai disini. Jadi aku mulai mencari-cari artikel yang sesuai dengan ‘Gejala-Gejala’ yang kupikirkan dari sosok istri ku sendiri.
“Sayang.”
“Ng?” aku menoleh ke depan sejenak.
Dan kulihat Maya memasuki ruang tamu sambil membawa lap pel. Dengan celana minim andalannya dan juga tank top berwarna merah muda. Aku ingin protes dengan outfit nya itu, tapi lekukan istriku ini selalu mampu membungkam mulutku.
 

“Mau ngapain, Ma?”

“Mau ngepel teras. Tadi ada kucing liar e’ek disitu. Bau nya bikin Mama mau muntah, kuat banget baunya.”
“Hahaha, iya juga ya,” aku baru sadar kalau ada bau kotoran kucing yang sampai masuk ke ruangan ini, padahal kotorannya di teras.
“Papa lagi ngapain?” tanyanya.
“Oh,” aku melihat ponselku sejenak dan memandang istriku, “Mau cari lagu saja.” “Gitu,” Maya tersenyum tipis, “Yaudah, mama ngepel dulu.”
Maya lalu keluar dari pintu depan yang bisa kulihat keberadaannya dari ruang tamu ini karena kaca nya.
“Ya ampun! Banyak amat sih!” keluhnya.
Aku menahan tawa melihat ekspresi istriku, pantas saja bau kotorannya sampai masuk ke dalam rumah kalau sebanyak itu sesuai keluhan Maya.
Aku hendak lanjut mencari artikel, tapi ada suara diluar menarik perhatianku. “Wah, merah muda nih.”
Aku melihat dibalik kaca ruang tamu kalau itu adalah Pak Bazam yang berkata seperti itu. Istriku tertawa dan membalas sapaannya.
“Siang, Pak Bazam. Mau ke mana?”
“Jalan-jalan saja, hehe. Dek Maya mau apa itu?” “Oh, mau ngepel ini, Pak. Kotoran kucing.” “Begitu. Pak Gio mana?”
“Ada didalam. Mau saya panggilin, Pak?”
“Tak usah,” Pak Bazam tertawa, “Kalau begitu saya lanjut ya.” “Iya.”
Pak Bazam hendak berjalan, tapi kulihat dia berhenti karena tertegun melihat istriku yang langsung membungkuk, yang dari posisinya menunjukkan lekukan bokongnya ke arah Pak Bazam.
“Hehe,” aku tertawa pelan dan merasa wajar Pak Bazam sampai terpaku seperti itu.
Namun alisku mengerut saat melihat istriku. Ia terlihat sedang memandang kaca ruang tamu ini. Yang dimana kaca ini tidak bisa melihat ke dalam, tapi bisa melihat keluar dari tempat ku berada, seperti cermin untuk bagian kaca luarnya.
Kulihat istriku menjelingkan matanya ke samping, tepat dimana Pak Bazam terpaku, senyuman tipis terukir di bibir Maya seolah dia tahu kalau Pak Bazam melihat dirinya dari belakang.
 
Kemudian Maya melanjutkan aktivitasnya, namun alisku semakin mengerut. Karena tampaknya Maya sengaja melenggak-lenggokkan bokongnya ke arah Pak Bazam. Bahkan bagian depan tubuhnya sengaja di rendahkan, sehingga posisinya itu seperti menungging.
“Apa yang kau lakukan, Maya?” pikirku.
Maya lalu berdiri dan kembali melihat kaca sambil melebarkan kain pel yang ia pegang. Ia lagi-lagi tersenyum tipis seolah melihat pantulan Pak Bazam dari kaca.
Tak tahu kenapa tiba-tiba Maya melebarkan kakinya, dan ia membungkukkan badannya untuk lanjut mengepel. Padahal posisi itu sulit untuk mengepel, dan kalau dari sudut pandang Pak Bazam. Tentu saja Maya terlihat memamerkan bokong dan kaki jenjangnya itu dari belakang.
Pak Bazam kuliat semakin terpaku, bahkan tidak mengedipkan matanya melihat Maya.
Maya lalu menegakkan punggungnya kembali, ia berpura-pura melihat kain pel sambil berbalik badan.
“Eh? Pak Bazam? Kirain tadi udah pergi.”
“Oh!” Pak Bazam tercekat dan salah tingkah, “Hahaha, mau lihat-lihat saja.” “Lihat apa, Pak?” Maya tersenyum.
“Pagar,” Pak Bazam menunjuk pagar semen rumah kami, “Saya kagum sama bentuk pagar rumah ini.”
Aku menahan tawa mendengarnya. Padahal pagar rumahku ini sama saja seperti pagar-pagar penghuni desa ini, bahkan pagar rumah Pak Bazam seperti pagar rumahku.
“Oh begitu ya, Pak,” bahkan Maya juga tertawa mendengar alasan konyol Pak Bazam.
 

“Kalau begitu. Saya lanjut ya, Dek Maya?” “Iya, pak.”
Sekarang Pak Bazam benar-benar pergi dan istriku hendak masuk ke dalam. Aku segera berpura-pura berbaring ke sofa, melawan arah dari luar agar istriku tak mengira aku melihat aktivitas dia dari tadi.
“Ada Pak Bazam ya tadi, Ma?” tanyaku sambil melihat ponselku. “Iya.”
“Kok nggak mampir?” kulihat istriku.
“Katanya cuma lewat saja,” istriku tersenyum dan masuk ke dalam.
 
Setelah istriku masuk ke dalam. Aku melanjutkan mencari artikel yang sesuai dengan perilaku istriku. Ada 20 menit kayaknya aku mencari tentang masalah ini, dan aku menemukan sebuah forum yang membahas tentang ini.
“Ekshibisionis?” batinku.
Kubaca-baca artikel itu, dan membaca komentar-komentar yang ada. Yang dimana ada tulisan ‘Suka Memamerkan Tubuh di tempat Umum’, lalu ‘Terangsang Hebat Kalau di Lihat dengan pandangan mesum orang lain’ dan masih banyak hal-hal lainnya disebutkan didalam forum itu.
Alisku mengerut dan terperangah, karena ada bagian-bagian gejala yang sama persis yang dilakukan istriku selama ini, bahkan yang barusan ia lakukan di teras rumah kami.
“Maya Ekshibisionis???” pikirku.
Aku lalu duduk, dan menelusuri lebih dalam. Bahkan ada yang mengatakan kalau ada pengidap ekshibisionis yang senang bagian tubuhnya dijadikan alat pemuas nafsu seksual lawan jenisnya, bahkan pengidapnya tak keberatan melakukan hubungan seks apabila lawan jenisnya mau berhubungan seks dengannya.
Aku terdiam, pundakku lesu dan bengong di ruang tamu.
Kalau itu benar. Bisa jadi kemarin Maya berhubungan badan dengan Pak Bogo di toilet warungnya Pak Joko. Dan Maya membiarkannya, karena dirinya senang hati membantu lawan jenisnya orgasme dengan tubuhnya. Apalagi ditambah kemungkinan ‘Hawa Nafsu’ Maya yang lama kambuh kembali.
Tapi itu hanya asumsi ku, karena aku tidak memiliki bukti kongkret. Apakah benar Maya mengidap ekshibisionis?
Dan kalau pun benar, aku harus berbuat apa? Karena menurut artikel, pengidap ekshibisionis akan susah menghilangkan kebiasaannya. Karena yang bisa menghilangkan itu ya penderitanya sendiri dengan tekad.
Walau ada 1 pembahasan dari artikel forum ekshibisionis tadi yang mampu membuatku sedikit terhibur.
Yang dimana katanya, meski pengidap ekshibisionis berhubungan badan dengan orang lain, 40% dia tetap akan mencintai pasangan utamanya apabila sudah mempunyai pasangan.
Dan sekarang aku berharap, kalau pun Maya memang pengidap ekshibisionis....  kuharap dia termasuk dalam 40% tersebut, yang masih sangat mencintai suaminya, yaitu aku.

*****
 
Mengalihkan pikiranku tadi, maka sekarang aku bersama istriku bermain bersama Dimas, anakku dan juga sainganku untuk meminum berapa liter susu yang kami minum saat ‘Nenen’ dari payudara nya Maya.
Lucu juga ya menjadikan anak sendiri sebagai saingan. “Oh iya, Pa. Keran di belakang rusak itu,” kata istriku. “Parah?”
“Hm, kalau bisa di ibaratkan, seperti ayahnya Mama pas bernyanyi, sewaktu berkaraoke untuk merayakan Imlek di rumah keluarga besar kita.”
“Parah sekali dong?” mataku melotot. “Sangat,” Maya tersenyum.
Aku menghela nafas, itu berarti parah sekali, sebanding dengan suara nyanyian ayah mertuaku, apalagi keran belakang berfungsi untuk mengalirkan air bersih dari telaga desa ini apabila Maya mau mencuci baju. Aku mau saja membetulkannya, tapi rasanya malas beraktivitas lebih di siang menuju sore ini.
“Mama mandi dulu deh sama Dimas. Takut airnya dingin lagi pas sore kayak kemarin.”
Aku mengiyakan saja dan berbaring untuk bersantai. Bermenit-menit lamanya akhirnya 2 anggota keluargaku itu sudah selesai mandi. Seperti biasa, kalau Maya memandikan dan membersihkan tubuh Dimas, maka aku bagian membedaki dan memakaikan pakaian untuk jagoanku yang 1 ini.
Maya keluar dari kamar. Sekarang dia memakai kaos putih yang tak mampu menahan dada nya yang ‘Memberontak’, serta celana pendek biru yang ada talinya yang bisa mencapai pundak. Dia bergabung bersama ku yang baru selesai memakaikan baju untuk Dimas.
“Pa. Nanti Mama warnain rambut Mama lagi ya?” “Kenapa? Udah bagus hitam begini.”
“Ganti suasana aja. Boleh ya?” “Boleh.”
“Makasih, sayang,” Maya tersenyum dan mencium pipiku. “Tapi hitamin lagi nanti kalau bosan.”
“Iya-iya.”
Maya lalu meraih Dimas dan hendak memberinya ‘Makan’ dari payudaranya itu. Sedangkan aku termenung saja melihat anakku sedang menyusu dari payudara ibunya.
“Kayak nggak pernah merasakan saja,” Maya tertawa melihatku.
 
“Nanti malam giliranku ya?”
“Hihihi,” Maya memajukan kepalanya dan aku pun mencium bibirnya.
Dimas akhirnya tertidur dan Maya hendak membawanya ke kamar. Setelah Maya memasuki kamar, aku mendengar bunyi ketukan pintu. Aku berdiri dan berjalan ke depan. Kubuka pintu dan ternyata itu adalah Pak Bazam bersama Pak Bogo.
“Oh! Pak Bazam, Pak Bogo. Silakan masuk, Pak,” kubuka pintu lebar-lebar untuk mereka, dan ‘Terpaksa’ menerima 1 orang yang kucurigai menjamah istriku, yaitu Pak Bogo.
Mereka berdua masuk dan kupersilakan duduk di sofa ruang tamu. “Siapa, Pa?” tanya istriku dari dalam.
“Pak Bazam sama Pak Bogo. Bikinkan minum, Ma,” perintahku. “Iya, pa,” jawab istriku dari dalam.
Setelah itu aku berbicara kepada ke 2 tamuku ini. “Dari mana, Pak?”
“Dari rumah sebelah. Sekarang giliran rumah Pak Gio, hehehe,” kata pak Bazam. “Oh! Memangnya ada apa, pak?”
“Begini, kedatangan kami untuk memberitahu soal iuran keamanan. Karena sekarang disini sudah ada Pak Bogo untuk menjaga keamanan desa ini,” jelas pak Bazam.
“Oh begitu,” aku mengangguk.
Kami membicarakan hal ini dan aku menyanggupi, toh tidak mahal 50 ribu sebulan untuk 1 rumah. Setelah sepakat, maka Pak Bazam memintaku untuk menjadi salah 1 anggota rapat untuk lomba catur yang akan diselenggarakan tak lama lagi.
Tak lama kemudian Maya datang sambil membawa nampan berisi 3 cangkir minuman. Kulihat Maya tersenyum tipis memandang Pak Bogo, sedangkan mereka berdua terdiam tanpa kata melihat penampilan istriku ini.
“Ngomongin apa?” istriku lalu duduk di kursi yang ada disebelah sofaku.
Aku pun memberitahu tentang 2 kepentingan yang disampaikan Pak Bazam tadi. Dan gaya duduk istriku begitu menggoda sekali, paha kirinya ia tumpu di paha kanan dari posisinya duduk dan ia memajukan sedikit tubuhnya hingga belahan dada nya yang
‘Memberontak’ itu tertampang jelas bagi Pak Bazam dan Pak Bogo.
Aku kembali memandang 2 tamuku yang kaget melihatku. Aku tahu kalau tadi mereka begitu terpana melihat pemandangan indah tadi.
Sekarang kami ber 4 terus mengobrol dan sesekali aku melihat gelagat istriku. Dari gaya duduknya tadi, sekarang istriku duduk bersandar, dan ia memegang tali sebelah kiri celananya itu yang sampai pundak.
 

Dia terus memainkan tali pundaknya itu yang membuatku yakin kalau Pak Bazam dan Pak Bogo akan sulit berkonsentrasi karena ini. Itu karena aku sendiri juga susah berkonsentrasi melihat gaya duduk istriku ini.
 
 
Kami terus berbicara dan berbicara. Aku kembali melihat istriku yang entah sejak kapan ia menurunkan tali pundak sebelah kirinya ke bawah, bersandar ke samping dan semakin menantang dengan dadanya yang ‘Memberontak’.


Sampai pada akhirnya ada sebuah topik yang membuat Pak Bogo menanyakannya.
 
“Keran rusak?”
“Iya, kata istri saya rusaknya parah. Iya kan, Ma?” “Iya,” Istriku mengangguk.
“Begitu,” Pak Bogo mengangguk, “Mau saya bantu?” “Wah! Boleh-boleh, tidak merepotkan, Pak?”
“Tidak, saya ahlinya. Dimana kerannya?”
“Di belakang,” aku lalu berdiri, “Mari, Pak. Ma, temenin pak Bazam ya?” “Iya,” Maya tersenyum dan menyanggupi.
Aku pun meninggalkan istriku dan Pak Bazam, sedangkan aku menuju belakang bersama Pak Bogo. Dia memeriksa keran dan aku mencoba melihat ke dalam, yang dimana aku masih bisa melihat posisi istriku, walau hanya bisa melihat bagian belakangnya dari samping, karena sisanya terhalang dinding.
“Iya. Parah ini, Pak. Ada cadangannya kan?” “Ada. Saya ambil dulu ya?”
“Sekalian alatnya, Pak.” “Oke.”
Aku meninggalkan Pak Bogo dan kudengar bunyi grasak-grusuk dan bunyi kursi yang diduduki istriku tadi berdecit seolah diduduki kembali. Aku ke ruang tamu sejenak dan melihat sekilas Maya seperti sedang membetulkan kaos putihnya.
“Ada apa?” tanyaku.
Maya menoleh, “Apanya, Pa?”
Aku lalu melihat Pak Bazam yang sedang menyeka sesuatu di bibirnya, seperti sedang menyeka minuman di mulutnya. Tapi kulihat air minumnya tidak beriak dari cangkirnya.
“Tadi Dek Maya bertanya, ada tidak tukang urut di desa ini, hehehe, katanya mau menyewanya untuk Pak Gio,” kata Pak Bazam.
“Memang ada, Pak?” tanyaku.
“Tidak ada. Tapi kalau mau diurut sama saya, bisa,” Pak Bazam tertawa ringan. “Oh,” aku tertawa saja.
“Gimana kerannya, Pa?” tanya Maya.
“Oh iya. Mau ambil cadangannya, bisa dibetulkan katanya. Saya ke dalam lagi ya?”
 
Aku lalu masuk ke dalam dan mencari-cari cadangannya di rak dan juga alat-alatnya.
Dan sekilas aku bisa mendengar percakapan Pak Bazam dan Maya walau suara mereka begitu pelan.
“Saya kira Pak Bogo berbohong. Ternyata benar ya, hehehe. Jadi kemarin dek Maya sama Pak Bogo itu—”
“Sssttt!!” kata istriku.
Alisku mengerut, dada ku kembali sesak mendengar hal itu. Ingin sekali aku terus berada disitu, mendengar dan melihat apa yang terjadi dengan mereka di ruang tamu. Tapi aku tak mungkin meninggalkan Pak Bogo sendirian di belakang, apalagi dia berusaha membantu.
Terpaksa aku ke belakang dan memberikan apa yang Pak Bogo butuhkan. Selagi dia berusaha membetulkan, aku melihat ke dalam.
Aku masih bisa melihat bagian belakang tubuh Maya dari samping meski sedikit. Lalu kulihat istriku sepertinya berdiri dan maju ke depan.
“Ke mana dia?” pikirku.
Kulihat Pak Bazam berpindah duduk di sofaku, itu bisa dilihat dari tangannya yang nangkring di pinggir sofa dan istriku kembali duduk di kursi yang semula. Kulihat mereka kompak hendak mencondongkan kepalanya ke dalam dan aku buru-buru mundur ke belakang, bersembunyi di balik dinding.
Merasa cukup, aku kembali maju ke depan dan melihat tubuh istriku seperti maju ke depan dengan tangan kanan menyikut ke belakang.
Alisku mengerut. Tidak mungkin kan Maya memajukan tubuhnya, mengangkat tangan kanannya, dan menarik kerah kaos putihnya tadi ke bawah sehingga tangan kanannya itu menyikut ke belakang?
Karena kalau benar, itu berarti Maya sedang menunjukkan payudaranya kepada Pak Bazam dong?
“Kerannya tidak cocok ini, Pak.” “Apa?” aku menoleh ke arah Pak Bogo.
“Kerannya,” Pak Bogo menunjukkan keran cadangan tadi, “Tidak cocok sama pipanya. Bapak ada keran cadangan lain?”
“Wah, tidak ada, Pak. Bagaimana kalau beli dulu?”
“Boleh,” Pak Bogo berdiri, “Di warung Pak Joko ada ini. Boleh sama-sama ke sana,
Pak?”
“Boleh. Memangnya bapak mau beli apa?”
 
“Mau bayar hutang kemarin. Janjinya malam, saya malah ketiduran,” Pak Bogo tertawa, “Tak enak jadinya.”
“Oh yaudah. Yuk, Pak.” “Oke.”
Dan saat kami berdua masuk. Lagi-lagi aku mendengar bunyi grasak-grasuk di ruang
tamu.
Sial! Aku penasaran apa yang terjadi diruang tamu ini, dan lebih sialnya lagi, kenapa aku mengiyakan mau ikut belanja sama Pak Bogo?!! Sial! Bodohnya aku! Seharusnya tadi aku meminta Pak Bogo yang membelikan keran cadangannya. Sial! Sial! Sial! Kenapa aku baru kepikiran sekarang?!
Aku bersama Pak Bogo sampai di ruang tamu. Aku melihat Pak Bazam sudah duduk kembali di sofa sebelumnya. Dan aku melihat kaos istriku dan terkejut. Kaos putih bagian kanannya sedikit kusut, dan yang membuatku kaget adalah, aku bisa melihat puting kanannya menegang dari kaosnya itu. Bukankah dia tadi memakai BH?! Dan aku bisa melihat lipatan BH nya berada di bawah payudara kanannya itu!!
“Gimana, Pa?” pertanyaan istriku membuyarkan lamunanku.
Pak Bogo lalu menjelaskan apa dan bagaimana. Dan yang membuatku pundakku terasa lemah adalah saat Pak Bogo meminta Pak Bazam menunggu saja disini selagi aku dan dia pergi ke warung Pak Joko.
“Kalau begitu, yuk, Pak,” ajak Pak Bogo. “Oh, iya,” aku mengangguk.
Dengan terpaksa aku meninggalkan istriku bersama Pak Bazam berdua dirumah. Sedangkan aku dan Pak Bogo segera menuju warung Pak Joko menggunakan motorku.
Sesampainya disana aku buru-buru mencari keran cadangan yang dibutuhkan, sedangkan Pak Bogo membayar hutangnya kepada Pak Joko. Setelah mendapatkan keran dan membayar, ini untuk pertama kalinya aku ingin menghajar orang yang lebih tua dariku.
Karena Pak Joko yang suka mengobrol malah menahan niatku untuk segera pulang bersama Pak Bogo. Ini untuk pertama kalinya aku kesal kepada orang yang terlalu suka berbicara.
Sudah 15 menit akhirnya aku dan Pak Bogo berkesempatan pulang. Dari rumah ke sini memakan waktu 5 menit, mengobrol tadi 15 menit, dan pulangnya lagi 5 menit. Jadi aku sudah meninggalkan rumah 25 menit lamanya, hampir setengah jam!
Sial!
Karena yang membawa motorku adalah Pak Bogo, maka aku bisa segera turun saat sampai dirumah. Aku berjalan cepat ke teras rumah selagi Pak Bogo menaruh motorku di samping. Dan ketika masuk aku tidak menemukan sosok Pak Bazam dan Maya.
 
“Dimana mereka?” pikirku kalut.
Aku masuk lebih dalam, ke ruang tengah. Disitu juga tidak ada mereka, namun aku melihat sesuatu yang tak asing. Yaitu BH, itu adalah BH yang dipakai istriku tadi. Aku tahu itu karena tadi aku melihat BH nya saat Maya menyusui Dimas disini.
Lalu aku mendengar suara jendela tertutup dengan sedikit decitan dan itu berasal dari kamarku. Panik, aku segera menuju kamarku dan terkunci.
“May? Maya!” panggilku.
“Iya, Pa,” dan terdengar suara istriku didalam.
Aku menunggu dengan tak sabar. Suara kunci terdengar dan pintu pun terbuka. “Kenapa, Pa?” tanya istriku setelah pintu terbuka, nafasnya sedikit terengah-engah
dan peluh dengan keringat. “Pak Bazam?”
“Pak Bazam? Emm, di WC kali.”
Mendengar itu segera aku berjalan ke belakang untuk memeriksa, tapi belum sampai aku sudah melihat sosok Pak Bazam berada di belakang rumah dengan telanjang dada.
“Oh. Sudah pulang, Pak Gio,” sapanya padaku.
Aku melihat penampilannya. Ia juga berkeringat dan bertelanjang dada. “Kok disini, Pak?” tanyaku.
“Panas!” keluhnya, “Makanya saya kesini. Cari angin, ini sampai berkeringat.”
“Oh, iya, panas” kataku, dan kondisi cuaca memang mendukung alasannya itu,
karena cuaca hari ini memang panas.
Tak lama Pak Bogo menyusul dan segera ingin menyelesaikan pekerjaannya. Aku menyerahkan keran yang kubeli tadi dan ingin masuk melihat istriku.
Dan aku melihat istriku sedang memainkan ponselnya. Aku melihat istriku masih berkeringat dan aku terkejut karena tak sempat memerhatikannya. Istriku sudah tak memakai kaos putihnya lagi! Dia menutup bagian atasnya dengan bagian atas celana yang ada talinya itu.
 “Lho? Kaos Mama mana?” tanyaku untuk memulai interogasi ini.
 
“Oh, itu,” Maya dengan santai menunjuk kaos putihnya dilantai kamar ini. “Kenapa Mama buka baju? Nggak pakai BH lagi, itu BH mama diluar.”
Maya terlihat terdiam sejenak, tapi tersenyum dan berkata, “Mama lepasin waktu
ninggalin Pak Bazam di ruang tamu. Habis itu mama buka baju dikamar.” “Dikunci segala.”
“Dari pada pak Bazam masuk nanti?” balasnya dengan nada bercanda. “Keringat mama banyak banget,” tunjukku.
“Kan panas, makanya mama buka baju disini,” bibirnya manyun. “Kipas angin kan ada diluar.”
“Mau mama keluar telanjang? Kan ada Pak Bazam,” istriku lagi-lagi tertawa.
Sial! Semua jawabannya itu masuk akal! Tapi aku tentu saja masih curiga, lagi pula ada 2 hal lagi yang mengetuk rasa penasaranku.
Kenapa tadi nafas istriku terengah-engah?
Dan kenapa tadi aku mendengar suara jendela kamarku yang terhubung dengan halaman samping ini tertutup?
Ingin kutanyakan pertanyaan itu, tapi istriku beranjak dari kasur dan mengambil handuknya.
“Mama mandi lagi deh, panasnya minta ampun,” keluhnya sembari menutup tubuh bagian atasnya dengan handuk.
Aku mengiyakan dan ikut mengantar istriku ke kamar mandi yang ada di belakang.
Agar tak ada kesempatan bagi 2 orang yang kucurigai itu melakukan kesempatan. “Wah, mau mandi dek Maya?” Pak Bogo terkekeh.
“Iya,” istriku tersenyum dan melanjutkan perjalanannya ke kamar mandi dan menutup pintu setelah memasukinya.
“Tak ikut mandi, Pak?” lanjut Pak Bazam untuk menggoda ala basa-basi. “Bisa saja, bapak,” aku tertawa saja untuk larut dalam percakapan ini.
Merasa sudah aman. Aku berpamitan lagi untuk masuk ke dalam kamar, karena aku masih sangat curiga. Didalam kamar aku memeriksa anakku dulu di tempat tidur bayinya dan ia terlihat tertidur pulas. Setelah itu aku mulai memeriksa kamar pribadiku dan Maya ini.
Karena kecurigaan ku ini berhubungan dengan hubungan biologis, maka yang paling pertama kuperiksa adalah aromanya. Dan aku tidak mencium aroma sperma sedikit pun, baik di kasur atau pun di lantai. Semua kutelusuri dengan baik.
 
Dan merasa kesal juga, aku seperti anjing pelacak saja jadinya. Mau bagaimana lagi, aku hafal bau aroma milik pria ini, ditambah dengan kecurigaanku. Mau tak mau.
Aku lalu memeriksa kaos putih Maya dan tidak basah. Menandakan kalau Maya membuka kaos putih ini sebelum berkeringat.
Lalu disaat aku memeriksa kasur. Alisku mengerut, seprai tempat tidurku sangat kusut dan basah oleh keringat, bagian basahnya bisa terlihat jelas. Dan tak mungkin untuk 1 tubuh bisa memenuhi seprai ini dengan keringat, apalagi basahnya keringat ini menyebar. Seolah ada orang selain Maya membasahi seprai ini dengan keringat.
“Oh sial! Siapa lagi memangnya kalau bukan Pak Bazam?!” pikirku saat melihat basahnya keringat di seprai ini.
Tapi bagaimana Pak Bazam tidak ada di kamar ini disaat aku pulang?
Mataku tiba-tiba melotot, aku berjalan ke arah jendela dan membukanya yang menuju halaman samping rumah ini. Yang dimana halaman ini juga bisa tembus langsung ke belakang.
Aku terperangah dan pundakku lagi-lagi lemas. Kututup jendela dan duduk diatas kasur. Aku memikirkan ini dan bisa menyimpulkan sesuatu.
Ya. Kurasa istriku bersama Pak Bazam sedang berhubungan badan di kamar ini.
Keringat yang membasahi seprai kasur inilah buktinya.
Ya. Kenapa tidak ada bau sperma, kurasa Pak Bazam tak sempat mengeluarkannya karena panik mendengar suara kedatanganku bersama Pak Bogo.
Ya. Kenapa Pak Bazam ada di belakang. Itu karena dia kabur melewati jendela ini dan berlari ke belakang. Dan bertingkah seolah sedang mencari angin dengan membuka baju, dan keringatnya itu bukan karena panas diluar. Tapi ‘Panas’ dikamar ini.
Dan aku rasa, kecurigaan awalku di ruang tamu bisa kuperkirakan. Kalau Maya tadi sedang ‘Menyusui’ Pak Bazam. Itu bisa kuperkirakan saat Pak Bazam menyeka mulutnya, dia bukan menyeka dari air yang ada di cangkir, tapi susu yang ada di payudara istriku.
Dan pembicaraan mereka yang dimana Pak Bazam berkata ‘Kukira Pak Bogo berbohong’ disaat aku mencari keran cadangan, aku tahu maksud kalimat itu karena aku sudah curiga dari kemarin.
Kurasa benar Pak Bogo bercinta dengan Maya di toilet warung Pak Joko kemarin, lalu Pak Bogo menceritakannya kepada Pak Bazam, dan Pak Bazam mendapatkan kesempatan untuk membuktikannya di rumah.
Aku bukannya curiga, tapi memang keadaan dan kondisi ini menguatkan kecurigaanku.
Aku menunduk lemah dan berkata.
“Maya..... apa kau benar-benar mengidap ekshibisionis”
 
Aku tak tahu lagi harus berbuat apa, dengan fakta yang belum kupastikan kebenarannya lebih pasti. Dan kalau pun benar, selain ekshibisionis, Maya bisa dibilang berselingkuh.
Saking kacau nya pikiranku maka aku melakukan apa yang dilakukan oleh Pak Bazam.
Aku keluar dari kamar ini melewati jendela kamar untuk melihat apakah ada jejak atau sesuatu.
Disini aku melihat tidak ada jejak apa pun, rerumputan begini. Aku lalu berjalan pelan menuju belakang, aku berhenti di samping dinding, ku majukan kepalaku untuk melihat bagian belakang, dan aku melihat Pak Bogo masih berkutat dengan keran belakangku. Tapi keberadaan Pak Bazam tak ada disitu.
Aku hendak menghampiri Pak Bogo untuk menanyakan keberadaan Pak Bazam. Tapi belum aku melangkah, aku mendengar suara istriku.
“Iiih! Bapak kok nekat sih! Suamiku kan ada dirumah!” keluh Maya dengan suara
pelan.
Alisku mengerut, aku baru sadar aku berada di samping dinding kamar mandi. Dan
lebih mengerut lagi kalau ada suara Pak Bazam didalamnya. “Tanggung tadi, hehehe.”
Aku tercekat. Mendengar itu aku buru-buru kembali ke kamarku melewati jendela dan hendak memasuki toilet yang ada di kamarku. Karena kaca ventilasi atas terhubung dengan kamar mandi, meski kacanya buram. Tapi ada sela kecil diantaranya yang bisa kugunakan untuk mengintip.
Kubuka pelan-pelan pintu toilet kamarku ini dan mengambil sebuah kursi untuk kubawa ke dalam. Ku taruh kursi itu dan kujadikan pijakan untuk berdiri. Segera aku mengintip di balik kaca buram ini dengan apa yang ada didalamnya.
Dan hatiku remuk saat melihat apa yang telah terjadi.
Aku bisa melihat dengan jelas Maya berlutut didepan selangkangan Pak Bazam. Bibir indahnya yang selalu tersenyum dan mencium bibirku ini, sekarang terlihat asyik mengemut penis pria tua di genggaman tangannya.

 
Maya terlihat begitu telaten melakukannya, penis Pak Bazam yang ukuran normal orang Indonesia itu terlihat basah oleh air liurnya, dan kulihat pipinya sampai kempot seolah menghisap penis itu dengan kuat. Setelah itu ia kembali mengulum dengan kepala maju mundur.
“Mmmhh mmmmhhh mmhh,” suara Maya ketika mengulum penis tua itu. “Sedaap!” lirih Pak Bazam dengan suara yang pelan.
Aku benar-benar lemah melihat ini dan kesal. Maya yang tidak pernah mau blowjob, sekarang malah melakukan blowjob, itu pun bukan penisku, tapi penis orang lain! Sial!
Dan membicarakan penis, aku menoleh ke bawah dan melihat penisku menegang! Hei penis! Tak cukup kah dengan pengkhianatan istriku? Sekarang kau juga berkhianat dan terangsang melihat pengkhianatan ini?
 
Bodoh! Aku benar-benar bodoh! Untuk apa juga kumaki penisku ini? Dia tak salah, yang salah adalah nafsuku! Kenapa aku bernafsu melihat istriku seperti itu?
Ku intip lagi dan kulihat Maya menadahkan kepalanya ke atas, kepada Pak Bazam.
Lidahnya itu menjilat bagian bawah penis tua itu dan meremas-remas kantong buah zakarnya.
“Duh, dek Maya!” kulihat tangan Pak Bazam mengikat rambut istriku dengan tangannya, “Jago nyepongnya!”
Maya berhenti menjilat dan tersenyum, tangannya masih mengocok penis tua itu. “Udah tegang lagi nih, cepetan ya, Pak.”
“Netek dulu,” pinta bandot kimak 1 ini. “Tadi kan udah. Cepetan! Ingat suamiku!” “Iya-iya, hehe.”
Istriku lalu berdiri dan berbalik badan, ia membungkuk dan membuka belahan pantatnya. Sedangkan Pak Bazam memegang pantat istriku dan sebelah tangan memegang penisnya dan ditepuk-tepuknya dipantat istriku.
“Duh, lubang yang mana ya? Hehehe,” ujarnya, sepertinya dia sudah tahu kalau lubang pantat istriku sudah ‘Terbengkas’.
Mau bagaimana lagi, aku lah yang membuat lubang pantatnya menganga seperti itu.
Itulah hasil ‘Karya Seni’ ku yang ada di anus Maya. “Pak! Cepet!” pinta istriku pelan.
“Nggak sabar sekali mau di entot, hehehe,” kata Pak Bazam merendahkan.
“Cepet!” kata Maya ambigu, antara memang ingin cepat agar tak ketahuan oleh ku, atau memang tak sabar ingin disetubuhi.
Pak Bazam segera melakukan penetrasinya dan aku tak tahu lubang mana yang ia sodok kalau dilihat dari atas sini.
“Mantap kali lubangmu, dek!” kata Pak Bazam, nikmat.
“Nnnnggghhh,” Maya juga melenguh, setelah itu ia menoleh ke belakang, “Jangan didalam ya, Pak.... Maya lagi subur”
Oke. Vagina yang disodoknya. Pikirkan saja sendiri ya. Memangnya ada wanita hamil gara-gara pria mengeluarkan spermanya di lubang pantat?
Perlahan-lahan Pak Bazam mulai memaju-mundurkan bagian selangkangannya dan Maya menundukkan kepala dengan menahan lenguh.
“Nngggggghhhh!”. istriku.
 
“Anjing! Enak! Anjing!” kata Pak Bazam yang geram dengan kenikmatan vagina
Lama-lama sodokan itu semakin cepat. Secepat tanganku mengeluarkan penisku dari celana dan mengocoknya.
Sial! Aku benar-benar terangsang melihat ini!
Suara Plok! Plok! Plok! Akibat bertemunya 2 kelamin beda jenis ini memadukan suara simfoni birahi yang ada.
Pak Bazam menarik pundak istriku ke belakang. Dan kulihat istriku merem melek menerima sodokan bangsat tua itu, payudaranya berguncang-guncang dan payudara kesukaanku dan Dimas itu sekarang diremas-remas oleh ke 2 tangan Pak Bazam.

“Uuuhh! Dek Maya!” Pak Bazam melanjutkan, “Pepek mu enak kali!”
 
“Nnghh aahhh, mmmn aaahh,” Maya berusaha menahan desahannya dan mata terpejam erat.
“Apalagi susumu ini!” masing-masing jari telunjuknya menaik turunkan puting merah muda milik Maya, “Susu bendera pun kalah!”
Untuk kali ini saja aku sepaham dengan kau bajingan tua. Kalau boleh kutambahkan, Susu D*ncow saja kalah!
“Nnnghhhh, aaahh, enaaakk,” kata Maya dan mengigit bibir bagian bawahnya. “Pengen ngentot tiap hari sama dek Maya!!”
“I-iyaaahh, aaahh, mmmmnngghh!”
Sial! Jawaban Maya malah menambah nafsuku untuk Onani!
Kulihat tangan Pak Bazam mengurut-urut payudara istriku dengan ujung puting menjadi pacuan terakhir. Hingga akhirnya susu putih keluar dari puting Maya dan menyecer kemana-mana.
“M-Maungghhhhh,” istriku kesusahan bicara dalam birahinya, ia menundukkan
kepala dan menggeleng-geleng.
Pak Bazam sepertinya tahu, ia lepaskan sejenak sodokannya penisnya, berjongkok dan mengobok-obok vagina istriku dengan 3 jari tangannya.
“Nnnngghhhhh!!!”
Dan Maya pun orgasme, cairan ‘Air Mancur’ nya mengalir begitu deras yang membuat lutut kakinya bergegar tapi dengan cepat Pak Bazam menahan perutnya agar Maya tidak terkulai. Pak Bazam membantu Maya berdiri dan memutar tubuh Maya ke arahnya.
“Cepat amat keluarnya, dek? Hehehe.”
“Hmm,” sedangkan Maya kulihat tersenyum tipis, matanya masih terpejam dan kepalanya terkulai lemah.
“Netek dulu,” Pak Bazam mencaplok puting kanan Maya dari posisi mereka. Maya hanya membiarkan pria tua ini menghisap susu dari payudaranya.
“Eemmmm slrrrpp,” Pak Bizam menyedot puting istriku sampai kempot pipinya, ia lepaskan kulumannya dan melihat istriku, “Hehehehe,” dan lidahnya menjilat-jilat puting istriku.

Kepala istriku bergerak ke arah Pak Bazam, nafasnya masih terengah-engah, ia membuka matanya dan tanpa diminta, istriku mengarahkan payudara kirinya kepada Pak Bazam yang ia angkat dengan tangan kirinya.
“Cuuuh!” Pak Bazam memuntahkan ludah ke puting kiri istriku, tertawa kecil dan langsung mencaploknya dengan mulut.
 
“Nnnnghhhhh!!” istriku melenguh pelan.
Selagi Pak Bizam ‘Menyusu’ pada payudara kirinya. Kulihat tangan kiri istriku ke bawah dan mengocok-ngocok vaginanya sendiri.
“Slllrrrrrpp!!” Pak Bazam kembali menyedot puting istriku kuat-kuat. “Nggghhhhh!!” istriku kembali merem melek dan menggigit bibir bagian bawahnya.
Dan lagi-lagi Maya orgasme, itu bisa dilihat dari kucuran air deras yang keluar dari vaginanya. Aku terperangah melihatnya.
“Astaga! Sesange itukah kamu, Maya?!” pikirku.
Pak Bazam juga kaget saat merasakan kakinya tersiram air orgasme itu. Ia memandang istriku dan terkekeh pelan.
“Dek Maya, dek Maya,” Pak Bizam menggelengkan kepalanya, “Dorni ya?”
Horny, ******! Kalau tak pandai bahasa Inggris jangan berlagak deh!
Maya tak menjawab. Ia terlihat lemas, dan berkata dengan nafas tersengal-sengal sehabis orgasme ke 2 nya itu.
“Ce..... pat”
“Hehehe,” bajingan tua ini lagi-lagi melakukan hal mubazir, meremas payudara Maya hingga susu nya tumpah ke mana-mana, “Dek Maya, bagaimana kalau cerai saja sama Gio? Biar dek Maya jadi istri ke 2 bapak? Gimana?”
Untuk pertama kalinya aku ingin menyembelih kepala manusia! Banyak amat maunya nih si Bedebah!
Tapi Maya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lemah, matanya masih terpejam.
“Kenapa? Padahal dek Maya udah ngentot sama bapak, bahkan sama Pak Bogo kemarin kan?”
“Ya.” kata Maya, masih lemah.
“Lalu kenapa?”
“Maya....” istriku tersenyum tipis, dan melanjutkan, “.... sayang sama suami Maya”
Aku terpaku mendengarnya. “Sayang?”
Maya mengangguk lemah, “Maya.” istriku membuka matanya dan melihat langit- langit kamar mandi dan tersenyum, “Maya sangat mencintai Gio, suami Maya”
Aku terdiam dan tanganku berhenti mengocok penisku sendiri. Aku benar-benar tak percaya ini, di pengkhianatannya ini, dia masih sangat mencintaiku
 
“Maya.” pikirku, dan aku terharu memandang istriku.
Pak Bizam juga terdiam, walau tangannya tak pandai diam, setia meremas payudara istriku. Lalu dia mengangguk-angguk.
“Oh bapak tahu – bapak tahu,” Pak Bazam melanjutkan, “Nak Gio letoy ya?”
Ingin rasanya kutampar muka bapak tua ini sampai tewas dengan penisku! Udah banyak mau nya! Sok tahu lagi!
“Ce....pat” pinta istriku lagi, lemah.
“Hehehe, sebentar,” Pak Bazam kembali mengulum puting istriku dan menghisap- hisap susunya.
“Nnnngghh! Sakit!” keluh istriku, sepertinya Bandot tua ini menggigit putingnya. “Hehehe!” Pak Bazam menggesek-gesekkan puting kiri istriku dengan telapak
tangannya, “Tapi nanti bapak boleh ngentot lagi ya sama dek Maya?” “Hmm,” Maya hanya tersenyum dan matanya terpejam.
Pak Bazam mengulum puting istriku yang satu lagi dan kembali menggesek- gesekkannya dengan telapak tangannya. Setelah itu ia membantu Maya untuk tengkurap di kamar mandi ku yang besar itu, ia tarik bagian pinggangnya sehingga sekarang dari posisiku ini, aku bisa melihat lubang Vagina dan lubang pantat Maya mengarah padaku.
“Bapak pengen nyoba ini, hehehe,” Pak Bazam menyentil lubang pantat istriku.
Dan aku melihat ke 2 tangan Maya memegang pantatnya, ia lebarkan belahan pantatnya itu dan Pak Bazam mengangkang di tengahnya. Pak Bazam mengarahkan penisnya ke dalam lubang pantat Maya dari atas, karena sudah longgar, maka penis tua itu pun masuk ke dalam lubang pantat istriku.
“Wadoh! Wadoh! Enak kali!! Sempit!” Pak Bazam tampaknya senang bukan main, aku tahu rasanya, apalagi kalau Maya memainkan otot lubang pantatnya. Penis didalamnya akan diurut-urut nikmat.
Tanpa banyak basa-basi lagi maka Pak Bazam mulai menggenjot lubang pantat Maya. “Oooh!! Nnnggghh, mmmmhhh!” kudengar desahan Maya yang aduhai.
“Uuh! Enaknya!”
“Nnggghhhhh, aaahh, aaaaaahMmmmhh aaahhu ahhh ahhhh ahhhh!!”
“Nikmat pantatmu, dek!”
Pak Bazam begitu semangat menyodok-nyodok lubang pantat istriku itu, begitu juga aku yang semangat mengocok penisku ini saat melihat penis hitam pria lain terlihat keluar masuk begitu cepat dari lubang pantat Maya.
 
“Anjing! Enak! Lonte! Maya! Kamu lonte!!” kata Pak Bazam yang sepertinya mulai meracau.
“Iyaaah, mmmm aahhh,” Maya juga menjawab, sepertinya dia berusaha merangsang dengan kata dan desahan pelannya.
“Lonte! Hah! Hah! Lonte kayak kamu harus dientot setiap hari!” “Nngghhhh iyaaah, aaaahh, aahhh, mmmmgh!!”
Ada rasa kesal juga mendengarnya, tapi entah kenapa aku semakin bernafsu dibuatnya.
“Ouuhh!! Aaahhh ahhhhh ahhhhh!!” Maya juga semakin aktif mendesah, walau suaranya pelan.
Penis Pak Bazam semakin cepat menyodok lubang pantat Maya sampai-sampai menekan pantat Maya ke bawah. Dan tanganku juga semakin cepat disaat menyaksikan istriku yang seperti bidadari sedang disetubuhi oleh ‘Babi sawah’.
“Ouuuggghhhhhhhh!!!” Pak Bazam menekankan penisnya. “Nnngghhhhhh!!!” dan Maya pun melenguh.
Setelah itu Pak Bazam ambruk menimpa tubuh istriku dari atas, begitu juga aku yang menahan suaraku yang terengah-engah setelah mengeluarkan cairan putih kental yang bisa memberikan Dimas seorang adik. Persetubuhan mantap yang kusaksikan tadi begitu hebat, onani menjadi penghormatanku yang nikmat.
Aku kembali mengintip dan melihat istriku mendorong-dorong penis Pak Bazam dengan pantatnya. Pak Bizam tampaknya mengerti, ia berusaha beranjak sehingga penisnya keluar dari lubang pantat istriku. Kulihat ada cairan putih kental keluar dari lubang pantat istriku sebagai akhir petualangan Maya yang bergairah.
Maya lalu meraba lubang pantatnya dengan tangan kanan, ia tarik tangannya lagi dan tersenyum melihat sperma tua yang dimana pemilik sperma itu sekarang duduk bersandar di bak mandi. Istriku berbalik badan, memutar arah dengan lutut kaki dan merangkak menghampiri Pak Bazam. Ia membungkukkan punggungnya dan menghisap penis pak tua seolah membersihkan sisa persetubuhan terlarang tadi.
“Mantap kali kau, dek Maya,” Pak Bazam mengelus kepala Maya yang naik turun menghisap penisnya.
Maya melepaskan kulumannya dan mencium kepala penis yang mulai terkulai lemas itu. Ia memandang Pak Bazam dan berkata.
“Cepet keluar, Pak.”
“Iya-iya, tapi,” Pak Bazam meremas-remas payudara kiri istriku yang tergantung, “Nanti ngentot lagi yuk, dek?”
“Hihihi,” Maya hanya cekikikan menanggapinya.
 
Pak Bazam lalu berusaha berdiri, begitu juga Maya. Setelah memakai celana dalam dan celana panjang kainnya, Pak Bazam lalu menepuk dinding, dan ada suara balasan tepukan dari luar. Dan kurasa itu adalah dari Pak Bogo. Sialan! Rupanya mereka berkerja sama!

“Hehehe, aman,” Pak Bazam lalu menepuk pantat istriku, dan mencaplok puting istriku di sebelah kanan sebentar, setelah itu dia berkata, “Jadi pengen lagi, dek.”


“Iihh! Udah sana!”
Pak Bazam menahan tawa sambil membuka pintu. Ia keluar dan ditutup pintunya oleh Maya. Kulihat Maya bersandar di pintu dan termenung. Ia lalu berkata dengan suara yang lemah.
“Maafin Maya, sayang”
 
Setelah itu Maya mulai mandi setelah ditunda. Aku yang mendengar itu juga menunduk. Aku turun dari kursi dan keluar dari toilet dan menutup pintu pelan. Aku merenung sejenak, dan mungkin memang benar. Aku lah penyebabnya. Kami yang jarang berhubungan seks lagi, sehingga membuka ‘Gembok’ hawa nafsu milik Maya yang terkurung dan bebas berkeliaran sehingga terjadilah Maya seperti ini.
Aku keluar dari kamar, dengan lagak ketiduran aku berbicara kepada dua bangsat yang pernah menyetubuhi istriku ini. Kami kembali ke ruang tamu dan berbicara cukup banyak. Walau aku memendam amarah, tapi aku menahannya. Setidaknya ada sesuatu yang meredam amarahku. Meski Maya memberikan tubuhnya kepada orang lain, hatinya tetap ada pada diriku.
Dan Maya termasuk bagian 40% tersebut.
 


Author Note :

40% hasil penelitian yang ada didalam cerita hanya karangan author belaka untuk kepentingan bahan cerita.
Tidak menerima saran Ide cerita, mau pun saran untuk membuat POV dari istri.

================

Part 3
Kudengar suara alarm dari ponsel menggaung mengganggu isi telingaku.
Suara itu berhenti, tanda ada yang mematikannya. Aku tahu itu karena durasi alarm  ku bisa kuprediksi, dan aku yakin yang mematikan alarm ku adalah istriku, Maya.
Kubuka kelopak mata ini dan sedikit kesilauan dengan cahaya lampu kamar  yang menyerang mata. Aku merasa nyaman dengan kepalaku, tapi ini terlalu  nyaman, kenyal dan berisi. Kutoleh ke samping dan aku terkejut.
“Astaga!” seruku.
“Oh.” Maya menoleh ke belakang dan tersenyum, “Udah bangun.”
Ternyata kepalaku terbaring diatas betis istriku yang sedang tengkurap di  kasur. Dan yang membuatku kaget karena pas aku menoleh, aku berhadapan  langsung dengan selangkangan istriku.

Tapi ini memang bukan hal yang aneh. Istriku memang suka tidur memakai  lingerie, dan kali ini memakai lingerie putih kesayangannya.
Aku terdiam sejenak, melihat vaginanya yang tertutup dengan celana dalam.
Sebuah vagina yang sudah ‘Dicoblos’ 2 pria lain selain aku sebagai suaminya.
Walau tidak 100%, aku yakin kalau Maya mengidap ekshibisionis. Itu terbukti  dari perbuatannya yang tidak tanggung-tanggung sampai berhubungan badan  dengan pria lain. Meski begitu, ada sedikit yang membuatku lega walau tak pasti.
Menurut penelitian, 40% pengidap ekshibisionis akan tetap mencintai  pasangan utama. Meski pun ia mendapatkan kepuasan seksual dari orang lain. Dan  pengidap yang termasuk dalam katagori 40% itu tergolong sedikit, namun segala  perkataan Maya yang mengatakan kalau sangat mencintaiku saat ngentot dengan tua  bangka kemarin, setidaknya mengurangi rasa khawatirku

Aku duduk diatas kasur dan melihat istriku asyik memainkan ponsel  pintarnya. Merasa aku melihatnya membuat istriku juga buru-buru beranjak dari  tempatnya tengkurap.
Dan puji Tuhan, melihat gaya dia seperti merangkak diatas kasur seperti ini  mampu membuatku kenyang menelan air ludahku. Maya terlihat sangat seksi,  padahal sudah puas aku melihat tubuhnya ini.

“Papa nanti pergi mengawas lagi?”
“Ah, iya,” aku mengiyakan dan mengingat tugasku di desa ini untuk   mengawasi pekerja ayah mertua ku.


“Kalau begitu papa mandi dulu ya? Biar mama isi air bak nya dulu, sekalian  mau bikin sarapan,” ucapnya sembari turun dari kasur.
“Ide bagus,” jawabku sambil menguap.
Maya lalu keluar kamar dan aku segera menyerap ‘nyawa’ ku yang tercecer di  kasur. Lalu aku beranjak dan melihat jagoan kecilku sepertinya tertidur pulas di   tempat tidur bayi nya. Kudengar suara air mengalir mengisi bak, yang membuatku  segera keluar dari kamar.
Begitu keluar, aku segera menuju ruang tengah untuk menghidupkan TV agar  suasana rumah ini tidak begitu sepi. Itu memang kebiasaanku, aku benci suasana  sepi.
Aku segera berjalan menuju kamar mandi yang dekat dengan ruangan dapur.
Kulihat Maya masuk dari pintu belakang dan membawa 2 buah handuk, 1 nya ia  berikan padaku dan 1 nya ia taruh di bahu kursi.
“Siang sempat pulang, Pa?” tanyanya.
“Lihat dulu ya, kalau ruwet mungkin sore nanti papa pulang.”
“Kalau gitu, misalkan siang nanti papa ga pulang. Biar mama aja kesana,  nganter bekal makan siang papa,” Maya tersenyum.
Inilah kenapa aku sangat menyayangiku istriku. Dia segala pengkhianatannya,  ia sangat perhatian kepadaku. Aku mendekatinya dan memeluknya dari belakang.
“Aku sayang kamu, Maya,” bisikku dan kukecup pipinya.
“Hm,” dia tersenyum dan memegang tanganku yang memeluknya, “Gombal  pagi.”
“Hehehe,” aku mengecup pipinya lagi.
Aku hendak menuju kamar mandi dan istriku berkutat dengan ponsel nya  selagi menunggu rebusan air mendidih. Kulihat sejenak keran air dibelakang yang  dibetulkan Pak Bogo kemarin, dan kembali masuk ke dalam.
Dan didalam aku melihat Maya begitu fokus memandang ponsel nya, namun  tangannya yang memegang buah pisang menarik perhatianku. Karena Maya tidak  memakan pisangnya, tapi mengulumnya keluar masuk, bahkan liur nya menempel  pada ujung buah kebanggaan bangsa monyet tersebut.


“Maya.”
“Iya?” Maya terkejut dan melihatku.
“Kenapa pisangnya digituin?” aku tertawa untuk memancingnya.
“Apa sih,” dia juga tertawa.
“Kalau mau, ‘Pisang’ papa saja yang mama gituin.”
“Ihh, apa sih. Ga mau! Mandi sana!” Maya mendorong punggungku untuk  masuk ke dalam kamar mandi.
Dikamar mandi aku sedikit kesal mendengar ucapan Maya. Dia tidak mau  mengulum kontolku, tapi kemarin dia dengan nikmat mengulum kontol pria lain.
Peyot pula kontolnya.


Ah sudahlah. Aku lebih baik mandi dulu. Kubuka seluruh bajuku dan  kugantung digantungan pintu, dan suara berisik air keran ini begitu riuh didengar.
Dikamar mandi inilah aku melihat Maya dan Pak Bazam bersetubuh. Aku  melihat ventilasi atas yang kugunakan mengintip, dan begitu lama kumemandang  ruang pengkhianatan ini.
Daripada menjadi beban pikiran maka aku memutuskan untuk mandi. Dan  sialnya sabun cair di kamar mandi habis, aku memanggil Maya dari dalam untuk  mengambil sabun cair isi ulang yang ditaruh di lemari ruang tengah.
“Maya, tolong ambilkan sabun cair, habis.”
Tak ada tanggapan, mungkin karena suara air yang berisik ini menghalangi  pendengarannya. Aku meminta lagi dengan suara keras namun lagi-lagi tak ada  tanggapan. Padahal keberadaannya tadi di dapur, yang dekat dengan kamar mandi  ini. Mustahil kalau dia tidak mendengarnya.
Aku melingkarkan handuk dibagian bawah dan segera keluar sambil  memanggil namanya.
“Maya.”
Dan memang, tak ada sosok istriku di dapur ini, sebagai gantinya aku  mendengar bunyi grasak-grusuk di depan. Penasaran aku mencoba berjalan ke arah sumber suara, dan tak lupa kututup pintu belakang yang lupa kututup.
Setelah itu aku segera berjalan ke arah sumber suara, dan aku melihat lingerie  putih istriku berada di ruang tengah. Merasa aneh, aku terus meneruskan  perjalananku menuju ruang tamu, karena tadi suaranya grasak-grusuk tadi ada  disitu.
“Maya!” aku terkejut, “Kamu ngapain?”
Bagaimana aku tidak terkejut kalau aku melihat istriku bertelanjang bulat  diruang tamu. Maya terlihat salah tingkah dan mencoba menutupi bagian  payudaranya.


“Papa, kok nggak jadi mandi?”
“Gimana mau mandi, sabun habis. Dari tadi dipanggil ga dijawab. Kamu
ngapain telanjang disini?”
“Oh itu...” Maya terlihat berpikir sejenak, “Oh, tadi mama mau nunggu giliran  papa mandi. Mama buka aja lingerie mama dan menunggu disini. Nih handuknya.”
Aku mengangguk dan memang melihat handuk putihnya di atas meja. Dan  aku melihat ada sebuah kotak yang bertuliskan ‘Morning Pill’, aku merasa asing dan  bertanya.
“Itu apa, Ma?”
“Oh, ini,” Maya mengambil kotaknya, “Ini obat pelangsing.”


“Obat pelangsing?” aku tertawa, “Kurang langsing apalagi memangnya,  mama?”
“Udah deh, mandi cepet, biar gantian,” suruhnya.
Aku mengiyakan saja. Namun aku perhatikan.... kayaknya salah 1 sofa panjangku agak maju ke depan, dan samar-samar aku menciun bau keringat yang  bau sekali. Tak mungkin Maya memiliki bau ini karena istriku ini sangat bersih.
Kutinggalkan istriku dan mengambil sabun cairku. Didalam perjalanan  menuju kamar mandi aku mulai curiga, tampaknya ada sesuatu terjadi. Aku masuk  ke dalam kamar mandi dan mulai memikirkannya.
Tapi belum aku memikirkannya, samar-samar aku mendengarkan bunyi  langkah kaki. Aku lalu mengintip dari lubang kunci dan melihat istriku masih  bertelanjang bulat dan diam-diam membuka pintu belakang. Setelah itu ia kembali  masuk ke dalam dan membiarkan pintu belakang itu terbuka.
Aku semakin curiga.
Kenapa dia membuka lagi pintu belakang? Bahkan dia kembali masuk ke  dalam?
Atau kah..... tadi sebelumnya ada pria yang masuk saat aku dikamar mandi?
Dan dia membukanya lagi agar pria itu mudah untuk keluar rumah?
Wah kacau! Semenjak kejadian kemarin, pikiranku selalu negatif.
Untuk mengusir rasa penasaranku, maka aku kembali membalut tubuh  bagian bawahku dengan handuk. Pelan-pelan kubuka pintu kamar mandi dan  mencoba mengintip ke arah ruang tamu. Alisku mengkerut, karena kulihat kaki  istriku ada dibawah. Seolah dia sedang tengkurap disitu.
Pikiranku semakin kacau. Diam-diam aku mengendap setelah menutup pintu  kamar mandi, aku terus berjinjit berjalan menuju pintu ke garasi. Karena di garasi  ada sebuah kaca 1 sisi yang bisa melihat suasana yang ada di ruang tamu. Yang  dimana maksudnya, hanya dari arah garasi saja bisa melihat apa yang ada  didalamnya.
Dan betapa hancurnya pikiranku saat melihat apa yang terjadi.
Bisa terlihat jelas kalau ada Pak Bogo disitu yang sudah telanjang bersama  istriku. Dan istriku dengan nikmatnya menjilat kontol hitam Pak Bogo yang kuakui  ukurannya lebih besar dariku. Kontol berwarna hitam dan memiliki urat besar itu dengan nikmat dikulum dan dijilat oleh mulut indah istriku.


Sial! Bagaimana pikiran negatifku benar-benar terbukti!? Dan kenapa Pak  Bogo bisa ada disini!?
Bisa dibilang inilah pertama kalinya aku melihat Pak Bogo dan istriku  berhubungan badan setelah dari dulu aku mencurigainya.
Kulihat pak Bogo yang berbaring mulai memposisikan dirinya untuk duduk,  kepala istriku juga asyik naik turun diselangkangannya, matanya terpejam,  menandakan ia begitu nikmat melakukan blowjob terhadap bapak kekar berkulit  hitam ini.
Tangan besar itu mulai meremas-remas payudara besar istriku, istriku  membuka matanya dan melihat pak Bogo. Senyumnya merekah dan lidahnya begitu lincah bermain dikepala kontol pak Bogo.

“Suka sekali sama kontol saya ya, dek?” tanya Pak Bogo.
Maya tak menjawab, tapi dari kelakuannya yang begitu sedap melahap penis  besar dimulutnya itu sudah menjadi jawabannya.
“Hehehe,” pak Bogo meremas-remas payudara istriku, “Benarkan kata saya,  dek Maya pasti ketagihan. Bukan cuma dek Maya satu-satunya yang pernah disodok  sama kontol saya ini.”
“Mmmhhhhhjhj sllrrrrrppp!!” suara Maya menghisap kontol itu dengan liur  begitu seksi didengar.
Ini benar-benar menyakitkan!
Sekaligus menyenangkan. Lebih tepatnya menyenangkan penisku! Berengsek!
Kenapa kontolku malah tegang melihat pengkhianatan ini??
Pak Bogo lalu berdiri dan bangsatnya adalah, Maya masih saja mengulum  kontol hitam pria ini. Bahkan saat Pak Bogo berjalan saja Maya mengikuti, seakan ia  tak mau melepaskan hisapan pada kontol pria selain suaminya ini.
“Aman tampaknya,” kata Pak Bogo mengintip bagian dalam.
Sepertinya pak Bogo memastikan diriku masih ada didalam kamar mandi.
Dan Maya masih berlutut di depan kontol pak Bogo, istriku sepertinya benar-benar  bernafsu dengan kontol itu.
Istriku melepaskan kulumannya, ia jilat batang kontol itu dari bawah sampai  atas dan sekarang ia melahap sangkar kontol itu dengan lahap.
“Hehehe, gimana rasanya di entot sama Pak Bazam kemarin, dek?”
Maya menjelingkan matanya keatas dan cemberut. Tangannya masih  mengocok-ngocok kontol pak Bogo.
“Mas Bogo kenapa ngasih tahu pak Bazam sih? Dia jadi minta jatah deh.”
“Keceplosan, sewaktu pak Bazam berkata melihatmu sangat seksi  membersihkan kotoran kucing di teras hehehehe.”
“Nggghh,” Maya menggigit bibir bagian bawahnya, “Mas, yuk, nanti keburu suamiku selesai.”
“Yuk apanya?”
“Mas, ayo dong,” Maya memelas.
“Apa? Mas ga ngerti,” Pak Bogo menyeringai puas.
“Ayooo,” Maya terlihat memohon.
“Lakukan seperti yang Mas pinta dong, kan dek Maya yang chat tadi mau  dientot sama mas.”

Apa? Chatting? Jangan bilang kalau sedari tadi Maya berkutat dengan  ponselnya untuk chattingan sama pak Bogo?! Dan apa maksudnya permintaan Pak  Bogo kepada Maya??
“Masss,” Maya tampak terengah menahan nafsu, “Ayoo, pengeeen.”
“3 kali salah, hahaha,” Pak Bogo lalu berjalan dan duduk diatas sofa.
Dan kulihat istriku buru-buru menghampiri, dan lebih gilanya dia memegang  kontol Pak Bogo dan mengangkang ditengahnya.
“Eets! Siapa suruh?” Pak Bogo mencegah Maya.
“Mass! Ayo dong? Udah ga tahan! Nanti suami Maya selesai,” pinta istriku  lagi, ia berjongkok didepan kontol pak Bogo dan menjilat kepala kontolnya.
“Kan mas bilang dichat kalau dek Maya harus binal, sekarang sudah 3 kali  salah karena tidak mau melakukannya, jadi dek Maya harus dihukum.”
“Ngggg,” Maya memelas manja.
“Mau dientot ga?”
Maya mengangguk pasrah. Tak pernah kulihat istriku bertingkah seperti ini.
Lalu kulihat pak Bogo tersenyum puas. Dan dengan tangkasnya ia menjepit ke 2  puting payudara Maya dan ditarik nya keatas.
“Mas!! S..sakit!!” Maya merintih dan berdiri karena tarikan itu.
“Hehehehe.”
Pak Bogo lalu berjalan sambil menarik puting susu Maya yang kuyakin sangat   kuat ditekannya, itu bisa dilihat dari rintihan Maya dan mau tak mau mengikuti  karena putingnya dijepit. Pak Bogo berjalan ke arah pintu dan membuka lebar 2  pintu rumah kami. Maya ditarik dan disuruh berdiri di tengah pintu yang terbuka  itu!
“Sekarang dek Maya joget disini,” perintah Pak Bogo sambil menepuk bokong  istriku.
Gila!! Kau menyuruh istriku berdansa telanjang bulat? Dihadapan tempat  umum?
Maya juga tampak keberatan, “Tapi kan.”
“Tenang, ini masih jam setengah 5. Tidak seperti di jalan yang sana, disini  tidak akan ada orang yang berlalu lalang.”
Ya memang sih seperti yang kau katakan. Tapi kan siapa tahu ada  kemungkinan ada orang lewat?! Kulihat Maya melihat keluar, kanan kiri, seolah  ingin memastikan.
“Yaudah deh,” Maya menyanggupi.
Apa???? Apa kau sudah gila Maya???!!

“Hehehe.” Pak Bogo duduk di sofa, mengocok penisnya. “Ayo joget, yang  seksi.”
Kulihat Maya berdiri dengan kaki menganga lebar, ia liak-liukkan pinggulnya  ke kanan dan kekiri, dan tangannya meraba tubuhnya dari bawah sampai atas.
Mempertontonkan tubuh bagian belakangnya yang telanjang bulat ke arah luar.
Gila! Gila! Gila! Ini sudah gila! GILA!! Bukan gila karena Maya melakukan itu,  tapi kontolku sendiri! Kenapa kontolku malah semakin tegang melihat atraksi istriku  ini?!
“Sssshhhh ahhhh,” Maya mendesah, ia menggigit bibir bagian bawahnya  melihat kontol pak Bogo, dan gerakan tubuhnya semakin liar untuk berjoget tanpa  busana.
“Ya, bagus, amoy pintar,” Pak Bogo terlihat semangat mengocok penisnya  sendiri.
Bahkan Maya semakin menjadi, ia berjalan mundur ke belakang sehingga  keberadaannya sekarang di teras rumah. Ia berbalik badan, meliuk-liukkan  tubuhnya turung sampai dia berjongkok dengan posisi mengangkang, tangan kirinya  digunakan untuk meremas payudaranya sendiri dan tangan kiri untuk mengelus  vagina nya itu.
“Ouuhhhh, ssssshhh, nggghhhh,” desah Maya semakin binal.
Dan CEEEEERRRRR!!! Astaga! Maya orgasme?!! Padahal dia hanya  melakukan hal remeh, tunggu, dia kan diluar dan telanjang bulat, apa karena sisi  ekshibisionisnya yang membuatnya orgasme seperti itu?!?
“Buset, dek Maya? Cepat amat?” bahkan Pak Bogo saja kaget.
Maya yang terduduk dilantai dengan kedua paha terbuka lebar menoleh  kebelakang, raut wajahnya sayu dan ia menggigit bibir bagian bawahnya lagi.
“Dek benar-benar lacur!” Pak Bogo berdiri dan tertawa, “Ayo, atraksi terakhir.
Tunjukkan memek lacur mu itu ke arah sana!”
Maya menurut, astaga. Dengan susah payah dia berdiri lewat pegangan pintu.
Setelah itu ia berbalik badan, membungkuk, melebarkan ke 2 kakinya, dan ke dua  tangannya terarah kebagian belakang dan membuka lebar pintu vagina ke arah  jalanan.
Melihat itu aku tersungkur. Lututku menyentuh lantai garasi. Frustasi? Salah  1 nya, karena aku tak menyangka Maya rela melakukan itu demi bisa bersenggama  dengan pak Bogo. Tapi yang membuatku tersungkur seperti ini bukan karena itu,  tapi karena lutut kaki lemas dan cairan sperma mengental keluar dari ujunh penisku  sendiri.
Gila! Aku sampai berhasil coli hanya karena melihat atraksi istriku seperti  itu!!
Kulihat Pak Bogo tertawa. Ia memeluk Maya dan menggendongnya.

“Nggggg, ayooo,” pinta Maya saat penis Pag Bogo menyentuh area  selangkangannya dari posisi digendong seperti itu.

Pak Bogo menutup pintu rumah kami dan menurunkan Maya ke lantai. Dia  pergi sejenak untuk melihat bagian dalam, memastikanku masih berada di kamar  mandi. Setelah itu dia menyeringai menghampiri Maya sambil mengocok penisnya  sendiri.
“Ayo, dek Maya. Seperti yang bapak minta tadi di chat!”
Maya terengah-engah dan mulai berkata dengan suara lemah.
“Mas, ayo ngentot...”


Mendengar itu membuat mataku membulat. Aku baru pertama kalinya  mendengar Maya mengatakan kalimat rendahan nan kampungan itu dari mulutnya.
Karena biasanya dia kalau meminta berhubungan badan denganku tak pernah  mengucapkan kata itu.
“Apanya yang dientot, dek Maya?” Pak Bogo terus menggodanya.
“Memek Maya, ayo dong, mas. Maya ga tahaan, cepet entot Maya!”
“Nah gitu dong, jelas,” Pak Bogo mulai berlutut di hadapan.
“Iya! Ayoo, masukin kontol mas ke memek Maya!” Maya semakin binal  meminta dengan kata-kata norak itu.
“Mau sih, tapi memeknya tertutup rapat begitu. Dibuka dong.”
Dan tak kusangka-sangka, Maya sendiri yang membuka lebar pintu  vaginanya. Seolah tak sabar menunggu kontol hitam besar berurat itu memasuki  liangnya yang merah muda.

Pak Bogo juga tak mau berlama-lama kulihat. Ia mengarahkan penisnya itu dan menggesek-gesekkan kepalanya penisnya di vagina Maya.
“Nngghhh, masss, masukiiiin...”
“Hehehehe.”
Dan akhirnya di depan mataku dari posisiku ini, kulihat kontol hitam besar bberurat itu melakukan penetrasi di vagina istriku. Kulihat betapa sempitnya vagina  Maya menerima penis sebesar itu, bahkan Maya sampai meremas payudaranya  sendiri dengan kuat serta kepalanya yang menadah.
“Waaaahh! Ini baru namanya memek! Kontol bapak serasa dipijit-pijit!” ulas
Pak Bogo setelah membenamkan semua penisnya ke dalam vagina Maya.
“Sssshhhhh!! Aaaaahh! Gilaaaa!!” racau Maya.

“Gila apa, dek?”
“Kontolnya.... Mas ssshhhh....sesaaaaak!!”
Kulihat Pak Bogo belum memompa vagina istriku, tangannya yang kasar itu  meremas-remas payudara istriku, terus diremasnya sampai-sampai susu Maya  keluar dari puting merah mudanya itu.
Dengan cepat Pak Bogo mengulum pentil kiri istriku, untuk menikmati  ‘Sarapan Pagi’ berupa susu yang penuh nutrisi.


“Mmmmmmmm,” Maya menggigit bibirnya menerima aksi Pak Bogo.
“Slrrrrrppp!!”
Bisa kudengar Pak Bogo mengisap puting istriku dengan kuat, dia lepas  sejenak kulumannya dan memainkan ujung pentil istriku dengan ujung lidahnya. Ia  kembali meremas-remas payudara Maya sembari berbicara.
“Kok nggak habis-habis susunya, dek? Padahal dulu rasanya udah bapak hisap  abis waktu di WC warung.”
“Hihihihi,” Maya cekikikan mendengar pertanyaan ****** itu, “Ayoo cepet,  mas. Nanti suami selesai mandinya.”
“Belum kenyang nih.”
Lalu Maya memegang kepala Pak Bogo dan menariknya agar mulut pria tua  hitam itu menyucup puting payudaranya lagi. Pak Bogo pun tidak menyia-nyiakan  kesempatan ini dan terus menyedot susu dari payudara Maya.

“Nngghhhhh, pelaan-pelaan hisapnyaa,” kata Maya dengan nada binal.
“Sllllrrrrppppp-sllrrrrppp!!!”
“Iyaaa, teruuusss, nnnngghhh,” Maya memejamkan mata dan menggigit bibirnga lagi.
Pak Bogo kemudian menyucup puting payudara Maya sebelah kanan dan  melakukan hal yang serupa. Pria tua ini kemudian menjilati seluruh payudara istriku  sehingga liurnya begitu banyak membasahi kulit putih Maya. Dia jilat terus sampai  ke atas dan menikmati leher jenjang yang Maya miliki.


Diposisinya itu perlahan-lahan bokong Pak Bogo mulai bergoyang, tanda ia  mulai memompa Vagina istriku.
“Nnngghhhhhhh!” istriku pun melenguh.
Melihat hal ini membuat kontolku berdiri lagi! Sial! Aku merasa sedang  menonton film porno saja jadinya! Apalagi aku melihat penis Pak Bogo yang keluar  masuk itu menarik mundur bibir vagina Maya sedari tadi, yang menndakan betapa  sesaknya vagina itu tertanam sebuah kontol besar.
Perlaha demi perlahan genjotan itu semakin cepat. Pinggul Maya sampai naik  ke atas namun di tekan lagi perutnya oleh Pak Bogo.
“Oouuuhh!! Enak sekali pepek mu, dek!!”

“Aaaaaahhhhh!!! Masss!! Enaaaakk!!!”
Semaki cepat dan semakin cepat, sehingga bunyi benturan antara kelamin  mereka bisa kudengar dari dalam garasi ini.
PLOOK! PLOOK! PLOOOK!!

“Gilaaaaahhh!!! Enaaaaaakkk!! Aaaaaahhh, mmmhhhh aaaaahhh ahhhhu!!”
“Enak pepekmu, dek Maya!!” Pak Bogo begitu semangat memompanya,
“Kalau begitu, uuuuhhh!!! Tiap bapak pulang ronda!! Dek Maya ouuuhhh!!! Harus  mau di entot bapak yaa?”
“Iyaaaahh, nngggghhh, mmmmm aaaahh ahhhhhh ahhh!”
“Enakan kontol bapak atau kontol suamimu??”

“Enaaaaakkk!!! Nngggghhhh!!”
“Enakan siapa??”
“Mas Bogooo!! Eennggghhh teruss, Mas!!! Aaaaahhh aahhhh!!”
“Kalau Pak Bazaam!!”
“Ennaaaaakkkk!!”
“Apa?”
“Enaaaakkk!!! Semuaaa kontol enaaaakkk!!! Aaaaahh!” desah Maya
“Hehehehhe dasar lonte!”
Aku yang mendengarnya juga pasti akan mengucapkan hal yang sama. Ini  berarti Maya tak peduli kontol-kontol siapa yang memasuki vaginanya. Ah sial!
Gara-gara ini aku semakin horny dan semakin cepat juga mengocok kontolku  sendiri.
Pak Bogo sedikit melambat memompa vagina Maya dan beranjak dari tubuh  istriku ini. Dan bisa terlihat keringat duniawi membasahi tubuh mereka berdua  didalam kemaksiatan rumah tangga.

“Maaass, jangan berhentiii,” pinta Istriku.
“Tukar posisi, lonte,” Pak Bogo mencium istriku sejenak.
Setelah mencium istriku, Pak Bogo menarik mundur penisnya dam berdiri. Ia berbaring diatas sofa dan meminta Maya menaikinya. Istriku dengan cepat  mendekati, ia lalu berdiri dan mengangkang tepat di selangkangan Pak Bogo dan
BLEES! Kontol itu kembali memasuki vagina istriku.
“Ngghhhhhhh,” Istriku merem melek dan menggoyangkan pinggulnya.
Tak tinggal diam, Pak Bogo memegang pinggang istriku dan menariknya ke bawah. Dia kembali menikmati payudara istriku dan menghisap susu didalamnya.


Entah kenapa lama menunggu atau bagaimana, istriku sendiri mulai menaik turunkan pinggulnya sendiri selagi Pak Bogo masih asyik menyusu payudaranya.
“Ouhhhhhhh, ssssshhhhh,” Istriku merem melek.
Pak Bogo melepas kulumannya dan tertawa kecil, “Nah, gitu. Pintar kamu.”
“Mmmm aaahh, aaaahhhh.”
Pak Bogo mendorong payudara istriku sehingga istriku mutlak terduduk di selangkangannya. Istriku terus menggoyangkan kontol itu dengan vaginanya sementara pak Bogo asyik menampar-nampar payudara istriku.
“Dasae lonte! Udah punya suami masih saja ngentot sama orang lain!”
“Nnggg iyaaahh, mmmhhh aaahhh ahhu!”
“Enak lonte?”
“Iyyyaaaaahh, enaaakk, nngghhhh aahhh!”
“Besok-besok diajak ngentot harus mau ya?” Pak Bogo memainkan ke 2 puting istriku.
“Aaaaahh ahhhhhh!!”
“Eh jawab!!” Pak Bogo menarik keras puting istriku.
“Iyaaaaahhh!!!” istriku melengking nikmat.
“Gitu dong,” Pak Bogo mengunyel-unyel payudara istriku, “Mulai sekarangkalau saya mau ngentot, kamu harus siap ya?”
“Iyaaaahh, ngggg ahhhh ahhhh!”
“Kenapa kamu harus siap??”
“Ngghhhhh karenaaa ahhhh aahahhhh akuu lonteeee, ngghhhhh!!”
“Apa tugas lonte?”
“Aaahhh ahhhh dientoottt!!!”
“Pintar!!” Pak Bogo tersenyum puas.
Sekarang Pak Bogo menyilangkan tangannya sebagai bantal dan menikmati service istriku yang asyik memompa penis dengan vaginanya. Maya memegang pantatnya sendiri dan semakin kencang bergoyang.
Lama kelamaan goyangan Maya semakin brutal, sampai-sampai Pak Bogo memegang kembali pinggang istriku agar mudah mengimbanginya.


“Aaaahhh ahhh, maasss, aku mau keluaaarrr!!” racau Maya.
“Sama!!”
“Aaaaahhh aaaahhhh!! Mas Bogo!!! Enaaaaakkk!!”
Aku juga semakin cepat mengocok penisku! Luar biasa, aku tak pernah terangsang hebat seperti ini melihat istriku sedang bersenggama dengan pria lain!
Sperma yang keluar nanti adalah tanda kehormatanku untuk kemaksiatan erotis ini!
Kulihat Maya bergegar tubuhnya, mata nya merem melek, mulutnya menganga dan dia berkata.
“Aku kheluaaaaaaarrrrr!!!”
Tubuh Maya bergetar hebat yang membuat Pak Bogo kesusahan mengendalikan tubuh istriku ini. Maya ambruk diatas tubuh Pak Bogo sedangkan Pak Bogo masih asyik memompa vagina istriku.
“Anjinnngg!!! Pepekmu nikmat sekaliii!!!”
Pak Bogo juga bergegar-gegar tubuhnya yang menandakan dirinya orgasme.
Hanya saja penisnya itu masih berada didalam vagina istriku! Hei! Apa kau bermaksud menghamili istriku?!!
Kulihat Maya juga menyadari hal itu, dengan tenaga yang ada Maya berusaha beranjak untuk lepas dari penis Pak Bogo. Terlihat dinding Vagina ikutan tertarik yang menandakan betapa sesak vaginanya itu menerima kontol besar milik pak Bogo.
Vagina Maya akhirnya lepas dari belenggu kontolnya pal Bogo, dan terlihat cairan kenikmatan mengalir dari vaginanya Maya yang bercampur dengan sperma milik pak Bogo.

Dada istriku naik turun setelah selesai menikmati hubungan badan ini, ia lalu melihat pak Bogo dengan suara tersengal-sengal.
“Mas, beneran gapapa?”
“Tenang saja, kan tadi udah saya kasih. Sekarang cepat bersihkan.”
Istriku lalu melangkahi tubuh Pak Bogo dan tengkurap disampingnya. Maya mulai menjilat sperma yang tercecer diatas penis pak Bogo, ia menghisapnya sampai habis, dan yang terakhir dia mengulum penis Pak Bogo untuk ‘Pembersihan’ atas hubungan seks yang nikmat baginya.
Sial! Aku tak pernah melihat Maya seliar ini! Bahkan dia tak pernah menghisap penisku!
Pak Bogo lalu beranjak dan memakai celananya, ternyata dia menaruh celananya dibalik sofa yang tadi kucurigai. Sepertinya memang tadi dia bersembunyi.disitu. Selagi Pak Bogo memakai celana, kulihat Maya mengambil handuk dan mengelap keringat serta vaginanya.
Maya lalu duduk dan membuka isi kotak yang bernama ‘Morning Pill” itu, dia sobek salah 1 tempatnya dan segera ia minum dengan dorongan air minum yang ada disitu.

“Dengan itu kamu tak bisa hamil, jadi santai saja.” Kata Pak Bogo.
“Makasih ya, mas,” Maya tersenyum kepada Pak Bogo.

“Kalau begitu saya pulang dulu, takut suamimu keluar lagi,” Pak Bogo memandang ke dalam, “Tapi kok suamimu lama sekali ya mandinya? Apa ini kebiasaannya?”
“Ga tau, iya tumben-tumbenan.”
“Saya pulang dulu, habis ronda, ngentot, enak ini kalau tidur,” Pak Bogo meremas erat payudara kiri istriku.
Maya menahan tawanya dan beranjak. Aku juga bersiap-siap untuk masuk kembali seteah puas coli melihat atraksi istriku tadi. Aku mengendap-endap ke arah pintu dan mencoba melihat dalamnya dulu. Kulihat Maya mengantar Pak Bogo ke pintu belakang, dan mereka sempat melirik kamar mandi yang masih menimbulkan bunyi air keran yang riuh.
Maya dan Pak Bogo lalu keluar. Dan aku diam-diam mulai masuk ke dalam, mendapatkan begitu banyak kesempatan dengan cepat aku mengendap-endap sambil membungkuk, membuka pelan pintu kamar mandi dan kembali masuk ke dalam ruangan ini.
Kudengar pintu belakang tertutup, dan aku mendengar suara langkah mendekat.
“Pa?” panggil Maya sambil mengetuk pintu.
“Ya?!” aku tentu saja kaget.
“Tumben lama mandinya?” tanyanya.
“Ah, papa,” aku bingung mencari alasan, “Papa ketiduran!”
Sungguh alasan yang ‘Masuk Akal’ sekali.
“Ketiduran?” Maya bahkan terdengar tertawa, “Kok bisa ketiduran di kamar mandi sih, Pa?!”
“Papa juga heran.”
“Ada-ada saja,” Maya masih tertawa, “Berarti belum mandi kan?”
“Begitulah.”
“Tunggu sebentar ya.”
“Kenapa?”
Aku bingung, bahkan tak ada jawaban dari Maya. Aku tak ambil pusing, kembali aku mengingat kejadian tadi. Mengingat pengkhianatan Maya yang membuatku ereksi. Sial! Walau benci, tapi aku mengakui kalau aku terangsang hebat melihat perbuatan Maya dan Pak Bogo tadi.
Maya begitu binal, liar dan rela disebut lonte!
Ada juga yang membuatku marah!!

Pertama, ternyata Maya berbohong soal kotak tadi! Itu ternyata pil yang dipinum oleh kaum wanita agar tidak hamil!
Dan yang kedua! Dia tidak mau menghisap dan menelan spermaku, tapi dia bersedia melakukannya kepada pria lain.
Anjing! Kemarahan ini terkumpul di kepalaku! Aku berniat mandi untuk melupakannya tapi suara ketukan pintu mengagetkanku.
“Pa, buka.”
Aku tentu saja tertegun, kubuka pintu dan kucium bau wangi yang semerbak dari tubuh istriku. Kurasa dia menyemprotkan banyak minyak wangi ke tubuhnya untuk menutupi hubungan badan terlarang tadi. Namun yang bikin aku lebih tertegun adalah, istriku ikutan masuk dengan telanjang bulat dan menutup pintu.
“Kenapa, Ma?” tanyaku, dan aku melihat payudara istriku begitu memerah akibat diremas remas kuat sama pak Bogo tadi.
Istriku tersenyum menahan tawanya, ia lalu berbicara. “Ya mandi sama-sama.
Sudah lama kita tidak mandi bersama.”
“Apa?”
“Dan,” istriku mendekat dan mengelus selangkanganku, “Mama pikir mama mau melakukannya?”
“Maksudnya?”
Dan maksudnya bisa dilihat dari perbuatan istriku. Ia berjongkok dan mengeluarkan penisku dari handuk. Ia kocok penisku dan tersenyum, ia menoleh keatas dan berkata.
“Mama mau menghisap penis papa.”
Mendengar itu membuatku kaget dan bahagia bukan main! Setelah beberapa tahun menjalin hubungan asmara! Akhirnya istriku mau mengulum penisku!
“Kenapa?” aku bertanya karena penasaran.
“Masa ditanya lagi?” dia tertawa.
“Ya kan dulu mama tak pernah mau.”
Maya tersenyum dan menjawab, “Karena mama sayang papa. Mama ingin membahagiakan papa, apalagi dari dulu papa juga ingin dihisap kan penisnya?”
Mendengar itu membuat rasa bahagiaku bertambah berkali-kali lipat!
Tak kusangka akhirnya Maya bersedia mengulum penisku!
Marah? Apa itu marah? Persetan dengan marah!!
Kupegang kepala istriku dan berteriak didalam hati, “AYO HISAP
KONTOLKU! MAYAAAAA!!!”
**********

================

Lanjutan Part 3

Selesai mandi dan beres sarapan. Aku bergegas untuk segera pergi ke tempat aku mengawasi pekerja ayah mertuaku yang sedang menggarap sawah yang jauh tempatnya dari rumah ini. Sekarang istriku sedang menidurkan anak kami di depan TV, dan penampilan Maya sungguh tak pernah berubah dari dulu. Selalu seksi dan modis bagiku. Karena sekarang dia memakai celana pendek putih dengan atasan pink yang cocok dengan kulit putih mulusnya.

Dan dia selalu memakai topi berbentuk kepala anjing disaat mau menidurkan anak kami, karena anak kami ini begitu senang melihat ibunya yang terlihat lucu dan menggemaskan ini saat menidurkannya.
“Mau makan siang apa nanti, sayang?” tanyanya.
“Terserah mama saja. Mudah-mudahan papa bisa pulang nanti.”
“Kalau pun enggak, biar mama yang kesana nganter bekal,” Maya tersenyum,
“Sayurnya mama banyakin ya?”
“Boleh.”
Setelah anak kami tertidur, Maya mengantarku keluar dari rumah. Ciuman tentu saja kamu lakukan sebagai rutinitas.
“Oh, itu tukang sayurnya. Mama beli sayur dulu,” Maya menunjuk mamang tukang sayur yang sedang mendorong gerobak sayurnya.
Aku mengenal mamang sayur itu. Dia berkulit agak sawo dan agak gemuk lehernya bernama Pak Mastur, memang rutinitas dia sehari-hari berjualan berkeliling. Aku tentu saja menyapanya saat dia mendekat.
“Pagi, Pak Mastur.”
“Pagi, sudah mau pergi?” tanyanya.
“Iya.”
Sedikit bincang-bincang terjadi. Aku lalu berpamitan untuk mengambil motor di garasi dan Maya mulai mencari-cari sayur yang diinginkan di gerobak. Aku lalu mendorong motorku dan melihat istriku masih asyik mencari-cari sayur. Sedangkan
Pak Mastur tak berkedip sampai menelan ludah melihat penampilan istriku.
Aku tertawa karena sudah terbiasa. Setidaknya Pak Mastur tidak seperti Pak Bogo dan Pak Bizam, tidak semesum itu memperlakukan istriku.
“Saya pergi dulu ya.”
“Iya, sayang,” Maya tersenyum memandangku dan kembali memilih sayur.
“Pergi dulu, pak.”
“I-iya,” balas Pak Mastur.
Aku menghidupkan mesin motorku dan segera pergi. Dan aku mengingat kalau rokok ku mau habis. Aku lalu memutar arah menuju jalan besar karena di desa ini tak ada yang menjual rokok favoritku.
Di jalan besar, aku berniat jalan-jalan sejenak. Karena sudah lama aku tak jalan-jalan sepagi ini di daerah ini. Cukup lama aku berjalan-jalan sampai akhirnya aku berniat untuk buang air kecil.
Kutepikan motorku dan memasuki hutan kecil untuk membuang hajatku dan segera pergi karena jalanan ini cukup sepi. Takut-takut motorku dicuri nantinya pas aku kembali.


Asyik-asyik memberi pupuk pada salah 1 pohon besar, tiba-tiba aku mendengar suara.
“Ouuuuhhh, mmmmmmhhhh!!!”
Aku tercekat. Dan menoleh ke arah sumber suara yang tak jauh dari tenpatku.
Aku melihat kanan kiri dan menutup resleting celanaku.
“Aaaaaaaahhhh!!! Ngghhh jangan digigiiit!!”
Alisku mengkerut, karena itu adalah suara desahan wanita muda. Penasaran, maka perlahan-lahan aku mulai mendekat. Setelah kutelusuri beberapa tanaman lebat hutan ini, aku terperangah melihat apa yang kulihat.
Kulihat seorang wanita muda cantik berambut panjang tidak memakai sehelai pakaian apa pun, dan hanya memakai rok abu-abu seperti rok anak SMA. Dan yang membuatku kaget adalah ada 2 orang pria tua asyik menikmati payudara wanita muda ini.

“Sllrrrrrrpppp!!!!!’”
“Sslrrrrrrrrrrrrpppp!!”
“Aaaaaaaaaahhhhhh!!” wanita muda ini memejamkan mata dan menadahkan kepalanya ke atas.
Dan kulihat ke 2 tangan wanita ini asyik mengocok penis mereka berduaselagi ke 2 pria tua ini asyik ‘Menyeruput’ payudaranya.
“Gila! Gede banget!” bapak sebelah kiri senyumnya mengembang meremas payudara wanita muda ini.

“Dek, tak bisa nih. Ngentot saja yuk?!” pinta pria tua sebelah kanan.
“Enak aja!” wanita muda ini tampak marah.
“Tapi bapak enggak tahan lagi dek! Dikocok terus!”
“Kan bayarannya hanya untuk ini!”
“Gimana kalau kayak yang adek lakuin sama pak Narjo dulu?”
“Hmm, tapi tambah ya?” pinta wanita itu.
“Beres!!”
Wanita ini lalu menidurkan diri, yang entah sejak kapam ada kardus disitu sebagai pembaringan. Setelah wanita ini berbaring, bapak yang dikanan tadi segera mengangkang di payudaranya, semntara bapak sebelah kiri berlutut disebelah kirinya.
“Cepet sini kontolnya!” wanita muda itu menunjuk payudaranya.
Lalu bapak itu mengapit penisnya dipayudara wanita itu, sedangkan tangan kiri sang wanita mengocok penis pria yang berlutut disebelah kirinya.
“Kenyal!!” bapak yang penisnya diimpit payudara tampak senang bukan main.
“Neng Frieska memang oke!!”
Akhirnya kuketahui nama panggilan wanita itu. Frieska, wanita yang cantik, dan mempunyai ukuran payudara yang hampir mirip dengan punya istriku, besar.
Dan kulihat Frieska melakukannya begitu profesional!
Apakah dia lonte? Karena tadi kudengar mereka membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan ‘Harga’
Ataukah dia diperkosa? Kayaknya itu tidak mungkin.
Mau apa pun itu, aku harus menghormati usahanya. Maka kukeluarkan penisku ini dan coli sambil melihat aksi mereka.

Lama mereka melakukannya sampai akhirnya bapak yang mendapat jatah tit fuck tak dapat bertahan lagi. Muncratan sprema dari ujung penis tua nya tersebut dan menggenang di payudara Frieska.

Berikutnya bapak yang 1 nya, dia juga akhirnya muncrat dan menyemprot wajah Frieska dengan sperma.
“Iiiihhh! Jangan dimuka!!” sergah Frieska.
“Ya maaf, dek, tak terkontol, eh, terkontrol, hehehe.”
Melihat Frieska yang mengomel sebagai emosi anak mudanya membuatku merasa lucu melihatnya. Dan terima kasih juga untuknya, akhirnya aku juga keluar sperma dari hasil coli yang berfaedah.
Kulihat bapak-bapak itu mulai berberes-beres. Sedangkan Frieska mengelap wajahnya dengan handuk kecil milik salah 1 bapak tadi. Ia lalu meraih sesuatu di bawah, sebuah BH dan seragam putih. Dan dari rok nya berwarna abu-abau, maka fix, dia memang masih SMA.
“Sekali-kali ngentot dong dek Frieska,” kata Bapak yang dikocok tadi.
“Iya nih, udah sering juga.”
“Kalian tahu harganya,” Frieska yang sudah memakai seragam lalu menadahkan tangannya, “Sekarang mana?”
Kulihat bapak ini memberikan uang masing-masing 70 ribu. Frieska menerima uang itu dan ditaruhnya dalam saku celananya.
“Udah beres kan? Sekarang sana!” usir Frieska sambil berkacak pinggang dan melotot.
“Galak amat, jadi pengen di entot!”
Frieska menendang bokong bapak itu dan ke 2 bapak itu pergi sambil membawa cangkul. Sepertinya mereka pekerja yang tak jauh dari tempat ini, yang jelas bukan tempatku karena aku tak pernah melihat mereka berdua.
Frieska yang sudah mengancingkan kancing atas lalu menoleh, menoleh ke arah tempatku mengintip.
“Udah puas ngintipnya?”
“Eh?” aku terkejut.
Frieska tiba-tiba berlari ke tempatku, menyibak beberapa tanaman liar dan melotot memandangku yang tertangkap basah.
“Dipikirnya aku nggak sadar ya?” matanya melotot.
Dan aku terdiam kaget. Mataku membulat dan terus memandang dirinya.
Astaga, dari dekat wanita ini benar-benar cantik.
“Kenalin,” aku malah mengajaknya berkenalan.
“Siapa yang mau kenalan??!” dia marah lagi, “Kenapa kau mengintip?!”
“Itu....”
“Sebentar,” dia berjongkok dan mengendus endus selangkanganku.


Seumur-umur hidup baru kali ini selangkanganku diendus wanita.
Wanita ini berdiri dan melotot memandangku.
“Coli ya?!” tanyanya.
“Enggak!”
“Jangan bohong! Aku mencium bau sperma di celanamu!”
“Ya.... ya..... iya sih,” aku terpaksa mengakui.
“Oke!” dia menadahkan tangannya, “30 ribu!”
“Apanya?”
“Coli dengan aku sebagai objeknya! 30 ribu!” dia melotot.
“Apa?!”
“Ayo cepet!”
“Masa bayar?”
“Kalau nggak mau bayar! Coli sendiri! Imajinasi! Jangan dengan mengintiptubuhku!”
“Ya....”
“Tak ada yang gratis kalau bisa melakukan sesuatu yang terbaik!”
“Kau mengakui dirimu jago membuat orang coli?” wajahku datar memandangnya.
“Ya! Itu keahlianku!”
“Ya sudah-ya sudah, 30 ribu kan?”
“Lebih juga boleh.”
“Apa itu tidak terlalu murah?”
“Bukan urusanmu!”
“Ada kembalian? Duit gede soalnya.”
“Ikhlasin kek!”
Aku menghela nafas dan hendak mengambil dompetku. Namun aku tak merasakan keberadaan dompetku di celana.
“Dompetku ketinggalan.....”
“Apa?!” Frieska melotot, “Lalu gimana?”
“Ya... gimana ya..... bon dulu boleh?” baru kali ini aku meminta bon dari jasa coli.
“Enggak!”

“Ya gimana, dompetku ketinggalan dirumah.....”
Frieska terlihat sebal dan berpikir.
“Nomor hp dan alamat rumahmu!” pintanya.
“Untuk?”
“Tagihan!” dia melotot.
“Ya sudah-yasudah.”
Aku memberikan nomor HP dan alamat rumahku. Dan ia catat di ponsel pintarnya. Setelah itu aku berkata kepadanya.
“Bagaimana kalau kuambil dulu uangnya, dan kasih alamat untukku memberikannya?” saranku.
“Ya sudah!”
“Namamu?” tanyaku.
“Bukankah bapak tadi menyebutkan namaku saat kau mengintip?”
“Oh, benar Frieska ya?”
“Udah tahu nanya!!” bentaknya.
Dan baru kali ini aku dibentak objek coliku tadi. Aku lalu menuju motorku terparkir dan sepertinya aman-aman saja, dan Frieska juga mengekor di belakangku untuk sampai di jalan besar ini.
“Mau kuantar?” tawarku.
“Tak butuh.”
Dia menuju sebuah pohon yang bersemak, dan ada sepeda rupanya yang disembunyikan disitu. Ia menaiki sepeda itu dan menghampiriku.
“kutunggu di alamat yang kuberikan nanti!” Frieska melotot lagi.
“Ga bosan marah melulu? Cantik-cantik galak amat.”
“Bayar atau aku ke rumahmu dan memberitahu orang rumahmu kalau kau memperkosaku! Gimana?” ancamnya.
“Kau mau fitnah demi 30 ribu?”
“Lakukan saja!”
Setelah itu Frieska pergi dan aku melihat bokong tergeal-geol ke kanan kiri disaat mengendarai sepedanya itu.
“Ditambah 20 ribu kalau kau terus menatap pantatku!!” teriaknya sambil menoleh ke belakang.
Buset nih anak!
Merasa akan menjadi masalah nantinya maka aku iyakan saja permintaannya.
Kunaiki motor dan kukendarai untuk pulang ke rumah mengambil dompet.

Hampir mendekati rumahku, kulihat gerobak sayur pak Mastur terparkir di seberang jalan rumahku. Dan aku berhenti tak jauh dari rumahku. Kulihat pintu rumahku tertutup pintu depannya dan bingung mencari keberadaan Pak Mastur.
Lalu mataku membulat, karena aku sempat melupakan kalau istriku ekshibisionis. Dan pikiran negativ tentu saja menyerangku karena ini.
Buru-buru aku menaruh motorku dan segera berlari menuju rumah. Suasana disini memang sepi jam segini, tapi itu tak menghentikanku. Aku melompati pagar dan melihat keadaan. Tak ada yang aneh. Aku berputar dari arah garasi ke belakang dan melihat daun pintu belakang terbuka.
Aku menelan ludah.
Perlahan demi perlahan aku mendekati dan aku melihat 2 buah sendal jepityang tidak ku kenal. Aku mengintip ke bagian dalam dan tak melihat keberadaan manusia sedikit pun.
Memberanikan diri maka aku masuk ke dalam. Kulihat ada bungkusan sayur yang berhamburan beserta terong yang entah kenapa basah, dan terong itu tergenang di sebuah genang air yang entah dari mana datangnya.
Aku lalu melihat baju dan celana Maya tadi tergeletak di ruang tengah. Tepat di dekat anakku yang sedang tertidur di depan TV.
Aku terengah-engah sampai akhirnya aku mendengar suara dari arah kamarku.
“Aaaaaaaaaaahhhhh! Ngggg ahhhh ahhhhh aaaahhhhhh!!” dan itu adalah suara Maya yang mengerang nikmat.
Lututku melemas saat mendengar suara istriku itu. Dan tak hanya suaranya milik istriku saja.
“Gimana pak Mastur? Enak kan?”
“Luar biasa pak!! Bapak mau coba??”
“Untuk bapak saja, saya sudah pernah.”
“Ouuiihhhhhhh pelaan-pelaaaaan!!! Nngghhhhhhh aaaaaaaahhhhu ahhhhhh!!!”
Aku tercekat. Itu adalah suara Pak Bazam dan pak Mastur. Sial! Tak ada celah bagiku untuk mengintip, lalu aku berinisiatif untuk mengintip dari jendela luar.
Aku keluar dari pintu belakang dan segera berlari ke samping. Di dekat jendela kamarku, perlahan aku mengintip dengan irama nafas yang berat. Dan saat aku mengintip, mataku hampir copot melihat yang terjadi.
“Anjiiiing!! Enak bangeet!! Tahu kalau ada lacur kayak gini udah saya pale dari dulu!!” Pak Mastur bertelanjang bulat dan menyodok sebuah lubang pantat dengan penisnya.

“Untung bapal putar balik tadi! Dapat enak-enak kan? Hahahaha?!” dan Pak Bazam menyodok sebuah Vagina dengan penisnya.

WHAT THE FUCK!!! YANG MEREKA SODOK ITU ADALAH LUBANG PANTAT DAN ISTRIKU SECARA BERSAMAAN!!!
“AAAAHHHHHHH!!!!” Maya lagi-lagi mengerang keenakan.
.........BERSAMBUNG

================

Lanjutan Part 3

Selesai mandi dan beres sarapan. Aku bergegas untuk segera pergi ke tempat aku mengawasi pekerja ayah mertuaku yang sedang menggarap sawah yang jauh tempatnya dari rumah ini. Sekarang istriku sedang menidurkan anak kami di depan TV, dan penampilan Maya sungguh tak pernah berubah dari dulu. Selalu seksi dan modis bagiku. Karena sekarang dia memakai celana pendek putih dengan atasan pink yang cocok dengan kulit putih mulusnya.

Dan dia selalu memakai topi berbentuk kepala anjing disaat mau menidurkan anak kami, karena anak kami ini begitu senang melihat ibunya yang terlihat lucu dan menggemaskan ini saat menidurkannya.
“Mau makan siang apa nanti, sayang?” tanyanya.
“Terserah mama saja. Mudah-mudahan papa bisa pulang nanti.”
“Kalau pun enggak, biar mama yang kesana nganter bekal,” Maya tersenyum,
“Sayurnya mama banyakin ya?”
“Boleh.”
Setelah anak kami tertidur, Maya mengantarku keluar dari rumah. Ciuman tentu saja kamu lakukan sebagai rutinitas.
“Oh, itu tukang sayurnya. Mama beli sayur dulu,” Maya menunjuk mamang tukang sayur yang sedang mendorong gerobak sayurnya.
Aku mengenal mamang sayur itu. Dia berkulit agak sawo dan agak gemuk lehernya bernama Pak Mastur, memang rutinitas dia sehari-hari berjualan berkeliling. Aku tentu saja menyapanya saat dia mendekat.
“Pagi, Pak Mastur.”
“Pagi, sudah mau pergi?” tanyanya.
“Iya.”
Sedikit bincang-bincang terjadi. Aku lalu berpamitan untuk mengambil motor di garasi dan Maya mulai mencari-cari sayur yang diinginkan di gerobak. Aku lalu mendorong motorku dan melihat istriku masih asyik mencari-cari sayur. Sedangkan Pak Mastur tak berkedip sampai menelan ludah melihat penampilan istriku.
Aku tertawa karena sudah terbiasa. Setidaknya Pak Mastur tidak seperti Pak Bogo dan Pak Bizam, tidak semesum itu memperlakukan istriku.
“Saya pergi dulu ya.”
“Iya, sayang,” Maya tersenyum memandangku dan kembali memilih sayur.
“Pergi dulu, pak.”
“I-iya,” balas Pak Mastur.
Aku menghidupkan mesin motorku dan segera pergi. Dan aku mengingat kalau rokok ku mau habis. Aku lalu memutar arah menuju jalan besar karena di desa ini tak ada yang menjual rokok favoritku.
Di jalan besar, aku berniat jalan-jalan sejenak. Karena sudah lama aku tak jalan-jalan sepagi ini di daerah ini. Cukup lama aku berjalan-jalan sampai akhirnya aku berniat untuk buang air kecil.
Kutepikan motorku dan memasuki hutan kecil untuk membuang hajatku dan segera pergi karena jalanan ini cukup sepi. Takut-takut motorku dicuri nantinya pas aku kembali.


Asyik-asyik memberi pupuk pada salah 1 pohon besar, tiba-tiba aku mendengar suara.
“Ouuuuhhh, mmmmmmhhhh!!!”
Aku tercekat. Dan menoleh ke arah sumber suara yang tak jauh dari tenpatku.
Aku melihat kanan kiri dan menutup resleting celanaku.
“Aaaaaaaahhhh!!! Ngghhh jangan digigiiit!!”
Alisku mengkerut, karena itu adalah suara desahan wanita muda. Penasaran, maka perlahan-lahan aku mulai mendekat. Setelah kutelusuri beberapa tanaman lebat hutan ini, aku terperangah melihat apa yang kulihat.
Kulihat seorang wanita muda cantik berambut panjang tidak memakai sehelai pakaian apa pun, dan hanya memakai rok abu-abu seperti rok anak SMA. Dan yang membuatku kaget adalah ada 2 orang pria tua asyik menikmati payudara wanita muda ini.

“Sllrrrrrrpppp!!!!!’”
“Sslrrrrrrrrrrrrpppp!!”
“Aaaaaaaaaahhhhhh!!” wanita muda ini memejamkan mata dan menadahkan kepalanya ke atas.
Dan kulihat ke 2 tangan wanita ini asyik mengocok penis mereka berdua selagi ke 2 pria tua ini asyik ‘Menyeruput’ payudaranya.
“Gila! Gede banget!” bapak sebelah kiri senyumnya mengembang meremas payudara wanita muda ini.

“Dek, tak bisa nih. Ngentot saja yuk?!” pinta pria tua sebelah kanan.
“Enak aja!” wanita muda ini tampak marah.
“Tapi bapak enggak tahan lagi dek! Dikocok terus!”
“Kan bayarannya hanya untuk ini!”
“Gimana kalau kayak yang adek lakuin sama pak Narjo dulu?”
“Hmm, tapi tambah ya?” pinta wanita itu.
“Beres!!”
Wanita ini lalu menidurkan diri, yang entah sejak kapam ada kardus disitu sebagai pembaringan. Setelah wanita ini berbaring, bapak yang dikanan tadi segera mengangkang di payudaranya, semntara bapak sebelah kiri berlutut disebelah
kirinya.
“Cepet sini kontolnya!” wanita muda itu menunjuk payudaranya.
Lalu bapak itu mengapit penisnya dipayudara wanita itu, sedangkan tangan kiri sang wanita mengocok penis pria yang berlutut disebelah kirinya.
“Kenyal!!” bapak yang penisnya diimpit payudara tampak senang bukan main.
“Neng Frieska memang oke!!”
Akhirnya kuketahui nama panggilan wanita itu. Frieska, wanita yang cantik, dan mempunyai ukuran payudara yang hampir mirip dengan punya istriku, besar.
Dan kulihat Frieska melakukannya begitu profesional!
Apakah dia lonte? Karena tadi kudengar mereka membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan ‘Harga’
Ataukah dia diperkosa? Kayaknya itu tidak mungkin.
Mau apa pun itu, aku harus menghormati usahanya. Maka kukeluarkan penisku ini dan coli sambil melihat aksi mereka.

Lama mereka melakukannya sampai akhirnya bapak yang mendapat jatah tit fuck tak dapat bertahan lagi. Muncratan sprema dari ujung penis tua nya tersebut dan menggenang di payudara Frieska.

Berikutnya bapak yang 1 nya, dia juga akhirnya muncrat dan menyemprot wajah Frieska dengan sperma.
“Iiiihhh! Jangan dimuka!!” sergah Frieska.
“Ya maaf, dek, tak terkontol, eh, terkontrol, hehehe.”
Melihat Frieska yang mengomel sebagai emosi anak mudanya membuatku merasa lucu melihatnya. Dan terima kasih juga untuknya, akhirnya aku juga keluar sperma dari hasil coli yang berfaedah.
Kulihat bapak-bapak itu mulai berberes-beres. Sedangkan Frieska mengelap wajahnya dengan handuk kecil milik salah 1 bapak tadi. Ia lalu meraih sesuatu di bawah, sebuah BH dan seragam putih. Dan dari rok nya berwarna abu-abau, maka fix, dia memang masih SMA.
“Sekali-kali ngentot dong dek Frieska,” kata Bapak yang dikocok tadi.
“Iya nih, udah sering juga.”
“Kalian tahu harganya,” Frieska yang sudah memakai seragam lalu menadahkan tangannya, “Sekarang mana?”
Kulihat bapak ini memberikan uang masing-masing 70 ribu. Frieska menerima uang itu dan ditaruhnya dalam saku celananya.
“Udah beres kan? Sekarang sana!” usir Frieska sambil berkacak pinggang dan melotot.
“Galak amat, jadi pengen di entot!”
Frieska menendang bokong bapak itu dan ke 2 bapak itu pergi sambil membawa cangkul. Sepertinya mereka pekerja yang tak jauh dari tempat ini, yang jelas bukan tempatku karena aku tak pernah melihat mereka berdua.
Frieska yang sudah mengancingkan kancing atas lalu menoleh, menoleh ke arah tempatku mengintip.
“Udah puas ngintipnya?”
“Eh?” aku terkejut.
Frieska tiba-tiba berlari ke tempatku, menyibak beberapa tanaman liar dan melotot memandangku yang tertangkap basah.
“Dipikirnya aku nggak sadar ya?” matanya melotot.
Dan aku terdiam kaget. Mataku membulat dan terus memandang dirinya.
Astaga, dari dekat wanita ini benar-benar cantik.
“Kenalin,” aku malah mengajaknya berkenalan.
“Siapa yang mau kenalan??!” dia marah lagi, “Kenapa kau mengintip?!”
“Itu....”
“Sebentar,” dia berjongkok dan mengendus endus selangkanganku.


Seumur-umur hidup baru kali ini selangkanganku diendus wanita.
Wanita ini berdiri dan melotot memandangku.
“Coli ya?!” tanyanya.
“Enggak!”
“Jangan bohong! Aku mencium bau sperma di celanamu!”
“Ya.... ya..... iya sih,” aku terpaksa mengakui.
“Oke!” dia menadahkan tangannya, “30 ribu!”
“Apanya?”
“Coli dengan aku sebagai objeknya! 30 ribu!” dia melotot.
“Apa?!”
“Ayo cepet!”
“Masa bayar?”
“Kalau nggak mau bayar! Coli sendiri! Imajinasi! Jangan dengan mengintip\tubuhku!”
“Ya....”
“Tak ada yang gratis kalau bisa melakukan sesuatu yang terbaik!”
“Kau mengakui dirimu jago membuat orang coli?” wajahku datar memandangnya.
“Ya! Itu keahlianku!”
“Ya sudah-ya sudah, 30 ribu kan?”
“Lebih juga boleh.”
“Apa itu tidak terlalu murah?”
“Bukan urusanmu!”
“Ada kembalian? Duit gede soalnya.”
“Ikhlasin kek!”
Aku menghela nafas dan hendak mengambil dompetku. Namun aku tak merasakan keberadaan dompetku di celana.
“Dompetku ketinggalan.....”
“Apa?!” Frieska melotot, “Lalu gimana?”
“Ya... gimana ya..... bon dulu boleh?” baru kali ini aku meminta bon dari jasa
coli.
“Enggak!”


“Ya gimana, dompetku ketinggalan dirumah.....”
Frieska terlihat sebal dan berpikir.
“Nomor hp dan alamat rumahmu!” pintanya.
“Untuk?”
“Tagihan!” dia melotot.
“Ya sudah-yasudah.”
Aku memberikan nomor HP dan alamat rumahku. Dan ia catat di ponsel pintarnya. Setelah itu aku berkata kepadanya.
“Bagaimana kalau kuambil dulu uangnya, dan kasih alamat untukku memberikannya?” saranku.
“Ya sudah!”
“Namamu?” tanyaku.
“Bukankah bapak tadi menyebutkan namaku saat kau mengintip?”
“Oh, benar Frieska ya?”
“Udah tahu nanya!!” bentaknya.
Dan baru kali ini aku dibentak objek coliku tadi. Aku lalu menuju motorku terparkir dan sepertinya aman-aman saja, dan Frieska juga mengekor di belakangku untuk sampai di jalan besar ini.
“Mau kuantar?” tawarku.
“Tak butuh.”
Dia menuju sebuah pohon yang bersemak, dan ada sepeda rupanya yang disembunyikan disitu. Ia menaiki sepeda itu dan menghampiriku.
“kutunggu di alamat yang kuberikan nanti!” Frieska melotot lagi.
“Ga bosan marah melulu? Cantik-cantik galak amat.”
“Bayar atau aku ke rumahmu dan memberitahu orang rumahmu kalau kau memperkosaku! Gimana?” ancamnya.
“Kau mau fitnah demi 30 ribu?”
“Lakukan saja!”
Setelah itu Frieska pergi dan aku melihat bokong tergeal-geol ke kanan kiri disaat mengendarai sepedanya itu.
“Ditambah 20 ribu kalau kau terus menatap pantatku!!” teriaknya sambil menoleh ke belakang.
Buset nih anak!
Merasa akan menjadi masalah nantinya maka aku iyakan saja permintaannya.
Kunaiki motor dan kukendarai untuk pulang ke rumah mengambil dompet.

Hampir mendekati rumahku, kulihat gerobak sayur pak Mastur terparkir di seberang jalan rumahku. Dan aku berhenti tak jauh dari rumahku. Kulihat pintu ]rumahku tertutup pintu depannya dan bingung mencari keberadaan Pak Mastur.
Lalu mataku membulat, karena aku sempat melupakan kalau istriku ekshibisionis. Dan pikiran negativ tentu saja menyerangku karena ini.
Buru-buru aku menaruh motorku dan segera berlari menuju rumah. Suasana disini memang sepi jam segini, tapi itu tak menghentikanku. Aku melompati pagar dan melihat keadaan. Tak ada yang aneh. Aku berputar dari arah garasi ke belakang dan melihat daun pintu belakang terbuka.
Aku menelan ludah.
Perlahan demi perlahan aku mendekati dan aku melihat 2 buah sendal jepityang tidak ku kenal. Aku mengintip ke bagian dalam dan tak melihat keberadaan manusia sedikit pun.
Memberanikan diri maka aku masuk ke dalam. Kulihat ada bungkusan sayur yang berhamburan beserta terong yang entah kenapa basah, dan terong itu tergenang di sebuah genang air yang entah dari mana datangnya.
Aku lalu melihat baju dan celana Maya tadi tergeletak di ruang tengah. Tepat di dekat anakku yang sedang tertidur di depan TV.
Aku terengah-engah sampai akhirnya aku mendengar suara dari arah kamarku.
“Aaaaaaaaaaahhhhh! Ngggg ahhhh ahhhhh aaaahhhhhh!!” dan itu adalah suara Maya yang mengerang nikmat.
Lututku melemas saat mendengar suara istriku itu. Dan tak hanya suaranya milik istriku saja.
“Gimana pak Mastur? Enak kan?”
“Luar biasa pak!! Bapak mau coba??”
“Untuk bapak saja, saya sudah pernah.”
“Ouuiihhhhhhh pelaan-pelaaaaan!!! Nngghhhhhhh aaaaaaaahhhhu ahhhhhh!!!”
Aku tercekat. Itu adalah suara Pak Bazam dan pak Mastur. Sial! Tak ada celah bagiku untuk mengintip, lalu aku berinisiatif untuk mengintip dari jendela luar.
Aku keluar dari pintu belakang dan segera berlari ke samping. Di dekat jendela kamarku, perlahan aku mengintip dengan irama nafas yang berat. Dan saat aku mengintip, mataku hampir copot melihat yang terjadi.
“Anjiiiing!! Enak bangeet!! Tahu kalau ada lacur kayak gini udah saya pale dari dulu!!” Pak Mastur bertelanjang bulat dan menyodok sebuah lubang pantat dengan penisnya.

“Untung bapal putar balik tadi! Dapat enak-enak kan? Hahahaha?!” dan Pak Bazam menyodok sebuah Vagina dengan penisnya.

WHAT THE FUCK!!! YANG MEREKA SODOK ITU ADALAH LUBANG PANTAT DAN ISTRIKU SECARA BERSAMAAN!!!
“AAAAHHHHHHH!!!!” Maya lagi-lagi mengerang keenakan.

.........BERSAMBUNG

================









Khusus Part 4 akan menggunakan 2 jenis POV. Yaitu POV orang pertama dan POV orang ketiga.
*****
[POV orang ketiga]
Setelah Maya melakukan ‘Sarapan Seks’ bersama Pak Bogo dan mandi bersama suami di pagi hari. Ibu 1 anak ini bergegas mengganti pakaian untuk dipakainya hari ini. Cukup lama wanita keturunan chinese ini memilih baju, akibat ‘Sarapan Seks’ yang dilakukannya tadi, membuat dia berpikir untuk berpenampilan se seksi mungkin gara-gara Pak Bogo yang menyebutnya ‘Lonte’ dan ‘Binal’.
Maya sebenarnya tidak rela disebut seperti itu. Namun ada sensasi aneh saat dia dipanggil ‘Lonte’, apalagi saat berperilaku binal.
Nafsunya semakin memuncak gara-gara itu, ditambah dia mengatakan kalimat ‘Ngentot’ yang baginya kampungan untuk mengekspresikan gairah seks.
Maya lalu memakai sesuatu yang berbau wanita dan sebisanya sangat seksi dilihat.
Pertama dia memakai tank top coklat yang dipadukan dengan celana pendek berwarna hijau tua. Ia perhatikan dirinya pada cermin.
Seksi, namun dia merasa tidak menggairahkan.
Sebelum dia berganti baju lagi, dia memotret sejenak dirinya dengan pakaian itu sebagai koleksi foto pribadinya.
-
Ilustrasi






Dia kembali memeriksa lemari pakaiannya dan menemukan pakaian yang cocok dengan keinginannya. Tank top pink yang dipadukan dengan celana pendek berwarna putih. Ia pakai pakaian itu dan kembali becermin. Senyum puas terukir melihat sosok tubuhnya yang begitu aduhai dilihat. Dan dia mengingat kalau dia mempunyai kaos kaki panjang. Ia pakai kaos kaki itu dan tak lupa memakai sepatu miliknya sebagai pelengkap, lalu Maya kembali melihat hasil nya sambil duduk diatas kasur.
-
Ilustrasi









Wanita ini lalu berdiri, berbalik badan untuk melihat bagian belakannya lewat bantuan cermin. Dan ia kembali menghadap ke depan dan merasa puas dengan hasilnya.
-
Ilustrasi



-
Melihat dirinya seperti itu membuat Maya merasa terangsang pada dirinya.
Dia membayangkan bagaimana jadinya para pria-pria desa ini melihatnya berpenampilan seperti ini. Bahkan di Kota saja penampilan ini sudah cukup nakal dan liar bagi mata para pejantan.
 
Membayangkan itu membuat Maya menggigit bibir bagian bawahnya sendiri dan memejamkan mata.
Dia membayangkan dirinya dipandang dengan tatapan nafsu oleh para pria. Membayangkan dirinya dilecehkan.
Membayangkan dirinya digoda dengan kata-kata kotor.
Dan lebih gilanya lagi, dia membayangkan dirinya dibawa paksa ke tempat sepi dan digrepe-grepe banyak pria gara-gara penampilannya itu.
Deru nafasnya memacu deras, sampai suara Gio memanggilnya cukup keras. “Maya! Ambilkan popok, tisu sama bedak. Dimas pup!”
Mendengar itu membuat Maya sadar dari lamunannya. Maya berkata, “Iya!” dan mengambil keperluan buang air besar anaknya.
Sebelum keluar dia melihat penampilannya lagi. Dia tidak mau penampilannya yang nakal ini dilihat oleh Gio, dia tidak mau pria yang dicintainya itu akan berpikiran dengan apa yang dia imajinasikan.
Maya lepas sepatu dan kaos kakinya dan segera keluar dari kamar.
Suami-Istri ini pun bekerja sama mengganti popok dan celana anak semata wayang mereka yang buang air besar. Melihat Gio yang begitu ceria berinteraksi dengan Dimas membuat Maya tersenyum dengan pandangan lirih.


Dikarenakan Maya merasa bersalah telah mengkhianati suaminya.
Sebenarnya ini sudah dia rasakan saat pertama kali berhubungan badan di toilet Warung Besar milik Pak Joko.
Pikirannya sudah mau menolak hal itu, namun nafsu telah mengendalikan tubuhnya, apalagi waktu itu Pak Bogo menggesek bokongnya dengan penis dan menunjukkan penisnya yang luar biasa besar dan berurat di depan Mata.
Maka terjadilah Quicky Sex bersama Pak Bogo di toilet itu.
Maya tercekat sampai berusaha menutup mulutnya dengan tangan saat penis besar itu memasuki vaginanya.
Dan betapa kuat sensasinya saat ada pria lain asyik menyusu payudara nya selain anak dan suaminya.
Nafsu Maya benar-benar tak terkendali waktu itu. Hujaman penis Pak Bogo memberikan sensasi sesak dan nikmat tiada tara bagi vaginanya.
Namun Maya ingat dia masih dimasa subur, dengan suara pelan dia meminta Pak Bogo untuk jangan keluar di dalam dan dikabulkan Pak Bogo. Pria kekar itu memuncratkan sperma nya di bokong Maya, bertepatan juga dengan keluarnya ‘Cairan Duniawi’ dari vagina Maya.
Maya terengah-engah waktu itu sedangkan Pak Bogo dengan santainya memakai celana sambil mengatakan sesuatu.
 
“Kalau adek takut hamil, bapak ada pil yang bisa mencegahnya. Nanti bapak kasih sama dek Maya.”
Pak Bogo menepuk bokong Maya dan segera keluar dari toilet.
Sekeluarnya Pak Bogo dari toilet, Maya menutup mata dan terengah-engah. “Maafin Maya, sayang, maaf, maaf.” Beribu kata maaf dia ucapkan dalam hati
kepada Gio atas aksinya tadi.


Maya segera bergegas sebelum suaminya curiga diluar. Namun belum sempat berbersih-bersih, dia kaget mendengar bunyi ketukan pintu.
“Maya?” ucap Gio diluar.
“Iya, sayang!” ucap Maya membalas. “Kok lama sih?”
“I-Itu, mama sakit perut. Kamu tunggu saja diluar, sayang,” ucap Maya yang cepat mencari alasan masuk akal.
“Iya.” Gio mengiyakan.
Maya buru-buru membersihkan diri dan segera keluar. Dan ia lega, karena Gio sepertinya tidak menaruh curiga, karena Maya lupa mengelap bersih sperma pak Bogo di bokongnya dan berharap suaminya tidak mencium aroma khas penjantan itu.
Lalu esok harinya dia terus mengingat kejadian di toilet itu, bahkan pada tengah malam saat suami dan anaknya tidur. Maya keluar kamar dan melakukan masturbasi akibat nafsu syahwatnya memuncak seperti ini.
Setelah masturbasi dan terengah-engah. Dia mengingat masa lalu yang baginya sangat kelam untuk di ingat.
Sebuah kejadian dimana dia ‘Dijual’ mantan pacar kepada geng motor karena hutang.
Pagi hari dia diantar dan langsung ‘Dibantai’ ramai-ramai sampai malam menjelang oleh 8 orang secara bergilir. Dan yang membuatnya mampu bertahan sampai selama itu adalah gara-gara obat perangsang yang diberikan 8 orang itu sebelum Maya di ‘Eksekusi’.
Maya tidak bisa apa-apa, dia hanya insan wanita lemah baik dari mental mau pun dari fisik. Apalagi saat dia diancam untuk tidak melaporkannya oleh 8 orang itu.
Obat perangsang itu sangat kuat. Sangat kuat, hingga esok hari saja Maya masih merasakan rangsangan hebat pada tubuh dan vaginanya. 5 hari reaksi obat perangsang tradisional itu baru menghilang, namun tidak dengan efeknya.


Gara-gara itu Maya suka masturbasi setelah dia putus dengan mantan pacarnya dan sebelum bertemu Gio saat dia pindah sekolah.
 
Mengingat itu membuat Maya terlihat sedih pada dirinya sendiri. Ia kembali ke kamar dan melihat suaminya pulas tertidur.
Maya berbaring disamping suaminya, memeluknya dan mencium bibir Gio dalam tidurnya.
“Maafin Maya, Gio.....maafin Maya” ucapnya lirih.
Esoknya Maya beraktifitas seperti biasa namun ia melihat Gio tidak seperti biasa. Gio terlihat lebih banyak diam dan seperti memikirkan sesuatu. Maya berpikir mungkin karena jauh dari rumah asli makanya Gio seperti ini.
Maya lalu berpenampilan cukup seksi dan ingin menyenangkan sang suami.
Dia juga ingat ada kotoran kucing yang menusuk hidung di teras dan belum dibersihkan. Mungkin itu bisa dijadikan kesempatan baginya untuk memperlihatkan penampilannya.
Namun Gio lebih fokus sama ponsel nya saat Maya menemuinya di ruang tamu, sedikit kecewa maka Maya melanjutkan niatnya diluar.
Diluar tak sengaja Pak Bazam melintas dan menyapanya. Sedikit bincang- bincang terjadi dan Maya mau melakukan tugasnya. Dan saat Maya hendak membersihkan kotorannya. Melalui pantulan kaca, ia melihat Pak Bazam masih diluar pagar.
Sadar akan penampilannya yang seksi, maka Maya mencoba menggodanya. Ia perlihatkan lekuk tubuh dan gayanya yang aduhai saat membersihkan kotoran kucing. Dan Maya merasakan sensai yang aneh saat melakukan itu.
Terangsang.
Maya sangat terangsang saat melakukannya setelah sengaja mempertontonkan keseksian tubuhnya. Dan ia melihat Pak Bazam terpukau melihatnya dari pantulan kaca. Maya tersenyum puas ketika merasa berhasil membungkam seorang pria dengan keseksian tubuhnya.
Maya lalu masuk ke dalam dan hendak mandi bersama anaknya. Dan dia berpikir untuk berpenampilan seksi lagi untuk suaminya agar suaminya itu senang melihat dirinya. Usahanya berhasil, apalagi saat dia menyusui anaknya ditemani Gio. Maya sangat senang melihat suaminya tergoda dengan dirinya.
Lalu ada bunyi ketukan pintu yang menandakan akan ada orang yang datang.
Gio beranjak untuk menyambut, dan Maya membawa Dimas masuk ke kamar. Keluar dari kamar maka Maya menanyakan siapa yang datang kepada suaminya dari dalam.
Gio mengatakan kalau yang datang adalah Pak Bazam dan Pak Bogo.
Maya cukup kaget, tapi sirna seketika ketika suaminya meminta Maya untuk membuatkan air minum untuk tamu mereka.
 
Selama membuatkan air minum, Maya berpikir hendak berganti pakaian yang cukup tertutup karena ada tamu. Apalagi pakaian yang dia pakai itu sebenarnya hanya untuk ditujukan kepada suaminya.
Tapi mengingat Pak Bogo, membuat vaginanya berdenyut saat memikirkan hubungan badan terlarang di Warung Besar Pak Joko dulu.
Nafsu nya memuncak dan dia tak perduli lagi. Maka dia membawakan minuman itu ke ruang tamu dengan penampilannya itu.
Sengaja Maya duduk disamping suaminya agar suaminya tak melihat apa yang akan dia lakukan. Maya berencana memberi ‘Kode’ kepada Pak Bogo agar menggagahinya lagi dengan perilaku yang ia lakukan pada pakaiannya kala itu.


Maya benar-benar hilang akal sehat nya, yang penting ia mampu memberikan ‘Kode’ kepada Pak Bogo dan berharap Pak Bogo mengerti, dimana mereka akan melakukan hubungan badan nya nanti bisa dipikirkan belakangan.
Tapi sepertinya ‘Kode’ itu tak sampai yang membuat Maya sedikit kecewa, karena Pak Bogo berniat membantu membetulkan keran air rumah mereka.
Setelah Gio dan Pak Bogo ke belakang rumah. Pak Bazam nyengir dan berkata kepada Maya.
“Kenapa tadi dek? Pengen ngewe lagi ya sama Pak Bogo?” Maya terkejut bukan main mendengar ucapan pak Bazam. “Maksud bapak?”
“Sudah. Jangan ditutupi. Kemarin dek Maya ngewe sama Pak Bogo kan di Warung nya Pak Joko?”
“Itu...” ucap Maya yang bingung.
“Meski Pak Bogo kayak begitu, soal kejujuran, dia itu nomor 1 di desa ini,” ucap Pak Bazam untuk melanjutkan.
Maya begitu resah mendengarnya. Apalagi gelagatnya tadi bisa menjadi bukti nyata dari ucapan pak Bazam. Kepalanya menunduk dan bingung.
“Mau saya tutup mulut tidak?” ucap pak Bazam.
Maya memandang Pak Bazam dan pria tua ini tersenyum penuh arti.
“Dengar-dengar dari Pak Bogo, katanya tete dek Maya ada susunya.”
Mendengar itu membuat Maya mengerti maksudnya. Pasrah, akhirnya dia berbicara.
“Benar bapak akan diam?” “Pegang omongan bapak.”
Maya melihat sejenak ke arah dalam, setelah itu ia memandang Pak Bazam dan membusungkan dadanya. Pak Bazam dengan penuh semangat mendekati Maya dan duduk didekatnya.
Perlahan demi perlahan tangan tua itu mendekat dan menyentuh gundukan payudara itu.
“Luar biasa,” Pak Bazam kemudian mengelus-elus, “Benar-benar bulat susu nya dek Maya.”
Maya hanya berdiam diri melihat ke 2 payudara dielus dan diraba-raba seperti itu. Pak Bazam terus melakukannya dan berucap.
“Pak Bogo juga bilang, katanya pentil dek Maya warnanya merah muda ya?” “Kenapa?” ucap Maya bertanya dengan nafas sedikit mendesah.
 
“Bapak pengen lihat,” Pak Bazam nyengir.
Maya melihat ke dalam sejenak. Dirasa situasi aman, dia mengarahkan tangannya ke belakang dan memasukkan tangannya ke dalam baju untuk melepaskan pengait BH nya.
Setelah itu, dengan perlahan Maya mengangkat baju bagian kanannya ke atas dada, yang dimana payudara nya masih tertutup oleh BH. Tak sabar, Pak Bazam dengan segera melorotkan BH Maya.
“Wuiiihhh!!” mata Pak Bazam melotot.
Payudara yang besar, dengan puting merah muda di kulit yang putih bersih.
Siapa juga pria yang tak akan melotot takjub melihatnya. Pak Bazam kembali memegang payudara Maya yang tertampang.
“Nnngghh,” kali ini Maya sedikit mendesah karena putingnya bertemu langsung dengan kulit tangan lawan jenis.
“Mantap sekali, dek!” ke dua sisi bibir pak Bazam melebar, “Sudah cantik, putih, bersih, dan teteknya, wow! Susah bapak jabarkan dengan kata-kata!”
Maya tersipu mendengar pujian itu, karenanya, ia rela payudaranya digerayangi pria tua ini.
“Hehehe,” Pak Bazam memencet-pencet pelan puting Maya, “Udah tegang saja ini, dek.”
“Hihihi.”
“Boleh?” Pak Bazam memainkan lidahnya di depan puting Maya.
Maya hendak melihat situasi dulu, tapi dia melihat suaminya hendak kembali ke ruang tamu. Dengan segera ia menurunkan bajunya dan memandang pak Bazam.
“Suami saya!” ucap Maya dengan suara pelan.
Mendengar itu buru-buru Pak Bazam kembali ke tempatnya, kakinya sempat menyeruduk sofa yang mengakibatkan agak sedikit kegaduhan. Gio muncul dan menanyakan apa yang terjadi.
Tapi Maya dengan lihainya menguasai pembicaraan dan menanyakan kenapa suaminya kembali. Ternyata Gio hendak mengambil keran cadangan yang dipinta oleh pak Bogo dibelakang.
Setelah kepergian Gio, Maya melihat suami nya lagi dan Pak Bazam kembali mendekati Maya.
“Gimana?” Pak Bazam juga hendak ingin melihat ke dalam.
Maya dan Pak Bazam melihat sedikit tubuh pak Bogo sedang berjongkok untuk membetulkan keran. Dan mereka melihat ujung kaki Gio dibalik didinding yang seperti mengawasi pekerjaan pak Bogo.
“Aman,” Pak Bazam tertawa ringan dan memandang Maya, “Lanjut?”
 
Maya tersenyum tipis. Dengan perlahan ia memajukan tubuhnya dan membusungkan dadanya. Pak Bazam yang sudah tak sabar menurunkan kerah kaos putih Maya yang lebar sehingga payudara kanannya mencuat.
“Nnggghhhhh,” Maya mendesah kecil.
Mulut pria tua ini sudah hingga dipayudaranya, disapunya puting itu dengan lidah didalam mulut yang mengulum, untuk merasakan nikmat payudara istri orang lain.
Sementara Maya bergetir nafsunya. Ia terangsang hebat membiarkan pria lain menjamah payudaranya itu selain anak dan suaminya. Betapa hebat nafsu yang ia rasakan hingga menerobos getaran pada vaginanya.
“Mmmhhhh!” Maya mengulum bibirnya menahan nikmat dan geli saat Pak Bazam mulai menyedot susu pada payudaranya.
Pak Bazam juga terlihat seperti orang yang tak pernah minum susu seumur hidup. Ia hisap terus susu Maya dengan mata melotot, sampai-sampai kedua pipinya kempot.
“Wuaaah,” Pak Bazam melepaskan cucupannya.
Ia cium sejenak puting payudara Maya dan menggesek-gesekkannya dengan telapak tangan.
“Sudah lama bapak tidak minum susu dari sumbernya langsung, hehehe,” dengan ujung lidah, Pak Bazam memainkan ujung payudara Maya.
Maya hanya menahan tawa kecil dengan senyumannya. Istri Gio ini hendak menoleh ke dalam dan Pak Bazam berniat membuka kerah kiri Maya dan menghisap payudaranya.
“Suami saya!!” Maya lagi-lagi mengingatkan.
Panik, maka Pak Bazam meloncat ke belakang dan sedikit menyenggol meja yang membuat kopi nya sedikit bergoyang. Sementara Maya dengan cepat menaikkan kerah bajunya agar suaminya tidak melihat dirinya baru saja menyusui pria lain.
Lalu muncul Gio dan Pak Bogo secara bersamaan, dan mengatakan kalau mereka mau pergi ke Warung Besar nya Pak Joko untuk membeli keran cadangan yang baru, sekalian membayar hutang bagi Pak Bogo.
Sebelum Pak Bogo keluar, dia melihat Pak Bazam yang sepertinya melakukan kode dengan raut wajahnya, yang seolah ingin mengatakan.
“Yang lama! Saya mau ngentot sama istrinya nak Gio!!”
Pak Bogo menahan tawa dan mengiyakan saja. Pria hitam kekar ini lalu pergi bersama pemilik rumah menggunakan sepeda motor. Meninggalkan Maya dan Pak Bazam berdua di ruang tamu itu.
“Dek Maya,” ucap Pak Bazam memanggil.
 
Maya menoleh dan melihat Pak Bazam menggesek-gesekkan bagian selangkangannya sendiri dengan tangan kanan.
“Kenapa, Pak?” ucap Maya bertanya.
“Masa nda tau?” alis Pak Bazam naik turun.
Maya tahu maksudnya, tapi dibenaknya ia ingin terus menggoda pria tua ini. “Emmm, apa ya, pak?” Maya merapatkan payudaranya dengan kedua lengan
tangannya.
Pak Bazam yang seperti kehilangan akal sehat main buka kancing celananya sendiri dan mengeluarkan ‘Pusaka’ dibaliknya.
“Masa masih ndak tau?” Pak Bazam nyengir sambil mengocok penisnya sendiri.
Maya hampir tertawa melihat penis milik Pak Bazam. Hampir mirip seperti milik suaminya, normal, namun yang bikin wanita keturunan chinese ini menahan ketawanya adalah betapa keriputnya penis tua itu bahkan saat menegang.
“Bapak mau pipis? Di belakang ada WC kok,” Maya tersenyum memandang penis Pak Bazam.
“Dek Maya, ingat, bapak memegang rahasiamu,” ucap Pak Bazam yang lelah dengan semua ini.
“Pak Bazam, ingat, bapak melakukan ancaman loh. Bisa aja saya laporkan sama suami, polisi, istri bapak dan warga, sekalian Maya laporin bapak sama Pak Bogo,” Maya justru balik mengancam.
“Jangan begitulah,” dan Pak Bazam malah ketakutan. “Hihihi ngancem sih,” Maya tertawa ringan.
“Ngapain juga melapor sama suamimu dan warga, kan dek Maya sendiri yang mau dientot sama Pak Bogo dulu.”
“Karena saya tahu resikonya,” Maya tersenyum, “Palingan saya dimarahi suami, kalau warga, hm, palingan kami diusir dari desa. Sedangkan bapak yang penghuni tetap desa ini? Hayoo, malu seumur hidup loh itu. Bisa jadi ayah saya juga memecat bapak dari perusahaannya. Kan sudah selama ini bapak menjadi pengawas sawah milik ayah saya.”
“Jangan gitu dong,” Pak Bazam lagi-lagi ketakutan.
Maya lagi-lagi menahan tawanya melihat kondisi penis Pak Bazam. Akibat pembicaraan ini, penis Pak Bazam tak lagi menegang, tapi merunduk malu merindukan bulan.
“Ayo dong, dek Maya! Kris! Bapak sudah tak tahan!” “Kris?” Maya kebingungan.
 
“Itu, yang biasa di film barat. Kan ada tuh ngomong Kris saat anak mudanya memohon.”
“Please, Pak. Bukan Kris,” Maya menahan tawanya lagi. “Itu maksud bapak!!”
“Hmm,” Maya menahan tawa lagi, “Memang bapak mau apa?”
“Mau ngentot sama dek Maya!” ucap Pak Bazam tak tanggung-tanggung. “Oh, ML?”
“ML?” sekarang Pak Bazam yang kebingungan.
“Itu tadi, entot-entot. Saya nyebutnya ML,” Maya tersenyum, karena memang itu bahasa dia untuk berhubungan badan bagi orang kota sepertinya. Karena kalau kata ‘Ngentot’, baginya itu kata yang paling norak dan kampungan.
“Oh” Pak Bazam mengangguk, “Yaudah, yuk dek!!” “Hmm, kasih ga ya,” Maya terus menggodanya.
Pak Bazam lalu berlutut dan merapatkan ke 2 tangannya. “Kris! Dek! Kris!!”
Sudah kesekian kalinya Maya menahan tawa. Dari Pak Bazam masih saja salah menyebutkan kata ‘Please’, sampai memohon seperti ini agar Maya mau bercinta dengannya.
Maya berpikir sejenak.
Apakah dia rela memberikan vagina nya lagi kepada orang lain?
Yang dimana totalnya sudah ada 11 jenis penis yang sudah masuk ke dalam vaginanya (mantan pacar, 8 anggota geng motor, Pak Bogo dan suaminya sendiri)
Maya berpikir ini sudah sangat terlanjur. Dia sudah bermain belakang, terlebih lagi ada ancaman kecil yang ada pada diri Pak Bazam.
Setelah berpikir maka dia memandang Pak Bazam. “Boleh.”
“Ini dia!!” Pak Bazam dengan semangat berdiri hingga celananya melorot dan mengocok penisnya lagi.
“Dengan syarat.” “Syarat?”
“Hm,” Maya mengangkat payudara nya sehingga menonjol, “Mau gak?” “Sebutkan!” Pak Bazam melotot memandang payudara besar Maya.
Maya menurunkan payudaranya dan berucap.
 
“Yang pertama. Bebaskan iuran biaya keamanan rumah ini.” “Bisa diatur!”
“Yang kedua. Kurangi 70% biaya listrik dan air dirumah ini.” “Loh, bagaimana cara menguranginya?”
“Dengan uang bapak dong,” Maya tersenyum, “Jadi setiap suami saya menitip bayar listrik dan air rumah ini kepada bapak. Bapak ambil 30% dan ditambahkan uang bapak untuk membayar tagihannya. Sedangkan 70% nya kembalikan sama saya.”
“Ohhhh”
“Tidak masalah kan? Kan gaji bapak juga gede dari ayah saya,” Maya tersenyum.
Pak Bazam menggaruk kepalanya dengan tangan satunya yang masih mengocok penis.
“Ya sudah. Ndak masalah!”
Maya lalu tersenyum dan berdiri. Ia tutup pintu rumah ini dan tiba-tiba melorotkan tubuhnya sehingga pantatnya condong ke belakang. Maya menoleh ke belakang, tersenyum dan menggeal-geolkan pantatnya kepada Pak Bazam.
Melihat itu membuat Pak Bazam dengan beringas memeluk Maya dari belakang. Ia gesek-gesekkan penisnya itu ke pantat Maya dan meremas-remas payudara Maya yang menggoda.
“Aaaawwwwww, pelan-pelan dong,” protes Maya. “Hehehe,” Pak Bazam menjilat-jilat leher Maya. “Aaaaaahhh,” Maya mendesah dengan mata terpejam.
“Ayo telanjang dek,” Pak Bazam memegang pinggul Maya dan menyodok- nyodok pantat Maya yang masih memakai celana, “Udah ndak tahan lagi!”
“Didalam aja, disini panas,” ucap Maya karena cuaca memang panas, “Itu celana bapak jangan lupa.”
Pak Bazam menepuk bokong Maya dan mengambil celana yang ia pelorotkan, tak mau rugi, bapak tua ini menyicip kopinya terlebih dahulu.
Sementara Maya sudah masuk ke dalam dan menghidupkan kipas. Ia terdiam sejenak dan berpikir perbuatannya ini benar-benar salah dan tentu saja akan mengecewakan Gio nantinya apabila suaminya itu tahu.
“Loh kok belum dibuka,” ucap Pak Bazam saat menyusul ke dalam.
Maya melihat Pak Bazam sejenak dan berpikir perbuatannya ini juga demi keuntungan biaya rumahnya.
 
Gratis uang keamanan, serta potongan 70% untuk biaya listrik dan air.
Sebuah tindakan yang berisiko namun membantu keuangan suami yang dia sayangi.
Maya tersenyum dan mendorong tubuh Pak Bazam sehingga pak tua ini terduduk disofa ruang tengah. Maya lalu duduk dipangkuan pak Bazam dengan penis pria ini didepan selangkangan.
“Ayoo!” Pak Bazam tak sabar sambil meremas gundukan payudara Maya. Maya menurunkan 2 tali yang terhubung dengan celananya itu kebawah. Pak
Bazam yang sudah tak sabar membantu Maya untuk membuka kaos putih yang
dikenakan wanita ini.
“Gunung Krakatau!” ucap Pak Bazam terpukau.
Karena akhirnya pria ini bisa melihat bentuk sempurna payudara Maya yang besar dengan ke 2 puting merah muda di tengahnya. Maya tersenyum dan mengangkat ke 2 payudara indahnya yang ia banggakan.
“Perasaan”
“Apa? Apaaa?” mulut Pak Bazam melebar.
“Tadi ada yang nggak jadi minum sebelah sini,” Maya menggoyang-goyangkan payudara kirinya.
Mengerti maksudnya membuat Pak Bazam dengan lahap melahap puting kiri payudara Maya. Diremas-remasnya payudara itu dengan tangan, agar memompa susu yang terkandung didalamnya.


================



Lanjut....

“Ssssssss, aaaaaaahhhh,” Maya mendesah sambil melihat Pak Bazam yang menyusu.
“Hhffffrttt!! Sssllllllllrrrrrppp!!” Pak Bazam mengeluarkan suara menyeruput panjang, seolah puting Maya itu sedotan baginya.
Penis Pak Bazam semakin menegang dan Maya merasakan nafsunya mencuat.
Vaginanya mulai basah dengan aksi binalnya. Ia memegang kepala Pak Bazam dan meremas-remas payudara kirinya untuk membantu Pak Bazam.
“Sssssshhhhh, ayoo, iseep,” ucap Maya memancing gairah.
Tanpa perlu disuruh, tua bangka ini memang akan melakukannya.
Kempotnya pipi Pak Bazam saja menandakan ia ingin menghabiskan susu Maya sampai kering tak tersisa.
“Enak?” Maya tersenyum sambil mengelus kepala Pak Bazam.
Pak Bazam berhenti menyusui, menarik puting Maya dengan gigitan pelan sampai-sampai payudara Maya melancip ujungnya. Gigitan itu terlepas dan bentuk Payudara Maya kembali seperti semula.
“Segeeeer! Susu amoy memang juara! Susu cap bendera lewat!”
“Hihihi, masih ada kok,” Maya menuntun payudara kanannya ke arah mulut Pak Bazam.
Pak Bazam kembali menghisap susu Maya lewat payudara sebelah kanan.
-
ilustrasi





“Oooohhhhhhhhh,” Maya menadahkan kepalanya keatas dengan mata terpejam.
Tangan Pak Bazam mulai aktif menggoyang-goyangkan bokong Maya. Maya juga aktif menggoyang-goyangkan pinggulnya sebagai ekspresi gairahnya. Keringat mulai bercucuran pada tubuh ke 2 nya. Meski angin dari kipas angin mengenai mereka, namun api gairah dan nafsu terus membara.
“Ayo dek,” Pak Bazam memainkan ke 2 puting Maya, “Bapak pengen ngentot!”
Maya menurut saja. Ia beranjak dari pangkuan Pak Bazam dan hendak melepaskan celananya. Tapi dering suara ponsel dari celana pak Bazam menarik perhatian mereka berdua.
Pak Bazam mengambil ponselnya dan terkejut karena istrinya yang menelepon.
“Sebentar dek.”
Pak Bazam menerima telepom itu dan Maya melihat penis Pak Bazam agak sedikit menciut karena suasananya teralihkan. Maya sedikit kesal karena rasanya perbuatan dia sia-sia membuat penis tua ini tidak menegang utuh. Tanpa perlu disuruh, wanita ini berjongkok, memegang penis pak Bazam dan mengocoknya pelan.
“Ohhhh mantap!” Pak Bazam keceplosan dan menjelaskan maksud kalimat itu kepada istrinya, “Ah itu! Mantap, mantap itupak Bogo mantap! Dia bisa
bergelinding di jalan!”
Maya hampir tertawa mendengar Pak Bazam memberi alasan absurd kepada istrinya. Merasa usahanya berhasil membuat penis itu terus menegang dan keras.
Maya melakukan hal yang lebih gila lagi bagi dirinya dan Gio. Itu karena Maya hendak mengulum penis tua ini dengan mulutnya.
Dan HAP!, tanpa perlu pemanasan seperti menjilat,, meludah atau apalah.
Maya langsung mengulum penis pria tua ini dengan mulutnya.
“Istimewaaaaa!!’ Pak Bazam lagi-lagi keceplosan dan berbicara kepada istrinya di ponsel, “Itu, Bubukan-bukan! Itu si Pak Bogo. Dia jago memanjat
pohon. Mirip kera beneran. Bener, Bu. Mirip! Seperti satwa yang dilindungi!”
Maya bergetar tubuhnya menahan tawa dengan penis didalam mulutnya.
Liurnya mulai dikeluarkan untuk melumasi penis itu dari dalam, tak lupa ia menyapu batangnya dengan lidah. Merasa cukup, perlahan demi perlahan kepala Maya naik dan turun secara perlahan untuk melakukan pompa penis dengan mulutnya.
“Errggghh!!!” Pak Bazam menahan nikmat tiada tara saat penisnya di blowjob seperti itu, ia memegang kepala Maya seolah ingin menahannya sejenak, “I-Itu!
Bapak lagi dpijit pak Bogo! Iyaaaa!! Disituuu!!”
Tapi Maya tidak berhenti, ia terus melahap penis itu dengan nikmat sampai- sampai matanya menutup mengkhayati blow job yang dia lakukan ini. Pak Bazam benar-benar kebingungan berbicara dengan sang istri sambil menahan nikmat yang ia dapatkan dari istri orang lain. Tangannya mulai beringas meremas-remas payudara Maya saat istri Gio masih asyik menikmati penisnya.
-
ilustrasi




Percakapan telepon selesai. Dan Pak Bazam terengah-engah memandang Maya yang masih asyik mengulum penisnya.
“Astaga dek, sabar napa? Susah bapak menahannya!”
Maya melepaskan kulumannya dan tersenyum kepada Pak Bazam. “Oh, gak mau? Ya sudah.”
“Mau dong!” Pak Bazam memegang kepala Maya dan menuntunnya lagi kepenis.
“Hihihihi,” Maya tertawa dan membuka lebar mulutnya untuk mengulum lagi.
2 insan manusia dengan umur terpaut jauh ini masih asyik melakukan pemanasan. Lidah Maya yang menyapu penis mampu membuat pak Bazam hampir kelojotan.
“Berhenti dek! Berhenti!” “Kenapa??” ucap Maya bertanya.
“Bapak mau ngentot dulu, masa crot nya dimulut.” “Hihihi enak ya?”
“Tentu saja!”
Maya lalu berdiri dan hendak membuka celananya lagi. Tapi pak Bazam juga berdiri dan memeluk Maya dari belakang sambil meremas-remas payudara Maya.
-
ilustrasi



“Ngentotnya dikamar saja yuk, dek?”
“Di kamar ada anakku,” ucap Maya menoleh. “Kan masih kecil, ya? Ya? Dikamar ya?” “Ngg,” Maya menimbang-nimbang.
Maya akhirnya menyetujui. Pak Bazam ke toilet sebentar karena ingin buang air kecil, sementara Maya masuk ke dalam kamarnya. Pak Bazam yang selesai buang hajat mengambil dulu celananya tadi dan menyusul Maya ke dalam. Dan didalam.
Maya sudah telanjang bulat dengan gaya yang sangat menantang bagi Pak Bazam.
-
Ilustrasi



“Kenapa?” Maya tersenyum dan mengelus perutnya, “Ini kan yang bapakmau?”
“Demi Tu-Haaaaaaaaaan!!!” Pak Bazam menepuk kasur 3 kali dengan gaya ‘Arya Wiguna’.
Padahal pria ini sudah tua, tapi melihat ‘Daging Segar’ dihadapannya ini membuat fungsi tubuhnya begitu memicu adrenalinnya. Itu bisa dilihat tak butuh 2 detik dia membuka bajunya setelah melempar celananya.
Maya berdiri sejenak dan sengaja menonjolkan payudara nya untuk Pak Bazam. Karena Maya merasa Pak Bazam mau melakukan pemanasan ronde ke 2 di kamar pengantin antara Maya dan Gio ini.





-
Ilustrasi




Tapi perkiraan Maya salah, Pak Bazam mendorong tubuh Maya sehingga wanita ini kembali terbaring di kasurnya.
“Eh?” ucap Maya yang bingung.
Tapi kebingungannya itu bersifat sementara. Karena setelah itu Pak Bazam langsung melesatkan penisnya ke dalam vagina Maya yang sudah basah sedari tadi.
“Aaaaaaaaaaaaaaahhhhh!!!” Maya mendesah panjang dengan serangan ini. “Ooooohhh!!!” begitu juga Pak Bazam.
Mata Pak Bazam terpejam, dan senyumnya terukir senang. Itu karena ia merasakan penisnya dipijit oleh kedutan vagina Maya yang sudah sedari tadi terangsang.
“Pepek amoy memang juaraaaaa!”
“Nnggghhhh,” Maya sebal dan cemberut memandang Pak Bazam, “Ga sabar amat sih, pak! Sakit tahu!”
“Apa itu sabar? Kata dari kamus mana itu?” Pak Bazam perlahan mulai menggoyangkan pinggulnya.
Maya masih sebal dan kembali membaringkan kepalanya. Didalam rasa sebalnya itu ia bisa merasakan penis pria tua ini mulai memompanya.
“Maafin Maya, mas Gio.” batinnya.
Cuaca panas semakin terik membakar suhu. Seperti nafsu Pak Bazam yang terbakar begitu riuh.
“Aaaahhh! Gila! Enak sekali pepekmu Mayaaaa!” ucap pak Bazam.
Maya yang sedari tadi diam saja mulai merasakan nikmat pada vaginanya.
Meski penis Pak Bazam membuat vaginanya tidak sesak seperti yang dilakukan Pak Bogo, namun wanita ini mulai menikmatinya.
“Ouuuhhh ssssshhh, nggghhhh,” Maya mulai melenguh.
“Enak! Akhirnya bisa merasakan pepek Maya! Made in Cina! Gong Xi Fa Cai!
Angpau! Cibai! Babi Panggang! Cuan leeeee!!” Pak Bazam meracau aneh demi sensasinya.
“Sempat-sempatnya bawa ras, Pak, nggguhhhhhh,” keluh Maya sambil melenguh.
“Pepekmu enaaaaak!!” Pak Bazam semakin kencang menyodok vagina Maya. “Ouuuuuuhhhhh!!” kepala Maya menukik ke atas.
Penis tua itu begiu kencang memompa vagina merah muda milik Maya, kecepatannya yang dilakukan pria tua ini mampu membuat Maya menggelinjang.
“Oouuuhhhh, paaaaakkkk!!” “Enaaak ya dek Mayaa?”
“Iyaaaah, aaaaaahhhh ngggggg!!”
Suara Plok! Plok! Plok! Terus beradu begitu konstan, kasur per ini saja tak mampu mengimbangi gerakan cepat nan instan. Keringat ke 2 nya mulai membasahi seprai. Antara keringat dari cuaca panas dan juga dari persetubuhan yang mengganas.
“Ouuuhhh, kenceeengin!!” ucap Maya, “Aaaahhhhh ahhhhhhh, kencengiiiiiin!!”
“Uuuuhh!! Sedaaaap!!” Pak Bazam merem melek.
Pak Bazam meraih ke 2 tangan Maya yang membuatnya semakin kencang mengguncang vagina istri Gio.
-
Ilustrasi



“Oooouuuhhhh, Paaaak,” Maya memandang Pak Bazam dengan mulut terengah.

“Apa sayaaang?”
“Enaaak, kontol bapaaaak,, aaaaahhhhhh, kontooool bapaaaak didalaam memek Mayaaaaa!” Maya bahkan sampai menggunakan kata-kata yang baginya kampungan seperti itu.
“Hehehehe!” Pak Bazam mengangkat kaki Maya dan menjilat-jilat betisnya, “Sllrrrpppp!”
“Ouuuuuhhhh ahhhh aaaaahhh!!”
Bunyi air ditempat sempit menarik perhatian Pak Bazam dan melihat vagina Maya semakin aktif mencekam. Punggung Maya menekuk.
“Maaauuu kelhuuu.”
Tapi Pak Bazam melepaskan penisnya dari vagina Maya yang membuat orgasme wanita ini tertunda.
“Bapaak! Kok dikeluarin sih?” Maya terlihat sebal. “Sebentar, capek, hehehehe.”
Pak Bazam lalu memeluk Maya dan mencium bibir wanita ini. “Nngghhhhh, ngghhhh,” desah Maya sambil bersilat lidah.
Lidah ke duanya saling menjilat-jilat dengan air liur dan tetesan keringat yang banyak dari tubuh mereka.
“Haus ndak?” ucap tanya Pak Bazam. “Iya” Maya ngos-ngosan.
Pak Bazam lalu mengeluarkan ludah dari mulutnya dan mengarahkan ke mulutnya Maya. Dan lebih gilanya lagi, Maya membuka mulutnya untuk menyambut ludah pria ini. Air ludah itu pun masuk dan dipinum oleh Maya.
“Lagi,” ucap Maya meminta, membuka mulut dan menjulurkan lidahnya.
Pak Bazam kembali mengeluarkan ludahnya sambil meremas-remas payudara Maya sehingga susu wanita ini lagi-lagi keluar dari ke 2 putingnya. Maya terus meminum ludah itu sampai akhirnya mereka berdua berciuman lagi.
Diposisi itu, Pak Bazam berpindah ke samping sambil memeluk Maya, sehingga posisi Maya sekarang diatas. Setelah puas berciuman dan bersilat lidah, maka Pak Bazam berbicara.
“Sekarang dek Maya yang goyang ya.”
Tak ada suara balasan dari Maya. Wanita ini beranjak dan memegang penis Pak Bazam. Dan Maya sendiri lah yang mengarahkan penis tua itu ke dalam vaginanya.
“Ssssssssshhhhhhhhh,” Maya memejamkan mata menikmati penetrasi ini.
-
Ilustrasi



================

Final Part 4

Dimas adalah anak yang cepat lelah, tak perlu lama anak Maya dan Gio mengantuk lagi setelah puas tidur sebelumnya dan Maya menidurkannya dengan memberinya ketenangan dengan kasih sayang seorang ibu.
Gio juga sudah keluar dan siap dengan kemejanya. Setelah menidurkan Dimas di depan TV, maka Maya mengantar suaminya yang ia cintai keluar rumah.
Diluar rumah, mereka berpapasan dengan pak Komar. Penjual sayur yang saban pagi melewati jalan untuk berjualan ditempat langganannya. Perbincangan ringan tentu saja terjadi antara Gio dan Pak Komar, dan Maya hanya tersenyum melihat suaminya yang supel/mudah bergaul dengan banyak orang.
Gio lalu pergi ke garasi untuk mengambil motornya. Sementara Maya memilih sayur untuk dimasak hari ini.
“Sawi seikat berapa, Pak?” ucap Maya bertanya.
“Ah itu! Gratis!” ucap Pak Komar yang tampak kaget tiba-tiba ditanya. “Hah?” Maya juga kaget.
“Maksud saya, seikatnya 5 ribu,” Pak Komar tampak malu-malu.
Maya melihat gelagat Pak Komar dan menahan tawanya. Akhirnya dia tahu kalau Pak Komar sedari tadi memandang tubuhnya dengan balutan pakaian yang seksi ini. Gio kembali sembari mendorong motornya yang sudah dinyalakan untuk dipanaskan.
Setelah Gio berpamitan dan pergi, maka Maya melanjutkan memilih sayur. “Hm, terongnya kecil-kecil semua ya, pak.”
“Gede” Pak Komar tak berkedip memandang payudara Maya.
“Mana yang gede, pak?” Maya mencari terong yang dimaksud. “Itu... di badan dek Maya”
“Hah?” dahi Maya mengerut.
“Oooh!! I-iya, kecil-kecil semua,” Pak Komar salah tingkah dan melihat terong-terong ungu miliknya yang memang berukuran kecil tapi panjang.
Maya melihat arah pandangan mata Pak Komar sebelumnya, dan dia lagi-lagi menahan tawa karena tahu gede apa yang dimaksud.
Iseng ingin menggoda, Maya raih terong itu dan melakukan gaya mengocok dengan tangannya untuk mengocok terong itu.
“Kalau gede saya suka,” ucap Maya.
“Saya juga suka” pak Komar terpana melihat tangan Maya yang mengocok
terong itu.
Maya meletakkan terong itu dan meraih timun yang ukurannya besar. Dan lagi-lagi wanita ini mengocok tangan sayuran itu.
“Kalau segede ini saya suka,” ucap Maya tersenyum.
Pak Komar menelan ludah dan mencoba mengalihkan pandangannya. Maya lagi-lagi menahan tawanya melihat Pak Komar yang salah tingkah.
“Duh, jatuh!” Maya sengaja menjatuhkan ketimun nya.
Pak Komar menoleh dan melihat Maya berjongkok untuk mengambil ketimun tadi. Dan luar biasa pemandangan yang didapatkan oleh pak Komar. Belahan payudara yang bulat tertampang jelas terlihat dari atas sini.
“Maaf ya, pak,” Maya berdiri dan membersihkan ketimunnya dari debu. “Terima kasih”
“Terima kasih?” Maya bingung memandang Pak Komar.
“Terima kasih,” Pak Komar tampak terharu raut wajahnya dan memberikan tanda jempol kepada Maya.
“Apa sih, pak,” Maya tertawa.
Maya tentu saja tahu maksudnya. Karena tadi dia memang sengaja menjatuhkan ketimun tadi untuk mempertontonkan belahan dadanya dari atas dari payudaranya yang bulat.
“Terima kasih ya, pak,” ucap Maya yang selesai membeli. “I-Iya dek”
Maya berjalan menuju rumahnya, namun dia ingin memberikan atraksi terakhir untuk pak Komar. Maya lalu sengaja menjatuhkan kantong sayurnya dan berlagak mengeluh.
“Duh jatuh.”
Pak Komar menoleh. Sementara Maya hendak memungut kantong itu. Namun wanita ini tidak berjongkok. Dia melebarkan jarak ke dua kakinya, dan membungkuk indah. Pak Komar menganga melihat lekuk tubuh dan bokong Indah Maya dari posisinya itu, air liurnya saja sampai ngences.
Maya lalu berdiri dan bisa melihat bayangan Pak Komar yang melongo melihatnya di kaca jendela teras rumah. Maya menahan tawanya lagi dan berjalan masuk ke dalam rumah dan menutup pintu.
“Duh, kok aku bisa begitu ya, hihihihi,” Maya cekikikan di balik pintu.
Pak Komar lalu mendorong gerobaknya lagi, hanya saja begitu pelan dan wajahnya masih terpana melihat apa yang dilihatnya tadi.
“Adooh, tahu begini saya jualan didekat sini sajalahbaru tahu istrinya pak
Gio penampilannya kayak gitu” ujar Pak Komar pelan.
“Halo, pak Komar. Masih disini.”
Pak Komar menoleh ke depan dan ternyata itu adalah Pak Bazam yang menyapanya.
“Oh, halo Pak Bazam. Iya, ini juga mau kesana.”
“Hahaha, segar-segar nih,” Pak Bazam melihat dagangan pak Komar. “Hehehe. Oh, bapak mau kemana?”
“Jalan-jalan saja hehehe. Sudah dulu ya pak Komar. Saya ndak tahan.” “Ndak tahan?”
“Ndak tahan mau jalan-jalan hahahaha.” “Oh iya-iya hahahaha.”
Pak Bazam melanjutkan perjalanannya, begitu juga pak Komar. Pak Komar berhenti sejenak untuk menyalakan rokok dan memikirkan tubuh Maya tadi.
“Seksinya, beruntung nak Gio.duh! Saya jadi tak tahan, apa sewa perek
pangkalan lagi saja ya,” Pak Komar melihat tas pinggang untuk melihat uangnya.
Pak Komar mengeluarkan uangnya untuk menghitung pengeluarannya nanti. Ia menoleh sejenak ke arah jalan yang ia lalui tadi dan melihat Pak Bazam tiba-tiba membelok ke rumah Gio dan berlari ke samping rumahnya.
“Loh?” Pak Komar kebingungan, “Kenapa Pak Bazam kesitu?”
Pak Komar menaruh gerobaknya di tepi jalanan dibawah pohon rindang. Dan mencoba mencari tahu.
Sementara Pak Bazam menunggu tak sabar pintu belakang terbuka dan saat pintu terbuka, tertampanglah kemolekan tubuh Maya dengan setelan pink dan putih pada tubuhnya.
“Pak Bazam? Ada apa?” “”Ada urusan dong.” “Urusan apa?”
“Mau menanyakan kebenaran. Benar tadi subuh dek Maya ngentot sama Pak Bogo?”
Mendengar itu Maya kecut wajahnya, ia melipat tangannya. “Hmm, jadi ada apa nih?”
“Hehehe, boleh bapak masuk ke dalam?”
Maya menyiyakan saja. Saat masuk kedalam, Pak Bazam melihat sayur dan pisau, sepertinya Maya tadi mau memasak.
“Di ruang tamu saja,” ucap Pak Bazam memberi usul, karena ia juga melihat Dimas tertidur.
Mereka berdua pergi ke ruang tamu. Tempat dimana Maya melayani nafsu seks Pak Bogo subuh tadi. Mereka berdua lalu duduk dan berbicara.
“Ngentot yok dek!” ucap Pak Bazam tiba-tiba saat pantatnya baru menyentuh sofa. aja”
“Ya ampun,” Maya sampai terkejut, “Basa-basi nggak ada, main ajak ML “Habisnya bapak tak tahan dek hehehe. Apalagi saat mendengar cerita pak Bogo tadi pagi hehehe.”
“Ember amat sih pakai cerita-cerita segala,” ucap Maya cemberut.
“Jangan salahin bapak lah, pak Bogo sendiri yang cerita. Katanya juga dia udah ngasih pil itu ya dek?”
“Hmm,” mulut Maya manyun.
“Tenang dek. Daerah sini kan sepi, lagi pula bapak membawa apa yang dipinta dek Maya kemarin.”
“Maksudnya?” ucap Maya dengan 2 alis terangkat keatas.
“Nih,” Pak Bogo mengeluarkan sejumlah, “Uang keamanan, dan uang 70% bayar listrik dan air yang dibayar nak Gio kemarin.”
Melihat itu membuat mata Maya membulat dan tersenyum. “Sini,” ucap Maya meminta.
“Sabar, bapak kasih kalau,” Pak Bazam memainkan alisnya, “Bapak dapat jatah hari ini.”
Maya terus tersenyum, ia berdiri dan duduk disamping Pak Bazam. “Jatah apa?” Maya menggoda dan memepetkan tubuhnya.
“Dek Maya ini sekali pura-pura ndak tau,” Pak Bazam memegang payudara kiri Maya.
“Hihihi,” Maya juga mengelus selangkangan Pak Bazam, “Ini ya?”

Pinter hehehehe.”
Tangan Pak Bazam lalu diarahkan ke muka Maya, dimiringkannya dan mereka berdua pun berciuman.
“Mmhhh,” Maya merem melek dengan lidah bermain lidah dengan pak Bazam.
Selagi asyik berciuman, tangan Maya membuka ikat pinggang milik Pak Bazam dan membuka pengait celananya. Gara-gara kesulitan maka mereka menunda ciumannya sejenak.
Pak Bazam membuka celananya sendiri dan Maya berdiri untuk membuka celana pendeknya. Pak Bazam tak jadi membuka celana dan juga berdiri, dia membantu Maya melepaskan BH nya dari dalam baju. Ia lepas dan tarik BH itu dari dalam dan dilempar ke sembarang tempat.
Mereka duduk kembali dan tanpa basa-basi Pak Bazam mencaplok puting Maya yang masih memakai baju.
“Ngghhhhh, pak Bazam,” desah Maya sambil memegang kepala pria tua ini. “Sarapan dulu,” kata Pak Bazam dan terus menyedot ke dua puting Maya.
Puting Maya menegang karena rangsangan ini. Merasa cukup, Pak Bazam meminta Maya untuk membuka celananya. Dan Maya dengan senang hati melakukannya dengan bajunya yang basah dibagian putingnya.
Setelah melorotkan celana pria tua ini. Maka keluarlah penis keriput yang kondisinya menegang naik turun.
“Hihihi lucu,” Maya tertawa melihat penis Pak Bazam yang naik turun saat keluar dari celananya itu.
“Kasih apresiasi dong kalau lucu.”
Dan Maya melakukannya. Ia mencium kepala penis Pak Bazam, kemudian lidahnya yang tercampur ludah menjilati kepala penis pria tua ini.
“Maka nikmat mana yang ingin didustakan!” Pak Bazam merem melek sambil berkacak pinggang.
“Sslrrrrrppp,” Maya menghisap kepala penis itu dengan irama suara liurnya.
Tak lama kemudian penis Pak Bazam menghilang. Bukan menghilang karena disunat Jin, tapi penisnya itu hilang terbenam di dalam mulut istri Gio ini.
Maya begitu cekatan menghisap penis tua itu sampai-sampai Pak Bazam meremas kepalanya sendiri untuk mengekspresikan nikmat duniawi yang ia dapatkan.
Pak Bazam lalu mengangkat baju pink Maya ke atas dan meminta Maya berhenti sejenak menghisap penisnya. Pak Bazam berdiri di samping Maya untuk menciumnya dari atas, sementara penisnya digesek-gesekkan pada payudara Maya.
-
“Dasar lonte!” hina Pak Bazam.
“Hihihi,” Maya malah menerima hinaan itu dan menjulurkan lidahnya.
Mereka kembali berciuman dan bersilat lidah. Saat mau melakukan hal yang lebih jauh, tiba-tiba ada suara seseorang.
“Astaga”
Maya dan Pak Bazam kaget, dan mereka melihat Pak Komar melihat semua ini dibalik dinding ruang tamu. Sepertinya Pak Komar juga masuk lewat pintu belakang yang tidak ditutup tadi.
“Pak Komar?” Pak Bazam turun dari sofa dan Maya menurunkan bajunya lagi untuk menutup payudaranya.
“Apa yang kalian lakukan?” kata Pak Komar.
Buru-buru Pak Bazam menghampiri Pak Komar. Sementara Maya malu dan takut setengah mati. Karena semakin bertambah orang yang melihat kelakuan dirinya saat suaminya tak ada.

“Bagaimana ini?” batin Maya yang kalut.
Sementara percakapan antara Pak Bazam dan Pak Komar sepertinya mencapai titik kesepakatan.
“Yang bener?” Pak Komar tampak tak menyangka. “Gimana?” ucap Pak Bazam.
Pak Komar melihat Maya dan menelan ludahnya. Ia kembali memandang Pak Bazam dan berkata, “Boleh.”
Setelah itu Pak Bazam menghampiri Maya dan berbicara 4 mata.
Pembicaraan itu mampu membuat Maya sedikit tenang dan berkata. “Apa harus begitu?”
“Dari pada Pak Komar cerita ke orang lain?” ucap Pak Bazam untuk meyakinkan.
Maya merasa sudah tak ada cara lain lagi, dia mengangguk. Untuk menyetujui saran pak Bazam, yaitu Maya juga harus melayani nafsu seks nya Pak Komar.
“Sini, Pak. Dek Maya mau.”
Dengan salah tingkah Pak Komar mendekati mereka. Pak Komar duduk disamping Maya dan Maya tersenyum menyambutnya.
“Astaga” Pak Komar menggeleng-gelengkan kepalanya memandang Maya.
“Apanya, pak?” ucap Maya bertanya. “Saya ndak nyangka dek Maya”
“Apa?” Maya tersenyum dan meremas payudara sendiri dihadapan pak Komar.
-
Pak Komar menelan ludah dan menggelengkan kepalanya.
“Jangan-jangan tadi dek Maya.... memang mau menggoda saya ya”
“Entah ya,” Maya tertawa ringan dan menonjolkan payudaranya. “Buset,” Pak Komar terpana melihat bulatnya payudara Maya.
“Kenapa di diemin pak? Ada susunya tuh,” ucap Pak Bazam memberitahu. “Serius?”
“Ya serius!”
“Bener dek Maya?” ucap Pak Komar.
“Ga tau,” Maya mengangkat sedikit bajunya dan menggodanya, “Kenapa tidak bapak coba cari tahu sendiri.”
-
“Permisi,” Pak Komar mendekati Maya.
Maya menahan tawa mendengar pak Komar yang begitu sopan berbicara untuk tindakan yang bisa dibilang tidak sopan. Dengan perlahan tangan pak Komar memegang baju Maya dan Maya membiarkan Pak Komar melakukannya. Dan saat baju itu diangkat, maka mencuatlah payudara besar indah berputing pink milik Maya.
“Wuiiiih!!” Pak Komar melotot dan memandang Pak Bazam, “Merah muda"

“Beda kan dengan puting lonte-lonte yang sering kita pakai di pangkalan?” “Iya,” Pak Komar kembali memandang payudaea Maya, “Indahnya”
“Makasi,” Maya tersenyum.
“Izinkan saya,” ucap untuk pinta Pak Komar kepada Maya.
Maya lagi-lagi menahan tawa, tapi dia suka karena Pak Komar tergolong sopan walau izinnya itu untuk menyentuh payudaranya.
Pak Komar mendekat dan menyentuh payudara lembut payudara Maya. Saat kulit ketemu kulit seperti ini membuat Maya terangsang.
“Ngghhhhhh,” Maya melenguh.
Sedangkan Pak Komar terlihat serius memegang payudara Maya.
“Hmm. Padat, namun kenyal. Tekstur tete dek Maya sepertinya elastis, untuk ukuran ini sudah proposional. Lalu kelenturan kulit tete nya...”
Maya tak kuasa dengan semua ini. Untuk kesekian kalinya dia menahan tawa, karena Pak Komar malah mengomentari payudaranya layaknya seorang juri di kontes pamer payudara.
Pak Komar mengurut dan memencet bagian puting dan keluarlah susu milik Maya.

“Keluar susunya!” pak Komar terkejut. “Kan sudah dibilang,” Pak Bazam terkekeh. “Hihihihi,” Maya cekikikan.
“Mari kita coba rasanya,” Pak Komar mencolet susu Maya yang tumpah dengan ujung jari dan mencicipinya, “Tawar. Tapi penuh nutrisi dan protein yang tinggi untuk bayi.”
“Maaf ya, nggak ada gula disini,” Maya menunjuk payudaranya sendiri. “Gila,” Pak Komar menggeleng sambil meremas payudara Maya, ia lalu
memandang pemiliknya dan berkata, “Izinkan saya.” “Hihihi,” Maya lagi-lagi cekikikan.
Dan tanpa basa-basi lagi Pak Komar mencaplok puting kanan Maya dan menikmati susu yang terkandung didalamnya.
“Aaaaaahhhhhhhh,” Maya memejamkan mata dan tersenyum.
Pak Bazam yang melihat mereka juga tak mau kalah. Dia duduk disamping Maya dan mencaplok puting kiri Maya.
“Ngghhhhhhhhhhhhhhh!!” Maya melenguh hebat saat menyusui 2 orang pria yang berbeda.
Pak Bazam dan Pak Komar tak menyia-nyiakan ini. Mereka terus menghisap susu Maya sampai-sampai pemiliknya kelojotan.
“Puaaah, sedap!” kata Pak Bazam dan menyeka mulutnya.
Sementara Pak Komar masih asyik menyusu payudara Maya, dan Maya mendesih terus dibuatnga karena permainan lidah pak Komar begitu merangsang dan menyenangkan bagi dirinya.
Maya berpindah posisi tanpa sedikit pun mengganggu aktivitas pak Komar.
Wanita ini duduk mengangkang di depan Pak Komar dan terus menyusuinya dengan telaten.
“Iseeep, teruuuuss, nggghhhhhh.” “Sllrrrrrrrrrrppp!!”
Aaahhhhhh iyaaa, teruuussss, Maya sukaaaaaa!!”

Pak Bazam tak tinggal diam. Dia sudah membuka celana dan juga bajunya.
Dia menghampiri Maya dan menggesek-gesekkan penisnya di belahan pantat Maya. “Ouuuuuuhhhhh,” Maya melenguh.
Pak Bazam menarik rambut Maya ke belakang dan menjilat-jilat pipi kiri wanita ini.
“Enak, lonte?” “Iyaaaaahhhhh!!” “Hehehe.”
Pak Bazam lalu memencet payudara kanan Maya dengan keras seolah ingin menguras abis susu didalamnya agar bisa diminum oleh Pak Komar.
 
“Lagiiiii,” ucap Maya tiba-tiba.
Pak Bazam semakin kuat meremas payudara Maya. “Aaarrrrghhh!!” Maya merintih dan menggeleng kepalanya, “Bukan
sssshhhhhh!!”
“Ini udah paling keras lonte!” kata Pak Bazam.
Maya lagi-lagi menggeleng dan berucap, “Tarrikkk rambutkkuuu, ngggghhh!!” “Oh...”
Pak Bazam kembali menarik rambuy Maya seperti tadi, sekilas raut wajah nikmat dipancarkan oleh Maya.
“Lebih keraaaaaassss,” ucap Maya meminta.
Pak Bazam melakukannya lagi sesuai permintaan Maya, sampai-sampai kepala Maya menukik ke atas saking kuatnya jambakan pak Bazam.
“Iyaaaaaaahhhhhh!!”
Dan SEEEERRRRR!!! Maya orgasme, pak Komar kaget karena mengira Maya kencing di celananya. Pak Bazam juga kaget karena hal ini.
“Buset, segini bisa tekencing-kencing,” ucap Pak Bazam.
Maya juga tidak mengerti. Namun sensasi saat dirinya dikasari seperti tadi menambahkan sensasi baru dalam bercinta bagi dirinya.
“Aduuuh, saya buka dulu deh celana saya.”
Pak Komar menyingkir dan membiarkan Maya terengah-engah di sofa. Pak Komar membuka ikat pinggangnya dan kembali ke belakang. Sementara Pak Bazam sudah tak tahan lagi melihat tubuh indah Maya dari belakang.
“Ngghhhhhhh,” Maya melenguh lemah saat Pak Bazam menarik pinggulnya. “Hehehehe.”
Penis tegang itu dipegang tangan, segera diarahkan ke tempat tujuan yang menanti. Yakni vagina nya Maya.
“Ouuuuuuhhhhhhhhhhh!!” Maya mendesah saat Pak Bazam melakukan penetrasi di vaginanya.
“Mantap!!” Pak Bazam menepuk-nepuk pantat Maya, “Pepek lonte Amoy memang enak!!”
“Nnghhhhhhhh!!”
Perlahan sodokan-sodokan Pak Bazam mengikuti ritme yang pelan. Maya menggeliat menerima sodokan ini dan terus mengerang.
“Aaaahhhhhhh ahhhh, enaaaaakk, nnngghhhh!!”
 
“Pepekmu juara!!” Pak Bazam semakin kencang menyodok.
Maya memegang pantatnya sendiri, begitu juga Pak Bazam. Berkat tangan Maya seperti itu maka membuat Pak Bazam semakin mudah menarik tubuh Maya ke belakang.
-
Posisi ini memudahkan juga bagi Pak Bazam untuk memporak porandakan vagina Maya dengan rentetan sodokan penisnya.
“Enaaaak! Lonteeee!” erang Pak Bazam. “Aaahh ahhhhh ahhhhh ahhhh!!”
 
Pak Bazam memegang kepala Maya dan memasukkan jarinya ke dalam mulut, jari itu pun diemut khidmat oleh Maya dengan mata terpejam. Suara PLOK! PLOK! PLOK! Semakin nyaring terdengar, disaat aktivitasnya menyodok-nyodok vagina Maya dilakukan. Pak Bazam lalu berbicara.
“Pak Komar!! Ikut tidak?”
Tak ada jawaban, yang membuat Pak Bazam penasaran. Pak Bazam berhenti menyodok vagina Maya dan menuntun wanita ini untuk turun dari sofa. Pak Bazam menyuruh Maya untuk berjalan menuju ke dalam dan Maya menurut. Dengan vagina yang masih tertancap penis, perlahan-lahan wanita ini berjalan ke dalam dan tidak ada pak Komar disana.
“Dimana dia?” ucap Pak Bazam.
“Ngghhhhh, Pak, ayoooo,” Maya memelas agar vaginanya dipompa lagi. “Ya sudah!” Pak Bazam mengabulkannya.
PLOK! PLOK! PLOK!
“Aaaahhh ahhhhh ahhhh ahhhh!!” desah Maya.
Pak Bazam menarik Maya ke belakang dan mereka berciuman dari posisinya itu.
-
Asyik-asyiknya bercinta, akhirnya Pak Komar kembali masuk lewat dari pintu belakang.
“Waah, udah mulai saja,” ucapnya berkomentar.
“Dari mana memangnya tadi, Pak?” tanya Bazam sambil memompa vagina Maya.
“Ngambil terong cadangan dari gerobak tadi,” Pak Komar memegang terong ungu yang dia simpan didalam gerobak untuk dirinya dirumah, sedangkan yang kecil dijual.
“Untuk apa, pak?”
“Tes,” Pak Komar memandang Maya, “Coba sini dulu.”
Dengan terpaksa Pak Bazam berhenti sejenak memompa vagina Maya, begitu juga Maya yang kecewa karena aksi seks ini berhenti. Pak Bazam mengajak Maya mendekati Pak Komar.
“Coba dek Maya jongkok sekarang,” ucap pak Komar menyuruh.
“Jongkok dek,” Pak Bazam membantu Maya berjongkok karena penasaran tes apa yang dimaksud oleh pak Komar.
Maya dengan berat hati berjongkok, begitu juga Pak Komar.
“Sebentar ya,” Pak Komar mengarahkan terong besar itu ke Vagina Maya.
“Uuuuughhhhhhh!!!” kepala Maya menukik ke atas, begitu juga tubuhnya. Itu dikarenakan Pak Komar hendak memasukkan terong besar itu ke vagina
Maya dan kelihatan sulit karena terong itu besar.
“Tidak terlalu besar pak? Kenapa tidak dibagian kecil saja?” ucap Pak Bazam bertanya.
“Pepek wanita itu elastis, Pak. Mau penis sebesar apa pun bisa masuk, apalagi kalau sudah terbiasa,” Pak Komar menjelaskan.
“Oh begitu.”
“Ngghhhhhhhhh!!” sementara Maya merintih nikmat dengan apa yang dilakukan pak Komar.
Belum sampai terong itu masuk sepenuhnya, bahkan belum 1 menit. Tiba-tiba keluar begitu banyak cairan yang keluar dari vagina Maya yang menandakan dirinya orgasme untuk ke 2 kalinya.
Pak Komar terkejut dan menjatuhkan terong itu dilantai. Dan terong itu terus tersiram oleh cairan kenikmatan Maya yang menggenang.
“AAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHY!!!” Maya melolong panjang dan mau ambruk, tapi dengan cepat ditahan oleh Pak Bazam.
“Wuiiii,” Pak Komar menggeleng, “Berarti bener ini.” “Benar apanya, pak?” ucap Pak Bazam yang penasaran.
“Nafsu dek Maya meledak-ledak,” Pak Komar memandang Maya, “Dek Maya pernah melakukan seks yang lebih dari ini kan?”
Maya yang terengah-engah masih bisa berpikir. Dan jawabannya adalah ya, Maya pernah mengalaminya. Disaat dia diperkosa ramai-ramai oleh 8 anggota geng motor akibat ulah mantan pacarnya.
Dari pagi sampai malam vagina Maya tak pernah sempat istirahat lama saat itu, apalagi efek dari obat perangsang tradisional yang dipaksa minum membuatnya semakin menjadi kala itu.
“Ya” Maya menjawab dengan suara lemah.
“Udah bapak duga, pantas dek Maya cepet bener,” Pak Komar tertawa ringan. “Wuiih! Siapa dek?”
Maya menggeleng lemah yang artinya dia tidak mau menceritakan pengalaman pahitnya kala itu.
“Yang pasti pak, nafsunya kembali meledak-ledak karena itu. Wanita kalau terus menahannya ya jadi seperti ini,” ucap Pak Komar, berdiri dan membuka bajunya.
“Artinya?” ucap Pak Bazam.
“Artinya, dek Maya tak peduli apa pun. Yang penting nafsunya tersalurkan!”
“Waaaahh!! Binal kali kau dek!!” Pak Bazam meremas-remas payudara Maya. Maya hanya diam saja dan membenarkan sedikit perkataan pak Komar,
namun yang tidak pak Komar dan pak Bazam pahami adalah, Maya juga terangsang saat melakukan hal nakal sewaktu menggoda pria dengan lekuk tubuhnya.
Karena Maya positif memiliki kelainan seksual yang bernama Ekshibisionis akibat trauma seksual pada masa lalu.
“Tapi kasihan juga ya,” ucap Pak Bazam yang baru kali ini iba melihat Maya kelelahan habis orgasme seperti itu.
“Iya, pak. Tapi percuma, pak.” “Percuma apanya, Pak?”
“Coba bapak lepas dek Maya. Lalu kita berdiri disampingnya. Cukup berdiri
saja.”
Pak Bazam melakukannya. Ia menurunkan Maya untuk duduk dilantai, lalu
pak Komar yang sudah telanjang berdiri disamping kanan Maya, sedangkan Pak Bazam sebaliknya.
Maya dengan lemah menoleh ke kanan dan kekiri, nafasnya tersengal-sengal dan dadanya kembang kempis naik turun. Tiba-tiba Maya berlutut, meraih ke 2 penis itu dan langsung menghisap penis milik Pak Komar.

“Ouuuuhhhh!!” ucap Pak Komar, “Tuh kan pak.”
“Arrrrhhh, kenapaaa??” ucap Pak Bazam ditengah ke enakan dikocok penisnya.
“Nafsunyaaaa!! Oouuhh mantap dek Maya!!! Nafsunya yang membuatnyaa cepat puliihhh!!!”
Dan memang benar, Maya tak peduli. Apalagi ada kesempatan seperti ini maka dia bisa menyalurkan nafsunya yang masih terpendam didalam dirinya.
Baginya 2 kali orgasme itu masih sedikit.
Apalagi faktanya adalah, wanita lah yang sebenarnya paling kuat dari pada pria dalam urusan ini. Jangan remehkan mereka.
“Ouuuuhhh! Hisapannya!! Lonte di pengkolaaan saja kalah!! Ouuuuhgg!!” Pak Komar mengerang nikmat saat penisnya di hisap Maya.
“Uuhhhh! Dek May!! Gantiaaaan!” pinta Pak Bazam.
 
Sekarang Maya menghisap penis Pak Bazam, kepalanya mundur ke depan dengan tempo yang cepat dan akurat. Pak Bazam sampai kewalahan menerima blow job dari wanita 1 ini.
“Slrrrrrrppppppppp!!” Maya terus menghisap dengan bunyi liur yang banyak dimulutnya, matanya terpejam, yang berarti wanita ini juga menikmatinya.
“Tes dulu, menghadap ke sana dek Maya!” Pak Komar menepuk pantat Maya. Maya lalu mengubah arahnya dan fokus kepada penis Pak Bazam. Lalu Pak
Komar mengangkat pinggang Maya dan mau mengarahkan penisnya ke vagina
Maya. Namun pria ini terkejut melihat lubang pantat Maya yang melebar.
“Buset! Buset! Buset! Udah jebol lubang pantatnya?? Wah! Wah! Kayaknya masa lalu dek Maya benar-benar keras ya pengalaman ngentotnya!”
“Udeehh! Tancap ajeee! Bacooot! Ouuuhhh!!” ucap Pak Bazam yang mengerang nikmat.
“Hehehehe, iya pak,” Pak Komar memandang Maya, “Izinkan saya.” “Tancap! Minta izin segala!!” Pak Bazam kesal di tengah nikmatnya. “Iya-iya,” Pak Komar juga sebal dimarahi seperti itu.
Perlahan-lahan penis Pak Komar memainkan ujung penisnya di gerbang vagina milik Maya.
“Nggghhhhh,” Maya melepas kulumannya dan menoleh ke belakang, “Paaaak, ayoooooo.”
“Hehehehe, apanya dek?” ucap Pak Komar.
“Ngentot!!” Maya kesal, “Cepat masukin kontol bapak ke memek Maya!!!” “Garang pak,” Pak Komar tertawa kepada Pak Bazam, Pak Komar lalu
menepuk pantat Maya dengan keras. “Aaaaawwwwww!” Maya merintih kesakitan.
“Yang sopan minta nya! SD lulus tidak? Kan diajari tata krama!” Pak Komar menampar lagi pantat Maya dengan keras.
“Aaaaaaahhhh!!” Maya lagi-lagi merintih.
Ada 5 kali Pak Komar menampar pantar Maya sehingga pantat Maya yang putih mulus itu memerah.
“Pak....” Maya memelas, “Ayoooo, Maya ga tahaannn, ayooo”
“Hehehehe, izinkan saya,” kata Pak Komar. “Iyaaaa.... Ayoooo..... Entot Maya”
“Oke!” Pak Komar hendak memasukkan penisnya ke vagina Maya, tapi dia kembali berbicara, “Izinkan saya.”
“Mau saya tampar pakai peler saya pak??” Pak Bazam kesal dengan kesopanan pak Komar.
Pak Komar mendumel, dan sesuai permintaan Maya. Maka Pak Komar dengan cepat mencoblos vagina Maya.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh!!” Maya melenguh panjang. “Uuuoooohhh! Menjepit!!” Pak Komar merasakan sensasi luar biasa saat penisnya diurut-urut oleh vagina Maya.
Dan dengan cepar Pak Komar mulai memompa vagina Maya dengan ritme perlahan dahulu, sementara Pak Bazam memegang kepala Maya agar wanita ini kembali menghisap penisnya.
-
Suara PLOK! PLOK! PLOK kembali terjadi, sebuah suara indah bertemunya kelamin antara pria dan wanita. Pak Komar begitu semangat membombardir vagina istrinya Gio ini.
“Anjing!! Enak sekalii!!” erang Pak Komar sambil memegang pantar Maya. “NNGHHHHH!! NGHHHHHHHHH!!” Maya juga mendesah didalamkuluman penis Pak Bazam.
Semakin lama semakin beringas. Maya lalu dibaringkan Pak Komar dan sekarang gantian Pak Bazam yang mencoblos vagina Maya, sementara Pak Komar diatasnya sambil memainkan payudara Maya.
“Aaaaaahhhh ssssssssss!!!” desah Maya.
“Gimanaaa pak pepeknya tadi?” ucap Pak Bazam.
“Mantap pak!” Pak Komar memandang Maya, “Aduh dek, cantik sekali kau ini. Amoy, seksi, nak Gio beruntung punya istri sepertimu.”
“Nghhhhhhhh aaahhhhh, iyaaaahhh, nggghhh,” ditengah desahannya itu Maya tersenyum dan senang dengan pujian itu.
“Kita juga beruntung pak! Bisa menikmati pepeknya! Hahahaha!
Ouuuuhhhhh!! Ini pepeknya bisa nyedoooot!!!” ucap Pak Bazam.
“Kalau dek Maya jadi lonte di pengkolan sana, bapak yakin adek laris manis hehehe,” Pak Komar memainkan puting Maya.
“Aaaaaahhh ahhhhhhh ngghhhh aaaaaahhhh!!” Maya tak peduli percakapan ini.
Lalu suara Dimas yang terganggu tidurnya menyadarkan Maya. Dia menoleh melihat anaknya dan terlihat sedih. Dia memandang Pak Bazam dan berbicara.
“Paaak, tolong berhentiii sebentaarr, ngghhhhjh!!” “Kenapa? Ouuuhg nikmaaat!”
“Berhenti dulu pak!!” Maya membentak.
Pak Bazam dan Pak Komar tertegun. Maya dengan wajah sedihnya berucap. “Dikamar saja..... jangan disini”
“Kenapa?”
“Anak saya” Maya memandang lirih Dimas.
Rasa sedih itu ada karena Maya tak mau Dimas melihat ibunya seperti ini. Dan hatinya serasa hancur apabila melihat kelakuan buruk ibunya ini meski pun Dimas masih balita.
 
Mengerti akan pikiran Maya maka mereka sepakat pindah ke dalam kamar. Maya digendong ke 2 pria ini untuk masuk ke dalam, diturunkan diatas kasur dan Pak Komar menutup pintunya.
“Terima kasih ya pak,” Maya tersenyum. “Sama-sama hehehehe,” Pak Bazam tertawa. “Nih hadiahnya!”
Maya lalu menarik Pak Bazam sehingga pria ini terbaring diatas kasur, dan Maya segera berdiri membelakangi Pak Bazam, berjongkok dan memegang penis Pak Bazam untuk dimasukkan ke dalam vaginanya.
“Ouuuuhhhh dek Mayaaaaaaa!!” lenguh Pak Bazam.
“Ssssshhhhhhhh aaahhh,” Maya memutar pinggulnya untuk mengulek penis Pak Bazam, “Kalian boleh ngentot sepuasnya sama Maya hari ini.”
“Tak perlu disuruh!” Pak Bazam memegang pinggul Maya dan mulai memompa vaginanya.
“Aaaaaahhh mmmmmmhhh,” Maya memandang Pak Komar, “Pak siniiiii, ngghhhhh, Mayaaa, ouhhhhh, iseep!!”
Pak Komar segera menaiki ranjang dan berdiri di samping Maya, dan benar, Maya segera menghisap penisnya itu selagi Pak Bazam memompa vagina Maya dengan ganas.
-
PLOOK! PLOOOK! PLOOOK!
“Nghhhhhhh!!” Maya kesusahan menimbangi goyangannya pak Bazam selagi berkonsentrasi mengulum penis Pak Komar.
“Ohhh!! Hohohohoho!! Enaknya disepong Amoy!!” ucap Pak Komar dan mengelus kepala Maya.
Bosan dengan gaya ini maka Pak Bazam membaringkan Maya disamping, dan kembali menggenjotnya. Sementara Pak Komar berbaring disamping Maya, memainkan klirotis wanita ini sambil berciuman.
“Aaaahhh aaaaaaahh,” Maya dibiarkan mendesah sejenak dan dicium lagi sama Pak Komar, “Mmmmmhhhhhhhh!!”
“Ohhh enaknya pepekmu dek Mayaaaa!!! Lonteeeee!!” erang Pak Bazam. “Mmmmmmmhhhhhhhh!!!!”
PLOK! PLOK!! PLOK!!!
Pak Komar melepas ciumannya sejenak dan protes. “Pak, gantian dong. Masa bapak melulu!”
“Sebentaaarr, lagi enaaaaak nih!!” Pak Bazam berpacu dengan irama benturan kelamin.
“Tidak adil dong, kan bapak udah pernah nyicip. Pasti tidak hanya hari ini.” “Saya bukan Presiden yang harus bersikap adil!! Ouuuhhhh!!”
Maya yang mendengar itu jadi merasa kasihan dan menoleh ke belakang. “Ngghhh pak, gantiaaan aja, ngghhhhhh!”
“Ini lagi!”
 
Pak Bazam yang kesal lalu mengeluarkan penisnya dari vagina Maya, ia lalu menimpa tubuh Maya dan memasukkan lagi penisnya ke dalam. Setelah itu ia memutar sehingga sekarang Maya berada diatas tubuhnya.
“Nih!!” Pak Bazam melebarkan belahan pantat Maya, “Kan masih ada lubang 1 nya!!”
“Pak!!” Maya terkejut.
“Kan adil jadinya, lagian dek Maya kan sudah terbiasa kan?”
Maya terdiam. Memang wanita ini sudah terbiasa di anal. Hanya saja dia baru kali ini akan melakukan double penetration, yang dimana vagina dan lubang pantatnya akan disodok secara bersamaan oleh penis.
“Waaahh! Saya dari dulu pengen tahu rasanya!” Pak Komar semangat melihat lubang pantat Maya.
Mendengar itu bisa menjadi solusi bagi pria yang dikasihaninya. Maka Maya melebarkan belahan pantatnya dan berucap.
“Boleh kok kalau bapak mau.” “Benar?!”
“Iya,” Maya melebarkan lubang pantatnya.
“Kalau begitu, izinkan saya,” senyum Pak Komar menukik keatas 2 sisinya.
Maya juga bersiap untuk pengalaman pertamanya ini. Pak Bazam diam sejenak agar memudahkan Pak Komar melakukan penetrasi ke dalam lubang pantat Maya.
“Ngghhhhhhh,” Maya melenguh saat kepala penis Pak Komar mulai memasuki lubang anus nya.
“Ohhhhh sempiiiiiiit!!”
Dan BLEES! Masuklah penis itu dengan mudah karena lubang pantat Maya sudah melebar. Pak Komar merasakan kedutan dari otot lubang pantat Maya yang begitu bergairah.
“Ssssshhhhhh, kasih liur dulu pakk, kan keriiing,” ucap Maya memberi usul karena dia pernah mengalami ini.
Pak Komar meludahi penisnya yang menancap di anus Maya. Merasa sudah siap, maka Pak Komar memegang pantat Maya dan mulai memompanya.
“NNNNGHHHHHHHHH!!!” Maya mendesih dengan mata tertutup. “Anjing! Enak banget!!”
“AAAAAAAHHHHHHHHHHHHHH!!” dan Maya mendesah panjang.
Betapa luar biasa pengalaman ini bagi Maya, dia merasakan sesak bukan main disaat ke 2 penis itu memasuki ke 2 lubangnya. Dia bisa merasakan penis Pak Komar
 
keluar masuk didalam anusnya sementara penis pak Bazam berdiam tegak di dalam vaginanya.
“Ouhhhh! Aaaahhh ahhh ahhhh!” Maya mendesah binal. “Uuuhhhh! Lacur kamu dekk!!” hina Pak Komar kepada Maya “Nnngghhhh iyaaaaa, akuuuu pelacuuurrr nghhhhhh!!!”
Pak Komar terus menggenjot dan Pak Bazam berdiam diri saja. Tadi dia berusaha ikutan menggenjot, tapi kalah dengan genjotan Pak Komar. Tapi bagi Pak Bazam tak masalah, malah dia sekarang terlihat santai.
“Aaaaaaaaaaahhhhh! Ngggg ahhhh ahhhhh aaaahhhhhh!!”
“Gimana pak Mastur? Enak kan?” ucap Pak Bazam kepada Pak Komar. “Luar biasa pak!! Bapak mau coba??”
“Untuk bapak saja, saya sudah pernah.”
“Ouuiihhhhhhh pelaan-pelaaaaan!!! Nngghhhhhhh aaaaaaaahhhhu ahhhhhh!!!”
Tapi Pak Komar tak perduli dan semakin menjadi-jadi memompa anus Maya. “Anjiiiing!! Enak bangeet!! Tahu kalau ada lacur kayak gini udah saya pale
dari dulu!!” seloroh Pak Komar.
“Untung bapak putar balik tadi! Dapat enak-enak kan? Hahahaha?!” Pak Bazam tertawa dan berusaha menyodok-nyodok vagina Maya walau susah.
-
“AAAAAAAAAAHHHHHHHHH!!” Maya mendesah hebat untuk sensasinya.
Maya benar-benar tak kuasa menahan gejolak gaya seks ini. Terasa nikmat bagi vagina dan anusnya. Pak Komar terus menerus menyodok lubang pantat Maya sedangkan Pak Bazam menyerah karena kalah goyangan dan kembali bersantai.
“Oh iya! Saya lupa ada janji sama Pak RT!” ucap Pak Bazam tiba-tiba. “Loh,” Pak Komar menurunkan tempo genjotannya, “Terus bagaimana?” “Saya duluan deh pak, biar cepat!”
 
Pak Komar mengalah dan mengeluarkan penisnya dari anus Maya, Maya yang ambruk diatas tubuh Pak Bazam lalu ditolak ke samping dan mengarahkan penisnya ke vagina Maya.
“Bapak mau cepat-cepat dek.” “Iya,” Maya tersenyum.
Lalu penetrasi pun terjadi, saat memasuki vagina Maya maka dengan cepat pak Bazam menggenjotnya sekuat tenaga.
“AAAHHH AHHHH AHHH!!” desah Maya saat disodok dan dimainkan payudaranya.
“Oohhhhhhhh sedaaaap!!!”
“Enakkan pak memeeek Mayaaa? Ngghhhhh?” ucap Maya bertanya.
 
“Enaaak sekalii lonteeee!!”
“Nghhhhhhh iyaaaa aaahhhh ahhh ahhhhh!!”
“Ohhhh dasar pelacuuuur!! Pereek! Lonteee!! Kamu sukaaaa dientooot kan?” “Iyaaaaa, ngghhhh, Mayaa, Aaaahhh ahhh, Maya sukaaa dientooooot!!”
Pak Bazam terus menggenjotnya dan Pak Komar duduk diatas kursi sambil melihat persetubuhan ini. Pak Bazam hampir mencapai limitnya dan berucap.
“Mau keluaaar deek!! Bapak keluariiin di dalaam ya??!!” “Nghhhhh iyaaaaa, oooohhh ooooooghhhhhh!!”
Kaki Maya lalu melingkar di pinggang Pak Bazam seolah menahan pergerakan pria ini agar tak melepaskan penis dari vaginanya. Pak Bazam mencapai titik finis sampai akhirnya.
“Ooooooohhhh!!!”
CROOOOOT!! CROOOOOOT! CROOOOOOOTTTT!!!”
Bertubi-tubi air sperma menembak isi vagina Maya dan Maya bisa merasakan cairan itu menembak didalamnya.
“Anjiiiingg!!!” Pak Bazam ambruk diatas tubuh Maya.
Maya tersengal-sengal dengan ini dan Pak Bazam meremas remas payudara Maya.
 

“Terima kasih dek Maya, kamu benar-benar perek paling nikmat di desa ini.” “Iyaa” Maya tersenyum.
Pak Bazam segera beranjak dan Pak Komar hendak menggantikan posisinya.
 
Terlihat cairan sperma milik Pak Bazam keluar dari vagina Maya dan cukup kental.
Pak Komar yang mau menggantikan posisi Pak Bazam gerakannya berhenti saat melihat Pak Bazam mengambil uang dari saku celananya dan memberikannya kepada Maya. Uang perjanjian kemarin (uang keamanan, dan 70% uang air dan listrik)
“Loh, bayar?” ucap Pak Komar bertanya.
Pak Bazam tertawa dan mulai iseng saat memberikan uangnya. “Tentu saja. Mana ada yang gratis, iya ndk dek Maya?”
Maya menahan tawa menerima uang itu dan menaruhnya dibawah bantal.
Sedangkan Pak Bazam segera keluar dari kamar mengingat janjinya dengan Pak RT.
“Saya kirain gratis,” kata Pak Komar, “Mana saya belum jualan lagi, uang belum ada.”
Maya lagi-lagi menahan tawa karena sepertinya Pak Komar termakan kebohongannya Pak Bazam. Maya hendak berkata kalau Pak Bazam tadi hanya bercanda, tapi Pak Komar dulu yang berkata.
 
“Bagaimana kalau saya bayar pakai dagangan saya?” Maya terdiam dan berkata, “Maksudnya?”
“Ya, saya bayar pakai dagangan saya. Untuk seminggu! Jadi dek Maya terserah mau ambil apa! Mau ayam, sayur, ikan, apa pun itu gratis!!”
“Benar?”
“Iya!”
Maya tak menyangka mendapatkan penawaran yang menggiurkan ini meski dia juga harus memberikan tubuhnya yang menggiurkan. Namun dia berpikir, 7 hari berarti dia dan keluarganya dirumah ini bisa menghemat biaya pangan. Dan merasa tak sia-sia dia melakukan ini.
Pertama, dia mendapatkan free iuran keamanan, dan 70% uang listrik dan air kembali.
Dan kedua, dia mendapatkan bahan makanan gratis selama seminggu.
Semuanya itu sangat bermanfaat bagi dirinya dan suami mengenai pengeluaran keuangan. Maya tersenyum dan berkata.
“Baiklah.” “Oke!!”
“Kalau minggu depan bapak minta jatah lagi, maka bayarannya sama. Yaitu seminggu, gimana?” Maya juga mulai menawar.
“Boleh!”
“Deal!” Maya tersenyum. “Sekaranh giliran bapak!”
Maya kembali berbaring dan bersiap menerima penetrasi dari Pak Komar, dan lagi-lagi Pak Komar memilih menyodok lubang pantatnya. Mungkin bagi Pak Komar ini baru pertama kali dan ingin orgasme di lubang pantat istrinya Gio ini.
Desahan demi desahan. Erangan demi erangan.
Akhirnya Pak Komar mencapai batasnya dan memuncratkan sperma nya didalam lubang pantat Maya.
“Gilaaaa!!! Enak banget deeeekk!!” erang Pak Komar. “Hnngggggg,” Maya tersenyum dan menutup mata.
Pak Komar menarik mundur penisnya dari lubang pantat Maya dan terlihat sperma keluar dari anusnya itu.
Pak Komar yang masih duduk diatas kasur lalu berbicara dengan Maya yang masih terbaring diatas kasur. Ia raih celananya dan mengeluarkan uang untuk diberikan kepada Maya.
“Ini apa, pak?” Maya tersengal-sengal.
“Duit dek Maya tadi pas beli sayur. Kan tadi saya sudah janji bayarnya dengan dagangan saya. Jadi uang ini saya kembalikan.”
“Oh, jadi hitungannya dimulai dari sekarang?” “Dek Maya mau tambah yang mau diambil?” “Hm, ayam ada?”
“Ada, 1 utuh!”
“Boleh deh,” Maya tersenyum, “Sama cabai ya?”
“Boleh, nanti bapak ambilkan,” Pak Komar lalu mendekati Maya, “Bersihkan
dulu.”
 
Maya menerima uang tadi dan mulai membersihkan penis Pak Komar dari sisa perzinahan yang barusan mereka lakukan.
Setelah selesai, Pak Komar segera keluar dari kamar untuk memakai pakaiannya kembali karena dia membuka bajunya di luar. Maya masih terengah- engah dan memikirkan kejadian barusan. Ia lalu duduk dan menghitung uang yang ada di tangannya.
“Haaaah,” ucap Maya dan melihat kasurnya, “Harus cepat-cepat diganti seprainya”
Ia lalu beranjak dan perhatiannya tertuju pada sebuah dompet diatas meja. Ia hampiri dompet itu dan mengenal betul dompet milik siapa.
“Ya ampun sayang, kok pakai acara ketinggalan sih!”
 
Dengan telanjang bulat, Maya mencari ponsel nya untuk menghubungi suaminya. Setelah beberapa nada tunggu akhirnya telepon diangkat.
“Sayang, kamu dimana? Dompetmu ketinggalan,” ucap Maya.
“Oh, aku dijalan besar, Ma. Iya, papa tadi juga baru sadar dompet papa ketinggalan.”
“Jalan besar?” Maya duduk dikasur, “Memangnya papa mau kemana?” “Mau coba cari kuliner gitu untuk dibeli, makan dirumah.”
“Tapi kan mama mau masak sayang,” Maya cemberut.
“Ya untunglah dompet papa ketinggalan hehe. Papa jalan-jalan saja dulu disini, mungkin siang papa pulang.”
“Iya, hati-hati tuh. Eh, berarti papa ga ngawas pekerja dong!” “Palingan seperti biasa, tak perlu diawasi.”
“Ih kan itu tugas ayah mama untuk papa,” Maya manyun. “Hahahaha, ngomong-ngomong mama lagi apa?”
“Mama” Maya berpikir sambil melihat ranjang perzinahan tadi, “Emm,
mau cuci-cuci aja.”
“Oh begitu”
“Kenapa, Pa?” “Oh enggak.”
“Nadanya kayak banyak pikiran begitu.” “Hahaha masa? Ga kok, sumpah. Enggak.” “Hmm.”
“Oh iya, Maya.”
“Ya?”
Lama Gio tidak membalas sampai akhirnya suara suami Maya itu kembali terdengar.
“Aku mencintaimu”
Mendengar itu membuat Maya terenyuh, mukanya sayu dan tersenyum. “Maya juga mencintaimu, sayang”
“Kayak orang pacaran ya hehehehe.” “Hihihi.”
“Kalau begitu papa lanjut jalan-jalan sebentar ya?”
“Iya. Siang langsung pulang ya, mama mau masak yang enak untuk papa!” “Jadi ga sabar hehehe.”
Telepon terputus dan Maya mau segera berberes-beres dan menutupi bukti perzinahan tadi. Tapi dia berhenti sejenak dan melihat uang yang ia pegang. Ia tersenyum dan memasukkan semua uang itu kedalam dompet suaminya. Ia hirup aroma khas suaminya yang menempel di domlet itu dan berkata.
“Sampai kapan pun Maya selalu mencintaimu, Gio.”
Dan memang terbukti.
Meski Maya memberikan tubuhnya kepada pria lain, namun hatinya tetap kepada suaminya. Tak berubah. Hanya saja ada 1 hal yang tidak Maya ketahui.
Kalau Gio tadi melihat dirinya berhubungan badan dengan Pak Bazam dan pak Komar dibalik jendela.
*****


[POV orang pertama]
Setelah istriku menelepon, aku kembali bengong di tepi jalan besar ini. Aku benar-benar tak bisa berpikir jernih kenapa istriku bisa begitu mudah memberikan tubuhnya kepada pria lain.
Terangsang tentu saja, meski aku tadi tak mengintip sampai habis.
Aku tak habis pikir, kenapa Maya bisa melakukan double penetration seperti itu. Sebuah gaya yang biasanya kulihat di film-film biru.
Perasaan marah, kesal dan kecewa tentu saja aku alami.
Hanya saja aku tak bisa menahannya terlalu lama untuk Maya. Aku benar- benar mencintai istriku tersebut dan bingung bagaimana mengubah perilaku istriku yang menyimpang karena mengidap ekshibisionis.
Aku adalah contoh, pria bodoh yang ada dimuka Bumi ini.
Asyik-asyik melamun dibawah rindangnya pohon. Bunyi dering telpon diponsel mengagetkanku. Ku lihat itu adalah nomor yang baru, kuangkat saja untuk mengetahui siapa pemilik nomornya.
“Hei!!! Mana uangku!!! Tukang Coli!!!” teriak seorang wanita muda diponsel, yang kukenal suarany.
Sial! Aku lupa kalau aku masih ada urusan sama Frieska!

================

Part 5
Cerita Sedikit Fokus ke Frieska

Kupacu terus H*nda W175 ini menuju tempat Frieska berada dari pesan singkat yang dia berikan. Selama perjalanan ini aku lagi-lagi memikirkan perilaku istriku.
Apakah selamanya dia akan begitu?
Bahkan bertambah lagi 1 orang yang menikmati tubuhnya. Dari Pak Bogo, Pak Bazam, dan sekarang Pak Komar. Aku tak bisa berpikir jernih dalam perjalanan ini.
Aku hanya tak siap saja apabila semua pria yang ada di desa itu ‘Menyantap’ istriku jika ekshibisionis istriku terus-terus menerus kambuh.
“Apa aku...... harus kembali menjadi yang dulu?”
Untuk mengatasi masalah itu sebenarnya gampang. Yaitu aku kembali menjadi yang dulu. Menjadi sebuah sosok yang bahkan istriku sendiri tidak tahu sebelum aku bekerja di Jakarta dan mengenalku.
Tapi tak bisa, aku masih mencintainya. Dan aku tak siap, ketika dia melihat sosok ku yang dulu. Aku juga sudah lama memenjarakan sosok itu didalam tubuhku.
Agar hidupku bisa lebih baik.
Akhirnya aku sampai di tempat yang kutuju. Sebuah pangkalan angkutan umum disertai begitu banyaknya pasar dan warung-warung kecil di tepinya.
“Besar juga ya,” batinku takjub melihat tempat ini.
Setelah turun dari motor, aku berjalan mencari tempat dimana Frieska menungguku. Menurut pesan singkat yang diberikannya, dia menyuruhku menunggu di salah 1 warkop saja dulu dan dia memintaku menyebutkan nama warkop apa yang kusinggahi agar dia bisa menyusul nanti.
“Memangnya kau dimana? Lebih cepat lebih baik bukan?” tanyaku lewat pesan singkat.
Tak ada balasan, dan aku cuek saja. Aku berjalan sambil melihat-lihat dagangan yang ada disini. Aku terus berjalan sampai ke ujung pangkalan, dimana begitu banyak bus-bus tua terbengkalai dibiarkan disitu.
Aku hendak kembali karena tempat ini sepi dan hendak mencari warkop yang nanti kugunakan untuk menunggu.
“Uuuuuuuuuuuuhhhhh.....”
Aku terdiam, alisku naik sebelah, aku menoleh ke belakang karena sepertinya aku mendengar suara lenguhan wanita.
“Suara apa itu?” batinku.
“Nghhhhhhhhhh....”
Dan suara itu keluar lagi diantara bus-bus dan truk yang terbengkalai ini.
Penasaran, maka aku berjalan pelan menuju sumber suara. Aku terus mencari dimana tepatnya asal suara itu berasal.“Terus desahnya, biar saya cepat keluar!”
Aku terdiam saat mendengar suara permintaan itu. Dan ada suara lenguhan wanita yang menuruti permintaan itu. Aku menoleh ke belakang dan dari bus sekolah tua lah sumber suara itu berasal.
Mengendap-endap aku berjalan ke belakang, dan melihat ada tumpukan semen usang memepet dibelakang. Perlahan aku menaiki tumpukan semen itu untuk melihat dari kaca belakang bus ini.
Dan saat aku melihat..... ternyata disitulah sosok yang sedang menungguku tadi.
Didalam bus ini sudah tak ada kursi-kursinya lagi seperti dilepas, dan ditengah bus itu terbentang karpet atau permadani kecil. Dan diatas benda itu..... ada sesosok wanita bertelanjang bulat dengan seorang pria yang kondisinya sama dengan dirinya.
Ya, itu Frieska. Dan sekarang tertampang jelas tubuh seksinya itu didepan mataku. Tubuhnya benar-benar terbentuk dan berlekuk, 11/12 dengan tubuh istriku.
Kulihat Frieska hanya berbaring, dan pria tua yang ada disampingnya terus menggenjot vagina Frieska.
Tapi tunggu, sepertinya aku salah lihat.
Tidak!
Pria tua itu tidak menggenjot vaginanya. Justru dia yang mengocok penisnya sendiri di hadapan vagina Frieska yang kulihat memiliki bulu-bulu kelamin yang cukup lebat.
“Ayooo, desah lagi, dek, mau crooot!!” pinta pria tua itu, tangan kanannya meremas-remas payudara Frieska, sedangkan tangannya mengocok penisnya sendiri.
Dan aku melihat wajah Frieska tampak biasa saja, tak ada ekspresi. Dengan malasnya dia mendesah dengan ekspresinya itu.
“Aaaahhh ahhhhh ahhhhh!”
“Oohh!! Bentar lagi!!!” pria tua itu merem melek, seolah sedang membayangkan menyetubuhi Frieska dengan sempurna.
Kulihat pria tua itu bergetar hebat tubuhnya dan tangan kanannya semakin kuat mencengkran payudara Frieska.
“Uuuuhhhh!!” Frieska merintih karenanya.
“Ooooooohhhh!!! Keluaaaaar!!”
Cairan putih kental keluar dari penis tua itu dan menyirami dinding vagina Frieska begitu banyak
“Mantaaap!!” pria tua itu lalu tidur terlentang di samping Frieska, dadanya  naik turun seolah habis melakukan seks yang luar biasa.
Dada Frieska juga naik turun, dia bangun sedikit untuk melihat sperma yang  membasahi dinding liar vaginanya itu. Agak kurang jelas kulihat, karena kulihat vagina nya itu begitu rapat.
Frieska lalu berdiri menghampir tas nya. Ia keluarkan air botol dan disiramnya vagina itu dari sperma. Dia juga mengeluarkan tisu dan botol penyemprot, kurasa itu botol parfum.
“Enak banget, terima kasih ya dek. Ngomong-ngomong nama adek siapa?” tanya pria tua itu. Loh? Dia tidak mengenal Frieska?

Tak perlu tahu,” Frieska mengelap vagina dengan tisu yang sudah disemprot parfurm, “Lebih baik anda bergegas. Bukan kah tadi anda bilang mau pulang kampung?”
“Oh iya, tapi tunggu sebentar dulu. Capek.”
“Terserah,” Frieska hendak memakai pakaian dalamnya lagi.
“Adek sering mangkal disini?”
“Tidak,” Frieska memakai BH nya.
“Lalu dimana? Siapa tahu bapak mau kesini lagi, lalu mau ngentot lagi sama adek.”
“Tidak perlu tahu, dan percuma. Saya juga mau pindah dari kota ini.”
“Sayang sekali, haaaah,” Pak Tua itu kembali berbaring, “Terima kasih sekali lagi dek, sumpah badanmu enak banget! Meski tidak sampai ngentot.”
“Ya ya ya ya,” balas Frieska begitu cuek.
“Uangnya udah bapak taruh di saku seragammu.”
Kukihat Frieska melihat uang yang dimaksud, ia memasukkan kembali uang itu kedalam saku seragam SMA nya dan hendak lanjut memakai celana dalam.
Aku yang melihat itu segera turun dari tumpukan semen dan menjauhi tempat itu, karena Frieska sudah selesai dan pasti mencari akan mencariku ditempatku menunggu.
Buru-buru aku mencari warkop untuk dia menghampiriku.
*****
Aku sudah menunggu disalah 1 warkop dan tinggal menunggu wanita itu kesini lewat pesan singkat yang kuberikan. Tak lama kemudian wanita ini akhirnya datang dengan kaos kuning, dia duduk didepanku dan menatapku.
“Apa?” tanyanya karena aku terus melihatnya.
“Bukankah kau tadi memakai baju SMA?”
“Apa urusannya denganmu?”
“Penasaran saja.”
“Penasaran dengan bajuku atau tubuhku?” matanya menyipit curiga.
“Ga gitu juga,” kulihat jam, “Jadi kau tak sekolah hanya untuk ini?”
“Untuk apa juga aku sekolah?”
“Maksudnya?”
“Aku sudah lulus 2 tahun yang lalu,” dia melihat kertas menu.
“Apa?
“Aku memakainya karena pria hidung belang disini doyan cewek SMA,”  jawabnya santai.
Aku terdiam. Benarkah itu? Itu berarti seragam SMA nya hanyalah outfitnya disaat ‘Bekerja’ dong? Aku lalu memperhatikan wanita ini. Dia benar-benar cantik dan tampak cuek, tapi kenapa dia bisa menjual dirinya seperti ini?
Dia memesan minuman dan memandangku.
“Oke. Jadi mana uangnya?” pintanya.
“Ah. Ini yang mau kubicarakan.”
“Bukankah kau tadi mengambil dompetmu yang ketinggalan dirumah?”
“Ya..... ketinggalan lagi,” alasanku, tak mungkin aku memberitahunya kalau aku tak bisa mengambil dompetku karena istriku sedang melakukan threesome di kamar.
“Loh? Lalu?” dia tampak kesal. Tenang-tenang! Aku punya uang elektronik!” kukeluarkan HP ku.
“Dan aku butuh uang fisik!” matanya melotot.
Sial! Bahkan melotot saja dia begitu cantik!
“Aku tahu. Nanti bisa kucairkan uang ini di ATM, jadi santai saja.”
“Awas kalau ga!”
“Tenang, banyak kok,” kutunjukkan saldo e-Wallet ku.
Dia memandang saldoku dan memandangku datar, “300 ribu dipamerin?”
“Ga gitu juga....”
“Haaah,” dia menumpu kepalanya dengan tangan dan menghela nafas panjang.
“Ngomong-ngomong kau nekat ya?”
Frieska memandangku, bertepatan juga dengan pesanannya yang datang. Dia mengaduk sejenak minumannya sambil berkata.
“Maksudmu?”
“Tadi kau melakukannya lagi bukan? Di bus sekolah tua di belakang pangkalan yang sepi itu?”
Frieska memandangku dan tersenyum kecil.
“Aku rasa aku memang tak salah lihat. Tadi aku melihat bayangan seseorang sewaktu aku memakai baju.”
“Siapa pria tua tadi?”
“Hanya orang luar yang mau pulang ke kampungnya lewat kota ini,” Frieska menyedot minumannya.
“Begitu.... tapi bagaimana dia tahu kalau kau....”
“Aku yang menawarkannya,” ucapnya memotong.
“Kau menawarkannya?”
“Bukankah untuk mencari uang kita harus bergerak duluan?”
“Iya sih....”
“Hm, 60 ribu.”
“Apa?”
“Bayaranku, sekarang naik. Menjadi 60 ribu,” Frieska memandangku tenang.
“Kenapa?”
“Siapa suruh mengintipku? Itu berarti kau melihat tubuhku kan?

“Tapi kan..... tak sampai.... coli....”
“Tetap. Bayarannya 60 ribu.”
Bujubuneeeng! Tahu begini tak kuungkit masalah tadi. Tarifnya naik, COK!!!!
“Ya sudahlah,” aku berkata pasrah.
“Berarti masih ada sisa di saldo mu dong?” dia bertanya sambil melihat ponselku.
“Kenapa?”
Frieska mengeluarkan secarik kertas dari dalam tas, dan memberikannya padaku.
“Apa ini?”
“Baca saja,” Frieska menyeruput minumannya.
Aku bentangkan kertas itu dan membaca isinya. Dan wajahku datar saat melihat apa yang ada didalamnya.
1. Ciuman = 25 ribu.
2. Pegang Tete = 30 ribu.
3. Di coliin = 30 ribu.
4. Paket A : Ciuman + pegang tete + dicoliin = 70 ribu.
5. Coli pakai tete = 40 ribu
6. Remas tete = 30 ribu
7. Isep tete = 30 ribu
8. Paket B : Remas/isap tete = 65 ribu.
9. Pegang memek = 50 ribu.
10. Sepong = 50 ribu.
11. Paket C = Pegang memek + sepong + dicoliin = 80 ribu.
12. Paket D : Ngentot tanpa dimasukin ke memek = 100 ribu.
Aku menatapnya, dan dia menatapku. Lantas aku bertanya.
“Apa ini?”
“SD ga lulus? Masa harus kuajarin cara membaca?” dia malah bertanya balik.
“Maksudku kenapa memberikannya padaku?”
“Bukankah saldo mu masih ada sisanya, siapa tau mau menggunakan jasaku.”
“Tapi kan.....”
“Kalau mau kayak bapak tadi,” Frieska menunjuk kertas, “Dia tadi pakai paket D. Aku tinggal telanjang dan terserah kamu mau apakan tubuhku. Asalkan burungmu itu tidak masuk ke dalam memekku. Dia juga memakai paket B dan minta di sepong. Tapi karena baru pertama kali, mungkin kusaranin memakai jasa ku yang  ini saja, eh tapi untuk saldo sisanya, ini juga boleh. Eh tapi....Aku terdiam. Sekarang Frieska bertingkah layaknya sales yang menjelaskan produk yang diperdagangkannya. Hanya saja yang diperdagangkan ini adalah bagian tubuhnya untuk hasrat seksual!
Aku tak mengerti jalan pikiran wanita ini.
“Oh, kalau memintaku menelan spermamu saat kusepong ada biaya tambahan.”
“Tunggu-tunggu,” potongku.
“Ada apa? Tidak ada diskon,” dia memandangku cuek.
“Aku tak masalah dengan daftar-daftar ini.”
“Terus?”
“Bukankah ini terlalu murah?”
“Terus kenapa?”
“Kau tanya kenapa? Untuk wanita sepertimu kau bisa dibayar lebih dari ini kalau di kota!”
“Disini bukan kota. Ini kampung, bentuknya aja yang kayak kota.”
“Bukan itu maksudku!!” kok jadi aku yang jengkel disini.
“Tak masalah bagiku,” Frieska menyeruput minumannya lagi, setelah itu dia berkata, “Dan apa maksudmu tadi?”
“Apa?”
“Wanita sepertiku. Maksudmu apa?”
“Kau tak sadar?”
“Apa?”
“Kau itu cantik! Putih! Bersih! Kau bisa memanfaatkan kelebihan kau itu untuk hal yang lain. Modeling, beauty vlogger! Atau mencari pria mapan untuk menyukaimu! Bukannya menjual diri seperti ini.”
Matanya membulat memandangku dan mulutnya berkata.
“Aku cantik?”
“Kau tak pernah bercermin?” kutanya saja balik.
“Pernah. Biasa saja bagiku.”
“Bagimu. Bagi pria-pria, sepertiku, kau itu cantik.”
Dia terus memandangku dalam diam. Aku juga memandangnya dalam diam.
Sampai akhirnya dia berbicara.
“Tak ada pengurangan harga atas gombalan itu.“Aku tidak menggombal.”
“Udah tukang coli, tukang gombal pula.”
“Aku tidak menggombal.”
“Jelek begini dibilang cantik. Matamu buta?”
“Mata mu itu yang buta!!” kok jadi darah tinggi begini ngomong sama nih anak muda.
“Kutambah tarifnya kalau masih membentakku.”
“Maafkan aku,” suaraku mendadak lembut, sial!!
Frieska cuek menyeruput minumannya lagi dan aku kembali hendak membaca daftar jasanya.
“Lagian ada yang mahal kok di daftarku itu,” ucapnya.
“Yang mana?”
“Lihat saja sendiri.”
Aku melihat dan memang ada daftar yang terlewat kubaca, segara kubaca daftar nya yang baginya mahal disitu.
13. Ngentot (Kontol masuk ke dalam memek) : 50 Milyar.
MAHAL AMAAT! ANJEEEEENNG!!
“Kenapa?” dia malah santai bertanya melihat ekspresiku.
“Mahal sekali untuk ini?” aku menunjuk daftar yang dimaksud.
“Tentu saja mahal.”
“Kenapa?”
Dia memandangku lagi dan menjawab.
“Karena aku masih perawan.”
Dan aku terdiam. Diam untuk mencerna jawabannya. Lalu aku bertanya.
“Serius?”
“Menurutku, aku berhak mengatur harga untuk keperawananku. Itu hak ku bukan?”
“Ya.... iya sih.... Tapi.... mahal amat....”
“Itu kan hak ku.”
“Iya sih.....”
“Ya sudah, beres,” dia kembali minum.
“Kalau kau masih perawan..... kenapa kau....”
“Bukan urusanmu,” selanya.
Aku terdiam lagi. Pantas saja 3 orang yang kulihat menggunakan jasanya tidak sampai ke tahap berhubungan badan yang sesungguhnya. Orang kampung mana juga yang punya uang sebanyak itu? Kalau pun ada, mereka tak mungkin tinggal di kampung ini lagi.
Tapi ini masih menjadi rasa penasaran bagiku.
“Boleh kutebak?”
“Silahkan.”
“Apa karena hutang?”
“Tidak.”
“Oh, atau ingin menabung untuk membeli barang yang kau inginkan?”
“Tidak.”
“Untuk biaya orang tuamu yang sakit?”
“Orang tuaku sehat wal’afiat.”
“Untuk biaya saudara kandung yang sakit?”
“Aku tak punya saudara.”
“Lalu untuk apa?”
“Bukan urusanmu,” dia memelet lidah untuk mengejek.
Aku menggerutu dan kulihat dia tersenyum seperti menahan tawa.
“Kau lucu juga,” komentarnya.
“Terima kasih,” balasku malas.
“Ya sudah. Lebih baik cepat bayar utangmu itu padaku.”
“Haaah,” aku meletakkan kertas itu dimeja, “Ya sudah. Antar aku ke ATM.”
“Menuntunmu begitu?”
“Aku juga pendatang. Tidak hapal.”
“Hm, 40 ribu.”
“Tarif lagi?”
“Yap. Totalnya 100 ribu, untuk jawabanku atas pertanyaanmu itu. 60
ditambah 40, 40 ribu adalah biaya jawabanku.”
“Kalau kau dokter mungkin wajar. Aku kan hanya bertanya ATM dimana?”
aku agak sebal.
“Ya sudah, cari sendiri. Kalau masih tak bisa bayar, hari ini juga aku
kerumahmu dan membeberkan ulahmu yang mengintipku.”
Cakep-cakep jago ngancem juga nih cewek.
“Baiklah,” aku mengiyakan saja, toh aku masih ada uang sebenarnya. E￾Wallet ini sisa belanja olshop saja sewaktu aku di Jakarta.
“Sepakat ya?”
“Iya.”
“Hm,” dia melipat tangannya.
“Lalu dimana ATM nya?”
Tangan kanannya itu lalu bergerak, dan dengan santainya jempol tangannya itu ia tunjuk ke arah kanan. Aku menoleh dan kulihat ada ATM BERSAMA tak jauh dari warkop ini.
BANGSAT!!! NGAPAIN AKU BERTANYA KALAU ATM NYA ITU TEPAT BERADA DIDEKAT WARKOP INI!!
“Jangan lupa janjimu,” dia melipat tangannya lagi dan cuek memandangku.
Dengan kesal aku berdiri dan berjalan menuju ATM. Kucairkan uang 150 ribu yang dimana 100 ribu nya untuk dia. Dan 50 nya untuk membayar minumanku, hm, sepertinya minuman dia juga. Aku rasa dia tidak akan mau membayarnya.
“Nih!” kuberikan uang itu padanya.
“Lain kali jangan ngintip,” sindirnya dan memasukkan uang itu ke dalam tas.
Aku duduk sejenak untuk menghabiskan minumanku, baru habis itu aku membayar dan pergi. Sementara Frieska kulihat fokus sama ponselnya.
“Aku pergi dulu. Biar minumanmu yang kubayar.”
“Boleh aku ikut?” dia juga berdiri sambil menenteng tas nya.
“Kenapa?” aku tentu saja bingung.
“Antar aku.”
“Ke?”
“Tempat klienku selanjutnya.”
“Kenapa tidak pergi sendiri? Bukankah kau memakai sepeda tadi?”
“Itu bukan sepedaku.”
“Lalu punya siapa?”
“Polisi di pos jalan sana. Kuambil diam-diam.”
Wajahku datar bukan main mendengarnya.
“Tenang saja, sudah kukembalikan,” katanya.
Kenapa juga harus aku yang tenang? Kan kau yang mencurinya! Seolah-olah aku ini komplotannya saja.
“Kau kembalikan kepada polisi nya?” aku penasaran.
“Enggak, kubuang ke got yang ada di tak jauh dari pos nya. Ya kali mengaku mengambil sepedanya diam-diam.”
Kalau ada kontes wanita tidak sopan se Indonesia. Nih cewek juaranya 1 nya kali.
“Kenapa juga harus aku,” keluhku sambil berjalan.
“Anggap saja kamu Germo ku,” balasnya santai.
Sekriminal ala germo kah mukaku? Haah, sudahlah. Kayaknya percuma diladenin terus. Wanita ini pandai membuat alasan.
Setelah membayar, maka aku dengannya berjalan bersama menuju tempatku memarkirkan motor.
“Kau tadi melakukannya dipangkalan ini.... apakah orang-orang disini tahu kalau kau itu...”
“Tidak,” ucapnya memotong.
“Kau tidak takut kalau orang-orang yang memakaimu tadi mengatakannya kepada orang lain? Yang bisa jadi, kemungkinan sampai di telinga orang tua mu?
Atau tetanggamu?”
“Kalau terjadi, ya terjadilah.”
Nih cewek kayak ga punya beban gitu ya jawabannya. Santai sih santai, tapi ya kagak gini juga kali. Masa ga memikirkan resiko ke depannya?
“Kusarankan saja untuk berhenti, daripada amblas nantinya,” saranku.
“Kau tak punya hak mengaturku.”
“Aku punya hak,” aku menoleh kepadanya, “Untuk mengingatkan sesama manusia.”
“Manis sekali ucapan dari tukang coli kepada objek colinya.”
“Aku mengatakan ini agar kau....”
“Apa?”
Aku tak bisa melanjutkan ucapanku. Karena nasehat yang mau kuberikan mengingatkanku kepada perbuatan istriku. Ini sama saja aku memberikan nasehat omong kosong, karena aku sendiri tak mampu mengubah kelakuan istriku.
Kami akhirnya sampai di motorku, kunyalakan mesinnya dan dia duduk diboncengan. Saat motorku keluar dari pangkalan, dia mulai mengeluarkan suaranya.
“Agar apa tadi?” ternyata dia masih penasaran.
“Tidak.... aku mengingat seorang wanita yang dengan mudahnya memberikan tubuhnya itu kepada orang lain.”
“Maksudnya? Dia sudah mempunyai pacar tapi nge seks sama pria lain?”
“Lebih parah dari itu.”
“Maksudmu?”
“Wanita itu sudah bersuami.”
“Apa?” sepertinya dia kaget.
“Dan mempunyai 1 anak.”
“Gila! Wanita macam apa itu?”
“Hei, mengingat jasamu seperti apa. Kurasa kau tak pantas berkata seperti itu,” aku menoleh ke belakang.
“Aku tak peduli! Meski aku begini, aku paham mengenai itu. Kenapa bisa￾bisanya dia melakukan itu setelah mempunyai suami dan anak?”
“Aku tak tahu..... tapi menurut dugaan.... itu karena dia mengidap ekshibisionis.”
“Ekshibisionis? Maksudmu.... orang yang suka memamerkan tubuhnya kepada orang-orang, bahkan nekat bertelanjang di publik?”
“Begitulah. Dan katanya yang mengidap itu rela memberikan kepuasan seksual kepada korbannya, karena dia juga akan merasa puas karena itu.”
“Harus ke psikiater itu. Kasihan dong suami dan anaknya. Memangnya siapa dia itu?”
“Kuberitahu kau juga tak akan mengenalnya.
“Kasihan.... apa suaminya tahu hal itu?”
“Ya. Sangat tahu.”
“Dan dia diam saja?”
“Katanya sih.... suaminya itu terlalu mencintai istrinya....”
“Itu bodoh namanya!”
Aku tersenyum tipis mendengar komentar Frieska. Dan memang benar, aku lah manusia bodoh itu. Yang tak melakukan apa-apa, bahkan aku coli melihat istriku disetubuhi pria lain.
Meski perbuatan istriku hina, aku juga bisa dibilang hina karena membiarkannya.
“Kau kenal suaminya?” tanyanya lagi.
“Tidak terlalu. Dan kau.”
“Apa?”
“Siapa klien mu?”
“Teman bapak-bapak tadi pagi.”
“1 orang?”
“Ya.”
“Kau masih tetap ingin menjaga keperawananmu dengan tarif fantastis itu?”
“Kenapa?”
“Kuingatkan saja. Pria itu jauh lebih kuat dari wanita, apalagi kalau sudah dikendalikan nafsu. Apa kau tidak berpikir orang-orang yang menggunakan jasamu bisa nekat memecahkan keperawananmu?”
“Kurasa mereka tak akan melakukannya. Mereka akan sibuk dengan tete ku!
Bukankah kaum kalian begitu tergila-gila dengan tete wanita?”
“Siapa juga yang tidak?”
“Jadi aku tak perlu takut.”
“Yakin?”
“100 %.”
“Itu naif.”
“Pokoknya aku yakin!”
“Terserah,” aku lalu memikirkan hal lain, “Oh. Boleh aku meminta tarif untuk jasa mengantar ini?”
“Perhitungan sekali!”
“Terserah. Gimana?”
“Ck, ya sudah. Berapa?”
“Aku tidak meminta uang.”
“Lalu?”
“Aku meminta tarif sebuah jawaban. Apa kau tahu dimana toko elektronik yang menjual CCTV?”
“CCTV?”
“Ya.”
“Di dekat rumahku ada rasanya.”
“Dimana?
“Memangnya untuk apa?”
“Kau tak perlu tahu. Sms kan saja alamatnya.”
“Tak baik membuat wanita penasaran!”
“Kau bahkan membuatku penasaran beberapa kali.”
“Tak boleh dendam sama wanita!”
“SMS aje cepat!” gerutuku, memang banyak alasan nih cewek!
Kudengar Frieska membuka tas nya, sepertinya dia mengambil HP untuk mengirim alamat toko elektronik itu.
Dan ide ini terlintas tiba-tiba. Aku ingin memasang CCTV diam-diam dirumah. Untuk mengetahui kelakuannya selama aku tidak ada dirumah. Tentu saja CCTV ukuran kecil yang akan kupakai agar istriku tidak menyadarinya.
Aku memang masih bertahan saat ini.
Kalau pun tidak, aku bisa menggunakan rekaman CCTV itu untuk menggugat cerai Maya.
Tapi kurasa aku masih bisa bertahan, karena aku memang mencintainya, dan bisa dibilang juga, Maya adalah penolongku.
Karena kehadirannya, mampu mengubur sosok ku yang dulu.
Sebuah sosok diriku yang kubenci, dan aku yakin Maya juga akan membencinya apabila aku kembali menjadi sosok itu.
Sebuah sosok yang akan menjadi mimpi buruk bagi pria-pria yang telah bercinta dengan Maya dibelakangku.
*****
Aku mengantar Frieska tak jauh dari tempat tadi pagi, yang dimana sekelilingnya dipenuhi hutan lebat yang asri.
Frieska turun dan segera pergi tanpa berpamitan padaku.
“Hei,” panggilku.
Dia menoleh dengan raut wajah cueknya itu.
“Berhati-hatilah.”
“So sweet,” katanya sinis dan kembali berjalan.
Dia kemudian menghilang dalam rimbunnya hutan. Aku juga tak perduli dan hendak pergi. Namun nasehat yang kuberikan padanya tadi malah membebani kepalaku.
“Bukan urusanku.
Aku pun mengendarai motorku. Semakin jauh maka aku semakin memikirkannya.
“Sial!!”
Dengan terpaksa aku membelok. Meski aku tak terlalu kenal dengannya, yang jelas aku tetap khawatir kepadanya. Kutepikan motorku dan segera menyusul arah yang ia lalui tadi.
Awalnya aku bingung mau mencarinya dimana, tapi didalam hutan ini aku melihat adanya pondok tua disana. Aku mencoba menyelidikinya dulu tapi sepertinya tidak perlu.
Karena samar-samar aku bisa mendengar suara pria tua didalamnya sedang berbicara.
“Besar sekali susumu, dek!!”
Tanpa basa-basi aku segera berlari kearah belakang pondok ini. Cukup tua seperti pondok yang ada di film-film horor, dan karena tua ini lah. Ada beberapa lubang karena kayu yang lapuk bisa membuatku melihat apa yang ada didalam.
Kulihat seorang pria tua memeluk Frieska dari belakang dan meremas-remas payudaranya. Dan dari sini, aku bisa melihat raut wajah Frieska begitu sayu. Berbeda dengan raut wajahnya yang begitu cuek sedari tadi denganmu.
“Kayaknya langsung saja deh, dek. Bapak tak tahan hehehehe,” pria tua itu menggesek-gesekkan penisnya ke bokong Frieska.
Wajah Frieska yang sayu tadi kembali datar saat menoleh ke belakang untuk berhadapan dengan pria tua ini. Ia menaruh tas nya disudut, dan dari sinilah aku juga bisa melihat Frieska melakukan proses melucuti pakaiannya satu-satunya.
“Astaga..... dia benar-benar seksi.... seperti Maya,” batinku sambil menelan ludah.
Frieska sekarang sudah telanjang bulat. Bisa jadi bapak tua ini memakai jasa paket.... paket.... paket apa tadi ya? Pokoknya yang kontolnya tidak boleh masuk didalam memeknya.
“Wow! Luar biasa!!” puji Bapak tersebut kepada tubuh telanjang Frieska.

================

Aku setuju dengan pujian bapak ini. Tubuh Frieska benar-benar menggiurkan. 11/12 dengan istriku. Kulihat bapak itu juga bertelanjang bulat. Dia lalu mengocok penisnya sambil berjalan ke arah Frieska.
“Besar sekali,” tangan kiri bapak itu lalu memegang payudara Frieska.
Kuperhatikan wajah Frieska. Wajahnya benar-benar tanpa ekspresi sambil melihat payudaranya diremas seperti itu, ia melihat bapak itu dan sepertinya ia mengambil nafas lemah.
“Aaaaahhhhhhh....” desah Frieska.
“Hehehehe!” dan Bapak itu semakin semangat mengocok penis dan meremas payudara Frieska.
Bisa kusadari kalau Frieska hanya berpura-pura mendesah saja. Itu ia lakukan untuk membangkitkan nafsu para pria yang ada di depannya itu.

“Kurasa..... dia tidak menikmatinya,” pikirku.
Bapak itu kemudian pergi ke sudut untuk mengambil sesuatu. Sebuah terpal dikeluarkan, sepertinya dibawa dari rumah karena terpal itu kulihat terawat. Tak mungkin pondok tua ini memiliki terpal sebersih itu.
Setelah terpal itu dibentangkan di lantai, Frieska lalu berbaring dan mengangkang di depannya.
“Cepet, pak,” suruh Frieska.
“Sabar hehehehe.”
“Nunggu apalagi? Cepet!”
“Nungguin mereka hehehehe.”
“Mereka?” Frieska tampak bingung, begitu juga aku.
Dan tiba-tiba dari pintu depan masuk 3 orang bapak tua. Yang dimaba 2 diantara tadi memakai jasa Frieska dengan payudaranya.
“Eh!!” Frieska bangun dan menutup payudaranya, “Apa-apaan nih? Kenapa kalian disini?”
“Pakai ditanya lagi hahahahaha!” salah 1 bapak itu tertawa dan membuka baju serta celana bersama 2 bapak lainnya.
“Apa maksudnya ini? Kan perjanjiannya 1 orang saja!” sergah Frieska.
“Bosan dek. Nenen melulu, jadi kami sepakat...” salah 1 bapak tertawa.
“Sepakat..... sepakat apa?” Frieska terlihat cemas.
“Memperkosamu! Hahahahaha!”
Frieska tampak gusar mendengar itu. Aku tahu kekalutannya, meski dia melayani hubungan seks, tapi dia masih perawan. Dan sekarang keperawanannya terancam dengan paksa. Tak mungkin dia tidak akan kalut dalam situasi ini.
“Sial! Bagaimana nih?” aku celingak-celinguk mencari sesuatu yang kuanggap bisa membantunya.
“LEPASKAAAN AKUUU!!!”
Aku kaget mendengar teriakan itu. Kuintip ke dalam dan kulihat Frieska mencoba melarikan diri tapi ditahan oleh ke 4 orang itu.
“Mau kemana lonte?? Hahahahahah!” salah 1 bapak meremas-remas payudaranya.
“Kangkangin kakinya!”
Frieska kulihat diangkat 3 bapak itu dan dipaksa mengangkang. Frieska meronta-ronta namun sepertinya dia kalah tenaga.
“Diam lonte!!” teriak bapak yang mengangkat tubuhnya dari belakang

“Sllrrrrrrpppppp!!” sementara Bapak sebelah kanan dan kiri asyik menghisap puting payudara Frieska sambil menahan.
“Jangann! Tolong! Jangaaan!!” teriak Frieska dengan suara bergegar.
“Wuiih!!” Bapak yang didepan selangkangan Frieska yang terbentang tampak terkejut, “Dia masih perawan!!”
“Serius?”
“Iya!”
“Wah! Berarti kita bakalan merawanin anak gadis! Hahahahahahaha!!”
“Jangaaaaaannn!!” dan Frieska akhirnya menangis.
Aku tentu tak akan diam. Meski Frieska itu menyebalkan bagiku, tapi aku tak mau menutup mata. Segera aku mencari sesuatu yang sekiranya bisa membantu.
Aku temukan kantong kresek hitam yang usang, kuambil dan kulubangi 2 arah untukku melihat. Dengan terpaksa aku memakai kantong itu untuk menutupi kepalaku.
Lalu aku melihat batang kayu pohon yang cukup besar, kuambil dan segera berlari ke depan.
Sesampainya di depan, kulihat bapak-bapak itu menampar-nampar keras vagina Frieska.
“Memek nakal ya! Masih perawan sudah berani menggoda kontol kami!” dan bapak itu menampar vaginanya lagi.
Frieska tak bisa apa-apa. Dia hanya menangis dan merasakan sakit pada vaginanya akibat tamparan keras itu.
“WOOOIIII!!” teriakku.
Teriakanku tentu saja mengagetkan mereka semua, termasuk Frieska.
“Siapa kau?”
“Lepaskan wanita itu!” suruhku.
“Kau siapa!! Anjing!!”
“Aku.....” aku tak mungkin memberitahu identitasku, maka dengan pintarnya aku berkata, “Aku adalah pahlawan kebenaran hutan ini. Kresek-Man!”
Kurasa itu bukanlah perkataan yang pintar.
“Kresek Man?”
“Ya!” lantangku menahan malu, untung saja mukaku ditutup kresek.
Lalu aku ditertawakan oleh mereka. Wajar, kalau aku diposisi mereka mungkin aku juga bakalan tertawa

“Oke! Pahlawan kebenaran! Lawan aku!”
Bapak yang menampar vagina Frieska segera berlari ke arahku. Hanya saja apa dia tidak sadar? Kalau aku sedang memegang kayu?
Lalu apa yang kulakukan? TENTU SAJA KUHANTAM KEPALANYA!!
Hantaman keras yang kulakukan langsung membuat bapak itu roboh seketika. Dan dari bunyinya yang terbentur benda keras ini..... Aku tak yakin kepalanya baik-baik saja.
Ke 3 orang tua itu terperangah, begitu juga Frieska. Aku lalu mengetuk kayu itu dipundakku, dan dengan lagak santai, aku pun berbicara.
“Turunkan wanita itu.”
Dengan cepat ke 3 pria tua ini menurunkan Frieska. Frieska yang sudah turun \dengan segera kuberi komando.
“Pakai bajumu, dan kembali ke jalan besar.”
Frieska menurut, ia segera menghampiri tempat ia menaruh bajunya yang berada dekat denganku. Selagi dia memakai baju dan mengawasi 3 orang itu. Aku berbicara pelan kepadanya.
“Naif tidak bisa membantumu dalam dunia realistis ini. Sudah kubilang, lain kali antisipasilah semua kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.”
Frieska tampak terdiam, ia menoleh ke arah ku dan berkata.
“Kau....”
“Cepat!” suruhku.
Friska tercekat dan buru-buru memakai pakaiannya kembali. Setelah selesai, ia mengambil tas dan hendak keluar. Tapi dia berhenti disampingku dan memandangku.
“Tolong jaga motorku,” pintaku dengan suara pelan.
“Ternyata benar kau....” kata Frieska dengan suara bergetar.
Frieska lalu keluar pondok itu menyisakan aku dengan 3 bapak tadi yang tidak sedap dipandang. Karena mereka bertelanjang bulat, dan aku tak nafsu memandang mereka.
“Kau.... apa kau membunuhnya?”
Aku melihat bapak yang kuhantam tadi, kubalikkan wajahnya dengan kayu dan kulihat dadanya masih kembang kempis dengan lemah.
“Entahlah,” aku lalu memandang ke 3 bapak tadi, “Sekarang aku harus membereskan kenaifan ini.”
“A-Apa maksudmu?

Aku yakin kalian akan mencariku, dan kembali membahayakan wanita tadi untuk mengetahui siapa diriku. Karena itu aku masih disini, untuk menghancurkan kenaifanku yang melarikan diri menyusulnya tadi.”
“A-Apa yang mau kau lakukan?”
“Sederhana,” aku kembali memangku batang kayu itu dipundakku, “Aku akan membuat kalian hilang ingatan.”
“A-Apa?” ke 3 pria itu terkejut, kurasa mereka mengerti maksudku.
“Berdoa saja,” aku berjalan ke depan, “Kalau kalian hanya hilang ingatan, tidak lebih dari itu.”
Setelah itu aku berlari ke depan menerjang mereka. Untuk melakukan ‘operasi hilang ingatan’ tradisional.
Melakukannya dengan menjadi sedikit ‘sosok’ ku yang dulu sebelum bertemu Maya.
Dan di pondok itu, menjadi saksi bisu kejadian yang kulakukan.
*****
Setelah selesai melakukan ‘Operasi’, aku kembali ke jalan besar dan menemui Frieska yang menungguku di motor. Melihatku menaiki jalan besar membuatnya menghampiriku.
“Kau tak apa?”
“Menurutmu?” kutunjukkan penampilanku yang baik-baik saja.
“Apa yang kau lakukan pada mereka?”
“Siapa yang tahu,” kusingsingkan lengan kemeja panjangku, “Yang jelas.”
Frieska memandangku dan aku melanjutkan.
“Mereka tidak akan pernah bisa menyewamu lagi.... hm, untuk selamanya.”
Mendengar itu membuat raut wajahnya merengut, dia lalu berjongkok didepanku dan menangis dengan keras.
Tangisannya ini ambigu bagiku.
Apa dia menangis karena pria-pria tua itu tak bisa menyewanya lagi supaya dia dapat uang?
Atau dia menangis karena lega?
Untuk memastikannya aku berjongkok dan bertanya.
“Kau menangisi mereka?”
“Aku bahkan tak mau bertemu mereka lagi!!” teriaknya dalam tangis.
“Oh,” dan jawabannya adalah ‘Lega’.

Ya sudahlah. Yang jelas,” aku tersenyum, “Kau masih perawan sekarang.”
Frieska lalu menubrukku yang membuatku terjengkan ke belakang. Dia memelukku erat dan membasahi kemeja ku dengan tangisannya.
“Terima kasih..... terima kasih....” katanya dengan suara lemah dan bergetar.
Aku tak tahu harus berbuat apa dalam situasi ini. Mungkin dengan membiarkannya akan membuatnya lega. Setelah kubujuk-bujuk akhirnya ia menghentikan tangisannya dan aku membantunya berdiri.
“Mau kuantar pulang?” tawarku.
Dia masih segekukan dan memandangku. Dia tak menjawab, dia hanya terus memandangku.
“Jangan perlihatkan mata sembabmu ini pada keluargamu. Nanti mereka akan menanyaimu macam-macam,” kubantu menyeka air matanya dengan tangan,
“Kau tentu tak mau menceritakan kejadian ini pada mereka kan?”
Frieska juga menyeka air matanya, hidungnya masih menarik ingus akibat tangisannya. Ia memandangku dan berkata.
“Tolong antar aku pulang.....”
“Itu kalimat paling sopan yang kudengar darimu,” aku tersenyum.
Aku lalu mengantarnya pulang dan aku khawatir dengan bensin di motorku.
Rumahnya jauh sekali ternyata!
“Itu toko elektroniknya,” dia menunjukkan toko yang kupinta tadi.
“Oke,” aku mengangguk dan berencana membelinya nanti saat pulang kerumah.
Karena dompetku ketinggalan disana.
Setelah lika-liku perjalanan, akhirnya Frieska berkata stop dan kami berhenti tepat di depan rumah..... yang besar sekali.
“Disini?” aku menunjuk rumah itu.
“Ya,” dia turun dari motorku.
Aku berpikir, mungkin dia anak pembantu rumah ini. Karena gaji nya kurang, maka dia terpaksa menjual diri.
Hahahahaha Frieska! Akhirnya aku tahu alasanmu menjual diri!
“Oh Non Frieska! Udah pulang?” kulihat seorang satpam membuka pagar.
“Iya.”
Sebentar. Kenapa anak pembantu dipanggil ‘Non’? Dan kenapa satpam ini bertingkah seolah derajat Frieska lebih tinggi darinya? Bukankah Frieska anak pembantu?

Non kemana saja? Tuan sama Nyonya tadi nyariin Non,” ujar Satpam itu.
“Jalan-jalan,” jawab Frieska.
Tunggu-tunggu, makin ga beres ini. Lebih baik kupastikan saja.
“Hei.”
“Apa?” Frieska memandangku.
“Maksudku dia,” aku menunjuk satpam.
“Kenapa, mas?”
“Siapanya rumah ini?” kubertanya sambil menunjuk Frieska.
“Loh? Mas nggak tahu?”
“Kenapa menanyakannya?” tanya Frieska.
“Untuk memastikan.”
“Memastikan apa?”
“Makanya aku butuh jawabannya,” aku menunjuk satpam.
“Hm,” Frieska memberika isyarat agar satpam itu menjawab, sepertinya wanita ini penasaran dengan apa yang ingin kupastikan.
“Non Frieska anak tunggal pemilik rumah ini. Masa mas ga tau? Mas bukan
teman non Frieska?”
“Anak?”
“Iya.”
“Ini rumah dia?”
“Iya.”
“Rumah segede ini yang bisa dibilang rumah orang kaya ini rumah dia?”
“Iya. Orang tua non Frieska orang terkaya ke 4 di kota ini.”
“Oh.....”
“Kenapa sih menanyakannya?” tanya Frieska padaku.
Aku memandang Frieska dengan wajah datar dan dengan kesalnya aku berteriak dalam hati.
LO UDAH KAYA RAYA KENAPA MASIH MELONTE?!
ORANG TUA LO ORANG PALING KAYA NOMOR 4!
JADI LO SEHARUSNYA TAK USAH PUSING MENCARI UANG!
KENAPA LO MALAH MELONTE?
TARIF LOE MURAH LAGI!!

================

Sepertinya aku tahu apa yang kau pikirkan,” Friska menahan tawa dengan senyumannya.
“Dan sepertinya aku harus pulang,” aku buru-buru berpamitan karena kesal.
“Ini ojek ya, Non?” satpam menunjukku.
“Menurutmu?” Frieska bertanya balik kepada satpam.
“Kalau ojek,” satpam menghampiriku dan mengeluarkan uang 500 ribu kepadaku.
Aku menerima uang itu dan bingung.
“Maksudnya apa?”
“Titipan dari ayah non Frieska. Katanya kalau non Frieska pulang pakai ojek atau taksi, disuruh bayar pakai itu. Ambil saja semuanya, tak perlu kembalian.”
Mendengar itu membuat harga diriku hancur seketika. Dengan segera aku mengembalikan uang itu ke tangan si satpam.
“Saya bukan tukang ojek.”
“Oh....”
“Aku pulang,” aku memandang Frieska.
“Hati-hati dijalan....” katanya.
Lalu aku memutar arah dan segera berlalu dari tempat itu. Dan aku bisa mendengar suara teriakan satpamnya Frieska dari belakang.
“WOI! INI Cuma 100 RIBU! 400 RIBUNYA KEMANA?!”
Bodo amat!! Kapan lagi dapat uang semudah ini!! Aku segera mengebut, sambil membawa uang 400 ribu yang kusembunyikan diam-diam tadi.
Sesampainya dirumah, aku sudah disambut hangat pelukan istriku. Aku yang teringat kejadian tadi pagi masih ada rada-rada kesal.
“Kok lama sih pulangnya, sayang?” Maya cemberut memandangku.
Dan aku langsung luluh. Memang tak ada yang bisa melawan wajah imut cemberut istriku sendiri.
“Keasyikan jalan-jalan.”
“Hehehe, yuk. Maya udah masakin. Yang lain juga udah datang.”
“Yang lain?”
Aku masuk kedalam rumah dan melihat makhluk yang mengagetkanku, karena dia asyik bermain-main dengan anakku.
“Oh! Menantuku! Akhirnya kau pulang!” seru pria tua dengan aksesoris badut dimukanya.


Ternyata itu ayah mertuaku.
*****
Kedatangan ibu dan ayah mertuaku yang mendadak ini karena mereka berencana membawa Dimas untuk liburan keluar negeri.
“Jadi besok pagi-pagi sekali perginya, Pa?” tanyaku.
“Iya. Lalu bagaimana kerjaan disini?”
“Seperti biasa,” aku tersenyum.
Dan keakraban keluarga yang sudah lama tak kurasakan kembali hadir disini.
Ibu mertuaku yang lembut, dan ayah mertuaku.... yang aneh tapi baik.
Ada alasannya kenapa aku menyebutnya aneh.
“Oke cucuku sayang! Mari karaoke sama kakek!” ajaknya pada Dimas.
Ayah mertuaku menyalakan mini compo dan memegang mic.
“Kita tes dulu ya suaranya!”
Mic itu lalu diarahkan ke bokongnya. Dan suara kentutnya yang menggelegar itu terdengar nyaring di mini compo itu.
Tuh liat.
Baru kali ini ada orang menge tes mic dengan menggunakan suara kentut.
Kurang keren apalagi coba ayah mertuaku ini?
Tapi itu memanglah kehangatan keluarga yang sering kali terjadi dikala kami berkumpul bersama. Dan seperti biasa, ayah mertuaku bernyanyi duluan dengan suara yang mampu memusnahkan populasi nyamuk yang ada di desa ini.
Maya kulihat juga bahagia, sepertinya dia merindukan kebersamaan ini dan aku rasa dia juga merindukan ke 2 orang tuanya ini.
Aku lalu berpamitan untuk buang air besar. Didalam toilet, aku asyik berselancar di internet sampai akhirnya ada pesan masuk dari Frieska.
“Kamu kapan mau membeli CCTV nya? Jam 7 dia tutup loh.”
Alisku mengkerut. Kenapa nih anak tiba-tiba mengingatkan hal yang tak penting baginya. Tapi iya juga. Sepertinya aku harus membelinya hari ini, dan kurasa tak apa aku meninggalkan Maya malam ini tanpa takut kedatangan pria bajingan yang mau menyetubuhinya karena ada mertuaku disini.
“Sebelum isya kayaknya. Terima kasih sudah mengingatkan,” balasku di pesan singkat.
“Oke. Sampai ketemu.”
Aku kebingungan dan membalas, “Sampai ketemu?”
Tak ada balasan. Dan aku bingung maksud perkataannya.

Malam akhirnya tiba dan aku berpamitan kepada orang rumah untuk pergi sebentar. Aku menuju toko elektronik yang ada di dekat rumah Frieska tersebut dan sesampainya disana aku terkejut.
Karena ada Frieska disitu sedang bersender di dinding.
“Halo,” sambutnya dengan raut wajah datarnya itu.
“Kenapa kau ada disini?”
“Cari angin, jalan-jalan,” alasannya.
Aku tak peduli dengan alasannya. Aku masuk ke dalam toko dan bertanya tentang CCTV yang kuinginkan. Dan ternyata ada!
“CCTV banyak amat, Pak. Untuk toko ya?” tanya penjual.
“Begitulah,” aku tersenyum.
“Cowoknya Frieska?” tanyanya lagi.
“Cowoknya?”
“Itu, nempel melulu,” penjual tersenyum dan menunjuk.
Aku menoleh dan melihat jarak Frieska sangat dekat denganku. Meski dia berbalik badan dan melihat-lihat dagangan yang ada di toko ini.
“Bukan,” jawabku.
“Kirain,” penjual tertawa.
Setelah membeli maka aku berpamitan kepada penjual dan segera keluar.
Frieska menyusulku dan berkata sesuatu.
“Temani aku bersantai.”
“Aku sibuk,” tolakku.
“Aku traktir,” balasnya.
“Nyantai dimana?” dan aku tergoda, bukan tergoda karena dia cantik, tapi kalimat traktirnya tadi.
Frieska lalu naik diatas motorku dan menuntunku menuju sebuah kafe yang cukup dekat dari rumahnya. Ia juga membawa laptop. Menunggu pesanan maka aku bertanya.
“Kau mengerjakan apa?”
“Hanya mencari cara jualan yang baik.”
“Kau mau open BO?”
Kaki ditendangnya dari bawah meja, tentu saja aku kesakitan. Dan dia dengan cueknya berkata.

“Aku mau belajar bisnis jualan online. Aku berencana menjuak pernak￾pernik.”
“Mandiri sekali.”
“Memang.”
“Dan kau menipuku!”
“Menipumu?” dia terlihat bingung.
“Ternyata kau anak orang kaya!”
Dia menahan tawanya sambil mengetik, “Kau tidak pernah menanyakannya bukan?”
Iya juga sih....
“Tapi kenapa kau.... ya, seperti yang kita tahu.”
“Anggap saja aku iseng.”
“Isengmu membahayakan sekali,” seperti biasa, banyak alasan.
“Aku belum mau memberitahu alasan sebenarnya,” tambahnya lagi sambil mengetik.
“Begitu.”
“Mana 400 ribu tadi?”
“Nih,” kugoyangkan kantong belanjaan CCTV tadi.
Dia menahan tawanya lagi sambil mengetik, “Udah tukang coli, tukang intip, tukang gombal, eh tukang nilep juga ternyata.”
“Yang buruk saja yang diingat. Katanya kau juga sudah lulus SMA 2 tahun yang lalu, kenapa tidak kuliah?”
“Tak ada kampus dekat rumah.”
“Bangun saja kampus di depan rumahmu. Kau kan anak orang kaya.”
“Itu merepotkan,” dan alasan lagi.
“Kenapa memintaku menemanimu bersantai disini? Kenapa tidak ajak saja temanmu?”
“Kalau ada aku tidak akan mengajakmu.”
“Memangnya kau tidak ada teman semasa SMA?”
“Tidak.”
“Jahat sekali temanmu.”
“Soalnya aku homeschooling.”
“Oh...” kok kesal ya mendengarnya?

Dia selesai berkutat dengan laptopnya. Setelah itu dia memandangku dan tersenyum, baru kali ini dia langsung tersenyum begitu memandangku.
“Kau bekerja dimana?”
“Kenapa memangnya?”
“Aku ingin tahu.”
“Aku tak ingin kau tahu.”
“Kenapa?”
“Kau masih belum cukup umur.”
“Apa sih,” dia tertawa kecil, menopang kepala dengan sebelah tangan dan bertanya lagi, “Dimana? Dimana? Dimana?”

Aku terdiam memandangnya. Frieska benar-benar cantik dan terlihat seperti gadis normal, andai saja dia tidak menjajakan tubuhnya itu..... Tapi apa juga urusannya denganku? Ah, lebih baik kujawab saja pertanyaannya.
“Kerjaanku mampu menafkahi 1 desa kalau aku mau.”
“Emang kerja apa sih?”
“Rahasia negara.”
“Kalau begitu biar aku cari tahu sendiri.


“Maksudnya?”
“Aku mau kerumahmu besok.”
“Ngapain?”
“Mau tahu pekerjaanmu, dan mau kenal dengan orang rumahmu.”
“Memangnya kau tahu alamat rumahku?” aku berwajah sombong, “Sampai kapan pun tidak akan kuberitahu.”
“Hm, kau lupa kau sudah memberikan alamat rumahmu beserta nomor HP mu waktu aku memergokimu mengintip?”
Sial! Aku lupa kalau aku sudah memberikannya!
“Besok aku akan kerumahmu!” Frieska tersenyum puas.
“Jam?”
“Kamu ada dirumah jam berapa?”
“Sepertinya seharian aku akan dirumah.”
“Kalau begitu, aku akan datang semauku. Terserah jam berapa.”
Dan perbincangan kami semakin ngalor ngidul kemana-mana. Terkadang kuceritakan pengalamanku waktu sekolah dan wanita ini nampak menikmatinya.
Merasa semakin malam maka kami berdua pun pulang. Setelah mengantarnya dia mencegat tanganku sejenak.
“Kenapa?”
“Bukankah dingin?” dia menggesek-gesekkan telapak tangannya dan menyekanya di tangan dan leherku sehingga menjadi hangat.
“Wow, perhatian sekali,” ejekku.
“Hati-hati dijalan,” dia tersenyum.
Aku menyiyakan saja dan kulihat satpamnya berbeda dengan tadi siang.
Emang dasar orang kaya, satpamnya saja pakai sif kerja.
Sesampainya dirumah aku lagi-lagi disambut hangat oleh istriku, tentu saha belanjaan CCTV nya kusembunyikan didalam garasi. Dia menarik tanganku sewaktu aku masuk ke rumah menuju kamar dan memelukku sambil berbaring.
“Ibu sama Ayah udah bobo sama Dimas di kamar tamu,” Maya tersenyum.
“Terus?” aku tersenyum dan membalas pelukannya.
“Hmm,” Maya mendekatiku, “Udah lama kan?”
“Oh,” aku tertawa.
Aku dan istriku berciuman. Dan dimalam itu, kami melakukan keharmonisan suamu istri diatas ranjang.

Pagi-pagi ke 2 mertuaku sudah pergi bersama Dimas dengan taksi menuju bandara. Karena mereka berencana liburan ke Singapore. Aku yang tak tahu harus melakukan apa sepagi ini lalu masuk ke dalam dan melihat Maya sedang memasak air.
“Loh, rokok papa habis ternyata,” aku melihat isi rokokku yang ludes.
“Kenapa papa tidak beli tadi malam?”
“Lupa, Pak Joko buka tidak ya warungnya jam segini?”
“Buka kayaknya.”
“Papa kesana dulu. Sekalian olahraga, mama mau ikut?”
“Dirumah aja,” Maya tersenyum.
Aku mengiyakan saja. Dan aku merasa aman, Pak Bogo tadi berjalan pulang dan kurasa tak berani masuk ke rumah ini karena dia pasti mengira mertuaku masihada disini. Aku berjalan sambil berolahraga dan sampai di Warung Besar Pak Joko yang dimana pemiliknya itu asyik menyapu daun di halaman.
“Pagi, Pak Joko.”
“Weh! Nak Gio! Tumben pagi-pagi?”
“Rokok habis,” aku tertawa.
Dan seperti biasa. Pak Joko suka sekali berbicara sehingga aku lupa waktu disini. Merasa Matahari sudah semakin naik, maka aku berpamitan kepadanya.
Dalam perjalanan pulang aku merasa damai sambil menghisap rokok.
Sesampainya di rumah, alisku mengkerut, karena pintu depannya tertutup. Padahal sebelum pergi aku tidak menutupnya.
“OUUUUUHHHHH!!”
Aku kaget mendengar suara lenguhan keras Maya didalamnya.
“Wah jangan-jangan!”
Aku bergegas masuk pelan-pelan melewati pagar, dan aku terdiam sejenak.
“Perasaan tadi pagarnya kututup,” pikirku.
Aku tak ambil pusing, aku segera ingin mengetahui apa yang terjadi didalam.
Aku curiga Maya tidak berada diruang tamu, karena kaca di ruang tamu bisa melihat ke arah luar. Jadi tak seharusnya ia mengeluarkan suara desahan seperti.
Aku mengintip dibalik jendela kamar tak ada istriku disitu. Aku lalu mencoba melihat bagian belakang dan terkejut melihat sosok seseorang disitu yang sedang mengintip dibalik pintu.
“Frieska!” batinku.

Aku tak tahu kapan dia kesini.... tapi itu mungkin jawaban kenapa pagar tadi terbuka. Dan aku yakin dia juga mendengar suara itu lebih dulu dariku sehinggga mengeceknya.
Frieska terlihat kaget melihat bagian dalam, aku buru-buru menghampirnya.
“Kenapa kau disini?” bisikku.
“I-Itu... Itu itu....” Frieska gagap sambil menunjuk sesuatu didalam.
Aku mengintip ke dalam dan sudah kuduga. Istriku lagi-lagi berhubungan badan dengan pria lain, dan pria itu adalah Pak Bogo.
Kulihat istriku begitu bergairah menikmati penetrasi nikmat yang dia rasakan.
-
Ternyata aku juga naif. Aku mengira Pak Bogo tak akan berandi datang hari ini karena mengira mertuaku masih ada dirumah. Tapi aku lupa, istriku ada W.A nya, tentu saja istriku bisa memberitahu kalau rumahku kosong sepagi ini.
“Hei...” Frieska menggoyangkan tanganku dan berbisik, “Itu siapa?”
Aku lalu menarik Frieska untuk menjauh secara perlahan. Lalu aku mengajaknya pergi, entah kemana langkah kaki ini mau pergi.
“Hei,” Frieska memanggilku lagi, “Itu benar kan rumahmu?”
“Ya....”
“Lalu itu siapa? Aku kaget waktu mau mengetuk pintu mendengar suara wanita itu dari dalam.”
Aku menghela nafas panjang. Diperjalanan ini lalu aku menjelaskan.

Aku pernah cerita tentang suami yang mempunyai istri yang suka berhubungan badan dengan pria lain bukan?”
“Ya..... hei..... ini.....”
“Frieska,” aku memandang gadis ini, “Suami bodoh yang kau sebut kemarinitu, adalah aku.”
“Apa?” Frieska kaget bukan main.

================

Part 6
Aku mengajak Frieska ke jalan besar dan duduk berdua di halte bus usang yang ada ditepinya. Dia memintaku menceritakan tentang kelakuan istriku tadi dan menanyakan sejak kapan hal itu pertama kali terjadi.
“Aku tidak mau menceritakannya,” ujarku sambil menyeruput kopi yang sempat kubeli.
“Kenapa?”
“Ini urusan rumah tanggaku.”
Setelah itu Frieska terdiam, cukup lama. Sampai akhirnya dia kembali memandangku.
“Ceritakan,” ucap dia meminta lagi.
“Bukankah tadi kubilang...”
“Lalu aku akan menceritakan alasanku,” potongnya.
Aku memandangnya dan dia juga memandangku. Seperti tahu apa yang ada didalam dipikiranku, wanita cantik tanpa ekspresi ini lalu berucap.
“Kita akan impas. Aku akan menceritakan alasanku menjual diri, dengan biaya ceritamu.”
Mendengar itu aku tersenyum dan kembali menoleh ke depan sambil menyeruput kopi.
“Bahkan cerita saja bisa menjadi ‘Bisnis’ bagimu.”
“Ajaran ayahku. Itu alasan dia bisa menjadi orang kaya,” balas Frieska.
“Hahaha.”
“Ceritakanlah.”
“Padahal kita baru kenal,” aku mengambil rokok sejenak untuk dihisap,
“Baiklah.”
Aku lalu menceritakannya. Dari awal mula sampai akhir seperti ini, dan aku juga menceritakan trauma yang membekas pada istriku yang menurutku yang menyebabkan dia menjadi seperti ini.
“Begitu....” dia menunduk.
“Ya...” kuhisap rokok, “Begitulah....”
“Istrimu harus cepat-cepat diperiksa.... kurasa itu menyangkut kejiwaan, dia benar-benar sudah dikuasai nafsunya... semua logika dan akal sehatnya dikacaukan oleh nafsu.... aku mengerti dan paham tentang itu.... nafsu....”
“Aku tak tahu caranya.... kalau aku mengatakannya. Maka dia akan tahu kalau aku tahu selama ini, aku mengenalnya. Dia akan merasa bersalah, dia akan terus mengutuk dirinya setiap hari dan...... dia akan terus menangis.”
“Lalu?
“Aku tak ingin membuatnya menangis....”
“Hei, kalau hanya itu. Itu hanya sementara, karena...”
“Aku tahu...” potongku.
“Jadi kau akan terus membiarkannya begitu?” Frieska tampak kesal, “Kau tak memikirkan ayahnya? Ibunya? Bahkan anakmu? Pikirkan kalau mereka tahu kalau istrimu seperti itu!”
“Aku....”
“Kau tak bisa melakukannya karena kau mencintainya?”
“......Ya....”
Frieska memandang ke depan dan menghela nafas.
“Kupikir kau cukup dewasa, ternyata seperti anak kecil. Nasihatmu padaku basi jadinya, kau sama naifnya denganku.”
“Kau benar,” aku memandangnya, “Dan itu...”
Dia memandangku dan aku melanjutkan.
“Itulah yang membuatku memintamu berhenti melakukan itu..... kau mengingatkanku akan istriku.... jangan sampai kau bernasib sama seperti dirinya... kau masih punya masa depan yang lebih baik. Kau masih muda.”
Frieska terdiam. Ia kembali memandang ke depan dan menunduk.
“Bodoh..... kau sangat bodoh....”
“Aku tidak akan membela diri untuk itu.”
Frieska mengeluarkan HP, dia berbicara sambil mengetik di benda komunikasi itu.
“Aku tak yakin kalau kau mencintai istrimu.”
“Kenapa kau bisa berkata seperti itu?”
“Kau membiarkannya, yang kau anggap bentuk cintamu padanya, maka kau sama saja dengannya, dikuasai nafsu. Kalau benar kau mencintainya, seharusnya kau sudah melakukan sesuatu.”
Aku terdiam dan dia melanjutkan.
“Melakukan sesuatu untuk istri yang kau sayangi itu!”
Aku terdiam dan menundukkan kepala. Kurasa benar apa yang dikatakan
Frieska. Suasana menjadi sedikit sunyi pagi hari ini sampai akhirnya Frieska kembali mengeluarkan suaranya.
“Kupikir....”
“Hm?” aku menoleh.
“Kupikir..... kau belum menikah....”
“Kenapa memangnya?”
“Tidak,” dia menoleh ke arah lain, “Lalu dimana anakmu? Apa dia dikamar?”
“Dia pergi liburan bersama mertuaku.”
“Oh, berapa umurnya?”
“Belum genap setahun.”
“Kuharap anakmu tidak sebodoh ayahnya.”
Aku tersenyum kecil, “Ya. Terima kasih.”
Lalu datang pengendara motor ke tempat kami. Frieska berdiri seolah menyambut kedatangannya.
“Pacarmu?” tanyaku.
“Kak Frieska ya?” tanya pengendara motor itu sambil melihat ponselnya.
“Ya.”
“Oh.... ojol,” aku tertawa pelan, dan baru menyadari betapa sama warna jaket dan helm pengendara motor ini, “Hei, aku belum mendengar ceritamu.”
“Akan kulunasi nanti,” Frieska menerima helm ojol tersebut dan memandangku.
“Kau mau kemana?”
“Bekerja.”
“Bekerja, maksudmu....”
“Aku tidak bilang kalau aku mau berhenti.”
“Kau tidak jera?”
“Aku belum punya alasan kuat untuk berhenti.” Frieska menaiki motor dan memandangku, “Tadi kuharap, kedatanganku kesini, mampu menciptakan alasanku
untuk berhenti.”
“Maksudmu?”
“Lupakan,” Frieska menepuk pundak ojol.
Frieska lalu pergi meninggalkan ku sendiri. Aku tak mengerti maksudnya. Apa di kediamanku ada sesuatu yang bisa dijadikan alasan agar dia berhenti menjual diri?
Ah, sudahlah. Aku tak mengerti pola pikirnya. Lebih baik aku pulang saja.
Sesampainya dirumah, aku tak langsung masuk. Aku ingin memastikan dulu apakah
Pak Bogo sudah selesai bercinta dengan istriku atau belum.
Aku menuju samping rumah untuk mengintip dari pintu belakang, namunaku segera menarik tubuhku saat melihat keberadaan istriku dan Pak Bogo di belakang.
Bisa kulihat istriku bersender di dinding hanya memakai celana dalamnya saja dan asyik berciuman dengan Pak Bogo dalam pelukannya.
-
“Slrrrrpppppp!!” bahkan suara lidah dan liur bisa kudengar dalam ciuman liar  tersebut antara mereka berdua.
Pak Bogo melepaskan pelukan dan ciumannya untuk memakai bajunya, sambil berbicara.

Kalau selama ini, pasti suami mu ke asyikan ngobrol sama Pak Joko. Penjaga warung itu memang banyak bahan obrolan. Dulu saya pernah 3 jam diajak ngobrol, tak perduli dia itu ada pelanggan mau membayar kalau sudah keasyikan ngobrol.”
“Hihihi,” kulihat Maya mengurut-urut payudaranya sendiri.
“Tapi ada bagusnya hehehe.”
Pak Bogo selesai memakai baju dan menepuk bokong istriku.
“Besok lagi ya? Waktunya tidur, hehehehe.”
“Ga mau nenen dulu?” Maya mengangkat payudaranya.
Apa? Maya menawari payudaranya? Apa kau sudah gila, Maya!!
“Boleh, tapi panggil saya dengan itu dong heheheh.”
Apa maksudnya? Dan kulihat Maya tersenyum mendengar permintaan itu.
Kurasa rasa penasaranku akan terjawab karena kulihat Maya mau berbicara.
“Sayang, ga mau nenen dulu?”
APA?? MAYA MEMANGGILNYA ‘SAYANG’??
“Mau dong hehehehe.”
“Hihihi, nih,” Maya menonjolkan Payudaranya.
Payudara itu kemudian diremas-remas Pak Bogo, dimainkannya puting istriku itu, dipencetnya dengan jari dan langsung saja dia melahap puting istriku.
“Ngghhhhjh,” lenguh Maya sambil menggigit bibir bagian bawahnya.
“Mmmhhhhhgggg!!” pak Bogo begitu bernafsu menghisap susu dari payudara istriku.

“Awwww, pelan-pelan sayang,” desah Maya lemah sambil memegang kepala Pak Bogo
Kepalaku menunduk mendengar itu. Apakah ini artinya Maya bisa dibilang ‘Selingkuh’ secara mutlak? Karena dia menuruti permintaan pak Bogo dengan \ memanggil panggilan yang sama yang biasa Maya lakukan untukku.
“Ooohhhh nggghhhhhh,” Maya kembali melenguh.
“Hehehehe,” Pak Bogo menjilat puting istriku dan kembali mengulumnya.
“Ouuuhhh, sayaannngg....”
Dan kelakuan istriku semakin menjadi. Dan aku hanya bisa diam disini?
Aku memikirkan kata-kata Frieska tadi. Apa benar aku mencintai istriku ini?
Dan membiarkannya berperilaku seperti itu agar dia mendapatkan kepuasan seksual dari orang lain. Bahkan tak kupungkiri, aku sendiri terangsang melihat perbuatan istriku ini.
“Benarkah aku mencintainya?” pikirku.
“Slllrrrrrrppppp!!!” suara hisapan Pak Bogo menarik perhatianku lagi.
-
Kulihat Maya juga sangat menikmati pria lain menyusu payudaranya itu,
sudah berapa kali sungging senyum nafsu ia torehkan untuk kenakalannya ini.
“Ahhhhh! Segar susumu!” Pak Bogo melepas kulumannya.

"Enak sayang?”
“Tentu saja,” Pak Bogo meremas-remas payudara Maya.
Pak Bogo lalu mendekati kuping istriku dan seperti membisikan sesuatu.
Istriku hanya tersenyum menanggapinya. Mereka kembali berciuman, setelah itu
Pak Bogo pergi melewati jalan samping yang berlawan arah dariku.
Maya lalu masuk dan menutup pintu, dan aku hanya bisa berdiam diri menyaksikan semua ini.
“Sial!!” geramku marah dalam kebodohan.
Aku lalu memandang langit pagi dan memikirkan semuanya. Namun pikiranku buntu. Telingaku lalu mendengar suara pintu kamar mandi terbuka dan tertutup dari sini, tak lama suara air bak menyusul. Kurasa Maya sekarang lagi mandi, dan aku masih berdiam diri dalam kesibukan.
“Oh iya! Rokok tadi belum dibayar!” pikirku.
Ini gara-gara Pak Joko yang terus mengajakku berbicara sehingga lupa untuk melakukan transaksi jual-beli tadi. Kulihat isi dompetku dan dahiku mengkerut.
“Apa sebanyak ini uangku?”
Ini tentu membuatku bingung. Aku tak merasa mempunyai uang sampai 650 ribu begini di dompet, yang kuingat isinya hanya 350 ribu. Aku tak pernah menyimpang uang lebih dari nominal 500 ribu didalam dompet, karena semisalkan aku butuh, aku tinggal mengambilnya di ATM.
Atau aku memang lupa ya menyimpan uang sebanyak ini di dompet?
(Yang sudah membaca part 4 versi full pasti mengerti maksudnya)
*****
Karena Dimas pergi liburan bersama mertua ku, maka rumah ini menjadi sedikit lenggang akan aktivitas. Maya yang sudah selesai mandi bergegas memasak dan aku asyik menonton televisi.
Aku masih memikirkan perihal perilaku Maya dan memikirkan bagaimana mencari waktu yang tepat untuk memasang CCTV yang kubeli.
“Pa,” panggil Maya dari dapur.
“Hm,” tanggapku datar.
“Kok diem dari tadi?” tanyanya lagi dengan ketukan pisau ke talenan.
Belum kujawab, bunyi ketukan pintu belakang menarik perhatian kami berdua. Maya mau membukanya tapi aku mencegah. Aku berdiri dan kulihat Maya tampak mencemaskan sesuatu dari raut wajahnya.
“Lho! Nak Egi!”
“Pak Komar,” balasku, ternyata itu adalah Pak Komar, “Ada apa, pak?

“Oh! Ini!” Pak Komar buru-buru mengangkat bungkusan plastik hitam besar,
“Pesanannya dek Maya!”
“Kapan mama memesan?” kutanya istriku.
“Kemarin,” Maya tampak segan menjawab.
“Oh begitu,” aku menerima bungkusan itu dan mengucapkan terima kasih, lalu aku bertanya, “Kenapa lewat pintu belakang, Pak? Pintu depan kan bisa.”
“Oh, biar cepat saja hehehe,” alasannya.
“Hahaha sudah dibayar, pak?”
“Sudah! Sudah! Sudah dibayar kemarin waktu....” Pak Komar tak melanjutkan kalimatnya.
“Waktu?”
“Ah tidak hahaha. Tumben nak Gio ada dirumah? Saya kira sudah pergi kerja.”
“Untuk hari ini saja.”
“Wah, susah dong kalau begini....”
“Ng? Susah?”
“Oh tidak! Tidak! Kalau begitu saya pamit dulu! Mau jualan lagi! Permisi!”
Pak Komar pergi dan aku curiga dengan semua kata-katanya, apalagi bisa dibilang pria itu juga salah 1 pria yang sudah pernah menyicip tubuh indah istriku.
“Bahasa sopan, tapi tidak dengan tata krama. Apa gunanya pintu depan untuk diketuk tamu,” keluhku sambil memberikan belanjaan istriku itu.
“Sudahlah,” Maya tersenyum.
Aku kembali menonton TV dan memikirkan masalah ini, dan sedikit mengingat apa yang Frieska katakan padaku.
Apabila benar aku mencintai Maya, maka aku harus melakukan sesuatu untuk wanita yang kucintai ini.
Tapi apa ya?
Kan tak mungkin aku berkata kalau selama ini aku sudah beberapa kali melihatnya bermain belakang denganku.
Apa harus cara yang sederhana saja dulu ya? Kucoba saja dulu deh.
“Maya,” panggilku.
“Apa, sayang?” dia memandangku.
“Nanti pas selesai masak, ikut papa yuk?”
“Ke mana?
“Ke Masjid.”
“Masjid?”
“Iya,” aku mengangguk.
“Ngapain ke masjid?”
“Tobat,” jawabku tegas.
“Tobat?” alisnya mengkerut.
“Ya. Mari kita berdua ke Masjid dan bertobat disana bersama-sama!” ajakku.
Dan inilah cara sederhana yang kulakukan. Aku ingin istriku bertobat dan menangis tersedu-sedu mengingat kesalahannya selama ini padaku. Setidaknya aku sudah melakukan suatu usaha untuk istriku tercinta!
“Kayaknya....” Maya menggelengkan kepala, “Enggak deh.”
APA? KENAPA MAYA? KENAPA KAU TIDAK MAU BERTOBAT? JADI ENGKAU MAU TERUS-TERUSAN SEPERTI INI? APA KAU TEGA MELAKUKAN INI PADAKU!!!!!
“Kenapa?” tanyaku langsung.
Maya memandangku datar dan menjawabnya dengan lembut.
“Mama kan Katolik.”
“Oh.....”
SIAL! AKU LUPA KALAU ISTRIKU INI AGAMANYA KATOLIK! NGAPAIN JUGA KUAJAK KE MASJID!!!
“Jadi mualaf, lalu bertobat,” balasku lagi dengan wajah datar.
“Papa aja dulu.”
“Kok Papa?”
“Papa kan tak punya agama (Atheis).”
SIAL! AKU LAGI-LAGI LUPA KALAU AKU INI TAK PUNYA AGAMA!!
ASTAGA!! MASALAH INI BENAR-BENAR MENGHANCURKAN LOGIKAKU!
“Papa kenapa sih hari ini? Aneh deh,” Maya tertawa kecil melihatku.
Aku tak bisa menjawab. Dari sudut pandang Maya tentu saja tingkahku ini aneh, namun aku punya ‘Kambing Hitam’ yang bisa kuberikan sebagai alasannya.
“Ketularan ayahmu.”
“Hihihihi,” Maya tertawa lagi dan lanjut memasak.
Untunglah aku punya ayah mertua yang tingkahnya selalu aneh, jadi itu bisa dijadikan alasan walau bagi Maya itu hanya candaan

Bunyi ketukan pintu depan menarik perhatian kami berdua. Aku beranjak untuk ke depan dan membuka pintu.
“Pagi, nak Gio.”
Aku sedikit tertegun. Karena yang datang sepagi ini ke rumahku adalah Pak RT bersama istrinya. Lebih tepatnya adalah istri muda nya. Istri tuanya? Entahlah, aku tak tahu dia menyimpannya dimana.
“Pagi,” istrinya juga memberi salam sambil tersenyum.
Dan aku cukup terkagum juga dengan istri muda Pak RT ini. Dia begitu cantik, rambutnya di cat pirang dan body nya tak kalah aduhai. Umurnya mungkin tak jauh berbeda sama Maya, dan nama istrinya Pak RT ini adalah Farin.
Dia punya sosial media yang diam-diam kuperhatikan, dan ini salah 1 fotonya yang bisa membuktikan kalimatku diatas.
Bagaimana? Jangan tanya aku kenapa wanita ini mau menjadi istri muda Pak RT.
Kubalas salam mereka dan mempersilahkan mereka masuk. Tak lupa kuberitahu Maya untuk membuatkan air minum.
Basa-basi ala orang Indonesia tentu saja kami lakukan dengan melakukan pertanyaan, seperti.
1. Bagaimana kabarnya hari ini?
2. Bagaimana dengan pekerjaan?
3. Bagaimana sensasinya iseng mematikan breaker listrik tetangga dan lari terbirit-birit melarikan diri saat melakukannya?
Tenang, pertanyaan nomor 3 hanya candaan belaka dan tidak kutanyakan.
Bagi yang tidak tahu breaker listrik itu apa semoga gambar dibawah ini bisa membuka imajinasi anda.
Maya lalu datang mengantar minuman dan pembicaraan yang sesungguhnya dimulai.
Ternyata istri Pak RT ingin mengajak Maya menjadi salah 1 panitia untuk festival desa nanti dan bertugas menjadi seksi konsumsi, yang artinya bertugas memasak, dan Farin ini juga salah 1 panitianya.
Aku tak akan kaget istriku ditawari seperti itu karena Maya ini jago memasak, karena dulu sewaktu pindah kesini. Kami berkeliling memberikan masakan istriku kepada tetangga-tetangga, termasuk rumah Pak RT ini, tentu saja tawaran ini diberikan kepadanya.
“Gimana, Pa?” Maya meminta pendapatku.
“Masaknya dimana?” tanyaku pada pak RT.
“Di balai desa,” malah Farin yang menjawab, ya tak apalah.
Mendengar tempat itu membuatku sedikit lega dan aman. Setidaknya istriku ini ada aktivitas di luar dan di balai desa tak mungkin istriku akan bermain belakang di tempat seramai itu.
“Boleh saja kalau Maya mau,” aku tersenyum kepada istriku.
Istriku juga tersenyum memandangku. Ia lalu memandang Pak RT dan Farin.
“Boleh.”
“Hahaha kalau begitu bapak catat dulu,” Pak RT mencatat nama Maya dalam daftar panitia.
“Dan ini,” Farin memberikan bungkusan sesuatu kepada Maya.
“Ini apa?” tanya istriku.
“Pakaian saat hari H nya nanti. Coba saja dulu, kalau tak muat. Bisa dibikin ulang,” ulas Farin.
“Ya ampun repot-repot amat,” Maya tertawa kecil.
“Dicoba aja dulu ya. Yuk, saya bantu,” Farin beranjak dari sofa.
Maya dan Farin lalu berpamitan ke dalam untuk mencoba pakaian itu.
Sedangkan pak RT berbicara padaku.
“Nanti ada pertandingan catur. Nak Gio tertarik mau ikut?”
“Hahaha tak usah, pak.”
“Hahaha tak apa. Untuk meramaikan suasana saja.”
“Tak usah, saya ga jago catur, pak hehehe.”
“Ada hadiahnya loh,” dia memukul pelan tanganku dan tertawa.

“Hahaha,” aku juga tertawa.
“Hadiah utamanya 10 juta.”
“Hahahaha,” aku masih tertawa dan kemudian memandangnya serius,
“Dimana saya harus mengisi formulirnya?”
GILA, COK! 10 JUTA!! SIAPA JUGA YANG TAK MAU IKUT DIACARA SEKELAS DESA SEPERTI INI? DENGAN HADIAH UTAMA SEPERTI ITU, AKAN KUTUNJUKKAN BAKAT BERMAIN CATURKU YANG TERPENDAM DARI 15 TAHUN YANG LALU!!!
Terakhir kali aku bermain catur kuhantam kepala lawanku dengan papan caturnya karena dia bermain curang 15 tahun yang lalu.
Di diskualifikasi tidak ya kalau kulakukan lagi untuk menentukan menang kalahnya nanti? Ah bodo amat dah, yang penting ikut saja dulu!
Asyik-asyik mengobrol, Farin kembali ke ruang tamu dan berkata kepadaku.
“Gio, itu Maya memanggilmu. Dia ingin tahu pendapatmu.”
“Oh, oke.”
Aku masuk ke dalam dan melihat penampilan Maya yang lain dari biasanya.
Memakai kebaya yang indah dengan paras wajah orientalnya.
“Gimana, Pa?”


Aku tak menjawabnya. Aku mendekatinya, tersenyum dan mengelus lembut pipinya.
“Cantik....” pujiku lembut, “Sangat cantik....”
Maya tersenyum dan memegang tanganku yang mengelus pipinya.
“Benarkah?”
“Ya...” aku lalu mencium bibirnya.
Dan Maya menerima dan membalas ciumanku dengan begitu lembut. Lama kami melakukannya sampai akhirnya suara Pak RT yang memanggil menghentikan aktivitas ini.
Diruang tamu, Farin mengajak Maya untuk pergi bersamanya ke balai desa untuk menemui panitia lainnya sekarang juga. Awalnya Maya berkata akan kesana nanti bersamaku karena dia belum selesai memasak. Tapi bagiku ini lah ke sempatannya untuk memasang CCTV.
Kuberitahu istriku dan Maya mau tak mau setuju. Maya berganti pakaian dahulu dan aku memintanya memakai pakaian yang sopan karena nanti dia akan bertemu panitia lain. Maya menurut, setelah itu dia akhirnya pergi bersama Pak RT dan Farin setelah berpamitan.
“Ini saatnya!!” ucapku semangat.
Segera kuambil CCTV yang kusembunyikan di garasi kemarin malam.
Kutaruh disetiap sudut-sudut tertentu yang menjadi titik buta dan tidak akan disadari oleh siapa pun.
Di kamar.
Di ruang tamu.
Di kamar tamu.
Di toilet.
Di kamar mandi.
Di ruang tengah.
Garasi.
Halaman samping dan halaman belakang.
CCTV yang kubeli ini memiliki perekam yang dimana hanya aku yang tahu dimana aku meletakannya untuk merekam semua yang ada di rumah ini 24 jam non stop.
Barang ini tentu saja mahal!
Aku berterima kasih kepada kebodohan satpam Frieska kemarin siang yang menambah modal untuk ini! (400 ribu)

CCTV ini juga terkoneksi dengan ponselku, jadi aku juga bisa melihat segala aktivitas lewat ponsel ku. Mau dimana pun aku berada.
Aku lalu mencobanya dan bersembunyi di pohon belakang, dan nyatanya berhasil! Segala sudut CCTV itu terproyeksi begitu jernih di ponselku.
“Hahahahahaha! Sekarang kau berada dalam pengawasanku!!”
Aku lalu berdiam diri bersembunyi di pohon besar itu. Untuk menunggu aksi nakal istriku. Lama menunggu selama 14 menit akhirnya membuatku sadar.
ISTRIKU KAN LAGI DILUAR!! NGAPAIN AKU DISINI??
Tak usah disebutkan. Aku tahu..... ya, bego.

*****
Sekarang aku bersantai di rumah. Dan tadi siang aku sempat pergi ke balai desa setelah membayar hutangku di warung Pak Joko. Dan aku bangga sekali dengan Maya saat melihatnya disana.
Kulihat Maya begitu giat dan tak sungkan membantu panitia lain yang terdiridari ibu-ibu. Bahkan dia bisa diandalkan untuk masakan tertentu. Setidaknya aku senang melihat Maya bisa menjadi orang yang berguna untuk desa ini.
Kulihat jam sudah menunjukkan jam 3 sore, mungkin aku akan kesana lagi untuk melihat-lihat karena kata Maya, kegiatan ini bisa sampai malam (Memasaknya).
Asyik-asyik menonton tv, tiba-tiba ponselku berdering dan ternyata itu dari Frieska.
“Halo,” salamku duluan.
“Iya. Halo.”
“Ada apa?”
“Aku menemukan sesuatu yang menarik, mungkin bisa membantumu mengatasi perilaku istrimu.”
“Oh ya? Bagaimana?”
“Aku tidak bisa menjelaskannya disini.”
“Kenapa?”
“Ribet dan panjang.”
“Jadi aku harus menemuimu?”
“Kalau kau mau.”
“Kau dimana?”
“Kafe kemarin.

================

“Mungkin malam aku kesana. Atau sore nanti.”
“Ini udah sore.”
“Sore nya lagi, jam 4 atau 5 gitu.”
“Malam saja kalau begitu.”
“Baiklah. Dan kau.”
“Apa?”
“Sudah puas menjajakan tubuhmu lagi?”
Lama tak ada jawaban, sampai akhirnya keluar suara.
“Ya. Puas.”
“Lebih baik berhenti... Pikirkan masa depanmu...”
“Katakan itu pada istrimu.”
“Haaah, ya sudahlah.”
“Jangan lupa makan sebelum kesini. Jangan lupa juga mandi ya?”
“Awkward bagiku.”
“Awkward?”
“Canggung.”
“Aku tahu artinya. Maksudku, apanya yang awkward?’
“Permintaanmu barusan.”
“Apa?”
“Menjurus ke perhatian.”
Lagi-lagi tak ada balasan yang kudengar. Lalu kudengar helaan nafas dan Frieska membalasnya.
“Aku hanya tak mau mentraktirmu dan risih dengan bau badanmu itu.”
“Ya sudahlah,” aku menggerutu.
“Awas kalau enggak dilakuin!”
“Memangnya kenapa?”
“Aku akan berteriak di kafe dan mengatakan kau pernah memerkosaku.”
“Ancaman kau ini penuh fitnah sekali ya.”
“Bodo.”
“Oh iya, kau belum menceritakan alasanmu menjual diri
Hubungan telepon terputus dan aku menghela nafas dengan pasrah. Kulihat jam dan ingin menghemat waktu. Pertama aku ingin melihat kegiatan istriku lagi di balai desa, baru habis itu aku menemui Frieska untuk menemukan solusiku.
7 menit dijadikan waktu bagiku untuk berjalan kaki menuju balai desa. Disana aku melihat para ibu-ibu asyik bercengkrama dan kulihat Farin sedang asyik mencuci kaki di air keran yang ada disamping gedung.
“Permisi.”
Farin menoleh dan tersenyum.
“Oh, Gio.”
“Sudah selesai?”
“Belum, ini lagi istirahat saja,” Farin memandang kumpulan ibu-ibu sebentar dan memandangku, “Sepertinya memang sampai malam. Tenang, hanya untuk hari ini. Soalnya panitia pria nya baru besok bekerja untuk persiapan.”
“Hahaha begitu. Oh iya, Maya ada didalam?”
“Maya?”
“Iya.”
“Barusan dia pulang, apa kamu tidak berpapasan dengannya?”
“Eh?”
“Iya. Barusan saja. Tadi dia diantar Pak Bazam sewaktu mengantar beras untuk dimasak disini.”
Bagai disambar Atta Halilintar di siang bolong. Aku benar-benar kaget saat mendengar pria tua brengsek itu menjemput istriku. Aku benar-benar kalut dan bingung. Bingungnya adalah, sejak kapan Atta Halilintar bisa menyambar?
Oke! Itu tidak penting!
Yang penting adalah aku harus segera mencari keberadaan Maya! Dengan lagak biasa-biasa saja maka aku berpamitan kepada Farin dengan sedikit kebohongan.
“Oh, iya. Mungkin tadi pas aku mampir ke warung, aku tidak berpapasan dengan istriku. Kalau begitu aku permisi.”
“Iya,” Farin tersenyum dan mengangguk kecil.
Dengan cepat kakiku melangkah pergi. Buru-buru aku kembali ke rumah sambil berlari untuk memastikan apakah istriku sudah pulang ke rumah. Ku buka pintu rumah dan segera memanggilnya.
“Maya!!
Tak ada jawaban. Aku lalu melihat ponsel ku untuk melihat rekaman CCTV untuk menit-menit sebelumnya. Tapi hasilnya nihil, Maya benar-benar tidak pulang ke rumah.
“Sial! Kemana dia membawa istriku!!”
Dengan segera aku keluar rumah untuk mencari keberadaan istriku. Tentu saja aku mencarinya dahulu di rumah-rumah pria desa ini yang pernah meniduri istriku.
Aku segera menuju ke arah gerbang desa ini, cukup memakan waktu karena aku berjalan kaki. Dan tujuanku kesini adalah rumah Pak Komar! Si pedagang sayur itu!
Sesampainya disana aku melihat adanya Pak Komar yang asyik menyapu halaman rumahnya dan sedang berbicara dengan Pak RT. Dan kulihat tak ada tanda￾tanda keberadaan Pak Bazam dan istriku disana.
Aku berbalik arah dan segera menuju kediaman Pak Bazam dan Pak Bogo.
Rumah mereka lebih masuk ke dalam lagi, apalagi rumahnya pak Bogo, jauh lebih dalam dan aman untuk perselingkuhan yang kelam.
Aku melewati rumah Pak Bazam dan melihat sepeda motornya disamping rumahnya, tepat di depan garasi. Tapi aku tak menaruh curiga istriku ada disini.
Karena tak mungkin Pak Bazam membawa istriku kerumahnya apabila istrinya pak Bazam juga ada disini.
Maka yang paling kuat dalam kecurigaanku adalah rumah pak Bogo. Siapa tahu Pak Bazam menjemputnya dan mengantarnya ke sana untuk dinikmati lagi?
Dengan segera aku kesana untuk mengetahui semua kebenarannya.
Rumah Pak Bogo akhirnya terlihat, jauh dari pemukiman rakyat. Dengan rumah model kuno berupa kayu dan jauh dari kata modern. Karena hanya rumah pak Bogo yang tak dialiri listrik, dia masih memakai lampu minyak tanah.
Aku mengendap-endap mendekati dan mendengar suara.
“Ouooooh, ampun DJ! Aku minta ampun! Goyang terus! Ampuunn DJ!”
Aku kaget bukan main! Suara itu seram sekali! Tapi aku penasaran, kuintip bagian belakang dan melihat mahluk besar hitam nan kekar sedang bershampo di depan sumur timba.
“Ajeb! Ajeb! DJ! JEB AJEB! AJEB!” dan sekarang mahluk hitam ini menari￾nari dengan kondisi bugil.
Ternyata itu pak Bogo yang sepertinya sedang mengkhayal ada di club saat bershampo. Aku lega sekaligus ketakutan. Suaranya itu angker sekali saat bernyanyi!
Penuh nada-nada mistik di setiap nafasnya. Kurasa makhluk-makhluk ghaib disekitar sini pada minggat karena tak tahan mendengar suara nyanyiannya.

Selagi Pak Bogo asyik mandi, aku hendak memeriksa rumahnya untuk mencari keberadaan istriku. Dan hasilnya nihil! Tak ada keberadaan Maya disini.
Dengan segera aku pergi meninggalkan Pak Bogo yang asyik mandi.... dan kudengar sekarang dia berteriak perih. Sepertinya shamponya itu masuk ke dalam matanya.
“Dimana kau Maya....” ucapku pelan.
Lalu rumah terakhir yang tadi tak kuperiksa adalah rumah Pak Bazam. Meski kemungkinan nol, tak ada salahnya aku memeriksa.
Tak susah masuk ke rumahnya karena pagarnya tidak ditutup. Aku ingin memeriksa dulu dengan mengitari rumahnya, kalau nihil, baru aku akan bertamu dengan sopan sambil mengetuk pintu rumahnya. Untuk menanyakan dimana istriku dia antar.
Baru aku mau berjalan ke samping rumahnya, aku mendengar suara Pak Bazam didalamnya.
“Saya nelpon dulu. Kamu disamping saya saja ngisepnya.”
Aku terdiam dan tak mengerti maksud perkataan itu. Apa dia berbicara dengan istrinya? Tapi kenapa bahasanya begitu formal sekali untuk berbicara dengan istri?
Aku mencari celah untuk mengintip dari luar tapi tidak membuahkan hasil.
Lalu aku melihat pohon besar disamping rumahnya ini dan kulihat dahan atas nya dekat dengan jendela kamar atas yang terbuka.
“Nekat saja kali ya,” pikirku.
Aku lalu memanjat pohon itu keatas, menuju dahan yang dekat dengan jendela rumah pak Bazam yang terbilang besar ini. Untuk informasi, Pak Bazam ini termasuk orang kaya di desa dan dia juga bekerja dibawah perusahaan mertuaku untuk mengawasi sawah.
Setelah memasuki jendela, sepertinya aku berada di kamar pribadinya.
Tempat tidur besar dan meja cermin dengan segala make up yang kurasa punya istrinya membuatku mampu menebak ruangan ini.
Tapi ini bukan tujuanku. Perlahan aku membuka pintu kamar ini dan mengendap berjalan. Di lantai 2 ini aku bisa melihat lantai bawah yang dimana aku bisa melihat ruang tamu dan juga ruang tengah.
Aku mendengar suara Pak Bazam yang menandakan dia berada di ruang tengah. Aku berjongkok dan mengendap maju. Dan ya, aku bisa melihat jelas dia disitu sedang menempelkan ponsel di telinga kanannya.
Tapi hanya kepalanya saja yang terlihat. Aku bergeser untuk melihat dirinya secara utuh di ruangan itu. Dan saat aku sampai, lututku langsung lemas dengan apa yang kulihat.
“Maya.....” lirihku sedih.



Karena kulihat Maya sudah bertelanjang bulat, telentang di sofa dan asyik mengulum penis Pak Bazam yang duduk disebelahnya.
Tapi bagaimana bisa Pak Bazam senekat ini melakukan ini dirumahnya? Apa istrinya tidak ada dirumah?
Kulihat pak Bazam selesai melakukan panggilan telepon, ia lalu tersenyum memandang istriku.
“Yaa! Terus, lonte!!”
“Hmmmbbhhh!” dan kepala Maya begitu aktif naik turun untuk mengulum penis itu.
“Suka kontol lonte?”
Kulihat Maya berhenti sejenak dan membuka matanya, ia melirik ke atas memandang Pak Bazam dan seperti memberi isyarat yang mengatakan “Iya.”
“Lanjut kalau begitu!”
Pak Bazam dengan kasarnya menekan kepala istriku ke bawah.
“UMMNBHHHH!!” sampai-sampai kurasa kontolnya itu menyentuh tenggorokan istriku.
Sial! Aku marah melihat istriku diperlakukan seperti itu! Tapi yang kulihat....
Maya malah menikmatinya!

Kepala Pak Bazam mulai merebah dikepala sofa, seperti menikmati service indah yang Maya berikan kepadanya.
“Ouhhh uh uh!” Pak Bazam melenguh nikmat, “Lidahmu jago sekali bermain didalam!”
Aku tahu yang dimaksud oleh si pria tua brengsek ini karena aku pernah merasakannya saat Maya mengepong kontolku. Permainan lidah istriku memang begitu nikmat menjilati batang penisku saat didalam mulutnya.
“Sial!” batinku.
Selain marah terhadap semua ini, aku juga marah terhadap diriku sendiri!
Kenapa aku malah menikmati semua ini dan membiarkan penisku menegang dengan setruman nafsu!
“Slllllrrrrrrppppp!!” Maya mulai aktif menaik turunkan kepalanya lagi dengan irama isapan air liur dimulutnya.
Astaga! Benci kuakui tapi Maya memang begitu seksi melakukannya, bahkan pak Bazam terlena menikmati blow job mewah ini.
“Uuuh!! Dasar lontee!!” erang Pak Bazam sambil menepuk, mengelus dan meremas-remas pantat istriku.

PLAK! PLAK! PLAK! Bunyi tepukan tangan pria tua ini terhadap pantat Maya
yang menimbulkan bunyi yang bergairah. Maya menghentikan kulumannya sambil mengocok penis itu dan memandangnya. Tatapan mata Maya begitu nafsu melihat penis tua itu, dan segera ia kulum lagi dengan nikmatnya.
“Suka kontol, lonte?” Pak Bazam menampar-nampar pelan pipi istriku yang asyik mengulum.
Kulihat Maya mengangguk kecil dan lanjut mengulum lagi. Jawabannya itu membuatku sedikit menundukkan kepala karena kecewa.
“Apa kau..... benar-benar sudah dikuasai nafsu, Maya....” pikirku sedih.
Kulihat lagi perbuatan mereka dan kulihat Pak Bazam mengerang sambil memejamkan mata. Tangannya itu meremas rambut istriku yang masih sedap mengulum dengan memejamkan mata.
“Oh! Tak tahan lagi!!”
Pak Bazam lalu berdiri dan Maya masih saja mengulum penisnya! Pak Bazam menarik penisnya dari mulut Maya dan duduk mengangkang di tengah. Pak Bazam meremas payudara Maya dan menampar-nampar 2 gundukan kenyal bersusu itu.
“Ayo!!”
Kulihat Maya meludahi tangannya sendiri dan diarahkannya ke arah vaginanya. Setelah itu ia mengangkang di selangkangan Pak Bazam dan memegang penis pak tua itu dengan tangan kirinya. Bisa dibilang, Maya sendiri yang menuntun penis pak Bazam untuk ber penetrasi masuk ke dalam vagina nya.
“Ouuuuhhh!!” lenguh Maya saat kepala penis itu memasuki vaginanya.
Dan BLESS!! Penis itu masuk dengan sempurna ke dalam vaginanya. Senyum pira tua brengsek itu mekar, kurasa dia sangat menikmati dengutan vagina istriku yang berkedut didalamnya.
“Hehehehe! Saya kumpulin tenaga dulu, ayo goyang lonte!”
Kulihat pantat Maya mulai bergerak maju mundur, ternyata dia menuruti permintaan Pak Bazam. Dan sialnya, dari posisiku ini Maya benar-benar tampak seksi sekali! Bokong nya yang padat dan pinggulnya yang sempurna itu membuat kesan eksotisnya meningkat saat dia menggoyangkannya.
“Ouuuuhhhh!!! Ssssssdssshhhhh!!” Maya mulai mendesis ke enakan.
“Kalau mau teriak, teriak saja. Gak papa, rumah ini jauh dari pemukiman warga lain. Aman hehehe!” pak Bazam menyentil ke 2 puting istriku.
“Iyaaaahh, ouuuuuuuhhhhh!! Nggghhhh,” Maya semakin cepat memaju mundurkan pinggulnya.
Semakin lama goyangan Maya semakin liar. Sial! Aku benar-benar iri! Aku bahkan tak pernah di service Maya seperti itu saat posisi Woman of Top. Bahkan pinggulnya mulai berputar-putar yang menandakan ia mengulek penis pak Bazam didalam vaginanya. Pak Bazam saja sampai berbaring untuk merasakan nikmatnya pelayanan yang Maya berikan.
Aku benar-benar tak mengira Maya bisa seliar itu memberikan pelayanan seksualnya. Apa dia tahu apa yang diinginkan para pria dari wanita untuk hasrat ini?
Kurasa ya..... Maya mengidap ekshibisionis, tentu saja dia tahu fantasi para pria dan mewujudkannya pada tubuhnya. Walau itu harus mengorbankan harga dirinya karena aksi binalnya.
“Luar biasaaaaa!!” erang Pak Bazam.
“Ooouuhhhhh!!! Paaaak!! Kontoll bapaaakk didalaam memeek Mayaaaa!!
OuuuuhH!” Maya mulai meracau untuk kenikmatan yang dia dapatkan.
“Ooohh!! Memeek mu lacur lontee!! Harus dientot tiap hari!!”
“Aaaaaahhhh ouuuuhhhhhhh!!”
“Suka dientot lontee??” Pak Bazam meremas-remas payudara istriku.
“Oouuuuhhhhhhhhhhhh!!!”
“Suka tidak??” Pak Bazam menarik keras puting istriku.
“AAAAAAAHHHHHHH!!” Maya kesakitan, tapi pinggulnya masih terus bergoyang, “Iyaaaaaahhhhh!!!”
“Apa??”
“Iyaaaaahhh!! Mayaaa sukaaa di entottttt!!!!” erang Maya keenakan.
“Kenapa kamu suka dientott??”
“Aaahhh!! Aaaahhhh!!” Maya mendesah dan tiba-tiba berteriak, “KARENAAA MAYAAA LONTEEEEEE!!!”
Pak Bazam tertawa dan aku terdiam tanpa kata. Maya benar-benar telah merusak harga dirinya demi ini, bahkan dia sendiri yang mengatakan dirinya adalah
‘Lonte’. Aku benar-benar tak percaya, namun inilah faktanya. Istriku benar-benar binal dan liar kali ini.
“Gantian! Saya mau genjot memek lacurmu itu! Lontee!!” pak Bazam menampar keras payudara istriku, bunyi tamparannya saja sampai terdengar disini.
Pak Bazam memegang pinggul Maya dan bertingkah mau memutar arahnya.
Isyriku sepertinya paham, tanpa perlu berdiri dan juga penis masih didalam vaginanya. Ia memutar arah membelakangi pak Bazam dan mengangkang lebar seperti kodok.
“AAAAAAHHHHHHHH!!!” pekik Maya saat Pak Bazam mulai menggenjotnya.
“Pepek pelacur!!” hina Pak Bazam sambil memegang pinggul Maya dan menggenjotnya buas.
“OUUUHHH AAHHHH AHHH AHHH AHHH!!”

Melihat istriku seperti itu membuat akal sehatku juga mulai melayang.
Kukeluarkan penisku dan mulai mengocoknya. Sial kau Maya! Kenapa kau begitu menggairahkan saat bermain belakang seperti ini!!
“Goblok! Tolol! Anjing!” batinku memaki diriku sendiri.
Aku tentu saja memaki diriku sendiri mengingat perbuatanku ini yang malah terangsang melihat istriku berhubungan badan dengan pria lain, bahkan aku mengocok penisku untuk menggambarkan betapa bernafsunya aku melihat ini diam￾diam.
Maya yang dulu memang tak bisa menahan nafsunya karena traumanya.
Maya yang manis, lugu, cantik dan membahagiakanku. Sekarang menjadi Maya yang begitu binal, murahan dan benar-benar dikendalikan oleh nafsu tanpa akal sehat.
“OOUUUHHHH!! MAAAYAAA MAUUU KELUAAAAR!!” teriak istriku.
Mendengar itu membuat Pak Bazam menghentikan genjotannya. Ia angkat tubuh Maya dan Maya tampak kecewa.
“Paaaakkk, jangaaann dongg,” pinta Maya dengan memelas.
“Saya masih mau lama-lama, hehehe, tenang saja.”
Pak Bazam lalu berjongkok di depan selangkangan istriku, dan tanpa memberitahu. Dia langsung mencolok vagina Maya dengan 3 jari sekaligus.
“AAAAAAAAHHHH!!” Maya sampai kelojotan dibuatnya.
Pak Bazam begitu semangat memporak porandakan vagina Maya dan Maya menggeliat kesana sini seperti cacing kepanasan. Matanya terpejam dan mulutnya terus megap-megap.
“OOOH!! OOOOOOHHHHHHHH!!!”
Dan muncratlah air surgawi dunia dari vagina Maya yang menyembur deras layaknya air mancur, yang menandakan betapa nikmat hasrat yang ia lakukan.

“Hehehehe,” Pak Bazam tertawa dan mengibas-ngibas tangannya yang terkena percikan orgasme Maya.
Sedangkan Maya terkulai lemas dan terengah mendapatkan orgasme pertamanya disini.
“Enak lonte??”
“Iya...” Maya menjawab lemah.
“Puas?”
“Iya....”
“Tapi saya belum puas!!”
Dan lagi-lagi tangan pak Bazam masuk ke dalam vagina Maya dan mengobok￾oboknya dengan kasar. Pinggul Maya sampai naik ke atas menerima serangan mendadak ini.
“Aaaaaaahhhhh!!! Paaaaaaakkkk!!!

Hahahahahahahahaha!!”
“Ouuuhhhhh!! Sssssshhhhhhhhhhh!!!”
5 menit pria tua ini mengobok-ngobok vagina Maya. Dan hasilnya benar￾benar luar biasa. Maya lagi-lagi orgasme dan mengucurkan air vaginanya begitu deras.
-
Gila! Aku benar-benar tak percaya ini! Padahal 5 menit yang lalu dia orgasme, dan secepat ini juga dia orgasme lagi? Maya! Seberapa besar nafsu yang kau miliki sebenarnya???
Kulihat Maya benar-benar terkulai kali ini. Dia tak mampu bergerak, bahkan tubuhnya bergetar hebat mendapatkan orgasme yang begitu cepat.
“Ayo ngentot lagi!

Pak Bazam kembali duduk di sofa dan menyeret istriku ke atas tubuhnya untuk melakukan gaya sebelumnya. Istriku dengan lemah menurut, dan kali ini pak Bazam sendiri yang memasukkan penisnya ke dalam vagina Maya.
“Nnghhhhhhhhh,” Maya mendesah lemah dengan penetrasi ini.
Dan tak butuh waktu lama Pak Bazam kembali menggenjot tubuh istriku yang sudah lemah karena orgasme tadi. Maya benar-benar tak diberinya waktu istirahat untuk mengumpulkan tenaga, tapi aku juga takjub. Maya masih bisa mengimbanginya.
Apakah ini menjadi bukti kalau kaum wanita sebenarnya memang paling kuat dalam urusan ini?
Aku tak tahu pasti, mungkin hanya beberapa wanita dan Maya lah salah 1 nya.
Dia bahkan tak lunglai jatuh padahal tubuhnya naik turun karena genjotan pak
Bazam, bahkan payudaranya yang besar itu membal kesana sini. Sungguh pemandangan yang luar biasa dari istriku ini!
“Pepekmu lacur!! Anjing!! Enak sekaliiii!!” racau Pak Bazam.
“OUUHHHH! AAHHHHH!! AHHHHH!! AHHHHH!!”
Dan kulihat tubuh Maya bergetar hebat. Bisa dilihat dari sini meski tubuhnya itu bergoyang naik turun. Pak Bazam terus menggenjotnya, terus dan terus sampai akhirnya Maya berteriak.
“AAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!”
Pinggul Maya menukik ke atas sehingga penis Pak Bazam lepas dari vagina dan untuk ke 3 kalinya! MAYA LAGI-LAGI ORGASME!!!!
Astaga!! Ini benar-benar gila!! Ini sudah bisa menjadi bukti seberapa besar nafsu yang Maya miliki!
“Wohohoho!!” pak Bazam tertawa melihat semua ini, “Dasar pelacur!!”
Tentu saja Pak Bazam berkata seperti itu. Kalau bisa ditambahkan, ini lebih parah dari pelacur yang mengalami orgasme saat melayani costumer nya. Maya sudah 3 kali orgasme! Padahal pak Bazam sama sekali belum croot!!
Maya lalu disingkirkan Pak Bazam ke samping dan Maya terengah-engah. Pak Bazam lalu berdiri dan pergi ke arah yang tidak kuketahui. Tak lama ia kembali membawa air minum dan memberikannya pada istriku.
“Minum dulu, dek,” suruhnya.
Maya dengan lemah untuk duduk dan menerima gelas berisi air minum. Ia minum sampai habis dan menambahnya lagi.
“Luar biasa,” Pak Bazam menggelengkan kepalanya, “Pantas minta ngentot tadi pas saya antar pulang. Udah ga tahan toh nahan nafsunya.”
APA?? MAYA SENDIRI YANG MEMINTA DISETUBUHI??
Maya hanya tersenyum kecil dan menaruh gelasnya.
“Dari tadi pagi...” jawab Maya.
Apa!! Bukankah tadi pagi kau sudah ngentot sama Pak Bogo!! Itu masih kurang bagimu, Maya!!!
“Hehehe pak Komar tadi cerita mau ngentot dirumah, eh tapi ada suamimu.”
“Iya.... ga jadi deh, hehe.”
Astaga, jadi Maya memang mau berhubungan badan lagi sama Pak Komar tadi pagi??
“Untung dek Maya udah ngasih tau di group WA, makanya tadi bapak tidak kesana hahaha. Nanti bapak suruh pak Komar masuk group WA kita saja.”
Group WA?? Wah! Wah! Apa isi group itu isinya istriku dan pria-pria yang sudah menjamahnya sampai hari ini dari desa ini? Sepertinya aku akan melihatnya diam-diam nanti semua isi chat yang ada di group itu!
“Yuk, pak. Bapak kan belum keluar,” ajak Maya dan aku menggelengkan
kepala. Maya! Bahkan kau yang menawarkan diri!!??
“Dek Maya masih kuat?”
“Lumayan,” istriku tersenyum.
“Kalau begitu, dek Maya nungging saja disamping sofa, biar enak sambil rebahan hehehe.”
Gila! Aku tak tahu lagi harus berkata apa tentang istriku! Dia sudah mendapatkan kepuasan, 3 kali! Tapi dia masih ingin memuaskan orang lain!
Inikah kekuatan sejati ekshibisionis!!?
Maya juga kulihat dengan lemah menunggingkan diri di tepi sofa, pak Bazam berdiri tepat disamping sofa itu dan menepuk-nepuk pantat Maya.
“Mau dimemek atau lubang pantat??”
“Memek aja...”
“Kalau begitu, buka dong.”
Aku terdiam melihat Maya mengarahkan tangannya ke belakang dan sepertinya membuka ‘Gerbang’ vaginanya untuk pak Bazam. Pak tua sialan ini lagi￾lagi tertawa dan menepuk-nepuk pantat Maya.
“Aaw!! Sakit!!” Maya merintih manja. Sial!
“Bagus! Ini baru namanya lonte!”
Dan tanpa basa-basi, ‘Rudal’ tua itu menerobos masuk tembok pertahanan milik Maya sehingga pemiliknya tercekat begitu sempurna.
“Ouuuhhhh ssssshhhhhh!!” Maya memejamkan mata menikmati penetrasi ini.
“Uuuhhhh!!!” muka Pak Bazam kecut dengan mulut monyong, “Jago banget memekmu jepit kontol!!”
“Ngghhhhhhhhhhhh,” lenguh Maya dan menoleh ke belakang, “Ayo....”
“Panggil saya dulu seperti kamu memanggil Pak Bogo dong hehehe, saya dengar ceritanya tadi pagi dari pak Bogo.”
Maya tersenyum tipis dan berkata.
“Sayang, ayo....”
Mendengar itu membuat Pak Bazam memegang erat pinggul Maya dan dengan cepat menyodok-nyodok vagina istriku itu. Dan untuk kesekiannya kalinya aku terdiam...... sepertinya panggilan ‘Sayang’ bukanlah lagi panggilan ekslusif Maya untukku.... karena dia juga memanggil pria lain yang menyetubuhinya dengan panggilan itu.
Ooouuuhhhhhh!!! Mantap!!! Memek mu juara!!”
“Aaaaaahhhhh!! Terussss sayaaaaangggg!!! Nghhhhhhhhhhh!!!

“Lonte kamu!!” Pak Bazam menampar pantat Maya, dan terus menampar￾namparnya seirama dengan genjotannya, “Lonte! Lonte! Lontee!”
“Iyaaaaa!!! Aaahhhh ahhhh aku lonteeemu sayaaaaangggg!!!!”
Mendengar itu membuat nafsuku menurun, aku menunduk dan melihat penisku masih menegang. Aku menutup mata dan memasukkan penisku ini ke dalam celana. Aku lalu membuka mata dan begitu sedih melihat perilaku istriku.
“Apa yang harus kulakukan..... untuk menyembuhkanmu....” lirihku perih.
Semakin kuat Maya mendesah maka semakin hancur juga hatiku mendengarnya. Aku benar-benar tak tega, sedih, bahkan kasihan melihat istriku seperti ini.... aku tentu ingin melakukan sesuatu kepadanya karena aku menyayanginya.... tapi bagaimana? Karena pengidap ekshibisionis itu akan sembuh apabila ada tekad dari penderitanya.
Tapi melihat istriku? Aku ragu dia memiliki tekad itu.
Suara PLOK! PLOK! PLOK! Dan desahan Maya menjadi suara yang mendominasi ruangan ini. Dan aku masih penasaran, kemana kah istri Pak Bazam pergi? Kenapa dia tak ada dirumah? Apakah istrinya ada di balai desa? Tapi aku tak melihatnya disana dari siang dan sore tadi.
Lalu aku mendengar suara pintu terbuka dan tertutup dari arah Pak Bazam mengambil minum tadi. Kulihat pak Bazam menoleh dan istriku tak menyadari karena asyik mendesah.
“OUUUUHHHHH!!! TERUUUSSSS!!! ENAAAAKKK!! AAAHHHH AAAAAAAHHHH!!!”
Aku tak bisa melihat siapa yang Pak Bazam lihat. Dan alangkah kagetnya aku yang datang adalah Pak Komar! Pak Bogo!! Dan yang lebih parah lagi adalah, PAK RT!!!
Dari atas sini kulihat Pak RT sepertinya terkejut, Pak Bogo menahan tawa sambil menepuk pundak Pak RT. Dan Pak Komar berbicara dengan suara pelan yang bisa kudengar dari tempatku.
“Lihat. Benar kan kata saya?”
“Astaga....” Pak RT masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Sementara Pak Bazam yang masih menggenjot Maya, memberi kode kepada ke 3 nya dan masih tidak disadari istriku karena mereka ber 3 dibelakang mereka.
“Ayo, pak! Santai saja, aman!” kata Pak Bogo.
“Wah! Boleh! Boleh!”
Dan kulihat mereka ber 3 mulai membuka bajunya sampai telanjang total.
Mereka mengendap-endap berjalan ke belakang menghampiri Pak Bazam, dan Pak Bazam menyambut mereka dengan senyuman lebar.

================

Pak Bogo lalu menunjuk Pak RT, sementara Pak RT dan Pak Komar mengocok penis mereka sendiri menyaksikan tubuh indah istriku yang menungging dihadapan mereka.
“Sebentar ya, sayang, mau hidupin kipas angin,” Pak Bazam mengelus pantat Maya.
“Ngghhhhhh,” Maya melenguh saat penis Pak Bazam keluar dari vaginanya.
Pak Bazam lalu menghampiri Pak RT, dan dibantu pak Bogo. Seolah mempersilahkan Pak RT untuk mencoblos vagina istriku tersebut. Pak RT lalu mendekat, mengelus pantat Maya dan menggeleng takjub, mungkin dia baru merasakan pantat mulusnya Maya. Lalu tanpa basa-basi, penisnya yang menegang itu mulai melakukan penetrasi ke vagina nya Maya.
“Nghhhhhhhhhh,” Maya lagi-lagi melenguh dengan mata terpejam.
Sedangkan Pak RT terlihat tak menyangka saat penisnya itu masuk ke dalam vagina Maya. Kurasa dia baru merasakan nikmat vagina istriku yang mampu mengurut-urut penis dengan dinding vaginanya. Pak Bogo memberi isyarat untuk segera menyodok-nyodok vagina Maya dan dengan segera Pak RT melakukannya.
“Nghhhhh!! Aaaaahhhhh mmmmhhhh!!” Maya mendesah lagi.
Sedangkan Pak RT mengerang tanpa suara. Dari gerak mulutnya sepertinya dia berkata, “Mantap!!”
Dan sekarang bertambah 1 lagi pria di desa ini yang menyetubuhi Maya! Dan itu adalah Pak RT! YANG SUDAH MEMPUNYAI ISTRI MUDA SEPERTI FARIN
YANG SEKSINYA JUGA LUAR BIASA! MASIH KURANG KAH FARIN BAGIMU PAK RT!!?
“Nghhhhhj aaahhhh, kkokk, nggggghhh.”
Kulihat Maya merasakan keanehan. Mungkin dia merasakan hal yang asing pada vaginanya, dia membuka matanya, sedikit beranjak dengan tangannya dan menoleh ke belakang.
“PAK RT!!!!” Maya kaget bukan main saat tahu yang menggenjot vaginanya bukanlah pak Bazam.
“Bapak benar-benar tak menyangka kamu nakal seperti ini, Maya!!” kata Pak RT geram sambil menggenjot.
Maya hendak melepaskan diri, tapi Pak Bogo, Pak Komar dan Pak Bazam dengan segera menyerbu dan menahan tubuh Maya. Maya terlihat panik dan kesusahan meronta.
“Jangan kabur dong! Hehehe, lanjut, pak!” kata Pak Bogo yang menahan tubuh Maya dari belakang dan meremas-remas payudaranya.
“Slrrrrrppppppp!!!” sementara Pak Bogo dan Pak Komar asyik menyeruput susu pada payudara Maya sambil menahannnya.

Hehehehe!” Pak RT kembali mendekat sambil mengocok penisnya.
Sementara Maya panik dan menggeleng-gelengkan kepalanya kepada Pak RT.
Ke dua kakinya lalu dilebarkan oleh Pak Bazam dan Pak Komar, lalu Pak RT dengan segera menerobos vagina Maya dengan penisnya.
“AAAAAHHHHHHHHH!!” Maya memekik saat penis baru memasuki vaginanya selain mereka ber 3.
“Hahahaha, panjang kan punya Pak RT? Kalau saya menang besar saja!
Hahahaha!” pak Bogo tertawa sambil meremas-remas payudara Maya yang memuncratkan susunya.
“Udah, nikmatin saja dek, kamu juga suka kan pasti,” Pak Bazam menjilat susu Maya yang tercecer di payudaranya.
“Gimana, pak? Persis tidak seperti yang saya bilang tadi?” Pak Komar bertanya kepada Pak RT.
“Mantap! Saya kira kamu mengada-ngada! Saya tak menyangka istri Gio nakal seperti ini!!”
“Bukan itu pak, yang saya maksud memeknya,” lanjut pak Komar.
“Oh!” pak RT mengangguk-angguk, “Iya! Kayak disedot-sedot kontol saya!
Kayak dipijit juga! Mantap memek mu Maya!!”
“Benar kan kata saya!”
“Ssssshhhh, pak....” Maya mengerut alisnya memandang Pak RT.
“Ini bagaimana memekmu bisa seperti ini dek Maya?” Pak RT mulai menggenjotnya pelan.
“Auhhhh sshhhhh,” Maya melihat penis Pak RT yang sedang menggenjot vaginanya.
“Kenapa nanyain itu, Pak?” Pak Bogo bertanya.
“Siapa tauuuu!!” kata Pak RT yang keenakan menggenjot, “Siapa tau Farin bisa belajar agar memeknyaaaaa! Ouh mantap! Agar memeknya seperti ini!!”
“Ngghhhhhhhhhh!!” Maya lagi-lagi mendesah karena genjotan Pak RT semakin lama semakin cepat.
“Saya juga rasanya pengen nyicip istri bapak! Hahahaha!” Pak Bazam tertawa.
“Istri saya menang seksi doang, tapi sopan. Tidak nakal seperti ini!!”
“Kalau nakal?”
“Saya izinkan kalian memakai istri sayaa!!” erang Pak RT.
“Akur!!” pak Bazam, Pak Komar dan Pak Bogo tertawa terbahak-bahak.

Brengsek! Bahkan obrolan mereka sangat rendah bagiku! Terutama pak RT!
Bisa-bisanya dia akan mengizinkan orang lain menyetubuhi istrinya apabila perilaku istrinya seperti Maya! Dasar bejat kalian semua!
Membicarakan bejat, aku juga bejat!
Karena aku sudah tak tahan lagi dan lagi-lagi mengeluarkan penisku untuk dikocok! Apa yang terjadi sekarang ini bukan lah threesome, four some. Tapi GANG BANG!! Lebih dari 3 pria yang sepertinya akan menggarap tubuh istriku ini!
“Ngomong-ngomong kapan istri bapak pulang dari sana?” tanya pak Bogo.
“Besok katanya. Tenang saja, ada oleh-oleh khas kampung halaman istri saya, hehehehe.”
“Hahaha terima kasih. Sekarang, mari fokus sama lonte ini!!” Pak Komar meremas erat payudara Maya.
“AAAAAAAAHHHHHHH!!!” dan Maya mulai mengerang keenakan.
Dan ternyata itulah jawaban kenapa Pak Bazam begitu santai membawa Maya kesini, ternyata istrinya sedang pulang kampung!!
“Susah kalau di sofa,” kata pak Bogo.
Kulihat Maya diangkat mereka bertiga dengan penis Pak RT masih didalam vaginanya. Maya dibaringkan dilantai dan Pak RT lanjut menggenjot vaginanya. Pak
Komar menepuk-nepukkan penisnya kearah payudara kanan Maya, lalu pak Bazam asyik menyusu pada payudara kiri Maya.
Kepala Maya lalu ditukik ke atas oleh pak Bogo dan dengan santainya menepuk wajah istriku dengan penisnya.
“Nikmatin saja sayang. Sekarang isep.”
“Ahhhh ahhhhh ahh,” Maya membuka mulutnya dan, “NGHHHHHHH!!” teredam seketika saat penis pak Bogo yang hitam besar berurat itu masuk ke dalam mulutnya.
Keringat Maya mulai bercucuran banyak dan membasahi seluruh tubuhnya.
Terlihat eksotis, terlebih lagi ada 4 pejantan yang sedang menikmati setiap inci tubuhnya.
Pak RT yang asyik menggenjot vaginanya.
Pak Bazam yang asyik menyusu payudara kirinya.
Pak Komar yang ikutan menyusu payudara kanannya.
Pak Bogo yang asyik dikulum penisnya oleh mulut Maya.
Dan aku? Asyik coli memandang pemandangan ini!
“Enak, Pak?” Pak Bazam berbicara sebentar dengan Pak RT.

Jangan ditanya!! Uuhhh!!” Pak RT semakin gencar menggempur vagina istriku.
“Lubang pantatnya juga sudah terbengkas,” ucap Pak Komar.
“Serius?” pak RT tampak kaget.
“Lihat saja sendiri.”
Pak RT sepertinya penasaran dengan kebenaran itu, ia keluarkan dulu penisnya dari vagina Maya, menunduk dan membuka lebar belahan pantatnya.
“Astaga! Iya!” pak RT terpana.
“Enak juga tuh pak, sama kayak memeknya, Cuma lebih sempit, hahahaha!”
“Saya coba ya?”
“Hei lonte! Pak RT mau nyodok juburmu, boleh tidak?” Pak Bazam menepuk payudara istriku.
“NNGHHHHHH!!” sedangkan istriku hanya bisa melenguh karena mulutnya masih asyik disodok penis Pak Bogo.
“Boleh katanya, pak,” Pak Bazam tertawa bersama Pak Komar.
Pak RT mau mencobanya, tapi dari posisinya itu agak sulit. Pak Komar dan
Pak Bazam membantunya dengan mengangkat kedua paha Maya sehingga pantatnya menyeruak dan mudah bagi pak RT menyodoknya.
“PUUUUHHHH!!” Pak RT meludahi lubang pantat Maya.
Cukup dia meludah, sebanyak 4 kali. Ia lalu mengarahkan penisnya ke ‘Lubang Pembuangan’ itu. Kulihat penis pak RT sama sepertiku, hanya saja punyanya lebih panjang. Kurasa penis itu akan mudah menganal Maya sepertiku yang pernah melakukannya.
“Ngghhhh,” Maya mulai mendesah dalam kuluman saat kepala penis Pak RT masuk ke dalam.
“Anjing! Baru masuk sedikit saja sudah dipijit!!” ungkap Pak RT. Aku tahu maksudnya, pasti otot lubang pantat istriku yang dimaksud.
“Lebih dalam lagi pak!” ucap Pak Bazam.
Tanpa perlu disuruh pun pak RT itu melakukannya, dengan sekali hentakan maka hilang penisnya dilahap anus Maya.
“NNNGHHHHHHHHHHHHHH!!!” sedangkan Maya lagi-lagi melenguh saat penis panjang itu menerobos lubang pantatnya.
“Mantap sekaliiii!!” pak RT memejamkan mata dan senyumnya merekah merasakan sensasi barunya.
“Enak ya, pak?” tanya pak Bogo.
“Ouuhhh!! Iya kayak memeknya! Kontol saya kayak disedoot!!! Ouhh!!
“Wah! Nanti saya mau coba! Belum pernah!!” Pak Bogo tertawa terbahak￾bahak.
Pak Bogo menarik penisnya dari mulutnya, kulihat istriku terpejam matanya dan mulutnya megap-megap dengan liur yang menetes disela bibirnya.
“Enak lonte?” Pak Bazam meremas payudara Maya dan menggoyangkannya.
“Haaaahh haaaaah,” Maya membuka sedikit mata nya dan kembali memejamkan mata.
“Genjot saja pak!” suruh pak Komar.
Pak RT melakukannya dengan ritme yang lemah dahulu. Maya mulai meringis dan lama-kelamaan sodokan pada lubang pantatnya itu semakin cepat.
“AAAAAAHHHHHHHHH!!” Maya melengking nikmat.
“Enak ga lonte?” tanya pak Bazam lagi.
“Aaaaahhh ahhhhhh ahhhhhhhhhhhh!!”
“Ditanya itu dijawab!!” pak Bogo menarik keras ke 2 puting Maya ke atas.
“AAAAAAAAAHHHH!!!!” Maya kesakitan dan menjawab, “IYAAAAA!!! ENAAAAAAAKKKKK!!!”
“Gitu dong! Hahahahahaha!!” pak Bogo melepaskan tarikannya dan menampar keras payudara Maya.
“Ouuuhhhh!! Ahhhh ahhhhhhhh ahhhhhhh ngghhhhhhhhh!!”
“Kami semua mau ngentot sama dek Maya nih, boleh ya?” Pak Komar menggoyang-goyangkan payudara Maya.
“Aaaaaaahhhhh iyaaaaahh, nggggg IYAAAAAAAA!!”
Sekarang Pak Bogo sedang menyusu payudara kanan Maya, lalu mulut Maya dijejali penis pak Komar. Sedangkan tangan kiri Maya sibuk mengocok penis pak
Bazam dan lubang pantatnya masih setia menerima sodokan penis dari pak RT.
“OHHHHHH! TAK KUAT LAGI SAYA!!!” teriak pak RT.
Pak RT kemudian menghentakkan pinggulnya dalam-dalam yang menandakan ia croot didalam lubang pantat istriku.
“Mantap!”
Pak RT lalu menarik penisnya keluar dan lahar putih itu perlahan keluar dari dalam lubang pantat Maya.
-
Oke. Saya dulu ya, mau cepat-cepat!” ucap pak Bogo.
“Loh, mau kemana pak?” kata pak Komar.
“Mau ke warung pak Joko ambil pesanan saya. Nanti saya kesini lagi.”
“Oh, ya sudah. Silahkan pak”
Pak Bogo mendekat dan berbicara kepada istriku.

================

Part 7
Pak Bogo mendekati istriku dan berkata.
“Enak, lonte?”
Maya tak bisa menjawab, dada nya naik turun, nafasnya begitu berat setelahmenuntaskan syahwat milik pak RT barusan. Pak Bogo lalu mengangkat tubuh Maya dan menghempaskannya ke sofa.
“Jangan dicoblos dulu, Bogo!” kata pak Bazam.
“Kenapa?”
“Sebentar.”
Kulihat pak Bazam mengambil gelas yang tadi dipakai Maya, ia hampiri istrikudan berjongkok.
“Nghhhhhh,” istriku melenguh pelan.
Dikarenakan pak Bazam mengorek lubang pantat nya untuk mengelarkan sperma pak RT yang ia tadah dengan gelas tadi. Merasa cukup maka pak Bazam berdiri.
“Silahkan lanjut hahahaha!”
Pak Bogo juga tertawa dan mengocok penisnya dihadapan vagina Maya.
“Ngangkang, sayang,” pak Bogo meremas payudara istriku.
Istriku dengan lemah mengangkat paha kiri nya untuk memberikan ‘wilayah bebas hambatan’ bagi pak Bogo untuk melakukan penetrasi di vaginanya.
“Nghhhhhh,” Maya kembali melenguh menikmatinya saat penis pak Bogo mau memasuki vaginanya.
Penis pak Bogo akhirnya masuk seutuhnya didalam vagina Maya, dan betapa  sesaknya vagina Maya menerima penis besar itu yang membuat dinding-dinding  vaginanya saja terlihat ketat. Tapi yang namanya vagina itu elastis, meski sempit bagi
Maya, tapi vaginanya itu mampu mengimbanginya.
“Oohhhhhhhh!!!! Ngghhhhhhh!!!!” Maya mulai mendesah saat penis Pak Bogo  keluar masuk dari vaginanya.
“Slrrrrppp!!” sementara pak Bogo menjilat betis Maya yang menempel  dipundaknya.
Suara PLOK! PLOK! PLOK! Yang basah begitu seksi terdengar. Dari kejauhan ini aku bisa melihat penis pak Bogo berkilauan karena dibasahi oleh air vagina milik Maya yang sebelumnya sudah orgasme 3 kali.
“Hehehehe,” pak RT duduk disamping Maya dan meremas payudaranya,
“Pengen nenen, tadi saya lihat ada susunya.”
“Nenen saja, pak! Gratis! Hahahaha!” pak Bazam tertawa.
“Boleh ya dek?
Dan benar. Maya sudah mulai terbiasa dengan penis pak Bogo, itu bisa dilihat dari tingkahnya yang tak lagi banyak mendesah hebat seperti tadi. Maya yang tubuhnya bergoyang karena digenjot lalu menoleh.
“Iya....”
Pak RT lalu mencaplok puting kanan payudara Maya yang membuat istriku merem melek meradasakan geli-geli nikmat pada putingnya yang sedang dhisap. Lalu datang pak Komar menghampiri dan mengangkangi tubuh istriku. Penisnya yang tegak itu lalu dikocoknya didepan wajah Maya.
“Pemanasan dulu dek, hehehe.”
Maya mengerti maksudnya, ia membuka mulutnya dan membiarkan penis pak
Komar memasuki mulut indahnya itu. Pak Komar memegang kepala Maya dan mulai menggenjotnya pelan.
“UUUBBHHHHH!!!” suara Maya tertahan karena penis itu.
Tubuh Maya semakin mengkilat karena keringat dan suasana semakin gelap didalam rumah ini. Tapi tak lama terang kembali dari hadirnya cahaya lampu.
“Sepertinya mau hujan. Diluar mendung,” kata Pak Bazam menghampiri.
“Kalau begitu saya harus cepat!!” Pak Bogo mempercepat genjotannya.
Sofa sampai bergerak mundur sedikit demi sedikit karena sodokan pria hitam kekar ini, begitu juga tubuh Maya yang menerima sodokannya.
“OOOOOHHH!!” Pak Bogo lalu mengerang dengan kepala keatas dan semakin dalam menancapkan penisnya.
Aku tahu dia memuntahkan spermanya didalam vagina istriku. Setelah itu ia tarik pelan-pelan penisnya ke belakang dan meluberlah cairan sperma kental dari vagina Maya.
-
Pak Bazam lagi-lagi menadah sperma yang mengalir itu dengan gelas dan membiarkan sperma itu mengalir masuk ke dalam gelas.
Pak Komar juga mengeluarkan penisnya dari mulut Maya lalu turun dari sofadan Maya terengah. Pak Bogo menyodorkan penisnya ke arah mulut Maya dan Maya tahu apa tugasnya, ia kulum penis hitam itu untuk membersihkannya.
“Kalau begitu pergi sebentar, nanti saya kesini lagi,” pak Bogo berjalan menuju tempat dia membuka baju.
Pak Bogo lalu pergi. Sementara Maya masih menjadi santapan 3 pejantan yang kulihat ini. Kulihat Maya diangkat mereka ber 3 menuju lantai yanh terlapis karpet lagi dan sekarang giliran Pak Komar yang mau mengeksekusi vaginanya.
“Ouuuuuhhhhhhgh!!!” kepala Maya menukik keatas saat pak Komar memasukkan penisnya.
Dan akhirnya kembali lagi, Maya digenjot sedemikian rupa dengan 2 pejantan merangsang bagian tubuhnya yang lain.

“Besar juga ternyata, hampir seperti susu Farin!” Pak RT begitu keras meremas payudara kanan Maya.
“Tapi pasti belum ada susunya seperti betina kita 1 ini! Hahaha!” pak Bazam tertawa dan menyentil puting payudara Maya.
“Oohh! Enak banget nih memeeeek!! Uhhh!! Pak Komar terus meracau sambil menggenjot.
“Tapi tadi pak Bazam keluar didalam, tidak bahaya?” tanya Pak RT.
“Tenang, pak. Maya udah dikasih pill anti hamil. Udah kamu minum kan?”
“Aaaaaahhh nnggg aaahhhh,” Maya mendesah sambil memejamkan mata, tapi kepalanya mengangguk untuk mengatakan iya.
“Jadi aman, pak!” pak Bazam lalu menyodorkan penisnya, “Ayo lonte!”
Maya menoleh ke samping, ia mengangkat sedikit kepalanya dan HAP!
Mengulum penis tua itu lagi.
“Kocokin!” pak RT meraih tangan kanan Maya untuk mengocok penisnya.
Alhasil Maya melayani mereka ber 3 sekaligus. Melayani Pak Komar dengan vaginanya, melayani Pak RT dengan tangannya, dan melayani Pak Bazam dengan mulutnya.
Aku hanya bisa terpaku melihat ini. Aku terlalu bosan untuk tak menyangka, dan aku hanya bisa diam menikmati istriku melayani orang lain dan seakan menghormati kelakuannya. Aku mengocok penisku lagi.
Maya melepas kulumannya pada penis pak Bazam, dan sekarang dia melahap penis pak RT, dia melakukannya secara bergantian. Maya benar-benar tidak menunjukan perlawanan sama sekali,yang ia tunjukkan adalah kenikmatan seksualitas yang baginya berkualitas.


Rintik demi rintik suara hujan turun mulai terdengar diluar. Lama kelamaan suara itu semakin besar, yang menandakan betapa lebatnya hujan diluar, bertepatan dengan keluarnya sperma yang keluar dari penisku. Medengar suara hujan lebat ini membuatku terjebak disini, dirumah orang, yang dimana didalamnya ada 3 orang yang asyik menikmati tubuh istriku.
“Oh! Bagaimana kalau Gio mencari Maya?” ucap Pak RT saat Maya mengulum penisnya.
Mendengar itu juga membuat Maya kaget, matanya terbuka sepenuhnya dan sedikit beranjak walau vaginanya masih digenjot pak Komar.
“Pakk ngghhhh, iyaa paak, gimana kalau suami saya mencari sayaaa, ngghhh,” kata Maya di tengah desahannya.
“Hujan begini. Suamimu pasti berpikir kamu masih di balai, kan sampai malam. Ini baru jam 5,” kata Pak Bazam.
“Tapii... nnnggghhhhh!!”
“Telpon saja, kamu bawa hp?
Maya mengangguk dan mengatakan hp nya ada di celana, dan celananya ada digarasi. Itu berarti Maya ditelanjangi di tempat itu. Tapi aku juga sadar, Maya pasti akan menghubungiku! Buru-buru kukeluarkan hp ku dan kumatikan nada deringnya.
Pak RT berkata mau ke toilet dulu sedangkan pak Bazam mau mengambil hp Maya.
Tak lama pak Bazam kembali dengan kondisi Maya masih digenjot-genjot oleh pak Komar. Pak Bazam memberikan hp Maya dan pergi untuk melihat hp nya sendiri yang tergelatak di meja disamping sofa.
Dalam posisi masih digenjot, Maya menempelkan hp nya dikuping dan berbicara kepada pak Komar.
“Pak....”
Tahu maksudnya, kulihat pak Komar menurunkan ritme genjotannya dan
Maya sepertinya sedang meneleponku.

Dan benar HP ku bergetar. Aku terdiam lebih dahulu melihat istriku yang tersenyum nakal kepada pak Komar. Lalu aku merasa suara hujan ini mengaburkan suaraku dari sini, dengan berat hati kuangkat telepon itu.
“Halo....” salamku.
“Halo, papa dimana?” tanya Maya.
“Papa.... Papa lagi diluar nih, Ma. Kejebak hujan.... Mama dimana?”
“Mama masih disini, kejebak hujan juga. Emangnya papa dimana? Diluar mananya?”
“Tadi papa jalan-jalan pakai motor.... Lalu kejebak hujan begini... sepertinyapapa bakalan pulang kemalaman, lupa bawa jas hujan....”
“Begitu. Ya sudah, ada warkop atau apa nggak didekat tempat papa? Kesitu aja dulu, cari yang hangat-hangat ya?”
“Iya, ada...”
“Mama pulangnya agak malam, nanti mama bisa pulang sendiri. Gapapa kan, pa?”
“Iya...”
“Papa kenapa?”
“Apanya?”
“Suara papa lemah begitu.”
“Enggak, mungkin karena suara hujan.”
“Hehe iya ya. Kalau gitu udah dulu ya, pa, ga enak nih yang lain sibuk.”
“Iya...”
“I love you, Pa!”
“I love you too....”
Dan hubungan telepon terputus. Aku kembali terdiam, karena setelah selesai menelepon. Maya menyambut ciuman yang pak Komar berikan. Apanya yang ‘I LOVE YOU’ setelah mengucapkannya kau malah menyumpal kalimat itu dengan berciuman dengan pria lain seperti ini?!
“Apa kata suamimu?”
“Aman,” Maya lalu menjulurkan lidahnya.
Dan lidahnya itu pun disambut oleh pak Komar dalam ciuman mereka. Lalu pak Bazam dan Pak RT kembali bergabung. Mereka menanyakan perilah diriku sama Maya dan jawaban Maya persis seperti yang dia berikan juga kepada pak Komar.

Sekarang Pak RT ingin mencoba tit fuck karena katanya dia penasaran dan beralasan kalau Farin tidak pernah memberikannya. Sementara pak Bazam meminta Maya mengulum penisnya dari atas.

Maya kulihat begitu suka rela melakukannya. Dia benar-benar seperti ‘BETINA’ yang bertugas melayani nafsu sang ‘PEJANTAN’ dalam dunia hewani.
“OOOHHHHH!!!” pak Komar akhirnya mengerang yang menandakan kalau dia sudah orgasme.Maya membiarkan pria itu membasahi rahimnya dengan sperma karena ada 2 pejantan yang harus ia urus penisnya. Pak Bazam memberikan gelas tadi kepada Pak Komar, dan sepertinya pak Komar mengerti.
“Susah kalau begini, nungging dulu gih.”
Dengan dibantu Pak Bazam dan pak RT. Maya lalu berbalik badan dengan penis pak Komar masih berada didalam vaginanya. Sekarang posisi Maya merangkak dan pak Bazam berada didepannya lagi meminta dihisap penisnya.Maya mengulum penis itu sedangkan pak Komar mengeluarkan penisnya dari dalam vagina Maya. Dan turun lah setetes sperma miliknya ke karpet dan buru-buru ia ambil gelas tadi dan ia taruh tepat diatas tetesan barusan, lalu pak Komar gunakan tangannya untuk mengorek sperma yang tersisa didalam vagina Maya untuk dikeluarkan.
-
“Mmmmmmmhhhhhhhh!!” Maya menggeliat pinggulnya saat pak Komar melakukannya.
Pak Bazam yang belum sempat ‘Muncrat’ tentu saja ingin mendapatkan jatahnya, tapi ternyata Pak RT juga ingin menggarap tubuh Maya lagi. Mereka berdua sepertinya berdikusi dengan Maya yang tampaknya tak peduli apa yang 2 orang itu bicarakan karena ia masih asyik mengulum penis pak Bazam.
“Oke, kalau begitu saya memek nya,” ucap Pak Bazam.
“Ya sudah,” pak RT mengalah.
Aku terus terdiam, dan dari pembicaraan mereka, tampaknya Maya akan mengalami double penetration lagi yang dimana vagina dan lubang pantatnya akan dipakai lagi secara bersamaan.
“Kita bikin dia capek dulu, pak angkat dia,” pinta Pak Bazam.
Pak RT lalu mengangkat Maya dan memangkunya dipundak. Maya kesusahan mencari tempat untuk menyeimbangkan tubuhnya dan kulihat kebingungan sambil menoleh ke belakang.
“Maya mau diapain, pak?” tanya istriku.
“Kayak tadi,” Pak Bazam menepuk-nepuk pantat istriku, “Kangkangin, Pak.”
Lalu Maya dikangkang dengan bantuan tangan pak RT. Maya awalnya bingung sampai akhirnya matanya melotot saat tangan Pak Bazam masuk dan mengobok-obok vaginanya.
“AAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHY!!” Maya mendesah hebat.
“Hehehehehehe!!” pak Bazam dan Pak RT tertawa mendengarnya.
“Ouuuuuuhhh!!! Paaaak! Aduuuuuuhhh!!! Nnggh!!!”
“Lebatnya,” sedangkan pak Komar memainkan bulu-bulu keriting vagina istriku.
Tak lama kemudian pantat Maya bergetar hebat, lalu tak lama kemudian istriku yang binal itu orgasme dan mengucurkan cairan kenikmatan untuk ke 4 kalinya!
Pantat Maya tak henti-hentinya bergetar sedangkan Pak Komar menyambut tetesan air kenikmatan dengan gelas dibawahnya sehingga tercampur dengan cairan sperma dan cairan orgasme milik Maya.
Kepala Maya terkulai dipundak pak RT, nafasnya tersengal-sengal, sebuah tanda yang mengatakan ia tak mampu berdiri lagi dengan semua ini.
“Arahkan ke sini, Pak,” pak Bazam mengocok-ngocok penisnya sendiri.
Pak RT membalikkan tubuh Maya dan menghampiri pak Bazam. Sementara Maya terlihat kesusahan berbicara kepada pak Bazam.
“Pak..... biarin Maya istirahat dulu....”
“Lonte sepertimu boleh istirahat,” pak Bazam lalu mengelus vagina Maya,
“Kalau memek mu saya pejuhin dulu hehehehe.”
Maya tampak nya pasrah dan membiarkan saja 2 orang ini melakukan semaunya, karena kulihat istriku benar-benar capai dan memejamkan matanya.
“Dari bapak saja dulu,” ucap pak Bazam kepada pak RT.
Dan sudah kuduga ini akan terjadi. Dengan bantuan pak Bazam dan Pak Komar, Maya diangkat tinggi sejenak karena pak RT mau memasukkan penisnya ke dalam lubang pantat Maya.
“Ouuuuuhh!!!” Pak RT kembali merasakan kenikmatan saat penisnya masuk ke dalam lubang pantat Maya.
“Ssssssssshhhhhhh,” Maya meringis nikmat dalam pejaman mata.
“Sekarang saya.”
Lalu pak Bazam mengarahkan penisnya ke arah vagina Maya, dan BLEES!!
Akhirnya istriku sukses mendapatkan gaya double penetration dalam posisi digendong.
“Ooohhhhhhhhhhhh.....” Maya melenguh, “Sesak....”
“Kalau posisi begini kita berdua bisa nyodok sama-sama nih pak, kalau berbaring susah hahahah!” Pak Bazam tertawa.
“Memangnya bapak pernah?”
“Pernah sama pak Komar.”
“Hehehehe.”
“Nghhhhhhhhhhh,” sedangkan Maya terkulai dan menundukkan kepalanya.
“Yaudah pak! Langsung saja!”
Tubuh Maya lalu diangkat dan diturunkan dengan cepat. Dan benae ternyata!
Ke dua penis itu dengan mudahnya menyodok penis Maya dari posisi itu walau harus menggunakan tenaga tangan untuk melakukannya

Uuuhhhhhhhhhh!” alis Maya mengkerut menikmati penetrasi kepada 2 lubang yang ada diselangkangannya.
“Enak dek Maya!!! Uuuuuh!!” ucap Pak RT.
“Ouuuuuhhh sssssshhhhh iyaaaaa, ngghhhhhhhhh!!!”
“Luar biasa nih memek! Ucap pak Bazam, “Kamu udah nda perawan sejak kapan lonte??”
“Es.... Ahhh ahhh ammmmmhhh. Es em AAAAAAA!!!”
“Berarti dari SMA sudah jadi lonte! Hahahaha!” Pak Komar, Pak Bazam dan
Pak RT tertawa terbahak-bahak.
Aku yang mendengar itu menjadi marah!
Maya bukanlah lonte sewaktu SMA! Bahkan dia mengalami trauma beratkarena kekerasan seksual yang membuatnya bisa menjadi seperti ini! Bangsat kalian bertiga!!
“Lalu siapa yang memecahkan lubang pantatmu?” Pak Komar meremas-remas payudara Maya.
“AAAAAHHHH!!! NGGHHH... SU-NGGHHHH!!!! SUAMIKUUU, AAAAAH!!”
“Nak Gio berarti doyang lubang pantat ya?” dan mereka bertiga lagi-lagitertawa terbahak-bahak.
Aku kesal mendengarnya! Aku melakukannya dulu pun bukan karena aku suka!
Tapi Maya yang bersedia memberikannya karena dulu hanya itu satu-satunya lubang yang masih perawan pada dirinya! Dia merelakannya karena dia ingin memberi sesuatu yang perawan karena dia mencintaiku!
Tapi tunggu, cinta?
Setelah melihat perbuatan Maya ini, apa dia masih mencintaiku?
“Nnhgghhhhh jangaaan.....” ucap Maya dalam lenguhan.
“Apa?” ucap Pak Bazam.
“Jangan nngghhhhhh, jangan hina Gio.... oooohhhhh!!!”
Mendengar itu membuatku terpaku diam saat mendengarnya. Alisku mengerut dan sedih melihat istriku.
“Jangan.... Ngghhhhj.... Hina Gio....” Maya mengatakannya sekali lagi.
“Hahahaha baiklah-baiklah!” Pak Bazam dan ke 2 reptil lumpur itu tertawa.
Capek karena berdiri sedari tadi maka pak Bazam memilih berbaring dan melanjutkan menyodok selangkangan Maya bersama Pak RT.
-

Pak RT sepertinya kelelahan karena sehabis menggenjot lubang pantat istriku sambil berdiri tadi. Ia keluarkan penisnya dari lubang pantat istriku itu dan memilih istirahat duduk dilantai sambil mengocok penisnya.
“Loh, kok berhenti pak?” ucap Pak Komar.
“Biar pak Bazam dululah, saya mau crot di memek nya nanti.”
“Hahahaha kalau begitu sabar ya pak!” pak Bazam tertawa.
Pak Bazam semakin gencar menyodok vagina Maya sampai-sampai istriku mendesah kewalahan. Aku hanya terdiam, terduduk, dan mematung melihat istriku dari atas sini.
“Bahkan kau tak terima mereka menghinaku....” ucapku pelan.

Aku benar-benar tak paham situasi ini. Maya mengkhianatiku, tapi dia tak rela aku dihina seolah dia masih menyayangiku..... aku benar-benar bingung.... kenapa
Maya harus bernasib seperti ini? Dan aku hanya bisa diam disini, merenungi diri, dalam kebodohan yang pasti.
Kulihat Pak Bazam akhirnya orgasme begitu juga dengan istriku, bisa terlihat air orgasme miliknya tercampur sperma pak Bazam keluar dari sela-sela penis pak Bazam yang masih menancap vaginanya.
Setelah itu Pak Bazam menidurkan istriku disamping dan sekarang istriku digarap oleh pak RT. Suara desahan, lenguhan, dan suara benturan kelamin tercampur dengan suara hujan lebat yang ada diluar.
Tak butuh waktu lama kulihat Pak RT menancapkan penisnya dalam-dalam, yang artinya pria tua itu juga mengeluarkan sperma nya didalam vagina Maya. Dia tarik penisnya keluar dan terbaring kelelahan. Tapi Maya tak diberi ke sempatan, karena istriku ini sekarang di garap lagi oleh pak Komar.
Aku hanya diam, terpaku, dan tak peduli lagi dengan ocehan-ocehan mereka di bawah. Aku hanya menatap istriku, yang tampak nikmat menikmati. Namun aku hanya bisa menatapnya sedih.
Aku diam menatap istriku yang sekarang dalam posisi woman on top.
Aku diam menatap istriku yang melakukan blowjob untuk pria disebelah kanan dan disebelah kirinya.
Aku diam melihat istriku menggoyangkan pinggulnya untuk mengulek penis pak Komar didalam vaginanya.
Aku diam melihat Pak RT memuncratkan spermanya ke wajah istriku dan disambung oleh Pak Bazam.
Aku diam melihat istriku diminta meminum sperma yang ditadah dengan gelas tadi, sehingga beberapanya meluber dan jatuh dibagian dadanya.

Aku terus diam, dan kali ini aku tak bernafsu melihatnya.
Karena aku merasakan kesedihan, dan rasanya ingin menangis dibawah hujan yang di luar.
Pak Komar akhirnya muncrat dan barulah istriku dibiarkan beristirahat. Maya terlihat kelelahan, bahkan tubuh putih mulusnya itu basah oleh keringat dan beberapa cairan sperma yang tercecer. Pak Bazam memberikan handuk besar dan handuk kecil kepada istriku untuk dibersihkan tubuhnya.
Istriku mengelap sperma dengan handuk kecil di area muka dan dadanya. Lalu dia gunakan handuk besar untuk mengelap keringat perzinahannya.
Dan anjingnya, biar pun istriku dibiarkan istirahat. Pak Komar dan Pak RT tak bisa diam, mereka berdua langsung melahap payudara istriku seperti anak bayi yang rindu akan susu. Pak Bazam mengejek mereka dan istriku tertawa, Maya bahkan membantu ke 2 pejantan itu menyusui payudaranya layaknya Betina sejati.
Lalu kudengar pintu terbuka dan munculah pak Bogo menghampiri mereka sambil membawa bungkusan.
“Kok malah nenen?” Pak Bogo tertawa melihat pak Komar dan Pak RT yang asyik melahap payudara Maya.
“Istirahat dulu,” ucap pak Bazam, “Tadi kenapa ke tempat pak Joko, pak?”
“Mau ambil barang pesanan saya dari kota. Saya pakai alamat pak Joko. Besok ternyata baru dikirim, saya salah menghitung tanggal.”
“Oh, begitu. Lalu apa itu yang didalam kantong?”
“Makanan. Bagaimana kalau kita makan dulu.”
“Wah ide bagus!”
“Baru habis itu lanjut ngentot sama lonte kita!”
Mereka semua tertawa kecuali istriku yang hanya tersenyum.
“Makan di kamar tamu saya saja. Biar habis makan bisa langsung ngentot nih lonte!” pak Bazam menepuk vagina istriku.
“Ayo!”
Pak Komar dan Pak RT lalu membantu Maya berdiri, setelah itu menuntun Maya memasuki kamar yang dimaksud. Dan selama perjalanan menuju kamar itu, semua tangan mereka menggerayangi tubuh istriku. Mereka semua lalu masuk ke dalam kamar itu dan menutup pintu.
Sedangkan aku hanya diam, diam dan diam saja.
Aku merasa lemah untuk bergerak dan mengintip apa yang akan mereka lakukan didalam kamar itu.
“Maya....” aku menutup mata akan semua ini.
Aku lalu berdiri dan memasuki kamar yang menjadi pintu masuk aku memasjki rumah ini. Kuambil kantong kresek yang tak sepertinya tak dipakai, dan kumasukkan dompet dan hp didalam kantong itu.
Aku lalu keluar, didalam lebatnya hujan. Setelah turun dari pohon, maka aku memilih pulang, dengan langkah lunglai dan tubuh yang lesu.
Aku terus berjalan dan membiarkan hujan ini membasahi tubuhku.
Sesampainya dirumah tatapan mataku begitu kosong dan membuka baju basahku dan tak lupa menghidupkan lampu.
Lalu aku teringat akan sebuah janji, yang dimana janji itu bisa menjadi sebuah cikal bakal solusiku. Belum aku sempat membuka celana basah, hp ku ternyata bergetar sedari tadi. Aku lupa, kalau tadi aku mematikan nada deringnya di rumah pak Bazam.
Ku lihat hp ku dan ternyata Frieska meneleponku sebanyak 3 kali. Aku lalu menelepon balik sebelum wanita yang memungkinkan bisa memberiku solusi itu kesal kepadaku.
“Halo,” salamku saat telepon diangkat.
“Kenapa tadi ga diangkat?”
“Aku baru bangun,” alasanku, “Kenapa menelepon?”
“Kau jadi kesini?”
“Ya. Aku mandi dulu sebentar.”
“Hujan begini kok mandi? Dingin tau!”
“Dari pada kau risih dengan bau badanku.”
“Kalau kamu sakit gimana! Iih!”
“Apa?” aku tak mendengar jelas suaranya tadi karena bercampur dengan suaea hujan.
“Apa? Aku tadi ga ada ngomong apa-apa!” dia tiba-tiba marah, aneh nih anak.
“Ya sudah, kau dimana?”
“Aku sudah disini!”
“Awalnya,” aku melihat jam tanganku.
“Cerewet!”
“Haaah,” aku menghela nafas, “Ya sudah. Habis mandi aku kesana.”
“Pakai apa kesini?”
“Motor.”
“Taksi aja kenapa? Kan hujan.”
“Mana ada taksi yang lewat daerah sini. Lagi pula aku ada jas hujan.”
“Kupesanin taksi aja biar dia menjemputmu!”
“Mewah sekali. Ga usah, merepotkan.”
“Lalu kau pakai pakai apa kesini?”
“Bukankah beberapa detik yang lalu aku bilang pakai motor....”
“Kan hujan!”
“Dan aku juga sudah bilang kalau aku ada jas hujan....”
“Bandel amat sih!”
“Kau ini kenapa marah-marah melulu?”
“Kalau kamu sakit gimana?
“Apa?” alisku mengkerut.
“Apa! Aku ga ada ngomong apa-apa!!!”
“Benarkah,” aku bingung sambil mengorek telingaku, perasaan dia tadi memang ada bilang sesuatu, apa aku salah dengar ya? Tak mungkin dia bilang dengan nada cemas kalau aku nanti sakit bukan? Hm, kayaknya aku memang salah dengar.
“Ya sudah! Cepat kesini!”
“Iya-iya. Aku mandi dulu.”
“Mandinya pakai air hangat! Pakai celana panjang yang tebal! Pakai baju yang tebal juga! Jaket kalau bisa! Bawa motornya pelan-pelan! Jalanan licin! Kalau bisa sebelum pergi minum air yang hangat! Kalau ga ada, cepat kesini! Kupesenin air jahe untukmu!”
“Hui,” alisku mengkerut, “Apa kau benar-benar Frieska?”
“Apa maksudmu?”
“Suruhanmu tadi. Seperti...”
“Apa? Pacar? Ga sudi! Istri? Amit-amit! Gebetan? Iiiiihhhhhh jijik!”
“Bukan....”
“Terus?”
“Seperti emak-emak.”
Tak ada jawaban, lalu tak lama kemudian aku mendengar suara yang mampu mengalahkan suara petir diluar.
“CEPAT KESINI!!!”
Sehabis berteriak Frieska langsung mematikan telepon. Telingaku sampai berdenging mendengar teriakan mautnya itu. Kayaknya bakatnya itu cocok untuk pekerjaan sesuatu, kira-kira..... ibu kos yang menagih iuran.
*****
Hujan masih lebat. Dan aku sudah sampai di kafe yang kemarin. Hanya saja aku diminta masuk ke dalam karena Frieska menunggu dilantai 2. Di lantai 2 aku mencarinya dan ternyata wanita ini ada disudut ruangan dengan jaket hitam yang ia pakai.
“Maaf, lama menunggu,” aku lalu duduk di depannya.
Dan tak ada jawaban darinya. Dia terus memandangku tanpa ekspresinya itu.
Aku tak tahu apa yang dia lihat dari diriku sampai-sampai aku juga melihat penampilanku sendiri.
“Ada apa?” aku bahkan sampai mengendus-endus ketiakku.
Dia tidak menjawab, ia memiringkan kepalanya dan fokus memandang wajahku.
“Apa ada jerawat dimuka ku?” tanyaku dengan wajah datar.
“Ck,” dia tiba-tiba mendesis, bersandar dan melipat tangannya.
“Kenapa?” aku bingung, ingin rasanya aku bercermin, apa ada sesuatu yang aneh dari wajahku ini.
“Tidak ada, tuh air mu.”
Aku menoleh ke arah yang dilihatnya, dan aku melihat air jahe..... yang berada didalam sebuah gelas yang besarnya bukan main! Aku memandangnya dengan wajah datar.
“Kau ingin membuatku mabuk air jahe?
“Dingin!” dia melotot, “Kamu minum itu biar hangat!”
“Tidak perlu sebesar ini bukan. Bukan hanya hangat, tubuhku akan terbakar kalau sebanyak ini!”
“Ya jangan dipinum sampai habis!” dia melotot lagi.
Ya sudahlah. Ada pepatah ‘Orang Waras Lebih Baik Mengalah’, itu kulakukan dan mulai membicarakan hal yang menjadi kepentinganku disini.
“Jadi, apa solusi yang kau katakan di telepon tadi sore?”
“Ada di laptopku.”
“Oke. Mana?”
“Di laptop.”
“Ya aku tau. Jadi keluarkan laptopmu, dan tunjukkan solusimu itu.”
“Tidak bisa.”
“Kenapa?”
“Laptopku ketinggalan di rumah,” jawabnya santai.
Mendengar itu membuat ekspresiku menjadi sama dengan ekspresinya, sama￾sama datar.
“Lalu ngapain menyuruhku kesini kalau solusinya itu ada dirumahmu?”
“Karena diluar hujan, aku tak bisa kembali, jadi aku menunggumu disini agar kau bisa mengantarku pulang lalu kutunjukkan solusiku itu.”
Masuk akal sih..... tapi kok kesal ya mendengarnya? Apalagi santai banget nih anak ngomongnya.
“Ya sudah, mari ke rumahmu,” aku hendak beranjak.
“Ga mau.”
“Kenapa?”
“Aku belum makan.”
“..... lalu?”
“Jadi aku mau makan.”
“Ya.... makan saja. Pesan, aku menunggu.”
“Kalau bisa sudah sedari tadi kupesan.”
“Masalahnya?”
Dia memandangku terus, dan aku juga memandangnya. Sampai akhirnya bibir seksinya itu berbicara dan berkata.
“Dompetku juga ketinggalan.

Dan aku merasakan saldo di dompetku akan menipis saat dia berkata seperti itu.
Akhirnya mau tak mau aku memesan makanan untukku dan dirinya. Untung saja dia memesan makanan yang murah.... memang murah sih, kafe biasa begini yang paling mahal saja terbilang murah bagiku. Yang paling mahal disini itu indomie goreng campur telor, udah itu saja. Tidak membuat dompetku harus kering kerontang.
“Bawa badan saja ternyata kesini, bagian pentingnya malah kau tinggalkan,” keluhku sambil mengaduk indomie.
“Cerewet! Aku buru-buru tadi!”
“Buru-buru? Habis pulang ‘Bekerja’ itu?”
“Hm, ya.”
“Banyak?”
“Ya. Ada 10 pria yang memakai tubuh ku dari tadi pagi, sewaktu aku pulang dari rumahmu.”
“Astaga....”
“Kenapa?”
“Kupikir kau akan jera sejak kejadian kemarin.”
“Kupikir juga begitu.”
“Haaaaah.”
“Lalu hasil perbuatanmu kemarin ada masuk berita.”
“Maksudmu?”
“Kau tidak membaca berita daerah ini?”
“Aku bahkan tak membuka internet sama sekali hari ini.”
Frieska lalu mengeluarkan hp nya dan mengetikan sesuatu, setelah itu ia memberikan hp nya padaku dan aku melihat judul berita yang ditampilkan. Yaitu ‘4 PRIA TANPA BUSANA DITEMUKAN DIDALAM HUTAN DALAM KEADAAN GEGAR OTAK!’
“Oh....”
“Hm.”
Aku membacanya sampai habis yang dimana 4 pria yang menerima ‘Operasi
Hilang Ingatan Tradisional’ dariku mengalami koma yang parah, setelah itu sisa beritanya hanyalah dugaan-dugaan kepolisian yang jauh dari ‘Dugaan’ karena aku yang melakukannya.
“Kalau pun mereka sadar,” kukembalikan hp nya pada Frieska, “98 % mereka akan lupa ingatan.”

“Kenapa kau melakukannya?”
“Agar mereka tidak mencariku dan membahayakan dirimu,” aku memandang indomie ku untuk disantap.
“Jadi bisa dibilang.... kau melakukannya juga untuk melindungiku bukan?”
“Kau boleh menganggapnya begitu.”
Tak ada balasannya lagi dan aku terus fokus sama indomie ku. Tapi ini terlalu sunyi, aku menoleh ke depan dan bingung melihat tingkahnya. Karena dia mendekap hp nya dan tersenyum manis padaku.

Kau kenapa?” alisku mengkerut.
Frieska tampak kaget dan melotot padaku, “Apa!!”
“Kau yang apa! Kenapa senyum-senyum seperti itu?
“Siapa juga yang senyum!”
“Tadi itu!”
“Itu bukan senyum!”
“Lalu?”
“Itu artinya aku lapar!” dia melotot.
“Ya itu indomie! Tinggal lahap!” aku menunjuk indomie nya dengan garpu.
“Huh!” dia meletakkan hp nya dimeja dan lanjut untuk makan.
“Benarkah itu karena kau lapar?”
“Kenapa?”
“Hm. Kalau begitu, lapar saja terus.”
“Kenapa?” alisnya mengkerut.
“Ekspresi laparmu tadi,” aku memandangnya, “Manis.”
Dia terdiam dan bertanya, “Manis?”
“Ya. Kau begitu manis saat tersenyum tadi.”
“Oh....” dia kembali fokus sama indominya.
Aku juga cuek dan lanjut makan. Sampai akhirnya dia menendang kakiku dan melotot.
“Bohong! Gombal tadi ya?”
“Ke WC, bercermin, pasti ada cermin. Lalu lihat diri kau sendiri saat tersenyum.”
“Ga mau!”
“Terserah.”
“Kuanggap itu gombalan!”
“Ya terserah. Udah ditraktir juga masih tak percaya.”
“Apa hubungannya. Lagian ini bukan traktiran, bagiku ini bayaranmu.”
“Maksudmu?”
“Bayaranmu untuk mengetahui solusiku!”
“Kau ini..... semua bisa dijadikan bisnis ya....”
“Bodo!”
Aku tak peduli dan terus makan, setelah selesai aku menunggunya selesai untuk makan. Kenapa cewek kalau makan suka lama ya? Ah sudahlah.
“Aku bayar dulu,” aku berdiri dari bangku.

“Kenapa ga nanti saja?”
“Sekalian mau ke WC.”
“Yang air jahe jangan dibayar.”
“Kenapa?”
“Ini kubawa dari rumah.”
Aku tak habis pikir. Bawa air jahe bisa, tapi bawa laptop dan dompet untuk kepentingan disini tidak. Tapi masuk akal juga kalau dari rumah, tak mungkin kafe ini memiliki gelas besar seperti itu disini.
Aku turun ke bawah menuju kasir sebelum ke WC.
“Berapa? Untuk meja nomor 12 di lantai 2.”
“Oh, sebentar ya.”
“Ya.”
Selagi kasir itu menghitung, dia mengajakku berbicara.
“Jangan-jangan kakak ya yang ditunggu Frieska sedari tadi.”
“Maksudnya?”
“Dia dari pagi disini, berkutat dengan laptopnya. Dari pagi sampai sore.”
Aku terdiam. Dari pagi sampai sore? Benarkah? Aku penasaran, maka aku bertanya.
“Dari pagi maksudnya? Dari kafe ini buka?”
“Iya, dia menunggu diluar sebelum kafe ini buka. Ojol yang mengantarnya.”
“Terus?”
“Ya seperti yang saya sebutkan tadi. Dia disini dari pagi sampai sore, bermain laptop melulu. Seperti ada yang dicarinya di internet,” kasir menunjuk meja di ujung lantai 1, “Dia duduk disitu tadi.”
“Apa dia tidak ada pergi?”
“Tidak. Dia pergi sore tadi saat dia selesai menelepon.”
“Menelepon? Jam berapa itu?”
“Kira-kira jam 3 an.”
Aku terdiam. Itu kan jam-jam disaat dia meneleponku tadi sore. Dan apa benar Frieska sedari tadi disini? Bukankah tadi dia bilang dia mau menjajakan tubuhnya lagi sampai-sampai dia bilang ada 10 pria yang dia layani hari ini.
“Beneran dia dari pagi sampai sore disini?”
“Iya,” kasir tertawa, “CCTV saksinya.
“Oh....”
“Lalu dia pulang sehabis menelepon sore tadi. Mukanya terlihat senang sekali, waktu kugoda apakah tadi itu cowok. Dia tersenyum, jarang dia tersenyum seperti itu.
Lalu dia kembali lagi, dan kugoda lagi. Dan dia bilang....”
“Apa?”
“Dia bilang mau menunggu pria yang membuatnya tersenyum tadi sore di telepon.”
Aku lagi-lagi terdiam. Jadi Frieska berbohong? Kalau benar dari pagi sampai sore tadi dia disini, tentu saja dia tidak akan ada waktu untuk menjajakan tubuhnya....
kalau pun pulang, rumahnya dekat dari sini, tak mungkin juga dia menjajakan tubuhnya di daerah kediamannya ini.
“Pasti kakak dong orangnya? Hahahaha,” kasir tertawa.
“Hahahaha,” aku ikutan tertawa saja.
Setelah membayar, ke WC, aku kembali ke atas. Dan kulihat Frieska sedang menggambar sesuatu lewat embun hujan yang ada di jendela. Aku duduk dan dia menyadari.
“Sudah kan?” tanyaku.
“Hm, ya.”
“Kalau begitu. Ayo.”
“Pinum dulu air jahe itu. Udah sengaja kubawa.”
Aku memandang air jahe tadi, dan aku tersenyum kecil. Kuraih gelas itu dan kupinum air jahe itu sekaligus, teguk demi teguk sampai habis. Selesai minum kulihat
Frieska kaget melihatku.
“Bukankah kau bilang....”
“Daripada mubazir,” jawabku.
“O-Oh....”
“Nih,” kukembalikan gelasnya.
“Ga panas badanmu?”
“Seimbang. Kan dingin, seperti yang kau bilang tadi.”
“Oh....”
“Ayo.”
Aku dan Frieska lalu turun dan berjalan menuju parkiran. Hujan masih lebat seperti biasa dan aku memakai jas hujanku dulu. Kunaiki motor dan Frieska naik ke belakang dengan menutupi diri dengan jas hujan yang kupakai.

Kupacu motorku menuju rumahnya yang luar biasa besarnya ini. Di depan pagar, Frieska berbicara kepada satpam untuk membukakan pagar. Jadi aku akhirnya masuk ke pekarangan rumah dan mengantarnya sampai teras. Dan langit begitu mendukung, saat sampai di teras, akhirnya hujan perlahan berhenti.
Aku lalu turun dari motor untuk melipat jas hujanku. Dan dia terus melihatku dari teras rumahnya.
“Hei,” panggilku.
“Apa?”
“Solusi itu, apa ada limit waktunya?”
“Maksudmu?”
“Apa masih bisa dilakukan besok?”
“Hm, ya. Kenapa? Kau tidak ingin mengetahuinya hari ini?”
“Ingin, tapi ya.... besok sajalah.”
“Kenapa?”
Aku memandangnya sambil melipat jas dan berkata.
“Istirahatlah. Kau terlihat sangat lelah.”
“Maksudmu?” alisnya mengkerut.
“Maksudku, kenapa kau harus berbohong?”
“Bohong?”
“Kau tidak menjajakan tubuhmu bukan?” aku tersenyum.
Frieska terdiam dan matanya sedikit membulat.
“A...apa maksudmu...” sekarang dia terbata-bata berbicaranya.
“Istirahatlah. Kau pasti lelah duduk dari pagi sampai sore. Kasir di kafe tadi memberitahuku kalau kau disitu dari pagi. Kurasa..... Kau kesitu sehabis dari rumahku bukan?”
Frieska terdiam memandangku dan kurasa itu benar. Frieska memang berbohong, dia tidak sedikit pun melayani pria hidung belang seperti kemarin.
“Sepertinya benar hehe.”
“Kalau pun iya. Apa urusannya denganmu?”
“Tidak ada,” aku memandangnya lagi dan tersenyum, “Baguslah. Senang \melihatmu tidak melakukan itu lagi.”
“Oh... em,” Frieska memalingkan wajahnya.
“Besok saja ya. Kau istirahatlah, kulihat mata kau juga lelah. Pasti capek kebanyakan duduk dan menatap laptop.

“Terserah....”
“Besok juga kutagih janjimu. Soal kenapa kau mau menjual dirimu....”
Frieska memandangku dan aku kembali ke urusanku melipat jas. Setelah kumasukkan ke dalam jok. Aku mendengar Frieska berbicara.
“Kau tak apa?”
“Apa?” aku menoleh kearahnya.
“Kau tidak apa-apa?” tanyanya lagi.
“Tidak apa-apa dari apa?”
“Apa..... istrimu melakukannya lagi?”
Mendengar itu aku terdiam, aku menundukkan kepalaku dan tak menjawabnya.
“Aku rasa iya,” ucap Frieska, “Itu bukan alasanmu terlihat sedih....”
“Apa?”
“Saat kau datang tadi.... aku melihat matamu. Terus melihat matamu.... kau terlihat sedih..... dan aku yakin, itu pasti karena kau melihat istrimu melakukannya lagi bukan?”
Aku tak mampu menjawab ‘Iya’, dan ternyata itu alasan Frieska begitu serius memandangku saat aku datang ke kafe tadi..... Dan tak menyangka kalau dia menyadarinya.... karena memang, aku memang sedang sedih waktu itu didalam perjalanan dan saat sampai di kafe tadi
“Semoga solusi yang kutemukan membantu nanti.... kau ingin melakukan sesuatu untuk istrimu bukan?”
Aku tersenyum dan menunduk, “Ya...”
“Kau mengingatkanku dengan seseorang.”
“Siapa?”
Aku menoleh dan melihat Frieska tersenyum kepadaku.
“Kau akan tahu besok. Dia salah satu bagian cerita kenapa aku menjual diriku.
Kalau mau petunjuknya, dia sama bodohnya dengan dirimu.”
“Oh,” aku tertawa kecil, “Begitu.”
“Kau masih terlihat sedih..... apa tadi sangat parah bagimu?”
Parah? Hm, ya. Tentu saja. Aku baru kali ini melihat di’Keroyok’ seperti itu didepan mataku. Bahkan sekarang saja aku yakin, vagina istriku itu sudah menampung begitu banyak liter-liter sperma karena pria-pria tua bajingan itu memakainya bergilir.
“Istirahatlah, Fries. Aku pulang du...

"Mpris,” ucapnya memotong.
“Apa?”
“Mpris, itu panggilanku.”
“Oh.... Oke.”
“Ini lucu,” dia menahan tawa, “Aku sampai sekarang tidak namamu siapa.”
Eh iya, benar juga apa yang dia katakan. Dari awal bertemu sampai sekarang aku tak pernah memperkenalkan namaku. Yah, mungkin ini saatnya.
“Gio.”
“Oke,” Frieska lalu menghampiriku dan tubuh bagian depan kami bertemu.
“Eee... ini terlalu dekat.”
“Aku tahu,” dia memiringkan kepalanya, “Sekarang, peluk aku.”
“Apa?”
“Peluk saja.”
“Tapi kenapa?”
“Tak apa, peluk saja.”
“Tapi...”
“Peluk saja!” tegasnya.
Aku begitu segan, tapi aku melakukannya juga. Aku memeluknya dan dia mengangkat kepalanya menatapku.
“Sudah tenang?” dia bertanya.
“Tenang?”
“Berarti belum ya.”
“Maksudmu?”
Tiba-tiba Frieska menarik leherku ke bawah dengan ke 2 tangannya. Dan lebih mengagetkannya lagi, dia mencium bibirku. Aku tentu saja kaget dan mencoba melepaskan diri. Tapi ikatan tangan pada leherku begitu kuat untuk dilepas.
Frieska masih menciumku dan kulihat matanya terpejam seolah menikmati ini.
Dan aku..... hei, kayaknya aku juga menikmatinya.... bibir Frieska begitu lembut, seperti bibir istriku.
Oh tidak!
Tidak!
Tidak!

Bahkan bibir Frieska jauh lebih lembut dari bibir Maya! Aku tahu pasti karena aku sudah sering berciuman dengan istriku, jadi aku bisa membandingkannya. Tapi yang jadi masalah..... kenapa Frieska menciumku?
Ciuman terlepas dan Frieska tersenyum tipis memandangku.
“Sudah tenang?”
“Yang ada malah mendebarkan....” jawabku.
“Begitu, kupikir ini bisa membuatmu tenang, dari kesedihanmu...”
“Oh....”
“Hm,” dia tersenyum lagi, “Ketagihan ya memelukku?”
“Oh iya, maaf!” kulepas pelukanku.
“Tak perlu khawatir. Mama dan ayahku diluar kota, dan satpam, hm tak usah dipikirkan. Dia pastj berpikir kau pacarku dan itu hal biasa disini. Karena dia satpam baru.”
“Bukan aku yang seharusnya khawatir bukan?”
“Hm,” dia tersenyum dan berjalan mundur, “Ya sudah. Pulanglah. Sampai ketemu besok, kamu saja yang meneleponku. Aku banyak waktu luang.”
“Oh... Baiklah. Tapi kau.”
“Apa?”
“Jangan lakukan lagi, maksudku, menjual diri.”
“Selama alasanku masih kuat, aku tidak akan melakukannya.”
“Memang apa alasannya?”
“Rahasia wanita.”
“Oh ya sudahlah. Kau langsung tidur saja. Dan.... Tadi gratis atau bayar? Kan ada daftar bayar kalau ciuman kalau tak salah.”
“Iya. Itu kalau ada orang yang mau menciumku. Maka harus bayar.”
“Jadi berapa?”
“Gratis.”
“Apa?”
“Kan aku yang menciummu, bukan kamu yang menciumku kan?” dia tersenyum.
“Oh iya... Benar juga.”
“Pulanglah. Hati-hati dijalan.”
“Oke.

Kupacu kendaraanku pergi dari kediaman Frieska. Dan.... Sial! Apa itu tadi?
Apa aku selingkuh? Tapi kan bukan aku yang duluan mencium, lagipula... istriku yang jauh lebih parah kalau soal selingkuh.
Sial! Sial! Sial! Kok rasanya bebanku sedikit berkurang ya? Tenang sih enggak, tapi ya... Ah! Susah dijabarkan dengan kata-kata.
Berpuluh menit lamanya akhirnya aku sampai dirumahku. Kumasukkanmotorku di garasi dan aku hendak masuk lewat pintu depan saja. Saat aku membuka pintu, aku terkejut melihat keberadaan Maya yang tertidur di ruang tamu.
Aku menghampirinya dan mencoba membangunkannya.
“May.... Maya....”
“Nnnghh....” lenguh Maya.
Melihat istriku yang tertidur membuat rasa amarahku di rumah pak Bazam tadi lenyap. Wajah istriku yang lugu ini mampu menepis semua itu. Kulihat tangannya memegang hp nya dan kulihat, dia beberapa kali meneleponku. Aku baru ingat belum mengembalikan nada dering hp ku, kulihat Maya meneleponku sebanyak 31 kali.
Astaga, aku benar-benar tidak menyadarinya.
Tapi kenapa Maya bisa sampai tidur di ruang tamu? Aku lalu mencoba melihat rekaman CCTV, kuputar ulang sampai dimana Maya pulang ke rumah. Dan saat melihat rekamannya membuat emosiku sedikit naik, karena Maya ternyata pulang bersama pak Bogo.
Kulihat Maya dulu yang masuk lewat pintu depan dan memeriksa apa ada aku dirumah, dia juga memeriksa garasi. Setelah yakin, dia buka pintu belakang yang dimana Pak Bogo menunggu. Dan ya, mereka langsung telanjang bulat dan berciuman. Pak Bogo lalu masuk ke kamar mandi dan Maya mengambil handuk di kamar.
Lalu Maya masuk ke kamar mandi dan disitulah mereka lagi-lagi berhubungan badan dibawah guyuran shower kamar mandiku.
Cukup lama mereka berhubungan intim sampai 20 menit. Lalu pak Bogoorgasme bersamaan dengan istriku dan seperti biasa, istriku mengisap penis pak Bogo lalu pak Bogo menyusu payudara istriku.
Setelah itu pak Bogo pergi lewat pintu belakang dan istriku lanjut untuk mandi.
Selesai mandi, Maya lalu berpakaian dan berkutat dengan hp nya. Mungkin itu telepon pertama yang ia lakukan padaku sampai 31 kali. Dia berjalan ke ruang tamu dan duduk disofa. Dia terus menelepon sampai akhirnya dia mengetikan sesuatu.
Lama kelamaan Maya berbaring sambil meneleponku yang tak diangkat-angkat sampai dia tertidur seperti ini.
Mungkin karena Maya terlalu lelah setelah dari sore dipaksa melayani hubungan seks 4 orang sekaligus.
Aku lalu melihat ada 1 pesan masuk, dan itu dari Maya. Kurasa itulah maksud dia mengetikan sesuatu di HP nya di rekaman CCTV tadi. Kubuka pesannya dan kubaca.
-
Pa? Papa dimana? Cepat pulang ya, Pa. Mama sendirian. Kalau bisa beliin air jahe, Pa. Dingin. Mama juga ngantuk, mau tidur sambil meluk papa. Cepat pulang ya, sayang. Love you.”
-
Membaca itu membuatku haru. Aku tak tahu harus berkata apa, benar-benar tak harus berkata apa. Kulihat Maya sedikit menggigil dalam tidurnya dan waktu kupegang tubuhnya, dia memang kedingingan. Sedangkan tubuhku panas karena air jahe dari Frieska tadi.
Aku lalu mengangkat Maya dan membawanya ke kamar kami. Kubaringkan dia dengan perlahan, dan aku membuka bajuku karena aku merasa tubuhku benar-benar panas. Dengan lembut aku memeluk istriku ini dan menghangatkan tubuhnya dari panas tubuhku.
Selama memeluknya aku terus mengelus pundaknya. Dan tetes demi tetes air membasahi wajahnya. Dan itu adalah air mataku. Air mataku yang jatuh menetes dipipi istriku.
Bisa dibilang aku menangis walau aku tidak sampai terisak. Air mata ini terus mengalir membasahi pipi Maya dan sedih mengingat apa yang menjadi masalah pikiranku untuknya.
Aku memeluknya erat dan mencium keningnya.
“Berhentilah Maya....” kataku pelan, “Jangan biarkan aku mencapai titik terendahku lagi.... sebelum kau bertemu denganku dulu....”
Aku tersenyum dan mengelus pipi Maya.
“Aku tak ingin membunuh orang lagi.... Aku tak mau menjadi pembunuh.... didepan matamu....”
Setelah mengatakan itu.... aku tidur terlelap bersama istriku.

================

Part 8
Pagi ini aku bangun lebih awal disaat udara sejuk menusuk tulangku.
Kudengar suara hujan diluar, seakan menyambut pagi kali ini. Dan saat kubuka mataku, aku melihat Maya masih tertidur, memelukku erat sampai-sampai kakinya mengunci gerakan pinggangku.
Kulihat jam masih menunjukkan pukul 5.55 pagi, biasanya di jam segini Maya sudah bangun dan mempersiapkan pelayanannya sebagai istri.
Kutatap wajah istriku.
Ada perasaan marah dan kecewa saat mengingat kelakuannya yang sangat hina bagiku. Bercinta dengan pria lain selain diriku, bahkan merendahkan derajat dan harga dirinya demi kepuasan seksual yang dia miliki.
Namun.... ketika melihat wajahnya yang tertidur ini membuat semuanya surut.
Kasihan.... aku benar-benar kasihan kepadanya.
Sedih.... aku benar-benar sedih kepadanya.
Alasanku kasihan padanya karena aku tahu trauma yang ia miliki hingga membentuknya menjadi wanita ekshibisionis seperti ini. Lalu alasanku sedih kepadanya.... betapa dia tak mampu menahan semua itu, dan melepaskannya kepada pria yang bukan suaminya.
Hanya saja. Apakah Maya juga memiliki rasa kasihan dan sedih kepadaku dari sisinya sebagai seorang istri?
Tapi itu kupikirkan saja belakangan.
Melihat dia tertidur dengan wajah lelah seperti ini mampu membuatku mengerti betapa terkuras tenaga yang ia miliki saat melayani 4 pria sekaligus kemarin malam.
Aku tak tahu kenapa aku masih membiarkannya.
Apa karena aku menyayanginya? Apa karena itu kah aku membiarkannya mendapatkan kepuasan seksual yang tak bisa ia dapatkan dariku?
Bisa jadi, atau tidak.
Dia semakin erat memelukku dalam tidurnya. Dan aku juga membalas pelukannya untuk memberinya kehangatan walau aku sendiri sebenarnya kedinginan.
Aku memandang istriku lagi, dan tersenyum. Disaat aku mengingat betapa lugu dan lucunya dia disaat masalah ini belum menimpa kehidupan rumah tangga kami. Aku mendekat dan mencium pipinya, dan lanjut mencium keningnya, berkali￾kali.
Sepertinya karena itu aku mengganggu tidurnya, karena dia terbangun dan melihatku masih sempat mencium keningnya yang terakhir kali.

“Gio....” Maya tersenyum, memejamkan matanya dan mengelus bibirku dengan keningnya itu.
“Pagi, sayang,” balasku pelan.
“Udah pagi ya?”
“Ya,” aku mengusap-usap lengan tangannya.
“Jam?”
“Mau jam 6.”
Maya sepertinya kaget dan mau beranjak, tapi aku menahannya untuk berbaring lagi dan kupeluk erat.
“Mama mau bikin sarapan untuk papa....”
“Sudah, nanti saja. Kamu masih ngantuk bukan?”
“Hujan lagi ya....”
“Iya, adem jadinya. Kamu tidur saja dulu ya, kamu benar-benar kelihatan letih...”
“Hm,” dia tersenyum dan tampak senang saat aku memeluk untuk menghangatkannya, “Tadi malam pulang jam berapa?”
“Pas hujan reda papa langsung pulang, maaf ya ga liat HP. Papa ga sadar mama menelpon.”
“Mama sendirian tau,” dia mulai cemberut.
“Kalau sekarang?” kupertemukan keningku ke keningnya dan tersenyum.
“Langsung main bujuk aja,” mulutnya manyun.
“Bodo,” aku mengecup bibirnya sekali.
“Dasar,” dia menahan tawanya, menutup matanya dan mencium bibirku.
Kuterima ciuman itu dan merasakan betapa lembutnya bibir Frieska. Aku bisa mengingat kelembutan ciuman itu dan..... hei? Kenapa aku malah memikirkan ciumanku dengan Frieska kemarin malam? Kan aku lagi berciuman dengan istriku!
Tapi, memang tak bisa kusangkal. Bibir Frieska benar-benar lembut. Sebuah bibir yang berwarna merah muda, lembut dan katanya bibirnya itu pernah menghisap penis pria.
Hei tunggu-tunggu! Menghisap penis? Aku jadi teringat sesuatu dan ingin kupastikan!
Kulepas ciumanku dan bertanya kepada istriku.
“Maya,”
“Iya?” dia tersenyum dan mengelus pipiku.

“Kemarin kamu mandi nggak?” kutanyakan ini dulu untuk basa-basi, karena aku tahu kemarin dia mandi dari CCTV setelah selesai bercinta dengan pak Bogo.
“Iya. Kenapa?”
“Udah sikat gigi belum?”
“Belum. Memangnya bau ya mulut mama?” dia mencoba mencium aroma mulutnya sendiri, “Tuh, enggak kok.”
“Oh, enggak,” aku tersenyum dan memeluknya, “Tidur lagi yuk, mumpung hujan.”
“Hm,” Maya tersenyum dan memelukku lagi dengan erat.
Lalu istriku ini dengan cepat tertidur kembali.
Dan aku merasakan mual yang tak bisa kutunjukkan kepada istriku.
Aku tidak masalah dengan mulutnya itu semisalkan mulutnya bau karena belum gosok gigi. Yang jadi masalah adalah..... MULUTNYA ITU BELUM DICUCI
SEHABIS MENGHISAP PENIS-PENIS PRIA TUA KEMARIN!!
Mandi sih iya, tapi itu seperti membilas saja bagian mulutnya.
Dan aku berciuman.... dari bekas penis-penis yang menyodok mulut istriku.
“GUURRRBBHH!!” dan aku benar-benar mual telah menodai mulutku dengan kuman-kuman dari penis pria yang menempel dimulut istriku.
Terlebih lagi membayangkan ‘Rambut Keriting’ yang ada di kelamin pria-pria tersebut.
Sial!
*****
Kami berdua bangun tidur tepat di jam 9, dan kudengar diluar rumah masih menyisakan gerimis yang menggoda. Sekarang aku asyik bersantai dan ‘Membasuh’ mulutku dengan kopi mengingat kejadian tadi. Sementara Maya sedang memasak sambil memainkan ponsel nya.
Aku juga melihat ponselku, untuk melihat apa yang dilihat istriku lewat CCTV tersembunyi di dapur. Kulihat dia mengettikkan sebuah pesan didalam sebuah aplikasi chating. Heh, aku tahu, dia pasti mau memberitahu kalau tidak aman bagi pria-pria lendir tua kemarin untuk kesini karena aku ada dirumah.
Istriku meletakkan hp nya di meja dan lanjut memasak. 2 menit kemudian dia memanggilku.
“Pa, ini sarapannya. Mama mandi dulu ya.”
“Iya.
Maya masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk dan saat keluar dia langsung menuju kamar mandi. Dan itulah saatnya aku beraksi untuk memeriksa chat istriku.
Seperti yang kuketahui kemarin dari perbincangan istriku di rumah pak
Bazam. Kurasa dia masuk ke dalam sebuah group chat yang dimana berisi Maya beserta pria-pria jahanam itu.
“Sial! Dipassword!” keluhku.
Cerdik juga Maya memberi password didalam sebuah group bernama ‘Alumni SMA’. Aku tahu ini hanyalah kamuflase, group alumni macam apa juga yang isinya hanya 5 orang saja? Aku tahu 1 orangnya adalah Maya dan 4 orang lainnya adalah orang-orang itu.
Bahkan Maya mengubah nama mereka dengan nama-nama wanita. Klasik sekali caranya. Kulihat juga ada 12 notifikasi yang tak bisa kubaca di group itu, ingin kubaca tapi aku sendiri tak tahu passwordnya apa.
Kutaruh hp istriku kembali di tempatnya dan memikirkan cara bagaimana menembus password tersebut.
Cara yang mudah adalah istriku lupa mengunci hp nya, lalu dia melakukan aktivitas lain meninggalkan hp nya yang menyala itu, baru lah habis itu aku bisa melihat isinya dan kukutuk semua isi-isinya!...... dalam hati. Hanya saja kesempatan itu sangat langka, istriku tak bisa lepas dari benda ini, karena benda ini juga merupakan hiburannya selama di desa ini untuk berselancar di internet.
Tunggu, hiburan? Ah! Mungkin ini ide yang bagus.
Selama tinggal di desa ini aku tak pernah mengajak Maya dan anakku jalan￾jalan. Kurasa ide yang bagus untuk mengajak istriku jalan-jalan hari ini, sekali-kali memanjakan istri.
“Oh iya,” aku mengingat sesuatu.
Aku mengingat janjiku kepada Frieska, dan kurasa aku harus mengatur jadwal pertemuanku dengannya hari ini. Sebuah pertemuan untuk membahas solusibagi istriku. Kuambil ponsel ku dan segera menghubunginya.
“Halo,” sapanya disana.
“Halo,” aku lega karena dia cepat mengangkatnya, “Fris. Apa nanti siang atau sore kita bisa bertemu? Untuk membahas solusi itu?”
Tak ada jawaban yang membuatku memanggilnya lagi.
“Fries?”
“Aku tak mau menjawabnya kalau kau masih memanggilku seperti itu.”
“Maksudmu?” aku bingung.
“Lupa dengan panggilanku?” suaranya mendadak galak.

“Oh....” aku menggaruk kepala, “.... Mpris?”
“Iya?” sekarang suaranya mendadak lembut.
“Jadi.... seperti yang kutanyakan tadi.”
“Terserah kamu saja. Aku banyak waktu luang hari ini.”
“Kalau begitu nanti kuhubungi lagi untuk kapan waktunya.”
“Kenapa tidak sekarang saja?”
“Kalau sekarang aku....”
“Udah sarapan?” potongnya.
“Ini sekalian.”
“Good.”
“Jadi sekarang aku....”
“Udah mandi?” potongnya lagi.
“Belum, kamar mandiku lagi dipakai istriku.”
“Kenapa tidak mandi bareng saja sama istrimu?”
“Tidak kepikiran tadi,” iya juga ya kupikir-pikir, tapi kalau aku ikut mandi maka tak ada kesempatan ini.
“Mau mandi bareng denganku?”
“Kau sedang bercanda?”
Kudengar Frieska seperti sedang menahan tawanya, “Yaudah. Jadi kenapa ga bisa sekarang?”
“Aku berencana mengajak istriku jalan-jalan.”
“Jalan-jalan?”
“Kupikir aku ingin menyenangkan dirinya hari ini.... aku tak pernah mengajaknya jalan-jalan di daerah ini selama kami tinggal disini.”
“Oh....”
“Kuharap itu bisa membantu sedikit agar dia bisa mengubah perilakunya...” katanya dengan harapan kecil.
“Naif.”
“Aku tahu.”
Kudengar Frieska menghela nafas dan juga berbicara dengan suara pelan,
“Kamu kenapa bisa sebaik itu sih....”
“Baik?” aku tak mengerti maksudnya.

“Terlalu baik hingga menjadi bodoh seperti ini....”
“Bodoh..... hm, ya aku tak akan menyangkal. Tapi yang baiknya itu, aku tak pernah merasa kalau aku ini adalah orang baik.”
“Dasar bodoh....”
“Kau boleh menghinaku sepuasnya.”
“Ya sudah...... have fun....”
“Kenapa suaramu seperti orang lagi sedih begitu?”
“Kau meneleponku disaat aku menonton berita sedih di TV.”
“Memang ada berita apa?”
“Badak Jawa melahirkan.”
“Apa?”
“Udah. Kututup.”
Telepon terputus dan aku bingung bukan main sambil memandang hp ku. Di bagian mana manusia harus sedih saat melihat seekor badak melahirkan?
Ah sudahlah. Tuh cewek memang aneh. Mungkin dia adalah wanita pertama di dunia ini yang sedih melihat Badak Jawa melahirkan.
Aku lalu mau memakan sarapanku. Tapi tiba-tiba aku ditelpon Frieska lagi, dan aku segera mengangkatnya.
“Halo?”
“Nanti hati-hati di jalan ya? Pake jaket juga tuh, kan dingin. Jangan lupa makan kalau kalian jalan-jalannya sampai siang nanti. Oke?”
Aku terdiam dan alisku mengkerut.
“Kau sedang latihan menjadi emak-emak atau gimana?”
“Cerewet!”
“Habisnya kau....”
“Udah! Tutup!”
“Oh, oke.”
Kumatikan telepon dan hendak memakan sarapanku. Tapi lagi-lagi Frieska meneleponku.
“Kok ditutup sih!!!” dia terdengar kesal.
“Bukankah tadi kau memintaku menutup telepon....” balasku dengan wajah datar.
“Aku kan sudah mengingatkanmu dari tadi! Masa ga dibalas?
Mengingatkan?”
“Makan! Mandi! Dan lain-lain!”
“Oh.... kau mau aku membalasnya?”
“Atau mau kupasang tarif untuk itu?” dia malah mengancam, makin aneh nih anak.
“Astaga....”
“Ingetin balik! Baru tutup!”
Dari pada sarapanku tertunda terus lebih baik kuturuti saja maunya.
“Oke, Mpris. Jangan lupa makan, jangan lupa mandi, dan jangan lupa bernafas. Oke?”
“Iya!!” nada suaranya terdengar begitu senang bukan main.
“Kau kayaknya bahagia sekali,” tanyaku dalam kebingungan.
“Aku habis menonton berita bahagia di TV!”
“Memang ada berita apa?”
“Badak Jawa nya mati!”
“Hah?” aku kaget bukan main.
“Hehehe, daaaah.”
Telepon terputus dan ini untuk kesekian kalinya aku bingung dengan sikap wanita 1 itu. Tadi Badak Jawa nya melahirkan dia sedih, lalu Badak Jawa nya mati dia malah bahagia. Benar-benar nih anak, TV mana sih yang menayangkan berita itu?
*****
Akhirnya aku dan Maya jalan-jalan ke pusat kota kecil daerah ini yang sekiranya mampu untuk menghiburnya. Kami menggunakan mobil sewaan yang letak sewanya tak jauh dari desa ini menggunakan sepeda motor.
Dan ternyata Maya juga ada urusan nanti siang. Yang pasti urusannya melegakan hatiku. Dia berkata kalau Farin dan ibu-ibu didesa nanti siang mau datang ke rumah untuk membicarakan masakan konsumsi saat festival nanti, sekalian bersilahturahmi, memasak cemilan kecil-kecilan sebagai teman obrolan.....
atau bergosip, aku yakin gosip menjadi salah 1 agenda para wanita nanti sebagai bahan obrolan.
Jadi, dengan banyaknya orang-orang dirumah nanti bisa membuatku tenangsaat pergi menemui Frieska nanti. Ke 4 orang itu tak mungkin akan datang menemui istriku dirumah, dan istriku juga tidak akan mungkin meninggalkan tamu-tamunya.
Setidaknya aku bisa lega hari ini, jadi sekarang aku bisa fokus untuk membahagiakan istriku.

Dan untuk membahagiakan wanita itu sederhana, salah 1 nya ya bayarin saja barang-barang belanjaannya.
“Papa!” Maya begitu senang menunjuk case HP yang sesuai dengan hp nya.
“Boleh,” aku tersenyum.
“Papa!” Maya menunjuk tas wanita.
“Boleh.”
“Papa!” Maya menunjuk alat-alat kosmetik.
“Boleh.”
“Papa!” Maya menunjuk Tupperware.
“Boleh.”
“Papaaaaa!!” Maya menunjuk jam tangan wanita.
“Boleh! Ambil mana saja yang kamu suka!”
Semua yang dia tunjuk dengan semangat itu aku perbolehkan dan aku bayar semua. Dia terus menunjuk apa-apa saja yang mau ia beli sampai akhirnya dia menunjuk sesuatu.
“Papa!!” Maya menunjuk toilet umum.
“Gimana cara membawanya?” aku kaget setengah mati, “Penjualnya siapa????”
“Apanya? Mama kebelet pipis!! Pegangin!”
“Oh....”
Syukurlah. Kukira Maya memintaku membeli toilet umum ini. Apa faedahnya juga membeli bangunan ini dan membawanya ke rumah? Setelah Maya mengoper kantong belanjaannya kepadaku, dia segera pergi ke tempat itu. Dan kulihat ada seorang pria tua dan pria gemuk yang bersantai di tepi toilet itu memperhatikan istriku. Setelah istriku masuk, mereka berdua seperti membicarakan sesuatu diselingi tawa dan gerakan tangan seolah mengangkat payudara.
Ya, kurasa mereka membicarakan dada istriku. Meski Maya memakai kaos yang dipadu dengan rok, tapi dada nya yang ‘Memberontak’ itu masih bisa terukir indah dibalik rajutan kaos yang ia kenakan. Ini foto Maya tadi yang sempat kuabadikan saat Maya menungguku selesai memarkirkan mobil.
-
Setelah itu Maya keluar dari toilet dan ke 2 pria itu masih memperhatikan istriku. Maya menghampiriku dan berbicara.
“Nonton ke bioskop yuk pa? Habis itu makan, lalu pulang,” usulnya.
“Boleh. Mama saja beli tiketnya ya? Papa mau masukin dulu ke mobil,” aku mengangkat barang-barang belanjaannya.
“Iya,” dia tersenyum.
Aku dan Maya berbagi tugas. Aku menaruh barang dulu, sedangkan Maya membeli tiket bioskop untuk kami berdua. Setelah menaruh barang, aku kembali ke bioskop. Dan jangan mengira bioskop disini mewah, tidak. Gedungnya hanya gedung tua dengan atap seng karatan seadanya. Yah, sangat jauh berbeda dengan bioskop￾bioskop di kota. Namun bioskop ini memang hiburan warga-warga daerah sini, itu bisa dilihat begitu ramainya orang mengantri tiket disitu.
Kucari istriku dari luar pembatas dan tak susah menemukannya, karena hanya istriku yang begitu mencolok pakaiannya.
“Hei? Kenapa itu?” batinku.
Aku melihat pria tua tadi tepat dibelakang istriku, sedangkan pria gendut itu dibelakang sang pria tua. Kulihat pria tua menoleh ke belakang dan tertawa bersama pria gendut. Lalu pria tua itu kembali menoleh ke depan, dan.... hei, dia terlalu memepet tubuh istriku dari belakang.
Sedangkan kulihat Maya mengulum bibir nya dan menoleh sedikit ke belakang, ia melihat bagian bawah yang tak bisa kulihat karena kerumunan, setelah itu istriku memandang pria tua tadi.
Pria tua lalu memberikan secarik kertas dan diterima istriku. Istriku kembali menoleh kedepan untuk membaca kertas yang ia pegang.
Selesai membacanya istriku kembali menoleh ke belakang dan tersenyum tipis. Pak tua itu alisnya naik turun, sedangkan Maya kembali menoleh ke depan. Pak tua dan pria gendut sepertinya celingak-celinguk seperti mengamati situasi. Setelah itu pak tua memberi isyarat sama pria gendut dan dijawab dengan anggukan kepala. Lagi-lagi aku melihat pria tua itu memepetkan tubuhnya, seolah￾olah dia terdorong oleh sesaknya antrian.
Lalu kulihat istriku membuka sedikit mulut dan menggigit bibir bagian bawahnya.
Hei! Apa pria tua itu menggesekkan penisnya di pantat istriku? Karena sekarang kulihat perlahan-lahan badan pria tua itu naik turun.
Kalau iya, ini nekat sekali! Bahkan istriku sepertinya tidak melakukan perlawanan. Aku berusaha untuk melihat dari dekat dalam kerumunan ini. Butuh usaha namun aku berhasil, tapi tetap saja aku tidak bisa melihat jelas apa yang dilakukan pria tua itu kepada istriku dari bawah.

Untung saja otak ku tidak bodoh-bodoh amat. Aku mencari akal dengan cara menjatuhkan uang recehanku ke bawah, meski dalam keramaian ini. Tentu saja orang-orang yang berkumpul seperti ini akan memaklumi dan memberiku gerak ruang.
Kulakukan dan aku berjongkok untuk memungutnya. Dan benar, para pengunjung lain memberi gerak ruang untukku agar bisa memungut bendaku yang jatuh. Dan karena renggangnya ini, maka aku bisa melihat apa yang terjadi dibagian bawah.
Dan betapa kagetnya aku melihat pria tua itu benar-benar menggesekkan penisnya yang masih didalam celana ke pantat istriku.
Aku tentu saja akan marah kalau istriku mengalami pelecehan seperti ini di tempat umun. Namun rasa amarah itu tak muncul karena rasa tak menyangka ku.
Kulihat bukan pria tua itu yang menggesekkan penisnya ke pantat istriku.
Justru pantat istriku yang naik turun untuk menggesek penis pria tua itu dengan pantatnya.
Tangan pria tua itu bahkan sampai memainkan paha istriku dan hampir mengangkat rok yang istriku gunakan. Tapi tangan pria tua itu ditepis oleh tangan istriku, mungkin dia masih sadar kalau ini tempat umum dan begitu banyak orang.
Tapi sebagai gantinya, tangan istriku yang ke belakang itu mengelus selangkangan pria tua tadi, lalu pantatnya kembali berdansa untuk menggesek penis pria tua itu.
Gila! Maya benar-benar gila!
Dan kegilaan istriku ini membuatku terpaku menikmatinya. Sial! Selalu saja begini.
“Mas, kok lama?” kata orang dibelakangku.
“Oh, maaf,” aku kembali berdiri.
Untung saja suara orang dibelakangku mengembalikan akal sehatku. Aku lalu melihat pria tua itu tertawa kecil bersama pria gendut dibelakangnya, sementara istriku dada nya naik turun dengan irama nafas yang tersengal, seolah dia menahan nafsunya untuk ini.
Aku tak bisa membiarkan istriku seperti ini. Dengan segera aku berjalan ke samping melewati kerumunan dan memanggil istriku.
“Maya!”
Istriku tersentak begitu juga pria tua dan pria gendut tadi. Punggung istriku kembali tegak sementara pria tua tadi agak mundur ke belakang. Maya menoleh ke belakang melihatku menghampirinya.
“Disini rupanya.”
“O-Oh iya,” istriku sedikit gagap.

Aku lalu berdiri dibelakang istriku untuk melindungi bagian belakangnya.
Aku tak perlu melihat ke belakang, tapi aku merasa pria tua dan pria gendut kesal dengan tindakanku ini.
“Ramai begini, gimana kalau nanti saja nontonnya?” usulku untuk ‘Menyelamatkan’ istriku dari tempat ini.
“Udah deket loh,” istriku menunjuk loket.
Sial! Kalau begitu ini akan menjadi susah. Setelah membayar tiket, istriku katanya hendak kembali ke toilet sebentar. Dan kali ini aku menemaninya dari belakang. Kulihat ada sebuah cairan yang mengalir turun dari paha istriku, aku tentu saja kaget melihatnya. Apakah tadi dia terangsang saat dilecehkan seperti tadi? Jadi sekarang celana dalamnya basah dong!
Disaat dia mau memasuki toilet, Maya meremas kertas yang tadi diberikan pria tua itu dan membuangnya ke tong sampah. Maya masuk dan aku hendak memungut kertas tadi. Kulihat situasi dulu. Cukup aman, maka segera kuambil remasan kertas tadi. Aku bersandar di dinding dan membuka remasan kertas itu dan membaca apa yang tadi dibaca oleh istriku.
“BISPAK?”
Mataku membulat membaca itu. Ternyata pak tua itu bertanya menggunakan kertas ini, dan kurasa.... Maya sudah memberikan jawabannya dengan kelakuannya tadi saat mengantri.
Astaga Maya! Bahkan kau berani melakukan hal ini terhadap orang yang tak kau kenal! Dan kenapa kau menyambut pertanyaan itu dengan jawaban yang pasti, seolah kau mengiyakan kalau kau memang wanita yang BISA DIPAKAI!! (Bispak)
Tapi kenapa pria tua tadi bisa menyangka Maya bispak ya?
“Di hotel saja yuk mainnya.”
“Yuk.”
Aku mendengar suara pria dan wanita didekat toilet ini. Aku mencoba melihat dan melihat seorang pria dan wanita yang tak kukenal asyik berciuman. Setelah itu sang pria melepaskan ciumannya dan memberikan sejumlah uang kepada sang wanita. Wanita itu menerimanya dan tersenyum. Setelah itu mereka pergi dan tangan sang pria terus menerus meremas pantat wanita itu.
Dan kalau kulihat-lihat.... pakaian wanita itu hampir mirip dengan pakaian istriku. Yang kumaksud adalah, hanya memakai kaos dan rok. Persis seperti yang dipakai istriku. Lalu kulihat ada seorang pria datang lagi dan berkata.
“Bispak?”
“Ya.”
Dan muncul seorang wanita dari belakang toilet, dan sama. Dia juga memakai pakaian yang sama seperti Maya dan wanita tadi. Lalu kulihat pria itu berbicara dengan sang wanita. Pria itu lalu menepuk pantat wanita itu dan berbicara.

Main di kos saja yuk, hehehe.”
“Yuk, tapi...”
“Tenang saja,” pria itu mengeluarkan sejumlah uang.
Setelah itu pria dan wanita itu pergi. Aku penasaran, apakah ke 2 wanita itu pelacur? Demi menuntaskan rasa penasaranku maka aku keluar dari balkon toilet ini dan berjalan ke samping menuju belakang. Dan saat sampai, aku terdiam. Karena aku melihat puluhan wanita disitu sedang asyik duduk, berbicara, bahkan ada yang berdandan. Lalu pakaian mereka sama seperti ke 2 wanita tadi, memakai kaos dan rok.... PAKAIAN YANG SAMA SEPERTI ISTRIKU!
“Kenapa, Mas?” salah 1 nya melihatku.
“Oh, enggak.”
“Mau ngentot?” salah 1 nya bertanya dan tertawa bersama teman-temannya.
Wanita yang tadi juga tertawa dan kembali menatapku.
“Tarif kami sama semua, mas. 300 ribu.”
“Tidak. Terima kasih. Maaf mengganggu,” dan aku buru-buru pergi.
Dan ternyata benar! Ternyata di belakang toilet ini tempat mangkal para lonte! Dan dari outfit mereka..... kurasa itulah jawaban kenapa pria tua dan pria gendut tadi menyangka istriku Bispak. Kurasa ‘BISPAK’ itu kata kode untuk mencari pelacur di daerah ini!
“Yuk, pa.”
Aku melihat Maya sudah keluar dari toilet sambil membetulkan posisi rok nya. Dan aku kaget, aku bisa melihat puting istriku yang menegang!
Apa dia tidak memakai BH dari rumah?!!!
“O-Oh, yuk...” kataku.
Aku dan istriku kemudian berjalan. Aku melirik dan memang puting mencuat, dan aku masih punya kecurigaan lain. Yaitu saat mengingat betapa mudahnya air 1dari vagina istriku merembes di pahanya. Aku lalu menepuk pantat istriku dan mengelusnya, istriku tentu saja kaget dan menatapku.
“Papa! Ini kan tempat umum!”
“Udah lama papa tak melakukannya.”
“Huh!” dia sebal dan mencubit perutku.
Dan aku terdiam. Disaat aku meraba pantat istriku tadi, sama sekali aku tak merasakan guratan celana dalamnya. Itu artinya.... MAYA SAMA SEKALI TIDAK MEMAKAI PAKAIAN DALAM SEDARI TADI!!

Aku terperangah melihat Maya. Dia benar-benar nekat dan berani untuk ini.
Kurasa pria tua tadi juga sadar kalau Maya tidak memakai pakaian dalam, itulah kenapa dia sampai menghampiri istriku dan bertanya dengan selembar kertas.
Kurasa pak Tua dan pria gendut tadi bahagia saat istriku berkelakuan layaknya bispak. Itu berarti mereka mendapatkan bispak putih bersih, itu kupikirkan karena saat aku melihat lonte-lonte tadi..... sangat bisa dibilang tak sedap dipandang.
Putih sih muka-muka mereka. Tapi pergelangan tangan dan lehernya hitam....
kurasa semua orang juga tahu artinya apa. Dan kalau dibandingkan dengan istriku yang putih, bersih, terawat, manis, tentu saja mereka semua akan kalah.
Apalagi kalau membayangkan istriku bekerja sebagai lonte disini. Tentu saja dia akan terus kedatangan pelanggan, dan akan diistimewakan karena dia yang paling spesial. Dan kalau karirnya ini terus ditekuninya, aku yakin suatu saat nanti istriku akan mendapatkan gelar, RATU LONTE!!
Tapi sebentar? Kenapa aku memikirkan ini? Sial!! Otak bodohku mulai mengkhayal yang aneh, lagian aku mana rela melihat istriku bekerja sebagai lonte dan mendapatkan gelar RATU LONTE seperti itu.
Aku dan istriku mulai memasuki bioskop tua ini dan beberapa orang sudah ada didalam. Penjaganya juga kulihat malas-malasan, asyik mengisi TTS dan membiarkan saja orang-orang masuk ke dalam studio tadi. Namanya juga bioskop usang nan murah, pelayanan apa juga yang mau diharapkan?
Aku dan istriku duduk, dan beberapa orang mulai masuk.
“Kenapa film ini sih, Ma?” aku duduk bersandar.
“Ga ada film lain, coba aja. Siapa tau seru.”
“Bagi papa serunya dibagian mereka berbicara.”
“Hihihihi.”
Dan film yang dipilih Maya tadi adalah film Thailand. Salah satu film dari negara Asia ini mampu membuatku tertawa disaat mereka berbicara dengan logat mereka, padahal itu film horor.
Aku bahkan membayangkan apabila ada orang Thailand marah kepadakumenggunakan bahasanya.
“APA KAU LIAT-LIAT!” teriakku.
Dan orang Thailand itu juga teriak.
“PANG TOK TUNG-TANG! TANG TING MO PUTANG INA MOO!!”
“BUAHAHAHAHA!!” dan aku malah tertawa, seketika hilang emosiku.
Beneran. Kalau hal itu terjadi.... aku benar-benar tidak akan bisa menahan tawaku, logat bahasa Thailand itu lucu bagiku. Jadi kalau orang Thailand itu marah menggunakan kata-kata, bukannya takut, seram atau apa, malah lucu bagiku.


Susah emang punya selera humor receh sepertiku.
Asyik menunggu film dimulai, lalu ada yang duduk disamping istriku. Dan ternyata itu adalah pria tua tadi! Istriku melihatnya dan kembali menghadap ke depan dengan wajah cukup tegang, sementara pria tua tadi senyum-senyum saja sambil melihat layar.
“Kenapa, ma?” tanyaku pura-pura tak tahu.
“Gak,” Maya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Film akhirnya dimulai dan didalam kegelapan ini. Aku tak berkonsentrasi menonton, dikarenakan ada pria tua yang menyangka Maya itu bispak duduk tepat di samping Maya.
Aku mencoba konsentrasi menonton. Sepertinya ini film drama yang sedih, karena sudah menampilkan adegan tokoh pria melayat di rumah duka. Akting nya bagus, pria itu masuk ke dalam rumah duka yang penuh suara tangisan. Dia terus masuk dan berhenti di depan peti mati. Wajahnya sedih melihat jenazah didalamnya, lalu dia berkata.
“Pa kai na sokhap!”
“Bwahahahaha!!” dan aku spontan tertawa.
“Papa!” Maya mencubit tanganku.
Sial! Dengan cepat aku menutup mulutku dengan tangan dan menahan tawaku! Ini memang salahku! Orang-orang di bioskop menatapku heran, mungkin mereka bingung kenapa aku malah tertawa di adegan sedih ini. Memang susah kalau punya selera humor receh sepertiku! Mendengar logat bahasa Thailand saja aku tertawa!
Akhirnya aku terus menonton dan sudah beberapa kali aku berusaha menahan tawaku mendengar suara yang logatnya lucu bagiku, mana ada adegan adiknya ketabrak lagi.
“Sssssshhh.”
Dan aku mendengar Maya mendesah tepat di menit ke 10. Aku tahu pria tua itu tak mungkin hanya duduk saja. Dengan cahaya seadanya dari layar aku sengaja memajukan tubuhku untuk memberi reaksi kejut bagi mereka berdua dan aku segera menoleh ke samping.
“Kenapa, Ma?”
“Oh, t-tadi mama kedingingan,” kata Maya sambil menarik rok nya ke bawah.
Aku lalu menatap pria tua yang sedang asyik memangku kepalanya dengan tangan kanan, dan tiba-tiba muncul tangan kiri nya yang sepertinya tadi ia tekuk.
Aku sudah curiga pasti tangannya itu sudah meraba istriku.... dan karena tadi rok istriku dibetulkan, maka aku yakin tadi dia mengusap paha Maya.

Aku kembali menonton dan memangku kepalaku dengan tangan kiri. Agar aku bisa melihat sekilas dengan apa yang terjadi kepada Maya yang duduk disebelah kananku.
6 menit berlalu, dan lagi-lagi aku mendengar lenguhan yang tertahan didalam mulut Maya. Aku tidak perlu memajukan tubuhku, aku hanya perlu menjelingkan mataku ke kanan sekejap.
Dan aku melihat Maya menutup mulutnya dengan tangan kiri. Tidak ada yang aneh, namun akan menjadi wajar saat aku melihat 1 jari muncul dari payudara kanannya itu.
Ternyata benar! Pria tua itu menggerayangi istriku dengan meremas payudara kanannya! Aku yakin itu karena aku bisa melihat ujung jarinya di area payudara istriku.
Sial! Aku mau saja mendampratnya, tapi yang kulihat istriku tidak melawan seakan menikmati. Lalu tangan kiri istriku itu digunakannya untuk menggeplak sesuatu di dada kanannya, setelah itu istriku tersenyum tipis walau matanya memandang layar bioskop.
Aku benar-benar resah disini. Demi ‘Menyelamatkan’ istriku maka aku mencoba mengajaknya berbicara agar aktivitas pria tua itu terganggu.
Maya meladeni obrolan kecil ku yang mengomentari adegan-adegan film ini.
Lalu aku melihat tangan pria tua itu menyelip di paha istriku dan memasukkan sesuatu ke dalam rok nya yang sempit karena terhimpit paha. Istriku sepertinya tahu tapi berpura-pura tidak tahu.
Pria tua itu lalu pergi yang sedikit memberiku kelegaan hati. Akhirnya dengan tenang aku bisa menikmati film ini, tentu saja sambil mencuri pandang ke arah istriku. Kulihat tangan Maya meraih sesuatu tadi dibalik rok nya dan ternyata itu secarik kertas yang terlipat kecil.
Kepala Maya lalu agak miring ke kanan seperti ingin membaca isi kertas itu.
Setelah itu Maya meremas kertas itu dan menyentilnya ke arah yang jauh dan membuatku tak tahu jatuh dimana kertas itu dalam kegelapan ini. Maya kembali menonton dengan tenang, sangat tenang.
Sampai akhirnya 3 menit kemudian Maya menoleh ke arahku.
“Pa, mama ke WC dulu ya?”
Mendengar itu membuatku berdebar-debar! Aku tak tahu kenapa Maya jadi doyan ke toilet hari ini, tapi aku yakin alasan dia mau ke toilet pasti ada hubungannya dengan kertas tadi! Kurasa itu seperti yang dilakukan pria tua itupertama kali, dia mengajak Maya keluar. Karena itulah pria tua itu keluar dan menunggu istriku menyusul!
Aku mengiyakan saja dan Maya segera berdiri dan keluar dari studio. Sial!
Walau tahu istriku akan berbuat nakal lagi kenapa aku bisa ‘Rela’ begini ya? Tapi aku juga tak mau diam disini!
6 detik saat Maya keluar dari pintu dengan cepat aku menyusulnya untuk membuntutinya!
“Nao Swadakidaaaap!!!” teriak aktor di film itu.
“Bwahahahaha!!” dan aku sempat-sempatnya tertawa karena itu! Sial!
Setelah aku keluar, aku celingukan mencari sosok Maya. Dan di kejauhan aku melihat pria gendut tadi menghilang dari balik pintu. Dengan cepat aku menyusul, aku berhenti di daun pintu dan mencoba mengintip.
DAN TERNYATA BENAR!!
Kulihat Maya sedang berjalan dan dirangkul oleh pria tua tadi, dan pria gendut ini menyusul dibelakang. Mereka seperti menuju lantai 2 gedung bioskop tua ini, yang membuatku juga buru-buru untuk menyusul merekam. Di lantai 2 mereka terus melanjutkan perjalanan mereka dan kulihat istriku tertawa dengan pembicaraan yang dia lakukan dengan pria tua disampingnya itu. Mereka terus berbicara sampai menaiki tangga menuju lantai 3.
Tentu saja aku menyusul mereka, lalu kuperhatikan lantai 2 ini begitulenggang. Mungkin lantai 2 ini sudah tidak terpakai lagi, kalau lantai 2 saja sudah tak terpakai. Bagaimana dengan lantai 3 nya?!
Lalu dilantai 3 seperti yang kuperkirakan. Benar-benar sepi! Aku melihat Maya terus berjalan dan berhenti di depan suatu ruangan. Lalu mereka ber 3 pun masuk ke dalam.
Perlahan demi perlahan aku berjalan. Setelah sampai ternyata ruangan yang mereka masuki adalah sebuah WC. Dan aku mendengar suara Maya dari sini.
“Mana janjinya?”
Sial! Ternyata di tempat ini mereka akan melakukan aksinya. Aku mencoba melihat ke dalam dan ternyata toilet ini memiliki sekat dinding, yang dimana harus masuk ke dalam lagi untuk masuk ke dalam toilet sesungguhnya.
Tapi bagaimana caranya aku mengintip dari depan?
Aku berusaha mencari cara. Disebelah toilet ini tak ada ruangan, dan tak ada juga ruangan lain untuk pembatas wc pria/wanita. Tapi diatas dinding ini ada sebuah kaca ventilasi seperti dirumahku, dan ada juga meja yang ditumpuk dengan meja lain.
Nekat, maka aku mencoba menaiki meja ini dan menaiki meja diatasnya lagi.
Lalu di ujung kaca ini aku mulai mengintip dan membulat mataku saat melihat ke dalamnya.
Kulihat pria tua tadi dengan wajah mesumnya asyik menggesek-gesekkan selangkangannya dipantat Maya. Sedang Maya tampak biasa sekali dari wajahnya, bahkan dia lebih mementingkan sesuatu dengan pria gendut di depannya.
“Nih, punyaku sama bapak ini!” pria gendut itu menyerahkan beberapa lembar uang.

Maya menerima uang itu dan menghitungnya, dengan kondisi dirinya masih dilecehkan dibagian pantatnya. Maya masih sibuk menghitung uang lusuh yang begitu banyak, terdiri dari uang 20 ribu, 10 ribu, itu bisa dilihat dari warna uangnya.
“Oke, pas!” Maya merapikan uang itu dan memasukkan uang itu ke dalam tas nya.
Hei! Ini tidak mungkin kan? Maya mau melakukannya demi uang?!!!!
“Hehehe kalau begitu, ayo!” pria gendut tampak semangat.
“Bapak!” Maya menampar pelan tangan pria tua di pinggangnya, “Gak sabaran amat sih?”
“Ayo! Hehehe!” pria tua itu tampak masih semangat menggesekkan selangkangannya di pantat Maya.
“Dia agak budek,” pria gendut tertawa, “Sebentar.”
Pria gendut menepuk pundak bapak itu dan memberi isyarat sesuatu yang membuat pria tua itu mengerti dan melepaskan gesekannya dipantat Maya.
“Gak ada tempat lain? Masa disini?” Maya bertanya sambil menaruh tas nya di wastafell.
“Ada, tapi dikuasai preman sini. Harus bayar, lagian bahaya.”
“Bahaya?”
“Biasanya mereka kasih gratis, kalau ceweknya cakep kayak mbak hehe.”
“Terus? Kesana aja kalau gitu,” ajak Maya.
“Bayarannya ya mbak. Kami emang dikasih gratis, tapi sebagai gantinya mbak yang lanjut dientot mereka. Itu bayarannya. Mereka ramai loh, mau? Ada lebih dari 10 perman disini hahaha.”
“Hmm, yaudah deh, disini aja.”
Kurasa itu keputusan bijak dari Maya. Melayani 4 orang yang bisa dibilang gangbang saja aku tak kuat melihatnya, apalagi preman-preman disini menurut penuturan pria gendut itu. Baik juga nih orang gendut.
Tapi dalam situasi ini.... salah tidak ya kusebut itu sebagai keputusan bijak?
“Ayo, dek! Bapak tak tahan!!” pria tua itu tampak nafsu melihat Maya.
“Iya iya, ya ampun, gak sabaran banget deh,” Maya manyun.
“Maklumin saja. Udah 5 tahun ga gituan,” kata pria gendut.
“Beneran?” Maya tampak kaget.
Pria gendut mengangguk, “Ngomong-ngomong pria tadi siapa, mbak?
Pelanggan mbak juga? Kok posesif gitu?”
“Suami saya.”

“Apa?” pria gendut kaget, “Jadi mbak udah punya suami?”
“Iya.”
“Tapi kok.... apa dia yang menjual mbak disini?”
“Hmm,” Maya tersenyum, “Langsung aja deh, biar cepet.”
Dan akhirnya adegan yang menegangkan bagiku terjadi. Kulihat Maya tidak membuka bajunya, tapi dia bersender di dinding dan tersenyum kepada pria tua.
“Silahkan,” ucap Maya.
Pria gendut menepuk pundak pria tua dan memberi isyarat. Mengerti maksudnya membuat pria tua itu langsung menyerbu istriku.
“Hihihi,” istriku hanya tertawa melihat kelakuan pria tua tersebut.
Pria gendut juga melakukan aksinya setelah membuka celananya yang berukuran jumbo dan.... Astaga.... ini kalau menertawakan penis orang dosa tidak ya? KECIL BANGET PENISNYA BIAR PUN UDAH TEGANG!!
“Emmm,” istriku saja sampai datar wajahnya melihat ukuran penis pria gendut ini.
“Iya saya tahu,” muka pria gendut tampak jutek sambil mengocok penisnya yang kecil itu.
“Hihihi.”
Lalu kulihat pria gendut itu berjongkok dan mengangkat rok yang Maya pakai, dan benar seperti dugaanku. Maya tidak memakai celana dalam! Sementara pria tua itu tampak tak sabar dan mengangkat kaos yang Maya pakai. Tanpa basa￾basi mulut pria tua itu langsung mencaplok puting kiri Maya.
Sial! Ini benar-benar menegangkan. Melihat istriku berhubungan seks setelah dibayar.
Pria tua tampak terkejut saat menghisap payudara istriku. Dia tarik mulutnya dari puting dan berkata.
“Susu!!”
“Iya, pak, susu,” kata pria gendut yang asyik memainkan bulu kelamin istriku.
“Ada susu!!” pria tua memencet payudara istriku hingga keluar susu putih dari putingnya itu.
Pria gendut kaget dan melihat istriku, “Udah punya anak mbak?”
“Iya,” Maya tersenyum dan menonjolkan payudara kirinya kepada pria tuadan digoyang-goyangkannya, “Ayo, nenen.”
Pria tua itu segera melahap payudara istriku dan aku tak percaya mendengar kalimat Maya yang menawarkan payudaranya terhadap orang yang tak dikenalnya.

Pria tua itu tampak bernafsu menghisap susu Maya sampai-sampai Maya menggigit bibir bagian bawahnya dan memegang kelala pria tua itu.
“Ssssshhhh, pelan-pelan....”
“Slrrrrpppp!!! Mmhhhh slrrrrpppp!!” sementara pria tua tak perduli, suara hisapannya yang bercampur liur itu menandakan kenikmatan yang ia rasakan.
Pria tua itu menarik tubuh Maya dari dinding dan terus menghisap susunya.
Sementara pria gendut sudah mulai mengobok vagina Maya.
“Ouuuhh!! Sssssshhhh,” Maya mendesis keenakan.
“Saya kira pepek Amoy tak ada bulunya, ternyata ada ya hehehe,” pria gendut terus mengocok vagina Maya.
“Mmmmmmhh ooohhh,” Maya melenguh dan berteriak kecil, “Aaaw!!!
Jangan digigit kuat-kuat dong pak!”
“Jangan kuat-kuat katanya pak,” pria gendut menepuk paha prua tua.
“Hehehehe slrrrpppp,” pria tua kembali menghisap susu Maya setelah menggigit putingnya tadi.
Tangan pria tua itu juga turun ke bawah dan memainkan bulu kelamin milik Maya.
“Ouuuuhhh, nngghhhhhhhhhhh,” Maya mendesah lagi.
“AAAAHH AHHHH AAAAAAAAAHHHHH!!” Maya mengerang keras
Dan SERRRRRRRR!! Air orgasme mulai mengalir deras dari vaginanya, ke dua lututnya bergegar-gegar dan hampir saja ambruk ke bawah kalau tidak ditahan pria tua yang memeluknya.
“Banjir,” pria gendut tertawa melihat genangan air orgasme Maya dilantai dan mengibas tangannya yang terkena ‘Air Kencing Kenikmatan’ itu.
“Aahhh......” Maya melenguh pelan dan tersenyum sambil menutup mata.Pria gendut lalu berdiri dan menghisap payudara kanan milik Maya, sedangkan puting kirinya juga masih dinikmati sang pria tua.
“Nnnnghhhhh,” kepala Maya keatas dengan mata terpejam, tangannya itu lalu memegang 2 kepala ‘Bayi Besar’ yang disusuinya itu.
“Slrrrrrrpppp!!!” pria tua kembali mengeluarkan suara hisapan nikmatnya itu.
“Slrrrrrrrpppp!!” begitu juga dengan pria gendut.
“Aaaaaaaahhhhhhhhhh,” mulut Maya sampai menganga, “Iyaaa, teruss. Iseep.
Nnnngghhhhhh, enaaaaaakkk! Ouuuuuhhhhh!”
Pria gendut yang puas menyusu lalu meremas dan menggoyangkan payudara Maya secara melingkar.
“Mantap!!! Susu murni dari sumbernya langsung.”
“Nnnnghhhhh,” Maya tersenyum dengan mata terpejamnya itu.
Pria gendut lalu mengajak Maya berciuman, sementara pria tua sekarang asyik menjilat-jilat leher Maya dan mengulum daun telinga Maya.

Pria tua lalu melepaskan diri untuk melepaskan celananya. Sementara pria gendut berbicara sambil meremas-remas payudara Maya.
“Yuk, mbak. Ngentot.”
“Yuk,” Maya tersenyum.
Maya lalu mencari lantai yang terbilang bersih bagi dirinya. Dia lalu berbaring dan mengangkang, dia tahan ke 2 kakinya itu dengan tangan. Lalu pria gendut mendekatinya.
“Sini,” Maya menepuk vaginanya sendiri dan tersenyum, “Masukin kesinikontolnya.”
“Hehehe iya, mbak.”
Aku benar-benar takjub, Maya benar-benar memberikan servis binal, tadi payudaranya. Sekarang dia sendiri yang menawarkan penis orang tak dikenal untuk memasuki vaginanya.
Dan seperti biasa, penisku juga ikut menegang melihat kelakuan istriku ini!
Pria gendut itu mulai bersiap melakukan pentrasi di vagina Maya dan istriku juga siap. Kemudian....... pria gendut itu terlihat kesulitan.
“Ayoo,” Maya menutup matanya.
“Sebentar, mbak.”
Maya lalu membuka pintu vaginanya sendiri dengan ke 2 tangannya, “Ayooo, memekku siap dimasukin nih.”
“Iya, mbak, sebentar....”
Pria itu benar-benar kesulitan. Sepertinya karena ukuran penis dan perut gendutnta itu, maka di posisi itu penisnya tak bisa melakukan penetrasi ke vagina Maya.... jangan kan melakukan penetrasi, ujung kepalanya saja tak sampai ke vagina Maya.
“Kok lama sih?” Maya membuka matanya dan melihat.
“Susah mbak....”
“Oh,” Maya tertawa karena mengerti maksudnya, “Hihihi yaudah.”
Maya lalu berdiri dan mengelus-elus penis pria gendut ini.
“Kurusin badannya, mas biar panjang hihi.”
“Kapan-kapan, ayo mbak.”
“Iya.”
“Hei! Bapak dulu dong!” pak tua protes.
“Sebentar pak, saya mau Try dulu.

Maya lalu membungkukkan badannya di depan pria gendut, ia buka lagi vaginanya dengan ke 2 tangannya dan menggoyang-goyangkan pantatnya. Sial kau Maya! Kenapa seksi sekali saat kau melakukan ini!
“Ayooo, sekarang pasti bisa,” ucap Maya.
Pria gendut lalu mendekati Maya dan Maya menghentikan goyangan pantatnya. Tangannya masih membuka lebar pintu vagina nya agar pria gendut itu mudah memasukkan penis ke dalam vaginanya. Masih agak kesulitan bagi pria gendut ini untuk melakukan penetrasi, sampai-sampai dia menekan punggung Maya dan menaikkan pinggulnya. Dan diposisi itu barulah dia bisa melakukan penetrasi.
“Wuuuhh!! Mantap sekali memekmu, mbak!!” ucap pria gendut saat berhasil melakukan penetreasi.
Maya hanya tersenyum, tapi saat ia menoleh kedepan, senyumnya itu hilang, wajah Maya tampak biasa saja. Seolah mengatakan penis pria gendut ini tak terasa di vaginanya. Pria gendut mulai memaju mundurkan pinggulnya yang membuat istriku kesusahan menjaga keseimbangan. Wajar saja itu terjadi karena tubuh istriku jauh lebih kecil dari pria yang menggenjotnya.
Tapi tampaknya ada bantuan. Pria tua tadi menopang tubuh istriku dari depan dan menahannya. Istriku tersenyum mendapatkan bantuan dan ia pun mencium pria tua ini seolah-olah itu adalah hadiah.
“Mantap, pak!!” ucap pria gendut yang begitu semangat menggenjot vagina istriku.
“Apa katanya?” tanya pria tua kepada Maya.
Maya membisiknya dan tersenyum. Sementara pria tua itu tampak sebal kepada pria gendut.
“Gantian kalau nikmat!”
“Sebentar, pak! Enak banget nih memek! Kayak dipijit-pijit!”
“Hihihi,” sementara istriku hanya tertawa.
Kulihat pak tua itu masih bersabar, ia lalu berjongkok dan menghisap payudara istriku itu. Dan baru sekarang istriku mendesah saat payudaranya dihisap, padahal sedari tadi dia digenjot namun tak mendesah sama sekali.
“Oohhhhhh ngggggg,” Maya mengelus kepala pria tua yang asyik menyusu.
Pria tua itu tampaknya tak tahan mendengar suara desahan seksi istriku tersebut. Ia berdiri menghampiri pria gendut, sementara istriku menahan tubuhnya sendiri dengan dinding.
“Gantian!”
“Adoooh, pak! Lagi enak!!”
Maya yang mendengar itu lalu menoleh ke belakang dan berkata, “Gantian aja, kasihan....

Tapi, uuh!! Enak banget!!” pria gendut malah semakin brutal menggenjot vagina Maya.
“Nanti aku kasih yang lebih enak,” kata Maya dan tersenyum, “Kasihan lho si bapak.”
Benar kata istriku. Kasihan. Apalagi tadi menurut penuturan pria gendut tadi kalau pria tua ini tidak pernah bercinta 5 tahun lamanya. Tentu saja sperma nya memberontak untuk keluar dari kediamannya. Aku tahu rasanya wahai pak tua, bahkan sekarang saja aku masturbasi melihat kelakuan kalian untuk mengeluarkan spermaku dari penisku ini. Karena itu pak tua, kuizinkan kau menikmati istriku!!
Tapi tunggu.... Kok aku jadi mendukung hal ini!!!!
Pria gendut akhirnya mengalah dan mengeluarkan penisnya dari vagina Maya. Ia mundur ke belakang dan sekarang pria tua ini yang menggantikan posisi pria gendut.
“Heheheheh akhirnya,” pak tua menepuk-nepuk pantat istriku.
“Hmmm,” istriku tersenyum, ia menggoyangkan pantatnya lagi untuk
menggesek penis pak tua.
“Uuuhh mantap!”
“Hihihi,” Maya kembali membuka pintu vaginanya dengan tangan dari posisinya yang membungkuk itu, “ Ayo, kontolnya masukin sini.”
Tanpa perlu disuruh sepertinya pak tua itu juga tahu. Dia arahkan penisnya itu dan mulai melakukan penetrasi nya ke vagina Maya.
“Uuuuhhh,” Maya melenguh saat penis tua itu masuk ke dalam vagina.
“Woooooh!!” pak tua itu tampak kaget, “Dipijiiiit!!”
“Udah saya bilang,” kata pria gendut jutek.
“Nnnnngggjhhh,” Maya menggigit bibir bagian bawahnya dan menggoyangkan pantatnya lagi untuk menggoda, “Ayooooo, enak kan?”
“Mantap!” pak Tua menepuk pantat Maya, “Enak sekali memekmu!!”
“Eeeemmmm,” Maya menggoyangkan pantatnya lagi.
“Berhentilah menjadi lonte!” kata pria tua itu.
Wow! Baru kali ini aku setuju dengan kata-kata pria yang menyetubuhi istriku selama ini. Benar sekali katamu, pak tua. Hei Maya, kau dengar itu? Berhentilah menjadi wanita murahan seperti ini!
“Lalu jadilah istriku! Saya mau bercinta denganmu setiap hari!” lanjut pak tua itu.
Enggak gitu juga kali maksudnya, Pak! Mau ngajak berantem ya sama saya?!!
“Enggak,” kata Maya.

“Oke! Habis ini kita ke KUA!!” pak tua tampak semangat menepuk pantat Maya.
“Dia bilang enggak, pak,” kata pria gendut.
“Apa!!” pak tua tampak kesal dan mulai mengentakkan pinggulnya, “Harus mau lah!!”
“AWWWW!!” teriak istriku.
Dan pria tua ini akhirnya bisa menggenjot vagina istriku. Istriku mendesah hebat, hanya saya desahannya itu pura-pura. Aku bisa melihat jelas wajah Maya dari sini, wajahnya tampak biasa saja tapi mulutnya yang luar biasa untuk mendesah seolah dia menerima sodokan nikmat. Tentu saja, karena penis pria tua itu peyot meskipun tegang. Dan bagi Maya mungkin itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penis pria yang ada didesa, yang sudah menikmati vaginanya.
Kurasa Maya sengaja melakukan itu agar pria tua itu merasa senang dan bisa cepat orgasme.
“Aaaaaahhhhh. Nnnggggghhh aaaahhh ahhhh aaahhh!!”
“Astaga enaknya!! Uuuhhh! Memek nya juara nih amoy!!” pak tua menepuk pantat Maya terus menerus.
“Aaaaaaahhh, oooohhhh, ngggghhh iyaaaa, oooohhhhh enaaak bangeeet kontol bapaaak. Nnghhh,” desah Maya yang pura-pura.
Diposisi ini aku merasa lucu juga. Aku seperti melihat antrian sembako, hanya saja sembakonya ini adalah vaginanya Maya. Karena kulihat pria gendut itu setia mengantri dibelakang pak tua yang asyik menggenjot vagina Maya. Pria gendut itu sampai menjulurkan lidah melihat lekuk tubuh Maya dari belakang.

Ada 5 menit pria tua ini menggenjot vagina istriku. Dan kulihat dari raut wajahnya, sepertinya pria tua ini mau mencapai orgasme nya.
“Ohhhhh bapak mau keluaaar!!”
“Aaaaahhh aaaaaahhyhh, keluarrriiinn, ooohh, keluariiiiin di memek sayaaa, paaak... Ooooohh!!!”
“Saya mauu keluariin didalam!! Biar kamu hamiiil!! Jadi istri saya!!!”
“Aaaaahh iyaaaa, hamiliii sayaaaaa, aaaaaahhuu aaaaaaahhhh!!”
“MERDEKAAAA!!” teriak pak tua itu dan menghentak dalam-dalam penisnya ke dalam vagina Maya.

Yah. Kurasa pak tua itu mengeluarkan sperma nya didalam vagina istriku.
Dan sepertinya istriku sudah siap akan semua ini. Karena aku tahu kalau Maya pasti sudah meminum Morning Pill pemberian Pak Bogo dahulu.
“Hah!! Hah!! Hah!!” pak tua ini lalu terkulai dan terduduk di lantai, sehingga penisnya keluar dari vagina istriku.
1 tetes, 2 tetes, 3 tetes dan tetes-tetes sperma mulai berjatuhan dari vagina Maya. Diposisi nya yang membungkuk itu Maya juga ikutan duduk, ia mengangkankan kakinya dan melihat sperma yang membasahi vaginanya.
“Enaknya....” pak tua itu kemudian berbaring, mungkin saking enaknya bercinta yang sudah lama tak ia lakukan.
“Hihihi,” Maya tertawa dan merangkak ke arah pria tua.
“Ouuuhhhh!!!” pak tua melotot.
Bagaimana tidak melotot karena Maya menghisap penisnya untuk membersihkan sperma-sperma yang tersisa di penis itu. Maya melepaskan kulumannya dan tersenyum kepada pria tua.
“Istirahat ya,” Maya lalu mencium kepala penis pria tua.
Pria tua tak sanggup lagi dan memilih istirahat. Maya lalu berdiri mengangkang sambil mengorek vaginanya sendiri untuk mengeluarkan sperma yang tersisa.
“Giliran saya hehehe!” pria gendut tampak semangat mengocok penisnya sendiri.
Maya memandangnya dan tersenyum, jari telunjuknya yang ia korek pada vaginanya tadi lalu ia acungkan dan basah oleh sperma yang ada. Dan gilanya lagi, Maya mengulum jari telunjuknya itu seolah mencicipi spermanya!
“Tiduran gih,” ucap istriku menyuruh.
“Saya kan mau ngentot! Kok malah disuruh tidur? Kan udah saya bayar!”
“Tiduran aja,” Maya tersenyum.
“Tapi...”
Pria gendut terdiam, begitu juga aku. Bagaimana aku tak terdiam karena istriku tiba-tiba mengeal-geolkan tubuhnya dari atas ke bawah sambil memainkan payudaran dan vaginanya.
“Kan tadi saya udah bilang....” Maya terus menggoyangkan tubuhnya seperti penari seksi dan tersenyum, “Saya akan kasih yang enak....”
Gara-gara itu pria gendut tadi langsung menurut perkataan Maya. Aku juga apabila berada di posisinya juga pasti bakalan menurut. Maya benar-benar seksi sekali saat berdansa dengan elokan tubuhnya yang seksi itu.
“Udah!” ucap pria gendut semangat.

Istriku lalu berjalan kearah pria gendut yang berbaring ini. Dia elus perut pria gendut ini dengan ujung kakinya dan tersenyum. Setelah itu Maya terus maju ke depan, dan lagi-lagi ia menggeal-geolkan tubuhnya diatas perut pria gendut ini.
“Maaak, seksi sekali kau mbak....” pria gendut sampai terpana melihatnya, begitu juga aku. Sedangkan pria tua.... kayaknya dia ketiduran.... dari sini kedengaean suara ngoroknya. Astaga.
Sedangkan Maya terus bergoyang dari atas sampai bawah, sambil melepaskan rok dan bajunya perlahan. Sehingga akhirnya istriku itu benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun menempel. Diposisi mengangkangi perut pria gendut ini, istriku lalu berjongkok sehingga vaginanya bertemu dengan perut pria ini. Ia gesek￾gesekkan dan mendesis sambil meremas payudaranya sendiri.
“Sssssssssssshhhhhhhh.”
Lalu dengan tangannya itu, Maya menaikkan payudaranya yang besar itu dan menjilatnya dengan lidahnya sendiri. Sumpah! Baru kali ini aku melihat Maya berperilaku seperti itu. Istriku ini benar-benar terlihat nakal dan binal! Mungkin inilah sisi ekshibisionisnya yang bersarang pada dirinya.
“Mau?” Maya menonjolkan ke 2 payudaranya.
“Ya! Ya!” pria gendut mengangguk semangat.
Tanpa perlu berdiri, Maya merangkan keatas melewati pria gendut itu.
Bahkan Maya sengaja menggesek hidung pria ini dengan bulu kemaluannya. Maya lalu barbalik badan sehingga posisinya sekaeang diatas kepala pria gendut. Istriku lalu memajukan tubuhnya dari posisi merangkaknya itu dan menuntun puting payudara kanannya itu dari atas.
“Nnnngghhhhhhhh,” Maya melenguh saat putingnya itu dilahap.
Maya juga membalasnya dengan memainkan puting pria gendut itu dengan tangannya. Tampaknya Maya ingin merangsang pria itu dengan cepat agar semua ini segera selesai. Maya kembali mengarahkan payudara yang 1 nya lagi untuk dihisap pria 1 ini.
“Ooouuuuuuuhhhhhhh, eemmmmmmhhhh!” Maya melenguh nikmat dengan kelakuannya.
“Puaaah,” pria gendut berhenti menyusu dan berkata, “Mbak! Ayo mbak! Tak tahan lagi saya mbak! Udah mau keluar ini!!”
Dan sepertinya benar. Maya memang merangsang dulu pria ini agar permainan mereka begitu cepat. Sekali lagi Maya merangkak menuju selangkangan pria ini dan kulihat Maya hampir tertawa melihat ukuran penis pria gendut ini. Maya lalu berputar dan vaginanya tepat berada ditengah penis pria gendut.
Maya lalu berjongkok dan memegang penis itu, dan istriku sendiri yang menuntun penis ‘Mini’ tersebut ke dalam vaginanya.

“OUUUUUUHHHH!!!” pria gendut sampai terpejam matanya menikmati penetrasi yang ia rasakan.
“Ssssshhhhh,” Maya mendesih dan memutar-mutat pinggulnya, “Enak?”
“Bukan nama lagi enaknya, mbak!!”
“Hihihi.”
Maya sekarang duduk diselangkangan pria itu dengan penis didalam vaginanya. Lalu pinggul Maya maju mundur, yang menandakan kalau dia memompa penis itu dengan vaginanya.
“Aaaaaaaaahh,” Maya merem melek dan mulutnya menganga, aku tahu itu pura-pura agar pria itu semakin terangsang melihatnya.
“Aaaah! Enak sekali mbakkk!!!”
“Nnnghhhhhhhhhh aaaaaahhhhh, emmmmm,” Maya menggigit bibir bawahnya dan semakin kencang memaju mundurkan pinggulnya.
Maya benar-benar memberikan servis yang luar biasa bagi pria gendut ini sesuai janjinya tadi. Maya meraih ke dua tangan pria gendut ini dan diarahkan untuk memegang payudaranya. Jadi lengkaplah sudah kenikmatan yang dirasakan pria gendut ini dalam indahnya penetrasi.
“Mbaak! Mbaaaak! Saya mau keluaaar!!!”
“Didalaaaam!!! Nnghhhhh, didaaaaalaaam!!”
“UUUUUUUHHHHHYU!!!”
Dan pantat pria gendut ini naik yang menandakan terjadinya serangan lahar putih menyelimuti ovum yang ada didalam vagina. Maya lalu berhenti bergoyang dan terengah-engah, begitu juga dengan pria gendut ini yang tak bisa bangkit lagi.
Perlahan-lahan Maya mulai berdiri dan meluberlah.... Astaga! Banyak sekali spermanya! Bukan setetes 2 tetes yang turun, tapi banyak! Gila tuh kontol, padahal kecil tapi dia punya amunisinya, beuuuh!!
“Banyaknya,” Maya sampai tertawa untuk mengorek keluar sperma itu.
“Hah, hah, hah,” pria gendut masih tersengal, “Enaknya.... makasih, mbak....”
Maya tidak membalas dan dia mencari sesuatu untuk membersihkan sisa sperma di vaginanya itu. Ia melihat celana kain pak tua tadi dan ia ambil itu untuk mengelap vagina nya. Setelah itu Maya menuju tas nya dan mengeluarkan sebotol parfum. Dia semprot parfum itu disekujur tubuhnya untuk menutupi bau sperma yang menempel di badannya.
Sedangkan pria gendut mulai bangkit dan membangunkan pria tua yang tertidur itu. Astaga pak tua ini, kok bisa ya dia tidur di tempat seperti ini?

Setelah bangun, pak tua itu tampak linglung. Dan perkataannya sehabis bangun tidur itu benar-benar menunjukkan kepolosan seorang pria tua yang berumur.
“Tadi saya bermimpi lagi ngentot sama Amoy cakep!” ujarnya sambil menggaruk kepala.
“Bukan mimpi lagi, pak,” pria gendut menunjuk Maya yang sedang memakai rok nya lagi.
“Oh iya,” pak tua itu menepuk keningnya sendiri.
“Hihihi,” dan Maya tertawa.
Mereka bertiga segera berpakaian lagi dan kupikir aku juga harus kembali ke bioskop. Aku segera turun menuju lantai 2, dan lanjut turun ke lantai 1. Dilantai 1 aku tak langsung memasuki bioskop, aku mengintip lewat pintu menuju arah tangga ke lantai 2 tadi dan mau melihat apa istriku sudah turun.
Yang aku lihat pria gendut dan pak tua itu duluan yang turun, lalu mereka berbelok ke samping. Cukup lama aku menunggu dan tidak ada keberadaan Maya untuk turun. Apa dia sedang masturbasi sekarang? Karena tadi bisa dibilang saat melacur itu dia tidak mengalami orgasme, orgasme nya pun karena vaginanya diobok-obok oleh tangan pria gendut tadi.
2 menit Maya belum turun juga dan aku khawatir. Tapi tak lama kemudian istriku muncul menuruni tangga, dan aku sedikit lega melihat keberadaan istriku.
Baru 10 langkah Maya berjalan setelah sampai di lantai 1. Tiba-tiba ada suara dari samping.
“Oh! Ini dia!”

================

Part 9
[[Lanjutan part 8 versi full]]
2 menit Maya belum turun juga dan aku khawatir. Tapi tak lama kemudian istriku muncul menuruni tangga, dan aku sedikit lega melihat keberadaan istriku. Baru 10 langkah Maya berjalan setelah sampai di lantai 1. Tiba-tiba ada suara dari samping.
“Oh! Ini dia!”
Istriku berhenti berjalan dan menoleh ke samping. Dan kulihat pria gendut tadi datang bersama 2 orang yang tak kukenal. Pria gendut itu sepertinya sedang memperkenalkan Maya kepada 2 orang itu, bahkan mereka berjabat tangan.
Lalu mereka mundur kembali menuju tangga dan sepertinya sedang membicarakan sesuatu. Pria gendut berbicara dengan 1 orang tadi dan Maya sebagai penyimak, sementara yang 1 nya lagi asyik mengurut dagu sambil melihat Maya dari atas sampai bawah.
“Apa yang mereka bicarakan?” batinku penasaran.
Setelah berbicara sesuatu yang tak tahu apa yang mereka bicarakan, lalu pria gendut dan 2 pria tadi memandang Maya seolah menunggu istriku itu membuat keputusan.
Kulihat Maya kembali berbicara dan dijawab oleh 1 dari 2 pria tadi. Maya kembali terdiam sejenak, dan tak lama kemudian dia tersenyum dan mengangguk kecil. Pria gendut dan 2 pria tadi tertawa, lalu 2 pria itu bersalaman dengan pria gendut. Pria gendut lalu pergi meninggalkan Maya dan 2 pria tak kukenal disitu.
Salah 1 pria itu menunjuk arah lain dengan jempol tangan dan Maya mengangguk. Pria itu lalu merangkul pundak Maya dan mereka bertiga pun pergi sehingga hilang dari pandanganku.
“Hei! Hei! Kau mau kemana, Maya?” pikirku.
Aku hendak mengejar dan menyusul istriku yang pergi dengan 2 orang tak kukenal tadi. Baru sampai di tengah jalan. Hp ku bergetar tanda ada yang menghubungi, kuambil hp ku sambil berjalan dan ternyata Maya yang meneleponku.
Kuangkat telepon itu sambil berjalan mencari keberadaannya.
“Halo!”
“Iya, halo. Papa masih di bioskop?”
“Iya,” alasanku, “Mama dimana? Kok lama?”
“Mama... Emm, mama masih di toilet.”
Aku tahu Maya berbohong tapi kuikuti saja alurnya sambil mencari dia dalam perjalanan ini.
“Mama sakit perut?”
“Begitulah. Oh iya, pa.”
“Apa?”
“Ya?”
“Papa katanya nanti siang mau pergi kan?”
“Iya. Kenapa?”
“Gini. Kalau gitu mama pulang dulu ya?”
“Loh! Kok gitu?” aku sudah mulai gelisah disini.
“Mama mau cepat-cepat beresin rumah. Jadi papa tak perlu mengantar mama lagi, biar papa bisa langsung pergi gitu.”
“Ya ga bisa gitu dong. Kan tadi kitanya pergi sama-sama.”
“Gak apa-apa kok, ini mama udah pesen taksi. Mama pulang dulu, biar cepet.
Ya?”
Aku tentu saja masih menolak untuk mengulur waktu mencarinya, dan Maya juga terus-menerus mencari-cari alasan agar dia pulang lebih dulu. Aku terus berjalan sampai akhirnya aku mundur disebalah gedung, kuintip bagian itu dan ternyata istriku ada di pepohonan rindang yang ada di gedung ini!
“Jadi gimana, Pa?” tanya Maya.
Aku tak menjawab. Karena aku terperangah melihat apa yang terjadi. Terlihat
Maya sedang menelepon, sementara 2 pria tadi begitu asyik menggerayangi paha dan payudaranya disitu. Bahkan tangan istriku sedang asyik mengelus penis pria yang ada disebelah kirinya diluar celana.
-
Astaga! Jadi ini maksudnya?
Dan kalau disinkronkan dengan apa yang kulihat tadi.... jangan-jangan pria gendut tadi memberitahu 2 orang ini kalau dia habis berhubungan seks dengan Maya yang dianggapnya pelacur di daerah ini. Inilah jawaban kenapa mereka berbicara cukup lama tadi, kurasa mereka meminta servis dari Maya dan Maya menyetujuinya.
Gila! Maya? Kau sudah berhubungan badan dengan 2 orang tak dikenal, dan sekarang kau ingin menambahnya lagi?! Aku tak habis pikir, kenapa istriku ini juga bisa bertingkah layaknya pelacur seperti ini?
“Pa?” Maya memanggilku karena aku sedari tadi diam.
“Ya...”
“Jadi gimana?”
Aku tak tahu lagi harus berkata apa. Maya sudah terlampau melewati batas.
Dipikiranku yang sedikit kacau maka akhirnya aku berkata.
“Ya.”
Kulihat Maya tersenyum dan memandang ke 2 pria itu sambil mengangguk, Maya lalu berbicara lagi.
“Kalu begitu mama pulang dulu ya, pa.”
“Ya....”
Begitu telepon terputus, maka 2 pria itu semakin bersemangat menggerayangi tubuh istriku. Mereka lalu berbicara dengan suara yang tak bisa kudengar. Setelah itu mereka pergi dari tempat itu.
Di kewarasanku yang masih ada tentu saja aku membuntuti mereka. Kuikuti terus dan mereka berhenti disalah 1 mobil yang ada di parkiran. Maya lalu masuk ke dalam mobil itu dan disusul oleh ke 2 nya.
Aku melihat sekitar dan ada ojek online yang asyik melepas lelah dibawah pohon rindang sambil memainkan hp nya. Kuhampiri dia dan kuberitahu kepentinganku.
“Bang. Antar saya ya!”
“Eh,” dia terkejut, “Kemana?”
“Antar saja!” kuberikan uang 50 ribu kepadanya.
“Oh. Yaudah,” dia menerima uang itu dan memberikanku helm nya.
Aku lalu menaiki boncengan dan menunggu. Dan saat mobil itu keluar maka aku meminta ojol untuk mengikutinya dari jauh.
10 menit perjalanan yang mereka lakukan sampai akhirnya mereka membelok ke kanan dan memasuki sebuah tempat seperti sebuah kantor yang tidak beroperasi, dan tak ada lagi bangunan disekitar hutan lebat dijalan ini selain bangunan itu. Aku meminta ojol berhenti, turun sejenak untuk mendekati dan melihat hal itu dari jauh.
Kulihat mobil itu memasuki garasi yang tak ada pintunya. Setelah mesin mati, maka yang mengemudikannya keluar dan berjalan menuju bangunan paling dalam.
“Dimana Maya dan 1 nya lagi?” Pikirku.
Tak butuh waktu lama mencari jawabannya. Pintu belakang mobil itu terbuka dan betapa kagetnya aku melihat apa yang terjadi didepan mataku! Pria tadi sudah bertelanjang bulat bersama Maya yang hanya mengenakan rok yang diangkat ke atas.
Mereka berdua berciuman dan tangan Maya asyik mengocok penis pria itu.
Aku benar-benar tak bisa mengungkapkan keterkejutanku dengan kata. Jadi
Maya dan pria ini sudah bercinta didalam mobil sedari tadi??
Aku tak habis pikir Maya sudah benar-benar menjadi wanita murahan yang sangat sempurna. Dan sepertinya julukan RATU LONTE dari pemikiran bodohku.... tersemat untuk istriku.
Aku sudah tak bisa menahannya lagi. Maya benar-benar sudah seperti lonte bagiku. Dan perasaan sayang dan cintaku padanya mulai terkikis perlahan melihat ini semua.
Lalu kulihat pria itu berjongkok dan mencoba menarik rok Maya itu ke bawah.
Agak susah baginya sehingga istriku itu sampai membantunya. Usahanya berhasil untuk melorotkan rok itu ke bawah sehingga istriku telanjang bulat sempurna.
Rok istriku kemudian dilempar ke dalam mobil, setelah itu mereka berpelukan dan berciuman. Dengan ke 2 tangan saling bermain di kelamin mereka masing￾masing.
Ciuman itu terlepas dan pria itu tampak berbicara dengan Maya. Maya kulihat tersenyum dan mengangguk. Maya lalu mengangkat 1 kakinya dan penis pria itu berusaha masuk ke dalam vaginanya. Ini benar-benar nekat dan gila! Berhubungan badan di tempat yang umum walau pun tempat ini sepi dari keramaian.

Kulihat penetrasi itu berhasil sampai-sampai kepala Maya mendongkak ke atas sambil memejamkan mata. Dan ini artinya adalah penis ke 3 orang tak di kenal yang memasuki vagina istriku. Pria itu lalu berbicara dengan istriku yang membuat istriku merangkuk lehernya. Lalu pria itu mengangkat Maya dengan kondisi penis masih didalam vaginanya itu.
Lalu pria itu berjalan, menyusul pengemudi mobil tadi.

Mereka masuk lebih dalam dan penglihatanku terhalang oleh tanaman liar yang lebat disekitaran area bangunan tua. Aku tidak berniat menyusulnya dulu, aku hendak menjernihkan pikiranku dulu.
Astaga Maya..... separah apa nafsu dan penyakit ekshibisionis yang kau derita.... mungkin Maya tak tahu kalau sekarang rasa sayang dan cintaku padanya mulai terkikis. Namun aku juga sedih.
Aku sedih bagaimana kalau ke 2 orang tuanya tahu akan tabiat anak perempuannya ini?
Aku tak tega. Benar-benar tak tega.

Didalam kehidupanku ini, aku tak pernah bertemu, bahkan tak mengetahui siapa ayah dan ibu kandungku. Apakah mereka masih hidup? Atau sudah tiada? Aku tidak tahu. Yang kutahu masa kecilku berada di tepi jalan dan diasuh oleh seorang perampok.
Ya. Perampok. Aku dibesarkan oleh salah 1 kriminal di kota. Kriminal biasayang menganggap dirinya luar biasa.
Jangan mengira aku bahagia di masa kecilku. Aku tak pernah bahagia, yang kutahu hanyalah yang lemah akan terus ditindas oleh yang kuat. Itu yang membentukkarakterku sehingga menjadi “Sosok’ yang tidak diketahui oleh Maya dan orang tuanya sampai sekarang.
Dan aku bertemu dengannya, dan lucu. Aku baru pertama kali merasakan jatuh cinta kepada wanita diumurku yang tak bisa dibilang muda waktu itu.
Maya lah yang dulu menyelamatkanku, kehadirannya mampu meredam dan membantuku agar menjalani hidup lebih baik. Yang membuatku betah bekerja di tempat ayahnya dan ingin selalu bersamanya.
Dan sekarang bagaimana caraku menyelamatkannya? Kalau dia sendiri yang mengikis perasaan ini dengan perbuatannya.
Hanya ada 1 cara yang kupikirkan.
Namun aku tak tega.
Caranya adalah aku memergokinya saat bercinta dengan pria lain dan meminta cerai kepadanya. Yang memungkinkan ke 2 orang tuanya juga akan tahu alasan aku menceraikannya. Itu bisa memberinya shock teraphy yang akan membuatnya jera, dan memungkinkan munculnya tekad dia untuk menghilangkan sisi ekshibisionis nya itu.
Tapi aku tak tega.... dengan 3 alasan.
Orang tua nya. Aku tak bisa membayangkan kalau mertuaku akan tahu kelakuan Maya selama ini. Aku tahu mereka akan marah, sedih, bingung, kesal dan yang paling utama, MALU! Aku tak tega melakukannya.... aku sudah menganggap mereka sebagai orang tua ku, yang telah memberiku yang namanya kehangatan keluarga.
Kedua adalah Dimas, anak kami. Aku tak bisa membayangkan perkembangan psikis anakku saat tahu kalau orang tuanya bercerai. Aku tak mau anakku kehilangan kasih sayangku sebagai ayah, dan Maya sebagai ibu. Aku benar-benar tak bisa membayangkan kemungkinan terburuk bagi anak semata wayangku ini.
Dan yang terakhir, Maya. Istriku sendiri. Aku tahu caraku akan kejam dilakukan walau itu bisa memungkinkan menyelamatkannya dari sisi liarnya yang dikendalikan nafsu seks selama ini. Dan aku bisa membayangkan perasaan bersalah dan sedihnya dia nanti saat kulakukan hal itu. Aku sudah lama bersama dengannya.
Walau sekarang perasaanku terkikis, aku tak pernah tega melihat dia menangis.

Berat rasanya memikirkan ini. Aku lalu mengingat ojol tadi, dan aku berniat untuk meminta dia menunggu lebih lama lagi karena aku ingin tahu dan ingin merekam apa yang dilakukan Maya di luar area rumah seperti ini. Aku kembali dan segera menghampiri ojol itu.
“Tunggu disini ya?”
“Loh? Saya ga bisa menunggu lebih lama lagi, pak,” ujarnya.
“Sebentar saja, pak.”
“Maaf, pak. Saya mau ke rumah sakit habis ini, maaf ya, pak.”
“Aduuh. Tak bisa ditunda, pak?”
“Tidak, pak. Anak saya mau melahirkan hari ini, cucu pertama saya.”
Mendengar itu membuatku terenyuh. Aku tahu perasaan itu, karena sebanding dengan perasaan seorang pria saat memiliki anak pertama. Ini mengingatkanku saat
Maya melahirkan anak pertama kami. Kami begitu bahagia, sampai menangis bersama menyambut anggota baru keluarga kami itu.
. Aku lalu melihat bangunan tadi, dan kupikir, yang penting aku sudah tahu kalau Maya ada di sekitaran bangunan itu.
“Ya sudah, pak. Antar saja saya lagi ke sana.”
“Maaf ya, pak.”
“Tidak apa.”
Aku pun menaiki motor dan kembali diantar ojol. Sesampainya disana aku memberikan uang lagi kepadanya, setidaknya bisa membantu dirinya dan juga hadiah karena dia akan menjadi seorang kakek.
Aku lalu pergi menuju mobil sewaanku di parkiran. Setelah itu aku pergi lagi ke tempat itu. Dan kalau dihitung perjalanan 10 menit, maka sekarang sudah lewat 30 menit Maya disitu.
Sesampainya disana aku memarkirkan mobilku cukup jauh. Aku berjalan kaki dan entah kenapa.... aku sudah tak memiliki perasaan apa-apa lagi. Kaki juga begitu santai berjalan menuju tempat Maya ‘Menjual diri’. Dan ternyata benar, tempat ini memang sebuah kantor, hanya saja tak terawat, dan kulihat dibelakangnyaa begitu banyak gudang-gudang kecil yang terhalang pohon-pohon besar dari hutan.
Kurasa ini adalah kantor ekspedisi dan hari ini memang tanggal merah. Kurasa itulah jawaban kenapa tempat ini sepi. Aku melenggang masuk sambi mengawasi sekitar, takut-takutnya masih ada orang disini dan melihatku. Aku tadi melihat Maya dibawa ke belakang, maka salah 1 gudang ini bisa jadi menjadi kasur ‘Bercinta’ mereka.
“AAAAAHHHH! OUUHHHHH!!! Ooooooowwwhhhh!!!”
Dan aku mendengar suara desahan Maya dari kejauhan. Dan benar, aku seperti tak punya perasaan apa-apa, malah biasa saja. Aku berjalan menuju gudang yang menjadi sumber suara dan semakin jelas suara desahan istriku yang sepertinya sudah bercinta.
“Anjing!!! Enak sekalii memek kau lonteee!!” kudengar suara pria didalam.
“Ouuuhhhh!! Sssssshhhh!!! Eenaaaaaakkk!! Kontoool mass enaaaaak!!!
Nngghhhhh!!”
Aku lalu mencari celah untuk melihat bagian dalamnya. Dan aku melihat ada jendela buram yang sudah pecah diujung sana, maka dengan segera aku kesana. Aku melihat ke dalam, dan melihat Maya sudah menungging diatas kasur lipat dan disodok oleh seorang pria yang berbeda dengan 2 orang tadi.

Jelas saja aku penasaran sama orang yang menyetubuhi istriku ini. Tapi dilihat dari seragam putih dan celana biru panjang yang terlepas disana. Kurasa dia adalah satpam yang bekerja disini.
Tapi dimana 2 orang tadi?

Ah sudahlah. Bukan itu kepentinganku dan.... benar ternyata. Aku sudah tak terkejut, heran bahkan terperangah melihat ini. Aku bahkan mengeluarkan hp ku dan merekam aksi istriku itu dari luar. Untuk jaga-jaga saja apabila aku sudah masuk ke dalam tahap muak, maka rekaman ini bisa dijadikan alasanku.
Bunyi PLOK! PLOK! PLOK! Dan suara desahan istriku mendominasi ruangan itu. Dan kulihat satpam itu kasar juga menyodok-nyodok vagina istriku. Maksudku kasar adalah sangat cepat sekali dia memaju mundurkan penisnya itu didalam vagina Maya.
“Ooooooohhhhh!!! Maaasss hebaaaaattt!!! Nngghhhhhhh!!” Maya sampai merem melek menerima sodokan dahsyat itu.
“Lonte!” satpam itu menepuk keras pantat istriku, dan membuatnya semakin beringas menyodoknya karena dia menahan pantat istriku.
“AAAAAAAHHHHH!!! ENNAAAAAKKK!!! KENCEEEENGG!!” teriak Maya.
Aku hanya menghela nafas kecil dan terus merekam ini. Kuakui satpam itu hebat juga, entah bagaimana dia melatih dirinya menyodok cepat seperti. Kalau aku melakukannya, palingan pas selesai aku bakalan encok di pinggang selama seminggu.
“Lonteee!!” satpam meremas pantat istriku, diangkat tangannya dan PLAAK!
Ditampar begitu keras pantatnya Maya.
“AAAAAHHHH!!”
“LONTE! LONTE! LONTE!!” teriak satpam itu, dan setiap teriakannya berbarengan dengan tamparan keras yang dia lakukan di pantat Maya.
“MASSSS!! JANGAAN DONGGG! SAKIIIIT!!!” teriak Maya mengaduh.
“LONTEEEE!!” tapi satpam tak perduli dan terus menampar pantat Maya.
Dan sekarang bunyi tamparan juga ikut mendominasi ruangan gudang kotor didalamnya itu.
“HAHAHAHAHAHAHA!!”
“TERUS BANG!!”
Akhirnya aku mendengar suara 2 pria itu, kepalaku sedikit maju untuk mengintip. Ternyata mereka sedari tadi duduk diatas sofa, bertelanjang bulat dan asyik mengelus penis mereka masih-masing yang tak bisa kulihat dari titik buta tempatku mengintip ini. Aku tak peduli, aku menarik kepalaku dan terus merekam ini.
“OOHHHHH!!! SSSSSSHHHHHHH!!” Maya mulai mendesis saat pantatnya itu terus ditampar-tampar.
Dan dari tempatku ini bisa terlihat pantat Maya yang putih mulus itu memerah bukan main akibat tamparan satpam. Satpam berhenti menyodok vagina Maya dan entah karena ada gaya pegas atau apa, malah Maya sendiri yang memaju mundurkan pantatnya di posisinya yang menungging itu.

Ouuuuhhhhhhhhh,” Maya merem melek menikmati penis satpam itu.
“Hahahahaha!” satpam menoleh ke arah orang tadi, “Mantap nih lonte! Dapat darimana kalian barang bagus begini?”
“Didekat pasar tadi yang ada bioskopnya itu. Tadi si Badrun sama Pak Opik yang make tuh lonte duluan. Memeknya jepit katanya hahahahah!”
Badrun? Pak Opik? Kurasa itulah nama pria gendut dan pak tua tadi.
“Memang mantap! Pelerku diurut-urut pepeknya!” satpam lalu mengeluarkan penisnya dari vagina Maya dan menepuknya vaginanya dengan keras, “Barang bagus nih pepeknya! Padahal udah lebar! Hahahaha!”
“Maaassss!!” Maya menoleh kebelakang dengan wajah memelas,
“Masukiiiinnnnn!!”
“Apanya yang dimasukin?”
“Kontolnyaaa mass!”
“Hahahaha masukin saja sendiri! Dasar lonte!!” satpam dan 2 pria itu pun tertawa terbahak-bahak.
Dan kulihat kontol satpam itu sama besarnya dengan punya Pak Bogo. Pantas saja Maya bisa keenakan seperti itu. Lebih parahnya lagi, Maya sendiri yang meraih penis itu dari posisi ia menungging, ia arahkan penis satpam itu menuju vaginanya lalu Maya perlahan memundurkan badan dan akhirnya penis besar itu kembali masuk kedalam vaginanya.
“Oooooooooooohhh,” Maya melenguh dengan kepala tertadah keatas.
“Enak lonte?” tanya satpam sambil menepuk keras pantat Maya PLAAAK!
“AAAHHHH!!” Maya mengaduh dan terangah, “Iyaa....”
Satpam membuka belahan pantat Maya dan tertawa sambil menoleh kearag 2 orang tadi.
“Juburnya pun udah jebol!!”
“Hahahahahahahah!” dan 2 orang itu lagi-lagi tertawa.
Ada rasa sedih juga melihat Maya dihina sedemikian rupa seperti itu. Namun melihat tingkahnya membuatku tidak terlalu kasihan kepadanya. Tentu saja beralasan, karena sekarang Maya lagi-lagi memaju mundurkan pantatnya agar penis yang bersarang di vagina itu menyodoknya.
“Tak sabar sekali!” satpam menepuk pantat Maya, meremasnya dan menahannya, “Dasar lonte!”
“AAAAAHHHHHHHHH!!” Maya mengerang saat satpam itu kembali menggenjotnya.

Satpam ini benar-benar kasar memperlakukan istriku. Sudah berapa kali dia menampar pantat istriku sampai pantatnya benar-benar memerah. Tapi istriku malah suka.
“AAAHHH!! IYAAA! TERUUSSSS MAAAS!! AAAAAHHH! AAAHH!!”
“Amoy lacur!!” dan PLAAAK! Satpam kali ini menamparnya lebih keras.
“OHHHHHHH!!!”
Maya terus digenjot tanpa ampun, sampai akhirnya Maya mulai meracau.
“Aaaaahhh aaaahhhh!! Maaas aku mauuuuuuu!!”
Dan satpam mencabut penisnya yang membuat Maya tersentak dan memelaskarena dia gagal orgasme gara-gara satpam mengeluarkan penisnya.
“Maaasss!!! Kenapa dicabuuut?!!”
“Mau??”
Maya tak menjawab, ia memutar arah dan merangkak mendekati satpam. Ia mau menggenggam penis itu tapi satpamnya mundur ke belakang sambil tertawa.
“Masss ayoooo dooong,” Maya benar-benar memelas agar digenjot lagi.
“Boleh saja, tapi kasih kontakmu sama kami ber 3. Biar kita bisa ngentot lagi, gimana?”
Maya tampak ragu mendengar permintaan itu.
“Takut ketahuan suamimu? Gampang, ubah saja nama kontak kami dengan nama cewek. Ga bakal curiga suamimu hahahaha!”
“Tapi....”
Satpam itu lalu menarik rambut istriku, menjepit hidungnya yang membuat istriku kesakitan dan mengangakan mulutnya, dan itu dijadikan kesempatan satpam menjejalkan penisnya ke dalam mulut Maya.
“MAU ATAU ENGGAK?” teriak satpam sambil menyodok mulut Maya dengan kasar.
Maya tentu saja kesakitan dan kesusahan berbicara, bahkan mukanya seperti tersentak seolah penis itu sampai menyodok tenggorokannya. Satpam itu mengeluarkan penisnya lagi dan Maya terengah dengan air liur menetes dari mulutnya.
“Gimana?” satpam lalu menepuk-nepuk wajah Maya dengan penisnya.
Maya yang masih tersengal akhirnya memberi jawabannya, ia menganggukkan kepalanya. Satpam tertawa dan memanggil ke 2 orang tadi. 2 orang itu datang sambil mengelus-elus penisnya. Jadi sekarang Maya dikelilingi oleh 3 pria.
“Bagus. Nanti kasih kami nomormu,” satpam melepaskan jambakannya di rambut Maya.

“Sip! Untung ada abang disini!” 1 pria itu tertawa.
“Udah dengar lonte? Itu artinya kalau kami menghubungimu, artinya kami mau ngentot! Kau harus menyambut kami dengan pepek terbuka! Mengerti?” 1 pria itu juga mengancam.
Maya lagi-lagi mengangguk dan kurasa dia main mengangguk saja tanpa peduli konsekuensinya. Satpam lalu berbicara kepada istriku.
“Masih mau kontol lonte?”
Maya mengangguk dengan wajah memelas, “Ayooo masss....”
Satpam itu memberi isyarat kepada salah 1 orang itu dan sepertinya dimengerti. Satpam itu lalu memegang kepala istriku dan membaringkannya, setelah itu dia mengangkang tepat di depan muka istriku. Sementara 1 orang tadi mempersiapkan penisnya di depan vagina istriku.
“Suka kontol atau dientot lonte?” satpam lagi-lagi menepukkan penisnya ke wajah Maya.
“Sukaaaa, Maya sukaaa,” Maya terlihat bernafsu, dia berusaha melahap penis satpam itu saat ditepuk-tepukkan di wajahnya.
Dan pria yang didepan selangkangn Maya dengan kasarnya mengangkat ke 2 kaki istriku dan dibentangkanya, dan penis nya yang sedari tadi menegang dengan cepat memaksa masuk ke dalam vagina Maya.
“AAAAAHHH!!!” Maya mengerang dan “UBBHHHHH!!!” suaranya tertahan saat satpam itu juga dengan cepat memasukkan penisnya ke dalam mulut Maya.
Alhasil sekarang vagina dan mulut Maya digenjot oleh 2 penis pria. Yangmenggenjot vagina istriku juga tak kalah kasar, dia terus memberikan gempuran serangan mematikan yang begitu cepat untuk membombardir vagina Maya.
Tubuh Maya berguncang sangat dahsyat, dadanya yang besar dan penuh susu itu saja sampai membal naik turun. Aku tentu saja bernafsu melihat ini, hanya saja aku tidak mau menikmatinya dengan masturbasi. Aku cukup melihat saja melihat pengkhianatan kesetiaan Maya terhadapku.
“NNGHHHHH!!” Maya bahkan terlihat menikmati perlakuan kasar ini, dia sampai merem melek menikmati penis yang memenuhi vagina dan mulutnya.
“Gimana?” tanya temannya yang menggenjot vagina istriku.
“Shit!! Pepeknya bener-bener mantap! Kontol gue bener-bener dipijitnya!!”
“Ooouuh! Mantap lonte!!” ucap satpam yang menikmati servis mulut Maya, dia lalu berbicara dengan orang tadi, “Mau disepong gak lo?”
“Jelas!”
Satpam menarik mundur penisnya dan Maya terbatuk-batuk dengan air liur yang merembes dari balik mulutnya. Pria yang menggenjot Maya meminta posisi W.O.T, maka dia tinggal berbaring. Lalu satpam bersama temannya itu menarik Maya untuk naik yang membuat penis yang menyodoknya tadi semakin meancap kedalam.

Ouuuhhhhh!!” Maya mendesis, tangannya itu lalu memainkan klirotisnya untuk rangsangan seksual yang dia inginkan.
Lalu orang yang mau disepong itu berdiri di depan Maya dan menunjukkan penisnya itu didepan Maya. Tanpa perlu disuruh, Maya menjulurkan lidahnya untuk menjilati penis itu dan pinggulnya maju mundur untuk memberi rasa nikmat bagi vagina dan juga pria yang menancap vaginanya itu.
Pria yang di mau di blow job kemudian memegang kepala Maya dan menggesek-gesekkan kepala penisnya di mulut istriku.
“Ooohhh oohhhh nggggg aaahhhhh,” Maya terus mendesah.
Tapi desahannya itu tak bertahan lama karena mulut Maya langsung di jejalipenis pria itu. Satpam tertawa dan meremas-remas payudara kanan milik istriku.

Kayaknya boleh ini kita ajak yang lain,” kata satpam sama pria yang menikmati vagina Maya.

“Boleh! Hahahahaha!”
“Lonte mantap ini! Jangan disia-siakan! Hahahaha!”
Merasa cukup, maka aku berhenti merekam. Kumasukkan hp ku ke dalam saku celana, aku melipat tangan dan bersandar di dinding sambil melihat ke dalam. Tak tahu kenapa aku bisa setenang ini, walau yang didalam sana ada sebuah pengkhianatan yang besar bagiku.
Sekarang kulihat satpam dan pria yang disepong menyingkir, dan pria yang menyodok vagina istriku semakin cepat melakukan penetrasinya.
“OHHH!! OOOHH!!! OOOOOOHHH!!!” istrimu sampai memejamkan mata dan membulat mulutnya.
“Yeaah! Anjing! Enak sekali pepek kau lonte! Anjing!! Uuuhh!!”
“AAAAHHHHH NNGGHHHH!”
Melihat ekspresi istriku itu maka dengan segera pria itu mendorong istriku sampai terjengkang ke belakang, lalu pria itu berdiri menjauhi diri.
“MAASSS!!! JANGAAAN DONGG!!” istriku memelas karena lagi-lagi gagal orgasme.
“Hahahahaha!” satpam dan orang tadi menertawakannya.
“BACOT! LONTE!!” pria yang di blow job istriku tadi langsung menyerbu Maya.
“AAAAAAHHHH!!” dan Maya kembali berteriak saat vaginanya itu dijejali penis.
PLOK! PLOK! PLOK! PLOK!! Suara benturan antar kelamin ini sudah menjadi biasa didengar olehku sekarang ini.
“IYAAAAA!!! TERUUSSS MAAAASSSS!! OOOHHHHH!!” erang Maya.
“LONTEEE!!” pria itu menarik puting istriku berlawanan arah.
“AAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!” dan Maya berteriak panjang, antara sakit dan nikmat. Aku katakan nikmat karena kulihat sungging senyum yang dia lakukan saat menerima perlakuan tadi.
Meski begitu aku kembali kasihan kepada istriku ini. Tak mungkin aku akan terus membiarkannya seperti itu, dan aku teringat janjiku dengan Frieska yang katanya berhasil menemukan solusi untuk kelakuan istriku ini.
Lalu kulihat pria tadi menadahkan tangan kepada temannya seperti meminta sesuatu selama dia asyik menggenjot. Dan ternyata yang dipintanya itu adalah sebuah hp. Dan selagi Maya merem melek menikmati penetrasi itu, diam-diam pria itu memotretnya.

Pria itu mengembalikan hp nya kepada temannya tadi dan menahan tawanya, lalu ia kembali menggenjot Maya. Lalu kulihat pria dan satpam tadi berjalan dekat ke arah jendela, tempatku mengintip. Aku tentu saja menarik mundur kepalaku dan mendengarkan mereka berbicara.
“Dengan ini dia tak bisa apa-apa! Kita punya sesuatu untuk mengancamnya!” ucap si satpam.
Aku melipat tangan dan tersenyum kecil. Sudah kuduga, tanpa perlu menjadi orang jenius pun aku tahu kalau potret itu akan dijadikan sebuah ancaman. Pikiran orang seperti ini sudah sangat kupahami.
“Tapi kita tak tahu suaminya seperti apa, siapa tau tentara?”
“Tak perlu takut! Biar saya yang urus! Kalau suaminya berani macam-macam!
Biar saya yang libas! Hahahahaha!”
Mendengar itu lagi-lagi menbuatku tersenyum kecil. Aku lalu melihat satpam ini dari balik jendela buram ini dan akan terus mengingat jelas mukanya.
“Mau keluar lagi tampaknya tuh!”
Lalu mereka berdua menjauh menghampiri tempat Maya ‘Di eksekusi’ dan tiba-tiba aku mendengar Maya berteriak.
“MAAASSS!!!!! JANGAAAN DONGGGG!!” rengeknya.
Dan aku mendengar mereka tertawa. Sepertinya mereka sedang mempermainkan istriku agar tidak orgasme lebih dulu. Aku kembali mengintip dan melihat Istriku dalam posisi berlutut sedang disodok satpam dari belakang dan digerayangi oleh 2 lainnya.
OUUUHHHHH!!! NNNGGHHHHHHHH!!!” Maya terus berteriak dengan nada mendesah untuk ekspresi kenikmatannya.
Aku tampak cuek melihatnya. Karena aku sibuk melihat si satpam dan akan terus kurekam wajahnya didalam ingatan dalam kepalaku. Orang seperti satpam ini juga sering kuhadapi dulunya. Bertingkah superior karena merasa diandalkan 2 orang ini, dan merasa perkasa karena yang dihadapinya lemah, yaitu Maya.
Aku melihat area disekitarku dan ada perkakas alat bangunan bekas yang sepeetinya ditaruh disitu. Ku ambil cangkul yang berkarat dan tersenyum.
“Sudah lama rasanya tidak memisahkan tangan dan kaki orang dengan benda ini....”gumamku.
Setelah itu aku kembali memandang si satpam dan tersenyum sinis. Tapi senyumku itu memudar saat melihat Maya lagi-lagi gagal mendapatkan orgasme nya.
Dan kali ini dia digempur lagi oleh orang yang 1 nya lagi.
Aku menghela nafas dan menunduk.
“Mudah-mudahan solusi itu berhasil, Maya....” batinku dan sendu melihatnya dari sini, “Kalau pun tidak.... aku terpaksa melakukannya nanti.... walau berat dan sulit diterima olehmu.....”
Aku terus memandang Maya dan tersenyum.
“Kau tidak perlu mengerti, tak perlu memahami. Karena yang kulakukan nanti demi kebaikanmu..... dengan harga pernikahan kita selama ini....”
Aku berniat pergi dari tempat ini, membiarkan istriku menikmati dirinya dikuasai nafsu saat ini. Kuambil cangkul tadi dan hendak kubawa pulang, aku kembali memandang satpam dan membatin untuk dirinya.
“Aku mau tahu apa kau masih bisa besar mulut saat kupecahkan semua tulang 10 jari tanganmu dengan cangkul ini.”
Setelah itu aku berjalan pergi sambil memangku cangkul.
“Tunggu saja waktunya.” Batinku lagi.
“MAAASSSS!! JANGAAAN DIKELUAARIIIINNN!” dan aku bisa mendengar suara Maya berteriak dan disambut tawa 3 orang itu. Kurasa lagi-lagi Maya gagal mendapatkan orgasme nya.
Tapi aku tak peduli lagi. Aku terus berjalan dan sampai di mobilku yang jauh kuparkir. Kumasukkan cangkul tadi ke dalam bagasi belakang. Lalu aku segera meluncur menuju rumah Frieska.
*****
Sesampainya di depan rumah Frieska. Aku melihat satpam yang pernah kujahili dulu sedang asyik tidur di pos satpamnya. Tentu saja aku sudah menghubungi Frieska kalau aku akan datang. Pintu rumah itu terbuka dan kulihat Frieska terburu￾buru berlari untuk membuka pagar.
“Hai,” sapanya dengan raut wajahnya yang datar itu.
“Ya, hai.”
Lalu Frieska fokus kepada wajahku. Dia terus memandangku dan sepertinya dia melakukan hak yang dulu, yaitu mencoba melihat mataku untuk mengetahui apa yang kupikirkan.
“Haaah,” dia menghela nafas dan membuka lebar pagar rumahnya,
“Masuklah.”
“Tidak apa mobil diparkir disitu?” kutanyakan lebih dulu.
“Tidak apa. Masuklah.”
Aku berjalan mengekor dirinya dan membicarakan satpamnya itu yang tertidur. Dia berkata memang begitu kerjaan satpam shif pagi saking tidak ada yang bisa dia perbuat siang ini.
Frieska lalu mengajakku masuk ke dalam rumahnya dan.... astaga..... Besar sekali ruang tamunya! Ini baru ruang tamu, bagaimana dengan ruangan yang lainnya itu!!
“Tunggulah disini. Kuambil dulu laptopnya.”
“Ya.”
“Ambil saja yang kamu mau disitu.”
Setelah itu Frieska pergi masuk ke dalam, dan maksud kalimatnya yang terakhir itu bisa kumengerti. Karena maksudnya aku boleh memilih apa saja minuman atau makanan ringan yang tersedia di ruang tamu ini! Astaga.... Ini udah seperti warung dengan gaya! Dasar orang kaya!
Frieska lalu kembali dengan membawa laptopnya dan duduk bersila dibawah, tepat didepanku yang duduk di sofa. Dia lalu menyalakan laptop sambil berkata.
“Minumlah.”
“Aku tak haus.”
Frieska lalu mengambil air kaleng, membuka tutupnya dan memberikan padaku tanpa menoleh karena mata asyik melihat laptopnya.
“Minumlah,” tawarnya sekali lagi.
“Terima kasih,” yah, tak baik juga menolak pemberian tuan rumah, kuterima saja dan ternyata air yang diberikannya segar sekali! Tenggorokanku terasa lega!
Setelah minum aku melihat dia cemberut memandang laptopnya, waktu kutanya dia bilang menunggu loadingnya begitu lama. Aku lalu memperhatikan sekitar dan rumah ini benar-benar sepi.
“Dimana orang tuamu?”
“Liburan.”
“Oh.... pembantumu?”
“Diajaknya juga.

Begitu. Memang liburan kemana?”
“Prancis.”
Sepertinya aku salah menanyakan hal itu. Karena sekarang aku malah iri mendengarnya!!! Gila nih orang kaya! Liburan saja sampai membawa pembantunya, ke Prancis pula! Kalau ada lowongan boleh deh aku melamar kerja disini menjadi pembantu, motivasinya adalah INGIN DIAJAK LIBURAN SAMA MAJIKAN!
“Oke. Ini.”
Frieska mengoper laptopnya kepadaku dan aku segera melihatnya sambil duduk lesehan dilantai seperti dirinya. Dan yang kulihat ada sebuah ajakan seminar yang akan diselenggarakan di daerah ini. Sebuah seminar yang memberi judul ‘PERNIKAHAN KEKAL SAMPAI KIAMAT!’, lalu disitu juga ada narasumber yang tak kukenal, dan seminar itu akan berlangsung hari ini, lebih tepatnya malam hari nanti.
“Apa ini benar-benar bisa membantu masalahku?” aku menoleh kearahnya.
Tapi yang kulihat Frieska berdiam diri dan terus memandangku tanpa berkedip. Aku tentu saja bingung dengan sikap wanita ini.

Fries?” panggilku lagi.
Dia sepertinya sadar, tapi ekspresinya begitu jutek memandangku sekarang.
Tapi aku tak peduli, aku kembali menanyakan pertanyaanku tadi.
“Apa ini benar-benar bisa membantu masalahku?”
Dia tidak menjawab dan terus jutek memandangku. Aku tentu saja bingung ran bertanya.
“Kau kenapa?”
“Aku sedang melihat seorang pria.”
“Ya aku tau, tapi....”
“Seorang pria yang lupa akan panggilanku itu,” lanjutnya lagi.
Mendengar itu membuat wajahku datar. Ternyata dia jutek karena aku tidak memanggilnya dengan panggilannya itu.
“Yaudah. Mpris.
Iya,” dan sekarang dia tersenyum, beneran aneh nih anak.
“Beneran seminar ini bisa membantuku? Membantu masalah istriku?” aku menunjuk laptopnya.
“Ga tau,” Frieska memandang laptopnya dan memandangku, “Tapi kurasa seminar ini bisa sedikit membantumu. Siapa tahu ada juga orang yang memiliki nasib yang sama sepertimu, atau pun kamu bisa bertanya pada narasumber untuk bertanya mengatasi masalah istrimu. Narasumbernya kan ahli masalah seksual kalau dilihat dari gelarnya.”
“Iya juga ya,” aku memandang laptopnya, “Malam ini jam 7, di jalan.... jalan ini dimana ya?”
“Kau tak tahu?”
“Kan sudah kubilang aku ini pendatang.”
“Aku lupa,” dia memiringkan kepalanya, namun kepalanya tegak kembali,
“Mau pergi bersamaku?”
“Kau?”
“Ya. Aku tidak ada kerjaan malam nanti.”
“Makanya cari kerja.”
“Oh, jadi kau mau aku menjual tubuhku lagi?”
“Bukan kerjaan seperti itu maksudku!”
“Aku bercanda,” dia menahan tawanya.
“Kau tidak melakukannya lagi kan? Bahkan untuk hari ini?”
“Kalau kulakukan aku tidak dirumah sedari tadi. Lagian itu tak penting, yang penting gimana dengan penawaranku tadi?”
“Aku tidak...”
“Hmm?” dia tersenyum manis untuk memotong ucapanku.
Dan aku terdiam. Gadis ini benar-benar menunjukkan pesona kecantikannya yang mampu membuatku terdiam. Sama seperti Maya, tapi Maya karena imut.
Sedangkan Frieska ini cantik. Setiap wanita memang memiliki kelebihan yang berbeda-beda. Dan.... aku malah keasyikan menikmati paras cantiknya.
“Kok diem?” tanyanya yang menyadarkanku.
“Tidak....” aku sedikit salah tingkah, “Kalau kau tak keberatan.”
“Oke,” dia tersenyum lagi, “Jemput saja nanti jam 7.”
“Pakai motor, oke?”
“Mobil diluar itu?”
“Itu mobik sewaan, mau kubalikan nanti.”
“Begitu. Tak masalah, asal jangan lupa pake jaket. Kurasa mau hujan lagi hari ini.”
“Terima kasih,” aku minum sejenak dan memandang laptopnya, aku tersenyum dan berkata, “Semoga ini bisa membantuku....”
Tak ada jawaban dari Frieska, aku lalu memandangnya dan dia terlihat kasihanmemandangku. Aku tentu saja bingung. Belum aku bertanya, dia sudah bertanya duluan.
“Lagi?
Lagi?” dahiku mengerut, “Apanya yang lagi?”
“Istrimu....” katanya, “Apa dia...., dan kau..... melihatnya...”
“Ya,” kujawab saja karena aku mengerti maksudnya.
“Oh....” dia menundukkan kepalanya.
“Seharusnya aku yang seperti itu,” komentarku saat melihat sikapnya.
Dia kembali memandangku. Dan tak perlu menunggu nanti, hujan yang dibicarakan akhirnya turun dengan deras. Didalam hujan ini Frieska masih memandangku dan aku terus memandangnya. Karena aku tak tahu lagi harus memandang apa, jadi kupandang saja yang sedap di mata ini, yaitu kecantikannya.
“Kau pria bodoh ke 2 yang pernah kutemui.”
“Maksudmu?”
Frieska lalu berdiri dan menghampiriku. Dia lalu berlutut disampingku dan aku menoleh kepadanya.
“Kenapa?”
Dan wanita ini tiba-tiba mendekat dan langsung memelukku. Mataku membulat dan bingung kenapa dia tiba-tiba memelukku seperti ini?
“Walau aku tak pernah berada diposisimu, tapi aku tahu perasaan itu....”
“Oh... terima kasih,” ucapku canggung.
“Tenang ya....” ucapnya lembut dan mengelus punggungku dalam pelukannya,
“Tenang.... tenang....”
Bagaimana aku bisa tenang kalau dipeluk oleh wanita selain istriku seperti ini.
Udah kemarin tiba-tiba menciumku, sekarang tiba-tiba memelukku. Aku tak pernah mengerti jalan pikiran wanita 1 ini.
Lalu kami terdiam, aku bingung harus ngapain didalam situasi ini. Namun, selain bingung, aku juga merasa enak dipeluk seperti ini. Ya kapan lagi kan dipeluk wanita muda?
Lama kami terdiam, akhirnya dia berbicara.
“Alasanku menjual diri, karena pacarku dulu....”
Aku terdiam dan memandangnya yang menidurkan kepalanya didadaku.
“Oh, kau sudah bersedia menceritakannya.”
“Ya.”
“Dan.... kenapa kau mau menjual dirimu demi pacarmu? Apa dia memiliki hutang?” kisah Frieska ini agak sedikit mirip dengan kisah Maya dulunya.
“Tidak. Dia baik, sangat baik. Dan juga bodoh.
“Begitu. Bagaimana ceritanya? Pasti dia ganteng ya?”
“Ganteng?” Frieska menahan tawanya, “Dia itu culun, penakut, dan tak sedap
dipandang.”
“Oh....” dan tak sedap didengar juga untuk kalimat yang terakhir tadi.
“Tapi hanya dia yang memberanikan diri menolongku waktu diganggu orang gila yang resek dan meresahkan pada waktu itu. Yang lain melarikan diri, hanya dia sendiri yang mencoba menolongku. Walau dia sendiri ketakutan saat itu.”
“Hm, jadi itu alasan kau berpacaran dengannya?”
“Tidak. Aku bersedia menjadi pacarnya waktu dia nekat menembakku.”
“Kenapa kau terima?”
“Awalnya iseng saja. Aku tak berpikir hubungan kami akan langgeng.”
“Hm, terus?”
“Yah, klise. Dia menunjukkan perhatiannya, ini itu, dan lain-lain. Sehingga aku juga menaruh hati dan menjadi menyayanginya. Aku ini orangnya mudah jatuh cinta loh.”
“Oh..... klise sekali....”
“Kan sudah kubilang,” Frieska tertawa pelan.
“Eh iya. Kenapa dia menyukaimu?”
“Hm, katanya sih karena hanya aku saja yang mau berbicara dan mau berteman dengannya di sekolah. Dia baper dan gitu deh.”
“Oh,” aku tertawa pelan, “Oke lanjut.”
“Kami pacaran sampai lulus SMA. Dan dia ingin menunjukkan keseriusannya.
Dan dia ingin menemui ayah dan ibuku.”
“Lalu apa dia diterima orang tuamu?”
Frieska lalu memelukku semakin erat.
“Ayahku tidak menyukainya.”
“Apa?!” aku tercekat.
“Bahkan mengejeknya.... menghinanya.... diruangan ini....”
“Kenapa ayahmu seperti itu?”
“Hanya alasan bodoh. Ayah ku merasa dia tak akan mampu menjagaku,menghidupiku.... karena pacarku itu memang miskin....”
“Itu..... menyedihkan....”
“Ya.
Lalu apa yang terjadi?”
“Tentu saja aku marah kepada ayahku disini. Dan itu malah membuat ayahku semakin membencinya, karena ayahku berpikir aku sampai memarahinya gara-gara pacarku....”
“Egois sekali.”
Frieska mengangguk, “Sampai sekarang aku masih membenci ayahku....”
“Aku paham, dan bagaimana ceritanya kau sampai menjual dirimu?”
“Hm, dengarkan saja dulu ceritaku.”
“Oke.”
“Tapi pacarku tak putus asa. Dia berniat membuktikan kepada ayahku kalau dia bisa menjadi apa yang ayahku pinta. Tapi itu sebenarnya malah menyakiti dirinya....”
“Kenapa?”
“Dia terlalu banyak bekerja, semua pekerjaan dia ambil. Aku cemas dan mencoba menghentikannya, tapi dia bertekad dan ingin menunjukkan kalau pria sepertinya itu bisa menjadi kriteria yang diinginkan ayahku.”
“Astaga....”
“Sampai akhirnya dia jatuh sakit. Dan.... hm, yah. Disitulah kami pertama kalinya berhubungan intim.”
“Maksudnya?” aku sudah mulai tegang dibagian ini.
“Aku memergokinya menonton bokep saat aku menjenguknya di kos. Aku tenru saja kesal melihatnya.”
“Kos?”
“Dia yatim piatu... Kos lah yang menjadi tempat tinggalnya.”
“Oh, oke. Jadi bagaimana tadi? Yang intim itu.”
“Penasaran ya?” Frieska menahan tawanya.
“Kau yang membuatku penasaran,” keluhku.
Frieska tertawa sejenak dan melanjutkan, “Ya kumarahi dia karena menonton bokep. Tapi aku sadar kalau kaum pria pasti begitu.”
“Memangnya kau tidak?”
“Rahasia!” Frieska mencubit punggungku.
“Lanjut.”
“Aku paham masalah itu. Jadi aku.... sebagai pacarnya, ya menawari diriku sendiri. Daripada dia membayangkan wanita lain untuk itu!
Oh.... memangnya apa yang kau lakukan?”
“Hanya mengangkat baju dan membuka BH ku... ya, aku menunjukkan payudaraku.”
“Terus dia senang bukan main dan langsung menghisapnya?”
“Senang apanya, dia pingsan waktu aku melakukannya!”
“Hah? Kok bisa?”
“Dia baru kali itu melihat payudara wanita didepan matanya langsung. Ya gitu.”
“Hahahaha” aku tertawa, “Bisa kumengerti.”
“Habis itu dia siuman, dan aku bersamanya membahas ini dan yah.... kami melakukannya walau yang dia lakukan hanya meremas dan menghisap, hmm kau pasti tahu.”
“Nenen?”
“Jangan disebutin!” Frieska mencubit punggungku lagi.
Aku tertawa ringan, “Jadi itu pengalaman seksual pertama bagi kalian?”
“Ya. Habis itu aku mencoba melayaninya agak lebih. Seperti mengocok dan menghisap penisnya. Kulakukan itu agar dia tak lagi menonton bokep. Aku tak suka melihat dia menonton film itu!”
“Begitu,” aku mengangguk dan tertawa pelan, “Jadi ingin melihat orangnya.
Apa dia tinggal di dekat sini?”
“Sulit untuk menemuinya sekarang.”
“Oh, apa dia pindah kota?”
Frieska menggeleng, “Sulit. Karena untuk menemuinya, kau harus mati dulu.”
“Maksudmu?”
“Dia..... sudah meninggal.”
“Apa?” aku kaget bukan main.
“Ya....” lirih Frieska sedih, “1 setengah tahun yang lalu.”
“Kenapa?”
“Sakit. Dia punya penyakit bawaan, dan semakin parah....”
“Disaat dia begitu keras bekerja?” aku mencoba menebak.
“Ya....”
“Aku turut berduka,” dan sekarang aku mengelus punggungnya.
“Terima kasih....”
“Jadi itu maksudmu yang membenci ayahmu sampai sekarang?
“Ya! Dia yang membuatnya bekerja begitu keras untuk kriteria bodohnya itu!”
“Aku paham.... tidak seharusnya ayahmu seperti itu. Bukan dia yang menentukan kebahagiaanmu.”
“Ya....” Frieska terdengar sedih lagi.
“Lalu.... Bagaimana ceritanya kau sampai menjual diri?”
“Alasanku ada 2.”
“Apa?”
“Aku sengaja menjual diri agar nama ayahku tercoreng! Biar dia malu punya anak sepertiku! Aku akan puas kalau membuatnya seperti itu!!”
“Hei-hei, tenang,” sekarang aku juga memeluknya, bisa dibilang kami saling memeluk tapi alasanku.... ya sama, untuk menenangkannya, “Dendam tidak menyelesaikan masalah bukan?”
“Aku tahu.... hanya saja...”
“Aku mengerti, tenanglah....”
Hujan semakin deras memekakkan telinga, dan kurasa dijeda waktu yang cukup ini bisa membuatku menanyakan lagi.
“Lalu alasan ke 2 nya?”
“Alasan ke 2.... aku ingin meneruskan niat pacarku...”
“Niat?”
“Selama dia bekerja. Dia selalu menyisihkan uang, untuk tabungannya, untuk jajannya. Namun yang paling banyak, dia selalu menyisihkan uangnya untuk menyumbang pembangunan yatim piatu.”
“Yatim piatu?”
“Ya. Tadi kubilang dia itu anak yatim, dan dia mengerti perasaan anak-anak yang bernasib sama dengan dirinya. Jadi dia selalu menyumbangkan gajinya bekerja untuk pembangunan itu, dan sekarang dia sudah tiada, jadi....”
“Hei! Itu artinya uang hasil menjuak diri itu kau sumbangkan kesitu?”
“Ya....”
“Astaga....” aku terperangah, “Kau bodoh sekali! Kenapa kau harus begitu? Kau anak orang kaya! Kau bisa menggunakan uangmu atau meminta uang orang tuamu untuk itu!”
“Aku tak mau menerima uang itu dari ayahku! Bahkan aku tak sudi uang ayahku ikutan menyumbang dari apa yang dilakukan pacarku!”
“Kau.... benar-benar keras kepala ya?”
“Terserah kau menilaiku apa....
“Jadi sebenarnya.... kau memang tak berniat menjual diri? Tapi karena 2 alasan itu kau melakukannya?”
“Aku tak tahu lagi harus bagaimana.... dan yang kutahu.... bisnis lendir itu begitu cepat dilirik. Jadi kupikir itu bisa menjadi kesempatan untuk cepat mendatangkan uang dan bisa dijadikan sebuah alasan untuk mempermalukan ayahku!”
“Astaga...”
“Aku tahu aku bodoh.... tak perlu kau sebutkan.”
“Tak bisa kupungkiri.”
“Aku benci pekerjaan itu!!!!”
“Tapi sudah kau lakukan..... haaaaaaah....”
Lalu kami kembali terdiam dalam posisi masih saling berpelukan. Sampai akhirnya aku berbicara.
“Kuliah lah, Mpris.”
“Kenapa?”
“Setidaknya ada 1 jaminan dari gelar sarjanamu. Kalau pun tidak, apa kau memiliki bakat tertentu?”
“Menjahit....”
“Hm, kenapa tidak kau jadikan saja bakatmu itu untuk menghasilkan uang?
Daripada kau menjual diri bukan?”
“Aku masih belum fasih....”
“Setidaknya kau berusaha. Atau kau bisa mencari ilmu yang lain, yang sekiranya cocok untukmu dan menghasilkan.”
“Seperti?”
“Aku tak tahu. Tapi kau ada internet, kau bisa mencari beberapa referensi.
Kumpulkan, jadikan data dan niatkan. Kalau kau bisa melakukannya, aku yakin...”
“Apa?”
“Aku yakin pacarmu akan senang melihatmu seperti itu dari pada kau melakukan kerjaan lendir itu.”
Frieska terdiam, cukup lama. Sampai akhirnya dia menahan tawanya.
“Nasihatmu klise sekali.”
“Namanya juga usaha,” keluhku.
“Terima kasih....”
“Sama-sama.
Lalu dia mengangkat kepalanya dan menaruh dagunya didadaku. Sehingga dia terus melihatku dari bawah dalam posisinya memeluk itu. Aku tentu saja canggung dan mencoba berbicara untuk basa-basi.
“Kenapa kau melihatku seperti itu?”
“Kau seperti dirinya, dengan beberapa bonus.”
“Bonus?”
“Kamu lumayan dilihat,” dia menahan tawanya, “Itu bonusnya. Sisanya sama, kau bodoh. Seperti dirinya. Hanya saja kau lebih bodoh dari dirinya, dan tak melakukan apapun untuk orang yang kau sayangi.”
“Ya... Kau benar.”
“Terima kasih sudah mau menasihatiku untuk berhenti...”
“Tak masalah.”
“Dan terima kasih sudah menjadi alasanku untuk berhenti.”
Aku terdiam dan alisku mengkerut, aku memandang kebawah yang dimana Frieska terus melihatku sambil tersenyum.
“Kalau ingatanmu kuat. Tadi aku mengatakan kalau aku ini mudah jatuh cinta bukan?”
“Ya.... lalu?”
“Aku tak peduli kau punya istri....”
“Maksudmu?”
Frieska lalu melepaskan pelukannya dan kembali berlutut disampingku. Dia tersenyum dan memegang wajahku dengan ke dua tangannya. Sedangkan aku terdiam karena tak mengerti situasi ini.
“Gio.....” Frieska lalu mempertemukan kening kami, “Aku mencintaimu...”
“APAAAAA??!!!” batinku berteriak.

================

Part 10
Suara hujan masih terdengar deras diluar sana. Namun tak bisa mengalahkan suara Frieska yang kudengar sampai terngiang-ngiang dikepala. Kedua kening kami masih beradu, menggoyahkan situasi menjadi tak menentu.
“A...a....a...apa...” aku mulai gagap, “Apa...apa yang kau katakan?”
Dia menarik mundur kepalanya, ke 2 tangannya itu lalu memegang kupingku, dilihatnya kupingku bolak-balik.
“Telingamu bersih,” ucapnya, “Apa suaraku tadi terdengar samar karena suara hujan?”
“Kau....”
Frieska kemudian duduk didepanku, sebelah kakinya ditekuk diatas, lalu dagunya dipangku diatas
Aku hendak berbicara lagi, namun dia duluan yang mengeluarkan suaranya.
“Aku mencintaimu, budek!”
Aku terdiam. Dan ini sudah ke 2 kalinya dia mengatakan kalimat itu untukku.
Aku tak siap apabila dia akan mengatakannya untuk ke 3 kali karena aku belum mempersiapkan piring cantik! Tunggu....kenapa harus piring cantik? Aaah!!! Ini benar-benar membingungkan!
“Kau bercanda?”
“Menurutmu?” dia tersenyum.
“Bagaimana bisa?”
“Sederhana. Kau mirip mendiang pacarku, yang kumaksud, sikapnya.”
“Hanya karena itu?”
“Masih ada. Coba tebak.”
Aku terdiam lagi. Tentu saja aku tidak tahu jawabannya, tapi aku juga ingin menebak. Kukeluarkan HP ku dan kugunakan mode kamera selfie untuk bercermin.
“Aku mencintaimu bukan karena tampangmu,” ucapnya.
“Oh....” aku menurunkan HP ku, sial! Bukan ya? Padahal aku sudah percaya diri dicintai wanita karena wajahku ganteng!
“Alasannya sederhana kok,” dia tersenyum.
“Apa?”
“Kau telah menyelamatkanku. 2 kali.”
“2 kali?”
“Yang pertama dari 4 orang yang mau memperkosaku itu. Dan yang kedua, menyelamatkanku untuk mengurungkan niatku menjual diri lagi.”
“Jadi kau...”
“Tentu saja aku jera waktu itu, bodoh!”
“Oh.... jadi itu alasannya...”
“Ya...” dia tersenyum manis, astaga, dia benar-benar manis kalau begini!
Aku kembali terdiam. Okelah kalau itu alasannya....tapi ini kan terlalu cepat?
Aku baru kenal dengannya beberapa hari, seminggu saja tak sampai. Dan sekarang dengan gamblangnya dia mengatakan kalau dia mencintaiku.
“Apa kau mengada-ngada... okelah, kalau kau mengatakan kalau kau mudah jatuh cinta. Tapi bukankah ini terlalu cepat? Kau bahkan belum mengenal diriku seperti apa.”
“Hm,” wajahnya datar lagi dan mengangguk, “Kau benar"

Benarkah?”
“Benar, aku tidak mencintaimu.”
“Nah!” senyumku melebar, “Sudah kuduga itu tak mungkin.”
“Aku memang tidak mencintaimu,” dia lalu tersenyum, “Tapi aku menyukaimu.”
Aku lagi-lagi terdiam. Sepertinya hobiku bertambah 1 untuk kepribadianku, yaitu suka terdiam saat berbicara dengannya.
“Bukankah itu sama saja?”
“Beda ah,” bantahnya.
“Apa bedanya?”
“Cari tau aja sendiri,” dia memeletkan lidah untuk mengejek.
Sudah mulai kacau nih kondisinya! Aku harus mencari cara agar perasaannya itu berubah untukku.
“Mpris, kau kan tahu kalau aku sudah punya istri.”
“Tentu saja aku tahu. Terus?”
“Terus? Hei, bukan berarti kalau aku mempunyai masalah ini, maka aku berniat berselingkuh!”
Dia tiba-tiba menahan tawanya dan berkata dengan suara tawa kecilnya itu.
“Bodoh.”
“Kali ini aku tak paham kenapa aku dibilang bodoh.”
“Oke. Sekarang jawab, apa tadi aku memintamu untuk berselingkuh denganku?”
“Kenapa jadi....”
“Jawab saja!” potongnya.
Aku menghela nafas, “Tidak.”
“Hm. Lalu, apakah aku ada memintamu untuk menceraikan istrimu?
“Tidak...”
“Apa aku ada memintamu untuk memacariku atau menikahiku setelah kau bercerai dengan istrimu?”
“Aaa....”
“Apa aku juga ada meminta diriku untuk menjadi istri ke 2 mu?” Frieska tersenyum
Dan hobiku kembali lagi, aku lagi-lagi terdiam dan dia terus tersenyum kepadaku.
“Aku hanya mengungkapkan perasaanku saja. Tidak memintamu untuk menghancurkan rumah tanggamu sendiri. Aku tidak salah kan?”
“Iya sih....” benar juga sih yang dia bilang, tapi ya..... Ah! Pusing!
“Jadi kau tak perlu khawatir,” sekarang dia menekuk 2 kakinya dan kepalanya ditaruh diatas lutut, “Lagian...”
“Hm?”
Dia tersenyum, “Aku bersedia, menjadi selingkuhan, atau pun istri ke 2 mu, kalau kau sendiri yang meminta hal itu padaku.”
Lagi-lagi aku terdiam! Barusan dia bilang apa? Dia tak masalah menjadi selingkuhanku asalkan aku sendiri yang meminta? Dia kurang beruntung, karena aku belum mempunyai hobi poligami.
“Bukan kah itu artinya kau menjadi Pelakor (PERebut LAKi ORang)? Aku tidak mau!”
“Kau tidak mau aku menjadi Pelakor?”
“Tentu saja tidak!”
Dia tersenyum lagi dan sayu matanya memandangku, “Bodoh.”
“Sekarang itu untuk apa?”
“Aku tahu kau berusaha agar aku tidak bisa menerima perasaan ini.”
“Terus?”
“Tapi saat kau mengatakan kau tidak mau aku menjadi pelakor....”
“Apa?” nih cewek kayaknya sengaja memotong ucapannya agar aku penasaran.
Dia tersenyum dan berkata.
“Aku menjadi semakin menyukaimu.”
Lagi! Lagi! Dan lagi! Lagi-lagi aku terdiam! Karena aku tak mengerti kenapa dia semakin menyukaiku!
“Kenapa?”
“Gelar pelakor itu terlalu rendah dan tidak terlalu bisa dibanggakan bagi kaum wanita. Dan kau tidak ingin aku mendapatkan gelar itu, bagaimana bisa aku tidak senang dan tidak semakin menyukaimu?”
“Emmm...” aku tak bisa berkata apa-apa.
“Hihihi bodoh, kau justru menambahnya. Hati-hati, udah mau masuk ke tahap ‘Menyayangi’ loh.
“Terserah,” aku lalu memandang HP ku.
“Mencoba mengalihkan nih?”
“Daripada mendengar hal yang canggung dari mulutmu secara gamblang seperti itu.”
“Huh!” dia sebal dan mencubit lutut kakiku.
Dan memang benar. Aku melihat HP ini hanya untuk pengalihan, aku sendiri bingung mau melihat apa di benda komunikasi ini. Tapi aku teringat rumahku, maka aku mau memonitoring rumah dengan CCTV disana.
Aku tertegun saat melihat Maya ternyata sudah pulang ke rumah. Dari kamera CCTV di teras, aku bisa tahu kalau dia menggunakan taksi, kukira nanti dia akan pulang dengan salah 1 orang yang tadi mencicipi tubuhnya di gudang.
Maya lalu masuk dan segera mengambil handuk dibelakang karena dia sedikitterkena imbas hujan diluar. Lalu kulihat istriku masuk kamar dan mencari sesuatu.
Kurasa dia mencariku, tapi dia sendiri sudah tahu kalau aku masih diluar.
“Cantik ya istrimu.”
Aku kaget dan menoleh, ternyata Frieska sudah berada disebelahku dan melihat rekaman CCTV bersamaku lewat HP ini.
“Keturunan chinese ya?”
“Ya...”
Kulihat rekaman lagi dan melihat Maya menyalakan keran air mandi. Setelah itu Maya masuk ke kamar untuk membuka baju. Langsung kumatikan HP ku karena aku tidak ingin Frieska tahu kalau Maya tidak memakai BH dan celana dalam sepanjang hari ini.
Setelah itu kami sama-sama terdiam. Frieska menekuk kakinya lagi dan bergoyang kanan kiri, tak jarang sampai mengenai lengan kiriku.
“Dia cantik, manis....andai saja dia tidak....ya, kita tahu,” ulasnya.
Aku menghela nafas, “Boleh aku merokok disini?”
“Boleh. Asal korek apinya kupegang.”
“Untuk?”
“Mau merokok tidak?”
Kuiyakan saja. Kuberikan korek api Zippo ku dan ternyata dia yang ingin menyalakan rokokku. Setelah rokokku nyala, kuambil air kaleng tadi untuk asbak dan Frieska asyik memainkan penutup korep api Zippo ku.
“Kau masih mencintainya?”
“Entahlah.”
Bunyi penutup korek berbunyi, Frieska memandangku.
“Entahlah?”
“Sekarang aku tidak tahu lagi perasaanku seperti apa untuknya....”
“Begitu....”
Frieska lalu mendekat dan menaruh dagunya dipundakku. Aku menoleh dan dia terus memandangku.
“Sabar ya....”
“Terima kasih.”
“Semoga di seminar nanti kau bisa menemukan solusinya.”
“Semoga.”
“Apa kau pernah terlintas untuk membalas dendam?”
“Dendam?”
Frieska menarik kepalanya lagi dan kembali asyik memainkan korek api zippoku.
“Maksudku melakukan apa yang seperti dia lakukan, di depan matanya.”
“Berarti tak akan ada bedanya aku sama dia.”
“Ya kalau kamu mau.”
“Itu terlalu klise. Lagi pula, wanita mana yang melakukan itu denganku di depan matanya?”
“Pelacur banyak.”
“Ya iya sih....”
“Atau cari saja wanita yang mau melakukan itu cuma-cuma denganmu.”
“Mana ada wanita seperti itu.”
“Ada kok.”
“Mana mungkin.”
“Ada.”
“Siapa?”
Aku lalu memandang dirinya, dan dia juga memandangku. Saling memandang ini akhirnya aku menyadari wanita mana yang dimaksud, dan wanita itu adalah ya.... DIA SENDIRI!!
“Aku tak punya uang 50 Milyar,” aku kembali menghisap rokok dan ingat kalau dia punya daftar untuk itu dengan nominal fantastis.
“Masih ingat rupanya,” dia tertawa.
“Kau mau menjebakku ya?
Enggak. Aku mau saja kok melakukannya kalau kau mau.”
“Apa?”
“Sekarang juga bisa. Rumah kan sepi begini,” ajaknya.
“Tidak! Tidak! Tidak! Jangan bahas itu lagi!”
“Kenapa?”
“Kau masih perawan! Apa kau mau semudah itu juga memberikannya?
Lagipula....” aku menghadap ke depan dan menghisap rokokku, “Tak sopan rasanya membicarakan keperawanan.”
“Hmm.”
“Jangan diungkit lagi.”
“Hihihihi.”
Dia tertawa terus yang membuatku bingung, aku melihatnya dengan raut wajah tak mengerti, sedangkan dia menahan tawanya dan melihatku.
“Kamu jago deh.”
“Jago?”
“Iya. Jago.”
“Maksudnya?”
“Sekarang aku tidak menyukaimu lagi.”
“Oh, baguslah.”
“Karena aku sudah memasuki tahap menyayangimu.”
Lagi dan lagi aku terdiam. Wajahku datar memandangnya dan sepertinya dia mengerti maksudnya.
“Kau tidak mau membicarakannya, yang mengungkit keperawananku.
Sekarang sudah bertambah, aku tidak dalam tahap menyukaimu lagi, tapi sudah naik level ke tahap menyayangimu. Karena kau menghormatiku sebagai wanita.”
“Aaa....”
“Jago deh, hihihihi.”
“Kau tak canggung mengatakan segamblang itu?”
“Canggung sih, tapi dari pada kutahan? Lagian hanya kita berdua saja disini.”
“Kau bercanda?”
“Tidak.”
“Aku punya istri!”
“Aku tak peduli.
Aku punya anak!”
“Aku suka anak-anak.”
“Aku punya anak dan istri!” pikiranku kacau, “Plus mertua!”
“Kau sudah mengatakannya tadi, kecuali yang mertua.”
“Aku punya hutang di warung!” makin kacau, kenapa hutang kubawa-bawa?
“Biar kulunasi hutangmu.”
Benarkah itu? Wah boleh nih! Mumpung dia ini anak orang kaya! Coba ah.
“Aku punya hutang kredit motor yang harus kubayar cash dari tanganku sendiri ke penjualnya!” ucapku untuk hutang fiktif ku.
“Lalalala,” dan dia berpura-pura bernyanyi, seolah tidak mendengarkan kata￾kataku tadi.
Gagal! Sial!
“Apa sebenarnya mau mu?”
“Mau ku kau melakukan sesuatu untuk istrimu!!”
Hobiku yang baru lagi-lagi kulakukan. Aku terdiam dan bingung dengan kata￾katanya itu. Tapi tanpa perlu aku bertanya sepertinya Frieska mengerti, karena itu dia lanjut berbicara.
“Aku memang menyayangimu....walau aku tidak menjadi milikmu. Tapi aku ingin membantu masalah yang dihadapi olehmu, untuk orang yang kau cintai....yaitu istrimu.”
“Kau....”
“Itu buktiku untukmu. Bukti kalau aku menyayangimu.”
Ah sial! Suasananya semakin memanas! Lama-lama aku bisa kebawa perasaan kalau terus berada disini! Tapi diluar hujan, gimana mau pulang.
“Lebih baik....jangan dibahas lagi.”
“Oke.”
“Oke?”
“Bukankah tadi kamu bilang jangan membahasnya lagi? Ya oke, aku nurut,” dia tersenyum.
Sial! Serangannya semakin menjadi! Apa dia tak sadar kalau itu adalah sebuah ‘Serangan’ dimana pria akan merasa dihargai saat permintaannya dituruti?
Gila nih cewek! Daya tariknya lama-lama semakin kuat!
“Aku pulang dulu!”
“Kan hujan.
Maksudku.... pas reda nanti.”
“Buru-buru amat.”
Untung aku ada alasan. Yang dimana nanti ada ibu-ibu panitia festival berkumpul dirumahku, jadi aku ada alasan untuk cepat pulang. Mengembalikan mobil dulu, pulang dengan motor sambil membawa belanjaan istriku, dan pulang ke rumah sambil membawa gorengan untuk cemilan mereka semua.
“Hm, gitu...” dia kelihatannya mengerti.
Sedikit demi sedikit hujan pun reda. Maka niatku tadi tak akan kutunda. Aku segera berdiri untuk berpamitan, tapi dia dengan cepat menarik bajuku.
“Kesini lagi ya....”
“Kenapa?”
“Kesini aja.... lagian rumahmu ramai nantinya.... jadi istrimu tidak akan mungkin melakukan hal itu dirumah... jadi kamu bisa tenang....”
“Aku tidak menanyakan itu, maksudku kenapa aku harus kesini lagi?”
“....temani aku....”
“Apa?”
Dia menunduk dan berkata, “Temani aku....”
Aku menghela nafas. Sebenarnya ide nya itu bagus-bagus saja, aku kesini sampai malam tiba jadi bisa langsung pergi ke seminar itu. Dan memang benar katanya, aku bisa tenang meninggalkan Maya dirumah kalau ada orang seramai itu dirumah. Masalahnya kalau aku disini terus dan menerima ‘Serangan Psikologi’ nya,lama-lama aku kebawa perasaan dan suasana nanti!
“Kesini lagi ya....” ucap Frieska penuh harap.
Tapi sayang sekali Frieska! Aku tidak akan luluh semudah itu! Aku terkenal tega dan sadis dulunya! Menerima permintaanmu yang mampu menggoyahkan diri ini tentu saja aku akan tega menolaknya!
“Aku tidak....”
“Nnnnng,” Frieska memelas wajahnya saat mengangkat kepalanya.
“Oke. Habis pulang, mandi, aku akan kesini lagi.”
BANGSAT!! MANA TEGANYA!! KENAPA AKU JADI LULUH SEPERTI INI!!
DIMANA KAU RASA TEGA? TEGA-TEGANYA KAU MENINGGALKANKU DISITUASI SEPERTI INI! SUNGGUH TEGA KAU, TEGA!!
Frieska tampak senang dari raut wajahnya, dia berdiri dan menggenggam tangan kananku dengan ke 2 tangannya.
“Bener! Kamu ga bohong kan???
“Aku tidak akan menarik kata-kataku,” ucapku dengan nada tenang, HEI
DIRIKU! KENAPA KAU MALAH MENGATAKAN KALIMAT SOK KEREN DISITUASI INI?
“Kok jadi sok keren gitu?” Frieska tersenyum, JANGAN DISEBUTIN BISA KALI!!
“Aku pulang dulu.”
“Iya.”
Frieska mengantarku ke depan dan sialnya satpam nya yang pernah kukibuli ini bangun dan kaget melihatku.
“Hei! Kau yang dulu nilep uang 400 ribu itu kan?”
“Aku?” aku berpura-pura tak tahu, “Siapa anda?”
“Jangan pura-pura tidak tahu! Kau kan dulu pernah kesini memakai motor!”
“Oh! Aku mengerti!”
“Jangan gitu dong, Mas! Saya kena damprat ayahnya non Frieska kemarin sebelum beliau pergi liburan!”
“Kayaknya ada salah paham disini!”
“Salah paham gimana? Gara-gara, mas! Saya dimarahi! Dan gara-gara itu,” matanya melotot, “Gaji saya naik!!”
Aku terdiam dan suasana menjadi tenang.
Tunggu. Apa aku tadi salah dengar?
Kena marah bos.... tapi gajinya malah naik.... ITU SKEMANYA GIMANA COBA???
“Kok naik?”
“Ya gara-gara mas! Saya kesannya mudah ditipu sama tuan besar! Tuan besar marah dan gaji saya dinaikkannya!”
“Bukannya.... seharusnya mas senang gaji mas naik?” tanyaku dengan wajah datar.
“Saya sedih kalau gaji saya melebihi upah minimum!”
“Hah?” aku lalu melihat Frieska dan melihat Frieska menahan tawa saja mendengar percakapan kami.
“Jangan gitu dong, mas. Gara-gara mas gaji saya jadi naik. Saya kan bingung menghabiskan uangnya gimana.”
Oke. Ini memang aneh, baru kali ini ada orang yang tak senang gajinya naikdengan alasan yang aneh pula. Jangan-jangan saking banyak uangnya maka ayah Frieska ini bingung mencari cara untuk menghabiskannya, makanya dinaikkannya gaji nih satpam.
EMANG BANGSAT CARA ORANG KAYA KALAU URUSAN BIKIN DENGKI DAN IRI ORANG BAWAH!!
Tapi aku juga tak mau disalahkan walau aku tahu aku memang salah.
“Mas salah paham. Itu bukan saya.”
“Kok bukan mas? Saya masih ingat wajah mas!”
“Saya tahu. Karena itu adalah saudara kembar saya.”
“Saudara kembar?”
“Iya. Itu saudara kembar saya.”
“Mas jangan bohong!”
“Saya tidak bohong, buktinya ada disini.”
“Mana buktinya?”
“Saya kesini pakai mobil,” kutunjuk mobil sewaanku, “Saya suka memakai mobil, dan saudara kembar saya itu suka memakai motor. Dia pasti kesini memakai motor bukan?”
“Iya sih.... tapi masa sih?”
“Kalau tidak percaya tanya saja dia,” kutunjuk Frieska, “Itu saudara kembarku kan?”
Frieska tidak menjawab karena dia sibuk menahan tawa melihatku.
“Itu artinya iya,” kataku kepada satpam.
“Jadi itu saudara kembar, mas?”
“Iya. Saya lebih ganteng 70% dari saudara kembar saya.”
“Ga ada bedanya mas....”
“Ada dong. Coba lihat, lubang hidung saya ada berapa?”
“Dua, mas.”
“Tepat!”
“Memang lubang hidung saudara kembar mas ada berapa?”
“Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Kalau masih tak percaya, tanya saja sama majikanmu.”
“Beneran, Non? Kemarin itu saudara kembarnya?” tanya satpam itu kepada Frieska.
Sedangkan Frieska masih menahan tawanya. Dan beruntung bagiku, karena kurasa itu dianggap ‘Iya’ oleh sang satpam.
“Kalau begitu saya minta maaf, mas. Saya kira itu mas, ternyata itu saudara kembar nya, mas.”
“Tak apa, saya orangnya pemaaf,” kutepuk-tepuk pundaknya dengan wajah tak bersalah.
“Makasih, mas.”
“Biar saya marahkan saudara kembar saya itu! Gara-gara dia gaji mas malah naik! Biadab sekali saudara kembarku itu!” aku berpura-pura marah.
“Iya! Marahkan saja, mas! Gara-gara dia gaji saya naik!”
“Saya tampar dia nanti!”
“Iya, mas! Tampar saja nanti!”
“Mas juga mau saya tampar?” kutunjuk satpam.
“Jangan dong, mas!”
“Bercanda,” kutepuk-tepuk lagi pundaknya, “Dan katanya mas bingung ya mau menghabiskan gaji mas yang naik?”
“Iya mas. Mana bos bayar kontan lagi! Bingung saya! Saya traktir KFC 1 kos masih banyak sisa uangnya! Pening kepala saya!”
“Kasihan sekali. Bagaimana kalau saya bantu? Saya bantu menghabiskan gaji mas itu?”
“Serius, mas?”
“Serius. Saya ini baik hati, jadi saya mau membantu.”
“Wah! Tunggu sebentar, mas!”
Satpam itu lalu masuk ke pos dan kembali membawa uang berwarna merah.
“Nih, mas!”
“900 ribu....” BUSET! BANYAK AMAT!
“Masih banyak di kos saya, mas. Mau saya ambilkan?”
“Tak perlu. Ini cukup. Terima kasih ya,” kutepuk-tepuk lagi pundaknya.
“Saya yang harusnya berterima kasih, Mas mau membantu menghabiskan gaji saya hehehehe.”
“Tenang. Kapan-kapan saya kesini lagi, saya bantu mas menghabiskan gaji mas itu! Oke?”
“Oke, mas!”
Aku berpamitan lagi kepada Frieska dan masuk ke dalam mobil. Kuhitung lagi uang tadi, sepertinya lebih dari cukup untuk membayar sisa uang sewa mobil, bensin motor dan makanan untuk tamu-tamu istriku nanti.
Mungkin ini yang namanya, rezeki anak sholeh.
*****
Sesampainya dirumah aku sudah melihat begitu banyak ibu-ibu panitia di ruang tamu, yang dimana segala sofa dan meja disingkirkan di tepi sehingga mereka semua duduk lesehan dengan suasana yang luas.
“Dari mana Gio?” Farin, istri Pak RT yang pernah menyetubuhi istrikuberbasa-basi.
“Jalan-jalan,” jawabku dengan senyum.
Kutanya keberadaan Maya dan Farin mengatakan kalau istriku ada didalam.
Aku masuk ke dalam dan melihat Maya sedang membuat teh dalam teko besar.
“Sayang, udah pulang,” sambutnya ceria.
“Ya, ini, untuk tamu,” kuberikan kantong berisi makanan.
“Banyaknya,” Maya kaget melihat isinya.
“Biar lama juga ngobrolnya,” jawabku.
“Hm,” Maya melihatku dengan seksama, “Papa kenapa?”
“Ng? Apanya?”
Maya menghampiriku dan terlihat cemas, “Papa ada masalah?”
“Masalah?”
“Papa seperti banyak pikiran.”
Aku terdiam. Dan.... astaga, bagaimana aku mengungkapkannya ya? Ya ini dia salah 1 alasanku menyayangi Maya. Kalau aku sedang ada masalah, banyak pikiran,stress atau apa, dia pasti akan tahu dan dia akan mencemaskanku layaknya seorang istri.
“Cerita sama Mama,” ucapnya meminta.
Tapi ya... gimana mau cerita. Aku memang ada beban pikiran, dan masalahnya ya kamu, Maya! Aku memang sudah mulai tak peduli dengan apa yang kau lakukan tadi.... namun melihatnya seperti ini, ada insting khusus untukku yang tak mau melihatmu cemas seperti itu.
Aku memeluknya dan berkata dengan sedikit tawa.
“Papa ga ada masalah. Hanya capek saja.”
“Bener?”
Kalau sudah begini aku terpaksa berbohong. Ah! Dan kebohongan ini kurasa juga pas untuk menepati janjiku kepada Frieska.
“Tadi papa diajak pemilik penyewaan mobil ke rumahnya nanti habis ini.
Kami asyik ngobrol tentang mobil gitu.
Ngapain ke rumahnya?”
“Melanjutkan obrolan yang tertunda, dan sharing soal hobi. Papa kan hobi otomotif,” untung saja aku mempunyai hobi itu sewaktu di Jakarta, klop dah untuk kebohonganku.
“Oh gitu.”
“Mungkin sampai malam,” ucapku, “Dan papa mau mencari info mobil bekas, siapa tahu ada yang jual murah disini.”
“Iih papa! Kita kan udah ada mobil di Jakarta, buang-buang uang aja! Kita juga ga tinggal lama di desa ini!”
“Kan hanya rencananya hehe. Tak apa kan papa sampai malam?”
“Awas ya kemalaman!”
“Kalau kemalaman papa telpon nanti. Dan kamu!” aku mendekatkan kepalaku, “Awas tidur di ruang tamu lagi!”
“Kamu bandel sih,” dia tertawa, begitu juga aku.
Dan kami berdua berciuman. Aku memeluknya erat dan merasakan tubuhnya yang seksi ini. Aku tak menyangka bukan hanya aku saja yang mencicipi tubuh Maya seperti ini. Karena selain aku, sudah berapa penis pria yang sudah mencicipi tubuhnya selama ini.
Mari kuhitung.
Pertama, mantan pacarnya sewaktu SMA.
Kedua, 8 orang anggota geng motor.
Ketiga, aku sendiri.
Lalu pak Bogo, pak Bazam, pak Komar dan pak RT.
Kemudian pria gendut dan pria tua di bioskop tadi.
Dan yang terakhir 3 orang di gudang tadi.
Jadi totalnya ada 19 PENIS yang berbeda sudah menyodok vaginanya.... bahkan anusnya.
Dan aku tak siap apabila bertambah lagi penis untuk menyetubuhi istriku ini.
Dia istriku! Dia milikku! Aku yang paling berhak!.... namun ini semua terjadi.
“Tunggulah Maya.... kuharap aku menemukan sesuatu di seminar itu.... tunggu ya, sayang....” batinku penuh harap.
Kulepas pelukan dan ciumanku, lalu aku tersenyum kepadanya.
“Kita terlalu lama, tamu menunggu.”
“Eh iya, papa siih,” dia mencubit pipiku.
Maya melanjutkan tugasnya dan aku berniat untuk mandi. Setelah mandi cukup lama + nyanyi-nyanyi tak karuan, maka aku berganti pakaian dan hendak pergi lagi untuk memenuhi janjiku. Tapi tentu saja aku harus berpamitan dulu dengan istriku.
Aku mencoba memanggil Maya di ruang tamu namun tak ada keberadaan istriku, Farin mengatakan kalau Maya mau menjemur pakaian yang membuatku tahu dimana tempat yang harus kutuju.
Aku pergi ke lantai 2 karena disitulah Maya suka menjemur cucian baju. Dan benar, Maya ada disitu dan sepertinya dia sudah selesai. Karena sekarang dia asyik menikmati pemandangan desa dengan langit yang cerah sehabis hujan tadi.
Angin sedikit berhembus yang meniup rambutnya, sehingga dia bisa melihatku datang menghampirinya.
Papa, mau kemana?”
“Kan udah dibilang mau pergi nanti.”
“Oh iya,” Maya menghampiri dan memelukku, “Gantengnya suamiku.”
“Masa?”
“Hihihi.”
“Pakai celana panjang, jangan itu saja. Kan ga enak dilihat ibu-ibu.”
“Iya bawel.”
“Ibu-ibu sampai jam berapa disini?”
“Ga tau, mungkin malam. Soalnya semua lagi menunggu 2 orang lagi datang, mau masak disini hehehehe.”
“Begitu,” aku tersenyum, “Kalau begitu papa pergi dulu ya. Bungkam mereka dengan masakanmu.”
“Hihi oke.”
Kami berciuman sejenak dan bersama turun ke bawah. Maya masuk ke kamar terlebih dahulu dan memakai celana panjang seperti yang kupinta. Lalu aku ke garasi, untuk mengendarai sepeda motorku, ke tempat lain yang kutuju.
*****
Akhirnya aku sampai di depan rumah Frieska. Dan satpamnya itu lagi-lagi ngorok di posnya, kulihat langit lagi-lagi gelap. Kurasa wajar karena sekarang lagi musim pancaroba.
Kulihat Frieska keluar dari rumah dan berlari pelan untuk membuka garasi.
Dan.... Aku sedikit terpesona melihatnya, dia terlihat lebih wanita dari biasanya.
Rambutnya di ikat dan memakai baju pink.
“Ayo.”
Aku lalu masuk sambil mendorong ke dalam, tentu saja aku masih asyik melihatnya. Sampai akhirnya aku kaget karena dia tiba-tiba menoleh dan berucap.
“Kenapa liat-liat?”
“Aku melihat tanaman, bukan kau.”
Dia tertawa saat aku memberikan alasanku tersebut.
“Kukira kau melihatku.”
“Jangan ge-er.”
Dan akhirnya aku benar-benar menemaninya dirumah ini, tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Normal-normal saja seperti membakar rumah tetangganya, memesan orderan fikti di aplikasi ojol, melempar satpamnya ke kandang buaya dan menjadi duo Buzzer RP di sosmed untuk menjilat pemerintah agar menjadi komisaris.
Bercanda.
Benar-benar normal. Aku asyik menonton TV di ruang keluarganya yang besarnya bukan main! Ini kalau perabotan disingkirkan aku sama Frieska bisa bermain futsal kali. Sedangkan Frieska asyik menjahit di sebelahku dan mengikuti instruksi lewat Youtube.
“Kenapa kau menjahit?” tanyaku disaat menonton.
“Karena aku suka menjahit,” ucapnya.
“Jago?”
“Lumayan.”
“Nah! Mending kau jual bakatmu itu dari pada menjual diri kemarin!”
“Emang itu rencanaku.”
“Bagus-bagus.”
“Coba deh diem!” tegurnya karena dia merasa terganggu saat konsentrasi nya pecah.
Aku tertawa saja dan lanjut menonton film. Asyik-asyik menonton tiba-tiba aku mendengar suara.
“Aduuuuuuuh!!”
Mata ku menjeling ke samping dan melihat dia menggenggam telunjuk jarinya sambil menatapku.
“Aduuuhhh!” dan dia lagi-lagi mengaduh.
Tak kupedulikan karena aku masih mau menonton film.
“Aduuuuuuuhh!!” dia mengaduh lagi, dan tetap tidak kupedulikan.
Tiba-tiba TV nya mati dan ternyata Frieska yang mematikannya lewat remote.
Dia taruh remote itu dan menggenggam jarinya lagi dan berkata.
“Aduuuuuuuuuuuuuuh!!” dia mengaduh lagi, hanya saja kali ini vocalnya lebih panjang.
Aku menghela nafas dan terpaksa melakukan pertanyaan bodoh, yaitu ‘Kenapa?’. Tapi aku malas, maka aku menoleh dan langsung berkata.
Resiko menjahit, ketusuk jarum. Kasih salep, obat tetes. Beres.”
Setelah berkata seperti itu aku mau mengambil remotenya lagi, tapi jaraknya semakin jauh karena ulahnya. Aku melihatnya dan dia terlihat sebal memandangku.
“Kenapa?” akhirnya aku terpaksa menggunakan pertanyaan bodoh ini.
“Sakiiit,” ucapnya sambil melihat jarinya yang digenggam.
“Kan tadi udah dibilang, kasih salep, beres.”
“Ga mau!”
“Terserah.”
“Iiih!’ tanganku dipukulnya, “Sembuhin!”
“Sembuhin gimana?”
Dia arahkan telunjuknya itu didepan mataku.
“Kulum!” pintanya, mantap.
“Ga!” tentu saja aku menolak.
“Kulum!!” dia mulai bertingkah manja.
“Ngapain dikulum segala?”
“Biar kayak di film!”
“Maksudnya?”
Dia menyalakan TV dengan remote yang berbasis digital ini. Dia memilih 1 film dan dicepatkannya ke sebuah adegan tertentu. Sebuah adegan romantis dalam film Drama yang dimana ada wanita tak sengaja telunjuknya tertusuk jarum dan sang pria dengan cepat tanggap mengulum untuk menghisap darahnya. Wanita itu tersenyum, begitu juga sang pria. Dan mereka terus memadu kasih, hingga habisnya cerita.
“Tuh! Kayak gitu!” tunjuknya, “Menurutmu gimana?”
“Mau kuhantam sutradaranya!!”
Ya iya bukan? Orang ****** macam apa yang membuat adegan seperti itu?
Iya kalau steril darahnya, kalau tuh cewek punya penyakit menular mematikan gimana? Mati tuh mereka berdua! Cocok jadinya dengan judul filmnya, ‘Cinta Mati’.
Kalah-kalah bego nya dengan kematian Romeo dan Juliet!
Tapi Frieska tak peduli kayaknya. Alisnya mengkerut, mulutnya cemberut saat menatapku.
“Memangnya kenapa?”
“Pengen kayak gitu,” jawabnya dengan suara manja.
“Astaga kau ini....”

Nnng.....” dia menundukkan kepalanya.
Aku menghela nafas. Memang aneh-aneh saja nih anak....tapi mungkin karena dia ingin melakukan adegan romantis itu dengan orang yang disukainya....ya bisa dibilang aku orangnya. Hanya saja aku heran, kenapa itu dibilang romantis?
Berarti para Vampir dan anggota Palang Merah Indonesia adalah sesuatu yang paling romantis di dunia ini dong? Kan mereka kerjaannya nyedot darah?
“Ya sudah,” kuiyakan saja akhirnya, lagian ada air kaleng yang bida kugunakan untuk membilas.
Frieska mengangkat kepalanya dan terlihat senang memandangku.
“Bener?”
“Jangan sampai aku berubah pikiran.”
Dengan segera ia mengarahkan telunjuk kirinya, karena aku malas maka aku dengan cepat melakukannya tanpa melihat.
“Tuh.”
“Eh salah!”
“Apanya?”
“Telunjuk yang ini,” dia menunjukkan telunjuk jari kanannya.
“Kau ini... yaudah cepat!”
Dia arahkan telunjuknya dan kulakukan lagi. Dengan cepat kulepas dan mengambil air kaleng untuk membilasnya.
“Tanganku ga kotor kok,” suaranya protes.
“Untuk jaga-jaga.”
“Huh, tapi terima kasih ya, hehehe.”
“Ya ya ya.”
“Padahal tanganku ga ketusuk jarum.”
Tanganku mendadak berhenti untuk minum. Wajahku datar dan aku menoleh. Kulihat Frieska tersenyum manis dan menari-narikan ke 2 telunjuknya yang memang tidak berdarah sedikit pun.
“Makasiihh, iiiii romantis deh jadi cowok,” ucapnya dengan nada mengejek.
Aku tak bisa berkata apa-apa. Dengan gampangnya aku dibodohi seperti itu dan dia menertawakanku dengan riang. Ah sudahlah, untung dia tuan rumah.
“Jadi geli bertingkah manja kayak tadi, ga mau lagi ah!” keluhnya padaku.
“Terserah!
Waktu terus berlalu dan lagi-lagi hujan turun membasahi daerah ini. Udara yang sejuk tentu saja menembus tulangku, sementara Frieska berdiri sambil membereskan kain dan alat menjahitnya.
“Aku mau tidur dulu.”
“Ya.”
Dia lalu pergi dan aku masih menonton TV. Tak lama kemudian dia kembali dan memberiku selembar selimut yang tebal.
“Thank you,” ucapku dan menyelimuti badanku.
Dia juga menyelimuti badannya dengan selimut, setelah itu dia berbaring di pahaku.
“Hei! Kenapa kau tidur disini?”
“Aku takut tidur sendirian.”
“Masa takut?” kugoyang-goyangkan pahaku untuk mengganggunya.
“Kalau berani aku ga tidur disini. Coba deh diem!” dia mencubit pahaku.
“Dikamar saja tidurnya.”
“Boleh, asal kamu temani aku tidur dikamar. Yuk?”
“Disini saja.”
“Mau merabaku saat aku udah tidur boleh kok.”
“Udeh! Tidur!”
“Hihihihi!”
Akhirnya kubiarkan saja dia tidur dipangkuanku. Lama aku menonton TV dengan suara hujan yang ada diluar, tiba-tiba ada suara lain yang membaur dalam semua ini. Aku menoleh ke bawah dan melihat Frieska sudah tidur dengan tidur yang pelan.
“Haha,” aku tertawa dan berpikir, “Seperti Maya saja.”
Itu karena Frieska tidur dengan mulut mengulum jempol tangannya, seperti yang sering Maya lakukan kalau istriku itu sudah keenakan tidur. Jempol yang dikulumnya itu lepas turun ke bawah dan tiba-tiba Frieska mengigau.
“Gio.....”
Aku terdiam disaat dia memanggil namaku dalam igauannya. Aku melihatnya terus dan dia tersenyum manis dalam tidurnya dan lagi-lagi mengigau.
“Gio.....”
Dia benar-benar memanggil namaku..... apa benar dia ini menyukaiku?
Bahkan aku saja sampai muncul dalam mimpinya sehingga dia mengigau seperti itu.
Badannya kemudian bergerak seolah mempererat selimut yang dipakai, dia tersenyum dan lagi-lagi memanggil namaku dalam igauannya.
“Gio....”
Aku menghela nafas. Meski aku tidak menerima perasaannya, tapi aku akan memberikan penghormatanku kepadanya karena sampai memimpikanku. Kuelus kepalanya dengan lembut agar tidurnya semakin nyaman dan benar, senyumnya semakin manis sampai akhirnya dia kembali mengigau.
“Gio, sini pusss....sini Gioo, nih ada ikan asin, Gio sini-sini, pussss-pussss....”
Hm. Kugeplak pipinya ini kira-kira dia marah tidak ya?
*****
Malam akhirnya tiba dan kurasa akan hujan lagi nanti, soalnya sudah gerimis seperti ini. Kupacu sepeda motorku dengan Frieska menjadi penuntunku dibelakang.
Mendekati alamat tempat seminar maka aku memarkirkan motorku didekat pasar.
Dan ternyata pasar ini ramai juga ya, banyak orang berlalu lalang. Bahkan banyak toko dan aneka jajanan disediakan di pasar ini. Sepertinya kapan-kapan akan kuajak Maya dan anakku kesini nanti.
“Disana ada taman hiburan, kamu ajak aja anakmu nanti kesini,” Frieska menunjuk tempat yang dimaksud.
“Memang sudah masuk ke dalam rencanaku.”
“Kalau itu....”
Dia terus menunjuk toko, tempat, atau apa pun yang sekiranya perlu untuk kebutuhan dan juga hiburan. Ya, dia dadakan menjadi tour guide di pasar ini untukku.
“Kalau ini,” dia menunjukku.
“Apa?”
“Cowok bodoh yang pernah mastubasi melihatku,” ucapnya sambil memeletkan lidah.
Tak kubalas dengan raut wajah kesal dan dia malah tertawa renyah melihatku.
“Kapan anakmu pulang?” tanyanya.
“Kata ayah mertuaku seminggu, katanya.”
“Kok pakai katanya?”
“Lihat saja, hasilnya bukan seminggu. Pasti lebih, bukan sekali ini saja dia begitu.”
Frieska tertawa, “Cucu pertama ya?”
“Iya.”
“Wajar hihi.
“Kenapa kau menanyakannya?”
“Gak,” dia lalu menoleh, “Boleh aku bermain bersama anakmu?”
“Bermain?”
Frieska mengangguk dan tersenyum, “Aku suka anak kecil.”
“Boleh-boleh saja asal ga kau jual ke pasar gelap anakku itu.”
“Hiiih!” dia kesal dan menendang kakiku, aku tertawa saja.
Kami terus berjalan sampai akhirnya ada suara tangisan yang menarik perhatianku. Aku menoleh dan melihat anak laki-laki menangis. Kurasa dia menangisi cream dari es krim yang jatuh dibawahnya dan hanya memegang kerupuk es krim nya saja.
“Kasihan,” kataku.
Tapi tak ada tanggapan dari Frieska. Aku menoleh dan gadis itu menghilang entah kemana. Aku celingukan mencarinya dan berhenti ke 1 arah, yaitu di tempat anak kecil menangis itu tadi karena ternyata Frieska ada disana.
Kulihat dia berjongkok dan menawarkan 2 es krim kepada anak itu, anak itu berhenti menangis dan polos memandang Frieska. Dia sepertinya membicarakan sesuatu yang tak bisa kudengar dari sini, dan.... wajahnya begitu ramah dan lembut saat berbicara kepada anak kecil itu, sampai akhirnya anak kecil itu menerima es krim pemberian Frieska dan terlihat senang bukan main.
Lalu datang pria dan wanita yang cukup berumur, mereka terlihat panik dan tergesa-gesa menghampiri tempat Frieska dan si anak kecil. Frieska lalu berbicara kepada mereka yang kurasa adalah orang tua dari anak itu. Orang tua itu tampak lega dan mengucapkan kata-kata yang tak bisa kudengar.
Frieska lalu menunjukku dan orang tua itu memandangku. Mereka berdua tersenyum dan mengangguk, yang membuatku juga melakukan hal yang sama.
Frieska sepertinya berpamitan, dan benar, dia berjalan menghampiriku.
“Yuk.”
“Kenapa anaknya tadi?”
“Anaknya langsung lari saat dibelikan es krim saking senangnya, mereka kalap dan kebingungan mencarinya tadi, anak itu larinya cepat.”
“Oh,” aku tertawa, dan memang, anak kecil kalau sudah berlari memiliki kecepatan yang bukan main.
“Kenapa senyum-senyum?”
“Tidak, ayo,” aku kembali berjalan dan tentu saja aku tersenyum, karena Frieska sudah memberikan bukti kalau dia memang menyukai anak kecil dan mampu menenangkannya.
Tali sepatuku lepas dan kuikat dahulu. Dan saat aku berdiri, kulihat Frieska setia menunggu di depan dan tersenyum kepadaku
“Ayo,” ucapnya mengajak agar aku cepat-cepat.
Kami terus berjalan menuju alamat seminar ini yang ternyata cukup jauh dari pasar. Kami lalu melihat sebuah bangunan 1 tingkat yang dimana ada beberapa orang masuk ke dalam tempat itu.
“Ini tempatnya?”
“Iya,” Frieska melihat HP nya, “Alamatnya disini, tuh, foto tempatnya sama kayak di brosur.”
Aku juga memastikan dan benar. Maka aku dan Frieska melanjutkan perjalanan kami untuk memasuki tempat itu. Didalam tempat itu sudah cukup banyak orang, dan rata-rata mereka semua adalah pria, jadi bisa dibilang hanya Frieska satu-satunya wanita disini. Kami memilih bangku yang dekat dengan pintu keluar.
“Hmm,” Frieska terlihat serius memandang seseorang di kejauhan.
“Kenapa?”
“Aku pernah melihat orang itu,” ucapnya, aku lalu melihat pria brewok dikejauhan.
“Dimana?”
“Pangkalan, dia menyewa lonte disana.”
“Serius?”
“Iya.”
“Oh.... apa dia pernah menyewamu?”
“Aku belum lama melakukannya. Aku yang menawarkan diri, dan baru 5 orang saja yang menyewaku selama ini. Jadi kemungkinan aman, orang-orang lain tak tahu aku pernah menjual diri.”
“5 orang?”
“4 orangnya sudah kamu kirim ke rumah sakit.”
“Oh iya,” aku tertawa, “Jadi sebenarnya kau baru-baru ini melakukannya?”
“Begitulah,” Frieska melipat tangannya.
“Oke. Jangan lakukan lagi.”
“Hmm,” dia tersenyum dan memandangku.
“Apa?”
Dia membaringkan kepalanya di pundakku, “Jadi tambah sayang.”
Kutolak kepalanya dengan pundakku dan dia menahan tawanya. Tak lama kemudian acara seminar ini dimulai. Ada layar gede di panggung dan muncul seorang pria botak berkacamata memasuki panggung.
Selamat malam. Saya Konan Tolaga, akan tetap menjadi narasumber favorit kalian semua disini.”
Aku tiba-tiba menahan tawa disaat pria botak itu memperkenalkan namanya dan sepertinya menarik perhatian Frieska.
“Kamu kenapa tertawa?”
“Namanya.”
“Kenapa?”
“Kalau disingkat namanya bakalan rancu itu.”
“Maksudnya?”
“Konan Tolaga, hapus ‘An’ pada Konan nya, lalu hapus ‘Aga’ pada Tolaga nya.
Jadinya apa?”
“Pfffftt!!” Frieska akhirnya ikutan menahan tawanya.
Ya begitulah, makanya aku menahan tawaku. Pria botak bernama Konan
Tolaga ini kalau disingkat namanya akan menjadi KONTOL. Gimana aku ga menahan tawa coba?
Pak Kontol ini masih melakukan basa-basi tentang seminarnya. Sampai akhirnya nada suaranya begitu tegas.
“Kita tahu arti pernikahan! Tapi tentu ada suatu tujuan. Jadi, apa tujuan para pria untuk menikah?”
Tak ada yang menjawab sampai akhirnya Pak Kontol ini menunjukku.
“Anda!!”
Aku terkejut dan menunjuk diriku sendiri, “Saya?”
“Ya! Anda! Saya baru pertama kalinya melihat anda diseminar ini. Tolong berikan mik kepadanya.”
Lalu ada orang menghampiriku dan memberikanku sebuah mik. Pak Kontol ini memintaku berdiri dan aku melakukannya saja.
“Siapa nama anda?”
“Oskar,” jawabku dengan nama palsu, aku tak mau orang-orang disini tahu nama asliku.
“Selamat datang di seminar ini, Sangkar.”
“Oskar,” ralatku.
“Beri tepuk tangan untuk pendatang baru kita, Pak Dangkar!!” dia tak mendengarkan dan makin melenceng aje tuh nama.
Semua orang-orang memberiku tepuk tangan. Setelah puas, pak Kontol kembali berbicara kepadaku.
“Santai saja. Dan anda bisa memanggil nama panggilan saya,” pak Kontol tersenyum, “Panggilan saya pak Kontol, anda boleh memanggil saya dengan nama itu. Tak usah sungkan.”
BENERAN ITU DONG NAMA PANGGILANNYA!!!!
“O-Oh...ya...ya,” ucapku dan Frieska sampai menahan tertawa dengan keras di sampingku.
“Jadi, pak Bongkar...”
“Oskar,” ralatku lagi.
“Hahaha saya tahu. Jadi pak Bujur Sangkar.”
“Oskar.....”
“Iya saya tahu! Kan hanya beda tipis!” dia malah sebal, lagian beda tipisnya dari mana wahai KONTOL?? ‘Oskar’ sama ‘Bujur Sangkar’ itu beda jauh!!
“Jadi, Pak Saipul,” makin parah saja nih orang, dan dia melanjutkan, “Apa tujuan sejati pria untuk menikah bagi anda?”
“Tujuan pernikahan ya....”
“Ya! Beritahu kami! Beritahu kami apa tujuan pria untuk menikah, wahai Pak Yanto!” makin melenceng jauh saja itu salah sebut namanya.
Tapi menerima pertanyaan itu membuatku teringat saat aku mengajak Maya menikah. Dengan kepala menunduk maka aku menjawabnya.
“Tujuan pria menikah, bagi saya untuk menyempurnakan kebahagiaan diri sendiri, dan menyempurnakan wanita yang kita pilih.”
Agak sedikit hening, tapi aku melanjutkan.
“Aku sudah menikah,” aku lalu mengingat pengalaman tragis Maya sebelum menikah, “Meski istriku tidak sempurna (sudah tidak perawan), tapi aku ingin menyempurnakan dirinya dan membahagiakannya (Mencintai dia apa adanya). Aku juga tidak sempurna, tapi dengan pernikahan.... aku merasa kehidupanku sempurna bersama istriku.... hanya dari hal sederhana, yaitu kebahagiaan. Jadi.... tujuan pria menikah adalah kebahagiaan kecil dalam rumitnya kehidupan.”
Setelah mengatakan itu suasanya begitu senyap. Aku menoleh ke samping dan melihat Frieska tersenyum manis dan matanya begitu sendu memandangku.
Tapi itu hanya sesaat, saat aku mendengar suara pak Kontol menahan ketawanya.
“Hahahahahaha!!! Apa tadi Pak Bejo? Kebahagiaan?”
“....Ya....”
“Hahahahaha! Kalian dengar tadi? Tujuan pernikahan bagi pria katanya adalah kebahagiaan? LUCU SEKALI!! HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!Dan tak hanya si KONTOL itu yang tertawa, tapi semua orang menertawakanku. Aku tentu saja bingung dan menoleh kearah Frieska.
“Apa tadi aku ada salah ucap?”
“Ga tau....” Frieska juga terlihat bingung.
“Hahahaha! Anda lucu sekali, Pak Budi! Anda pasti stand up comedian ya dulunya?” makin parah saja asal sebut namanya.
“Saya tak mengerti....” jawabku, “Dan nama saya Oskar,” dan meralat untuk terakhir kali.
“Baiklah! Akan saya berikan jawaban yang pasti untuk anda! Pak Nazar!”
Oke, aku nyerah. Terserah dia mau memanggilku apa.
“Jadi apa, pak Kontol?”
“Lihat layar ini, Pak Jaenab!!”
Lalu layar dibelakangnya itu menampilkan sebuah gambar. Sebuah gambar yang tak asing dan mampu membuat mataku membulat memandangnya.
“INILAH DIA TUJUAN PRIA MENIKAH!!” teriaknya sambil menunjuk gambar tersebut.
Kalau mau tahu gambar apa itu, itu adalah gambar VAGINA DENGAN BULU￾BULU DIATASNYA!
“INI DIA TUJUAN KITA UNTUK MENIKAH!! MEMEK!!” pak Kontol menunjuk gambar itu dengan semangat.
“MEMEEEEEKK!!” yang lain ikutan.
“PEPEK!!” teriaknya lagi.
“PEPEEEEKK!!” peserta lain lagi-lagi ikutan.
Pak Kontol lalu berlutut didepan gambar, dengan tangan mengarah ke objek layar itu sambil berteriak.
“VAGINAAAAAAA!!!”
“VAGINAAAAAAAAAAAAAA!!!” semua nya pun menyahut dengan suka cita.
Aku terdiam tanpa kata. Seminar macam apa ini?? Bahkan ada peserta yang menangis tersedu-sedu memandang gambar vagina itu. Dari pada dibilang seminar, ini lebih cocok disebut sekte, SEKTE PENYEMBAH VAGINA!!
“Mpris! Ini apa-apaan?”
“Aa....” Frieska juga tak sanggup berbicara, kurasa dia juga shok.
“Kacau tempat ini!” aku menarik tangan Frieska, “Ayo! Pergi!
“MAU KEMANA ANDA? PAK DONO!!” teriak pak Kontol padaku menggunakan mik.
“Pulang!!”
“Apa? Apa maksud anda pulang? Bahkan anda sudah membawa wanita kesini!! Itu berarti anda mau memuja vagina nya bukan!! Bawa dia kesini! Kita puja vaginanya bersama-sama!!”
Frieska ketakutan dan memeluk erat tanganku. Aku juga tak mau berlama￾lama disini, maka aku segera berkata.
“Dia bukan perempuan!!”
Dan..... senyap.
“A...apa? Apa maksud anda, Pak Indro? Dia bukan perempuan?”
“Ya! Dia ini bencong!!!”
Semua kaget, begitu juga Frieska. Tuh, mata dan mulutnya membulat memandangku.
“Bencong.... cantik sekali.... apa dia.... masih punya kontol?”
“Nanti dia mau operasi kelamin!”
“Menjadi vagina?”
“Ya!”
Mendengar itu membuat pak Kontol bertekuk lutut, wajahnya dramatis sekali dan berbicara dengan suara lantang.
“LUAR BIASAA!!! INILAH BERKAH DARI SEBUAH VAGINA!!!”
“....Maksudnya?”
“BENCONG ANDA SAMPAI MAU MERUBAH KONTOLNYA MENJADI VAGINA! BERARTI DIA SADAR BETAPA AGUNGNYA VAGINA ITU! DIA LAH PEMUJA VAGINA SEJATI!!”
“APA???” Frieska sampai teriak karena kaget.
“DAN ANDA MENDUKUNGNYA BENCONG ANDA, PAK TITO!! ANDA SETUJU KALAU DIA MERUBAH KONTOLNYA MENJADI VAGINA! ITU BERARTI ANDA JUGA PEMUJA VAGINA SEJATI! ANDA TAHU KEISTIMEWAAN VAGINA!!”
Aku terdiam, begitu juga Frieska.
“MULAI SEKARANG! ANDA DAN BENCONG ANDA MENDAPATKAN GELAR!! RAJA DAN RATU VAGINA!!! BERI SELAMAT UNTUK RAJA DAN RATU VAGINA KITA!!”
“RATU VAGINA!!” teriak peserta kepada Frieska.
“RAJA VAGINA!!” teriak peserta kepadaku.
Aku sudah tak tahan lagi. Maka aku mau keluar, tapi masih di cegat, namun aku punya kuasa sebagai ‘RAJA VAGINA’ di tempat ini, maka mereka menuruti apa kata Raja.
“DATANGLAH LAGI KE KERAJAAN VAGINA MU! WAHAI RAJA DAN RATU!!” teriak pak Kontol sesaat sebelum aku dan Frieska pergi.
Bodo! Siapa juga yang mau kesini lagi! Dan gelar macam apa itu?? Aku tak siap apabila berjalan di tempat lain dan disembah-sembah sebagai Raja Vagina. Aku terus berjalan sambil menarik tangan Frieska yang tampaknya masih ketakutan dari tempat tadi.
“Astaga....” keluhku diperjalanan, “Kau membawaku ke tempat yang aneh, Mpris.”
“Aku kan ga tau!” belanya, tapi dia juga terlihat sedih, “Maaf....”
Aku juga tak mau menyalahkan Frieska, aku tahu dia sebenarnya juga tidak tahu seminar itu benar-benar melenceng. Aku dan Frieska akhirnya sampai di motor. Sebelum pergi, aku ingin memberikan penghormatanku untuk pak Kontol.
Orang yang memberiku dan Frieska gelar Raja dan Ratu Vagina.
Serta orang yang sudah sekian kalinya salah menyebutkan nama. Untung saja aku tak memberikan nama asliku tadi.
Aku lalu melakukan penghormatanku, dengan cara mengeluarkan HP, menekan nomor, dan menunggu panggilan diangkat.
Itulah penghormatanku..... dengan cara menelepon polisi untuk sekte sesat tersebut.
KAU SEMBAH TUH VAGINA DALAM PENJARA!! KONTOL!!
*****
Aku mengantar Frieska di tengah hujan yang lagi-lagi turun tanpa permisi.
Untung saja sudah hampir dekat rumahnya sehingga kondisi kami tidak terlalu basah. Frieska mengajakku masuk dulu untuk berteduh, sekaligus mengeringkan kepala yang basah.
Aku kembali duduk di ruang keluarganya, lalu Frieska datang dan memberikan handuk kepadaku. Dia lalu duduk disampingku saat aku sedang mengeringkan leher dan kepalaku yang basah dengan handuk.
“Maafin aku....” katanya.
Aku menoleh dan melihat dia menundukkan kepalanya.
“Aku tidak menyalahkanmu. Tenanglah.”
“Tapi....”
“Aku akan menyalahkanmu kalah kau terus merasa bersalah. Mau?" Frieska terdiam lagi, dan memandangku.
“Tapi.... kamu ga dapat apa-apa dari seminar itu..... bagaimana caramu membantu istrimu....”
“Aku tidak tahu,” kulingkarkan handuk di leherku, “Tapi masih ada waktu, pasti akan ada cara.”
“Maaf ya....”
“Sudahlah.”
“Kubikinin minuman hangat ya? Mau?”
“Jahe lagi?”
“Ditambah susu mau?”
“Ide bagus.”
“Tunggu ya,” dia berdiri dari sofa.
“Oh iya. Boleh pinjam toilet?”
“Pakai toiket dikamar itu saja. Toilet untuk tamu mampet,” Frieska menunjuk kamar yang dimaksud.
Frieska lalu pergi. Aku lalu melihat jam sejenak dan sudah menunjukkan pukul 8.13 malam. Aku lalu menelepon istriku untuk memberinya kabar.
“Halo, pa,” sapa istriku diseberang sana.
“Ma. Papa pulang kemalaman lagi kayaknya. Hujan, disana hujan?”
“Iya hujan. Oh iya-iya.”
“Masih ada tamu?”
“Masih.”
“Nanti kalau mama mau tidur, langsung tidur dikamar ya? Jangan di ruang tamu, nanti masuk angin.”
“Ssssssshhhhhh!” Maya tiba-tiba mendesis.
“Ma? Kamu kenapa?”
“O-Oh enggak, kaki mama lagi dipijit mbak Farin...”
“Oh gitu.”
“Udah dulu ya, pa. Mama ga konsen, jangan pulang terlalu malam ya?”
“Ya...”
Hubungan telepon terputus dan aku agak sedikit curiga. Benarkah Maya sedang dipijit sampai mendesis seperti itu?
Aku ingin memeriksa CCTV tapi lebih baik aku berurusan dulu dengan toilet soalnya sudah kebelet pipis. Kumasuki kamar yang ditunjuk Frieska tadi dan memang ada ruangan lain lagi didalamnya yang berupa toilet.
Setelah selesai, aku duduk dikasur untuk memeriksa CCTV dirumahku lewat HP. Kamera di teras tidak menunjukkan apa-apa, hanya butiran hujan yang jatuhdengan pagar rumah tertutup. Lalu ku klik kamera selanjutnya di ruang tamu, sepi.
“Loh, katanya masih ada tamu?”
Kuperiksa kamera kamarku, tak ada Maya disana. Kuperiksa kamera belakang, ruang keluarga, toilet, kamar mandi, garasi, halaman samping, tak ada sosok istriku.
“Apa dia tadi tidak ada dirumah?”
Pikiranku sudah traveling kemana-mana, namun aku ingat masih ada 1 kamera yang belum kulihat, yaitu kamar tamu. Dan saat kamera CCTV kamar tamu muncul di HP ku. Mataku membulat.
Ternyata benar apa yang menjadi kecurigaanku!
Maya lagi-lagi sedang berhubungan seks di kamar tamu, bukan 1 atau 2 orang yang dilayaninya. Tetapi 5
Ternyata Maya membohongiku! Aku lalu memperhatikan siapa-siapa saja yang ada disitu. Ada Pak Bazam, Pak Komar, pak RT, dan... ASTAGA!! PAK JOKO DAN PETUGAS SISKAMLINGNYA PAK BOGO!!

================

Part 11



Aku termangu melihat apa yang dipantulkan oleh CCTV lewat ponselku ini. Aku tidak terlalu kaget karena tadi aku memang sudah curiga saat Maya mendesis di telepon. Yang bikin aku tak menyangka itu telah bertambahnya 2 penis baru yang akan menyetubuhinya!
Yang pertama adalah Pak Joko, dia pemilik warung besar yang menjadi lan7ggananku dan Maya untuk berbelanja keperluan di desa ini.
Yang kedua adalah Ikram, aku memang jarang menemuinya tapi aku tahu dia!
Dia adalah pemuda desa yang bersama pak Bogo menjaga keamaan didesa itu!
Sepertinya mereka membicarakan sesuatu dengan mulut tertawa, aku tak bisa mendengarnya karena CCTV itu tidak kulengkapi dengan audio.
Posisi Maya sekarang menungging sambil menghisap penis pak RT yang berbaring di depannya. Sementara yang asyik menyodok-nyodok vaginanya itu adalah pak Bazam. Lalu pak Komar dan Ikram menidurkan diri tepat dibawah payudara Maya yang menggantung bebas, sudah pasti mereka sedang menikmati susu dari payudara istriku.
Sedangkan pak Joko sedang mengelus punggung mulus Maya sampai ke bagian pantatnya, kepalanya menggeleng, antara tidak menyangka kalau istriku seperti itu atau kagum dengan kulit mulus istriku.
Pak Bazam menurunkan ritme genjotannya dan berbicara dengan pak Joko.
Dilihat dari gelagatnya sepertinya pak Bazam menawari pak Joko untuk menyetubuhi Maya. Dan benar, Pak Bazam mengeluarkan penisnya dan menyingkir ke samping, sementara pak Joko sudah berada dibelakang Maya yang menungging.
Diarahkannya penis itu di selengkangan Maya sampai akhirnya penis itu masuk dan punggung Maya menekuk ke bawah, membuat 2 pria yang asyik menyusu pasti tergencet mukanya oleh payudara Maya. Pak Joko kepalanya ke atas dan merem melek, kuyakin dia merasakan sensasi nikmatnya pijatan otot vagina Maya, tangannya saja sampai meremas erat bongkahan pantat mekal istriku.
Pak RT dengan lagak angkuh berbicara kepada pak Joko, dan tak butuh lama pak Joko mulai menggenjoy vagina Maya dan istriku itu membiarkan vaginanya dipakai karena dia sibuk mengulum penis dan menyusui 2 pria yang tiduran dibawah payudaranya.
Ikram bersama Pak Komar lalu menyingkir sejenak ke tepi ranjang karena mereka mau membuka celana mereka. Sekarang pak Bazam menggantikan posisi mereka, tiduran dibawah untuk menikmati nikmatnya payudara istriku. Pak Joko yang mengerti lalu meraih tangan Maya dan menariknya ke belakang agar pak Bazam lebih leluasa menikmati payudara istriku ini..

Tapi aku bingung. Dari mana Pak Joko dan Ikram tahu akan semua ini? Siapa yang membawanya ke rumah untuk mencicipi tubuh istriku?
Kuputar ulang rekaman-rekaman CCTV sebelumnya, di setiap sudut. Kuanalisa semua rekaman dan memang, ibu-ibu tadi memang sampai malam tapi mereka semua pulang sebelum jam 7 dari jam yang ada di rekaman CCTV.
Maya tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk bersih-bersih karena kulihat ada beberapa ibu-ibu yang membantu istriku itu untuk membawa piring dan gelas kotor serta mencucinya. Kupercepat lagi untuk menit-menit ke depannya dan terkuak, yang datang pertama kali adalah pak RT dari pintu belakang.
Dan betapa bangsatnya pak RT ini.
Saat Maya membuka pintu belakang, dengan kasarnya dia menyerbu Maya.
Dipeluknya erat istriku itu dan dijilat-jilat lehernya. Maya sedikit melawan untuk mendorong tapi istriku tentu saja kalah tenaga, pak RT terus menjilat lehernya sampai keatas dan berciumanlah mereka.
Istriku langsung tak banyak bergerak ketika dicium, sedangkan tangan pak RT sialan ini asyik memainkan pantat istriku.
Pak RT melepaskan ciumannya dan dengan kasarnya memutar arah Maya, ditelungkupkannya istriku diatas meja dan ia tahan dengan sebelah tangan, sedangkan sebelah tangannya ia gunakan untuk membuka celananya sendiri. Celana itu lalu terlepas, ia lalu keluarkan penisnya yang menegang dari celana dalam. Ia kembali memeluk istriku dan memasukkan tangannya ke dalam, celana dalam istriku baru melorot setengah tapi pak RT ini langsung saja menghujam vagina istriku dari belakang.
Dari ekspresinya aku tahu Maya memekik saat vaginanya yang kering itu langsung dicoblos oleh pak RT, terlebih lagi pak RT langsung menggenjotnya tanpa ampun. Tangan Maya lalu dipegangnya sehingga posisi Maya itu berdiri saat digenjot, tak lama kemudian datang lagi seseorang dari pintu belakang dan itu adalah pak Bazam.
Pak Bazam tertawa melihat apa yang ada didepannya. Melihat istriku digenjot paksa oleh pak RT dengan posisi berdiri. Pak Bazam juga langsung membukacelananya dan mengelus penisnya sendiri untuk tegang. Pak RT yang terus menggenjot vagina istriku kemudian berbicara dengan pak Bazam, entah apa yang dia katakan. Yang pasti adalah, setelah selesai berbicara, Pak RT mendorong istriku dengan keras ke depan meski tidak jatuh karena ditahan oleh Pak Bazam.
Tua bangka ini juga tak mau kalah kasar. Setelah Maya sudah disambutnya, istriku ditidurkan paksa diatas kasur lipat yang ada didepan TV dan dengan kasarnya juga langsung memasukkan penisnya ke dalam vagina Maya. Maya tentu saja mengerang dari ekspresi wajahnya.
Lalu pak RT datang menghampiri dan mengangkat baju istriku, dia turunkan BH nya Maya dan tanpa basa-basi, dia pun segera menghisap payudara istriku. Dilihat dari gaya pak Bazam menyodoknya, kurasa dia sudah menahannya sedari tadi pagi agar bisa menikmati istriku, begitu juga dengan pak RT. Itu karena tubuh Maya bergoyang hebat saat disodok vaginanya.
Mereka berdua terus menyetubuhi istriku sampai akhirnya ada sesuatu yang membuat mereka berhenti. Pak Bazam berbicara dengan pak RT , setelah itu Pak RT pergi. Pak Bazam lanjut menyodok vagina Maya sampai akhirnya Pak RT datang kembali sambil membawa HP Maya.
Pak Bazam berhenti sejenak berkat perintah pak RT, pak RT lalu memberikan ponsel kepada Maya dan Maya menerimanya. Hei! Berarti ini lah waktu dimanamendesis tadi saat meneleponku, dan akhirnya aku mengerti kenapa mendesis tadi.
Itu karena Pak RT memencet putingnya kuat-kuat!
Maya berhenti menelepon, persis waktunya saat telepon terputus tadi. Ponsel istriku ditaruh pak Bazam di atas rak TV, setelah itu ia menghampiri Maya danmelucuti pakaian Maya 1 per 1, begitu juga yang dilakukan oleh pak Bazam. Tak lama kemudian istriku telanjang bulat, pak RT lalu berbicara dengan pak Bazam dan pak Bazam mulai berhenti menyodok vagina Maya.
Pak Bazam lalu pergi entah kemana, sementara Maya tak diberi waktu istirahat.
Pak RT memaksanya untuk berdiri dan menggiringnya ke meja makan tadi. Istriku ditelungkupkan lagi d meja makan dan pak RT berjongkok untuk mengambil sesuatu di celananya.
Maya kulihat terengah-engah diposisinya itu, matanta terpejam dan dadanya naik turun.
Mungkin ini pertama kalinya bagi dia menerima serangan seks yang begitu cepat tadi. Pak RT kembali menghampiri Maya dan anjing! PANTAT ISTRIKU DI TAMPARNYA DENGAN IKAT PINGGANG!
Maya tentu saja melonjak ke sakitan, tapi pak RT bajingan ini langsung tancap gas menyodok vagina istriku dari belakang. Ia mendorong punggung Maya lagi untuk telungkup dan menyodok vagina nya dengan kencang. Lalu pak Bazam datang dan berbicara lagi, pak RT mengangguk dan pak Bazam kembali ke tempat arahnya muncul tadi.
Pak RT melakukan sesuatu dengan ikat pinggangnya, ia bikin lingkaran dan mengarahkan lingkaran ikat pinggang itu ke arah kepala istriku. Dia memasukkan lingkaran itu memasuki kepala Maya sampai sebatas leher, dan tiba-tiba ia menarik ikat pinggangnya sehingga Maya tercekik dibuatnya!
“Anjing!” batinku marah melihat perlakuannya terhadap Maya.
Tentu saja aku marah! Maya terlihat kesusahan bernafas sedangkan anjing tua itu tertawa sambil menggenjot vagina istriku! Dia lalu menarik ikat pinggangnya lagi sehingga istriku terpaksa harus lurus punggungnya dari posisi telungkup tadi.
Pak RT lalu membisiki sesuatu, setelah itu ia menepuk pantat Maya dan mencekik lehernya lagi. Maya kesakitan, tapi sepertinya istriku melakukan apa yang disuruh. Perlahan-lahan istriku berjalan kedepan dengan vaginanya masih ditancap penis, serta leher yang dicekik ikat pinggang. Maya terus berjalan dan ternyata ia berjalan menuju kamar tamu. Disana sudah ada pak Bazam yang sudah menunggu mereka, rupanya tadi dia sedang merapikan kamar tamu itu agar enak untuk menyetubuhi iatriku diatas ranjang.
Pak RT anjing ini kembali mendorong Maya dengan sekuat tenaga ke arah kasur yang membuat istriku ngap-ngapan. Pak Bazam lalu menarik Maya ke tengah kasur dan memposisikan dirinya untuk menungging dengan kangkangan kaki yang lebar.
Dan tentu saja, tanpa memberi sedikit jeda, Pak Bazam langsung memasukkan penisnya ke dalam vagina Maya. Lalu RT anjing berbaring di atas kepala Maya, ia lepaskan ikat pinggangnya tadi dan menarik kuat rambut istriku ke atas. Maya tentu saja kesakitan, lalu dengan sebelah tangan pak RT menggoyangkan penisnya dan meminta sesuatu kepada Maya.
Sepertinya pak RT meminta Maya untuk menganga dan dituruti istriku, saat mulutnya terbuka, dengan kasarnya RT anjing ini menarik kepala istriku ke bawah sampai penisnya itu masuk ke dalam mulut Maya. Mereka berdua tertawa sejenak, dan tiba-tiba arah kepala mereka menoleh ke arah yang sama. Datanglah pak Komar, pak Joko dan Ikram.
Pak Komar tertawa dan menunjukkan pemandangan ini kepada pak Joko dan Ikram. Mereka berdua geleng-geleng kepala, mungkin karena tak menyangka. Pak Bazam lalu berbicara dengan mereka, dan itulah kenapa sekarang Pak Komar, pak Joko dan Ikram bergabung.
Ternyata itulah kronologi awal video yang tadi kulihat dari awal.... jadi bisa dibilang sekarang ini istriku tidak tahu... atau mungkin sudah tahu kalau ada 2 penis baru yang harus dia puaskan, yaitu Pak Joko dan Ikram.
Ikram yang sudah telanjang bulat lalu berbicara dengan pak Joko. Lalu pak Joko menyingkir, jadi sekarang giliran pemuda desa ini yang menyetubuhi vagina istriku.
Sama seperti pak Joko, Ikram sampai merem melek untuk merasakan sensasi pijatan otot vagina istriku dan ditertawai bapak-bapak yang lain. Tanpa perlu menunggu lama, Ikram segera menggenjot vagina Maya. Lalu pak RT menarik rambut Maya untuk berhenti sejenak melakukan blow job, ia mengarahkan kepala istriku kebelakang untuk melihat siapa yang sedang menggenjot vaginanya dari posisinya menungging itu.
Ikram nyengir sambil menggenjot betina nya. Sedangkan Maya kulihat pasrah, tak ada ekspresi kaget atau apa, dia hanya melihat dengan nafas terengah-engah. Lalu pak Joko datang yang membuatku istriku menoleh kearahnya berkat arahan tangan pak RT. Sama, istriku tak punya tenaga untuk terkejut. Terlihat pasrah.
Pak Joko lalu menyodorkan penisnya dan Maya melihat penis itu dengan terengah. Mungkin karena sudah terlalu pasrah, Maya mengalah saja. Istriku membuka mulutnya dan langsung mengulum penis pak Joko.
Mereka semua tertawa melihat aksi binal yang dilakukan istriku dan mulai mengubah posisi istriku untuk bercinta. Dan sekarang Maya berbaring dan harus memberi servis seksual untuk 5 orang ini. Ikram masih menggenjot vagina Maya, sedangkan Pak Bazam dan Pak RT meminta Maya menghisap penis mereka bergantian. Sementara pak Komar dan Pak Joko pergi keluar kamar menuju dapur.... dan tak tahu malunya mereka membuat kopi disitu. Lalu kamera CCTV kuarahkan lagi ke kamar tamu dan melihat Maya yang akan menerima donor sperma di vaginanya lagi oleh 5 orang.
Dengan adanya pak Joko dan Ikram, maka bertambah sudah penis yang sudah memasuki vagina Maya. Jadi sekarang jumlah penis yang memasuki vagina istriku ada 21 PENIS!!
Aku juga pasrah dan bingung harus bagaimana.
Aku hanya bisa terdiam dengan pandangan lurus melihat istriku sekarang mulai bertenaga dan mampu mengimbangi 3 pria.
“Masih disini rupanya.”
Aku menoleh ke depan dan melihat Frieska datang membawa 2 buah cangkir besar diatas nampan.
“Ini airnya,” dia naikkan nampan itu dan diturunkan lagi, “Diluar saja.”
“Oh....iya...” aku menunduk lemah dan hendak menutup hp ku.
“Hei,” panggilnya yang membuatku urung melakukan niatku tadi.
“Apa...?”
Tak ada balasan, yang aku dengar hanya suara langkah. Frieska masuk ke kamar dan menaruh nampan tadi diatas meja. Ia menghampiri dan bertanya.
“Kamu kenapa?”
“Gak....”
Lalu kurasakan tangannya menyentuh keningku dan diangkatnya. Dan aku melihat wajahnya begitu dekat dengan wajahku, ia lalu menutup mata dan mempertemukan kening kami.
“Hm, normal, kukira kamu demam,” ternyata dia menge cek suhu tubuhku.
Ia tarik kembali kepalanya dan terus melihatku dengan raut wajah datarnya itu.
Ia lalu menggelengkan kepalanya pelan.
“Tidak, ini pasti ada apa-apanya.”
“Apa maksudmu?”
“Apa yang membuatmu seperti ini?”
“Maksudnya?”
Matanya lalu melihat-lihat areaku, sampai akhirnya ia melihat hp ku yang ada ditangan kananku. Tapi dia juga melihat selangkanganku, aku juga melihat selangkanganku dan astaga.... kelihatan tonjolon penisku yang menengang dibalik celana.
“Kau menonton film porno?” tanyanya.
“Tidak, aku...”
“Lalu ini!!” dia langsung menyambar hp ku.
“Hei!”
Tapi mata Frieska membulat saat melihat apa yang ditampilkan pada layar HP ku, sebuah tampilan seorang wanita yang sanggup melayani 5 orang pria sekaligus dengan tubuhnya. Frieska terus melihat itu dan tak tahu kenapa.... raut wajahnya terlihat kesal.... meski ekspresinya begitu datar.
“Kembalikan....” pintaku dengan lemah.
Frieska memandangku sejenak dan kembali memandang HP ku tersebut. Dia tidak berkata apa-apa, dia berbalik badan dan berjalan menuju meja.
“Hei!”
Tapi aku tak diacuhkan. Dia meletakkan HP itu diatas meja, mengambil cangkir, dan menutup HP itu dengan nampan yang melengkung. Dia membawa cangkir itu dan berjongkok didepanku.
“Minumlah dulu, kau pasti kedinginan.”
“Aku tak...”
“Minum!” ucapnya memotong, “Aku tahu. Tapi minumlah dulu, jaga kondisi tubuhmu. Itu yang paling penting.”
Aku akhirnya menurut, karena memang hujan ini kembali memberikan rasa dingin yang menusuk tulangku. Kuterima cangkir dan kuminum perlahan, air jahe yang dicampur susu kental ini begitu hangat memasuki tenggorokan dan memberikan rasa hangat yang dibutuhkan tubuhku.
“Terima kasih,” ucapku menunduk, “Punyamu?”
“Keberatan di bagi 2?”
“Tidak... ini....”
Frieska mengambil cangkir itu dan juga meminumnya. Masih ada sisa, dan dia memberikannya padaku untuk dihabiskan. Aku menghabiskannya dan memberikan cangkirnya lagi. Cangkir kosong itu ditaruhnya di tepi kasur dan dia kembali memandangku di posisinya yang berjongkok di depanku. Dia terus memandangku dan aku bingung kenapa dia... ah ini juga bukan pertama kalinya dia melihatku begitu serius seperti itu.
“Kalau mau menangis, menangislah,” ucapnya tiba-tiba.
Aku memandang dirinya dengan bingung, tapi sepertinya Frieska tahu maksudnya.
“Matamu....” dia menyeka bagian bawah matanya sendiri, “...berair.”
Aku mencoba memastikan dengan biasa, “Tidak, aku....”
Dan air mata mengalir dari pipi kiriku. Aku terdiam karena merasakan alirannya. Aku bingung, aku tak merasa mau menangis, tapi kenapa air mata ini turun dari mataku? Kuseka air mata ini dengan jari dan termenung melihat jariku yang basah karena ini.
“Kau begitu kuat memendamnya...”
Aku memandang gadis ini lagi dan tersenyum kecil. Frieska lalu menyeka air mataku sambil berucap.
“Mungkin karena kau pria, kalau aku.... aku pasti sudah akan menangis...”
“Maksudmu?”
“Menangis saat kekecewaan yang begitu berat menimpaku.”
Aku tertawa pelan, “Begitu....”
“Tapi ini tidak adil....”
Aku menatapnya dan matanya berair, dia terlihat sedih memandangku sampai-sampai alisnya mengerut.
“Kau kenapa?” tanyaku bingung.
“Kau menyayanginya....” air matanya pun turun, “Tapi kenapa dia melakukan hal yang begitu kejam kepadamu....”
Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku tahu yang dia maksud adalah Maya, namun kenapa dia menangis? Aturannya kalau dalam masalah ini akulah yang menangis.
“Maafkan aku....” ucapnya..
“Kenapa.... kau meminta maaf?”
“Aku gagal membantumu....seharusnya kau mendapatkan sesuatu di tempat itu agar bisa mengubah perilaku istrimu.... orang yang kau sayangi....”
“Hei sudahlah, kenapa kau malah menangis?”
“Bagaimana tidak....” dia memegang wajahku dan melanjutkan, “.... aku gagal membantumu, membuatmu tak bisa melakukan apa pun untuknya.... bagaimana bisa aku tahan melihat harapanmu hancur di tempat itu....bagaimana bisa.... aku melihatmu menahan kesedihan yang begitu dalam.... kekecewaan mu....”
Aku terdiam, dan aku membenarkan kata-katanya. Rasa sedih dan kecewaku kepada Maya mungkin sudah tak bisa di ukur lagi.... tapi masih ada kebodohan pada diriku karena masih ada sebagian diriku yang masih menyayangi istriku itu.
Dan Frieska.... dia tahu apa yang kurasakan, apa yang kupikirkan.... bahkan bisa dibilang.... sekarang ini dia menangis untuk menggantikanku, seolah memahami perasaanku.
“Itu tidak adil...” dia menahan tangisnya dan menggelengkan kepalanya,
“Kenapa kau harus mengalami hal ini....”
Meski begitu aku merasa tak enak kalau dia menangis untukku.
“Sudahlah, aku tidak...”
“Kau! Tidak boleh! Sedih!”
“Fries...” aku terkejut, “Kau...”
Frieska menarik tubuhku hingga aku berlutut dilantai dan dia langsungmemelukku dari depan dengan posisi sama-sama berlutut. Aku masih terdiam dengan kepala yang berada dipundaknya, begitu juga kepala dia yang ada dipundakku. Aku merasakan tangannya mengusap kepala bagian belakangku dan aku mendengar jelas suara tangisannya dari sini.
“Fries....” ucapku memanggil.
“Ga mau...” dia terus menangis, “Aku ga mau melihatmu sedih...”
“Bagaimana....”
“Kamu ga boleh sedih! Ga boleh! Ga boleh!” racaunya, dan kurasakan dari pundakku, dia menggeleng-gelengkan kepalanya saat mengatakan kalimat tadi.
Mendengar itu aku tersenyum kecil saat ini, karena ada wanita lain yang peduli denganku bahkan memahami perasaanku. Wanita yang belum lama kukenal ini sudah membuktikan semua ucapannya. Dan sepertinya itu benar dengan perkataannya barusan walau tidak secara gamblang, dan benar, kurasa dia tidak bercanda. Karena dia sudah melakukan pembuktiannya disini.
Aku merasa..... wanita ini benar-benar menyayangiku.
Meski begitu aku tak boleh terbawa suasana, aku egois namanya kalau membiarkan dia terus menangis, maka aku berniat menenangkannya. Aku lalu membalas pelukannya dan berucap.
“Terima kasih.”
“Bodoh.... bodoh...”
“Aku tahu,” aku tersenyum dan mengusap-usap pundaknya, untuk menenangkan dirinya yang menangis menggantikanku.
Lama dia menangis, cukup lama kurasa, sampai akhirnya tangisannya redameski dia masih memelukku. Aku sebenarnya ingin berbicara setelah dia melepaskan pelukannya, tapi mau gimana? Dia masih memelukku. Jadi kurasa kulakukann saja sekarang ini.
“Aku akan berusaha mencari caranya.”
“Aku akan membantu,” balasnya dengan segukan yang tersisa.
“Kau sudah cukup membantu, jadi...”
“Aku mau membantu!” potongnya keras.
“Ah iya-iya-iya,” kuusap pundaknya lagi agar dia tenang.
:Aku ga mau kamu sedih....”
Aku tersenyum lagi dan berkata, “Mpris.”
“Hm...”
“Aku rasa kau lebih cocok mengungkapkan perasaanmu tanpa harus mengatakannya.”
“....maksudmu?”
“Seperti ini.”
“Seperti ini?”
“Ambil contoh, kau mengatakan kalau kau menyukai anak kecil.”
“Lalu?”
“Yang kau lakukan di pasar tadi, menghibur dan menenangkan anak kecil itu.... tanpa harus kau mengatakannya, kau sudah mengatakan dengan perbuatanmu, kalau kau memang menyukai anak kecil.”
Frieska lagi-lagi terdiam dan tak lama dia berbicara lagi.
“Yang kamu sebutkan itu contoh, lalu apa utamanya yang ingin kau maksud?”
“Bagaimana ya..... canggung juga kalau kusebutkan.”
“Apa?”
“Tapi kau pasti mengerti. Jadi, dengan apa yang kau lakukan sekarang ini, bahkan mengatakan tak ingin melihatku sedih.... yah, aku akhirnya percaya.”
Akhirnya Frieska melepas pelukannya. Matanya sembab dan masih segukan sedikit, alisnya mengerut dan juga bibir yang cemberut.
“Jadi kamu mengira aku masih bercanda waktu mengatakannya?”
“Lebih tepatnya aku tak percaya,” aku tertawa kecil, “Kok ada yang bisa menyayangi seseorang secepat itu.”
“Aku tidak bercanda!” sebalnya.
“Aku tahu.”
“Bohong!”
“Karena aku sudah merasakan buktinya tadi, yang kau lakukan sekarang ini.”
Frieska terdiam memandangku.
“Dari ini saja kau sudah bisa membuktikannya. Tanpa harus kau mengatakannya.”
“Jadi itu tadi maksudmu?”
“Ya. Kau lebih cocok mengungkapkan perasaanmu dengan perbuatan, dari pada dengan kata-kata. Cocok dengan kepribadianmu.”
“Memangnya kenapa kalau aku mengatakannya?”
“Awkward,” aku tertawa, “Kau yang cuek, tiba mengatakan kata-kata cinta, suka, sayang. Aneh rasanya. Apalagi terhadapku, orang yang bisa dibilang baru kau kenal.”
Dia cemberut dan aku melipat tanganku.
“Jadi kau lebih cocok seperti yang kubilang tadi. Mengatakannya dengan perbuatan, dari pada kata-kata.”
“Kenapa?”
“Bagiku,” aku tersenyum, “Kau begitu manis saat melakukannya.”
Dia akhirnya terdiam total, tak ada lagi suara segukan. Ia terus memandangku yang sedari tadi mengatakannya. Tiba-tiba eskpresinya berubah, dia terlihat kesal dan menarik ke 2 telingaku.
“Gombal!!!”
Aku tentu saja kesakitan, tapi aku terus menggodanya.
“Ekspresi salah tingkahmu ini benar-benar menyakitkan.”
“Iiiiiiihhhhh!!” dia semakin sebal dan semakin kuat menarik telingaku.
Aku membiarkannya saja, aku tahu dia salah tingkah karena wanita secuek apa pun pasti akan senang kalau dipuji, meski untuk hal yang kecil. Setelah puas menjewer telingaku, dia sekarang kesal melihat selangkanganku.
“Kenapa?” tanyaku.
Tiba-tiba disentilnya selangkanganku tepat di bagian penis sehingga aku meringis dan reflek menutupnya dengan ke 2 tanganku.
“Apa yang kau...”
“Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa tadi kau terangsang?”
“Apa?” aku memandangnya dengan sebelah mata.
“Kau terangsang melihat dia bersama pria-pria itu?” matanya melotot.
“Itu..... emm, yah.... bagaimana ya....naluri lelaki.....mungkin?”
“Bodoh!”
Mendengar itu membuat ku tersenyum, aku menutup mataku dan berkata.
“Ya...kau benar....” aku menundukkan kepala, “Aku dan ‘Joni’ ku ini benar-benar bodoh....”
“Memangnya kau tak pernah melakukannya lagi dengan istrimu?”
“2 kali.... selama kami pindah kesini....”
“Begitu.”
Frieska lalu duduk disampingku, bersandar bersama dibawah kasur. Efek air jahe susu tadi rasanya memudar karena hawa dingin perlahan memasuki pori-pori untuk menusuk tulangku. Dalam diam ini kami hanya mendengar nyanyian hujan dalam keheningan yang tak berarti.
“Dingin ya...” dia mengeluarkan suaranya.
Aku menanggapinya dengan menoleh ke arahnya, kulihat dia menekuk kakinya dan menundukkan kepala.
“Ya...” aku mengangguk kecil dan kembali menoleh ke depan.
“Disaat aku menjual tubuhku...”
“Hm?” aku menoleh kearahnya lagi.
“Jujur saja, terkadang aku tak tahan. Karena yang kuberikan biasanya titik-titik sensitif pada tubuhku.”
Agak bingung juga kenapa dia tiba-tiba membahasnya, tapi kuikuti saja.
“Maksudnya tidak tahan?”
Badannya miring ke samping dan kepalanya berbaring di pundak kananku.
“Disaat mereka (orang-orang yang menyewanya) melakukan sesuatu pada tubuhku, aku sebenarnya sangat terangsang. Selalu melintas di kepalaku untuk membiarkan mereka mengambil keperawananku....”
“Begitu, lalu.... bagaimana kau menahannya?”
“Aku tak bilang aku bisa menahannya, tapi aku masih mampu menggunakan akal sehatku untuk tetap pada pendirianku.....”
“Haha kau cukup kuat berarti, jadi?”
“Hm, yah. Setelah itu biasanya aku melakukan apa yang kau lakukan saat mengintipku dulu pertama kali.”
“Oh....” aku bilang ‘Oh’ saja, kurasa dia akan malu kalau aku mengatakan ‘Oh, masturbasi?’
“Ini aneh, tapi apa aku boleh tahu?”
“Tahu apa?”
“Boleh aku tahu kapan kamu kehilangan keperjakaanmu?”
Mendengar itu aku terdiam dan teringat akan masa lampau. Dimana aku kehilangan keperjakaanku saat memecah keperawanan anus milik Maya, karena dulu hanya itu satu-satunya ynag perawan dari dirinya dan Maya sendiri yang ingin aku memecahkannya.
“Keperjakaanku..... ini juga aneh.... keperjakaanku hilang di.... bagaimana aku mengatakannya ya?”
“Katakan saja.”
“Soalnya ya.... okelah. Kau mau tau?”
Dia mengangguk dan membuatku tanpa beban mengatakannya.
“Keperjakaanku hilang di anus istriku.”
“Hah?” Mendengar itu membuat Frieska mengangkat kepalanya dari punrakku dan membulat matanya menatapku. Aku tahu reaksinya pasti begitu.
“Ada alasannya.”
“Apa?”
Maka kuceritakan kenapa waktu itu aku menjebol anus Maya saat itu, dan kenapa Maya juga membiarkanku melakukannya. Penjelasanku yang mudah ini tampaknya bisa dimengerti olehnya.
“Begitu... jadi dia memberikannya karena ingin memberikan salah 1 keperawanannya untukmu?”
“Ya, dan.... ya, hanya itu yang tersisa darinya dulu.”
Dia menunduk dan tertawa, “Jadi kamu kehilangan keperjakaanmu di tempat yang bau dong?”
“Kau boleh mengejekku. Lalu kenapa kau menanyakannya?”
“Ingin tahu aja,” dia membaringkan kepalanya lagi di pundakku, “Sakit?”
“Apanya?”
“Apa istrimu dulu kesakitan waktu kamu melakukannya?”
Aku mengangguk, “Dia bilang sakit sekali, beda sakitnya saat perawan vaginanya dipecahkan mantan pacarnya. Aku dulu tak tega juga melihatnya waktu melakukan prosesnya, dia terus meringis....”
“Tapi kenapa kamu lakukan juga?”
“Udah kepalang nafsu hehe, jadi aku menenangkan seadanya, pokoknya yang ada didalam pikiranku masukin saja dulu, urusan dia kesakitan belakangan.”
“Jahat banget,” Frieska tertawa ringan.
“Namanya juga perjaka, ada kesempatan, mau bagaimana lagi.”
“Dasar...” dan sekarang tangannya mulai memeluk perutku dari samping,
“Kamu pernah bertanya kepadanya? Sakitnya waktu vaginanya dipecahkan?”
“Pernah. Dia bilang rasanya perih dan sakit sekali, yang bikin sakit itu saat penis mantan pacarnya menerobos selaput nya.”
“Lama ga sakitnya?”
“Sebentar, di vagina kan ada yang namanya klirotis. Itu katanya yang bisa mengalihkan rasa sakitnya, walau masih ada perih-perihnya sedikit. Yang paling sakit itu dia bilang anusnya saja waktu dipecahkan. Haha, jadi agak merasa bersalah jadinya. Tapi katanya sudah tidak lagi, karena sudah biasa. Kecuali untuk bagian anus, harus tetap dikasih pelumas karena anus tidak memproduksi cairan seperti vagina untuk membasahi penis.”
“Hm, gitu.”
“Ngomong-ngomong, kenapa kau menanyakannyan? Lalu kenapa kau memelukku?”
Frieska hanya tersenyum kepadaku dan membaringkan kepalanya lagi dipundakku. Kami kembali terdiam sambil mendengar nyanyian hujan, pelukannya lama-lama semakin erat.
“Gio...” panggilnya.
“Hm?”
“Aku tahu sakitnya perasaanmu melihat istrimu seperti itu. Dan bagiku itu tidak adil.”
“Tidak adil?”
“Kau setia kepadanya, sedangkan dia.... lalu kau yang tak mendapatkan apa-apa dari hak mu, tapi dia.... memberikannya kepada orang lain... Itu tidak adil....”
“Ya....”
“Aku ga mau kamu menerima ketidak adilan itu....”
“Ini....arah pembicaraannya kemana ya?” aku benar-benar bingung.
“Aku mempunyai prinsip, tentang keperawananku. Prinsip ku adalah, rela memberikannya untuk orang yang kupercayai untuk melakukannya.”
“....Lalu?”
“Dulu aku pernah mau memberikannya kepada pacarku, tapi dia telah tiada.”
“Mpris....”
“Gio.”
Aku menatapnya, tangannya memelukku naik keatas dan dia memegang wajahku. Diarahkannya kepalaku untuk melihat dirinya dan dia begitu manis memandangku.
“Sekarang kau lah orang yang kupercayai untuk itu.”
Suara halilintar ditengah hujan deras menggantikan rasa kagetku didalam kamar ini. Mataku membulat memandangnya.
“A...apa? Apa yang kau katakan?”
Frieska tak menjawab. Ia lalu berdiri dan berjalan menuju pintu kamar.
Ditutupnya pintu itu, ia kunci dan ia lempar kunci itu di atas lemari.
“Mpris, apa yang kau lakukan?”
“Kau terlalu baik....” dia tersenyum dan berjalan ke arahku, “Bodoh dan naif, sepertiku. Jadi aku tahu, harus dengan paksaan baru kau akan mengerti.”
Aku tak bisa bergerak, lututku tiba-tiba bergetar. Terlebih sekarang Frieska mengangkang di perutku dan duduk dipahaku. Tangannya melingkar di leherku dan tersenyum memandangku.
“Mpris....jangan bilang kau....”
“Aku sudah memutuskannya. Kalau kau tidak mendapatkan kepuasan dari istrimu, maka aku yang akan memberikannya padamu.”
“A..apa.??? Kenapa???”
“Bukankah tadi sudah jelas?”
“M....Maksudmu?”
Dia lalu memelukku, begitu lembut. Kepalanya yang berada tepat disampingku ini membuatku bisa mendengar suaranya yang berbisik.
“Kau begitu banyak membantuku.”
“Bantu?”
“Akan kujabarkan dengan jelas sekarang.”
“Menjabarkan.....apa?”
“2 sudah disebutkan. Kau menyelamatkanku dari pemerkosa, menyelamatkanku dari pekerjaan kotor itu....”
Frieska mengambil nafas sejenak dan berkata.
“Menyelamatkanku dari kesepian selama ini, dan menyelamatku untuk memiliki perasaan ini kembali dari seorang pria...”
Aku terdiam dan dia melanjutkan.
“Itu alasanku menyukaimu,” pelukannya semakin erat, “Hingga menyayangimu seperti ini.”
Aku terdiam sejenak dan berucap.
“Kau ini benar-benar mudah menyukai orang ya?”
“Tampangmu juga lumayan,” dia menahan tawanya.
“Tapi, Mpris. Apa kau serius?”
Dia menarik mundur badannya dan berkata
“Ya, aku serius. Aku rela memberikannya,” dia tersenyum, “Dan tidak mau memaksamu.”
“Bukankah ini sudah seperti pemaksaan,” ucapku mengomentari gaya duduknya ini.
“Ini hanya untuk pembuktian ucapanku. Sisanya kau sendiri yang tentukan.”
“Kenapa harus aku?”
Dia memelukku lagi dan berkata, “Kalau aku memaksakan keinginanku padamu, apa itu yang namanya sayang? Aku menerima semua keputusanmu.”
“Kau mengatakan hal yang canggung lagi....”
“Bisa dibilang aku menggodamu,” dia menarik tubuhnya lagi ke belakang,
“Sekarang pertanyaannya, apakah kau tergoda?”
“Munafik kalau aku mengatakan tidak....” ucapku sambil melihat tubuhnya.
“Lalu?” dia tersenyum.
Aku menatapnya dan berucap.
“Tidak.”
Frieska terdiam, dia lalu menunduk dan tersenyum tipis.
“Begitu....”
“Aku tak bisa melakukannya.”
“Aku mengerti....”
Frieska mengangkat kepalanya, dia tersenyum hanya saja tidak dengan matanya, matanya berair, yang menandakan kalau usahanya sia-sia setelah berbuat seperti ini untuk membuktikannya padaku. Dia memegang wajahku dan berucap.
“Kau memang orang baik....”
Aku tidak memjawabnya dan memberi isyarat agar dia berdiri. Frieska mengerti, dia beranjak dari tubuhku dan aku juga berdiri. Aku lalu melihat atas lemari yang dimana Frieska melempar kunci kamar ini disitu.
“Sekarang akan repot mengambil kuncinya.”
“Oh... iya,” Frieska sedikit menyeka matanya dengan ujung jari.
Setelah itu dia berbalik badan menuju kursi agar bisa dinaiki untuk mengambil kunci tersebut. Namun belum jauh dia melangkah, kutarik tangan kiri sehingga dia kaget dan ketarik ke belakang. Alhasil dia pun menubrukku dan kami berdua terjatuh diatas kasur. Tapi dengan sigap aku memutar badan dan mengunci tubuhnya dibawahku sehingga aku sekarang berada diatasnya.
“Gio....” matanya membulat.
Sedangkan aku tertawa kecil dan berucap.
“Mau mendengar hal yang lucu?”
Frieska tak menjawab karena dia masih termangu memandangku. Maka aku beritahu saja dari pada kelamaan.
“Kenapa kau mengunci kamarnya? Kau pikir aku bisa kabur kemana dari rumah ini?”
“Emm maksudmu?”
“Yang ke 2, kau selalu mengatakan aku ini orang baik. Sekarang pikirkan, apa yang kulakukan ini adalah contoh orang baik?”
Frieska terdiam sejenak, dan tak lama kemudian dia tersenyum dan menahan tawanya.
“Ketiga. Aku tadi sudah bilang, hanya orang munafik yang mengatakan tidak.
Dan tadi aku berkata tidak. Artinya?”
“Kau tadi munafik,” Frieska kembali menahan tawanya.
“Maka jawabanku itu kebalikannya,” aku nyengir, “Yang terakhir. Aku tadi bilang aku tidak bisa melakukannya bukan?”
“Kalau itu kenapa?”
“Bagaimana bisa aku melakukannya kalau kau duduk didepanku?” \
Frieska menutup matanya dan tertawa ringan, tangannya kembali melingkar dileherku dan ia membuka matanya.
“Apa aku orang baik?” tanyaku.
Frieska menggeleng, “Kau orang paling jahat!”
“Sejahat apa?”
“Munafik!”
“Mau berpikir 2 kali untuk memberikannya kepada orang jahat dan munafik ini?”
Frieska menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Setelah itu dia berucap.
“Bodoh!”
“Aku suka mendengarnya, katakan lagi.”
“Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bodoh!” ucapnya dengan menahan tawa.
“Ah, sekarang aku bosan mendengarnya. Masih mau mengatakannya?”
“Masih!” dia memeletkan lidahnya.
“Maka harus kubungkam mulutmu!”
Frieska akhirnya tertawa dan menyambut diriku. Ya, akhirnya aku benar-benar terbawa suasana ini dan tergoda oleh godaannya. Tapi bagi Frieska ini adalah pembuktiannya, maka aku sekarang menghormati saja apa yang mau dia lakukan.
Dan akhirnya aku bisa merasakan bibir lembut ini lagi, bibir Frieska benar-benar lembut disaat dia membalas ciumanku. Aku melepaskan ciuamnku sejenak dan memandangz begitu juga dengan dirinya. Kucium lagi bibirnya sekali, lalu ke pipinya dan merambat ke lehernya.
“Nnnnhhhhh,” Frieska mulai mendesah saat lidahku menjilat lehernya dalam gigitan mulutku pada lehernya.
Tangannya tidak lagi melingkar di leherku dan aku merasakan tangannya mencoba membuka ikat pinggang celanaku. Tapi dari posisi ini tentu saja sulit, maka aku mulai menghentikan cupanganku dan menegakkan punggungku. Ku buka ikat pinggangku dan membuka sedikit pengaitnya. Frieska lalu membuka baju kaos putihnya sehingga dia sekarang hanya memakai BH nya.
Saat Frieska mau membuka pengait celananya sendiri, aku mencegahnya dengan menubruknya pelan. Kami kembali berciuman dan tangannya sekarang mau membuka kaos yang kupakai. Kubantu dia sedikit agar dia mudah melepaskan kaosku, setelah aku bertelenjang dada aku menubruknya lagi untuk mencium bibirnya.
Puas melumat mulutnya maka aku pindah ke dagunya untuk kucium, lalu berpindah ke bawah lagi tepat dibawah lehernya, terus-terus sampai ke bawah dan dia tertawa geli saat aku mencium area pusarnya.
Dan inilah akhirnya, aku membuka pengait celana panjangnya, kuturunkan risleting nya, dan dengan perlahan menarik celana itu ke bawah. Dan saat celana itu terlepas, maka tertampanglah tubuh Frieska yang benar-benar seksi dan menggiurkan meski dia hanya memakai BH dan celana dalam.
“Kau sudah pernah melihatnya,” Frieska tersenyum dan beranjak sejenak.
“Hei aku orang jahatnya, berbaringlah.”
Tapi dia tidak mendengarkanku, aku didorongnya sehingga aku terbaring diatas kasur. Dia lalu merangkak mendekat dan mencium bibirku sejenak. Setelah ciuman itu terlepas dia tersenyum dan merangkak mundur. Sekarang giliran Frieska yang membuka celana panjangku sehingga aku hanya memakai bokser.
“Beraninya mengerjaiku,” dia merangkak lagi ke arahku.
Aku tertawa dan menyambut ciumannya. Dalam ciuman itu aku mengambil kesempatan untuk meraba tubuhnya, dan punggungnya sangat lembut waktu kuraba, begitu juga pantatnya.
Dia melepaskan ciumannya dan berucap.
“Ini hukumannya.”
Frieska kemudian melorotkan BH nya ke bawah dan astaga! Akhirnya aku melihat payudaranya ini dari dekat. Payudara indah yang sama indahnya dengan milik Maya, tapi Frieska unggul 1 poin. Karena dari dekat seperti ini, payudaranya jauh lebih besar ternyata. Dia lalu mendekat dan mengarahkan payudaranya ke wajahku.
Aku? Tentu saja langsung kulumat putingnya!
“Aaaaaahhhhh!!” Frieska mendesis saat mulutku mengulum payudaranya ini.
Putingnya yang ada didalam kulumanku ini tentu saja terus kumainkan.
Kujilat-jilat dulu areanya, menggigit pelan putingnya, dan kugelitiki ujung putingnya dengan ujung lidahku dalam gigitanku.
“Nnnnhhhgggg Gioooo,” lenguhnya manja.
Kuhentikan sejenak proses nenen ini, aku lalu mencoba duduk sehingga Frieska duduk pangkuanku. Setelah itu kulanjutkan proses penyedotan putingnya yang sempat tertunda. Frieska mendesah hebat saat aku melakukannya, tangannya sampai memeluk kepalaku. Aku tahu karena rata-rata puting adalah area sensitif bagi wanita.
“Giooo!” pelukannya di kepalaku semakin erat, “Pelan-pelan....”
Mungkin dia kelabakan dengan permainan lidahku di ke dua putingnya ini.
Puas aku ‘Menyusu’ payudaranya, maka aku kembali berciuman dengannya.
Didalam ciuman ini lidahku berusaha menyeruak bagian dalam bibirnya.
Frieska pasti menyadari lidahku yang bermain didalam mulutnya itu, dan tak butuh lama lidah Frieska juga menyusul ke depan sehingga lidah kami berdua bertemu.
“Mmmmhhhhhh, mmmhhhh!” suara kami begitu konstan saat melakukan french kiss ini.
Didalam ciuman ini perlahan-lahan aku memajukan tubuhku agar dia berbaring lagi, dan disaat dia berbaring kami terus berciuman, tanganku mulai gemas dan meremas-remas payudaranya yang besar dan kenyal ini.
Penisku sudah sangat tegang didalam bokserku, aku yakin Frieska juga sadar karena penisku ini menempel di pahanya. Kulepas ciumanku dan berbicara sambil memelintir pelan puting kanannya.
“Biar aku saja.”
Dia tersenyum dan aku menciumnya sebentar. Setelah itu aku meminta menarik BH Frieska kebawah, terus sampai bagian pinggulnya, kuputar sejenak arah nya dan kulepas pengait BH nya. Kutarik dan kulempar BH nya itu ke bawah kasur.
Dan sekarang pertahanan terakhir wanita ini. Aku agak turun ke bawah dan ingin menggodanya.
“Lebat ga nih?”
“Apa sih!” dia sebal dan memukul pelan tangan kiriku yang meremas payudaranya..
Aku tertawa saja dan mulai melepaskan celana dalam ini. Frieska menaikkan pantatnya agar mudah bagiku melepaskannya, celana dalam itu terus kutarik ke bawah dan kulempar sembarangan saat sudah terlepas. Dan sekarang tertampang lah vagina miliknya yang memiliki bulu lebat diatasnya.
“Jangan dilihat,” ucapnya malu.
Aku menuruti saja dan mendekat kearahnya, dia tersenyum menyambutmu dan terjadilah ciuman untuk kesekian kalinya. Ciuman terlepas dengan gigiku yang menarik pelan bibir bagian bawahnya sampai kulepaskan. Aku lalu berpindah ke samping kirinya dan berbicara sambil meremas payudaranya.
“Kau cantik sekali.....”
Frieska kulihat sedikit tersipu dan menahan tawanya melihatku. Sepertinya dia juga ingin mengatakan sesuatu.
“Gio....”
“Apa.”
“Boleh aku memanggilmu sayang?”
“Hm,” aku tersenyum, “Boleh saja.”
“Aku suka ciumanmu,” ucapnya.
“Kau akan mendapatkan lebih,” aku lalu mendekat kearahnya.
Kami kembali berciuman. Tangan kiriku yang sedari tadi meremas payudaranya mulai turun ke bawah, menuju vagina, dan tentu saja yang lebih kutuju adalah area klirotis nya.
“Nnnghhhh!!!” Frieska tercekat dalam ciuman ini saat aku melakukannya.
Area pinggang sampai ke bawah tubuhnya ini menggeliat bukan main saat aku memainkan klirotisnya. Aku melepaskan ciumannya dan dia terengah.
“Sayaaaang, sayangggg...” panggilnya untukku dengan nafas tersengal.
“Enak?”
“Nnnngghhhhhh!!!” mata terpejam erat dan kepalanya menukik saat kumainkan terus klirotisnya.
Kepalaku lalu berpindah ke bawah dan kuhisap lagi payudaranya.
Tak cukup 1 payudara sebelah kiri, payudara kanannya juga kulahap sampai-sampai Frieska menggelinjang dengan semua rangsanganku.
“Aaaaahahhhhhhh sayaaaaaaaaaaaannnggg!!!” erangnya.
Tangannya itu memegang kepalaku dan meremasnya, sepertinya dia benar-benar menikmatinya. Aku juga ingin menikmatinya lebih lama, untuk itu aku menyupang bagian dadanya dengan gigitan yang akan membekas nantinya. Seolah gigitan itu adalah cap yang mengatakan ‘INI MILIK KU!’
Frieska terus meliuk-liukkan bagian pinggulnya yang membuat tanganku semakin ganas memainkan klirotisnya.
“Saaaaaaayyyyyyyyyyaaaaaaaannnggg!!!” dia kembali mengerang nikmat.
Lalu tanganku dijepit oleh ke 2 pahanya, aku rasa dia sudah tak kuat lagi. Maka ku hentikan aktivitas untuk tubuh bagian atasnya dan fokus sama vaginanya.
“SAYAAAAAAAAAAAANNNGGG!!!” Frieska berteriak histeris.
Dan aku semakin cepat memainkan klirotisnya. Pantatnya itu bergeraka kesana sini, sampai akhirnya pahanya melebar begitu juga pantatnya yang naik. Dan terjadilah ‘Air Mancur Duniawi” dari vaginanya.
“Aaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!”
Air orgasme yang dikeluarkan Frieska begitu deras mengalir sampai-sampai membasahi kasur dan juga lantai dibawahnya. Pantatnya turun ke bawah dan dadanya naik turun yang mengakibatkan nafasnya tidak beraturan. Ku lap tanganku yang basah ke bagian perutnya dan kembali mendekatinya.
Setelah mendekat maka kukecup-kecup dirinya. Dari kening, pipi dan terus mengecup pipi nya. Tidak dimulut karena mulutnya itu masih terengah-engah.
Dengan lemah dia menoleh dan tersenyum kepadaku.
“Kamu nakal....” ucapnya.
“Hahaha,” aku tertawa, “Tampaknya habis ini kita harus membersihkan kamar.”
Dia terus tersenyum dan menutup matanya, sekarang kucium lagi bibirnya dan dia menyambutnya dengan senang hati. Kubiarkan dia beristirahat sejenak untuk mengumpulkan tenaganya kembali tanpa memberinya rangsangan.
Cukup lama berciuman lalu dia melepaskannya.
“Sini,” katanya.
“Ini udah disini.”
“Maksudku,” Frieska meraba penisku yang masih tertutup bokser, “Ini.”
“Oh,” aku tertawa.
Aku berdiri sejenak dengan Frieska yang masih berbaring dibawah.
Kuturunkan bokser ku dan muncullah penisku yang menegang dengan gagahnya.
“Sini,” Frieska tersenyum
Aku lalu duduk di dekat kepalanya dan dia tidur menyamping untuk melihat penisku, dan dia tampak sedikit takjub atau apa. Dia terus tersenyum memandang penisku seolah penisku ini enak dilihat baginya.
“Apa penis pria yang pernah menyewamu tidak ada yang seperti ini?”
Dia menahan tawanya, “Ada, tapi bau. Pasti bau. Tapi punyamu ga bau.”
“Rajin mandi.”
“Hihi.”
Dan akhirnya Frieska memegang penisku, jemarinya yang lembut itu hampir saja menghancurkan benteng sperma ku. Dia lalu mengocok pelan penisku sehingga rasa nikmat juga mendera bagian tubuhku.
“Semua pria pasti begitu mukanya waktu kuginiin, emang enak ya?” tanyanya saat melihat ekspresiku tadi.
“Yaa!!” kataku dengan nada nikmat, “Kau sudah pernah melakukannya bukan?”
“Iya,” dia tersenyum dengan penisku yang dikocoknya, “Ada yang lebih nikmat selain diginiin dan dikulum?”
“Maksudnya?”
“Aku ingin menyenangkanmu.”
“Hahaha, jilat saja lubang kencingnya,” ucapku bercanda.
Tapi Frieska benar-benar melakukannya, dia julurkan lidahnya dan memainkan ujung lidahnya di lubang kencing penisku!”
“Ouo-uoooo!!” aku terpekik nikmat.
“Kenapa, sayang?” dia tampak cemas, “Sakit?”
Aku menggelengkan kepala dengan punggung meringkuk, dan memberikannya jempol tanganku.
“Nikmat....” kataku dengan susah payah.
“Ya ampun kamu ini, kukira kenapa tadi,” dia cemberut.
“Kukira kau akan jijik?”
“Kenapa aku harus jijik?”
Aku menatapnya dan dia menatapku. Dia tersenyum dan mengecup kepala penisku dan kembali tersenyum sambil mengelus penisku. Dan dia membuktikannya dengan perbuatan, dia benar-benar tak merasa jijik melakukannya.
“Aku tak pernah melakukan itu terhadap pria lain, bahkan mendiang pacarku.”
“Benarkah?”
Dia mengangguk dan tak bosannya tersenyum, “Aku sayang kamu....”
Astaga, aku benar-benar luluh mendengarnya, apalagi tadi dia mengatakannya dengan suara yang lembut, suara yang tak pernah kudengar selama ini.
“Jadi,” dia mengelus penisku, “Sebutkan saja.”
Baiklah Frieska, karena kau sudah mengatakannya maka aku ingin merasakannya! Sebuah service yang bahkan Maya sendiri tak pernah memberikannya.
“Kulum kantong zakarku!!”
Dan benar, dia mengangkat penisku dan melahap kantong biji penis itu dengan mulutnya, bahkan lidahnya bermain didalamnya.
“OOOOHHH!!!” kepalanya mendongkak keatas saking nikmatnya.
Gila! Benar-benar nikmat! Aku mau mencoba yang lain!
“Jilat seluruh batangku!”
Frieska langsung melakukannya, dia keluarkan lidahnya lebih panjang dan menjilat batang penisku dari kantong penis sampai kepala penisnya.
“ANJJIIIIIINNNNNGG!!” batinku berteriak nikmat, sambil memegang kepalaku sendiri dengan remasan kuat.
Gila! Gila! Gila! Benar-benar nikmat! Mau lagi! Aku mau lagi! Dengan segera kuperintah Frieska untuk melakukannya.
“Kulum! Mainkan juga buah zakarku!!”
Frieska melakukannya setelah puas membasahi seluruh penisku dengan air liurnya, bahkan bagian buluku saja dibasahinya dengan air liur! Lalu dia membuka mulutnya, setelah ith perlahan-lahan memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan
HAP! Penisku di telan dalan mulut itu dan tangan 1 nya memainkan buah zakarku.
MAKA NIKMAT MANA YANG INGIN KAU DUSTAKAAAAAAA!!!!!!!!
BANGSAT!!! SINTING!!! GILA!!! INI BENAR-BENAR NIKMAT!! AKU TAK MENYANGKA TEKNIK BLOWJOB YANG BIASA DILAKUKAN ARTIS BOKEP YANG KUTONTON BISA SENIKMAT INI!!!
“Mmmhhhh mmmmhhh!” suara Frieska juga begitu seksi saat mengulum penisku ini.
“OH MY GOD!!” batinku untuk kenikmatan ini, tapi aku kan Atheis, akan kuubuah dulu batinku, “OH MY WHATEVER!!!!!”
Aku benar-benar takluk dengan blow job yang Frieska berikan dan kulihat dia juga agak kesusahan melakukannya. Biar sama-sama enak, aku lalu duduk didekatnya dan membaringkan kepalanya dipahaku, dan barulah dia bisa leluasa mengulum penisku ini.
Kulihat ke bawah dan melihat kepala Frieska begitu berirama saat mengulum penisku ini. Aku lalu membelai rambutnya, agar dia juga mendapatkan kenyamanan dari perlakuanku. Frieska juga lama-lama terampil, tadi dia hanya mengulum gitu-gitu saja tapi sekarang lidahnya mulai aktif didalam untuk melakukan teknik ini.
Ini kalau aku bisa nangis, aku nangis beneran dah. Gila! Enak banget! Apalagi bibirnya juga lembut, astaga! Double enaknya!!
Tapi aku merasa aku mau muncrat dan aku tak mau muncrat dulu. Maka aku meminta Frieska berhenti. Frieska menurut, dia keluarkan penisku itu dari mulutnya dan kaget melihatku terengah-engah.
“Kamu kenapa, sayang? Kok keringatan gitu.”
“Nhhiik...mhaaat,” kataku dengan suara serak kecil. Lihat! Suaraku saja sampai serak saking nikmatnya tadi!
“Iihhh kamu,” dia tertawa, “Ada-ada aja deh.”
“Sebentar dulu ya,” suaraku berangsur pulih, “Hampir keluar tadi.”
“Hmm,” dia tersenyum manis dan merentangkan tangannya padaku.
Aku pun menyambutnya uluran itu dan memeluknya, dan dia pun memelukku. Kami berciuman lagi dengan suara hujan yang membasahi diluar. Dalam pelukan ini penisku sudah beberapa kali bergesekan dengan area kelaminnya. Aku tahu Frieska juga merasakannya, dia lalu menatapku dalam dan berucap.
“Pelan-pelan ya, sayang....”
Aku tersenyum dan menciumnya lagi. Dan inilah saatnya yang kunanti-nantikan! Akhirnya penisku memiliki tugas terhormat untuk menerobos keperawanan wanita!
Dulu penisku lah yang menghancurkan pertahanan anus Maya.
Dan sekarang penisku akan menghancurkan pertahanan vagina Frieska.
Memang beruntung penisku ini! Bisa dapat jatah memecahkan keperawanan 2 kali! Karena penisku beruntung, maka akan kuberi nama penisku, “Si Untung!”
“Siapa si Untung, sayang?” tanya Frieska, karena tadi aku keceplosan mengatakannya.
“Oh enggak. Aku teringat orang yang punya hutang denganku,” ucapku berbohong.
“Hihihi sempet-sempetnya.”
“Siap?”
“Aku sayang kamu....” ucapnya itu lagi, buset dah, beneran enak didengar dan lembut suaranya. Oke, itu akan menjadi mantra buatku.

Dan perkataannya tadi kuanggap ‘Iya’. Aku lalu berpindah ke area kakinya dan dengan perlahan aku membuka lebar kakinya untuk mengangkang. Aku mengelus penisku dan melihatnya penis kebanggaan Indonesia ini. Apakah kau siap Si Untung?
Tentu saja kau siap, aku lah Jendral engkau!
Frieska mulai mengatur nafas untuk hal ini. Tangannya sudah siap sedia memegang bantal yang ia tiduri dan menutup matanya. Dan aku bersiap melakukan tugasku. Kupegang penis ini, mengocoknya sejenak, dan perlahan kuarahkan.
Raut wajah Frieska sewaktu kepala penisku menyentuh dinding vaginanya, wajar. Inilah pertama bagi dirinya, dan akulah yang mendapatkan kehormatan untuk melakukan eksekusi ini.
Namun aku tak mau menyiksanya dan tak perlu terburu-buru, soalnya berbahaya. Ini menyangkut selaput dara nya yang akan sobek saat aku melakukan penetrasi ke dalam vagina. Maka yang harus kulakukan sekarang adalah menghilangkan stress dan rasa cemasnya agar kesakitannya berkurang.
Aku mendekatinya lagi dan berada tepat didepan wajahnya.
“Mpris.”
Frieska membuka matanya dan mengulum bibirnya. Aku tersenyum dan mengatakan.
“Kau tak apa?”
“Bohong kalau aku mengatakan tidak.....”
“Aku tahu,” kuelus kepalanya untuk meringankan rasa cemasnya, “Kau bisa mengatakannya padaku kalau kau belum siap, jadi kita...”
“Tidak,” potongnya dan berkata, “Lakukan.”
“Kau yakin?”
“Ini keputusanku...”
Aku tersenyum dan terus mengelus kepalanya.
“Kuhormati keputusanmu, dan..... kau mau tahu?”
“Apa?”
“Kau wanita yang paling berani,” kuseka bibirnya, “Dan tangguh.”
Mendengar itu sepertinya mampu membuatnya terhibur, dia tersenyum dan begitu sayu memandangku. Oke, stess nya mungkin sudah agak mulai berkurang, sekarang rasa cemasnya.
“Kau yakin bukan mempercayakan ini kepadaku?”
“Apa itu meragukanmu?”
“Tidak, hanya saja, kalau ini keputusanmu, maka percayalah padaku. Aku tidak akan memaksa, saat kau kesakitan nanti aku akan berhenti dulu, yang pada intinya adalah... jangan takut.”
Dia memandangku dalam diam dan aku meneruskan kalimatku.
“Jangan takut.”
Dia tersenyum lagi dan mengatakannya.
“Kau menghiburku....”
“Apa aku menakutkan bagimu?”
Dia menggeleng dengan senyum manisnya itu.
“Mari kita saling mempercayai untuk ini. Ingat, keputusan yang kau buat ini sangat besar bagimu. Karena itu tadi aku menyebutmu....”
“Berani....” lanjutnya.
“Dan tangguh,” lanjutku sambil tersenyum, “Apa posisi ini nyaman bagimu?
Kalau tidak kita bisa mengganti posisi lain.”
“Tidak, ini sudah nyaman.”
“Begitu, soalnya aku tidak mau menyakitimu.”
“Kau....” wajahnya begitu bahagia melihatku.
“Ya?”
“Emm tidak, akan kuberitahu nanti saat... emmm, yah.”
“Kau membuatku penasaran.”
Dia tertawa dan memintaku menciumnya sejenak. Oke, sekarang aku yakin rasa cemasnya berkurang. Itulah caranya, aku sudah belajar dari pengalaman sewaktu aku terlalu menyakiti Maya saat menjebol anusnya.
Karena wanita itu mahluk yang mudah stres dan cemas sebelum melakukannyaseks, apalagi untuk pengalaman pertama, yang mengakibatkan pikiran dia akan tertuju kepada rasa sakitnya terus. Setidaknya dengan sedikit menghilangnya rasa stres dan cemas, rasa sakitnya akan berkurang.
Kulepas ciumanku dan berkata.
“Siap, cantik?” puji dia sedikit.
Dia tampak geram dan mencubit hidungku.
“Ayo, jagoan!”
Dan lihatlah dia sekarang, dia sudah tampak rileks. Fiuuh, itulah yang dibutuhkan olehnya. Maka sudah waktunya ini terjadi! Si Untung, apa kau sudah siap?
Hohohoho tentu saja penisku ini siap!
Aku mengarahkan penisku ke vaginanya lagi dan kali ini dia benar-benar sudah tampak siap. Karena dia masih perawan maka agak sulit untuk masuk dan menerobos selaput daranya. Tapi ada kemudahan juga bagiku untuk melakukannya dan aku bersiap menerobosnya.
“Nnnghh!!” Frieska mulai meringis.
Aku lalu berhenti, sesuai yang kujanjikan. Jadi ini tidak akan menyiksanya karena aku memang tidak memperkosanya. Kutenangkan dia lagi dan dia tampak senang dengan perlakuanku. Lalu kulanjutkan untuk penetrasi yang sempurna!Ada beberapa kali dia meringis sehingga aku berhenti.
Meringis.
Berhenti.
Meringis.
Berhenti.
Tau-tau diluar sudah tahun 2450.
Oke, bercanda.
Setelah melakukan proses ini-itu akhirnya vaginanya mulai terbiasa dan aku mencoba memasukkannya lebih dalam.
“NNNGHHHHHHH!!!” rintihnya keras dan lehernya mendongkak keatas.
Jebreeeet!!!
DAN AKHIRNYA GOOOOOOOOOLLLLL!!!
AKHIRNYA PERTAHANAN KUBU DARI PIHAK SANA MENYERAH JUGA
WAHAI PEMIRSA DIRUMAH!! SETELAH UMPANG LAMBUNG SANA-SINI,
TAKLING, OFFSIDE DAN PENALTI! AKHIRNYA ‘BOLA’ KU MASUK SECARA SEMPURNA MENEMBUS ‘GAWANG’ NYA!!
INI KEMENANGAN TELAK BAGI ‘SI UNTUNG’! BERI DIA TEPUK TANGAN!!
Frieska terengah-engah dan aku melihat vaginanya, lebih tepatnya seprai yangada dibawah pantatnya. Karena kulihat ada warna merah menyebar di area itu. Oh, akhirnya aku mendapatkan pengalaman ini dan baru kali ini aku melihat darah perawan.
Dengan penis yang sudah memasuki vaginanya maka aku maju perlahan untuk memeluknya. Dia langsung membalas pelukanku dan masih terengah-engah karena penetrasi yang pertama kali dia dapatkan. Cukup lama kubiarkan sampai akhirnya dia bisa mengatur nafasnya. Dia menatapku, tersenyum dan sebutir air mata turun dari mata kanannya.
“Sayang....” panggilnya.
“Sekarang kau bukan gadis, tapi wanita,” aku menahan tawaku.
Dia juga menahan tawanya dan lagi-lagi kami berciuman. Kubiarkan dulu vagina terbiasa dengan penisku itu. Dirasa sudah siap maka aku akan mulai menggenjot vaginanya, hanya saja dia memanggilku.
“Gio.....”
“Hm?”
“Aku mau melanjutkan kalimatku tadi....”
“Oh, ya, aku penasaran. Apa tadi yang ingin kau katakan?”
Dia tersenyum walau air matanya masih mengalir karena rasa sakit yang mungkin masih ia rasakan. Frieska lalu berkata lagi.
“Aku....”
“Hm?”
“Aku sudah tidak menyayangimu lagi....” dia menggelengkan kepalanya.
“Begitu,” aku tersenyum.
Dia tampak bahagia dari raut wajahnya dan berkata.
“Aku sudah mencintaimu....”
Aku terdiam walau aku masih tersenyum, begitu juga Frieska yang mengulangi kalimat yang sama.
“Aku mencintaimu....” wajah sendu bahagianya itu terus terarah kepadaku.
Aku tak membalas ucapannya, aku hanya menciumnya. Dan didalam ciuman itu akhirnya aku mulai menggenjot vaginanya secara pelan.
“Nnggghh,” dia mulai meringis disaat kami berciuman.
Kulepas ciumanku dan berkata, “Sakit?”
“Sedikit...tapi...”
“Sudah dapat enaknya?” aku tertawa.
“Jangan disebutin,” dia juga tertawa.
Kami berdua tertawa dan aku menarik mundur badanku. Kami berdua saling mengaitkan jari-jari tangan kami dan aku siap menggenjotnya lagi.
“Pelan-pelan ya....” pintanya dengan senyum.
“Ga tau ya kalau udah enak nanti,” aku kembali tertawa.
Dan kulakukan juga. Memang aku melakukannya pelan-pelan terlebih dahulu agar vagina nya itu mulai terbiasa, tapi yang namanya proses tentu saja tinggal menunggu waktu. Karena lama-lama kelamaan aku menggenjotnya semakin cepat.
“AAAAHHHHHH NNGNNNHHH!!!” Frieska mendesah hebat saat penisku semakin cepat menyodoknya.
Aku lalu meremas-remas payudaranya dan menghisap putingnya, agar rangsangan ini mampu membuatnya melupakan rasa sakit yang kurasa sekarang sudah memudar baginya.
“AAAAAAHHH!!! SAYAAAAAAAANGGG!!” desahnya lagi begitu kuat.
Dan inilah yang terjadi. Dihujan lebat yang dingin ini tak mampu menembus kulitku dan kulit Frieska, karena kami melakukan kegiatan yang mampu menghasilkan panas alami yang ada pada tubuh kami. Ini juga untuk pertama kalinya bagiku berhubungan seks dengan wanita lain selain istriku.
FRIESKA! KAU TELAH MEMECAHKAN KEPERAWANAN KESETIAANKU!!
Dan kulakukan juga. Memang aku melakukannya pelan-pelan terlebih dahulu agar vagina nya itu mulai terbiasa, tapi yang namanya proses tentu saja tinggal menunggu waktu. Karena lama-lama kelamaan aku menggenjotnya semakin cepat.
“AAAAHHHHHH NNGNNNHHH!!!” Frieska mendesah hebat saat penisku semakin cepat menyodoknya.
Aku lalu meremas-remas payudaranya dan menghisap putingnya, agar rangsangan ini mampu membuatnya melupakan rasa sakit yang kurasa sekarang sudah memudar baginya.
“AAAAAAHHH!!! SAYAAAAAAAANGGG!!” desahnya lagi begitu kuat.
Dan inilah yang terjadi. Dihujan lebat yang dingin ini tak mampu menembus kulitku dan kulit Frieska, karena kami melakukan kegiatan yang mampu menghasilkan panas alami yang ada pada tubuh kami. Ini juga untuk pertama kalinya bagiku berhubungan seks dengan wanita lain selain istriku.
FRIESKA! KAU TELAH MEMECAHKAN KEPERAWANAN KESETIAANKU!!
Wanita ini akhirnya bisa beradaptasi dan mampu mengimbangi permainan ini.
Dan vaginanya enak sekali, sempit karena baru dipecahkan dan payudaranya begitu dahsyat bergoyang saat kugenjot vaginanya.
Karena itu aku terus memegang dadanya untuk meredam ‘Gempa’ pada payudaranya itu yang agak sedikit lebih besar dari punya MayaAku memintanya untuk mengubah posisi dan ia mengiyakan. Aku lalu memintanya menungging dan.... menunggu apalagi? YA COBLOS LAH!!
“Oouuuhhhh sssshhhhh!!” desisnya.
Aku tidak langsung menggenjotnya begitu saja, tapi kuturunkan pantatnya agar dia tengkurap secara sempurna. Dengan pelan aku menimpa punggungnya dan mencium pundaknya itu sampai tengkuk lehernya. Semua kulakukan dengan pelan dan lembut. Beneran, aku mencium pundak dan lehernya begitu pelan.
Tapi tidak dengan bagian bawahnya!
“Aaaahhhh ooohhhh aaaaaaaaaaaahhh ahhhhhhhh!!!” Frieska saja sampai mendesah hebat seperti ini saat kugenjot dengan sekuat tenaga dari posisi ini.
Posisi ini cukup aman kalau memiliki kasur seperti ini. Seperti shok breaker, karena saat kutekan penisku dan kurarik lagi, pantat dia naik lagi secara otomatis karena kasurnya ini! Mantap pokoknya!
Cukup lama aku menggenjotnya sampai-sampai aku sudah tak tahan lagi ingin keluar, dan kurasa Frieska juga begitu karena dia sudah mulai meracau.
“Sayaaang! Sayaaaaaangg!! Sayaaaaannng!!!!!!!”
Dan aku merasakan ada air yang menembus di sela vaginanya yang kusodok ini.
“AAAAAAHHHHHHH!!!” Frieska begitu erat meremas seprainya.
Frieska akhirnya orgasme, begitu juga aku yang sudah hampir sampai.
Kupercepat genjotanku dan pasukan-pasukan sperma sepertinya sudah mulai memberontak!
Dengan segera aku mengeluarkan penisku dan menembakkan lahar putih hangat ini di pantat putih mulus milik Frieska, begitu banyak sampai-sampai air maniku itu nyungsep ke dalam belahan pantatnya.
Aku terkulai duduk dan mau mengambil nafas dahulu. Begitu juga Frieska yang terengah-engah di posisinya yang tengkurap. Luar biasa! Sudah lama aku tak merasakan seks seperti ini. Meski dengan gaya seks yang normal, tapi setidaknya aku sudah lama tak melakukannya.
Aku lalu melihat pantat Frieska yang basah karena spermaku, dan aku melihat masih ada darah disekitaran vaginanya yang tercampur dengan air orgasmenya.
Karena Frieska sudah memberikan kenikmatan ini, maka aku berinisiatif mencari sesuatu untukn mengelapnya. Kulihat ada handuk hitam dengan gaya sutra nangkring duatas kursi, aku turun mengambil benda itu dan kembali ke kesur.
Kubersihkan pantat Frieska dengan handuk ini yang menyita perhatiannya, dia membangkitkan diri walau setengah, menoleh ke belakang, dan tersenyum kepadaku.
“Hai cantik,” kataku saat masih fokus membersihkan pantatnya.
“Hai,” dia menahan tawanya dan mulai duduk saat aku selesai membersihkan spermaku.
Aku lalu mau membersihkan darah yang tersisa pada vaginanya, tapi dia meringis. Maka aku berikan saja handuk itu agar dia sendiri yang melakukannya, karena cuma dia yang tahu bagian mana yang masih perih di vaginanya.
Aku berbaring disamping untuk melepas lelah. Frieska yang masih asyik membersihkan vaginanya lalu menoleh ke arahku.
“Nanti mandi bareng aja ya?” ucapnya meminta sambil tersenyum.
“Habis itu membersihkan lantai dan sepraimu ini,” lanjutku
“Hihi,” dia kembali menoleh kedepan untuk mengelap vaginanya.
Aku lalu duduk sejenak, memeluknya ke belakang dan langsung menariknyaagar dia berbaring diatasku. Awalnya dia terkejut, tapi dia menerima perlakuan ini.
“Hai cantik,” godaku lagi padanya.
“Hai bodoh,” balasnya dengan tawa.
“Enak kan?”
“Iih! Kenapa ditanyain sih?” dia sebal.
“Pengen tahu saja,” aku tertawa.
Dia menahan tawanya dan mengangkat tanganku untuk memeluk perutnya.
Tapi setelah itu kuangkat tanganku untuk menyentuh payudaranya. Kenyal soalnya, fleksibel untuk diremas. Tapi dia terlihat biasa saja, karena dia tak protes maka terus kulakukan.
“Habis mandi, beresin kamar, jangan pulang dulu ya?” pintanya.
“Kenapa memangnya?” kucium-cium pundaknya.
“Temenin....” pintanya dengan suara manja.
“Ya, terserahlah. Asal jangan sampai malam saja.”
“Hangatin dulu badanmu ya, masih ada air jahenya. Frieska ga mau kamu sakit,” ucapnya.
“Iya-iya.”
Kami berdua lalu berciuman dari posisi itu sebelum kami melanjutkan aktivitas yang lain.
Setelah itu kami lalu melakukan tugas masing-masing. Frieska hendak mempersiapkan perlengkapan mandi sedangkan aku merapikan baju-baju kami tadi utnuk kutaruh diatas kursi, lalu melepas seprai kasurnya yang sudah ternoda oleh darah, keringat dan air mata, lebih tepatnya air orgasme Frieska.
Lalu Frieska memanggilku dan akhirnya kami mandi bersama dengan kucuran air hangat. Tentu saja dalam keadaan ini bisa dibilang tenaga kami sudah bugar lagi.
Tentu saja acara ini tidak hanya acara mandi semata.
“Aaaahhhh ahhhhhhhuu, nnnggghhh, pelaaaann-pelaaan iiiihhh,” sebalnya.
“Hehe maaf-maaf.”
Kami lagi-lagi berhubungan di kamar mandinya itu yang bisa dibilang besar.
Bath up ada, pancuran ada, lengkap! Tinggal kolam renang saja yang belum ada di kamar mandi ini. Tapi yang penting aksi ‘Pencoblosan’ dulu agar vaginanya itu semakin terbiasa.
MAKA NIKMAT MANA YANG INGIN DIDUSTAKAN?
Setelah berhubungan seks untuk ke 2 kali, kami lanjut mandi. Habis itu kami segera membereskan kamar tadi, aku memakai bokser dan celana panjangku.
Sementara Frieska memakai sweater besar berwarna coklat yang membuatnya tak perlu memakai bawahan karena besarnya swater itu menutupi bagian bawahnya. Aku bagian mengepel dan dia bagian membereskan tempat tidur.
Dia lalu ke belakang untuk menaruh seprai dan bajunya tadi ke dalam mesin cuci. Sedangkan aku mengambil HP ku tadi dan melihat apa yang sekarang terjadi dirumahku.
Aku melihat Maya sepertinya sedang istirahat diatas kasur setelah melayani ke 5 orang tadi, bahkan 5 orang tadi sudah tak ada lagi keberadaannya. Kurasa mereka belum lama pergi, jadi bisa dibilang Maya baru selesai melayani mereka sekarang.
Lewat sudut kamera yang ada maka aku menekan tombol zoom, dan aku bisa melihat kondisi selangkangan Maya yang sedang berbaring istirahat disitu. Penuh sperma diantara vagina dan anusnya.
Aku menghela nafas. Sepertinya ke 2 lubangnya itu lagi-lagi ‘Dipakai’ oleh ke 5 orang tadi. Aku lihat Maya mulai membangkitkan diri dan melepas seprai dari kasur kamar tamu itu. Aku tahu dia mau menghilangkan bukti seperti biasa.
Dia lalu keluar kamar dengan langkah gontai, kurasa kecapeaan. Dia lalu meraih ponselnya yang ada di atas rak TV yang ditaruh pak Bazam tadi dan dia sepertinya mau meneleponku.
Dan benar, ternyata dia meneleponku. Kuangkat saja langsung.
“Halo, pa,” salamnya duluan.
“Iya, ma. Mama belum tidur?” tanyaku pura-pura.
“Belum. Papa masih lama ya?”
“Masih kayaknya. Lebat banget hujannya disini. Disana?”
“Iya sama. Kalau gitu nanti hujan reda papa cepat pulang ya?”
“Iya. Mama tidur saja dulu ya? Suara mama kayaknya lelah gitu.”
“Iya. Kalau begitu mama tidur duluan ya, pa. Mama capek banget....”
“Jangan lupa gosok gigi, cuci kaki dan minum air hangat.”
“Iya, sayang. Yaudah, mama tutup dulu ya?”
“Iya.”
Setelah telepon terputus maka aku kembali melihat tampilan CCTV di ponselku dan melihat Maya sibuk berberes-beres untuk menutupi jejak 5 pria yang datang dan menikmati tubuhnya itu. Aku lagi-lagi menghela nafas sampai suara Frieska memanggilku dari luar.
“Sayang, airnya disini.”
Aku lalu keluar dan melihat Frieska sudah menunggu di meja ruang keluarga.
Aku duduk dan menikmati air jahe yang ia buat untukku.
“Oh, kenapa masih memanggilku ‘Sayang’?” tanyaku.
“Ga boleh?” balasnya.
“Kukira hanya untuk tadi saja.”
“Ga mau!” dia cemberut, “Pokoknya kalau kamu dirumah ini kupanggil kamu seperti itu!”
“Hahaha ya sudah terserah.”
Aku kemudian berbincang-bincang dengan Frieska disini. Menikmati air jahe dengan suasana sejuk dari hujan. Kami membicarakan pengalaman barusan dan dia menceritakan bagaimana rasanya saat penisku itu berhasil menembus vaginanya.
Setelah itu kami berbincang dengan topik lain dan dia sangat menikmati perbincangan ini.
Perlahan hujan mulai berhenti. Dan kulihat jam sudah menunjukkan jam 11.38 malam. Waktu selarut ini tentu saja membuatku ingin berpamitan pulang.
“Kalau begitu pulang dulu.”
“Kok,” alisnya mengerut dan cemberut.
“Udah malam,” ucapku.
“Aku belum ngantuuuuk,” lirihnya, manja.
“Ya tidur.”
“Temenin kek,” dia sebal.
“Nanti aku jadi kepengen lagi kalau menemanimu tidur,” aku tertawa.
“Hm,” dia tersenyum, “Mau lagi ga?”
“Udahlah, udah malam ini. Aku pulang dulu,” aku lalu beranjak.
“Jelek!” dia sebal tapi ikutan berdiri.
Frieska lalu mengantar ku sampai ke pintu depan. Belum kubuka pintunya dia sudah berbicara.
“Disini aja dulu kenapa sih? Temenin, sampai aku tidur, baru kamu pulang.”
“Udah gede masa takut?”
“Temenin ga!” dia melotot.
“Ga,” aku memeletkan lidahku untuk mengejekku.
“Kalau mau temenin! Aku kasih lagi!”
“Hahahaha, kau kira itu akan mempan?”
“Memangnya tidak?”
“Tidak.”
“Yakin?”
“Ya.”
“Yakin nih?” dia terus tersenyum untuk menggodaku.
“Hahahaha, ya tidak.”
Tidak kataku. Ya......sifatnya itu hanya sementara saja. Karena pada akhirnya aku....
“AAAAAAAHHH AAAAAAAHHHHH AAAAAAAAAHHHH!!” Frieska mendesah keras.
“Yaaa! Mantaaap!!!!” kataku nikmat saat Frieska melakukan gaya woman on top dan dia sendiri yang menggenjot penisku dengan vagina nya.
Pada akhirnya aku terbujuk oleh bujukannya. Karena bagaimana pun juga alasanku itu kuat. Dan alasanku adalah seperti kalimat dibawah ini.
MAKA NIKMAT MANA YANG INGIN DIDUSTAKAN!!

================

Part 12
Perlahan kubuka mataku, melihat lampu kamar yang menghiasi langit. Kulirikkan mataku ke bawah dan melihat sebuah kepala manusianaik turun tepat di depan selangkanganku. Sepertinya orang ini tidak asing, dan orang asing ini ternyata memang tidak asing. Karena yang asyik mengulum penisku saat tertidur tadi adalah istriku!
“Maya!!” ucapku kaget.


Maya memandangku, mengeluarkan penisku dari mulutnya dan tersenyum kepadaku.
“Pagi, sayang,” ucapnya sambil mengocok penisku.
“Kamu ngapain?”
“Emm,” Maya terlihat berpikir dan tersenyum sambil mengocok penisku, “Mama lagi pengen.”
“Ini kan masih pa...”
Oh shit! Belum selesai aku berbicara, Maya sudah melakukan aksinya lagi! Penisku dihisapnya begitu konstan, lincah dan gesit! Aku sampai kelabakan menerimanya, menerima semua nikmat yang tak bisa kuabaikan!
“Ah! Iya, sayang, bagus, disitu,” ucapku sambil memegang kepalanya.
“Mmmmmhhhh!!” kepala Maya begitu semangat naik turun melakukan blowjob ini.
Aku benar-benar takluk dengan semua ini, benar-benar nikmat!
Namun.... Maya semakin lihai juga ya menyepong sebuah penis?
Terakhir kali dia memberiku servis ini tak pernah seperti ini.
Sekarang lidahnya menyapu manja setiap inci batang penisku di dalam mulutnya.
Tangannya juga mengalun lembut saat mengocok dan mengulum.
Ada peningkatan servis blow job yang istriku lakukan saat ini.
Apakah ini berkat aksi nakal nya sehingga akhirnya dia sudah terlatih seperti ini?
Oh! Tapi sepertinya nanti saja aku mencari jawabannya! Karena sekarang pasukan sperma di markas penisku mulai memberontak!
“S-Sayang! Aku mau keluar!” erangku.
Tapi tidak! Maya tidak mendengarkan ucapanku, malah dia semakin agresif! Serangan ini tak mampu kuhadapi lagi, hingga akhirnya pasukan sperma ku mengamuk dan menyembur di dalam mulutnya!!
“Oouuuuuuhhhhhh!!”
Maya juga berhenti dan melihatku, seolah dia menerima saja spermaku ini menyembur dahsyat didalam mulutnya. Tetes akhir akhirnya keluar dan aku seperti kehabisan nafas menerimanya.
Perlahan demi perlahan Maya menarik kepalanya dan mengulum erat mulutnya sendiri saat memandangku.
Maya lalu membuka mulutnya dan menunjukkan air maniku yang tergenang didalamnya, setelah itu ia tutup lagi dan menelan habis bibit-bibit calon adiknya Dimas.
Aku terperangah melihat ini, tak pernah Maya melakukan service seliar ini kepadaku. Belum juga aku berbicara, dia menaiki kasur dan menubrukku.
“Nnggghhhh,” Maya mulai memeluk dan mencium leherku.
“Ma! Sebentar!”
“Ayo, Pa....” nafas Maya begitu terburu-buru, “Mama udah ga tahan....”
“Iya! Tapi sebentar dulu!” kupindahkan posisi istriku ke samping.
Aku beranjak dari kasur dan menaikkan celanaku dulu. Aku memandangnya dan dia cemberut memandangku.
“Nnnnggg,” Maya melenguh manja.
“Sebentar.... aaa, papa kencing dulu ya?” ucapku.
“Kencing di muka mama aja.”
“Apa?” alisku mengkerut.
“Oh!” Maya terlihat salah tingkah, “E-Enggak...” Maya lalu menumpu kepalanya dengan tangan kirinya, “Yaudah, mama tunggu disini.”

Aku lalu pergi ke toilet kamar ini dengan perasaan heran. ‘Kencing di mukanya’? Kenapa Maya bisa sampai berkata seperti itu? Imajinasi liar mana yang ia dapatkan supaya ia mau mendapatkan perlakuan tersebut?
Didalam toilet itu aku memikirkannya, kebetulan juga air seniku juga tak tahan untuk keluar. Selagi mengucurkan lubang kloset dengan air kencingku maka aku mulai berpikir tentang masalah tadi.
“Apa karena keseringan dipakai beramai-ramai.... otaknya mulai kacau?” pikirku.
Tentu saja aku berpikir seperti itu. Bahkan tadi adalah pengalaman pertamaku di blowjob Maya disaat aku tertidur, kalau aku tidak bangun mungkin bisa saja dia yang memasukkan penisku ke dalam vaginanya sendiri.
Ini sudah cukup gawat.Eksebisionis saja sudah menjadi malapetaka, dan kalau ini dibiarkan terus, maka Maya akan menjadi sesosok wanita yang Hyper Sex!
Tidak!
Tidak!
Aku tentu saja tidak akan membiarkan Maya sampai sejauh itu.
Sepertinya aku harus menolak ajakan seks nya pagi ini, dan...... kurasa sudah waktunya. Sudah waktunya bagiku untuk membicarakan hal ini dengannya.
Membicarakan kalau aku sudah mengetahui kalau dia bermain belakang selama ini.
Membicarakan semua kelakuannya di belakangku.
Ya, kurasa ini sudah saatnya.
Meski dia mengelak, aku mempunyai banyak bukti. Di ponsel dan rekaman CCTV, dia tidak akan bisa mengelak. Aku tahu dia pasti akan ketakutan, dan takut kalau aku akan menceraikannya.
Memang, terlintas dibenakku untuk menceraikannya. Namun aku juga ingin itu bukanlah menjadi satu-satunya cara.
Alasan pertama karena Dimas, anak kami. Aku tak ingin anakku mengalami broken home sejak dini.
Dan yang ke 2, masih ada sisa rasa sayangku kepada Maya. Agardia tidak menjadi wanita seperti itu seterusnya.
Jadi kupikir, aku bicarakan saja, dan membicarakan masalah ini.
Kami adalah 2 manusia dewasa, jadi berbicara adalah langkah pertama yang bisa kulakukan. Dan dari pembicaraan nanti aku akan menyarankan dirinya untuk konsultasi atau rehabilitasi. Karena nafsu sex yang Maya miliki sangat tinggi, buktinya dia bisa melayani 2 pria sekaligus selama ini.
“Baiklah! Aku akan membicarakannya!” pikirku dengan tekat yang bulat.
Dadaku membusung tegak! Wajahku menunjukkan keseriusan yang berarti! Langkah kaki mantap saat melangkah! Aku membuka pintu toilet dan memanggilnya dengan nada suara yang tegas!
“Maya!”
Dan aku terdiam, melihat pemandangan di depan mataku.
Kulihat Maya sudah bertelanjang bulat menyambutku diatas tempat tidur. Mengangkang dari posisinya berbaring dan memainkan vagina nya yang sudah basah tepat di depan mataku.
“Pa....” Maya menggigit bibir bawahnya, “Ayo.....”
Maya lalu sengaja menggeliat di depanku seperti betina yang mencoba merangsang sang pejantan di depannya. Tapi aku sudah membulatkan tekadku untuk berbicara.... ya! Berbicara!
“Sayang....” Maya menonjolkan ke 2 payudaranya dan tersenyum manis.
Berbicara?
APA ITU ‘BERBICARA’! MEREK MAKANAN ANJING MANA ITU!!
PERSETAN DENGAN BERBICARA!!
KUBUKA BAJU DAN CELANAKU INI DAN AKU MELOMPAT DENGAN GAYA AYAM TERBANG DIKEJAR SAPU MENUJU KASUR!!
“Aaaaaaaahhhhhh!!” Maya mendesah hebat saat kumasukkan penisku ke dalama vagina nya.
“Maya!! Oh!!” racauku sambil menggenjot dan meremas ke 2 payudara nya.
“Aaaaahhhh, nngghhhh ,ouuuuuuhhh!!”
Sial! Dengan mudahnya tekadku dihancurkan olehnya dengan vagina yang ia miliki! Sebuah vagina yang begitu elastis dan sudah pernah disodok lebih dari 10 jenis penis.
“Saaaayyyaaanngg!! Enaaaaaakkk!! Nngggghhh!!!” kepalanya menyamping dan megap-megap mulutnya.
“Enak banget vaginamu, sayang!” aku memeluk dan mencium lehernya.
“Aaaaaaahhhhhh aaaaaahhhh aahhhhh!!”
Gila! Mungkin perasaanku saja atau bagaimana, vagina istriku sudah terasa longgar bagiku. Apa ini karena sudah terlalu sering dipakai pria-pria lain? Ini sudah vagina, bagaimana dengan anusnya? Ah, coba kulihat.
“Maya, nungging gih,” ucapku meminta.
Maya menurut. Kutarik mundur penisku sejenak dan Maya mulai menungging.
“Astaga....” pikirku karena terperangah.
Aku lalu mendekat dan menancapkan penisku ke dalam vagina nya terlebih dahulu.
“Nnnngghhhhhh,” dan Maya melenguh menerima penetrasi ini.
Aku tidak menggenjotnya. Tapi aku arahkan jempol tanganku ke dalam anus nya. Dan tepat seperti dugaanku. Biasanya jempol tanganku masih sempit untuk masuk kedalam anus nya waktu aku melakukan gaya seks ini, tapi sekarang? LONGGAR!! JEMPOLKU TAK PERLU
KESUSAHAN UNTUK MASUK!
Tentu saja ini terjadi karena anus nya itu bukan eksklusif milikku lagi untuk disodok, entah sudah berapa orang yang mencicipi anus istriku saat melakukan gaya seks anal.
“Sayang?” Maya menoleh ke belakang.
Melihat longgarnya anus istriku ini membuatku marah dengan tingkah lakunya kemarin. Karena marah, aku segera menampar keras pantatnya!
“AAAAAAAHHHH!!” Maya melengking kesakitan.
Rasakan itu! Itu baru sedikit ekspresi kemarahanku yang kutujukan kepadamu! Sekarang menoleh lah ke belakang dan tunjukkan raut wajah kesakitanmu. Maya benar-benar menoleh ke belakang dan aku akan tersenyum puas melihat raut wajah kesakitannya.
Tapi tidak.
Malah senyum istriku melebar dan sayu memandangku.
“Lagi....” ucapnya.
“Lagi?” aku tentu saja bingung.
“Tampar pantat mama lagi, Pa, tampar!”
Oh! Jadi kau mau tambah rupanya? Baiklah! Akan kutampar lebih keras dari tadi.
“AAAAAAAHHHHH!!!” Maya lagi-lagi melengking, “LAGIIIII!”
“Apa?” alisku mengerut.
“TAMPAR LAGI PANTAT MAMA! LEBIH KERAAAS!!!” teriaknya.
Aku bingung, tapi tetap kulakukan. Kutampar pantatnya dan dia malah menikmatinya. Terus kutampar dan kutampar sampai-sampai pantatnya memerah bukan main akibat tamparanku.
“IYAAAAAAH! LAGIII, PAAA!!! LEBIH KERAAAASSS!!”
Aku benar-benar terdiam. Maya benar-benar menikmatinya?
Bahkan aku memang diam secara harfiah, karena bukan aku yang menggenjot vaginanya, malah dia sendiri yang menggenjot penisku dari posisinya itu.
Sial! Kenapa kau jadi seperti ini Maya?!
Kutampar lagi pantatnya untuk terakhir kali dan Maya berteriak nikmat. Lalu kupegang ke 2 bongkahan pantatnya dan aku yang terus menggenjotnya.
“OUUUUHHHH SSSSHHHHH!!!” Maya menggoyangkan pantatnya, “Papaaa hebaaaat!!! Nnnggggghhhhh!!”
Genjottanku semakin kupercepat akibat rasa marah dan nikmat.
Dan otot-otot vaginanya juga senantiasa bermain untuk memijit penisku! Sial, Maya! Meski longgar, dia mampu membuat vaginanya itu seolah-olah sempit akibat pijatan otot vaginanya.
Ada 15 menit aku terus menyodokknya sampai akhirnya aku tak tahan lagi.
1 semprotan.
2 semprotan.
3 semprotan.
Dan semburan air maniku muncrat didalam vaginanya, kutekan lebih dalam penisku untuk merasakan sensasi nikmat yang kurasakan.
“Nnnnngggghhhhh,” Maya melenguh.
Aku keluarkan penisku dari dalam vagina nya dan aku roboh di sampingnya. Aku kelelahan dan Maya juga masih tak bergerak dari posisinya.
“Makasih, sayang....” ucapku tersengal-sengal.
Maya lalu merangkak ke arahku dan tersenyum.
“Mama belum keluar...” ucapnya.
“Eh?”
Dan tiba-tiba saja Maya menghisap penisku lagi, aku kaget dan berusaha menghentikannya.
“May! Maya! Istirahat dulu sebentar!”
Tapi Maya tidak peduli, dia terus menghisap penisku yang loyo itu seolah ingin membuatnya tegak kembali. Aku benar-benar kewalahan, dan tentu saja usahanya sia-sia. Aku jarang bisa tegak kembali setelah ejakulasi.
“Mama pengen coba ini.”
“Coba?”
Maya lalu membungkuk di selangkanganku, digapainya penisku yang loyo itu dan diarahkannya ditengah belahan payudara.
“Shit!!” batinku.
Sekarang Maya menjepit penisku dengan payudaranya!
Diludahinya bagian tengahnya itu dengan air liurnya sehingga penisku terasa licin, payudaranya yang mengepit penisku mulai turun naik.
Bangsat!! Aku baru pertama kalinya mendapatkan tits fuck!!
“Enak, sayang?” Maya tersenyum.
“Kamu.... belajar dari mana?”
“Film porno,” jawabnya sambil tertawa.
Oh sial! Sial! Sial! Indra perasa pada penisku merasakan kelembutan payudara Maya ini! Begitu lembut, sangat lembut, sampai-sampai.....bangsat! Penisku menegang lagi!!
“Hmm!!” Maya gemas melihat penisku yang menegang dan semakin dahsyat melakukan tits fuck nya.
Gila! Maya, kau benar-benar sudah gila!! Kau bahkan mampu membuat penisku yang loyo sehabis ejakulasi menegang seperti ini?!!
Belajar dari perguruan manakah engkau!!
Maya menghentikan service tits fuck nya tersebut, dia naik ke atas kasur dan mengangkang, ia buka lebar vaginanya dengan tangan dan memandangku manja.
“Ayo, Pa, mama kan belum keluar.”
Tanpa perlu disuruh pun memang kulakukan! Dengan tenaga yang ada aku mulai beranjak dan segera mencoblos vaginanya.
“Ouuuhhhhhhhhh!!” lenguhnya panjang.
Payudara berguncang hebat menerima sodokan penisku ada vaginanya, dan vaginanya dengan konstan mengimbangi sodokanku.
Sial! Istriku benar-benar seksi kali ini! Meski aku sudah kenyang melihatnya telanjang selama ini! Kuraih tangannya dan semakin kencang melakukan sodokan tanpa ampun!
“Aaaaahhhh!! Aaaaahhhhhhh!! Paaaapaaaaaa!!!”
“Enak sayang???”
“Nnnnggghhhh!!! Iyaaaaaa!!! Enaaaaaaakkk!!! Aaaaaahhh ahhhhhhhh!!”
Bunyi PLOK! PLOK! PLOK! PLOK! Hasil terbenturnya penisku dan vagina Maya bagaikan suara penyanyi Diva Indonesia, begitu merdu dan indah didengar.
“AHHHHHH!! PAPAAAAA!!” Maya meraih tanganku dan dituntunnya untuk meremas payudaranya, “NNGHHHHH!!”
Kuremas payudara dan susu murni dari payudara kirinya itu terus keluar yang menandakan betapa nikmatnya Maya menerima sensasi seks seperti ini. Aku lalu menunduk sambil menggenjot, untuk menikmati susu dari sumber alaminya langsung.
“OOUUUUUHHHHH!!!” Maya lagi-lagi mendesah keras..... apa sampai segitunya? Ah bodo amat dah!
“PAAAAHH!! TAMPAAARRR!!”
“Apa??”
“TAMPARRR!!! NNGGGHHHH!! TAMPAR SUSU MAMA!!”
Aku kaget mendengar permintaannya itu. Kenapa Maya jadi seperti ini?
“PAAA!! AAAHHH!! AHHH!! TAMPAAAARR!!” teriaknya lagi.
“Cubit saja ya?” aku malah menawarkan hal lain, karena dari depan begini aku tak tega melakukan kekerasan padanya.
“IYAAAAAHHH!!”
Lalu kucubit ke 2 putingnya dan Maya semakin menggelinjang.
“OOUUUHHHHH!!!”
“Ooohh! Mayaaa!!” aku terus menggenjotnya.
“TARIIKKKK PUTING MAAAMAAA!!”
“Apa??” lagi-lagi aku kaget.
“TARIIIIIK!!!!”
Kaget karena teriakannya itu, spontan aku melakukan apa tang dimintanya itu. Kutarik ke 2 putingnya dengan keras sehingga punggungnya naik dan kepalanya menadah ke belakang dengan mulut menganga.
“OOUUUHHHHSSSSSS!!!”
“Maaf, papa....”
“TERUUSSSS PAAAAA!!”
Aku benar-benar bingung, kenapa Maya jadi suka disakiti seperti ini? Tidak kulakukan dan aku melakukan apa saja yang semestinya tanpa menyakitinya. Maya tiba-tiba mendorong tubuhku sehingga aku terbaring, sekarang gantian diatas dan menggenjot penisku dengan vagina nya yang turun naik.
“Sial!!” batinku bingung serta nikmat sambil meremas payudaranya.
“OOOHHHHH!!! NNNGHHHH!!!!!”
Sudah lebih dari 10 menit kami bercumbu akhirnya tak tahan lagi, penisku lagi-lagi batuk dan mengeluarkan air mani yang kurasa kali ini keluar begitu banyak! Maya juga berhenti, keringatnya bercucuran dan ia mencoba mengeluarkan penisku dari vaginanya sehingga air maniku meluber keluar dari lubang surgawinya itu.

Aku terengah-engah dengan nikmat seksual yang kudapatkan sepagi ini, Maya juga terengah dan tersenyum memandangku.
“Maya sayang papa....” ucapnya.
“Sama...” aku tersenyum dan mengurut pahanya karena dia duduk diatas perutku.
Dia lalu membungkuk dan memelukku, pelukannya begitu hangat dan lembut. Dan dalam pelukan itu dia juga berbicara dengan suara yang lemah lembut.
“Gio....”
“Hm?”
“Apa pun yang terjadi.... Maya sayang sama kamu....”
“Apa maksudmu ‘Yang Terjadi’?”
“Apa pun itu,” Maya kemudian mencium pipi ku, terus menerus.
Aku sedikit terenyuh dan mengusap kepalanya karena dia masih asyik mencium pipiku. Setelah itu dia beranjak dan memainkan dadaku dengan ujung jarinya.
“Sayang....”
“Ya?”
“Mama....”
“Kenapa?”
“Mama belum keluar....”
Mataku membulat mendengarnya.
“Lagi ya....” ucapnya meminta.
“Apa? Maya! Apa kau bercanda?! Kita kan baru saja....ARRRGHHHH!!!” Aku tak sempat berbicara penuh karena Maya dengan cepat mengemut penisku lagi.
“Mmmmmhhhh!!!” Maya begitu nikmat mengulum penisku.
“May! Maya! Bentar, sayang!” aku berusaha melepaskan kepalanya dari selangkanganku.
Tapi tenagaku melemah karena sudah 2 kali ejakulasi tadi, dan penisku berkhianat! Dia kembali menegang yang membuat Maya semangat dan melotot nafsu memandangku.
“Biar mama aja, papa yang diem,” ucapnya sambil merangkak ke atas.
“M-M-May...” aku berusaha melarikan diri.
Tapi terlambat. Dia menahan penisku dan melahap senjata umat pria ini dengan vaginanya yang mekar.
“OOOOOHHH!!” Maya lagi-lagi melenguh dahsyat dan menggoyangkan pinggulnya.
Aku tak menyangka Maya bisa menjadi liar seperti ini! Bahkan terhadapku! Aku sampai kewalahan menerima service dirinya!
Dan ini untuk pertama kalinya..... aku kalah mutlak dengan serangan vaginanya.
*****
Hari ini adalah hari terakhir ayah mertuaku liburan, ternyata liburan mertuaku begitu cepat dikarenakan ada bisnis dadakan yang tak bisa dia tinggalkan di Jakarta. Jadi mereka akan pulang hari ini dan sudah berangkat tadi malam.
Karena itulah Maya sibuk membereskan rumah ini dan sekarang dia lagi memasak setelah selesai membereskan ini-itu.
Sedangkan aku?
Letoy tak berdaya di depan TV.
Kejadian tadi pagi benar-benar gila! Air maniku kering kerontang rasanya diperas oleh vagina Maya tadi pagi! Untuk informasi saja, jangan mengira permainan ke 3 tadi itu berakhir.
TIDAK!
Masih lanjut, dan permainan ke empat barulah Maya bisa orgasme dengan dahsyat! Aku tak menyangka Maya bisa sekuat itu melakukannya. Apa karena sudah terlalu sering ‘Dipakai’ maka membuat ketahanan tubuhnya saat bercumbu meningkat?
Entahlah, yang jelas aku masih tak bisa bergerak. Lututku masih lemas, bahkan untuk mandi saja aku sampai berpegangan pada tepian bak nya.
Luar biasa sekali Maya, mampu membuat suaminya ini bagaikan orang tua renta berjalan. Ya, aku saja sampai tertatih-tatih berjalan tadi.
“Pa,” ucapnya memanggil.
Aku kaget, “May! Udah, Maya! Papa masih nggak ada tenaga!”
“Apa sih,” dia tertawa, “Itu HP papa bunyi terus.”
“Oh,” aku bernafas lega, kukira dia minta jatah lagi, “Bisa ambilin?”
“Malas amat sih,” ucapnya, apa dia tidak sadar kalau dia yang membuatku begini?
Maya memasuki kamar dan keluar sambil melihat hp ku.
“Ucup,” ucapnya dan menyerahkan hp ku, “Siapa Ucup, pa?”
“Oh!” aku tersentak, “Dia... dia, ah! Dia anak buahnya pemilik penyewaan mobil! Pasti dia mau mengajak tanding catur lagi!”
“Dasar! Catur dipentingin! Istri ditinggalin!” Maya cemberut dan menyerahkan hp ku.
“Maaf,” aku tertawa tak enak.
Maya lanjut ke dapur sedangkan aku berusaha berdiri untuk menerima telepon ‘Ucup’ di luar rumah. Itu karena aku tak mau Maya mendengar percakapanku. Karena ‘Ucup’ yang meneleponku ini bukanlah anak buah pemilik penyewaan mobil kemarin, TAPI FRIESKA!
Aku mengubah namanya menjadi ‘Ucup’ agar istriku tak curiga apabila Frieska meneleponku, bahkan wanita itu sendiri yang memberikan usul seperti itu kemarin.
Setelah susah payah berjalan dengan lutut bergetar-getar akhirnya aku bisa keluar rumah dan mengangkat telepon itu di halaman.
“Halo.”
“Bisa bicara dengan pak Gio?” terdengar balasan Frieska yang mengubah suaranya menjadi berat ala pria.\
Aku menghela nafas, “Ini aku.”
“Hehehe.”
“Ada apa?”
“Kamu kapan kesini?”
“Memangnya aku ada janji mau kesitu lagi?”
“Kok gitu sih?” dia terdengar sebal.
“Apanya yang gitu sih?”
“Kesini ga!!”
“Ga.”
“Kesini!!”
“Ga.”
“Iiihh! Kesini!!”
“Memangnya kenapa?”
“Aku hamil! Tanggung jawab! Jadi kamu wajib kesini!”
“Hei...” aku menghela nafas, “Aku tidak keluar didalam, bagaimana ceritanya kau bisa hamil? Lagian cepat amat hamilnya!”
“Aku hamil! Kesini!” dia masih kekeh dengan alasannya.
“Alasan kau tak masuk akal.”
“Uuuhhh!!” dia terdengar ngambek.
“Apa susahnya jujur?”
Lama tidak ada suaranya, sampai akhirnya dia kembali berbicara.
“Aku kangen....”
“Haaaah,” aku menghela nafas lagi.
“Aku beneran kangen sama kamu!!”
“Iya-iya,” aku mengiyakan saja sambil menggaruk kepalaku yang gatal.
“Kangen.... kesini ya.... Mpris kangen Gio....” ucapnya manja.
“Ga geli ngomong kayak gitu?”
“Geli sih,” suara Frieska bernada jijik dan aku tertawa kecil, “Tapi aku bener-bener kangen....”
“Itu cara klise untuk memanipulasi pria,” ucapku, “Tidak sekalian bilang ‘Rumahku Kosong’ gitu?”
“Uuuuhhhh!!”
“Hahahaha. Lagian memang tidak bisa.”
“Kenapa?”
Aku lalu mengatakan alasannya yang dimana aku wajib dirumah karena mertuaku akan pulang hari ini bersama Dimas.
“Begitu, jadi mereka pulang hari ini?” tanyanya lagi untuk kepastian.
“Ya.”
“Hmm, yaudah deh. Aku ngerti.”
“Terima kasih.”
“Kira-kira kapan mereka pulang?”
“Entahlah, mungkin siang nanti.”
“Oke.”
“Oke?”
Telepon terputus dan aku hanya bingung memandang hp ku. Ah sudahlah. Aku kembali masuk ke dalam rumah dan duduk di depan TV.
Sudah beberapa menit waktu habis dan Maya akhirnya selesai memasak dan bergabung denganku untuk istirahat dengan terpaan angin dari kipas angin.
“Udah jam segini ya,” ucap Maya sambil memandang jam tangannya.
Aku mengiyakan dan teringat akan pikiranku sebelumnya. Yang dimana aku ingin membicarakan tentang perilakunya selama ini.
“Maya,” panggilku.
“Hm?”
“Papa....emmm,” aku lalu memandangnya.
“Kenapa?”
Disinilah terjadinya gejolak batin pada diriku, apa aku harus mengatakannya atau tidak? Disaat seperti ini? Tapi kalau aku tunda,
Maya akan semakin jauh bertindak nantinya.
Aku tidak mau wanita yang telah memberiku kebahagiaan dan keluarga ini menjadi sosok seperti itu.
Baiklah, sepertinya memang harus kukatakan!
“Maya, aku sebenarnya sudah....”
Dan suara mobil didepan rumah menarik perhatian kami berdua.
“Sudah apa tadi, pa?” Maya memintaku melanjutkan.
“Aaa, nanti saja. Mending kita lihat siapa di depan.”
Sial! Ternyata begitu sulit kulakukan. Dan aku rasa ini belum saatnya, karena hari ini mertua dan anakku datang. Aku juga tidak mau mertuaku sedih, kecewa dan marah terhadap tingkah Maya selama di desa ini disaat aku mengatakannya hari ini.
Kami berdua lalu berdiri dan mendengar bunyi pagar terbuka, yang menandakan memang ada orang yang datang ke rumah kami.
Maya lalu mengintip dibalik jendela dan berkata.
“Oh!”
Sedangkan aku langsung membuka pintu depan.
“KAMI PULANG!!” teriak seekor manusia berkepala babididepanku.
“WAUWAAAAAAA!!” aku tentu saja kaget dan terjengkang ke belakang.
“Kenapa menantuku?”
Pakai ditanya lagi! Siapa juga yang tidak kaget melihat manusia memakai topeng babi tepat di depan muka seperti ini!
Ya, yang datang itu mertuaku dan Dimas dengan menggunakan taksi. Dan yang memakai topeng babi serta bertanya tanpa rasa bersalah itu tentu saja ayah mertuaku.
Yang terkenal jago berbisnis.....dan aneh sedari dulu.
*****
Akhirnya keluarga kami komplit kembali di rumah ini. Dan kulihat Maya begitu senang dan terus memeluk anak kami karena kerinduannya sebagai sosok ibu untuk Dimas.
“Hmm, anak mamaaaaa!” Maya memainkan hidungnya di pipi Dimas.
Lihat, bagaimana aku tega mengatakannya disaat seperti ini?
Melihat Maya yang begitu bahagia dan melepas rindu bisa bertemu anak dan ke 2 orang tuanya kembali.
“Ini oleh-oleh untuk kalian,” ucap Ibu mertuaku dengan senyum.
Aku dan Maya menerima oleh-oleh pakaian masing-masing 1 lusin,beberapa makanan kalengan yang begitu banyak, dan 2 buah HP keluaran terbaru.
“Ya ampun, Ma. HP lagi,” Maya tertawa memandang ibunya.
“Disana murah loh dan belum masuk Indonesia,” kata ibu mertuaku, “Kalian coba ya, seperti biasa.”
“Hihihi yaudah deh, makasih ya, Ma,” Maya mencium pipi ibu mertuaku.
Yaaah, memang tak mengherankan. Ibu mertuaku ini memang suka membelikan barang elektronik ini untuk kami, bisa dibilang kami ini adalah ‘Uji Coba’. Karena ibu mertuaku ini mempunyai bisnis jual beli HP, jadi kalau ada HP keluaran terbaru maka dia akan membeli dan membiarkan kami untuk mencoba agar tahu kekurangan dan kelebihannya dimana.
Karena ibu mertuaku ini punya kerja sama dengan brand HP ternama, tentu saja dia mau mencari tahu kelebihan dan kekurangan HP saingannya.
Dasar orang kaya.
“Ayah juga punya oleh-oleh untuk kalian!”
Ayah mertuaku lalu menarik kotak besar yang dibawanya tadi dari bagasi taksi. Dibukanya dan dia mengeluarkan barang-barang yang tak tahu fungsinya untuk apa.
Ada mic bluetooth.
Mainan rumah-rumahan.
Boneka barbie.
Dan aneka mainan masak-masakan.
“Ini apa, yah?” ucapku dengan wajah datar.
“Ini Mic!” dia mengangkat mic bluetooth itu, tanpa perlu dikasih tahu nenek-nenek penjual batu bata juga tahu itu Mic!
“Aku sama Maya kan tidak hobi karaoke, yah,” ucapku.
“Tuh kan!” ibu mertuaku menyentil tangan ayah mertuaku,
“Keluar uang percuma jadinya!”
“Kalau gitu ini untuk ayah saja!” sepertinya dia memang membeli itu untuk dirinya dan mengatakan itu untuk aku dan Maya kepada ibu mertuaku.
Pandai juga akalnya.
Ayah mertuaku hendak mencoba mic itu. Dihidupkannya mic itu yang dimana sudah ada speaker stereo didalamnya. Di arahkan mic nya itu ke pantatnya sendiri dan betapa besar suara kentut nya yang mengamuk gara-gara mic itu.
“Hebat! Suaranya luar biasa!” ucap ayah mertuaku bangga.
“Bau nya juga luar biasa,” ucapku sambil menutup hidung dan mengibas tangan.
“Lalu mainan rumah-rumahan dan masak-masakan ini untuk apa,
Yah?” tanya Maya, sama, sambil menutup hidung.
“Iya. Dimas kan cowok, masa harus main mainan anak cewek?” lanjutku.
Raut wajah ayahku tiba-tiba menjadi serius secara drastis, dia memandangku dan Maya bergantian.
“Ayah sudah memikirkan ini,” ucapnya.
“Memikirkan apa?”
“Ayah sudah konsultasi kan ini sama tukang daging di tempat liburan.”
“Konsultasi?”
“Ya! Ayah dan tukang daging itu berkonsultasi! Dan kami memutuskan!”
“Apa?”
“Berikan Ayah dan Mama cucu perempuan!!” serunya, mantap.Sebentar.... dia ingin mempunyai cucu perempuan....dari aku dan Maya....dan dia berkonsultasi sama tukang daging?
Kuulangi lagi dengan huruf kapital.
TUKANG DAGING!!!!
KENAPA HARUS TUKANG DAGING!!
MEMANGNYA TUKANG DAGING MEMBANTU PROSES KELAHIRAN ANAKKU DAN MAYA?!!!
Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran ayah mertuaku ini!
“Cucu perempuan?” tanya Maya.
“Iya. Ayah sudah konsultasi sama tukang dagingnya 2 hari 2 malam,” jelas ayah mertuaku....SELAMA ITU?! NIAT BENER!!
“Tapi bagaimana cara kami menentukan jenis kelaminnya, yah.”
“Tenang! Ada caranya!”
“Gimana?”
“FENG SHUI!!” katanya. Oke. Mantap.
Sekarang dia membawa ilmu Feng Shui yang ditujukan untuk tata letak arah rumah dan perabotan untuk disimulasikan agar bisa menentukan bagaimana menentukan jenis kelamin anak di dalam perut Maya kelak.
Aku heran, ayah mertuaku seaneh ini kenapa bisa jadi orang kaya dah!!!
Ayah mertuaku terus mengoceh sedangkan Maya dan Ibu mertuaku asyik bermain dengan Dimas. Tak lama kemudian ada bunyi bel rumah ini.
Awalnya Maya yang mau membuka, tapi Ibu mertuaku mencegah.
Ibu mertuaku lalu berdiri dan ingin membuka pintu depan. Lama juga rasanya dan telingaku sampai berdenging karena ayah mertuaku masihmengoceh tentang ‘CARA MEMBUAT ANAK PEREMPUAN DARI ARAH KOMPAS!’
Tepat, sekarang metode kompas dibawa-bawanya.
Akhirnya ibu mertuaku kembali dan tersenyum kepadaku.
“Gio, ini pengasuhnya sudah datang.”
“Pengasuh?” aku kebingungan.
“Pengasuh apa?” lanjut Maya.
Lalu muncul wanita dari belakang ibu mertuaku dan ibu mertuaku memegang ke 2 pundak wanita tersebut.
“Ini pengasuh yang katanya kamu sewa untuk Dimas.”
Mataku melotot dan mulutku menganga. Karena wanita yang mengaku dirinya pengasuh itu adalah FRIESKA!
“Halo,” Frieska tersenyum menyapa kami semua.
“Papa menyewa pengasuh?” tanya Maya kepadaku.
Aku tak bisa menjawab, dan tak menyangka Frieska nekat datang ke rumah ini dan beralasan menjadi pengasuhnya Dimas!
Keringat dinginku mulai bercucuran.
*****
Mau tak mau akhirnya aku mengikuti arus kebohongan yang diciptakan Frieska secara dadakan. Frieska memperkenalkan dirinya dan mengatakan kalau aku memperkerjakan dirinya agar bisa membantunya mengatasi biaya kuliah.
PADAHAL NIH CEWEK KULIAH SAJA KAGAK!
Frieska juga mengatakan kalau aku dan dia bertemu di dekat penyewaan mobil, mengetahui masalahnya maka aku dibilangnya menyewa dirinya untuk menjadi pengasuh.... hanya saja ditambah bumbu dramatis disitu.
“Jadi kamu juga bekerja untuk biaya sekolah adikmu,” kata Ibu mertuaku, iba.
“Iya....” Frieska berpura-pura sedih.
Tentu saja aku tahu dia berpura-pura. DIA MANA PUNYA ADIK!!
“Bagus, Gio! Ayah bangga sama kamu! Mau membantunya seseorang dalam cekikan ekonomi!” ayah mertuaku dengan mantap menepuk pundakku.
“Eee....iya...”
“Kalau bisa saat pulang ke Jakarta nanti! Kamu bawa dia!” ayah mertuaku memandang Frieska, “Tenang. Rumah menantuku ini besar di Jakarta! Kamu bisa tidur dikamar mana saja! Hahahahaha!”
“Iya,” Frieska tersenyum.
Andai saja ayah mertuaku ini tahu rumah Frieska sebenarnya, bakalan jantungan nanti. RUMAH NIH CEWEK 10 KALI LIPAT BESARNYA DARI RUMAHKU DI JAKARTA!!
“Tapi... apa kamu punya pengalaman?” tanya Maya.
“Hm,” Frieska memandang Dimas dan tersenyum, “Ini pasti Dimas?”
“Iya.”
“Boleh?” Frieska melakukan ancang-ancang untuk menggendongnya.
Maya hendak mengoper Dimas ke pelukan Frieska. Tapi Dimas meronta-ronta dan hampir menangis karena mau dilepas dari pelukan ibu kandungnya.
Frieska juga tidak memaksa, dia mendekat dan tersenyum tulus memandang anakku.
“Hai, jagoan kecil,” ucapnya lemah lembut.
Dimas memandang Frieska dan wanita itu mengelus lembut kepala Dimas. Dia juga memainkan pipi ke 2 anakku. Dimas mendadak tenang dan.... mulai terlihat senang diajak bermain seperti itu.
“Mau?” Frieska melakukan ancang lagi untuk menggendong.
Dan kali ini tanpa paksaan, Dimas juga mengarahkan ke 2 tangan mungilnya itu ke arah Frieska. Seolah dia mau digendong oleh wanita yang sudah kupecahkan keperawanannya.
“Hei, hehehehe,” Frieska tertawa ringan menyambut Dimas.
Dan Dimas benar-benar senang, apalagi Frieska mengajaknya bermain dengan tangan. Bahkan Dimas tertawa dan melakukan tingkah agar Frieska terus mengajaknya bermain.
Ini sudah tak mengherankan, Frieska memang menyukai anak kecil dan tahu bagaimana menghadapinya. Anak kecil yang dulu terpisah dipasar dan menangis saja dia mampu menenangkannya.
“Hmm,” sedangkan Maya tersenyum, “Jadi dimulai hari ini?”
“Bisa,” Frieska juga membalas senyumannya.
Maka dari itu bertambahlah penghuni untuk rumah ini. Yaitu Frieska, yang menyamar dan berpura-pura menjadi pengasuh dengan membawa-bawa namaku.
Tapi tidak sampai menginap.
Frieska kembali berbicara kalau dia hanya bisa sampai jam 6malam saja, dan datang pada jam 7 pagi kesini memakai ojek. Dia beralasan kuliah malam jadi harus pulang. Semua tampak memaklumi, berlanjut membicarakan tentang gaji.
Setelah membicarakan ini itu akhirnya Frieska sudah resmi bekerja di rumahku sebagai pengasuhnya Dimas.
“Bagaimana kalau dirayakan?” kata ayah mertuaku.
Ayah mertuaku berencana membuat perayaan untuk menyambut pengasuh Dimas. Frieska juga mau tak mau menerima itu karena ayahku sudah memaksa.
“Kalau begitu ibu sama Maya belanja dulu. Maya kamu tahu kan tempat penjualnya disini?”
“Iya, ma,” Maya mengangguk.
Maya lalu berganti pakaian dan ibu mertuaku menunggu diluar.
Setelah itu Maya keluar kamar dan ingin mengajak Frieska serta. Tapi aku mencegahnya.
“Kenapa?” tanya Maya.
“Di luar kan panas. Biar Dimas disini saja, dan beradaptasi sama pengasuhnya.”
“Gitu,” Maya tersenyum memandang Frieska, “Tolong jaga Dimas ya?”
“Iya, kak,” balas Frieska.
Maya dan Ibu mertuaku pergi menyisakan aku, Dimas, Frieska dan ayah mertuaku.
“Baik, Frieska! Untuk menyambutmu, akan saya nyanyikan sebuah lagu! Sebut saja mau lagu apa?”
“Tidak usah, Pak,” Frieska tertawa ringan.
Tapi percuma, ayah mertuaku itu sudah bernyanyi. Musiknya kemana, nyanyiannya kemana. Demi menyelamatkan gendang telingaku, Frieska dsn Dimas yang hampir menangis mendengar suara ayah mertuaku yang bernyanyi, maka aku mengajak Frieska ke halaman belakang.
Dengan latar suara cempreng nan memabukkan dari ayah mertuaku di dalam, maka aku berkata.
“Pengasuh?”
Frieska memandangku dan tersenyum tipis, ia berjalan dan duduk dibangku yang ada dibawah pohon rindang sambil menggendong Dimas.
“Hei,” ucapku sambil menyusul.
“Jangan keras-keras, anakmu mau tidur,” ucap Frieska.
“Oh...” dan kulihat Dimas memang mengantuk, matanya saya sudah kiyip-kiyip.
Lama terdiam akhirnya Frieska mengeluarkan suaranya setelah memastikan Dimas sudah mau tertidur.
“Kurasa hanya itu alasan yang bisa kuberikan untuk orang rumahmu.”
“Kenapa kau kesini?”
“Hm,” Frieska mengelus pelan pipi Dimas dengan ujung jari,
“Untuk membuktikan padamu.”
“Bukti?”
“Kalau aku tidak bercanda di telepon tadi.”
Aku terdiam, seperti biasa. Dan aku tahu yang dimaksud. Jadi dia kesini untuk membuktikan kalau dia benar-benar kangen dan ingin menemuiku?
“Gara-gara tadi... Hm, akhirnya aku punya kesibukan juga akhirnya diluar rumah. Aku bosan dengan waktu luangku yang banyak dirumahku itu.”
“Kenapa tidak beralasan menjadi pembantu sekalian?”
“Aku tidak bisa memasak atau melakukan urusan rumah tangga lainnya. Dan aku ingat, kamu punya anak,” Frieska tersenyum memandangku dan menunjukkan Dimas yang tertidur di gendongannya,
“Masih perlu bukti?”
“Aku tidak meragukan kau yang menyukai anak kecil.”
“Tapi kenapa tidak percaya kalau aku bilang aku kangen padamu?”
“Errrr...”
“Duduklah,” tawarnya.
Aku lalu duduk tepat disampingnya yang masih asyik memandang Dimas.
“Dengan adanya aku disini, aku bisa membantumu.”
“Membantuku?”
Frieska memandangku, “Mengekang perbuatan istrimu di rumah ini.”
Aku terdiam dan dia melanjutkan.
“Dengan adanya aku, istrimu tidak akan berani berbuat macam-macam dengan pria lain di rumah ini disaat kamu ga ada di rumah.”
Hei, benar juga katanya. Jadi aku bisa tenang pergi mengawasi sawah ayah mertuaku di desa ini tanpa harus khawatir dengan keadaan di rumah. Apalagi istriku sering berhubungan badan dengan pria lain dirumah ini.
“Ga tau ya kalau istrimu ke luar rumah, pokoknya kalau dia masih dirumah. Bakalan aman kok.”
“Terima kasih...”
“Ga perlu, aku dengan senang hati membantumu.”
“Kenapa?”
“Kamu benar-benar ga percaya sama ucapanku di malam itu ya?”
“Apanya?”
Frieska menoleh dan tersenyum kepadaku.
“Aku mencintaimu,” dia melanjutkan, “Aku benar-benar mencintaimu.”
Aku terdiam dan Frieska kembali memandang Dimas.
“Aku tak keberatan melakukan apa pun untuk membantu orang yang kucintai,” Frieska mengelus kepala Dimas, “Bahkan untuk anak yang kamu cintai.”
Terdiam dan terus terdiam. Hanya itu sikapku sedari tadi. Astaga Frieska....kenapa kau bisa begitu mudah mencintaiku? Bahkan terhadapku yang sudah mempunyai anak dan istri?
Dan kulihat dia juga begitu tenang dan lembut memperlakukan Dimas, seperti seorang Ibu yang menyayangi anaknya....seperti Maya.
“Tapi...” dia memandangku dan melotot, “Awas aja meminta seks disini! Meski pun ada kesempatan!”
“Aku bahkan tak memikirkan itu.”
Frieska menahan tawa dan membaringkan kepalanya di pundakku.
“Tapi boleh memintanya kalau di rumahku, atau pun di tempat lain, asalkan jangan disini.”
“Jangan memancingku.”
“Aku hanya mengingatkan hihihi.”
“Pokoknya, bersikaplah yang wajar disini.”
“Aku tahu, hei....”
“Apa?”
“Aku benar-benar kangen....”
“Terus?”
“Boleh?”
“Apanya?” aku menoleh.
Kulihat Frieska yang membaringkan kepalanya dipundakku ini dan menutup mata. Aku terdiam sejenak karena tahu apa maksudnya dia bersikap seperti itu.
“Haaah,” aku menghela nafas.
Kutempelkan mulutku dengan 2 ujung jari ku, setelah itu 2 jari tadi kutempelkan ke bibir Frieska. Frieska tersenyum dan membuka matanya, setelah itu dia berkata.
“Kamu lulus tes.”
“Tes?”
“Kamu tidak mau menciumku di depan anakmu, meski pun anak mu lagi tidur.”
“Kau bukan kekasihku, selingkuhanku,” ulasku, “Bahkan bukan istriku. Menciummu bukanlah opsi untuk balasan kata kangen mu tadi.”
“Yang penting kamu lulus,” Frieska menahan tawanya dan kembali melihat Dimas.
“Terserah.”
Merasa akan mencurigakan nantinya maka kami berdua sepakat untuk sepakat masuk ke dalam rumah..... menikmati polusi suara yang dihasilkan oleh nyanyian ayah mertuaku.
Beberapa menit kemudian Ibu mertuaku kembali, tapi tidak dengan Maya. Yang tentu saja membuatku bertanya.
“Maya dimana?”
“Tadi dia bilang sakit perut saat kami mau pulang jadi dia minjem toilet di warung itu, ibu diminta pulang duluan saja. Katanya nanti dia mau menyusul,” ucap ibu mertuaku.
Mendengar itu aku terdiam. Tak akan jadi masalah kalau Maya meminjam toilet warung yang dimaksud, yang menjadi masalah adalah PAK JOKO! Pemilik warung itu salah 1 orang yang menikmati tubuh istriku secara bergilir!
“Kamu kenapa?” tanya ibu mertuaku.
“Oh... T-tidak...”
Ibu mertuaku segera menuju dapur untuk menaruh belanjaannya.
Sementara Frieska tampak menyadari, dengan lagak menenangkan Dimas yang tertidur digendongannya, dia perlahan mendekatiku dan berbisik.
“Cepat susul dia!”
Aku menatapnya dan Frieska menatapku tajam. Seolah dia mengerti situasi ini dari raut wajahku dan menyuruhku tegas dalam situasi seperti ini.
Aku berpamitan sejenak dengan orang rumahku dan segera pergi menggunakan sepeda motorku. Sesampainya disana aku sudah melihat Maya keluar dari warung besar itu bersama Pak Joko.
“Loh, papa,” sambut Maya, “Kok kesini?”
“Menjemputmu,” alasanku.
“Wah! Untung udah selesai hahaha!” pak Joko tertawa.
“Selesai apanya, pak?”
Pak Joko menjawab dengan alasan-alasan yang sepertinya dibuat-buat. Dia lalu bercerita tentang topik lain dan aku mengamati perilaku mereka berdua. Pak Joko dan Maya sama-sama berkeringat walau sedikit.
Dan aku melihat Maya yang berdiri di samping motorku dari tadi sibuk merapikan rok dan bajunya, seolah-olah dia baru memakai nya lagi.
Sedangkan pak Joko.... sepertinya dia tidak memakai celana dalam, karena restleting celananya itu terbuka dan sekilas terlihat penis tua nya itu ‘Mengintip’ dari dalam, bahkan ikat pinggangnya terbuka meski pengait celananya tertutup.
Sial!
Aku tahu, pasti tadi Maya melayani pak Joko di warung ini! Sialan kau, Maya! Apa kau sudah menjadi semudah ini untuk ‘Dipakai’??
Aku lalu berpamitan pulang dan mengantar istriku pulang. Dandidalam perjalanan aku tidak mengucapkan sepatah kata apa pun.
“Pa, kok diem?” tanya Maya.
“Apa juga yang harus papa bicarakan?”
“Papa....” Maya mendempetkan tubuhnya di punggung ku, “Papa marah sama Mama?”
“Tidak,” ucapku dan kulanjutkan dalam hati, “Hanya kecewa...”
“Bohong.... papa marah....” suara Maya terdengar sedih.
Aku menghela nafas. Percuma saja aku beralasan, karena Maya tahu pasti saat dimana aku seperti ini. Aku memegang tangannya yang memeluk perutku dan menepuk-nepuknya lembut.
“Papa marah kenapa mama menyuruh ibu pulang sendiri, ibu kan tidak terlalu tahu daerah sini. Seharusnya mama meminta ibu menunggu sampai mama selesai, jadi kalian bisa pulang bersama-sama.
Jangan ditinggalkan ibumu itu!”
Ya... sebenarnya itu alasanku saja untuk memarahinya.
“Maaf....” lirih Maya dan semakin erat memelukku, “Maafin mama....”
“Ya sudahlah. Jangan mama ulangi lagi,” aku menepuk-nepuk tangannya lagi.
“Papa jangan marah...”
“Udah enggak, udah ya,” kutenangkan lagi.
“Nnnngg,” dia melenguh manja dan mengusap punggungku dengan wajahnya. Ya, memang begini dia kalau berusaha meminta maaf.
Kami akhirnya sampai di rumah dan melakukan aktivitas yang seharusnya.
Ternyata ada alasan lain juga membuat perayaan ini untuk menyambut Frieska sebagai pengasuh bayi di rumah ini, dan alasan 1 nya adalah ini adalah hari terakhir mertuaku disini. Karena besok pagi mereka akan pulang ke Jakarta. Akan ada taksi yang menjemput mereka disini dan akan mengantar mereka menuju stasiun kereta api untuk keberangkatan ke Jakarta.
Lalu Maya.
Pas kejadian yang baginya telah membuatku marah, sekarang dia begitu kalem dan selalu melayaniku selayaknya seorang istri. Yah, mungkin karena rasa bersalahnya tadi maka dia bersikap untuk menyenangkanku. Dia selalu di sampingku disaat lagi mengobrol bersama, makan dan lain-lain.
Bahkan dia sudah klop dengan Frieska.
Mereka selalu bercerita dan berbagi pengalaman disaat-saat mengurus anak. Bahkan Maya mengajari Frieska bagaimana membersihkan dan mengganti popok bayi disaat buang air besar untuk bekal Frieska nanti. Dan.... yah....seperti wanita kebanyakan. Mereka tak lepas juga dari yang namanya membicarakan gosip selebritis, yang dimana aku terpaksa ikut mendengarnya dan menjadi penyimak saja.
Lalu Frieska.
Dia benar-benar menjiwai penyamarannya ini. Awalnya aku takut dia akan nekat mendekatiku bahkan disaat ada kesempatan tadi. Tapi tidak, itu tidak dia lakukan. Dia menjaga sikapnya dan lebih memilih mengurus dan bermain bersama Dimas. Bahkan anakku itu senang bermain dengannya.
Hanya saja ada yang aneh.
Ini setiap kali aku melihat Frieska dan Maya berinteraksi.
Yang dimana Maya begitu ceria dan riang berbicara, sementara
Frieska terlihat sendu dan sedih memandang istriku. Aku tak tahu apa yang menyebabkannya seperti itu, tapi sikapnya itu selalu dilakukannya setiap ada kesempatan Maya dulu yang berbicara.
Akhirnya sudah mau jam 5 sore. Sebuah waktu yang menjadi akhir dari perjanjian yang dimana Frieska harus pulang di jam segitu. Dan disaat dia mau pulang, Dimas merengek dan menarik baju Frieska agar wanita yang pernah bercumbu denganku itu tidak pulang.
“Nanti kan besok Kak Frieska kesini lagi, cep cep cep,” Maya berusaha menenangkan anakku.
Akhirnya Frieska juga ikut turun tangan. Ditenangkan oleh 2 wanita ini barulah Dimas bisa tenang, dan ibu mertuaku membawa Dimas ke dalam agar tidak merengek lagi sewaktu Frieska mau pulang.
“Terima kasih ya, Frieska. Besok kesini lagi ya,” ucap Istriku sambil tersenyum.
“Sama-sama,” Frieska membalas senyumannya, “Tidak apa kan aku memakai pakaian bebas? Aku tidak mempunyai pakaian kerja (Pakaian putih ala pengasuh).”
“Tidak apa,” Maya tertawa.
“Pulang pakai apa?” tanya ayah mertuaku.
“Pakai ojek aja,” ucap Frieska, “Biar dia yang menjemput saya di depan pintu masuk desa ini.”
“Jam segini?” Maya memandang jam tangannya.
“Ini sudah hampir gelap, bahaya gadis sepertimu sendirian disitu menunggu,” sambung ayah mertuaku.
“Tidak apa kok, kalau begitu saya....”
“Gio,” potong ayah mertuaku, “Antar dia.”
“Kenapa diantar?” aku bertanya balik.
“Papa gimana sih,” Maya memukul pelan tanganku, “Kan udah mau gelap. Anter gih!”
“Nanti mama cemburu,” godaku.
“Hmm!!” Maya mencubit pinggangku.
Karena alasan yang masuk akal dan ada izin dari istriku, maka aku bersedia mengantar Frieska pulang ke rumahnya. Yah, akan memakan waktu banyak karena jarak rumahnya itu jauh dari sini.
Selama perjalanan tak ada suara yang dihasilkan. Langit sudah benar-benar gelap dan lampu jalan otomatis hidup dalam perjalanan ini.
Merasa sepi, aku berniat menggodanya hanya untuk candaan di perjalanan.
“Sekarang sudah diluar, berarti aku boleh meminta jatah bukan?” ucapku dengan tawa kecil.
“Ya udah. Yuk. Disini saja, sepi.”
“Aku bercanda!!” ucapku buru-buru, ternyata dia serius menanggapinya.
“Baguslah. Aku gak mood hari ini.”
“Kau kenapa? Sepertinya kurang semangat.”
Frieska memelukku dari belakang, memepetkan tubuhnya dan berkata.
“Ya....”
“Ada apa?”
“Istrimu.....”
“Kenapa dengannya?”
Tak ada respon yang kudengar. Yang kudengar malah isak sedih dari wanita. Buset! Kenapa nih anak? Kesambet? Ga ada apa-apa tiba-tiba sedih! Kulihat ada halte di depan sana, aku menepi ke situ dan turunbersamanya. Kami duduk dan aku pun berbicara.
“Kau kenapa?”
“Aku tak tega....”
“Tak tega?”
“Istrimu baik.....sangat baik.... dia....” wajahnya merengut, “Sangat menyayangi anaknya.... anak kalian.... aku tak tega......”
“Maksudmu....”
“Aku tak tega melihat dia menjadi wanita seperti itu!”
Aku terdiam, yah, hobiku yang baru ini kembali lagi. Aku tak mengira Frieska memikirkan hal ini dan bisa memikirkan nasib istriku seperti itu. Hei.... jangan-jangan ini alasan raut wajahnya begitu sendu dan sedih saat berbicara dengan istriku tadi? Kupastikan dulu.
“Aku memperhatikan kau tadi. Disaat kau berbicara dengan Maya, mukamu terlihat....ya, sedih gitu. Apa karena itu?”
“Ya....”
Ternyata benar, dan Frieska melanjutkan.
“Apa dia melakukannya lagi? Tadi, disaat dia masih di warung?”
“Aku tidak tahu pasti.... tapi kurasa iya.... pemilik warung itu salah 1 orang yang pernah melakukannya...”
Frieska menoleh kearahku, wajahnya merengut dan matanya terlihat basah.
“Bantu dia.... Apa pun itu, kasihan dia.... dia hanya akan terus dipandang sebagai objek seks.... bantu dia, bantu istrimu.... Tolong dia....”
“Aku.... belum menemukan cara yang tepat....”
“Aku akan membantu....” Frieska menoleh ke depan, “Sekarang aku mengerti perasaanmu.... mertuamu juga baik....menyayangimu..... kau tentu tak tega memberitahu mereka tentang perilaku istrimu....”
“Ya....”
“Aku juga tak mau anakmu menjadi korban dari situasi ini....”
Aku terdiam dan tersenyum tipis. Tak kusangka ada juga yang memikirkan keluargaku hingga bisa bersedih seperti itu. Aku melihat Frieska dan dia masih terisak sedih. Aku mengangkat tangan kiriku dan menepuk-nepuk kepalanya.
“Terima kasih.”
Tak ada jawaban karena dia masih terisak. Waktu semakin maju yang membuatku melihat jam tanganku sendiri. Kubujuk Frieska untuk melanjutkan perjalanan dan dia menurut. Kupacu terus sepeda motorku
menuju rumahnya yang besar itu dan dia turun setelah sampai.
“Dimana satpam mu?” tanyaku karena tak melihat adanya satpam
di pos nya
“Entahlah,” Frieska memandangku dan tersenyum kecil, “Mau mampir dulu?”
“Kurasa lebih baik aku pulang.”
“Jawaban yang bagus,' dia tersenyum manis, “Kamu lulus tes lagi.”
“Tes apa?”
“Mementingkan keluarga. Aku memang tak salah mencintaimu.”
“Errrr.”
“Hihihi,” Frieska mendekat dan mengecup pipiku, “Hati-hatidijalan. Sampai ketemu besok.”
“Siapa yang mengajarimu mencium pipi?” keluhku sambil mengusap pipi.
“Film.”
“Kau ini, jangan....”
“FRIESKA!!”
Aku dan Frieska kaget mendengar suara itu. Dan aku melihat seekor.... Oh maaf, maksudku, aku melihat seorang pria tua berkacamata melotot dari teras rumah, kumisnya tebal sampai-sampai mulutnya tidak kelihatan.
“Siapa?” tanyaku pada Frieska.
“Papa????!!!” Frieska melotot seperti orang kaget.
“Oh....”
“KALIAN BERDUA!!” teriak pria tua itu, “MASUK!!”
Firasatku mulai tak enak nih.
Bersambung

================

Part 13

Terakhir kali aku merasakan suasana sidang pengadilan disaat umurku 16 tahun, disaat aku diadili oleh hakim atas perbuatanku yang memang tidak bisa ditolerir oleh remaja seusiaku dulu.
Dan puluhan lalu berlalu, akhirnya aku mendapatkan suasana ini lagi. Dalam ‘Kasus’ yang berbeda.
Sekarang di depanku duduk seorang pria tua, kumisnya tebal bukan main dan melotot memandangku sambil melipat tangan. Lalu disebelahnya ada seorang ibu paruh baya yang terlihat cemas melihat Frieska.
Oh, dan Frieska. Dia sedari tadi menunduk, seolah takut dengan sosok pria yang akhirnya kuketahui sebagai ayahnya ini.
Suasana memang dirasa mencekam.... tapi ya bagaimana ya.... aku sudah terbiasa berada dalam situasi ini sewaktu aku masih remaja berandalan, jadi tingkahku bisa dibilang biasa-biasa saja. Mungkin berbeda dengan apa yang dirasakan Frieska.
“Apa maksud ciuman yang diberikan putriku kepada kau tadi?” tanyanya tiba-tiba.... agak lucu juga orang tua ini saat berbicara, karena kumisnya yang bergerak, bukan mulutnya, sebab mulutnya itu tertutup kumis tebalnya.
“Cium?” aku bertanya balik, sebisa mungkin aku membantu Frieska, “Dia tidak menciumku, anda mungkin salah lihat. Frieska tadi hanya mau melihat mataku yang sebelumnya kemasukan sampah.”
“Benarkah itu?!” ayahnya bertanya kepada Frieska dengan nada membentak.
Frieska terkejut mendengar suara bentakan itu dan menjawab.
“Eng-enggak! Aku mencium pipinya!!”
Hei-hei Frieska.... jawaban kau itu sepertinya akan menambah masalah ini! Berbohonglah sedikit dan iyakan saja perkataanku tadi!
“Kau berbohong!!” pria tua ini melotot padaku.
“Khilaf,” jawabku, sungguh jawaban yang sangat tidak membantu.
“Kau ini siapa?!” tanyanya dengan suara garang, ndak serek ya tuh tenggorokan?
“Aku hanya temannya.”
“Teman macam apa yang membuat kau dicium putriku?!”
“Teman tapi mesra.”
SIAL! JAWABAN APA ITU?! KENAPA MALAH TERLINTAS JUDUL LAGU MILIK RATU TERSEBUT DIKEPALAKU! BAKALAN TAMBAH RUNYAM INI!
“Kau berpacaran dengan putriku?!” matanya semakin melotot.
“Tidak.”
“Dia pacarmu?!” bentaknya pada Frieska.
“Bukan!” Frieska kaget dibentak seperti itu.
Bagus, Frieska! Bagus! Dengan ini masalah akan cepat selesai dan situasi ini bisa tenang.
“Benarkah?!!”
“Kami lebih dari sekedar pacaran!”
Eee.... Sebentar Frieska..... Jawaban kau itu menjadikan situasi ini menjadi tidak tenang kembali.
“Apa maksudnya??!!” melotot lagi dah nih orang tua padaku.
“Begini.... maksudnya adalah....” ayo otak! Carilah alasan yang tepat!, “Aku dan Frieska itu adalah teman biasa. Saking biasanya kami dikira seperti orang yang berpacaran bagi orang-orang, saking dekatnya.
Itu maksud Frieska yang lebih dari sekedar berpacaran.”
Fiuuuh! Seperti nya alasanku ini cukup masuk akal dan bisa diterima.
“Jadi kau ingin merebut anakku untuk dijadikan istri?!!”
Sebentar.... kok jadi semakin parah ya?
“Pa, sudahlah,” istrinya mencoba menenangkan suasana dan memandangku, “Kalau boleh tahu, siapa namamu?”
“Gio.”
“Gio, apakah kamu....”
“Biar papa yang bicara!” dipotong oleh ayahnya Frieska, nda sopan banget nih orang tua, dia lalu memandangku, “Apa yang membuat kau berpikir kami mau menerimamu sebagai menantu??!!”
“Saya kesini hanya mengantar Frieska pulang, bukannya melamar agar menjadi menantu bapak. Jadi bapak tidak perlu khawatir soal itu.”
“Kau kerja apa?!”
“Aaa.... yang berhubungan dengan sawah,” jawabku, karena pekerjaanku disini memang mengawasi sawah milik mertuaku yang memiliki omset milyaran.
“Sawah? Kau petani?!” dia melotot.
“Anggap saja begitu.”
“Seorang petani berani-beraninya berharap menjadi menantu kami??!!”
Perasaan tadi sudah kubilang aku tidak bermaksud menjadi menantu. Oke, mungkin karena dia orang tua, kuanggap saja dia pikun.
“Aaa... saya tidak berharap seperti itu.”
“Berani-berani nya orang miskin sepertimu tidak mempunyai harapan untuk menjadi menantu kami!!”
Kayaknya jawabanku serba salah semua baginya.
“Papa...” istrinya berusaha menenangkan situasi ini lagi, dan Frieska.... kulihat dia kesal sekali memandang ayahnya.
“Pergi!” usirnya padaku, “Saya tidak mau mempunyai menantu miskin sepertimu! Mau kau kasih makan apa putriku nanti!! Persetan dengan cinta yang kau miliki untuk putriku!!”
“Ide bagus,” aku berdiri dan merasa lega walau dihina, “Kalau begitu saya pulang dulu.”
“Gio!!”
Frieska buru-buru berdiri dan menghampiriku. Dipeluk eratnya diriku ini dari belakang untuk menahanku pergi. Hanya saja..... firasatku semakin tidak enak.
“Berani-beraninya kau memeluk putriku!!” bentak ayahnya padaku.
“Pak.... bukan saya, anak bapak yang meluk....” jawabku datar sambil menunjuk Frieska.
“Frieska!!” bentak ayahnya.
“Jangan pergi!!” kata Frieska, “Jangan....”
“Fries,” aku memegang tangannya yang memelukku untuk dilepaskan, tapi pelukannya semakin erat.
“Tolong.... jangan pergi...” lirihnya.
Dan aku merasakan tangan Frieska bergetar. Apa segini takutnya dia dengan ayahnya? Getaran tangannya ini lain, tidak seperti getaran tubuhnya waktu vaginanya kupompa.... AH! Kenapa jadi itu??!! Pokoknya getarannya ini menunjukkan kalau wanita ini ketakutan.
“FRIESKA!!”
Ayahnya lalu menghampiri dan begitu kasar agar Frieska melepaskan pelukannya dariku. Tapi Frieska terus bertahan sehingga tubuhku ini terus terseret dalam pergemuluan ini.
“Lepas! Frieska! Dia bukan pria yang cocok untukmu!!”
“Enggak!!!!” Frieska sudah mulai terisak, “Berhentilah mengaturku, Pa!!”
“Kau harus diatur! Hanya papa yang tahu kebahagiaanmu!! Bukan dengan orang miskin menjijikan ini!!”
“Enggaaaaaakkk!!!” dan Frieska akhirnya menangis.
Aku terdiam saja melihat ayah dan anak ini bertengkar cukup hebat.
Dan.... akhirnya aku mengerti, kenapa Frieska bisa begitu membenci ayahnya seperti ini. Ah.... mungkin ini yang dirasakan oleh mendiang pacarnya Frieska dahulu, mendengar betapa lentis mulut ayah pacarnya ini begitu gampang menghina orang yang dirasa rendah baginya.
“FRIESKA!!”
Dan Frieska di tampar ayahnya yang mengakibatkan pelukannya terlepas dan wanita ini terjerembab jatuh.
“PAPAAA!!!” istrinya berteriak.
Ibu Frieska segera menghampiri Frieska yang sudah menangis sejadi-jadinya. Sedangkan ayah Frieska melotot dan memandang diriku.
“Kau! Gara-gara kau aku menampar anakku sendiri! Pergi kau!!”
Aku diam saja menerima amarah itu, dan aku berjalan menuju pintu keluar.
“Gio....” panggil Frieska dengan isak tangisnya.
“Jangan kau cegah dia!!” bentak ayahnya.
Aku lalu melihat Frieska sejenak dan dia benar-benar kesal memandang ayahnya.
“TERUS SAJA! AYO TAMPAR!! BIAR PAPA PUAS!!”
“Apa kau bilang??!!”
“TERUS SAJA MENGEKANGKU!! TERUSKAN!!! AKU SANGAT MEMBENCIMU!! PAPA YANG MENYEBABKAN RAFI MENINGGAL!! SEMUA HARUS SESUAI KEINGINAN PAPA!!”
“Fries...” ibunya terlihat sedih kulihat.
“Aku sampai tak mempunyai teman.... mereka menjauhiku dan sakit hati dengan hinaan papa...” Frieska menangis, “.... Aku selalu sendiri.... bagaimana bisa aku betah disini.... Aku ini anak papa! Atau peliharaan papa!!”
“Frieska!!” bentak ayahnya.
Setelah dia membentak maka aku menendang keras pintu rumah ini. Mereka ber 3 kaget dan memandangku, aku lalu memandang pintu dan berkata.
“Kenop nya macet,” alasanku, “Susah dibuka.”
“Kau masih disini??!!”
“Ya,” aku lalu mengunci pintu rumah ini.
Setelah itu aku berjalan menghampiri ayah Frieska dan tersenyum kepadanya.
“Anda pernah dihantam orang miskin?”
“Apa?”
Tanpa perlu basa-basi lagi, aku langsung menghantam wajah ayah
Frieska ini sampai terjatuh jauh ke belakang.
“Arrghhhhhhhh!!!” rintihnya.
“PAPAAA!!” istrinya berteriak.
Aku berjalan ke arahnya, kuangkat kerah bajunya sehingga ayahnya ini berdiri dan aku tersenyum lebar memandangnya.
“Apa yang kau....”
“Saya ingin tahu,” potongku, “Apa kulit dan daging orang kaya itu berbeda dengan kulit dan daging orang miskin? Anda mendapatkan kehormatan itu untuk pembuktiannya!!”
Aku melepaskan apitan pada kerahnya, kutendang perutnya sehingga dia terdorong dan menabrak dinding, saat tubuhnya memantul ke depan langsung kuhantam wajahnya lagi sehingga dia terperusuk ke samping.
“Arrrrrrghhhhhh!!!” dan mulutnya mengeluarkan darah akibat giginya tadi terbentur lantai.
Aku berjongkok dan mengapit pipinya.
“Hooo! Darah anda merah rupanya, kenapa sama dengan warna darah orang miskin sepertiku?!” aku melotot dan senyumku semakin lebar, “Kupikir darah kita akan berbeda warna karena beda kasta!!’”
Kuangkat lagi agar dia berdiri dan dia sepertinya memohon padaku.
“T-Tolong hentikan...” rintihnya.
Aku menggeleng, “Aku masih ingin membuktikan hal lain.”
“A-Apa....”
“Aku ingin tahu! Uang sebanyak apa yang bisa anda keluarkan untuk menghentikan orang miskin sepertiku!!” aku melotot.
Setelah itu kuhantam dia sampai mengenai pot dan vas besar disitu,pot dan vas itu jatuh dan pecah. Suara teriakan istrinya dan pembantunya mulai berdatangan.
“Ada apa ini?!!” teriak pembantunya.
Aku tidak perduli dengan teriakan yang lain, maka aku berteriak untuk ayah Frieska.
“AKU JUGA INGIN TAHU!! APAKAH UANG BISA MENYELAMATKAN NYAWA KAU HARI INI!!” teriakku.
Aku berlari dan menendang perutnya. Aku mendirikannya lagi dan menghantamnya.
“1 MILYAR??!!” teriakku.
Kuhantam lagi.
“50 MILYAR??!”
Kuhantam lagi.
“1 TRILYUN?!!”
Aku terus menghantamnya dengan meneriakkan nominal angka sampai-sampai area penyiksaan yang kulakukan ini sampai di ruang tengah. Kutendang dia dan ayahnya Frieska roboh di depan TV.
“Arrrrghhh,” rintihnya kesakitan dengan wajah babak belur.
“Hooo! Darah anda merah rupanya, kenapa sama dengan warna darah orang miskin sepertiku?!” aku melotot dan senyumku semakin lebar, “Kupikir darah kita akan berbeda warna karena beda kasta!!’”
Kuangkat lagi agar dia berdiri dan dia sepertinya memohon padaku.
“T-Tolong hentikan...” rintihnya.
Aku menggeleng, “Aku masih ingin membuktikan hal lain.”
“A-Apa....”
“Aku ingin tahu! Uang sebanyak apa yang bisa anda keluarkan untuk menghentikan orang miskin sepertiku!!” aku melotot.
Setelah itu kuhantam dia sampai mengenai pot dan vas besar disitu,pot dan vas itu jatuh dan pecah. Suara teriakan istrinya dan pembantunya mulai berdatangan.
“Ada apa ini?!!” teriak pembantunya.
Aku tidak perduli dengan teriakan yang lain, maka aku berteriak untuk ayah Frieska.
“AKU JUGA INGIN TAHU!! APAKAH UANG BISA MENYELAMATKAN NYAWA KAU HARI INI!!” teriakku.
Aku berlari dan menendang perutnya. Aku mendirikannya lagi dan menghantamnya.
“1 MILYAR??!!” teriakku.
Kuhantam lagi.
“50 MILYAR??!”
Kuhantam lagi.
“1 TRILYUN?!!”
Aku terus menghantamnya dengan meneriakkan nominal angka sampai-sampai area penyiksaan yang kulakukan ini sampai di ruang tengah. Kutendang dia dan ayahnya Frieska roboh di depan TV.
“Arrrrghhh,” rintihnya kesakitan dengan wajah babak belur.
Yah, aku ‘Sedikit’ kembali menjadi sosok ku yang dulu. Aku lalu menghampiri dan mengangkat kaki ku, sebuah ancang untuk menginjak wajahnya.
“Bahkan 1 Quadra trilyun pun tidak akan bisa menyelamatkan nyawa anda dariku!” aku melotot kepadanya.
Ayah Frieska terperangah melihat ancangku seperti ini, dan saat kaki ini mau kuturunkan untuk menginjak wajahnya, tiba-tiba Frieska datang dan menghalangi injakanku.
“GIO HENTIKAN!!” teriaknya sambil menangis.
Aku terdiam dan menuruti katanya. Aku memasukkan ke 2 tanganku ke dalam saku dan melihat Frieska kesal memandangku.
“Masih mengira aku orang baik?” aku tersenyum.
“Apa kau sudah gila?”
“Kenapa kau menghalangiku? Bukankah kau membenci ayahmu?”
“Dia tetap ayahku!!!”
“Begitu,” aku tersenyum.
Aku lalu berjongkok di samping Frieska dan memandang ayahnya ini.
“Anda dengar sendiri? Sebenci apa pun putri anda kepada anda, dia masih punya rasa sayangnya sebagai anak untuk anda. Bahkan untuk melindungi anda seperti ini.”
Ayah Frieska terdiam walau dia masih merintih kesakitan. Aku lalu memandang Frieska.
“Tapi rasa sayangnya akan terus menipis untuk anda,” aku lalu memandang ayahnya, “Apabila anda terus menjadi sosok ayah yang seperti ini.”
Aku lalu menarik kerah bajunya, mendekat ke arah mukaku dan aku berteriak lantang kepadanya.
“BERHENTILAH MENJADI ORANG TUA YANG EGOIS!! BANGSAT!!! HENTIKANLAH MENGATUR KEBAHAGIAAN DIRINYA YANG ANDA SENDIRI TIDAK PAHAMI!!!”
“Aaa....”
Kulepaskan cengkramanku dan ayahnya terpurusuk lagi.
“Anda tahu apa yang terjadi dengan mantan pacarnya? Akibat hinaan anda, pacarnya itu begitu giat bekerja. Agar bisa mengesankan dan menjadi kriteria menantu idaman anda. Tapi karena sering bekerja, dia jatuh sakit, meninggal. Apa anda tidak berpikir kalau putri anda tidak akan sedih karena itu?!”
Ayah Frieska melotot kaget dan memandang Frieska.
“B-Benarkah itu?”
Frieska tidak menjawab, dia menangis. Mungkin karena aku mengingatkan dirinya tentang mendiang pacarnya itu. Ya, memang salahku, tapi mau bagaimana lagi. Aku harus mengatakannya untuk ayahnya ini.
“Jangan sampai kasih sayangnya sebagai anak hilang seutuhnya,” ucapku.
Ayahnya hanya menatap Frieska yang terus menangis, ayahnya juga terlihat sedih dan mengangkat tangannya dengan susah payah untuk memegang kepala Frieska.
“Apa papa.... terlalu mengekangmu?”
Frieska yang masih menangis maka menjawabnya dengan susah payah.
“Sangat...”
Ayah Frieska berusaha berdiri, setelah posisinya duduk, ia menarik Frieska dan memeluk anak semata wayangnya.
“Maafkan papa....”
“Aku benci papa....” Frieska tersedu-sedu.
“Iya....” ayahnya mengelus kepalanya anaknya, “Papa tahu....”
Tangis Frieska pecah didalam pelukan ayahnya. Aku tersenyum tipis melihat adegan ini di depan mataku....dan, entah kenapa..... aku merasakan firasat buruk lainnya.
Dan benar!
Aku merasakan kepala bagian belakangku dihantam oleh sesuatu, aku terjerembab di depan. Aku sempat menoleh ditempatku tengkurap dan melihat kalau ke 2 pembantu mereka yang menghantam kepalaku..... dengan panci penggorengan.
Dan sepertinya..... aku harus berpindah dimensi sejenak.
*****
Hantaman tadi telah membuatku pingsan! Sialan! Nafsu amat memukul kepalaku! Mending kalau pakai tangan! INI PANCI PENGGORENGAN!!
Setelah aku siuman yang kulihat ayah Frieska sudah diobati dengan beberapa perban di badannya, lalu Frieska disebelahku dan ke 2 pembantunya meminta maaf kepadaku.
Ya, tidak sepenuhnya salah mereka ber 2 jadi kumaafkan. Yang sekarang adalah, aku kembali diruang tamu dan berhadapan lagi dengan ayah Frieska dengan kondisi sama-sama cedera.
“Berapa lama aku pingsan?” tanyaku pada Frieska.
“15 menit,” Frieska cemas dan terus mengompres bagian belakang kepalaku dengan kantong es.
“Oh.”
Aku memandang ke depan yang dimana ayah Frieska sudah mendapatkan pengobatan terakhir dari istrinya.
“Saya minta maaf kepada anda.”
Ayah Frieska memandangku, “Tidak apa, saya...”
“Bukan sama anda,” potongku.
“Maksudmu?”
“Kepada istri anda. Maafkan saya,” setelah memandang istrinya itu, aku lalu memandang dirinya, “Kecuali anda. Saya tidak menyesal melakukannya.”
“Oh,” ayah Frieska tersenyum tipis dan menutup mata.
“Kamu.... nekat sekali,” ucap istrinya padaku.
“Suami anda yang membuatku seperti itu,” kutunjuk saja suaminya.
“Hahahahaha!” ayah Frieska memandangku dan melebar mulutnya,
“Kau benar-benar pria yang sangat berani!”
“Tidak juga,” bibirku miring, karena aku tidak menganggap diriku seperti itu.
Contoh kecil, aku masih belum berani menggerebek atau mengatakan kepada istriku kalau aku sudah tahu tingkah lakunya.
“Tidak apa,” ayahnya tersenyum kepadaku, “Terima kasih sudah melakukannya.”
“Anda boleh memintanya lagi kalau mau.”
“Hahahaha! Kau benar-benar membawa pria yang menarik, putriku!”
“Apa maksudnya?” aku menoleh ke arah Frieska.
“Entahlah,” Frieska tersenyum padaku, “Coba diem dulu, kan lagi di kompres.”
Aku menurut dan kembali menoleh ke depan. Udah keenakan soalnya dikompres seperti ini. Ayahnya kembali berbicara kepadaku.
“Gio kan namamu?”
“Ya.”
Dia lalu memandang istrinya, “Gimana, Ma?”
“Hmm,” istrinya hanya tersenyum.
Dia lalu memandangku dan berbicara.
“Sudah lama saya tidak melihat pria dan nekat sepertimu. Kurasa saya tahu alasannya kenapa putriku mencintaimu.”
“Apa?”
“Dia tadi bilang kepada kami kalau dia mencintaimu saat kau pingsan tadi.”
“Kau ini!” aku melotot kepada Frieska.
“Hehe,” dia hanya tertawa kecil dan terus mengompresku.
Aku menggerutu dan kembali menoleh ke depan, dan ayahnya ini kembali berbicara denganku.
“Dengan sikap kau ini, membuatku yakin kalau kau mampu melindungi orang yang penting bagimu. Dan maafkan saya, walau seorang petani, kau tetaplah pria yang bisa mencari rezeki untukmu.”
“Hmm, ya, terima kasih.”
“Jadi, kapan?”
“Kapan?” alisku mengerut.
“Iya, kapan?”
“Apanya yang kapan?”
“Kau pandai sekali berpura-pura tidak tahu! Hahahaha!”
“Saya benar-benar tidak tahu!” aku sedikit sewot.
“Kapan kau akan melamar Frieska?”
Aku terdiam sejenak dan berkata dengan wajah datar.
“Apa?”
“Ayolah! Kau sampai melakukan ini demi Frieska. Kau juga mencintainya bukan?”
“Tidak, aku memang melakukannya karena kesal kepada anda.”
“Tentu saja, siapa juga yang tidak kesal melihat orang yang dicintainya sedih begitu! Bukan begitu, ma? Hahahaha!”
“Tidak, aku bukan melakukannya karena cinta,” aku berusaha meluruskan hal ini.
“Tak apa. Saya tahu kau malu mengakuinya,” ucapnya santai, SIAPA JUGA YANG MALU, KUMIS BREWOKAN!!
“Tidak-tidak, maksud saya....”
“Saya tahu,” potongnya, kurasa kau hanya SOK TAHU, dia lalu melanjutkan, “Mulai dari sekarang, saya akan selalu mendukung putri saya. Apa pun keputusannya.... dan juga, akan membantu biaya pembangunan rumah yatim piatu yang selalu menjadi donasi mendiang Rafi, pacar anakku yang dulu.... saya benar-benar merasa bersalah karena hal itu...”
“Benarkah?” kutanya Frieska.
“Ya,” Frieska tersenyum padaku.
“Sekarang kau berdamai dengan ayahmu.”
“Sedikit,” Frieska tertawa ringan.
“Frieska,” panggil ayahnya, “Kau benar-benar mencintainya kan?”
“Sangat,” Frieska tersenyum manis kepadaku.
“Karena itulah saya mendukungnya. Meski kau petani, saya bersama istri saya akan menerima. Dan percaya kau akan menjaganya layaknya seorang suami kepada istri.”
Aku menghela nafas dan berkata.
“Itu tidak akan terjadi.”
“Apa maksudnya?”
“Karena saya....” aku memandang ke 2 orang tuanya, “Sudah mempunyai istri.”
“Apa??” mereka berdua kaget.
“Dan seorang anak,” lanjutku.
Mereka terdiam, ibunya lalu memandang anaknya.
“Itu benar?”
“Ya....” Frieska menunduk lemah.
“Jadi.... kau mencintai orang yang sudah mempunyai istri?”
Frieska menundukkan kepalanya dan mengangguk.
“Jadi itulah kenapa aku tidak bisa,” kutepuk kepala Frieska, “Maaf.”
“Tapi Frieska mencintaimu!”
“Aku sering mendengar dia mengatakan itu padaku.”
“Frieska, jadi bagaimana?” tanya ibunya.
Frieska memandangku dan tersenyum sayu.
“Meski begitu, Mpris masih mencintainya....”
Haaah, aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran wanita ini. Aku tidak tahu apa menariknya diriku ini. Aku lalu memandang ke 2 orang tuanya yang tampak mendiskusikan sesuatu sampai akhirnya diskusi itu selesai.
“Baiklah,” kata ayahnya, “Mulai sekarang bujuklah istrimu.”
“Maaf, saya tidak ada niat untuk menceraikan istri saya.”
“Siapa juga yang memintamu cerai?”
“Maksudnya?”
“Soal biaya beres. Serahkan sama saya!”
“Tidak maksud saya, soal bujuk tadi.”
“Oh itu! Yang tadi saya maksud adalah, bujuklah istrimu, agar dia mengizinkan kau mempunyai 2 istri!”
“Apa?!” aku kaget bukan main.
“Frieska mencintaimu, mau bagaimana lagi! Maka kami harus mendukungnya! Lagi pula kami suka mempunyai menantu sepertimu kelak! Hahahahahaha!!”
Nih orang kaya benar-benar tidak ada beban hidup ya ngomongnya!
Seenak jidat memberi solusi yang tidak masuk akal! Kurasa aku tahu dari mana Frieska juga memiliki sikap seperti ini, ya ketularan ayahnya pasti!
“Saya pulang dulu,” aku berpamitan.
“Oh iya-iya! Sudah malam! Dan pikirkan tawaran tadi!”
Aku mengiyakan saja. Setelah berpamitan maka aku keluar rumah dan diantar oleh Frieska.
“Jangan dipikirkan,” kata Frieska.
“Bagaimana tidak bisa memikirkan kalau ayahmu ingin punya menantu sepertiku,” keluhku.
“Hihihi,” Frieska menghampiriku dan memelukku dari belakang,
“Terima kasih ya....”
“Ya, ya. Aku mau pulang.”
“Kutarik kalimatku.”
“Kalimat?”
Frieska kemudian berbisik.
“Kau boleh meminta jatah dariku di rumahmu disaat ada kesempatan. Aku akan memberimu kepuasan layaknya seorang istri.”
“Tawaran yang menggiurkan,” jawabku malas.
“Aku mencintaimu,” dan dia mengecup pipiku lagi.
Yaaah, terserahlah. Yang penting aku mau pulang, tidur, karena aku benar-benar lelah.
*****
Sesampainya dirumah aku pun tidak bisa tidur hingga begadang.
Apalagi mertuaku benar-benar berangkat pagi di jam setengah 4, jadi sekalian saja begadang sambil mengantar kepergian mereka. Setelah kepergian mertuaku dengan taksi maka aku berencana untuk tidur karena sudah tak kuat lagi menahan rasa kantuk ini.
Berjam-jam lamanya akhirnya aku terbangun karena cuaca panas yang menyelimuti kamarku. Gerah inilah yang membangunkanku, dan saat aku bangun sudah menunjukkan pukul 10.45.
Pantas saja, di cuaca cerah seperti ini maka matahari akan bersinar sepanas-panasnya. Aku lalu beranjak dan keluar dari kamar. Dan kulihat sudah ada Frieska yang asyik menonton kartun di TV dengan Dimas di pangkuannya. Mendengar pintu terbuka tentu saja membuat Frieska menoleh ke belakang.
“Sudah bangun, sayang.”
Aku kaget dan celingukan.
“Hei! Kenapa kau...”
“Tenang,” Frieska tertawa, “Istrimu pergi tadi.”
“Oh ya? Pergi kemana?”
“Katanya sih mau masak-masak sama-sama ibu-ibu di balai desa. Untuk mencari menu festival desa kalian nanti.”
“Oh, dari kau datang dia perginya?”
“Iya. Aku datang dia langsung menitip Dimas padaku.”
“Apa.... dia pergi sendiri?”
“Iya. Maaf aku tidak bisa mengikutinya. Wewenangku untuk mengekang kenakalannya hanya di rumah ini saja.”
“Tidak apa. Ck, mudah-mudahan dia benar-benar memasak.”
“Aku juga berharap seperti itu....”
“Ya sudahlah. Aku mau mandi dulu.”
“Mau mandi bersama?”
“Hei!”
“Hihihi. Bercanda, sayang. Yaudah, sana mandi.”
Aku masuk ke dalam kamar dan berharap kalau Maya memang pergi untuk memasak bersama ibu-ibu yang lain. Tapi firasatku berkata lain, mengingat betapa buasnya bapak-bapak desa ini memakai vagina
Maya untuk seks, apa mereka tahan setelah seharian tidak melakukannya? Terlebih kemarin rasanya hanya Pak Joko saja yang kurasa berhasil menggagahi istriku.
Kuambil hp ku dan kududuk dikasur, kuperiksa rekaman CCTV di rumah ini untuk memastikannya. Kumulai di saat mertuaku pulang dan aku bergegas untuk tidur.
Jam 4.40 Maya masih terjaga karena sudah tidur pulas sebelumnya.
Oh, dia menyusui anakku di kamar. Aku ingat, tadi sebelum tidur anakku itu kebangung karena suara berisik taksi yang pergi tadi. Disitu aku juga sudah mulai terlelap.
Dimas tertidur lagi dan Maya menidurkannya di ranjang bayi anakku itu. Setelah itu Maya keluar kamar dan menuju dapur.
Kulihat Maya masih menghidupkan TV dan menontonnya sejenak sambil berdiri. Dia lalu menuju dapur dan memasak air, waktu itu sudah menunjukkan pukul 4.50.
Maya membuat susu coklat hangat dan dijadikannya teman untuk menonton TV. Dia terlihat santai sampai akhirnya aku melihat tersentak seolah dia kaget mendengar suara sesuatu. Dia lalu beranjak dan masuk ke dalam kamar.
Ku pindahkan CCTV nya ke dalam kamar ku lagi dan kulihat HP nya menyala. Maya meraih hp nya dan membaca isinya. Maya duduk dikasur dan seperti membalas pesan sesuatu dengan cepat.
Kulihat Maya seperti menunggu balasan dan benar, HP nya menyala lagi. Dia tersenyum saat membaca balasan itu, dia meletakkan HP nya dan menoleh ke belakang untuk melihatku yang tertidur.
Maya menaiki ranjang dan menggoyangkaj tubuhku, berulang kali.
Lalu dia menjentik-jentikkan jarinya ditelingaku. Seolah dia memastikankalau aku tidak akan bangun tidur. Memang begitulah aku kalau sudah terlalu lelah, bahkan dulu waktu gempa bumi aku pernah tidur seperti itu.
Aku lah satu-satunya orang yang sudah dibangunkan kala itu, untung saja aku tidak kenapa-napa.
Maya sudah beberapa kali melakukan uji coba dan aku benar-benar tak bergeming, aku sudah curiga untuk apa dia melakukan itu.
Maya turun dari kasur dan membuka lemari, dia keluarkan sebuah kotak.....astaga, ini benar-benar menguatkan kecurigaanku! Karena yang dia keluarkan adalah kotak Morning Pil, sebuah pil yang membuat sang wanita tidak bisa hamil disaat melakukan hubungan seks.


HP nya menyala lagi. Maya buru-buru meminum salah 1 pil itu dan menyimpan kotaknya kembali. Dia lihat HP nya, setelah itu dengan pelan-pelan dia keluar kamar dan menutup pintu.
Kuganti arah posisi kamera dan kulihat Maya berjalan pelan menuju dapur, dia buka pintu belakang dan seperti menyambut seseorang. Sialnya Maya malah keluar yang membuatku terpaksa untuk melihat sisi kamera yang lain.
Tapi tampaknya aku tak perlu melakukannya.
Terlihat Maya masuk kembali ke dalam dan mempersilahkan orang yang disambutnya diluar untuk masuk. Tak lupa istriku memberikan isyarat dengan tangannya agar tidak berisik.
Oh oh oh! Aku sudah bisa menebak apa yang akan terjadi!
Karena yang masuk itu adalah Ikram! Pemuda desa putus sekolah dan pengangguran, yang sekarang bertugas bersama Pak Bogo menjadi petugas Siskamling. Untuk pengingat saja! Pemuda desa ini pernah mencicipi tubuh istriku!
Setelah Ikram masuk, pemuda desa ini memberi isyarat juga ke arah pintu belakang. Hei, apa dia tidak sendirian? Ternyata tidak!!
Sekarang ada 1 orang lagi yang masuk dan itu adalah Anto! Dia juga pemuda desa yang menjadi petugas siskamling bersama Ikram dan Pak Bogo!
Oh sial! Kalau apa yang kubayangkan terjadi....MAKA AKAN BERTAMBAH 1 ORANG LAGI DI DESA INI YANG AKAN MENCICIPI TUBUH ISTRIKU!!
Aku perhatikan terus rekaman CCTV ini. Sepertinya hanya Ikram dan Anto saja yang kerumahku, karena setelah Anto masuk, Maya menuntun mereka berdua berjalan menuju ruang tamu.
Segera aku menekan-nekan tombol untuk memilih rekaman yang ada di ruang tamu untuk melihat apa yang terjadi.
Maya duduk di sofa panjang milik kami yang muat untuk 5 orang.
Ikram duduk disebelah kanannya, dan Anto disebelah kirinya. Jadi Maya sekarang berada tepat di tengah mereka.
Sepertinya mereka mengobrol-ngobrol layaknya tamu yang datang kerumah orang. TAPI TAMU APA JUGA YANG DATANG SEPAGI ITU!
Kuperhatikan terus pembicaraan mereka yang diselingi tawa.
Dan akhirnya dimulai.
Telunjuk Ikram mulai kurang ajarnya memencet payudara istriku, istriku berpura-pura cemberut dan menepis telunjuk itu. Tentu saja aku tahu dia berpura-pura karena sehabis itu dia tertawa dengan 2 pemuda itu.
Anto lalu mengajaknya berbicara yang membuat Maya menoleh ke arahnya. Entah apa yang dibicarakan, tapi tangan Ikram sudah mulai jahil lagi untuk mengelus paha istriku karena istriku memakai celana pendek.
Anto juga begitu, dia berbicara sambil menyentil-nyentil payudara istriku yang membuat Maya tersenyum menahan tawa. Mereka berdua semakin memepet tubuh Maya di tengah. Ikram lalu membisik sesuatu yang membuat istriku kegelian.
Ikram tarik kepalanya dan istriku tersenyum. Ia lalu duduk bersandar dan mengatakan sesuatu. Lalu dengan perlahan Ikram dan Anto mengangkat baju istriku sampai diatas dada sehingga mencuatlah payudara istriku yang tertutup BH hitamnya.
Anto tampak terpukau melihat bentuk payudara istriku dan istriku tertawa geli melihat pandangan pemuda ini sambil menutup mulutnya.
Ke 2 pemuda ini lalu menyentuh payudara Maya masing-masing dan terus mengajak istriku berbicara dan Maya membiarkan dirinya dilecehkan seperti itu! 2 pemuda ini terus meremas lembut payudara istriku, sampai akhirnya Ikram menyuruh Maya memandang Anto.
Entah apa yang dia katakan sampai-sampai Maya menurut. Maya memandang Anto dan tersenyum, dia lalu menutup mata dan membuka sedikit bibirnya.
Dan akhirnya aku tahu apa yang dpintanya.
Maya dan istriku lalu berciuman! Maya begitu lincah memberikan pelayanan pada bibirnya itu terhadap pria lain selain suaminya ini!
Bahkan ciuman mereka sudah sampai bermain-main lidah. Selagi Maya dan Anto asyik berciuman, Ikram mendekat dan menjilat-jilat leher istriku.
Akhirnya istriku sudah mulai memberikan pelayanan seksualnya.
Ikram terus menjilat, mencium dan meludahi leher istriku, tangannya itu pun terus menerus meremas-remas pelan payudara Maya.
Sementara Ikram masih berciuman dengan Maya dengan tangannya yang sudah turun ke bawah dan memainkan selangkangan istriku yang terbalut celana pendeknya.
Ciuman mereka terlepas walau Maya dan Ikram masih sempat mempertemukan lidah mereka dan digoyangkan bersama. Ikram berhenti menjilati leher istriku dan sekarang gantian dia yang mencium bibir istriku.
Sementara Anto berjongkok di bawah sofa dan mulai membuka pengait celana pendek istriku. Istriku lalu menurunkan sedikit tubuhnya meski dirinya masih asyik berciuman, karenanya, maka Anto semakin mudah membuka celana istriku ke bawah.
Sekarang istriku sudah tak memakai celana pendek nya lagi, dan hanya memakai celana dalam warna hitam yang begitu seksi, dan aku baru sadar ternyata Maya memakai stoking. Aku baru nenyadari ini karena warna stokingnya agak sama dengan warna kulitnya tadi.
Anto lalu naik lagi ke atas sofa dan meminta jatah ciumannya lagi.
Maya berhenti mencium Ikram dan kembali berciuman dengan Anto.
Ikram lalu turun dari sofa untuk membuka baju dan juga celananya. Maya yang melihat sejenak maka melepaskan ciumannya. Dia berbicara dengan Anto sambil menunjuk Ikram, seolah menyuruh melakukan apa yang Ikram lakukan.
Anto pun turun dari sofa dan membuka celana serta bajunya. Begitu juga istriku, dia membuka bajunya sehingga tubuhnya sekarang hanya terbalut BH dan celana dalam hitam, serta stocking di ke 2 kakinya.
Ikram masih belum telanjang seutuhnya karena masih ada celana dalam bokser yang dia pakai, sementara Anto sudah telanjang seutuhnya dan Maya tersenyum melihat penis pemuda baru yang akan menyetubuhi tubuhnya nanti.
Ikram dan Anto kembali duduk mengapit Maya. Diraihnya tangan istriku masing-masing dan diarahkannya kearah selangkangan mereka. Maya menahan tawanya dan mengerti akan tugasnya. Ia elus-elus penis Ikram yang tertutup bokser, sedangkan tangan satunya mengocok pelan penisnya Anto.
Selagi Maya melakukan tugasnya kepada penis mereka berdua, kedua tangan mereka kembali bergerilya pada payudara Maya. Ditekan, diremas, dikecup, itu yang mereka lakukan sampai pemiliknya terus tersipu senyum.
Ujung telunjuk Ikram memasuki BH Maya dan berbicara dengan istriku, istriku mengangguk dan ujung jari telunjuk Ikram itu menarik BH istriku ke bawah sehingga puting merah muda istriku mencuat.
Ujung lidah ikram memainkan ujung puting istriku sehingga Maya menutup matanya menahan nikmat dan geli disaat putingnya dimainkan.
Tak mau kalah, Anto juga melorotkan BH Maya ke bawah dan mencaplok putingnya.
Sukses sudah Maya menyusui mereka berdua! Ke dua pahanya tertutup rapat menahan nikmat, bibir bawah Maya pun digigitnya sendiri untuk merasakan sensasi. Alhasil Maya tak bisa konsentrasi menservis penis mereka berdua karena mereka berdua asyik menikmati payudara istriku.
Dilihat dari waktu sudah 1 menit mereka menyusu Payudara Maya.
Anto melepas cucupannya pada puting istriku dan berbicara kepadanya.
Istriku mengangguk dan berbicara dengan Ikram yang masih asyik mengenyot puting payudaranya.
Ikram lalu turun ke bawah dan membentangkan ke 2 paha istriku, sedangkan Anto berdiri dan mengangkang di depan wajah istriku. Anto berbicara dahulu yang membuat istriku tertawa mendengar ucapannya yang tidaj kuketahui, sedangkan wajah Ikram sudah berada di depan vagina istriku yang tertutup celana dalam dan ke 2 tangannya masih meremas-remas payudara istriku.
Tak lama kemudian Maya menjulurkan lidahnya untuk menjilat penis milik Anto, Anto merasakan keenakan sampai-sampai ke 2 tangannya memegang kepala Maya. Puas menjilat maka Maya membuka lebar mulutnya, diberi peluang seperti itu tentu saja Anto tidak menyia-nyiakannya.
Perlahan demi perlahan Anto memasukkan penisnya ke dalam mulut Maya, baru masuk setengah ditarik nya kembali, dimasukin dan ditariknya kembali. Maya terlihat tertawa dengan mulut menganga seperti itu, Anto lalu memasukkan seluruh penisnya ke dalam mulut Maya dan HAP! Maya mengatup mulutnya dan melahap penis pemuda itu.
Pantat Anto mulai maju mundur untuk menggenjot mulut istriku, sedangkan Ikram sudah mulai menjilat-jilat bagian vagina istriku yang tertutup celana dalam. Diperlakukan seperti ini membuat Maya menggelinjang hebat, perlahan demi perlahan kulihat tubuhnya mulai basah.
SIAL! Istriku benar-benar seksi kalau seperti ini, karena tak kuat lagi maka kukeluarkan penisku untuk onani!
Tubuh istriku yang menggeliat dengan butiran keringat.
Anto yang masih menggenjot pelan mulut Maya.
Ikram menjilat-jilat selangkangan Maya dengan tangan masih meremas ke 2 payudara Maya.
Dan di jam itu aku masih tertidur di saat Maya nekat bermain dirumah kami!!
Anto berhenti menggenjot mulut Maya dan menarik mundur penisnya sehingga tali liur dari mulut Maya perlahan lepas saat penis itu keluar. Anto lalu turun ke bawah dan Ikram menyingkir sejenak.
Begitu juga istriku, dia juga turun ke bawah sofa untuk berlutut dan gantian memberikan service kepada mereka sebelum ke 2 pemuda ini akan menyetubuhinya.
Maya bagaikan pelacur profesional! Begitu pandainya dia memberi service kenikmatan yang bahkan tak pernah ia berikan kepadaku sebagai suami sah nya!
Istriku ini begitu liar bergantian memberikan pelayanan ini secara bergantian yang membuat ke 2 pemuda ini ke enakan. Tak lama kemudian wajah Ikram sedikit meringis sambil memegang perutnya. Dia lalu berbicara entah apa sampai-sampai membuat Maya dan Anto tertawa.
Ikram lalu pergi ke dalam, dan karena penasaran aku mau tahu mau kemana dia pergi lewat CCTV ruang tengah. Dan rernyata Ikram memasuki toilet dan menutup pintu. Dari gelagatnya yang meringis sambil memegang perut kurasa dia mau buang air besar.
Kuabaikan karena aku tak bernafsu melihat pria sedang membuang air besar.
Kukembalikan rekaman CCTV ke ruang tamu dan kulihat Maya sudah berdiri di depan Anto. Maya lalu membungkukkan sedikit badananya dan sepertinya Anto ingin melakukan penetrasi nya ke dalam vagina istriku.
Dan ini berarti, sudah resmi bertambah 1 penis yang akan memasuki vagina Maya.
Kulihat Anto sedikit menurunkan tubuhnya dan membuka sedikit celana dalam istriku di bagian vaginanya. Agak kuran jelas dari arah rekaman ini tapi sepertinya penetrasi itu berhasil karena Maya sampai menutup mata dan menutup mulutnya sendiri dengan tangan.
Anto kulihat memejamkan mata dan senyumnya melebar, mungkin dia merasakan nikmat tiada tara disaat penis nya itu diurut oleh vaginanya Maya. Pemuda ini kemudian berbicara yang membuat Maya menoleh ke belakang. Maya mengangguk dan menoleh ke depan lagi,Anto menarik tangan kanan Maya ke belakang dan itulah waktunya di mulai di ENTOT nya Maya.
Tubuh Maya berguncang hebat disaat vaginanya disodok-sodok dalam posisi berdiri seperti itu. Matanya terus terpejam dan mulutnya terus menganga. Anto lalu memegang dan meremas-remas payudara istriku dari posisinya itu, setelah itu Maya ditariknya ke belakang, dan mereka berciuman selagi selangkangan mereka melakukan manuver yang konstan.
Brengsek! Maya benar-benar seksi sekali dalam posisi ini! Penisku saja sampai menegang keras untuk dikocok dalam indahnya onani ini!
Waktu menunjukkan jam 5.07 dan Maya masih dipompa oleh Anto sampai akhirnya Ikram kembali dan sepertinya tertawa melihat pemandangan yang dia lihat. Sekarang giliran Anto yang meringis wajahnya, sepertinya bukan karena keenakan. Dia hentikan sodokannya dan mengeluarkan penisnya dari vagina Maya.
Maya merebah diatas sofa dan terengah-engah, Anto lalu mengatakan sesuatu yang membuat Maya menahan tawa. Rupanya Anto juga memiliki problem yang sama, dia masih sempat sakit perut dan bergegas menuju toilet rumahku untuk buang air besar.
Sedangkan Ikram mendekati istriku dan menggesek-gesekkan selangkangannya di pantat istriku. Istriku lagi-lagi menahan tawa dan mencoba bangkit. Tapi ditahan oleh Ikram dan Ikram mulai membuka pengait BH istriku dari belakang, setelah BH itu lepas, maka giliran celana dalam hitam istriku yang ditariknya ke bawah.
Sekarang Maya sudah bertelanjang bulat dan tak henti-hentinya Ikram menepuk bokong istriku. Dia lalu menarik tangan istriku dan menyuruh istriku berbaring dilantai. Maya menurut, dia berbaring di lantai dan mulai mengangkang. Tapi Ikram tak seperti Anto tadi yang main coblos dulu karena ingin mencoba vagina istriku ini.
Ikram berbaring disamping istriku dan mulai mencaplok puting payudaranya. Selagi mulutnya asyik mengenyot payudara Maya, maka tangannya turun untuk memainkan vaginanya.
Istriku menggeliat nikmat, dilihat dari tubuhnya yang bergerak kesana sini bisa menandakan kalau dia begitu terangsang dirangsang seperti itu. Ikram terus melakukannya selama 2 menit. Lalu dia hentikan sejenak aktivitasnya dan berdiri.
Selagi istriku masih terengah-engah karena rangsangan tadi, Ikram berusaha membuka celana bokser nya ke bawah dan penisnya pun nongol saat pemuda melepas utuh celana bokser nya.
Ikram lalu mengangkang di bagian payudara istriku, dia pegang penisnya dan ia tepuk-tepukkan ke payudara Maya. Maya menahan tawa dan tersenyum mendapatkan perlakuan itu dari pejantannya itu.
Setelah itu Ikram memeluk istriku dan mereka berdua berciuman.
Mereka terus berciuman dan mencoba berdiri dari posisi itu. Setelah berdiri maka Ikram perlahan-lahan turun lagi dan membaringkan bagian atas tubuhnya disofa.
Mereka berhenti berciuman dan Ikram berbicara sesuatu kepada Maya. Setelah itu Maya berdiri dan berbalik badan, istriku ini mulai membungkuk dan bersusah payah untuk tengkurak diatas tubuh Ikram.
Ikram membantunya sedikit dengan menahan pahanya sehingga sempurnalah gaya yang mereka inginkan.
Ternyata itu gaya 69, yang dimana Ikram mulai mencium dan lenjilat vagina istriku, sementara istriku mengocok-ngocok penis Ikram di depan wajahnya.
Tak lama kemudian Ikram mulai menjilat dan menghisap vagina istriku, begitu juga Maya yang mulai memasukkan penis pemuda itu ke dalam mulutnya.
Benar-benar gaya yang pertama kalinya kulihat dari sosok istriku selama bermain belakang dariku selama ini. Seolah mereka berdua mencoba mempraktekkan gaya seks yang biasanya ada di film porno.
Dan aku tak menyangka Maya bisa seperti ini.
Ini bukan kelas eksibisionis lagi.
Tapi ini kelakuan WANITA MURAHAN! BINAL! Dan lebih parahnya MANIAK SEKSUAL!
Astaga Maya..... apa trauma mu yang dulu benar-benar menyebabkan kau seperti ini?
Buktinya saja dia menerima Anto untuk masuk dan menikmati tubuhnya ini, seolah dia tak masalah untuk menyerahkan kepuasan seksualnya kepada pria mana saja!
Antara nafsu dan sedih.
Tidak, bukan aku yang sedih. Nafsu iya. Yang kumaksud sedih adalah..... bagaimana kalau ayah dan ibu mertuaku tahu soal masalah ini?
Aku bisa dibilang ‘Hampir’ terbiasa dan sempat shock dulunya.
Tapi mertuaku?
Aku tak bisa membayangkannya dan aku tak bisa melihat mereka akan sedih, kecewa dan marah karena kelakuan anak perempuannya ini!
Dan aku.... ya, ini bisa dibilang tanggung jawabku.
Karena kurasa sudah cukup aku diam selama ini.
Mungkin sudah waktunya aku bergerak!
Akan kulakukan tugasku sebagai suami untuk istriku ini!!
Tapi.....nanti saja kulakukan, karena yang harus kulakukan adalah menonton rekaman CCTV ini. Walau kesal dan kecewa, tapi penisku malah bahagia melihatnya. Sebagai sang majikan tentu saja aku tidak akan menbuat penisku kecewa. Untuk menghormati penisku ini maka kukocok pelan dengan penuh nutrisi.
Kulihat Maya dan Ikram masih melakukan gaya 69 dibawah sofa itu, sampai akhirnya Ikram berhenti menjilat dan berbicara kepada Maya sambil meremas payudara besar milik istriku itu.
Istriku lalu beranjak berdiri dan disusul oleh Ikram. Sama seperti tadi, diposisi berdiri itu Maya lalu membungkukkan badan dan Ikram berdiri dibelakang. Sepertinya mereka sudah siap untuk melakukan penetrasi.
Ikram memegang penisnya dan sebelah tangannya seperti sedang membuka lebar pintu vagina Maya. Belum juga melakukan ancang-ancang tiba-tiba Anto datang tergesa-gesa. Tentu saja tingkahnya itu membuatku penasaran, mungkin juga Ikram dan Maya disitu.
Kulihat Anto mengetuk-ngetuk tangannya seolah menunjukkan jam. Ikram kulihat mengangguk mengerti dan berbicara kepada Maya, dan Maya juga mengangguk sambil tersenyum.
Ikram tidak jadi melakukan penetrasi ke Maya, sementara Anto mendekati Maya di posisi masih menbungkuk itu. Ternyata dia meminta di hisap dulu penis, kurasa agar penisnya itu menegang lagi. Maya melakukannya, dia membuka mulutnya dan menghisap penis pemuda 1 ini.
Kurasa aku tahu apa yang terjadi.
Anto ini bisa dibilang saban pagi mengantar mbok nya belanja ke pasar, kurasa itulah kenapa dia tergesa-gesa dan bergaya menunjuk jam.
Karena dia ingin buru-buru mendapatkan kepuasan seksual lebih dulu agar cepat-cepat pulang, karena itulah Ikram mengiyakan dan mempersilahkan Anto untuk menyetubuhi Maya terlebih dahulu.
Penis Anto menegang kembali akibat hisapan mulut Maya, dikeluarkan penisnya itu dari mulut Maya dan berbicara dengan istriku sambil meremas payudaranya.
Setelah itu Anto ke belakang dan Maya kembali bersiap karena Anto kurasa mau melakukan penetrasinya ke vagina Maya. Dan benar, itu dilakukannya lagi. Tanpa menunggu jeda apa pun pemuda ini langsung menyodok-nyodok vagina istriku dengan cepat.
Maya sampai kewalahan menerima sodokan ini, payudaranya berguncang hebat yang dimana Ikram dengan asyik menjilat-jilat putingnya. Merasa tahu Maya kewalahan maka Ikram berbicara dengan Anto.
Anto lalu menahan tangan Maya dan kembali menyodok-nyodok vaginanya dengan kencang. Ikram yang puas menyusu payudara Maya lalu berdiri di sampingnya dan memegang tangan Maya untuk memegang penisnya, sementara tangannya itu kembali meremas-remas payudara istriku.
Yang dilakukan Anto memang membuat Maya kewalahan, tapi juga membawa kenikmatan. Itu bisa dilihat dari ekspresi Maya yang begitu binal menikmati, bahkan butirna keringat mulai membasahi tubuhnya lagi. Anto lalu menggiring Maya ke sofa dan mengaturnya untuk berbaring. Dan diatas sofa itulah Anto melanjutkan sodokannya dengan cepat seolah-olah dikejar waktu. Maya juga sampai menutup mulutnya dengan tangan, berusaha setengah mati untuk tidak mengeluarkan desahan.
Dan tak lama kemudian aksi menyodok ini sampai puncaknya.
Anto berhenti menyodok dan menghentakkan penisnya lebih dalam ke dalam vagina Maya. Kepala Maya saja sampai terdongkak, mungkin itu sensai yang dia rasakan saat ada cairan sperma lain membasahi rahimnya itu.
Anto kelelahan dan berbicara dengan Maya, Maya hanya menutup mata dan mengangguk-angguk. Pemuda ini lalu mencuatkan puting Maya dan menyemburlah susu milik istriku, dia hisap semua susu itu secara bergantian dan Maya hanya diam dalam engahannya tersebut.
Setelah puas menyusu, Anto mencium bibir istriku, barulah dia beranjak dan keluarlah penisnya dari vagina istriku tersebut. Anto lalu mengarahkan penisnya ke mulut Maya dan istriku membuka mulutnya, maka terjadilah pembersihan sisa pergemulan yang barusan mereka lakukan untuk pagi ini.
Anto buru-buru memakai pakaian dan diantar Ikram menuju pintu belakang, sementara Istriku masih terbaring terengah-engah, dan sperma milik Anto meluber keluar dari vaginanya tersebut. Waktu sudah menunjukkan jam 5.39 di rekaman waktu CCTV, Ikram lalu datang dan tertawa pelan melihat kondisi istriku. Pemuda inilalu mendekat dan memainkan bulu kelamin milik istriku yang lebat.
Mereka berbicara sejenak yang membuat istriku tersenyum dan mengangguk. Ikram lalu membantu istriku berdiri dari sofa dan mereka memasuki kamar tamu, kamar yang menjadi tempat GANG BANG istriku kala itu.
Maya lalu berbaring diatas kasur dan mengangkang. Sementara Ikram perlahan-lahan menutup pintu kamar, ia berbalik badan dan sudah melihat BETINA nya bersiap menyambut dirinya.
Perlahan Ikram menaiki kasur dan berhenti, sepertinya karena decitan keras kasur di kamar tamu itu. Aku tahu karena itu dulunya kamar ku dan Maya sewaktu pertama kali menetap di rumah ini. Karena tidak nyaman karena sering berdecit makanya kami pindah kamar. Kulihay Ikram perlahan demi perlahan mendekati istriku dan istriku menahan tawanya, setelah mendekat maka Ikram tanpa basa-basi lagi hendak melakukan penetrasi dan dibantu oleh Maya. Maya hanya membuka lebar vaginanya dengan tangan agar Ikram mudah memasukkan penisnya itu ke dalam vagina Maya.
Penetrasi terjadi dan Ikram kulihat merasakan sensasi nikmat saat penisnya itu memasuki vagina Maya. Ia lalu membungkuk dan menghisap puting istriku lagi seolah tak ada bosannya menikmati susu yang keluar dari payudara istriku yang tingkahnya sudah menyamai lonte di pinggir jalan. Disaat lagi menyusu, perlahan demi perlahan Ikram mulai menyodok-nyodok vagina istriku. Terkadang dia berhenti dan melanjutkan lagi, itu terus dilakukannya. Berhenti.
Lanjut.
Berhenti.
Lanjut.
Mungkin karena suara decitannya yang terlalu berisik, dan takut suara itu akan membangunkanku yang ada di kamar sebelah. Walau sebenarnya percuma, aku kalau tidur dalam kondisi benar-benar lelah maka aku seperti orang mati.
Ditampar saja aku tidak akan bangun kalau sudah seperti itu.
Ikram berbicara dengan istriku dan mereka tertawa kecil disitu.
Dalam kondisi penis masih di dalam vagina istriku, Ikram mencoba berdiri sambil mengangkat Maya. Maya pun mengalungkan tangannya di leher Ikram agar dirinya tidak jatuh saat diangkat seperti itu.
Setelah itu perlaha demi perlahan Ikram turun dari kasur dengan kondisi penis masih menancap di vagina istriku. Dia turun ke bawah dan berjalan perlahan sambil membuka pintu. Ia terus berjalan dan kembali ke sofa tadi, ia kemudian duduk dan berbaring, yang mengakibatkan Maya melakukan gaya woman on the top.
Tak lama kemudian Maya menggoyangkan pinggulnya, dan Ikram mulai relaks berbaring karena Maya sendiri yang memberikan service nya, mungkin karena istriku sudah tak tahan lagi karena penis itu sedari tadi menancap di vaginanya.
Maya semakin erotis menggoyangkan pinggulnya maju mundur, kadang dia berhenti untuk memutar pinggulnya. Kepala Maya menadah ke atas, matanya menutup, mulutnya mingkem menahan desahan dan ke 2 tangannya asyik meremas/memilin payudaranya sendiri.
Ikram berusaha meraih celana nya dibawah dan mengeluarkan hp nya. Dia lalu melakukan sesuatu seperti merekam dan disadari oleh Maya.
Bukannya takut atau apa, Maya malah semakin menjadi bergoyang dan menggoyangkan payudaranya di depan hp Ikram Aku tak tahu kenapa Ikram melakukannya. Entah untuk bahan coli dirumah atau untuk koleksi pribadinya. Namun bodohnya Maya adalah dia tidak merasa keberatan. Karena apa yang dilakukan Ikram itu adalah ‘Perang bermata 2’.
Siapa tahu rekaman itu bisa digunakan untuk mengancam.
Atau lebih parah disebarkan.
Tapi aku sudah tidak peduli lagi, karena aku sudah memutuskan suatu keputusan dan tindakan yang akan kulakukan kepada istriku ini kelak. Untuk sementara, kubiarkan saja dia melakukan apa yang dia mau.
Jadi sekarang aku nikmati saja dulu adegan yang mampu membuatku coli seperti ini
Tubuh Maya lagi-lagi mengkilat karena saduran dari keringat.
Cuaca hari ini memang panas dan kurasa Ikram mulai gerah dari gelagarnta, apalagi dia berbaring diatas sofa yang cepat menguapkan panas.
Kurasa dia sudah tak tahan lagi, maka Ikram meminta Maya berhenti sejenak dan turun ke bawah untuk mendinginkan punggungnya dengan dingin yang ada di lantai keramik. Setelah itu Maya kembali mendekati dan memegang penis Ikram, lalu istriku sendirilah yang memasukkan penis itu ke dalam vaginanya.
Mereka kembali melakukan gaya seks ini. Maya semakin liar dan Ikram mulai memainkan puting payudara Maya. Butiran keringat Maya semakin deras sehingga kesan eksotis Maya semakin memuncak gara-gara ini. Cairan sperma akhirnya keluar dari penisku, karena sudah tak mampu lagi menahannya saat melihat istriku bisa seliar itu bercinta dengan pria lain selain aku sebagai suami sah nya.
Ikram lalu meminta Maya berhenti sejenak dan mengatakan sesuatu. Istriku tertawa dan segera berdiri sehingga vaginanya tidak lagi menelan penis milik Ikram.
Maya lalu menaiki sofa dan menungging, Ikram juga menaiki sofa dan hendak melakukan penetrasi. Namun bukan vagina nya lagi, TAPI LUBANG PANTAT MAYA!!
Anal pun terjadi. Maya menganga hebat saat penis Ikram memasuki lubang pantatnya. Karena sperma milik Anto sempat mengalir di lubang pantat Maya maka Ikram mudah memasukkannya.
Disodoknya terus anus istriku itu. Cepat, semakin cepat hingga akhirnya sensai hebat terjadi. Ikram berhenti menggenjot dan menekan penisnya ke dalam. Yang menandakan dirinya orgasme, bahkan Maya juga orgasme! Itu bisa dilihat dari sedikit ceprikan air yang keluar dari vaginanya dari arah CCTV.
Ikram tumbang dan memeluk istriku yang menungging.
Diremasnya payudara istriku dan dia cium serta jilat punggung putih Maya tersebut. Setelah itu mereka berciuam dan bertukar liur dalam indahnya gemulut lidah saat berciuman.
Ikram mengeluarkan penisnya dari anus Maya dan hendak memakai pakaiannya kembali. Sedangkan Maya memutar posisinya untuk berbaring diatas sofa dan terlihatlah sperma Ikram yang membasahi lubang pantat serta vagina nya yang mengalir saat menungging tadi. Ikram memakai bajunya dan berbicara dengan istriku. Maya lalu turun dari sofa dan berjongkok di depan penis Ikram. Dihisapnya penis pemuda itu disaat Ikram masih mengancingkan kancing kemejanya.
Setelah penisnya dibersihkan penisnya oleh mulut istriku. Maka Ikram memakai bokser dan celana panjangnya lagi. Maya lalu berdiri dan mengantar Ikram ke belakang. Mereka berciuman sejenak dan barulah Ikram pergi.
Maya tidak menutup pintu belakang itu dan buru-buru memasuki toilet. Dan didalam toilet dia membersihkan vagina nya untuk membersihkan sperma yang ada didalam vagina dan juga anusnya.
Setelah itu Maya keluar dan mengambil handuk, ia kepitkan handuk itu diantara ke 2 pahanya. Seolah ingin mengeringkannya dengan cepat hasil pembersihan perzinahan tadi. Maya lalu memasuki kamar yang dimana aku masih tertidur pulas disitu. Sepertinya Maya hendak mencari tisu dan pengharum ruangan untuk menutupi bau bercumbu diruang tamu tadi. Tak lupa ia meraih Hp nya yang ada diatas kasur.
Dan disaat Maya membungkuk untuk mengambil HP, tiba-tiba muncul orang memasuki kamar kami dengan kondisi telanjang bulat!
Bersambung.

================

Part 14

Dan disaat Maya membungkuk untuk mengambil HP, tiba-tiba muncul orang memasuki kamar kami dengan kondisi telanjang bulat! Maya yang lagi membungkuk kaget saat orang itu memegang pinggulnya, maka dengan sekali hentakan, penis pria yang sudah menegang itu memasuki vagina Maya.
Maya tentu saja kaget dan menoleh ke belakang agar bisa melihat siapa yang menyodok vagina nya, ternyata itu adalah Pak Bogo, pria kekar hitam yang menjadi petugas siskamling desa ini.
Dalam situasi ini aku bisa melihat ketakukan yang dipancarkan istriku dari bahasa tubuhnya. Aku juga tak menyangka Pak Bogo nekat menggagahi istri orang tepat di samping. Tapi mungkin yang namanya nafsu bisa menambahkan adrenalin dalam hal bercinta.
Meski sudah di protes oleh istriku dengan bahasa tubuhnya, pak Bogo masih santai menyodok vagina Maya seolah aku tidak ada disitu. Maya yang kulihat juga pasrah, dia melihatku dan menutup mulutnya dengan tangan, untuk menahan desahan yang ingin ia keluarkan karena ada penis besar membombardir vaginanya.

Betina dan jantan ini terus memacu birahi diatas tempat tidurku, Maya sampai menunduk memejamkan mata karena tak kuat menahan gejolak desahan yang terus ia tahan.
Kulit tubuh mereka yang kontras semakin memikat bagi siapa yang melihat, termasuk diriku. Sial! Aku malah ngaceng melihat persetubuhan ini!
Pak Bogo menarik mundur penisnya dan membuat Maya berekspresi melenguh dari raut wajahnya, istriku menoleh ke belakang dan tiba-tiba pak Bogo memutar tubuh istriku hingga Maya terbaring di atas kasur.
‘Pencoblosan’ kembali di lakukan, dan kali ini aku bisa melihat jelas penis besar berwarna hitam itu begitu basah dan mengkilat saat keluar masuk dari dalam vagina Maya.
Maya terus menahan mulutnya dengan tangan, walau aku tak tahu nikmat apa yang wanita rasakan saat bercinta, tapi aku tahu Maya sangat bersusah payah menahan nikmat dan desahan itu. Matanya terus terpejam dan bulir-bulir keringat mulai bercucuran.
Dan anjingnya adalah..... Aku.
Ya! Aku!
Aku begitu kesal kepada diriku sendiri di rekaman video CCTV ini! Padahal ada ‘Gempa Hebat’ diatas kasur yang kutiduri, tapi aku masih saja tertidur pulas disitu!!
Tapi semisalkan aku bangun dan memergoki mereka, ada resiko aku dibunuh pak Bogo. Karena memang begitu biasanya, apabila korban mengenal pelaku, pasti korban akan dibunuh agar tidak bisa menjadi saksi mata!
Ini sudah sering terjadi di peristiwa perampokan. Kenapa aku bisa tahu?
Makanya! Tonton berita! Jangan menonton bokep terus!
Untung diriku masih terlelap disitu jadi kemungkinan hal yang buruk itu bisa teredam. Bagus diriku! Bagus! Tidurlah terus!
Sekarang aku bingung..... kenapa aku malah memuji diriku sendiri disitu?
Padahal sebelumnya aku memaki diriku sendiri disitu?
Ah! Anjing emang!
Aku terus menonton rekaman ini dan kulihat Maya benar-benar kesusahan menerima sodokan penis pak Bogo yang bisa dibilang melebihi batas lubang vagina Maya, meski sebenarnya vagina wanita itu elastis, tapi tetap saja.
Pak Bogo berhenti menyodok dan menoleh ke arah pintu selagi Maya menutup mata ngap-ngapan. Pak Bogo lalu mengeluarkan penisnya dari dalam vagina istriku dan menarik tangannya untuk beranjak dari kasur.
Dada Maya naik turun karena perbuatan tadi, ia menatap pak Bogo dengan lemah dan pria hitam ini berbicara sampai istriku berdiri sempurna di atas lantai.
Setelah itu Pak Bogo mengajak istriku keluar dari kamar dan aku juga segera memencet tombol di ponselku untuk melihat apa yang akan mereka lakukan diluar.
Saat kamera menampilkan area ruang tengah. Jantungku hampir copot! Disitu aku juga melihat pria hitam lain yang tidak kukenal di dalam rumah ini!
Yang membuatku kaget sebenarnya bukan orang, tapi penampilannya.
ORANG ITU TELANJANG BULAT!!
Orang macam apa ini? Yang tak dikenal! Masuk-masuk malah telanjang bulat!
Di kata aku akan nafsu kali melihat pria bugil! BEDEBAH!
Tapi sepertinya itu teman pak Bogo, dan ajigile..... PENIS NYA SAMA BESAR DENGAN PUNYA PAK BOGO!!!
Aku bisa menyangka itu teman pak Bogo karena mereka berdua berbicara begitu luwes dan santai, Maya terlihat bingung disitu sambil menutupi bagian dada dan vaginanya dengan tangan.
Teman Bogo melihat istriku dan senyumnya melebar, dia berbicara lagi dengan pak Bogo dan mereka tertawa. Kulihat pak Bogo menunjuk Maya seolah mengatakan,
“INI DIA LONTE DESA KU!”
Pak Bogo sepertinya menyuruh Maya berkenalan dengan temannya, bahkan temannya sudah mengulurkan tangannya. Gara-gara itu Maya terpaksa membuka pertahanan pada bagian dadanya karena tangannya mau bersalaman.
Teman Bogo takjub melihat payudara istriku. Yang besar dan memiliki puting idaman pria mesum sedunia, yaitu berwarna pink.
Lambat laun mereka berdua mendekati istriku sambil membicarakan sesuatu.
Dan jangan mengira hanya berbicara saja, tangan mereka berdua mulai bergerilya dimana-mana!
Pak Bogo mengelus pinggul istriku dan tak lupa menempelkan penis panjangnya dipantat Maya, sedangkan teman pak Bogo asyik memainkan ke 2 pentil Maya dengan apitan jempol tangan dan jari telunjuk.
Maya terlihat tersenyum dan menggigit bibir bagian bawahnya saat menerima rangsangan dari 2 pria hitam itu. Pak Bogo lalu memencet ke 2 payudara istriku di hadapan temannya yang membuat susu pada keluar dari putingnya.
Teman pak Bogo kaget dan Pak Bogo tertawa kulihat, Pak Bogo berbicara dengan temannya itu dan tiba-tiba temannya menghisap payudara kiri istriku, sepertinya Pak Bogo menyuruh menghisap payudara Maya tadi.
Pak Bogo melihat dulu keadaanku di dalam kamar yang masuh tertidur pulas direkaman, perlahan pak Bogo menutup pintu dan bergabung untuk menikmati susu dari payudara istriku.
Maya merem melek dan mengangkat kepalanya keatas, seperti menikmati sensasi geli dan nikmat disaat ia menyusui 2 pria dewasa di ruang tengah itu.
Luar biasa bagiku, Maya sudah tampak terbiasa seperti sudah terlatih menjadi lonte profesional, bahkan tangan istriku menahan kepala mereka yang sedang menyucup payudaranya.
Pak Bogo sepertinya sudah puas, sementara temannya masih asyik menyusu.
Pak Bogo lalu mencium bibir istriku dan dari rekaman ini bisa terlihat jelas kalau mereka bersilat lidah didalam ciuman tersebut.
Teman pak Bogo juga sepertinya puas, lalu mereka berdua menyuruh Maya berlutut dan berhadapan dengan 2 penis besar di hadapannya.
Kalau sudah begini maka sudah jelas, Maya pasti akan melahan ke 2 penis itu secara bergantian dengan mulutnya. Benar ternyata, Maya mulai memasukkan penis
Pak Bogo ke dalam mulutnya, sedangkan tangan 1 nya asyik mengocok penis temannya pak Bogo.
Maya melakukannya secara bergantian, dan selama istriku mengulum penis itu secara estafet, tangan ke 2 orang ini tak henti-hentinya meremas, menjepit puting istriku, menampar payudara dan terkadang menampar-nampar pipi Maya. Tapi Maya sepertinya tidak keberatan, justru kulihat dia tambah bernafsu kulihat.
Sepertinya Pak Bogo ingin meneruskan genjotannya yang tertunda tadi, itu bisa dilihat saat Maya asyik mengulum penis temannya, Pak Bogo menarik pinggang Maya ke atas dan memegang penis nya untuk dimasukkan ke dalam vagina Maya.
Dan BLEESSS!! Penis besar itu masuk dengan sempurna. Teman Pak Bogo duduk diatas kursi dengan kondisi penis masih dikulum oleh Maya, sementara pak Bogo sudah mulai menggenjot vaginanya dari belakang.

Sudah kesekian kalinya aku melihat Pak Bogo menggagahi istriku ini dan betapa kontrasnya kulit penis yang hitam legam itu memasuki vagina putih nan merah muda milik Maya.

Istriku benar-benar terlihat seperti pelacur disitu, bahkan lebih parah dari pelacur. Karena kalau pelacur pasti dibayar, sedangkan istriku seperti suka rela memberikan tubuhnya untuk pria-pria yang menginginkan kepuasan seksual.
Tubuh Maya bergoyang hebat di genjot seperti itu, payudara besarnya membal kesana sini dan tak henti-hentinya 2 pria ini memainkan ‘Pabrik Makanan’ milik Dimas tersebut. Puas memainkan payudara istriku, tangan Pak Bogo mulai membuka belahan pantat Maya, telunjuk tangan kirinya mulai bermain di lubang pantat istriku.
Meski istriku sedang disodok, tapi aku bisa tahu kalau pantat istriku itu menggeliat di saat pak Bogo memasukkan telunjuk jarinya ke dalam anus Maya.
Kulihat mulut pak Bogo bergerak seperti membicarakan sesuatu, dan sepertinya benar, Maya berhenti mengulum penis teman pak Bogo dan menoleh ke belakang.
Maya mengangguk dengan persetujuan yang tak kumengerti. Pak Bogo lalu menarik mundur penisnya dan Maya mulai mengangkang di selangkangan teman Pak Bogo.
Teman Pak Bogo tampak bersiap dan senang dengan sikap Maya, tangannya itu digunakannya untuk meremas payudara istriku. Sedangkan Maya tersenyum dan memegang penis temannya pak Bogo ini, ternyata Maya sendiri yang menuntun penis hitam besar itu untuk memasuki vagina nya. Tak butuh waktu lama, akhirnya penis itu tenggelam dalam kenikmatan vagina wanita.
Teman pak Bogo merem melek keenakan, seperti menikmati pijitan otot vagina milik Maya. Setelah itu dia membuka matanya dan menarik Maya untuk tengkurap di atas tubuhnya.
Maya yang sudah tengkurap menoleh ke belakang dan kurasa aku tahu apa yang akan terjadi, karena kulihat pak Bogo mengocok penisnya sendiri dan meludahi lubang anus Maya seakan memberinya pelicin.
Oh sial! Ini berarti pertama kalinya bagiku melihat Pak Bogo akan mengeksekusi Maya dengan menganalnya!

Kepala penis nya saja kelihatan masih sempit untuk lubang anus istriku itu, dan kulihat Maya seperti mau merintih. Lalu teman Pak Bogo membuka belahan pantat Maya dan melebarkan lubang anus istriku dengan tangannya, sudah jelas teman Pak Bogo ini membantu pak Bogo untuk melakukan penetrasinya ke dalam anus Maya.
Perlahan tapi pasti, penis hitam itu perlahan demi perlahan memasuki daerah pembuangan itu.
Dan BLESSS! Akhirnya penis Pak Bogo sukses memasuki lubang anus nya Maya.
Bisa kulihat istriku merem dan menutup mulutnya dengan tangan, entah itu ekspresi sakit atau kenikmatan. Tapi kurasa ke 2 nya, vaginanya yang elastis saja masih sempit menerima penis teman pak Bogo, sekarang penis besar hitam pak Bogo menyeruak masuk ke dalam lubang pantatnya.
Sesak, itu pasti yang di rasakan Maya, dan kalau Pak Bogo sudah mulai menggenjotnya..... maka aku harus menerima kenyataan kalau semakin lebar lah nanti lubang pantat Maya ke depannya.
Pak Bogo meremas-remas pantat Maya untuk menikmati penetrasi yang dia rasakan, sedangkan teman pak Bogo khidmat memeluk Maya sambil menghisap puting kiri payudara istriku.
Tak lama kemudian pinggul pak Bogo mulai bergerak yang membuat mata Maya melotot, mungkin istriku bisa merasakan penis itu menyeruak dinding lubang anus keluar dan akan memasukinya lagi.
Lama kelamaan sodok yang dilakukan pak Bogo semakin gencar, terkadang ia ludahi penis nya itu untuk menambah licin penetrasi yang dia lakukan. Dan akhirnya terjadi, Maya sukses di anal oleh pak Bogo dengan penis besarnya itu dan kulihat selangkangan Maya benar-benar sempit menerima 2 penis hitam besar yang bersarang di vagina dan lubang pantatnya.
Pak Bogo menarik rambut Maya ke belakang dan semakin cepat menyodok lubang pantat istriku tersebut. Sementara teman pak Bogo asyik melihat payudara Maya yang berguncang hebat di depan matanya.

Dan Maya, istriku yang lonte betina ini sepertinya sudah bisa mengontrol
lubang pantatnya agar dia juga mendapatkan kenikmatan. Bisa terlihat di rekaman
kalau istriku masih memejamkan mata, namun senyumnya melebar dan juga mendesis hebat jika dilihat dari gerak mulutnya.
Sementara teman Pak Bogo masih asyik memainkan payudara Maya meski penis nya sudah berada di dalam vagina istriku.
Pak Bogo semakin gencara menyodok-nyodok penisnya di lubang pantat Maya tersebut, Maya terkadang melotot dan kembali merem untuk merasakan sensasi double penetrarion ini.
Sampai akhirnya Pak Bogo mencabut penis nya dari lubang pantat Maya dan buru- buru dia mengarahkan penisnya ke mulut istriku. Maya membuka mulutnya dan mengulum penis besar tersebut.
Sepeetinya Pak Bogo sudah orgasme dan mengeluarkan berliter-liter sperma ke dalam mulut Maya. Bisa dilihat dari wajahnya yang merem melek dan menekan kepala Maya dengan tangannya agar penisnya masuk lebih dalam. Maya juga merem melek dan lehernya seperti menelan sesuatu, kurasa dia meminum semua sperma yang muncrat di dalam mulutnya.
Aku penasaran dan kuubah sedikit sudut pandang, dan aku terdiam, disaat aku melihat lubang pantat Maya menganga begitu lebar. Maka memang sudah dipastikan lubang pantat Maya akan selamanya lebar seperti itu akibat ada penis besar yang mencoblos anus nya tadi.
Maya ambruk dan terengah diatas dada teman pak Bogo, sedangkan temannya itu berbicara dengannya dengan pembicaraan yang tidak kuketahui.
Pak Bogo memakai baju dan celananya yang dia tinggalkan di dapur, Pak Bogo kulihat mengecek ku lagi di kamar dan memberi tanda ‘Aman’ kepada temannya.
Teman Pak Bogo lalu berbicara dengan Maya, dengan tangan yang tak pernah lepas dari payudara. Maya sedikit bangkit dan mengangguk sedikit, setelah itu tiba-tiba saja teman pak Bogo berdiri dengan penis masih menancap di vagina Maya.

Maya kemudian di baringkan di tempat dia duduk tadi dan disitulah di mulai penggenjotan yang dia lakukan kepada vagina Maya.
Kulihat Maya begitu ke susahan mengimbangi dirinya dengan orang yang menyodok-nyodok vaginanya itu. Apalagi payudara Maya tak pernah lepas dari jangkauan tangannya, aku perhatikan sudah beberapa kali dia memencet payudara Maya bahkan sampai ke pencetan yang kuat! Itu bisa dilihat dari payudara Maya yang kempis karena remasannya sehingga ujung payudara istriku itu mencuat.
Entah kenapa melihat orang yang berhubungan seks dengan warna kulit yang kontras ini membuatku bernafsu, padahal bisa dibilang yang digenjot itu adalah istriku sendiri.

Mulut Maya megap-megap, matanya terus menutup, buliran keringat membasahi tubuhnya lagi dan mendadak mereka berdua berhenti, dari tingkahnya mereka seperti mendengar sesuatu.
Mereka menoleh ke arah jam dan sepertinya kaget dengan pukul yang ditunjukkan.
Ah kurasa aku tahu!
Kurasa tadi mereka berhenti karena mendengar suara kokokan ayam yang sering terdengar di rumahku ini. Kurasa perkiraanku itu benar, mereka berdua berbicara sejenak dan teman Pak Bogo itu buru-buru mengeluarkan penisnya dari vaginya Maya.
Kulihat Maya juga langsung berdiri dan diam-diam membuka pintu kamar kami. Maya terlihat lega karena melihatku masih tertidur di kamar, mungkin dia khawatir apabila suasana pagi tadi bisa membangunkanku.1
Maya menutup pintu dan menghampiri teman Pak Bogo yang sudah mengambil pakaiannya. Mereka berdua berbicara, dan sepertinya istriku masih ingin melanjutkan karena tadi teman pak Bogo ini belum sempat ejakulasi.
Dan ternyata benar!
Maya mengajak teman Pak Bogo keluar dari pintu belakang dan teman pak Bogo menghamparkan pakaiannya tadi di tanah halaman belakang.
Setelah itu teman pak Bogo berbaring dan anjing nya adalah, Maya mengangkang dan memasukkan penis itu lagi ke dalam vagina nya!
Maya benar-benar gila!
Apa yang dia pikirkan?
Berhubungan seks dengan pria lain di luar rumah! Dengan resiko bisa di lihat tetangga kita! Meski apa yang mereka lakukan memang terhalan gentong besar di samping mereka.

Atau mungkin untuk jaga-jaga apa bila aku tiba-tiba bangun dan keluar kamar?
Sehingga teman Pak Bogo itu bisa langsung kabur?
Banyak kemungkinan dari perbuatan yang dilakukannya sekarang ini. Hanya saja kenapa harus di luar?! Tepat di samping pintu belakang ini.
Tapi..... nanti saja lah kupikirkan. Kalau di pikir-pikir menggairahkan juga ya istriku ini, berani bertindak liar seperti ini hanya untuk memuaskan hasrat seksual yang dia miliki atau pun milik orang lain.
Itu bisa dilihat dari tingkahnya, dari gaya memunggungi teman Pak Bogo, justru Maya yang repot-repot menggenjot penis itu dengan vaginanya.

Aku tak bisa melihat ekspresi Maya yang melakukan tindakan gila sepagi ini karena kamera CCTV tersembunyi ke arah belakang itu tidak bisa mencapai wajahnya. Teman Pak Bogo juga sedari tadi menepuk-nepuk pantat istriku selagi Maya menggenjot penisnya. Bahkan dibuka lebar belahan pantat Maya dan memainkan 2 jarinya di lubang pantat istriku itu.
Ini sudah parah sih, 2 jari bisa masuk!!
Maya yang sedari tadi menggenjot tiba-tiba bergetar tubuhnya. Mulutnya ia tutup dengan tangannya dan tiba-tiba ia ambruk di kaki teman pak Bogo.
Kurasa istriku mengalami orgasme setelah memuaskan diri nya sendiri dengan penis itu. Hanya saja apakah teman pak Bogo itu juga sudah terpuaskan?
Kurasa belum.
Dengan penis yang masih menancap di vagina istriku, tiba-tiba dia beranjak dari pembaringan dan mendorong sedikit tubuh istriku di depan. Sekarang posisi
Maya sudah menungging dan tampai lelah dari sisa orgasme tadi.
Sekarang teman nya Pak Bogo kembali memompa vagina Maya dengan konstan dan Maya lagi-lagi menutup mulutnya itu, kurasa istriku berusaha tidak mengeluarkan suara desahan agar tidak didengar tetangga sepagi ini.
Posisi istriku sekarang diubah sejenak, diberikan alas untuk pembaringan dan sekarang istriku berbaring sambil mengangkang. Dan tentu saja penis hitam itu lagi-lagi memasuki vagina Maya.
Akhirnya aku bisa melihat wajah Maya yang masih setia menutup mulutnya dengan tangan dan dari raut wajahnya memang sudah jelas dia menahan nikmat di tempat berisiko.
Kurasa teman pak Bogo ini terhipnotis dengan payudara istriku karena lagi-lagi gundukan itu dimainkannya sambil menggenjot vagina Maya. Tidak dengan kecepatan biasa, tapi cepat sekali! Astaga! Penis nya itu ada shockbreaker atau apa?!
Kulihat wajah teman pak Bogo itu meringis, ah sepertinya dia akan keluar sebentar lagi. Dan ternyata benar! Di keluarkan penis nya itu dari vagina Maya dan keluarlah lahar putih dari lubang ujung penisnya.
1 semprotan.
2. Semprotan.
3 semprotan... 4.... 5, hei tunggu-tunggu!! Banyak amat, anjing!!!
Gila nih orang!! Banyak sekali sperma yang dia keluarkan dari penisnya itu sehingga area vagina Maya basah oleh sperma dibuatnya!!
Setelah mengeluarkan spermanya, dia tancapkan lagi penisnya ke dalam vagina istriku, kurasa dia ingin merasakan kenikmatan terakhir ejakulasi di dalam vagina Maya.
Aku juga tak bisa berkomentar banyak.
Aku tak tahu lagi bagaimana cara untuk mengubah perilaku istriku. Ku kira dia hanya akan berhubungan badan dengan orang yang dikenalnya saja. Tapi nyatanya?
Sudah beberapa kali Maya tak sungkan berhubungan badan dengan orang yang tak ia kenal bahkan yang baru di kenalnya.
Kulihat teman Pak Bogo cepat-cepat memakai pakaiannya dan Maya juga buru-buru berdiri untuk masuk ke dalam rumah. Maya kembali melihat kondisiku di dalam kamar dan tampak lega karena aku masih pulas tertidur.
Teman Pak Bogo diam-diam menghampiri dan menggesekkan selangkangnya yang sudah bercelana di pantat Maya yang sedang membungkuk mengintip itu.
Awalnya Maya kaget, namun dia malah tersenyum menerima pelecehan itu saat menoleh ke belakang.
Teman pak Bogo berbicara dengan istriku dengan tangan masih meremas payudaranya, teman pak Bogo lalu menunduk dan menghisap payudara kiri istriku.
Sedangkan kepala istriku menoleh ke arah dalam kamar untuk melihatku sambil menyusu pria lain selain anak dan suaminya.
Setelah itu teman pak Bogo buru-buru pergi dan Maya segera menutup pintu belakang. Kulihat Maya melihat selangkangannya yang mengkilat karena sperma, maka istriku dengan cepat masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan sisa perzinahan yang ada di selangkangannya.
Di rekaman CCTV ini sudah menunjukkan pukul 6.47, sebuah waktu yang menunjukkan betapa Maya bisa melayani 4 pria sekaligus pada pagi hari ini.
Ini benar-benar bukan kelas ekshibisionis lagi, mungkin sudah memasuki tahap hyper sex.
Maya benar-benar seperti betina jalang yang ingin terus mencari kepuasan seks, baik untuk dirinya mau pun orang lain.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Maya kembali ke kamar dengan telanjang bulat. Ia memeriksa Dimas terlebih dahulu yang masih nyenyak tertidur.
Ponsel Maya tiba-tiba bercahaya dan Maya tersentak kaget, dia buru-buru mengambil ponsel nya itu sebelum bunyinya membangunkanku.
Maya menekan layar ponselnya, ia lalu duduk dan sepertinya menerima telepon lewat ponselnya itu. Aku tak tahu siapa yang meneleponnya, tapi kulihat Maya malah menggigit bibir bagian bawahnya dan tangan kirinya menyentuh vaginanya sendiri. Seolah yang meneleponnya itu memberikan rangsangan lewat suara saja.

Percakapan di telepon sepertinya sudah selesai. Maya menaruh lagi ponsel nya dan memandangku yang masih tertidur. Dia mencoba membangunkanku dengan menggoyangkan kaki ku, tapi aku benar-benar masih terlelap.
Tapi kulihat Maya malah tersenyum seolah memang berharap aku tidak bangun.
Maya kembali memegang ponsel nya dan mengetikkan sesuatu yang tak bisa kulihat karena jarak CCTV kamar ini.
Sial!
Aku benar-benar penasaran apa isi ponsel istriku tersebut! Aku tahu pria-pria yang pernah berhubungan badan dengannya menjalin komunikasi dengan istriku lewat pesawat ponsel. Hanya saja aku tidak bisa membuka ponsel istriku sendiri karena aku tidak tahu kata sandinya, pola nya dan lebih sialnya lagi istriku tidak mengaktifkan sisik jari dan pengenal wajah di ponsel nya.

Sial!
Sial!
Sial!
Maya benar-benar berhati-hati untuk ini. Dan memang pandai untuk berjaga-jaga seperti itu. Aku sudah mencobanya untuk sidik jari di saat Maya tertidur, tidak ada 1 jari pun yang terekam di ponselnya, apalagi untuk mode pengenal wajah.
Kulihat Maya melihat jam di dinding dan kurasa dia terkejut melihat waktu yang ia lihat, dan ia terlihat kaget juga seperti seseorang yang dikagetkan tiba-tiba dengan suara.
Maya lalu berdiri dan berjalan mundur pelan-pelan sambil melihat diriku yang tertidur, pintu juga di tutup dengan pelan-pelan. Saat pintu tertutup, Maya tiba-tiba berlari pelan dengan kondisi telanjang bulat menuju pintu belakang.
Dan saat pintu belakang terbuka, tiba-tiba ada tangan seseorang menariknya untuk keluar.
Aku tentu saja kaget dan bingung.
Tangan siapa itu?
Dengan cepat aku mengubah kamera CCTV yang mengarah ke belakang. Dan ternyata disitu ada Pak Bazam! Pak RT! Dan Pak Komar!
Terlihat istriku di gerayangi mereka sedemikian rupa, pak Komar dan pak RT menyusu payudara Maya, sedangkan pak Bazam memainkan pantat dan vagina istriku dari belakang dengan tangannya.

Kulihat Maya juga menikmati rangsangan yang ia terima. Ke 2 pria yang menyusu payudaranya saja sampai kempot pipi nya yang menandakan betapa kuatnya mereka menghisap puting merah muda milik istriku tersebut.
Hanya saja aku tak habis pikir. Kenapa Maya lagi-lagi nekat dan membiarkan ada pria lain melecehkannya di luar yang penuh resiko? Kalau tetangga samping rumahku keluar maka tetanggaku itu bisa melihat semuanya.

Kulihat Maya juga sepertinya benar-benar tidak peduli, dia benar-benar merasa nikmat memberikan tubuhnya untuk kesenangan dirinya bahkan untuk ke 3 orang itu. Kepalanya saja sampai terangkat ke atas, memejamkan mata dan memegang kepala 2 pria yang menyusu payudaranya.
Tiba-tiba Maya membuka matanya seolah mengingat sesuatu, dia menepuk kepala 2 pria yang menyusu kepalanya sehingga mereka bertiga menghentikan aktivitasnya. Terlihat mereka berbicara dan Maya menunjuk langit. Ke 3 pria itu tampak kecewa dari raut wajahnya.
Kurasa aku tahu maksudnya.
Maksudnya pasti agar mengantisipasi dengan kedatangan Frieska nanti dan tentu saja Maya tidak akan menunjukan kebinalannya di depan orang yang akan merawat dan menjaga anak kami nanti.
Mereka sekarang berbicara sambil mendiskusikan sesuatu sampai akhirnya pak Bazam pergi dan memberi kode dengan tangan seolah mengatakan ‘Nanti saya telepon’ untuk Maya. Maya mengangguk dan menyuruh sisanya untuk pergi.
Pak Komar dan Pak RT juga pergi setelah mengulum dan menarik puting payudara istriku dengan mulut mereka. Setelah kepergian mereka, kulihat Maya buru-buru masuk dan mengambil handuk, setelah itu istriku masuk ke kamar mandi dan melakukan mandi burung.
Mandi burung yang kumaksud adalah dia hanya membasahi tubuhnya saja dengan air. Tidak melakukan gosok gigi, menyampo atau pun memakai sabun. Dia hanya membasahi tubuhnya dengan air dan selesai begitu saja.
Buru-buru dia masuk ke kamar dan berganti baju. Kulihat layar ponsel nya hidup lagi dan Maya segera mengambilnya, dia tersenyum dan membalas isi dari ponsel tersebut. Maya bergegas memakai baju bertepatan juga dengan Dimas yang terbangun sambil menangis.
Maya menggendong anakku, mencoba menenangkannya sambil membuat susu di dapur.
Selang beberapa menit kemudian Frieska akhirnya datang, dan tepat dengan yang di ucapkan Frieska sebelumnya. Kalau Maya langsung menitipkan Dimas kepada Frieska dan beralasan hendak pergi untuk membantu ibu-ibu memasak.
Kurasa itu bohong.
Aku tidak yakin Maya pergi untuk membantu. Dari kejadian tadi kurasa ponsel nya yang menyala tadi adalah pesan dari orang yang ingin menikmati tubuhnya. Entah itu Pak Bazam, Pak RT atau yang lain.
Aku yakin itu karena dari tadi sebelum Maya pergi, dia sempat masuk ke kamar lagi dan membawa morning pil di dalam tas nya.
Setelah itu Maya pergi dan Frieska melanjutkan tugasnya hingga aku bangun.
Dan sekarang aku terdiam duduk di atas kasur.
Kecewa?
Tentu saja, itu bukan hal yang baru dalam masalah ini.
Tapi yang membuatku lebih kecewa adalah, Maya meninggalkan anak kami berdua yang masih menangis tadi kepada Frieska. Meninggalkan anak semata wayang kami demi memuaskan nafsu seks pada dirinya dan orang lain. Aku mencoba tenang dulu.
Tenang.
Itu hanya praduga walau bisa jadi benar adanya. Bahkan aku juga malas menyusul istriku, aku tak tahu dia berada dimana nantinya. Aku yakin dia tak berada di balai desa, tapi di salah 1 rumah yang dimana akan ada pria-pria yang menikmati tubuhnya.
Sial kau, Maya!!

================

Aku lalu mengambil handukku dan keluar dari kamar. Kulihat Frieska dengan lembutnya membaringkan Dimas di kasur mini miliknya. Aku lalu duduk di kursi pendek yang menyita perhatian Frieska.
Aku tersenyum memandang anakku yang tak berdosa ini tertidur pulas, aku lalu sedikit memandang ke samping dan melihat Frieska sudah serius memandangku dengan alis mengerut.
Ah...... aku lupa, kalau sudah begini dia pasti sedang menerka apa yang terjadi lewat raut wajah dan sikapku.
“Hei.” Panggilnya.
Aku memandangnya dan dia melanjutkan.
“Jangan bilang kalau istrimu..... berbohong padaku.”
Kan, seperti yang kuduga. Pikiran wanita ini sangat tajam, aku tahu karena aku bisa mengawasi rumah ini dengan CCTV 24 jam, dan kalau melihatku seperti ini maka dia pasti tahu kalau Maya berulah lagi.
“Kapan?” tanyanya lagi.
“Tadi pagi,” kataku, “Bisa dibilang subuh tadi.”
“Sepagi itu?” Frieska kaget.
Aku mengangguk dan menceritakan semuanya kepada Frieska.
Aneh.
Kenapa aku bisa menceritakan hal atau aib keluargaku ini kepada wanita yang ada di depanku ini? Apa aku sudah percaya dengannya? Ah, sudahlah. Yang penting kuceritakan saja dulu agar dia memahami hal ini.
“Kurasa, karena aku akan datang pagi, maka dia melakukannya lebih pagi lagi....” duganya.
“Masuk akal,” kataku.

“Astaga....” Frieska menghela nafas dan memandang ku, “Ini sudah sangat parah.... dia sudah berani nekat! Ini.... ini sudah....”
“Aku tahu....” potongku.
Frieska terlihat sedih dan mendekatiku. Dia memegang tanganku dan berkata.
“Jangan dulu menduganya. Kuharap dia jujur untuk membantu memasak, bukan untuk melayani pria-pria itu.”
“Sulit, istriku yang lonte binal itu kurasa melakukannya.”
“Gio! Jangan berkata seperti itu! Dia masih istrimu!”
“Bagaimana bisa aku tidak mengatakannya kalau dia seperti itu?” aku sedikit tersulut emosi.
Frieska lalu berdiri dan memelukku, di elusnya kepalaku dan dia berkata.
“Kalau pun benar..... jangan pernah memanggilnya seperti itu..... tolong jangan.”
“Kenapa juga aku harus sok suci dan mengatakan hal yang baik untuk dirinya?”
“Karena kau di depan anakmu sekarang!”
Mendengar itu aku terdiam, memandang Dimas dan merasa bersalah telah mengatakan ibunya seperti. Aku menundukkan kepalaku dan menghela nafas panjang.
“Lihat dia,” Frieska memandang Dimas, “Dia masih kecil, belum siap menerima dosa dunia yang ada sekarang ini..... dan jangan perdengarkan dia dengan kata-kata yang buruk..... Apalagi tentang ibunya..... dia anakmu.....”
“Maafkan aku....”
“Jangan kepadaku....”

Mendengar itu aku meminta Frieska melepaskan pelukannya. Kuhampiri
Dimas dan mengelus kepalanya, dengan sedih melihat anakku yang memiliki nasib mempunyai ibu yang berperilaku seperti itu.
“Gio....” Frieska duduk di sebelahku, “Ada rehabilitasi khusus seksual yang kurasa bisa membantu istrimu.... Aku membacanya di internet, hanya saja tempat itu di Amerika sana....”
“Kau ingin aku membujuk istriku ke sana?” aku memandang Frieska, “Yang artinya.... Dia akan tahu kalau aku tahu selama ini?”
“Aku tahu itu berat bagimu..... hanya saja..... apa kau tega melihat dia akan terus seperti itu?”
Aku terdiam sejenak dan kembali memandang Dimas.
Aku memikirkan hal ini secara matang. Cukup lama, sampai akhirnya aku berbicara lagi.
“Aku sudah memutuskan memakai cara itu.”
“Cara?”
“Ya.”
“Jangan bilang kalau kau ingin berhubungan badan denganku di depan matanya?”
“Itu sangat membosankan,” ku pandang Frieska, “Apa bedanya aku dengan dirinya kalau begitu?”
“Kita memang sudah melakukannya.”
“Tapi tidak di depan mata dia. Dan itu bukan caraku.”
“Lalu? Apa caramu itu?”
“Kau tak perlu tahu.”
“Hei! Aku ingin membantumu! Meski dia masih....”
“Kau sudah membantuku,” kupandang Frieska.
Frieska terdiam memandangku.
“Membantumu?”
Aku mengangguk dan memandang Dimas.
“Tolong aku untuk menjaga Dimas..... aku membutuhkanmu untuk ini.... sampai di mana caraku itu berjalan.”
“Kau....” Frieska kebingungan menatapku, “Apa maksudmu?”
“Tolong jaga Dimas,” kupotong lagi, “Tolong jaga anakku.....”
Frieska terdiam tak bersuara. Aku memandangnya dan kulihat dia begitu sedih dengan kepala menunduk.
“Aku merasa..... caramu itu tidak akan berakhir baik untukmu, bahkan untuk dirinya....”
“Disaat itu terjadi, jagalah anakku,” aku memegang pundak Frieska, “Aku sangat berterima kasih kalau kau mau melakukannya. Bukan aku tidak percaya padamu, aku percaya. Aku lebih mempercayakan kau untuk menjaga anakku. Itu kepercayaanku padamu.”
Frieska terlihat pasrah dan bertanya.
“Kau akan memulainya sekarang?”
“Tidak, saat aku benar-benar memastikannya.”
“Memastikan?”
“Aku akan mengeceknya sekarang,” aku lalu berdiri, “Kalau benar dia pergi untuk itu. Maka itulah di mulainya rencanaku.”
“Kau akan mencarinya?”
“Aku mau ganti baju dulu.”

Belum sempat aku ke kamar, aku mendengar bunyi pagar terbuka. Aku melihat dan ternyata itu adalah Maya yang baru pulang.
“Sayang, sudah bangun rupanya,” ucap istriku saat melihatku di ruangan ini.
“Ya.”
Maya lalu melihat Dimas dan berterima kasih kepada Frieska. Sedangkan aku mencium aroma keringat yang begitu menyengat pada tubuh istriku. Kalau benar dia masak, seharusnya bau bumbu atau asap yang menempel di tubuhnya.
“Sebentar ya, mau mandi dulu.”
Maya mengambil handuk dan masuk ke kamar. Keluarnya dia hanya memakai handuk dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Aku lalu masuk ke dalam kamar dan melihat Maya memasukkan pakaiannya tadi ke baskom pakaian kotor.
Aneh bukan, kenapa juga dia harus mandi lagi?
Aku periksa pakaiannya dan benar-benar bau keringat, sedikit wangi, kurasa tercampur dengan bau parfumnya. Dan sekarang celana dalam nya, aku ingat di CCTV dia tadi memakai celana dalam hitam dan keberadaan celana dalam nya itu tidak ada di atas tumpukan pakaian.
Apa Maya masih mengenakan celana dalamnya?
Tidak, aku yakin tidak.
Aku tahu Maya seperti apa, dia tidak akan pernah mandi dengan pakaian kotor melekat di tubuhnya, meski itu hanya celana dalam. Dia akan bugil sempurna saat mandi.
Kuperiksa baskom itu dan akhirnya aku menemukannya, Maya menyembunyikannya di tumpukan paling bawah.
“Sudah kuduga.....” ucapku.
“Karena di bagian tengah celana dalam nya itu sangat basah. Dan itu bukan basah karena keringat atau pun air orgasme nya. Tapi bau sperma! Aku tahu betul bau ini! Kurasa memang benar Maya bercinta lagi dengan pria lain dan ini sangat banyak!
Kurasa mereka mengeluarkan sperma nya lagi di dalam vagina Maya dan Maya langsung memakai celana dalamnya tanpa membersihkannya, jadinya sperma itu meluber keluar dan meresap banyak di celana dalamnya ini.
Aku diam saja, entah kenapa rasanya emosiku hilang.
Aku merasa tidak merasakan apa-apa.
Aku lalu berdiri dan masuk ke dalam toilet yang ada di kamarku ini, toilet yang kaca atasnya terhubung dengan kamar mandi yang dulu kugunakan untuk mengintip
Maya dan Pak Bazam bercinta di dalamnya.
Aku mengambil kursi dan diam-diam mengintip. Aku penasaran saja, karena dari tadi aku tidak mendengar suara air mengguyur.
Dan saat mengintip, yang kulihat Maya tertawa tanpa suara di depan ponselnya.
Aku mencoba berjinjit untuk melihat apa yang dia lakukan, dan ternyata Maya melakukan video call dengan seorang pria yang tak jelas siapa!
Ku lihat Maya menaruh ponsel nya di pinggiran bak dengan kondisi ponsel bersender di dinding yang membuat Maya menunjukkan tubuh bugil nya di hadapan pria yang ada di video call itu.
Tak hanya itu.
Maya tiba-tiba meliuk-liukkan tubuhnya dari atas ke bawah dengan gaya yang seksi sekali, seolah dia sedang melakukan tarian telanjang untuk orang yang video call dengannya.
Dan benar, aku tak merasakan apa-apa. Aku malah biasa saja. Entah kenapa.
Aku lalu turun dan keluar dari toilet, lalu keluar dari kamar dan menemani
Frieska.
Dan untuk Maya?
Hm, yah, rencanaku sedikit menguntungkan Maya untuk saat ini. Karena aku akan membiarkan dia melakukan apa pun yang dia mau.
Terserah dia mau berbohong atau apa, aku sudah tak peduli.
Yang kupedulikan sekarang hanyalah anak kami.
Dia yang ku pedulikan sekarang.
*****
Sore harinya aku mengantar Frieska pulang atas inisiatifku sendiri walau sebenarnya Maya juga yang memintaku untuk mengantar baby sitter KW kami ini.
Dalam perjalanan aku tidak langsung menuju alamat rumah Frieska, karena wanita ini memintaku menemaninya sejenak di sebuah kafe.
Tempat nya cukup asyik, ada layar proyektor untuk memberi pengunjung tontonan Netflix. Kurasa ini tempat tergaul yang ada di wilayah ini, bisa kulihat begitu banyak muda-mudi.
Frieska menuntunku di tempat yang paling pojok, setelah itu ia pergi dan kembali dengan membawa minuman yang dipesannya.
“Kenapa mengajakku ke sini?” tanyaku setelah menerima gelas minuman darinya.
“Hanya ingin jawaban,” Frieska duduk dan memandangku, “Kenapa mau mengantarku lagi?”
“Istriku menyuruhku bukan?”
“Dan kau sudah bersiap sebelum istrimu menyuruhmu. Kau memang ingin mengantarku bukan?”
Aku menghela nafas dan Frieska tersenyum sambil mengaduk espresso panasnya.
“Aku senang sih diantar olehmu,” kata Frieska, “Hanya saja untuk saat ini, dalam masalah ini. Biarkan aku pulang sendiri, dengan begitu kau bisa menahan para pria itu tidak datang ke rumahmu. Jadi—”
“Percuma,” potongku.
“Percuma?”
“Aku yakin, untuk ke depannya Maya akan terus memintaku mengantarmu pulang. Meski aku menolak, dia akan terus memaksa. Dengan alasan yang masuk akal, karena kau perempuan sepertinya. Yang berbahaya sendiri di malam hari.”
“Aku tidak semanja itu,” Frieska kecut wajahnya.
“Aku tahu. Tapi soal itu ada benarnya. Kau tahu sendiri orang kalau sudah di kuasai nafsu itu bisa menjadi nekat, kau lupa kau pernah mengalaminya?”
Frieska tersenyum, “Ternyata itu kelemahanmu, terlalu khawatir?”
“Hm,” aku tersenyum tipis, “Mau saja kupinjamkan pisau lipat ku padamu, untuk jaga diri. Tapi kurasa kau tidak bisa memakainya.”
“Tentu saja. Palingan semprotan merica yang cocok untukku menjaga diri,”
Frieska tersenyum dan menepuk tanganku, “Terima kasih. Jujur aku merasa aman kalau kau menemaniku.”
“Ya sudahlah. Nikmati saja sekarang ini,” aku lalu minum.
Frieska juga minum sejenak dan memandangku.
“Apa aku harus menginap di rumahmu? Agar istrimu tidak lagi melakukannya di pagi hari?”
“Kenapa?”
“Dari kejadian yang kau ceritakan tadi, istrimu pandai memanfaatkan waktunya untuk itu. Jadi kurasa ini solusi yang baik.”
“Baik untukmu, tidak untukku. Kau lupa kau hanya berpura-pura saja menjadi baby sitter di rumahku, apalagi kau masih punya rumah dan orang tua di sini. Bayangkan kalau ayahmu tahu kau menginap di rumahku?”
“Kurasa papa akan datang ke rumahmu dan memaksaku melamarku lagi,”
Frieska menahan tawanya.
“Untunglah kau mengerti. Jadi solusi mu itu tidak bisa dilakukan.”

“Ya....” Frieska menghela nafas panjang, “Apa kau tidak terlalu curiga dengan istrimu?”
“Curiga?”
“Curiga karena dia memaksamu mengantarku pulang.”
“Sebenarnya aku tidak ingin curiga. Hanya saja dengan semua ini, aku sekarang memiliki sifat pesimis mengenai kepercayaan, terutama untuk istriku sendiri.”
“Hei.... jangan begitu,” Frieska begitu sendu memandangku.
“Kau yang mengajariku untuk tidak terlalu naif,” kukeluarkan ponselku, “Ini.”
“Kenapa?” Frieska tampak bingung.
“Tekan aplikasi ini. Password nya 5243. Itu adalah aplikasi yang terhubung dengan semua CCTV di rumahku.”
“Kenapa kau ingin aku....”
“Agar kau tahu dari mana sifat pesimisku kepada Maya ini lahir,” potongku.
Frieska terdiam memandangku dan dia bersedia melakukannya. Diraihnya ponsel ku dan ia menekan aplikasi itu. Setelah itu dia menekan tombol-tombol yang ada, lalu tiba-tiba matanya membulat, meletakkan ponselku dan mematikan layarnya.
“Apa dia?” tanyaku.
“Gio....” Frieska menundukkan kepalanya, “Jangan lihat....”
“Tak apa,” kuraih ponselku.
“Gio!” Frieska mencoba mencegah.
Tapi terlambat, aku sudah membuka aplikasi itu. Dan aku sudah melihat apa yang terjadi di rumahku sekarang. Terlihat Maya bertelanjang bulat dan sedang memompa penis dalam vaginanya di kamar tidur kami berdua. Dan penis yang ia pompa itu adalah penis Pak RT. Kurasa pria tua ini memang tak pernah puas untuk bercinta dengan istriku.
“Jangan dilihat!” Frieska merebut ponselku.
Aku hanya biasa saja menanggapinya dan aku memandang Frieska.
“Tak apa. Itulah kenyataan, walau pahit.”
“Gio.... Kamu....”
“Percayalah. Aku sudah tidak peduli lagi dengan apa yang dilakukan istriku.”
Alis Frieska mengerut dan matanya membulat.
“Apa kamu....”
“Ya,” aku minum sejenak, “Semua sifat pesimis, krisis kepercayaanku, dan ketidak pedulianku ini..... lahir dari rasa kecewaku. Rasa kecewaku yang teramat dalam.”
“Jadi.... kau tidak ingin menolongnya!!”
Aku terdiam sejenak, merokok dan terus berdiam diri.
“Tentu aku ingin menolongnya, dia masih istriku. Dia yang memberiku keluarga, anak..... dan aku tidak ingin selamanya dia seperti itu. Aku melakukan ini demi dirinya dan anak kami.... aku tidak ingin Dimas tahu kalau ibunya seperti itu.... bahkan saat Dimas sudah bisa berpikir.”
“Apa sebenarnya rencanamu itu?”
“Kau akan tahu. Sebelum itu di jalankan, sekali lagi aku memohon. Tolong jaga anakku, aku bersedia membayar berapa pun yang kau pinta. Tolong jaga dia, jauhi dia dari semua ini.”
Frieska terdiam sejenak dan sedih memandangku.
“Aku sudah bilang alasan aku melakukan ini....” ucap Frieska, “Menurutmu aku mau melakukannya demibayaran?”
“Maaf, aku.... aku tadi agak sulit berpikir jernih. Bukan maksudku merendahkanmu....”
“Tidak apa, aku mengerti. Soal menjaga anakmu, kau tak perlu pinta lagi.”
Aku memandangnya dan Frieska tersenyum kepadaku.
“Aku sudah bilang, aku akan melakukan apa pun untuk apa yang kau sayangi.... termasuk anakmu. Lagi pula, aku memang suka anak-anak.”
“Terima kasih....”
“Akan kujaga Dimas dari perbuatan bodohmu nanti.”
Aku memandangnya lagi dan dia berkata.
“Tahu kau seperti apa, kurasa itu adalah rencana yang bodoh. Tapi kurasa caramu itu akan efektif nantinya.”
“Ya,” aku tersenyum tipis memandang minumanku.
“Itu juga lah yang membuatku menyayangimu,” dia tersenyum.
“Sudahlah, Mpris,” aku mengaduk minumanku dan tertawa kecil, “Kita sudah membicarakan hal yang bisa dibilang dramatis, kau ingin menambahnya lagi dengan suasana canggung dari hal romantis?”
“Hihihi, ya sudahlah,” Frieska kembali menikmati minumannya.
Kami berbicara lagi dengan topik lain, yang dimana Frieska berniat mengasah kemampuannya dan ingin bekerja di salah satu toko baju kenalan ayahnya yang seorang designer. Frieska ingin melatih dirinya dalam hal menjahit, karena dia sangat suka melakukan itu.
Aku sebagai pendengar dan mendengar rencana yang baik untuknya hanya bisa mendukung.
“Dan soal istrimu....” dia memandangku, “Maaf ya, kuungkit lagi masalah tadi.”
“Tidak apa,” aku duduk bersandar, “Jadi kenapa dengan istriku?”
“Aku pernah membacanya. Sebuah diagnosa dari seorang ahli psikiater ternama dari Denmark.”
“Apa katanya?”
“Katanya wanita memang cenderung berpikiran nakal. Jangankan berpikir, berkelakuan nakal juga dilakukan kaum kami. Contohnya di saat rumah sepi, kami berlagak nakal, telanjang bulat dan berlagak atau bertingkah seperti pelacur di depan cermin. Hanya sebagai fantasi seksual yang dimiliki.”
“Kau pernah?”
“Kau lupa aku pernah menjual tubuhku?”
“Itu termasuk?”
“Hm, ya, kurasa. Aku sadar kok kalau aku ini seksi, dan memang ada sedikit terbawa fantasiku saat berniat menjual tubuhku. Dan itu akhirnya kulakukan, hanya saja ada rasa takut dan cemas di saat aku melakukannya. ‘Apa aku harus terus begini?’ itu yang ada di pikiranku.”
“Terus?”
“Kurasa itu yang terjadi pada istrimu. Dia berpikir bagaimana rasanya menjadi wanita nakal, apalagi di dukung sama kemampuan, situasi, kesempatan dan waktu yang dia punya. Akhirnya dia bisa melampiaskan fantasinya menjadi wanita murahan, karena dia ingin tahu bagaimana rasanya menjadi wanita seperti itu.”
“Benarkah?”
“Soalnya psikolog itu bilang, sama seperti rokok yang kau hisap itu. Awal-awal merokok, kau tentu ada pilihan untuk terus merokok atau tidak bukan?”
“Hm, yah. Disaat awal-awal aku belajar merokok pas remaja dulu.”
“Itu juga yang dikatakan psikolog itu. Fantasi dan nafsu yang semakin menjadi, mengakibatkan seseorang diperbudak nafsunya sendiri. Jadi bisa dibilang.... mungkin istrimu sudah menjadi pecandu seksual karena dia sudah melakukan fantasi nya dan terus terjadi berulang-ulang.”
Aku terdiam mendengarnya.
“Kurasa itulah yang menyebabkan istrimu menjadi seperti ini.”
“Astaga.... jadi dia.... seperti kecanduan begitu?”
“Kalau nikotin dan asap rokok adalah candu bagimu. Kalau candu untuk kasus istrimu itu adalah hormon dan nafsunya.”
“Tapi bagaimana dia....”
“Kau lupa kau pernah bercerita padaku, kalau dia pernah di perkosa 8 orang gara-gara mantan pacarnya? Dengan kondisi high karena diberi obat perangsang tinggi?”
“Jadi benar karena itu?!!”
“Kurasa iya.... dia sudah berhasil menahan diri, bisa jadi dia sudah menahannya dari dulu. Bahkan saking tidak tahannya kau pernah bilang dia mengajakmu berhubungan seks sewaktu dia kuliah bukan?”
“Ya.”
“Mungkin dia menahan nafsu yang lain nya karena dia menyayangimu. Tapi dia sudah merasakan di perkosa beramai-ramai, oleh pria yang berbeda, itu lah nafsu lain yang ia kunci selama ini.”
Aku lalu teringat kejadian pertama, yang dimana aku curiga Maya berhubungan badan dengan pak Bogo. Aku lalu mengatakan dugaanku itu kepada Frieska dan Frieska menanggapi.
“Jadi kurasa itulah yang membuka kunci nafsu nya yang lain. Di saat ada kesempatan untuk bersetubuh dengan orang lain selain suaminya, yang mengakibatkan ingatan di perkosa 8 orang itu kembali, mengakibatkan fantasi seks dirinya untuk menjadi wanita nakal keluar seutuhnya.”
“Astaga....” aku menunduk, “Jadi dia benar-benar sudah di perbudak nafsu?”
“Ya.... Sangat.... apalagi sudah sering seperti ini, kurasa dia.... sudah menjadi hyper sex.”
“Astaga....” Aku lagi-lagi mengeluh panjang.
“Jalan satu-satunya hanya rehab. Kalau hipnotis, itu tidak akan berlangsung lama, itu hanya seperti hilang ingatan yang akan muncul kembali. Kalau rehab, dia akan menekan nafsunya itu dengan kesadaran dan akal sehatnya. Jadi rehab itu lah obat yang sesungguhnya bagi dia.”
“Dimana tempat itu?”
“Yang paling direkomendasikan hanyalah di Amerika sana. Disana ada tempat nya. Itu juga tempat yang menyelamatkan banyak artis porno di Amerika sana.”
“Artis porno?”
“Jangan mengira artis porno di sana itu senang dengan pekerjaannya. Ada yang sampai stress hingga bunuh diri, karena tidak kuat menahan nafsu pada diri mereka akibat obat perangsang yang diberikan. Tidak ada yang alami di video porno itu, rata-rata semuanya memakai obat, bahkan sampai melakukan adegan berulang-ulang. Itu yang menyebabkan artis porno di sana banyak menderita, ada juga yang sadar dan buru-buru keluar dari industri itu karena tahu bahaya yang akan menimpa mereka, baik fisik mau pun psikis.”
“Ah ya. Aku pernah mendengar salah 1 artis sana yang berhenti, Mia Khalifa salah satunya.”
“Dia pasti mengatakan kepada wanita lain agar jangan terjun ke dunia video porno bukan?”
“Ya....”
“Karena dia sudah tahu sisi gelap industri itu.”
Aku terdiam dan mencerna semua ini. Kurasa memang itulah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Maya dari semua ini. Hanya saja aku ingin menjalankan rencanaku dahulu untuk saat ini.
“Sudah malam nih,” Frieska memandang jam tangannya.
“Oh, ya. Mari kuantar kau pulang,” aku lalu berdiri.
“Hm, yakin?”
“Yakin kenapa?”
“Disini ada hotel murah,” Frieska tersenyum, “Kau tidak ingin melampiaskan nafsumu setelah melihat istrimu seperti itu tadi?”
“Ah, aku lagi tidak bernafsu sekarang ini,” aku lalu memandangnya, “Dan jangan lakukan lagi.”
“Lakukan apa?”
“Menawarkan hal semacam itu! Bukankah kau sudah berjanji tidak mau seperti itu lagi?”
Frieska tersenyum dan berkata.
“Kau tidak senang?”
“Apa aku terlihat senang?”
“Hihi yaudah kalau begitu, antar aku pulang.”
Aku dan Frieska kembali di jalanan. Selama perjalanan itu dia memeluk perutku erat, dan dia berkata padaku.
“Kau benar-benar brengsek....”
“Ini kenapa tiba-tiba aku di caci....”
“Kau membuatku semakin mencintaimu....” ucapnya.
“Bagaimana bisa?”
“Di saat kau tadi memintaku untuk tidak menawari diriku untukmu.....”
“Astaga...”
“Hihihihi.”
“Tidak munafik. Aku juga ingin, hanya saja aku tidak mau kau yang menawarinya duluan.”
“Maksudmu?”
“Aku yang seharusnya mengajakmu duluan untuk berhubungan badan.”
Frieska kesal dan mencubit-cubit keras perutku, aku hanya tertawa saja selama perjalanan.
“Jadi kau mau melakukannya?” dia memelukku lagi.
“Tidak sekarang, memangnya kau mau?”
“Sudah kubilang kapan pun siap, hihi.”
“Wanita aneh.”
“Isssshh!!” dan aku dicubit-cubitnya lagi.
Akhirnya aku sampai mengantarnya dan sudah disambut oleh orang tuanya.... lebih tepat ayahnya ini.
“Akhirnya kalian pulang!!”
“Ah, maaf kemalaman, tadi ban ku kempes,” alasanku.
“Tidak apa, calon menantuku!” ucapnya bangga padaku.
“Anda masih ingin saya menjadi menantu rupanya....” ucapku malas.
“Tentu saja! Frieska mencintaimu! Maka saya harus mendukungnya! Inilah kasih sayang orang tua!”
“Saya masih tidak ada pikiran untuk poligami.”
“Frieska!!” teriaknya, emang bajingan nih orang tua! Aku kaget dibuatnya.
“Kenapa, Pa?” Frieska bertanya balik setelah selesai kaget.
“Sekarang kalian berdua ke hotel! Cari yang paling mahal! Biar papa yang bayar! Dan kalian jangan keluar dari hotel itu!”
“Maksudnya?” aku dan Frieska bingung.
“Pokoknya kalian jangan keluar dari hotel!” ayahnya lalu melotot, “Sampai kamu positif hamil!!”
Mendengar itu membuat Frieska mengomeli ayahnya. Begitu juga yang inginaku lakukan, tapi tidak untuk mengomel, tapi untuk menabok isi kepalanya. Orang tua macam apa yang begitu santainya memberi saran aneh seperti itu!! Saking inginnya aku menjadi menantu malah rela anaknya harus ku hamili di luar nikah
Bajingan emang.
Aku berpamitan dan pergi dari rumah wanita ini yang masih asyik memarahi ayahnya. Aku tidak langsung pulang, tapi aku mampir sejenak ke toko elektronik yang menjadi tempat aku membeli kamera CCTV dulu. Untunglah toko nya masih buka dan aku segera menyampaikan kepentinganku.
“Apa ada CCTV yang bisa menghasilkan audio?”
“Tidak ada. Tapi mic untuk CCTV ada, radius 2 kilometer untuk menangkap suara, teman saya di Surabaya ada jual. Mas, mau beli?”
“Ya.”
“Tapi mahal loh mas.”
“Ini untuk uang muka,” kuberikan uangku sebagian, “Sisanya saat barang itu sudah ada.”
“Wah! Oke! Oke! Saya telepon teman saya! Mungkin besok atau lusa barangnya datang!”
“Saya tunggu kabar baiknya.”
Setelah mengurus administrasi, ini itu dan lain-lain. Aku keluar dari toko dan menelepon seseorang.
“Angga,” ucapku kepada kenalanku yang bernama Angga.
“Gio, ada angin apa kau meneleponku?”
“Boleh aku basa-basi dulu?”
“Jangan membuang waktuku.”
“Baiklah. Jadi begini, bisakah kau nanti datang ke tempatku?”
“Tempatmu?”
Lalu kuberitahu Angga tempat dimana diriku sekarang dan kuberitahu kepentinganku. Lama berbicara dan mencapai kesepakatan, Angga lalu berkata.
“Ku kira kau tidak akan menggunakan jasaku. Mengingat kau yang jauh lebih parah dariku.”
“Itu dulu. Jadi kau bisa bukan?”
“Boleh juga. Kau tinggal menghubungi nanti, biar di hari itu juga aku berangkat ke sana. Dan ingat, uang muka.”
“Akan kutransfer, berikan saja nomor rekeningmu nanti.”
“Akan lebih menarik kalau kita melakukannya berdua. Aku sudah lama tidak melihat keganasan kau itu.”
“Sampau ketemu nanti.”
Hubungan terputus dan aku segera meluncur pulang. Dan Angga adalah kenalan lamaku yang akan menjadi salah 1 rencanaku.
Dia dulu ada temanku, orang yang paling brutal dan sudah bosan keluar masuk penjara. Dan sekarang aku menggunakan jasanya dari jasa dia selama akhir-akhir ini. Sebuah jasa yang cukup tidak ramah dan tidak ingin diketahui oleh orang lain.
Karena Angga itu adalah pembunuh bayaran.

Bersambung...

================

Part 15
Sekarang aku menjalani hidupku seperti biasa walau selalu ada kejadian ‘Luar Biasa’ yang terjadi di sekitarku. Seperti yang kuyakini sebelumnya, kalau aku sudah tak peduli lagi dengan apa yang di lakukan Maya di belakangku.
Sudah 3 hari berlalu sejak aku meminta Angga, teman lamaku yang sekarang berprofesi sebagai pembunuh bayaran untuk datang membantu rencanaku. Hanya saja aku lupa dengan salah 1 penyakitnya.
Dia itu suka tersesat.
Tersesat dalam arti sebenarnya.
Seperti yang terjadi pada 2 hari yang lalu, yang dimana aku memintanya untuk segera datang ke daerahku. Kutelepon dia dan bertanya.
“Angga. Kau sudah sampai dimana?” tanyaku waktu itu.
“Sampai? Apa maksudmu?”
“Bukankah kau kuminta datang hari ini?”
“ASTAGA! AKU LUPA! KETIDURAN!!!”
Selain menerima suara teriakan mentah-mentah saat itu, aku juga mendengar suara yang mengatakan kalau dia terlambat mengambil tiket jurusannya.
Yang artinya, besoknya dia akan datang.
“Kukira kau akan tersesat lagi,” lanjutku.
“Apa? Kau pikir aku ini masih suka tersesat?”
“Jangan tersinggung, hanya perkiraan.”
“Akan kubuktikan aku bukanlah Angga yang dulu. Sekarang sebutkan ciri khas tempat kau berada.”
“Bagaimana kalau alamat lengkap rumahku saja?”
“Jangan meremehkanku! Sebutkan!”

“Baiklah-baiklah. Yang menjadi ciri khas tempatku berada ini ada patung singa putih di dekat taman yang ada pintu gerbangnya.”
“Singa putih? Oh! Aku tahu tempat itu!”
“Kau yakin?”
“Mau kutambah biaya jasaku kalau kau masih meragukanku?”
“Ah ya baiklah-baiklah.”
Dan hubungan telepon pun berhenti saat itu.
Esok harinya tiba, dan aku hendak meneleponnya saat selesai bekerja mengawasi pekerja di sawah ayah mertuaku. Hanya saja waktu itu Angga duluan yang meneleponku.
“Aku sudah sampai. Aku menunggu di dekat patung ciri khas daerah kau ini sekarang.”
“Bagus. Tunggulah disitu. Aku akan ke sana menjemputmu,” ucapku.
“Kuharap ini sesuai dengan bayarannya. Aku tak menyangka harus sejauh ini ke tempat kau.”
“Jauh?” alisku mengerut, “Memakai bus cukup 4 jam saja, tidak terlalu jauh.”
“Bus apanya? Aku sampai memakai pesawat ke sini!”
“Pesawat?” rada-rada ndak beres ini, “Sejak kapan desa ini ada bandaranya!”
“Desa?”
“Ya!”
“Desa apa yang memiliki banyak gedung di sini?”
“Apa?” aku kebingungan, “Kau dimana memangnya?”
“Aku di sebelah patung singa putih yang memancurkan air dimulutnya, seperti yang kau bilang menjadi ciri khas daerah kau berada.”

“Apa? Air di mulut?”
“Bukankah kau bilang seperti itu kemarin?”
“Aku memang bilang ada patung singa putih yang menjadi ciri khas daerahku ini, tapi tidak menyebutkan ada air di mulutnya.”
“Lalu aku ini dimana?”
“Coba kau fotokan patung yang kau maksud.” Pintaku.
Aku mematikan telepon sejenak, dan tak butuh waktu lama bagi
Angga untuk mengirim foto patung yang kupinta. Dan saat aku melihat fotonya.... wajahku sungguh datar tanpa ekspresi.
Benar-benar tanpa ekspresi.
Kutelepon dia lagi.
Mengambil nafas panjang.
Dan mengeluarkan suara layaknya Tarzan saat titit nya kejepit restleting celana.
“KAU NGAPAIN DISANA!! BANGSAT?!”
Ya, aku berteriak.
“Kenapa kau berteriak? Bukan kah ini daerah yang kau maksud?!”dia malah ikutan marah, “Bangsat kau!!” dan masih sempat membalas makian.
Bagaimana aku tidak berteriak?
Inilah foto patung yang dia kirimkan padaku, sebagai tanda ada dimana dia sekarang.


Ada yang tahu itu patung apa?
Kalau tidak tahu, itu adalah patung Merlion.
Mau aku beri tahu patung Merlion itu berada dimana?
TEPAT!
PATUNG ITU BERADA DI NEGARA SINGAPURA!!
Jadi itulah alasanku berteriak dan marah kepadanya! Di desa kuini memang ada patung singa putih, tapi bukan patung itu! Dan si
****** itu malah jauh-jauh pergi ke sana hanya karena salah informasi dari gaya sok tahunya itu!!
“KAU BUKAN DI SINGAPURA??!!” baru sadar si ****** ini,teriak-teriak lagi.
“AKU DI INDONESIA! DESAKU ITU DI INDONESIA! KENAPA KAU MALAH KE SINGAPURA!!”
Benar-benar menguras emosi jiwa raga dibuatnya sama teman lamaku itu. Profesi nya yang seram sebagai PEMBUNUH BAYARAN itu menjadi sedikit pudar jadinya gara-gara penyakitnya yang suka tersesat itu. Bahkan lebih parah.
ORANG MACAM APA YANG TERSESAT SAMPAI KE LUAR NEGERI SEPERTI ITU?!
Jadi ya..... sekarang aku memberikan alamatku yang super jauh lebih lengkap dari semua lengkap yang ada agar bisa menuntun tuh orang kesini.
Aku bersikeras masih mau menggunakan jasanya karena Angga ini benar-benar BERBAHAYA!!
Tapi, BERBAHAYA nya itu memiliki 2 sisi.
Yang pertama, BERBAHAYA bagi korbannya dari pembunuh bayaran ini. Angga merupakan salah 1 pembunuh bayaran yang terkenal di dunia hitam karena konsistensi dan berhasil menuntaskan semua misi yang dia jalani.
Dan yang kedua, BERBAHAYA....... jika dia menjadi penuntun anda.
Aku sudah bilang dia ini suka tersesat. Pernah suatu hari dia tergabung dalam sebuah kelompok perampokan bersenjata dan dia akan menjadi supirnya. Waktu itu mereka berniat merampok kantor pos.
Jadi Angga yang membawa mobil fan dengan 5 anggota lainnya di belakang.
5 anggota itu sudah menyiapkan strategi matang, senjata jangan ditanya lagi.
Mobil berhenti dan Angga berkata, “Kita sampai!”
Tim yang merampok pun bersiap!
Pintu mobil terbuka!
Mereka turun dengan semangat!
Dan mereka...... turun tepat di depan markas TNI.
Alhasil gara-gara itu 4 orang tertangkap gara-gara membawa senjata, sementara 2 nya kabur, yaitu Angga dan..... aku.
Ya, aku lah salah 1 kelompok bersenjata tersebut yang berhasil selamat dari ‘TRAGEDI’ itu gara-gara ada orang ****** hobi tersesat yang membawa mobil.
Dan gara-gara itulah Angga beralih profesi menjadi pembunuh karena dia memang ahli dalam menghilangkan nyawa seseorang..... contoh kecil ya tadi, walau tidak sampai menghilangkan nyawa, tapi ‘Mengantarkan nyawa diri sendiri dan orang lain’ di markas TNI
Bahkan dia pernah berkata, “Membunuh adalah jalan ninja ku.”
Usut punya usut dia fans berat Naruto saat mengatakan hal itu.
Udah tua masih suka nonton kartun ternyata.
Jadi ya sekarang aku tinggal menunggu kedatangan teman lamaku itu saja ke sini.
Tapi tampaknya aku harus menunggu lebih lama.
Soalnya kudengar kabarnya terakhir kali dia sedang dikejar-kejar polisi Singapura di sana.
Alasannya sangat sederhana.
Dia dengan santainya membawa senjata api dan senjata tajam miliknya di tempat yang sedang ada razia polisi disana.
Benar-benar....... ******!
Gara-gara itu sepertinya rencanaku harus tertunda sedikit. Selagi menunggunya, maka aku akan melalui hariku dulu seperti biasa.
Ya..... benar-benar biasa.
*****
Sekarang aku sudah sangat terbiasa menjalani hari-hari di desaku ini. Aku lebih fokus dalam pekerjaan, dan pada pertumbuhan anakku.
Begitu juga istriku, Maya, yang fokus menjajakan tubuhnya dengan alasan membantu ibu-ibu di balai desa.
Hari ini juga adalah hari gajian untukku dan para pekerja ayah mertuaku. Jadi sekarang aku berada di ruangan kerja di dekat sawah yang luas nya bukan main itu dan memanggil 1 per 1 pekerja untuk memberikan gaji titipan ayah mertuaku.
“Ini, pak. Untuk minggu ini,” kataku saat memberikan amplop gaji.
“Terima kasih, pak,” pekerja itu tampak senang, “Oh iya, pak. Saya ada sesuatu.”
“Sesuatu?”
Kulihat pekerja ini keluar dan kembali dengan membawa karung besar, dia membawanya dihadapanku dan memperlihatkan isi nya.
“Wow, banyak sekali ubinya,” aku tertawa ringan.
“Iya. Ini kiriman dari kampung istri saya, ipar saya lagi panen dan mengirim ini. Saya tidak bisa menghabiskannya berdua istri saya, jadi, saya sama istri saya sepakat untuk memberikannya kepada bapak.”
“Hahaha terima kasih. Tapi ini juga terlalu banyak bagi saya.”
“Saya juga bingung mau diapakan ini, pak.”
“Hm, bagaimana kalau begini.”
Kuambil 6 buah ubi mentah itu dan kutaruh di atas meja. Setelah itu aku berkata kepada pekerja ini.
“Sekarang sisanya berikan kepada pekerja yang lain. Siapa tahu mereka juga ada yang mau ubi ini. Bisa juga untuk dimakan ramai-ramai bukan?”
Usulku ini diterima olehnya. Setelah mengucapkan terima kasih dan aku membalas ucapan terima kasih juga, maka dia keluar dan aku lanjut untuk membagikan gaji.
1 per 1 pekerja yang masuk berterima kasih soal gaji dan juga soal ubi yang diberikan pekerja tadi kepada mereka. Rupanya pekerja yang memberiku ubi tadi mengatakan kalau ubi-ubi yang dia berikan kepada pekerja yang lain itu dariku dan aku tak bisa mengecewakan rasa terima kasih mereka jadi kuiyakan saja.
Setelah selesai memberikan gaji, aku meluruskan punggung sejenak di kursi, menghisap rokok dan memikirkan apa yang sekarang terjadi di rumah.
Meski aku tidak khawatir amat karena ada Frieska yang menjaga Dimas, dan mungkin Maya, semoga saja istriku itu masih ada di rumah.
Aku keluar dari tempat ini dan melihat para pekerja sedang bersantai di rimbunnya pohon.
“Pak Gio! Sini, pak! Sini!!” salah 1 pekerja memanggilku di tempat istirahat mereka.
Ternyata mereka mengajakku untuk memakan ubi bakar bersama.
Mereka mengumpulkan beberapa ranting dan dedaunan kering untuk menjadi alat tradisional membakar ubi tersebut.
Keakraban dan perbincangan terjadi disini. Penuh canda tawa antara wakil bos dan pekerjanya.
Aku senang pekerja ayah mertuaku ini betah bekerja di bawah naunganku, dan senang juga mereka bekerja sesuai dengan gaji yang diberikan.
Dan pembicaraan mulai memasuki topik istri masing-masing.
“Saya waktu itu menikah karena terpaksa. Istri saya dulu hamil duluan, saya mau tak mau harus bertanggung jawab,” kata salah 1 pekerja.
“Oh ya? Bukan karena dikejar-kejar parang sama keluarga istrimu
dulu?” timpal pekerja lain yang disambut tawa oleh kami.
“Dan saya...” pekerja itu tampak sedih, “Hampir membuat keputusan yang bodoh, saya pernah menyuruh istri saya menggugurkan anak kami sebelum dia ketahuan hamil sama keluarganya....”
Suaranya semakin sedih dan melanjutkannya.

“Meski itu tidak terjadi, dan saat anak saya lahir...... saya benar-benar merasa menjadi ayah paling tolol sedunia..... saya benar-benar merasa bersalah pernah menyuruh istri saya menggugurkannya..... tangisan anak saya, dan wajahnya..... mampu membunuh pikiran jahat dan kerasnya hati saya....”
Dan mendadak dramatis, pekerja yang bercerita ini tiba-tiba menangis.
“Sudahlah, anakmu pasti akan heran kalau melihat ayahnya yang sangar, menakutkan dan mencekam ini malah menangis seperti ini,”
salah 1 pekerja mencoba menghiburnya dengan candaan.
“Ya...” pekerja yang menangis itu tertawa, “Dia anak yang baik, lucu..... saya benar-benar bangga menjadi ayahnya....”
Yang lain kembali menghibur dengan candaan, lama-kelamaan suasana dramatis tadi hilang dan kembali dengan suara tawa dan canda.
Aku yang mendengar cerita tadi menjadi teringat dengan kelahiran Dimas. Anak lelakiku, anakku bersama Maya.
Aku ingat aku yang menemani Maya dalam proses kelahirannya itu. Aku tak tahu melahirkan bisa seberat dan semenyakitkan itu. Maya waktu itu terus mengerang kesakitan dan bermandikan keringat yang
membasahi seluruh tubuh.
Aku sebagai suaminya tak tahu harus bagaimana, aku berusaha menenangkan Maya yang sedang mempertaruhkan nyawanya untuk mengeluarkan Dimas dari dalam perutnya.
Dan disitulah pengalaman spiritual ku terjadi.
Aku yang dari dulu tak pernah percaya dengan adanya eksistensi
Tuhan, entah kenapa mulai memohon disaat melihat penderitaan Maya, istriku satu-satunya dan yang paling kusayangi waktu itu.
Aku memegang tangan Maya dan memohon kepada Tuhan di dalam hati.
“Tuhan, kalau kau memang ada....tolong ringankan penderitaan istriku..... selamatkan istri dan anakku.... buktikan kalau kau itu memang benar-benar ada! Tunjukkan aku keajaibanmu! Aku memohon kepadamu kalau kau memang ada! Aku mohon!”
Dan..... terkabul.
Setelah aku mengatakan itu, proses kelahiran benar-benar menjadi lancar, sangat lancar. Maya masih mengerang tapi tidak keras seperti sebelumnya, sampai akhirnya suara Bayi menangis menghancurkan kecemasan yang ada.
Dimas akhirnya lahir normal, jagoan kecilku dan Maya, yang menangis memecahkan suasana. Dimas dibersihkan dan dipotong tali pusarnya. Dan dokter persalinan dengan tenang dan senangnya berkata.
“Selamat, anak kalian laki-laki.”
Saat dokter itu selesai mengucapkannya, tangisan Maya langsung pecah. Istriku menangis tanpa henti dan memintaku memeluknya. Aku melakukannya dan Maya memelukku begitu erat.
“Maya jadi ibu, sayang.... jadi ibu...” ucapnya bahagia ditengah tangis derasnya.
Mendengar Maya yang menangis pilu seperti itu membuatku juga meneteskan air mata, bahagia dan senang karena hubungan asmara kami sampai membuahkan anak.
Disitulah aku mulai percaya adanya Tuhan.
Hanya saja aku tak tahu, Tuhan yang barusan mengabulkan permintaanku itu berasal dari agama mana?
Jadi sebenarnya aku ini bukanlah Atheis seperti yang dikira istriku sampai sekarang. Aku percaya adanya Tuhan, hanya saja aku tak tahu
Tuhan ku itu berada di agama apa.
Bisa dibilang aku ini Agnostik, bukan Atheis.
Biarlah itu menjadi waktu untuk menemukan dimana Tuhan (di agama) apa berada.
Mengingat hal itu membuatku tersenyum tipis. Mengingat bahagianya Maya saat melahirkan anak kami, betapa sayangnya dan lembutnya dia kepada Dimas.
Aku tersenyum tipis mengingat betapa bahagianya aku memiliki istri seperti Maya. Yang ceria, manis, baik, dan begitu sayang kepadaku dan Dimas.
Dan senyum tipis ini sedikit memudar.
Disaat aku mengingat apa yang terjadi setelah Maya tinggal di desa ini. Jika benar apa yang Frieska katakan kemarin, maka memang benar, Pak Bogo lah orang yang membuka ‘Kunci Nafsu’ terpendam Maya selama ini.
Istriku sekarang benar-benar seperti pelacur, atau lebih kasarnya, lonte.
Dia tidak hanya bercinta dengan pria lain selain suaminya sendiri, tapi juga dengan pria-pria lain yang bahkan tidak dia kenal sebelumnya.
Dan sikapnya mulai berubah.
Maya menjadi sosok yang selalu berbohong, dia selalu berbohong untuk menutupi perbuatannya di belakangku.
Maya bahkan hampir tidak peduli denganku, lebih parahnya lagi, Dimas.
Akal sehat istriku benar-benar dikacaukan oleh nafsunya yang begitu besar, terlebih dia itu tidak bisa melawan, jadi dia main iya saja saat ada pria lain ingin menyetubuhinya.
Memikirkan ini membuatku ingin pulang ke rumah dan berpamitan kepada para pekerjaku.
Kupacu sepeda motorku dari persawahan ini sampai ke rumah, butuh waktu 20 menit untuk sampai, setelah sampai aku segera masuk ke dalam rumah.
“Heeei, lihat siapa yang datang??”
Kulihat Maya dengan cerianya menyambutku datang dan menggoyangkan tangan Dimas ke arahku. Istriku sedang duduk dilantai disebelah Frieska yang sedang asyik menjahit sesuatu.
Aku terdiam dahulu, memandang istriku.
Rindu.
Ya.
Rindu.
Aku rindu melihat istriku seperti itu, yang selalu menyambutku pulang bersama anak kami. Sudah lama aku tidak melihatnya seperti itu dan aku hampir saja terbawa perasaan dalam hal ini.
Demi mengaburkan hal itu, maka aku menghampiri mereka dan duduk bersama.
“Bawa apa?” tanya Maya saat melihat kantong plastik yang kubawa.
“Ubi, dikasih pekerja di sawah.”
“Oh....” dan Maya sedikit kesusahan menahan Dimas karena
Dimas dengan semangatnya mau meloncat ke arahku, “Yaa ampun, hihi.
Yaudah-yaudah, pa, gendong, pa.”
Dimas begitu semangatnya menyambut uluran tanganku, dan anak kecilku ini begitu senang saat kupeluk. Aku lalu melihat apa yang dilakukan Frieska dan bertanya.
“Menjahit apa?”
“Merajut,” Frieska tersenyum tipis dan fokus.
“Frieska mau mencoba membuat topi untuk Dimas,” tambah Maya.
“Oh,” aku tertawa kecil saja.
“Selesai,” Frieska tersenyum puas menunjukkan hasilnya.
“Cantiknya,” puji Maya dengan hasil rajutan Frieska.
Topi itu lalu di coba kepada Dimas, berupa topi kupluk dengan rajutan tali yang hangat. Hasilnya pas dan aku kagum, Dimas seperti penyanyi band Jamrud. Coba saja kalau ditambah kacamata dan janggut, pasti dia menjadi Krisyanto versi mini.
Bagi yang tidak tahu, ini dia Krisyanto penyanyi band Jamrud.
Dimas juga terlihat suka memakai topi kupluk rajutan Frieskatersebut, wajahnya terlihat lucu dan semakin imut saat dia tersenyum memakainya.
“Kayak penyanyi Jamrud,” ocehku dengan apa yang kupikirkan tadi.
“Dimas rocker dong,” Maya tertawa.
“Oke, anakku! Ayo nyanyi lagu Surti-Tejo! Ayo cepat!” suruhku kepada anak balita ku ini.
“Ya kali,” Frieska ikutan tertawa.
“Kamu punya bakat, Fries,” puji Maya kepada Frieska.
“Terima kasih, kak,” Frieska tersipu.
“Kalau baju bisa nggak?”
“Belum pernah nyoba.”
“Coba dong, kalau bisa, kakak yang akan menjadi pelanggan pertamamu!” Maya tersenyum puas.
Ke 2 wanita ini sekarang asyik bertukar kata, sedangkan aku main sajalah dengan anakku dan mau membawanya jalan-jalan diluar. Tapi baru mau berdiri, Dimas menggoyang-goyangkan tangannya ke arah Maya.
“O-o-oh, mau sama mama? Yaudah, May, nih anakmu.”
“Siniii,” Maya meretangkan tangangnya untuk Dimas.
Tapi Dimas bukan mau digendong, dia tertawa melihat ibunya dengan ke 2 tangan naik turun seperti itu.
“Buuuuuuu!!”
Aku dan Maya terkejut, mendengar Dimas dengan lantangnya memanggil ibunya.
“A-Apa...” Maya terperangah tak percaya, “Apa, sayang?”
“Buuuuuuuu!!” dengan cerianya Dimas mengatakan itu lagi.
Mata Maya berair dan memandangku, aku juga tak percaya dengan apa yang kudengar ini.
“Pa, Dimas sudah....”
“Iya,” aku juga tertawa tak percaya.
“Buuuuuuuuu!!!” dan sekarang tingkah Dimas mau digendong ibunya.
Maya dengan cepat menyambut dan memeluk anak Dimas dengan penuh kasih sayangnya sebagai seorang ibu.
“Buuuuuuuuuu!!” panggil Dimas lagi sambil memainkan ke 2 pipi ibunya.
“Mama dong,” tawar Maya di tengah isakannya.
“Buuuuuuuuuuu!!”
“Ohh iya-iya, ibu juga boleh,” Maya dengan harunya mencium-cium pipi Dimas, “Hmmm anak ibu....”
Aku terdiam dan terharu melihat Maya begitu senang melihat
Dimas akhirnya bisa berbicara dan memanggilnya dengan panggilan ibu meski tidak jelas.
Dimas lalu menoleh ke arahku, dia tersenyum lagi dan menggoyang-goyangkan tangan kanannya di hadapanku.
“Paaaaaaaaaaa!!”
Sekarang aku yang kaget, melihat Dimas bisa memanggilku dengan panggilanku sebagai ayahnya.
“Paaaaaaaa!” serunya lagi.
“Pa,” Maya memandangku haru, “Dimas manggil papa...”
“Iya....” dan entah kenapa, aku kok bisa terenyuh karena itu.
Mungkin ini yang dirasakan orang tua kali ya saat anaknya bis0a memanggil panggilan itu kepada orang tuanya. Sekarang aku menggendong Dimas dan Maya di sampingku, entah kenapa aku bisa melupakan sejenak permasalahan Maya saking bahagianya menerima fenomena ini.
Kulihat Frieska dan dia tersenyum melihat kebahagiaan kami.
Iseng, aku mulai mengarahkan Dimas ke arah Frieska.
“Kalau kak Frieska apa?” tanyaku.
Dimas melihat Frieska, dia tersenyum lagi, dan sekarang tangannya terentang ke depan seolah mau digendong oleh Frieska.
“Maaaaaaaaaaaaa!!”
Aku kaget, kurasa Maya juga begitu. Apalagi Frieska nya sendiri.
“Kok mama, sayang? Kakak dong,” kata Maya.
“Maaaaaaaaaaaa!!” tapi Dimas masih memanggil Frieska dengan panggilan itu.
“Kok jadi mama?” Frieska tertawa bingung.
“Kalau ini?” kuarahkan Dimas kepada Maya.
“Buuuuuuuu!!”
“Ini?” kuarahkan ke Frieska.
“Maaaaaaaaa!!”
“Iyeeee, mau punya 2 ibu?? Hmmm!!” Maya dengan geram dan mencubit pelan pipi Dimas.
Aku tertawa saja dan memberikan Dimas kepada Maya untuk di gendong. Dan sepertinya mau di ralat sama Frieska dan Maya, Dimas masih bersikeras tidak mau memanggil Frieska ‘Kakak’, tapi ‘Mama’.
Akhirnya mereka berdua mengalah saja dan membiarkan Dimas memanggil Frieska seperti itu.
Meski sepele, ini menjadi pikiranku.
“Kenapa Dimas memanggilnya Mama?” pikirku.
Aku mencoba mengingat-ingat dan berpikir, apa mungkin karena Frieska selalu ada untuknya, maka Dimas menganggap Frieska juga sebagai orang tua nya? Atau dalam kasus ini, ibunya?
Bisa jadi.
Karena sudah sebulan lamanya Frieska selalu ada disini dan selalu bersama Dimas, merawatnya, bermain dengannya di saat aku pergi kerja atau pun Maya pergi ‘Berbuat Nakal’.
Jadi mungkin bagi Dimas seperti itu, Frieska adalah mama nya, tapi masih sadar kalau Maya juga ibunya.Hmm, mungkin, bisa jadi, aku hanya menerka saja apa yang anak sekecil dan sepolos ini pikirkan.
Yang jelas, ini hari yang membahagiakan bagiku karena akhirnya Dimas bisa berbicara dan bisa memanggil panggilan papa untukku.
*****
Setelah hari kemarin, kembali aku menjalani hari biasa. Benar-benar biasa, saking biasanya di tengah malam begini aku terbangun, dan tak menemukan sosok Maya di sampingku.
Aku tak perlu beranjak dari kasur untuk mencari keberadaan istriku. Aku cukup mengambil ponsel pintar ku dan mulai menekan aplikasi yang terhubung dengan CCTV ini di rumah.
Semua arah CCTV kutekan dan terus kutekan. Sampai akhirnya aku menemukan keberadaan Maya, istriku.
Sedang bertelanjang bulat.
Dan sedang bersetubuh dengan temannya pak Bogo di dekat pagar halaman belakang. Sayangnya jarak mereka terlalu jauh jadi tadi hanya sekilas saja kulihat wajah mereka karena sekarang mereka berganti gaya.
Karena sekarang Maya menahan tubuhnya lewat pagar dan teman pak Bogo menggenjotnya dari belakang.
Aku benar-benar tak heran dan biasa saja melihat perbuatan istriku tersebut. Dia bahkan terang-terangan berani main di luar rumah seperti ini seolah tak takut dipergok tetangga sebelah.... ya memang, malam soalnya.
Kuhela nafas panjang dan menekan sebuah tombol di aplikasi itu.
Aku merasa haus, aku keluar kamar dengan santainya dan berjalan menuju dapur. Kulihat pakaian tidur Maya dan temannya Bogo berhamburan didapur, sepertinya mereka mulai telanjang disitu.
Kuambil ceret dan kutuangkan air digelas, sebelum minum, aku mendengar suara Maya yang berkicau dibelakang rumah.
“Aaaaahhh aaaaaahhh, iyaa! Oohhh ooohhhh!!”
“Enak lontee?”
“Enaak, mas,, ngghhhh aaahhh ahhhh sssshhhh!!”
“Kukeluarkan di dalam ya!! Biar kau hamil! Lonte!!”
“Iyaaaah, keluariinnn nngghhhhhh, hamiliii aku, maaaasss!!
Ohhhh aaaaaaaaaaahhh aaaaaah!!”
Mendengar itu lagi-lagi sikapku biasa saja, aku malah dengan santainya minum dan ingin mencoba sesuatu. Kubuka sedikit pintu belakang dan bersandar di pintu, aku lalu minum dan melihat perzinahan ini secara langsung.
“Nnnggghhh!! Maaas!! Lebiih daleeem lagii!!” ucap istriku.
“Oooohhhh dasar lontee!!”
Teman pak Bogo mengeluarkan penisnya sejenak dan mengangkat tubuh Maya dari depan. Didalam gendongan itu, teman Pak Bogo kembali memasukkan penisnya ke dalam vagina Maya.
“Oooooohhhhhhh!!” Maya merem melek.
“Gimana lonte? Ini kan yang kau mau?”
“Iyaaa maasss, uuhhhh kontooool masss kuaat bangeeett, aaaaaahhh aahhhh!!”
“Lonte kuat ngentot!!”
“Ooooohhhh iyaaa, ngentot enaaaak, maaas!!”
Kuterus melihat mereka dari sini sambil minum. Dan sedikit memuji dalam diriku, betapa konsentrasinya mereka meraup kenikmatan birahi sampai tak sadar aku dengan santainya melihat mereka dari sini. Padahal kalau mereka menoleh sedikit ke kiri mereka akan melihatku dengan santainya melihat perbuatan bejat ini.
Ya sudahlah.
Aku kembali masuk ke dalam dan mengatur posisi pintu tadi seperti semula. Karena ini memang salah 1 resiko rencanaku, yaitu membiarkan Maya berbuat semaunya.
Setelah itu aku tidur dan beristirahat.
#######
Pagi harinya aku bersikap biasa-biasa kembali seakan tidak mengetahui perbuatan istriku tengah malam tadi. Maya juga kulihat sudah berpakaian rapi, berupa kemejadan juga rok yang tergolong sopan selagi memakaikan baju untuk Dimas yang baru selesai mandi.
“Mau kemana, Ma?” tanyaku.
“Biasa,” istriku tersenyum.
Lalu pintu rumah kami diketuk yang menandakan ada orang yang bertamu sepagi ini. Aku yang sudah selesai sarapan hendak membuka pintu. Didalam, aku mendengar suara-suara yang tidak asing. Kubuka dan ternyata benar, itu adalah Frieska yang baru datang dan sedang berbincang dengan 3 ibu-ibu di desa ini.
“Oh, pagi,” salamku kepada mereka berempat.
Ternyata 3 ibu-ibu ini datang ke rumahku untuk menjemput Maya.
Dan kali ini aku baru percaya kalau Maya mau memasak di balai desa, karena kalau dia pergi sendiri, maka istriku bukanlah sedang memasak, tapi mengangkang dan membiarkan penis-penis masuk ke dalam vaginanya.
Maya juga ikutan keluar dan menyambut mereka semua, Dimas yang ada didalam gendongannya maka dioper kepada Frieska karena Maya sudah mau pergi bersama 3 ibu ini.
“Bagaimana kalau kamu juga ikut?” tawar salah 1 ibu kepada Frieska.
“Eh?” Frieska terlihat bingung.
Ibu-ibu yang lain juga ikutan menawarkan, begitu juga Maya, mungkin istriku merasa tenang kalau ada anakku disana, tapi tentu saja,Frieska tentu saja bingung dengan penawaran ini. Frieska lalu berkata dengan nada ingin menolak secara halus, sampai akhirnya kusela.
“Biar nanti saya mengantarnya kesana. Sekalian saya mau ke sawah.”
“Eh?” sekarang Frieska bingung memandangku.
“Kamu udah sarapan?” tanya Maya.
“Belum sih....”
“Kalau begitu kamu sarapan dulu ya? Di dalam udah ada,” Maya tersenyum dan meminta Dimas kembali ke dalam gendongannya, “Biar Dimas kakak yang bawa.”
“O-Oh, iya kak....”
“Hati-hati bawa motornya, pa,” ucap Maya kepadaku.
“Santai,” aku tersenyum.
Kemudian Maya dan ke 3 ibu tadi pergi berjalan kaki dan ke 3 ibu itu asyik mengajak Dimas bercanda digendongan Maya. Setelah jarak mereka cukup jauh, Frieska lalu berbicara.
“Kenapa kau setuju?”
“Daripada kau dirumah terus. Tidak bosan menjaga anak dan rumahku?”
“Bagian jaga anak sih engga, kalau menjaga rumahmu baru iya.”
“Kalau begitu refresinglah. Balai desa banyak pepohonan teduh,disana kau akan senang bermain bersama Dimas, halamannya juga teduh dan luas. Lagipula, kau tak pernah jalan-jalan di desa ini malahan.
Kau butuh hiburan.”
“Iya deh, iya,” Frieska tersenyum, “Perhatian banget.”
“Sarapanlah dulu,” aku lalu masuk ke dalam.
“Tumben?” ucap Frieska, “Biasanya kau selalu menggerutu kalau aku bilang kau perhatian padaku.”
“Bosan, setiap hari aku mendengarnya.”
“Ga asik!” sekarang dia yang menggerutu.
“Hahahaha.”
Frieska lalu menikmati sarapan dan aku duduk disofa sambil menonton acara berita di TV. Selagi Frieska menikmati sarapan, dia lalu berbicara.
“Apa hari ini istrimu lagi-lagi melakukannya?”
“Tadi, tengah malam,” ucapku cuek.
“Santai banget sih,” dia menggerutu lagi.
“Soalnya sudah sering kulihat.”
“Suami macam apa kamu ini!”
“Semacam itulah,” balasku malas.
“Huh! Lalu bagaimana?”
“Apanya?”
“Kau tidak terangsang melihatnya tadi malam?”
“Pertanyaan apa itu?” aku tertawa, “Fokus saja sama makananmu.”
“Huh!” dia lagi-lagi sebal.
Aku kembali menonton acara berita yang membosankan ini, dan kurasa Frieska sudah selesai sarapan. Tanpa melihat saja aku tahu karena aku mendengar gemercik air dan piring yang menjadi tanda Frieska sedang mencuci piringnya yang digunakan untuk sarapan.
Mataku sudah sampai bosan melihat acara TV ini sampai akhirnya muncul tiba-tiba seseorang di depanku, dengan payudaranya yang bulat, bulu-bulu lebat disekitar vagina dan senyum dibibirnya yang menggoda.
“Anjing!!” aku tentu saja kaget melihatnya.
“Berlebihan, kau sudah puas melihat tubuhku ini dan beberapa kali mencicipnya,” ucap Frieska ketus.
“Siapa juga yang tak kaget melihat kau tiba-tiba muncul dan telanjang bulat di depanku?” gerutuku, “Kenapa kau telanjang??”
“Pertanyaanmu bodoh,” dia tersenyum dan berlutut didepanku, tangannya lalu mencoba membuka ikat pinggangku.
“Hei! Hei! Ini!” aku berusaha mencegahnya.
“Rumah sepi,” ucapnya memotong, “Kita lakukan dengan cepat, lalu aku sudah pernah bilang sebelumnya dahulu.”
“Apa?”
“Disaat kau tidak mendapatkan itu dari istrimu,” Frieska tersenyum dan memandangku, “Maka aku yang akan memberikanmu itu.”
Aku pun jadi teringat sesuatu. Ya, dia pernah mengatakan itu, dimalam saat aku memecahkan keperawanannya. Dan aku memang sebenarnya terangsang juga sih waktu melihat istriku tadi malam, tapi rasanya ini tidak etis kalau Frieska yang harus bertanggung jawab dan memberikan kepuasan seksual untuk rangsangan biasa.
“Jangan, Mpris,” ucapku.
“Kenapa?” dia memandangku.
“Aku sudah bilang. Jangan kau yang menawari.”
“Tapi kamu nya jarang meminta, walau kamu sedang ingin. Lagipula......” dia tampak tersipu, “Aku..... juga lagi pengen....”
“Tetap saja, jangan kau duluan yang memulainya.”
“Tidak masalah, ini kulakukan hanya untukmu. Bukankah salah 1
tugas wanita adalah menyenangkan sang pria?”
“Tapi ga gini juga, kesannya kau hanya jadi pelampiasan nafsu saja.”
“Tuh, gimana aku tidak dengan senang hati memberikannya,” senyumannya semakin manis, “Kau sangat perhatian.”
“Sudahlah, Mpris. Nanti saja, kapan-kapan aku memintanya dari kau kalau ada kesempatan di luar.”
“Terlambat dong.”
“Terlambat?”
Dia tidak menjawab tapi matanya melirik ke bawah, aku melihat ke bawah dan melihat ‘Si Untung’ sudah ‘Berdiri tegak’ dengan gagah perkasanya.
BUSET!! TERNYATA CELANAKU SUDAH DIPELOROTKANNYA!! NIH CEWEK KAPAN JUGA MELEPASKAN CELANA DAN JUGA CELANA DALAMKU?
“Bilang aja mau, sampai ga sadar aku sudah selesai menarik celanamu,” dia menahan tawa dengan senyuman dan mulai mendekatiku.
“Mpris! Mpris!” aku berusaha mencegahnya.
“Ssssttt,” dia memintaku diam dan berbisik di telingaku, “Aku sudah bilang..... kita main cepat....”
Dia mencium pipiku sejenak dan lanjut berbisik.
“Aku juga lagi pengen...... sayang....”
Aku menghela nafas panjang dan masih berniat tidak mau melakukannya dirumah ini. Aku mendorong tubuhnya sejenak lalu kutahan dan mencoba membicarakannya.
“Mpris, aku....”
“Hmm,” dia tersenyum manis dan menonjolkan ke 2 payudaranya di depanku.
“Ah! Persetan! Lets fuck!!” dan aku langsung mencaplok putingnya.
“Hihihihi,” dan dia hanya tertawa geli saat aku menyucup puting kanannya.
Akhirnya idealisku runtuh juga dihadapannya. Mungkin namanya juga rezeki kali ya, jadi tak baik juga menolak rezeki. Apalagi nih tubuh cewek memang paling top markotop untuk diajak bersetubuh!
Disaat dia telanjang.
Selagi aku sibuk ‘Menyusu’ payudaranya, maka dia membuka kancing kemejaku. Setelah itu dia memegang kepalaku seolah menuntunku untuk menikmati payudaranya yang besar dan kenyal.
“Nnngggghhhhhh,” lenguhnya dan mengusap kepalaku, “Dasar bayi gede.”
Bodo amat dah, kapan lagi coba bisa menikmati payudara sekenyal dan sebesar ini? Dan aku pria yang beruntung mendapatkannya. Terus kujilat, kuhisap, kugigit ke 2 puting payudaranya yang dahsyat bukan main bergoyangnya nanti saat kugenjot.
“Nnnnnggghhhh!!” dan dia melenguh sedikit keras saat aku mencupang payudaranya.
Tanganku lalu memainkan area vaginanya dan merasakan keriting-keriting bulu kelaminnya yang begitu lebat dibawah sana.
Kulepas cucupanku pada payudaranya dan berkata.
“Aku penasaran.”
“Penasaran apa, sayang?” dia mencium-cium bibirku dulu.
Kubalas ciumannya dahulu dan melanjutkan.
“Kau juga pasti penasaran nantinya.”
“Apa?” dia tersenyum dengan ke 2 tangan melingkar dileherku.
“Kalau bulu yang ada ditangan disebut bulu tangan, bulu dikaki disebut bulu kaki, lalu bulu diketek disebut bulu ketek.”
“Hm?”
“Kenapa bulu di memekmu dan dikontolku disebut bulu jembut?”
“Pertanyaan apa itu?” Frieska tertawa.
“Iya kan? Kenapa harus jembut? Siapa yang memberikan nama itu untuk bulu kelamin?”
“Iya sih hihihi.”
“Aku benar-benar penasaran.”
“Sudahlah,” dia menciumku lagi sebentar dan tersenyum, “Aku juga penasaran, apa kamu bisa membuatku puas?”
“Oh! Kau meremehkanku?”
“Buktikan!” dia tersenyum dan menyentil hidungku.
Karena merasa diremehkan maka kuangkat dia dan ‘Kubanting’ dia di atas sofa yang kududuki ini. Aku lalu memegang penis ku yang perkasa ini.
“Jangan menangis meminta ampun waktu kuserang dengan
‘Rudal’ kebanggaan Indonesia ini!” aku melotot kepadanya.
“Oh ya?” dia tersenyum menggoda, mengangkang dan membuka lebar pintu vaginanya dengan tangan.
Tanpa menunggu Presiden Korea Utara menekan tombol nuklir untuk menyerang konser boyband negara tetangganya. Maka aku dengan semangat 4 sehat 5 sempurna langsung menggempur vaginanya.
“AAAAAAHHHHHH!!” Frieska terpekik saat ‘Rudal’ ku menerobos benteng pertahannya.
Oh yeah! Rasakan itu! Berani-beraninya meremehkanku! Ini lah ‘Rudal’ kebanggaan Indonesia yang memiliki prajurit-prajurit sperma yang begitu banyak jumlahnya! Sperma-sperma yang sudah terlatih!
Gesit! Lincah! Dan jago berenang sejak dini dengan garis finish ovum!!
“Sayaaaang, saaayaaaanggg, nngghhhhhhhh,” tangannya naik keatas seolah ingin menggapai kepalaku.
Aku tahu maksudnya, maka aku menunduk dan mencium bibirnya. Uuuuhhh!! Sudah mendapat nikmat dari vaginanya, sekarang dari mulutnya. Mulut wanita ini benar-benar lembut untuk dikecup,ibarat memakan daging ayam dan kulit ayam KFC.
SAYANG UNTUK DILEWATKAN!!
Puas berciuman maka aku kembali menggenjotnya dengan brutal, sengaja, soalnya kalau posisinya begini, aku suka melihat payudaranya membal kesana-kemari.
“Aaaaaahhhhhhh, sayaaaang, pelaaan-pelaaan,” ucapnya.
“Susaah! Kutarik keluar kontolku, magnet di memekmu menariknya terus! Susah lepas!” kuucapkan sambilmenyodoknya dengan beringas.
“Kamu ini nnnggghhhhh,” dia tertawa kecil ditengah desahannya,
“Magnet apa coba di memekku, nnnggghhhhhh!!”
“Magnet kenikmataan!! Uuuhh!!”
“Aaaaaaaaaahhhh aaaaaaaaahhhh!”
Merasa area pertempuran ini sedikit sempit, maka kuhentikan sejenak sodokanku. Tanpa mengeluarkan penisku dari vaginanya, maka aku menggendongnya dan membawanya masuk kedalam kamar tamu.
Disitu aku membaringkannya dan mengenyot-ngenyot payudaranya lagi sebagai tambahan buff untuk bercinta.
“Kuaaat banget sih nyedootnyaa, nnnnggghhhhhh!!” lenguhnya nikmatnya.
“Mau nyedot susunya, kok ga ada ya?”
“Mmmhhh, jadi mau susu nih dari payudaraku?” senyumnya menggoda.
“Tentu saja,” kugigit putingnya dan kutarik.
“AAAAHHHH!!” desahnya nikmat dan kucucup lagi payudaranya.
Terus kugenjot wanita ini, padahal rencananya hanya Quicky Sex.
Tapi kami sekarang malah banyak melakukan banyak gaya.
Mau gaya menyamping, berdiri, menungging, semua kami lakukan untuk ekpresi bercinta yang bergairah.
Hanya saja aku ingin melakukan gaya merayap, tapi aku tak tahu caranya bercinta sambil merayap. Sialan! Gara-gara cicak yang kutembak mati pakai karet gelang kemarin aku malah memikirkan ini!
Aku terus menyodok Frieska yang sedang menungging. Kutepuk-tepuk dan kuelus-elus pantatnya yang mulus, dan aku juga ingin menambah gairah wanita ini dengan memainkan lubang pantatnya dengan jari telunjukku.
“Nnnngghhhh aaaaaahh aaaaahhh!” dan berhasil! Frieska mendesah semakin nikmat.
Kutarik jariku dari lubang anusnya dan kulihat dinding anusnya kembang kuncup karena rangsangan tadi.
“Sayaaaangg, nnngghhhhhhhh, kamu mau?”
“Apa?” tanyaku balik sambil menggenjot vaginanya.
“Aaaahh, emmmmmhhh, kamu.... Mmmhh, kamu mau anal?”
“Ga, aku hanya ingin merangsangmu.”
“Kalau mau aaaaaaaahhh!!! Aaaahh ahhhh, mmmhhh, kalau kamu mau..... Ooohhh!! Mmmmhh! Boleh kok.”
“Oh, ga ga ga.”
“Kan kalau mau, aku rela kok nnnnggghhhhhh!!”
“Sudahlah, memekmu sudah lebih dari nikmat.”
“Hmmmm,” dia tersenyum dengan mata terpejam.
Aku berhenti menggenjotnya sejenak dan mencium pundaknya.
Lalu aku berucap.
“Kapan-kapan saja.”
“Iihh takut aah,” ucapnya pura-pura manja.
“Kalau kau mau,” aku tertawa dan mencium pundaknya lagi.
“Boleh, tapi tunggu aku udah siap ya?” Frieska membuka matanya memandangku, “Tubuhku hanya milikmu, sayang....”
Oh! Tampaknya Frieska telah memberi buff untukku dengan kalimatnya tadi!
Power bertambah 15%!
Speed bertambah 18%!
Luck bertambah 17%!
Status tubuhku terasa bertambah disaat Frieska mengatakan kalau tubuhnya itu hanya eksklusif milikku. Dengan BUFF yang diberikannya tadi maka apa yang harus kulakukan?
YA GENJOTLAH!!!
“AAAAAHHHH!! AAAAHHHHHHH!!” Frieska sampai terpekik menerima genjotanku yang barbar, keji, beringas dan anti hak asasi manusia!!
Asyik-asyik menggenjot tiba-tiba Frieska meminta gaya bercinta yang semula, aku pun mengiyakan untuk memanjakan wanita yang sudi kusodok vaginanya ini. Setelah itu aku terus menyodok vaginanya tanpa henti, tubuhnya bergoyang mengakibatkan payudaranya mengalami gempa hebat tanpa amnesti.
“Saaaaayyyaaanng, enaaaaakkk, nnnggghhhhh!!” kepalanya menyamping, menutup mata dan menggigit bibir bagian bawahnya.
Kurasakan prajurit-prajurit spermaku sudah tidak sabarnya melakukan COD (cash of delivery) dengan sel telur didalam rahim Frieska.
“Ohh! Aku mau keluar, Mpriss!!”
“Nnnggghhhh aahhhh ahhhhhh! Iyaaa, akuuu jugaaaa!!”
Oh! Tampaknya sudah waktunya, aku bersiap mengeluarkan penisku dari dalam vagina Frieska. Tapi tiba-tiba ke 2 kaki wanita ini menahan pinggangku agar penisku tetap berada di dalam vaginanya.
“Mpris!!” aku tentu saja terkejut.
“NNNNGGGHHH!!” tubuh Frieska menukik ke atas.Akhirnya spermaku meletus di dalam vaginanya. Dengan 4 semprotan keluar yang mampu membuatku merasakan nikmat seksual dari vagina Frieska.
“Aaahhhhh.....” tubuh Frieska kembali terbaring dan dia tersenyum sambil menutup mata.
Sedangkan aku panik, aku keluarkan penisku dari vaginanya dan menonton vaginanya itu dari jarak dekat.
Tunggu, menonton vagina? Ah sudahlah, aku memang tak berbakat membuat istilah.
Dan yang aku cemaskan terjadi, perlahan meluber spermaku dari dalam vaginanya yang tercampur dengan air orgasme nya. Entah siapa nama-nama sperma ini, karena itu tak penting, aku lalu duduk diatas kasur dan melihat Frieska masih terbaring lemah.
“Mpris,” ucapku memanggil.
“Hmm?” tanggapnya lembut.
“Apa yang kau lakukan?”
“Ng?” dia membuka matanya dan tersenyum, “Apanya?”
“Kau kenapa....”
“Hihihi, maksudmu ini?” dengan santainya wanita ini menunjuk vaginanya sendiri yang masih meluberkan spermaku yang keluar.
“Kenapa?”
“Katanya mau minum susu dari payudaraku,” dia tersenyum.
“Apa?”
Dia menepuk-nepuk vaginanya dengan telunjuknya itu dan berucap.
“Ini caranya agar kamu bisa meminum susu dariku.”
Aku terdiam karena mengerti maksudnya. Yang dimana itu artinya dia bisa hamil dan akan merangsang susu pada payudaranya agar bisa diproduksi. Tapi bukan ini yang kumau.
“Kau gila apa?? Kau mau hamil??”
“Mau aja, asal kamu yang menghamiliku,” ucapnya santai.
“Tapi tidak....”
“Hihihihi,” dia tertawa.
“Kenapa kau tertawa??”
“Sini deh,” ucapnya manja sambil merentangkan tangan.
“Apa?”
“Sini aja,” dia tersenyum manis.
Dengan berat hati aku melakukannya karena pusing dengan kejadian ini. Aku mendekat dan dia langsung memelukku, diusapnya lembut punggungku dan dia berkata.
“Aku tadi tertawa karena berhasil membuatmu takut, sayang.”
“Apa?”
“Hihihi, aku lagi nggak subur. Gimana bisa hamil?”
“Benarkah?”
“Iya, sayang, hihihihi. Kau harus melihat wajahmu yang panik tadi, hahahah.”
“Kau.... benar-benar tidak subur?”
“Iya, sayang,” dia mencium pipiku lembut.
“Astaga kau ini,” aku bernafas lega dan membaringkan kepalaku dipayudaranya.
“Cieee panik, hahahaha.”
“Jantungku hampir copot,” ucapku menggerutu.
“Dapat idenya tadi waktu kamu bilang mau minum susu dari payudaraku, dasar, lupa ya aku bukan istrimu?” dia menepuk-nepuk kepalaku.
“Itu hanya....”
“Tau kok,” dia memelukku, “Makin sayang sama kamu.”
“Itu lagi....”
“Aku tidak akan pernah bosan mengatakannya biar pun kau bosan mendengarnya.”
“Hehe,” aku tertawa.
“Kalau begitu cepat beres-beres, kita kesana. Aku mau bermain sama anakku. Aku udah kangen banget tau mau main sama dia.”
Aku mengangkat kepalaku, alisku mengerut.
“Anakmu?”
“Ya anakmu, Dimas,” dia menahan tawanya, “Kamu lupa? Dia memanggilku Mama, jadi dia itu anakku.”
“Hahahaha,” aku tertawa begitu juga dia.
Aku dan Frieska kemudian berciuman dan saling membalas ciuman begitu lama. Dengan tubuh telanjang bulat dan kamar tamu menjadi saksi bisu.
MAKA NIKMAT MANA YANG INGIN DIDUSTAKAN??
#####
Setelah kuantar Frieska di balai desa maka sekarang aku ke tempat dimana aku bekerja. Di balai desa tadi aku sempat bermesraan dengan Maya karena dia yang tadi menyambut kedatangan kami. Dan kurasa istriku akan aman disana, karena disana banyak ibu-ibu, ditambah Frieska yang akan mengawasinya untukku.
Seperti biasa aku mengawasi dan berbincang-bincang dengan pekerja ayah mertuaku ini. Merasa sawah terkendali dan sudah siang, maka aku berpamitan untuk pulang ke rumah.
Sesampainya dirumah dan menaruh motor tiba-tiba aku mendapatkan telepon dari Frieska.
“Halo,” sapaku.
“Gio, apa istrimu sudah sampai dirumah?”
“Di rumah?”
Aku lalu mengecek sebentar dan tidak ada siapa pun di rumahku ini.
“Ga ada. Kenapa, Fries?”
“Tadi istrimu pamit pulang. Aku baru mengetahuinya dari ibu-ibu tadi sehabis dari toilet. Seharusnya dia sudah sampai dirumah bukan?”
“Astaga, jangan-jangan dia pergi ke rumah salah 1 bapak-bapak itu!” ucapku geram.
“Tapi....”
“Apa?”
“Bapak-bapak kamu yang kamu sebutkan itu semuanya ada disini, pak RT, bapak kekar hitam, pokoknya bapak-bapak yang kamu bilang itu semuanya disini. Bahkan pemuda yang kamu ceritakan itu ada disini, mereka semua lagi sibuk menukang tempat festival.”
“Apa?” aku bingung.
“Coba kau cari dia. Dia belum lama perginya, pasti tak jauh.”
“Oke!”
“Aku juga mau pulang, Dimas rewel disini.”
“Oke, kutaruh kunci rumah di tempat biasa.”
“Iya.”
Hubungan telepon terputus dan aku segera pergi setelah menaruh kunci yang diketahui oleh Frieska. Aku mencoba mengalisa dari info yang Frieska berikan tadi.
“Kalau tidak kerumah bapak-bapak tadi.... dia kemana?”
Aku lalu mencarinya di warung pak Joko, tapi disana pak Joko asyik bertukang membetulkan pagar rumahnya. Aku lalu pura-pura membeli rokok disitu dan benar-benar tak ada petunjuk keberadaan Maya disitu.
“Cari siapa, nak Gio?” pak Joko bertanya.
“Oh enggak,” aku tersenyum.
“Hahaha. Oh iya, istrimu mau kemana tadi?”
“Iya. Tadi dia berjalan ke arah sana setelah menyapa saya,” Pak Joko menunjuk arah yang dimaksud.
“Oh iya! Iya! Saya memang mau pergi dengannya tadi,” ucapku beralasan.
Dengan petunjuk pak Joko tadi akhirnya aku tahu kenana Maya pergi, yang ditunjuk pak Joko adalah arah keluar dari desa. Dan mau kemana istriku itu?
Aku segera kesana menuju gerbang desa dan berhenti dikejauhan.
Karena diposisi ini akhirnya aku menemukan Maya, dan istriku itu sedang duduk menunggu di halte usang yang ada didepan gerbang.
Maya terlihat asyik dengan ponselnya dan kujadikan kesempatan untuk mengetahuinya. Aku menelepon istriku dan Maya kulihat kaget dari sini.
“Halo, pa?”
“Ma, mama masih di balai desa?” ucapku pura-pura.
“O-Oh iya, pa. Tapi mama mau pergi dulu.”
“Pergi kemana?”
“Belanja sama ibu-ibu. Gapapa kan?”
Aku terdiam mendengar semua itu. Dan lagi-lagi Maya berbohong, dan kalau sudah berbohong seperti ini maka aku mengerti maksudnya.
“Iya. Pulangnya jangan terlalu sore.”
“Iya, pa.”
Hubungan telepon terputus dan aku terus mengawasi istriku. Dan tiba-tiba ada mobil taksi berhenti dan Maya beranjak dari bangku. Dia tersenyum kepada supir dari luar dan memasuki mobil taksi itu.
“Mau kemana kau, jalang!” geramku kesal.Mobil taksi itu lalu meluncur dengan Maya didalamnya, begitu juga aku yang akan mengikuti istriku diam-diam.
Dan aku yakin, ini bukanlah ‘Belanja’ biasa.
(BERSAMBUNG)

================

Part 16
Perjalanan mengikuti istriku ini sedikit tersendat gara-gara habis bensin.
Setidaknya aku bisa melihat di kejauhan ke mana mobil taksi itu membelok.
“Sudah, pak” ucap penjual bensin.
Kubayar uang bensin ini dan mau melanjutkan perjalananku mengikuti istriku. Belum kuhidupkan mesinnya, penjual bensin berbicara padaku.
“Wah, pak. Kayaknya harus dipompa ban nya, pak.”
“Apa, pak?”
“Itu,” dia menunjuk ban belakangku, “Bocor kayaknya, atau kempes.”
Sial! Aku melihat dan memang ban belakangku kempes. Kalau dipaksakan maka velg nya akan rusak, beruntung di dekat penjual bensin ini ada bengkel. Mendorong selama 40 detik akhirnya sampai.
Dan bertambah sial, rupanya ban dalamku menipis dan koyak. Pemilik bengkel pun berkata akan menyuruh anaknya mengambil ban dirumah karena persediaan ban di bengkel nya habis dan lupa di ambil.
“Bapak kayaknya buru-buru,” ucap pemilik bengkel.
“Iya, pak.”
“Kalau begitu, pakai motor saya saja dulu. Motor bapak biar disini saja,” usulnya.
Mendengar usul itu membuatku berpikir, “Boleh juga”, karena takutnya kalau memakai motorku, istriku akan sadar karena bunyi motor ku ini. Aku menyetujui usulnya dan pemilik bengkel meminjamkan motornya padaku, tak lupa kubayar biaya ban motorku yang akan diganti nanti.
Sekarang aku melanjutkan perjalananku, seingatku tadi kalau taksinyaberbelok ke kanan. Ah! Ini akan ribet, karena kalau melewati jalan disebelah kanan akan begitu banyak jalan tembus.
Tapi tidak! Aku harus bisa!
Aku tidak akan menyerah begitu saja! Percuma aku mengagumi kalimat group filosof terkenal yang pernah mengatakan kalimat seperti ini!
“SAYA BERJANJI! KALAU SAYA TERPILIH!! RAKYAT AKAN SAYA SEJAHTERAKAN!! HUTANG NEGARA LUNAS!!! LALU BIAYA KESEHATAN DAN BIAYA PENDIDIKAN!! GRATIS!!!”
Aaa, maaf, kayaknya aku salah mengingat perkataan group filosof dengan teriakan calon pemimpin yang banyak omong kosong di TV.
Jadi ini kalimat yang benar.
“USAHA KERAS ITU TIDAK AKAN MENGKHIANATI!!”
Nah! Itu dia kalimatnya! Dengan kalimat itu bisa memotivasiku untuk tidak akan menyerah mencari istriku ini! Meski istriku sudah mengkhianati bahtera rumah tangga dan juga mengkhianati penisku ini!
Oh, ada yang penasaran apa nama group filosofis yang mengatakan kalimat itu?
Kalau tak salah namanya JKT48, aku pernah mendengar mereka mengatakan kalimat itu dengan riang gembira di salah satu radio. Bagiku JKT48 itu filosofis, meski lirik lagu-lagunya seperti hasil Google Translate, tapi itu memiliki misteri yang dalam!
Salah 1 contoh lagu mereka yang berjudul KAPASITAS IKAN MIGRASI. Tidak mungkin kan kumpulan remaja wanita menyanyikan lagu tentang ikan? Ikannya migrasi lagi. Jadi lagu itu pasti adalah sebuah kode!
Memiliki rahasia yang terdalam! Konspirasi New World Order! Dan harus dipecahkan layaknya misteri Da Vinci Code!
Filosofis!
Kupacu motor pemilik bengkel ini dengan taruhan nyawa, soalnya motornya ini tidak ada rem! Benar-benar membawa maut kalau salah nge gas!
Heran jadinya, nih pemilik bengkel suka menantang maut kah? Motor orang bisa dibetulin, motor sendiri engga!
Aku yang sedari tadi celingak-celinguk kanan kiri terus menelusuri gang-gang yang ada di jalanan yang lapang ini. Cukup jauh sampai di jalan yang paling besar lagi, tapi aku mendadak menurunkan laju motor ini.
Karena akhirnya aku menemukan mobil taksi itu! Bisa kuketahui dari nomor plat taksinya.
Taksi itu berada di depan sebuah warung kecil di tepi jalan. Aku lewatisejenak dan melihat-lihat, tak ada keberadaan istriku. Aku putar balik menuju warung itu.
Didalam aku melihat ada bapak ibu sedang bersih-bersih, kurasa mereka pemilik warung ini. Dan juga ada 1 pelanggan yang asyik menyeruput kopi, apakah dia yang supir taksinya tadi? Entahlah, lebih baik kuperhatikan dulu.
“Bu, pesan kopi 1, agak kental,” ucapku memesan.
Setelah memesan aku lalu duduk di belakang pria yang kuduga supir taksi ini, dia masih asyik meminum kopi sambil mengisi buku teka-teki silang.
Kopiku datang dan aku terus memperhatikan sambil memainkan hp ku, aku melihat sejenak keadaan dirumah lewat CCTV yang tersambung dengan hp ku. Kulihat Frieska sedang mengganti popok Dimas di depan TV, setelah itu dia kembali menggendong Dimas dan dipangkunya untuk menonton TV bersama.
Sepertinya Dimas sedang menonton film kartun jika dilihat dari wajahnya yang ceria.
Lalu Frieska.... astaga, bagaimana bilangnya ya. Dia benar-benar menjaga anakku, membuktikan semua ucapannya selama ini. Dia juga terlihat bahagia melihat Dimas begitu ceria menonton kartun di TV.
Aku diam sejenak.
Karena aku memikirkan rencanaku.
Rencanaku ini bisa dibilang akan menghancurkan rumah tanggaku sendiri. Memang, aku memang membiarkan Maya untuk melakukan apa pun yang dia mau sekarang ini. Karena memang itu rencanaku, yang akan berimbas pada dirinya dengan mental yang dia idap sekarang ini. Karena bisa dibilang aku sudah muak.
Aku tak peduli kalau Maya masih mencintaiku, tapi kalau masih suka rela memberikan tubuhnya kepada orang lain tanpa penolakan sedikit pun? Bukti cinta macam apa itu?
Namun itu baru salah 1.
Karena yang paling utama dalam rencanaku ini adalah orang-orang yang telah menyetubuhi istriku, baik orang luar mau pun orang dekat. Terutama orang dekat, seperti Pak Bogo, Pak RT dan yang lain.
Aku datang ke desa ini dengan sopan dan ini yang mereka lakukan padaku? Bahkan kepada istriku?
Aku menghormati mereka tapi mereka tidak menghormati bahtera rumah tanggaku?
Tidak menganggapku ada selagi menikmati tubuh istriku?
Hohohoho, aku justru suka dengan orang-orang seperti ini. Aku mau tahu apa nantinya mereka akan sadar akan keberadaan diriku setelah rencanaku berjalan. Ya, tunggu saja nanti.
Aku kembali melihat rekaman CCTV.
Frieska.... agak sedih aku memikirkannya.
Dia masih muda, cantik, menarik.... tapi kenapa dia bisa menyukai aku yang lebih tua 9 tahun darinya?
Aku bisa sedikit memahami. Dia yang sendirian, tak punya teman 1 pun, selalu melakukan apa pun sendiri, dan disaat dia butuh pertolongan yang tak bisa dia hadapi seperti aksi pemerkosaan yang mau menimpanya, aku lah yang ada menyelamatkannya.
Mungkin bagi dia akulah orang yang sadar akan keberadaan dirinya setelah selama ini dia sendiri.... Orang yang sadar dan rela menolongnya....mungkin, bisa jadi, aku tak tahu pasti karena hanya dia yang tahu.
Aku pernah berharap dia bisa menemukan pria lain yang benar-benar bisa membahagiakan dirinya. Bukan aku, pria pengecut yang diam dari dulu melihat istriku disetubuhi pria lain.
Tapi melihat rekaman CCTV ini membuatku berpikiran egois.
Aku senang dia membuktikan ucapannya.
Aku senang dia merawat Dimas dengan penuh kasih sayang.
Aku juga senang melihat Dimas suka kepadanya.
Gara-gara itu.... aku berpikir aku ingin memilikinya, memilikinya untuk menjaga anakku dari kedua orang tuanya yang bodoh ini.
Ah! Sudahlah! Kenapa juga aku harus memikirkan ini? aku harus fokus dulu dengan apa yang kulakukan sekarang! Kuawasi terus orang didepanku ini yang masih asyik mengisi teka-teki silang.
“4 mendatar, 7 huruf, Alexander Graham bell adalah penemu....” dia tampak bingung, “Penemu apa ya dia?”
“Kenapa, pak?” ucap bapak pemilik warung.
“Ini pak, Si Alexander Graham Bell. Dia itu penemu apa ya, pak?”
“Wah tak kenal saya, pak!” bapak pemilik warung mengangkat tangan,
“Sumpah! Saya tidak kenal!”
“Saya juga ga kenal, pak, tapi penemuan dia ini loh,” ucap orang ini.
“Oh, emangnya dia menemukan apa?”
“Saya saja nanya bapak!”
“Coba tanya bapaknya,” usul bapak pemilik warung.
“Ribet pak, dia orang luar kayaknya, namanya saja udah Alexander. Beratdi ongkos.”
“Susah ya. Kalau penemu dompet yang kemarin jatoh disini saya tahu namanya, pak. Udin namanya, tetangga saya.”
“Ah! Coba bapak tanya si Udin! Mungkin Udin kenal sama Alexander Graham Bell ini, coba tanya dia, si Graham ini menemukan apa?” pinta orang ini
Aku menahan tawaku mendengar percakapan orang ini dengan bapak pemilik warung. Dan aku benar-benar menggeleng-gelengkan kepala.
MIRIS!!
Segitu hancur kah pendidikan Indonesia sampai-sampai tidak tahu penemuan apa saja dari nama nama penemunya?? Meski pun di desa yang cukup tertinggal ini??
Miris. Sangat miris, ck ck ck.
Kalau aku ditanya seperti itu tentu saja aku akan tahu jawabannya!!!
KARENA AKU ORANG KOTA!
BERPENDIDIKAN!
TENTU SAJA AKU JAUH LEBIH PINTAR DARI ORANG-ORANG KAMPUNG INI! HAHAHAHAHAHA!!
“Ngomongin apa?” timbal ibu pemilik warung.
“Ibu jaga warung sebentar ya? Bapak mau manggil Udin, siapa tahu dia kenal sama nama orang yang ditanyain itu,” ucap bapak pemilik warung, DIA BENERAN MAU MANGGIL SI UDIN DONG!!!
“Nama?” ibu pemilik warung menoleh.
“Ini, Bu. Alexander Graham Bell, dia itu penemu apa ya?” tanya orang ini lagi.
“Oh, itu,” ibu itu tertawa, “Dia itu penemu Telepon.”
“Beneran, Bu?”
“Iya. Ibu sering baca buku pelajaran sejarah anak ibu, jadi ibu tahu.”
“Wah iya, bu! Bener! Pas dengan kotaknya!” orang ini tampak senang menunjukkan buku TTS nya.
“Tuh kan,” Ibu pemilik warung juga senang.
“Wooh, ibu kenal sama si Graham? Dia anak mana, Bu? Anak Cileduk ya?” ucap suaminya.
Si ibu lalu menjelaskan siapa Alexander Graham Bell itu kepada suaminya. Sementara itu aku terdiam
Benar-benar terdiam.
Aku terdiam setelah menemukan fakta yang ada di Google dengan jawaban ibu pemilik warung ini. Kepalaku menunduk dan aku berbicara didalam hati.
“Kukira..... Alexander Graham Bell itu penemu kipas angin......”
Ah! Masa bodohlah! Bodo amat soal pendidikan! Bodo amat juga sama
Alexander Graham Bell!! Karena kopi yang kupesan ini jauh lebih penting!
Kuminum sajalah dulu daripada keburu dingin.
PERSETAN DENGAN PENDIDIKAN!
Ada beberapa menit aku disini mengawasi dan tak tahan, aku ingin bertanya kepada orang ini tapi perhatianku tertuju kepada seseorang diseberang jalan sana.
Orang itu keluar dari gang kecil, celingak-celinguk mau nyebrang, setelah nyebrang dia mampir ke warung ini dan aku kaget! Karena aku tahu siapa dia!
Dia ini salah 1 orang yang pernah menyetubuhi Maya di gudang salah 1 perkantoran! Yang dimana dia bersama temannya membawa Maya dari pasar, sebuah pasar dimana Maya pernah menjual tubuhnya kepada pria tua dan pria gembrot.
Sekarang pria itu menghampiri pria yang kuawasi sedari tadi! Dan sepertinya benar, pria ini ada sangkut pautnya dengan taksi yang membawa istriku tadi.
Aku segera mengeluarkan handsfree ku dan berpura-pura mendengarkan lagu. Karena kalau begini aku tidak akan dicurigai mencuri dengan obrolan mereka karena mereka mengira aku pasti mendengarkan lagu.
Dan benar, pria itu memandangku dulu untuk memastikan aku tidak mendengar dan cukup beruntung bagiku, karena pria ini tidak tahu kalau akulah suami Maya.
“Sori, lama, mas, hehehehe.”
“Gapapa, mas. Tapi.... mbak tadi kemana, mas?”
“Oh, sekarang dia lagi kerja hahaha.”
“Kerja?”
“Iya, dia itu...” pria ini memandangku dulu seolah ingin memastikan lagi kalau aku tidak mendengar.
“Kerja apa, mas?”
Setelah memastikan aku tak mendengar maka pria itu melanjutkan ucapannya.
“Dia lonte.”
“Lonte?” orang yang kuawasi terkejut, “Beneran, mas?”
“Sssttt jangan keras-keras!”
“M-Maaf, mas.... tapi beneran itu lonte, mas?”
“Iya, udah sering saya pakai dulu hahaha. Juburnya saja udah jebol loh.”
“Waduh, mas! Jadi saya ini mengantar bisnis prostitusi??”
“Alaaah, dulu mas juga yang mengantar pulang dari gudang tempat kerja saya!”
“Saya kan ga tau, mas.”
“Udeh! Lagian udah dibayar setengah dulu hehehe. Nih, untuk biaya nganter tadi,” ucapnya sambil memberikan uang.
“Waduh! Mas, bukannya saya ga mau, tapi saya takut mas! Apalagi uang dari bisnis lendir begini! Tak usah, mas, saya takut mas!”
“Sok suci amat, duit nih, kapan lagi dapat uang sebanyak ini?”
“Aduh mas....”
“Gini aja deh, lebih baik antar saya ke rumah makan dulu, kita jalan-jalan saja dulu berkeliling. Nanti saya pikirkan cara lain untuk membayar jasa mas.”
“T-Tapi, mas...”
“Udeh, rezeki jangan ditolak. Lagian masih lama kayaknya, sore kita kesini lagi menjemputnya. Oke?”
2 orang ini lalu pergi menggunakan mobil taksi setelah membayar minuman.
Dan aku terdiam mendengar percakapan itu.
MAYA MENJUAL DIRINYA LAGI?
Apa?? Sesinting apa istriku itu?? Kenapa dia mau-mau saja?? Astaga, Maya! Kenapa kau jadi seperti ini???
Demi membuktikan itu maka aku segera pergi setelah membayar kopi dan membayar jasa penitipan motor kepada pemilik warung ini.
Setelah itu yang kulakukan adalah memasuki gang ini yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan masih asri dengan alam. Kurasa gang ini baru dibuat, karena jalannya masih berupa tanah merah yang baru diratakan, bahkan pohon-pohon masih begitu banyak meski sedikit yang masih ditebang.
Kurasa gang ini nantinya akan dipenuhi rumah kedepannya, bisa kuprediksi dari papan proyek perumahan yang barusan kulewati.
Aku telusuri gang ini sampai ke dalam dan menemukan 2 rumah, yang 1 sudah jadi dan 1 nya setengah jadi. Kurasa benar, ini akan menjadi perumahan nantinya. Didekat sini sudah ada tanah digali yang sepertinya akan dipasang pondasi.
Dari sini aku sudah bisa mendengar suara yang begitu bising bagiku, yaitu musik house dari rumah yang sudah jadi itu. Karena hanya itu satu-satunya rumah yang kuanggap berpenghuni, maka tentu saja aku mengendap-endap ke tempat itu.
Meski rumah ini sudah jadi tapi halamannya masih begitu berantakan, sepertinya rumah ini baru selesai dibangun. Soalnya Masih ada sisa-sisa kayu, semen, pasir dan bahan-bahan bangunan yang lain. Apalagi pohon-pohon rindang serta rumput lebat menjulang ke atas masih mendominasi halaman
rumah ini.
Suara lagu house remix yang kubenci ini masih memekakkan telinga. Tak mungkin juga aku mengintip dari kaca teras, maka aku memilih mencoba mencari celah di samping rumah.
Kaget juga melihat jendela di samping rumah ini ternyata kacanya belum dipasang sepenuhnya, bagian yang bolong saja tapi ditutupi oleh karung semen.
“Seksi sekali kau dek! Hahahaha!!”
“Goyang teruus!!”
Aku mendengar suara 2 orang pria di dalamnya dan dari ucapan mereka, aku penasaran, apakah itu ditujukan untuk istriku? Kalau memang benar? Apa yang sedang Maya lakukan didalam?
Aku mencoba mencari posisi yang strategis yang sekiranya bisa menutupi tubuhku ini, untung saja pohon dan rerumputan liar di samping rumah ini bisa membantuku. Jadi, aku mulai mencoba melihat apa yang ada didalam.
Aku melihat 2 orang pria duduk diatas sofa, memakai kaos singlet dan juga sarung. Yang 1 nya kurus, yang 1 nya kekar.
Lalu di depan mereka...... ya, sepertinya benar.
Itu adalah Maya, yang dimana sekarang istriku sedang menarik seksi di hadapan mereka berdua.
Aku hanya bisa diam melihat kelakuan istriku yang menari begitu menantang dengan pakaiannya yang seksi itu dihadapan 2 pria yang tentu saja bukanlah suaminya. Pinggul Maya berlenggak-lenggok kanan kiri mengikuti irama musik house dari atas sampai bawah, kulihat dia juga menggigit bibir bagian bawahnya dan meremas-remas payudaranya sendiri.
Maya lalu berbalik badan dan bergoyang membungkuk, menunjukkan bokongnya yang sintal itu dan sengaja digoyang-goyangkannya dihadapan 2 orang ini. Ke 2 orang ini bersiul-siul melihat service sensual tarian yang Maya berikan.
Aku juga hanya bisa terdiam melihat kelakuan istriku.
Maya sepertinya menikmati setiap inci tubuhnya itu dilihat-lihat oleh mata 2 orang itu. Maya kembali berputar ke arah mereka dan meneken-nekan payudaranya ke tengah dan menatap mereka berdua dengan pandangan menggoda.
“Hehehehe udah ndak sabar ya dek?” ucap pria kekar.
Maya hanya tersenyum, mengangkat ke 2 tangannya ke atas dan terus menggoyang-goyangkan pinggulnya itu. Kurasa 2 orang ini juga tak tahan melihat aksi Maya yang menggairahkan.
Pria kurus lalu berdiri dan mematikan lagu house yang kubenci itu dari speaker mini compo disitu. Pria kekar juga berdiri dan langsung menahan tubuh
Maya dari belakang dan menggesek-gesekkan selangkangannya di pantat Maya.
“Iiiii nakal ya burungnya,” ucap Maya menahan tawa.
“Lembut kali pantatmu dek hehehe,” pria kekar semakin menjadi menggeseknya.
“Awwwwww!!” Maya tiba-tiba mengaduh disaat pria kurus meremas-remas payudaranya dari depan.
“Ini susunya nakal ya!”
“Nakal gimana,” mulut Maya manyun.
“Goyang-goyang melulu, abang kan jadi sange hehehe.”
“Hihihihi.”
Aku hanya bisa diam melihat perilaku Maya yang sepertinya malah senang dilecehkan seperti itu, bahkan untuk 2 orang yang baru dikenalnya ini.
Maya lalu diajak duduk bersama diatas sofa dengan dia berada di tengah.
“Katanya tadi dek Maya udah punya anak dan suami,” ucap pria kurus sambil menekan payudara kanan Maya dengan jari telunjuk.
“Emmmm,” Maya tersenyum-senyum menggoda.
“Kok melonte? Gaji suamimu kurang ya?” ucap pria kekar sambil meremas payudara kiri Maya.
“Iya...” Maya manyun lagi sambil mengangguk-angguk.
“Kasihan, kalau dek Maya jadi istri abang, pasti dek Maya ndak bakalan melonte. Gaji kuli bangungan kayak abang ini gede hehehe,” ucap pria kurus.
Oh, ternyata pria ini kuli bangungan. Kalau begitu yang kekar itu juga pasti kuli bangunan. Aku juga agak kesal mendengar Maya mengiyakan kalau gajiku kecil, tapi kurasa dia sengaja melakukan sandiwara itu untuk merangsang 2 orang pria itu.
“Kalau gitu Maya nikah aja ya sama abang,” ucap Maya menggoda pria kurus sambil menggigit bibirnya sendiri.
“Boleh sih, tapi kayaknya ndak. Dek Maya tak cocok menjadi istri
hehehe.”
“Lalu jadi apa?” Maya manyun.
“Pecun!! Hahahaha!”
“Benar tuh, lonte amoy haha,” pria kekar semakin kuat meremas-remas payudara Maya.
Maya kulihat ikutan tertawa seolah dia tidak keberatan dengan penilaian rendah itu terhadap dirinya. Melihat situasi ini aku hanya diam saja. Seperti yang kukatakan sebelumnya, kalau aku memang akan membiarkan Maya melakukan apa saja yang dia mau.
Aku mengeluarkan ponsel ku untuk merekam ini dan melihat kalau ke 2 pria ini sudah melakukan aksinya.
Kulihat Maya nafasnya mulai tak beraturan disaat kedua pria ini meremas-remas payudaranya. Pria kurus bahkan memencet keras dibagian putingnya dan mencucup nya dengan mulut. Maya akhirnya mendesah dan pria kekar berbicara.
“Katanya ada susu? Boleh abang coba?”
“Iyaaa ssssshhhh ooooh”
Kedua pria ini menghentikan sejenak aksi meremas payudara istriku.
Maya lalu memegang kerah bajunya sendiri, dia lebarkan dan dia turunkan langsung sehingga payudaranya yang bulat dan berputing pink itu mencuat.
Astaga, jadi Maya tidak memakai BH dari tadi?
Kedua pria ini tertawa dan memuji-muji payudara istriku sambil memelintir pelan puting Maya, maka makin mendesah Maya nya, bahkan dia mengangkat payudaranya dari bawah seolah menyilahkan mereka berdua menikmati payudaranya.
“Ooooohhh mmmhhhhhh!!” Maya merem melek dibuatnya.
Kedua pria ini begitu semangat menghisap payudara istriku, mungkin kenikmatan merasakan susu murni dari payudara Maya meningkatkan gairah mereka. Begitu juga Maya kulihat, kedua lutut kakinya sampai bertemu saking geli dan nikmat yang dia rasakan, aku yakin itu.
Pria kurus meraba area selangkangan Maya, seolah memberi celah, Maya membuka lebar pahanya agar tangan pria itu bisa leluasa memainkan vaginanya.
“OOOOHH!! MASSSS!!!” Maya mengadah keatas menahan nikmat kobokan pada vaginanya.
“Luar biasa dek, baru kali ini abang lihat ada pecun bersusu,” ucap pria kekar dan mencucup payudara istriku lagi.
“Jembutnya juga lebat hahahaha!” pria kurus memainkan bulu-bulu kelamin istriku.
“Tak apa, yang penting pepeknya berlemak, enak digenjot pepek amoy! Hahahaha!”
Maya mulai meringis, entah karena putingnya mulai digigit atau gimana, yang pasti bagian bawahnya mulai bergetar.
“OOOOOOHHHHHHH!!” erangnya.
Dan SERRRRRR!!! Keluar cairan bening dari selangkangan Maya yang menandakan dia sudah mengalami orgasme pertamanya.
“Wadoh-wadoh,” pria kurus tertawa, “Diginiin saja kok udah nyampe dek??”
“Kau kobok, wajarlah,” ucap pria kekar sambil meremas payudara Maya.
“Apanya, saya mainin jembut nya doang, belum saya kobok-kobok.”
“Waduuh!” pria kekar tertawa, “Sange sekali ya, lonte?”
“Haaaah haaaaaahh hhhhaaaaaah,” Maya hanya terengah dengan orgasme barusan.
Astaga Maya, kukira tadi pria kurus itu sudah mengorek-ngorek vaginamu, bagaimana bisa kau secepat itu orgasme hanya karena putingmudiemut dan jembut dimainin???
“Enak banget ya, dek?” ucap pria kurus sambil memencet payudara Maya sehingga puting mencuat, lalu dijilat-jilatnya puting istriku itu.
“Eeeehhnmmmmm,” Maya hanya tersenyum dan mata terpejam.
Mereka berdua kompak membuka bajunya Maya sehingga bagian atas tubuh Maya benar-benar tak ada sehelai benang pun, bahkan dia tak memakai BH rupanya sedari tadi. Karena payudara bulatnya semakin menantang tentu saja membuat 2 pria ini semakin rakus menghisap susunya.
“Aaaahhh!! Maaassss!!! Ooouuuuhhhhh!!” Maya merem melek menikmati hisapan payudaranya.
“Cium abang dong adek hehehe,” pinta pria kurus.
Maya mengabulkannya, dia memiringkan kepala dan berciuman dengan pria kurus, sementara pria kekar masih asyik menyusu payudara kirinya.
Sial, aku mulai terangsang.
Meski ada perasaan biasa dan kesal juga karena Maya kembali menjual tubuhnya. Tapi mau bagaimana lagi? Tititku sepertinya baper, dia malah menegang sempurna di balik celanaku.
Pria kekar sepertinya puas menyusu payudara Maya. Dia kembali duduk dengan posisi biasa sambil meremas-remas payudara istriku.
“Ayo, abang mau tahu rasanya sepongan pecun amoy,” ucapnya.
“Hehehe, abang juga dek,” ucap pria kurus.
Bagai lonte yang sesungguhnya, Maya menurut. Dia berlutut di bawah sofa dan mulai menyepong penis pria kekar. Sementara tangan kirinya mengocok-ngocok pelan penis pria kurus.
“Uuuuuuhhhhh!! Mantap kali sepongannya, cok!!” erang pria kekar dengan kepala ke atas dan tangannya memegang kepala istriku.
“Mmmmhhhh mmmmhhhhhmmmmhhh!!” suara Maya dari belakang dengan kepala naik turun menghisap penis tersebut.
Setelah itu gantian penis pria kurus yang disepongnya, Maya benar-benar memberikan pelayanan seksualitas yang berkualitas bagi 2 orang ini. Aku tahu perasaan mereka, karena aku juga pernah mendapatkan servis blow job dari Maya yang mahirnya luar biasa.
Aku yakin didalam sepongan itu lidah Maya menyapu bersih bagian bawah penis dengan lidahnya, lalu air liurnya terus dikeluarkan untuk mempermudah dia melakukan sepongan itu. Dan terbukti, kedua penis pria ini basah bukan main setelah Maya silih berganti menyepong kontol mereka berdua.
Tiba-tiba listrik di dalam sepertinya mati karena kulihat ruanhan menjadi sedikit gelap dan kipas anginnya berhenti.
“Walaah, kok mati?”
“Coba periksa, mungkin jatuh,” ucap pria kekar.
Pria kurus terpaksa meninggalkan kenikmatannya dan berjalan masuk kedalam, sementara Maya berhenti mengulum penis pria kekar dan mengocoknga.
“Enak ga sepongannya?” tanya istriku binal.
“Hehehe lanjut dong, sayang,” pria kekar menuntun kepala istriku lagi ke arah kontolnya.
Maya kembali melanjutkan menghisap penis itu dan dari arah sini aku bisa melihat vagina Maya berkedut-kedut, sepertinya istriku ini sudah tidak tahan lagi untuk menerima kontol masuk ke dalam pepeknya.
Pria kurus lalu datang dan berucap.
“Mati lampu, bakalan panas ini rumah,” keluhnya.
“Tak apalah, ooohh!! Terus lonte! Teruss!!”
“Hehehehe udah mau dientot ya, dek?” tanya pria kurus.
Wajar kalau ditanya seperti itu, karena sebelah tangan Maya sudah turun ke bawah untuk mengorek vaginanya sendiri. Pria kurus pun menggodanya dengan memainkan jari-jari kakinya di memek istriku yang sedang berlutut itu.
“Nnngggghhhh!!!” desah Maya binal dengan mulut tersumpal kontol dan menggoyang-goyangkan pantatnya.
“Mau dientot??” tanya pria kurus lagi dan kali ini dia berjongkok untuk mengobok memek istriku dengan tangannya.
“Nnnnnnggghhhhh!!!” Maya yang masih menyepong terlihat mengangguk.
“Apa? Hehehehe.”
Maya melepaskan sepongannya dan menatap pria kurus.
“Iya, maas, mauuuuu,” ucapnya.
“Mau apa??”
“Dientoott!! Maya mau dientoot!!” ucap istriku merengek.
“Tapi ada syaratnya hehehe.”
“Apa mas, nnnggghhhhhh!!” Maya menahan desahannya akibat vaginanya dikorek-korek.
“Minta kontakmu, biar kami nyaman menghubungimu. Gimana?”
“Nnngghhhh!!! Iyaaa maaas!! Iyaaa!!”
“Hehe bagus-bagus, mungkin lusa atau besok abang telpon adek. Oke?”
“Iyaaa maaasssss!!”
Kedua pria ini tertawa karena berhasil memanipulasi istriku ini, aku bahkan tak percaya Maya semudah itu memberikan kontaknya. Pria kurus lalu menarik pinggul Maya ke atas dan perlahan demi perlahan, memasukkan kontolnya itu ke dalam memek istriku.
“Oooooooohhhh!!! Sssssssshhhhh!!” desah Maya untuk sensasinya.
“Mantap kali pepeknya!! Padat!! Uuhhh!!” lenguh pria kurus.
Perlahan demi perlahan pria kurus itu memompa vagina istriku, sedangkan istriku yang sedari tadi mendesah mulai dibungkam paksa untuk kembali menyepon kontol si kekar. Pria kurus juga semakin cepat menyodok memek Maya sehingga sudah ada suara PLOK! PLOK! PLOK! Yang keras mendominasi suasana dalam rumah ini.
“Uhhh! Dek Maya!! Udah jebol juga ya juburnya??” ucap pria kurus sambil menggenjot.
“Beneran?” tanya pria kekar.
“Iya,” pria kurus tertawa dan membuka lebar lubang pantat Maya dengan 2 jarinya.
Pria kekar meminta Maya melepaskan sepongannya. Pria kekar itu lalu ke belakang tubuh Maya yang sedang digenjot dan tertawa karena dia melihat bukti kalau anus Maya juga sudah tidak perawan lagi.
“Abang pengen coba, dek, hehehe,” ucap pria kekar sambil memainkan anus Maya.
“Aaaaahhhh,” Maya tersenyum, “Iyaaa nnnnggghhhh!!”
Mereka lalu mau berpindah tempat karena sudah mulai kepanasan di ruangan itu akibat mati lampu. Tanpa mengeluarkan penisnya dari memek Maya, pria kurus menuntun Maya berjalan memasuki sebuah kamar.
Aku juga dengan sigap juga mencari posisi dimana mereka membawa Maya, aku melihat jendela yang kondisinya sama dengan jendela ruang tamu tadi. Perlahan aku kesitu dan ternyata mereka berada didalam sebuah kamar.
Kulihat pria kurus sekarang berbaring di kasur, menyedot susu Maya dengan Maya di atasnya, sedangkan Maya kembali menyepong kontol pria kekar sampai-sampai keluar bunyi sepongan dari mulutnya.
“Mmmmmhhhh sllrrrrpp mmmhhhh!!” begitu bunyinya, sepertinya Maya mengeluarkan banyak air liur untuk kontol tersebut.
“Ohhh!! Benar-benar amoy pecun!! Jago banget nyepong!!” gerah sih kekar.
“Udah dilumasnya? Nih saya bantu lebarin juburnya hahaha!” ucap si kurus setelah selesai menyusu.
Pria kekar lalu menepuk-nepuk pipi istriku untuk menyudahi aksi menyepongnya. Istriku menurut dan tersenyum setelah mengecup kepala kontol yang akan menganal dirinya.
Setelah itu tubuh Maya dipeluk pria kurus agar posisi istriku agak merendah, sedangkan pria kekar pindah ke belakang dan menepuk-nepuk pantat Maya dengan kontolnya.
“Ayo!!” pria kurus menepuk-nepuk pantat Maya dan tertawa.
“Lonte!!” pria kekar menampar keras pantat istriku.
“Sssshhhhhh aaaahhhh,” desah Maya lalu dia membuka lebar belahan pantatnya dengan tangan.
Sedangkan lubang pantatnya dilebarkan si pria kurus dan si pria kekar.
Pria kekar mulai melakukan penetrasinya, sedikit demi sedikit, sehingga melesat tajam memasuki anus nya Maya.
“AAAAAAAHHHHHH!!” Maya pun mengerang nikmat.
Bisa kulihat vagina dan anus istriku itu sempit dilihat karena ada 2 penis mencoblos 2 lubang kenikmatannya itu. Pria kekar juga tampak diam dulu untuk menerima pijitan ringan dari anus istriku.
“Enak lonte?” pria kurus tertawa.
“Ssssssshhhhhhhh iyaaa, sesaaaaaakkkk!! Nnnnngghhh!!” lenguh Maya.
“Mmmmhhhh!!” pria kurus kembali menyedot susu istriku sehingga
Maya merem melek mendapatkan 3 rangsangan sekaligus.
Dan tak butuh waktu lama pria kekar mulai menggenjot lubang pantat istriku. Tentu saja awalnya pelan-pelan dahulu, baru habis itu pria kekar menggenjotnya dengan semangat sehingga Maya mendesah hebat tak karuan dengan pompaan penis yang dia rasakan. Pria kurus juga tak mau diam, meski dia susah bergerak, tapi dia juga berusaha memompa vagina Maya dan berhasil.
Jadi akhirnya, vagina dan anus istriku ini bisa sama-sama di pompa oleh ke 2 kontol ini.“OOOOHHHH MAAASSSSS!! NNNGGGHHHH!” desah Maya.
“Kenapa? Enak lonte??” pria kekar menarik ke 2 tangan Maya ke belakang sehingga payudaranya mencuat ke depan.
“IYAAAAA!! OOOHHHH OOOOHHH!!”
“Iya, apa, pecun?” pria kurus tertawa dan menggelitik puting Maya dengan 2 jari nya.
“IYAAA ENAAAAKK MAAAS!!! NNGGHHHH LEBIIIH KERAAASMAAASSS!! ENAAAAKKK!! MAYAA SUKAAAA!!!”
“Besok-besok dientot lagi mau ya??”
“AAAHH AHHHH AHHH IYAAA MAAAS, MAUUUUU!!”
“Mau apa??”
“DIENTOOTTT!! MAYA MAU DIENTOOOOOTTT!!! AAAAAAAAAHHHH!!”
“DASAR PECUN AMOY!!” pria kurus dan pria kekar tertawa dan semakin semangat menggenjot istriku.
Aku hanya diam menyaksikan ini meski kontolku juga menegang melihat aksi liar istriku. Bisa saja aku mengambil kayu sisa pembangunan dan masuk ke dalam untuk menghantam 2 orang ini.
Tapi tidak.
Aku ingin tahu lebih dulu kenapa istriku mau-mau saja menjual dirinya sekarang ini. Dan kenapa orang yang pernah memakainya dulu yang mengantar dia kesini. Aku harus tahu itu lebih jelas.
Sekarang kulihat pria kekar minta ganti posisi sama si pria kurus. Pria kekar duduk di sofa sambil disepong kontolnya oleh istriku setelah kelelahan menggenjot anus istriku dengan semangatnya tadi, sementara pria kurus membuka rok istriku sehingga Maya benar-benar telanjang bulat dan menyodok vaginanya lagi dari belakang.
Kedua pria ini begitu keenakan memakai tubuh istriku untuk pelayanan seksual. Bahkan bulir-bulir keringat mulai membasahi tubuh mereka bertiga di dalam kamar itu.
“Ah sial!!” pria kurus menampar pantat istriku dan berhenti mengenjotnya, “Panas sekali!!”
“Iya ya! Sialan nih PLN! Orang lagi enak-enak ngentot malah mati lampu!” kelakar pria kekar.
Iya juga ya. Cuaca hari ini begitu panas sekali, aku yang berada di tempat teduh saja seperti ini masih bisa merasakan gerah. Kulihat pria kekar dan pria kurus menbicarakan sesuatu. Setelah itu pria kurus mengeluarkan kontolnya dari memek istriku dan pergi keluar, sementara Maya masih asyik mengulum kontol pria kekar.
“Hei lonte, mumpung lagi disiapin tempatnya, abang mau coba memekmu!”
“Iya,” Maya tersenyum dan berdiri.
Kulihat Maya benar-benar basah tubuhnya karena keringat, mungkin benar-benar panas didalam kamar ini sehingga tubuhnya benar-benar basah oleh keringat. Maya lalu berbalik badan dan duduk diselangkangan pria kekar, dia mainkan kontol pria ini dulu.
Setelah puas memainkan kontol pria ini, barulah Maya berdiri lagi dan mengarahkan kontol itu ke dalam memeknya sendiri. Dan BLEESS!!, Kontol itu pun masuk dengan sempurna di dalam memeknya dan Maya memejamkan mata sambil mendesis nikmat.
“Ooohh!! Mantap kali pepeknya Amoy!!”
“Nnnnngghhhhhhh!!! Kontolnya gedeeee!!” kicau Maya sambil menggoyangkan kontol itu dalam memeknya.
Tanpa perlu disuruh akhirnya Maya mulai menunggangi kontol itu, dan dari posisiku ini bisa terlihat jelas kontol itu keluar masuk keluar masuk dari dalam memek istriku.
Sial! Ini benar-benar merangsang sekali! Pengen coli tapi tempat ku mengintip sempit sekali. Ah sudahlah!
“OOOHHH!!! OOOHHH!! MAAASSSSS!!!” erang Maya.
“Enak lonte??”
“ENAAAK MAASS!! OOHHH OOHHH!! SUKAAAA!! MAYAA SUKAAAAA!! AAAAAAAHHHH!!!”
Tubuh Maya tiba-tiba mengejang, matanya memutih dan senyumnnya melebar, pria kekar itu sampai cekatan memegang tubuh istriku yang ternyata mengalami orgasme untuk ke 2 kalinya. Karena Maya sudah tak berdaya maka dibaringkan pria kekar itu disampingnya. Pria kekar ini tak lanjut memompa vagina Maya meski kontolnya itu masih didalam.
“Masssssss...” lenguh Maya saat pria kekar ini memainkan klirotisnya.
“Hehehe dek Maya sampai malam saja disini, pecun kayak dek Maya tak cukup sekali dientot.”
“Jangan sssshhhhhh, nanti suami Maya nyariin, ooohhhh!!”
“Tak apa, kan dek Maya lagi nyari duit hehehehe, jarang kan ada istri kerjanya melonte hahahaha,” pria kekar ini lalu mencaplok puting istriku.
“Ohhhh Maaasssss....” Maya mulai menggeliat karena dirangsang dari payudara sampai memeknya.
Kurasa permintaan itu serius karena pria kekar ini begitu bernafsu melihat Maya. Tapi belum ada jawaban dari istriku karena Maya masih menggeliat nikmat, pria kekar itu lalu mengubah posisi dan menggenjot memek Maya dalam posisi WOT.
Selama mereka asyik mempertemukan kelamin mereka, lalu pria kurus kembali.
“Dek, dihalaman belakang saja, udah abang siapin terpalnya disana.”
“Kok diluar? Nnngghhhhh!! Nanti kalau ada orang gimana? Aaaaahhh!!” tanya istriku dalam nada desahan.
“Tenang, disini selalu sepi. Daripada panas-panasan didalam?”
Pria kekar ikut berbicara sehingga istriku menyetujuinya. Tanpa mengeluarkan penisnya dari vagina Maya, maka pria kekar ini berusaha berdiri bersama istriku. Setelah berdiri bukannya pergi, tapi pria kekar ini menggenjotnya kembali.
“Sebentar! Enak sekali ini pepeknya!! Nyedot! Anjing!!”
“AAAAHHH!! AAAAAHHH!! AAAHHH!!” Maya mendesah keras.
“Hahahahaha!” pria kurus tertawa sambil meremas payudara istriku dan meminta Maya mengocok penisnya.
Maya benar-benar terpuaskan dari raut wajahnya, hanya saja raut wajahnya tiba-tiba kecewa saat pria kekar mengeluarkan kontolnya dari memeknya itu.
“Hehehe abang masih belum mau crot, kebelakang dulu sana,” ucap pria kekar sambil menepuk pantat istriku.
Maya pasrah dan sebelum pergi tubuhnya itu digerayangi terlebih dulu, setelah itu Maya keluar dari kamar ini dan 2 orang ini membicarakan sesuatu.
Aku tak peduli apa yang 2 orang ini bicarakan karena aku mau melihat kemana istriku pergi.
Pelan-pelan aku mengendap pergi setelah keadaan aman, dan memutar karena adanya dinding pagar yang menghalangi, ternyata di belakang rumah ini masih asri dengan pepohonan dan ada sungai kecil yang mengalir. Berkat pohon-pohon ini aku bisa dengan tenang dan hati-hati mendekat untuk melihat keberadaan istriku.
Dan aku melihat Maya.
Dia berbaring di rerumputan yang dialasi sebuah kain. Dia masih terengah-engah dalam pembaringan akibat persetubuhan tadi, dan gayanya menunggu menambah selera bagi siapa saja yang melihat. Karena Maya berbaring sambil mengangkang dan bisa terlihat kalau memek nya yang mekar itu menunggu kontol untuk menungganginya.
Aku terkejut karena ponselku bergetar dan buru-buru kutekan agar suaranya berhenti. Ternyata itu SMS dari Frieska yang menanyakan keberadaanku. Aku membalas seadanya dan mengatakan akan pulang secepatnya nanti. Setelah itu aku membuat ponselku masuk dalam mode getar agar tak lagi ada suara yang akan membuat mereka sadar aku disini.
Tak lama kemudian pria kurus keluar dan tampak senang melihat gaya istriku. Istriku tersenyum dan melebarkan pintu memeknya untuk kontol pria ini.
“Hehehe tak sabar ya lonte?”
“Hihihihi.”
Tanpa perlu menunggu lebih lama lagi, pria kurus ini segera menubruk istriku dan mengajak kelamin mereka untuk bercumbu. Kontol pria ini melesat masuk ke dalam memek Maya dan Maya menggelinjang dibuatnya.
Sodokan demi sodokan itu membuat Maya mengerang binal dalam desahan duniawi, persetubuhan pengkhianatan ini bagiku sudah cukup bagiku untuk tak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi nanti saat rencanaku berjalan.
Kulihat mulut Maya terus dilumat oleh bibir pria kurus ini, setelah itu pria kurus ini menampar-nampar payudara Maya dan menghisap susunya dalam genjotan yang berirama. Bosan dengan gaya misionary, maka kudengar pria kurus meminta Maya diatas untuk memompa memeknya sendiri.
Maya menurut, tanpa mengeluarkan kontol itu dari dalam memeknya, mereka berputar arah dan Maya melakulan apa yang tadi diminta.
“OOHHHH!! MMMMMMMHHH!! ENAAAAAAKK MAASSSS OOHHH!!”
“Memekmu benar-benar juaraa! Lontee!! Oooh!!” pria kurus itu merem melek dan memegang pantat Maya.
Lalu pria kekar keluar dan tertawa dengan apa yang dia lihat. Kulihat pria ini juga membawa 2 buah ponsel, dan salah 1 ponsel itu kukenal, itu milik Maya. Aku tahu itu dari softcase nya.
“Hehehehe enak dek, Maya??” ucap pria kekar sambil berjongkok dan meremas payudara istriku.
“Iyaaaaa!! Aaaaaaahhh!! Aaaaahhhhh!!” desah Maya dengan kondisi payudara naik turun dan diremas-remas.
“Kalau mau lebih enak, nih, telpon suamimu, bilang kamu malam pulangnya nanti,”
“Nnggghhh aaahhhh, ga bisaaa maasss, nngghhhh, nanti dicariin oooooohhh!!”
“Oh, ya udah, hehehe.”
Sekarang payudara Maya dicucup pria kekar ini sambil digenjot oleh pria kurus dibawahnya. Mulut Maya terus meracau nikmat dan dari sikapnya, sepertinya istriku akan orgasme lagi.
“OOOOOOHHH!! MASS!! MAAAUU!!!” Maya melolong.
Tapi pria kurus mengangkat tubuh istriku hingga penisnya tidak lagi menyodok memeknya, pria kurus lalu berdiri dan tertawa bersama pria kekar.
Sementara istriku merangkak dan memelas wajahnya.
“Maassssss!!!”
“Apa? Mau dientot??” tanya pria kurus.
“Iyaaa maass!! Maauuuuu!!! Maya mauuu!” Maya merengek.
Pria kurus ini meminta Maya menungging di depannya dan pria kurus kembali menyodok memek istriku. Maya mengejang nikmat dan terlihat senang memeknya di pompa lagi.
“OOOHHH!! MMMHHH!! ENAAAAKK!! MAAYAAA SUKAAAAA!!!”
Sedangkan pria kekar berjongkok di depan istriku, melihat wajah istriku yang sepertinya mau orgaseme, dia segera memberi tanda kepada pria kurus untuk berhenti menggenjotnya dan mengeluarkan kontolnya dari memek Maya.
“Maaaassssssss!!” alhasil Maya lagi-lagi merengek karena gagal orgasme.
“Hahahahahahahaha!!” pria kurus dan kekar ini tertawa melihat Maya yang merengek.
Istriku tanpa disuruh merangkak dan menggenggam penis mereka, dia kulum secara bergantian dan terus memelas wajahnya untuk ke 2 pejantan ini.
“Masss, ayoooo ngentooot, Maya mau dientooot,” ucap Istriku meminta.
“Tapi sampai malam, oke?” pria kekar menggoyangkan hp istriku.
“Mau dientot tidak? Hahahaha!” pria kurus menepuk-nepuk kontolnya diwajah istriku.
Istriku terlihat bimbang, dia seperti berpikir. Sementara 2 pria ini terus merangsangnya dengan gerayangan tangan dan kontol. Sampai akhirnya istriku menjawab dengan mata yang berair.
“Iyaaa....”
“Apa??”
“Iyaaa! Mayaa mau! Iyaaa, maaas!!” ucap istriku sambil menangis manja.Mereka berdua tertawa karena akhirnya mereka berhasil memanipulasi istriku agar mau menurut dengan permintaan mereka. Dan aku terdiam menyaksikan ini.
“Kau sampai menangis hanya untuk kontol, Maya....” batinku.
Aku sudah beberapa kali tak menyangka apabila didalam situasi seperti ini, dan ini sudah kesekian kalinya aku tak menyangka melihat tingkah Maya.
Dia sampai menangis seperti itu agar mau disetubuhi dan maya menurutipermintaan mereka.
“Kalau begitu sini, kamu telpon suamimu sambil ngentot,” ucap pria 0kekar sambil berbaring.
“Iyaaaaa,” dan lihat, Maya terlihat senang dan berhenti menangis.
Maya dengan sendirinya mengangkang dan memasukkan kontol pria kekar itu ke dalam memeknya.
“OOOOOOHHHH!!” Maya melenguh dan memejamkan mata saat kontol itu berada didalam memek.
“Mau minum obat kuat dulu, lonte langka ini, enak memeknya!” ucap pria kurus dan masuk ke dalam rumah.
“Cepat telepon suamimu.”
Maya menerima ponselnya itu dan pria kekar mulai menggenjotnya.
Maya kesusahan menekan ponselnya itu disaat memeknya digenjot.
“Nnnnghhh!! Maaaasss!! Pelan-pelaaan, Maya susah nelpoon,” ucap istriku manja.
“Hehehe yaudah-yaudah.”
Pria kekar ini berhenti menggenjot dan akhirnya Maya bisa tenang, sambil menunggu telepon diangkat, tangan kiri Maya memainkan puting kanan pria kekar sehingga pria kekar ini tertawa dan juga memainkan puting payudara istriku.
Dan akhirnya terjadi.
Ponselku bergetar didalam saku celana dan aku memandang istriku sejenak. Aku menghela nafas dan mencari posisi aman agar suaraku tak kedengaran oleh mereka.
Sebelum mengangkatnya aku menyalakan rokok dulu sejenak, setelah 2 isapan baru aku mengangkat telepon istriku.
“Paaa!” ucap Maya ditelepon ini.
“Iya, ma. Ada apa?”
“Mama kayaknya sampai malam deh pulangnya.”
“Loh? Kok sampai malam?” ucapku dengan nada pura-pura tak tahu.
“Ini, soalnya mama diajak ke rumah saudara ibu-ibu yang belanja sama mama.”
“Oh gitu.”
“Aaaaahhhhh!!” Maya mendadak mendesah keras.
Aku juga kaget mendengar itu dan melihat apa yang terjadi dikejauhan.
Kulihat Maya menelpon dengan payudara dilahap pria kekar itu, sepertinya tadi putingnya digigit atau dijilat sehingga dia tanpa sadar mendesah.
“Kenapa, ma? Kenapa suaranya kayak gitu?” aku berpura-pura kaget saja.
“I-Itu, pa! Tadi mama dipijit! Nggak sengaja!” ucap Maya sambil menjewer telinga pria kekar yang menyusu payudaranya.
“Oh, kirain.”
Maya terus berbicara seolah tidak ada apa-apa, meski aku tahu dia menelepon dengan posisi memek ditusuk kontol dan payudara yang terus-menerus dihisap oleh pria kekar.
“Kalau begitu udah dulu ya, pa, nanti mama langsung pulang kalau udah selesai.”
“Iya-iya.”
Hubungan telepon terputus dan aku melihat Maya cemberut kepada pria kekar yang masih asyik menyusu payudaranya.
“Mass, ga sabar amat sih! Hampir saja tadi!!”
“Hehehehe, susumu bikin gemas soalnya, siapa suruh susumu bergoyang-goyang gini?”
“Hmm,” Maya tersenyum dan memeluk pria kekar itu, “Lanjut ya, mass.”
“Boleh saja, tapi,” pria kekar menggerayangi pantat istriku, “Kamu harus bertingkah seperti istri hehehe.”
Istriku tersenyum, dia lepas pelukan itu dan menggoyangkan pinggulnya untuk mengulek kontol yang ada didalam memeknya itu.
“Iyaa, aku istrimu, mas.”
“Kok mas? Papa dong, hehe. Kayak kamu manggil suamimu.”
“Hihihi, iya, pa.”
“Papa haus nih, ma.”
“Papa haus?” Maya lalu menyodorkan payudaranya ke mulut pria kekar ini, “Nih, susu mama.”
“Hehehe istri pinter,” langsung saja pria kekar ini melahap payudara istriku.
“Ohhhhh mmmhhhhh!!! Enaak, paa???”
“Hmmmmh!! Puaaah! Enak dong, susu istriku enak sekali hehehe!!”
“ Nih masih ada,” Maya menyodorkan payudaranya yang 1lagi.
Tentu saja pria kekar itu tidak menyia-nyiakannya. Dilahapnya payudara Maya, dan istriku juga turut membantu mengurut payudaranya sendiri untuk memperlancar air susu yang dia miliki di payudaranya.
“Ouhhh sssshhhhh, mmmhh minum yang banyaaak, paaa, nnnghhhhhh,” desah Maya.
Pria kekar ini berhenti menyusui, lidahnya menjilat sejenak puting payudara Maya sehingga penuh liurnya, setelah itu ia memainkan puting istriku dengan tangan dan 1 nya lagi dia jilat-jilat.
“Habis minum susu mama, kayaknya papa bakal semangat ngentotnya.”
“Hihihihihi.”
Pria kekar itu kembali berbaring dengan tangan memegang dan meremas-remas payudara Maya, lalu Maya memegang tangan pria kekar yang meremas payudaranya, dan Maya mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya.
“Ma, papa pengen punya anak nih hehehe.”
Maya tersenyum dan menggigit bibirnya dengan kerlingan yang menggoda.
“Anak?”
“Iya, papa hamilin mama ya?”
“Hihihi iyaa, hamilin mama, pa.”
“Oke!!”
Pria kekar itu memegang pinggul istriku, tanpa basa-basi lagi dia langssung menggenjot memek Maya dengan sekuat tenaga.
“AAAAAHHHH!! AAAHHHH!!”
“Oohh!! Enak sekali memekmu!! Uuhh!!”
“AAAHHHHH KONTOOLL PAPAAA BESAARRR!! MAMAAA SUKAAAAA!!”
“Papaaa keluarin di dalam ya, maa?? Biar mama hamill!! Ooohhh!!!”
“IYAAAAAA!! HAMILIN MAMAAA!! AAAAHHH AAAAAAHHH!!”
Persetubuhan mereka benar-benar gila, pria kekar itu akhirnya unjuk gigi, bisa secepat itu dia memompa vagina istriku meski istriku di atasnya. Maya tak henti-hentinya mendesah keras, bulir-bulit keringat kembali membasahi tubuhnya dan payudaranya itu turun naik-turun naik begitu luar biasa.
Lagi-lagi aku mendapatkan ponselku bergetar disaku celana dan ternyata
Frieska meneleponku. Kumatikan teleponnya dan kukirim pesan singkat untuk menanyakan apa keperluannya.
Pesan itu dibalas dengan cepat.
Ternyata Frieska menyuruhku segera pulang karena susu Dimas sudah habis, termasuk susu ASI cadangan milik Maya yang biasa ada di kulkas. Dan Frieska mengatakan ini sudah hampir jam 5 sore.
Aku lalu menyiyakan dan segera ingin membeli susu untuk Dimas, terpaksa aku meninggalkan ‘Sumber Makanan’ Dimas karena sumbernya itu lagi asyik bersetubuh dengan pria lain.
“Hahahaha! Mama Papa?” Pria kurus sudah datang dan tertawa terbahak-bahak dengan lakon suami istri yang dilakukan pria kekar dengan istriku itu.
“Bacot! Ma! Buka mulutnya! Hisap kontol teman papa!” ucap pria kekar.Sekarang Maya mengulum penis pria kurus dalam kondisi vagina di pompa pria kekar. Dengan berat hati aku meninggalkan istriku yang sudah merendahkan dirinya menjadi sekelas wanita pelacur, karena ada yang jauh lebih membutuhkan ku dan menunggu dirumah. Yaitu Dimas.
Tunggu ayah pulang, nak.
Dan untuk kau Maya, bersenang-senanglah kau sekarang.
(BERSAMBUNG)

================

Part 17
Seperginya aku dari tempat istriku menjajakan diri, aku segera bertolak pulang ke rumah, tak lupa juga membeli susu dan mengambil motorku di bengkel. Di rumah aku sudah disambut Frieska yang sedang bermain bersama Dimas di halaman teras rumah. Kami semua masuk ke dalam, dan Frieska mulai memanaskan botol susu Dimas agar steril.
Aku bermain sejenak dengan Dimas dan tak tahu apa yang akan dipikirkan anakku apabila sudah bisa berpikir, kalau ibunya sekarang tak hanya berhubungan badan dengan para tetangga didesa, tapi juga menjadi pelacur untuk pemuas nafsu bagi para pria.
Frieska kulihat tidak mengungkitnya, dia asyik memberi Dimas susu botol yang ia pegang. Lama-kelamaan anakku itu mengantuk, dan tak butuh waktu lama bagi Dimas untuk tidur dalam pangkuan Frieska.
Dengan perlahan dan lemah lembut Frieska mengoper Dimas kepadaku, dan aku mengantar Dimas ke tempat pembaringannya di dalam kamar. Setelah kubaringkan, aku tersenyum dan sedih melihat anakku. Kuusap kepalanya dan berkata dengan suara yang lembut.
“Jangan seperti ayah ya, nak..... kalau sudah besar, jadilah pria yang tegas, jangan seperti ayah.....”
Ingin menangis rasanya aku mengatakan hal tersebut, tapi ku tahan. Aku tidak ingin menangis di depan anakku, meski dia tertidur dan masih kecil. Aku ingin mengajarinya.... sesakit apa pun hati seorang pria, jangan dilampiaskan dengan menangis.
Aku lalu keluar kamar dan menutup pintu. Frieska sudah menunggu dan sepertinya dia memang menunggu waktu ini terjadi.
“Apa istrimu......” Frieska tak melanjutkan, tapi aku tahu maksudnya.
Aku juga tak menjawab. Aku duduk di sofa dan memilih diam saja, dari sikapku ini aku yakin Frieska tahu jawabannya.
“Begitu....” Frieska menunduk dan mengangguk-angguk, dia memandangku lagi, “..... aku mau melakukannya. Sekali saja.”
“Maksudmu?”
“Akan kuberitahu setelah melakukannya.”
Frieska lalu berdiri dan berjalan menghampiri. Dan aku kaget bukan main, saat wanita ini dengan kerasnya meninju wajahku.
“Uuuugghhhhh!!” dan dia mulai kesakitan tangannya saat memukul tadi.
Aku juga kesakitan, tapi tak mungkin juga aku membalas pukulannya.
Aku tahu Frieska ada alasannya, dengan rasa nyeri yang ada aku memandang dirinya.
“Untuk apa?” ucapku.
“Untuk kebodohanmu,” Frieska meringis sejenak, “Kau selalu diam selama istrimu diperlakukan seperti itu! Lihat apa jadinya sekarang?!
Seharusnya kau melakukan sesuatu dari pertama kali kau memergokinya!”
Ah, aku mengerti. Aku paham kenapa dia memukulku, Frieska pasti kesal. Kalau aku menjadi orang lain dan melihat aku yang sekarang ini, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama.
“Uuuhh! Sakit!!” Frieska masih kesakitan untuk tangannya yang digunakan untuk memukul tadi.
“Sini.”
Frieska duduk disebelahku dan aku mengurut tangannya tersebut.
Selama mengurut, maka aku berbicara.
“Terima kasih sudah melakukannya.”
“Aku dari dulu mau melakukannya, hanya saja baru bisa kulakukan,” ucapnya.
“Tidak perlu minta maaf, aku memang pantas mendapatkannya,” aku lalu menepuk pelan tangannya, “Cara meninjumu tadi salah, inilah akibatnya.”
“Aku tak peduli, yang penting aku bisa melakukannya.”
“Terima kasih juga melakukannya setelah Dimas tidur,” aku tersenyum.
“Aku tak ingin Dimas mendengar....atau pun melihat kita seperti ini....”
“Ya....”
Selesai aku mengurut, kedua tangannya lalu menggapai kepalaku.
Frieska membaringkan kepalaku di pahanya dan mengelus kepalaku dengan lembut.
“Ceritakan apa yang terjadi disana,” ucapnya meminta.
“Aku tak tahu harus memulainya dari mana....”
“Kau tahu, hanya saja tak bisa memulainya.”
“Baiklah....”
Aku diam sebentar untuk mencerna semua pengalamanku disaat mengintip Maya tadi. Setelah aku mendapat kalimat yang sesuai untuk permulaan cerita, maka kuceritakan semua dengan apa yang kulihat.
Selesai aku bercerita, aku kembali terdiam. Tak lama aku merasakan setitik demi setitik air menerpa wajahku, aku melihat dan ternyata itu adalah air mata Frieska. Ya, air matanya mengalir meski dia tidak menangis segukan.
Aku hanya diam dan tak tahu kenapa aku tidak bisa bertanya ‘Kau kenapa menangis?’
“Cegah.....”
“Apa?” tanyaku.
Frieska memandangku, wajahnya tanpa ekspresi, meski air matanya mengalir.
“Masih ada sisa rasa sayangmu padanya?” tanyanya lagi.
“Aku....”
“Tegaslah!” Frieska menepuk pipiku, “Kau selalu diam, membiarkannya..... akhirnya dia diterkam oleh nafsunya, yang sudah lama dia kurung karena mencintaimu... tapi sekarang..... dia menjual diri..... dengan rela.... kau tak sadar?”
Aku terus diam dan Frieska melanjutkan ucapannya.
“..... dia sudah menjadi sex maniac.....””
“Fries....”
“Ini sudah bisa dibilang terlambat.... Gio..... sangat terlambat karena kau diam selama ini..... kalau kau mau menyalahkan istrimu karena perbuatannya, apa kau tak introspeksi diri? Kau seharusnya tahu kalau yang kau lakukan ini juga salah!”
“Fries....”
“Seharusnya dari awal! Kau menahan dirimu untuk tidak melakukannya karena rasa sayangmu padanya! Tapi rasa sayangmu itu juga yang menjerumuskan kak Maya!! Kau tak sadar hal itu!!”
Akhirnya Frieska menangis segukan, dia menyeka matanya dan dari tangisannya..... dia benar-benar sedih sekali...... entah kenapa..... aku juga merasakan hal yang sama, tapi aku tak bisa menangis.... aku tak tahu..... melihat Frieska seperti ini, bisa menjadi pengganti diriku untuk menangis. “Kasihan dia....” Frieskaterisak, “Kalau kau sudah melalukannya dari awal, dia akan menyesal, dia akan mengurung lagi nafsu itu karena cintanya padamu..... penyesalan dan rasa bersalah wanita itu begitu kuat menekan mental hingga menjadi penyokong hidup kami..... agar kami tak mengulangi kesalahan serta perbuatan yang sama.... tapi kau diam.... selalu diam..... hingga nafsunya merajalela memangsa dirinya....”
Aku termangu. Aku memikirkan kata-kata Frieska.
Sepertinya itu benar.... andai saja dulu aku berbicara kepada Maya dengan kecurigaanku pertama kali, tentu hal ini bisa dicegah. Kalau Maya berusaha mengelak, aku bisa menekannya dengan sikapku yang tegas, agar dia mengakui..... dan menyesali perbuatannya, disitu mungkin aku masih bisa memaafkannya.
Tapi sikapku itu tidak ada pada waktu itu.
Aku membiarkannya, terlarut berhari-hari memikirkan cara pencegahannya.
Suami macam apa aku ini!!
Perbuatan Maya memang salah, tapi aku juga salah!!! Benar kata Frieska, ini semua karena rasa sayangku kepadanya yang tak ingin melihat dia bersedih dan merasa bersalah padaku.... seharusnya aku tidak melakukan itu, hingga aku sendiri yang ‘Menciptakan’ istriku seperti itu karena rasa sayangku kepadanya.
Lama aku terdiam dan Frieska juga sudah tidak menangis lagi. Aku memandangnya dan berbicara.
“Kau begitu peduli kepadanya.....”
Frieska masih diam, dia lalu memandangku dan berucap.
“Sedikit...... yang lebih kupedulikan adalah anak kalian.....” Frieska terisak sejenak, “Kau tak kasihan melihat anakmu memiliki ibu yang terus-terusan seperti itu?”
“Aku.....”
“Bayangkan jika Dimas mengetahuinya, sesakit apa dirinya nanti, semalu apa dia nanti.... bahkan rasa sakitmu....” Frieska menekan dadaku dengan telunjuknya, “....tak sebanding dengan rasa sakit yang akan Dimas rasakan. Dia juga akan membencimu, karena kau.... kau membiarkan ibunya seperti itu..... apa kau mau Dimas menjadi sosok anak yang membenci dan malu mempunyai orang tua seperti kalian?”
“Aku....” dan aku lagi-lagi tidak tahu harus berkata apa, karena apa yang ditakutkan Frieska ada benarnya.
“Gio....masih ada rasa sayangmu padanya?”
Aku memikirkan sejenak, dan begitu lemah menjawab.
“Jujur saja.... ada.... tapi..... tidak seperti dulu....”
“Tidak apa, itu sudah cukup. Sekarang kau gunakan sisa rasa sayangmu itu untuk menyelamatkannya, semampumu.....”
Frieska mengelus kepalaku lagi dan berucap.
“Cegah dia apabila dia hendak pergi menjajakan tubuhnya lagi..... cegah juga orang-orang yang sekiranya kesini dan berniat mencicipi tubuhnya.... cegah semampumu, dan berikan kak Maya perhatian.... terus menerus.....dengan sisa kasih sayangmu padanya.....”
“Apa itu..... bisa menghentikannya?”
“Jujur saja tidak,” Frieska menggeleng, “Ini sudah terlambat, Gio..... sudah sangat terlambat, aku tak tahu cara menekan pengidap mental yang mengalami nafsu tinggi seperti itu..... dan kuharap..... rencanamu itu bisa menghentikannya.....”
Aku terdiam dan terus memandang Frieska.
“Walau aku tak tahu apa rencanamu..... tapi setidaknya, lakukan apa yang bisa sekarang ini sebelum rencana itu dimulai.....”
Mendengar itu membuatku merenung sejenak. Aku memikirkan semua ini, perilaku Maya, masa depan anakku, rencanaku, dan..... memikirkan wanita yang memangku kepalaku sekarang ini.
“Aku heran....” ucapku.
“Heran?” Frieska memandangku.
Aku lalu beranjak dan duduk di sampingnya. Tanpa menoleh kepadanya maka aku berucap.
“Kau selalu berkata kalau kau mencintaiku, mencintai aku yang sudah mempunyai anak dan istri ini..... tapi kau peduli kepada kami.... Maya..... Dimas.....” aku lalu memandangnya, “Kenapa kau bisa seperti itu?”
“Jawabannya sudah ada di awal kalimatmu tadi....”
“Tapi sampai segininya?”
“Itu memang tak bisa dibantah, aku tahu ini salah mencintai pria yang sudah berkeluarga.... meski tidak memilikimu.... aku ingin menyayangi apa yang kau sayangi, seperti Dimas.... aku suka anakmu, dia lucu, cepat memahami, aku yakin dia akan menjadi anak cerdas nantinya, lalu..... Kak Maya.... meski bisa dibilang dia penghalangku, tapi dia adalah istrimu, dan aku juga suka dengannya..... dia baik, lembut.... hanya saja kisah pahitnya benar-benar membuatku perih....”
“Benarkah?”
“Rasa suka ku kepada mereka berdua dimulai sejak aku mencintaimu..... aku ingin mengenal orang yang paling dekat dengan mu, yang paling kau sayangi......” Frieska memandangku, “Walau aku masih bingung kenapa aku bisa begitu jatuh cinta kepada pria bodoh dan tolol sepertimu.”
“Terima kasih sudah memaki dan memukulku,” aku tersenyum kecil dan menunduk, “Aku benar-benar membutuhkannya.”
“Sama-sama.....” Frieska menyeka sejenak bekas air matanya, “Mungkinada baiknya kalau aku sesekali menginap disini.”
“Kenapa?” alisku mengkerut.
“Kamu selalu bilang kalau istrimu sering bermain belakang disaat subuh bukan?”
“Lalu?”
“Aku biasa bangun sepagi itu, dan aku rasa, dengan adanya aku disini, mungkin bisa mencegah dirinya di jam tersebut, apabila kau masih tertidur pulas.”
“Tapi kan....”
“Aku sudah bilang, aku suka kak Maya,” Frieska memandangku, “Bisa dibilang aku juga sayang padanya. Kamu pikir aku akan diam saja melihat dia seperti itu?”
“Benarkah?” alisku mengkerut, “Kau menyayanginya?”
“Selama ini bersamanya dan mengobrol bersamanya, aku merasa klop dengannya.”
“Kau.....”
“Apa?”
Aku tidak membalas..... aneh, itu yang bisa kukatakan. Wanita ini bilang dia menyukaiku, namun dia juga menyayangi apa yang kusayangi. Terutama Maya, istriku yang bisa dibilang penghalang bagi dirinya, tapi kenapa dia.... ah!
Pikiran wanita 1 ini memang sulit ditebak.
“Tidak....” aku menutup mata, “Tidak ada.”
“Jadi, bagaimana menurutmu?”
“Soal menginap itu?”
“Ya?”
“Aku mau saja, karena itu bisa dibilang membantuku. Hanya saja bagaimana kau menjelaskan kepada orang tuamu kalau kau menginap disini?”
“Gampang, bilang aja nginep di rumah temen.”
‘Lalu teman mana yang bisa kau jadikan alasan itu?”
Frieska terdiam, karena bisa dibilang wanita ini tak punya 1 teman pun di daerah ini.
“Tentu saja orang tuamu akan curiga bukan?” aku menghela nafas.
“Kalau begitu tinggal jujur aja kalau aku menginap di rumahmu kepada mereka.”
“Akan runyam, itu hanya akan menjadi kabar gembira bagi ayahmu,” ucapku mengingatkan, karena ayahnya Frieska sampai sekarang masih ingin aku menjadi menantunya, tentu saja itu akan menjadi ‘Kabar gembira’ bagi ayahnya jika tahu anaknya ini menginap dirumahku.
“Haaaah, jadi ribet begini....” Frieska mengeluh dan memandangku,
“Jangan meminta jatah dulu, tadi pagi kan sudah.”
“Apa aku terlihat sedang menginginkannya sekarang?” ucapku menggerutu.
“Mukamu sih.”
“Kenapa?”
“Mesum.”
“Haaaaah,” aku menghela nafas dan Frieska tertawa kecil.
Suara ketukan pintu menarik menyita perhatian kami. Aku keluar dan berharap itu adalah istriku meski tidak mungkin, yaah, memang tidak mungkin, karena yang mengetuk pintu adalah salah 1 ibu-ibu yang bertugas memasak seperti istriku untuk festival desa nanti.
“Oh, udah tidur dek Mayanya?”
“Iya,” ucapku tersenyum untuk alasan fiktif itu dan supaya lebih meyakinkan maka aku melanjutkan, “Mau saya bangunin?”
“Tidak usah,” ibu ini tertawa dan menyerahkan rantang, “Cuma mau ngasih ini.”
“Ini apa, bu?”
“Ini masakan ibu dari resep yang diberikan dek Maya sama ibu, makanan kota gitu. Bapak sama anak-anak ibu menyukainya dan lahap memakannya tadi, masih ada lebih, jadi ibu mau memberi ini kepada dek Maya.”
“Wah, repot-repot amat, bu,” aku tertawa saja untuk obrolan ini.
“Tidak apa,” ibu ini juga tertawa, “Kan dek Maya yang ngasih resepnya.”
“Terima kasih, bu. Nanti saya sampaikan ke Maya,” aku tersenyum.
“Sama-sama. Kalau begitu ibu pamit dulu ya? Mau ke rumah bu Sarjono dulu ambil pisang untuk digoreng besok hehehe.”
“Oh, mari saya antar, bu,” tawarku, basa-basi saja, aku tahu ibu ini pasti akan menolak.
“Tak usah, kan deket,” ucapnya tertawa, tuh kan.
Setelah ibu itu pergi maka aku masuk ke dalam dan menjelaskan siapa dan apa keperluan ibu tadi kesini kepada Frieska.
“Sepertinya enak,” Frieska memandang makanan di dalam rantang itu.
“Makanlah, banyak gitu siapa yang mau ngabisin?”
“Tawaran yang sulit ditolak,” Frieska tersenyum manis dan memandangku, “Lagian tidak ada yang bisa dimakan disini.”
“Maaf, aku lupa,” ucapku, karena tadi aku memang lupa membeli makanan untuk makan malam diriku dan wanita ini dirumah.
“Simpan juga untuk kak Maya.”
Memang kulakukan. Kusisihkan makanan ini untuk Maya dan sisanya untuk kami makan berdua. Ternyata benar kata ibu itu, makanan ini enak banget! Aku sampai lupa bernafas memakannya. Kulihat Frieska di depanku sepertinya juga nikmat menikmati makanan ini, dan aku suka melihatnya.
Karena dia makan dengan wajah tanpa ekspresinya itu, membuatku jadi ingin menebak apa sebenarnya yang dia rasakan untuk makanan itu. Dan..... meski tak penting, dia terlihat sangat cantik dan manis saat makan. Kulihat Frieska akhirnya memandangku saat melahap makanannya.
“Kenapa?” tanyanya setelah selesai mengunyah.
“Tidak,” aku memandang makananku lagi.
Tak ada lagi suaranya habis itu. Aku yang sudah meraup makanan dan mengunyah makanan maka menoleh ke depan, dan aku terdiam. Karena wanita ini ternyata asyik memandangku sambil mengunyah.
“Kenapa?” tanyaku.
“Tidak,” ucapnya cuek.
“Hahaha,” aku tertawa karena sepertinya dia membalas perlakuanku tadi.
“Ga ada yang lucu, jawab pertanyaanku tadi,” ucapnya.
“Aku tadi hanya ingin menerka apa kau menyukai makanan ini,” jawabku, “Tapi sulit, kau benar-benar tidak ada ekspresi bahkan saat makan.”
“Hmm,” dia tersenyum, “Karena makanan atau karena terpesona? Aku kan enak dilihat.”
“Percaya diri sekali kau ini.”
“Kau sendiri yang dulu bilang kalau aku ini cantik,” Frieska tertawa, “Ya, aku menyukainya. Enak.”
“Ga ada ekspresi sama sekali.”
“Memang begini aku dari dulu saat makan. Mau nya gimana? Aku harus terhenyak gitu? Lalu berteriak ala tukang cicip di Instagram ‘Makanan ini luar biasa! Lezatnya tiada tara! Rasanya pengen meninggal!!’ gitu?”
“Aneh membayangkannya,” aku tertawa.
“Ini juga salah 1 yang membuatku menyukai kak Maya,” Frieska menunjuk makanan itu dengan sendoknya.
“Maksudmu?”
“Kak Maya sangat pandai memasak. Bahkan dengan bahan yang minim, aku sering menemaninya saat memasak disini bersama Dimas. Potensi yang dia miliki sangat bermanfaat, tak heran dia diminta menjadi salah satu juru masak untuk desa kalian.”
“Ya....” ucapku dengan senyum tipis.
“Bahkan untuk orang lain, ini kan resep dia dari ibu itu.”
“Hmmm.”
“Hanya saja, seharusnya bakat memasaknya ini yang disukai orang-orang, bukan tubuhnya itu....”
Aku tersenyum lagi dan setuju dengan hal itu. Maya benar-benar jago memasak, itu yang membuatku jarang membeli makanan dari luar. Karena masakan istriku itu benar-benar lezat meski dari bahan masakan yang sedikit.
Dan Maya suka marah saat aku membeli bahan masakan kebanyakan karena mubazir bagi dia (tidak ada yang menghabiskannya setelah dimasak).
“Apa dia sudah makan ya.... dia dari siang tadi perginya.... dan ini sudah mau jam 7 malam....” ucap Frieska dengan nada suara cemas.
Mendengar itu membuat perasaan ku kembali kepada istriku, aku juga cemas apa Maya sudah makan.
“Mungkin..... aku akan kesana lagi untuk melihatnya....”
“Kenapa?”
“Aku.... ya..... cemas.....”
“Hmmm,” Frieska tersenyum, “Sialan kamu.”
“Kenapa aku di maki?”
“Karena kau membuatku cemburu,” dia menahan tawanya.
“Kau jago sekali membuat suasana menjadi canggung.”
“Biarin. Dan kalau memang kesana..... coba kau melakukan sesuatu seperti yang kau lakukan padaku dulu.”
“Maksudmu?”
“Kau lupa apa yang kau lakukan kepada orang-orang yang mau memperkosaku?”
“Oh....”
“Seharusnya itu juga yang kau lakukan dari awal kepada orang yang memperlakukan istrimu seperti itu.”
“Makanlah....” aku menghela nafas.
Setelah makan, aku segera berbenah untuk melakukan niatku tadi, Frieska juga tak keberatan menjaga rumahku dan Dimas. Sebelum aku keluar menuju pintu, dia menghalangiku di depan.
“Kenapa?” ucapku.
“Menolongmu.”
“Kau malah menghalangiku.”
“Bukan menolongmu dari itu.”
“Lalu?”
“Menolongmu dari nafsumu.”
“Maksud?”
Tanpa banyak bicara tiba-tiba wanita ini mendorongku sehingga aku kaget dan terduduk di sofa. Setelah itu dia berlutut di depan selangkanganku dan mau membuka pengait celanaku.
“Eh! Kau mau apa?” ucapku sambil menahan pengait celanaku yang mau dibuka Frieska.
“Agar kau bisa menjaga nafsumu disana. Aku takut apabila istrimu masih melakukannya, kau malah bernafsu melihat hal itu.”
“Apa?”
“Sekalian, gara-gara kau membuatku cemburu!”
Akhirnya pertahananku runtuh karena tanganku yang menahan pengait dicubitnya dengan kuku jarinya. Dan itu dijadikannya kesempatan membuka ristleting celanaku dan mengeluarkan ‘Rambo’ dari celana.
“Shiiiiiiit!!!!” batinku.
Tentu saja aku membatin seperti itu karena Frieska langsung mengecup dan menjilat kontolku agar menjadi tegang maksimal. Bisa kulihat dia menjilat-jilat kontolku layaknya menjilat eskrim dengan lidah merah muda nya itu.
Alhasil kontolku mengacung keras dan berdiri tegak layaknya prajurit medan perang. Frieska memandangku dengan lidah masih menjilat-jilat batang kontolku.
“Shiiiittttt!!” lagi-lagi aku membatin.
Karena setelah melihatku, wanita ini langsung melahap kontolku dan menghisapnya. Bisa kurasakan udara hisapan dan air liurnya membasahi kontolku ini. Kepalanya naik turun dan sebelah tangannya juga setia mengocok kontolku seadanya selagi dia menyepong.
Ini benar-benar nikmat! Apalagi yang mau didustakan dari kenikmatan ini?? Aku memegang kepalanya dan kepalaku menadah keatas untuk penghormatan akan rasa nikmat yang diterima diriku dan juga kontolku.
“Ouuhh!! Ya terus, Mpris! Teruss!!” ucapku.
“Mmmmhhhh!!” dan suada desahan Frieska saat menyepong membalasnya.
Wanita ini terus menghisap kontolku, begitu nikmat..... Begitu lezat, dengan dipadukan gerakan lidah dan campuran bumbu air ludah, maka Blow Job ini menjadi sedap disantap. Asyik menikmati sepongan ini, tiba-tiba Frieskamelepaskan sepongannya dan mengocok kontolku, sehingga aku menoleh ke
bawah.
“Mpris,” ucapku karena kecewa dia berhenti menyepong.
“Berani-beraninya membuatku cemburu!!” dia melotot kepadaku, sambil mengocok penisku.
Emang aneh nih anak, tapi mau bagaimana lagi, sepertinya aku harus mengikuti alurnya saja.
“Iya-iya, sorry. Tolong lanjutkan!”
“Awas aja kalau kamu coli melihat istrimu kalau dia masih bersetubuh dengan orang-orang itu! Itu sama saja kamu mendukung kelakuannya!
Ngerti??!!” lanjutnya lagi.
“Iya-iya! Isep lagi! Please!” ucapku meminta.
“Ga!”
“Oke! Oke! Aku tidak akan coli melihat Maya kalau dia masih ngentot nanti disana!”
“Apalagi??!!”
“Shiiit, isep lagi! Oh bukan! Bukan! Maaf, membuatku kau cemburu!” ucapku kacau karena keenakan dikocok seperti ini.
“Masih sangsi kalau aku mencintaimu??!!” Frieska melotot dan semakin cepat mengocok penisku.
“Tidak! Tidak!!”
“Masih meragukannya??!!”
“Tidak! Tidak! Tidak!”
“Hmmm,” dia tersenyum manis.
“Please....” ucapku memohon, sialan, situasi ini benar-benar membuatku mudah dimanipulasi olehnya.
“Iya, sayang,” Frieska mencium kepala kontolku dan kembali mengulumnya.
“SHIIIIIIIIITTT!!” dan udah kesekian kalinya aku membatin nikmat seperti ini.
Aku kembali menadahkan kepalaku keatas, memegang kepalaku sendiri dan meremas-remas rambutku. Sial! Ini benar-benar nikmat!
Bisa kurasakan bibir indahnya yang basah itu memompa dan menghisap kontolku naik turun.
Bisa kurasakan lidahnya juga bermain didalam untuk menjilat kontolku.
Bisa kurasakan juga kalau mulutnya banjir air liur untuk menggenangi kontolku.
Ibarat tembok Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan juga Jerman
Timur yang akhirnya runtuh, begitu juga dengan pertahanan pada kontolku.
Sepertinya dia juga mau runtuh dengan hisapan mulut yang patut diacungi jempol! Jempol gajah sekalian biar afdol!!
“Mpris! Mpris! Udah mau!!” erangku.
“Mmmh!! Mmmmhh!!” bukannya melepas sepongannya, malah makin semangat wanita ini menghisap penisku.
“KFC!!! Jagonya ayaaaaaaam!!” erangku semakin kuat dan entah kenapa aku mengucapkan jingle iklan ayam tepung untuk sensasi ini.
Akhirnya ‘Lahar Putih’ ku meletus didalam mulut Frieska. Frieska lalu berhenti menyepong dan menutup erat celahnya dengan bibirnya, seolah menahan agar pejuku tidak keluar dari mulutnya itu.
“Eemmmmhhh.....” Frieska menutup matanya, seolah menikmati sensasi menyemburnya peju itu dimulutnya.
Aku terengah dalam sisa kenikmatan yang kurasakan, lututku melemas.
Aku menoleh kebawah dan melihat Frieska terpejam dalam diam, dengan mulutnya masih menyepong kontolku.
“SHIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTTT!!” dan batinku lagi-lagi berteriak penuh gairah.
Karena Frieska mulai menyedot kontolku dengan kepala terus naik keatas, setiap batang kontol yang sudah dilewati mulutnya itu terlihat basah dan mengkilau sampai akhirnya hisapan itu berhenti disaat mulutnya itu lepas dari kontolku.
“Ggllllllbbb!!” suara Frieska menelan sesuatu setelah itu.Aku terdiam dan Frieska membersihkan sisa liur dibibirnya dengan jari-jari tangannya.
“Rasanya asin juga ya,” ucapnya selagi membersihkan bibir.
“Kau.... meminum pejuku?”
“Hmm,” dia memandangku dan memencet hidungku, “Ingat yang tadi kubilang??”
“Baiklah baiklah,” aku pasrah saja.
Frieska segera berdiri dan katanya mau minum dulu untuk membilas sisa-sisa asin spermaku yang dia minum, sedangkan aku berdiri untuk membetulkan posisi celanaku. Disaat aku mau pergi, dia kembali menghampiri.
“Jangan terlalu malam. Takutnya nanti aku ketiduran disini.”
“Kuusahakan. Akan kubelikan makan malam yang layak. Tolong jaga rumah dan anakku sebentar.”
“Kutunggu.”
Setelah mengatakan itu maka aku segera keluar dan berpacu dengan sepeda motorku.
÷÷÷÷÷÷
Setelah butuh waktu puluhan menit, akhirnya aku sampai di tempat yang tadi. Warung yang tadi siang kusinggahi sudah tutup dan gelap, ada posisi 0yang sekiranya aman untuk menaruh motorku disitu. Tepat di bagian dalam, sampingnya.
“Jam 7.19....” ucapku melihat jam tangan setelah mengunci stang motor.
Ini berarti sudah hampir 6 jam istriku disini dari siang, itu pun aku tak tahu apakah dia masih disini atau sudah pulang. Entahlah, yang pasti aku harus memastikannya dulu. Aku menyeberang jalan dan untung ini adalah jalanan gang untuk perumahan yang belum jadi, tanpa penerang, bisa dibilang kegelapan malam ini bisa menyembunyikan keberadaanku dalam perjalanan ke sana.
Aku melihat rumah yang menjadi tujuanku, cukup terang di bagiandepan untuk rumah yang baru setengah selesai itu. Di saat mendekati maka aku menjaga langkahku untuk mendekat, dan aku buru-buru bersembunyi karena di teras depan terlihat 2 orang bersantai.
Aku mengintip dari pagar samping dan melihat kalau itu adalah priakekar bersama orang yang dulu pernah menyetubuhi Maya di gudang perkantoran yang sekarang menjadi germonya.
Tapi dimana pria kurus dan juga istriku?
Aku hendak mencari tahu dengan berpindah ke belakang rumah, karena terakhir kali kulihat istriku disitu. Belum sempat berpindah, percakapan mereka berdua menarik perhatianku.
“Udah kubilang, ada harga, ada barang. Jadi, bagaimana barangnya?”
“Memuaskan! Sangat memuaskan!” pria kekar tertawa, “Kau dapat dimana lonte seperti itu? Tak pernah ada lonte super lawar seperti itu di desa ini! Pepeknya, beeeeh!! Nyedot sekali!!”
“Tak sengaja dengan temanku, di dekat pasar yang ada di bioskop itu.
Temanku yang gembrot, tahu kan yang pedagang buah itu? Dia yang memberitahu.”
“Oh! Iya-iya, aku tahu, aku pernah melihatnya di pasar itu, tapi tidak mengenalnya. Terus dia tahu darimana kalau tuh amoy lonte?”
“Dia sewa sama tetangganya yang tua renta itu, aku tak tahu juga kronologi nya bagaimana dia nyewa tuh lonte hehehe. Yang jelas, seksi sekali bukan?”
“Jangan ditanya lagi,” pria kekar tertawa, “Tapi benarkah dia punya suami?”
“Tak tau juga aku, dia ngakunya memang udah bersuami dan menjadi istri.”
“Kalau benar, kacau juga ya tuh betina hahaha. Kok mau-maunya dia jadi lonte padahal udah bersuami?”
“Duit, apalagi? Ahahahahaha!”
“Benar juga,” pria kekar tertawa, “Mungkin suaminya miskin?”
“Bisa jadi, aku penasaran siapa suaminya itu! Semiskin apa dia sampai-sampai istrinya mau menjadi lonte! Hahaha!”
Aku diam saja mendengar itu. Aku tak menyalahkan praduga mereka akibat kelakuan istriku. Orang normal juga pasti akan berpikir seperti itu.
Hanya saja....... ya sudahlah, tak penting juga kuklarifikasii harta benda ku yang mampu membuat mereka jantungan malam ini juga kalau aku mau.
“Tapi kuat juga tuh lonte, udah muncrat berapa kali masih bisa main.
Habis istirahat 30 menit, lalu makan tadi sore saja, dia masih sanggup melayaniku setelahnya,” ucap pria kekar.
Antara lega dan sesak juga mendengarnya.
Aku lega mendengar Maya sudah makan, setidaknya itu bisa membuatku lega karena Maya punya penyakit maag, takut magh nya kumat. Dan sesaknya..... astaga Maya, tak cukupkan perbuatanmu hari ini?
“Aku bahkan ada rencana mau mamakai amoy itu ramai-ramai!”
“Oh ya?” ucap pria kekar.
“Kau lihat sendiri betapa liarnya tuh lonte, kurasa dia sanggup melayani beberapa orang. Aku berencana bersama teman-teman kerjaku nanti mau ngentot dia rame-rame! Hahahahaha!”
“Wah! Ajak-ajak saya juga lah!” ucap pria kekar semangat.
“Oh maaf, khusus orang kantoran! Hahahaha!”
“Hahahaha! Sialan kau!” pria kekar tertawa terbahak-bahak.
Benar. Aku setuju dengan ucapan pria kekar itu. ‘SIALAN KAU!’, apa maksud kau merencanakan hal itu kepada istriku? Tak cukup kau menjualnya seperti ini dan masih ingin meraih nafsu tertinggi dari tubuh istriku sekarang ini!!
Kukeluarkan hp ku sejenak dan mengatur beberap pengaturan dalam kamera ini dulu. Setelah itu kupotret orang itu dari jauh tanpa menggunakan flash. Hasilnya tidak begitu buruk, yang jelas wajahnya tertampang di hp ini.
Dan sekarang...... berarti Maya masih disini? Dengan tiadanya kehadiran pria kurus tadi kurasa istriku masih ngentot dengan pria kurus tersebut.
“Tapi lama juga ya mereka? Padahal lawannya hanya 1 amoy,” ucap pria kekar tiba-tiba.
“Mana cukup sekali Amoy itu di entot hahaha.”
“AAAAAAAAAHHHHH!!!!!!” dan tiba-tiba ada suara erangan Maya didalam, dan suara erangan itu membuat 2 pria ini tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
Sedangkan aku terdiam. Apa maksud ‘MEREKA’ tadi?? Bukankah Maya sekarang bersama pria kurus saja?
Kalut, maka aku meneruskan niatku. Perlahan demi perlahan aku berjalan menuju tujuanku.
“AAAAAAHHH OOHHHG NNNGHHHHHH!! MAAASSS ENAAAAAAKKK!! OOOHHHHHH!!!”
Suara Maya begitu lantang terdengar dari tempatku. Dan sepertinya suara itu berasal dari kamar yang sebelumnya. Aku panjat pagarnya dahulu dan mengendap-endap mendekati tempat yang kurasa menjadi ruangan birahi istriku.
“OOOUUHHHHHH!!! OOOHHH!!! NNNGGHHHHH!! AAAAHHHH!! AHHHHHHHH!!!” erang Maya begitu menggairah.
“Hehehehehe gimana kontol saya dek? Enak???”
“OOOOHHH IYAAA!! ENAAAAKKK!! TERUUSSSS NNGNNGHHHHH!!!”
“Tapi jangan ribut dong, sumpel ya mulutnya pakai kontol??”
“Oooohhh!!! Oooooohhhhhh! MMMMHHHHJHHHHHHHH!!!”
“Nahh! Gitukan enaak!! Uuuhh enak banget pepekmu amooy! Lonteee!!!”
Aku terdiam. Ternyata inilah ‘MEREKA’ yang dimaksud. Rupanya ada 1 orang lagi yang menyetubuhi istriku bersama pria kurus. Dan pria ini berpostur gendut, sedang menggenjot memek istriku dengan penuh gairah. Sedangkan pria kurus menyumpal mulut istriku dengan kontolnya.
“NNNNGGHHHHHHHHH!!!” Maya mendesah hebat meski mulutnya tersumpal kontol hitam itu, ditambah lagi pria gendut menggenjotnya begitu ganas. Itu bisa dilihat dari payudara istriku yang membal naik turun menerima guncangannya.
“Ooohh!! Mantap! Isep terus, dek!!!” ucap pria kurus sambil meremas-remas payudara kanan istriku.
(BERSAMBUNG)

================

Part 18
Bulir-bulir keringat membasahi seluruh tubuh mereka, meski udara malam ini dingin tapi tampaknya tak berarti bagi adegan panas yang terjadi didalam kamar ini. Gara-gara ini juga aku ngaceng! Sial! Bisa-bisanya aku ereksi melihat ini! 2 pria jelek, 1 tak enak dilihat dan kurus, 1 nya gendut, sedang menyetubuhi wanita yang cantiknya begitu menggoda.
Ingin kukeluarkan kontolku untuk coli namun, “UBBHHHHH!!” aku berusaha menahan suaraku saat memukul kontolku sendiri. Bukan tanpa alasan aku melakukan ini. Di tengah perihnya hati dan perih kontolku ini sehabis kutabok, aku mengingat janjiku kepada Frieska tadi. Dan aku membenarkan kata-katanya, kalau aku coli, maka sama saja aku mendukung perbuatan istriku ini.
Meski dulu aku pernah coli sewaktu Maya disetubuh pria lain, tapi aku tak mau lagi mengulangi kesalahan yang sama. Dan..... SIAL!! Rasanya mau teriak! Sepertinya aku tadi terlalu semangat memukul kontolku sendiri!!
Maafkan aku, kontol! Ini demi memegang janji dan tekad ala pria sejati!!!
Jadi sekarang aku mengintip dengan gaya berlutut, dengan kedua tangan memegang ‘RAMBO’ ku ini karena perih. Pria kurus menarik mundur kontolnya dari mulut istriku dan dia berpindah ke atas, menggoyang-goyangkan, meremas-remas, dan menarik-narik puting istriku ke atas dengan kuat.
“AAAAAHHHH OOOOOOOOOOOHHHH!!!” Maya mendesah dengan mata terpejam diperlakukan seperti itu.
Pinggul Maya tiba-tiba naik dan istriku mengerang keras. Sepertinya dia mengalami orgasme karena suara benturan kontol dan memek itu terdengar begitu becek. Pinggul Maya kembali turun dan terengah-engah, sepertinya benar dia mengalami orgasme.
“Oooooohhhh!!! Mau keluaaaaar!!!” erang pria gendut.Dan pria babi ini sepertinya juga tak tahan meletuskan sperma yang dimilikinya. Dia menekan memek Maya dengan kontolnya itu lebih dalam.
“Uuuhhhh!! Sedaaaappp!!” pria gendut mengerang nikmat.
“Gimana pepeknya, pak?” tanya pria kurus.
“Legit! Hahahaha!!”
Dengan perlahan pria gendut mundur dan ambruk duduk diatas lantai.
Dan aku bisa melihat luberan sperma kental putih keluar dari vagina istriku.
Pria kurus juga tak mau menunggu lebih lama, dia menggantikan posisi pria gendut tadi. Tubuh istriku dibalik sejenak olehnya dan menarik pinggangnya keatas, sehingga posisi Maya sekarang menungging, dan tanpa jijik sedikit pun, pria kurus ini melesatkan kontolnya ke dalam memek Maya.
“OHHHHHHHHHHH!!” Maya mengerang nikmat lagi.
Genjotan demi genjotan pria kurus ini begitu dihormati Maya dengan suara desahannya yang hebat. Bisa kulihat kontol pria kurus ini begitu cepat mengaduk-aduk memek istriku. “AAAAHHH!! OOOHHH!! MAAASSSS!!
OOOHHHHH!! LEBIIIHH KENCEEEENGG!! OOOHHH!!” bahkan Maya merasa belum puas, padahal pria kurus itu sudah kencang menggenjot vaginanya.
Bunyi PLOK! PLOK! PLOK! PLOK! Nan becek itu terus terdengar nikmat, keringat semakin membanjiri tubuh istriku. Dan tak lama kemudian ada suara lagi muncul.
“Wah, masih digenjot rupanya hahahah!”
“Ikutan, tak tahan lagi aku mendengar suaranya!” ucap pria kekar.
Sekarang 2 pria yang diluar tadi juga mau bergabung untuk menyetubuhi istriku. Mereka melepas baju dan tertawa melihat pria kurus yang begitu semangat menggenjot tubuh istriku sehingga badan Maya maju mundur tak karuan mengimbangi sodokannya. Setelah membuka baju dan celana, mereka ikutan bergabung dan mencari posisi didekat istriku yang sedang disodok menungging.
Pria kekar disebelah kiri Maya, dia tertawa dan mengangkat bahu Maya yang sedang menungging itu. Maya dengan inisiatifnya menahan tubuhnya dengan 2 tangannya itu. Sedangkan pria yang satunya mengarahkan kontolnya itu untuk dihisap oleh Maya.
“MMMHMHHHHHH!!!” Maya mendesah redam saat kontol itu mengobok mulutnya.
“Oohhh!! Mantap mulutmu lonteee, uuuhhhhh!!” pria yang dihisap kontolnya begitu menikmatinya dan meremas remas kepala Maya dengan ke dua tangannya.
“Mau ikutan lagi tidak, pak?” tanya pria kekar kepada pria gendut sambil meremas remas payudara istriku dari atas.
“Sabar, baru juga crot,” pria gendut lalu berbaring.
Dari tempatku ini tubuh Maya begitu berguncang hebat, keringat benar-benar membasahi tubuhnya itu. Pria kekar lalu berbaring dibawah payudara istriku yang sedang digenjot. Dicium, disedot, dijilatnya puting payudara Maya secara bergantian. Maya menggeliat hebat dirangsang begitu rupa oleh 3 pejantannya ini. Pria kurus mulai menurunkan ritme genjotannya, tak lama kemudian dia mengeluarkan kontolnya dari memek Maya.
“Nnnnnggghhhhh,” Maya terdengar kecewa apalagi dia menoleh kebelakang sambil menyepong kontol germonya.
Pria kurus ternyata memasukkan ke 3 jarinya ke dalam vagina Maya, istriku kelojotan karena kobokan tangan pria kurus ini begitu cepat mengobok-obok vagina Maya. Pria kekar dan germo nya Maya tertawa melihat tubuh Maya yang tak sanggung menerima kobokan itu. Mereka turun dari ranjang dan menyaksikan aksi mengobok vagina itu bersama pria gendut.
“OOOHHHH MMAAAASSSHHHH!!! MAAAAAUUUUU!!!” erang Maya.
Dan CROOOOOOTTT!! Akhirnya Maya orgasme dan memuntahkan cairan bening yang begitu banyak dari dalam vaginanya.
Tubuh Maya pun tumbang tengkurap akibat orgasme nya itu, kedua kakinya bergetar hebat namun itu adalah sumber tawa bagi 4 pria yang berada didalam kamar itu. Tanpa diberi kesempatan untuk istirahat, pria kuris kembali menarik pinggul istriku ke atas sehingga posisinya kembali menungging.
“OOOOOOOHHHH SSSSSHHHHHH!!” desah Maya saat vaginanya kembali di coblos pria kurus.
“Pepekmu juara, dek!!! Uuhhh!! Lontee anjing!! Enak kali pepekmuuu!!!” erang pria kurus sambil menggenjot memek Maya dan menarik tangan kanan istriku ke belakang.
“OOOHHHH MMM OOHHHH, IYAAA MAASSS, AAAAHHH, AAAHHH AAAHHHHH!!” Maya terus mendesah hebat, aku tak tahu itu disengaja atau memang tenaganya kembali pulih untuk menikmati persetubuhan ini.
Tapi kurasa itu disengaja, Maya yang kukenal selalu membalas budi seseorang dengan baik. Meski ini adalah aksi persetubuhan, karena tadi Maya sudah diberi kesempatan orgasme yang menyenangkan baginya, maka Maya membalasnya dengan memberi desahan yang menyenangkan bagi yang menggenjot tubuhnya.
Bunyi PLOK! PLOK! PLOK! Yang basah becek itu terus terdengar dan pria kurus sepertinya sudah tak tahan lagi dari suara erangannya. Dan benar saja, dia menekan pinggulnya lebih dalam dan berhenti.
“ANJIIIINNG!!” teriaknya.
“NNNNNGHHHHHHHH!!” dan Maya mendesah binal.
Pria gendut, kekar dan germo tertawa melihat reaksi pria kurus yang mungkin lucu dari sudut pandang mereka. Cukup lama pria kurus itu berdiam diri, kurasa dia ingin menumpahkan seluruh air pejunya ke dalam vagina Maya.
Setelah itu dia mendorong keras tubuh Maya sehingga istriku kembali tengkurap dan terengah-engah.
“Memek penyedot air mani!” pria kurus tertawa begitu juga ke 3 pria lainnya.
“Giliranku,” germo Maya lalu menghampiri.
Ditariknya lagi pinggul istriku hanya saja sekarang jauh lebih tinggi, dan tanpa ada perasaan jijik karena vagina Maya masih meluberkan sperma pria kurus, germonya ini langsung menancapkan pusakanya ke vagina Maya.
“OOOOOOOOHHHHHHH!!” Maya mengerang untuk kesekian kalinya.
Aksi persetubuhan kembali terjadi. Germo nya ini juga begitu semangat menggenjot vagina Maya sampai-sampai istriku kesusahan mengimbanginya.
Dari posisi ini payudara Maya berguncang sungguh hebat, yang membuat pria gendut dan pria kekar mendekatinya dan mulai menjilat, menggigit dan menyedot-nyedot puting payudara indah yang dimiliki Maya.
Dirangsang selama masih digenjot membuat Maya mendesah dan mengerang hebat. Kepalanya menggeleng-geleng seolah dia tak bisa menahan gejolak nafsu rangsangan yang Maya terima.
“MAASSS!! MAAYAAAA MAAAUUUUU!!!”
Tubuh istriku kembali bergetar yang membuat germonya berhenti menggenjotnya. Dan bisa terlihat tetesan air bening yang begitu banyak dari area selangkangan yang masih mempertemukan kelamin mereka. Maya rupanya orgasme lagi dan dari ini maka benar sudah, kalau Maya memiliki nafsu seksual yang sangat tinggi karena sebelumnya saja dia sudah orgasme.
“Ehhhh si lonte ini! Belum apa-apa udah croot dulu!” ucap si germo sambil menampar keras pantat Maya.
“Mas..... istirahat ya.....” pinta Maya dengan suara lemah.
“Enak saja!”
Dengan kasarnya germonya ini mendorong tubuh istriku di atas kasur, lalu dengan sigap meminta bantuan 2 pria lainnya maka posisi Maya diubah untuk missionary. Benar-benar tak diberinya waktu untuk istirahat istriku, dia kembali melesatkan penisnya dan menggunjang tubuh Maya dengan sodokannya.
“AAAAAHHH AAAHHHH OUUUHHH AAAAHHHH!!”
Lalu pria kekar dan pria gendut kembali mencucup payudara istriku dengan nikmat, sedangkan istriku tampak pasrah dan menikmati saja rangsangan yang ia terima pada tubuhnya.
“OOOHHH!! ANJING!! MAU KELUAAAAR!!” germonya tiba-tiba berteriak.
Dan teriakannya itu sama seperti pria kurus sebelumnya yang mengundang tawa bagi yang lain. Pria germo itu menarik penisnya keluar dan semakin bertambah sperma yang menggenangi vagina istriku.
Setelah itu tanpa perlu berlama-lama ada penis lain lagi yang menyumpal vagina istriku, yaitu pria kekar dan begitu kasar menggenjot-genjot vagina Maya.
“OUUUHHH OOHHHHHHH MAAAAASSS!! AAAAAHHHH!!!” teriak Maya mendesah.
“YA! ITU BARU NAMANYA LONTEE! HAHAHAHA!!” pria kekar tertawa terbahak-bahak.
Setelah itu aku tak mau melihatnya lagi. Aku berbalik badan dan bersandar pada dinding. Aku mengeluarkan hp ku dan melihat galeri fotoku.
Dan yang kulihat adalah foto-foto Maya sebelum kepindahan kami ke desa ini dan sebelum masalah ini terjadi.
Kupandangi fotonya dalam-dalam dan aku tersenyum. Itulah istriku sebelum ini semua terjadi. Soal penampilannya yang selalu tampil seksi bukan menjadi pikiranku. Karena meski begitu, dia ini adalah wanita yang cukup dewasa dan lugu di masanya.
Dia begitu cantik, manis, baik, ramah dan sangat menyayangi keluarga, terutama anak kami. Itulah sosok istriku yang dulu, periang dan selalu menghangatkan suasana bilamana kami bersama. Bukan sosok yang selalu berbohong, murahan, dan menghangatkan suasana dengan tubuhnya itu.
Tapi.... Sosoknya yang dahulu itulah yang membuatku tak tega melihat dia menangis. Selama kami berkenalan sampai di detik ini, aku melihatnya menangis selama 4 kali.
Yang pertama, disaat dia mengungkapkan pada diriku kalau dia sudah tidak perawan. Dan dengan berat hati mengungkapkan tragedi pada dirinya yang diperkosa oleh 8 anggota geng motor gara-gara mantan pacarnya.
Yang kedua, disaat kami selesai menikah. Setelah melakukan acara pernikahan dan bersiap untuk melakukan resepsi, didalam kamar dia menangis sambil memelukku. Sebuah tangisan bahagia karena dia bahagia telah menjadi istriku dan bahagia mempunyai suami yang ia cintai.
Yang ketiga, disaat Maya melahirkan Dimas. Tangisannya begitu pecah dan bahagia bukan main karena akhirnya dia telah menjadi seorang ibu, karena Maya sedari dulu ingin mempunyai anak denganku.
Dan ke empat.... Yang ini tak penting sebenarnya, karena dia menangis gara-gara menonton drama Korea di DVD sampai-sampai kamar kami (rumah kami di Jakarta) penuh sampah tisu gara-gara air mata dan ingusnya itu saat menangis. Aku juga hampir menangis menontonnya, tapi hampir menangis gara-gara drama itu tidak menampilkan subtitle (teks terjemahan) bahasa Indonesianya, itu dikarenakan Maya fasih dan mengerti bahasa Korea jadi dia tidak butuh subtilte.
Jikalau kami menangis bersama kala itu, tentu saja alasan tangisannya akan berbeda disaat menonton drama Negeri Ginseng tersebut.
Tapi gara-gara itulah aku tak tega melihat dia menangis. Dari sosoknya yang penyayang, baik, ramah, membuatku tak tega melihat dia menangis dan bersumpah tidak akan membuat dia menangis. Gara-gara itu juga masalah ini semakin membesar.
Gara-gara itu aku tak bisa memarahi Maya karena sudah tahu kelakuannya, karena aku tahu dia akan menangis. Seharusnya itu yang kulakukan, tapi karena rasa sayangku kepadanya malah melemahkan diriku sendiri.
Benar kata Frieska.
Kalau saja aku melakukan sesuatu, ini tidak akan terjadi. Kalau saja aku menyingkirkan sejenak rasa tak tegaku karena tak suka melihat dia menangis, semua masalah ini akan sirna.
Tapi itu tidak terjadi. Karena hilangnya ketegasanku.
Karena aku diam, dan seolah membiarkannya.... maka.... bisa dibilang.....
AKU JUGA YANG MENCIPTAKAN SOSOK ISTRIKU MENJADI SEPERTI INI!!!
“Bangsat.....” ucapku pelan, “Kau pria paling tolol di dunia ini, Gio....” batinku untuk memaki diriku sendiri.
Entah sudah berapa menit aku diam disitu sampai akhirnya aku mendengar suara germo Maya bersuara.
“Mandi sana! Bersihkan badanmu!” suruhnya.
Aku kembali mengintip dan ternyata pria gendut yang sudah menggenjotnya, berarti pria kekar tadi sudah selesai menggenjotnya selama aku berpikir sambil memandang foto istriku. Pria gendut itu sepertinya juga sudah klimaks. Dia menarik mundur penisnya dan akhirnya aku melihat betapa basahnya vagina Maya oleh sperma-sperma ke 4 pria tersebut.
Maya kulihat juga tampak letih dan terus terengah-engah karena sedari tadi tubuhnya digenjot untuk hasrat seksual 4 orang ini. Maya dibantu oleh pria kekar dan germonya untuk beranjak.
“Tapi sebelum mandi, bersihkan dulu dong ini,” ucap pria kekar sambil mengocok kontolnya.
Ternyata Maya diminta membersihkan kontol mereka semua dengan mulutnya. Maya yang bisa pasrah hanya bisa menyanggupinya, selagi menunggu giliran, kulihat yang lain menggerayangi tubuh Maya seperti meremas-remas payudaranya dan memainkan vaginanya.
Setelah semua mendapat bagian, barulah Maya dibawa keluar kamar oleh pria kurus. Sepertinya istriku dibawa ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari aksi persetubuhan ini. Sedangkan pria kekar, pria gendut dan si germo bersantai di kamar itu sambil menghisap rokok.
“Ngomong-ngomong, ada yang lupa kayaknya ini,” ucap germo.
“Iya saya tahu, tenang saja,” pria gendut tertawa.
Pria gendut ini meraih celananya dan mengeluarkan sejumlah uang kepada si Germo.
“600 ribu kan?”
“Hahaha, senang berbisnis dengan anda,” ucap pria germo senang sambil menghitung.
“Gimana, saya tak bohong kan?” pria kekar tertawa.
“Iya. Gila tuh lonte, udah cakep, mantap lagi body nya. Wuuuh!” ucap pria gendut, “Gaji saya untuk bulan depan bakalan rela saya kasih untuk ngentot lagi sama tuh betina! Hahahaha!!”
“Gampang itu hahahaha!” si Germo dan si pria kekar tertawa terbahak-bahak.
Aku terdiam saja mendengar pembicaraan yang menyakitkan itu. Kulihat jam dan sudah menunjukkan jam 8 lewat 5 menit. Berarti sudah lebih dari 6 jam Maya disini untuk dientot 4 orang ini.
Aku lalu memilih pulang saja. Diam-diam aku pergi dan segera melangkah dimana aku menaruh motorku. Sesampainya di warung kosong itu aku mau mengeluarkan motorku, tapi aku berhenti disaat ada mobil yang berhenti di depan warung ini.
Ternyata itu adalah supir yang tadi, yang mengantar Maya dan germo nya itu kesini. Gara-gara ini aku tidak bisa keluar dan memilih diam dahulu.
Karena akan aneh kalau aku keluar bagi supir ini. Dia pasti akan berpikir kenapa aku ada disini lagi, setelah tadi siang aku seperti pengunjung yang singgah saja.
Jadi aku memilih diam saja dulu disini sampai dimana supir itu pergi.
“Nah, sudah datang.”
Aku lalu menoleh kearah sumber suara dan melihat si germo tadi datang bersama Maya. Kulihat raut wajah istriku, dia benar-benar tampak lelah bahkan kesusahan berjalan. Maya lalu duduk disalah satu bangku warung ini sementara pria germo berbicara dengan si supir.
“Sebentar, saya mau ambil sisa uangnya dulu.”
Setelah mengatakan itu maka si germo pergi meninggalkan Maya dan si supir ini. Aku lalu melihat si supir yang terus memandang Maya yang letih, siapa juga yang tak betah melihat penampilan istriku yang seksi itu.
Tapi..... kayaknya ada yang lain, raut wajahnya begitu kasihan melihat istriku.
Supir itu lalu membuka pintu belakang dan mengeluarkan sebuah jaket.
Ia lempar jaket itu dan mendarat di pangkuan istriku. Maya tertegun dan memandang si supir.
“Tutup tubuhmu itu, dek. Lagi pula dingin.”
“Oh....” Maya sepertinya tak menyangka, begitu juga aku, “Terima kasih, pak....”
Memang benar karena pakaian Maya agak begitu tipis, aku saja kedinginan dengan cuaca malam ini.
“Saya mendengarnya dari orang itu tadi siang.”
“Ng?”
“Benar adek itu punya suami?”
“Emmm....” Maya terlihat susah menjawab.
Supir itu menghela nafas dan kembali kasihan memandang istriku.
“Jangan lakukan ini, dek.”
“Apa?” Maya tertegun.
“Jangan bekerja seperti ini....” suara si supir begitu iba, “Ingat suamimu..... dia juga pasti mencari nafkah untukmu..... apa dia tahu adek bekerja seperti ini?”
Maya tidak menjawab, kepalanya menunduk.
“Bayangkan kalau dia tahu. Bapak rasa dia akan kecewa dan sakit hati melihatmu..... dan tentu saja yang jauh lebih sakit adalah kau, dek. Kau akan terus merasa bersalah seumur hidup, karena ini.... apa kau tidak memikirkannya? Memikirkan bahtera kalian?”
Maya kulihat hanya diam, kepalanya terus menunduk. Dan raut wajah istriku itu juga sedih. Seperti aku...... entah kenapa rasanya supir ini bisa mewakiliku.
“Bapak hanya bisa menasihati. Kau masih muda, dek. Kau sudah berkeluarga, bersuami.... apakah suamimu memperlakukanmu dengan buruk hingga kau mau-mau saja menjadi seperti ini?”
Maya masih tak menjawab, meski dalam kegelapan yang remang ini. Aku bisa melihat istriku berwajah sedih, bahkan matanya berkaca-kaca.
“Tolong jangan dibahas, pak.....” ucap istriku dengan suara parau.
Supir hanya menghela nafas dan membuka pintu belakang.
“Masuklah. Disini dingin, kau harus menjaga tubuhmu. Maafkan bapak telah lancang menasihatimu.”
“Tidak apa....” Maya menggeleng dan berdiri, “Terima kasih....”
“Bapak lancang mengatakannya, karena bapak tidak menerima uang dari hasil ini.” Ucap si supir.
“Apa?” Maya tertegun.
“Jadi bapak rasa punya hak untuk itu, karena kalau bapak menerima uang hasil dari itu. Bapak memilih diam saja,” bapak itu menoleh, “Demi Tuhan bapak tidak menerima sepersen pun uang dari bisnis ini. Bapak bersedia kesini hanya balas budi bapak saja terhadap pria yang bersamamu tadi. Dan ini pun untuk terakhir kali, bapak menentang keras bisnis ini.”
“O-Oohhhh....”
“Pikirkan masa depanmu, dek,” supir menepuk pelan kepala istriku dan menyuruhnya masuk.
Istriku masuk ke dalam mobil dan supir menutup pintunya. Si supir bersandar di mobil dan merokok. Lalu si germo datang, setelah berbincang mala supir dan germo memasuki mobil, tak lama kemudian mobil itu pun pergi.
Setelah mobil itu pergi. Aku hanya terdiam, air mataku menetes meski aku tidak mengeluarkan isak tangis. Aku seperti ini karena tak menyangka masih ada pria yang memandang istriku dan menghormatinya sebagai wanita.
Setelah selama ini aku melihat orang-orang memandang istriku hanya sebagai pemuas nafsu.
Walau aku tak kenal supir itu, aku berterima kasih kepadanya telah mengatakan itu dari lubuk hatiku yang terdalam.
Dan kurasa..... aku harus melakukan apa yang seharusnya kulakukan dari dulu. Aku tak peduli apa yang terjadi, dan beruntung bagiku karena Maya sudah pergi.
Aku lalu mengikat rambutku yang cukup gondrong ini. Dan berjalan kembali menuju rumah itu, sambil memakai syal untuk menutupi wajahku.
Beruntung juga bagiku karena banyak kayu untuk pembangunan ada disini. Aku memilih balok kayu yang seukuran tanganku dan cukup keras, setelah itu aku melanjutkan perjalananku.
Di depan rumah ini aku melangkah masuk ke dalam. Pintu depan sedikit tertutup dan langsung saja kutendang keras yang mengagetkan ke 3 orang yang ada di dalam sini, yaitu pria kurus, pria kekar dan pria gendut. Mereka bertiga yang asyik makan di ruang tamu ini sangat kaget dan melihatku.
“HEI! SIAPA KAU?!” teriak pria kekar.
Aku tak menjawab, aku masuk dan membanting pintu ini dengan keras untuk menutup. Aku melotot memandang mereka dan berkata.
“Bagus kalian sudah makan. Anggap saja itu makanan terakhir kalian.”
“APA?!!!! KAU SIAPA!! ANJING?!!!!!” teriak pria gendut.
“Aku..... adalah Suami dari wanita yang barusan kalian setubuhi ....” ucapku sinis.
“APAAA??!!!!” mereka bertiga berteriak kaget.
Inilah maksudnya yang beruntung karena Maya sudah pergi. Karena aku tidak mau istriku melihatku seperti ini. Melihatku.... yang kembali menjadi sosok diriku yang dahulu sebelum Maya mengenalku.
÷÷÷÷÷÷÷÷
Sekarang aku dalam perjalanan pulang dan tak lupa membeli makanan yang kujanjikan. Sesampainya dirumah, aku sudah melihat Maya menunggu di teras rumah dan berganti pakaian.
“Papa dari mana aja sih??” ucapnya berdiri dan menghampiriku.
“Dari beli makanan diluar, untuk kita dan juga Frieska. Mama tuh yang lama pulangnya. Sampai ga ada yang masak dirumah.”
“Emmm mama kan....”
“Oh, Frieska mana?” ucapku memotong, karena aku tahu Maya pasti mau berbohong soal kepergiannya tadi.
“Dia didalam, tidur.”
“Tidur?” aku terkejut.
“Iya,” Maya mengangguk.
Aku masuk ke dalam dan memang melihat wanita ini tertidur, bahkan tertidur bersama Dimas di depan TV. Seingatku tadi Dimas berada di dalam kamar. Kuanalisa sejenak, tangan Frieska memegang botol susu.
Ah, sepertinya aku sudah bisa menduga.
Aku rasa tadi Dimas terbangun dan menangis rewel. Sehingga mau tak mau Frieska masuk ke kamarku dan Maya untuk mengambil dan menenangkan jagoan kecilku itu. Dan Frieska menenangkannya sambil menonton acara kartun dan susu botol tersebut. Itu bisa dilihat dari TV yang menyala dengan siaran Cartoon Network dan botol susu yang Frieska pegang.
“Mama kira Frieska udah pulang dan Mama kira, papa juga ada dirumah, pantesan tadi mama ketuk pintunya ga ada yang menjawab. Untung mama ada kunci cadangan.”
“Ya. Dan dia benar-benar melakukan tugasnya.”
“Maksud papa?”
Aku berjalan keluar untuk memasukkan motorku di garasi, dan diikuti Maya. Selama itulah aku memberitahu analisaku dan yang menyebabkan Frieska masih disini dan tertidur disitu.
“Begitu....” Maya tersenyum dan menunduk, lalu dia memandang bagian dalam rumah kami, “Mama jadi merasa ga enak dengannya.”
“Mungkin dengan tambahan gaji bisa membantu,” usulku setelah menutup pintu garasi.
“Hm,” Maya tersenyum memandangku, “Oh iya. Makanan di dalam tudung saji dari mana?”
“Bu Busna tadi kesini. Dia membawa masakan dari resep yang diberikan mama.”
“Oh! Iya-iya, mama dulu pernah memberitahunya hehe.”
“Mama terlihat lelah?” ucapku berpura-pura.
“Iya, emmm, kan tadi....”
“Hahaha,” aku lagi-lagi memotongnya karena tak mau mendengar kebohongannya, “Ya sudah. Oh, ini makanannya.”
“Loh? Kapan papa punya sarung tangan?” tanya istriku saat melihat tanganku berbalut sapu tangan yang sempat kubeli diluar.
“Barusan. Tadi papa beli diluar.”
“Jadi keren,” Maya tertawa dan tertegun, “Itu suara sirine ramai amat, ada kebakaran kali ya.”
“Mungkin,” ucapku, karena suara sirine pemasam kebakaran yang nyaring dikejauhan itu bisa sampai terdengar disini.
Setelah itu kami berdua masuk ke dalam rumah. Dengan perlahan kami berjalan agar tidak membangunkan Frieska dan Dimas yang tertidur di depan TV. Sekarang kami berdua di dapur, Maya menyicip sejenak masakan Bu Busna dan dia tersenyum manis merasakan masakan itu. Sepertinya Maya senang resep yang dia berikan kepada ibu tetangga kami tidak sia-sia. Dan aku terenyuh melihat istriku ini. Aku mendekat dan memeluk dirinya dari belakang.
Maya kaget dan melihat diriku.
“Mama udah makan?” tanyaku.
“Emm, udah,” Maya mengangguk.
“Kalau begitu mama istirahat dulu ya. Papa perhatikan mama benar-benar lelah.”
“Tahu darimana?”
“Kita sudah bersama selama ini, bagaimana mungkin aku tidak tahu kalau istriku ini kelelahan?” aku mengecup pipinya.
Maya terdiam sejenak, lalu dia tersenyum dan mengecup pipiku. Begitu lembut dan aku merindukan kemesraan ini yang lama tak pernah kudapatkan.
Selesai mengecupku, Maya berbicara pelan.
“Oh iya, sayang. Ayah mama tadi menitip uang untuk papa.”
“Uang apa?”
“Ga tau. Katanya sih untuk jajan aja. Jumlahnya 1.800.000, tadi mama cairkan di ATM sana dan....”
Maya terus berbicara mengenai uang itu. Dan aku tahu dia berbohong, itu bukanlah uang dari ayahnya, tapi uang hasil dia menjajakan dirinya tadi.
Tadi aku melihat pria gendut itu membayar germo 600 ribu, dan yang menyetubuhinya adalah 3 orang (tidak termasuk germo), maka jumlahnya pas 1.800.000. bahkan dia membuat alasan supaya aku tidak memastikannya kepada ayah mertuaku itu.
“Ayah bilang ga perlu ditanya soal itu dan.....”
“Iya-iya,” aku memotong ucapannya, “Bilang terima kasih sama ayah nanti ya,” dan mengecup pipinya lagi.
“Iya,” Maya memejamkan mata dan tampak senang dengan perlakuanku.
“Mama tidur gih.”
“Sebentar.”
Maya dengan buru-buru keluar dari dapur dan memasuk kamar kami.
Aku berjalan untuk menyusul dan Maya keluar sambil membawa bantal dan juga selimut.
“Untuk apa?” tanyaku.
“Sssst,” Maya memintaku diam.
Dengan perlahan Maya mendekati Frieska yang tertidur bersama Dimas.
Dengan lemah lembut dan hati-hati dia menaruh bantal dan selimut untuk buah hati kami. Maya tersenyum memandang Dimas dan mencium pipi anak kami yang tertidur.
Setelah itu giliran Frieska. Sama, Maya dengan perlahan dan lemahlembut memasang bantal untuk kepala Frieska, dia juga menyelimuti tubuh Frieska dengan selimut. Dan yang terakhir membuatku terdiam.
Maya mengecup kening Frieska dan mengelus kepala wanita ini, dengan senyum yang ada di bibirnya maka Maya berucap.
“Terima kasih, Frieska. Selamat tidur, besok kakak akan memasak sarapan yang enak untukmu.”
Aku tak bisa berkata apa-apa. Melihat istriku juga memperlakukan Frieska dengan penuh kasih sayang seperti itu. Andai Maya tahu kalau wanita yang ia perlakukan dengan lembut itu sebenarnya menaruh hati padaku dan rela berpura-pura menjadi baby sitter di rumah ini untuk membantu sekedarnya dari masalah rumah tangga yang kuhadapi.
Maya berdiri dan menghampiriku.
“Pa.”
“Hm?”
“Mama punya ide.”
“Apa?”
“Bagaimana kalau kita juga tidur disini? Bersama mereka?”
“Kenapa?”
“Masa kita berdua saja didalam? Lalu Frieska sama Dimas disini?”
“Bawa saja Dimas ke dalam,” usulku.
“Tapi.....” Maya cemberut dan menoleh kearah Frieska dan Dimaa yang
tertidur.
Kurasa aku mengerti. Aku rasa Maya tidak mau memperlakukan Frieska seperti orang luar saja, terlebih meninggalkan anak kami diluar.
“Ya udah. Kita tidur disini,” ucapku.
Maya memandangku dan terlihat senang sambil menangguk-angguk.
Lalu aku meminta Maya menunggu dan aku mengambil bantal dan tilam untuk kami tidur. Setelah perlahan menaruh ke 2 benda ini maka Maya memilih tidur di samping Dimas, dan aku di samping Maya.
Maya mengucapkan selamat tidur dengan lembut kepada anakku. Lalu aku memeluk Maya dan mengarahkannya padaku.
“Gio....”
“Ya?”
Maya memegang pipiku dan wajahnya begitu sendu memandangku, meski dia tersenyum.
“Maya sayang kamu..... percayalah.......”
“Kenapa mengatakannya seperti itu?” aku pura-pura tertawa saja karena aku tahu apa yang tak bisa ia katakan.
“Hanya mengingatkan aja.”
“Akan selalu kuingat,” aku mencium keningnya.
“Iya,” Maya memejamkan matanya dan tersenyum, “Maya sangat sayang sama kamu....”
“Aku tahu,” aku juga tersenyum dan memeluknya erat.
Lalu kami berdua pun tidur dalam keheningan malam rumah kami, yang terlipur dari rasa sepi yang menyayat hati.
÷÷÷÷÷÷÷÷÷
Esok paginya aku merasakan keanehan pada wajahku. Aku merasa ada yang mengetuk-ngetuk wajahku. Aku membuka mata dan kaget bukan main melihat Dimas begitu asyik menabuh-nabuh wajahku dengan tangan mungilnya itu.
“Nah, bangun juga ayahmu,” dan Frieska dibelakangnya tertawa memandangku, setelah itu Frieska menoleh ke belakang, “Kak, udah bangun kak Gio nya.”
“Terima kasih ya, Fries,” suara Maya tertawa di kejauhan.
Aku beranjak dan duduk untuk melihat situasi. Ternyata ini sudah pagi, jam 7 lebih tepatnya. Maya kulihat berada di dapur sedang memasak sesuatu, Frieska disampingku sambil memangku Dimas yang sepertinya belum puas menabuh wajah ayahnya ini.
“Pa, cuci muka gih,” suruh istriku di dapur sambil tersenyum.
“Nanti.”
Maya begitu sibuk memasak, dan ini kujadikan kesempatan untuk berbicara dengan Frieska. Tapi malah dia duluan yang berbicara.
“Kau membuatku cemburu lagi,” ucapnya pelan sambil melotot.
“Apa?”
“Berani-beraninya tidur dengan gaya mesra seperti itu saat aku bangun!”
“Suami istri, hal yang wajar bukan?” ucapku malas.
“Ya. Hebat sekali!”
“Sudahlah.”
“Huh! Dan untunglah kalian berdua terlelap tidur tadi.”
“Maksudmu?”
“Tadi jam 3 subuh aku mendengar suara kasak-kusuk di belakang rumah saat aku tertidur. Aku mengintip dari dalam dan itu bapak-bapak hitam yang dulu pernah kulihat di balai desa.”
“Oh, dia,” ucapku, aku tahu yang dimaksud adalah Pak Bogo.
“Sepertinya dia ya salah 1 orangnya?”
“Ya. Benar dia datang jam segitu?”
“Sudah kubilang aku bangun awal. Dan di jam itu hp istrimu menyala terus di meja itu, kurasa orang itu menghubunginya dari luar. Dan karena tak ada jawaban, maka dia nekat mengetuk pintu.”
“Meminta jatah,” ucapku sinis.
“Benar kan? Ada untungnya aku disini, jadi dari itu bisa mencegah istrimu tidak melayani mereka sepagi itu.”
“Ya.... hanya saja, apa alasanmu nanti sama orang tuamua kalau kau tidur disini?”
“Belum kupikirkan. Dan aku tadi terbangun, malah melihat kau tidur sambil memeluk kak Maya. Hebat sekali kau ya, belum puas membuatku cemburu?” melotot lagi nih anak.
“Malas membahasnya.”
“Dimas! Pukul lagi wajah ayahmu!” suruhnya sambil mengarahkan
Dimas yang masih belum puas menepuk-nepuk wajah ayahnya ini
Frieska memang aneh dan blak-blak an. Dan terkadang ucapannya itu bisa membuat canggung suasana bagiku karena dia tak cocok mengatakan kata ‘Cemburu’ secara gamblang seperti itu. Anehnya, aku sudah terbiasa dengan sikap anak ini dan tak pernah lagi mempermasalahkannya.
Dimas lalu dioper kepadaku dan aku tentu saja mengajaknya bermain.
Sementara Frieska membantu Maya mempersiapkan sarapan untuk disantap bersama di depan TV. Selama mereka bersiap, aku hendak menyalakan TV. Dan kebetulan siaran TV daerah ini yang sedang disiarkan.
Dan di siaran itu memberitakan tentang kebakaran rumah yang begitu hebat dan menyebabkan 3 korban jiwa. Kuganti salurannya di saat Maya mendekat.
“Kebakaran, Pa?” tanyanya.
“Iya.”
“Jangan-jangan itu kali ya suara pemadam kebakaran yang kita dengar tadi malam?”
“Iya kayaknya. Kebakarannya di daerah ini.”
“Dimana ya kebakarannya?”
“Wah ga tau juga papa, keburu papa pindahin tadi channelnya.”
Maya mengangguk saja dan melanjutkan aktifitasnya bersama Frieska. Dimas lalu kuoper kepada Maya karena Maya mau memberinya makan dulu berupa susu. Sementara aku dan Frieska diberi kesempatan untuk sarapan lebih dulu.
“Gio,” panggil Maya.
“Ya?”
“Itu sarung tangan dipake terus dari semalam.”
“Oh iya, lupa dilepas,” aku tertawa saja.
“Cuci muka sekalian, kak,” ucap Frieska dengan mata menyipit memandangku tanpa diketahui Maya.
“Iya, cuci muka sekalian gih,” suruh Maya.
“Iya-iya.”
Aku lalu beranjak dan berjalan menuju kamar mandi. Aku baru teringat soal sarung tangan ini dan alasanku memakainya. Saat kulepas sarung tangan ini, maka bisa terlihat begitu banyak darah mengering menempel di tanganku.
Dan ini bukan darahku.
Ini adalah darah dari 3 orang yang berurusan denganku tadi malam. 3 orang yang keberadaannya tadi disiarkan di TV barusan.
Mereka ber 3 lah yang merupakan 3 korban jiwa yang ikut terbakar dengan rumah itu.
Dan aku tahu apa penyebab rumah itu terbakar.
Itu karena aku yang melakukannya.
Untuk mengaburkan otopsi dengan kematian 3 orang itu. Yang pasti akan mengira mereka tewas karena kebakaran.
Tapi tidak.
Bahkan sebelum kebakaran saja nyawa mereka sudah tidak ada didalam raga mereka. Tengkorak kepala mereka yang hancur akibat hantaman balok kayu bertubi-tubi itu lah jawabannya.
Dan itulah aku.
Itulah sosokku yang dahulu.
Aku sudah bersumpah kemarin kalau orang-orang yang telah menikmati tubuh istriku akan menyadari keberadaanku sebagai suami Maya, otak mereka akan terus mengingat diriku dan akan terus membayangi teror yang akan kuberikan.
Pak Bogo, Pak RT, Pak Bazam? Hm, tinggal menunggu waktu.
Dan rencanaku akan jauh lebih mengerikan disaat temanku yang merupakan pembunuh bayaran datang ke daerahku ini. Yaitu Angga.
Ngomong-ngomong soal Angga, aku belum tahu kabarnya sekarang ini.
Apakah dia sudah lolos dari kejara para polisi Singapura itu atau tidak? Mudah-mudahan dia sudah lolos dan kembali ke negara ini.
Setelah mencuci tanganku dari darah kering para korbanku, maka aku menelepon Angga.
“Angga,” salamku ketika telepon diangkat.
“Gio,” balasnya.
“Dimana kau sekarang?”
“Aku sudah di Indonesia, baru sampai.”
“Bagus! Sekarang kau....”
“Bisa nanti saja kau hubungi aku? Sekarang aku sibuk.”
“Oh, sibuk apa? Suara sirine apa itu?”
“Nanti saja.”
Telepon terputus dan aku bingung. Ah sudahlah, lebih baik aku bergabung untuk sarapan lagi. Aku menghampiri tempat Maya, Dimas dan Frieska sarapan. Dan Maya memindahkan channel TV yang menyiarkan sebuah berita.
Sebuah berita yang menampilkan petugas keamanan dan kepolisian di salah 1 pelabuhan Indonesia sedang mengejar seseorang yang dimana tas nya itu penuh dengan senjata api dan beberapa senjata tajam.
Dan ada rekaman CCTV yang menampilkan sedikit wajah pelakunya yang dimana pelakunya itu dengan santai membuka kopernya untuk diperiksa pihak keamanan pelabuhan.
“Pengedar senjata ya,” duga Frieska sambil mengunyah.
“Iya kayaknya. Tapi kok santai banget dia buka kopernya itu, cuek lagi gayanya,” sahut Maya.
“Bingung juga aku.”
Sedangkan aku terdiam.
Benar-benar terdiam.
Rekaman CCTV yang menampilkan pelakunya itu benar-benar sangat kukenal. Benar-benar sangat kukenal.
ITU ANGGA!!
UDAH KEMARIN JADI BURONAN KEPOLISIAN SINGAPURA! SEKARANG DIA BIKIN ULAH YANG SAMA DI NEGARA NYA SENDIRI!!
Sepertinya aku tahu, memahami, dan mengerti.... tentang kesibukan apa yang dia maksud.......
“Bego dia ya,” komentar Frieska untuk pelakunya itu.
“Iya,” Maya juga mengangguk menyetujui.
Dan kurasa aku bahkan teman-temanku di masa ‘Sosokku yang dulu’ juga melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan sekarang ini.Menundukkan kepala dan membatin dengan keras untuk Angga.
“******!!!!!”


(BERSAMBUNG)

================