Tuesday, May 3, 2022

Nafsu Lina

Namaku Lina. Usiaku hampir mendekati kepala 3. Sudah menikah sejak 5 tahun yg lalu namun belum dikarunia anak. Suamiku berusia lebih tua dariku dengan jarak yang cukup jauh. Kehidupan kami bisa dibilang bahagia, bisa juga dibilang tidak. Dalam kehidupan sehari-hari, antara aku dan suamiku tidak ada permasalahan yg pelik dan tidak mengancam pernikahan kami. Hanya saja dalam masalah kehidupan seksual ada sedikit permasalahan yang menurut kami berdua bukan merupakan ancaman.

Kondisi ini mungkin akibat belum adanya tanda-tanda kami akan dikaruniai seorang anak. Kami rasakan hubungan intim antara aku dan suami jadi hambar, tidak seperti tahun-tahun pertama pernikahan kami yang penuh dengan gelora, penuh dengan cinta yang membara. Dan saat ini kami melakukannya hanya sekedar kewajiban saja, tidak seperti dulu. Nampaknya kami pun tidak mempermasalahkan ini.

Akhirnya kami jadi sibuk mencari kegiatan masing-masing untuk menghilangkan kejenuhan ini. Suamiku semakin giat bekerja dan usahanya semakin maju. Aku pun demikian dengan mencari kegiatan lain yang bisa menghilangkan kejenuhanku. Kami sama-sama sibuk dengan kegiatan masing-masing sehingga waktu untuk bermesraan semakin jarang. Namun kelihatannya kami bisa menikmati kehidupan seperti ini dan tidak mengakibatkan permasalahan yang berarti.

Keadaan ini berlangsung cukup lama hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri. Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayahku yang berada di lain kota bermaksud datang ke tempat kami. Suamiku langsung menyatakan kegembiraannya dan tanpa menunggu persetujuanku dia mengharapkan ayahku cepat-cepat datang. Dia bilang sudah sangat rindu sekali karena bisa bertemu kembali setelah pertemuan terakhir ketika kami menikah dahulu. Demikian pula dengan ayahku, katanya kepada suamiku bahwa ia pun sangat rindu terutama kepadaku, anaknya yang tersayang. Aku hanya bisa memandang suamiku yang tengah menerima telepon dengan perasaan gundah.

Setelah mendapat kabar itu, aku jadi sering melamun. Aku jadi gelisah menunggu kedatangan ayahku. Sebenarnya ia bukan ayah kandungku. Ia adalah ayah tiriku. Ia menikahi ibuku ketika aku sudah remaja. Ketika itu ayahku masih bujangan dan usianya berbeda cukup jauh dengan ibuku. Kehidupan kami saat itu berlangsung normal. Tahun demi tahun berjalan dan akupun mulai tumbuh semakin dewasa. Permasalahan mulai muncul ketika ibuku mulai sakit-sakitan. Mungkin juga karena usia.

Di sinilah awal dari segalanya. Ayahku yang masih muda dan penuh vitalitas merasa kurang terpenuhi kebutuhannya dan mulai mencari-cari jalan keluarnya. Celakanya, yang menjadi sasaran adalah diriku sendiri. Saat itu aku masih sangat muda dan tidsk mengerti apa-apa. Ayahku ini sangat pandai mengelabuiku sehingga akhirnya aku terperangkap oleh semua akal bulusnya. Aku tidak berani mengadukan hal ini kepada ibu. Takut malah akan membuatnya semakin parah. Tetapi aku pun tak bisa menjamin bahwa ia tidak mengetahui apa yg terjadi antara ayah dengan diriku. Sampai akhirnya ibuku wafat meninggalkanku sendiri, anak semata wayangnya, untuk dititipkan pada ayah.

Sepeninggal ibu, ayah semakin menjadi-jadi. Aku tak bisa berbuat banyak karena hidupku sangat tergantung kepadanya. Beruntunglah beberapa tahun kemudian aku mendapatkan jodoh dan menikah dengan suamiku yang sekarang. Aku diboyong meninggalkan rumahku ke kota yang sangat jauh jaraknya. Itulah pengalaman yang sangat kusesalkan hingga hari ini.

“Hei, sayang!” tiba-tiba suamiku membuyarkan lamunanku. “Kok malah ngelamun? Ayo kita berangkat sekarang, kasihan nanti ayahmu terlalu lama menunggu di stasiun kereta”, lanjutnya seraya mengambil kunci mobil untuk segera berangkat menjemput ayah.

Ketika sampai di stasiun, suamiku langsung mencari-cari ayahku sementara aku mengikutinya dari belakang dengan perasaan serba tak karuan. Gelisah, khawatir serta ada sedikit rasa rindu karena sudah lama tak bertemu, bercampur menjadi satu. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka. Aku agak terkesima karena ternyata ayahku tak berubah banyak dari ketika kutinggalkan dahulu. Ia nampak masih muda, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu.

“Hei Lina. Apa kabar, sayangku”, sapa ayah kemudian ketika selesai berpelukan dengan suamiku.
“Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan?” balasku setengah terpaksa untuk berbasa-basi.

Ayahku mengembangkan kedua tangannya sambil menghampiriku. Aku sempat bingung menghadapinya dan dengan spontan melirik pada suamiku yang kelihatannya seperti tahu apa yang kupikirkan. Ia menganggukan kepalanya seolah menyuruhku untuk menyambut rentangan tangan ayah. Aku lalu menghampiri ayahku. Ia langsung menyambutnya dengan memelukku. Aku terpana dengan pelukannya yang erat dan kurasakan ayahku sesunggukan. Menangis sambil berbisik betapa rindunya ia padaku.

Aku jadi tak tega dan dengan refleks, balas memeluknya sambil berkata bahwa aku baik-baik saja dan merasa rindu juga kepadanya. Ia bersyukur bahwa masih ada orang yang merindukannya sambil terus memelukku dengan erat. Aku jadi serba salah. Pelukannya jadi lain dan bahkan aku merasa tubuhnya sengaja didesakan padaku. Aku berusaha untuk mendorongnya secara halus dan jangan sampai hal ini diketahui suamiku. Ayahku masih juga genit! Ia sengaja menggesek-gesekan tubuhnya padaku! Dasar lelaki celamitan, runtukku dalam hati.

“Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian.

Aku bersyukur bisa terlepas dari pelukannya dan buru-buru menjauh. Aku lalu dengan sengaja memamerkan kemesraan dihadapan ayahku dengan memeluk pinggang suamiku sambil menyandarkan kepala di dadanya. Suamiku balas memeluk sambil berjalan menuju tempat parkir sementara ayahku hanya tersenyum melihat semua ini. Aku tak tahu apa arti senyum itu. Aku hanya ingin memperlihatkan semua ini kepadanya. Aku juga tak tahu apakah aku ingin membuatnya cemburu atau apa?

Sejak adanya ayah di rumah, memang ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayahku memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Termasuk suamiku. Ia begitu senang dengan kehadirannya. Ia jadi lebih betah di rumah. Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Dan yang lebih menggembirakan lagi, suamiku jadi lebih mesra kepadaku. Ia jadi sering mengajakku berhubungan intim. Aku turut gembira dengan perubahan ini. Tadinya aku sempat khawatir akan kehadiran ayah yang akan membuat masalah baru. Tetapi ternyata tidak. Justru sebaliknya! Namun dibalik itu aku agak was-was juga karena kemesraan suamiku ternyata atas saran ayahku. Katanya ia banyak memberi nasihat bagaimana cara membahagiakan seorang istri. Hah? Aku terperanjat mendengar ini. Jangan-jangan..? Akh.., aku tak mau berpikir sejauh itu.

Rasa kekhawatiranku ternyata beralasan juga. Karena seringkali secara diam-diam, ayah menatapku. Dari tatapannya aku sudah bisa menduga. Ia sudah mulai berani menggodaku meski hanya berupa senyuman ataupun kerlingan nakal. Aku tak pernah melayaninya. Aku tak mau suamiku tahu akan hal ini. Kekhawatiran berkembang menjadi rasa takut. Malam itu suamiku memberitahu bahwa ia akan pergi ke luar kota untuk mengurus bisnisnya selama beberapa hari. Aku terkejut dan berupaya mencegahnya agar jangan pergi.

“Memangnya kenapa? Toh biasanya juga aku suka keluar kota untuk bisnis, bukan untuk main-main”, katanya kemudian.
“Bukan itu. Aku masih kangen sama kamu”, jawabku mencari alasan.
“Aku cuma 3 hari. Mungkin kalau bisa cepet selesai, bisa dua hari aku sudah kembali”, kata suamiku lagi.
“Kamu di sini kan ada ayah, juga Si Inah. Jadi tak perlu takut ditinggal sendiri.”

Justru itu yang kutakutkan, kataku tetapi hanya dalam hati. Aku tak bisa mencari alasan lain lagi karena khawatir justru dia malah curiga dan semuanya jadi ketahuan. Akhirnya aku hanya bisa mengiyakan dan berpesan agar dia cepat-cepat pulang.

Hari pertama kepergian suamiku ke luar kota tak ada peristiwa yang mengkhawatirkan meski ayahku lebih berani menggoda. Ada saja alasannya agar aku bisa berdekatan dengannya. Bikinkan kopi lah, ambilkan Koran lah dan entah apa lagi alasannya. Ia mencoba menggoda dengan memegang tanganku pada saat memberikan Koran padanya. Buru-buru kutarik tanganku dan pergi ke kamar meninggalkannya.

Aku jadi semakin hati-hati terhadapnya. Pintu kamar selalu kukunci dari dalam. Tetapi masih saja aku kecolongan sampai suatu ketika terulang kembali perisitiwa masa lalu yang sering kusesalkan. Sore itu aku habis senam seperti biasanya, sekali dalam seminggu. Setelah mandi aku langsung makan untuk kemudian istirahat di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan langsung tertidur. Celakanya, aku lupa mengunci pintu kamar.
Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi berangsur hilang. Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh. Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan. Dalam tidurku, aku mengira ini perbuatan suamiku yang memang akhir-akhir ini suka mencumbuku di kala tidur. Namun begitu ingat bahwa ia masih di luar kota, aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar. Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat ayah sambil tersenyum tengah menciumi betisku, sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus.

“Ayah! Ngapain ke sini?” bentakku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku.
“Lina, maafkan ayah. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang”, ia malah berkata seperti itu bukannya malu didamprat olehku.
“Ayah nggak boleh. Keluar, saya mohon”, pintaku menghiba karena kulihat tatapan mata ayah demikian liar menggerayang ke sekujur tubuhku.

Aku buru-buru menurunkan daster menutupi pahaku. Aku beringsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Ayah kembali menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.

“Kamu tidak kasihan melihat ayah seperti ini? Ayolah, kita kan pernah melakukannya”, desaknya.
“Jangan bicarakan masa lalu. Aku sudah melupakannya dan tak akan pernah mengulanginya”, jawabku dengan marah karena diingatkan perisitiwa yang paling kusesali.
“OK. Ayah nggak akan cerita itu lagi. Tapi kasihanilah ayahmu ini. Sudah bertahun-tahun tidak pernah merasakannya lagi”, lanjutnya kemudian.

Ayah lalu bercerita bahwa ia tak pernah berhubungan dengan wanita lain selain ibu dan diriku. Dia tak pernah merasa tertarik selain dengan kami. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia memang pandai sekali membuat wanita tersanjung. Dan entah kenapa akupun merasakan hal seperti itu. Ketika kutatap wajahnya, aku jadi terenyuh dan berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat ayah yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Aku tahu persis ayah akan berbuat apapun bila sudah dalam keadaan seperti ini. Akhirnya aku mengalah dan mau mengocok batangnya agar ia bisa tenang kembali.

“Baiklah..”, kata ayahku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yg dimintanya.

Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya. Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku agak terkesima juga melihat batang ayah yang masih gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi. Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun juga baru kali ini aku memegang penis orang selain milik suamiku meski dulu pernah merasakannya juga. Tapi itu dulu sekali.

Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar ayah melenguh seraya menyebut namaku. Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah ayah meringis menahan remasan lembut tangannku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang sudah teramat keras. Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari lubang penisnya. Kudengar ayah kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu ayah sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Selesai sudah, pikirku mulai tenang. Dua menit, tiga sampai lima menit berikutnya ayah masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan ayah menggerayang ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam.

“Biar cepet keluar..”, kata ayah memberi alasan.

Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati. Ayah tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut mulai meremas-remas payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan bra setiap akan tidur, jadi remasan tangan ayah langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis. Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan atas remasan ini. Apalagi tanganku menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai, ayah tidak akan berbuat lebih jauh lagi seperti dulu.

“Lina sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta ayah kemudian.
“Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan.
“Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka.

Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas ayahku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang.
“Oh.., Lina kamu benar-benar cantik sekali”, pujinya sambil memilin-milin puting susuku.

Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat. Tanpa pikir panjang, langsung kumasukan batang ayah ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak memperdulikan perbuatan ayah pada tubuhku. Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan bibirnya mulai menciumi buah dadaku pun aku tak berusaha mencegahnya. Aku lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang penisnya semakin mengganas sampai-sampai ayahku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku. Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai. Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari ayahku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan ayahku? Apa ia memakai obat kuat? Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan ayah padaku.

Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika ayah berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan.

Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Ayah dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi 69. Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan ayahku di sekitar vaginaku. Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri.

Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku. Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah ayah. Kedua pahaku menjepit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan masih kenyal. Sementara penis itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau ayah memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku.

Jilatan dan hisapan mulut ayah benar-benar membuatku tak berdaya. Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat.

“Auugghh..!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku.
Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang penis ayah yang berada dalam genggamanku masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja. Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat ayah mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini.

“Kau sungguh cantik. Kini kau sudah dewasa. Tubuhmu indah dan jauh lebih berisi.., mmpphh..”, katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.

Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan kini jauh lebih berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan perut yang rata, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang ‘bahenol’.

Diwajah ayah memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang dipenuhi bulu-bulu hitam lebat, kontras dengan warna kulitku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalamku. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Ayah menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan penisnya ditempelkan pada bibir kemaluanku.

Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. Cairan di sekitar vaginaku membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong penisnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Ayah menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasukkan penisnya secepatnya. Ia tahu persis apa yg kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang penisnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya ‘KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan.

“Yah..?” panggilku menghiba.
“Apa sayang”, jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa.
“Cepetan..”
“Sabar sayang. Kamu ingin ayah berbuat apa?” tanyanya pura-pura tak mengerti.
Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun ayah sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan penisnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku.

“Lina ingin ayah segera masukin penis ayah”, kataku akhirnya dengan terpaksa.
Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!?
“Apanya yang dimasukin”, tanyanya lagi seperti mengejek.
“Akh ayah. Jangan siksa Lina..!”
“Ayah tidak bermaksud menyiksa kamu sayang.”
“Oohh.., ayah. Lina ingin ayah masukin penis ayah ke dalam memek Lina..uuggh..”

Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu. Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera.

“Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata ayahku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku.
“Uugghh..”, aku melenguh merasakan desakan batang penisnya yang besar itu.

Aku menunggu cukup lama gerakan penis ayah memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, penis ayah cukup panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam. Ayah mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjir cairan didalam liang memekku membuat penis ayah keluar masuk dengan lancarnya. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya.

Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Ayah tahu persis apa yang kuinginkan. Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang ayahku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding memekku.

“Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..”, aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini.

Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian ayahku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Ayah bergerak semakin cepat. Penisnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitifku. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku. Sementara ayah dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan.

Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, ayah mempercepat gerakannya. Batang penisnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh ayah sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh ayah untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara keduan tanganku menggapai buah pantatnya dan menekannya kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong. Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu.

“Ayah.., oohh.., Yaahh..”, hanya itu yg bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yg kualami bersamanya.
“Sayang nikmatilah semua ini. Ayah ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang belum pernah kamu alami”, bisik ayah dengan mesranya.
“Ayah sayang padamu, ayah cinta padamu. Ayah ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis.

Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa keindahan ini kualami bersama ayahku sendiri, meski ayah tiri tetapi sudah seperti ayah kandungku sendiri. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Ayah terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis.

“Lina sayang, kenapa menangis?” bisiknya buru-buru.
“Maafkan ayah kalau telah membuatmu menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang.

Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya.

“Ayah tidak salah. Lina yang salah..”, kataku kemudian.
“Tidak sayang. Ayah yang salah”, katanya besikeras.
“Kita, Yah. Kita sama-sama salah”, kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi.
“Terima kasih sayang”, kata ayahku seraya menciumi wajah dan bibirku.

Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini ayah belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai hutang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku sadar kenapa diriku menjadi antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati. Biarlah terjadi seperti ini, toh ayah tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke kampungnya.

Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi ayah terus-terusan menggerakan penisnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh ayah hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menciumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang penisnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya.

Kulirik ayah kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh ayah. Selangkanganku berada persis di atas batangnya.

“Akh sayang!” pekik ayahku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku.

Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya. Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi. Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yg kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayahku sendiri!

“Ouugghh.. Linaaa.., luar biasa!” jerit ayah merasakan hebatnya permainanku.
Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan ayah mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilinnya puting susuku. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menciumi puting susuku satu-satu secara bergantian. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain.

Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Ayah menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan penisnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan ayah mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini.

Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma. Kurasakan tubuh ayah mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yg sedang birahi.

“Eerrgghh.. oouugghh..!” ayah berteriak panjang, tubuhnya menghentak-hentak liar.

Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung memekku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Aku pun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayahku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka.

“Oohh.. ayaahh.., nikmaatthh!” jeritku tak tertahankan.

Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 1 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik. Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, tetapi aku terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan ayahku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di malam ini di kemudian hari.

Sejak hari itu, aku dan ayah sering diam-diam melakukan hubungan intim ini. Kadang saat suamiku sedang tidur karena lelah habis bergumul dengan ku, aku diam-diam keluar dari kamar dan menemui ayah dikamarnya. Dengan hanya memakai daster dan tanpa pakaian dalam, aku menemui ayah yang tengah duduk terjaga ditempat tidurnya.

Tanpa basa basi aku langsung membuka celana boxer ayah dan mengulum penisnya yang masih lunglai. Melihat penisnya sudah tegak berdiri, aku meminta ayah untuk langsung menancapkan batang kenikmatannya itu diliang vaginaku. Gerak pinggul ayah sangat cepat sekali, membuat aku merasakan nikmat yang tiada tara. Vaginaku mencengkram penis ayah dengan kuatnya. Penis ayah masih saja begitu sesak kurasakan didalam vaginaku, padahal sudah beberapa kali aku melakukan hal ini dengannya. Hampir satu jam permainan kami baru usai dan ayah tetap saja menumpahkan pejunya didalam rahimku.

Permainan ku dan ayah semakin hari semakin liar. Kadang saat suamiku sedang menonton TV dan aku sedang mencuci piring didapur, ayah mengikutiku didapur dan melesatkan batang penisnya ke vaginaku dari belakang. Diangkatnya dasterku dan digesernya celana dalam ku kesamping dan dimasukkannya jarinya kedalam liang vaginaku. Jarinya mengocok-ngocok vaginaku dan kemudian ayah memasukkan penisnya kedalam vaginaku. Tentu saja aku tidak dapat berkonsentrasi mencuci piring. Tapi aku juga takut ketahuan oleh suamiku. Kubiarkan ayah terus memompa vaginaku sampai akhirnya dia memuntahkan pejunya didalam dan kemudian ayah mencium bibirku. Buru-buru aku masuk kekamar mandi untuk membasuh memekku agar tidak ketahuan oleh suamiku.

Setelah empat bulan tinggal dirumahku, ayah memutuskan untuk pulang kekampungnya dan berjanji akan kembali kerumahku lagi. Bertepatan dengan itu juga ternyata aku hamil. Aku tidak tahu yang kukandung adalah anak ayah atau anak suamiku sendiri.

Jurnal Seks Marlene: Fantasi Liar Suamiku



Marlene



Perkenalkan namaku Marlene, sekarang berumur 28 tahun, sudah menikah tetapi belum berencana untuk memiliki anak dulu karena masih berkonsentrasi dengan karier dan pendidikan S2-ku. Aku bekerja sebagai head marketing di salah satu bank swasta ternama di Jakarta, di samping itu sorenya aku menyempatkan diri mengikuti kuliah, tidak setiap hari sih, paling dalam seminggu 2 atau 3 hari dan waktunya sudah kusesuaikan dengan jam kerjaku. Teman-temanku bilang aku beruntung karena dikarunia wajah yang cantik dan memiliki bentuk tubuh yang indah, mungkin karena ukuran dada dan pinggulku yang sangat menggoda, selain itu ditambah pula mendapatkan suami yang terbilang cukup tampan dan mapan. Aku dan suamiku, Beny, baru menikah sekitar dua tahun. Bagiku ia bukan sekedar pendamping hidup, tapi juga partner seks yang paling luar biasa, terkadang aku sampai kewalahan menghadapi gairahnya yang begitu tinggi. Sebelum menikah memang aku adalah gadis yang lugu, seks adalah hal yang tabu bagiku, tetapi begitu merasakan nikmatnya seks setelah menikah, aku begitu ketagihan, selalu menginginkannya lagi dan lagi. Beny adalah seorang yang inovatif dalam urusan ranjang, ia mampu merubah diriku dari seorang gadis lugu menjadi aku yang liar dan haus seks seperti sekarang ini. Ia mengenalkanku pada alat bantu seks , kami mempunyai beberapa alat bantu seperti butterfly, kondom sambung dan vibrator. Alat itu kadang kami pakai dalam ritual seks kami, dari semua alat bantu tersebut semuanya memberikan kenikmatan yang berbeda-beda. Terkadang kalau lagi birahi tinggi dan suamiku tidak ada, aku juga suka masturbasi dengan alat bantu. Suamiku sangat senang melihat aku bermasturbasi bahkan sebenarnya dia yang pertama kali mengajarkan masturbasi kepadaku, dan dia tidak keberatan apabila aku bermasturbasi di depannya, malah katanya aku sangat seksi dan merangsang. Kalau sudah begitu masturbasiku pasti berlanjut dengan persetubuhan yang liar dan panas. Selain dengan alat bantu, kami juga suka bersetubuh di tempat-tempat yang tidak lazim dan bisa dibilang berisiko ketahuan orang lain karena bosan kalu di tempat tidur terus dan perlu ada tantangan, kata suamiku. Kami pernah bersetubuh di taman depan rumah dimana risiko ketahuan sama orang lainnya sangat tinggi walau kami lakukan pada pagi hari. Terus terang rasanya seru sekali, nikmat sambil deg-degan. Selain itu kami pernah bersetubuh di atas balkon sebuah hotel di Amerika ketika bulan madu kami dulu, tidak terbayang kalau penghuni kamar sebelah ke balkon juga, wah gimana jadinya tuh, tetapi itulah kenikmatannya. Kami juga pernah bersetubuh di kolam renang salah satu hotel di Bali dan hampir ketahuan oleh pelayan hotel. Sejak menikah pula aku mulai berani tampil seksi yang tidak berani kulakoni sewaktu masih gadis dulu. Entah mengapa ada kebanggan sendiri kalau orang-orang menatapku dalam balutan busana seksi dengan tatapan mupeng. Beny sendiri tidak keberatan dan juga bangga istrinya ditatapi seperti itu.


Nah dalam kesempatan ini aku mau bercerita tentang hadiah ulang tahun yang diberikan oleh suamiku bulan yang lalu, tepat pada usiaku yang ke-28. Pada waktu itu kami sepakat merayakan di sebuah cottage di salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang tidak berpenghuni, sehingga hanya kami berdua. Kami menyewa salah satu cottage yang ada posisinya strategis sehingga dapat menikmati pemandangan laut yang menambah kesan romatis. Kami tiba di sana pagi hari tepat pada hari ulang tahunku, pengurus cottage meninggalkan kami setelah berpamitan. Memang dari awal aku sudah menduga bahwa ada kejutan yang sangat merangsang yang akan diberikan oleh Beny, tetapi aku tidak menduga betapa luar-biasanya kejutan tersebut. Ia memang termasuk royal dalam memanjakanku. Saat makan siang di depan pondok kami di pinggir pantai, ia memberikan ucapan selamat ulang tahun kepadaku.

"Happy Birthday ya Say!” ucapnya mesra sambil mengecup pipiku

Kemudian dia mengambil sesuatu dari saku celananya, sebuah kotak hitam kecil dan membukanya di hadapanku. Wah sebuah kalung dari emas putih bermatakan berlian, aku senang sekali karena walaupun buas di ranjang ia ternyata sangat romantis.

"Sini gua pakaikan" kata Beny seraya memakaikan kalung tersebut.

"Thanks ya say!" kataku.

"Itu masih hadiah pembukaan Sayang, masih ada paket hadiah yang lainnya loh" katanya.

"Apaan tuh? jangan main rahasia?rahasiaan dong" kataku lagi.

"Sekarang kita selesaikan makanya dulu, nanti hadiah utamanya diberikannya bukan di sini" katanya genit.

Bukan di sini? Wah aku semakin penasaran saja jadinya, apa ya yang akan dia berikan sebenarnya? Pasti bukan sekedar sex toy baru lagi atau lingerie yang seksi untuk membawa pada permainan seks yang romantis dan menggairahkan. Mungkin juga hadiah itu ada di travel bag yang sejak tadi ia bawa.

"Mari kita bersulang!", kata suamiku sambil mengangkat gelas berisi red wine, "demi kebahagiaan kamu, sayang" katanya lagi.

“Demi kebahagiaan kita!” kataku mengangkat gelas dan menyentuhkannya dengan gelasnya

Kami pun meneguk habis isi gelas tersebut. Setelah itu kami ngobrol tentang bebagai hal, dari obrolan ringan, hubungan kami dan mereview kembali perjalanan asmara kami sejak pacaran hingga kini. Di tengah obrolan tiba-tiba aku kok merasa begitu horny, aku terangsang sekali, mungkin pengaruh wine juga, begitu pikirku.

Tak lama setelah menyelesaikan makan, kami berjalan-jalan sebentar melihat-lihat pemandangan di sekitar tempat kami. Indah sekali memang, deburan ombak dan lambaian nyiur sungguh membebaskan kami dari suasana hiruk pikuk ibukota tempat kami tinggal. Tak lama kemudian, kami tiba di daerah berkarang-karang yang indah.

"Ok, now...ready for the main course?" katanya sambil nyengir nakal

"Apaan sih? Bikin penasaran orang aja" kataku tersenyum.

"Pokoknya hadiah kali ini beda deh dari sebelum-sebelumnya, hehehe" katanya lagi, “omong-omong say, lu pasti lebih cantik kalau cuma pakai kalung itu aja!”

Aku pun tersenyum mengetahui maksudnya, maka satu persatu aku melepaskan pakaianku mulai dari kaos, hotpants, hingga bra dan celana dalamku sampai akhirnya aku tidak memakai apapun lagi selain kalung pemberiannya itu dan cincin kawin yang masih melingkar di jari manisku.


“Lu yakin di sini ga ada orang lain lagi kan say?” tanyaku meyakinkan.

“Seperti yang lu liat dari tadi, cuma kita dan binatang-binatang di sini!” jawabnya sambil pandangannya menyapu tubuh telanjangku.

"Say, I love you!" katanya menatap dalam-dalam mataku lalu mencium bibirku dengan lembut.

Itulah suamiku, dia sangat tahu bagaimana memperlakukan perempuan. Kamipun mulai berciuman, tetapi masa cuma ini sih, yang seperti ini kan tiap hari kami lakukan, aku yakin kejutan sebenarnya baru akan ia buka, aku menikmati saja permainan yang dipimpinnya ini. Sambil berciuman dengan penuh nafsu, tanganku melucuti pakaiannya, kemeja pantainya kulempar kemudian tanganku menyusup ke balik celana pendeknya dan meraih penisnya yang sudah menegang. Kulepaskan pagutanku, lalu bibir serta lidahku mulai menelusuri lehernya, kemudian terus ke bawah. Sasaran lidahku berikutnya adalah dadanya yang bidang. Kukecup putingnya bergantian kiri dan kanan dan mulai kumainkan lidahku pada putingnya. Kukecup, kujilat, kugelitik, kugigit, inilah mandi kucing yang menjadi salah satu jurusku untuk memanjakannya. Kudengar ia melenguh dan mendesah lirih. Tak lama kemudian, aku berjongkok di atas pasir pantai. Kuturunkan celana pendek beserta celana dalamnya. Serta merta kulihat penisnya yang tegak bagaikan pentungan. Kuremas dan kukocok benda itu perlahan sambil kujilati kepalanya yang kian membesar dan memerah. Selanjutnya aku juga memanjakan batang penisnya yang berurat. Kujilat setiap titik batang penisnya. Akhirnya bibirku mendarat pada buah pelirnya. Kujilat dan kukulum sambil terus mengocok penisnya yang kian mengeras. Mulutku terasa penuh saat kumasukkan benda itu ke mulutku. Dia terus melenguh sambil kedua tangannya meremas rambutku dan mendorong, menarik kepalaku maju mundur. Aku kian ganas mempermainkan penisnya, kulakukan gerakan maju mundur mengulum penisnya hingga akhirnya kurasakan penisnya berdenyut-denyut. Kupercepat permainan tangan dan mulutku. Namun ia menghentikanku,

“Sabar say, jangan terlalu nafsu, baru pemanasan masa langsung crot?”

Kini ia mengeluarkan handuk dari travel bag dan menggelarnya di pasir agar kami bisa berbaring. Ia merebahkan tubuhku di atas handuk lalu menindihku, kupandangi matanya lembut dan kukecup bibirnya dengan lembut. Kurasakan tangannya meremas buah dadaku yang telah mengeras kedua putingnya. Tangan satunya turun terus mengusap pahaku hingga menyentuh rambut lebat vaginaku. Diusapnya belahan bibir hangat dan akhirnya klitorisku yang mungil dengan lembut tapi dengan penuh nafsu.

"Ooohh terus say.. teruuss.. aah!!" desahku lembut sambil memeluk dan mengelus rambutnya.

"Sekarang ya say, gua nggak tahan lagi!" katanya kehilangan kontrol.

"Iyaa Sayaang, gua juga mau sekaraanngg.. ayoo.." kataku sambil membuka kedua pahaku.

Ia pun mengarahkan penisnya ke lubang vaginaku dengan penuh perasaan, kepala penisnya terasa menggesek bibir vaginaku, lalu melesak masuk, didorong lagi...dan lagi...

"Ooohh Sayang.. ayoo masukkan kontolmu cepaatt.. aku nggak tahan lagii.." erangku sambil mencoba menekan pantatku seraya membuka paha lebih lebar dan akhirnya amblaslah penisnya ke dalam lubang vaginaku

Dia mendesah nikmat di balik kecupan buas bibirku yang sudah hilang kontrol. Luar biasa, kami bercinta dengan penuh gairah di atas pasir pantai, desahan kami berpadu dengan suara deburan ombak dan tiupan angin. Goyangan pinggul dan pantatku yang membuat penisnya terasa diurut oleh otot-otot kewanitaanku. Ia menjilati, menghisap, dan menggigiti payudaraku dengan nafsu birahi tinggi dan gemas sambil tetap menggenjot vaginaku dengan irama yang berubah-ubah diselingi oleh desahan-desahan nikmatku.

"Ooohh.. aahh.. mmff.. say.. ohh.. oohh.. teruuss say, enak banget!"

Nafasku turun naik seolah-olah tidak mampu menahan birahi dan apabila aku menggeser pantatku dari tempatku berpijak. Sedikit gesekan pada vagina saja memberikan rangsangan yang sungguh luar biasa. Sungguh aku sudah lupa diri dibuai permainannya, setiap remasan dan kenyotan pada payudaraku membuatku menggelinjang dalam kenikmatan.


Hari itu setiap sentuhan maupun hujaman pada vaginaku rasanya lebih nikmat satu juta kali dibanding biasanya. Ketika aku sudah di ambang klimak tiba-tiba dia malah menghentikan genjotannya dan membuka kedua pahaku dan menjilati seluruh kemaluanku.

"Aaaccrhh..", aku yang sempat merasa nanggung pun kembali menggelinjang nikmat.

Klitorisku distimulasi dengan sedemikian nikmatnya. Sambil merasakan nikmat pada vaginaku, aku meremas payudaraku sendiri, suamiku rupanya mengerti, sambil menjilati vaginaku tangannya membantu meremas payudaraku dan memilin putingku. Orgasme pun akhirnya menerpaku, aku tidak tahan lagi dan mendesah sejadi-jadinya dengan tubuh menggelinjang dahsyat. Cairan kewanitaanku mengucur dengan deras dan langsung diseruput oleh suamiku. Mataku terpejam nikmat, hebat sekali ia hari ini, lebih hebat dari biasanya. Dari vagina sekarang dia kini naik menjilati seluruh payudaraku dan putingku, aku hanya bisa terpejam menikmati sisa-sisa orgasme tadi. Antara sadar atau tidak sadar aku merasa saat memegang rambut suamiku rasanya kok berbeda. Betapa terkejutnya aku ketika aku membuka mata bukannya suamiku yang menindihku tetapi Pak Asmar, si tukang perahu yang mengantar kami ke pulau ini. Ia sudah telanjang dada, tinggal memakai celana sedengkul lusuhnya, sambil dengan nikmatnya menyusu dari payudaraku. Tentu saja aku terkejut, aku mau marah tetapi tidak bisa karena kenikmatan demi kenikmatan yang kuperoleh mengalahkan segalanya. Aku menoleh ke samping dan kulihat Beny berjongkok dan tersenyum sambil mengarahkan handycam ke arahku.

"Say, kamu...apaan ini? Kamu....", aku tak sanggup meneruskan kata-kataku karena menahan nikmat.

"Hai say...ini loh surprisenya, nikmati aja dulu yah", kata Beny

Aku tidak bisa tidak melenguh menahan rangsangan Pak Asmar. Tangan tukang perahu itu mulai memainkan puting kiriku, lalu menjilat payudara kananku. Aku pun mulai menggelinjang waktu tangan Pak Asmar meraba semakin ke bawah ke vaginaku dan akhirnya menemukan klitorsku. Aku jadi terangsang membayangkan diriku digauli orang lain di depan suamiku sendiri. Ia menghadapkan handycamnya pada kami seperti kameramen film bokep saja.

“Maaf ya Bu udah ngagetin, Ibu bener-bener cantik dan montok, Bapak jadi gak tahan nih!” kata Pak Asmar.

Tukang perahu itu lalu melanjutkan menggarapku. Dia menyedot – nyedot payudaraku dengan penuh semangat sambil jari-jarinya mengobok-obok vaginaku.

Aku melihat Beny sudah dikuasai nafsu melihat istrinya dicumbu sedemikian rupa. Aku pun memutuskan untuk menikmati saja permainan gila yang disebutnya surprise ini karena sudah tanggung untuk berhenti dan sudah terlanjur keenakan.

“Diisep yah Bu, kaya ke suami Ibu barusan!” Pak Asmar berlutut di sampingku dan mengacungkan penisnya ke wajahku.

Aku mengiyakan saja dan dengan segera kusambar dan kumasukan ke dalam mulutku, kuhisap dan kunikmati sedemikian rupa. Pria itu pun menggelinjang dan mendesah menahan nikmat.

"Teruus Bu Marlene, teruuss....enaknya!!", katanya meracau.

Penis Pak Asmar ukurannya sama seperti suamiku hanya lebih banyak uratnya dan kepalanya bersunat. Tidak terlalu lama aku mengoral batang pria itu, Beny memintaku telentang di atas handuk. Aku lepaskan batang Pak Asmar dan Beny kembali melumat vaginaku setelah sebelumnya handycam ia letakkan pada tripod membiarkannya merekam adegan kami. Tubuhku bergetar hebat merasakan belaian tangan mereka pada sekujur tubuhku. Sementara Pak Asmar masih asyik menjilati payudaraku yang menegang hebat, Beny kini menciumi bibirku dengan lembut, sengaja aku tidak mau melepas bibirnya agar tidak terlalu malu dengan si tukang perahu ini dan feelingku lebih tersalurkan padanya.



Pak Asmar

“gimana? Udah siap dimasukin lagi say? kapan lagi ngerasain yang gini…saya udah bilang ke Pak Asmar kok supaya gak kasar" bisik Beny..

"Malu sih say…ssshhh… bener nggak papa? aaahhh…gila enaaak banget…" desahku menahan nikmat

"nggak papa say, nanti kalo sakit ya nggak usah dipaksa…pokoknya kamu nikmati aja…ok" katanya menenangkan, lalu ia memberi kode pada Pak Asmar untuk bersiap siap

Terus terang, aku sebenarnya gemetaran ketika pria itu mulai menyiapkan penisnya. Rasanya tidak sreg melakukan seperti itu di depan suamiku sendiri, tapi disisi lain aku ingin merasakan sensasi aneh itu dimana diriku bercinta dengan laki laki lain dengan disaksikan olehnya. Rasa penasaran dan nafsu yang menggelegak bercampur aduk dengan cemburu dan perasaan bersalah. Pak Asmar memegang penisnya yang telah tegang itu, serta mulai di usap-usapkan dengan lembut di belahan bibir kemaluanku yang sudah sedikit terbuka. Ujung kemaluannya yang bersunat menyerupai cendawan merah itu menggosok gosok bibir vaginaku. Ahh...sensasinya sungguh luar biasa.! Sengaja si tukang perahu itu menggosoknya cukup lama agar aku terangsang habis-habisan. Mataku melihat ke arah penis pria itu yang sedang menempel pada bibir vaginaku siap mengobok-oboknya. Karena masih sedikit grogi, kedua tanganku mencoba menahan badan Pak Asmar dan badanku agak melengkung, khawatir kalau kesakitan, aku menarik pantatku ke atas untuk mengurangi tekanan penis Pak Asmar pada bibir vaginaku, akan tetapi dengan tangan kanannya tetap menahan pantatku dan tangan kirinya tetap menuntun penisnya agar tetap berada pada bibir kemaluanku sambil mencium telingaku

"Ibu rileks aja…, Bapak gosok gosok dulu yaa…biar enak….ok? uuuhh....asyik nih Bu, becek banget....kalo Bapak masukin sekarang…, boleh ga?" Pak Asmar bertanya sambil cengengesan

Aku bingung dan hanya menggeleng-gelengkan kepala ke kiri kanan, tidak tahu apa yang harus kujawab, mau sih tapi masih deg-degan, mataku memandang sayu ke arah vaginaku yang sedang didesak oleh penis tukang perahu itu dan mulutku terkatup rapat seakan-akan menahan debaran jantungku.

"Gapapa say?” bisikku meminta ijin suamiku

Beny mengangguk dan mencium mesra bibirku "Enjoy aja say, ga usah malu, I always love you kok” lalu ia mengangguk ke arah Pak Asmar.

Pria itu pun tanpa menunggu lebih lama lagi, segera menekan penisnya ke dalam lubang vaginaku yang telah basah itu, biarpun kedua tanganku tetap mencoba menahan tekanan badannya.

“Jangan tegang gitu dong say..santai aja….biarkan masuk…and enjoy" bisik Beny dekat telingaku seperti menemani orang melahirkan saja.

Mungkin, entah karena tusukan penis Pak Asmar yang mendesak desak atau karena ukuran penisnya yang lumayan besar, aku tidak tahan untuk tidak merintih ,

"aahh.. , ssshh ya pelan-pelan Pak… jangan kasar yaahh…. aahh.", rintihku lirih dengan wajah meringis menahan nyeri.

Pak Asmar mengakangkan kedua kakiku yang gemetar lebih lebar lagi. Kepala penisnya yang bersunat itu telah terbenam sebagian di dalam vaginaku, kedua bibir kemaluanku menjepit dengan erat kepala penis pria itu, sehingga belahan kemaluanku terlihat terkuak membungkus dengan ketat kepala penisnya. Setiap pergerakan mili demi mili dari penis pria itu memberikan sensasi yang tidak tertahankan. Pak Asmar terus memompa penisnya didalam vaginaku, sementara itu suamiku mendekati vaginaku dan menggesek-gesekkan jarinya pada klitorisku agar aku lebih terangsang. Tubuhku menggeliat dan mulutku terus mendesah.


"Bagaimana say…lebih enak kan sekarang?” tanyanya sambil tangan satunya meraih payudara kiriku dan meremasnya lembut.

"Sshhhhh...iya sih, mulai agak enak say….eeemmhh…beneran nggak papa niiih say…aahhh….nanti kalo gua ketagihan gimana...aahhh" wajahku memerah dan mulutku makin menceracau tak karuan, aku memang sudah mulai menikmatinya, batang itu terasa sesak di vaginaku padahal baru keluar masuk sebagian saja.

Pak Asmar menghentikan tekanan dan kocokan penisnya, sambil mulutnya mengguman, "Sakit Bu?…Bapak kurang lembut. .., maaf yaa…nafsu banget sih, ini Bapak lembutin deh!"

"aagghh…, nggaak kok Pak…udah mulai enak…tapi…jangan terlalu dipaksakan. .., yaahh.masukkan pelan pelan lagi yaaa… agak dalam yaa...aahh” jawabku terpatah-patah sambil terus menggeliat-geliat dan merangkulkan kedua tangan ke punggungnya, sopan juga orang ini ternyata pikirku.

"Oke deh Bu, Bapak mau masukin lagi…ntar kalau sakit bilang aja", sahut Pak Asmar dan tanpa menunggu jawabanku, segera saja ia merojokkan penisnya ke dalam lubang vaginaku yang terhenti tadi, tetapi kali ini kocokannya dilakukannya dengan lebih cepat.

Secara lembut tapi pasti, penisnya menguak dan menerobos masuk ke dalam vaginaku. Aku semakin rileks dan enjoy ketika penis itu telah terbenam hampir setengah di dalam lubang vaginaku, aku kini pasrah diperlakukan apapun olehnya dan kedua tanganku tidak lagi menahan badannya. Suasana pantai dengan deburan ombak dan suara hembusan angin semilir membantu membuatku terhanyut dalam permainan, ditambah pula Beny yang mengulum lembut payudaraku. Pak Asmar menekan lebih dalam lagi sehingga aku meringis meringis menahan sakit bercampur nikmat, kedua pahaku menggeletar. Sodokan-sodokan penis pria itu terasa semakin bertenaga saja sampai tubuhku ikut terguncang-guncang hebat. Beny mundur membiarkan Pak Asmar lebih leluasa menikmati tubuhku, ia nampaknya begitu menikmati menonton istrinya sendiri digumuli oleh pria tua ini. Ada kira-kira sepuluh menitan si tukang perahu menggarapku dalam posisi itu, aku merasakan vaginaku berdenyut semakin cepat yang pertanda sudah di ambang orgasme.

"Aduuh Pakk……..aahh….." aku pun melolong panjang sambil kedua tangannya mencengkeram pasir pantai dengan kuat dan tubuhku melengkung ke atas serta kedua kakiku melingkari pinggang pria itu menahan tekanan penisnya di dalam vaginaku. Pak Asmar mendiamkan penisnya terbenam di dalam lubang vaginaku sejenak sambil bertanya lagi,

"Sakit…, yaa Bu? Tahan dikit yaa, Bapak goyang pelan pelan kok ..sebentar lagi bakal kerasa nikmatnya …dijamin deh …!", katanya di telingaku.

Dengan mata terpejam aku hanya menggelengkan kepalanya sedikit seraya mendesah panjang,

"aagghh.. terush aja Pak, saya udah enak kok, ayoh!!", pintaku.

Kemudian Pak Asmar melumat bibirku dengan ganas, kami pun beradu lidah. Pinggulnya kembali bergerak dengan cepat naik turun menggenjoti vaginaku, sambil badannya mendekap tubuhku dalam pelukannya. Semakin lama gerakannya semakin cepat, terkadang batangnya dikeluarkan dari vaginaku, kemudian dihunjamkannya lagi, sehingga aku dibuatnya melenguh dan merintih berkepanjangan.


Tak selang lama kemudian aku merasa akan keluar lagi, badanku bergetar dengan hebat dari mulutku keluar desahan panjang,

"Aaduuh… , oooohh…, keluar lagi Pak...aaahh...aaahhh...lebih dalem!!" kedua kakiku kembali melingkar dengan ketat pada pantat Pak Asmar

Dengan mata embeliak dan tubuh menghentak hentak aku kembali mengalami orgasme yang hebat dan berkepanjangan. Selang sesaat badanku akhirnya terkulai lemas dengan kedua kaki tetap melingkar pada pantat Pak Asmar. Dengan tersenyum mesum, pria itu terus melakukan goyangan goyangan memutar dengan lembut. Biar sudah tua dan jelek begitu ternyata Pak Asmar pandai juga memuaskan wanita, ia telah memberikan multi orgasme padaku dan juga tahu cara memperlakukan wanita pasca orgame, sungguh aku terbuai dibuatnya. Pak Asmar lalu melepaskan dirinya dan bergeser ke samping, dia memberi kesempatan kepada Beny untuk mendekatiku.

"Gimana say…enak ga? Masih sakiittt?” tanyanya mesra

"Dasar yah lu....terus terang yah…rasanya nikmat banget sayang…gua sampai multi orgasme tadi…” kataku sambil mencubit putingnya dan berbisik malu tapi dengan nada protes, “ eh…..sekarang pengen sama punya kamu ya say…, kasihan kan kamu belum keluar…" kataku menawarkan diri padanya

Beny rupanya terangsang hebat melihat pemandangan istrinya sendiri digarap pria lain, dengan segera ia masukkan batang penisnya ke vaginaku yang sudah sangat basah itu.

"Aaghh", erangku dengan mata terpejam dan bibir digigit, wajahku memancarkan ekspresi kepuasan

Maka Beny pun menambah kecepatannya menyetubuhiku, penisnya keluar masuk diiringi suara kecipak karena vaginaku sudah sangat becek serta diiringi erangan dan desahanku setiap kali ia menyodokkan penisnya. Bisa kurasakan liang kemaluanku ini semakin licin oleh pelumas dari kewanitaanku.

"Ahh…, ahh", aku semakin keras berteriak, suaraku bersahutan dengan deburan ombak, memang tempat bercinta kali ini sungguh eksotis dan memberikan sensasi lebih, “ayo say...terus, enakkk…, eeemm…, mm!".

Tubuh Beny nampak mengejang, aku tahu inilah reaksinya ketika orgasme, tak lama kemudian, ia pun menancapkan dalam-dalam penisnya di vaginaku dan diiringi leguhan panjang dari mulutnya,

"Uuhh…hh…aku keluar ya yaah", erangnya "mm sshh…enaknya!!!" erangnya sambil kedua tangannya memeluk badanku dengan erat dan penisnya yang terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluanku menyemburkan spermanya yang hangat dengan deras, aku dapat merasakan setiap semprotannnya. Badannya tehentak-hentak merasakan kenikmatan orgasme bersamaku, sementara cairan spermanya yang hangat masih terus memenuhi rongga vaginaku. Di saat yang sama badanku juga bergetar dengan hebat dan kedua pahaku menjepit dengan kuat pinggulnya diikuti keluhan panjang keluar dari mulutku. Sungguh luar biasa enak dan menggairahkan sekali persetubuhan ini. Kami berpelukan saling berciuman kecil menikmati sisa-sisa kenikmatan tadi, aku sampai baru ingat kalau kami bukan cuma berdua, Pak Asmar sejak tadi duduk di atas batu karang menonton kami berdua sambil mengisap rokoknya.


Dengan cengengesan, pria itu kembali mendekati kami,

"Masih kuat gak Bu? Gimana kalo Bapak puaskin lagi?” tanyanya.

"Eeehhmm…gimana ya?" aku memandang bimbang pada suamiku, pengen sih tapi masih gengsi kalau terus terang mengaku gitu.

"Lho say...kalo masih pengen ya silakan aja, mumpung Pak Asmar masih ada" kata Beny.

" Tapi…tapi… mmm.. bolehlah Pak, kita coba lagi…” kataku

“Tapi kali ini agak cepat ya…kalo pelan-pelan kurang rasanya, dijamin asoy deh pokoknya" kata Pak Asmar.

Aku melirik pada Beny sambil menggigit bibir bawah, lalu pandanganku berpindah ke arah penis si tukang perahu yang sudah kembali berdiri tegak itu sambil tanganku merapikan handuk di bawahku yang sudah acak-acakan akibat pergumulan kami.

“Ayo Pak silakan dimulai aja!” Beny mempersilakan si tukang perahu itu menikmati tubuh istrinya.

Tanpa diminta lagi, pria itu pun mengambil posisi di antara kedua pahaku dan mulai mendekatkan penisnya ke vaginaku lagi.

“Udah siap Bu? Hehehe...” tanya Pak Asmar

Aku hanya mengangguk, dalam hati kecilku aku juga ingin merasakan bagaimana bercinta dengan sedikit kasar, pasti ada sensasi tersendiri. Aku memandang Beny lagi dan ia hanya mengangguk padaku. Sementara di antara pahaku Pak Asmar telah memegang pinggangku dan mendorong masuk penisnya dalam dalam

“Aaaahh!!” desahku merasakan hujaman benda tumpul itu

Gerakan pria itu terlihat mulai sangat kasar, berbeda dari babak sebelumnya yang lemah lembut. Tangan kasarnya meremas kedua payudaraku dengan brutal dan jari-jarinya memencet juga memelintir putingku, aku merasa seperti diperkosa saja layaknya. Batangnyanya benar benar dihunjamkan dengan hentakan hentakan kasar dan brutal, sperma Beny yang tertampung di vaginaku tadi sampai meleleh keluar dibuatnya. Aku menoleh ke samping melihat bagaimana reaksi suamiku melihat istrinya sendiri setengah diperkosa begini, tetapi dilihat dari ekspresinya dan matanya yang tidak berkedip sepertinya dia malah menikmatinya sambil senyum-senyum padaku. Bahkan tangannya ikut meremas-remas payudaraku. Luar biasa…ini sungguh menggairahkan, sebuah pengalaman seks baru yang sensasional dimana aku seorang istri bersetubuh dengan pria lain di depan suami sendiri dan si suami menikmatinya seperti tontonan, aku benar benar terangsang hebat memikirkannya


Beny lalu berkata padaku, “Say, sekarang kita threesome ya” sambil megarahkan batang penisnya ke mulutnya untuk dioral.

Tanganku serta merta meraih penis itu, kumulai dengan menjilati lubang kencingnya yang membuatnya blingsatan Aku menggerakkan mataku melihat reaksinya. Ternyata dia juga memperhatikanku yang sedang menjilat-jilat penisnya.

"Always amazing say, gua ga pernah bosen disepongin lu, uuuhh", kata Benny sambil tangannya mengelus rambutku yang terurai panjang.

Mendengar pujiannya itu, aku pun makin bersemangat, kami memang sering saling memuji ketika bercinta dan terus terang itu meningkatkan kualitas kehidupan seks kami. Aku ingin melihatnya benar-benar blingsatan, ingin mendengar rintihan nikmatnya yang luar biasa, juga ingin melihat bagaimana jika tubuhnya menggeliat-geliat dengan penuh gelinjang karena merasakan jilatan dan kuluman nikmat dari mulutku. Kugenggam penisnya dan kumasukkan ke mulutku ,lidahku langsung bekerja dipadu dengan bibirku yang menyedot-nyedot benda itu. Kami merubah posisi menjadi doggy style dengan Pak Asmar tetap di belakang dan aku mengoral penis Beny.

"Aduh say...kontol si bapak kayanya mentok di dalem nih, gila enak bangetthhh...ssshh", kataku lirih.

“Hehe...ayo hajar terus Pak, istri saya puas sama Bapak nih” sahut Beny

“Pasti Pak, istri Bapak seksi, bahenol gini gimana saya ga nafsu” kata Pak Asmar menggoyangkan pantatnya maju mundur membombardir vaginaku dari belakang.

Tanganku meremasi kain handuk dan satunya memegangi penis suamiku. Tangan Pak Asmar kini mencaplok kedua payudaraku dan tanpa menunggu lebih lama ia meremas-remas gunung kembarku dengan liar, putingku pun dibuatnya semakin mengeras oleh cubitan dan gesekan jarinya. Sepuluh menitan dalam posisi ini aku merasakan sudah mau klimaks lagi

 “Mau keluar say...aaahhh...aahh” desahku

"Wah...pijatan memek istri Bapak mantep, kenceng banget" puji Pak Asmar

Memang kalau klimaks vaginaku berkontraksi sangat cepat sehingga penis yang bersarang di vaginaku pun terpijat lebih kuat. Pak Asmar semakin bersemangat menggenjot vaginaku dan aku sendiri kembali mengoral penis Beny sambil dibantu mengocoknya dengan tangan. Tidak sampai tiga menit, aku pun meraih kepuasan, kenikmatan itu bukan main dahsyatnya. Tubuhku sampai menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan menahan nikmat itu. Aku merintih dan mendesah sejadi-jadinya mumpung pantai ini sepi, paling hanya binatang-binatang sekitar sini yang mendengarnya. Di kejauhan nampak beberapa kapal dan perahu lewat, aku tidak tahu apa mereka beruntung meneropong kemari melihat kami, aku tidak peduli, kalau iya anggaplah itu tontonan gratis mereka. Tugasku belum beres, kedua pria ini masih belum keluar dan terus mengerjai tubuhku. Pak Asmar masih menghujam-hujamkan penisnya ke vaginaku, kadang dengan gerakan memutar sehingga aku menggelinjang nikmat dan aku mulai menggerakkan tanganku lagi mengocok pelan penis suamiku. Buah dadaku tetap menjadi bagian dari tangan Pak Asmar yang tak bosan-bosan meremas-remasnya. Makin lama si tukang perahu itu semakin cepat dan semakin keras menghunjamkan penisnya ke vaginaku dan mulai mendengus-dengus. Aku benar-benar dalam keadaan yang sangat nikmat, dengan cepat birahiku pun bangkit lagi, desahan sudah berubah menjadi erangan dan erangan sudah berubah menjadi teriakan. Pak Asmar mendorong habis pantatnya sehingga pinggulnya menempel ketat pada bongkahan pantatku, penisnya terbenam seluruhnya ke dalam vaginaku hingga menyentuh bagian terdalamnya. Sambil tetap menekan rapat-rapat penisnya ke dalam vaginaku, pinggulnya membuat gerakan-gerakan memutar sehingga penisnya yang berada di dalam lubang vaginaku ikut berputar-putar mengebor liang vaginaku sampai ke sudut-sudutnya. Gerakannya bertambah cepat dan ganas memompaku hingga akhirnya....

 "Oohh… Bapak ngecrot nih Bu!", dengan erangan yang cukup keras dan diikuti oleh badannya yang terlonjak-lonjak, Pak Asmar kembali menekan habis pantatnya dalam-dalam sehingga penisnya terbenam habis ke dalam lubang kemaluanku

Cairan hangat memenuhi vaginaku, kedua tangan pria itu mendekapku erat-erat.


"Sssh…, sshh…, hhmm…., hhmm!", dari mulutku terdengar suara keluhan merasakan semprotan spermanya di kewanitaanku.

Beny nampaknya tidak keberatan pria ini ejakulasi di dalam vaginaku. Malah ia kelihatannya bernafsu menyaksikannya. Aku merasakan penisnya semakin berdenyut di mulutku dan tak lama kemudian creet.. creet.. cret, spermanya bercipratan di mulutku. Karena beberapa hari tak bersetubuh maka cairan itu cukup banyak serta kental juga sehingga mulutku penuh oleh cairan putih susu itu. Beny menarik lepas penisnya dari mulutku dan sperma yang masih menetes dari lubang penisnya ia geser-geserkan ke bibirku. Kami bertiga lemas dan lunglai, Pak Asmar menindih tubuhku dan mengecupi pundakku sambil meresapi orgame yang telah kami raih. Setelah berpelukan dengan erat selama beberapa saat, tukang perahu itu kemudian membalikkan tubuhku. Ternyata dia masih belum puas menggarapku, besar juga tenaganya padahal usianya sudah setengah abad lebih. Ia mengangkat kedua kakiku sampai vagina dan telapak kakiku menghadap langit lalu dengan setengah jongkok ia memegang penisnya dan menempelkannya ke bibir vaginaku.

 "Uuuh.. uuhh.. uuhh", lenguhnya sambil menekankan kuat-kuat penisnya yang terbenam itu ke vaginaku.

Dan tiap kali Pak Asmar mengaduh aku pun ikut mengaduh,

"aah Pak...iya enak Pak."

Walaupun dengan nafas yang masih memburu Pak Asmar masih bersemangat menggenjot vaginaku. Vaginaku menjadi sangat lebar dan pangkal pahanya bersentuhan dengan pangkal pahaku. Kedua tangan pria itu memegang kedua betisku dan membantuku memompa penisnya secara teratur, setiap kali penisnya masuk, vaginaku ikut masuk ke dalam sebaliknya ketika penisnya keluar, vaginaku pun mengembang dan menjepit penisnya. Kami melakukan posisi ini cukup lama karena Pak Asmar menggenjotku dengan tempo lambat. Sementara aku mengerang dan berkelejotan di bawah sana, Beny berbisik..

"Say, gimana? Enjoy ga akhirnya bisa threesome?"

"Ya, gua puas banget, awalnya tegang tapi ternyata asyik juga bisa digarap dua penis sekaligus. Seru gila!" sahutku.

Hanya sekitar sepuluh menit Pak Asmar menggenjotku dalam posisi demikian aku segera mendapatkan orgasmeku.

"Gua mau keluar nih....ssshhh...ssshhh", kataku dengan terengah-engah

Akhirnya, "Aaarrcchh ..", aku mengejan hebat, aku merasakan seluruh otot kewanitaanku berkontraksi, pandanganku menjadi gelap rasanya.Tak lama kemudian, Pak Asmar memuntahkan spermanya juga di dadaku. Kubaluri cairan kental itu di dadaku hingga merata lalu kujilati yang menempel di jariku. Itulah akhir pergumulan kami siang  itu.


###########################

Malam harinya


"Gimana say hadiahnya tadi?", tanya Beny ketika kami berendam di bathtub dan mendiskusikan seks tadi siang.

"Hihi, lu kok tega sih, gua kan istrilu, tapi rela istrinya digituin orang", kataku.

"Hhhmmm…aneh sih emang, gua juga heran…seharusnya gua kan cemburu lu dientotin sama pria itu…tapi justru malah terangsang berat ngeliatin lu entotan sama dia, gila…menggairahkan sekali… aneh ya say…” katanya sambil memijat payudaraku, "by the way, lu menikmatinya nggak say?", dia balik bertanya.

Jujur dalam hati belum pernah aku mendapatkan kenikmatan sedemikian rupa, satu penis saja sudah enak apalagi dua. Aku hanya terdiam, tidak tahu mau menjawab apa, awalnya aku takut, deg-degan, sebal juga, tapi pada akhirnya aku tidak bisa menyangkal kalau aku sangat menikmatinya. Aku hanya tersenyum, aku nggak mau munafik semalam aku sangat enjoy dan mungkin suatu saat rindu untuk mengulanginya lagi. Jujur aku merasa menjadi wanita sejati tadi siang itu

"Eehhmmm...gimana ya jawabnya?” kataku sambil senyum-senyum

"Ayo dong say, omong aja, gua penasaran banget apa pendapatlu….ayo dong cerita honey" desaknya sambil memeluk tubuhku lebih erat.

"Iya deh, gua cerita, tapi lu nanti gak marah kan?”

"Wah...wah..memangnya seberapa heboh sih say?" ia terlihat makin penasaran.

"Ok..bener lho ya nggak boleh marah kalo gua jujur…kan lu yang minta" aku menekankan, “terus terang ya, gua bener bener menikmati yang tadi itu…luar biasa deh… coba kalo banyak batang yang masuk enak kali ya… kadang pengen juga cobain digangbang apalagi kalo banyak yang nyemprot di dalam. Terus udah gitu mandi sperma….kayak apa ya rasanya?” aku coba untuk tenang menjawab meskipun getaran suaraku tidak mampu menutupi kegugupanku, wajahku pun sampai merah dan menunduk malu

Beny menaikkan alis dan bersiul pendek, agaknya ia kaget juga mendengar fantasi liarku.

“Wew, tanggung tuh, orgy aja sekalian hehehe”

“Why not? Gua jadi kepingin bener bener sex party loh…digilir rame-rame, dari depan belakang,..rasanya gimana gitu…Aduh gua kayanya udah kelewatan ya?”

“Terus terang gua shock juga dengan kejujurannya tapi boleh juga fantasilu.. kapan-kapan mungkin bisa kita realisasi"

“Beneran nih? dasar suami gila ah lu!” aku mencipratkan air ke arahnya.

“Lu kan juga enjoy dasar istri gatel!” dia balik mencipratkan air padaku.

Setelah bercengkerama mesra di bathtub kami melanjutkannya bercinta sebentar di ranjang sebelum akhirnya terlelap.


######################

Keesokan harinya


Pagi-pagi jam tujuh lebih aku sudah bangun dan tidak bisa tidur lagi. Maka kuputuskan untuk mandi lalu menyiapkan makanan untuk Beny seperti yang biasa kulakukan sehari-hari di rumah. Cottage tempat kami menginap ini fasilitasnya cukup lengkap juga, lemari es yang berisi buah-buahan dan minuman dingin. Ada kompor dan lemari dapur yang lengkap dengan sachet kopi, teh, coklat dan sebagainya. Sambil menikmati teh hangat, aku membuatkan sarapan berupa roti coklat dan kopi untuk suamiku tercinta.

“Say...say...bangun dong” aku menggoncang pelan tubuhnya untuk membangunkannya.

“Jam berapa emang sekarang?” tanyanya dengan malas.

“Setengah delapan”

“Aaahh...nanti aja lah siangan mumpung libur, capek kan semalem lembur” katanya sambil merubah posisi tidur.

“Oke deh say....gua udah bikinin sarapan di meja depan, gua jalan-jalan dulu yah deket sini”

“Thanks say...love you!” katanya tersenyum tapi tanpa membuka mata.

“Love you too” aku mengecup pipinya.

Setelah memilih pakaian berupa kaos hitam tanpa lengan dan bawahan berupa kain samping Bali yang memperlihatkan paha kananku setiap kali aku menggerakkan kakiku, aku memutuskan untuk keluar dan berjalan-jalan menikmati pemandangan pagi di pulau ini. Suara ombak dan hembusan angin sepoi-sepoi yang meniup dedaunan di pohon membuat hati terasa teduh. Jejak-jejak kakiku menapak pada pasir pantai yang kulewati. Di dermaga aku melihat boat yang kemarin mengantar kami ke pulau ini tertambat di sana, memang berdasarkan jadwal jam sembilan nanti kami akan dijemput untuk berkeliling dengan boat di sekitar sini, ternyata Pak Asmar sudah datang lebih awal. Omong-omong Pak Asmar, aku jadi ingat lagi kejadian kemarin dimana aku bersetubuh dengannya di depan suamiku dan juga terlibat threesome, sungguh luar biasa, sungguh fantastis. Tiba-tiba saja pagi itu birahiku sudah naik lagi. Dalam hatiku terbersit keinginan untuk mengulangi kegilaan kemarin saat suamiku tidak ada, kupikir harusnya nggak masalah kalaupun dia sampai tahu, bukankah kemarin itu Pak Asmar juga sudah menikmati tubuhku di depannya. Terdorong kerinduanku aku memberanikan diri mendatangi boat itu. Kudapati Pak Asmar duduk di bangku panjang penumpang tengah menyantap nasi bungkus sarapannya, nampaknya ia tidak menyadari kedatanganku karena menghadap ke arah lain.

“Pagi Pak Asmar!” sapaku.

“Eh, si ibu, pagi...pagi Bu!” ia nampak sedikit kaget dan balas menyapaku, “kok sendirian Bu? Bapak mana?” tanyanya sambil matanya menatapi tubuhku yang berbalut pakaian seksi ini,

“Belum bangun, Bapak sendiri kok datang pagi amat, bukannya jadwalnya jam sembilan nanti?”

“Iya tadi baru bantuin tetangga anterin barang, pas lewat sini ya udah sekalian aja nungguin kan ga lama lagi”

“Boleh naik Pak?”

“Ohh...boleh...boleh, mari saya bantuin!” ia menaruh makanannya di bangku dan menghampiriku untuk membantu naik ke boat.

Ia menyambut tanganku dan memeganginya sementara aku melangkah ke boat. Kulihat matanya melirik paha kananku yang tersingkap ketika naik ke boat. Aku sadar kalau sesekali matanya curi-curi pandang ke arah tubuhku. Aku menjatuhkan pantatku di bangku sambil menumpangkan kaki sehingga kain samping itu sedikit tertarik ke atas, membuat pahaku semakin nikmat ditonton oleh si tukang perahu itu.


Aku mengajaknya ngobrol biasa saja tanpa mengungkit-ngungkit yang kemarin, mulai dari pekerjaan dan keluarganya. Ternyata Pak Asmar telah menduda selama dua puluh tahun lebih, istrinya kabur dengan lelaki lain meninggalkan dirinya dengan seorang putra.

‘Ooh...jadi Bapak udah lama ga pernah gituan lagi yah?” tanyaku memancingnya

‘He-eh sih” jawabnya sambil garuk-garuk kepala.

“Pantes Bapak kemarin semangat banget mainnya hehehe...” godaku.

“Hehe...itu sih, abis ibu cantik, seksi banget lagi, jadi saya kan ga tahan banget” pria itu cengengesan, “omong-omong mau kaya kemarin lagi ga Bu?”

"Apaan Pak?" aku berpura-berpura tidak tahu.

“Ah Ibu pura-pura ga tau nih” pria itu duduk di sebelah kananku dan merapatkan posisi sehingga lengan kami saling bersentuhan, “wah pagi-pagi udah disuguhin yang putih mulus gini Bapak gak tahan Bu”  tangannya mulai mengelus perlahan pahaku.

Aku tersenyum dan mengangkat kaki kananku dan menumpangkan ke kaki kirinya, sehingga ia dapat menikmati paha jenjangku itu dengan tanpa harus curi-curi pandang lagi. Kurasakan permukaan telapak tangannya yang kasar mengusap-ngusap betisku kemudian semakin merayap naik ke atas mengusap-ngusap pahaku.

“Wahhh Bu, mulus banget….“   ia memuji kehalusan dan kelembutan permukaan pahaku

Sekujur tubuhku merinding panas dingin saat telapak tangan Pak Asmar semakin aktif merayapi pahaku.

"Pak kalau ntar suami saya tau gimana nih?" godaku.

"Makanya mumpung suami ibu belum dateng, kita cepet-cepet Bu...lagian udah kepalang tanggung Bu.. Cuek saja dechh.." jawabnya sambil senyum-senyum melihat ke arah belahan dadaku

Tangannya semakin bersemangat mengelus-elus pahaku, bahkan tangannya masuk semakin dalam mendekati selangkangan.

“Aahhh...Bapak nakal ih!” desahku manja

“Hehehe...tapi Ibu suka kan?” godanya, tangannya makin berani masuk ke dalam sampingku dan sudah menyentuh celana dalamku, jari-jarinya mengelus-elus vaginaku dari luar.

"Geli Pak....ssshhh....aaahh?" aku mendesah.

"Bapak pengen banget nih Bu...” katanya sambil menekan-nekan vaginaku.

"Kepengen apaan Pak?" tanyaku.

"Kepengen sama memek ibu, tetek ibu...pokoknya ngentotin ibu habis-habisan, Bapak belum puas kemarin nih."

“Bu...boleh ga?”

“Boleh apaan Pak?”

“Kemarin itu bapak wanti-wanti saya ga boleh cium ibu, kalau ibu sendiri gimana boleh ga? soalnya ibu cantik banget saya kepengen ciuman sama ibu”

Aku hanya tersenyum lalu mengulum bibirnya dengan lembut, sebentar saja kami sudah beradu lidah dengan penuh nafsu, aku merasakan ada rasa ikan asin dari sarapannya. Pria itu pun tak ingin kalah dengan menyedot juga lidahku. Tangan kiriku meraih simpul ikatan kain sampingku dan melepaskannya sehingga bagian bawahku pun terbuka menyisakan celana dalam saja. Tangan Pak Asmar tetap mengelus-elus kadang menekan vaginaku, dia berusaha agar jarinya masuk ke celana dalamku supaya bisa menyentuh vaginaku yang mulai basah.

"Oogghh Pak... buka aja sekalian" aku mendesah perlahan menahan rangsangan yang dilakukan pria itu.


Akhirnya tangan kanannya dapat menarik tali celana dalamku dan sret...ia menariknya turun dibarengi gerakan kakiku sehingga lepaslah kain berbentuk segitiga itu dan tergeletak di lantai boat. Kini tangannya bisa leluasa bermain di lubang kenikmatanku, jari telunjuknya memainkan klitorisku dan jari tengahnya digoyang-goyangkan di bibir vaginaku. Dengan tetap berpagutan bibir, tangan kananku meremas-remas penis Pak Asmar yang masih berpakaian lengkap. Aku memberanikan diri duduk di pangkuannya hingga dadaku tepat di depannya. Pak Asmar mencium pipi lalu bibirku sambil tangannya mulai meraba raba payudaraku, kubalas dengan elusan dan remasan di selangkangannya yang kurasakan makin menegang. Ciumannya mulai turun ke leher, aku memejamkan mata menikmatinya. Ia menghentikan sejenak percumbuan panas kami untuk membuka bajuku, kuangkat tanganku dengan pasrah membiarkan kaos tanpa lengan itu lepas dari tubuhku. Kini aku telah telanjang di depan pria itu, payudaraku terpampang jelas di depan wajah tuanya. Dipandanginya dengan nanar sepasang gunung kembarku, ada sorot mata kagum sebelum wajahnya dibenamkan di antara kedua bukit itu, tangannya kepalanya mengusap usap kedua buah dadaku sambil meremas remas dengan gemas. Bibir Pak Asmar mulai menyentuh putingku, tanpa buang waktu lagi ia langsung menyedot putingku seperti seorang bayi yang menetek, lidahnya bermain main di putingku sementara tangannya bergerilya menggerayangi tubuhku. Aku mendesis perlahan di dekat telinganya, bergantian pria itu mengulum dari satu puting ke puting lainnya, kutekan kepalanya ke dadaku. Pria itu begitu rakus melumat payudaraku, entah mungkin gemas atau mungkin sudah nafsu. Tanganku mulai bergerak membuka kancing kemeja lusuhnya dan melepaskannya sehingga terlihat tubuh tuanya yang walaupun agak kurus tapi masih kencang dan menyisakan keperkasaan masa mudanya, kulitnya yang hitam kasar menandakan ia sering bekerja keras di bawah terik matahari. Aku berlutut di depannya, kubuka resleting celananya lepas, lalu kutarik turun celananya hingga terlepas dan kini hanya tersisa celana dalam yang menempel di tubuhnya. Pak Asmar hanya tersenyum melihat perbuatanku.

“Udah keras yah Pak” kataku sambil meremas kejantanannya yang sudah tegang dari balik celana dalam

“Iyah Bu...udah ga tahan pengen ngentot sama Ibu lagi nih!” jawabnya lirih, aku melihat dadanya turun naik, napasnya mulai menderu, aku tahu ia sedang menahan birahi.

Kupeloroti celana dalamnya sehingga kejantanannya keluar dari sarangnya, lumayan besar dan tegang, kubelai, kuremas, kuciumi dan kukocok dengan tanganku, sesekali kujilat kepala kejantanannya, nampak cairan bening sudah meleleh dari ujungnya

“Aaahh...enak Bu!” Pak Asmar mendesis sambil memperhatikanku menjilati kejantanannya

Lidahku terus menjelajahi daerah kejantanannya, dari ujung hingga pangkal bahkan kantong pelirnya, desisannya makin tak karuan.

Pak Asmar adalah pria kedua yang merasakan permainanku oralku yang sering mendapat pujian dari suamiku. Menghadapi permainanku di penisnya, reaksi Pak Asmar tidak beda jauh dengan Beny, desah kenikmatan keluar dari mulutnya, kombinasi antara jilatan dan kocokan tanganku membuatnya merem melek, tangannya meremas remas rambutku sambil menekan kepalaku ke penisnya.


“Uuuhh...udah dulu Bu, ntar keburu ngecrot, Bapak pengen jilatin memek ibu, boleh ga?” tanyanya menahan kepalaku.

“Boleh dong Pak, jilat sampai puas, bikin saya kelejotan!” aku berdiri menghadap dirinya yang tetap duduk, vaginaku tepat di depan wajahnya

Ia mengangkat kakiku ke bangku lalu membenamkan wajahnya ke selangkanganku, lidah si tukang perahu itu langsung mendarat di bibir vaginaku, menyapu-nyapu klitorisku

“Aaahhh....Pak...yahh enak!!” aku mendesah menikmati jilatannya

Kedua tanganku berpegangan pada atap boat, tanpa kusadari pinggulku bergoyang mengikuti iramanya, kurasakan jilatannya semakin menghebat menyapu vaginaku. Aku menggeliat menahan nikmat, goyangan pantatku semakin tak terkontrol sehingga vaginaku menyapu seluruh wajah Pak Asmar, namun nampaknya ia menikmati sapuan bulu-bulu kewanitaanku di wajahnya. Kuremas rambutnya dan makin kutekankan pantatku ke wajahnya, aku sudah tak peduli lagi bahwa diriku yang wanita karir yang berpendidikan tinggi ini sedang mekangkangi ini seorang tukang perahu yang usianya sepantaran ayahku, saat itu aku menempatkan diriku sebagai seorang wanita yang ingin mereguk kepuasan seksual sebanyak-banyaknya dari seorang pria. Cukup lama kami bertahan dengan posisi itu sampai vaginaku benar-benar becek hingga akhirnya Pak Asmar menarik tubuhku kembali duduk di pangkuannya. Bibirnya kembali menyusuri leher dan dadaku, tercium aroma vagina ketika ia melumat bibirku. Kami masih saling melumat bibir ketika kuraih penisnya dan kugesekkan ujungnya pada bibir vaginaku yang sudah basah.

“Saya masukin sekarang Pak” ujarku lirih sambil menekan tubuhku ke bawah, “aaahh...aaahhh”

Pelan-pelan kejantanannya makin melesak masuk ke liang kenikmatanku, tatapan matanya  tak pernah lepas dari ekspresi wajahku saat proses penetrasi. Aku pun balik menatap matanya dan terlihat ekspresi kenikmatan terpancar di wajah tuanya. Aku mendesis nikmat memulai gerakan naik turunku. Pria itu membenamkan wajahnya di dadaku, berkali kali pagutan gemas mendarat di bulatan payudara dan putingku, aku menggeliat ketika bibir dan lidahnya menyusuri leher dan telingaku, antara geli dan nikmat bercampur menjadi satu.. Aku mengintensifkan gerakan naik turunku,  desahanku pun semakin keras berpadu dengan suara air laut diterpa angin pagi. Kujepitkan kakiku di pinggangnya sambil memeluknya erat, kejantanannya makin dalam melesak di vaginaku.

“aaaaaaahhhhhh….aaaahhhhh” jeritku ketika ia menyentakkan pinggulnya ke atas, kuremasnya yang tinggal sedikit, tubuh kami berpacu dan makin melambungkan diriku tinggi ke puncak kenikmatan. Aku merasa diriku semakin liar sejak bercinta dengannya kemarin, aku tidak ragu dan malu lagi bercinta dengan orang selain suamiku, aku begitu menikmati cumbuan dan kocokannya. Kini Pak Asmar membaringkanku di bangku boatnya, kaki kiriku menjuntai ke bawah dan kaki kananku dinaikkan ke pundaknya, pinggulku sedikit terangkat, membuatnya makin bebas dan dalam melesakkan kejantanannya ke vaginaku, dan tentu saja makin nikmat kurasakan.


Ada mungkin sepermpat jam ia menggenjotku tapi belum ada tanda tanda orgasme, kali ini sepertinya ia lebih fit dari kemarin, permainannya pun lebih halus dan tidak buru-buru, irama kocokannya lebih teratur, sepertinya saat mau mencapai orgasme ditahan dengan menghentikan gerakan kocokannya beberapa detik kemudian kembali mengocok dengan cepat. Lima menit kemudian kami berganti posisi lagi

“Berdirinya kagok Bu, bikin pegel, ganti yuk” katanya mengajakku

Kali ini aku berdiri dan berpegangan pada atap boat dan ia mengocokku dari belakang, posisi berdiri, tangan kasarnya mengelus kedua buah dadaku, remasan lembut yang makin liar seliar kocokannya.

“aaaahh…ya pak…trus pak…truuuusssss” desahku sekeras genjotannya yang makin cepat.

Aku menggoyang pinggulku melawan gerakannya, dan efeknya sungguh hebat, vaginaku terasa teraduk aduk penisnya, yang tentunya menambah kenikmatan. Goyanganku makin liar melawan arah sodokan Pak Asmar dan tak lama kemudian tubuhku menegang. Aku akhirnya mencapai orgasme terlebih dahulu, vaginaku berdenyut kencang meremas remas kejantanan Pak Asmar. Pria itu belum menghentikan kocokannya justru kecepatannya bertambah. Aku menjerit keras dalam nikmat orgasme, peduli amat toh pulau ini tidak ada orang lain, sungguh nikmat dalam selingan kocokannya. Tiba tiba kurasakan denyutan hebat dari penisnya menghantam dinding vaginaku, semprotan cairan sperma yang hangat menyirami vaginaku.  kembali aku menjerit nikmat menerima denyutan demi denyutan, Pak Im meremas pantatku ketika menyemprotkan spermanya di vaginaku

“Ehm...eehhmm” sebuah suara berdeham dari samping belakang membuat kami sedikit terkejut dan menoleh ke sana.

Aku mendapati Beny sedang jongkok di dermaga menyaksikan perbuatan kami, entah sejak kapan. Pak Asmar kaget dan langsung melepaskan pelukannya sehingga penisnya tercabut dari vaginaku.

"Tenang! Tenang!" sahutnya mencoba menenangkan.

“Udah bangun say...dari kapan disitu? Kok ga nyadar gua?” tanyaku

“Belum lama juga, lu orang aja keasikan ngentot sampe ga sadar ada yang dateng hehehe” tawanya sambil melangkahkan kaki naik ke boat.

Aku menyambutnya dengan pelukan mesra dan sebuah kecupan ringan di bibirnya, tangannya membalas dengan remasan gemas pada pantatku.

"Bagaimana istri saya Pak?" tanya Beny pada Pak Asmar yang masih bengong

"Ehehehe...asyik, bahenol, terus memeknya juga seret banget. Bapak sampe ga tahan jadi main sebelum dapet ijin dari Bapak, maaf ya” jawabnya sambil cengengesan.

"Udah keluar berapa kali nih?" tanya Beny lagi

“Baru sekali kok, Ibu kalau ngentot liar juga ya hehehe!"

Saat mendengar itu istriku tersipu sipu malu dan segera menyambung, " habis seru sih main sama si Bapak! hihihi!".

Dengan cepat Pak Asmar kembali rileks. Untuk kembali memanaskan suasana, kutarik

tangan pria itu lalu duduk di bangku dan memintanya untuk mencumbui vaginaku. Tanpa diminta lagi, ia langsung menerkam selakanganku, ia jilat dan lumat penuh nafsu.

Beny mendekati kami dan mengeluarkan BB-nya untuk merekam adegan kami.


“Sini dong say!” panggilku dengan nada manja.

Kuraih selangkangannya dan kurasakan penisnya sudah mengeras di balik celana pendek yang dipakainya.

“Udah gede ya say!” sahutku lirih sambil meremas-remas penisnya dari luar celana.

“Ya iyalah liat lu hot gini mana ga ngaceng” jawabnya sambil terus mengarahkan BB.

Kemudian tanganku memeloroti celana itu, tak ayal lagi penisnya pun langsung mengacung tegak di depan wajahku. Aku langsung menyambut  penis kesayanganku itu yang telah sangat keras. Kulihat matanya merem-melek menikmati jilatan dan kulumanku pada penisnya. Sementara lidah Pak Asmar terus menyapu vaginaku yang semakin becek dan berdenyut. Dia reguk cairan birahiku yang terus mengalir keluar, lidahnya menyentil-nyentil klitorisku membuatku semakin berasa melayang.

“Duh say...mau keluar nih! ga tahan!” erang Beny

Aku tersenyum melihat reaksinya dan memompa penisnya lebih cepat di dalam mulutku. Aku ingin dia memuntahkan air maninya ke mulutku. Permainan lidah dan hisapan mautku akhirnya membuat orgasmenya tak lagi bisa terbendung. Aku merasakan ejakulasinya di mulutku. Aku menerima lima kali kedutan semprotan spermanya di mulutku.

“Eeemmm...hheelm...eeeemmhh!” itulah yang terdengar dari mulutku yang sedang meneguk habis spermanya sambil tanganku terus ikut memerasi penisnya, kutelan semua cairan itu tanpa ada yang tersisa di batangnya.

Pak Asmar lalu menggelar terpal di lantai kapal agar kami bisa berbaring di tempat yang lebih luas. Aku duduk di terpal

“Ayo say, sekarang giliran lu yah, fuck me please!” kataku seraya meraih batang kemaluan Beny yang mulai bangun lagi, kuurut sebentar kemudian Beny mengambil posisi di antara kedua pahaku, tanpa disuruh ia benamkan penisnya membelah bibir vaginaku.

Aku pun mengerang nikmat sepajang prosesi penetrasi berlangsung. Ia segera mengeluar-masukkan penisnya dengan lembut membuaiku seperti biasanya. Pak Asmar berlutut dekat kepalaku dan menyodorkan batang kemaluannya minta dikulum olehku. Kuraih benda itu dan kulakukan yang harus kulakukan. Kedua tangan kasar si tukang perahu kini aktif meremas dan menggelitik payudara dan putingku. Posisi threesome kami terus bertahan selama kurang lebih dua puluh menit. Kami tetap bersemangat berpacu dalam birahi meski tubuh kami sudah mulai dibanjiri keringat. Aku kembali menjerit penuh kepuasan yang kudapat dari suamiku, lalu tergeletak lemas di atas terpal. Setelah ngobrol-ngobrol ringan dan memulihkan tenaga kami memulai ronde berikut. Pak Asmar telentang di lantai dan aku mengangkang di atasnya dalam posisi membelakangi. Kini giliranku yang harus aktif menciptakan kenikmatan. Kugoyang pinggulku maju mundur dan berputar putar. Sementara itu, Benny belum bergabung lagi, ia kembali merekam dengan detail setiap pergulamatan kami. Pak Asmar tak henti hentinya melenguh lenguh keenakan karena goyangan liarku. Ia pun tak kalah ikut menggerakkan pinggulnya menyodok ke atas, sodokannya lumayan kuat sampai aku ikut tersentak-sentak kedepan. Akhirnya dalam waktu yang hampir bersamaan kami pun kembali diterpa badai orgasme yang sangat dahsyat. Semburan lahar panas yang bertubi tubi yang dipancarkan oleh penis si tukang perahu itu mengisi vaginaku, sebagian meluap lalu meleleh leleh keluar.


Sekarang Beny meminta Pak Asmar menggantikan posisinya sebagai kameramen. Ia membaringkan tubuhku dalam posisi menyamping lalu mengangkat kaki kiriku dan menaikkannya ke bahunya

“Uuuhhh...udah basah ginin say” erangnya ketika menekan masuk penisnya.

“Ya iyalah, udah disemprot terus dari tadi” jawabku

Ia mulai menghujani rongga vaginaku dengan sodokan sodokan mantap. Setiap kali ia mendorong batang kemaluannya, vaginaku terasa berdenyut denyut. Luar biasa nikmatnya dan membuatku ketagihan berat. Ia terus menyodok dan menyodok sampai rongga itu bergerak semakin menyempit sampai akhirnya memancarlah cairan cintaku yang penuh dengan kepuasan. Tubuhku menggigil menahan berjuta juta sengatan kenikmatan. Kami terbaring di atas terpal sambil melihat hasil rekaman di BB suamiku, aku dan suamiku saling senyum melihat rekaman itu, memang kami kadang mendokumentasikan persetubuhan kami. Pada hari terakhir kami di pulau tersebut banyak yang kami lakukan bersama-sama, baik di pantai, boat, hutan tengah pulau atau pun di cottage tempat kami menginap, malam itu aku tidur bersama suamiku dan Pak Asmar. Saat itu kami mendiskusikan acara liburan itu. Kami sepakat menilai liburan kami saat itu menjadi liburan paling berkesan. Sejak itu kami semakin kreatif dalam urusan seks, biar bagaimanapun bagi wanita seks harus didukung dengan cinta, yang aku lakukan dulu juga karena aku mencintai suamiku. Aku berpikir tidak adil kalau hanya aku yang menikmati pria lain dalam hubungan seks, maka dalam kesempatan lain aku mengajak teman kerjaku di bank dari bagian HRD, Veronika, untuk threesome bersama suamiku. Ia adalah wanita pertama yang bercinta dengan Beny setelah menikah denganku. Setelah itu wanita lain seperti sepupuku, rekan kerjaku yang lain, klien, dan teman kuliahku juga turut mewarnai kehidupan seks kami, demikian juga pria-pria lain. Akan kuceritakan satu-satu di lain kesempatan bila sempat menulisnya.


By: Marlene Gozali

Monday, May 2, 2022

Skandalku dengan ABG Tetangga



Lani


Namaku Lani, seorang ibu rumah tangga, umurku 36 tahun. Suamiku namanya Prasojo, umur 44 tahun, seorang pegawai di pemerintahan di Bantul. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku walaupun sudah terbilang berumur tapi sangat terawat, karena aku rajin ke salon dan fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Sandy Harun. Tubuhku masih bisa dikatakan langsing, walaupun payudaraku termasuk besar, karena sudah punya anak dua. Anakku yang pertama bernama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa. Dia sudah mau lulus SMA, yang kedua Sangga,masih sekolah SMA kelas 1. Rika walaupun tinggal serumah dengan kami juga lebih sering menghabiskan waktunya di tempat kosnya di kawasan Gejayan. Kalau si Sangga, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan teman-temannya ataupun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak tidak lagi sibuk mengurusi anak-anak, kehidupan seksku semakin tua justru semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang yang sangat terbuka soal urusan seks. Akhir-akhir ini, setelah anak-anak besar, kami berlangganan internet. Aku dan suamiku sering browsing masalah-masalah seks, baik video, cerita, ataupun foto-foto. Segala macam gaya berhubungan badan kami lakukan. Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu tiga kali. Entah mengapa, semenjak kami sering berseluncur di internet, gairah seksku semakin menggebu. Sebagai tentara, suami sering tidak ada di rumah, tapi kalau pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe. Sudah lama kami memutuskan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku pernah mencoba suntik dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom, atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati agar Sangga tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak khawatir muncrat di dalam rahimku. Walaupun sudah dua kali melahirkan tubuhku termasuk sintal dan seksi. Payudaraku masih cukup kencang karena terawat. Tapi yang jelas, bodiku masih semlohai, karena aku masih punya pinggang. Aku sadar, kalau tubuhku masih tetap membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari remaja.


Suamiku termasuk seorang pejabat yang baik. Dia ramah pada setiap orang. Di kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku sering mengajak anak-anak muda untuk bermain dan bercakap-cakap di teras rumah. Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami di bangun semacam gazebo untuk nongkrong para tetangga. Setelah membeli televisi baru, televisi lama kami, ditaruh di gazebo itu, sehingga para tetangga betah nongkrong di situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di tempat itu. Maklumlah, kalau istilah kerennya, aku ini termasuk MILF, hehehe. Selain bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di rumah. Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan untuk warga. Salah satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah Indun, yang masih SMP kelas 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Sama suamiku dia sangat akrab, bahkan sering membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Indun dekat dengan anak-anak kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo kami. Bahkan kadang-kadang Indun menginap di situ, karena kalau malam, gazebo itu diberi penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin. Pada suatu malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering melihat adegan blow job di internet, aku jadi kecanduan mengulum penis suamiku. Apalagi penis suamiku adalah penis yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan penis-penis yang biasa kulihat di BF. Padahal dulu waktu masih pengantin muda aku selalu menolak kalau diajak blowjob. Entah kenapa sekarang di usia yang sudah pertengahan kepala tiga ini aku justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa orgasme hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue pun mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak ada suamiku, aku selalu membawa pisang kalau nonton film-film gituan. Biasalah, sambil nonton, sambil makan pisang, hehehe. Malam itu pun aku dengan rakus menjilati penis suamiku. Bagi mas Prasojo, mulutku adalah vagina keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang kalau sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang yang sama-sama hotnya untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, karena mulutku sudah hampir menyerupai vagina, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot. Karena kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam itu kami lupa kalau Indun tidur di gazebo kami. Seperti biasa, aku teriak-teriak pada waktu penis suamiku mengaduk-aduk vaginaku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku sudah berkali-kali orgasme, sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus menerus. Tiba-tiba kami tersentak, ketika kami mendengar suara berisik di jendela. Segera suami mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Indun dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya keluar jendela. Indun yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah. Indun terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia kesal juga.


“Walah, Ndun! Kamu itu ngapain?” bentaknya.

Indun ketakutan setengah mati. Dia sangat menghormati kami. Suamiku yang tadinya kesal pun tak jadi memarahinya. Indun gelagepan. Wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Indun, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar, sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Indun.

“Aduh, mas. Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun?” Aku mendekati Indun dan memegang tangannya.

Wajah Indun sangat memelas, antara takut, sakit, dan malu.

“Sudah gak papa. Kamu sakit, Ndun?” tanyaku. “Sini coba kamu berdiri, bisa gak?”

Karena gemeteran, Indun gagal mencoba berdiri, dia malah terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sehingga kami berdua menjadi berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan lembutnya gundukan besar dadaku, karena aku hanya memakai daster tipis yang sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa.

“Aduh sorri, Ndun” pekikku.

Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku melirik suamiku, kenapa dia menertawai kami.

“Aduh Mas ini. Ada anak jatuh kok malah ketawa”

“Hahaha.. lihat itu, Dik. Si Indun ternyata udah gede, hahaha...” kata suamiku sambil menunjuk selangkangan Indun. Weitss... ternyata mungkin tadi Indun mengintip kami sambil mengocok, karena di atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya mencuat ke atas. Penis kecil itu terlihat sangat tegang dan berwarna kemerahan. Malu juga aku melihat adegan itu, apalagi si Indun. Dia tambah gelagepan.

“Hussh Mas. Kasihan dia, udah malu tuh”, kataku yang justru menambah malu si Indun.

“Kamu suka yang lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo... kamu nafsu ya lihat istriku?” goda suamiku.

Suamiku malah ketawa-ketawa sambil berdiri di belakangku. Tentu saja wajah Indun tambah memerah, walaupun tetap saja penis kecilnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku. Udah gak menolonng malah mentertawakan anak ingusan itu.

“Huh, Mas mbok jangan godain dia, mbok tolongin nih, angkat dia”

“Lha dia khan sudah berdiri, ya tho Ndun? Wakakak” kata suamiku.


Aku sungguh tidak tega lihat muka anak itu. Merah padam karena malu. Aku lalu berdiri mengangkang di depan anak itu, dan memegang dua tangannya untuk menariknya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat, akhirnya dia terangkat. Tapi baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku juga kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Ohhh... aku berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi tanganku malah menekan dada Indun dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan.... ohhhh. Sleppp.... terasa sesuatu menggesek bibir vaginaku.

“Waa...!” aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu juga dengan Indun, wajahnya nampak sangat ketakutan. “Aduuuhhh!” teriakku. Sementara suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar benda apa yang bergesekan dengan vaginaku, penis kecil si Indun! Penis itu menggesek wilayah sensitifku disamping karena vaginaku masih basah oleh persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku.

“Ohhhhh.... apa yang terjadi?” Pikirku.

Mungkin juga karena penis Indun yang masih imut dan lobang vaginaku yang biasa digagahi penis besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil itu.

“Ohhh.. Masss???” desisku pada suamiku. Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak kaget.

“Napa, say?” tanyanya heran.

Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kelamin kami saling bersentuhan. Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang terjadi. Aku merasakan penis Indun berdenyut-denyut. Lobangku juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Indun. Tentu saja penisnya melesak ke lobangku. Ohhh... aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh.

“Ohhh...” desisku. Indun terpekik tertahan. Wajahnya memerah. Tapi aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku. Slepppp... kembali penis itu menusuk dalam lobangku.

Yang mengherankan suamiku diam saja, entah karena dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin bingung juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini.


Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan tubuhku. Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Indun. Sementara Indun dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok penisnya tetap tegang di dalam vaginaku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru merasakan sensasi yang aneh dengan adanya penis anak yang sudah kuanggap saudaraku sendiri itu dalam vaginaku. Agak kasihan juga lihat mukanya, dan juga muncul rasa sayang. Pikirku, kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, karena penisnya sudah terlanjur dalam vaginaku. Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Indun. Suamiku tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasojo. Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti. Kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Indun, toh penisnya sudah menancap di vaginaku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang sudah di ubun-ubun, kasihan lihat Indun kalau tidak diteruskan. Dengan nekat aku kembali menekan pantatku ke depan. Vaginaku meremas penis Indun di dalam. Merasakan remasan itu, Indun terpekik kaget. Suamiku mendengus kaget juga.

“Dik, aaa...paaaa yang kaulakukan?” kata suamiku gagap.

Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur.

Suamiku melongo sekarang. Wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak percaya. Indun tidak berani lihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan dan penuh nafsu.

“Mas... aku teruskan saja ya, kasihan si Indun. Apalagi khan sudah terlanjur masuk, toh sama saja...” bisikku berani ke suamiku.

Aku tak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di luar perkiraan kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu si Indun. Si Indun mengerang-erang sambil terbaring di rerumputan halaman rumah kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas penis kecil itu di dalam lobangku. Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan, karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Indun, anak ingusan yang tidak berpengalaman. Tiba-tiba, karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di dalam vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lobangku. Otomatis remasan dalam vaginaku menguat, dan penis kecil si Indun dijepit dengan luar biasa.

Indun meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik, dann.... croottttttttt...........

Cairan panas itu membanjiri rahimku. Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan...

“Ohhhhhhhhhh...”

Aku lalu terkulai sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tanganku. Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tak tahu harus bagaimana. Aku dan suamiku saling berpandangan.

“Dik... Indun gak pakai kondom ..?” suamiku terbata-bata.

Kami sama-sama kaget menyadari bahwa percintaan itu tanpa pengaman sama sekali, dan aku telah menerima banyak sekali sperma dalam rahimku, sperma si anak ingusan. Ohhh... tiba-tiba aku sadar akan resiko dari persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku bakalan mengandung anak dari Indun, bocah SMP yang masih ingusan.



Indun


Pelan-pelan aku berdiri dan mencabut penis Indun dari vaginaku. Penis itu masih setengah berdiri, dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan suamiku mengehela nafas. Cepat cepat aku memperbaiki dasterku. Dengan gugup, Indun juga menaikkan celananya dan duduk ketakutan di rerumputan.

“Maa.. ma’af, Bu..” akhirnya keluar juga suaranya.

Aku menatap Indun dengan wajah seramah mungkin. Suamiku yang akhirnya pegang peranan.

“Sudahlah, Ndun. Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci!” perintahnya tegas.

“Iya, om. Ma.. maaf ya Om” kata Indun sambil menunduk. Segera dia meluncur pergi lewat halaman samping.

“Masuk!” suamiku melihat ke arahku dengan suara agak keras.

Gemetar juga aku mendengar suamiku yang biasanya halus dan mesra padaku. Aduuh, apa yang akan terjadi?bKami berdua masuk ke rumah, aku tercekat tidak bisa mengatakan apa-apa. Tiba-tiba pikiran-pikiran buruk menderaku, jangan-jangan suamiku tak memaafkanku. Ohhh apa yang bisa kulakukan.bDi dalam kamar tangisanku pecah. Aku tak berani menatap suamiku. Selama ini aku adalah istri yang setia dan bahagia bersama suamiku, tapi malam ini... tiba-tiba aku merasa sangat kotor dan hina.bAgak lama suamiku membiarkanku menangis. Pada akhirnya dia mengelus pundakku.

“Sudahlah bu, ini khan kecelakaan.”

Hatiku sangat lega. Aku menatap suamiku, dan mencium bibirnya. Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia. Kami berpelukan lama sekali.

“Tapi mas... kalau aku...... hamil gimana?” tanyaku memberanikan diri.

“Ah.. mana mungkin, dia khan masih ingusan. Dan kalau pun Dik Idah hamil khan gak papa, si Sangga juga sudah siap kalau punya adik lagi”, sanggah suamiku.

Jawaban itu sedikit menenangkan hatiku. Akhirnya kami bercinta lagi. Kurasakan suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Apa yang ada di pikirannya, aku tak tahu, padahal dia barusan saja melihat istrinya disetubuhi anak muda. Sampai-sampai aku kelelehan melayani suamiku. Pada orgasme yang ketiga aku menyerah.

“Mas, keluarin di mulutku saja ya... aku tak kuat lagi” bisikku pada orgasme ketigaku ketika kami dalam posisi doggystye.

Suamiku mengeluarkan penisnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku menyedot-nyedot penis besar itu. Sekitar setengah jam kemudian, mulutku penuh dengan sperma suamiku. Dengan penuh kasih sayang, aku menelan semua cairan kental itu.


###################

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan biasa. Aku dan suamiku tetap dengan kemesraan yang sama. Kami seolah-olah melupakan kejadian malam itu. Hanya saja, Indun belum berani main ke rumah. Agak kangen juga kami dengan anak itu. Sebenarnya rumah kami dekat dengan rumah Indun, tapi aku juga belum berani untuk melihat keadaan anak itu. Hanya saja aku masih sering ketemu ibunya, dan sering iseng-iseng nanya keadaan Indun. Katanya sih dia baik-baik saja hanya sekarang lagi sibuk persiapan mau naik kelas 3 SMP. Seminggu sebelum bulan puasa, Indun datang ke rumah mengantarkan selamatan keluarganya. Wajahnya masih kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri dengan riang menemuinya di depan rumah.

“Hai Ndun, kok kamu jarang main ke rumah?” tanyaku.

“Eh, iya bu. Gak papa kok Bu”, jawabnya sambil tersipu.

“Bilang ke mamamu, makasih ya”

“Iya bu”, jawab Indun dengan canggung. Dia bahkan tak berani menatap wajahku. Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal dia jelas masih anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang populer dan gagah kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Indun tidak terlalu gagah, tapi ukuran sedang untuk anak SMP. Hanya badannya memang tinggi.

“Ayo masuk dulu. Aku buatin minum ya” ajakku.

Indun tampak masih agak malu dan takut untuk masuk rumah kami. Siang itu suamiku masih dinas ke Kulonprogo. Anak-anak juga tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap sebentar tentang sekolahnya dan sebagainya. Sekali-kali aku merasa Indun melirik ke badanku. Wah, gak tahu kenapa, aku merasa senang juga diperhatiin sama anak itu badanku. Waktu itu aku mengenakan kaos agak ketat karena barusan ikut kelas yoga bersama ibu-ibu Candra Kirana. Tentunya dadaku terlihat sangat menonjol. Akhirnya tidak begitu lama, Indun pamit pulang. Dia kelihatan lega sikapku padanya tidak berubah setelah kejadian malam itu.

Hingga pada bulan selanjutnya aku tiba-tiba gelisah. Sudah hampir lewat dua minggu aku belum datang bulan. Tentu saja kejadian waktu itu membuatku bertambah panik. Gimana kalau benar-benar jadi? Aku belum berani bilang pada Mas Prasojo. Untuk melakukan test saja aku sangat takut. Takutnya kalau positif.

Hingga pada suatu pagi aku melakukan test kehamilan di kamar mandi. Dan, deg! Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil itu menunjukkan kalau aku positif hamil!!! Oh Tuhan!

Aku benar-benar kaget dan tak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku. Kami selalu bercinta dengan aman. Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini adalah anak Indun, si anak SMP yang belum cukup umur. Aku benar-benar bingung. Seharian aku tidak dapat berkonsentrasi. Pikiranku berkecamuk tidak karuan. Bukan saja karena aku tidak siap untuk punya anak lagi, tapi juga bagaimana reaksi suamiku, bahwa aku hamil dari laki-laki lain. Itulah yang paling membuatku bingung.


Hari itu aku belum berani untuk memberi tahu suamiku. Dua hari berikutnya, justru suamiku yang merasakan perbedaan sikapku.

“Dik Idah, ada apa? Kok sepertinya kurang sehat?” tanyanya penuh perhatian.

Waktu itu kami sedang tidur bedua. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Yang kulakukan hanya memeluk suamiku erat-erat. Suamiku membalas pelukanku.

“Ada apa sayang?” tanyanya.

Badan kekarnya memelukku mesra. Aku selalu merasa tenang dalam pelukan laki-laki perkasa itu. Aku tidak berani menjawab. Suamiku memegang mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dia menyadari apa yang terjadi. Sambil menatap mataku, dia bertanya, “benarkah?”

Aku mengangguk pelan sambil menagis, “aku hamil, mas...”

Jelas suamiku juga kaget. Dia diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dia menjawab singkat’

“besok kita ke dokter Merlin”. Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan sampai pagi tiba.

Hari selanjut sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin. Setelah dilakukan test, dokter cantik itu memberi selamat pada kami berdua.

“Selamat, Pak dan Bu Prasojo. Anda akan mendapatkan anak ketiga”, kata dokter itu riang.

Kami mengucapkan terimakasih atas ucapan itu, dan sepanjang jalan pulang tidak berkata sepatah kata pun. Setelah itu, suamiku tidak menyinggung masalah itu, bahkan dia memberi tahu pada anak-anak kalau mereka akan punya adik baru. Anak-anak ternyata senang juga, karena sudah lama tidak ada anak kecil di rumah. Bagi mereka, adik kecil akan menyemarakkan rumah yang sekarang sudah tidak lagi ada suara anak kecilnya.

Malamnya, setelah tahu aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku tidak tahu apakah dia ingin agar anak itu gugur atau karena dia merasa sangat bernafsu padaku. Yang jelas aku menyambutnya dengan tak kalah bernafsu. Bahkan kami baru tidur menjelang jam 3 dini hari setelah sepanjang malam kami bergelut di kasur kami. Aku tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu, karena sepanjang malam mulutku disodok-sodok penis suamiku, dan dipenuhi oleh muncratan spermanya yang sampai tiga kali membasahi muka dan mulutku. Aku hampir tidak bisa bangun pagi harinya, karena seluruh tubuhku seperti remuk dikerjain suamiku. Untungnya esok harinya hari libur, jadi aku tidak harus buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak.


#############################

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan luar biasa. Suamiku bertambah hot setiap malam. Aku juga selalu merasa horny. Wah, beruntung juga kalau semua ibu-ibu ngidamnya penis suami seperti kehamilanku kali ini. Hamil kali ini betul-betul beda dengan kehamilanku sebelumnya, yang biasanya pakai ngidam gak karuan. Hamil kali ini justru aku merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi. Setiap malam vaginaku terasa senut-senut, ada atau tak ada suamiku. Kalau pas ada enak, aku tinggal naik dan goyang-goyang pinggang. Kalau pas gak ada aku yang sering kebingungan, dan mencari-cari di internet film-film porno. Sudah itu pasti aku mainin pakai pisang, yang jadi langgananku di pasar setiap pagi, hehehe. Yang jadi masalah, adalah perlukah aku memberi tahu si Indun bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani bertanya pada suamiku. Dia mendukung kehamilanku saja sudah sangat membahagiakanku. Aku menjadi bahagia dengan kehamilan ini. Di luar dugaanku, ternyata kami sekeluarga sudah siap menyambut anggota baru keluarga kami. Itulah hal yang sangat aku syukuri.

Pas bulan puasa, tiba-tiba suamiku melakukan sesuatu yang mengherankanku. Dia mengajak Indun untuk membantu bersih-bersih rumah kami. Tentu saja aku senang, karena suamiku sudah bisa menerima kejadian waktu itu. Aku senang melihat mereka berdua bergotong-royong membersihkan halaman dan rumah. Indun dan Mas Prasojo nampak sudah bersikap biasa sebagaimana sebelum kejadian malam itu. Bahkan sesekali Indun kembali menginap di gazebo kami, karena kami merasa sepi juga tanpa kehadiran anak-anak. Si Rika semakin sibuk dengan urusan kampusnya, sementara si Sangga hanya pada malam hari saja menunjukkan mukanya di rumah. Semenjak itu, suasana di rumah kami menjadi kembali seperti sediakala. Tetap saja gazebo depan rumah sering ramai dikunjungi orang. Cuma sekarang Indun tidak pernah lagi menginap di sana. Mungkin karena hampir ujian, jadi dia harus banyak belajar di rumah. Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai terlihat membuncit. Kedua payudara membesar. Memang kalau hamil, aku selalu mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku. Hormonku membuatku selalu bernafsu. Mas Prasojo pun seolah-olah ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu seksnya semakin menggebu melihat perubahan di tubuhku. Kalau pas di rumah, setiap malam kami bertempur habis-habisan. Gawatnya, payudaraku yang memang sebelumnya sudah besar menjadi bertambah besar. Semua bra yang kucoba sudah tidak muat lagi, padahal bra yang kupakai adalah ukuran terbesar yang ada di toko. Kata yang jual, aku harus pesan dulu untuk membeli bra yang pas di ukuran dadaku sekarang. Akhirnya aku nekat kalau di rumah jarang memakai bra. Kecuali kalau keluar, itupun aku menjadi tersiksa karena pembengkakan payudaraku.

Aku menjadi seperti mesin seks. Dadaku besar, dan pantatku membusung. Seolah tak pernah puas dengan bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku dengan nafsunya yang juga bertambah besar. Indun akhirnya tahu juga kehamilanku. Dia sering curi-curi pandang melihat perutku yang mulai membuncit. Aku tidak tahu, apakah dia sadar, kalau anak dalam kandunganku adalah hasil dari perbuatannya. Yang jelas, Indun menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dia ke rumah untuk membantu apa saja. Bahkan di malam hari pun dia masih di rumah sambil sekali-kali meneruskan program mengaji anak-anakku.


###################

Pada suatu malam, Mas Prasojo harus pergi dinas ke luar kota. Malam itu kami membiarkan Indun sampai malam di rumah kami, sambil menjaga menjaga rumah. Aku harus ikut pengajian dengan ibu-ibu kampung. Jam setengah 10 malam aku baru pulang. Sampai di rumah, aku lihat Indun masih mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu.

“Ndun, Sangga sudah pulang?” tanyaku sambil menaruh payung, karena malam itu hujan cukup deras.

“Belum, Bu”

Aku lalu menelpon anak itu. Ternyata dia sedang mengerjakan tugas di rumah temannya. Aku percaya dengan Sangga, karena anak itu tidak seperti anak-anak yang suka hura-hura. Dia tipe anak yang sangat serius dalam belajar. Apalagi sekolahnya adalah sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja dia menginap di rumah temannya itu.

Aku lalu berkata ke Indun, “Kamu nginap sini aja ya, aku takut nih, hujan deres banget dan Mas Prasojo gak pulang malam ini”.

Memang aku selalu gak enak hati kalau cuaca buruk tanpa mas Prasojo. Takutnya kalau ada angin besar dan lampu mati. Apalagi kami sudah tidak ada lagi masalah dengan kejadian waktu itu.

“Iya bu, sekalian aku ngerjain tugas di sini”, jawab Indun.

Aku melepas kerudungku dan duduk di depan tivi di ruang keluarga. Agak malas juga aku ganti daster, dan juga ada si Indun, gak enak kalau dia nanti keingat kejadian dulu. Sambil masih tetap pakai baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku di sofa, sementara si Indun masih sibuk mengerjakan kalukulus di ruang tamu. Bajuku baju panjang terusan. Agak gerah juga karena baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra yang menyiksa payudara bengkakku. Aku juga melepas cd ku karena lembab yang luar biasa di celah vaginaku. Maklum ibu hamil. Kalau kalian lihat aku malam itu mungkin kalian juga bakalan nafsu deh, soalnya walaupun pakai baju panjang, tapi seluruh lekuk tubuhku pada keliatan, karena pantat dan payudaraku membesar. Acara tivi gak ada yang menarik. Akhirnya aku ingat untuk membuatkan Indun minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani anak itu.

“Wah, makasih , Bu. Kok repot-repot” katanya sungkan.

“Gak papa, kok”

Aku duduk di depannya sambil tak sengaja mengelus perutku.

Indun malu-malu melihat perutku.

“Bu, udah berapa bulan ya?” tanyanya kemudian, sambil meletakkan penanya.

“Menurutmu berapa bulan? Masak nggak tahu?” tanyaku iseng menggodanya.

Tiba-tiba mukanya memerah. Indun lalu menunduk malu.

“Ya nggak tahu bu... Kok saya bisa tahu darimana?” jawabnya tersipu.

Tiba-tiba aku sangat ingin memberi tahunya, kabar gembira yang sewajarnya juga dirasakan oleh bapak kandung dari anak dalam kandunganku. Dengan santai aku menjawab, “Lha bapaknya masak gak tahu umur anaknya?”

Indun kaget, gak menyangka aku akan menjawab sejelas itu. Dia jelas gelagapan. Hehehe. Apa yang kau harap dari seorang anak ingusan yang tiba-tiba akan menjadi bapak.

Wajahnya melongo melihatku takut-takut. Dia tidak tahu akan menjawab apa. Aku jadi tambah ingin menggodanya.


“Kamu sih, bapak yang gak bertanggung jawab. Sudah menghamili pura-pura tidak tahu lagi”, kataku sambil melirik menggodanya.

Aku mengelus-elus perutku. Geli juga lihat wajah Indun saat itu. Antara kaget dan bingung serta perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya.

“Aku... eeeee... maaf Bu... aku tidak tahu...” Indun menyeka keringat dingin di dahinya.

“Memangnya kamu tidak suka anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku.

“Eh... aku suka banget Bu.. Aku seneng...” Indun benar-benar kalut.

“Ya udah, kalau benar-benar seneng, sini kamu rasakan gerakannya” kataku manja sambil mengelus perutku.

“Boleh Bu? Aku pegang..?” tanyanya kawatir.

“Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat” perutku terlihat sangat membuncit karena baju muslim yang kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya. Indun bergeser dan duduk di sebelahku. Matanya menunduk melihat ke perutku. Takut-takut tangannya menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebenarnya aku berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum terasa, tapi Indun mana tahu. Dengan hati-hati dia meletakkan telapaknya di perutku.

“Maaf ya bu”, ijinnya. Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di perutku. Dia diam seolah-olah mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku. Aku merasa senang sekali karena biar bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak dari anak dalam kandunganku.

“Kamu suka punya anak?” tanyaku.

“Aku suka sekali, Bu, punya anak dari Ibu. Ohh.. Bu. Maafkan saya ya Bu” jawab Indun hampir tak kedengaran. Tangannya gemetar di atas perutku.

Indun terlihat sangat kebingungan, tak tahu harus berbuat apa. Aku juga ikut bingung, dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, bingung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas. Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam tanpa tahu harus melakukan apa. Tangan Indun terdiam di atas perutku.

“Ndun, kamu gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku?” tanyaku memecah kesunyian.

“Saya suka sekali sama Ibu......” jawabnya.

“Kenapa?”

“Ibu cantik..” jawabnya dengan muka memerah.

“Ihh.. cantik dari mana? Aku khan udah tua dan lagian sekarang badanku kayak gini..” jawabku.

Indun mengangkat wajahnya pelan menatapku, malu-malu.

“Gak kok, Ibu tetep cantik banget...” jawabnya pelan. Tangannya mulai mengelus-elus perutku. Aku merasa geli, yang tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasojo belum sempat menyetubuhiku.

“Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Prasojo?” tanyaku manja. Mukaku memerah. Aku benar-benar bernafsu. Aneh juga, anak kecil ini pun sekarang membuatku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan tubuhku?

“Aku nafsu lihat badan Ibu...” kali ini Indun menatap wajahku.


Mukanya merah. Jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka laki-laki yang nafsu lihat aku.

“Kalau sekarang? Masa masih nafsu juga, aku khan sudah membukit kayak gini..”

Indun belingsatan.

“Sekarang iya..” jawabnya sambil membetulkan celananya.

“Idiiih.... Mana coba lihat?” godaku.

Indun makin berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul keluar sebatang penis jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, penis itu sudah sangat tegang.

“Wah, kok sudah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku.

Indun sudah menurunkan semua celananya. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat horny. Vaginaku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini. Dengan gemes, aku pegang penis Indun.

“Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetar.

“Iya bu.. Mau banget”

Tanpa menunggu lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera vaginaku terpampang jelas di depan Indun. Rambut hitam vaginaku serasa sangat kontras dengan kulit putihku.

Segera kubimbing penis anak itu ke dalam lobang vaginaku. Indun mengerang pelan, matanya terbeliak melihat penisnya pelan-pelan masuk ditelan vaginaku.

“Ohhhh...... Buuu.....” desisnya.

Bless, segera penis itu masuk seluruhnya dalam lobang vaginaku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang itu.

“Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar”, perintahku.

“Iiiiiyaaa, Bu..” erangnya. Indun mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas penis itu dengan vaginaku, sambil kulihat reaksinya.

“Ohhh...” Indun mengerang sambil mendongak ke atas.

Kubiarkan dia merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Indun menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan dirinya. Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu, dan kuturunkan mukanya. Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya. Kamu berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah. Tangannya meremas dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin ambles ke dalam vaginaku.

“Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku.

Indun mulai memaju mundurkan pantatnya. Penisnya walaupun kecil, kalau sudah keras begitu nikmat sekali dalam vaginaku. Aku mengerang-erang sekarang. Vaginaku sudah basah sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu.


Aku mengarahkan tanga Indun untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku, karena takut kandunganku. Ohhh... aku sudah sangat nafsuu... sekitar 15 menit Indun memaju mundurkan pantatnya. Tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa. Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa.

“Ohhhh...” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Indun terdiam dengan tetap menancapkan penisnya dalam lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn......” aku terengah-engah.

Sambil tetap membiarkan penisnya di dalam vaginaku, aku memeluk ABG itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selama berepa menit sambil berpelukan. Penis Indun masih keras dan tegang di dalam vaginaku.

“Ndun, pindah kamar yuk”, ajakku.

Indun mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar karena dampak orgasme yang mengebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu membawanya ke kamarku. Di kamar aku meminta dia melepaskan bajuku, karena agak repot melepas baju ini. Di depan pemuda itu aku kini telanjang bulat. Indun juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat penisnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasurku. Lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan penisnya ke vaginaku. Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Indun meremas-remas susuku. Ohh, nikmat sekali. Penis kecil itu benar-benar hebat. Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor seidkit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya penis itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembali orgasme, bahkan sampai dua kali lagi. Orgasme ketiga aku sudah kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang penisnya yang masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku.

“Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu masih belum keluar ya?”

“Gak papa Bu...” jawabnya pelan.

Tiba-tiba aku punya ide untuk membantu Indun. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam vaginaku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian.

“Ndun, Ibu udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar...” bisikku.


Indun mengangguk. Kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Vaginaku berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi vaginaku, Indun juga membiarkan penisnya tersimpan rapi dalam vaginaku. Karena kelelahan aku tertidur dengan penis dalam vaginaku. Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan penis masih dalam vaginaku, ketika jam 1 malam tiba hpku menerima sms. Aku terbangun dan melihat Indun masih menatap wajahku sambil membiarkan penisnya diam dalam lobangku.

“Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok? Aduuuh, soriiii ya...” kataku sambil meremas penisnya dengan vaginaku.

“Gak papa kok, Bu. Aku seneng banget di dalam..” kata Indun.

Tanpa merubah posisi aku meraih hpku di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata dari Mas Prasojo: “Hai Say, udah bobok? Kalau blum aku pengen telp”.

Aku segera balas: “Baru terbangn, telp aja, kangen”

Segera setelah kubalas sms, Mas Prasojo menelponku. Aku menerima telepon sambil berbaring dan membiarkan penis Indun di dalam vaginaku.

“Hei... Sorii ganggu, udah bobok apa?” tanyanya.

“Gak papa Mas, kangen. Kapan jadinya balik?” tanyaku.

“Lusa, Dik, ini aku masih di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak?”

“Hmmm.... “ aku agak menggeliat. Indun memajukan pantatnya, takut lepas penisnya dari lobangku. Aku meletakkan jariku di bibirnya, agar dia tak bersuara. Indun mengangguk sambil tersenyum.

“Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen mas...”

“Sama.. Pengen nih” kata suamiku.

“Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku nakal.

“Mana aja deh”

“Nih, pakai mulutku aja, udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihih...” godaku.

“Aduuh Dik. Aku lagi di kampung sepi. Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku.

Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami.

“Kocok aja Mas, aku juga mau” kataku manja.

Kemudian aku menggeser Indun agar menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke Indun, “Sekarang kamu genjot aku sekencang-kencangnya sampai keluar, ya. Sekuat-kuatnya”.

Indun mengangguk. Aku menjawab telepon suamiku, “Ayo, mas, buka celananya..”

Aku mengambil cdku di sampingku, lalu kujejalkan ke mulut Indun. Indun tahu maksudku agar dia tidak bersuara.

“Oke, Dik. Aku sudah menghunus rudalku..”


Sambil menjawab mesra aku menekan pantat Indun agar segera memaju mundurkan penisnya dalam vaginaku. Indun segera membalasnya, dan mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sehingga perutku tidak tertindih badannya. Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan laki-laki abg itu. Ohhh, ya Tuhan. Bagai kesetanan, Indun menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu juga suamiku.

“Mas, aku masturbasi kesetanan ini..... Pengen banget.... Kamu kocok kuat-kuat yaaa..... Ahhhhh”

“Iyyyyaaaa... Ooohhh, untung aku bawa cdmu, buat ngocok nihh.... Ohhhhh” erang suamiku.

Tak kalah hebatnya, Indun menggasak lobangku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik. Aku mengerang-erang tidak karuan. Suara lobangku berdecit-decit karena banjir dan gesekan dengan penis Indun. Benar-benar gila malam ini. Aku sudah tidak ingat lagi berapa lama aku digenjot Indun. Suaraku penuh nafsu bertukar kata-kata mesra dengan suamiku. Indun seolah-olah tak pernah lelah. Tubuhnya sudah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan. Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap suara. Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Indun untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan. Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Indun dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan. Aku tak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya. Di kamarku, Indun masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum keluar rupanya. Wah, gila. Aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan buat penisnya yang masih tumbuh. Kubiarkan penis pemuda itu mengobok-obok vaginaku. Tiba-tiba kudorong Indun, sehingga lepas penis dari lobangku. “Ohhh”, lenguhnya kecewa.

Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur, dan aku segera menungging di depannya. Indun tahu maksudku. Dia segera mengarahkan penisnya ke vaginaku. Tapi segera kupegang penis itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku! Mungkin di sanalah penis Indun akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan. Indun sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya penisnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat penis Indun. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun dan mengambil jelli organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Indun menunggu dengan penis yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Indun, dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang pantatku. Kembali aku menunggingkan pantatku. Indun mengarahkan kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil di terobosnya.


“Ohhhhh.....” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang penis itu menyusup di lobang yang sempit itu.

Indun mengerang keras. Setengah perjalanan, penis itu berhenti. Baru separo yang masuk. Indun terengah-engah, begitu juga aku.

“Pelan-pelan, Ndun...” bisikku.

Indun memegang bongkahan pantatku, dan kembali menyodokkan penisnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk manis dalam lobang pantatku.

“Ohhh, Tuhan...” rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan batang penis itu. Setelah itu Indun mulai memaju mundukan pinggangnya. Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku ketagihan. Beberapa saat kemudian, Indun mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi karena sangat sempit,

genjotannya tidak bisa lancar. Kemudian,

“ohhhhh...”

Indun memuncratkan spermanya dalam pantatku. Crot...Aku tersungkur dan Indun terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Indun yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam.


########################

Paginya, aku bangun jam 6 pagi. ABG itu masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci kamarku. Mbok Imah tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak sudah terdengar suaranya di belakang. Oh.. Apa yang sudah kulakukan tadi malam, aku benar-benar tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku dan Indun benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang. Aku lihat si Indun masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya.

“Ndun... Bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku.

Indun nampak kaget dan segera duduk.

“Oh, Bu.. Maaf aku kesiangan...” katanya gugup.

“Gak papa Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam”

Kami berpandangan.

“Maaf Bu. Aku benar-benar tidak sopan”

“Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur bersama. Aku yang salah Ndun” bisikku pelan.

Indun menatapku, “Aku sayang sama Ibu...” katanya pelan.

“Ndun, kamu punya pacar?”

“Belum, bu”

“Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya soal kita”

“Iya bu, gak mungkinlah”

“Aku takut kamu rusak karena aku”

“Gak kok Bu, aku sayang sama Ibu”

“Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya” kataku kawatir.

“Tidak Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh ya...” katanya pelan.

Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak itu.

“Aku juga sayang kamu Ndun. Sini Ibu peluk” Indun mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku, dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak kecil itu. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya.

Aku lihat penis anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan.


Aku berpikir cepat, karena pagi ini Indun harus sekolah, aku harus segera menuntaskan ketegangan penis itu. Aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Indun lewat cermin aku menyuruhnya.

“Ndun, kamu pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi penismu ke pantat Ibu”

Indun buru-buru melumas batangnya. Aku menyorongkan bungkahan pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muku dan badanku sendiri. Ohh... agak malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi masih penuh dengan nafsu birahi.

“Cepat Ndun, nanti kamu terlambat sekolah”, perintahku.

Sambil memeluk perutku, Indun mendorong penisnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima batang yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terlihat sangat nafsu dan juga muka Indun yang mengerang-erang di belakangku.

“Ayo, Ndun, sodok yang kuat”

“Iyyyaaa.. Bu”

“Terusss... Cepat”

Sodokan-sodokan Indun semakin cepat. Lobang pantatku semakin elastis menerima batang imut itu. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Indun membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki.

“Ohhh...”

Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari penisnya.

“Udah Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu terlambat lho sekolahnya” kataku sambil tersenyum.

Indun mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Indun ada di ruang tamu. Aku suruh si Indun nunggu di kamar, dan aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip, sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu. Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Indun yang tadinya nampak panik berubah tenang. Setelah memakai celananya, Indun kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja tamu. Setelah itu dia pamit pulang. Aku segera mandi. Di kamar mandi aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah di dadaku.


######################

Sorenya Indun kembali main ke rumah. Dia sudah sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami. Malam itu Indun tidur lagi di kamarku. Mas Prasojo baru pulang besok harinya. Selama berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih. Tapi sebelum jam 1 aku suruh Indun untuk segera tidur, aku kawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku.

“Ndun, tadi kamu di sekolah gimana?” bisikku setelah kami selesai ronde ke tiga. Kami berpelukan dengan mesra di tengah ranjang.

“Biasa aja Bu”

“Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah?”

“Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang”

“Aku takut menganggu sekolahmu”

“Gak kok Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran”

“Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu”

“Iya Bu”

“Besok Mas Prasojo pulang, kamu gak bisa nginap disini”

“Iya, Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini”

“Yee.... maunya. Ya gak papa”, kataku sambil mencubit pinggangnya.

“Aku mau jadi pacar Ibu”

“Lho aku khan sudah bersuami?”

“Ya gak papa, jadi apa saja deh”

“Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?”

“Iya Bu. Aku tetap sayang sama Ibu. Mau dijadiin apa saja juga mau”

“Idihh.. ya udah. Bobok yuk” kataku kelelahan.

Kami tidur berpelukan sampai pagi.


#######################

Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Indun. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Indun sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan penis kecil anak itu. Padahal aku sudah punya penis yang jauh lebih besar dan tersedia untukku. Bayangkan, beda usiaku dengan Indun mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin membesar. Indun bahkan sering ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar. Indun semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat. Aku selalu mengingatkan Indun untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Indun semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama aku juga merasakan hal yang sama. Seolah-olah lobang pantatku menjadi milik eksklusif Indun, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Indun dan suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah tahu kalau pantatku sudah dijebol oleh Indun. Lama-lama aku kawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Indun kalau dia minta lobang pantatku. Indun sih oke-oke saja. Dia juga kawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.

Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering mendapat kondom gratis dari kelurahan. Mungkin karena masih masa pertumbuhan, dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan penis Indun juga mengalami pembesaran. Penis yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti penis imut pada waktu pertama kali masuk ke vaginaku, tapi sudah menjelma menjadi penis dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari penis Indun. Kekuatan penis Indun juga semakin luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih kuat dari suamiku. Karena perutku semakin membesar aku jadi sering pakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan. Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku malas memakainya. Entah karena gawan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang semakin gila.


##########################

Waktu ibu Indun mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu Indun. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Karena keluarga Indun termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka acara pengajian itu menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu Ro. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Indun. Acara pengajian dan keberadaan Mas Prasojo di rumah membuat kesempatanku bertemu dengan Indun menjadi sangat terbatas. Sudah lama Indun tidak merasakan lobang pantatku. Aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Indun. Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Indun untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya kesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku mendapatkan ide. Sorenya, segera kutelepon Indun menggunakan telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan Indun.

“Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Lani. Gimana Bu persiapan nanti malam, sudah beres semua?”

“Oh, Bu Lani. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya bu. Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih” jawab Bu Ro.

“Iya, beres Bu. Saya sama Bu Anjar sudah kangenan setelah magrib langsung kesitu, kok Bu. Indun ada Bu Ro?”

“Ada Bu, sebentar ya Bu”

Setelah Indun yang memegang telepon, aku segera bilang:

“Ndun nanti malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya” kataku pelan

“Iya Bu” jawab Indun agak bingung.

“Terus kamu pakai kondom kamu...”

Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran. Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Ro memang tokoh yang disegani masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT dengan memakai baju atasan longgar yang menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, karena memang lagi biasa dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku. Yang tidak biasa adalah bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cdku di rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Indun. Setelah semua urusan kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung. Di kejauhan aku melihat Indun dan memberinya kode untuk mengikutiku. Indun beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Anjar untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, banyak anggota jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan.


“Kita sini aja Bu, kalau Ibu mau. Tapi kalau ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana” kataku pada Bu Anjar.

“Gak papa Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hihihi..” kata Bu Anjar.

“Iya , ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam 12 lho”

Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Ternyata di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku.

“Bu, monggo kalau mau duduk” tawarnya padaku.

“Wah gak usah Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja” jawabku. Padahal aku sedang menunggu Indun yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami.

Akhirnya Indun tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Indun, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Indun dengan segera berdiri tepat di belakangku. Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Indun. Indun tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semlohai segera menempel pada penis Indun yang sudah tegang di balik celananya.

Aku berbisik pada Indun, “buka, Ndun. Udah pakai kondom?”

Indun mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan pantatku. Indun nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku. Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp. Masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Indun masuk ke dalam bajuku sambil mengelus-elus perutku. Batangnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju mundurin. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadarinya. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu tetanggaku itu. Sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan.

Sekitar satu jam Indun memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba vaginaku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih nunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar penis Indun dan kulepas kondomnya. Aku kembali mengarahkannya, kali ini ke lubang vaginaku. Indun mengerti. Lalu, bless.. dengan lancarnya penis itu masuk ke vaginaku dari belakang. Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu. Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama. Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Indun semakin ngos-ngosan. Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Indun juga kemudian memuncratkan maninya dalam vaginaku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu. Setelah agak reda, aku mendorong Indun dan mengeluarkan penisnya. Cepat-cepat Indun memasukkan dalam celananya, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku dan Indun sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Indun untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami setelah hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.


By: Maharani Dewi