Tuesday, July 19, 2022

Ya, Dia Ibuku.. by Intansari11 @semprot

 Chapter 1


Setiap lelaki pasti mempunyai tipe masing-masing untuk menilai lawan jenis dari segi bentuk fisik maupun masalah sifat itu sendiri. Entah itu lelaki dewasa ataupun lelaki yang masih bisa dibilang Bocah laki sekalipun. Ya, walau tak semuanya tapi melihat perkembangan anak zaman sekarang hal seperti itu sudah mulai umum dijumpai. Lihatlah seperti apa Sosial media sekarang. Banyak anak-anak yang Toxic dan bahkan cara bicaranya di komen terbilang cabul.


Untuk identitasku, aku terlahir dengan nama Bagas Setiawan, nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku. Usiaku sendiri kini sudah menginjak umur 18 tahun. Ya masih sangat Berondong gini lah. Wajah ganteng terkesan gemesin. Hahaha… Aku sekarang duduk di kelas 2 SMA di salah satu sekolah negeri yang normal di kotaku yang tercinta ini. Mengenai berapa anggota saudaraku di sini? Jawabannya tak ada karna aku memang terlahir di posisi pertama dan sampai sekarang impian untuk mempunyai adik seperti teman-teman yang lain hanyalah angan belaka.


Karna aku masih berstatus pelajar, maka aku masih tinggal bersama orang tua. Sosok perempuan yang melahirkan serta membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan lembutnya bernama Yuli Novianti. Ibuku usia 35 tahun. “masih muda dong padahal aku aja udah umur 18 tahun”. Ya itu terjadi karna ibu dan ayah menikah di usia dikarenakan saat berpacaran dengan ayah, ibu hamil. Ya gitu lah, aku juga taunya dari cerita kakek.


Sering aku dengar jika orang-orang berbisik bahwa ibuku terlihat awet muda dan ya itu memang benar. Paras wajahnya juga cantik dan badanya pun sangat ideal untuk kaum hawa. Maaf…payudaranya terlihat membusung dengan indah nan sekal. Aku juga pria biasa yang dimana rasa nafsu kadang muncul saat melihat kemolekan tubuh ibu tapi semuanya ku tepis karna teringat bahwa dia adalah ibuku sendiri.


“nak, tolong angkatin jemuran ya”, salah satu momen yang biasanya membuat diriku senang dikala ibu mengirimkan chat demikian saat telat pulang. Oh iya, ibuku ini seorang guru dan pas juga bahwa ibu mengajar di sekolahku juga.


Dengan mengangkat jemuran diriku bisa melihat pakaian dalam ibu yang sedang dijemur sejak pagi hari. Sering kali setan menempeli otakku serasa menyuruhku untuk mencium Bra serta celana dalamnya sampai ku jilat-jilat dengan rakus serta ku masukkan lalu ku oleskan di dalam selangkangkanku sambil membayangkan hal tak senonoh dan kurang ajar dengan wajah ibuku yang sedang berada di bawah sana. Pakaian dalam yang awalnya sudah kering menjadi basah akibat jilatanku, bau detergen mulai berbaur serasi dengan bau selangkanganku. Tak jarang setelah aku melakukannya, aku langsung taruh pakaian dalam ibu seperti tak terjadi apapun. Bra maupun celana dalam yang ku nodai itu berujung dipakai oleh ibu dan sensasi yang kurasakan saat membayangkan sungguh sangat terasa nikmat.


Aku tergesa-gesa keluar dari kamar dengan baju yang dikeluarkan serta dasi biru belum aku pasang dan sepertinya pagi ini aku bangun lebih siang daripada hari biasanya dimana saat aku sampai ruang makan, aku tak lagi menjumpai ayah sarapan. Ku palingkan sedikit pandangan mata ini lalu mataku langsung menangkap sosok ibu yang baru saja dari dapur habis mencuci piring lengkap dengan pakaian cokelat PNS nya serta Jilbab minimalis yang senada.


Dalam hati aku bergumam gemas melihat ibuku. Sungguh beruntungnya diriku bisa memiliki ibu sepertinya, pagi-pagi sudah dikasih sarapan berupa pemandangan yang bikin melek mata. Payudaranya yang sekal itu tercetak bulat dengan jelas di balik seragam yang ia pakai. Rasanya jika aku menjadi ayah, aku akan memeluknya dari belakang dan kedua tanganku ini meraih bukit kembarnya itu lalu meremasnya. Sialan! Membayangkan saja sudah membuat kontolku mengeras!


“kebiasaan kan kalo bangun kesiangan”, ujar ibu saat diriku hanya berdiri mematung melihatnya.

“hey! Pagi-pagi sudah kesambet kamu. Ini sarapan dulu biar fokus belajarnya sama biar kuat staminanya kalo dihukum”. Ya sudah biasa juga aku dihukum karena kesiangan masuk. Ibuku bukannya masa bodo, ia sudah memarahiku berulang kali tapi sepertinya ibu sudah mulai capek jadinya omelannya pun sudah mulai tak ia keluarkan.


Aku menuruti perkataan ibu untuk duduk dan mengambil makanan. Saat aku mencoba menelan butiran nasi ini rasanya sungguh sangat hambar, bukan dikarenakan masakan ibu tak enak tapi karna diriku sedang menahan nafsuku. Gimana sih rasanya pas lagi nafsu berat malah makan.


Aku tergesa-gesa keluar dari kamar dengan baju yang dikeluarkan serta dasi biru belum aku pasang dan sepertinya pagi ini aku bangun lebih siang daripada hari biasanya dimana saat aku sampai ruang makan, aku tak lagi menjumpai ayah sarapan. Ku palingkan sedikit pandangan mata ini lalu mataku langsung menangkap sosok ibu yang baru saja dari dapur habis mencuci piring lengkap dengan pakaian cokelat PNS nya serta Jilbab minimalis yang senada.


Dalam hati aku bergumam gemas melihat ibuku. Sungguh beruntungnya diriku bisa memiliki ibu sepertinya, pagi-pagi sudah dikasih sarapan berupa pemandangan yang bikin melek mata. Payudaranya yang sekal itu tercetak bulat dengan jelas di balik seragam yang ia pakai. Rasanya jika aku menjadi ayah, aku akan memeluknya dari belakang dan kedua tanganku ini meraih bukit kembarnya itu lalu meremasnya. Sialan! Membayangkan saja sudah membuat kontolku mengeras!


“kebiasaan kan kalo bangun kesiangan”, ujar ibu saat diriku hanya berdiri mematung melihatnya.

“hey! Pagi-pagi sudah kesambet kamu. Ini sarapan dulu biar fokus belajarnya sama biar kuat staminanya kalo dihukum”. Ya sudah biasa juga aku dihukum karena kesiangan masuk. Ibuku bukannya masa bodo, ia sudah memarahiku berulang kali tapi sepertinya ibu sudah mulai capek jadinya omelannya pun sudah mulai tak ia keluarkan.


Aku menuruti perkataan ibu untuk duduk dan mengambil makanan. Saat aku mencoba menelan butiran nasi ini rasanya sungguh sangat hambar, bukan dikarenakan masakan ibu tak enak tapi karna diriku sedang menahan nafsuku. Gimana sih rasanya pas lagi nafsu berat malah makan.





“ayah udah berangkat, bu?”, tanyaku sembari mengunyah makanan yang terasa malas untuk mengunyahnya. Ibuku mengangguk, “paling baru sekitar Lima menitan. Kenapa emang?”. Ku gelengkan kepala.

“yaudah, agak dicepetin gih ngunyah nya ntar terlambat kamunya”

“Lah ibu aja belum berangkat”

“Ibu dikasih tolong buat fotokopi beberapa lembar tugas jadi ibu gapapa kalo agak terlambat”, aku mengangguk mengiyakan.


Selesai sudah sarapan pagi ini lalu beranjak menemui ibu yang kembali ke dapur untuk pamit berangkat beserta salim dengannya. Darahku kembali berdesir dikala aku bisa merasakan lembut nan halusnya tangannya mengakibatkan pikiran jorokku meloncat dari akal sehat. Rasanya ingin sekali jika tangan halus itu dipakai menggenggam kontolku pasti akan serasa nikmat. Sehabis memberikan tangannya untuk kusalami, ibu berbalik badan meneruskan sedikit tugas ibu rumah tangannya yang tersisa dan saat ibu telah membelakangiku, aku dengan sengaja meremas batang kontolku yang sudah tegang ini sambil melihat tubuh belakangnya beberapa detik sebelum aku benar-benar berangkat ke sekolah.


“Bagas berangkat dulu, bu”

“Iya, hati-hati”


Kesialan kembali menghampiriku seperti bagi hari biasanya dimana aku terlambat untuk masuk. Sampai di depan sekolah pagar sudah di tutup dan pak Satpam menatapku. Sial! Ini sih bakal dipanggil guru BK nya. Yah, apa mau dikata bolos pun sudah ketahuan jadinya dengan langkah malas dan juga menyiapkan diri untuk dikasih hukuman, aku melangkah menuju gerbang meminta pada pak Satpam guna memberiku masuk. Seperti itulah kegiatanku di pagi hari hingga diriku berakhir bersama rerumputan maupun sampah yang berserak di halaman sekolahku ini. Ini aku mau belajar apa jadi tukang bersih-bersih?


Mungkin sudah hampir setengah jam diriku menjalani hukuman ini hingga dari pandanganku aku bisa melihat motor ibu masuk ke halaman sekolah. Beliau menatapku sambil menggelengkan kepalanya dengan jarinya menunjuk ke arahku seolah ibu bilang, “hayo, benar kan terlambat lagi kamu”. Sebenarnya disini aku kadang merasa agak malu sama diriku sendiri sih. Masa iya aku anak seorang guru tapi akunya malah sering terlambat kaya gini, seperti ibu tak bisa mendidikku dengan benar.


Empat puluh lima menit berlalu, pelajaran pertama telah usai dan begitu juga dengan hukumanku ini. Aku yang sudah dikasih izin oleh guru BK untuk masuk ke kelas tak sengaja menangkap sosok ibu yang masuk ke kelas 3. Ya, ibuku hanya mengajar di kelas 3 saja dan pada mata pelajaran Biologi. Entah lah mungkin anak-anak kelas 3 mungkin juga memikirkan hal jorok tentang ibuku, apalagi ibu di bidang Biologi. Aku juga pengen cepat-cepat naik kelas supaya di ajar olehnya.


Disini aku mempunyai sahabat bernama Dion. Dion ini anaknya biasa saja sih sebenarnya tak ada yang spesial. Aku berteman dengannya sudah sejak kecil sehingga Dion bisa kusebut juga sahabat terbaikku yang selalu bisa ku ajak untuk susah bareng. Anaknya baik dan juga sangat royal menurutku pribadi. Tempat duduknya dan tempatku satu bangku.


“Abis ngejob ya?”, candanya menyindir keterlambatanku.

“Sialan lu”

“Bersih ga tuh halamannya. Hahaha”

“bodo amatlah”


“Ntar jadi kan main ke rumah?”, tanyaku tentang rencana kami bermain game yang baru aku beli tempo hari.

“Sorry, skip dulu kayaknya. Nenek hari ini mau datang soalnya”

“Yowis kalem lah”


Pelajaran kedua pun berlanjut hingga masuk jam pelajaran terakhir ternyata guru bahasa kami sedang sakit, alhasil kami sekelas hanya diberikan sebuah tugas untuk mengerjakan beberpa soal esai. Apa yang terjadi? Sudah pasti seperti kerja kelompok. Keluyur sana, keluyur sini mencari jawaban untuk di contek dan tentunya anak pintarlah yang menjadi bulan-bulanan untuk dipaksa memikir sementara kami hanya bersiap menyalinnya.


Masih tersisa 45 menit atau satu jam pelajaran lagi sebelum bel pulang berbunyi. Akibat kami sekelas sudah tak ada lagi kerjaan, kelas sudah seperti kapal pecah. Para penghuninya juga perlahan kian berkurang dari kapasitasnya. Ada yang ke kantin ada juga yang langsung cabut. Sementara aku dan Bagas masih berada di dalam kelas bermain game Online ditemani oleh para kaum absurd, kaum penata rias yang sedang bergerombol ngerumpi atau kaum rebahan yang memilih untuk tidur di space kosong bagian belakang.





Tak terasa sudah satu jam lebih diriku berada di rumah tanpa melakukan kegiatan yang berarti, hanya duduk di sofa sembari acara televisi yang menontonku bermain hp. Ayah jelas belum pulang, ibu juga masih berada di sekolah katanya ada urusan yang belum selesai ditambah lagi Bagas tak jadi main membuatku sangat bosan. Kadang kebosanan seperti inilah yang membuat otakku bergerak dengan sendirinya berimajinasi jorok.


Pikiran ibu berlari ke sosok ibu yang selalu membuatku terpesona oleh kecantikan, kemolekan dan aura Milf nya itu yang sangat kental terpancar. Semakin lama pikiran jorok ini semakin menganggukku dan akhirnya aku dikalahkan olehnya. Dengan langkah cepat dan nafas kian memburu, aku bergegas ke kamar kedua orang tuaku yang jarang dikunci itu. Di dalam kubuka lemari pakaiannya dan kucari pakaian dalam yang suka dipakai. Tanpa membuang waktu, ku pelorotkan bagian bawahku hingga telanjang setengahnya sehingga batang kontolku yang sudah mengeras ini terbuka dengan sangat bebas.


Sambil membawa beberapa buah Bra serta celana dalam ibu, aku naik ke kasurnya dan ku tumpuk semuanya lalu kutindih untuk ku gesekan dengan batang kontolku ini. Di posisi ini aku berkhayal tengah menyetubuhi ibuku sendiri dengan perantara pakaian dalamnya.


“oouugghhhssss ibbuu….sssshhhhh….”, desisku menikmati setiap gesekan kontolku ini.


Pikiranku semakin menari dengan liarnya dan berencana untuk menelepon ibuku sembari melakukan hal kurang ajar seperti ini. Beberapa kali kucoba untuk meneleponnya dengan nafas yang tak karuan ini, namun tak kunjung diangkat hingga memasuki panggilan ketiga akhirnya panggilanku dijawab oleh ibu. Oh! Aku akan berbicara dengan ibuku sambil menggesekkan kontolku di pakaian dalamnya, sungguh gila sekali aku ini.


Walau diriku harus rela menunggu sahutan dari ibuku di balik panggilan sana, namun hal tersebut membuatku semakin blingsatan oleh nafsu ini dikarenakan pikiranku menjadi liar dan semakin liar disaat hening tanpa ada sahutan dari ibu, telingaku hanya mendengar beberapa kali suara seperti meja yang di geser. Pola pikirku merespon suara tersebut kalau ibu sedang di genjot oleh guruku sendiri dan itu rasanya membuat kontolku mengeras dengan sangat maksimal.


“KRIET!!! KRIET!!! KRIET!!!”. Setan suara tersebut membuat khayalan jikalau selangkangan ibuku sedang di tumbuk dengan keras oleh benda tumpul guruku sendiri sampai-sampai tempat yang di pakai ibu tiduran terdorong oleh kuatnya tumbukan guru tersebut. Akkkkhhhh gila! Kenapa bisa aku berkhayal jika kejadian itu benar adanya tapi jika memang terjadi bagaimana? Sialan! Aku marah, cemburu tapi aku juga suka membayangkannya.


Aku tak menghitung berapa detik telah berlaku tapi syukurnya suara ibu bisa kudengarkan bahwa beliau menjawab panggilanku, “iya, nak ada apa?”. Sambil masih menggesekkan batang kontolku di tumpukan pakaian dalamnya aku menjawab, “gapapa, bu. Itu….itu ibu masih belum selesai kah urusannya?”. Dengan sekuat tenang aku tahan supaya suaraku tak terlalu terdengar bergetar.





“bentar lagi selesai kok, nak”

“ibu lagi ngapain sih sebenernya? Itu kok berisik banget dari tadi ada suara meja kaya digeser?”

“Ini…ini ibu sekalian lagi bantuin pak kepala buat tata ulang ruangannya”

“Hah? Memangnya ibu kuat angkat-angkat meja?”

“Ya ga angkat juga kali nak, ibu kan perempuan. Masa iya pak kepala tega kasih kerjaan buat ikut angkatin, yang ada malah ibu yang diangkat sama pak kepala”. Serius, disini jawaban yang ibu lontarkan terdengar sangat ambigu untuk bisa diterima dengan akal normal.


Seperti yang sudah aku utarakan tadi bahwa aku merasa cemburu tapi juga merasakan nafsu disaat membayangkan ibuku tengah berada di posisi seperti yang sering aku fantasikan. Namun untuk hal tersebut terealisasikan rasanya aku belum siap menerimanya sehingga perasaan yang ku rasakan sekarang lebih condong ke arah rasa cemburu bercampur dengan kesal, ya walau masih sangat terasa gejolak nafsu ini. Masih bisa terlihat jelas nafsu ini karna diriku masih tetap saja menggesekkan batangku ini di tumpukan pakaian dalamnya sembari terus berbicara dengan ibu.


“ya sudah bu, Bagas Cuma mau tanya itu aja kok”


Sebelum panggilan tertutup aku mendapatkan sebuah klimaks yang terasa lebih nikmat dari biasanya saat ku masturbasi. Aku klimaks bertepatan disaat ku mendengar kembali sebuah suara decitan meja yang bergeser dan suara ibu seperti mendesah. Sial suara seperti itu membuatku semakin berpikir aneh dan yang tidak-tidak terhadap apa yang sedang ibu lakukan di luar sana. Pancutan demi pancutan cairan putih kental ini habis sudah kusemburkan di tumpukan pakaian dalam ibuku ini hingga tetesan terakhir ku oleskan disana sampai ujung kontolku mengering.


“akkkhhhh….leganya sehabis klimaks, tapi stamina ini sedikit terkuras untuk meraih semua kenikmatan yang telah dicapai”, ku gulingkan tubuhku ini di kasur ibu serta ayah ini. Sambil menerawang langit-langit kamar, aku kembali membayangkan fantasi nakalku terhadap ibu. Fantasi dimana sekarang ibu tengah menungging memberikan tubuhnya untuk dinikmati oleh pak kepala sekolah. Bukan hanya pria utu saja, tapi fantasiku semakin liar dimana ada beberapa guru lain juga serta satpam sekolah ikut menikmatinya. Ya, fantasiku sedang mencoba merangkai kejadian ibuku tengah di gangbang oleh mereka. Sial! Baru saja dibuat klimaks tapi batang kontolku mulai bangkit lagi. Memang benar jika nafsu anak muda memang cepat naik.


Kuambil sebuah keputusan dimana aku berniat untuk mengintip keberadaan ibu di sekolah. Aki sangat penasaran dengan apa yang sedang ibu kerjakan disana. Apakah sesuai dengan fantasiku apa sebaliknya jika ibu memang sedang tak berbohong padaku terlebih lagi ini sudah sangat lama dari jam biasanya beliau pulang dan lagian posisi ibu memang rawan dimana guru-guru serta para murid bisa ku tafsirkan sudah pada pulang ke rumahnya masing-masing.


Tanpa membersihkan terlebih dahulu semua ceceran air peju ku di pakaian ibu, aku kembali memasukkannya ke dalam lemari pakaian dan memakai kembali celanaku sebelum diriku beranjak keluar, ku tatap sejenak foto kedua orang tuaku yang tergeletak diatas meja rias. “moga aja istrimu sekarang ga seperti yang anakmu fantasikan”, batinku terfokus pada sosok pria berwibawa yang terdapat di dalam bingkai foto tersebut.





Seperti yang aku tebak bahwa sekolah sudah terlihat sepi akan aktivitas bahkan cenderung seperti tak ada orang lagi di dalam sana, namun jantungku kembali terpacu ketika mataku melihat masih terdapat motor ibu, beberapa motor milik guru di sekolahan ini beserta dengan motor pak satpam yang tergeletak anteng di tempatnya. Ya, berarti memang ibu dan beberapa orang memang ada di dalam.


Ibuku ada di dalam bersama kepala sekolah dan mereka berlainan jenis. Yang membuatku semakin tak karuan karena yang kutahu pak kepala sering tertangkap basah olehku melihat ibuku dengan tatapan anehnya. Seperti memang pria tersebut ada sesuatu terhadap ibuku. Bukannya mau berburuk sangka tapi yang namanya setan bisa datang kapan saja serta dimana saja dan setan pun tak pandang bulu untuk menghasut.


“Hhaaahhhh….”, ku hembuskan nafas untuk menenangkan diriku supaya tetap tenang. Paru-paruku sedikit mulai bisa kukendalikan lagi, hanya saja detak jantung ini saja yang masih belum bisa ku jinakkan. Sumpah, deg-degan banget sampai adrenalin ini memuncak dibuatnya. Inikah efek dari pikiranku yang selalu mesum terhadap ibu sehingga kejadian janggal sedikit saja sudah memberikan gambaran jorok sedang terjadi?


Sebisa langkah ini kubuat sepelan mungkin saat sudah dekat dengan ruang guru yang bercampur dengan ruang kepala sekolah juga, hanya terpisah oleh sekat. Aku berjalan lewat belakang sehingga yang bisa kulakukan adalah mencari jendela yang bisa kugunakan untuk melihat ke dalam tanpa di ketahui oleh siapapun yang ada di dalamnya.


Banyak jendela disini, namun sangat susah untuk mencari jendela mana yang pas untuk aku gunakan. Setelah memikirkan beberpa hal, akhirnya diriku menemukan satu jendela yang menurutku pas yaitu jendela paling ujung dimana jendela itu sedikit lebih tertutup oleh dedaunan pohon yang sepertinya belum sempat ditebang dahannya itu. Belum sempat diriku menemukan posisi untuk mengintip, aku kembali mendengar beberapa kali suara decitan meja dan ini jauh lebih nyaring di telinga dibandingkan saat pada panggilan tadi.


“apa benar ibu gue lagi dipake sama mereka?”

“Bisa-bisanya diriku berbikir sampai seperti ini”, sialan pikiran ini kembali meliarkan diri.


Terlihat sudah dengan jelas bahwa ibuku masih mengenakan seragam lengkapnya beserta dengan satu…dua guruku yang mendapat posisi kepala sekolah dan guru BK serta satu satpam gerbang. Apa yang tengah terjadi di dalam sana tak seperti yang aku pikirkan, ternyata ibu memang sedang membantu ketika pria itu menata beberapa meja dengan ibuku membantu hanya dengan memakaikan taplak meja. Disini aku baru ingat bahwa hal tersebut untuk persiapan rapat esok hari. Disini aku mulai bernafas dengan lega.


“kalau bu Yuli capek, ibu istirahat aja. Lagian ini juga sudah mau selesai kok”, ucap Susno, kepala sekolahku.

“iya, bu istirahat aja gapapa”, sambung pak Anton guru BK, sementara pak Togar satpam sekolah masih sibuk sendiri mengangkat beberapa kursi.

“ga ko bapak-bapak. Harusnya yang capek ibu bapak-bapak semua, lagian saya disini kan Cuma kerjain yang ringan-ringan”, balas ibu sambil merapikan meja dengan ditaruh taplak serta Tag Name.

“kerjaan kaya gini sih ga terlalu buat kita capek bu, kita kan laki. Orang angkat ibu berulang kali aja kita kuat kok”, celoteh pak Susno menanggapi jawaban ibu dengan sebuah candaan lalu ibuku terlihat hanya tersenyum.

“kayaknya bu Yuli ga percaya tuh pak, coba angkat gih. Hahahaha”, ujar pak Anton.

“mau bukti bu? Sini biar bapak angkat”

“Hahaha…ga deh, pak”, jawab ibu santai. Mungkin bagi ibu yang dimaksud diangkat itu sebai angkat badan biasa atau gendongan. Walau terkesan santai menanggapi tapi sepertinya ibu membuat kesalahan karna candaan tersebut dimana tanpa sengaja ibu merubah posisi lengannya yang sedang mengimpit vas bunga kecil di dadanya sehingga air yang ada di dalam beberapa mili jatuh ke seragamnya.


“yah….hati-hati, bu”, sigap pak Anton lewat perkataan.

“iya, pak. Aduh…maaf”

“ngapain minta maaf, bu? Itu bukan hal yang perlu di permasalahkan, justru yang jadi masalahnya airnya tumpah ke seragam ibu itu”. Buru-buru saja ibuku terlihat meraih tisu yang berada di samping dirinya berdiri. Seluruh mata menatap pada aktivitas yang tengah ibu lakukan yaitu mencegah air supaya tak meluas di seragamnya.


“sebentar lagi selesai dan sedari tadi juga belum pada istirahat kan? Kita istirahat sebentar gimana?”, usul pak Susno. Terlihat pak Anton berhenti dari aktivitasnya dan berpikir sejenak.

“eh iya tuh kasihan bu Yuli sampai keringatan gitu”, sontak saja mata kedua pria lainnya tertuju pada tubuh indah ibuku yang tengah berdiri di depan mereka. Disini aku bisa simpulkan bahwa mereka bertiga pasti bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh ibu yang tercetak jelas di balik seragamnya yang bisa dikatakan ngepas di tubuhnya. Apalagi pada bagian payudaranya yang berisi itu.





Disini sedari tadi aku hanya bisa melihat punggung ibu dikarenakan beliau membelakangi arah pandangku, namun akhirnya bisa kulihat secara utuh tubuhnya dikala membalikkan dirinya mungkin karna malu di pandangi oleh mereka. “buset!”, dalam benakku. Bagaimana tidak ternyata air vas yang tumpah tadi sudah cukup melebar ke seluruh dadanya atau dengan artian seragam bagian kedua payudaranya telah basah meninggalkan bentuk bulat yang terlihat dengan amat jelas. Memang bahan dari seragam semacam itu bisa dibilang lumayan tebal sehingga tak ada kata transparan, namun bagaimanapun itu air yang tumpah tetap membuat garis Bra ibuku terlihat dengan jelas.


“Maaf, sebentar pak”, izin ibu yang sudah membalikkan badanya. Seolah mengerti maksud ibuku, ketiga pria tersebut hanya mengiyakan.


Untuk diriku pribadi bisa dibilang sebuah Jackpot karena keberuntungan ini sungguh langka bisa ku terima. Sambil membelakangi ketika pria di belakangnya, ibu membuka beberapa kancing seragamnya lalu mengambil beberapa lembar tisu lagi untuk mengelap kulitnya. Sudah pasti aku bisa melihat belahan ibu serta bagaimana tonjolan kedua payudaranya yang seakan ingin meloncat keluar dari Bra hitam yang menyangganya. Kulitnya putih mulus dan terlihat menantang untuk aku jilat.


Dalam beberapa menit suasana di dalam ruangan terkesan sunyi tanpa ada suara maupun aktivitas diantara ketika pria tersebut. Barulah suasana mulai cair dikala ibu kembali dengan kancing yang sudah dipasangkannya lagi.


“Aduh sampai kelupaan. Gimana pak Togar, bu Yuli apa kita mau istirahat dulu?”, tanya pak Anton.

“boleh pak”, jawab pak Togar.

“Terserah bapak deh”, kali ini jawaban dari ibuku.


“habis keluar keringat kaya gini dan cuaca hari ini juga lumayan panas jadi saya tadi sudah pesan beberpa makanan ringan sama es buah”, ujar pak Susno.

“Wah, seriusan nih pak? Jadi enak nih. Hehehe…”, ucap pak Anton.

“Anggap saja sebagai rasa terima kasih saya karna kalian mau bantu. Guru-guru yang lain kan ga bisa bantu jadi maaf malah buat kalian punya kerjaan tambahan kaya gini, terutama buat bu Yuli ini. Saya benar-benar merasa ga enak karna Cuma bu Yuli saja guru perempuan yang bisa ikut”

“Gapapa kok, pak. Lagian saya juga bantuin ikhlas kok”

“pak Togar, bisa minta tolong ga?”, tanya pak Susno.

“Iya, pak ada apa?”

“Ini yang saya pesan sudah ada di depan gerbang, bapak bisa bantu ambilin ga?”

“Bisa pak”


Entah ini yang kulihat disengaja atau tidak, saat pak Togar ingin beranjak pergi, lengan pak Togar menyenggol payudara sebelah kanan ibuku karena posisi ibu juga bisa dikatakan sedikit menghalangi jalan pak Togar. Tampaknya ibu terlihat sedikit kaget akan hal tersebut tapi lain hal dengan pak Togar, seakan tak ada apapun yang terjadi, pak Togar tetap berjalan tanpa memasang gimik yang berarti.





Beberpa insiden aku pikirkan sebagai hal yang tak disengaja jadi aku memilih untuk menanggapinya dengan santai dan aku juga sungguh sangat merasa lega ternyata tak terjadi apa-apa dengan ibuku dan rasa lega ini juga yang akhirnya menuntunku untuk pulang dan menunggu ibu di rumah saja. Tentu saja aku keluar dari sekolah dengan hati-hati supaya tak terlihat oleh pak Togar lalu mengambil motorku yang berada tak jauh dari area sekolahku ini.


Benda bulat pipih yang tertempel pada dinding rumah sudah menunjukkan pukul 15.55 dan ibu masih juga belum pulang dari sekolah. Dalam titik ini aku kembali berpikir tentang pekerjaan ibu, Mungkinkah belum selesai padahal tadi dengan jelas dan dapat kulihat pekerjaan mereka tinggal sedikit lagi. Tersisa beberpa bangku yang belum di rapikan beserta vas bunga saja yang belum di taruh ke atas meja. Apa mungkin melakukan pekerjaan seperti itu saja memerlukan waktu lebih dari satu jam?


Masih muda tapi diriku terlihat seperti orang linglung, berjalan mondar-mandir tak jelas. Aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku percaya pada ibu tapi disisi lain juga ada perasaan janggal yang hinggap di hati.


“Ibu lagi ngapain sih? Kabari lah kalo memang belum selesai, jangan bikin aku berpikir yang ga karuan kaya gini”

“Apa iya gue harus ke sekolahan lagi buat cek?”

“Aaarrggghhh!!! Apa gue telepon ibu aja dulu ya? Kalo emang ga dijawab-jawab bari deh kesana”

“Iya….mending gue telepon dulu”


Kuambil HP yang sedang ku charge di kamar dan sejurus kemudian aku mencari kontak ibuku. Nomornya tetap aktif dan tersambung namun belum juga kunjung diangkat. Barulah percobaan kedua panggilanku diangkat oleh beliau.


“Eeggghhhh…ssshhhhh….”, itulah yang pertama kali aku dengar saat panggilanku diangkat.

“halo nak, kenapa?”, tanya ibu tapi suaranya seperti bergetar. Badanku menjadi panas dingin secara mendadak dan nafasku memburu seperti habis maraton.

“itu…itu, bu. Anu…ibu kapan pulang? Ini sudah sore loh”





KRIET!!! KRIET!!! KRIET!!! Bunyi itu lagi. Bunyi meja yang tergeser. “Masa mejanya ditata ulang lagi?” Pikirku.


“Eeggghhhh…..ini…ini bentar lagi kok, nak. Ini….tinggal beberapa meja yang tersisa belum di rapikan”

“Memangnya berapa banyak meja yang harus di tata, bu? Perasaan lama banget deh”

“Iyaaahhh….Eeggghhhh …soalnya beberapa kali dirasa kurang pas jadinya harus diubah lagi dan… lagiihhh…”

“Ibu kenapa sih? Kok cara ngomongnya aneh?”, selidikku semakin merasa curiga dan semakin tak yakin dengan apa yang sedang terjadi disana.


KRIET!!! KRIET!!! KRIET!!! Bunyi itu lagi.


“ini soalnya pak Susno belikan rujak, nak. Ibu kepedesan”

“terus itu suara apa, bu kok kayaknya berisik banget”

“itu… Pak Susno lagi pindahin meja dibantu pak Anton sama pak Togar”

“Terus ibu ikutan?”

“Ga lahhhh…., Ibu…. Ibu ga dibolehin karna ibu perempuan jadinya….aaaggghhhhh…ssshhhhh….ibu kerjain yang lain. Ini aja sekarang ibu Cuma bisa diam, sedangkan pak Susno lagi kerja buat keluarin. Eh iya, buat keluarin mejanya”

“Loh kok dikeluarin? Katanya mau di susun rapi?”

“iya, ada beberpa meja yang dikeluarin soalnya ga muat. Kegedeannnnhhh….ssshhh….”


Serius demi apa? Ini aku ga lagi mimpi kan? Aku sudah berumur 18 tahun dan buat alasan seperti ini aku sama sekali ga bisa percaya. Aku tahu betul apa yang sedang terjadi dengan ibuku ini. Sudah pasti dan aku tak akan salah jika ibu pasti sedang….. Tapi bagaimana bisa dan bagaimana ceritanya secara ibuku tipe perempuan yang sangat menjaga kehormatannya. Jangankan berniatan bermain dengan pria selain ayah, cara berpakaiannya aja berbeda dari kebanyakan perempuan sekarang. Ibu selalu memakai jilbabnya saat keluar dari rumah dan bahkan juga selalu memakai juga di dalam rumah.


Antara percaya sama tak percaya sebenarnya sih. Dari pengamatanku ibu itu bukan tipe yang tak terlalu tertarik dengan seks. Gila…. Ini benar-benar gila sih sampai-sampai aku dibuat pusing serta lemas namun juga gelora nafsuku meningkat dengan sangat drastis.





Kucoba untuk mengontrol semua perasaan yang bercampur ini dan kembali melanjutkan obrolanku bersama ibu dengan nada kalem seperti biasa tapi akan sambil aku pancing lewat pertanyaan.


“Memangnya di ruang guru ada meja yang gede, bu?”

“Adaahhh… Ada Tiga disini, nak. Eeggghhhh…. Aduh ini pedas banget sih rujaknya. Ssshhhh….”

“Kok Tiga, bu?”

“Aduuhhh…. Udah aja dulu ya, nak. Ini… Ini bentar lagi selesai kok tinggal keluarin satu meja lagi”


“Ada apa, bu?”, terdengar dengan samar suara pak Susno bertanya pada ibu.

“Ini, pakkgghh… Anak saya, Bagas tanyain saya kapan pulangnya soalnya udaaahhh sore…”

“Coba sini HP nya, bu”

“buat apa, pak?”

“Sini aja dulu, bu. Saya pengen ngomong sama Bagas bentar”

“jangan aneh-aneh, paaaakkkk…ssshhh….”


Sial aku hanya bisa diam mendengar obrolan samar mereka dan sepertinya mereka tak tahu jika apa yang mereka bicarakan masih bisa aku dengar. Selang beberpa detik ternyata memang benar suara pak Susno ah yang kini menghiasi sambungan dari HP ibu.


“nak Bagas tanyain ibunya pulang kapan ya?”, tanya pak Susno. Oke, aku bakal berpura-pura saja disini. Aku ingin tau semuanya karna aku…. Aaarrggghhh!!!! Aku juga terangsang!


“iya, pak. Kira-kira kapan selesainya ya? Soalnya ayah bentar lagi pulang dan ibu juga belum masak buat makan malam, kasihan ayah entar”

“Bentar lagi, nak. Ini bapak juga cepetin buat pindahin mejanya biar cepat selesai”


KRIET!!! KRIET!!! KRIET!!!


“Tuhkan kamu dengar sendiri kalo bapak lagi pindahin mejanya. Ini bapak pindahin sekalian mau keluarin juga supaya lega…. Ruangannya. Aaakkkhhsssss…. “

“bapak kenapa?”

“gapapa, ini bapak tadi beli rujak buat semuanya dan lupa kalo bilang jangan kasih cabai banyak-banyak. Ssshhhh… Malah dikasihnya banyak, jadi kepedesan deh sampe sekarang. Sssshhhhh….pedas banget. Ssshhhh….iya ga pak”

“iya, nak. Ssshhhh…pedas banget tapi enak kok rujaknya”, kali ini aku mendengar bahwa yang jawab bersuara adalah pak Anton.

“tapi untungnya tadi pak Anton ingat kalo di belakang ada gula Jawa jadi sama pak Anton ditambahi gila biar ga terlalu pedas banget. Pak Anton juga yang pertama kali tumbuk gulanya, nak”, ucap pak Susno.

“Udah ya, ini bapak mau cepat-cepat mau keluarin mejanya biar ibu kamu bisa langsung pulang. Kasihan ayah kamu kalo ibumu disini kelamaan bantuin bapak buat keluarin mejanya”

“iya, pak”, jawabku, kemudian langsung terdengar suara meja terdorong lagi. Suaranya lebih keras dan intensitas jarak antar decitan semakin cepat.


“Nakhhhss….”, panggil ibu.

“Iya, bu?”, sungguh sedari tadi aku mendengar ocehan pak Susno sambil mengocok batang kontolku ini.

“ibu matiin ya teleponnya. Ini ibu mau siap-siap buat ambil lap buat bersihin meja yang mau dikeluarin”

“hah? Eh, i…iya, bu”





“Dikit lagi, bu. aaakkkhhsssss…..enak banget rasanya. Sshhhh….ini saya cepetin biar cepet keluarnya. Aaakkkhhsssss….”, sekilas aku mendengar suara pak Susno, suara derit meja yang terdorong dan juga suara layaknya orang tepuk tangan sebelum….TUT…TUT…TUT… Panggilan berakhir.


Antara shock karna fantasi yang selalu kubayangkan saat masturbasi benar-benar terjadi dan nafsu yang bercampur marah serta cemburu, aku terdiam seperti tak tahu harus melakukan apa. Dalam benak yang kupikirkan pertama kali adalah ayah, bagaimana jika ia tahu apa yang terjadi pada ibu. Ini sih bakalan bahaya banget. Keutuhan rumah tangga yang sudah dijalin lama bisa terancam dan aku bisa-bisa menjadi anak korban Broken. Hal buruk yang memang tak kuinginkan terus saja memenuhi pikiranku.


Tanpa sadar aku terdiam cukup lama, ketika sadar sudah terdengar pintu pagar dibuka dan itu artinya ayah pulang. Serius aku menjadi panik sendiri dengan semuanya. Hal pertama yang harus kulakukan adalah berperilaku biasa saja di depan ayah supaya tak ada tanda tanya pada dirinya terhadap perubahan sikapku ini. Posisi ku ubah menjadi layaknya sedang menonton televisi ketika ayah memasuki rumah dan menyapaku.


“tumben nonton TV, gas?”, sapanya sambil meletakan sepatu dinasnya di rak sepatu.

“Eh iya, yah. Kok Bagas ga dengar ayah pulang ya. Hehehe”

“Serius banget sih nonton nya”. Terlihat ayah celingukan, ku tahu apa yang sedang ayah cari.

“Ibu mana?”, benar kan yang seperti kutebak dan rasa panikku kembali lagi bahkan lebih parah dari sebelumnya.


“Hey, ditanya kok malah diam”

“iya yah?”

“ibu kemana? Kok ga kelihatan”

“Itu….ibu…ibu ada kegiatan di sekolah sama yang lain”, sumpah aku ga bisa cari alasan yang tepat di waktu singkat ini. Sementara ayah menjawab dengan suara berat singkatnya sambil berjalan ke ruang makan lalu membuka tutup saji makanan.


Mengetahui bahwa belum ada makanan yang tersaji ayah bertanya padaku, “kamu pasti belum makan kan? Yaudah sehabis mandi biar ayah yang cari makanan sekalian jemput ibumu, ayah khawatir aja kalo ibumu sampai pulangnya udah gelap sendirian”, mati aku kalo sampai ayah ke sekolahan. Dengan respon cepat aku pun menjawabnya.


“Itu tadi Bagas beli sate sama beberpa makanan kok, yah. Buat ayah juga Bagas belikan ada di keresek hitam. Buat masalah ibu gapapa biar Bagas yang jemput ibu, ayah baru pulang oasei kan capek. Ini Bagas juga sekalian mau keluar beli kuota soalnya”

“Beneran gapapa?”, tanya ayah memastikan, aku mengangguk dan beranjak dari rebahanku untuk mengambil jaket serta kunci motor di kamar.





Menggunakan langkah cepat ini aku bergegas pergi untuk menyambangi ibu di sekolah. Sudah terlewat lama semenjak aku pulang tadi seharusnya sudah selesai. Akibat perasaan yang tak karuan ini hinggap, aku tak sengaja menabrak kursi saat berjalan hingga ayah yang mengetahuinya berbicara supaya agar aku hati-hati dalam melangkah.


Langit mulai menggelap bukan karna akan menjelang waktu Maghrib tapi juga akan terjadi hujan, bahkan saat aku sampai di depan sekolahku lagi gerimis sudah mulai turun. Memakai spot sebelumnya aku menaruh motorku lalu memanjat pagar untuk bis menyusup masuk ke dalam.


Di dalam ruang guru tak aku jumpai sosok ibu maupun kedua guruku serta satpam sekolah. “sial, mereka ada dimana? Padahal dengan jelas gue lihat motor mereka masih ada di parkiran”. Ku coba untuk mencari ke setiap ruangan yang ada dengan langkah hati-hati walau aku harus rela badanku terguyur air dari langit sampai pakaianku mulai basah dibuatnya.


Bahkan terhitung sudah semua ruang yang ada di sekolah ini sudah aku cek namun hasilnya masih tak menjumpai keberadaan ibu. Disini aku sempat dibuat bingung dengan keberadaan ibu dan ketiga pria tersebut hingga diriku terlintas tempat yang belum aku jelajahi yaitu toilet belakang yang sudah tak difungsikan lagi. Toilet lama tersebut berada di paling belakang, walau sudah tak dipakai namun beberapa kali dalam seminggu tempat tersebut masih suka dibersihkan sehingga kondisinya masih sedikit terawat, hanya saja ada beberapa lubang di atapnya yang tak terlalu lebar namun cukup untuk membuat tetesan hujan masuk.


Menerjang gerimis yang mulai berubah menjadi hujan ini aku berjalan ke sana dan setelah sampai aku masih bingung untuk bisa mendekat namun karna bantuan suara hujan ini yang semakin membesar aku nekat kan untuk mendekat, melihat apakah di dalam sana ada ibu atau tidak.


Aku lumayan sering ke toilet ini bersama teman-temanku termasuk Dion hanya untuk sekadar merokok jadinya aku lumayan hafal dengan seluk beluk Toilet ini. Lewat sebuah lubang yang tak terlalu lebat ini aku mulai memosisikan pandanganku. Suara hujan yang kian berisik, langit yang sudah gelap membuat proses mengintipku ini terasa sangatlah mudah.


Sekolahku ini punya sebuah sistem kelistrikan otomatis maka setiap sudah masuk jam gelap seluruh lampu akan menyala dengan sendirinya bahkan lampu yang ada di bagian depan toilet ini sudah sangat cukup membantu untuk menerangi arah dalam toilet sehingga ku bisa melihat suasana di dalamnya yang ternyata memang terdapat sosok ibu disini.





Betapa kagetnya diriku sat melihat sosok beliau, saat itu ibu tengah menungging dengan tubuh polosnya sementara di belakangnya ada pak Anton tengah memaju mundurkan pantatnya dan posisi pak Anton beserta kedua pria lainnya telah telanjang bukat dengan kontol pak Susno serta pak Togar mengacung tegak dengan gagahnya. Untuk ukurannya juga membuatku kaget, milik pak Susno besar namun panjangnya sedang tengah di maju mundurkan di dalam mulut ibu sambil kedua tangannya menegang kepala ibuku. Milik pak Anton yang sedang keluar masuk di memek ibu terlihat besar juga namun aku belum tau jelas ukuran panjangnya. Sementara milik pak Togar besar nan panjang tengah di kocok tangannya sendiri menunggu untuk mendapat giliran di masukkan ke dalam mulut ibu sambil tangan kirinya meremas payudara ibu yang menggantung bebas, payudara sekal ibu terumbang-ambing akibat sodokan pak Anton yang bertenaga.


SPLOK!!! SPLOK!!! SPLOK!!! Bunyi benturan saat pak Anton menyodokkan kontolnya sungguh terasa sangat nikmat di telingaku sementara ibu sepertinya tak bisa dengan leluasa melepaskan suaranya karna tepat di mulutnya tengah di jejali oleh kontol pak Susno.


Rangsangan pada selangkangan, mulut serta payudaranya membuat tubuhnya mulai menggelinjang apalagi genjotan pak Anton kian dipercepat sehingga aku bisa melihat tubuh ibu mulai terangkat dengan posisi membungkuk sehingga kontol pak Angon yang tengah keluar masuk dengan cepat ikut terlepas. Saat terlepasnya kontol pak Anton, dari lubang memek ibu menyembur cairan orgasmenya dengan cukup banyak. Aku yang menyaksikan semua itu hanya bisa terperangah kaget dimana aku melihat ibuku sendiri tengah di Setubuhi orang sampai orgasme sedemikian rupa. Pasti….pasti kontolku juga ikut mengeras melihatnya sehingga tanpa berpikir ku keluarkan batang kontolku ini dan ikut menikmati pemandangan yang kulihat ini sambil ku kocok dengan nikmat.


Masalah kenapa semua bisa terjadi dengan ibu dan bagaimana cara seakan menyingkir dari dalam kepalaku, yang tersisa hanya bagaimana caranya aku harus bisa menikmati tontonan ini yaitu dengan cara ikut mengocok batangku sendiri. Walau tak bisa merasakan secara langsung tapi rasa yang didapat dari masturbasi live ini sudah membuat kenikmatan bertambah berkali lipat apalagi sosok perempuan yang ada bukan lain adalah ibuku sendiri yang sering ke fantasikan jorok itu.


“Eeggghhhh….Aaakkkhhhh!!!!”, suara ibu ketika cairan orgasmenya keluar dengan deras hingga mengenai paha serta kontol pak Anton yang sudah terlepas dari lubangnya. Tubuhnya lunglai dan akan jatuh ke lantai tapi dengan sigap di sanggah oleh pak Susno sehingga wajah ibu menempel tepat di kontol pak Susno yang sebelumnya telah basah terlumur air ludahnya ibu sendiri.


“hehehe….bu Yuli sampe lemes ya”, ucap pak Susno sambil mencoba memegangi tubuh ibu tapi tangan satunya kembali memegang batang kontolnya untuk dimasukkan ke mulut ibu.

“sambil istirahat sebentar, ibu bisa sambil Sepongin lagi kontol bapak ya”, ibu terlihat menggeleng lemah tapi pak Susno tetap memasukkan batang kontolnya.

“akkkhhhh….lembut”, komentarnya keluar dengan memejamkan mata meresapi rasa dari mulut ibu yang tengah membungkus batang hinanya.




Bahwa setahuku ibu tak pernah melakukan oral seks dengan ayah jadi kejadian hari inilah mulut ibu di perawani untuk pertama kali dan aku tak tahu siapa yang pertama kali memasukkan batang kontolnya diantara ketiga pria tersebut. Karna oral adalah hal baru bagi ibu sehingga dapat kulihat ekspresi ibu seperti mual akibat bau dari selangkangan pria ditambah lagi bulu kemaluan pak Susno yang lebat mengenai mulut ibu saat dimaju mundurkan.


Disisi lain, pak Angon yang tadi menikmati tubuh ibuku sekarang mendekat ke arah selangkangan ibu lalu di bukanya paha ibu sedikit. Menggunakan beberapa jarinya pak Anton mula mengocok memek ibu dengan gerakan cepat sampai menimbulkan bunyi kecipak basah. Mendapat perlakuan seperti itu membuat tubuh ibu kembali menggelinjang geli tak karuan, dirinya ingin sekali bersuara dengan bebas namun kepalanya tetap di tahan pak Susno untuk terus menelan batangnya. Kocokkan jari pak Susno semakin cepat dan tak lama memek ibu kembali mengucurkan air yang banyak. Ibu mengalami sebuah Squirt. Saat cairan ibu meluncur deras oleh pak Anton dimanfaatkan untuk mencuci batang kontolnya.


“Aduh hangat banget cairanmu, bu. Ssshhhh….”, setelahnya pak Anton meremas payudara ibu secara bergantian dengan telapak tangannya yang basah oleh cairan Squirt nya sendiri.


Tanpa terprediksi sebelumnya olehku, pak Susno yang sedang menikmati hangatnya mulut ibuku ternyata melakukan gerakan cepat dengan memegang kepala ibu kuat-kuat. Pria tersebut men-deepthroat mulut ibu dengan rakus sampai ibu memberontak tapi tak bisa karna ditahan oleh pak Anton. Beberapa kali ibu mencoba memukul paha pak Susno sekeras yang ia bisa, namun pak Susno sama sekali tak menggubrisnya. Pria tersebut telah di susupi oleh setan nafsu.


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Gerakan pinggul serta tangan lak Susno di kepala ibu membuat mata ibuku berkaca-kaca serta warnanya berubah sedikit memerah.


“ayo bu Yuli. Kamu pasti bisa puasin kontol bapak ini. Aaakkkhhsssss….lembut banget, bu. Sssshhhhh…..”, ucap pak Susno seolah menyemangati ibu untuk memuaskan birahinya sambil meracau nikmat.

“lebih dalam….lebih cepat lagi bapak pengen jamah mulutmu ini bu Yuli. Aakkkhhhh…. Ibu memang guru idaman banget untuk ukuran memuaskan lelaki. Ssshhh…..”, sambungnya dengan meremas rambut ibu untuk mendapatkan kendali penuh atas kepalanya.


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!




“bu Yuli ga usahhhh khawatir. Ssshhh…. Ibu tetap menjadi sosok istri dan ibu yang baik tapi, sshhhhh…. bu Yuli ga perlu merasa bersalah kalau mau menikmatinya juga. Gapapa, bu. Ssshhhh….nikmati saja. Banyak istri atau suami di luar sana yang suka menjajal kenikmatan dari orang lain kok”


Pak Susno terus saja menyodokkan kontolnya dan terlihat pula beberapa kali ia menahan laju kontolnya sesaat di dalam di mulut ibu untuk meresapi rasanya. Ia tahan beberapa detik, mungkin sampai lima detik baru ia tarik keluar hingga ibu terbatuk dibuatnya. Benang liur ikut tertarik seiring batang kontol pak Susno menjauh dari mulutnya.


UHUK!!! UHUK!!!


“gimana rasanya pas sosis bapak ini, bu? Enak tidak? Bapak bisa tebak kalo ini pengalaman pertama bu Yuli menyepong kan? Bapak bisa tau dati cara bu Yuli memanjakan sosis bapak ini. Hehehe…. Sebuah kehormatan buat bapak loh karna bisa memperawani mulut bu Yuli yang enak itu walau masih amatir. Bapak ucapin terima kasih”

“sekarang bu Yuli juga sudah tau kan fungsi mulut selain untuk makan? Hehehe…. Nanti bisa di praktikan juga buat suami ibu. Bapak jamin suamimu bakal senang. Nah karna bu Yuli masih amatir, bapak siap bakal ajarin ibu caranya sepong kontol”, ucap pak Susno yang vulgar tak henti-henti pada ibuku.


Melihat ibu terlihat tersiksa dan dipaksa membuat pak Togar seperti merasakan iba, beberapa kali pak Togar mencoba untuk memberitahu kepada keduanya supaya jangan terlalu kasar melakukannya dan coba untuk memberi waktu bernafas. Tapi setiap pak Togar memberi saran, ia malah di suruh diam oleh kedaunya. Pak Togar yang tak berani berbicara lebih banyak lagi memilih untuk diam dengan mengocok kembali kontolnya.


“pak Togar kalau memang ga mau bisa silahkan berhenti dan jaga gerbang saja”, ujar pak Susno dan pak Togar menggeleng bahwa ia masih mau ikut bergabung.


“nah bu Yuli, sekarang masukin lagi ya. Ayo buka mulutnya. Aaaaaaa….”, bukannya menurut, ibu malah mengatupkan kedua bibirnya dengan erat. Tak kehabisan akal, pak Susno mengambil cara dengan memencet hidung ibuku, secara perlahan nafas ibu yang mulai habis memaksa dirinya untuk membuka mulut dan saat mulut ibu terbuka pak Susno dengan cepat memaksakan masuk batang kontolnya lagi hingga benar-benar masuk.


“Aaakkkhhsssss….akhirnya masih lagi, bu. Selamat ya buat Yuli solnya bisa emut kontol bapak. Hehehe…. Sebagai hadiah bapak bakal kasih ibu….”, ucapnya sengaja digantung namun kedua tangan pak Susno bergerak memegang kepala ibuku lagi.

“…..kontol bapak ini”, gerakan keluar masuk kontol ok Susno langsung berada di tempo yang lumayan cepat.


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Ibu hanya terlihat pasrah menerima setiap sodokan benda tumpul tersebut di dalam kerongkongannya.


“mmpppffff….mmpppffff….”, suara tertahannya ibu sambil memejamkan mata dan menggeleng sekuat tenaga. Sementara pak Anton memainkan memek ibu serta meremas payudaranya dengan kencang, sampai-sampai aku juga melihat bahwa remasan pak Anton membuat payudara ibu seperti memerah di bawah sinar lampu yang remang-remang ini.


“Udah, bu nikmatin aja. Ibu juga udah berapa kali keluar kan. Ibu nurut, nanti ibu Yuli bisa kita kasih kenikmatan lebih banyak lagi. Pasti bu Yuli juga ga puas kan sama suami ibu. Ayolah, kita bisa kasih apa yang ga bisa dikasih suamimu itu”, ujar pak Anton sambil menjilati kulit payudara ibu dan sesekali menggigit kecil putingnya sampai tubuh ibu terlonjak.




Kedua tangan pak Anton telah digunakan begitu juga batang kontolnya yang tegak mengacung tak di anggurkan. Sambil merangsang ibu, pak Anton juga melakukan gerak rangsang tambahan di selangkangan ibu dengan cara menggesekkan kontolnya di bibir memek ibuku. Kombinasi antara gesekan kontol dan tangan membuat ibu menjadi tak karuan. Hatinya menolak tapi tubuhnya menikmati.


JEGER!!! Suara petir cukup keras membuat mereka dan juga dengan diriku sendiri terkejut. Karna rasa terkejutnya itu pak Susno dan pak Anton berhenti sejenak dari aktivitasnya melecehkan ibu. Hal itu membuat kesempatan bagi ibu untuk melepaskan diri. Belum sempat aku bisa menenangkan diri akibat rasa terkejut oleh petir, diriku kembali harus di buat terkejut dimana saat ibu berhasil melepaskan mulutnya yang tersumpal kontol pak Susno.


“Aaakkkhhhh….bapak….bapak keluar, bu!!!”, di tariknya dengan cepat batang kontol pak Susno dan langsung ia kocok menggunakan tangannya sendiri ke arah wajah ibu. Sontak saja ketika cairan putih kentalnya keluar langsung mengenai wajah ibu.


Belum selesi disitu. Setelah harus menerima wajahnya dinodai, kini giliran peju lainnya yang siap di tembakkan. Tepat saat ibu menjauhkan mulutnya, pak Togar yang ada di depan ibu mengocok cepat batangnya sendiri dan peju nya dengan sangat kencang menerpa ke wajah ibu. Sangat banyak sampai wajah ayu ibuku terpapar oleh cairan hina mereka berdua.


“ma…maaf, bu…. Saya ga kuat lagi”, pak Togar berucap setelah selesai memindahkan isi buah zakarnya tepat di wajah ibuku yang seorang wanita terhormat tepat di hadapan anaknya yang tak mereka sadari melihat semuanya.


Melihat pak Togar telah menembakkan cairan klimaksnya, baik pak Susno maupun pak Anton yang tadi terdiam kembali bergerak namun bukan untuk mengerjai ibu tapi ikutan untuk mengocok kontolnya sendiri. Dengan memosisikan dirinya di depan selangkangan ibu, pan Anton mengocok sambil memukulkan batang kontolnya tepat di bibir memek ibuku.




PLEK!!! PLEK!!! PLEK!!!


Mungkin karna nafsu sudah di ubun-ubun dan juga sudah tak sabar lagi ingin mencapai puncak kenikmatannya, pak Anton memasukkan kembali bayang kontolnya di dalam memek ibuku terus ia genjot dengan gerakan cepat. Tak membutuhkan waktu kurang dari satu menit pak Anton terlihat mulai mengerang. Merasakan bahwa klimaks akan ia dapatkan, pak Anton menarik lepas kontolnya dan langsung berdiri sambil mengocok cepat batang kontolnya tepat di hadapan wajah ibu.


“Gakkk!!! Jangan lagi!!!”, tolak ibu melengoskan wajahnya ke samping namun langsung di tahan oleh kedua tangan pak Susno dan wajah ibu dipaksa untuk tetap diam menghadap ke arah kontol pak Anton yang sudah siap menembakkan cairan klimaksnya.


“Aaakkkhhhh….bu Yulliii….sssshhhhh….terima peju bapak ini, bu. Aaakkhhhhhssss….terima ini, sayangghhh….”


CROT!!! CROT!!! CROT!!!


“AKKHHHH!!!”, Kaget ibu ketika pak Anton berhasil mengenai wajah ibu yang harus kembali menerima pancutan demi pancutan cairan putih kental itu untuk ketiga kalinya. Karna banyaknya jumlah air peju yang menempel di wajah ibu sampai mengalir, menetes jatuh di kedua sisi payudaranya. Tak sedikit pula yang jatuh tepat mengenai kedua puting nya.


Rambut ibuku yang sudah tak memakai jilbabnya lagi di raih oleh pak Anton untuk membersihkan bagang kontolnya. Sementara pak Susno lebih memilih menggesekkan kontolnya di payudara ibuku secara bergantian dan menepuk-tepukan batang tersebut disana dan ibuku hanya bisa diam, terlihat mulai menangis.




“minta izin bu, buat tanda kalo saya sudah pernah mampir”, ucap pak Susno seenaknya sambil menggesekkan batang kontolnya di kedua payudara sekal ibuku. Apa yang dilakukan oleh pak Susno mengakibatkan peju ketiganya yang terdapat di kedua payudara ibuku menjadi teroleskan dengan rata di sana. Terlihat jelas olehku bahwa kedua payudara ibuku mengkilap oleh peju ketiganya, payudara yang dulu pernah dipakai untuk menyusuiku saat kecil dan sekarang harus di nodai.


Setelah puas menuntaskan hasratnya, pak Susno maupun pak Anton berjalan keluar dengan posisi telanjang bulat. Menggunakan pancaran air hujan yang jatuh dari atap toilet mereka menyeka batang kontolnya sampai bersih. Pandanganku aku alihkan lagi pada pak Togar, pria tersebut terlihat sedang mencoba menenangkan ibu dan meminta maaf tapi tangan pak Togar disingkirkan dengan kasar saat ingin menyentuh kepala ibu.


“Maaf, bu. Saya benar-benar khilaf”, ibuku hanya menangis sambil menutupi tubuhnya dengan jilbabnya yang ada di sebelahnya. Walau tak bisa dipakai sepenuhnya, tapi jilbab tersebut bisa menutupi area kedua payudaranya.


Pak Susno dan pak Anton kembali masuk ke dalam dengan pemandangan kedua kontol mereka sudah dalam keadaan setengah tegak.


“Iya, bu kami minta maaf sudah berbuat terlalu jauh seperti tadi”, sesal pak Anton. Ibu masih tak menggubrisnya.


Cukup lama terjadi keheningan diantara semuanya hingga ibu bersuara dengan suara lemahnya bahwa ibu kecewa dengan mereka dengan apa yang telah mereka lakukan terhadap tubuhnya itu.


“awas! Saya ingin pulang!!!”, ucap ibu bangkit. Tanpa mencegah dan bersuara ketiganya membiarkan ibu untuk bangkit.


Disini aku baru sadar ternyata di Toilet tersebut hanya ada jilbab ibu, berarti saat ibuku dibawa ke Toilet, ibu dalam keadaan telah telanjang bulat hanya menyisihkan jilbabnya saja? Sungguh gila mereka membuat ibuku secara tak langsung berjalan di sekolah anaknya sendiri tanpa busana sama sekali.


Dengan langkah cepat ibuku berjalan dengan keadaan telanjang bulat dan ketiga pria dibelakangnya yang mengikuti ibu juga dalam keadaan yang sama, namun kulihat untuk pak Togar yang berjalan paling belakang kontolnya yang tadinya sudah loyo kini mulai tegang kembali.


Dalam hati aku berbicara, “gila itu orang udah ngaceng aja lihat ibu gue jalan telanjang kaya gitu. Wah ini sih ibu bisa pulang malam kalo mereka sampai garap ibuku lagi”


Aku mengikuti sambil menjaga jarak yang lumayan jauh. Setiap jalan yang ibu lalui merupakan deretan kelas yang jika jam istirahat dipakai banyak murid untuk bercanda atau berkumpul. Apa jadinya jika saat ini ibu berjalan di lihat oleh semua teman-teman ataupun murid yang lain.


Baju seragam, celana dalam dan juga Bra ibu ternyata tertinggal di ruang guru. Bra, celana dalam mulai ibu pakai kembali hingga seragam serta roknya. Sementara pak Togar dan kedua guruku yang lain diam-diam ternyata menonton ibuku sambil mengocok pelan kontolnya. Tanpa ibu sadari juga karna terlalu fokus pada pakaiannya membuat ibu tak tahu jika tas yang suka ibu bawa sedang mereka isi dengan peju. Ya, mereka kulihat telah mencapai klimaksnya sambil menonton ibuku.




Setelah selesai, tanpa berkata apapun ibu meraih tasnya yang tak ia sadari didalamnya sudah diisi oleh peju. Kembali ibuku seperti kehilangan harga dirinya ketika ingin bergegas pergi melewati pintu, suara pak Susno menggema, “itu wajah ibu ga di bersihin dulu?”. Aku tak tahu persis seperti apa perasaan yang ibu rasakan saat mendengar hal itu tapi yang jelas itu sungguh sangat memalukan.


Hanya menggunakan kran air yang terdapat di depan ruang guru ibuku membasuh wajahnya disana sampai bersih dari cairan putih kental pak Susno, pak Anton dan juga milik pak Togar. Untung saja hujan sudah berhenti ketika ibu sedang berpakaian tadi. Mengetahui ibu akan segera menuju motornya, aku langsung bergegas keluar dari sekolahku juga. Mengambil motor dan berpura-pura telah menunggu ibu sedari tadi di depan gerbang sekolah.


“gila! Apa tadi gue mimpi? Gue tadi lihat ibu gue di gangbang sama mereka di depan mata gue sendiri”, aku masih mencoba meyakinkan apakah kejadian yang baru saja ku lihat adalah sebuah mimpi atau kenyataan. Aku terus memikirkan hal tersebut saat sudah berada di depan gerbang sekolah.


Sedang bertanya pada sendiri, suara motor ibuku terdengar kian mendekat ke arahku dan terlihat juga pak Togar berlari ke arah gerbang sambil menenteng kunci gerbang lalu membukakan gerbang untuk ibuku. Dapat kulihat dengan jelas ibu melihat ke arah pak Togar saat melewatinya dan juga sebaliknya. Mereka saling tatap.


“loh kok kamu ada disini nak?!”, tanya ibu kaget baru menyadariku.

“I…iya, soalnya ibu belum pulang dari sore jadi ayah suruh Bagas buat jemput ibu. Takutnya sampai pulang udah gelap kaya gini ada apa-apa sama ibu”, terlihat sorot mata ibu seperti ingin melihat sebuah kebenaran dan juga rasa khawatir jika ku tahu apa yang terjadi pada dirinya.

“Kamu sudah lama?”, tanya ibu memastikan.

“ga kok, bu. Paling baru sekitar satu menit sampai”

“itu kamu kehujanan ya?”, kini raut wajah ibu berubah menjadi cemas jika aku sakit.

“Hehehe…iya, bu tadi pas keluar rumah ga hujan soalnya jadi Bagas sengaja ga bawa jas hujan. Eh, pas setengah jalan malah hujan gede. Niatnya tadi mau berhenti buat neduh tapi malah kena cipratan air dari truk. Udah basah, yaudah Bagas lanjutin aja”, bohongku.




Tadi pak Togar, sekarang kulihat pak Susno dan pak Anton mendekat dengan sepeda motor masing-masing lalu berhenti tepat di samping motor ibu. Tatapan mereka tak lepas pada ibuku yang terdiam dan sedikit menundukkan kepalnya. Aku tahu maksud tatapan merek berdua de disini aku coba untuk memancing mereka kembali apakah mereka masih berani menggoda ibu atau tidak.


“wah kayaknya capek banget ya pak pindahin sama keluarin mejanya sampai jam segini baru selesai”

“Iya, nak. Ini aja tadi bapak sampe terkuras tenaganya, tapi puas juga sih soalnya dibantu sama bu Yuli juga. Iya ga, pak?”, tanya pak Susno pada pak Anton.

“iya benar banget tuh. Soalnya meja kami gede jadinya kuras tenaga buat keluarin, tapi pas udah bisa di keluarin rasanya enak banget”

“Memangnya tadi keluarin berapa meja pak?”

“Hmmm…. Tiga meja tapi tadi di keluarin terus di masukin lagi ada dua kali”, jawab pak Susno.

“loh kok gitu, pak?”, terlihat ibu masih diam menunduk.

“Iya soalnya pas keluar pertama tadi kayaknya kurang pas, jadi dimasukin lagi. Pas udah dimasukin kayaknya memang benar harus di keluarin aja. Ya gitu jadinya harus keluarin dua kali”

“kayaknya ibumu juga kecapean tuh sampe keringatan gitu”, sambung pak Susno menunjuk menggunakan dagunya sambil tersenyum.


Ku tatap ibuku mencoba mencari apa yang dimaksud oleh pak Susno dan Damn! Ternyata bagian dada ibuku basah. Apkah itu peju mereka yang lupa ibu bersihkan tadi sampai meresap gitu dari balik Branya. Sadar akan apa yang membuat seragam bagian fafanya basah, ibu langsung berbicara untuk pulang.


“Udah gelap ini, ayo langsung pulang aja. Pak, saya pulang dulu ya”, ucap ibu tanpa melihat ke arah ketiga pria yang baru saja menodainya.

“Pak permisi dulu ya”, pamitku pada mereka.

“iya, hati-hati. Jaga ibumu, Gas”, aku hanya mencoba tersenyum menanggapinya. Kulihat ibu sudah agak jauh meninggalkanku, lekas saja ku hidup kan motorku.


Ada sebuah pertanyaan lain yang muncul di dalam benakku ini selain bagaimana cara ibu bisa dinikmati oleh mereka bertiga. Aku memikirkan jika saat kudengar suara ibu ditelepon terasa seperti ikut menikmatinya, bahkan ibu terlihat ikut berbohong padaku atas apa yang sedang terjadi terhadapnya, namun di saat terakhir tadi ibu malah seakan sedang berada di posisi pemerkosaan yang dimana ibu sampai menangis. Aku benar-benar belum mengerti itu


 


Chapter 2


Kegiatan khas dari seorang ibu rumah tangga saat fajar menjelang adalah menyiapkan pengisi energi berupa sarapan ringan untuk di kosumsi oleh suami serta anak kesayangannya. Tak jarang juga walau kondisi masih sangat mengantuk aku harus tetap bangun dari pembaringan yang empuk nan hangat ini, meninggalkan sosok suami yang masih lelap dalam tidurnya. Setelah mengikat rambut diriku bergegas untuk mandi dan menunaikan kewajibanku karna waktu subuh sebentar lagi datang. Selesainya akan hal tersebut tempat yang kusambangi ialah dapur.


Sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan setengah enam pagi lebih dan itu artinya diriku harus membangunkan suami tercinta, namun belum sempat masuk ke dalam kamar aku sudah melihat sosok pria tersebut menguap, berdiri diambang pintu. Menyadari diriku yang tersenyum kepadanya tengah memberi sebuah sapaan hangat, suamiku ikut membalasnya.


“Pagi, sayang”, ugggghhhh… sebuah sapaan ringan namun sungguh sangat terasa dampaknya. Mendengar suamiku mengucapkan hal tersebut membuat perasaanku menghangat. Kadang bagi perempuan kadang tak harus meminta hal yang muluk supaya terlihat berharga. Hal kecil pun sudah sangat cukup karna jika hal kecil saja di perhatikan oleh sang suami berarti itu sudah bisa untuk melihat betapa sayangnya ia.


Aku sudah berumah tangga dan hidup bersama mas Warso selama belasan tahun namun dia masih saja betah buat gombali aku dan sementara aku masih saja bisa dibuat senang oleh gombalannya itu. Aduh, terima kasih banyak tuhan sudah menganugerahiku suami serta anak seperti mereka sehingga rumah tangga yang aku miliki terasa sangat hangat di setiap saat.


“Mau dibuatin kopi, mas?”, mas Warso tersenyum sambil mengangguk lalu mendekatlah langkahnya padaku.


Aku tahu persis apa yang akan ia lakukan. Ia memelukku begitu lembut dan hangat sungguh terasa. Sesekali pipi serta tengkukku ia cium, namun aku cegah. “Mandi dulu ih, jorok!”, ucapku sengaja bersikap seolah tak mau.


“bau!”, lanjutku, namun tangan mas Warso malah dijatuhkan pada kedua bukit kembarku ini lalu meremasnya dengan lembut. Sontak saja aku yang kaget hanya bisa memekik pelan karena geli.

“Pagi-pagi istriku udah cantik aja sih?”, rayunya.

“ih apaan si mas ini pagi-pagi udah main remas aja, nanti Bagas lihat gimana?”. Mas Warso hanya terkekeh dan melepaskan tangannya.

“bikin sarapan apa?”

“nasi goreng, gapapa kan?”

“Apapun ga bakal mas masalahin kok kalo kamu yang buat”, aduh suamiku ini benar-benar ya, pasti sukanya gombal terus padahal bukan ABG lagi loh, kan bisa malu kalau orang tau. Walau begitu aku sangat suka. Hehehe….


Sementara mas Warso pergi mandi, aku masuk ke kamar untuk berganti pakaian dengan seragam kerjaku berupa seragam berwarna cokelat berkancing beserta dengan roknya yang senada. Di depan cermin tak sadar aku malah terdiam meneliti tubuhku sendiri. Kadang aku suka berpikir apakah aku masih seperti yang suami, anak serta orang katakan padaku bahwa aku ini terlihat masih cantik? Mulai dari atas hingga bawah ku pandang. Bukan mau memuji diriku sendiri tapi ucapan mereka sepertinya benar adanya. Wajahku cantik tanpa munculnya kerutan sedikutpun. Perut tanpa lemak dan juga aset pribadiku berupa payudara yang selalu ku rawat ini masih kencang walau ujarannya bisa dibilang lumayan besar juga.


Nah untuk masalah payudara, aku kadang suka merasakan kebingungan dimana setiap kali aku mengenakan seragam kerjaku ini, aku selalu kesusahan untuk menyembunyikan tonjolan dari ukuran payudaraku ini. Ya memang sampai sekarang belum ada hal ataupun kejadian buruk yang aku alami, tapi yang namanya lelaki pasti akan menilai tubuhku dengan imajinasi mereka sendiri dan hal itu kadang membuatku terganggu namun aku juga tak bisa menyalahkan orang yang berpikir jorok juga tentangku ini. Itu alami insting dari pria.


Hari ini mas Warso sedikit berangkat lebih awal dari sebelumnya dikarenakan shift pagi kali ini mengharuskan dirinya datang lebih cepat. Sementara anak lelakiku satu-satunya masih asyik bermain bersama mimpinya. Bukannya aku tak mau membangunkannya tapi aku membiarkan hal tersebut karna aku mau anakku itu harus mulai bisa mandiri. Aku akan membangunkannya memang jika sudah sangat siang dia belum juga keluar dari kamar. Tak lama berselang atau waktu sudah mulai mepet barulah sosok Bagas, anakku keluar dengan penampilannya yang masih berantakan. Bajunya belum dimasukkan serta dasi yang tak ia pasang. Melihat hal tersebut aku hanya menggelengkan kepala.


“kebiasaan kan kalo bangun kesiangan”, ujarku dan Bagas terlihat diam memandangku. Dalam hati aku bertanya apakah ada yang salah dengan penampilanku ini sampai-sampai diriku ikut meneliti ulang pakaianku, namun tak ada yang aneh dan kulihat dirinya masih saja terdiam.

“hey! Pagi-pagi sudah kesambet kamu. Ini sarapan dulu biar fokus belajarnya sama biar kuat staminanya kalo dihukum”, candaku karna memang anakku ini langganan terlambat. Padahal ibunya ini guru loh tapi bisa-bisanya anaknya sering terlambat masuk. Aduh aku ini.




Ketika Bagas duduk di tempatnya aku sudahi terlebih dahulu kegiatanku di dapur ini lalu mendekatinya.


“ayah udah berangkat, bu?”, tanyanya sembari mengunyah makanan.

“paling baru sekitar Lima menitan. Kenapa emang?”, anakku menggeleng tanda tak ada apa-apa.

“yaudah, agak dicepetin gih ngunyah nya ntar terlambat kamunya”

“Lah ibu aja belum berangkat”, tanyanya namun kemudian Bagas tersedak akibat makanan masih penuh dimulutnya malah berbicara. Lekas tanganku menuangkan air untuk anakku minum.


“tuh kan, kalo lagi makan jangan bicara dulu”

“Ibu dikasih tolong buat fotokopi beberapa lembar tugas jadi ibu gapapa kalo agak terlambat”, lanjutku menjawab pertanyaannya tadi yang sempat terputus.


Terlahir dan dibesarkan dari ruang lingkup yang lumayan mengerti akan agama membuatku menjadi sosok perempuan yang senantiasa menjaga penampilan maupun perkataan. Kedua orang tuaku mendidikku dengan kehangatan dan lembut dalam kasih sayang, namun keras dalam prinsip. Mengingat akan hal tersebut aku juga berkeinginan untuk membesarkan Bagas seperti kedua orang tuaku membesarkanku, itu semua demi Bagas sendiri.


Setelah pamitnya Bagas berangkat sekolah, aku kembali melanjutkan aktivitasku yang masih tersisa ini. Sejenak meresapi penampilanku yang bagi para pria sendiri badanku ini hampir ideal secara fisik di umur yang tak muda lagi. Bukan bermaksud membanggakan diri dan ingin berperilaku seperti perempuan murahan dengan kedua tanganku ini mencoba meraih payudaraku sendiri dan meremasnya secara pelan. Bukan karna aku sedang dihinggapi rasa syahwat. Aku hanya memastikan diriku sendiri apakah mas Warso memang masih membutuhkanku sebagai sosok istri di dalam urusan ranjang. Aku hanya takut saja, aku takut jika mas Warso bermain dengan perempuan lain yang dari segala fisik jauh melebihiku dan akhirnya aku terlupakan. Aku tahu betul sifat manusia dalam hal semacam itu dan aku juga mengakuinya.


Lelah dengan pemikiran pribadi yang belum jelas jawabannya ini membuatku gusar. “lebih baik aku harus bersiap-siap berangkat juga”.


Seperti yang ku katakan tadi pada Bagas bahwa diriku harus menggandakan beberapa file, aku tak langsung pergi ke sekolahan. Sepeda motor yang setia menemani perjalananku ini, aku tepikan ke salah satu ruko kecil pemberi jasa Fotocoppy. Tempatnya tak jauh juga dari tempatku mengajar dan berhadapan langsung dengan sekolah menengah pertama.


Walau masih pagi namun aku sudah melihat beberapa anak laki-laki maupun perempuan yang bertujuan sama denganku. Tampaknya aku memang harus mengantre untuk mendapatkan giliran, tak apalah lagian aku juga datang paling akhir.


“Mari bu guru”, sapa beberapa siswi murid SMP. Walau mereka tak kenal denganku tapi mereka pasti cukup tau dengan seragam yang aku kenakan ini. Sambil tersenyum diriku mengangguk ramah.

“duluan aja, bu kalo mau”, tiba-tiba salah satu murid laki-laki dari SMP seberang jalan berbicara padaku.

“ah ga, kalian aja dulu gapapa kok”

“ga, bu. Kayaknya ibu buru-buru. Kita bisa belakangan lagian sekarang jam pertama kosong kok, kita cuma dikasih tugas aja”

“beneran gapapa?”, murid laki-laki yang berjumlah Empat itu mengangguk secara serempak.


Yah, bisa dibilang ini rezeki di pagi hari sih. Kebaikan orang ga baik kalau di tolak dan pada akhirnya aku memilih untuk menerima apa yang mereka kasih padaku. Berkas yang akan aku Fotocoppy ku keluarkan dari dalam tas, namun sialnya malah terjatuh sehingga mau tak mau aku harus setengah berjongkok untuk mengambilnya. Cukup susah mengambil lembar demi lembar kertas yang jatuh ini diakibatkan rok panjang yang aku pakai sudah terasa mulai kecil.




“Aduh, pake jatuh segala lagi. Untung aja ga ada air di lantai”


CEKREK!!! Aku kaget saat sebuah suara yang ku tebak suar kamera terdengar di telingaku. Seperti curiga aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah belakang tepat keempat murid SMP itu duduk. Namun saat ku lihat mereka hanya diam dan leganya ternyata mereka hanya sedang memfoto buku paketnya.


Setelah selesi Fotocoppy, motor yang ku kendarai langsung ku lajukan mengarah pada sekolah dan setibanya di dalam area sekolah pandangan ini tertuju pada satu murid laki-laki yang sedang mencabuti rerumputan serta mengambil beberpa sampah yang terdapat disana. Nafas panjang keluar dari hidungku dan menggeleng bahwa seperti dugaanku kalau murid tersebut adalah Bagas, anakku sendiri. Mungkin juga anakku mengetahui kedatanganku, ia hanya tersenyum memperlihatkan deretan giginya.


Tanpa terfokus terlalu lama pada Bagas bergegas masuk ke dalam rung guru untuk menyerahkan lembaran yang telah ku Fotocoppy ini pada bu Sarni, salah satu guru senior di sini yang sudah mengabdi hampir 30 tahun dan untuk usianya sendiri telah memasuki 52 Tahun. Di dalam ruang guru hanya terdapat beberapa orang, pastinya karna memang sekarang sudah masuk jam pelajaran.


“maaf, bu ini berkas yang ibu minta buat di Fotocoppy sudah saya lakukan”

“eh, bu Yuli. Makasih banget ya bu saya malah jadi nambah kerjaan sama ibu”

“gapapa, bu bukan jadi masalah kok”

“oh iya, bu tadi pak Anton berpesan sama saya kalo bu Yuli sudah datang diminta buat ke ruangannya”

“Ada apa ya, bu?”

“Kurang paham itu saya, bu soalnya tadi pak Anton Cuma bilang kaya gitu aja sih. Tapi kayaknya masalah Bagas deh. Kayaknya…”

“Iya, bu kalau begitu Makasih banyak”, bu Sarni tersenyum mengangguk.


Kalau aku dipanggil ada sangkut pautnya sama anakku kayaknya wajar aja sih karna sudah beberapa kali pak Anton menyuruhku untuk menasihati Bagas supaya jangan terlambat masuk dan nyatanya pagi ini Bagas kembali terlambat. Aduh Bagas….


TOK!!! TOK!!! TOK!!! Kucoba memberi salam dengan mengetuk pintu ruang BK yang terbuka seperempatnya.


“masuk!”, suara berat khas pria terdengar dari arah dalam.

“eh bu Yuli, silahkan masuk aja bu”, aku mengangguk.

“Permisi pak, ada apa ya? Tadi saya dikasih tau bu Sarni katanya bapak suruh saya datang?”

“oh ini, bu masalah Bagas dan saya tau ibu Yuli juga punya Kerjaanya sendiri jadi saya akan persingkat saja buat hemat waktu”,

“tak usah saya kasih penjelasan lagi karna ibu sudah tau dan saya hanya mau bertanya, apakah ibu ada jalan keluar untuk Bagas supaya tak terlambat masuk lagi? Maaf saja bu, jika Bagas terus-terusan seperti ini posisi Bagas akan sulit. Walau bu Yuli selaku orang tuanya disini tapi kita juga ga bisa bantu kalau Bagasnya sendiri ga bisa merubah kebiasaannya. Kerjaan kita dituntut buat profesional, bu”

“Saya tau, pak”

“Lalu? Lalu apa yang akan ibu ambil buat kedepannya?”.


Cukup panjang pembicaraan kami untuk masalah Bagas dan dengan pada akhirnya pak Anto kembali menyerahkan semuanya padaku selaku ibunya sendiri. Aku tak tau harus berbuat apalagi jadi, paling aku harus lebih tegas sedikit untuk merubah kebiasaan buruk Bagas yang suka tidur larut malam serta bangun kesiangannya itu. Kadang mendidik anak dengan tegas memang harus dilakukan, tapi dengan catatan tanpa kekerasan karna jika sampai kekerasan itu muncul, walau sedikutpun anak tersebut bukannya menurut tapi malah berani untuk melawan.


“Berhubung besok bakal ada rapat guru jadi sekalian saya mau bertanya pada bu Yuli”

“tanya apa ya, pak?”

“Apakah nanti sehabis jam sekolah selesai ibu bisa untuk tak pulang dulu. Maksudnya bantu kami buat tata ruang guru? Tadi saya juga sudah tanya sama guru-guru yang lain, ada beberapa yang bisa dan ada sebagian juga yang ga bisa tapi mereka hanya bisa membantu sebentar dan kalaupun ibu Mau dan ibu seperti yang lain dengan membantu sebentar juga ga masalah kok”, aku pikirkan sejenak untuk jawaban yang akan aku keluarkan.

“bisa kok, pak”

“Syukur deh kalau gitu nanti bu Yuli bisa ikut bantu ya”, aku mengangguk.

“baik, bu sebelumnya terima kasih sudah mau datang kesini sama sudah mau membantu kami dan Ibu boleh kembali”




Tak terasa waktu sudah terlewat dengan cepat bahkan suara bel pelajaran terakhir telah terdengar menggema di seluruh penjuru sekolah. Aku yang sedang mengajar Biologi di kelas 12B kini harus membereskan beberapa buku yang menjadi pedomanku untuk memberikan materi kepada para murid. Aku yang berjalan terlebih dahulu untuk keluar kelas, secara perlahan dibelakang-Ku juga mereka mulai pergi meninggalkan kelas untuk pulang atau sekedar menongkrong dulu.


Dalam perjalanan menuju ruang guru ku juga menjumpai beberapa teman guruku yang lain. Seperti yang pak Anton katakan tadi pagi bahwa ada yang ikut membantu namun ada juga yang langsung pulang. Di ruang guru kini hanya terkumpul Tiga guru perempuan termasuk aku dan empat guru laki-laki. Tanpa membuang waktu dan hanya diberi petunjuk singkat kami semua mulai bergerak untuk merubah sedikit meja-meja yang ada guna disusun berbentuk huruf U.


Kami para perempuan hanya membantu dengan hal ringan sementara pekerjaan yang membutuhkan tenaga diserahkan pada para pria. Walau jumlah awal kami disini bertujuh namun pekerjaan belum bisa kami selesaikan dikarenakan satu persatu guru lainnya meminta izin untuk pulang hingga yang tersisa kini hanya diriku, pak Anton serta kepala sekolah, pak Susno.


“Wah, pak tinggal kita sama bu Yuli aja nih gimana?”, tanya pak Anton sambil melihat masih banyak yang belum di susun.

“Coba kamu panggil pak Togar. Minta dia buat bantuin, siapa tu mau”, akhirnya pak Anton pergi untuk meminta bantuan pada pak Togar selaku satpam di sekolah ini dan lagian maslah fisik pak Togar terlihat berisi pastinya tenaga yang bisa ia keluarkan bisa dalam jumlah yang besar.


Sembari menunggu pak Anton dan pak Togar, aku berserta pak Susno hanya berbincang kecil untuk menghilangkan suasa hening.


“gimana?”, tanya pak Susno sekembalinya pak Anton.

“Pak Togar mau, pak dia lagi kunci gerbang dulu”, terlihat raut wajah lega dari pak Susno saat mendengar bahwa pak Togar mau membantu.


Tanpa adanya waktu jeda yang terbuang lama kerjaan kembali di teruskan ketika pak Togar masuk ke dalam ruang guru bergabung bersama kami. Sebenarnya aku agak risih dikarenakan hanya aku perempuan disini terlebih lagi ketika ketiga pria itu berkumpul seperti saling berbisik, itu sungguh sangat membuatku tak terlalu nyaman tapi aku juga tak enak jika harus meninggalkan mereka. Pak Anton maupun pak Susno juga sudah beberapa kali berbicara bahwa kalau aku mau pulang tak apa-apa tapi aku selalu jawab dengan gelengan kepala dan bilang bahwa aku di rumah tak ada pekerjaan.


“kalau bu Yuli capek, ibu istirahat aja. Lagian ini juga sudah mau selesai kok”, ucap Susno.

“iya, bu istirahat aja gapapa”, sambung pak Anton.

“ga ko bapak-bapak. Harusnya yang capek ibu bapak-bapak semua, lagian saya disini kan Cuma kerjain yang ringan-ringan kaya gini”, balasku tersenyum sambil merapikan meja dengan ditaruh taplak serta Tag Name.

“kerjaan kaya gini sih ga terlalu buat kita capek bu, kita kan laki. Orang angkat ibu berulang kali aja kita kuat kok”, celoteh pak Susno sementara aku menanggapinya dengan tawa kecil, tapi tawa yang aku berikan sepertinya membuat respon lain bagi mereka.

“kayaknya bu Yuli ga percaya tuh pak, coba angkat gih. Hahahaha”, ujar pak Anton.

“mau bukti bu? Sini biar bapak angkat”

“Hahaha…ga deh, pak”, aku tahu mereka bercanda dengan caranya namun efek candaan tersebut tampaknya mampu membuat diriku melakukan sebuah kesalahan. Tanpa sengaja tanganku yang sedang mengapit dua buah vas bunga kecil di dadaku ini tergelincir sehingga satu vas bunga berubah posisinya miring dan air yang ada di dalamnya tumpah mengenai baju seragamku. Syukur juga tak banyak yang tumpah.


“yah….hati-hati, bu”, ujar pak Anton memperingatiku.

“iya, pak. Aduh…maaf”

“ngapain minta maaf, bu? Itu bukan hal yang perlu di permasalahkan, justru yang jadi masalahnya airnya tumpah ke seragam ibu itu”




Aku benar-benar menjadi salah tingkah atas kecerobohanku ini. Lekas saja ku ambil beberapa lembar tisu yang berada di dekatku untuk mengerikan sedikit seragam atasku yang basah. Sungguh aku merasa tak enak kepada mereka, padahal ku hanya membantu pekerjaan kecil namun aku bisa sampai melakukan kesalahan seperti ini sedangkan mereka yang beker keras tak menimbulkan masalah. Mungkin karna tau gelagatku atau tidak, akhirnya pak Susno berbicara…


“sebentar lagi selesai dan sedari tadi juga belum pada istirahat kan? Kita istirahat sebentar gimana?”

“Boleh tuh pak, kasihan bu Yuli juga sampai keringatan gitu”, terima kasih atas perhatiannya namun saat aku akan mengatakan hal tersebut, mataku malah menangkap mata ketiga pria yang bersamaku ini tengah menatapku. Bukan….lebih tepatnya menatap ke bagian seragamku yang basah ini.


Merutuk. Aku merutuki diriku sendiri karena tak sadar jika tanda basah yang ada di seragam atasku ini sekarang sudah menyebar luas hingga bagian kedua payudaraku ikut basah. Aku rasanya juga ingin teriak kenapa diriku bisa sampai tak merasakan padahal sekarang aku bisa tahu bahwa basah itu sampai ke Bra yang sedang dipakai ini. Apa yang harus aku lakukan? Menggantinya? Itu mustahil karna aku tak membawa apapun untuk diganti.


Kata nekat yang bisa aku gambarkan untuk langkahku ini. Hanya dengan berbalik badan aku membuka beberapa kancing seragam atasku dan mulai mengeringkan kulit dadaku yang basah supaya tak terlalu menyebar walau apa yang aku lakukan sebenarnya sia-sia.


“Aduh sampai kelupaan. Gimana pak Togar, bu Yuli apa kita mau istirahat dulu?”, tanya pak Anton.

“boleh pak”, jawab pak Togar.

“Terserah bapak deh”, jawabku sambil mencoba mengatur nafasku tak karuan setelah berhasil mengancingkan kembali seragamku.


“habis keluar keringat kaya gini dan cuaca hari ini juga lumayan panas jadi saya tadi sudah pesan beberpa makanan ringan sama es buah”, ujar pak Susno.

“Wah, seriusan nih pak? Jadi enak nih. Hehehe…”, ucap pak Anton.

“Anggap saja sebagai rasa terima kasih saya karna kalian mau bantu. Guru-guru yang lain kan ga bisa bantu jadi maaf malah buat kalian punya kerjaan tambahan kaya gini, terutama buat bu Yuli ini. Saya benar-benar merasa ga enak karna Cuma bu Yuli saja guru perempuan yang bisa ikut”

“Gapapa kok, pak. Lagian saya juga bantuin ikhlas kok”

“pak Togar, bisa minta tolong ga?”, tanya pak Susno.

“Iya, pak ada apa?”

“Ini yang saya pesan sudah ada di depan gerbang, bapak bisa bantu ambilin ga?”

“Bisa pak”


Karna aku yang kembali fokus pada seragamku yang basah, aku sampai lupa untuk memberi jalan pak Togar. Sungguh sangat kaget, namun kucoba untuk tetap bersikap tenang ketika tanpa sengaja atau tidak, siku pak Togar menyenggol payudaraku ini cukup keras untuk tekanannya. Dalam rasa kagetku ini, aku coba melihat pak Togar namun pria itu tetap berjalan seperti tak menyadari apa yang terkena oleh sikunya.




Ketika makanan telah datang pak Susno mengajak pak Anton keluar dengan alasan mengambil gelas dan piring meninggalkan aku hanya dengan pak Togar. Tak lama setelahnya kedua pria tersebut datang kembali dengan apa yang mereka bikang tadi kemudian kami berhenti sejenak untuk istirahat sambil memakan rujak yang pak Susno belikan. Rujak yang aku makan ternyata cukup pedas sampai membuatku harus mencari minum untuk bisa sedikit meredakan. Entah kapan di tuangkan tapi saat melihat diriku kepedesan pak Susno langsung memberikanku minum dan tanpa merasakan ragu sedikit pun langsung aku teguk isinya hingga habis.


Berselang beberapa menit entah kenapa bukan hanya mulutku yang panas akibat pedas namun tubuhku kini kurasakan panas juga. Bahkan rasa panas itu semakin menjadi dan….dan ada rasa lain yang bisa aku rasakan pula, nafasku juga tersengal. Aku tak tahu apa yang terjadi denganku pun menjadi sedikit khawatir.


Semakin kucoba untuk melawan rasa panas ini malah semakin pula ada rasa geli yang mulai menyerang selangkangku. Baru kali ini aku merasakan gatal di selangkangku seperti ini, rasanya aku ingin menyingkirkannya namun itu tak mungkin jadi yang bis aku lakukan melakukan gerakan secara hati-hati supaya ketiga pria ini tak menyadariku yang sedang menggesekkan kedua pahaku.


“Eeggghhhh….”, tanpa sadar dan tanpa bisa aku kontrol mulutku mengeluarkan suara melenguh. Karna lenguhan ku ini merek memandangku.


“Kenapa, bu?”, tanya pak Susno. Aku hanya menggeleng dengan kedua bibirku yang mengatup dengan kuat menahan supaya suara-suara aneh tak keluar dari mulutku ini.

“bu Yuli berkeringat, apakah rujaknya terlalu pedas buat ibu?”, sambungnya dan aku berinisiatif untuk mengangguk.

“Waduh….kalo gitu ini minumnya dihabisin, bu”, sambil memberikan minumanku yang masih menyisakan setengah. Aku hanya menurut dan kembali meminumnya sampai air di dalam gelas habis.


Bukannya rasa panas dan geli ini berkurang malah rasanya semakin menjadi. Sekuat tenaga kedua tanganku meremas kain rok panjang yang kupakai hingga lecek. Jujur, aku seperti ingin menggaruk geli ini. Kedu paha menyilang namun masih dalam keadaan saling digesekkan. Belum selesai di dua masalah itu, kini masalah baru kembali menghampiri untuk memperlengkap penderitaanku ini. Sangat jelas diriku merasa seperti ingin segera mengeluarkan sesuatu dari dalam lubang kemaluan ini. Aku ingin kencing dan karna masalah serius ini aku harus ambil sebuah tindakan.


“ma…maaf bapak-bapak semuahh…. Saya…saya izin ke kamar kecil dulu”, kupastikan mereka sadar akan tingkah lakuku yang aneh lewat bad bicaraku ini yang terdengar bergetar.

“oh iya, silahkan saja bu”, balas pak Susno dan pak Anton juga ikut menanggapi seolah seperti tau apa yang sedang kualami ini lewat senyumannya itu. Sementara pak Togar menjawab normal dengan wajah heran.


Aku sudah sangat tak tahan lagi dan aku berdiri untuk bergegas. Saat aku berdiri tanpa sengaja aku melihat dari balik celana pak Susno serta pak Anton menggelembung dan parahnya pikiranku malah membayangkan dengan sendirinya bentuk kelamin mereka yang kutahu sedang berdiri itu. Aku berani sumpah jika pikiranku menjadi jorok dengan sendirinya. Ada apa denganku ini?


Sekuat tenaga aku mencoba melangkahkan kakiku, “sepertinya besar?”, Aaarrggghhh!!! Ada denganku ini kenapa bisa terlintas pikiran sejorok itu?! Sungguh aku benci dengan pikiran serta kondisiku seperti sekarang ini yang membuat jalanku makin tak fokus.


Batinku sedang berperang dengan diriku sendiri disaat aku semakin tak bisa lagi menahannya, “Eeggghhhh….Aaakkkhhhh….”, lolos juga suara tersebut dari mulutku yang sedari tadi tertutup rapat bersamaan pula dengan air yang keluar dari dalam lubang kemaluanku. Aku seperti dibutakan oleh sesuatu yang samar sampai-sampai aku seperti tak sadar jika aku mengalami orgasme tanpa sebab di depan kedua guru dan satpam sekolahku sendiri. Tubuhku bergetar dengan hebat dalam posisi berdiri ini mengeluarkan cairan demi cairan hingga aku rasakan celana dalam yang kurasakan mulai basah sampai ke luar hingga rok panjang cokelat yang kupakai ini ikut membasah akibatnya.




“Eeggghhhh…ssshhhhh….”, dengan kedua tanganku ini aku tekan dengan sangat kuat ke arah selangkangan. Mungkin sekarang posisiku terlihat jelas di hadapan ketiga pria ini tengah berdiri sedikit membungkuk tapi mengompol.


Apa yang aku alami dan kurasakan ini sukses membuatku lemas, badanku seperti kehabisan tenaga jatuh terduduk di lantai bersama cairanku yang telah menggenang pula di bawah. Aku tak dapat melihat ke belakang karna posisiku kini terduduk membelakangi mereka namun telingaku bisa mendengar kursi digeser, sepertinya ada yang bangkit dari duduknya dan suara pak Togar berbicara, “apa yang bapak lakukan?!”. Lalu dijawab oleh suara yang kukenal suara pak Susno, “diam dan kamu boleh ikut atau kamu mengoceh terus dan silahkan pergi!”. Apa yang mereka bicarakan dan mereka maksud?


Dalam hal ini harga diriku seperti di banting dengan sangat keras, namun disisi lain kemaluanku masih sangat merasa gatal bahkan setelah mengeluarkan cairan seperti ini, kemaluanku masih saja berkedut-kedut.


Seketika badanku merasa tersetrum ketika kedua bahuku di pegang oleh telapak tangan yang tak tau punya siapa itu. Menggunakan gerakan yang lembut tangan tersebut seakan ingin membantuku untuk berdiri dari posisiku saat ini namun karna tubuhku melemas akibat…aku malu untuk mengakuinya tapi aku telah orgasme yang tak tau apa sebab jelasnya ini. Karna tenaga yang kupunyai belum terlalu cukup terkumpul kembali untuk kugunakan membuatku lumayan kesusahan untuk bangun bahkan setelah dibantu oleh kedua tangan tersebut yang ternyata milik pak Susno.


Beberapa kali aku dan pak Susno yang membantuku untuk berdiri tak berhasil dan pada percobaan terakhir aku malah terpeleset oleh cairan orgasmeku sendiri sehingga tubuh lemasku jatuh kembali namun kali ini pak Susno ikut tertarik. Tubuh pak Susno yang berat itu menempel erat pada belakang tubuhku, tepat pada punggung bagian bawah aku bisa merasakan sebuah tonjolan benda lonjong yang lumayan keras menekan. Oh tidak, itu kemaluan pak Susno yang berdiri.


“hhheeehhhh!!! Hhheeehhhh!!!”, suara nafas berat dari pak Susno bisa kudengar dengan amat jelas. Kami berdua terdiam cukup lama dalam posisi yang bisa dikatakan aku tengah di peluk dari belakang olehnya.


Sadar akan posisi yang sedang kami lakukan ini entah kenapa malah membuat darahku berdesir amat kuat apalagi saat hembusan nafas keras nan cepat milik pak Susno menerpa tengkukku yang pada bagian jilbab bawahnya sedikit tersingkap. Secara perlahan juga aku bisa merasakan bahwa tangan pak Susno mulai bergerak dengan perlahan menuju ke payudaraku. Aku yang sudah jelas akan mendapatkan sebuah pelecehan seksual malah seperti sedang menunggu tangan tersebut.


“Eeggghhhh….”, tangan itu akhirnya menangkapi kedua payudaraku ini. Tak ada gerakan, walau pria tersebut sudah bisa memegangnya tapi pak Susno tak menggerakkannya.


“Susu yang bagus, bu”, bisiknya tepat disebelah telingaku dan barulah setelah membisikan kalimat tersebut kedua tangan pak Susno secara lembut mulai melakukan gerakan meremas. Tanpa aku bisa kontrol lagi mulutku kembali mengeluarkan sebuah desahan kecil setiap kali tangan kekar itu melakukannya dan anehnya karna dorongan nafsu tak jelas ini membuatku untuk tetap diam.


Aku tak tahu pastinya, tapi mungkin sekitar dua menitan pak Susno meremas payudaraku dan kemudian kini yang aku rasakan mulutnya mengangkat jilbabku supaya tengkukku lebih terlihat lebih jelas lagi. Setelahnya mulutnya di daratkan pada bagian tersebut. Ia kecup beberapa kali sambil sesekali lidahnya menari di kulit leherku. Rasanya….rasanya sungguh sangat geli namun nikmat.




“Eeggghhhh….Eeggghhhh…”, desahku terus saja keluar mengikuti iram remasan tangan pak Susno tanpa busa ku kontrol. Semua lolos begitu saja dari mulutku ini.

“Harum banget tubuhku bu. CUP!!! Bapak suka banget, CUP!!!”, bisiknya sambil terus-terusan mengecup leherku tapi untungnya bukan sebuah cupangan.


Dari dalam lubuk hati, aku sejujurnya sangat menentang dan ingin sekali memberontak guna melarikan diri dari masalah besar yang akan aku alami, namun lagi-lagi kujelaskan bahwa tubuh ini seolah bertindak sebaliknya. Tubuhku tak mau merespon dan seakan menginginkan untuk dijamah lebih banyak serta lebih jauh lagi. Tak pernah aku berbicara kasar selama ini tapi untuk kasus sekarang dalam hati ku mengumpat sebuah kalimat, “bergeraklah tubuh bangsat!”.


TEK!!! TEK!!! TEK!!! Perlahan satu persatu kancing bajuku ia lepaskan dengan pelan hingga kini kurasakan hawa dingin dari cuaca mendung menerpa kulit perut serta kulit bagian payudara. Ya, semua kancing baju telah berhasil pak Susno lepaskan sampai Bra hitamku terpampang dengan lebar ke arah pintu keluar. Rintik gerimis mulai datang seolah ikut memeriahkan pencapaian besar untuk pak Susno dan pelecehan untukku.


“Woh! Susumu mulus sekali, bu. Bapak suka banget sama susumu ternyata jauh lebih indah dari yang suka bapak pikirkan dan lihat ini, bu…. Susumu sekel sekali”, remasan demi remasan terus saja aku dapatkan, bahkan sekarang kedua tangan kasarnya mulai menyusup masuk ke dalam Bra untuk menyentuh payudaraku secara langsung.

“Eeggghhhh!!!”, suaraku tertahan tatkala jemari pak Susno mengenai masing-masing putingku. Dengan lincah ia mainkan putingku dari dalam Bra. Ia pilin secara perlahan dan ia pencet. Mendapat rangsangan di bagian sensitif membuat tubuhku terlonjak cukup keras, reaksi yang aku tunjukan ini malah membuat pak Susno semakin bersemangat untuk lebih merangsangku.


Merasakan sebuah kesempatan yang terbuka lebar karna tak ada perlawanan yang kuberikan, pak Susno menarik tangan kanannya dan tanpa kuduga kembali sebuah kejutan kurasakan. Ia usap bagian perutnya dan kembali ia dapat melecehkanku lebih jauh lagi. Aku tak sadar, benar-benar tak sadar jika pak Susno sudah berhasil menaikkan rok panjangku ini, bahkan aku tak merasa jika badanku tadi terangkat. Yang bisa aku sadari hanyalah saat telapak tangannya itu telah masuk ke dalam celana dalamku lalu beberapa jarinya mengorek bagian dalam area sensitifku ini.


“Aaakkkhhhh…sssssshhhh….”, suara memalukan itu kembali aku lepaskan. Sambil menahan rasa geli yang amat sangat ini, kedua tanganku kembali mendapat sebuah tenaga yang kugunakan untuk mencegah tangannya supaya berhenti memainkan alat kemaluanku. Bukannya berhenti pak Susno malah mengocok kemaluanku dengan ritme yang lumayan cepat hingga bunyi kecipak basah mulai terdengar bersamaan dengan hujan yang mulai turun dengan deras.


CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!! Yang bisa kulakukan hanya diam masih mencoba menahan desahan tiap kali ingin keluar dengan tangan kanan mencoba menahan gerakan tangan pak Susno sementara tangan satunya lagi memeluk lengan besarnya.


Setiap kocokkan yang kurasakan jujur jika berbicara tentang kenikmatan, ini lebih nikmat daripada kocokkan kemaluan mas Warso. Maaf mas bukannya Adek mau membandingkan tapi inilah yang Adek rasakan sekarang tapi walau begitu Adek juga minta maaf karna tak bisa menjaga cinta mas. Sekarang Adek hanya bisa diam menerima semua pelecehan ini, maaf…


“Ga usah di tahan, bu. Keluarkan…keluarin jika ibu mau mendesah. Tak usah malu”, ucap pak Susno seperti sugesti untukku dan tanpa tau kemana rasa malu itu pergi, aku menuruti ucapan pak Susno untuk mendesah.

“Aaakkkhhhh…..Aaaakkkkhhh….sssshhhhh….”

“Iya seperti itu, bu”




Dari sebuah kocokkan, pak Susno juga memberikan rangsangan pada kemaluanku berupa gosokkan. Ya, dia menggosok kemaluanku seperti salah satu tokoh pada cerita dongeng asal timur tengah ketika seorang pemuda menggosok lampu ajaib. Akibat kocokkan dan gosokkan itu membuat diriku merasakan seperti ada yang akan meledak lagi. Tubuhku menegang dan pelukan yang kulakukan di lengan pak Susno semakin dieratkan. Seolah tau apa yang akan aku alami, pak Susno dengan sengaja menghentikan laju orgasmeku yang sudah di ujung ini.


“Aakkkhhhh….”, desahku dan disini aku gilanya malah merasa kecewa karna gagal untuk mendapatkan kenikmatan tersebut. Ku tatap wajahnya itu yang tengah menyeringai mesum padaku. Aku benar-benar sudah tak peduli lagi, yang aku inginkan sekarang adalah bagaimana caranya aku bisa menghilangkan siksaan nikmat ini.


“kenapa, bu?”, tanyanya seperti tak ada dosa dan aku pun diam menatapnya.


Disaat aku hanya diam tak bergeming sedikutpun, pak Susno kembali mengocok kemaluanku dengan tempo yang sama seperti sebelumnya dan bahkan kini ia lakukan juga dengan menepuk pelan kemaluanku ini. Sungguh….sungguh kurang ajarnya pria ini. Aku merasa sangat direndahkan namun rasa nikmat itu mulai memuncak lagi untuk siap di keluarkan. “Aaakkkhhhh…Aakkkhhhh…”. sudah sangat dekat tapi seolah sedang mempermainkan nafsuku ini, pak Susno kembali menghentikannya. Rasanya aku ingin menampar dengan sangat keras wajahnya itu sampai tanganku kebas setelah menamparnya.


“bu Yuli mau?”, tak ku jawab pertanyaannya itu.

“bu Yuli Mau?”, pertanyaannya kembali terulang dengan kini dibarengi elusan kecil telapak tangannya di bibir kemaluanku. Dilema, perang batin terjadi lagi walau tadi sempat diriku berpikir untuk masa bodo namun jika aku harus disiksa seperti ini pertahananku juga akan runtuh dengan sendirinya. Aku berpikir dengan amat serius namun nyatanya tetap tak bisa untuk fokus karena elusan jari pak Susno itu.


Mengangguk? Ya, itulah jawaban yang kuberikan atas pertanyaan pak Susno. Mungkin karna ia mendapat respon yang baik dariku, pak Susno tersenyum penuh kemenangan dan tanpa aba-aba pak Susno membalikkan tubuhku sehingga kini posisi kami berhadapan saling terduduk di lantai dengan diriku yang memperlihatkan payudaraku yang hanya tertutup oleh Bra ini.


“Bapak boleh ya menyusu sama bu Yuli”, belum aku berikan sebuah jawaban mau atau tidak, pak Susno sudah menarik kedua Cup Bra ku sampai kedua payudaraku ini meloncat keluar dengan bebas di depan matanya. Dengan nafsunya yang menggebu pak Susno langsung saja meremas kedua bukit indahku ini dan memainkan putingnya sesekali. Puas akan ada remasanya, pak Susno kini berganti memainkan payudaraku dengan mulutnya.


“NYUT!!!”, mulutnya mencaplok salah satu putingku dan satu tangannya memilin putingku satunya lagi yang menganggur.


“P…paakkkhhh….sssshhhhh….”


Ssllluuurrrppp….ssllluuurrrppp …




Sementara pak Susno telah berhasil merasakan buah dadaku ini, kulihat pak Anton dan pak Togar masih diam di posisinya melihat ke arah ku dimana pak Susno tengah menyusu dengan rakusnya.


Aku pribadi yang memang sudah menerima rangsangan daritadi hanya membiarkan pak Susno ketika kedua bibirnya mengapit lembut putingku lalu menariknya sampai aku mengaduh. Jepitan lembur bibir pak Susno di putingku ini membuat darahku berdesir nikmat, merinding merasakan perlakuan nikmat itu karna biasanya saat Mas Warso yang melakukannya hanya sebatas menyusu biasa tanpa ada variasi yang aneh-aneh dan karna rasa baru ini aku mulai bisa ikut menikmatinya dan ikut terlena akan nafsu duniawi ini yang membuatku lupa akan segala. Melupakan sekitar, rasa malu maupun anak serta suamiku sendiri.


CUP!!! CUP!!!


Ssllluuurrrppp…..ssllluuurrrppp …ssllluuurrrppp…


Remasan tangan pak Susno terasa semakin kencang di payudaraku namun masih terkesan teratur. Payudaraku yang sebelumnya basah oleh air biasa kini harus basah mengkilap oleh air liur kepala sekolahku sendiri.


Karna kenikmatan yang mulai bisa kunikmati ini aku sampai tak sadar akan keberadaan pak Anton yang sudah berdiri tepat disampingku dengan kondisi kemaluannya yang sudah ia keluarkan mengacung tepat di depan kepalaku. Batang kemaluannya cukup membuatku kaget dimana diameternya besar dan lumayan panjang terlebih lgi bentuknya itu yang agak bengkok ke atas. Sekilas pikiranku merespon kemaluan tersebut dengan memikirkan bagaimana rasanya jika kemaluan pak Anton masuk ke dalam kemaluanku. Aaarrggghhh!!!! Aku mulai gila!!


“Bu Yuli… Tolong dicoba punya saya”, aku mencoba untuk menggelengkan kepala.

“Tak usah malu, bu. Saya tau bu Yuli juga sekarang menginginkan benda ini kan? Istri say saja di rumah suka sampai minta ampun kalo saya kasih ini”

“Coba dulu, bu”, sambungnya sambil mengangguk-anggukan batang kemaluannya itu tepat di depan wajahku.


Syaraf tanganku memaksa diriku untuk menggenggamnya. Amat sangat terasa diameter besar penis pak Anton itu, bahkan tonjolan uratnya bisa kurasakan namun setelah aku memegang penis tersebut aku hanya diam karna tak tahu harus melakukan apa. Mengetahui rasa bingung yang sedang melandaku, pak Anton menggenggam tanganku.


“Kocok pelan-pelan, bu. Bu Yuli bisa merasakan bukan bagaimana hebatnya punya saya. Saya ga tak akan marah kok kalau ibu mau mengocoknya”, sialan! Seolah dirikulah yang sangat menginginkannya.


Walau rasa kesal kurasakan tapi tanganku mulai bergerak untuk mengocoknya secara perlahan setelah sebelumnya aku menggeser tubuhku sedikit dari himpitan pak Susno yang masih saja sibuk menikmati buah dadaku dengan tangan serta mulutnya itu. Rasanya sungguh terpacu nafsuku ini saat sadar bahwa apa yang sedang ku pegang ini adalah penis pertama selain milik mas Warso yang ku sentuh.


Sudah lewat lebih dari lima belas menit aku harus berhadapan dengan penis-penis yang bukan milik suamiku ini. Awalnya memang hanya pak Susno bermain di payudaraku dan pak Anton menikmati kocokkan pelan tanganku sementara pak Togar hanya bisa diam terperangah menonton apa yang sedang terjadi didepanya ini namun semunya mulai berubah ketika pak Susno menyuruh pak Togar untuk bergabung.


Bergabungnya pak Togar posisi mereka berdua berganti. Pak Susno bergantian posisi dengan pak Anton namun disini bedanya, pak Susno bukan hanya menikmati lembutnya tanganku saja, bahkan ia sudah bisa merasakan lembutnya mulutku untuk digunakan mengocok batang penisnya. Sementara pak Anton memainkan kemaluanku dengan lidahnya. Cairan kewanitaanku yang keluar ia sedot dengan rakusnya dan untuk pak Togar menikmati payudaraku sambil batangnya aku kocok.


Mendapatkan rangsangan sebegitu banyak sudah sangat cukup membuatku ditarik terjun ke dalam lembah nafsu ini. Apa yang mereka mau kini bisa aku turuti demgan mudah, seolah aku sudah jatuh ke dalam perangkap mereka, bukannya takut di akan aku malah menangi untuk mereka makan.


“sedap sekali mulutmu, bu Yuli. Aaakkhhhhhssss…. Lebih enak daripada servis terbaik istri bapak. Ssshhhh…. padahal baru pertama kali buat ibu tapi sudah bisa seenak ini. Bagaimana kalau ibu sudah berubah jadi binal? Ssshhhh….bisa-bisa bapak langsung keluar. Aaakkkhhhh…nikmatnya, bu”, racau pak Susno ketika batangnya ku hisap di dalam mulut sambil wajah pria tersebut mengadah ke atas keenakan dengan apa yang aku berikan ini.


Mulut ini memang tak biasa dan bahkan ini adalah kali pertama diriku melakukan hal semacam ini dalam urusan seks, namun aku mencoba untuk memberikannya sebaik mungkin??? Sesuai dengan instruksi singkat yang pak Susno berikan, aku mencampurkannya dengan gerakan lidahku untuk membelit-bergoyang di batang penisnya saat berada tepat di dalam mumutku ini.


“Nikmat sekali, bu. Suamimu pasti akan suka jika bu Yuli dimanja seperti ini”, aku mendengar frase itu dari waktu ke waktu sampai kalimat tersebut seperti tertanam di dalam ingatan yang selalu terngiang memberiku sebuah dorongan semangat untuk tetap melakukannya.


Cukup lama diriku harus memberikan mulutku ini untuk “memanjakan” pak Susno, siring berjalannya waktu, pak Anton juga ikut meminta gilirannya dan aku pun yang mulai larut dalam nafsu setan ini hanya menurutinya saat penis-penis mereka secara teratur saling menjejalkan batang penisnya secara bergantian guna menikmati lembut nan hangatnya servis yang diberikan oleh mulutku ini.


“cukup, bu”, rasanya sungguh sangat malu ketika aku telah membuang akal sehat dan logikaku dengan membuka mulutku untuk menyambut batang pak Susno, pak Susno malah berkata demikian. Aku kira ia akan menjejalkan lagi penisnya namun ia hanya mendiamkannya sehingga kini terlihat bahwa aku juga menginginkannya.

“Di copot aja sekalian ya, bu biar ga semakin basah”, sambungnya serasa melepaskan rok panjangku beserta dengan celana dalamnya. Aku yang tengah menahan malu setengah mati ini hanya menurut sambil memberikan akses padanya dengan mengangkat pinggangku supaya rok serta celana dalamku bisa ia lepas dengan mudah.


Masih ada rasa malu yang tersisa, selangkanganku yang terbuka memperlihatkan apa yang seharusnya tak dilihat oleh pria selain suamiku ini aku tutup dengan mengapitkan kedua kakiku. Sudah sangat terpampang jelas kedua kaki jenjang mulusku ini di depan ketiga pria di hadapanku yang semuanya berdiri dengan kondisi batang pensinya mengacung sangat tegak dan terlihat begitu gagah nan keras.





“tak usah malu, bu. Ibu mempunyai tubuh dan aset yang sangat di idamkan oleh kaum pria. Seharusnya ibu bangga dan bu Yuli harus percaya diri untuk membaginya kepada pria lain”, ujar pak Susno sambil memegang daguku. Tatapan kami saling beradu.

“Perlu ibu ingat lagi… bahwa apa yang akan terjadi bukanlah sebuah pengihanatan. Kita melakukannya karna saling membutuhkan. Ibu juga membutuhkannya kan?”, kalimat tersebut menjadi obat sesat yang aku bisa setujui dengan mentah. Perkataan pak Susno benar, aku masih sangatlah sayang dan cinta dengan mas Warso dan aku mau karna aku membutuhkannya. Ya! Aku hanya membutuhkan hal tersebut, mas.


Secara perlahan wajah pak Susno mendekat dan… Kami saling melumat saat bibir kami saling menyatu sama lain. Bau rokok yang di keluarkan dari mulut pas Susno terasa seperti sebuah perangsang untukku. Ku balas lumatannya yang sedikit kasar dan bernafsu itu sampai kali ini aku benar-benar dan seratus persen terlarut dalam situasi intim ini.


Ssllurrrpp…ssllluuurrrppp… Aaahhhhssss….ssllluuurrrppp…. Ludah kamu menjadi peramai di lumatan kami.


Aku tak lagi merasakan mulut atau jemari pak Anton menikmati maupun memainkan kemaluanku. Begitu juga dengan pak Togar yang tak lagi menjamah payudaraku. Seakan mereka berdua memberi santapan utama atas tubuhku ini pada pak Susno. Dengan gerakan gemas dan agak keras, pak Susno meremas bukit kembarku sambil terus melumatku.


Cukup lama kami berdua menikmati momen bibir satu sama lain sampai pak Susno memilih menyudahinya karna sudah sangat tak sabar lagi untuk menikmati suguhan utamanya, yaitu kelaminku yang sudah basah eh cairan kewanitaanku sendiri maupun ludah pan Anton.


“sekarang, bu. Kontol bapak sudah tak tahan lagi buat mencoba sarang barunya”, ucapnya lembut dengan nada bergetar akibat nafsu yang menggebu sambil membimbingku untuk merubah posisi dengan menungging di atas lantai.


Mataku dapat melihat dengan jelas diriku yang tengah menungging setengah telanjang ini di dalam pantulan lemari kaca yang digunakan untuk menyimpan penghargaan dan piala. Rasanya sungguh sangat berdebar ketika melihat diriku dalam posisi seperti itu. Seperti betina yang telah siap untuk di gagahi oleh pejantannya.


Kemaluanku yang terpampang jelas di hadapan pak Susno dilihat sejenak sambil ia oleskan air ludahnya di kemaluanku dan kemaluannya sendiri. Dirasa sudah cukup basah, pak Susno mulai menggosokkan kepala penisnya di bibir vaginaku beberpa kali dimana perbuatan yang dilakukan pak Susno membuat vaginaku semakin gatal rasanya.


“siap ya, bu”, perlahan pak kepala penis pak Susno ia tekan masuk membelah vagina rapatku yang selalu kurawat ini.


Entah vaginaku yang terlalu rapat atau penisnya yang terlalu besar untuk lubangku ini. Beberpa kali percobaan penetrasi atas penis pak Susno selalu gagal bahkan walau sudah ia basahi vaginaku menggunakan ludahnya dengan amat banyak.


“Memek sialan! Rapat banget!”, umpatnya karna kesal.

“Bapak udah ga tahan banget. Siap-siap, bu mungkin bakalan sakit awalnya”, aku berniat untuk memberi saran pada pak Susno agar pelan-pelan saja namun…


“Aaakkkhhhh!!!!”, lolongku ketika dengan sekali sentakan keras pak Susno memaksa masuk penis besarnya ke dalam vagina sempitku ini. Sungguh rasanya seperti sobek saat benda besar itu dengan paksa memasuki lubangku ini.




“benar-benar spesial memek bu Yuli ini. Aaakkkhhsssss…. Ternyata masih sangat sempit dan masih sangat menggigit. Oouugghhhssss…”

“beneran, pak?”, tanya pak Anton.

“Nanti bapak buktikan aja sendiri. Saya mau entotin dulu guru ini dengan kontolku biar jadi guru binal suka kontol sama ngentot!. Ssshhhhh…..”, racau jorok pak Susno sambil memegang pinggulku dengan keras.


“bapak genjot memek sempitmu ini, bu! Siap-siap aja bu Yuli bakal ketagihan sama kontol bapak ini. Hahaha…. Memekmu bakal minta buat bapak kontolin terus”

“Selamat menonton bapak-bapak dan buat bu Yuli….Selamat menikmati kontol saya ini, bu”


PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!! Benar-benar gila pak Susno ini. Vaginaku belum sempat diberi waktu lebih lama lagi untuk beradaptasi dengan penis besarnya tapi ia sudah mulai menggerakkan penisnya dengan tempo lumayan cepat.


“aakkkhhh….aakkkhhh….aakkkhhh…p..ppaakkk…sssshhh…..tolong….tolong pelaannn-pelaannn…sssshhhhh….”, desahku dengan tubuh tak karuan menahan sakit bercampur dengan rasa geli yang teramat.


Tubuh lemasku ikut terdorong ke depan setiap hentakkan bertenaga yang pak Susno lancarkan pada selangkanganku ini. Walau belum terlalu lama diriku di nikmati olehnya namun kulit pantatku sudah terasa mulai panas akibat kulit kami yang saling bertabrakan.


Aku disetubuhi olehnya dalam kondisi masih memakai seragam hanya saja pada bagian kancingnya sudah terlepas semua dan diriku masih mengenakan Bra namun Bra yang aku pakai kini sudah tak lagi menutupi kedua payudaraku sehingga kedua payudaraku ini menggantung serta bergoyang mengikuti irama hentakkan pinggul pak Susno.


“Ssshhhh….susumu mengkel. Memekmu gigit. Mantap banget bu Yuli ini kasih kenikmatan sama saya benar-benar sempurna. Aaakkkkhhhhss…..”

“Bapak berterima kasih banget, buuuhhhh…sssshhhhh…sebagai tanda terima kasih….sore ini bu Yuli bakal bapak kasih ibu kenikmatan sampai kenyang atas bawah”

“Sini susumu bu biar bapak pijat nikmat”, sambungnya menarik kedua tanganku sehingga tubuhku terangkat dalam posisi setengah berdiri. Ia peluk tubuhku ini sambil penisnya keluar masuk dengan lancar di bawah sana. Mulutnya mencumbu legerku dan kedua tangannya meremas kedua payudara mengkel ku dengan gemas.


Aku disuruh untuk berdiri namun dalam posisi masih menungging dan tentunya masih terus disetubuhinya. Kali ini menggunakan meja yang tadi kami rapikan, tanganku bertumpu disana. Taplak meja yang sudah rapi aku taruh kini berantakan akibat kuatnya tiap sentakan pak Susno.


“akkkhhhh….aaakkkkkkhhhh….paaaakkkk….”

“gimana rasa kontolku bu? Apkah kontol saya ini kontol pertama yang bisa merasakan jepitan memekmu ini selain suamimu?”

“ii…Iyaaahhh, paakkk….”

“…terus enak?”, aku mengangguk jujur.

“Mau yang lebih enak ga, bu?”

“Oouuggssshhhhh….”, desahku nikmat.

“mau ga?”, tanyanya lagi.

“Aaakkkhhhh…akkkkhhhh….apaahhh….apa itu, pak??”

“Bu Yuli jadi Lonte saya. Hahahaha…..nanti saya kasih banyak kenikmatan lagi yang belum pernah ibu dapatkan selama ini. Sssshhhhh….”




Akal sehatku secara spontan merespon dengan cepat kalimat pak Susno yang mengatakan jika aku disuruh untuk menjadi Lonte nya. Aku tak mau me jawab hal tersebut namun aku tetap mendesah. Menjadi Lonte sama saja dengan Pelacur. Jika aku mengiyakan berarti aku siap untuk menjadi budak nafsunya. Tidak! Pikiranku yang sedikit kembali mencoba untuk mengambil langkah diam.


“Baiklah kalau bu Yuli belum mau menjawabnya. Ibu bisa menjawab kalau bu Yuli sudah tau kehebatan kontol saya ini”, ucapnya dengan bangga. Seolah gerakan kontolnya, eh? Penisnya menjadi penegas dari betapa menerbangkan rasa penis tersebut pada perempuan. Aduh! Kenapa ku bisa keceplosan memaki kata vulgar itu?


Sedang dalam keadaan dim, menungging menerima sodokan nikmat penis besar pak Susno, tiba-tib sosok pak Anton datang menghampiri dan meminta pada pak Susno untuk bergantian kar dirinya sudah tak tahan lagi saat melihat tubuhku tengah di genjot nikmat oleh pak Susno.


“Pak Susno, gantian lah….saya juga kebelet banget pengen jebol memeknya bu Yuli ini. Saya dari tadi cuma bisa ngocok liatin bapak. Saya ga mau sampai keluar duluan di lantai, saya maunya keluar di tempatnya”, ujar pak Anton dan memang benar sedari tadi kulihat pak Anton dan pak Togar hanya diam melihatku disetubuhi pak Susno sambil mengocok batang penisnya.

“saya juga kepingin keluar di tempatnya pak, sabar. Lagian nanggung…. Bentar lagi kayaknya saya keluar. Ssshhhh….memeknya jelit banget ini, pak”


Keluar di tempatnya? Maksudnya vaginaku? Sial! Apa vaginaku bagi mereka tempat buah sperma? Benar-benar kurang ajar mereka, tapi aku juga tak bisa menolak pelecehan ini karna diriku juga sekarang tengah menginginkan sebuah kepuasan. Sepertinya aku telah diberi semacam obat perangsang? Soalnya sehabis minum dari minuman yang pak Susno berikan tubuhku merasakan ada perubahan. Biarlah jika memang begitu yang utama sekarang bagaimana caranya agar rasa panas dan gatal ini hilang, yaitu dengan bantuan penis mereka.


“Maaf, mas….Adek ga mau khianati mas….Adek hanya membutuhkan bantuan mereka”, pikiranku sepenuhnya sudah terpengaruh oleh obat yang pak Susno kasih. Pola pikirku secara perlahan kini mulai menyeretku ke kur akal sehat.


Diriku tersadar kaget saat benda hangat dan sedikit kenyal mengenai pipiku. Pak Anton menekan-nekankan ujung kepala penisnya di pipiku, bukan hanya menekan tapi ia juga oleskan ke seluruh wajahku sampai ke buah zakarnya oun tak luput harus mengenai wajahku. Posisi pak Anton sekarang telah naik diatas meja dengan kedua kakinya menekuk sehingga penisnya sejajar dengan kepalaku.


“Kulum kontol saya, bu. Masukkan ke dalam mulut manismu ini”, ucapnya sampil membelai kedua bibirku yang sedikit terbuka karna mendesah menggunakan kepala penisnya.


Aku yang memang sudah dikuasai oleh nafsu pun menurut. Kubuka mulutku dan dengan cepat ku masukan penisnya. Ukurannya sama dengan punya pak Susno hanya saja sedikit lebih panjang sehingga tak bisa ku masukan secara penuh ditambah lagi aku masihlah sangat batu untuk hal oral seks.


Setelah mulutku kembali terisi penis haram bukan milik suamiku, “Hahaha….lihatlah pak…mulut bu Yuli yang biasanya digunakan buat jelasin pelajaran sekarang malah dipakai buat ngemut kontol saya. Hahaha….”, leceh pak Anton terhadapku. Mendapat tamparan keras lewat perkataannya itu, aku tatap tajam wajahnya.




“kenapa, bu? Hehehe….santai aja, lagian kalau murid-murid ibu tau jika gurunya suka sepong kontol juga murid-murid ibu bakalan suka. Pastinya mereka secara diam-diam juga nafsu pengen ngentotin ibu juga. Hehehe…. Saya laki-laki, bu jadi saya tau. Di rumah pasti murid-murid ibu juga sering onani sambil bayangin ibu sebagai obyek fantasinya”, jelas pak Anton sangat vulgar sambil membawa murid-muridku. Aku tak bisa menyangkalnya karna mulutku juga sekarang tengah tersumpal oleh penis besarnya itu yang sudah dalam keadaan keluar masuk.

“Apa bu Yuli tau… Pola pikir remaja laki-laki zaman sekarang lebih gila. Nah, karna hal itu juga mungkin bu Yuli sering di bayangkan sebagai pemuas mereka pas lagi onani. Hahaha….”, panas. Kata itu yang bisa menggambarkan seperti apa aku sekarang. Panas di telinga tapi juga panas di tubuhku karna semakin merasa terangsang akibat kalimat pak Anton yang sangat melecehkan harga diriku ini.


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Suara bising ludahku yang terkocok oleh batang penis pak Anton. Gerakannya mulai cepat dari sebelumnya sampai-sampai diriku yang sedang di Setubuhi dari belakang oleh pak Susno menjadi susah untuk bernafas.


Entah sudah berapa menit terlewat aku di posisi memalukan ini dengan mulut atas dan bawahku sedang keluar masuk batang penis besar. Mungkin karna efek menonton sambil mengocok batangnya sendiri, gerakan pak Anton menyetubuhi mulutku kian gencat, cengkeraman tangannya di jilbabku juga semakin erat. Sepertinya pria ini akan segera mendapatkan klimaksnya.


“Gantian bentar, pak! Aaakkkhhsssss…..saya udah mau keluar”, ujarnya dan…,”dasar lemah!”, Ucapku tak sadar mengomentari syahwat pak Anton.


Dengan raut terpaksa, pak Susno mencabut batang penisnya dan langsung digantikan oleh penis pak Anton. Hanya beberapa detik lubang vaginaku menganggur, kini sudah di jejali lagi oleh penis lainnya. Sementara pak Susno beralih untuk menikmati mulutku. Serius, walau ini cairan kewanitaanku sendiri tapi rasanya sangat mual ketik penis pak Susno yang baru saja mengobok-obok vaginaku kini harus dimasukkan ke dalam mulut.


SPLOK!!! SPLOK!!! SPLOK!!! Bunyinya sangat kontras ketika penis besar pak Anton menghunjam keras dan cepat lubang vaginaku.


Kocokkan cepat penis pak Anton membuat diriku merasakan ada yang ingin meledak, penis pak Anton terus saja menstimulasi dinding vaginaku sehingga gelombang orgasme pertamaku akan segera kudapatkan.


“Bu….bu Yulliiii…..bapak mau keluaarr…sssshhhhh…. Di dalam aja ya, bu biar eennnaakkkk. Sssshhhhh….”, racaunya mencengkeram pinggulku lebih keras dan gerakan pinggulnya di percepat membentur kulit pantatku.


Aku tak terlalu memedulikan racauan pak Anton karna diriku juga akan segera mencapai orgasmeku ini. Sambil mengulum penis pak Susno aku terdiam memejam sekuat tenaga menahan rasa geli yang bercampur nikmat.


“bapak keluar, bu! Aakkkhhhh…..”


Di sentakanlah dengan kuat penis pak Anton untuk lebih masuk lagi penisnya membelah vaginaku sampai sebuah cairan hangat menyembur dengan derasnya di dalam vaginaku sampai rasanya membentur keras dinding rahimku. Ah! Sampai benar-benar terisi rahimku ini oleh cairan hinanya yang amat banyak dibuang disana.




“EEGGGHHHHHH!!!!”, tubuhku bergetar dengan hebat bersamaan dengan sperma pak Anton yang masuk ke rahimku. Lewat klimaksnya aku….aku malu untuk mengakuinya tapi….aku mendapatkan sebuah orgasme ternikmat yang pernah ku rasakan.


Untuk sesaat kami bertiga tak ada yang bergerak kecuali penis pak Anton yang masih terasa berdenyut di dalam vaginaku. Ini adalah sperma pertama selain milik mas Warso yang masuk bersarang di dalam rahimku. Rasanya akal sehat ini menolak untuk memikirkan apakah aku akan hamil oleh sperma tersebut atau tidak namun jika dipikir sekilas hari ini bukanlah masa suburku.


Seakan tak bosan merasakan pijatan dinding vaginaku, untuk satu menitan pak Anton tak mencabut penisnya dari dalam vaginaku seolah dirinya tak mau sperma yang telah ia buang untuk keluar dari tempatnya. Setelah dirasa spermanya cukup tertanam di dalam rahimku, barulah pak Anton mulai menarik pelan batang penisnya yang sudah dalam keadaan setengah berdiri. Walau tak banyak tapi dapat kurasakan sperma pak Anton ikut tertarik keluar.


“Eeggghhhh….”, lenguhku tertahan penis pak Susno saat penis pak Anton tercabut seluruhnya.


“benar-benar nikmat memekmu bu Yuli. Titip benih saya ya, bu semoga saja jadi dan bu Yuli bisa bunting anak saya. Sebagai hadiah buat ibu. Hehehe…..”, ucapnya sambil menampar pelan bongkahan pantatku yang menungging di depannya.


Belum bisa aku bernafas dengan lega karna semua masih belum selesai. Pak Susno menarik tanganku dan menyuruhku untuk tiduran mengangkang di meja. Kedua kakiku direnggangkan olehnya dam tanpa membuang waktu lebih lama pak Susno menusukkan penisnya dengan keras ke dalam vaginaku yang sebelumnya telah di genjot dan di isi oleh sperma pak Anton. Dalam posisi ini vaginaku harus menerima genjotan keras oleh penisnya.


PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!


“Memek ibu nakal banget. Ssshhhh…. Baru aja di kontolin….baru aja di pejuhin tapi masih aja bisa gigit kontol saya. Aaakkkhhsssss….”, racau nikmat pak Susno menggempur vaginaku.


Di tengah gempuran pak Susno di selangkanganku tiba-tib kami semua di kagetkan oleh suara HP-ku yang bunyi di dalam tas. Karna pak Susno tengah sibuk menikmati tubuh molek serta vagina sempitku ini, ia tak menghiraukannya. Begituoun juga dengan pak Togar yang masih asyik mengocok penisnya sendiri melihatku di Setubuhi dengan buas oleh pak Susno. Untuk pak Anton terlihat duduk, ia juga menikmati pemandangan yang sedang tersaji di depannya.


Beberpa kali HP-ku bunyi tanpa ku jawab, namun pada akhirnya setelah bunyi ke sekian kalinya pak Anton merogoh isi tasku dan berbicara bahwa yang menelepon adalah anakku, Bagas.


“Angkat saja, bu”, ucap pak Susno, namun aku tak mau.

“Gapapa, saya bakal berhenti dulu”, ucapnya dan barulah aku percaya untuk mengangkat panggilan tersebut.


Ku gesek tombol biru yang tertera di layar HP-ku ini, tapi kurang ajarnya… Saat sudah ku geser tombol hijau tersebut, pak Susno malah kembali menggerakkan penisnya keluar masuk di dalam vaginaku. Secara spontan diriku tak bisa menahan suara desahan supaya tak keluar.


“Eeggghhhh…ssshhhhh….”, desahanku keluar begitu lancar meluncur yang sepertinya bisa terdengar oleh anakku.




“halo nak, kenapa?”, tanyaku mencoba menyembunyikan desahanku tadi dari Bagas.


KRIET!!! KRIET!!! KRIET!!! Sialan pria ini! Pak Susno malah semakin cepat menyodokkan penisnya.


“Eeggghhhh…..ini…ini bentar lagi kok, nak. Ini….tinggal beberapa meja yang tersisa belum di rapikan”

“Iyaaahhh….Eeggghhhh …soalnya beberapa kali dirasa kurang pas jadinya harus diubah lagi dan… lagiihhh…”


Dalam rasa tersiksa namun nikmat ini, Bagas bertanya dari balik panggilan, “Ibu kenapa sih? Kok cara ngomongnya aneh?”. Mendengar pertanyaan Bagas, pak Susno sekaan ingin mengerjaiku dengan keras-keras ia hentakkan penisnya.


KRIET!!! KRIET!!! KRIET!!! Gara-gara ulah pak Susno membuat meja yang menjadi saranaku tiduran dan disetubuhi pak Susno bunyi. Aku sudah tak bisa lagi berpikir sehat untuk ke sekian kalinya akibat kesal dan juga sangat terangsang oleh ulahnya itu.


“ini soalnya pak Susno belikan rujak, nak. Ibu kepedesan”

“tu… Pak Susno lagi pindahin meja dibantu pak Anton sama pak Togar”, aku sampai berbohong pada anakku sendiri hanya demi kenikmatan ini? Maafkan ibu, nak.

“Ga lahhhh…., Ibu…. Ibu ga dibolehin karna ibu perempuan jadinya….aaaggghhhhh…ssshhhhh….ibu kerjain yang lain. Ini aja sekarang ibu Cuma bisa diam, sedangkan pak Susno lagi kerja buat keluarin. Eh iya, buat keluarin mejanya”, karna nafsu ini aku mencoba berbicara dengan makna yang sangat tak pernah kubayangkan sebelumnya.

“iya, ada beberpa meja yang dikeluarin soalnya ga muat. Kegedeannnnhhh….ssshhh….”


Untuk beberapa saat menjawab pertanyaan Bagas dengan sekuat tenaga, pak Susno bertanya padaku sambil tersenyum penuh kemenangan serta pantatnya masih bergerak maju mundur menumbuk selangkangkanku yang sedang mengangkang ini.


“Ada apa, bu?”, dengan kedua tangannya mencoba melepaskan Bra ku dan juga seragamku hingga kini aku benar-benar sudah telanjang bulat.

“Ini, pakkgghh… Anak saya, Bagas tanyain saya kapan pulangnya soalnya udaaahhh sore…”, aku menjawab senormal mungkin.

“Coba sini HP nya, bu”

“buat apa, pak?”

“Sini aja dulu, bu. Saya pengen ngomong sama Bagas bentar”

“jangan aneh-aneh, paaaakkkk…ssshhh….”, remasan keras di dapatkan oleh kedua payudaraku ini.


“nak Bagas tanyain ibunya pulang kapan ya?”, tanya pak Susno pada Bagas sambil memainkan putingku dengan cara memilin lalu menariknya ke atas sehingga aku harus menutup mulutku sendiri supaya suaraku tak di dengar oleh Bagas

“Bentar lagi, nak. Ini bapak juga cepetin buat pindahin mejanya biar cepat selesai”, dan pak Susno kembali menggenjotku dengan keras.


KRIET!!! KRIET!!! KRIET!!!


“Tuhkan kamu dengar sendiri kalo bapak lagi pindahin mejanya. Ini bapak pindahin sekalian mau keluarin juga supaya lega…. Ruangannya. Aaakkkhhsssss…. “, gila pria ini.

“gapapa, ini bapak tadi beli rujak buat semuanya dan lupa kalo bilang jangan kasih cabai banyak-banyak. Ssshhhh… Malah dikasihnya banyak, jadi kepedesan deh sampe sekarang. Sssshhhhh….pedas banget. Ssshhhh….iya ga pak”, bertanya pada pak Anton yang ternyata penisnya mulai tegang kembali sedang ia kocok secara lembut.

“iya, nak. Ssshhhh…pedas banget tapi enak kok rujaknya”, kali ini pak Anton bangkit menghampiriku yang sedang di Setubuhi oleh pak Susno. Sebelum mendekat, pak Anton juga me gajak pak Togar untuk mendekat karna satpam itu dari tadi hanya menontonku.

“tapi untungnya tadi pak Anton ingat kalo di belakang ada gula Jawa jadi sama pak Anton ditambahi gila biar ga terlalu pedas banget. Pak Anton juga yang pertama kali tumbuk gulanya, nak”, ucap pak Susno dan yang dimaksud olehnya adalah orang yang pertama kali membuang spermanya adalah pak Anton.

“Udah ya, ini bapak mau cepat-cepat mau keluarin mejanya biar ibu kamu bisa langsung pulang. Kasihan ayah kamu kalo ibumu disini kelamaan bantuin bapak buat keluarin mejanya”


“Nakhhhss….”, panggilku bersamaan dengan kini pak Anton yang menarik putingku, bahkan kedua putingku ia tarik.

“ibu matiin ya teleponnya. Ini ibu mau siap-siap buat ambil lap buat bersihin meja yang mau dikeluarin”, setelah mengatakan kalimat tersebut, pak Anton menyusu padaku dengan nafsunya yang telah kembali, pak Anton menyusu dengan sangat rakus di kedua payudaraku. Sementara pak Togar yang entah tadi disuruh apa oleh pak Anton, kini dengan cepat ia masukan batang penisnya ke dalam mulutku dan tanpa canggung pak Togar menikmati mulutku seperti sedang menyetubuhi liang vagina. Begitu bernafsu dan cepat atau dalam gambaran film dewasa namanya deepthroat atau apa itu aku tak terlalu paham.


“Dikit lagi, bu. aaakkkhhsssss…..enak banget rasanya. Sshhhh….ini saya cepetin biar cepet keluarnya. Aaakkkhhsssss….”, payudaraku di nikmati pak Anton. Mulutku sedang di hajar oleh penis pak Togar dan sekarang vaginaku kembali di genjot begitu nafsu oleh pak Susno. Saat itu aku baru sempat mematikan panggilanku dengan Bagas. Aku tak tahu apakah Bagas mendengar racauan pak Susno atau tidak. Aku tak memikirkan itu.




Setelah panggilan berakhir dengan anakku. Aku dihajar habis-habisan oleh pak Susno dan juga pak Togar. Ketiga pria tersebut akhirnya memuntahkan spermanya di dalam vaginaku sampai vaginaku bebar-benar kelebihan volumenya. Mengalir keluar, menetes ke lantai.


Tapi itu semua belum berakhir, karna setelah semuanya me dapat jatahnya dan beristirahat beberapa menit, pak Anton kembali menyetubuhiku. Bahkan saat persetubuhan kami yang kedua, pak Anton membawaku pergi keluar dari ruang guru. Kondisi di luar sudah hujan lebar. Aku sedang di Setubuhi oleh pak Anton dengan posisi aku digendong depan yang artian posisi kami berhadapan. Dan dalam posisi seperti itu aku diajak pak Anton ke toilet belakang yang sudah tak terpakai lagi. Kami semua melewati ruang kelas yang ada dengan tanpa pakaian sama sekali. Telanjang bulat dan vaginaku tengah di hajar oleh penis pak Anton.


Di toilet belang juga, aku kembali di Setubuhi oleh mereka sampai aku lupa sudah berapa kali aku mengalami orgasme hingga badan rasanya sangat lemas. Namun di tempat tersebut mereka bertiga tak membuang spermanya di dalam vaginaku lagi. Mereka secara bergantian membuangnya di dalam mulutku dan aku mau tak mau harus menelan semuanya yang mereka keluarkan.


Mungkin karna sehabis kehujanan saat berjalan ke toilet belakang dan juga kaget akan suara petir, akhirnya logika sehatku mulai berangsur kembali dan aku mulai menyesali apa yang aku lakukan dan juga merasa sangat marah, kecewa dengan ketiga pria tersebut.


Mungkin bisa dikatakan cukup malam karna langit sudah gelap dan kagetnya saat aku keluar dari sekolahan ini ternyata Bagas, anakku telah menungguku di depan gerbang. Melihat wajahnya membuatku semakin merasa bersalah atas apa yang terjadi dan aku nikmati sebelumnya di tempat anakku menimpa ilmu bersama guru, kepala sekolah serta satpam sekolahnya.


“Maafkan ibu, nak. Maaf….”, aku yang tadi sudah menangis kini rasanya ingin menangis kembali.


 


Chapter 3


Kemarin setelah kejadian yang menimpa ibuku, ibuku sekarang terbaring di atas tempat tidur dengan suhu tubuhnya yang meningkat dari biasanya. Ibuku demam, mungkin karna dirinya bertelanjang di tengah hujan yang lebat apalagi ibu juga sempat kehujanan. Walau sudah tak sepanas semalam tapi tetap saja dirinya masih cukup lemas untuk beraktivitas sehingga hari ini ibu memilih untuk tak masuk mengajar di sekolah. Demamnya kali ini juga ada untungnya karna ibu sendiri bisa menenangkan hati serta pikirannya akan kejadian kemarin sore yang dilakukan oleh pak Susno, pak Anton dan pak Togar.


Untung saja hari ini ayah libur dari pekerjaannya sehingga bisa menjaga ibu, sementara aku harus tetap masuk sekolah karena hari ini ada beberapa ulangan yang harus aku ikuti. Untuk aku pribadi sih tak terlalu masalah jika harus mengikuti remidial namun beda cerita untuk ibu, ibu menyuruhku untuk tetap masuk karna ulangan itu penting.


Kemarin pas sampai di rumah ayah juga sepertinya sempat sadar akan kondisi ibu yang terlihat lemas namun ayah sepetinya menganggap ibu hanya kecapean. Setelah makan malam aku pergi ke kamar mandi dan disana ku juga menemukan baju seragam ibu yang di letakan di dalam ember bersamaan dengan pakaian kotor lainnya. Dengan mengingat apa yang terjadi sorenya, aku mencoba untuk mengambil seragam ibu itu dan ku lihat baju seragam bagian depannya masih terlihat basah, lalu kucium dan memang tanda basah itu diakibatkan oleh peju mereka bertiga.


Seketika nafsuku bangkit saat itu juga dan tanpa memikirkan hal apapun lagi aku langsung mengunci pintu dan bermasturbasi. Semua ke kukeluarkan di seragam ibu. Aku berani melakukan hal tersebut karna jika ibu mengetahui peju ku ini ibu pasti akan berpikiran bahwa itu peju mereka bertiga, bukan peju milikku dan bahkan aku menggunakan seragamnya itu untuk mengelap kering batang kontolku.


“sudah, ibu udah lumayan bukan kok. Istirahat bentar lagi aja ibu pasti bisa pulih”, ujarnya saat aku mencoba mengganti kompres di dahinya.

“Beneran gapapa? Kalo memang butuh, Bagas bisa minta izin buat hari ini. Ga masalah itu kalau harus ikut remidial”, ibu menggeleng sambil tersenyum.

“Berangkat aja, gapapa kok”

“tapi Bagas minta tolong sama ibu kalau nanti butuh apa-apa kabari Bagas aja”

“Iya anak ibu yang ganteng. Berangkat aja, lagian ayah juga di rumah jagain ibu”


Aku menghela nafas pasrah, menuruti perkataan ibuku dan lagian aku juga merasa bahwa suhu tubuhnya kini mulai cenderung membaik. Sesudah memberikan kain kompres di dahinya, aku berpamitan pada ibu untuk berangkat ke sekolah. Pagi ini aku tak sarapan sama sekali dan itu sudah pasti kenapa. Dengan beberapa kali memastikan kondisi ibu, aku akhirnya beranjak keluar untuk pergi ke sekolah dengan sepeda motorku ini.


Di halaman depan terlihat ayahku tengah mencuci sepeda motornya dan seperti biasa aku meminta pamit kepadanya.


“udah mau berangkat?”, aku mengangguk.

“ibu masih tidur?”, tanyanya lagi.

“Ga kok, tadi pas Bagas masuk ibu udah bangun. Bagas juga tadi udah ganti air kompresnya”

“Yaudah Bagas berangkat dulu yah”, sambungku meminta salim padanya dan aku menerima beberapa lembar uang saku.


Seperti itulah kegiatan ayah di pagi hari kala libur didapatkan olehnya. Pasti sehabis mencuci motor, ayah akan menyematkan memandikan burung peliharaannya juga dari jenis Love Bird, namun ayah memeliharanya hanya sebatas suka saja bukan untuk di kompetisikan atau sebagai barang investasi.


Hari ini otakku harus bertempur di sekolahan dikarenakan mata pelajaran yang akan dibawakan pada ulangan ini berupa Matematika dan Fisika. Paling tak nyaman jika harus berhadapan dengan soal yang bertitik pada hitung menghitung, berbeda lagi jika menghitung uang, itu hal yang aku dan kebanyakan orang sukai.


Pagi ini juga aku berniat menyambangi rumah Dion namun sepertinya anak itu sudah berangkat terlebih dahulu padahal semalam dia sudah mewanti diriku agar kita berangkat bareng. Karna untuk hari ini aku bisa dibilang masih mempunyai waktu yang lumayan lama sebelum jam bel masuk berbunyi, aku putuskan untuk mampir ke salah satu warung di dalam gang yang tak terlalu jauh dari jalan utama, menghabiskan satu batang rokok dan segelas kopi hitam panas.


Di warung kecil ini juga menjadi tempat nongkrong ku bersama teman-teman lainnya dan juga beberapa murid dati sekolah lain. Dari tempat ini juga sekolahku dan sekolah tetangga jarang sekali ada perselisihan. Sekolahku dan tetangga juga biasa saling bertukar informasi tentang cewek yang kami sukai dari kedua belah pihak.




“Masih seperempat jam lagi”, gumamku melihat jam tangan yang kupakai.


Tak jauh dari posisiku duduk ada beberapa murid dari sekolah tetangga tengah berkumpul. Aku tak tak terlalu sering melihat mereka dan aku juga sangat jarang ikut nimbrung di kelompok tersebut. Ku acuhkan saja keasyikan mereka itu namun tak lama aku menjadi sedikit penasaran akan pembicaraan mereka yang sepertinya sedang membicarakan siswi di sekolahku.


“gue lagi ngincer si Silvi, cuk! Selain cantik dia juga mantap banget bodinya”

“kalo gue malah lebih penasaran sama si Indah. Rata sih, tapi bisa ditutupi sama wajahnya yang cantik itu”


Silvi anak sebelah kelasku sementara Indah itu kakak kelasku. Aku setuju dengan pendapat mereka tentang kedua anak tersebut tapi aku tak terlalu suka dengan mereka karna memang judes anaknya, sok jual mahal juga. Terlebih lagi mereka berdua anak dari keluarga yang bisa dikatakan berada dalam segi materi, wajar saja kalau sifat mereka seperti itu.


“Bukan Cuma murid ceweknya aja yang bikin betah, di sana juga gurunya yang mantap”

“oh iya, kalo ga salah namanya bu Yuli”

“nah iya itu. Gue juga pas pertama tau itu guru dari obrolan murid Sono yang suka di mari. Gue kira biasa aja tapi pas gue coba cek sendiri ternyata apa yang diomongin tentang itu guru benar adanya”

“Kaya apa sih? Gue belum tau orangnya”, tanya salah satu anak yang sepertinya belum mengetahui tentang sosok ibu.

“Ah lu ketinggalan! Ntar deh gue tunjukin kalo ada waktu. Buat gambaran aja, yang jelas itu guru tipe Milf banget deh dan pastinya dia punya wajah yang bikin sange”

“Anjir kayaknya emang mantap tuh”

“Pastinya lah. Pas gue lihat dari kejauhan aja rasanya gue pengen tepuk itu pantatnya. Hahaha… Suka bayangin juga kalo lihat itu bu guru, rasanya pasti enak banget tuh bisa genjot”

“lu kira becak digenjot”


Tak sadar ternyata bel masuk akan berbunyi Lima menit lagi sehingga aku harus lekas menuju sekolah dan aku meninggalkan anak-anak tersebut yang masih saja kudengar membicarakan hal kotor tentang ibuku. Kulihat juga mereka tak beranjak dari duduknya yang sepertinya mereka memang akan membolos. Sebenarnya agak berat meninggalkan mereka untuk mengetahui seberapa jauh mereka berbicara tentang ibu tapi mau bagaimana lagi pagi ini ada ulangan.


“Sampai gue terlambat lagi bisa mati gue”, dengan cepat kunyalakan motorku ini dan bergegas menjauh dari warung.


Masih beruntung aku tak terlambat bahkan setelah ku selesai meletakan motor di parkiran bel masih belum bunyi. Terdapat beberapa juga yang baru berangkat bersamaan dengan datangnya diriku disini.


Aku bisa bernafas dengan lega. Membuang rasa khawatir dan kesal ini ketika melihat siluet badan berisi pak Togar yang berdiri tegap di depan pos jaganya memperhatikan setiap murid yang masuk ke dalam sekolah serta bersiap-siap untuk menutup gerbang sesuai dengan jam yang sudah di tentukan.


Saat berniat berjalan ke arah kelasku sendiri, aku sekilas juga melihat pak Susno tengah berbicara dengan guru lainnya di depan ruang guru. Sedangkan pak Anton sendiri aku tak melihatnya sama sekali. Mungkin pria itu belum berangkat atau sedang berkeliling karna jam masuk pelajaran pertama akan segera di mulai.


“tumben ga telat lu?”, tanya Dion sambil diriku duduk.

“berisik lu! Gue ke rumah malah lu udah berangkat duluan”

“ya maaf, takutnya lu bakal kesiangan makanya gue duluan”

“alasan aja lu, Taplak!”


“Gimana ibu lu?”

“udah baikkan, tadi pas gue tinggal berangkat udah turun panasnya dan hari ini ayah juga kebetulan libur jadi bisa jagain”, semalam aku telah memberi tahu pada Dion perihal ibuku yang demam.

“syukur deh kalo gitu jadinya lu bisa hadapi ulangan”

“Boro-boro, belajar juga ga. Gue nyontek ntar ya”, sekedar informasi, Dion ini anaknya lumayan encer dalam segi akademis sehingga aku sering meminta digendong olehnya. Maksudnya menyontek.

“hilih kebiasaan. Traktir gue ntar”

“gampang”


Tak lama setelah percakapan tersebut terjadi seisi kelas menjadi hening dan duduk rapi sesuai dengan bangkunya masing-masing, guru kami datang dan ulangan pertama dengan pelajaran Matematika di mulai. Lembaran soal mulai di bagikan satu persatu hingga semuanya mendapat bagian.


Setelah ulangan pertama usai, ulangan kedua datang kembali untuk membombardir otak kami semua. Rasanya pagi ini sudah sangat membuat otak kami di peras tapi untungnya semua bisa kami lewati dengan lancar dan untuk nilai sendiri langsung keluar setelah ulangan selesai dikarenakan oleh guru kami langsung di cek lembar jawabnya. Hanya ada beberapa murid saja yang masuk ke dalam remidial sedangkan aku dan Dion masuk dalam zona aman walau nilai yang kami berdua peroleh tak bisa untuk membanggakan diri tapi setidaknya itu lebih baik.


“berhubung hari ini ada rapat guru jadi untuk mata pelajaran selanjutnya akan kosong, tapi walau tak ada kegiatan belajar mengajar kalian harus tetap tertib di dalam sekolah, mengerti?!”

“Mengerti, pak….”, jawab semuanya secara kompak.

“yaudah, bapak tinggal dulu”




Perginya guru tersebut, seisi kelas langsung riuh akan sorakan kebebasan. Bahkan tak sedikit pula dari kami yang dengan cepat keluar kelas untuk berpencar. Ada yang ke kantin ataupun sekedar melepas penak dari kegiatan sekolah yang jujur saja membosankan ini.


Sementara aku, Dion, beberapa temanku dari kelasku memilih untuk menjalani aktivitas nakal. Kami memilih berkumpul ke toilet belakang sekolah. Karna semua guru sedang melakukan rapat sehingga risiko merokok kami diketahui akan sangat kecil. Namun setibanya di dalam toilet tersebut pikiranku kembali melayang akan kegiatan persetubuhan yang terjadi antara ibuku dan pria-pria itu. Tepat diposisi kami berkumpul, merokok ini lah tempat dimana ibuku di lecehkan.


“diam aja lu. Kenapa?”, tanya temanku.

“gapapa, lagi menghayati aja rasa rokok ini”

“ga usah khawatir, setidaknya kita punya waktu satu jam lebih buat nikmatin rokok dengan bebas”, sela temanku yang lain.

“Ah, bodo!”, balasku acuh.


“Eh, ibu lu ga masuk ya hari ini?”, tanya salah satunya lagi.

“ga, ibu lagi ga enak badan. Kenapa emang?”

“gapapa, Cuma sayang aja kalo hari-hari di sekolah ini ga ada ibu lu. Ibarat kopi tanpa gula”

“benar tuh, jadi ga bisa bayangin ibu lu jadinya. Padahal tiap hari ibu lu bikin pusing atas bawah”

“sialan lu pada! Gue bilangin ibu gue baru tau rasa lu pada”

“Ye… si kambing, canda doang cuk jangan anggap serius”


Terhitung aku sudah menghabiskan Tiga batang rokok selama satu jam ini hingga pengeras suara terdengar menggema masuk ke telinga. Dalam pengumuman tersebut kami disuruh untuk berkumpul di kelas masing-masing perihal untuk memberitahukan hasil rapat yang sudah di adakan.


Kami semua beranjak dari tempat ini guna kembali masuk ke dalam kelas sebelum salah satu guru mulai berkeliaran dan menangkap basah kami.


Tak lama setelah kami kembali ke kelas, wali kelasku muncul sambil membawa tumpukan yang sepertinya memang sudah dipersiapkan oleh pihak sekolah sebelumnya dan dibagikan kepada semua murid. Inti dari lembaran tersebut berisikan bahwa acara karya wisata akan segera di selenggarakan dan wajib bagi semua murid tingkat sebelas untuk mengikutinya. Untuk karyawisata tahun ini akan berkunjung ke salah satu daerah. Dalam karyawisata ini bukan hanya untuk rekreasi tapi juga sebagai edukasi.


“karyawisata tahun ini kita akan ke daerah *******, karna di sana daerah yang dingin dengan perkebunan berupa teh sayur mayur jadi kalian juga diharuskan untuk belajar dari cara menanam, memelihara dan juga memanennya. Rencana untuk kunjungan kali ini kita akan berada selama Dua hari disana”

“Perlu diingat juga karna bersentuhan langsung dengan alam, kalian harus di wajibkan untuk berhati-hati dan jangan berkeliaran secara sembarangan. Repot kalau sampai ada yang tersesat atau hilang. Sampai disini apa ada yang mau ditanyakan?”, semua diam.

“baiklah, sekarang kalian semua bisa langsung pulang ke rumah masing-masing untuk memberitahukan kepada orang tua”, dan kelas pun di bubarkan.


Disaat aku dan Dion berjalan menelusuri koridor yang mengarah ke parkiran kami bertemu dengan pak Susno yang juga sepertinya akan pulang. Mengesampingkan masalah yang menimpa ibuku, aku tetap mencoba untuk menyapanya secara sopan layaknya murid kepada gurunya.




“Siang, pak”

“eh, siang juga nak Bagas, nak Dion. Mau pada pulang?”

“Iya ini pak. Bapak sendiri juga mau pulang?”, pak Susno mengangguk.

“Tapi bapak sebelumnya juga mau mampir ke rumah kamu dulu, bapak mau jenguk ibumu sekalian ada yang mau bapak omongin”

“ibu udah baikkan kok, pak. Bapak mau ngomongin apa emang?”, jawabku cepat.

“ini soal karya wisata nanti. Yaudah yuk bareng aja, bapak sama pak Anton ini tapi pak Anton katanya udah ada di perkiraan”, tanpa mengidahkan respon cepatku pak Susno tetap bersikukuh untuk datang ke rumah, tapi saat Kupikir ada ayah di rumah kayaknya ga bakal terjadi apa-apa lalu aku bolehkan saja mereka untuk berkunjung menemui ibu.


Tak banyak yang bisa kami obrolkan di tengah perjalanan kami ke parkiran motor. Kami, tepatnya aku dan Dion hanya diam, kalaupun berbicara kami hanya saling berkomunikasi tanpa mengajak pak Susno.


Sesampainya kami di parkiran ternyata benar sosok pak Anton sudah menunggu di atas sepeda motornya itu. Kudengar pak Susno menyapanya dengan suara agak keras dari jarak lumayan.


“Woi, pak!”, sapa pak Susno dan kebetulan sepeda motorku tak terlalu jauh dari posisi motor pak Anton sehingga aku tak mau harus mendekatinya.


“nak Bagas mau pulang juga?”, aku hanya mengangguk.

“Pak Susno juga kayaknya udah bilang sama kamu kan kalo kita mau jenguk ibumu, nah kita langsung berangkat aja ya”, aku tak menjawabnya langsung memakai helm dan mulai menaiki motorku.


Aku, Dion keluar terlebih dahulu dari area parkiran diikuti oleh motor pak Anton dan mobil pak Susno. Ya, kepala sekolah itu selalu memakai mobil jika berangkat ke sekolah. Bukan mobil mewah, melainkan mobil biasa yang di fungsikan sebagai mobil keluarga dari pabrikan Toyota.


Tak membutuhkan waktu yang lama akhirnya aku telah sampai di depan rumahku ini dan Dion pun sudah mengambil jalan ke arah rumahnya sendiri. Tak terlihat ayah maupun ibu, namun motor ayah masih bertengger rapi di tempatnya. Sebelum ku ajak mereka masuk, aku terlebih dahulu mencoba untuk menemui ibu dan ayah.


“ayah, ibu…”, panggilku. Terlihat ibu sedang duduk di ruang tengah menonton televisi sedangkan ayah yang mendengar panggilanku keluar dari dalam kamar, sepertinya habis mandi karna masih memakai boxer dan mengeringkan rambutnya.

“eh, anak ayah sama ibu udah pulang”, ucap ibu dan ayah menyambutku.

“Itu bu, diluar ada pak Susno sama pak Anton katanya mau jenguk ibu”, seketika wajah ibu seperti menegang mendengar kedua nama tersebut.

“Aduh, yaudah buruan disuruh masuk”, jawab ayah.




Kulihat sekilas ibu hanya diam dan dengan ucapan ayah tadi akhirnya aku kembali ke teras rumah lalu mengajak dua pria tersebut untuk masuk. Masuknya mereka berdua langsung disambut hangat oleh ayahku dengan saling berjabat tangan, sementara ibu….ia juga melakukan hal yang sama seperti ayah namun terlihat sangat kikuk? Malu? Atau perasaan sebagainya yang intinya kurang nyaman atas kehadiran mereka tapi ibu mencoba bersikap biasa saja karna ada ayah dan aku disini. Aku percaya karna ada ayah jadinya aku lebih memilih untuk pergi ke kamar mengganti pakaianku ini.


“Mari bapak-bapak silahkan duduk dulu”, ucap ayahku.

“maaf sebelumnya ini ada tamu malah cuma pake kolor”, sambungnya.

“Gapapa kok, pak. Lagian saya kalo di rumah juga lebih enak pake kolor apalagi buat pak Warso ini orang punya istri kaya bu Yuli pasti lebih betah pake kolor aja. Hehehe…”

“aduh bapak bisa aja”

“biar ibu ambil minum dulu”, sela ibuku yang mengerti maksud candaan pak Susno itu.

“Ga usah buar bapak aja, bu”

“gapapa kok, ibu udah baikkan”, sepertinya ibu memang risih sehingga memilih untuk pergi ke dapur dan setelahnya pembicaraan mereka samar-samar tak bisa ku dengar karna sudah berada di dalam kamar.


Selama mengganti pakaian ini hati dan pikiranku serasa di acak-acak. Rasanya tak tenang namun juga dadaku berdegup kencang, tubuhku serasa panas dingin saat membayangkan ibuku ditinggal ayah sehingga hanya ada mereka bertiga apalagi sekarang aku tak mendengar suara obrolan lagi di luar sana.


Karna rasa tersebut akhirnya aku putuskan untuk mencoba melihat keadaan ibuku. Setelah selesai mengganti pakaian aku buka pintu kamarku ini secara perlahan supaya tak menimbulkan suara dan sesaat kemudian aku mulai berjalan jinjit. Dibawah sana kulihat ternyata memang benar sosok ayah tak ada disana, mungkin karna tadi hanya memakai boxer dan baru mandi jadinya ayah pergi untuk membenahi pakaiannya.


Tak dapat kudengarkan secara jelas apa yang mereka omongkan tapi aku masih sedikit-sedikit mampu mengetahuinya dan aku juga bisa melihat secara jelas tentang bagaimana posisi serta apa yang akan mereka lakukan nantinya.


“padahal baru kemarin ya bu, tapi bapak kok rasanya kaya ada yang bikin kangen”, ucap pak Susno mengubah posisinya untuk lebih mepet ke ibu.

“iya benar pak, apa ya?”, sambar pak Anton dengan mengambil gerakan yang sama seperti pak Susno sehingga kini dapat kulihat ibu duduk di apit oleh mereka berdua. Disini aku tak tau, apakah dari awal mereka duduk satu sofa atau mereka berdua yang berpindah ke sofa yang ibu duduki.

“bapak jangan macam-macam ya! Suami say di kamar loh, saya bisa teriak”, ujar ibu mulai was-was dengan kondisinya sambil mencoba menyingkirkan tangan pak Susno yang mencoba mengelus paha ibuku.

“jangan lah, bu nanti suami ibu tau apa yang kita lakukan sekarang dan kemarin dong. Hehehe…”,


Ucapannya halus namun terkesan ada ancaman dimana jika ibu teriak maka pak Susno juga akan membongkar apa yang telah mereka lakukan. Dalam pikiran mereka berdua mungkin jika ketahuan maka akan ku bongkar semuanya. Sementara ibu menjadi diam karna mengingat kejadian kemarin dirinya juga sempat ikut menyelam dalam lautan birahi yang disajikan oleh mereka.


“Lagian ibu ngapain harus teriak? Wong ibu juga keenakan”, ucapannya terdengar mulai vulgar dan tanpa sadar batang kontolku mulai mengeras.

“Bapak jangan kurang ajar ya!”, sepertinya hanya itu uang bisa ibu katakan.

“kurang ajar apa kurang enak, bu?”.




Emosi ibuku kian memuncak sehingga dirinya yang tak tahan berniat bangkit dari duduknya dan ingin pergi, namun dengan cepat pergelangan tangan ibuku di pegang pak Susno.


“bu Yuli tinggal pilih, mau kita perkosa dan pastinya suami sama anak ibu bakalan tau. Jika mereka tau, kami juga ga akan berhenti, kami akan tetap perkosa ibu sambil menyuruh mereka menonton dan rekaman saat bu Yuli mengerang keenakan oleh tiga kontol berbeda akan tersebar luas”


Serius? Kapan merek merekam hal tersebut. Ternyata bukan hanya aku saja yang kaget, ibu juga terlihat sangat kaget akan ucapan pak Susno itu.


“ma…maksud bapak apa? Kapan bapak rekam?”

“Apa bu Yuli ga kepikiran? Ibu pasti sudah tau soal minuman ibu yang saya kasih obat perangsang kan dan apakah ibu tak berpikir bahwa semuanya tak saya siapkan terlebih dahulu?”


Benar juga, mereka juga pasti sejak awal memang sudah merencanakan untuk memberi obat perangsang pada ibuku. Bukan hanya itu, aku baru tersadar bahwa kejanggalan juga terjadi di masalah guru yang ikut membantu saat merapikan ruang guru. Rasanya aneh jika semua guru kecuali pak Anton yang tak pulang, sementara sebagian guru yang ikut malah hanya mengerjakan sebentar lalu pulang. Sepertinya itu memang sudah direncanakan oleh mereka berdua. Jadi tak aneh juga kalo mereka juga telah menyiapkan kamera yang siap merekam apa yang akan terjadi.


“Apakah bu Yuli pikir ini hanya sebuah ancaman belakan tanpa ada kebenarannya? Jika ibu berpikir seperti itu, apa ibu perlu pembuktian? Kali iya, saya sudah coppy di hp dan silahkan lihat sendiri”, sambil menyerahkan hp nya pada ibu. Terlihat dengan tangan sedikit gemetar ibuku mulai memainkan satu buah file.


Dari posisiku diatas ini aku tak terlalu jelas karna jaraknya jauh namun aku bisa memastikan bahwa video yang terpampang di hp pak Susno itu memang adegan orang bersetubuh. Sudut pengambilan kamera juga sepertinya diambil dari tempat tersembunyi.


Berlalu hanya beberapa puluh detik saja dari awal pemutaran, ibuku langsung memberikan hp tersebut pada pemiliknya. Bagi ibu sudah cukup dengan apa yang ia lihat itu, air wajahnya memucat, tubuhnya menegang mengetahui bahwa ancaman pak Susno bukan sekedar ucapan belaka. Tampak jelas bahwa wanita di dalam sana adalah dirinya sendiri.


“tolong pak….tolong jangan ganggu rumah tangga saya”, lirih ibu setelah terdiam beberapa saat.

“bapak ga ganggu keluargamu, bu. Bapak Cuma ingin supaya ibu berbagi, itu saja”

“Tolong jangan yang itu, pak. Saya bakal berikan apapun”

“bu Yuli mau kasih apa? Apa yang lebih menguntungkan bagi bapak selain kehangatan tubuhmu, bu?”, ibuku terdengar mulai terisak kecil dengan kedua bahunya naik turun dan kedua telapak tangannya menutupi wajahnya.


Melihat ibuku yang sudah tak berdaya lagi akan ancaman yang ia berikan, pak Susno mulai berani dengan membelai kepala ibuku yang tertutup oleh hijabnya hingga elusan tangan kasarnya itu dijatuhkan di pipi halus ibuku. Ibuku hanya diam tak tai harus berbuat apalagi mengingat hal buruk apa yang akan terjadi jika ia mencoba untuk melawannya.


Di saat ibuku tengah terpojok oleh situasi yang sama sekali tak diuntungkan itu, sosok ayah keluar dari kamar dengan sudah berpakaian. Secara cepat pak Susno menghentikan perlakuannya itu dan menjaga jarak dari ibu, begitu juga dengan pak Anton. Ibu yang tadi terisak mengalihkan pandangannya dari ayahku untuk menghapus air matanya.


“maaf lama”, ucap ayah sopan sambil tersenyum dan ikut serta duduk, namun sepertinya ayah tak bisa berlama-lama bergabung. Lantas saja hal tersebut membuat ibuku yang sudah bisa bernafas lega harus merasakan seperti tercekik lagi.

“Ini tadi ibunya Dion telepon saya katanya pintu di rumahnya rusak terus ayah di suruh buat benerin”

“Kalo gitu suruh Bagas aja, yah”, usul ibu dengan cepat.

“iya juga ya. Bagas ada dimana?”

“Ada di kamar, dari tadi belum terlihat keluar”, mengetahui ayah akan menuju kamarku, aku langsung masuk dan mencoba mencari alasan supaya aku tak disuruh ke rumah Dion. Aku naik ke atas ranjang dan berpura-pura tertidur.


Pintu kamarku terdengar dibuka dari luar dan suar langkah ayah mulai mendekat ke arahku. Dalam hati diriku sangat khawatir jika aku tak bisa menahan ekspresiku ini, tapi untungnya ayah tak sampai terlalu mencoba membangunkanku. Hanya beberapa kali mengguncang tubuhku untuk memastikan.


“Wah kayaknya pulas banget”, simpul ayah lalu pergi dari kamarku.


Sejenak aku mencoba untuk menunggu agar jarak ayah sudah dalam radius aman untukku, aku barulah kembali keluar kamar guna mengintip keadaan di bawah sana. Terlihat masih ada ayahku yang ikut dalam obrolan.




“Bagas tidur, bu. Udah coba di bangunin tapi kayaknya lelap banget, ga tega ayah”

“kalo gitu ibu yang coba bangunin”, namun langsung ditahan oleh ayah sambil menggeleng.

“Jangan, bu…. Kasihan, biar Bagas tidur siang. Jarang-jarang juga kan dia jam segini tidur dan itu pastinya karna kecapean”, ibuku kembali duduk.

“yaudah kalo gitu ayah tinggal dulu buat benerin pintu di rumah Dion ya, bu”, terlihat ibuku ingin menahan yah Tapi sepertinya tak jadi karna itu bis membuat ayah bertanya-tanya.


“maaf sebelumnya pak, kita disini masih ada urusan soal karya wisata tahun ini dan juga ada beberpa aspek penting yang mau dibicarakan soalnya hari ini kan bu Yuli ga bisa masuk jadi saya mau jelasin semuanya”, ucap Pak Susno beralasan agar dirinya diperbolehkan untuk tetap tinggal.

“Oh, yaudah kalo gitu gapapa. Saya tinggal duku, pak”, pamit ayahku lagi.


Saat ayahku baru pergi tak ada percakapan yang terjadi. Sampainya beberapa saat berlalu semenjak suara motor ayah menghilang, pak Susno dan pak Anton mulai mengalit ibuku lagi.


“mari kita lanjutkan lagi obrolan kita, bu”, ibuku terlihat gusar tak nyaman.

“Tenang saja, bu. Suamimu pergi, Bagas juga sedang tidur. Tak ada yang perlu di khawatirkan selam ibu masih mau menurut. Ingat, bu…. Bukan hanya ibu atau suamimu saja yang akan malu jika video ini tersebar luas tapi Bagas juga bakal merasakan hal yang sama dan bahkan lebih malu”, ucap pak Susno mencoba mempengaruhi ibu.

“Jalan mana yang akan ibu pilih, semuanya ada di tangan ibu sendiri. Silahkan ditentukan, mau menurut atau sebaliknya?”


Aku yang menguping pembicaraan mereka saja sudah membuatku ikut deg-degan dengan jawaban yang akan ibu pilih. Jujur aku ingin ibuku menjawab dengan anggukan karna itu masuk ke dalam fantasiku selama ini namun disisi lain juga ada sedikit rasa masih menginginkan ibu untuk menggelengkan kepala. Karna berada di dua perasaan itulah mengapa aku sangat menanti apa yang akan ibu berikan.


Seolah mengerti posisi ibu, pak Susno dan pak Anton memberi waktu untuk ibuku berpikir. Tentu saja mereka menanti hal tersebut dengan santai karna kemenangan sejatinya sudah ada di genggaman mereka. Sambil menghela nafas panjang ibu sepertinya bersiap untuk mengeluarkan kata-katanya.


“saya mau minta beberapa hal dulu, pak sebelum memberikan jawaban yang pasti”

“silahkan, bu Yuli mau minta apa?”

“saya mau bapak bisa saya percaya untuk tak menyebarkan video tersebut dan rahasiakan semuanya dari siapapun itu”

“Tentu…”, jawab pak Susno cepat.

“mengenai ucapan pak Anton jika posisi anak saya dalam kondisi yang membahayakan, saya mau Bagas selalu mendapatkan keringanan, tak sampai di skors apalagi dikeluarkan”

“itu bisa saya atur semuanya dengan wewenang saya bu dan apakah hanya itu yang mau bu Yuli minta? Kalo memang iya, itu sangatlah mudah buat saya kabulkan”, jawab pak Susno.


Aku tersentak kaget karna salah satu syarat yang diminta oleh ibu ada sangkut pautnya demi ku juga. Dalam hati rasanya aku tak bisa menerima syarat ibu itu. Kalau masalah sering terlambat aku akan merubahnya, bu. Aku akan merubah semua perilaku burukku!


“mulai hari ini, detik ini juga saya akan memenuhi syarat yang ibu janjikan. Bahkan jika Bagas sendiri jarang masuk pun saya akan berusaha untuk tetap membuatnya aman jika bu Yuli juga mau memenuhi keinginan kami. Bagaimana bu Yuli?”

“Ba…baiklah, pak saya mau”, jawab ibu mengangguk namun menahan air matanya supaya tak jatuh. Senyum semringah di perlihatkan oleh kedua pria tersebut karna bisa menjinakkan ibuku.

“hanya untuk memastikan… Apa yang saya inginkan?”


Ibu terlihat sukar untuk mengucapkannya namun sufah tak ada pilihan lagi setelah apa yang ia ajukan dan ia ucapkan beberapa detik yang lalu. Mencoba untuk menegarkan dirinya.


“Melayani kebutuhan pak Susno dalam masala ranjang”, sambil mengucapkan hal tersebut ibuku memejamkan matanya tak berani untuk melihat.

“bukan hanya saya, bu tapi pak Anton juga. Coba ulangi”

“sa…sa….saya akan melayani kebutuhan seksual pak Susno dan pak Anton”, ucapan ibu di respon oleh keduanya dengan suara tepukan tangan. Seolah ucapan ibu adalah sebuah pencapaian yang layak untuk di hargai.

“Oke, bu untuk tugas pertama….”, secara kompak pak Susno dan pak Anton mulai mengeluarkan batang kontolnya yang dalam keadaan setengah tegang itu namun sudah terlihat besar. Ibu yang melihat hal tersebut tersentak kaget walau pada dasarnya ibu sudah tau apa yang akan terjadi namun tetap saja apa yang mereka kedua lakukan itu dirasa teralu cepat dan tak tau tempat.


“Apa yang bapak-bapak lakukan?! Ini di rumah saya pak, Bagas di ada di dalam kamar dan suami saya bisa pulang kapanpun!”

“sudah saya bilang tadi kan bu. Bu Yuli ga usah khawatir soal itu”, ucap pak Susno yang mulai berani sambil mencoba memegang payudara ibu dari luar baju yang ibu pakai.

“uuugghh!!!! Mantap banget susumu ini, mengkel banget”, sambil meremas kecil.

“Tolong pak, ini berbahaya”, ucap ibu sambil mencoba menyingkirkan tangan pak Susno yang sedang menjamah payudaranya.

“Jika ibu tetap diam maka Bagas tak akan bangun dan masalah suamimu. Dia pergi menggunakan motor bukan? Jika dia pulang suara motornya otomatis akan terdengar juga”, tangan tersebut sekan tak bisa ditahan. Remasan demi remasan mendarat di kedua payudara ibuku secara bergantian.


Dari sini aku bisa melihat tangan pak Susno yang tengah menikmati payudara ibuku seperti sangat menikmati lembut serta kenyalnya area tersebut dengan batang kontolnya yang semakin menegang tengah mengangguk-angguk. Sementara pak Anton mulai mencumbu leher ibuku dari balik jilbab sehingga membuat ibuku menggelinjang geli dibuatnya.


Tubuh ibuku direngkuh oleh pak Susno ke dalam pelukannya sehingga posisinya kini pak Susno meremas payudara ibuku dari belakang dan pastinya kontolnya itu menyentuh serta bergerak mengenai bagian belakang ibu. Tak tahan akan kepasrahan ibuku, dengan bernafsu pak Anton menyerang bibir indah ibu dengan sangat rakus bahkan tak jarang pula lidah pak Anton menari di permukaan bibir ibu dan kulit wajahnya.


“ssllluuurrrppp….ssllluuurrrppp…”, bunyi cumbuan pak Antin di mulut dan wajah ibuku.




Baju ibu dinaikkan oleh pak Susno sampai Bra hitam yang sedang ia terlihat, namun sat itu langsung dilanjutkan lagi dengan mengeluarkan kedua payudara ibuku sampai terpamong jelas, terumbar dengan bebas. Kedua putingnya yang indah itu menjadi tontonan mata nafsu dari keduanya.


“indah sekali putingmu, bu tapi sayang belum terlalu keras”, pak Susno membalikkan lagi tubuh ibuku sehingga kini dirinya berhadapan dengan ibu.

“Sini saya emut putingnya duku, bu biar keras. Hehehe…”

“eeegggghhhhhh!!!!”, lenguh ibu ketika mulut pak Susno mencaplok salah satu putingnya dan menyedotnya dengan amat kuat.


Kulihat pak Anton yang berhenti dari aktivitas menikmati mulut serta wajah ibuku kini berdiri di belakang ibu sehingga posisi batang kontolnya yang mulai menegang keras itu sejajar dengan kepala ibu. Pertama pak Anton oleskan ujung kepala kontolnya itu di punggung ibuku dan terus naik hingga di kepala. Kontolnya yang besar itu kini menepuk-nepuk kepala atas ibuku yang terlapisi hijabnya.


Ssllluuurrrppp….ssllluuurrrppp…


Eeegggghhhhhh…eeegggghhhhhh….


Suara tersebut seakan menjadi idaman yang sempurna ketika memenuhi ruang tengah rumah keluargaku ini dan suar-suara erotis itu dihasilkan dari ibuku yang tengah mendapatkan pelecehan atas kedua pria yang bukan selaku suami sahnya.


Mungkin lebuh dari sepuluh menit saat ibuku di permainkan oleh mereka dengan cara bergantian menikmati payudara ibuku yang ranum. Kedua putingnya maupun payudaranya sudah di jamah berukah kali serta dinikmati hingga kulit bukit kembarnya itu sedikit memerah. Bekas jamahan mereka juga terdapat di kedua puting ibu yang mengkilap oleh liur.


“Buka mulutmu bu….”, dengan santainya pak Susno menyuruh ibu gun membuka mulutnya dengan tangannya langsung buat.


Mulut ibu dikorek oleh jari kasarnya yang kotor pak Susno menimbulkan rasa mual ingin muntah ketika jarinya masuk terlalu dalam. Dengan satu gerakan pasti, pak Susno menarik pelan lidah ibu lalu ia kulum dengan sangat rakus lidah ibuku seperti ingin membuat kering lidah ibuku. Dari mengulum lidah, pak Susno berlanjut mengulum bibir ibuku.


Setalah puas menikmati, barulah pak Susno berdiri hingga selangkangannya sejajar dengan wajah ibu dan tanpa permisi lagi pak Susno memasukkan kontolnya ke dalam mulut ibu yang sedang terbuka. Ia masukan sampai benar-benar mentok ke tenggorokan. Seakan pak Susno ingin ibuku menelan habis batang kontolnya. Untungnya pak Susno tak langsung menggerakkan kontolnya, walau begitu tetap saja ibuku terlihat sangat tersisa. Ingin muntah tapi tertahan kontol, ingin bernafas pun susah karna rongga mulutnya terlalu sesak menampung benda besar itu.


“Tahan dulu bu, biar mulut bu Yuli terbiasa dengan senjata bapak ini. Tahan saja, jangan dilawan”


Rasanya ibu seperti sangat tersiksa saat dengan kuat pak Susno menjejalkan batang kontolnya itu di dalam mulut ibu sampai sekilas dapat kulihat tenggorokannya sedikit lebih menggembung akibat masuknya benda besar tersebut . Dalam hati aku berteriak takjub melihat mulut ibuku bisa melahap batang besar itu sepenuhnya sampai masuk ke tenggorokan. Suara yang keluar dari sela mulutnya hanya suara lenguhan tertahan dan air liur yang mulai berbusa membanjiri dagunya itu.


“Mmmpppfff….Mmmpppfff…”, suaranya benar-benar tak bisa keluar dengan jelas akibat kontol pak Susno.

“lemasin aja, bu. Dengan bu Yuli bersedia menuruti keinginan saya mak ibu akan terbiasa dengan barang besar ini di dalam mulutmu”


Setelahnya pak Susno memegang kendali, satu tangannya memegang kepala ibuku dan satunya lagi memegang lehernya. Sejurus kemudian, batang besar itu mulai terlihat dimaju mundurkan dengan perlahan untuk menikmati rongga mulut ibuku.


“ugggghhhh….enaknya mulutmu, bu. Aaarrggghhh….sssshhhhh….”, racaunya sambil menggerakkan pelan pinggulnya.


Akibat kuatnya pak Susno menekan batang kontolnya sampai-sampai hidung serta wajah ibuku harus terkena rambut kemaluan pak Susno yang lebat itu. Rambut tersebut menggelitik serasa menggelitik.


“enaknya bikin ga tahan banget. Ssshhhh….jadi pengen cepat-cepat masukin ke kubang yang bawah. Aaakkhhhhhssss….”

“Telan semaunya, bu. Ssshhhh….telan kontol bapak ini. Aaakkkhhhh….ssshhhhh….”

“Pak Anton…..bapak tolong di ruang tamu aja, jaga-jaga kalau suaminya pulang”

“Lah terus saya gimana pak?”, tanya pak Anton dengan menggenggam kontolnya sendiri yang tengah mengacung tegak.

“Tenang saja buat masalah itu, pak. Ssshhh….nanti saya kasih bagian buat bapak”

“Yaudah deh, yang penting say masih bisa kuda-kudaan sama bu Yuli”


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Sepeninggalnya pak Anton ke ruang tamu, pak Susno mulai menggenjot mulut ibuku dengan tempo yang lumayan cepat hingga ibuku terlihat kewalahan. Bisa dikiat dari kedua tangan ibuku memukul-pukul pantat pak Susno dan kedua kakinya menendang-nendang.


Batang tersebut benar-benar memakai lubang mulut seperti sedang memaki lubang peranakan ibuku. Kontolnya terus saja keluar masuk di mulut ibuku ini tanpa henti dan tanpa jeda yang berarti. Walau terdapat jeda itupun pak Susno tengah menekan masuk kontolnya lalu mendiamkannya beberapa detik. Jika aku saja menjadi ibu, aku juga pasti akan sangat tak nyaman dalam kondisi mulutku seperti itu.


“Sssshhhhh….enak banget, bu. Kayaknya bu Yuli ini bisa memenuhi Ekspektasi saya yang selama ini saya bayangkan bahwa mulut ibu memang jago dan mudah belajar buat telan kontol. Ssshhhh….enaknya….ssshhhhh….”.




GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!


HUG!!! HUG!!! Beberapa kali ibuku seperti ingin muntah dibuatnya.


“Bu Yuli sakit?”, tanya pak Susno melecehkan dengan tindakan ibu yang ingin muntah itu.

“kalo bu Yuli sakit biar bapak obati….pake kontol tapi. Hehehe…. Ini bu Kontol saya but obati”


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!


Aku kaget. Bukan hanya aku saja, bahkan ibu maupun semuanya terlihat kaget saat mendengar suara deruan motor mulai mendekat dan mulai memasuki halaman rumah. Ayahku pulang dari rumah Dion. Dari posisiku ini aku masih bisa melihat ke arah ruang tamu karna satu garis lurus dengan posisiku. Sementara posisi ibu dan pak Susno yang berada di ruang hanya di batasi oleh tembok. Karna adanya tembok tersebut, pak Susno malah membimbing ibuku untuk lebih masuk ke dalam supaya tak terlihat dari arah ruang tamu.


Mungkin karna nafsunya sudah di ubun-ubun, pak Susno menyuruh pak Anton untuk merusak gagang pintu rumahku ini. Dengan cepat pak Anton bis merusak gagang pintu rumahku hanya dengan menarik handle nya sampai baut yang ada terlepas. Tak berselang lama pintu utama dibuka oleh ayahku.


“Loh pak Anton! Lagi ngapain?”, kaget ayahku.

“eh iya, pak. Ini saya lagi coba buat benerin ini, rusak soalnya”, ucap pak Anton meneliti handle pintu yang sejatinya di rusak olehnya sendiri.

“padahal tadi ga kenapa-napa deh”, heran ayahku.

“iya tadi ga sengaja bu Yuli yang rusakin, pak. Kebetulan tadi tak lama setelah pak Warso pergi ada orang gila yang masuk dan karna coba buat usir orang gila tersebut bu Yuli sampai buat kaya gini”, alasan pak Anton yang sama sekali untukku pribadi tak berdasar terlalu kuat, namun oleh ayahku tetap dipercaya.

“terus ibu dimana, pak?”, tanya ayah menanyakan ibu.

“oh bu Yuli, katanya tangannya sedikit sakit jadi lagi di pijat sama pak Susno di ruang tengah, pak”


Mendengar jawaban pak Anton, ayahku berniat akan menghampiri ibuku namun dengan cepat oleh pak Anton di cegah.


“Jangan dulu, pak. Tadi bu Yuli berpesan kalo bapak pulang buat langsung perbaiki ini soalnya kan bapak juga bawa peralatannya”


Sekilas ayah memandang lagi ke arah ruang tengah sebelum memikir untuk memperbaiki handle pintu terlebih dahulu di temani oleh pak Anton. Sebenarnya aku merasa kasihan terhadap ayahku dimana ia sama sekali tak tahu jika istrinya itu kini tengah di lecehkan oleh kepala sekolah anaknya sendiri di balik tembok yang memisahkan merek tapi disisi lain aku juga menikmati kejadian erotis ini.


“sapa suamimu bu supaya tak curiga”, bisik pak Susno mencabut kontolnya. Lelehan air liur keluar dari kukut ibuku cukup banyak.


Dengan mengatur sejenak nafasnya yang berantakan itu ibuku lekas menuruti perintah pak Susno sambil menyeka mulutnya yang dipenuhi liurnya sendiri yang sebagian sudah menjadi bulir-bulir busa.


“Udah pulang mas?”

“iya, dek. Tanganmu katanya sakit? Lagi di pijat sama pak Susno?”, ibuku terdiam sesaat menatap pria di depannya itu dan pak Susno mengangguk.

“iya, ini…ini Adek lagi di pijat sama pak Susno”

“pak Susno maaf ya malah ngerepotin”, ucap Ayahku sambil memperbaiki handle pintu dengan obengnya.

“wah gapapa, pak saya juga ikhlas kok bantuinnya”




Tak ada percakapan lagi diantara keduanya dan pak Susno kembali menjejalkan kontolnya itu ke dalam mulut ibuku lalu kembali mulut tersebut di genjot olehnya dengan tempo lumayan cepat disertai sentakkan kuat.


“Aaakkhhhhhssss….. Enak banget memang mulutmu, guru Binalku. Ssshhhh…..terima ini Binal! Ssshhhh….”


Akibat gerakan pak Susno itu membuat tubuh ibuku ikut terdorong sampai sekarang ibu di posisikan tiduran di sofa namun kepalanya dibawah dan dalam posisi tersebut pak Susno lebih leluasa menggenjot mulut ibuku tanpa memedulikan bahwa ibuku kesusahan untuk bernafas. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku bisa melihat adegan Deepthroat yang biasanya hanya bisa ku lihat dari video Porno dan itu sekarang terjadi pada ibuku sendiri.


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!


Mungkin karna melihat payudara ibuku menganggur di tengah goyangan pinggulnya, pak Susno meremas gemas payudara tersebut secara bergantian dimana remasan nya itu membuat ibuku tersentak badanya. Gerakan pinggul pak Susno mengeluar masukkan kontolnya sama sekali tak mengendur.


Remasan demi remasan tangan pak Susno di kedua payudara ibu dan karna susahnya bernafas membuat ibuku secara tak sadar melakukan cengkeraman keras untuk batang kontol pak Susno sehingga pria tersebut makin keenakan. Pria tersebut juga mencubit kedua puting ibuku untuk ia tarik ke atas lalu ia lepaskan dengan keras. Badan ibu bergetar akibatnya.


“Aaakkkkkkhhhh!!!!”, akhirnya lolos juga desahan ibuku disaat pak Susno memberi jeda pada genjotannya dengan mengeluarkan setengah kontolnya dari mulut ibuku.


“Kenapa, dek?”, tanya ayahku dari depan yang mendengar samar lenguhan ibuku itu.

“ini pak kayaknya saya terlalu keras memijatnya”, jawab pak Susno.


“Haakkiittt, pakk….”, ucap ibu di tengah kontol pak Susno yang masuk setengahnya itu.

“sakit apa enak, bu? Hehehe….gimana rasanya bu mulutnya saya genjot di dekat suaminya?”, ibuku tak menyahut, hanya berusaha mengambil nafas namun semuanya tak berlangsung lama karna pak Susno kembali memasukkan kontolnya hingga masuk sepenuhnya memenuhi mulut ibuku dan pria tersebut kembali menggenjotnya.


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!





Gerakan pak Susno makin cepat. Terlihat pria tersebut seperti akan mencapai klimaksnya. Wajahnya terlihat sangat bernafsu dan sangat menikmati setiap jengkal mulut ibuku sementara ibuku sendiri malah yang tersiksa.


“Aakkkhhhh….bapak keluar, buuu…..”, dengan cepat pak Susno mencabut kontolnya dari dalam mulut ibuku dan ia kocok cepat dengan tangannya sendiri.


Pak Susno kocok dengan cepat lalu ia arahkan tepat di pipi ibuku untuk mengeluarkan muatannya itu yang sedari tadi ia daki atas mulut ibuku.


CROT!!! CROT!!! CROT!!!





Dengan jumlah yang sangat banyak pak Susno mengeluarkan peju kentalnya di sana dan meleleh hingga mengenai bibir ibuku. Baru pertama kalinya juga aku melihat peju sebanyak itu. Dalam batinku bertanya, memangnya makan apa dia bisa produksi sebanyak itu?


Setelah mengurut habis peju nya untuk keluar semuanya, pak Susno memasukkan kembali kontolnya ke dalam celana sedangkan ibuku dengan lemas bangkit dari posisinya itu. Payudaranya yang keluar dari tempatnya di masukkan kembali beserta dengan bajunya yang di rapikan, namun saat ibu akan mengelap peju pak Susno yang memenuhi pipinya itu, pak Susno mencegah dan pak Susno lebih memilih untuk membersihkan peju nya sendiri dengan telapak tangannya.


Bersamaan dengan selesainya pak Susno meraih kenikmatan pada ibuku, yah juga selesai memperbaiki handle pintu. Karna sudah selesai, ayahku bergerak menuju ruang tamu untuk menemui ibuku. Tepat saat ayahku masuk ke ruang tamu, ayahku melihat ibuku tengah di pijat lengannya oleh pak Susno.


“Masih sakit, dek?”, tanya ayahku.


Dengan kikuk dan merasa bersalah ibuku menjawab, “se…sedikit”.


Ayahku akhirnya ikut bergabung di sana dan memulai obrolannya lagi dengan pak Susno masih memijat lengan ibuku dimana tanpa ayah tau kalau pelicin yang digunakan oleh pak Susno untuk memijit lengan ibu adalah cairan peju nya pak Susno sendiri.


Tak lama setelahnya pak Susno dan pak Anton pamit untuk pulang karna hari sudah mulai sore dan tentunya karna pak Susno telah berhasil menyalurkan hajatnya pada ibuku.


“masih sakit ga? Sini biar mas pijat lagi”, tawar ayahku, namun ibuku menolak dengan halus.

“ga usah, mas…. Lengan Adek udah ga sakit kok”, ibuku tak mau jika ayahku menyentuh lengannya yang sudah di lumuri oleh peju kepala sekolah anaknya sendiri. Saat itu ibuku langsung berujar pada ayahku bahwa dirinya ingin mandi lalu meninggalkan ayah sendirian di ruang tengah.


 


 Chapter 4


Di malam yang dingin, suara decitan ranjang bersamaan dengan suara erotis yang saling bersahutan terdengar memenuhi salah satu kamar. Dengan keadaan keduanya tanpa busana sama sekali, si pria tengah mengayunkan kejantanannya untuk keluar masuk menumbuk selangkangan si perempuan. Kedua pasangan tersebut adalah seorang pasutri yang tak lain dan tak bukan adalah bu Yuli dan suminya, pak Warso.


Akibat waktu terlalu tersita oleh pekerjaannya membuat pak Warso sangat jarang menjamah setiap lekuk tubuh istrinya itu dan karna rasa lelah bekerjanya itu kadang sampai membuat dirinya lupa akan hasrat birahi padahal dirinya mempunyai sosok istri yang diidamkan oleh banyak pria. Entah datang dari mana, akhirnya malam ini pak Warso berkeinginan untuk menjamahnya.


“Aakkkhhhh….ssshhhhh.. Ssshhhh…”, desah pak Warso menikmati setiap gesekan dinding kelamin istrinya itu yang sangat jarang ia nikmati.

“terus, yyaaahhhh….Eeggghhhh…”, balas bu Yuli tak mau kalah untuk memanaskan situasi namun jika boleh jujur, bu Yuli mulai tak bisa menikmati permainan suaminya itu sehingga apa yang ia keluarkan semata-mata untuk menutupi supaya suaminya tak merasakan kecewa. Sebabnya pun sudah bisa ditebak karna apa.

“enak, dek? Kontol mas enak kan? Ssshhhh…..”, sambil terus mengayunkan senjatanya.

“Iyaaa….iya enak, mas…..”


PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!


“oouugghhhssss….punya kamu enak bnget, dek. Ssshhhh…. Mas ga kuat lagi”

“Jangan dulu, mas…. Adek belum mau keluar”

“maaf, dek. Sssshhhhh….Aaakkkhhhh….”, erangnya dan langsung menyemburkannya ke dalam rahim sang istri.


Jika saja bisa berteriak, maka bu Yuli akan meneriakkan, “kentang banget, mas!!!”, tapi sayangnya Bu Yuli sama sekali tak berani mengucapkan hal tersebut dan juga itu bukanlah gayanya. Bukan hal baru lagi untuk bu Yuli merasakan seperti itu. Dalam benak bu Yuli tanpa sadar terbesit pikiran tentang sosok pak Susno dan pak Anton tapi dengan cepat ia buang jauh-jauh hal tersebut karna dirinya sadar apa yang mampir ke kepalanya itu bertentangan.


Waktu terus berlalu tanpa terasa hari acara tahunan berupa karyawisata telah tiba. Di dalam kamar aku telah selesai mengecek barang ataupun pakaian yang akan aku bawa. Serasa tak ada lagi yang terlupa, aku keluar dari kamar dan turun ke bawah untuk menghampiri ibu serta ayahku.


Setahuku pas tahun lalu ibuku dan kepala sekolahku, pak Susno tak mengikuti acara karyawisata ini tapi kenapa mereka berdua kali ini ikut? Itulah yang masih aku bingungkan dan sepertinya ada rencana dibaliknya yang telah pak Susno buat untuk ibuku.


“daripada bawa motor nanti ujung-ujungnya di tinggal. Kamu bareng ibu aja ya ke sekolahnya”, ucap ibu di saat aku tengah mengunyah sarapan.

“ga masalah”, jawabku sekenanya.

“memangnya mau berangkat pake motormu, dek?”, tanya ayah dan ibuku menggeleng.

“terus?”, sambung ayah.


Suara deru knalpot roda empat terdengar di depan rumah dan beberapa kali juga memberi tahu keberadaannya dengan klakson. Ibuku berujar bahwa mobil tersebut milik pak Susno. Seketika saat diriku mendengar nama pria itu rasanya birahi yang ada di dalam diriku bangkit. Pikiranku langsung melayang, membayangkan hal-hal panas yang sudah terjadi tau apa yang akan terjadi jika ibu bersamanya.


Kulihat ibuku bangkit dari kursinya dan meminta izin pada ayahku untuk menghampiri pak Susno di luar sana.


“sekalian ajak masuk duku, dek buat sarapan”, ujar ayahku.

“iya, mas”, balas ibu berlalu. Aku disini benar-benar mulai tak bisa menikmati sarapanku lagi akibat pikiran kotorku ini.


Tak lama setelah ibu keluar, ibu kembali lagi dengan sosok pak Susno yang ikut masuk, mengikuti langkah ibu di belakangnya. Masuknya pak Susno ke ruang makan, ayahku bangkit dari duduknya untuk menghormatinya dan saling berjabat tangan.


“ayo duduk, pak kita sarapan bareng”

“ga usah repot-repot saya sudah kok tari di rumah, pak”, tolaknya dengan halus ajakan ayah.

“yaudah kalo gitu. Dek, buatin kopi ya buat pak Susno”, ibuku mengangguk.


Pada akhirnya pak Susno tetap gabung bersama kami di ruang makan ini dengan durinya hanya menyeruput kopi yang telah ibuku buatkan. Obrolan antara ayah dengan dirinya mulai terjadi dan aku mencoba untuk menikmati sarapanku lagi, namun tak lama berselang saat mereka mengobrol aku tak sengaja melihat sebuah kejanggalan dimana posisi duduk ibu seperti terlihat kurang nyaman.


Karna sebelumnya posisi duduku bersebelahan dengan ayah dan ibu duduk sendirian di seberang kami sehingga sekarang ibu duduk bersebelahan dengan pak Susno. Semakin lama ku pikir gerak-gerik ibu mamang ada yang aneh, namun ayahku sepertinya tak menyadari akibat telah larut dengan obrolan yang pak Susno jalin. Terlebih lagi sedari tadi aku tak melihat tangan kiri pak Susno tak terlihat.





Aku penasaran, namun aku juga bingung bagaimana aku bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di depanku ini. Setelah berpikir, aku menemukan sebuah cara dengan ku mainkan hp ku ini beberapa saat, setelah aku rasa pas barulah aku buka aplikasi kamera. Yang aku buka kamera depan dan dengan gerakan supaya tak terlihat oleh ayah, aku turunkan posisi tanganku yang sedang memegang ho hingga sebatas lutut lalu ku arahkan kamera depan sedikit miring ke arah ibuku dengan pak Susno.


DEG!!! Gila sekali pikirku karna dari kamera yang ku tangkap, aku bisa melihat lumayan jelas bahwa tangan kiri pak Susno tengah mengelus paha bagian dalam ibuku dengan keadaan rok ibuku yang telah di singkap hingga kedua pahanya terlihat sangat jelas. Tak habis pikir bagiku, pak Susno melajukan hak seperti itu pada ibuku di depan ayahku sendiri.


“aduh maaf, perut saya sakit. Izin dulu, pak”, sadarku dari amatanku ini ketik ayah berbicara.

“Oh iya gapapa, pak”, balas pak Susno.

“Nanti kalau bapak mau berangkat bisa langsung aja, sekalian saya titip istri sama anak saya, pak”

“Siap, pak. Buat bu Yuli sama Bagas bapak ga usah khawatir pasti bakal saya jagain”, dan setelahnya ayah berlalu untuk ke toilet meninggalkan kami bertiga yang masih duduk di ruang makan.


“pak, nanti Bagas boleh kan ikut sampai sekolah?”, tanya ibu meminta izin.

“iya, ga masalah”


Walau telah aku cek sebelumnya tapi rasanya masih kaya ada yang kurang karna aku ini tipe orang yang pelupa jadinya aku memutuskan untuk kembali ke kamar dan mengecek kembali barang yang akan aku bawa dan juga untuk mengganti pakaian.


Aku di dalam kamar kurang lebih sepuluh menit hingga senunya siap dan tas telah ku gendong, aku beranjak keluar dari kamar. Batu saja akan menuruni tangga, suasana rumah terasa sangat sunyi padahal masih ada ayah, ibu dan pak Susno. Karna aku masih sama sekali belum memakai alas kaki, maka langkahku tak menimbulkan suara. Langkah ini ku coba untuk bergerak ke rung makan.


Ternyata sudah tak ada orang lagi di sana, bahkan piring bekas saranan oun sudah di bersihkan semuanya. “Apa mungkin udah di depan?”. Ku langkahkan lagi menuju teras rumah dan memang benar bahwa pak Susno dan ibu sudah menungguku di jalan, tepat di samping mobilnya.


“ga ada yang kelupaan kan, nak?”, tanya ibu.

“udah ga ada kok, bu. Oh iya, ayah mana?”

“masih di toilet, tadi ibu juga udah pamitan”, aku mangut-mangut.

“Yaudah langsung berangkat aja yuk”, sela pak Susno.


Ibu berencana duduk di belakang bareng bersamaku namun oleh pak Sasni di cegah dan ibuku di suruh untuk duduk di depan saja. Selama perjalanan ke sekolah ini aku sama sekali tak melihat hak yang janggal. Semuanya terlihat biasa saja.


Sesampainya di sekolah sudah terlihat banyak murid angkatanku ini telah berkumpul di aula sedangkan sebelumnya saat di luar aku melihat ada beberapa bus juga uang siap menjadi tunggangan kami menuju lokasi.


“malas gue sebenernya kaya gini, mending tidur”, ucapku pada Dion yang berdiri di sampingku. Kami berdua dan para murid lainnya telah berkumpul, mendengarkan arahan dari guru pembimbing.

“Lu apa aja mah malas. Udah lah, nikmati aja. Lagian disana kita bisa hirup udara segar, bosan gue disini isinya pengap sama knalpot kendaraan”

“lu tadi juga sama anak-anak dicariin”, sambung Dion.

“Buat apa?”

“Rencana anak-anak ntar malam disana mau bakar-bakar gitu”

“bakar ladang teh?”

“ga, kita mau bakar bus nya. Ya bakar jagung kek apa bakar apa gitu yang bisa dimakan. Enak lagi suasananya, dingin-dingin paling Afdol emang bikin api. Ntar anak-anak kelas sebelah juga mau ikut katanya, siapa tau malah kita bisa bawa salah satu cewek sebelah”

“mantap juga tuh kalo dipikir”, ucapku mulai sependapat dengan Dion tentang rencana anak-anak yang lain.


Mungkin sekitar Seperempat jam kita semua harus berdiri mendengarkan bimbingan tersebut hingga akhirnya kami di persilahkan untuk masuk ke dalam bus sesuai dengan kelas masing-masing. Di dalam bus aku duduk bersama Dion pastinya di bangku tengah. Sebenarnya aku ingin di belakang tapi tak jadi karna kalo dikikir biasanya yang belakang itu yang gampang pada mabuk perjalanan. Aku Cuma tak mau jadi korban aja. Agak trauma juga karna pas SMP dulu mengalaminya. Kaki penuh muntahan orang, bau jigong anak yang tidurnya gelendot ke bahu.


Sekilas aku melihat sosok ibu yang melihat ke arah bus-bus kami, sepertinya ibu mencari diiman bus yang aku tumpangi namun itu tak lama karna aku melihat ibu di gandeng oleh pak Susno untuk masuk ke dalam mobilnya. Masuknya ibu ke dalam mobil pak Susno, bus kami pun jalan. Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 08.15, cukup pagi juga.


Suasana selama perjalanan ini terkesan sangat riuh oleh merek yang bersemangat dengan bernyanyi bersama. Sementara aku yang dati awal tak terlalu antusias malah mengantuk dan akhirnya tertidur, begitu juga dengan Dion.





Pukul 17.45 akhirnya kami sampai di lokasi tujuan. Sebenarnya prediksi sampai sekitar jam 2 siang tapi karna kondisi jalan macet dan juga jalan yang lumayan berkelok akibat pegunungan dan sisi dari jalur yang dipakai lumayan curam sehingga harus mengurangi kecepatan. Hal itulah yang membuat perjalanan kami menjadi lama.


Karna sampainya kami disini sudah petang membuat kami disuruh untuk tetap tinggal di penginapan dan kegiatan akan di lanjutkan pada keesokan harinya.


Sampai sekarang aku belum menjumpai sosok ibu maupun pak Susno. Bukankah mereka ikut kesini dan mobilnya mengikuti rombongan busku? Lantas kemana kah dia ajak ibuku pergi? Saat aku coba telepon ibu juga nomornya tak aktif sehingga membuat pikiranku menebak hal-hal yang aneh tentang kemana pak Susno membawa ibuku dan apa yang ia lakukan terhadap ibu.


“Apakah dari awal pak Susno memang tak berniat untuk kesini? Rencananya ikut menemani karyawisata tahun ini pada ayah hanya sebuah alasan semata? Tapi jika memang hanya alasan kenapa ibu mengiyakan kalo dirinya memang akan ikut kesini? Apakah pak Susno menyuruh ibuku untuk berbohong?”, pikiranku terus menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.

“sepertinya memang benar kalo pak Susno dari awal mengajak ibu bukan kesini tapi mengajaknya ke tempat lain dan disana pasti pak Susno akan menikmati ibuku sepuasnya. Ya, pasti seperti itu. Terlebih lagi ayah taunya ibu memang disini. Gila juga kalo memang kaya gitu, berarti selama dua hari ibu gue bakal di hajar habis-habisan sama dia? Sialan!”

“tapi tunggu… Bukankah pak Anton ada disini?”


Sungguh aku masih belum tak mengerti dengan semuanya. Jelas-jelas aku melihat bahwa pak Anton ada disini, bahkan tadi aku berpapasan dengannya. Mungkinkah ibuku hanya bersama pak Susno?


Selama karyawisata semuanya berjalan dengan lancar dan sekarang sudah memasuki malam terakhir karna besok siang kami harus kembali dari tempat ini sehingga malam ini kami di kumpulkan oleh guru pembimbing kami di area terbuka dengan api unggun yang menyala dengan besar.


Terlihat semuanya sangat bahagia, larut dalam canda dan tawa. Aku hanya duduk diam melihat tingkah laku teman-temanku ini sambil memakan jagung bakar. Pikiranku masih belum bisa memecahkan apa yang sebenarnya terjadi terhadap ibuku. Sampai sekarang tak ada kabar dari ibu dan penampakan sosoknya dengan pak Susno pun sama sekali tak ada disini.





“mungkin sekarang ibu gue masih di genjot sama itu kepala sekolah”, pikiranku berasumsi dengan liar mengingat ibuku yang ternyata tak datang kesini.


Apakah ibu sudah makan. Apakah pak Susno memberikan waktu istirahat yang cukup untuk ibu. Semaunya terlintas dikepalaku. Kusadarkan pikiranku ini dan mencoba untuk fokus pada kegiatan yang sedang aku ikuti ini.


Masa-masa SMA memang masa yang sangat berkesan dan membekas. Suka, duka, pertemanan sampai percintaan semaunya ada disini. SMA juga bisa dibilang masa puncak untuk bandelnya kebanyakan remaja, termasuk aku ini. SMP jujur aku akui, aku tak sebandel ini malah terkesan lumayan penurut dengan peraturan yang sekolah berikan.


Tak ada guru yang tau dan tak ada sekolah lain yang tau. Sebenarnya di sekolahku ini ada slah satu siswi yang memang bisa kami pakai tapi bukan secara cuma-cuma alias bayar dan siswi itu satu angkatan demgan ku. Artinya sekarang anak tersebut berada di antara kami, berbaur dengan semuanya. Namanya Melda. Dari penampilan luar memang terkesan anak baik-baik yang tak bakal neko-neko tapi aslinya di Broken. Tak jarang teman-temanku juga memaki dirinya untuk di lobby. Bahkan aku juga beberapa kali sudah pernah membawanya.


Mengenai Melda itu, anaknya bisa dibulang lumayan cantik, kulit serta badanya bagus apalagi dadanya itu. Tak jarang karna kelebihannya itu, dia laris dalam “usaha” nya itu. Kemarin malam anak-anak juga pakai itu siswi secara beramai-ramai di pinggir hutan dan tentunya tak ada guru yang tau. Mati lah kalau sampai guru tau.


Semalam secara bergiliran tubuhnya kami nikmati. Kalo tak salah kemarin di santap oleh 6 orang dan dari 6 orang itu, ada 4 orang diantaranya adalah gengku. Termasuk aku dan Dion. Sudah bukan hal baru lagi untuk kami saling berbagi dalam menikmati tubuh yang kami bayar itu.


Mengingat tubuh Melda membuatku merasa terangsang. Kejantananku mulai bangun dan rasanya aku ingin sekali membawa dirinya lagi untuk menuntaskan hasratku ini.


“entar coba gue ajak lah”, batinku.


Acara api unggun ini berlangsung lumayan lama sampai waktu menunjukkan pukul hampir sebelas malam. Di karena kan tempat yang ku pijak sekarang merupakan dataran tinggi membuat tubuhku tak bisa diajak untuk lebih lama lagi di luar seperti ini. Hawa dingin serasa masuk menusuk tulang.


Di sekitarku juga sudah mulai sepi, hanya ada beberapa siswa siswi yang berkumpul dengan bernyanyi menggunakan gitar sebagai pengiringnya di dekat api unggun. Selebihnya telah kembali ke dalam penginapan. Untuk geng ku sendiri hanya tersisa aku seorang disini. Duduk diam seperti orang hilang dengan jagung bakar yang sedari tadi masih belum habis. “sial!”, ku lempar jagung bakar tersebut ke sembarang arah.


“butuh belaian, euy!”, ucapku serasa bangkit dari duduku.





Aku berniat mengajak Melda seperti yang ku niatkan sebelumnya, namun di saat sudah dekat dengan penginapan salah satu temanku menyapaku.


“hei, Gas! Mau kemana lu?”, berhenti di depanku.

“Masuk lah”

“Hilih, mau tidur gitu?”

“siapa yang mau tidur, gue mau temuin Melda kali”

“mau bawa dia lagi?”, ya temanku ini semalam juga yang ikutan menikmati tubuh Melda. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.


“mending jangan dulu deh, simpan itu uang buat lain hari”

“emang kenapa?”

“ini barusan gue di kabari Hendra katanya di gubuk pinggir hutan yang kemarin kita istirahat sehabis dari kebun teh ada cewek telanjang”

“Palingan orang gila”

“Bukan anjir! Mereka sekarang lagi pake itu cewek. Dion, Hendra sama Rizki sekarang ada disana”

“Lu aja sono, gue ga tertarik”

“yaudah lah terserah lu aja, tapi kalo lu berubah pikiran datang aja kesana. Mumpung ada yang gratisan. Oke gue cabut, ini Otong udah ga bisa di ajak kompromi, pengen kenalan sama teman barunya”


Dia pergi berlalu dari hadapanku dan aku sendiri kembali melanjutkan niatku untuk menemui Melda. Sesampainya di kamar yang di tempati olehnya aku coba ketuk, namun yang muncul malah Fitri, temannya. Fitri bilang bahwa Melda sudah tidur. Sial sekali malam ini.


Aku teringat ucapan Beni tadi perihal cewek yang ada di gubuk kebun teh. Karna syahwat ku sudah bangun akhirnya aku putuskan untuk pergi ke tempat tersebut untuk menyalurkan hasrat yang sudah sangat mengganggu ini. Pertama yang kulakukan adalah pergi ke kamar untuk mengambil senter karna pastinya jalan ke sana sangat gelap.


Benar adanya, sesuai dengan yang aku tebak bahwa jalan menuju ladang teh sangat tak nyaman jika di lalui saat malam hari. Batu kerikilnya membuat kakiku beberapa kali tersandung akibat pencahayaan yang ku punya hanya dari senter kecil.


Lumayan cukup jauh aku berjalan. Walau jarak masih sedikit jauh tapi aku sudah bisa melihat sebuah cahaya yang menyala di salah satu gubuk dan gubuk yang dimaksud oleh Beni.





Rasanya hidupku mulai berubah sekarang. Pak Susno membawaku ke salah satu motel yang tak jauh dari tempat anakku melakukan karyawisata dan di motel ini pak Susno menikmti setiap jengkal tubuhku ini dengan leluasa. Di motel ini juga rasanya kami seperti sepasang suami istri yang sedang pergi untuk bulan madu. Hanya saja aku disini dipaksa untuk melakukannya dengan sebuah ancaman video untuk bisa menundukkanku.


Setelah seharian diriku harus melayani nafsu kepala sekolah anakku sendiri dengan berbagai gaya, kini aku di letakan di sebuah gubuk yang terdapat di kebun teh dengan kondisi hampir telanjang seutuhnya, memperlihatkan kedua payudaraku yang terumbar dengan bebas. Aku hanya memaki celana dalam yang kecil dan kepalaku di tutup, hanya bagian mulutku saja yang terbuka.


Bukan hanya kondisi tubuhku saja yang gila, tapi apa yang sedang terjadi padaku juga. Aku emang tak bisa melihat wajah orang tersebut tapi aku taju dari nama mereka. Selama ini aku sungguh tak pernah terbesit pikiran bahwa tubuhku ini akan dinikmati oleh teman-teman anakku sendiri.


Teman? Ya, teman. Yang tengah menyetubuhi diriku ini bernama Dion, Rizki, Hendar dan yang baru saja datang bernama Beni. Mereka ini bukan lain adalah teman sekelas anakku, Bagas. Bahkan salah satunya adalah sahabat anakku, Dion hang dimana ibu Dion ini adalah teman dari SMP diriku dan sekarang anaknya tengah menyetubuhiku.


Cukup panjang ceritanya kenapa aku bisa sampai disini dan kenapa bisa di Setubuhi oleh mereka. Namun secara garis besarnya aku di bawa oleh pak Susno dan di dandani seperti ini juga olehnya.


Aku benci untuk mengakuinya, tapi selama seharian penuh di paksa untuk melayani nafsu pak Susno, aku mulai bisa menikmati apa yang namanya persetubuhan. Aku dibuat tersiksa olehnya, berkali-kali saat diriku akan orgasme akibat genjotan pak Susno, pak Susno selalu menghentikannya dan pada akhirnya gagal untukku orgasme.


“Kalo bu Yuli mau orgasme, ibu ikut dengan saya. Saya bakal kasih ibu orgasme”,


Seperti itulah ucapan pak Susno terhadapku lalu membawaku kesini. Aku yang sangat menginginkan hal tersebut pun mengiyakan dan mau di suruh untuk berpenampilan seperti ini. Setelah di tinggal oleh pak Susno, tak terlalu lama aku mendengar suara beberapa cowok di luar gubuk tengah mencari barangnya yang hilang. Kejadian selanjutnya seperti ini, akhirnya mereka yang menemukanku langsung menyetubuhiku.





Kembali pada apa yang sedang terjadi padaku.


Dion tengah menghentak-hentakan penisnya yang berukuran kumayan itu di dalam lubang peranakanku. Semua orang disini tak ada yang tau bahwa yang tengah mereka Setubuhi ini adalah guru mereka sendiri, bu Yuli.


“Gila….enak bnget memeknya. Ssshhhhh….ini toketnya juga mengkel banget, anjing!”


PLAK!!! Dion menampar payudaraku cukup keras sampai diriku mengerang. Genjotan penisnya terasa sangat nikmat di dalam selangkanganku ini. Ya, selama mereka tak mengetahui siapa aku, lebih baik aku ikut menikmatinya saja.


“Ga sia-sia gue bantu cari barang ku yang hilang, Ndra. Aaakkkhhsssss…..bisa nemu tempat pembuangan peju disini. Sssshhhhh…..yahud gila ini memek. Ssshhhh….”

“Keberuntungan buat kita ini. Ssshhhh….jangan sia-siakan. Peras habis peju kita. Hahaha…. “, balas Hendra yang tengah mengocok penisnya di dalam mulutku dengan bernafsu.


Awalnya aku sangat mual dan tak terbiasa dengan penis di dalam mulutku, namun setelah pak Susno beberapa kali menggunakan mulutku, sepertinya aku mulai terbiasa oleh rasa serta baunya ini.


“mulut lu enak banget, lonte! CUH!!!”, sambil terus menggerakkan penisnya di mulutku, Hendra meludahi wajahku. Walau kepalaku di tutup tapi tetap saja ini sangat merendahkan harga diriku, terlebih lagi Hendra melakukannya sambil mengataiku sebagai LONTE.


“Aakkkhhhh….memang gak rugi deh kita kesini nih. Sssshhhhh…..memeknya memang sempit, kontol gue sampe terasa ngilu kaya gini. Jepit banget rasanya, bangsat”, kata Dion sambil menggenjotku dan meremas keras kedua payudaraku.

“Kenapa lu bisa ada disini….telanjang kaya gini, sayang? Ssshhhhh….”, sambungnya. Aku tak menjawabnya karna memang sedang menikmati gesekan bagang penisnya itu di vaginaku.

“dasar Lonte! Kena kontol aja langsung keenakan sampai ga dengar gue tanya…ssshhhhh….”


Aku yang sedari tadi di genjot oleh Dion merasa hampir merasakan klimaks yang tak diberikan oleh pak Susno. Aku sangat menginginkan hal itu, sungguh tersiksa berjam-jam harus di gagalkan gelombang orgasmeku ini olehnya.


Akibat gelombang orgasme sudah sangat dengan bisa ku raih membuat tubuhku menegang. Hendrik yang masih setia menikmati mulutku sepertinya sadar akan apa yang sedang aku alami ini.





“kayaknya ini Lonte mau muncrat deh”

“oke, gue kasih lu kenikmatan ,sayang. Ssshhhh….rasain ini kontol gue!”, ucap Dion dan mempercepat genjotannya dengan tambahan di setiap sentakannya yang sangat bertenaga.


Seketika setelah Dion meningkatkan ritme genjotannya, Hendra menarik lepas penisnya dari mulutku sehingga suaraku bisa keluar dengan bebas.


“Aaakkkhhhh….aaakkkkkkhhhh….mau….mau kelauaarr…..ssshhhhh….”


SSSEEEERRRRRR!!!! Oh sungguh nikmatnya, akhirnya diriku bisa mencapai puncak tertinggi dalam sebuah persetubuhan. Aku orgasme dengan sangat nikmat dan lumayan panjang apalagi selama diriku orgasme, Dion sama sekali tak menghentikan genjotannya itu.


“aaakkkhhh….ber…berhenttiihhh….sssshhhh….aaakkkkhhhh….berhenti duluhhh….”, tubuhku mengigil dan bergetar dengan hebat di saat aku mengalami Multi orgasme.


“Belum, sayang. Ssshhhh….gue belum mau berhenti sebelum memek lu gue isi pake ojek gue ini. Aaakkkhhsssss… Nikmati saja orgasme mu itu. Ssshhhh….memek binal memang beda rasanya. Sssshhhhh….”, leceh sahabat anakku ini. Pelecehan yang ku terima rasanya membuat orgasme nikmat yang ku alami ini bertambah semakin nikmat. Pelecehan saat disetubuhi memang sangat pecah rasanya.


“aaakkkhhsssss….siapa nama lu?”, suara tersebut ku perkirakan suara milik Rizki.


Tak mungkin jika aku mengatakan nama asliku, bisa-bisa mereka curiga dan membuka wajahku ini. Bisa-bisa mereka tau identitas asliku. Aku tak mau jika mereka tau jika yang sedang mereka Setubuhi adalah ibu dari teman mereka sendiri. Aku juga tak mau jika Bagas ikut menanggung malunya.


“Noviihhhh….namaku Novi. Aakkkhhhh…sssshhhhh….”, balasku.

“Novi? Tapi kita panggil Lonte aku ya. Hehehe….”, sial harga diriku di permainkan oleh bacah ingusan sepertinya. Lihat saja saat naik kelas nanti akan aku kasih nilai jelek di mata pelajaranku.


“Aakkkhhhh…Aakkkhhhh….mantap banget memekmu Novi. Sssshhhhh….”, racauan Dion kembali terdengar.


Tiba-tiba kurasakan ada sebuah penis lagi yang menyentuh bibirku, lantas aku membuka mulutku namun saat mulutku terbuka, bukan penis yang masuk melainkan ludah. Untuk ke sekian kalinya aku diludahi lagi oleh mereka. Bahkan yang ku tahu buka satu orang yang melakukannya, semuanya meludah ke dalam mulutku yang terbuka.


“lu haus kan? Telen!” ucap salah Beni dan kemudian mereka tertawa melihat aku menelan habis ludah mereka yang terkumpul di dalam mulutku.


Setelah kutelan ludah mereka, sebuah penis dengan cepat di masukkan ke dalam mulutku dan langsung ia gerakan dengan cepat sampai ujung kepala penisnya terasa sekali menyentuh tenggorokanku.


“Makan kontol gue ini. Makan!!! Hahahaha…. Ssshhhh….mantap!”, ternyata penis tersebut milik Beni.

“gantian dong. Udah kebelet banget nih pengen belah memeknya”, ucap Rizki pada Dion yang masih asyik mengayunkan kejantanannya di vaginaku.

“Bentar lagi…. Sabar. Ssshhhhh…. Ga usah banyak omong, bentar lagi gue keluar ini. Sssshhhhh….”


Sepertinya memang Dion akan segera mencapai klimaksnya. Aku bisa merasakan jika batang penisnya kini lebih mengembang di dalam vaginaku. Gerakannya yang cepat juga terasa berbeda dari sebelumnya.


“Nyerah… Ssshhhh…nyerah gue. Gue pejuin memek lu nih. Aaakkkhhsssss….titip benih gue, Semoga aja jadi. Aaakkkhhhh…Aakkkhhhh….”


CROT!!! CROT!!! CROT!!! Oh tidak, untuk pertama kalinya vaginaku akhirnya disiram oleh sperma teman anakku sendiri. Begitu banyak Dion mengisi ruang di dalam vaginaku hingga rasanya masuk ke dalam rahimku. Untung, ini bukan masa suburku. Bisa gawat rasanya kalo aku hamil oleh sperma teman-teman anakku sendiri.


Tubuh Dion mengejang ditas tubuhku sambil mengeluarkan spermanya sampai tak tersisa lagi. Tubuhnya berkeringat dengan banyak dan nafasnya yang berantakan terdengar jelas di telingaku.


“Mantap banget memekmu, sayang. Semoga gue bisa buntingin bini orang yang binal kaya lu”, lirih Dion di sela diamnya diatas tubuhku.


Dion menarik lepas penisnya secara perlahan, sangat terasa lelehan peju nya mengalir dari vaginaku, meluber keluar dengan sangat banyak dan Dion menyodorkan penisnya yang basah oleh cairan kami berdua ini ke mulutku. Tanpa keberatan dan mereka juga tak mengetahui siapa aku, aku langsung lahap penis tersebut untuk ku bersihkan. Sebenarnya aku masih berpikir bahwa apa yang aku lakukan ini seperti seorang Pelacur murahan.


“gila banget emang ini Lonte. Ga susah gue suruh, gue sodorin kontol aja langsung ngerti apa yang harus di lakuin. Sampe kering lagi. Benar-benar mantap emang”, pujian kotor Dion sambil membelai pipiku, namun di susul oleh sebuah tamparan.





PLAK!!!


“Makasih, Lonte!”, ucapnya setelah menamparku.


Belum sempat aku bisa bernafas dengan lega, Hendra meremas kedua payudaraku dengan keras sampai aku memekik pelan.


“Sekarang nungging Lu! Gue mau entotin memek lu”,


Aku menurut saja perkataan Hendra itu dengan merubah posisiku untuk menungging memperlihatkan vaginaku yang masih mengalir sperma milik Dion.


PLAK!!! Sebuah tamparan kembali ku terima, namun kali ini di bongkahan pantatku. Secara perlahan kepala penisnya mulai di gosokan di bibir vaginaku yang basah ini. Lalu secara perlahan ia majukan untuk membelah vagina sempitku ini.


BLES!!! Penisnya masuk keseluruhan tertelan oleh vaginaku.


Hendra mulai menggenjot vaginaku secara perlahan dan karena posisi Hendra yang menggenjot dari belakang otomatis membuat batang penisnya bisa melesat lebih dalam ke dalam sana sampai rasanya mentok menyentuh rahimku. Penis Hendra ini hampir sama ukurannya standar namun bentuknya bengkok ke Atas sehingga saat penisnya itu keluar masuk rasanya penis tersebut seperti sedang menggaruk dinding dalam vaginaku dan hal itukah yang membuat diriku tak bisa menahannya lagi. Aku akan mendapatkan orgasme ku untuk yang kedua kalinya.


Tubuhku mengejang dan bergetar ketiga gelombang tersebut menerpa tubuhku lagi. Rasnya akun ingin meluapkan rasa nikmat ini dengan teriak sekeras mungkin. Sungguh sangat nikmat!


“muncrat lagi lu?!”, Tanya Hendra, aku tak menyahutnya.


“Oouuggghhhhh….sssshhhhh…meenntookkk….”, Desahku.

“Punya laki lu ga sampe mentok emang?”

“gaaahhhh….punya mas….”, ucapku terhenti ketika tersadar akan mengucapkan mas Warso. Bisa gawat kalo keceplosan dan akhirnya lebih memilih untuk tak melanjutnya.

“Tenang aja memek lu bakal gue kasih kontol gue ini sampai puas sampai lu bisa ngerasain perbedaan besar antara kontol gue sama punya laki lu!”, rasannya panas saat ia bawa-bawa mas Warso tapi aku yang sedang di kuasai nafsu lebih memilih untuk tetap menikmatinya.





PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!


Hendra menggenjotku dengan semangat, sementara tangannya tak mau tinggal diam. Ia jatuhkan kedua telapak tangannya untuk meraih kedua payudaraku yang menggantung dengan bebas, terimbang-ambing akibat genjotan yang ia lakukan. Di remasnya payudaraku ini dengan gemas.


Hendra tengah fokus memaju mundurkan penisnya di vaginaku, mulutku di jejali penis Rizki dan satu tanganku di tuntun untuk mengocok penis Beni. Di dalam posisi seperti itu tiba-tiba ada seseorang yang datang dan masuk ke dalam gubuk panas tempat persetubuhan ini.


“datang juga akhirnya lu”, sapa Dion.

“Ga jadi sama Melda? Ssshhhhh….”, tanya Beni di tengah penisnya yang tengah ku kocok.

“tidur anaknya. Btw, mantap juga ceweknya”, ujar orang yang baru datang itu.


Degup jantungku meningkat drastis ketika aku sepertinya mengenal suara tersebut. Perasaanku menjadi kacau ketika teringat anak-anak yang sedang menyetubuhi ku adalah teman anakku sendiri.


“Sama Melda mau ngapain?”, tanya Dion sepertinya pada Beni.

“itu katanya Bagas mau bawa Melda lagi”


DEG!!! Ternyata benar itu Bagas, anakku. Sungguh tubuhku mendadak menjadi lemas seperti hilang tenaganya sampai tubuhku yang akan jatuh ini di tangkap sigap oleh Rizki yang ada di hadapanku. Otomatis penisnya yang terlepas menampar dan tertempel di wajahku.


Hancur sudah hidupku jika Bagas tau wanita yang ada di depannya, wanita yang tengah teman-temannya nikmati adalah ibunya sendiri. Rizki masih memegangi ku di bagian bagian ketiakku.


“Pake aja tuh, mumpung ada barang super yang gratisan, tapi nunggu giliran”, ucap Dion.

“iya-iya tau”


Terdengar suara resleting yang dibuka, sepertinya Bagas mulai mengeluarkan penisnya. Dalam hati aku ingin berteriak padanya untuk tak melakukan itu karna wanita yang ada di depannya ini adalah ibunya sendiri namun aku tak bisa mengeluarkan kata-kata tersebut. Sama saja aku telah membuatnya sangat malu dan terhina dengan apa yang tengah ibunya lakukan.


Tubuhku di suruh kembali ke posisi semula oleh Rizki untuk menjejalkan kembali penisnya ke dalam mulutku. Aku juga disuruh untuk mengocok kembali penis Beni, begitu juga dengan penis baru, milik anakku sendiri.


“mantap juga kocokkannya”, ujar Bagas merasakan kocokkanku.

“Belum seberapa itu, lu bakal tau kalo udah rasain memeknya”

“Senikmat itukah? Gue lihat kayaknya ini cewek udah punya laki deh. Ga yakin kalo masih sempit itu memek, palingan udah longgar gegara di genjot terus sama lakinya”

“Lu rasain aja sendiri aja deh nanti. Ssshhhh…..enaknya. ssshhhhh….”


SPLOK!!! SPLOK!!! SPLOK!!!


Genjotan Hendra terasa makin cepat. Dinding vaginaku yang menerima gempuran seperti itu rasanya semakin memanas dan menjadi gatal kembali. Setelah seharian di genjot oleh pak Susno dan kini aku mengalami orgasme dua kali membuat Vaginaku sangat sensitif.


Di saat diriku kacau akan pikiran tentang Bagas dan ras gatal di selangkanganku, Hendra menarik keras rambutku yang terurai di lubang bagian belakang kain yang menutupi kepalaku ini sehingga aku harus lebih mendongak ke atas. Akibat tarikan Handra di rambutku juga membuat penis Rizki terlepas.


“Jangan di tarik! Kontol gue jadi lepas bego!”, protes Rizki.

“Ya maaf, habis gue nafsu banget sama ini Lonte sih”, ucap Hendra sambil terus memacu birahinya atas Vaginaku yang tengah ia sodok.


Rizki kembali memasukkan penisnya ke dalam mulutku dan kali ini dengan beringas ia genjot mulutku. Aku sampai tersedak dibuatnya tapi lagi-lagi tak dihiraukan dengan terus menyodokkan penisnya sedalam mungkin ke dalam mulut ini.


Sekarang Hendra menaikkan satu kakiku ke atas sehingga diriku mungkin terlihat seperti anjing yang sedang kencing. Akibat posisi ini sudah pasti vaginaku yang sedang terisi penis Hendra akan terlihat sangat jelas tengah keluar masuk mengocok dengan ritme cepat.


Di posisi memalukan seperti ini membuat diriku kembali terangsang. Bahkan aku merasakan sudah hampir klimaks lagi. Di rangsang dan di setang dati segala arah membuat diriku tak bisa bertahan lebih lama. Tiga menit kemudian aku kembali melepaskan cairan kewanitaanku dengan amat banyak.


SSSSEEERRRRRR!!!!





“Oouugghhhh….oouugghhhh….ssshhhhhh….terusss….terussss….ssshhhhh….”, racauku tak terkendali lagi di sela penis Rizki yang dilepas.

“memek lu emang hebat banget. Ssshhhhh….karna lu gratisan. Ssshhhhh….gue bayar pake peju aja ya. Aaakkkhhsssss…..ini bayaran buat lu!!!”


CROT!!! CROT!!! CROT!!!


Pancutan demi pancutan keras yang masuk ke dalam rahimku sungguh sangat terasa panas. Untuk kedua kalinya rahimku diisi oleh sperma panas dalam jumlah yang banyak. Jika saja ini masa suburku pasti aku bisa hamil karenanya.


“bikin puas banget ini memek”, ucap Hendra masih membenamkan penisnya.


Cukup lama Hendra menahan penisnya supaya tetap berada di dalam vaginaku hingga dirasa puas menikmati kedutan vaginaku, barulah ia mulai menarik lepas penisnya yang sudah mulai mengendur dari dalam vaginaku.


PLOP!!! Begitulah bunyinya saat penisnya terlepas dan diikuti oleh spermanya yang mengalir jatuh ke pahaku.


Kembali mulutku harus membersihkan penis yang baru saja menodai kehormatanku ini. Ku kulum penis tersebut sambil menyedotnya dengan kuat. Saat kulakukan sedotan kuat ini ternyata Hendra masih punya semprotan terakhir untuk spermanya dan aku disuruh untuk menelan sperma sisa tersebut.


Pantatku di angkat oleh seseorang dan diposisikan untuk kembali menungging. Lalu orang tersebut yang sudah tak sabar lagi mengambil giliran dengan memosisikan ujung kepala penisnya di depan lubang vaginaku. Pertama ia menggesekkan penisnya beberapa kali disana sepertinya yang satu ini ingin menikmati bibir vaginaku sebelum menikmatinya secara utuh. Sementara tangannya menjamah kedua payudara yang tergantung bebas ini dengan gemas dan sesekali remasnya menjadi kuat.


Akibat perlakuan dan rangsangannya itu membuat libido yang tadi sempat berkurang akibat orgasme kembali naik. Rasanya aku menanti penisnya itu untuk cepat-cepat di masukan ke dalam lubang peranakanku. Aku tak berbicara, namun aku mencoba memberinya kode dengan menggoyangkan pantatku.


“udah ga sabar pengen di sodok kontol lagi ya?”, lecehnya, namun aku tak peduli.

“oke, ini gue kasih nih kontol gue”


BLES!!! Penisnya yang sudah berada tepat di bibir vaginaku langsung ia hujamkan masuk dalam satu sentakkan Keras. Tubuhku sampai melengkung dibuatnya akibat sensasi satu sentakan yang ia lakukan.





“Eeggghhhh….”, lenguhku tertahan penis. Di sini aku baru menyadari bahwa yang mendapat bagian untuk menikmti vaginaku kali ini adalah Rizki, sementara yang menikmati mulutku adalah Beni. Bagas? Tanganku sekarang disuruh untuk mengocok penisnya.


Penis Rizki yang telah amblas di dalam vaginaku tak langsung ia gerakan, Rizki diamkan sesaat meresapi pijatan vaginaku yang sudah sangat sensitif ini sambil merasakan juga licinnya rongga vaginaku yang basah akibat cairan kewanitaanku dan cairan sperma kedua temannya itu yang lebih dulu di buang di dalam rahimku.


“ngempot banget ini memek. Sssshhhhh….kontol gue kaya dipijit”

“Entah kenapa daritadi gue mikir, Lonte kok mirip kaya bodi ibu lu ya, Gas. Sumpah pas gue ingat ibu lu gue jadi tambah nafsu”, ujar Rizki. Sontak ucapan Rizki membuat diriku kaget tapi untungnya tak ada yang benar-banar sadar siapa aku, bahkan anakku sendiri pun tak menyadarinya.

“sialan lu! Jangan samain ibu gue sama ini Lonte ya. Ibu gue orang terhormat”, balas Bagas. Ada rasa bahagia ketika anakku masih memandang diriku yang ia tau sebagai ibunya uang ia hormati.

“Ya santai aja kali, gue kan bikang Cuma mirip aja”


Rizki mulai menggerakkan batang penisnya untuk menikmati vaginaku ini. Ritmenya terbilang santai dan terkesan menghayati. Ia genjot vaginaku sambil meremas keras pinggangku untuk membantu memaju mundurkan tubuhku ke arah selangkangannya. Namun itu tak lama karna Rizki mulai menghujamkan batang penisnya semakin cepat, seperti dua temannya yang lainnya.


“Aaaakkkkhhh….Aakkkhhhh…gila ini perek rumahan. Ssshhhh….memeknya sedot banget. Ssshhhhh…..”

“udah punya berapa anak lu? Ssshhhh….”, tanyanya sambil menghujamkan penisnya.

“satuuhh…Aakkkhhhh…Aakkkhhhh….saatuuuhhh…sssshhhhh….”

“Pantas aja memek lu masih sempit kaya gini. Kontol laki lu juga kecil ya?”, aku tak menjawab.


Aku kembali tak menyahutnya karna memang mulutku tengah di terisi oleh penis Beni gang masih saja bergerak dengan kiar mengocok mulutku.


“Aaaakkkkhhh….Aakkkhhhh….oowwsshhhh….”, desahku ketika Beni memilih untuk melepaskan penisnya dari dalam mulutku. Mulutku yang bebas tak ada lagu penis yang masuk membuatku bisa bersuara dengan leluasa.


Cukup lama Rizki mendaki kenikmatan bersama Vaginaku ini. Beberapa kali juga Rizki memintaku untuk berganti posisi sampai sekarang aku tengah tiduran mengangkang dengan selangkangannya maju mundur menabrak keras dan cepat ke selangkanganku.


“ssshhh….keluar gue. Ssshhh…. Aaaakkkkhhh…Aaaakkkkhhh….”, racaunya saat sperma yang ia pompa akan keluar.

“Aaaakkkkhhh….gue mau buang di dalam. Ssshhh…gue buntingin lu Lonte! Aaakkkhhsssss…..ssshhhhh….bunting lu! Bunting!!!!


PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!





Genjotan yang dilakukan Rizki sangat keras dan kasar. Walau gerakannya begitu kacau, namun aku masih bisa menikmatinya. Rasa nikmat itu menjalar ke seluruh saraf yang ada di tubuhku. Sungguh tak bisa dipercaya, untuk ke sekian kalinya aku dibuat akan mendapatkan orgasme oleh teman-teman anakku sendiri. Rasa nikmat itu kian terkumpul di selangkanganku di setiap tusukan yang Rizki berikan.


“Aakkkhhhh….Aakkkhhhh…. Aaakkkhhhh….”, racauku dengan menggelengkan kepala menikmati sensasi nikmat yang tengah ku rasakan ini.


Dengan mengatupkan kedua gigit dengan keras, aku mencoba menahan rasa nikmat bercampur dengan ngilu ini. Keringat yang keluar dari tubuh telanjang Rizki mengalir jatuh ke perut serta payudaraku yang bergoyang ini akibat tusukan kuatnya.


“Aaaakkkkhhh…Aakkkhhhh…terusss….terusss…..oouugghhhsssss…..enak, penismu. Sssshhhhh….”, desahku di luar kendali.

“dikit lagiihhh….dikit lagiiiiihhhh…..aaakkkhhsssss…..”


Aku sama sekali tak menghiraukan lagi suara mereka saat menertawakan racauanku ini. Sungguh aku hanya ingin mengeluarkan rasa nikmat ini lewat racauan yang ku lontarkan. Suara tawa tersebut semakin riuh tatkala diriku akhirnya meraih orgasme dahsyatku untuk yang ke sekian kalinya. Aku hanya pasrah saat tak bisa menikmati kenikmatan ini secara bebas karna Rizki terus saja melancarkan serangan penisnya di vaginaku.


“Ngecrot juga lu, Lonte. Aakkkhhhh….sekarang giliran gue yang bakal ngecrot di dalam memek lu, jalang!!! Ssshhhhh….Aaaakkkkhhh….”, umpat Rizki tepat di depan wajahku dan sekilas ia lumat bibirku dengan ganas.


CUH!!! Ia ludahi mulutku ini dengan ludahnya yang banyak, lalu sambil menggenjot vaginaku, Rizki menyuruhku untuk menelan ludahnya. Aku yang memang sudah dalam kondisi di terbangkan dalam kenikmatan hanya bisa menurut apa yang ia perintahkan. Ku telan habis ludahnya yang jatuh di bibirku ini.


“KELUAARRR!!!! GUE KELUARR!!! AAAAKKKHHHH!!!!!”


CROT!!! CROT!!! CROT!!!


Sangat terasa cairan kental nan hangat menyiram rahimku dengan sangat banyak, hingga rasanya terasa amat penuh di dalam sana bercampur dengan beberapa sperma sebelumnya. Bukan hanya semburan spermanya yang dapat kuraskan namun begitu juga dengan kedutan penis Rizki yang tengah mengeluarkan muatannya itu. Membuang semuanya di dalam tempatnya yaitu vagina sementara rahimku.


“Aaaakkkkhhh….gila, puas banget gue. Hhaaahhhh….hhaaahhhh….”, ucapnya setelah selesai menyiram rahimku dengan sperma miliknya.





Setelah puas dengan menodaiku dengan spermanya, Rizki mencabut keluar penisnya dengan perlahan sambil menikmati remasan dinding vaginaku ini yang masih bisa ia rasakan. Rasanya sungguh sangat geli ketika penisnya itu dengan perlahan mulai dicabut.


PLOP!!!


Mengalirlah lahar panas dari lubangku ini yang terbuka sehabis disumpal penuh oleh benda hina dari anak baru gede itu. Rizki tak mengikuti jejak Dion dan Hendra dengan menyuruhku untuk membersihkan penisnya itu.


Rasnya staminaku di kuras habis untuk melayani nafsu anak-anak ini. Sungguh aku tak terpikirkan jika aku akan orgasme sebanyak ini dan itu akibat penis-penis anakku.


Harusnya sekarang giliran Beni, namun dengan gerakan cepat anakku sendirilah yang mengambil giliran. Kedua pahaku ia lebarkan dan kepala penisnya itu membelah tempat dimana ia dilahirkan dulu. Rasanya agak nyesek juga ketika tau penis anakku sendiri telah mengisi vagina ibunya, tapi aku juga tak bisa melarangnya karna itu bisa menimbulkan masalah baru yang jauh lebih rumit.


“Aaaakkkkhhh!!! Akhirnya bisa buang peju juga gue. Ssshhhh….anjir ternyata beneran sempit ini memek”, ujar anakku mengomentari kehormatan ibunya sendiri dengan sangat vulgar.

“gue bilang juga apa”, balas Dion.

“bangke! Giliran gue sekarang anjir! Cabut!”, sewot Beni akan gilirannya yang di serobot oleh Bagas.

“berisik lu! Masih ada lubang yang nganggur ini. Pake aja, repot benar”

“ga nafsu gue sama pantat. Lu aja kenapa?!”


Dengan kesal Bagas mencabut kembali penisnya dengan cepat. Plis, nak jangan cabut kaya gitu, rasanya ngilu banget.


Tubuhku diangkat oleh seseorang dan disuruh untuk menduduki tubuh yang sudah rebahan di bawahku ini. Sepertinya tubuh Beni. Setalah posisi tubuhku pas, Beni mengarahkan penisnya ke bibir vaginaku lalu tubuhku diturunkan hingga penisnya terlahap habis oleh vaginaku.


“Aaakkkhhhh…..”, lenguh kami berdua disaat proses penyatuan berhasil.


Bagas menekan punggungku supaya bagian pantatku bisa lebih terangkat. Menggunakan ludahnya Bagas mencoba membobol lubang pantatku ini. Sungguh gila rasanya lubang pembuanganku kini akan di perawani oleh anakku sendiri. Rasa takut karna tak pernah mencobanya dan rasa malu aku rasakan. Beberapa kali aku mencoba menutupi lubang belakangku ini saat Bagas mengarahkan kepala penisnya di sana, namun tanganku selalu ia singkirkan dengan kasar.





Cukup lama proses penetrasi itu dilakukan, hingga pada percobaan yang ke sekian kalinya akhirnya penis Bagas mulai bisa menerobos masuk dengan perlahan. Rasanya….rasnya sungguh sangat perih, kubang pantatku seperti sobek dibuatnya. Aku menjerit sekeras mungkin namun pipiku malah mendapat sebuah tamparan kerasa dari Dion.


“lu pengen ada orang yang dengar terus entotin lu juga, hah?!”


“sialan, sempit banget! Anjir sampe sakit kontol gue”


Kini tubuhku harus merasakan dua penis secara bersamaan masuk di kedua lubangku ini. Pantatku yang di tindih oleh Bagas mulai di gerakan, begitu juga dengan penis Beni yang berada di dalam vaginaku. Kedua penis itu mulai bergerak memaju mundur mengacak-acak lubangku.


“Padahal baru aja di entotin ini memek, tapi masih aja seret banget rasanya. Gila emang ini Lonte. Ssshhhhh….”, racau Beni menikmati jepitan vaginaku di penisnya.


“Ssshhh….Aaaakkkkhhh…”, desahku antara nikmat dan perih.


“nikmati aja, kontol kita di kedua lubangmu. Dijamin lu bakal keenakan. Ssshhhhh….”, ucap Beni sambil meremas dan menyusu di payudaraku.


Posisiku sekarang sungguh sangat hina dikarenakan kedua lubangku dipakai secara bersamaan, salah satu lubangnya diisi oleh penis anakku sendiri. Di Setubuhi dari dua arah dalam posisi ini membuat gerakanku tak leluasa. Gerakan keduanya sama sekali tak terlihat kesusahan walau dalam posisi seperti itu. Bahkan untuk Beni sendiri yang menikmati vaginaku terlihat tak kesusahan sama sekali saat masukan dan mengeluarkan batangnya.


Cukup lama diriku dipakai seperti ini sampai rasa perih yang kurasakan akibat tusukan penis Bagas dilubang analku kini berubah menjadi sebuah rasa nikmat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Nikmat yang ku rasakan begitu bertambah berkali lipat akibat kedua penis keluar masuk di dalam tubuhku.


Di tengah pertempuran panas ini, Bagas tiba-tiba menarik lepas penisnya dan memberikan kendali penuh pada Beni.


“Cepet keluarin, gue ga mau keluar di dalam pantatnya. Gue juga pengen buat ini Lonte bunting”, rasanya seperti disambar petir ketika anakku sendiri berbicara seperti itu. Aku dianggap Lonte olehnya bahkan berniat ingin membuatku hamil. Ya aku tahu, ini bukan salah Bagas karna dirinya tak tau kalo aku ini ibunya sendiri.

“Siap! Bentar lagi gue juga mau keluar kayaknya ini. Ssshhhh….”


Beni yang sekarang sudah mendapat kendali penuh atas tubuhku mulai menggenjot vaginaku dengan cepat sambil dirinya memeluk tubuhku dengan sangat erat. Beberapa sodokan keras yng ku terima ini sungguh sangat menyiksa kenikmatan syahwatku.


“Aakkkhhhh…akkkkhhhh….mampus lu, laki lagi gue kalo bininya lagi gue kontolin. Ssshhhhh….mampus lu Memek. Ssshhhhh….Aaaakkkkhhh….”, racau Beni di tengah genjotannya.


Beberapa menit Beni menggempur habis vaginaku, akhirnya dari mulutnya terdengar erangan yang sangat nikmat dan terasa begitu berat.


“AAAAKKKHHH!!!! SSSHHH!!! AAAKKKKHHH!!!”


CROT!!! CROT!!! CROT!!!


Spermanya dengan telak menembak rahimku. Rasanya rahimku sudah tak bisa lagi menampung lebih banyak sperma. Di dalam sana terasa sangat tebal.


Belum terlalu lama Beni bisa meresapi klimaksnya itu, tiba-tiba Bagas mengangkat tubuhku sampai penis Beni terlepas. Posisiku langsung berada dalam keadaan menungging dan sebelum sperma Beni mengalir keluar, Bagas langsung menghujamkan penisnya dengan cepat ke dalam vaginaku. Dengan sangat bernafsu Bagas hajar vagina ibunya sendiri ini dengan beringas.


Akibat rasa nafsu yang menggebu akhirnya Bagas tak bisa menahan lebih lama ejakulasinya itu. Mungkin sekitar tujuh menit dirinya menggenjot vaginaku, ia mengerang dengan sangat nikmat dan menyemprotkan semua spermanya di dalam rahim yang dulu pernah duku ada dirinya disana.


“Aaakkkhhhh…..bunting lu! Sssshhhhh….”


Setelah selesainya giliran Bagas sudah tak ada lagi ronde kedua karna Dion bersuara bahwa mereka di cari keberadaannya oleh beberapa guru pembimbing. Dengan terpaksa mereka semua mulai berpakaian kembali dan meninggalkanku yang telah tergeletak lemas dengan banyaknya sperma yang mengalir dari vaginaku ini. Nafasku sangat kacau.





Lima belas menit setelah Bagas dan teman-temannya pergi, sosok pak Susno datang menghampiriku dan langsung melepaskan penutup kepalaku ini. Hal pertama yang kulihat saat penutup kepala ini lepas adalah senyuman pak Susno.


“bagaimana rasa kontol anak sendiri sama kontol teman-temanya? Sampe muncrat berkali-kali loh bu Yuli ini. Hehehe….”, ucapnya sambil membelai payudaraku dan meremasnya secara kasar.


Posisiku di rubah olehnya untuk duduk mengangkang. Lelehan sperma yang sangat banyak ini terlihat jelas oleh mata pak Susno. Lalu menggunakan tangannya itu, pak Susno meraup lelehan sperma yang keluar dari vaginaku.


“Telan, bu. Peju itu enak dan sehat buat kesehatan, apalagi ini peju anakmu sendiri sama teman-temannya”, ucapnya sambil memasukkan sperma yang ia ambil ke dalam mulutku. Pak Susno mengambul sperma yang keluar dari vaginaku sampai bersih.


Tak selesi disitu, pak Susno mengorek vaginaku dan kembali mengambil sperma yang tercampung di dalamnya dan aku harus kembali disuruh untuk menelannya sampai habis. Rasanya mual dan kenyal akibat menelan sperma diam jumlah banyak itu.


“bu Yuli pasti capek kan? Sekarang kita balik ke motel. Disana bu Yuli silahkan istirahat. Tanang saja, bapak ga bakal minta jatah lagi kok”, ucapnya sambil memakaikan jaket di tubuh telanjangku ini.


Aku di tuntun keluar dari gubuk ini oleh pak Susno untuk menuju mobilnya yang tak terlalu jauh terparkir di pinggir jalan yang terdapat di pinggir hutan.


Karna tubuhku sudah sangat lemah, aku langsung memilih menjatuhkan tubuhku di kasur tanpa membersihkan terlebih dahulu sisa-sisa persetubuhan yang baru saja terjadi dan aku langsung tertidur dengan lelapnya.


 


Chapter 5


Sudah lewat dari seminggu setelah Karyawisata yang Bagas ikuti. Selama jangka waktu yang ada, Bagas selalu memikirkan apa saja yang sebenarnya telah terjadi terhadap ibunya saat di bawa oleh pak Susno selama kegiatan karyawisata di laksanakan.


Namun seiring berjalannya hari, Bagas sama sekali tak bisa menyelidikinya, terlebih lagi pak Susno tak ada lagi pergerakan yang mencurigakan setelah pulangnya dari kegiatan tersebut bersama ibunya. Semuanya terlihat normal, kembali seperti tak pernah ada kejadian apa pun. Sosok ibunya juga selalu pulang tepat waktu.


Bagas tengah berada di kamarnya sehabis mandi. Seharian ini Bagas hanya berdiam diri dirumah tanpa mempunyai kegiatan yang berarti. Hari ini adalah hari Sabtu dimana sekolah libur. Merasa bosan dengan rebahannya, Bagas sudah saling sepakat dengan Dion untuk pergi malam ini. Bukan untuk malam minggu romantis dengan pasangan karna memang dirinya hanya akan pergi dengan Dion. Ya kali…


Bagas hanya ingin membuang waktu bosannya untuk pergi keluar, menikmati betapa nyeseknya karna tak mempunyai sosok yang bisa ia ajak bergandengan tangan dan kebetulan nasib Dion pun juga sama dengannya.


“Jadi kan?”, isi chat Bagas pada layar Hp miliknya pada Dion.


Tak lama Dion menjawab dengan barisan kalimat, “jadilah. Entar gua yang ke rumah apa lu?”

“gua aja yang ke situ”


Bertepatan saat Bagas meminta izin pada ibunya saat akan pergi keluar bersama Dion, sosok ayahnya juga terlihat pulang dari pekerjaannya. Hari ini ayahnya memang mendapatkan jadwal di shift pagi.


Jam menunjukkan pukul delapan kurang saat Bagas pergi dari rumah. Menggunakan sepeda motornya, ia melaju menuju rumah Dion.


Sementara itu, kembali ke rumah Bagas. Pak Warso telah selesai dari mandinya dan duduk di meja makan bersama sang istri, Bu Yuli. Sambil menemani suaminya makan, bu Yuli menyelinginya dengan obrolan kecil yang tak terlalu penting namun pas untuk dijadikan sebuah topik.


“Gimana kerjaan hari ini, mas?”, tanya bu Yuli ingin menambah nasi ke piring suaminya namun di cegah dengan mengangkat telapak tangannya sedikit.

“ya gitu, dek kaya biasa”

“Gimana, pak Susno jadi kesini apa ga?”

“Ga tau juga, mas. Apa Adek coba telepon aja?”

“ga usah deh, biarin aja siapa tau punya kegiatan sendiri”


Sebelumnya pak Warso sendirilah yang menyuruh istrinya untuk mengundang pak Susno ke rumah. Ia lakukan hal tersebut sebagai tanda terima kasih karna sudah mau menjaga istrinya selama kegiatan karyawisata dan juga sekalian ingin mengobrol sambil main catur bersama. Akibat terlalu sibuk dengan pekerjaannya, bukan hanya keluarga tapi dirinya sendiri untuk menikmati waktu luang pun berkurang.


“makannya dikit banget, mas? Masakan Adek lagi ga enak ya?”

“Bukan gitu, dek. Masakan kamu selalu enak dan menurut mas makanan terenak di dunia ini setelah punya ibu, ya masakan punya kamu ini”

“pintar banget bikin Adek malu”


“oh iya, mas hampir kelupaan. Pas kamu ngomong ke pak Susno tentang niat baik mas ini, kamu ajak istrinya sekalian ga?”, bu Yuli sedikit terdiam.

“Sebenarnya… Antara pak Susno sama istrinya sedang ada permasalahan, mas. Dari permasalahan itu buat pak Susno sama istrinya pisah ranjang”, terlihat pak Warso terkejut dengan ucapan istrinya itu.

“Kok bisa gitu?”, sambil membenarkan posisi duduknya mengarah ke tubuh sang istri dengan sikap serius.

“Itu yang pak Susno katakan, tapi buat masalahnya apa, pak Susno ga cerita dan Adek juga mengerti kan hal itu soalnya kan masalah pribadi”


Memang benar rumah tangga pak Susno tengah mengalami sebuah masalah yang umum di alami dalam pasangan, namun disini hanya lebih besar dari masalah umum. Beberapa hari setelah pulang dari karyawisata, pak Susno terpaksa menjual mobilnya untuk melunasi hutangnya tanpa sepengetahuan sang istri. Istrinya hanya di beri tahu bahwa mobil suaminya itu tengah di pinjam oleh temannya. Bukan hanya karna masalah mobil yang di jual, istrinya juga tak tahu menahu tentang hutang yang suaminya miliki itu dan lebih parahnya lagi hutang tersebut tak tahu di pakai untuk apa oleh suaminya sehingga membuat sang istri sangat kecewa dengan pak Susno.


Terjadi sebuah percekcokan sampai sang istri memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya dan karna masalah tersebut juga yang menjadi alasan kenapa setelah pulang dari karyawisata, pak Susno terlihat tak mengganggu bu Yuli lagi. Dirinya sedang penuh dengan masalah.





“yaudah kita doa-in aja semoga masalahnya cepat terselesaikan dan mereka bisa balik kaya biasa lagi ya Dek”

“Iya mas”


Tak lama setelahnya, terdengar sebuah notifikasi masuk ke dalam Hp bu Yuli. Saat dibuka ternyata terdapat pesan masuk dari orang yang baru saja iya bicarakan dengan suaminya, yaitu pak Susno. Di dalam pesan tersebut berisi bahwa dirinya akan segera datang bertamu ke rumah.


“Siapa, dek?”

“pak Susno, mas. Katanya dia mau kesini”

“yaudah, Adek siap-siap buat ganti baju dulu, mas”, sambung bu Yuli.

“Loh kok siap-siap?”

“eh iya. Maksud Adek, Adek Cuma mau ganti baju aja mas. Lagian dari sore kan belum ganti baju”, maksud Bu Yuli disini mengartikan pada suaminya bahwa waktu sudah masuk malam dan itu artinya sudah saatnya untuk berganti pakaian tidur.

“Udah dekat katanya?”

“Kayaknya si Udah, mas soalnya ini bilangnya di perjalanan”

“Yaudah, mas tunggu di teras aja”, bu Yuli mengangguk dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, sementara pak Warso menuju teras rumah.


Seperti apa yang telah di ucapkan oleh istrinya, berselang sekitar Lima menit pak Susno tiba di depan pagar rumah namun bukan menggunakan roda Empatnya yang biasa ia gunakan, melainkan ia hanya datang menggunakan motor bebek biasa.


Dengan sambutan ramah selaku tuan rumah, pak Warso berjalan guna membukakan pagar untuknya serta mengajaknya berjabat tangan. Layaknya seorang tetangga yang sudah sangat dekat, pak Susno mengajak tamu tersebut untuk masuk ke pekarangannya.


“Makasih banyak pak udah mau terima undangan saya buat ke rumah”

“bukan masalah. Lagian saya juga ga ada kegiatan jadi beruntung juga bapak ajak saya main catur bareng”

“itu motornya masukin aja sekalian pak, walau disini aman tapi lebih baik antisipasi aja”. Pak Warso tak mau menanyakan perihal kenapa pak Susno memakai motor dibanding dengan mobilnya karna memang sudah di ceritakan oleh istrinya.


Sementara pak Susno memasukkan motornya, pak Warso masuk ke dalam rumah untuk mengambil papan catur yang akan digunakannya sebagai sarana bermain serta mengatur obrolan. Masuknya pak Warsi ke dalam pun sambil memberitahukan pada istrinya perihal pak Susno yang sudah datang.


“Dek…dek….”, panggilnya.

“iya mas?”, istrinya muncul sudah dengan berganti pakaian tidur.


Langkah pak Warso terhenti ketika melihat penampilan istrinya itu. Bu Yuli mengenakan baju daster dari bahan satin yang berwarna senada dengan corak bunga serta hijab berwarna abu-abu. Sudah tak terhitung lagi dirinya melihat sang istri mengenakan pakaian seperti itu namun untuk malam ini terasa sungguh sangat berbeda. Dirinya benar-benar di buat terkesima olehnya.





“ih mas, apa-apaan sih?”, kaget bu Yuli ketika sang suami mendekap tubuhnya.

“cantik banget kamu malam ini, dek. Sungguh mas sangat beruntung bisa mempersuntingmu “, ucapnya sambil tangannya mulai bergerak nakal meraba punggung istrinya.


Saat telapak tangannya menelusuri punggung istrinya, pak Warso tak merasa adanya tonjolan Bra yang istrinya kenakan itu. Untuk lebih memastikannya lagi pak Warso langsung memegang payudaranya sambil merabanya secara lembut. Tentu saja serangan tiba-tiba itu membuat bu Yuli mendesah pelan apalagi saat jemari suaminya mengenai putingnya itu.


“dek, kamu ga pakai Bra?”, tanya pak Warso masih dengan meraba payudara istrinya.

“Tangan mas nakal, ih”

“Yang nakal itu kamu dek. Masa mau ketemu pak Susno malah ga pake Bra sih? Ini ke mana-mana loh”, sambil menunjuk puting istrinya yang menonjol dibalik baju daster tipisnya.

“eh?! Pak Susno udah datang?”

“udah itu di teras depan. Bapak mau ambil papan catur, dek. Lihat kamu malam ini rasanya mas jadi pengen, nanti mas minta jatah ya dek. Hehehe…”

“mas mah… lihat nanti aja ya. Yaudah, Adek bikinin kopi deh”

“sekalian dek pisang goreng yang tadi Adek buat bawa ke depan ya”


Di teras depan, setelah pak Warso mengambil papan Catur. Pak Warso dan pak Susno mulai menyusun bidak catur yang akan mereka gunakan untuk memulai permainan, namun belum semuanya selesai disusun, sosok bu Yuli keluar sambil membawa nampan berisi dua gelas kopi hitam panas beserta dengan camilannya berupa pisang goreng dan beberapa camilan tambahan lainnya.


Datangnya bu Yuli menyita perhatian keduanya, termasuk untuk pak Susno pribadi. Matanya menatap tubuh perempuan yang sudah bisa ia nikmati itu. Sorot matanya yang nakal dan mesum itu menelusuri tiap lekuk tubuh wanita di depannya itu dengan amat teliti sampai-sampai dirinya menelan ludah akibat aura keseksian yang ter-pancarkan dari bu Yuli sungguh sangat terasa malam ini. Walau memakai baju daster tapi di mata pak Susno tubuh bu Yuli seperti sudah telanjang di depannya.


Tatapan yang sedang di perlihatkan eh pak Susno tentu saja disadari oleh pak Warso namun bagi dirinya itu hal yang wajar karna pak Susno juga seorang lelaki yang normal. Justru dirinya juga malah merasakan bangga karna memiliki seorang istri yang bisa membuat lelaki lain kagum terhadapnya.


Walau memaklumi reaksi pak Susno itu tapi pak Warso tak mau membiarkan pria tersebut untuk tetap memandang istrinya apalagi sekarang ini posisi istrinya tengah meletakan nampan berisi kopi dan camilan itu di meja kecil di depan mereka berdua. Dalam posisi ini pak Warso menyadari betul bahwa belahan dada istrinya bisa terlihat tepat di hadapan pak Susno. Hal itu membuat pak Susno menjadi sedikit khawatir karna istrinya memang sedang tak memakai Bra.


“maaf pak Cuma bisa sediakan seadanya saja”, ujar pak Warso supaya pak Susno berhenti menatap istrinya lagi.

“Eh iya, gapapa kok pak”


Setelah semua isi yang terdapat di atas nampan dipindahkan, pak Warso mengajak pak Susno untuk meminum kopinya. Kopi memang paling enak jika masih terasa panas.





“maaf sebelumnya pak, kami ga tau apakah rasa manisnya pas dengan selera bapak”, ujar pak Warso.

“Pas pak, mantap malah”, namun disaat mengucapkan kata Mantap, mata pak Susno tertuju pada tubuh bu Yuli yang masih berdiri di samping suaminya.


“Dek, pakai Bra gih. Ga enak sama pak Susno”, bisik pak Warso pada istrinya.

“Bra Adek kotor semuanya mas, Adek lupa cuci”


Jawaban yang istrinya lontarkan membuat pak Warso tak mempunyai pilihan lagi sehingga terpaksa membiarkan hal tersebut. Bu Yuli kembali masuk ke dalam rumah dan acara main catur pun dimulai antara pak Warso dengan pak Susno.


Permainan catur sudah diulang beberapa kali dengan kemenangan di dominasi oleh pak Susno. Ternyata kemampuan pak Susno dalam bermain catur cukup pintar strateginya sehingga pak Warso yang sedikit ada rasa meremehkan malah dibuat kalah berkali-kali. Seperti judi, Pak Warso yang kalah bukannya menyudahi hal tersebut tapi malah semakin terpacu untuk terus bermain dan bermain hingga dirinya mengalami kemenangan untuk membalas kekalahan telaknya itu.


“SKAK!!!”, Ujar pak Susno dengan menaruh salah satu bidak nya untuk mengambil kemenangannya lagi.

“waduh….kalah lagi saya. Bapak jago banget mainnya”

“biasa saja pak, Cuma kalo buat mainin yang lain saya jagonya”

“Wah apa itu pak. Hahahaha…”, tawa pak Warso menanggapi ucapan pak Susno itu.

“Pak Warso mengerti lah. Hehehe…. Bapak juga pasti jago nih secara kan bapak punya bu Yuli”, pak Warso hanya tertawa menanggapi.


“Apa pak Warso sama bu Yuli ga ada niatan gitu mau kasih Adek buat Bagas? Maksudnya biar makin rame gitu dan nanti kalo misalkan ada anggota baru juga kan bapak bisa lebih mesra tuh sama bu Yuli”

“Udah lama sih sebenarnya pengen tambah tapi istri saya ga mau pak. Katanya malu soalnya Bagas udah gede”

“Wah berarti sering dong ini sama bu Yuli”

“di bilang sering sih ga pak, ya hanya sesekali saja soalnya kan saya juga sibuk kerja. Lebih sering pulang malam, pulang pun pasti badan udah capek dan ujung-ujungnya langsung tidur”

“di anggurin dong ceritanya. Hahahaha… “


Tadinya asyik dengan papan catur, kini keduanya malah lebih asyik untuk mengobrolkan masalah rumah tangga yang lebih mengarah ke arah masalah seksual. Di tiap obrolan yang tercipta, pak Susno tak jarang menyinggung bu Yuli sebagai bahan obrolannya.


Akibat mulai terbiasa dengan obrolan yang ada, pak Warso menjadi lebih santai menanggapi semua ucapan pak Susno terhadap istrinya. Bahkan pak Susno secara terang-terangan mengakui bahwa dirinya terpesona oleh kecantikan dan kemolekan tubuh istrinya itu, namun sekali lagi pak Warso hanya biasa saja menanggapi hal itu karna pak Susno juga menceritakan tentang istrinya juga. Bagi pak Warso obrolan mereka itu adalah tanda saling keterbukaan mereka.





“tapi saya ga seberuntung bapak. Punya istri cantik, udah gitu pengertian lagi”, ujar pak Susno.

“Jadi gimana itu sekarang masalahnya pak?”, tanya pak Warso perihal masalah pak Susno dengan istrinya. Ya, pak Susno sendirilah yang baru saja bercerita akan masalahnya terhadap pak Warso sehingga ia berani bertanya seperti itu.

“Ya gitu lah pak. Saya udah coba buat minta maaf dan bujuk istri supaya balik ke rumah tapi istri saya masih bersikukuh belum mau kembali”

“perempuan memang gitu pak, suami sembunyikan maslah tanpa istri diberitahu pasti gitu. Bukan istri bapak aja sih, istri saya juga kadang ngambek kalo saya ada masalah ga cerita”

“Tapi kan ga sampai kaya masalah saya pak”

“memang iya sih. Tapi saran saya sih mending biarin aja dulu istri bapak di rumah orang tuanya buat tenangin pikirannya dulu. Nanti kalo udah tenang juga pasti bapak bisa bawa istrinya lagi dengan mudah, hanya saja bapak jangan berhenti buat minta maaf. Walau sekecil apa pun itu kalo ada masalah harus saling kasih tau aja sih”


Obrolan terus saja berlanjut dengan topik yang mulai tak jelas arahnya. Ngalor ngidul yang penting topik tersebut bisa menyambung pembicaraan.


Sebelumnya di saat keduanya mengobrol pun Bagas kembali ke rumah dengan Dion untuk mengambil barang yang tertinggal namun tak lama langsung pergi kembali. Walau tak sering, namun bu Yuli sesekali pergi ke luar untuk ikut nimbrung mengobrol.


Sudah lewat Dua jam setelah pak Susno bersambang hingga jam kini telah menunjukkan pukul hampir setengah dua belas malam. Di sampingnya pun kini pak Warso terlihat ketiduran di kursinya. Beberapa kali coba untuk membangunkan namun sepertinya pak Warso tidur dengan amat nyenyak.


Dalam diamnya, pak Susno berniat untuk pulang saja ke rumah namun tiba-tiba terlintas bayangan bu Yuli di otaknya. Jujur, untuk kedatangannya malam ini, pak Susno tak ada niat sedikipun untuk bisa menikmati tubuh bu Yuli namun karna kondisi yang sedang terjadi ini menimbulkan sebuah kesempatan. Pak Susno mempunyai ide untuk menggunakan kesempatan tersebut. Terlebih lagi sudah seminggu ini dirinya tak menjamah tubuh perempuannya itu.


Di coba untuk membangunkan kembali pak Warso, “wah ini orang tidurnya kaya pingsan gini, pengertian banget memang kalo saya belum ganti oli di bengkel istrinya”


Setelah melihat kondisi di sekitar rumah terlihat aman, pak Susno dengan nekat karna nafsunya itu masuk ke dalam rumah untuk mencari target utamanya. Terlihat tubuh bu Yuli tengah terbaring di sofa ruang tengah dengan kondisi televisi masih menyala. Tubuhnya yang indah itu diam tak bergerak, ia tertidur dengan hanya memakai daster tipis yang ia lihat sebelumnya. Akibat posisinya yang menyamping menghadap ke arah televisi membuat belahan payudaranya terlihat.


Namun disini pak Susno malah masuk ke dalam kamar pengantin suami istri tersebut. Tak lama ia keluar sambil membawa sebuah selimut tapi selimut tersebut bukan untuk tubuh perempuan tersebut melainkan untuk pak Warso.


“Tidur yang nyenyak dan jangan bangun dulu ya, soalnya saya ada urusan sama istrimu”, ucapnya pelan sambil menutupi tubuh pak Warso dengan selimut tersebut.


Barulah setelah membuat tidur pak Susno lebih nyaman, pak Susno masuk ke dalam rumah untuk menghampiri tubuh bu Yuli.


“rugi kau Warso! Punya istri kaya gini malah jarang di pake. Tapi tak apa, kita kan sudah berteman dan yang namanya teman harus membantu. Saya bakal bantu buat pake tubuhnya ini. Hehehe….”


Pak Susno jongkok di depan tubuh bu Yuli. Ia pandangi setiap lekuk tubuhnya serta wajahnya yang ayu itu. Bibirnya yang manis itu tak lepas dari khayalan nakalnya. Karna nafsunya sudah berada di ubun-ubun, pak Susno langsung melumat bibir tersebut dengan cepat.


Ssllluuurrppp….ssllluuurrppp….


Sontak saja, merasakan ada yang melumat bibirnya membuat bu Yuli terbangun dari tidurnya dan saat matanya terbuka, wajah yang pertama kali ia lihat adalah wajah pak Susno. Seketika matanya membulat karna terkejut dan mencoba untuk menghentikan perbuatan tersebut.





“pak! Apa-apaan sih?! Ada suami saya!”, ucap bu Yuki dengan nada yang di tekan.

“tak apa, ibu ga usah takut. Suamimu tidur lelap banget di luar dan sudah bapak coba bangunkan tapi tetap ga bangun”

“Ya tapi jangan kaya gini juga pak. Bisa jadi masalah besar kalo mas Warso tau”

“Itu kan kalo tau, semisal ga ketahuan ya ga masalah toh”, tangannya mencangkup kedua pipi bu Yuli dan mendekatkan wajahnya itu ke wajahnya, lalu di lumatnya kembali bibir bu Yuli dengan bernafsu.


Bu Yuli tak bisa memberontak lebih jauh lagi dan hanya bisa pasrah menerima serangan pak Susno di bibirnya itu dan sebetulnya juga hal ini sedang di butuhkan oleh dirinya. Setelah rangkaian kejadian yang telah bu Yuli alami dan di tambah kejadian saat di bawa pak Susno ke salah satu motel untuk di setubuhinya membuat bu Yuli mulai terbiasa dan ikut menikmati pula kepuasan yang di berikan oleh pak Susno.


“aaakkkhhh….ssshhhhh….”, lenguh bu Yuli di sela lumatan pak Susno. Di tambah lagi pak Susno bukan hanya menyerang bibirnya, kedua payudaranya juga secara bergantian, ia remas secara kuat.


“Ternyata guru satu ini udah jadi binal ya. Udah tau pejantannya mau datang langsung di sambut dengan ga pake Bra”, sambil meremas dan mencubit puting bu Yuli dari balik baju dasternya.

“aaiihhh…. Jangan di cubit pak, sakit tau”

“Hehehe….habisnya gemesin banget sih”, kini malah kedua putingnya secara bersamaan di cubit dan di tarik pelan dari balik daster.


Merasa pak Susno berhasil membangkitkan libidonya, bu Yuli bangkit dari tidurannya itu dan berbicara pelan pada pria tersebut.


“Bapak masuk ke kamar. Saya mau lihat mas Warso dulu”. Pak Susno tersenyum senang dan langsung mengangguk mengiyakan ucapan bu Yuli dengan masuk ke dalam kamar.


Di dalam kamar, pak Susno merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan kedua tangannya di letakan di belakang kepalanya sambil menanti perempuan yang akan ia santap habis tubuhnya malam ini.


Tak lama bu Yuli masuk menyusul pak Susno dan menutup rapat pintu kamar pengantinnya sendiri. Setelah pintu di kunci, bu Yuli berjalan ke ranjang mendekati pak Susno yang tengah terbaring menatap.


“Ga takut suamimu bangun?”


Tak menjawab ucapan pak Susno, bu Yuli malah mengangkat dasternya sendiri. Pak Susno di buat terpukau dengan pemandangan yang di suguhkan itu. Ternyata bukan hanya tak memakai Bra, bu Yuli juga tak memakai Celana dalam sama sekali.


Kedua buah dadanya yang mengkel pun terlihat melonjak keluar saat daster tersebut telah terangkat sampai sebatas leher. Bulu kemaluannya yang tipis dan terawat terpampang dengan jelas. Tak sampai disitu, bu Yuli yang sudah ikut terangsang pun langsung melepas dan membuang dasternya di lantai sehingga kini bu Yuli mendekat ke arah pak Susno dalam keadaan telanjang bulat.


Melihat pemandangan tubuh polos dari istri orang itu membuat pak Susno menjadi pusing atas bawah. Ia angkat tubuhnya untuk duduk.


“Indah sekali, bu tubuhmu”

“Bapak bukan sekali ini melihat tubuhku”

“itu memang benar tapi jujur bapak selalu terpesona dengan tubuh indahmu itu. Sungguh tubuh yang sangat menggairahkan”

“Tapi tolong lakukan dengan cepat pak, saya ga mau sampai mas Warso lihat”


Setelah bu Yuli berdiri tepat di depannya, pak Susno dengan sangat gemas bercampur libido yang naik langsung memilin puting bu Yuli. Ia meremasnya dengan kasar sambil sesekali cucup puting tersebut dengan mulutnya.


Sslluurrpppppp…..ssllluuurrppp….


“bapak suka banget sama susumu bu. Bakal lebih nikmat lagi kalo air susumu keluar. Ssllluuurrppp….”

“Eegggghhhh….saya kan ga menyusui pak, wajar kalo ga keluar”

“kalo gitu bu Yuli mau ga saya buat bunting? Biar air susumu keluar. Hehehe….”

“ga….saya ga mau, pak. Eegggghhhh….”

“malu ya kalo sampai hamil lagi soalnya Bagas udah gede?”

“Kok….kok bapak bisa tau?”

“tentu saja, tadi suamimu bercerita sama bapak dan sebenarnya suamimu ingin punya anak lagi tapi ibu ga mau”, ujar pak Susno sambil memainkan kedua payudara bu Yuli dengan tangan dan mulutnya.





menandakan jika perempuan yang ada di hadapannya itu sudah dalam keadaan libido naik.


Dalam hati pak Susno tersenyum kembali. Beberapa jarinya ia masukan ke dalam rongga memek bu Yuli. Di keluarkannya secara pelan. Dari satu jari, ia tambahkan lagi menjadi dua jari dan tambahkan lagi menjadi tiga jari masuk ke dalam lubang tersebut setelah tiga jarinya masuk, pak Susno mulai mengocok memek bu Yuli dengan gerakan kumayan cepat.


CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!


“Aakkkhhh…..aakkkhhh….aakkkhhh…pp…ppaakkkgghhh….ssshhhh….”, desah bu Yuli dengan mata terpejam sambil meremas bahu pak Susno.


Matanya terpejam kepalanya mendongak ke atas sambil melenguh akibat kocokkan jemari pak Susno di lubang peranakannya itu. Kocokkan yang di lakukan oleh pak Susno semakin meningkat ritmenya membuat bu Yuli semakin gelagapan saat merasakan rangsangan nikmat itu.


“oouugghhhh….ssshhhhh… enakkk ppaakkk….ssshhhhh…..”.

“enak, bu?”, tanyanya dengan suara bergetar sambil terus saja menggerakkan tangannya mengocok memek bu Yuli.


Bu Yuli tak menjawab dengan lisan namun ia menjawabnya dengan sebuah gerakan. Bu Yuli mengangkat satu kakinya pada kaki sebelah kanan untuk di letakan di ranjang yang tengah diduduki oleh Pak Susno. Kaki bu Yuli yang diangkat itu mirip sudah seperti anjing yang sedang kencing sehingga wajah Pak Susno dapat sejajar dengan liang kewanitaannya yang tengah di kocok cepat.


CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!


Kocokkan cepat yang dilakukan pak Susno membuat liang bu Yuli semakin basah kuyup hingga membuat cairan kewanitaannya muncrat memana-mana sampai tangan pak Susno mulai basah. Begitu juga di lantai kamar.


Tangannya yang terkena cipratan-cipratan kewanitaan bu Yuli membuat pak Susno menghentikan gerakannya itu lalu ia jilat tangannya sendiri yang basah itu. Sementara itu bu Yuli sendiri hanya bisa megap-megap setelah memeknya di kocok cepat.


“gurih banget”, ujarnya menikmati cairan kewanitaan bu Yuli.





Setelah tangannya, pak Susno mendekatkan wajahnya ke selangkangan bu Yuli lalu menjilati bibir memek bu Yuli dan menyedotnya dengan sangat rakus. Suara sedotannya seperti sedang menyeruput kopi panas. Hal itu lantas membuat bu Yuli kembali di buat untuk mendesah akibat area sensivitasnya di serang.


Mulutnya menikmati dan bermain di selangkangan sementara kembali memilin serta meremas kuat kedua payudara bu Yuli. Sambil menjilat liang kewanitaan bu Yuli, jemari pak Susno sesekali di arahkan kembali masuk ke dalam liang peranakan untuk mencoblos-coblosnya.


“aaakkkhhh….Eegggghhhh…Eegggghhhh…ppaakkk….ssshhhhh….”

“Ber….berhenti pak. Ssshhhhh….”


Pak Susno menghentikan serangannya itu dan menatap lekat wajah bu Yuli yang terlihat sudah di kuasai oleh nafsu itu. Tanpa di duga sebelumnya oleh pak Susno sendiri, bu Yuli mendorong pak Susno sampai terlentang di atas tempat tidur.


Dengan lincahnya bu Yuli mencoba melepaskan celana panjang yang tengah di kenakan oleh pak Susno. Sungguh terlihat seperti perempuan yang sudah sangat terbiasa melepaskan celana pria padahal selama ini pak Susno selalu melepaskan celananya sendiri. Antara terkejut dan senang, pak Susno hanya melihat menikmati ketika perempuan bersuami itu tengah mencoba mengeluarkan batang Penisnya yang memang sudah sangat tersiksa di dalamnya.


Di elusnya secara lembut kepala bu Yuli yang masih mengenakan hijabnya itu sekan sedang memberi semangat karna dirinya merasa sudah berhasil menjinakkan sosok perempuan tersebut dari sosok ibu rumah tangga yang berprofesi jadi guru biasa menjadi sosok guru binal.


PLEK!!! Bunyi saat kontol pak Susno keluar dan menampar wajah bu Yuli.


Di pandangi batang perkasa tersebut yang sudah memberinya kepuasan tertinggi di dalam hidupnya kepuasan yang sama sekali tak di dapatkan dari suami sahnya. Bukan hal baru lagi melihat batang milik pak Susno namun batang tersebut membuat dada Bu Yuli bergemuruh.


“Aakkkhhsss…..”, lenguh nikmat Pak Susno ketika batang kontolnya di caplok mulut bu Yuli. Tanpa di perintah juga bu Yuli langsung melakukan gerakan kepala naik turun mengoral kejantanan pak Susno.


Ssllluuurrppp….ssslluuurrrrppppp….


“Aakkkhhsss….enak banget mulutmu, bu. Ssshhhhh… Telan terus yang dalam. Telan terus Binal! Ssshhhhh……”, Sambil mengelus kepala bu Yuli. Matanya terpejam menikmati sensasi hangat dan lembut yang nikmat.


Saat menggerakkan kepalanya naik turun, bu Yuli sesekali menatap ke arah pak Susno. Saat melihat wajah pak Susno terlihat keenakan dengan mata terpejam membuat dirinya semakin bersemangat untuk mengulum batang tersebut di dalam mulutnya. Kombinasikan antara sedotan mulut dan juga gerakan tangan yang mengocok serta memelintir betang pak Susno.





“Pelernya juga di jilat bu. Jilat biar makananmu keluar banyak nanti. Ssshhhhh….”. Mendengar ucapan pak Susno itu membuat bu Yuli menghentikan aktivitasnya dan menatap kembali ke arahnya.

“Makanan guru binal kan memang peju. Hehehe…”, ujar pak Susno dan menekan kepala bu Yuli untuk kembali bergerak.


Panas rasanya saat di bilang seperti itu namun bu Yuli entah kenapa malah semakin naik nafsunya saat di lecehkan seperti itu. Karna rasa penghinaan itu membuat bu Yuli melakukan gerakan yang tak terduga kembali. Bu Yuli melepaskan kuluman mulutnya di batang kontol pak Susno dan naik ke atas tempat tidur atau lebih tepatnya naik ke atas tubuh pak Susno. Ia mengangkangi senjata Pak Susno yang telah keras dan basah oleh air liurnya sendiri.


Menggunakan tangannya sendiri, bu Yuli menggenggam batang kontol pak Susno dan menuntunnya ke bibir memeknya yang sudah sangat basah itu. Namun hanya di letakan disana tanpa langsung menurunkan tubuhnya.


“puaskan saya pak”, ucap singkat Bu Yuli namun sangat terasa dampaknya untuk pak Susno.

“Hahahaha…baiklah bu. Malam ini mungkin saya ga bisa berlama-lama tapi saya janji bakal buat memekmu itu banjir dan puas. Bapak bakal perlihatkan bahwa suamimu itu sungguh sangat lemah”, sambil menjawab ucapan bu Yuli, pak Susno meremas kuat kedua payudara yang tersaji di depannya itu.

“Jangan bawa-bawa mas Warso, pak!!”, ucap bu Yuli dengan tegas.

“oke-oke, yang penting bapak bisa kontolin memekmu ini”


Secara perlahan bu Yuli mulai menurunkan tubuhnya sehingga secara perlahan pula batang perkasa milik pak Susno mulai terbenam masuk di dalam liang senggamanya.


“oouugghhhsss…..”, lenguh bu Yuli saat kelamin mereka bersatu secara utuh.


Mungkin terlalu fokus dengan kenikmatan yang ada dan tengah di rasuki oleh nafsu setan. Keduanya sama sekali tak tahu bahwa tadi ada suara motor yang berhenti di depan rumah dan sekarang juga ada sepasang mata yang melihat kegiatan mereka di dalam kamar.


Malam ini aku kembali dibuat sesak. Sesak akan amarah tapi sesak juga karna birahi yang naik ketika aku pulang tadi, aku masih melihat motor pak Susno berada di pekarangan rumah dan di teras hanya terdapat ayah yang tertidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya sementara sosok pak Susno tak terlihat disana.


Saat itu jiwa detektifku langsung bangkit. Tanpa mencoba membangunkan ayah, aku mengendap masuk ke dalam rumah dan mencari keberadaan ibu serta pak Susno. Dikarenakan seperti tak ada kehidupan di dalam sini, tempat yang langsung terpikirkan olehku adalah kamar ayah dan ibu.


Seperti yang kuduga, terdengar samar-samar seperti ada suara di dalam kamar ibu dan ayah. Dengan perlahan aku ambil salah satu kursi yang ada di dapur dan aku taruh di depan pintu kamar. Menggunakan kursi tersebut aku bisa mengintip lewat ventilasi kamar.


Saat kedua mataku bisa menangkap apa yang sedang terjadi di dalam inilah yang membuatku merasakan sesak. Terlihat di dalam sana ibu telah telanjang bulat mengulum kejantanan pak Susno. Cukup lama aku melihat tontonan panas ini hingga ibuku naik ke atas tubuh pak Susno dan mengangkanginya. Ya, yang aku lihat sekarang ibu tengah bergerak naik turun di atas kejantanan kepala sekolahku sendiri.


Pak Susno tidur terlentang dengan santai menikmati goyangan pantat ibuku yang naik turun di atasnya. Sosok perempuan yang kusebut sebagai seorang ibu kini sedang berusaha mengayuh kenikmatan dari pria lain selain ayah dengan keadaan tubuhnya tanpa sehelai benang pun. Tubuhnya yang polos naik turun di tengah tusukan batang kejantanan milik kepala sekolahku sendiri. Pantat ibu yang sekal bergoyang ke sana kemari seperti menghaluskan cabai di dalam cobek.


“aaakkkhhh….aaakkkhhh….”, suara desahannya sungguh membuat hatiku teriris namun menggairahkan pula.


Untuk ke sekian kalinya lagi aku rasanya ingin menghentikan apa yang ku lihat ini namun rasanya aku tak berani dan tak pantas. Kenapa tak pantas? Karna diriku juga merasakan birahi melihat ibu dalam kondisi seperti itu terlebih lagi kejantananku juga ikut bangun dengan keras. Ibarat menyuruh orang berhenti untuk memaki ekstasi tapi diriku juga penikmat ekstasi tersebut.


“Enak, bu?”, tanya Pak Susno sambil terus tersenyum melihat ibuku yang bergerak naik turun di atas tubuhnya seperti cacing kepanasan namun ibuku tidak menjawabnya, ia hanya melenguh.

“Wah keenakan sama kontol saya nih bu Yuli”


PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!





Pak Susno menggerakkan pinggulnya ke atas beberapa kali dengan cepat dan kuat sehingga membuat tumbukan batangnya semakin masuk dengan keras ke dalam vagina ibuku.


“enakkk…ssshhhhh……”

“ppaakkk…. aku ga tahanan lagiii…..enakkk….ssshhhhh….”

“Wah, padahal belum lama kontol di telan memekmu tapi kok udah ga tahan aja bu? Enak banget ya?”

“gerakin….gerakin ppaakkk…ssshhhhh….”


Bukannya menggerakkan pantatnya ke atas untuk membantu laju batangnya mengocok vagina ibuku, pak Susno malah mengangkat pantat ibuku sampai batang kejantanannya keluar dari sarangnya. Batang yang terlihat begitu kokoh dan mengkilap akibat cairan kewanitaan ibu.


Terlihat jelas di raut wajah ibu seperti bertanya akan maksud dari pak Susno tersebut dengan mencabut batangnya, namun dijawab dengan sebuah senyuman tipis oleh pria tersebut.


Tanpa berbicara sedikit pun pak Susno hanya menggiring ibuku untuk sekarang menungging dengan kedua kaki di langai sementara kedua tangannya disitu untuk bertumpu pada pinggir ranjang. Sepertinya pak Susno memang menginginkan menyetubuhi ibuku dengan gaya seperti Anjing dan ibu yang seperti anak kecil pun hanya menurut apa yang diarahkan oleh pak Susno.


Setelah menekan punggung ibu sampai kedua payudaranya menempel di atas kasur, pak Susno dari belakang mulai mengarahkan senjatanya tepat di depan liang ibu. Bersiap untuk kembali memulai penetrasinya.


BLES!!!!


“aaakkkhhh….”, lenguh keduanya saat senjata pak Susno bersarang kembali di dalam lubang ibu.


Pak Susno mulai memaju mundurkan senjatanya secara perlahan, ritmenya kali ini lebih teratur dengan gerakan yang konstan.


“Aakkkhhsss…. memang selalu nikmat memekmu, bu. Ssshhhhh…. biarin kalo istri saya ga mau pulang, yang penting sekarang saya punya lubang baru yang bisa buat tampung kontol sama peju saya ini Aakkkhhsss…..nikmatnya lubangmu”, racaunya sambil meremas keras pantat ibuku dan pinggulnya bergerak maju mundur menumbuk selangkangan ibu.


Gerakan pak Susno terlihat semakin kencang, buah dada ibuku yang indah itu mulai ikut bergoyang dan berguncang hebat ketika sodokan demi sodokan senjata Pak Susno menjebol lubangnya. Akibat sodokan nikmat tersebut membuat ibuku mulai mengeluarkan desahannya lagi. Sebenarnya sampai sekarang aku masih suka percaya dan tak percaya jika mendengar ibuku mendesah bukan oleh ayahku sendiri, tapi kenyataannya memang seperti itu yang ku lihat dan ku ketahui sekarang.





“ppaakkk….ssshhhhh….terus ppaakkk…”, Pak Susno hanya tersenyum dari belakang.

“ibu sekarang mau kontol saya di memekmu terus?”

“Iyaaahhh….mau pakku…ssshhhhh….terusss….”

“saya bakal entot ibu setiap saya kepengen”

“Iyaaahhh….”

“ibu siap memeknya saya isi terus pake peju saya?”

“Iyaaahhh…”

“Sampai bunting?”

“Iyaaahhh…buntingin saya pak. Ssshhhhh….oouugghhhh…enak banget pak. Ssshhhhh….”

“bukannya bu Yuli ga mau bunting katanya?”

“Iyaaahhh….saya ga mau punya anak lagi. Maluuuhhhh….soalnya Bagas udah gede”

“terus kenapa sekarang bu Yuli bilang mau bunting?”

“kalo….ssshhhhh….kalo bapak yang bikin saya hamil….saya….sayahhh mau ppaakkk…ssshhhhh…buntingin saya pak….”


Sungguh ucapan yang tak pernah aku duga bisa keluar dari mulut ibuku sendiri seoerti itu. Mendengar apa yang baru saja dikatakan ibu rasanya aku sangat bisa hafal dengan perasaan ayah jika mengetahui semua ini dan mendengarkannya. Sampai seenak itukah kepuasan yang diberikan pak Susno hingga ibuku bisa mengucapkan hal yang sangat tak pantas itu?


Akibat ucapan yang ibuku lontarkan membuat pak Susno makin bersemangat untuk menyetubuhinya. Bisa aku lihat dari ritme gerakan serta remasan tangannya yang selalu berada di pantat dan juga kedua payudara ibuku secara bergantian. Kulit ibuku yang mulus itu sampai dari tempat ku mengintip bisa ku lihat sedikit memerah akibat remasan-remasan yang tangan pak Susno lakukan.


Sekilas juga pak Susno meraih Hp nya dan terlihat menelepon seseorang namun tak bisa kudengarkan ucapannya karna pak Susno berbicara amat pelan dengan lawan bicaranya.


Kulihat cukup lama ibuku di setubuhi dalam posisi menungging seperti itu hingga pak Susno kembali mencabut senjatanya dengan cepat saat racauan ibu semakin intens terdengar. Saat ibu merasakan vaginanya telah kosong dari benda tersebut, ibuku memandang ke belakang dengan wajah sayunya.


“Masukkan ke mulutmu, bu”


Tanpa harus di suruh kedua kalinya, ibuku yang telanjang tanpa sehelai benang pun di tubuhnya langsung sambil berlutut di depan senjata pak Susno yang mengacung tegak lalu tangannya meraih benda tersebut untuk dimasukkannya ke dalam mulut sambil tangan ibu meraba dadanya sendiri.


Aku yang terlalu fokus dengan perubahan ibuku hampir saja sampai tak sadar dengan keadaan sekitar. Saat itu terdengar suara deru motor di depan rumahku. Aku yang sedang mengintip aktivitas mesum ibuku dan pak Susno pun terpaksa menyudahinya dan mencoba melihat siapakah orang itu. Apakah dia ke rumahku apa ke rumah sebelah.


“sial!”, umpatku dalam hati ketika baru saja menaruh bangku yang kupakai mengintip tadi ke dapur, aku sudah mendapatkan sosok pak Anton yang dengan bebasnya melangkah masuk ke dalam rumah.





Aku mengerti sekarang, sepertinya rong yang pak Susno telepon tadi adalah pak Anton. Disini aku kembali dibuat panas dingin dimana sudah pasti orang yang akan menyetubuhi ibuku bertambah satu orang lagi yaitu pak Anton dan saat ibuku haris melayani dua pria sekaligus parahnya berada di rumah sendiri. Bukan hanya itu, ayah juga ada di rumah. Sungguh sangat gila.


Aku yang niat awalnya ingin melihat ke depan menjadi batal karna diriku sudah tau siapa orang itu. Lantas aku mencoba berdiam diri dulu di posisiku ini sampai pak Anton ikut masuk ke dalam kamar ibuku.


Untung saja tadi aku sempat memindahkan motorku yang berada di depan gerbang sehingga pas pak Anton datang ia tak menyadari bahwa aku ada di rumah.


Saat pak Anton masuk, ia langsing disuguhkan dengan pemandangan dimana ibuku yang sudah telanjang bukat tengah menghisap kemaluan pak Susno. Melihat kedatangan pak Anton membuat ibuku kaget dan mencoba menghentikan aktivitasnya itu namun dengan kedua tangannya, pak Susno menahan kepala ibu supaya tetap berada di selangkangannya. Pak Susno malah lebih menekan kepala ibuku supaya masuk lebih dalam.


“Wah udah mulai aja nih pak”, sapa pak Anton.

“Pastinya pak. Barang bagus kaya bu Yuli ini ga kuat kalo di anggurin terlalu lama. Bawaannya itu pengen cepat-cepat sodokin kontol”


“Pak! Kok pak Anton kesini sih?!”, tanya ibu disaat mulutnya di bebaskan dari kejantanan pak Susno. Pak Susno tersenyum dan menundukkan badannya sehingga wajah mereka berdua berada lumayan dekat.

“pak Anton datang dengan niat baik loh. Kasih bu Yuli kenikmatan juga kan termasuk niat baik. Ga baik kan tolak niat baik orang”

“Tapi kan pak ada mas Warso. Bapak jangan gila deh”

“Kita janji bakal main cepat kok dan bapak jamin semuanya selesai sebelum suamimu itu bangun”, ucap pak Susno sambil mengelus lembut pipi ibuku dan memainkan kedua bibirnya menggunakan jempolnya.


“Bapak pake mulutnya aja dulu, saya mau lanjut lagi. Tanggung ini”, sambungnya dan menunjuk batang kalakiannya yang mangut-mangut.

“Siap!”


Gerakan cepat pak Anton melucuti celananya hingga batang kejantanannya yang sudah mulai berdiri terpampang jelas. Sambil memegang kejantanannya itu, pak Anton mendekati ibuku yang kini sudah di posisikan untuk menungging lagi oleh pak Susno dengan senjatanya yang sudah terbenam di vagina ibu.


Dengan cepat pula hijab ibuku di tarik hingga kepalanya mengarah tepat di depan kejantanan pak Anton. Mengetahui apa yang harus dilakukan eh ibuku, ibu membuka mulutnya dan tanpa ada aba-aba pak Anton menjejalkan penisnya ke dalam mulut ibuku. Ia kocok penisnya di dalam sana keluar masuk dengan ritme sedang.


“kangen banget saya sama mulutmu ini, bu. Ssshhhhh…. Udah lama banget sejak pertama kali merasakan kulumanmu ini. Ssshhhhh….”, kedua tangannya meremas hijab ibuku untuk membantu kepala ibuku maju mundur.


Aku yang sudah kembali ke tempat mengintipku ini, aku bisa melihat dengan jelas ibuku tengah di serang depan belakang oleh mereka. Kedua kejantanan asing itu tengah keluar masuk di mulut serta vaginanya. Bunyi benturan kulit pantat ibu dengan selangkangan pak Susno serasa sangat serasi dengan bunyi basah di mulut ibuku ketika harus menerima serangan senjata pak Anton.





Merasa gemas dengan tubuh ibuku membuat pak Susno yang tengah memompakan senjatanya menjadi mengangkat tubuh belakang ibuku dari sela pangkal paha ibu sehingga kini pantat ibu terangkat dalam posisi di sodok oleh senjata pak Susno. Dalam posisi ini pak Susno menghunjamkan senjatanya sedalam mungkin sampai menabrak keras rahim ibuku. Akibat hal tersebut lantas membuat ibu mengaduh.


“aaakkkhhh….ppaakkk….pas banget”, ular ibuku dengan maksud bahwa penis pak Susno terlalu menekan jauh di dalam sana.

“tapi enak kan, bu?”


“Eegggghhhh….Eegggghhhh…Eegggghhhh…”, lenguh pak Susno sambil menyodokkan senjatanya.


Hujaman demi hujaman senjata perkasa milik pak Susno itu sungguh membuat ibuku tak karuan. Di saat penis besar itu masuk ke dalam rasanya dinding vaginanya berusaha keras dengan bergesekan dengannya. Bahkan bibir vaginanya sekan ikut tertarik ke dalam saat penis tersebut di lesakkan masuk.


Kepala ibu Yang terbalut hijab abu-abu terlihat mulai basah oleh keringatnya dan bentuknya sudah mulai acak-acakan akibat remasan tangan-tangan kedua pria tersebut saat memaksa ibuku untuk mengoral penis mereka. Terlebih lagi pak Anton masih memegangi kepala ibuku sehingga hijabnya makin kusut.


“Aaakkkhhh….ppaakkk…dalam banget. Ssshhhhh…..mentokkk…”, lenguh ibuku dengan nada yang terdengar berat. Nada bicaranya menggambarkan bahwa dirinya tengah merasakan sebuah kenikmatan.


Merasa vaginanya sangat penuh hingga terasa mentok di dalam sana senjata pak Susno membuat pertahanan ibuku akan jebol kembali. Di sela mengulum penis pak Anton, ibuku mendesah dengan suara sensualnya yang menggugah nafsu.


“Ppaakkk….oouugghhhh….saya….saya ga tahan lagi, pak. Ssshhhhh…. Saya mau keluar lagiihhh….”

“Eegggghhhh….kelluuaarrr…..”


Mengetahui ibuku mengalami orgasmenya lagi, pak Susno mencoba memberi waktu pada ibuku untuk menikmatinya namun hal itu tak berlaku sepenuhnya pada pak Anton. Pak Anton memang menghentikan juga kegiatannya menyetubuhi mulut ibuku namun posisi penisnya tengah di tekan sedalam mungkin di dalam mulut ibuku sehingga ibuku susah untuk bernafas.


SSSSEEERRRR!!!!


Dalam orgasme diamnya, ibuku mengalami Multi orgasme dimana sensasi dirinya saat orgasme dengan kekurangan udara untuk bernafas membuat rasa nikmat orgasmenya menjadi berlipat.


“sialan memeknya jadi ngempot banget. Kontol saya di pijat banget. Ssshhhhh….”, lenguh nikmat pak Susno saat penisnya terasa dipijat keras oleh dinding vagina ibu.





Dalam diam kenikmatan, tubuh ibuku hanya bisa bergetar dan kedua tangannya yang tadi pegangan di paha pak Anton kini malah berubah menjadi memeluk lingkar pinggulnya. Tentu saja posisi ibu yang seperti itu membuat penis pak Anton bisa lebih dalam lagi masuk ke tenggorokannya.


“gggrrrrrhhhhhh…..gggrrrrrhhhhhh….”, suara yang keluar dari mulut ibu akibat kekurangan nafas dan ingin bersuara namun tertahan eh penis pak Anton.

“telan kontol saya bu. Telan yang dalam. Hahahaha…”. Berbeda dengan ibu yang tersiksa dengan rasa nikmat dan rasa sesak. Pak Anton malah hanya merasakan sebuah kenikmatan semata.


Ketiga manusia yang berada di dalam kamar tersebut terdiam sambil menikmati rasa nikmatnya masing-masing. Pak Susno menikmati pijatan vagina ibuku, pak Anton menikmati hangatnya rongga mulut ibuku dan sementara ibuku menikmati Multi orgasmenya uang terasa amat sangat nikmat itu.


“Dek….”, suara ayah tiba-tiba terdengar memanggil ibuku. Sontak kedua pria tersebut menjadi kaget bukan main namun ibuku sepertinya tak sadar dengan suara ayah akibat masih terlena oleh kenikmatan yang sedang ia dapatkan itu.

“Dek, pak Susno mana? Kamu udah tidur apa belum?”, panggil ayah lagi masih dari arah teras rumah.


“Sialan ganggu aja itu orang. Ga tau apa kalo saya belum selesai garap istrinya ini”, kesal pak Susno sambil menarik lepas penisnya dari jepitan vagina ibu.


Di saat dirinya mulai memakai kembali celananya dan dirinya sekilas melihat pada pak Anton yang juga akan menarik lepas penisnya dari mulut ibu, pak Susno mencegahnya.


“ga usah pak. Lanjutin aja”, ucap pak Susno dengan terburu-buru memakai celananya.

“Gimana ceritanya pak? Itu suaminya bangun”

“motor bapak dimana?”, pak Susno malah bertanya.

“Tadi saya letakan di dekat gang kecil buntu dekat tiang listrik pak. Kenapa memang?”

“Disitu aman berarti. Saya kasih waktu sepuluh menit buat bapak tuntasin semuanya. Saya pergi temui pak Warso dan selama sepuluh menit itu manfaatkanlah dengan baik, saya bakal alihkan perhatiannya”

“serius ini pak?”, tanya pak Anton semringah.

“iya, anggap aja saya lagi lunasin hutang saya yang waktu itu saat saya bilang bakal kasih bapak jatah juga”

“siap kalo gitu deh pak”

“Tapi ingat, saya Cuma bisa usahain sepuluh menit. Lebih dari sepuluh menit saya ga mau ikutan. Saya langsung pulang soalnya. Biarlah kentang malam ini yang penting ini orang udah berhasil saya ubah jadi Lonte saya”


Aku yang merasa posisiku berbahaya langsung beranjak ke dapur lagi sambil membawa kursi yang ku pakai ini.


Pak Susno keluar kamar dan bergegas untuk menemui ayahku. Entah apa yang akan menjadi alasannya karna dari posisiku ini aku sama sekali tak bisa mendengar obrolan merek di teras depan. Jangankan mendengar, melihat bayangan mereka dari sini saja tak kelihatan.


Karna jika memakai spot awal untuk mengintip sudah tak bisa kugunakan, akhirnya aku memutuskan untuk berganti tempat. Untung saja dapur rumahku ini ada pintu dan terhubung ke halaman samping.





Dengan langkah mengendap, aku mendekati jendela kamar orang tuaku. Walau tak terlalu jelas namun masih cukup untuk bisa melihat seisi kamar. Kedua pasang mataku kembali bisa menangkap sosok tubuh telanjang ibuku yang sekarang sudah dalam keadaan terlentang di atas tempat tidur dengan kedua kakinya terbuka lebar, sementara di tengah-tengah selangkangan ibu ada tubuh pak Anton dengan pinggulnya naik turun disana.


PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!


Mungkin karna memang hanya di beri waktu Sepuluh menit oleh pak Susno sehingga pak Anton sendiri mencoba untuk memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik mungkin dengan cara menghajar vagina ibuku dengan cepat. Ya, dari lubang tempaku mengintip ini aku melihat dengan jelas bahwa pak Anton mengentak-entakkan kejantanannya dengan cepat dan kuat.


“aaakkkhhh….aaakkkhhh…..ssshhhhh….”, desak ibuku di tengah gempuran kalakian pak Anton.

“Seessaakkk….ssshhhhh…..sesak banget pak. Ssshhhhh…..”


“Aakkkhhsss….saya Cuma punya waktu sepuluh menit sampai saya keluar, bu. Ssshhhhh….”

“memekmu memang top banget, bu. Ssshhhhh…. “


Merasa kurang dengan rangsangan yang didapat, pak Anton menyusupkan kedua tangannya ke punggung ibuku dan langsung tubuh ibu diangkat sehingga posisi ibu sekarang seperti duduk mengangkang dengan kejantanan pak Anton keluar masuk dengan leluasa.


Bibir manis ibuku dilumat olehnya dengan bernafsu bahkan lebih parahnya aku bisa melihat bahwa pak Anton meludahi mulut ibuku yang tengah terbuka saat mengeluarkan desahannya. Bukan hanya sekali namun beberapa kali ludah pak Anton masuk dengan bebas ke dalam mulut ibuku. Sungguh yang kulihat ini adalah sebuah pelecehan yang sangat merendahkan harga diri ibuku namun aku malah tertarik dan terangsang akan hal tersebut.


“aaakkkhhh….aaakkkhhh…..”, desah ibuku.


Berselang sekitar Tiga menit, racauan ibu semakin kacau. Walau tak keras dan pastinya tak terdengar sampai teras rumah namun dari posisiku mengintip ini suaranya sungguh terdengar heboh. Dalam racauan tersebut ibuku kembali mencapai orgasmenya.


“maassss…..saya….saya keluar. Aakkkhhsss…. “


Saat ibuku mencapai puncaknya, pak Anton sama sekali tak berhenti ataupun mengurangi ritme sodokannya. Mungkin karna dirinya tak mau membuang waktu. Aku bisa melihat di sela genjotan yang pak Anton lakukan, air kewanitaan ibu sampai ikut muncrat ke luar. Mungkin ibu mengalami squirt di tengah penis pak Anton yang terus saja keluar masuk.


Pak Anton makin bernafsu nikmat ketika batang penisnya merasakan di pijat akibat kontraksi yang terjadi pada dinding vagina ibuku saat berkedut mengeluarkan cairan orgasmenya itu.


“oouugghhhsss….bapak suka banget sama memekmu ini bu. Sempiitt…..seret….ngempot banget. Aakkhhhhhssss….anjing lah!. Ssshhhhh….”, kini sambil meremas gemas kedua payudara ibuku yang bergoyang bebas mengikuti irama sodokan penisnya.


“cepetin…. cepetin ppaakkk…..”, pinta ibuku.

“iya, bu. Ssshhhhh….ini….ini saya cepetin kok. Aakkkhhsss….”

“bentar lagi…..keluar lagiihhh….”


Gila, pikirku. Ibuku bisa dengan mudah mendapatkan orgasme dalam waktu yang sesingkat itu. Ga kebayang deh jika yang bawa ibuku saat karyawisata munggu lalu adalah pak Susno dan pak Anton. Tubuh Ibu pasti bakal di garap habis-habisan dengan total orgasme yang tak tahu sampai berapa puluh kali.


Lewat sekitar tiga menit bergumul mencari kepuasan akhirnya aku bisa melihat bahwa pak Anton mulai mengaduh bahwa orgasmenya sudah akan meledak, tapi ibuku juga kembali akan mencapai orgasmenya lagi. Dengan genjotan yang semakin di tingkat, pak Anton mengayunkan batang perkasanya guna mengocok kelamin ibuku.


Bunyi kulit saling berbenturan di atas permukaan becek menggelegar di kamar orang tuaku sekan menjadi pelengkap untuk persetubuhan dosa tersebut.


“iya bu. Ki….kita keluar bareng. Aakkhhhhhssss…..”, Racau pak Anton.


SPLOK!!! SPLOK!!! SPLOK!!! Dan tak berselang lama pak Anton dengan ibu bersamaan mengerang nikmat dengan pak Anton menyemburkan semua benihnya di dalam rahim ibuku.


“Aakkhhhhhssss…..titip anak saya, bu. Aaakkkhhh….”, sambil menghentikan batangnya sedalam mungkin di dalam vagina ibu.


Ibuku hanya bisa terkulai lemas diatas ranjang dengan kaki masih mengangkang memperlihatkan vaginanya yang mulai mengalir cairan putih kental setelah pak Anton mencabut penisnya.





“walau harus cepat-cepat karna suamimu itu, tapi saya puas banget bu”, ucap pak Anton setelah memakai kembali celananya sambil meremas payudara ibuku.


Ssllluuurrppp….ssslluuurrrrppppp


“Eegggghhhh….”, lenguh ibu ketika kedua putingnya kembali di hisap oleh mulut pak Anton sambil meremasnya cukup kuat.


“masih ada waktu. Seprei dimana?”, tanya pak Anton.

“lemarihhh….”, jawab ibu pelan.


Pak Anton menuju lemari dan mencari seprei untuk mengganti seprei yang baru saja ia gunakan untuk bertempur dengan ibuku karna seprei sudah basah oleh cairan kewanitaan ibuku sendiri. Hal itu dilakukan supaya ayahku tak merasa curiga. Namun sebelum mengganti seprei, pak Anton mengangkat tubuh lemas ibuku Ke kamar mandi dan aku tak tahu apa yang di lakukan pak Anton terhadap ibuku, yang aku dengar hanya suara guyuran air. Dalam hal ini aku menebak sepertinya pak Anton sengaja mengguyur tubuh ibuku seolah-olah ibuku tengah mandi saat ayahku datang nanti.


Dengan cekatan pak Anton mengganti seprei dan setelah selesai pak Anton mencari jalan keluar namun saat dirinya melihat ke arah jendel yang sedang ju gunakan untuk mengintip, aku langsung buru-buru pergi.


Sementara itu di teras rumah.


“Udah malam pak, kalo gitu saya mau pamit pulang”, ujar pak Susno sambil menjabat tangan pak Warso.

“Iya pak, maaf sebelumnya tadi saya malah ketiduran pak”

“gapapa, pak. Namanya juga mengantuk. Hehehe… Yaudah saya langsung balik aja pak”

“oh iya, silahkan”


Ketika sudah mulai menjauh dari rumah pak Warso, pak Susno bertemu dengan pak Anton yang telah menunggu di depan Komplek.


“gimana?”, tanya pak Susno.

“Lancar. Lumayan, akhirnya bisa ngerasain memeknya lagi sama busa buang peju disana, pak. Makasih loh”

“Sama-sama”

“tapi bapak gimana? Apa ga pusing nahan Kentang kaya gitu?”

“gampang kalo masalah itu mah. Besok tinggal minta juga pasti dapat itu memek. Hahahaha…”, mereka tertawa bersama di depan Komplek dan tak lama mulai bergerak menjauh kembali.


 


Chapter 6


Hari ini memanglah hari minggu dan karena itulah kenapa aku baru saja bangun dari mimpi indahku. Ku nyalakan sekilas HP yang terletak di atas nakas kecil, menunjukkan pukul 07.15 dan ini jarang-jarangnya aku bisa bangun jam segini di kala libur. Biasanya aku bangun paling cepat jam Sembilan dan paling lama hampir jam Sebelas siang.


Terlebih lagi diriku baru pulang sehabis subuh menjelang dari rumah Dion. Jauh beberapa jam sebelum azan subuh sebenarnya aku telah pulang ke rumah dan tak berniat menginap di rumah Dion tapi setelah aku melihat dan mengetahui apa yang terjadi dengan ibuku semalam membuatku mengurungkan diri untuk pulang saat itu juga.


Selama di rumah Dion pun aku sama sekali tak bisa memejamkan mata akibat pikiran masih di penuhi oleh bayang-bayang tubuh polos ibuku yang begitu indah tengah di hajar oleh kejantanan guruku sendiri.


Sebenarnya aku malas untuk mandi tapi apa daya tubuh ini terasa tak nyaman dam akhirnya dengan langkah berat aku ambil handuk lalu lekas masuk ke kamar mandi.


“Sial!”, umpatku ketika akan mengisi air malah keran air macet tak bisa mengeluarkan airnya.


Masih dengan langkah berat dan ditambah rasa dongkol di pagi hari, aku keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Di rumahku ini kamar mandi ada tiga buah. Sati di kamar ibu dan ayah, satu di kamarku dan satu lagi di dapur, namun untuk yang terdapat di dapur jarang sekali di gunakan dan sesekali di gunakan pun hanya untuk buang air besar atau kecil bagi tamu atau dalam artian orang rumah tak memakainya untuk mandi.


Seperti khas dari anak lelaki di pagi hari, kejantanan pasti bangun tanpa alasan yang jelas dan sekarang aku pun berjalan ke dengan kejantanan yang masih berdiri ini. Kadang agak merasa terganggu juga sih ketika bangun tanpa alasan seperti ini tapi mau bagaimana lagi.


Di lantai bawah aku tak mendapati ibuku dan ayahku berada. Kalo untuk ayah aku pastikan beliau sudah berangkat kerja dan ibu? Ku lihat pintu depan terbuka dan saat ku intip sedikit ternyata ibu tengah belanja sayuran bersama dengan ibu-ibu kompleks lainnya. Ada….Lima Orang ibu-ibu di sana termasuk dengan ibuku.


Sungguh, bukan bermaksud menyombongkan tapi dari semua perempuan yang ada disana hanya sosok Ibu lah yang terlihat cantik, paling muda dan tubuhnya paling indah dibandingkan keempat perempuan lainnya yang sudah terlihat tua dengan tubuh yang besar berlemak.


Untuk rasa tegang yang ku rasakan pada kejantananku kali ini rasanya aku memakluminya karna yang sekarang aku rasakan adalah rasa tegang akibat melihat tubuh ibu dan bayangan-bayangan saat tubuh indah itu tengah di garap oleh kepala sekolah serta guru BK ku.


“Sungguh beruntung mereka bisa nikmati tubuh ibu”, gumamku terhadap keberuntungan yang di peroleh pak Susno dan pak Anton.


Aku kembali ke dalam, duduk di ruang tengah menunggu ibu selesai belanja sayuran. Rasanya sangat tak cm ketika duduk menunggu sendiri dengan keadaan kejantanan berdiri tegak serta nafsu yang bangun.


“tumben anak ibu udah bangun jam segini?”, sapa ibu dengan kantung keresek berisi penuh dengan sayuran.

“Bu, Bagas boleh numpang mandi di kamar ibu ga?”

“loh memangnya kamar mandi kamu kenapa nak?”, tanyanya menghentikan langkah menuju dapur.

“keran air di kamar Bagas macet”

“Yaudah pakai aja tapi jangan lama-lama ya soalnya ibu juga belum mandi”, aku mengangguk mengiyakan.





Bergegaslah aku masuk ke kamar ibu. Saat aku sudah berada di dalamnya ingatkanku kembali memutar memori tentang tontonan yang ku lihat semalam. Ku pandangi ranjang yang semalan di pakai pak Anton untuk menyetubuhi ibuku dengan kasar sementara ayah tidur di teras. Sungguh yang namanya nafsu bisa membuat korbannya melupakan pa yang ada di sekitarnya.


BYUR!!! BYUR!!!


Gayung demi gayung yang berisi oleh air ku siramkan seluruh tubuhku ini tanpa ada satu pun sela yang terlewatkan. Sebisa mungkin aku melakukan mandi pagi ini senormal mungkin tapi rasanya tak bisa karna keadaan seakan memberikan aku banyak sekali godaan salah satu dari godaan tersebut adalah celana dalam ibu yang tergantung di dinding. Rasnya tiada hari tanpa rangsangan nafsu.


Katanya toilet atau kamar mandi itu banyak terdapat setan dan mungkin karna sebab itu juga kenapa aku akhirnya di kalahkan eh hawa nafsu dengan mengambil celana dalam tersebut lalu ku hirup aromanya sedalam mungkin. Walau tak bisa ku rasakan dengan jelas lagi aromanya karna mulai menghilang tapi sensasinya masih sama terasa.


“Celana dalammu saya sudah membuat anakmu ini ngaceng berat, bu. Kontol Bagas jadi pengen”, gumamku dengan kini ku buat celana dalam itu untuk membungkus batang kejantananku lalu ku gunakan untuk mengocoknya.


“Eegggghhhh….memek ibu enak banget. Pantas saja pas pak Susno jadi ketagihan sama lubangmu ini bu. Ssshhhhh….”, desahku membayangkan jika aku tengah menyetubuhi ibu.

“Ibu suka kontol ya? Kalo ibu memang suka, Bagas kasih kontol ini buatmu, bu. Nikmatin kontol Bagas”


Untuk pertama kalinya aku onani senikmat ini. Selama ini aku onani menggunakan tangan memang nikmat tapi rasa nikmat yang sedang ku dapatkan kali ini rasanya berlipat ganda. Walau hanya menggunakan celana dalam ibu sebagai medianya menggesek batang penisku tapi rasanya sudah seperti tergesek oleh dinding vaginanya langsung.


Aku hanya bisa menahan selama Tiga menit sampai akhirnya ku merasakan bahwa cairan spermaku akan meledak keluar. Dari sela mataku tengah merem melek nikmat ini, aku tak sengaja menangkap sabun mandi cair milik ibuku.


“anjir udah mau keluar gue”, cepat-cepat ku ambil botol sabun cair tersebut dan sekuat tenaga membukanya.


Kukocok kembali penisku dengan cepat dengan kepala penisku aku arahkan tepat di lubang botol sabun cair tersebut dan, CROT!!! CROT!!! CROT!!! Sekitar Delapan kali semburan aku keluarkan masuk ke dalam botol tersebut.





Ku ambil nafas sejenak setelah meraih klimaks nikmat atas onaniku ini. Nafas mulai bisa aku kuasai kembali dan tanganku masih memegang botol sabun cair milik ibu itu lalu botol sabun cair yang sudah tercampur spermaku itu aku kocok hingga isinya tercampur rata dengan spermaku. Selanjutnya aku pasang kembali tutupnya serapat mungkin.


“sial kenapa bisa enak banget onani pake celana dalam ibu”, pikirku masih meresapi kenikmatan yang baru kurasakan.


Takut ibu curiga karna aku mandinya lama, aku memulai kembali mandiku dengan cepat. Karena aku lupa membawa sabun akhirnya aku mandi tanpa sabunan sama sekali. Sebenarnya ada, tapi sabun cair milik ibu. Ya kali aku pakai sabun yang sudah aku campur dengan spermaku sendiri.


Setelah selesai mandi aku yang berniat keluar tiba-tiba malah kebelet kencing dan niatku keluar pun aku urungkan.


CUUUURRRR!!!!!


Aaakkkhhh….sungguh nikmat rasanya tapi rasa nikmat yang sedang aku rasakan ini bukan hanya karna kencing semata tapi rasa nikmat akibat sensasi saat aku kencing ke mana. Maksudnya? Air kencingku bukan aku arahkan ke lubang pembuangan kamar mandi melainkan air kencing ini aku arahkan ke bak mandi. Pikiranku mendorongku untuk melakukan hal tersebut. Aku ingin mencampur air yang akan ibuku gunakan mandi dengan air kencingku. Sial gila sekali aku ini.


Volume air kencing yang ku keluarkan jumlahnya cukup banyak namun tak sampai membuat perubahan pada warna air yang ada di bak tersebut sehingga ibu tak akan menyadarinya.


Kemesumanku juga belum berakhir disitu karna tepat setelah aku kencing, aku hidup kan kembali kran air dan aku menaiki bak mandi. Dengan susah payah aku arahkan penisku di bawah guyuran air keran tersebut dan disana aku mencuci batang penisku. Air cucian penisku tentu saja langsung jatuh ke bak mandi pula.


Aku tak berani mengelap batang penisku yang basah ini menggunakan celana dalam ibu. Aku takut jika ibu menyadari bahwa nantinya celana dalamnya basah.


“selamat mandi, ibuku”, pelanku tersenyum ke arah bak mandi dan akhirnya aku keluar dari dalam kamar mandi.





Diriku berjumpa dengan ibu saat aku keluar dari kamarnya. Sontak aku menjadi gugup saat melihatnya. Ibu tersenyum padaku sambil mengusapkan tangannya di daster yang tengah ia pakai. Sepertinya ibu habis mencuci piring atau mencuci sayurannya.


“udah mandinya?”, aku mengangguk kaku.

“nanti kalo udah ganti baju tolong lihatin air di dapur ya. Kalo udah mendidih kompor matikan aja dan buat keran kamu yang mati nanti biar ayah aja yang betulkan”, kembali aku hanya mengangguk.

“yaudah ibu mau mandi dulu”


Aku hanya memandang punggungnya saat masuk ke dalam kamar. Pikiranku terbang dengan liar saat membayangkan ibuku mandi menggunakan air yang telah ku campur dengan air kencingku sendiri dan air bekas mencuci penisku. Terbayang pula saat tubuh indahnya itu terolesi oleh spermaku. Oh sial, baru kali ini ini aku seliar ini terhadap ibu, bahkan secara tak langsung aku telah merendahkan harga dirinya atas kelakuan mesumku ini.


“maafkan Bagas, bu dan maafkan Bagas juga karna Bagas menyukainya”


Hari Senin, hari yang membuat kebanyakan orang merasa malas untuk beraktivitas. Malas untuk berangkat sekolah ataupun melakukan pekerjaannya kembali. Rasa malas itu pun terjadi pula bagi bu Yuli. Entah apa yang diinginkan oleh pak Susno, bu Yuli di suruh untuk pergi ke sekolah jauh lebih pagi dari sebelumnya dan bahkan lebih pagi dari para muridnya.


Awalnya bu Yuli menolak karna dirinya harus menyiapkan sarapan untuk suami tapi pak Susno tetap bersikeras menyuruh bu Yuli agar menuruti permintaannya itu. Walau bu Yuli menurutinya pun dirinya bingung untuk mencari sebuah alasan supaya tak membuat suami bingung.


Dengan di bantu oleh pak Susno, pak Susno menyarankan bu Yuli untuk bilang ke suaminya bahwa alasan dirinya berangkat pagi-pagi untuk membantu Gledi upacara pagi itu.


“maaf ya mas kalo Adek ga sempat siapkan sarapan dulu”, ujar bu Yuli pada suaminya dengan pakaian PNS nya yang sudah lengkap.

“gapapa, dek. Kamu belum sarapan loh”

“itu bisa nanti aja mas, kantin juga ga lama nanti pasti udah buka kok”

“tapi perasaan tiap upacara hari seni kamu ga pernah sampai berangkat sepagi ini deh kayaknya”, ujar pak Warso merasa ada yang aneh.

“itu—itu soalnya murid-murid yang jadi petugas hari ini beberapa ada yang baru jadi harus di dampingi supaya ga grogi pas pelaksanaannya nanti”

“iya juga sih, seingat mas dulu pas sekolah juga yang jadi petugas itu pake sistem rolling”

“nah iya itu mas, Rolling”, pak Warso mangut-mangut.


“Adek minta tolong juga kalo pas mas mau berangkat dan Bagas belum bangun, mas tolong bangunin ya”

“Mumpung masih pagi kaya gini apa mau mas anterin aja?”

“itu—“, belum sempat bu Yuli menyelesaikan ucapannya tiba-tiba suara klaksoni kendaraan terdengar di depan rumahnya.


“siapa itu dek?”

“Ga tau mas”, bu Yuli memang tak tau siapa yang datang itu.

“yaudah Adek langsung mau berangkat aja mas”, sambungnya sambil mencium tangan suaminya.


Pak Warso ikut berjalan keluar mengantar istrinya untuk berangkat dan karna ke ikut sertaannya mengantar sang istri ke teras rumah, pak Warso bisa melihat siapa orang yang sedari tadi membunyikan klaksonnya.





“Loh bukannya itu pak Susno, Dek?”, seketika bu Yuli menatap jari suaminya yang mengarah ke depan gerbang rumah.


“Aduh, kenapa pak Susno kesini sih?”, batin bu Yuli.


“tumben pak pagi-pagi kesini. Ada perlu kah?”, tanya pak Warso sudah keluar dari gerbang dan bu Yuli mengikuti di belakangnya.

“Oh ini pak, saya Cuma mau ajak bu Yuli buat bareng aja ke sekolah. Kebetulan saya juga mau ikut bimbing petugas upacara kali ini”

“jadi ga enak saya pak”

“loh gapapa pak, lagian juga kan jalan ke sekolah searah. Bapak atau bu Yuli ga usah ngerasa ga enak, saya yang mau kok”

“Kalo saya sih nurut istri saya aja pak, kalo dia mau ya gapapa”, sambil melirik ke istrinya.


“Gimana dek?”, tanya pak Warso. Tanpa pak Warso sadari pula bahwa pak Susno menatap bu Yuli dengan amat lekat sehingga bu Yuki sendiri mengiyakan.

“Hitung-hitung irit bensin juga buat bu Yuli”, ujar pak Susno.

“Yaudah, Adek mau”

“ini bu Helmnya”

“Maaf ya, pak”, ucap pak Warso ketik istrinya sudah naik ke atas motor.


Sempat sebelum motor jalan, pak Susno menyuruh agar bu Yuli melingkarkan tangannya di perut namun hal tersebut sudah pasti di tentang oleh bu Yuli sendiri karna posisinya ada sang suami. Namun, karna pak Susno memberikan sebelah alasan yang jika dipikir logis akhirnya dari diri pak Warso sendiri tak mempermasalahkannya ketika sang istri di suruh untuk memeluk pria lain. Sejujurnya di dalam benak pak Warso merasakan sebuah kecemburuan.


Di tengah perjalanan pula pak Susno beberapa kali menertawakan ekspresi wajah pak Warso saat merelakan istrinya memeluk tubuhnya dari belakang.


Bu Yuli sendiri mendengar suara tawa dan ucapan pak Susno saat suaminya di pecundangkan seperti itu bukanya melepaskan pelukan tangannya, ia malah tetap mempertahankan tangannya.


“jangan kaya gitu ah, pak”

“kenapa bu? Bukankah ekspresi suamimu itu sangat lucu. Hahahaha…. sebuah ekspresi dari kecemburuan.

“Takutnya nanti mas Warso curiga sama kita pak”

“jangan terlalu pedulikan hal itu bu, justru yang seperti itu malah membuat semuanya terasa sangat menyenangkan”

“memangnya suami saya mainan!”

“mainan? Suamimu? Salah bu, yang mainan itu bu Yuli sendiri. Hahahaha…”, bu Yuli terdiam mendengar ucapan pak Susno tersebut yang menyebut bahwa dirinya lah yang sebuah mainan.





Kata Mainan yang terlontar dari mulut pas Susno dengan sangat jelas bisa bu Yuli artikan maksudnya dan karna mengertinya maksud kalimat pak Susno itulah yang membuat bu Yuli memilih untuk diam.


Sambil mengendarai keseimbangan motor, satu tangan pak Susno memegang tangan bu Yuki dan mengelus-elusnya dengan lembut layaknya seorang remaja yang tengah meluapkan rasa sayangnya.


Waktu masih menunjukkan pukul 06.03 saat motor yang di tumpangi keduanya bukan lagi mengarah ke jalan sekolah. Bu Yuli yang menyadari rutenya berubah pun bertanya perihal maksud dari tindakan pak Susno tersebut. Pak Susno membawa bu Yuli pada sebuah pasar yang dimana pasar tersebut bukanlah pasar yang menjual bahan pokok melainkan pasar grosir busana. Karna masih pagi sehingga pasar tersebut belumlah terlalu memperlihatkan aktivitasnya.


“Kok malah ke sini pak?”, bingung bu Yuli setelah turun dari motor.

“saya mau belikan ibu sesuatu buat ini”

“Aih!!!”, pekik bu Yuli kaget ketika dengan tiba-tiba pak Susno meremas payudaranya apalagi saat pak Susno melakukan hal tersebut ada yang melihatnya. Orang tersebut di taksirkan sepertinya sebagai tukang parkir dan orang tersebut baru datang langsung melihat hal tersebut hanya bisa melongo.

“itu ada yang lihat pak!”, sekilas pak Susno melihat ke arah tukang parkir tersebut.

“biarin aja, hitung-hitung sarapan mata buat dia”, jawabnya enteng lalu menggandeng tangan bu Yuli untuk masuk ke dalam pasar.


Karna pintu masuk ke pasar arahnya bertepatan dengan tukang parkir tersebut akhirnya bu Yuli harus menahan malu saat berlalu di depannya namun sejenak saat berpapasan dengan si tukang parkir, pak Susno terlihat berbicara singkat dengannya. Bu Yuli tak tahu apa yang di bicarakan oleh pak Susno terhadapnya. Sepertinya pak Susno tengah menyuruh tukang parkir tersebut untuk menutup mulutnya karna terlihat kepala tukang parkir mengangguk ketika pak Susno berbicara.


Pak Susno menggandeng tangan bu Yuli masuk ke dalam pasar dan sesampainya di dalam pak Susno mengutarakan lagi niatnya dengan ingin membelikan sebuah Bra batu untuknya. Rasa malu hinggap pada benak bu Yuli ketika dirinya akan di belikan barang tersebut, terlebih lagi yang akan membelikannya adalah sosok lelaki dan lelaki tersebut bukan suaminya.


“Ga usah aja deh pak, lagian Bra saya di rumah banyak kok”, tolak bu Yuli.

“saya akan hal itu tapi kan semua Bra yang ibu miliki itu bukan dari saya. Saya ingin bu Yuli pakai Bra yang saya belikan”

“Tapi pak—“

“mau pakai Bra yang saya belikan ini apa mau ga usah pakai Bra?”





Beberapa ruko di lewati oleh keduanya sampai pak Susno menemukan sebuah ruko yang pas. Ruko yang terletak paling ujung dan karna masih terlalu pagi hasilnya sang penjual masih terlihat menyiapkan barang dagangannya.


Kebetulan sosok penjual tersebut adalah seorang pria dengan perawakan sedikit kurus dengan wajah keturunan chinese.


“ko, ada Bra ga?”, tanya pak Susno.

“walah masih pagi udah ada yang datang aja, rezeki memang ya. Bra ada ini, mau ukuran yang berapa?”

“ukurannya saya ga tau, ko. Buat bini saya”

“lah gimana bapak ini mau beli Bra tapi ga tau ukuran dada bininya sendiri”

“Ukur aja sendiri ko”, ujar pak Susno yang membuat bu Yuli dan si penjual terkejut bingung.

“bini saya yang ini, koko ukur aja langsung sendiri”, sambung pak Susno memperjelas dengan memegang bahu bu Yuli.

“bapak apa-apaan sih?!”, protes bu Yuli.

“aduh, maksudnya gimana ini?”, si penjual masih belum juga mengerti maksud dari perkataan pak Susno.


Sekilas pak Susno melihat ke sekeliling sebelum melanjutkan ucapannya. Karna Ruko yang di sambangi merupakan berada di pojok dan waktu masih pagi sehingga lalu lalang orang masih sangatlah lenggang.


“koko carikan aja Bra yang sekiranya sama susu bini saya ini dan kalo memang ragu pas atau tidak koko boleh ujuk langsung. Ini susu bini saya memang makin hari makin gede aja jadi Bra yang di rumah mulai pada ga muat”, dengan berani dan kurang ajarnya pak Susno meremas payudara bu Yuli tepat di depan si penjual.


Di ketahui bahwa nama penjual tersebut adalah ko Ahong. Terlihat ko Ahong menelan ludahnya saat melihat pak Susno saat meremas payudara tersebut. Mau bagaimana pun ko Ahong adalah seorang pria dan pastinya akan terangsang pula melihat tindakan mesum seperti itu terlebih lagi pemilik dari payudara montok tersebut adalah bu Yuli.


“malah bengong. Belum pernah lihat susu indah kaya punya bini saya ya pak?”, pancing pak Susno.

“i-iya, soalnya punya bini saya ga seperti itu pak”, matanya tak lepas dari kedua payudara bu Yuli.

“Yaudah cepat carikan”. Ko Ahong dengan gugup mulai mencarikan Bra yang sekiranya pas untuk payudara bu Yuli.


“yang ini bagaimana pak?”, tanyanya dengan sebuah Bra hitam di tangannya.

“saya ga tau ko, coba koko ukur aja sendiri”

“Bb-benaran boleh pak?”

“Boleh kan bu?”, tanya pak Susno dengan tersenyum penuh arti.





Bu Yuli sendiri merasakan sebuah rasa aneh yang sama sekali belum pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa di mana dirinya di permalukan oleh orang lain di depan orang lain pula yang tak ia kenal di tempat umum. Lewat senyuman pak Susno itu, bu Yuli hanya bisa mencoba untuk menurutinya.


“I-iya boleh, ko”, jawab bu Yuli tak kalah gagapnya dengan ko Ahong.


Dengan tangan gemetar ko Ahong menempelkan Bra hitam terbut di payudara bu Yuli. Dalam tahap ini ko Ahong memberanikan diri untuk mengambil kesempatan dengan menekan payudara bu Yuli. Gerakannya yang sedang berpura-pura mengukur payudara bu Yuli di gunakan oleh ko Ahong untuk menyenggolnya dengan cukup keras hingga benda kenyal itu terlihat sedikit bergoyang akibat senggolan tangannya.


Sementara pak Susno hanya mendiamkan apa yang di lakukan oleh ko Ahong karna memang niatnya memberikan hal tersebut supaya dirinya bisa melihat bu Yuli di cabuli oleh orang lain.


“pak…”, panggil seseorang saat ketiganya tengah terdiam. Ternyata yang memanggil tersebut adalah si tukang parkir dan di belakangnya pula ada beberapa lelaki. Jumlahnya semuanya ada sepuluh orang.

“Saya sudah bawa orang yang bapak bicarakan tadi tapi maaf kalo kebanyakan”, ucapnya.

“Justru kalo segini jadi bisa dapat banyak nanti. Udah tenang aja”, balas pak Susno pada si tukang parkir.


Sangat terkejut, itulah yang bu Yuli rasakan saat melihat kedatangan orang-orang tersebut. Dalam benaknya terpikir tentang rencana apa yang akan di berikan pak Susno terhadapnya. Rasanya sungguh takut saat memikirkan hal terburuknya jika saja rencana yang pak Susno buat itu adalah surya dirinya harus melayani semua pria tersebut.


Nafasnya menjadi memburu, detak jantungnya naik dengan drastis dan tubuhnya merasa panas dingin. Perasaannya takut akan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.


“aku tak siap jika harus melayani mereka semua. Gila jika aku harus melayani sebelas orang dengan pak Ahong, belum lagi di tambah pak Susno jika ia menginginkannya juga”, pikiran bu Yuli sibuk sendiri.


Ko Ahong berhenti dari aktivitas memesumi payudara bu Yuli karna dirinya juga bingung serta kaget dengan situasi yang sedang tercipta itu.


Pak Susno hanya melihat sekilas ke arah orang-orang tersebut dan kembali menatap bu Yuli.





“Bagaimana bu, Bra nya pas?”, tanyanya seperti tak terjadi apa pun. Bu Yuli yang bingung tak bisa menjawab dan saat itu pak Susno beralih ke ko Ahong.

“Bagaimana ko? Apa Bra nya pas di susu bini saya?”, tapi ko Ahong pun sama sehingga membuat pak Susno merasa kesal, lalu merebut Bra hitam itu.


Dengan tangannya sendiri, pak Susno mengukur Bra yang dipilih ko Ahong di payudara bu Yuli dan ia juga memakaikan Bra hitam tersebut ke payudara bu Yuli dari luar baju.


Rasanya sungguh sangat malu untuk bu Yuli sendiri namun entah kenapa dirinya merasa bahwa selangkangannya sedikit agak basah. Dirinya sudah seperti tokoh super Hero Superman, hanya saja yang bu Yuli kenakan di luar bajunya bukanlah Celana dalam melainkan Bra dengan di tonton oleh pria-pria tersebut.


“Pilihan ko Ahong memang tepat, Bra nya muat di susu bini saya ini”, ucap pak Susno sambil memandang buah dada bu Yuli.

“Mau dimana?”, sambung pak Susno dimana kalimat tersebut berhasil membuat bu Yuli dan ko Ahong kembali bingung. Tapi khusus untuk bu Yuli sendiri rasa bingungnya di sertai dengan rasa takut. Dirinya melemas karna apa yang ia pikirkan tadi ternyata memang benar. Sepertinya dirinya harus di suruh untuk melayani mereka.


“di dalam ruko saya apa pak”, usul salah satu pria sambil menunjuk rukonya yang ternyata tepat di sebelah ruko ko Ahong. Pak Susno mengangguk.


“ini maksudnya apa pak?!”, takut bu Yuli.

“Saya ga mau harus di suruh buat layani mereka semua. Saya ga mau!”, pak Susno malah tertawa mendengarnya dan hal itulah yang makin membuat bu Yuli bertanya-tanya dalam rasa takutnya.

“yang suruh ibu buat layani mereka siapa? Tenang aja bu, saya Cuma mau minta bantuan merek aja kok”

“m-maksud bapak?”

“sudah, ikuti saja nanti juga ibu tau sendiri”

“ko Ahong juga boleh ikut. Soal dagangannya ga usah khawatir, nanti saya jagain”


Tetangga ruko ko Ahong bernama ko Aceng dan si tukar parkir bernama Noto. Untuk kesembilan pria lainnya tak terlalu penting namanya jika di sebutkan satu persatu.


Setelah ruko di terbuka setengah, pak Susno menyuruh bu Yuli dan semua pria untuk masuk k dalam ruko tersebut. Perasaan berdebar menanti apa yang terjadi sungguh sangat di rasa oleh bu Yuli tapi tidak untuk para pria. Para pria malah berdebar menangi kenikmatan yang akan mereka terima.





“Tukang parkir ini pasti sudah jelasin sama kalian peraturannya kan?”, semuanya mengangguk.

“nah karna disini ko Ahong belum tau maka akan saya jelaskan ulang jadi ko Ahong harus dengarkan baik-baik apa yang yang ucapkan”, ko Ahong mengangguk dalam nafsu dan bingung.

“Pertama-tama saya bakal jelasin maksud saya kumpulkan kalian disini. Kalian saya perbolehkan untuk menikmati keindahan tubuh bini saya ini dengan beronani secara langsung”, pak Ahong dan bu Yuli terkejut bukan main.


Bu Yuli mengela nafas lega karna ternyata dirinya tak harus melayani mereka tapi di sisi lain rasa leganya juga belum sepenuhnya hilang karna dirinya harus merelakan tubuhnya dijadikan tontonan sambil belasan pria beronani di depannya.


“kalian memang saya izinkan untuk onani tapi bukan berarti nantinya saya juga nakal izinkan kalian buat entotin bini saya ini. Tak boleh masuk memek, mulut dan kalian juga tak saya izinkan buat melakukan hal yang lain. Maksudnya gini, satu-satunya hal yang boleh kalian lakukan terhadap tubuh bini saya ini hanya satu, kalian Cuma di izinkan untuk meremasnya tanpa boleh mulut kalian menyosor. Mengerti?!”, semuanya mengangguk dengan antusias.

“Oke, kalo kalian semua sudah paham dengan peraturannya. Sekarang buka bajumu bu”

“Ha?”, kaget bu Yuli.

“perlihatkan susuku itu buat mereka coli”

“t-tapi pak”


Mengingat perubahan yang telah terjadi pada bu Yuli membuat pak Susno mempunyai sebuah ide walau ide yang ia dapatkan sebenarnya mempunyai risiko yang tinggi dan bisa saja dirinya bisa kehilangan sosok perempuan tersebut. Tapi jika hal itu terjadi pak Susno bisa mengembalikan semuanya seperti yang ia inginkan.


“Sekarang pilih, jika ibu menginginkan saya maka lakukanlah apa yang saya mau tapi jika tidak itu terserah bu Yuli dan saya ga akan ganggu ibu lagi”


Ini adalah kesempatan besar untuk bu Yuli terlepas dari pak Susno tapi entah kenapa tubuhnya serasa menolak dan sangat berat hati jika harus di tinggalkan olehnya. Perang batin terjadi antara menginginkan kenikmatan yang tak bisa ia terima dari suaminya dan ingin mengakhiri sebelum semuanya terlalu jauh.


Terbayang rasa nikmat yang membuat melayang, betapa keras dan sesaknya vaginanya saat di masuki oleh penis besar itu membuat pikiran bu Yuli di kuasai oleh hawa nafsu dari setan.


Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, bu Yuli menjatuhkan tasnya dan mulai membuka kancing baju PNS nya satu persatu. Jika bilang dirinya tak merasa malu itu sangatlah bohong. Bu Yuli melakukannya dengan rasa malu yang ia coba untuk tekan. Semua kancingnya telah lepas memperlihatkan Bra putih yang ia kenakan hingga jemari lentiknya bergerak kembali melepas bajunya dari tubuh serta Bra putingnya sampai kedua bukit indahnya terpampang jelas, terumbar di depan dua belas orang.


“nah, karna bini saya ini sudah menyuguhkan hidangan berupa susu yang indah jadi sekarang sudah bisa kalian mulai. Saya biar jaga di luar, tapi ingat dengar peraturan tersebut. Jika sampai ada yang melanggar saya bakal teriak dan buat seolah-olah kalian sedang memperkosanya”

“oh iya, jika kalian mau keluar, keluarkan di dalam Bra baru hitam itu. Jadikan cup Bra nya untuk menampung semua peju kalian”

“siap bos!”

“Siap pak!”, jawab mereka dan terlihat satu persatu mulai menurunkan celananya.





Di hadapan bu Yuli kini terlihat dengan amat jelas berbagai ukuran dan warna dari penis-penis orang tersebut. Belum pernah terpikir bahwa dirinya akan berada di situasi seperti. Berdiri dengan kedua buah dada terbuka, di kelilingi oleh sebelas orang dan dengan penis mereka yang mengacung tegak.


“Anjir teteknya mantap banget cuy!”, salah satu pria memuji payudara bu Yuli dengan tangannya sudah mulai mengocok kejantanannya.

“benar banget tuh, jadi gemas pengen remes”, timpal seseorang.

“Aaakkkhhh!!!”, pekik bu Yuli saat tangan-tangan kasar itu secara bergantian mulai meremas payudaranya.


Ada yang hanya sekedar meremas bisa namun ada juga yang meremas keras dengan di sertai memilin serta mencubit putingnya. Saat itu payudara indah nan mengkel itu sudah menjadi bulan-bulanan tangan kasar mereka.


“Eegggghhhh….s-sakit pak. Jangan keras-keras”, lenguh bu Yuli saat ada yang meremas keras payudaranya akibat gemas dengan bentuk serta kekenyalan payudaranya.

“Maaf, mbak soalnya teteknya bikin gemas”

“sumpah ini guru bikin kontol gue ngaceng banget lihatnya. Gue jadi pengen jadi anak sekolahan lagi deh biar gue bisa di ajar sama mbaknya”

“bukan lu yang di ajar tapi nanti malah ku yang ajar mbaknya”

“wah benar tuh, tapi bukan ngajar pelajaran tapi ngajarin ngentot. Hahahaha”


Sementara itu di luar ruko pak Susno yang sedang berdiri menjaga situasi sambil merokok mendengar suara-suara dari pria-pria yang tengah melecehkan guru kebanggaannya itu. Mendengar semua pelecehan yang di lontarkan pada bu Yuli membuat rasa nafsu terhadapnya semakin memuncak.


“Ini sih nanti gue harus minta jatah”, lirih pak Susno.


Di waktu yang sama, Bagas sudah berpakaian lengkap hendak berangkat ke sekolah. Setelah mengunci pintu dan gerbang, dirinya pergi menjauh menggunakan sepeda motornya.


Walau masih pagi tapi pikirannya sudah campur aduk tak jelas. Memikirkan tentang ibunya yang sejak pagi-pagi sekali sudah berangkat ke sekolah dan keberangkatannya itu bersama pak Susno. Pria yang sama sekali tak ia percaya sekarang. Setiap ibunya bersama kepala sekolah tersebut membuat pikirannya selalu terbayang hal-hal yang kotor.


“Alasan apa itu dengan mengucapkan bahwa akan mempersiapkan murid yang jadi petugas upacara”, gumamnya.

“Bilang aja kontol lu pengen acak-acak memek ibu”, antara kesal dan cemburu nafsu membuat Bagas menambah kecepatan motornya.





Sudah lewat hampir lima belas menit dan beberapa pun sudah ada yang kalah dengan mengeluarkan spermanya di cup Bra hitam yang di maksud oleh pak Susno.


“Aakkkhhsss…..ngocok aja udah senikmat ini apalagi kocok di memeknya. Ssshhhhh….”, ucap ko Aceng dengan penisnya yang tak di sunat itu.

“selain Guru, mbaknya jadi Lonte juga ga? Kalo iya saya mau pake nih”, bu Yuli masih diam sedari tadi tak mau menjawab satu pun celotehan kotor pria-pria tersebut.

“berapa tarifnya mbak? 100?”


“gila aja badanku hanya di hargai semurah itu”, bagian bu Yuli kesal mendengarnya. Selain karna rasa kesal, bu Yuli yang sedari tadi menahan nafsu pun angkat bicara.


“80jt!”, ucapnya asal.

“bisa bicara juga ternyata ini Lonte. Hahahaha…. 80jt? Kaya harga artis yang itu aja”

“jangan samakkan saya sama orang itu!”

“memangnya kenapa, mbak? Kan Lonte ga ada bedanya”, sungguh panas rasanya saat mendengar dirinya berkali-kali di sebut sebagai Lonte tapi pelecehan seperti itu justru malah membuat libido liar dalam tubuhnya semakin keluar.


“apa kalian ga lihat? Payudara saya lebih besar, padat dan juga masih kencang. Dia? Udah kecil, kendur pula. Saya kan ga gitu”, jawab bu Yuli dengan vulgar dan di bubuhi sedikit nada menggoda.

“Memeknya? Dilihat dari kejadian ini gue ga percaya kalo memek mbaknya ga pernah di pakai banyak kontol deh”, tanya ko Ahong masih dengan penisnya yang di kocok nikmat sambil meremas payudara bu Yuli.

“Vagina saya masih rapat dan saya juga ga pernah di pakai orang seperti yang bapak pikirkan”

“Wah gue suka ini. Ssshhhhh…. Lonte tapi ngomongnya Vagina”

“Bener banget, gue juga suka banget sama gaya ini Lonte. Dandanannya aja kaya Muslimah pake jilbab tapi kelakuannya suka kontol juga. Hahahaha….”


“Aakkkhhsss….mau keluar gue. Ssshhhhh….”, dengan cepat ko Ahong mendekat ke Bra hitam yang akan di beli oleh pak Susno untuk Bu Yuli.


Sambil di kocoknya dengan cepat dan mengarahkan ujung kepala penisnya ke cup Bra hitam itu, ko Ahong melenguh panjang dengan nada nikmatnya.


CROT!!! CROT!!! CROT!!! Spermanya keluar dan bercampur dengan sperma lainya yang sudah terlebih dahulu keluar. Terlihat kedua cup Bra telah terisi banyak sekali oleh sperma.


Tak lama setelah ko Ahong klimaks, pria-pria yang tersisa pun ikut mencapai klimaksnya dengan menyemprotkan di cup Bra. Pancutan demi pancutan cairan putih kental hina itu masuk ke dalam cup dengan amat deras dan banyak.





Setelah kesebelas pria telah berhasil mengeluarkan spermanya, pak Susno dipanggil untuk masuk kembali ke dalam ruko oleh salah satu pria.


Terlihat di dalam sana kondisi tubuh bu Yuli terduduk di lantai dengan kedua payudaranya terbuka dan memerah akibat remasan-remasan keras dari pria-pria tersebut.


“wah ternyata banyak juga ya”, ujar pak Susno melihat Bra hitam tersebut yang kedua sisinya sudah terisi penuh oleh sperma.


“Bagaimana rasanya bu tubuhnya di jadikan bahan coli oleh sebelas orang langsung di hadapanmu? Bagaimana juga rasanya susunmu di remas oleh banyak tangan?”


Beberapa saat pak Susno menunggu jawaban bu Yuli, “e-enak pak”. Dan jawaban bu Yuli itu di hadiahi oleh tepuk tangan pak Susno, bahkan kesebelas pria lainnya pun ikut bertepuk tangan.


Pak Susno berjalan mengambil Bra hitam tersebut, “sekarang ibu pakai Bra ini. Tadi kan saya bilang mau belikan bu Yuli Bra baru”


Sontak saja wajah sayu bu Yuli kembali di buat kaget oleh permintaan aneh pak Susno itu. Dilihatnya di dalam cup Bra tersebut sudah menggenang oleh banyaknya sperma dan dirinya di suruh untuk memakainya. Benar-benar gila pria itu.


“T-tapi kan banyak spermanya pak”

“karna banyak peju seperti inilah yang saya inginkan bu. Saya mau bu Yuli pake Bra yang banyak peju nya. Tenang aja bu, pasti rasnya bakal nikmat banget soalnya nanti kan susumu itu bakal terlumuri sama peju-peju ini. Hehehe…”

“sini biar saya bantu pakai”


Tanpa mendengarkan keluhan bu Yuli, pak Susno tetap memakaikan Bra tersebut di kedua payudara bu Yuli. Rasa hangat dari sperma menerpa kulit payudaranya. Karna jumlahnya terlalu banyak membuat isinya meleleh keluar menari di lipatan payudaranya hingga ke perut.


Namun sperma yang meleleh itu seakan tak ingin terbuang sia-sia dengan pak Susno mengelapnya dengan tangan dan mengarahkannya di depan mulut bu Yuli.


“Jilat, bu dan telan”

“Tapi, pak”

“mereka sudah bantu kita loh, masa kamu mau sepelekan bantuan mereka. Ucapkanlah terima kasih dengan menelan sperma mereka yang meleleh ini”


Bu Yuli mulai menjulurkan lidahnya ke telapak tangan pak Susno yang terdapat genangan kecil sperma. Dengan gerakan lambat, lidahnya mulai menari menjilati sperma tersebut. Perlahan tapi pasti hingga telapak tangan pak Susno bersih dan bu Yuli telah menelannya habis. Rasa asin dan amis memenuhi indera pengecapnya.


Sebelumnya memang sudah di pasangkan Bra tersebut tapi belum terpakai dengan sempurna. Pak Susno melepaskan kembali secara perlahan Bra tersebut sehingga payudara Bu Yuli terlihat jelas mengkilap oleh sperma yang menempel.





Karna banyaknya sperma tersebut, ok Susno melakukan gerakan dengan meratakannya di sekujur bagian payudara bu Yuli sampai benar-benar merata. Di bawah paparan sinar lampu ruko, kedua payudaranya mengkilap dengan aura membuat nafsu yang kuat.


“terima kasih bapak-bapak sudah mau mengumbangkan peju nya buat bini saya ini”

“Wah sama-sama pak. Kita semua yang harusnya berterima kasih. Hehehe….”

“oh iya ko, ini berapa Bra nya?”, tanya pak Susno beralih pada ko Aheng soal harga Bra hitam tersebut.

“Ga usah! Ga usah, pak kan udah di bayar tadi”

“yaudah deh, kalo gitu itu Bra lama bini saya buat koko aja”

“Serius ini pak?”, pak Susno mengangguk dan akhirnya pamit.


Namun baru saja beberapa langkah keluar dari Ruko ada salah satu pria yang bertanya. Sepertinya pria tersebut sangat menginginkan tubuh bu Yuli.


“maaf pak, bapak ini mengajar di sekolah mana ya?”

“kalo untuk itu bapak ga perlu tahu. Memangnya kenapa?”

“gimana ya ngomongnya, maaf sebelumnya. Saya tertarik sama tubuh istrinya. Saya….saya pengen bayar tubuhnya buat puasin saya”


“Bini saya bukan Pelacur!”, Jawabnya dengan tegas dan menggandeng tangan bu Yuli untuk keluar dari pasar.


Dalam hati, bu Yuli merasa senang karna di balik permintaannya yang aneh-aneh ternyata pak Susno masih membelanya dan setelah ucapan tersebut, bu Yuli terus saya menatap lekat punggung pak Susno.


Upacara sebentar lagi sudah mau di mulai dan untungnya pak Susno dan bu Yuli tak sampai terlambat. Namun di parkirkan motor ini bu Yuli merasa khawatir jika harus pergi karna kondisi bajunya atau lebih tepatnya bagian kedua payudaranya sedikit basah akibat sperma yang merembes dari balik Bra barunya itu.


“tapi saya takut kalo ada yang sadar pak”

“Ga bu, tenang aja. Percaya sama saya”

“memangnya ga bau?”, tanya bu Yuli sambil melihat ke arah dadanya.


Tanpa melirik ke sekitar terlebih dahulu, pak Susno menundukkan kepalanya telat di depan payudara bu Yuli. Tentu saja apa yang dilakukan pak Susno itu membuat bu Yuli kaget dengan mencegah kepala pak Susno agar menjauh.


Disana pak Susno hanya mencoba menghirup tanda basah di dada Bu Yuli beberapa kali.





“Ga. Ga terlalu bau peju sama sekali kok bu. Tenang aja, guru yang lain atau para murid pun ga bakal menciumnya”

“Udah ayo, sebentar lagi upacara mulai”. Untuk menghindari kecurigaan, pak Susno berjalan duluan masuk ke area sekolah.


Sesampainya mereka di tempat upacara, pak Susno menempati posisinya dan bu Yuli masuk ke barisan guru tapi dengan mengambil sedikit jarak supaya tak ada yang mencium bau sperma dari payudaranya.


“itu kenapa bajunya kaya basah gitu bu?”, tanya salah satu guru perempuan.

“Eh ini…tadi saya kira terlambat jadi buru-buru terus ga sengaja tabrak murid yang bawa minum”, guru tersebut menganggukkan kepala dan tak lama upacara pun di mulai.


Tanpa bu Yuli sadari ada sepasang mata yang tengah menatap dirinya. Bagas, di brisannya melihat ke arah sang ibu yang baru datang itu. Dari posisinya berdiri dirinya dapat melihat bahwa baju ibunya pada bagian dada terlihat basah.


Sinar matahari mulai naik ke cakrawala membuat rasa panas mulai menyengat membuat bu Yuli mulai tak nyaman. Payudaranya yang telah di lumuri sperma dan juga harus memakai Bra berisi sperma membuat kulit payudaranya menjadi lengket. Sperma-sperma tersebut bercampur dengan keringat dan panas matahari membuat rasa lengket itu semakin menjadi.


Keringat mulai terlihat di dahinya akibat panas, rasa risih dan rasa khawatir takut ketahuan apa yang ia sembunyikan di balik baju seragamnya itu.


Rasa itu harus bu Yuli tahan sampai upacara selesai. Seperti biasa, guru yang pertama kali meninggalkan tempat upacara dan saat itu pak Susno yang berpapasan dengan bu Yuli berbicara singkat.


“Nanti datang ke ruangan saya”, singkatnya.


 


Chapter 7


Jarum jam di dalam sebuah benda pipih bulat pada dinding tembok menunjukkan pukul Lima sore lebih namun sosok ibu masih juga belum pulang ke rumah tanpa kabar sedikit pun. Di dalam rumah ini aku hanya terdiam seorang diri terlebih lagi karna ayah memang sedang melakukan tugas piket jaganya dan pastinya pulang menjelang pagi. Lebih sering pergi saat pagi, pulang pun pagi. Dari semua kesibukan dan kelelahan yang ada untungnya pekerjaan ayah masih di hargai oleh pemilik pabrik itu sendiri. Uang lembur, jaminan kesehatan dan sebagainya benar-benar di perhatikan oleh pihak pabrik.


Terlepas dari pekerjaan ayah, aku masih duduk diam memainkan HP menunggu kabar serta kepulangan ibu. Semenjak ibu berhasil di genggam oleh pak Susno memanglah seperti ini, ibu sering pilang telat. Detail lebih besar apa kegiatan apa yang dilakukan oleh mereka aku tak tahu tapi pikiran ini selali menangkap hal-hal mesum tentang aktivitas samar tersebut.


Aku akui, aku memang anak serta manusia yang sangat bodoh ketika membiarkan ibuku di seret ke dalam lubang maksiat oleh kepala sekolahku sendiri dan aku hanya bisa diam menonton sambil menikmatinya, tapi…. layaknya sebuah mimpi yang ingin di rasakan namun hal itu hanya sebuah angan-agan dan hal yang kukira tak akan pernah terjadi itu akhirnya terjadi justru membuat diriku melakukan hal tersebut. Aku tak ingin melepas begitu saja mimpi tersebut walau di beberapa waktu rasanya aku ingin mengakhirinya.


Rasa bosan saat menunggu kepulangan ibu nya bertambah dimana saat Dion di butuhkan untuk membantuku melewati waktu yang ada, Dion malah tak bisa datang ke rumah. Anak tersebut berujar bahwa dirinya kembali ke sekolah untuk mengambil barangnya yang tertinggal. Aku tahu seberapa penting barang tersebut sehingga aku membiarkannya.


Walau sebenarnya sudah sangat bosan tapi hal yang bisa aku lakukan hanya memainkan jari-jariku untuk menscrool beranda sosial mediaku. Berharap menemukan postingan yang membuatku sedikit terhibur.


Sambil menggesek-gesekkan penisnya di pantat bu Yuli, salah satu tangan pak Susno juga merambat ke bagian bongkahan pantatnya yang montok dan padat itu, sedang tangan yang lain kini telah mencengkeram salah satu benda kenyal yang masih tertutup oleh Bra. Dimana Bra tersebut sebelumnya telah di lumuri oleh banyak sperma sehingga saat pak Susno meremas payudara bu Yuli, ia merasakan bahwa Bra yang membalut payudara bu Yuli sedikit keras akibat sperma yang mengering.


Karna nafsu, seiring remasan telapak tangan pak Susno membuat Bra tersebut kusut juga. Mungkin memang karna merasa gemas dan tekstur kenyal nan lembut itu membuat pak Susno terbakar oleh birahinya. Tanpa memedulikan bahwa bagian tersebut seharian telah di bungkus oleh sperma banyak pria, pak Susno tetap saja menyusupkan tangannya ke dalam guna meremasnya secara langsung dan memainkan tonjolan cokelat yang menghias indah.


Seperti yang di perintahkan oleh pak Susno sehabis upacara pagi tadi, bu Yuli kini berada di ruang kantor kepala sekolahnya itu. Apa tujuan pak Susno menyuruh salah satu guru perempuannya itu untuk menghadap tak lain untuk melayaninya dalam hal seks.


Semenjak kejadian bantu-bantu untuk mempersiapkan rapat, pak Susno serasa mempunyai pemuas pribadi yang siap kapan saja ia menginginkannya. Pemuas yang ia dapatkan dari perempuan yang berstatus mempunyai suami dan anak satu. Sejak saat itu pula rasanya batang kejantanannya telah menemukan sarang barunya. Sarang yang selalu bisa memuaskan nafsu makan dari kejantanannya itu.





“Eegggghhhh…..Eegggghhhh….”, lenguhan demi lenguhan kecil terlontar dari mulut bu Yuli ketika pak Susno memilin puting payudaranya dengan keras, sementara penis pak Susno yang masih terbungkus di dalam celananya itu menekan belahan pantat bu Yuli yang masih terbungkus oleh rok panjang cokelat.


Dengan menyingkap bagian rok bu Yuli hingga kedua pahanya terekspos, Tangan pak Susno yang satunya kini telah masuk dengan mengelus pangkal paha. Mulut pak Susno dengan rakus mencium dan mencucup leher bu Yuli seakan ingin memberikan tanda kepemilikan disana. Sebuah tanda merah yang terlihat begitu sensual dengan tanda basah dari air liur pak Susno sendiri yang tertinggal disana.


Sementara itu kepala bu Yuli yang tetap tertutup oleh jilbabnya itu hanya bisa menggeleng-geleng dan terkadang menengadah ke atas, setiap kali pak Susno menyodokkan penisnya ke area belahan pantat bu Yuli. Semua rasa dari rangsangan itu hanya mampu bu Yuli ekspresikan dengan sebuah lenguhan kecil. Walau sadar dosa dan salah tapi tubuhnya tak bisa berbohong jika semu rangsangan yang pak Susno berikan telah memberikan sensasi nikmat yang membuat libidonya naik sebagai perempuan.


“paakkhhh….”, lenguh bu Yuli dengan lirihnya sampai pak Susno sendiri pun tak bisa mendengarnya karna tertimpal oleh nafsunya sendiri.


Dengan gerakan yang terampil tangan pak Susno mulai melepaskan baju seragam bu Yuli sampai kulit pundak dan punggung putihnya kini terbuka. Tak lama kemudian, bu Yuli merasa bahwa pengait Bra nya telah berhasil terbuka pula oleh jemari kasar pak Susno.


Dengan rakus pak Susno menciumi dan menjilati punggung mulus bu Yuli hingga basah oleh liurnya. Kedua tangan pak Susno pun tak henti-hentinya meremas dan memilin kedua puting menggemaskan itu sampai-sampai membuat bu Yuli tak bisa menahan lenguhan nya untuk keluar. Mendengar lenguhan yang bu Yuli keluarkan semakin intens membuat pak Susno tersenyum kecil di belakang sana.


“Eegggghhhh….sudah ppaakkk…. nanti ada yang lihat”

“tenang saja bu, kegiatan sekolah sekarang sudah selesai dan kita bisa saling menikmati ini seleluasa mungkin”, bisik pak Susno dengan suara beratnya.

“oouugghhhh…..mmmmmhhh….”, desah bu Yuli dengan kepala bergerak seperti kegelian.


Cukup lama pak Susno memperlakukan setiap inci tubuh bagian atas bu Yuli menggunakan mulutnya, sampai bu Yuli sendiri mendengar suara resleting rok belakangnya di turunkan beserta dengan resleting celana pak Susno sendiri. Bu Yuli tak tahu apakah di belakang sana celana pak Susno sudah terlepas sepenuhnya atau belum, tapi satu hal yang bu Yuli ketahui dengan pasti bahwa rok panjangnya lah yang sudah berhasil di turunkan hingga celana dalamnya terpampang jelas.


Walau bukan kali pertama dirinya harus berpenampilan seperti itu di hadapan pak Susno namun rasanya masih tetap saja membuat deg-degan. Kedu tangannya bertumpu pada meja kerja pak Susno dengan posisi badan sedikit menungging membusungkan pantatnya dan dalam posisi seperti itu pula kedua payudaranya yang indah menggantung dengan bebas.


Entah dalam tahap ini bu Yuli menantikan sesuatu atau tidak tapi dirinya merasakan sesuatu yang aneh saat dirinya harus berdiri diam dan posisi tersebut saat pak Susno tak lagi menciumi maupun memberikan cupangan di kulit mulusnya.





“Aaakkkhhh!!!”, sentak bu Yuli ketika tubuhnya di balik dengan dengan cepat oleh pak Susno hingga posisinya berhadapan langsung dengannya.


Penis pak Susno yang menjulang sepanjang dan gagah itu mengacung tepat di depan perutnya. Benda tersebutlah yang sudah berhasil masuk dan menzinai kehormatannya sebagai seorang bu rumah tangga. Benda yang bisa mengancam keutuhan rumah tangganya dengan berbagi risiko yang ada. Memberikan sebuah kenikmatan duniawi dan juga benda tersebut bisa pula membuat dirinya mendapatkan sebuah benih yang bisa menghamilinya.


Tak menyadarinya, bu Yuli memandang penis perkasa tersebut dengan saksama. Pak Susno tertawa renyah melihat perempuannya akhirnya bisa mengetahui betapa perkasanya senjatanya itu.


“Mantap kan bu barang saya? Kenapa bu Yuli baru menyadarinya padahal sudah sering ibu merasakan ini saat mengacak-acak memekmu”, bu Yuli merasakan bahwa kulit wajahnya memanas akibat merasakan malu dari kelakuannya sendiri.


“tak perlu merasa malu seperti itu bu, loh orang ibu ngentot sama teman-teman anak ibu serta anak sendiri juga ibu ga malu”, seperti biasa bu Yuli harus menerima kalimat pelecehan yang keluar dari mulut pak Susno, namun karna mungkin sudah sering mendengar hal seperti itu membuat bu Yuli mulai terbiasa.


Dengan rakus pak Susno langsung meraih payudara bu Yuli dan tanpa merasa jijik akan payudara tersebut yang sudah jelas terdapat cairan sperma yang mengering, pak Susno menghisap puting payudara kirinya. Sementara tangan satunya memilin dan meremas payudara tersebut dengan gemas serta sesekali meremas dengan keras.


“Aaakkkhhhsssss…..”, lenguh bu Yuli saat putingnya digit pelan dan di tarik menggunakan deretan gigi tersebut.


Akibat tekanan kepala pak Susno di kedua payudara membuat pantat bu Yuli mundur untuk bersandar pada tepi meja dengan posisi kedua tangannya menjadi penyangga. Dalam posisi tersebut juga membuat kedua kaki bu Yuli terbuka karna tepat di tengah-tengah kakinya terdapat tubuh pak Susno.


Batang penis pak Susno sesekali menekan dan menggesek selangkangannya yang masih di lapisi oleh celana dalam hitamnya.


“Eegggghhhh……ssshhhhh….”, tak ayal gesekan tersebut membuat bu Yuli mendesah.


Merasa sedikit kesal, itulah yang pak Susno rasakan saat kegiatan menyusu serta memainkan payudara bu Yuli terganggu oleh ujung jilbab yang di pakai bu Yuli. Walau merasa terganggu dengan jilbab tersebut namun pak Susno tak berniat untuk melepaskannya dari kepala bu Yuli. Ia ingin menikmati semua momen yang tersaji itu dengan penampilan bu Yuli tetap memakai jilbabnya.


Bagi pak Susno sendiri hal tersebut menambah kesan aura sensual saat menodai istri orang yang berjilbab. Susno istri Solehah yang mengerang kenikmatan saat di gasak oleh batang penis perkasanya.





Sambil menikmati momen mulutnya di payudara hu Yuli, mata pak Susno sesekali fokusnya pada ekspresi wajah di depannya itu. Rasanya tak ada bosannya melihat wajah bu Yuli dalam mode seperti itu. Sepintas pak Susno mendapatkan sebuah ide yang oleh sebagian besar orang mungkin hal tersebut gila. Sambil memberikan gigitan terakhir di puting bu Yuli, pak Susno melepaskan kegiatannya itu.


“sebentar, bu”, ujarnya bergerak menjauh ke arah pintu kantornya. Terlihat disana pak Susno mengambil papan ruangannya yang tergantung pada pintu.


Karna papan ruangannya bisa di copot tulisannya, pak Susno menarik lepas kertas nama ruangannya itu dan mengganti dengan tulisan lain. Entah apa yang sedang pria itu tuliskan di kertas.


Saat pak Susno selesai pun, bu Yuli masih belum bisa mengetahui apa yang di tulis oleh pak Susno. Ia hanya bisa memandang apa yang dilakukan oleh pria tersebut saat menunduk mengambil sabuk celananya. Perasaan bu Yuli menjadi tak enak dengan apa yang akan pak Susno lakukan terhadapnya.


CUP!!!


SSLLUURRPPPP….SSSLLLUURRRPPPP…..


Pak Susno dengan ganas melumat bibir manis bu Yuli dengan birahinya yang naik itu sambil tangannya mencoba menggapai salah satu payudara dan meremasnya.


Mendapat serangan tiba-tiba membuat bu Yuli hanya bisa bersuara tertahan dan perasaannya mulai kembali di buat sedikit nyaman pada jalurnya.


Setelah beberapa saat pak Susno melumat bibir manis tersebut, ia melanjutkan niatnya yaitu untuk memakaikan sabuk celananya di lingkar leher bu Yuli. Sementara bu Yuli yang telah sadar dengan maksud pak Susno sedikit mencoba untuk menjauh darinya dengan tubuhnya lebih mundur.


“tak apa, bu. Bapak jamin nanti ibu bisa mendapatkan sensasi yang tak pernah ibu rasakan sebelumnya. Bapak tak akan menyakitimu, bapak hanya ingin memberi dan mengajarkanmu untuk kenikmatan-kenikmatan tersebut”, ujarnya sambil meraih belakang kepala bu Yuli untuk kembali mendekat.

“saya ga mau, pak. Bapak jangan buat yang aneh-aneh dong. Nanti saya ga bisa nafas kalo dipakaikan itu”, dengan menggelengkan kepala cepat karna merasa khawatir.

“Hahahaha…. Tadi bapak sudah bilang kan kalo bapak ga akan menyakiti ibu, lagian saya juga ga bakal pasang sabuk ini seperti pasang di celana. Tenang aja, bu Yuli akan bisa bernafas seperti biasa. Percayalah. CUP!!!”.


Sebuah kecupan pelan dan lembut mendarat di dahi bu Yuli yang dimana kecupan hangat tersebut membuat bu Yuli sendiri menjadi luluh dan seakan berhasil terhipnotis oleh perkataan pak Susno.


Perlahan pak Susno mulai memakaikan sabuk celananya di leher bu Yuli dan di lanjutkan dengan papan tuangannya yang ia kalungkan di leher jenjang tersebut sehingga kini penampilan bu Yuli terlihat seperti….. Lehernya di pakaikan kalung dari sabuk celana dan terdapat sebuah papan yang menggantung bertuliskan “ISTRI NAKAL” dengan susunan huruf besar.


Pak Susno memandang puas penampilan Bu Yuli. Baginya sosok tersebut sudah sangat mirip dengan apa yang ia inginkan serta ia bayangkan selama ini sebagai budak seksnya. Melihat keinginannya sudah terkabul sepenuhnya membuat batang penis pak Susno yang sudah tegak sangat perkasa itu menjadi mengangguk-angguk seperti sudah tak sabar lagi.


CEKREK!!! Pak Susno mengabadikan momen tersebut dengan kamera HP milik bu Yuli sendiri.


“saya jadikan foto profil bu Yuli ya”, ujar pak Susno. Sontak hal tersebut mendapat protes keras dari pemiliknya.

“kenapa harus takut, bu? Orang yang kenal ibu kan ga ada yang tau akun ibu ini, bukankah ibu sendiri yang pernah bilang”


Memang benar adanya ucapan pak Susno itu jika selama ini tak ada seorang pun yang mengetahui bahwa bu Yuli mempunyai sebuah akun Facebook, bahkan pak Warso sendiri sebagai suaminya pun tak mengetahui hal tersebut. Alasan bu Yuli tak mau orang tau semata-mat karna dirinya malu jika di umurnya sekarang mempunyai sebuah akun Sosmed.


Alasan di balik pembuatan akun tersebut juga murni hanya sebagai bentuk dirinya mengetahui berita-berita yang sedang terjadi di internet.





“masa punya Facebook tapi ga ada foto profilnya, kan sayang banget. Nah, karna itu bapak pikir foto ini cocok buat di jadikan foto profil. Hehehe….”

“Walau ga ada yang tau akun itu tapi tetap berbahaya pak. Bagaimana akun saya masuk di saran pertemanan akun orang lain dan kebetulan akun tersebut mengenali wajah saya”

“Kan bisa atur privasi profilnya hanya untuk akun yang sudah berteman dengan ibu saja”

“sudah, mending nurut saja bu”, lanjutnya.


Sementara itu tanpa di ketahui oleh keduanya ternyata anaknya sendiri telah mengetahui akun tersebut. Rahasia akun bu Yuli terbongkar beberapa bulan yang lalu ketika keadaan listrik padam dan Baterai HP nya habis. Bagas meminjam Hp ibunya untuk mengirim pesan singkat kepada teman-teman kelasnya terkait masalah PR Matematika. Karna Bagas tak bilang meminjam untuk apa, bu Yuli langsung memperbolehkannya saja.


Karna mengetahui sang ibu tak mempunyai akun Sosmed satu pun akhirnya Bagas menggunakan browser bawaan HP dan mengetikkan Link Facebook dan setelah terbuka halaman tersebut ternyata yang muncul adalah sebuah akun. Bagas yang penasaran akhirnya mengeceknya dan pada akhirnya ia mengetahui bahwa akun tersebut milik ibunya.


Dari kejadian tersebut akhirnya tanpa bu Yuli ketahui bahwa facebooknya telah berteman dengan Facebook sang anak. Hal itu di dukung pula karna nama Facebook Bagas bukanlah menghinakan nama asli dan foto profilnya pun menggunakannya sebuah logo dari salah satu band Jepang.


“sudah selesai di pasang bu”, ucap pak Susno memperlihatkan foto profil Bu Yuli sudah di ganti dengan foto dirinya sendiri yang memakai kalung sabuk dan sebuah papan nama kecil yang menggantung di lehernya. Terlebih lagi keadaan tubuhnya nyaris telanjang, hanya ada celana dalam saja yang masih menempel di tubuhnya.

“tuh, muka ibu aja saya sensor jadi tenang aja”


Pak Susno mulai melebarkan kedua paha bu Yuli hingga pangkalnya yang masih tertutup celana dalam itu semakin terbuka jelas untuk dinikmati pemandangannya. Setelahnya terasa pula bahwa penis pak Susno menggesek-gesek tepat di belahan vaginanya yang tertutup celana dalam itu.


“Eegggghhhh….”, walau sebenarnya malu untuk di akui namun tak dapat pungkiri bahwa sensasi gatal di vaginanya mulai menyerangnya kembali.


Puas menggesekkan kepala jamurnya di belahan vagina bu Yuli, pak Susno memeluk tubuh bu Yuli dan mengangkat dalam gendongannya. Ia geser mundur sedikit lalu di turunkannya kembali tubuh bu Yuli. Dengan menarik ujung sabuk celananya yang tersambung langsung ke leher bu Yuli, pak Susno memberi arahan agar bu Yuli menu menurunkan posisi tubuhnya hingga bersimpuh.


Di hadapan bu Yuli kini sebatang penis kekar milik pak Susno terpampang tepat di depan wajah ayunya. Rasa hangat seketika hinggap di wajah bu Yuli ketika pak Susno dengan pelan mengusapkan batang penisnya ke seluruh permukaan kulit wajahnya.


“ayo basahi dulu kontol bapak ini, bu”, ucapnya dengan gerakan menepuk-tepukan pelan penisnya di bibir bu Yuli.


Dengan masih ada sedikit perasaan jijik akan oral seks, bu Yuli mencoba memenuhi permintaannya. Kepala bu Yuli mulai maju untuk menjemput batang tersebut dan secara perlahan mulutnya mulai menelan batang tersebut ke dalam mulutnya. Kepalanya yang masih tertutup oleh jilbab itu tampak maju mundur untuk merangsang kejantanan pak Susno akan kehangatan dan kelembutan rongga mulutnya. Gerakan yang di buat oleh maju mundurnya kepala bu Yuli membuat payudaranya tak luput ikut bergoyang dengan sesekali menyentuh kulit paha pak Susno.


“Eegggghhhh…..Eegggghhhh…….”

“Ssllluuurrppp…ssllluuurrppp….”

“Aakkhhhhhssss…. Enak banget mulutmu bu. Ssshhhhh…. Mantap. Ssshhhhh….”, racau nikmat pak Susno ketik penisnya tengah keluar masuk di mulut perempuan bersuami itu.


Pak Susno yang mulai terlena akan kenikmatan mulut bu Yuli pun menyuruhnya untuk menjilati juga ujung penisnya hingga bagian lubangnya. Menurutnya bu Yuli akan perintah yang ia berikan di hadiahi oleh pak Susno dengan memberikan semangat dalam bentuk mengelus kepala bu Yuli yang masih tertutup jilbabnya.





Terlihat samar bahwa bu Yuli masih agak kurang nyaman dalam kegiatannya itu tapi libido setannya mulai berhasil menyesatkannya. Mulutnya penuh oleh kejantann pak Susno, Tak ada satu jengkalpun untuk bagian selangkangkan pak Susno yang tidak berkesempatan menikmati pelayanan dari bibir dan lidah guru primadona itu. Bahkan buah zakar pak Susno pun yang di tumbuhi oleh rambut-rambut kemaluan turut dijilat dan di hisap kecil. Karna dorongan nafsu, bu Yuli mampu mengabaikan rasa dan bau dari selangkangan pria.


“Hebat! Hebat sekali, bu. Ssshhhhh….”, puji pak Susno akan pelayanan bu Yuli yang semakin terlihat sisi binalnya.


Setelah puas kan servis yang mulut bu Yuli berikan, pak Susno memintanya untuk lekas berdiri. Pak Susno dengan cepat seperti sudah tak tahan lagi langsung menurunkan satu-satunya kain yang masih menempel di tubuh bu Yuli. Dengan gerakan sedikit kasar, pak Susno menarik lepas celana dalam bu Yuli lalu membuangnya ke lantai.


Mata bu Yuli terbelalak kaget saat dengan tiba-tiba ia merasakan sensasi rasa hangat di permukaan lubang belanganya. Untuk pertama kalinya pak Susno melepaskan lidahnya untuk menjilati lubang tersebut. Padahal yang melakukannya adalah pak Susno tapi bu Yuli sendiri yang merasakan jijik. sensasi geli datang dan menjalar dari otot anus lalu di salurkan ke seluruh badan.


“j-jangan pak, jijik”, seru bu Yuli mencoba untuk menjauhkan kepala pak Susno.


Entah kenapa sensasi geli dari jilatan lidah pak Susno membuat tubuh bu Yuli serasa melemas setiap kali lidah kepala sekolah tersebut menyentuh permukaan anusnya.


Lidah pak Susno nyatanya tak terlalu lama berada di sana karna ia memindahkan jilatannya kini pada belahan vagina. Menggunakan jarinya, ia menguakkan bibir vagina bu Yuli hingga bagian dalamnya sedikit terlihat dan lidahnya ia tusukkan ke dalam. Klitoris yang terlihat menggairahkan pun tak luput dari jilatan dan gigitan lembutnya sampai membuat bu Yuli sendiri dibuat blingsatan akan rangsangan hebat itu.


“Eegggghhhh….”, lenguhnya di tahan sekuat tenaga saat tersiksa akan rangsangan yang pak Susno lancarkan pada area paling sensitifnya.


Vagina yang sudah mulai basah menjadi semakin basah akan liur pak Susno. Layaknya cairan kewanitaannya yang mulai keluar itu seperti kopi hitam panas yang tengah di seruput dan dinikmati dengan saksama olehnya. Tanpa memedulikan rasa asin, oa terus saja melahapnya dengan kedua tangannya ikut menjamah kedua payudara bu Yuli dengan remasan-remasan nya.


“Oouugghhhh….ppaakkk….ssshhhhh….ampun, sudah paakkhhh…..”, Lolos juga kalimat tersebut dari mulut bu Yuli. Antara kalimatnya dengan tindakan rasanya bertolak belakang karna tanpa sadar bu Yuli malah meremas rambut kepala pak Susno untuk meredam rasa geli bercampur nikmat yang sedang ia rasakan.


Mungkin setelah Tiga menit di siksa dalam kenikmatan, akhirnya pak Susno menghentikan rangsangannya itu lalu ia merubah posisi bu Yuli dan menarik pinggulnya untuk lebih membusung ke belakang sampai pantat dan vaginanya terpampang jelas di hadapan senjata pak Susno yang sudah bersiap memulai pertempurannya.


Beberapa kali pak Susno menepukkan dan mengoleskan batang penisnya di kedua bongkahan pantat bu Yuli. Terdengar pula pak Susno tengah meludahi penisnya sendiri dan tiba-tiba bu Yuli merasakan benda keras dan hangat menempeli bibir vaginanya. Tahu apa yang akan dilakukan oleh pak Susno, bu Yuli memejamkan matanya.


BLES!!! melesak masuk juga batang tersebut ke dalam liang kewanitaan bu Yuli. Lenguhan nikmat saat benda keras tersebut masuk terdengar dari mulut bu Yuli.


Sudah beberapa kali penis tersebut keluar masuk di dalam vaginanya, namun vagina bu Yuli serasa masih belum terlalu terbiasa dengannya. Ia masih saja merasakan sedikit pedih saat batang penis pak Susno memenuhi rongga kewanitaannya. Untung saja pak Susno masih mau bersabar sedikit untuk tidak langsung menggerakkan pinggulnya sehingga bu Yuli bisa mengambil nafas sejenak sambil mencoba menyesuaikan rasa penetrasi pertamanya hari itu.


Dalam posisi diam, pak Susno memberikan sebuah kecupan kecil di punggung bu Yuli sampai merasa sedikit bisa menenangkan diri kembali.


“sudah siap mengerang nikmat, bu?”, tanya pak Susno dan tak ada jawaban dari bu Yuli.


“Aaakkkhhh!!!”, lengkingannya saat penis pak Susno dengan sebelumnya di tarik hingga setengah dan disodokkan dengan keras sampai rasanya kepala jamurnya mendobrak keras ruang rahimnya.





Di tariknya setengah lagi dan ia sodokkan dengan keras pula kembali. Kegiatan tersebut pak Susno lakukan beberapa kali sampai rasanya bu Yuli ingin teriak akan siksaan tersebut. Jika saja rasa gatal pada selangkangannya bisa di obati hanya dengan menggaruknya saja mungkin sudah dari tadi ia akan melakukannya, tapi yang menjadi masalah rasa gatal itu tak akan hilang hanya dengan cara seperti itu. Obat paling ampuh untuk menghilangkannya hanya dengan penis.


“aaakkkhhhsssss….memekmu selalu enak, Yuli. Ssshhhhh….”, racau pak Susno saat merasakan gigitan dari lubang vagina bu Yuli terhadap batang penisnya yang tengah di cengkeram keras di dalam sana.


PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!! Bunyi benturan antara dua kulit terdengar begitu selaras dengan gerakan yang tengah di pertontonkan dalam ruangan tersebut.


“Oouugghhhsss…..”, badan sintalnya bergetar dengan kepalanya yang berjilbab itu hanya mampu menggeleng dan mendongak ke atas. Payudara indah semakin membulat dengan kencang akibat rangsangan ikut bergoyang seiring sentakan penis pak Susno di dalam liang senggamanya.

“Aaakkkhhh…..ssshhhhh……ssshhhhh…..” rintih dan jeritan nikmat terus saja terlontar. Vaginanya mulai terasa lebih panas.

“Juju….jujur bapak selalu memimpikan hal seperti ini, bu. Ssshhhhh…. bisa menikmati lubangmu semau bapak. Ssshhhhh….memek sempitmu selalu bikin kontol bapak cenat-cenut”, sambil meremas kuat bongkahan pantat bu Yuli.

“aaakkkhhh….aaakkkhhh….”, hanya itu suara yang terlontar dari mulut manis bu Yuli dikarenakan sodokan kuat yang terus ia terima di selangkangannya dan remasan di pantatnya.

“udah kena kontol aja, langsung lupa diri”


Masih dalam posisi Doggy Style, pak Susno tiba-tiba menarik penisnya keluar dengan cepat dari cengkeraman vagina bu Yuli. Akibat tarikan keluar cepat itu membuat tubuhnya seperti mengigil dan rasa lemas. Lututnya yang ikut bergetar pun tak bisa menopang berat tubuhnya sendiri sehingga hanya bisa terbaring tengkurap diatas meja dengan nafas yang berantakan. Sementara pak Susno dari belakang bisa melihat vagina bu Yuli kembang kempis. Merasa gemas dengan pemandangan itu, ia masukan beberapa jarinya lalu ia kocok dengan cepat vagina tersebut hingga cairan kewanitaan bu Yuli keluar dengan deras. Bunyi kecipak terdengar begitu jelas.


“ppaakkk…pakk….aaakkkhhh….h-hentikannnn…ssshhhhh….”, tubuhnya menggelinjang bak cacing kepanasan, pantatnya yang indah bergetar hebat.

“biar banjir memekmu bu”, kocokkannya yang cepat tak memedulikan bahwa orgasme masih menyerang bu Yuli.





Setelah merasa puas membuat perempuannya mengalami orgasme, pak Susno mencucup cairan tersebut untuk ia hisap dengan rakus bak menyeruput kopi buatan istrinya.


Ia ludahi beberapa kali lubang anus bu Yuli dan pak Susno pun memasukkan penisnya beberapa kali ke dalam vagina bu Yuli untuk membuat batang penisnya basah. Setelahnya, ia arahkan penisnya itu tepat di depan lubang anus bu Yuli. Dikarenakan jarang sekali di gunakan maka masih terdapat kesulitan untuk melakukan sebuah penetrasi.


Erangan sakit keluar dari mulut bu Yuli saat penis besar pak Susno mencoba untuk menjebol lubang belakangnya itu. Secara perlahan namun pasti, penis pak Susno mulai memasuki lubang tersebut dengan usaha ekstranya.


“Aaakkkhhh!!!!”, lolong bu Yuli saat penis tersebut berhasil terbenam sepenuhnya di sana. Rasa pering dan sakit menjalar dengan amat jelas. Rasanya anusnya seperti terbelah dengan benda tersebut.

“aaakkkhhhsssss…..sempit gila. Ssshhhhh…. Karna suamimu ga pernah pakai ini lubang maka bapak saja yang akan pakai, walau sudah ga perawan lagi, bapak akan lanjutkan supaya jadi longgar”

“s-sakit pak. Punya bapak terlalu besar buat disitu”

“tak apa, biar jadi longgar sekalian!”


Beberapa saat mendiamkan, akhirnya pak Susno pun mulai menggerakkan pinggulnya. Perlahan tapi saat waktu mulai terlewat, pak Susno meningkatkan genjotannya. Seperti yang sering terjadi pada kasus yang lain, rasa sakit dan pedih saat di anal perlahan akan menjadi mengilang dan bahkan malah berubah menjadi sebuah kenikmatan. Itulah yang mulai bu Yuli rasakan dari sensasi anal seks yang sedang ia dapatkan.


“aaakkkhhh….aaakkkhhh……p-ppaakkk….ssshhhhh….” rasa panas pada dinding-dinding anus bu Yuli mulai terasa semakin memanas akibat gesekan cepat dari kulit penis pak Susno yang sangat terasa memenuhi lubang sempitnya itu.

“aaaakkkhhh….saakkiitt…..aakkkhhhhm….aaakkkhhh…..e-eennakkk….”, seperti orang linglung, ucapan bu Yuli berubah-ubah akibat kenikmatan setan yang ia rasakan.


Karna posisi pak Susno menganal bu Yuli dalam keadaan bu Yuli di Doggy olehnya sehingga pak Susno bisa dengan leluasa mengarahkan kedua telapak tangannya untuk meremas kuat kedua payudara bu Yuli yang tergantung bebas itu. Bukan hanya meremas, dalam kondisi seperti itu pak Susno pula mencubit serta menarik kedua putingnya hingga bu Yuli mengerang. Entah itu erangan nikmat atau erangan sakit karna kedua hal tersebut terlalu samar untuk di analisa.


Mungkin dikarenakan nafsunya yang sedang menggebu dan juga rasa cengkeraman kuat lubang anal bu Yuli membuat pak Susno terlihat dengan cepat sudah akan mendapatkan klimaksnya. Sungguh terasa luar bisa lubang itu bagi pak Susno. Dirinya merasa puas bisa menganal lubang sempit itu lagi. Lubang sempit yang bahkan oleh suaminya sendiri belum pernah di jamah.


PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!! Bunyi benturan kulit semakin terdengar jelas dan jeda antara tabrakannya semakin intens.


“Mau keluar, bu. Ssshhhhh… Enak banget pantatmu, jalang! Ssshhhhh…. Suamimu bodoh sekali, istri punya lubang seenak ini ga di pakai. Ssshhhhh….biar bapak pejuhin aja sekalian nih!”


CROT!!! CROT!!! CROT!!!


Cairan putih kental bukan milik suaminya itu pun menyembur deras ke dalam pantat bu Yuli, namun pak Susno tak berniat memberikan semua spermanya di dalam sana. Dengan menarik cepat, pak Susno memasukkannya ke dalam vagina bu Yuli dan sisa spermanya ia tembakan untuk mengisi rahim perempuan tersebut. CROT!!! CROT!!! CROT!!!


Bu Yuli hanya memejamkan matanya saat kedua lubangnya secara bergantian di berikan jatah cairan hina tersebut. Saat penis besar itu berkedut menyemburkan muatannya pula bu Yuli bisa merasakan dengan jelas cairan kental tersebut mengisi lubangnya dengan amat banyak.


Kondisi keduanya hampir sama. Nafasnya terengah-engah seperti habis melakukan sebuah lari jarang jauh. Posisi bu Yuli masih belum berubah, bagian atas tubuhnya masih tengkurap diatas meja dengan kedua payudaranya tergencet oleh badannya sendiri, sementara kedua kakinya masih terjuntai ke bawah dengan memperlihatkan kedua lubangnya yang mulai mengalirkan cairan putih nan kental itu. Sebagian langsung jatuh ke lantai, namun sebagian juga hanya meleleh di pahanya.


“Servis yang hebat, bu. Saya puas sekali dengan tubuhmu”, ujarnya dengan nafas yang masih berantakan.

“jadilah istri kedua saya bu. Saya ingin memilikimu sepenuhnya dengan sebuah ikatan”, sambungnya dengan kali ini berbicara tepat di telinga bu Yuli dan hal itu membuat bu Yuli berdesir geli.

“Ga….ga mau, pak. Saya punya suami”

“Saya tahu akan hal itu bu. Kita nikah siri saja, saya akan menafkahi ibu layaknya istri sah”, bu Yuli tetap kekeh menolak lewat gelengan lemas kepalanya.


“aaakkkhhh!!!!”, pekik bu Yuli kaget ketika dengan tiba-tiba dan kasar, pak Susno menjambak rambutnya sampai posisi dirinya di tuntun untuk bersimpuh di depan selangkangan.


“Udah dikasih enak tetap aja ga mau. Sekarang bersihkan kontolku ini!”





Sejujurnya bu Yuli mulai tertarik akan kenikmatan yang pak Susno berikan namun entah kenapa rasa ketertarikannya itu kembali mulai hilang. Bisa dilihat dari tatapan bu Yuli yang diberikan saat mendengar ucapan pria tersebut. Rasa tersinggung kelas terasa pada batin bu Yuli. Akibat ucapan pak Susno juga membuat dirinya kembali mengat sang suami dan anaknya. Rasa untuk terlepas dari jerat nafsu setan tersebut bangkit kembali.


Bu Yuli sadar betul jika ingin terlepas dari semuanya adalah hal yang susah, terlebih lagi ia pastinya akan berjuang sendirian untuk bisa melepaskan dirinya sendiri. Dalam hal ini sejujurnya bu Yuli sangat membutuhkan bantuan orang lain tapi rasanya sangat sukar untuk memintanya karna dengan demikian pula pasti apa yang telah ia perbuat atau ia alami akan di ketahui juga oleh orang tersebut.


GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Mata terpejam, batin bergejolak saat mulutnya haris dipaksa untuk kembali melahap penis tersebut yang rasanya sudah campur aduk itu.


“Bersihin sampai bersih kontol saya, bu. Bu Yuli ini sekarang peliharaan saya jadi harus nurut apa yang majikannya suruh!”, rasanya bu Yuli ingin sekali menampar mulut tersebut.


CEKREK!!!


Disaat pelecehan itu berlangsung, pintu ruangan pak Susno terdengar di buka dari luar. Sontak saja hal tersebut menimbulkan sebuah kepanikan. Dengan cepat pak Susno meraih celananya dan begitu juga dengan bu Yuli sendiri yang mencoba memungut semua pakaiannya, namun tindakan mereka berdua rasanya sia-sia karna tamu tak terduga tersebut nyatanya telah berhasil membuka pintu seutuhnya sehingga bisa melihat kondisi keduanya yang telanjang bulat.


 


Chapter 8 End

 

Disaat pelecehan itu berlangsung, pintu ruangan pak Susno terdengar di buka dari luar. Sontak saja hal tersebut menimbulkan sebuah kepanikan. Dengan cepat pak Susno meraih celananya dan begitu juga dengan bu Yuli sendiri yang mencoba memungut semua pakaiannya, namun tindakan mereka berdua rasanya sia-sia karna tamu tak terduga tersebut nyatanya telah berhasil membuka pintu seutuhnya sehingga bisa melihat kondisi keduanya yang telanjang bulat.


Raut wajah pak Susno awalnya tegang kembali menggambarkan sebuah rasa lega disana ketika melihat siapa yang datang. Ternyata sosok tersebut adalah pak Anton. Untuk bu Yuli sendiri ada rasa yang sama seperti pak Susno namun tak sepenuhnya karna dirinya sudah bisa menebak bahwa pak Anton pastinya juga akan meminta jatahnya yang sebenarnya bukan kewajiban bu Yuli sama sekali.


“saya kira tadi siapa”

“Memangnya bapak kira tadi siapa?”

“Gila, pak! Ini bu Yuli kenapa penampilannya kaya gini?! Pake kalung sama….ISTRI NAKAL?”, Sambung pak Anton kaget melihat dandanan pak Susno sebelumnya.

“Iseng aja pak”


“Iseng kau bilang? Iseng dengan merendahkan harga diriku?”, batin bu Yuli berbicara akan rasa tak terimanya.


“mungkin ada guru lainya yang belum pulang atau apa gitu jadinya kan saya jadi ga karuan rasanya, pak”, ujar pak Susno menjawab ucapan pak Anton dengan lega sambil menjatuhkan pantatnya di kursinya.

“ga karuan gimana pak? Bukannya malah enak, orang udah main kuda-kudaan sama bu Yuli”, ucapnya melirik ke tubuh bu Yuli yang sedang bersimpuh di lantai dengan menutupi tubuhnya dengan pakaiannya yang ia pungut di lantai.

“wah, kalo untuk itu sih beda cerita lagi, pak. Hahahaha…. Yaudah kalo memang bapak mau, pakai aja mumpung belum terlalu sore”

“Pak!”, protes bu Yuli menatap pak Susno tajam.

“Tak apa, bu lagian Cuma tambah satu kontol aja kok”, jawabnya dengan seenaknya saja.

“pas sekali pak, niat saya kesini karna memang mau tunjukin ke bapak barang yang saya dapat”, sambil merogoh tas nya.


Sebuah wadah dengan bentuk seperti balsem ukuran kecil yang dimana barang tersebut semacam gel perangsang. Pak Anton mendapatkan batang tersebut dari pasar online yang ia tak sengaja temukan. Karena banyak yang beli dan melihat testimoninya bagus akhirnya ia membelinya dan rencananya memang akan di coba pada bu Yuli.


“j-jangan pak, saya mohon”, cemas bu Yuli setelah mendengar penjelasan pak Anton itu.

“tenang saja, bu ini tak berbahaya kok. Justru yang menjadi kemungkinan bu Yuli malah akan mendapatkan sensasi yang nikmat”, bu Yuli menggeleng cepat sambil memeluk tumpukan seragamnya sendiri.


Di tutupnya pintu kantor pak Susno dan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, pak Anton maju menghampiri bu Yuli di tempatnya terduduk. Dibukanya kedua kaki bu Yuli dan langsung dioleskannya gel tersebut ke vagina bu Yuli dengan jumlah lumayan banyak. Saat pak Anton mencoba melumuri vaginanya, bu Yuli sedikit mendesah.


Menurut deskripsi barang, bahwa efek gel tersebut akan berpengaruh dalam waktu Lima menit maka setelah mengolesinya, pak Anton tak langsung menjamah bu Yuli, ia mencoba untuk menunggu reaksinya dengan duduk di sofa sambil menatap tubuh telanjang di depannya itu.


Perlahan, bu Yuli mulai merasakan rasa yang berbeda. Badannya mulai memanas terlebih lagi pada bagian selangkangannya. Panas dan serasa semakin gatal. Rasa khawatir mulai hinggap pada dirinya karna efek dari gel tersebut memang benar adanya dan sekarang mulai bereaksi. Tanpa sadar bu Yuli mulai menggeliat seperti sedang kepanasan. Tanpa sadar pula dalam kealfaan tersebut, mata bu Yuli menatap selangkangan pak Angon yang terlihat menggembung.


“Ada apa bu? Kenapa lihatin saya?”, tanya pak Anton mulai sadar akan gerak-gerik bu Yuli yang mulai ada perubahan.





Wajahnya berasa memanas karna malu saat bu Yuli tertanggap basah tengah memandangi selangkangan pak Anton. Yang bisa dilakukan hanya mengalihkan pandangannya, namun saat mengalihkan pandangannya, bu Yuli malah melihat penis pak Susno yang sudah setengah tegak itu. Rasanya menjadi tak karuan melihat benda tersebut. Ingin rasanya memegang penis pak Susno. Dalam hati bu Yuli berpikir, “inikah efek obat tersebut yang sebenarnya? Aku sendiri sampai seperti ini dibuatnya”.


Tanpa diketahui bu Yuli, pak Anton beranjak dari duduknya sambil kedua tangannya bergerak membuka resleting celananya dan tanpa basa-basi langsung mengeluarkan penisnya yang dalam keadaan setengah tegang itu. Saat bu Yuli menengok, penis tersebut langsung mengenai pipinya. Kaget, namun bercampur nafsu saat penis tersebut berada di pipinya.


“ayo di emut dulu, bu. Buat kontol bapak keras supaya pas di masukin bisa bikin enak”, sambil menyodorkan batang penisnya di depan wajah bu Yuli.


Tentu saja karna efek obat tersebut bu Yuli meresponsnya dengan enteng. Tanpa harus dibimbing, menggunakan tangannya sendiri, bu Yuli memegang penis tersebut untuk ia masukan ke dalam mulutnya.


“gunakan lidahmu, bu”, tanpa harus dipaksa kembali, bu Yuli memainkan lidahnya saat penis tersebut ia keluarkan sebentar lalu di masukannya kembali. Saat dijilati pun, bu Yuli melakukannya di sekujur batang perkasa tersebut sampai pada ke titik lubangnya.

“sedot yang kuat, bu”

“telan yang dalam sampai ke pangkal”, begitulah perintah-perintah yang pak Anton ajukan kepadanya.


Namun sepetinya pak Anton memang berniat memainkan bu Yuli saat itu. Saat bu Yuli sedang asyik memberikan servisnya, pak Anton memundurkan badanya perlahan dan mau tak mau bu Yuli mengikutinya sehingga pemandangan yang terlihat sangatlah luar biasa dimana sosok perempuan baik-baik rela merangkak supaya mulutnya dapat melahap penis tersebut.


Pak Anton tertawa melihat reaksi yang bu Yuli berikan. Sepertinya perempuan tersebut sudah dalam keadaan birahi yang tinggi. Setelah duduk di sofa dengan kedua kakinya mengangkang untuk memberikan akses bu Yuli mengulum penisnya, pak Anton tampak merem melek menikmati kuluman nya sambil membelai lembut kepala bu Yuli yang masih terurup hijabnya.


“oouugghhhsss…..sepertinya bu Yuli suka dengan kontol saya. Ssshhhhh….kontol enak ya, bu?”, bu Yuli mengangguk.

“Jawab dong, masa punya mulut ga di pakai sih? Malah di pakai buat kulum kontol doang. Hehehe…”

“Iyaaahhh…..saya suka”, jawab bu Yuli dan kembali melahap penis yang sudah mulai kian membesar dengan sempurna.

“jangan lupa juga bijinya di bersihkan bu”


Pak Anton tiba-tib menjadi kesal karna bu Yuli melakukan sebuah kesalahan dimana saat buah zakarnya di jilat dan disedot, bu Yuli tak sengaja menyedot dengan keras sehingga pak Anton merasa kesakitan pada zakarnya itu. Karna rasa kesalnya itu, pak Anton mendorong paksa kepala bu Yuli sampai penisnya terlepas.


“dasar lonte! Bukannya kasih enak malah kasih sakit. Ibu perlu saya hukum!”, geramnya.


Tanpa aba-aba, pak Anton meraih buah dada bu Yuli untuk ia remas dengan kuat dan kedua putingnya ia cubit serta ia tarik dengan ketas pula. Hal itu lantas saja membuat bu Yuli terpekik akan perbuatan kasar yang pak Anton berikan terhadapnya.


Selanjutnya, dengan rakus pak Anton mengulum payudara bu Yuli dan ia gigit-gigit putingnya yang mungil kecokelatan itu sambil memberikan sebuah cupangan disana.


“Aaakkkhhhsssss…..ssshhhhh….s-sakit ppaakkk….”, erangnya.


Bukannya berhenti, pak Anton malahan semakin liar mengulum puting bu Yuli dan memainkannya sesuka hati. Mulutnya menyusu, satu tangannya memilin-milin payudara yang lain, sedangkan tangan satunya lagi bermain di klitoris bu Yuli. Akibat rangsangan seperti itu membuat bu Yuli mulai merasakan geli yang terjadi di sekujur tubuhnya. Apalagi pak Anton juga mulai menusuk-tusukan jarinya untuk masuk ke dalam liang senggamanya itu.


Rasanya cairan sperma milik pak Susno sebelumnya kembali mulai keluar akibat tusukan jari pak Antin yang kian lama menjadi sebuah gerakan mengocok itu. Vagina yang sudah basah kian semakin basah dibuatnya sampai-sampai bu Yuli sendiri mulai kelabakan dan akan mencapai orgasmenya kembali. Bu Yuli merasa kaget dengan tubuhnya perihal hanya lewat kocokkan singkat saja sudah mampu membuat dirinya akan meledak kembali.





“Eegggghhhh….eeeeegggghhh….”, desahan tertahan bu Yuli terdengar dengan tangannya mencengkeram tangan pak Anton.


Pak Anton mendorong tubuh bu Yuli untuk terlentang di lantai. Kemudian pria tersebut melebarkan kedua pahanya dan setelah kepala jamurnya tepat di bibir vagina bu Yuli, BLES!!! Pak Anton mendorong keras penisnya untuk masuk dijepit oleh dinding sempit vagina bu Yuli. Sodokan keras itu membuat bu Yuli terpekik dan tubuhnya ikut terdorong ke belakang.


“oouugghhhsss…..memekmu memang yang terbaik, bu. Ssshhhhh….”, racau nikmatnya saat penisnya merasakan sebuah jepitan kuat di dalam sana.


Pak Anton tak langsung memulai genjotannya karna dirinya ingin menikmati terlebih dahulu pijatan dinding vagina bu Yuli sambil kedua tangannya meremas payudara sekal di depannya.


Sebuah respons tak terduga di berikan oleh bu Yuli dan tawa pak Anton kembali menggelegar. Mungkin karna efek obat tersebut yang luar biasa terasa membuat bu Yuli serasa tak sabar untuk menerima setiap sodokan yang mampu menghilangkan rasa gatal pada selangkangkannya itu. Dengan sendirinya, bu Yuli menggerakkan pinggulnya mengaduk penis pak Anton, seolah sedang memberikan sebuah kode bahwa pak Antin di suruh untuk cepat memulainya.


“lihat kan, pak? Ini lah efek dari gel itu. Ini lonte sampai ga sabar pengen di genjot. Hahahaha….”

“Benar-benar barang yang sangat bagus, pak”, puji pak Susno dari tempat duduknya.

“jika bu Yuli menginginkannya, mintalah dengan sopan pada saya. Ucapkan keinginanmu dengan vulgar. Tekan rasa malumu jika menginginkan kontol saya mengocok memekmu!”

“Tekan rasa malumu!”, sambungnya.


“t-tolong gerakin kontolnya, pak. Genjot memek saya dengan itu, saya menginginkannya. Saya mohonnnn….ssshhhhh…”

“Ibu mau kontol saya?”

“Iyaaahhh…”

“Mau ngentot sama saya? Bu Yuli punya sumi loh”

“Biarin….biarin saja. Yang saya inginkan bukan suami, tapi kontol bapak!”, suara tertawa melecehkan terdengar.

“Bu Yuli sadar ga kalo ini sekolah tempat anakmu menimba ilmu? Apa ga malu tempat anakmu berada di pakai buat ngentot?”

“Bagas….Bagas ga lihat pak”

“Wah bagus bu, saya suka bu Yuli yang seperti ini. Kaya Pelacur! Hahahaha….”

“jangan mempermainkan saya terus pak!”


Dengan mencari posisi yang pas, pak Anton mulai melakukan gerakannya untuk menikmati setiap jengkal rasa nikmat yang diberikan oleh vagina bu Yuli. Ia genjot dengan ritme yang teratur dan dalam tempo yang masih pelan. Namun hal itu saja sudah membuat bu Yuli belingsatan tak jelas. Rasa geli, gatal, panas dan nikmat bercampur dalam perasaannya.


Cairan kewanitaannya dan cairan sperma milik pak Susno seakan mencari pelicin untuk penis pak Anton keluar masuk dengan lancar. Dinding vaginanya terasa sangat sensitif ketika harus bergesekan dengan kulit penis pak Anton yang dimana penis tersebut memenuhi seluruh rongga vaginanya. Walau tam terlalu membuat sesak seperti milik pak Susno tapi hak itu sudah sangat cukup untuk memberikan sebuah kenikmatan duniawi.





PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!


“Ooouugggsssshhhh….enak banget bu. Ssshhhhh…..licin….tapi seret. Ssshhhhh…..”

“aaakkkhhh….aaakkkhhh….”, kepala bu Yuli menggeleng ke sana-kemari menikmati berbagai rasa yang ia rasakan.

“Kontol….kontol enakkk….aaakkkhhh….aaakkkhhh….”


Baru lima menit dalam posisi itu, pak Anton menghentikan genjotannya dan menarik lepas penisnya. Ia membalik tubuh indah bu Yuli hingga tengkurap, lalu menyuruhnya untuk menungging dengan menjunjung tinggi pantatnya di dewan pak Anton. Bu Yuli yang sedang dikuasai oleh nafsunya hanya pasrah mengikuti arahan pak Anton dengan kedua lutut dan tangannya bertumpu di lantai keramik, bu Yuli telah siap untuk di zinai kembali oleh pejantannya.


PLAK!!! Pak Anton menampar pantat mulus bu Yuli yang tengah menungging di depannya sampai meninggalkan tanda merah disana.


Sekali lagi, pak Anton menyodokkan penisnya ke dalam liang surgawi bu Yuli dan langsung memulainya dengan sodokan-sodokannya yang keras, tubuh sintal bu Yuli pun ikut terguncang-guncang tatkala mendapat sodokan tersebut.


Tangan pak Anton tak tinggal diam, ia meraih payudara bu Yuli dan ia remas dengan sesekali masih menampar paha dan pantatnya hingga terasa pedih. Bu Yuli yang diperlakukan seperti seekor kuda tunggangan dan juga seperti sebuah boneka seks itu hanya bisa pasrah menerimanya. Dilain sisi karna dirinya pun sedang menginginkan sebuah kenikmatan.


“Enaknya, bu. Ssshhhhh…. aaakkkhhhsssss….”, racau pak Anton saat penisnya terjepit dalam liang kenikmatan.

“terusss ppaakkk, terusss…..aaakkkhhh….”, bunyi kecipak antara di kulit yang saling bertubrukan di permukaan basah pun terdengar sangat nyaring di dalam ruangan tersebut.


Aura panas dari persetubuhan amat sangat terasa menyelimuti. Pak Anton yang sedang menggenjot bu Yuli dibelakang-Nya otomatis melihat lubang pantat perempuan tersebut yang dimana masih terlihat sedikit ada Lelehan sperma pak Susno. Saat itu pak Anton berniat mencabut penisnya dan memasukkannya ke dalam lubang tersebut, namun niat pak Anton harus pupus ketika pak Susno berujar bahwa dirinya ingin bergabung kembali.


Karna yang berkuasa adalah pak Susno, pak Anton pun mencoba untuk mengalah. Dirinya sudah diberikan jatah untuk menikmati lubang sempit vagina bu Yuli saja sudah sangat beruntung.


“jangan pak! Saya mau pakai yang itu”, ujarnya seraya bangkit dari tempatnya menonton sejak tadi dengan batang pensinya yang sudah kembali tegang seperti sedia kala.


“gah usah”, imbuhnya kembali saat pak Anton mencabut penisnya dan bersiap menyingkir.

“pakai bareng-bareng aja, pak. Belum pernah merasakan kan? Dijamin nanti pasti bakal tambah cekik itu memek”


Pak Anton yang belum pernah melakukan kegiatan seks seperti itu pun di buat bingung. Dengan arahan pak Susno, pak Anton di suruh untuk rebahan di lantai dan bu Yuli dibimbing untuk naik di atas tubuh pak Anton dan memasukkan penisnya.


Punggung bu Yuli di tekan sampai menempel di dada pak Anton, dengan demikian posisi lubang pantat bu Yuli menjadi terlihat lebih jelas dan hal itu bisa memudahkan pak Susno untuk melakukan penetrasinya.


Dengan mengaduk-aduk isi tas bu Yuli, pak Anton mengambil sebuah Lotion perawatan kulit, lalu ia balurkan Lotion tersebut di sekujur batang kejantanannya dan juga tepat di mulut lubang pantat bu Yuli.


“Maaf ya, bu lubangnya mau kita pake dua-duanya. Hehehe….”, ujar pak Susno dengan menempelkan ujung kepala jamurnya di depan pintu masuk pantat bu Yuli.

“J-jangan Pak, saya mohon pakai memek saya saja. Disitu terlalu sakit”

“tenang aja, bu. Rileks. Bukan hal pertama juga buat ibu jadi rasanya tak akan sesakit itu. Tenang saja, lemaskan otot-otot pantatmu”

“saya mohon pak, saya belum terbiasa”

“belum terbiasa? Makanya dibiasakan biar biasa”

“pilih saja, mau di pantat atau saya masukin juga ke memek ibu bareng sama kontol pak Anto?”





Batinnya berseru mendengar pilihan yang pak Susno berikan, “gila saya satu lubang dua kontol. Bisa sobek memekku”. Karna memang sudah tak ada pilihan lagi dan dirinya juga masih dalam keadaan birahi tinggi, bu Yuli mencoba untuk melemaskan otot-otot pantatnya saat kelapa jamur pak Susno mulai di mencoba penetrasinya.


Cukup lama proses penetrasi itu dilakukan, hingga pada percobaan yang ke sekian kalinya akhirnya penis perkasa itu secara perlahan bisa menyumpal lubang sempit tersebut dengan sempurna. “aaakkkhhh!!!”, lenguh puas dan lenguh perih terdengar bersamaan saat proses penyatuan berhasil.


Pemandangan yang terlihat sungguh tak ada pantasnya sama sekali, dimana sosok guru yang harusnya menjadi panutan para muridnya kini dengan kompak menjejalkan batangnya ke dalam masing-masing lubang seorang guru perempuannya.


Fungsi sekolah yang harusnya untuk tempat belajar kini digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan cabul yang dinamakan dengan bersetubuh. Satu wanita di hajar dua pria sekaligus. Mulut yang seharusnya dipakai untuk menerangkan mata pelajaran digunakan untuk mengeluarkan kalimat-kalimat kotor yang merendahkan pada sang perempuan. Sementara sang perempuan menggunakan mulutnya untuk mengeluarkan suara erangan dan desahan.


Rasa perih, panas dan nyeri kembali hinggap di lubang anal bu Yuli terlebih lagi apa yang terjadi bukan hanya lubang analnya saja yang dijejali penis, namun begitu juga dengan vaginanya.


Dari pantulan kaca dirinya bisa melihat betapa hinanya kegiatan yang sedang terjadi, tubuhnya tengah di apit oleh kedua pria dengan keadaan semuanya telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Hal memalukan terlihat kembali saat meneliti penampilannya sendiri. Di pakaikan kalung dari sabuk dan terdapat sebuah papan yang menggantung di lehernya. Sungguh, sungguh seperti betina peliharaan yang tengah di suruh untuk memuaskan para pejantannya.


“bagaimana rasanya pak?”, tanya pak Susno setelah penisnya terbenam sambil meremas kuat kedua bongkahan pantat bu Yuli.

“Aakkkhhsss….gila, pak! Gila, rasanya semakin sempit”

“benar kan apa kata saya”, ucapnya dengan bangga.

“Gimana rasanya bu saat kedua lubangmu di pakai secara bersamaan lagi?”


“hah?! Lagi? Maksudnya gimana pak?”, kaget pak Anton dari bawah yang tadinya tengah memeluk tubuh hu Yuli dan mulutnya menjilat serta mencucup leher bu Yuli.

“Iya, bu Yuli ini sudah pernah seperti ini sebelumnya. Tapi bapak tau tidak siapa yang melakukannya?”

“Anaknya sendiri, Bagas dan yang saat itu pakai memeknya adalah Beni”

“Seriusan pak? Dimana itu? Berarti Bagas sama teman-temannya udah tau dong?!”

“Tenang saja pak, saat bu Yuli di genjot, merek tak tahu siap yang sedang mereka nikmati soalnya kepala bu Yuli saya tutupin. Itu terjadi pas karyawisata, tepatnya di gubuk ladang teh”

“gila sekali Anda pak, sampai buat bu Yuli di hajar sama anaknya sendiri dan teman-temannya”

“Hahahaha…sudah-sudah. Lebih baik kit kembali fokus sama bu Yuli ini”





Pak Susno melancarkan serangannya dengan tempo sedang, begitu juga dengan pak Anton. Keduanya dengan sangat serasi menggerakkan bagang penisnya keluar masuk layaknya piston di kedua lubang bu Yuli.


Erangan dan desahan nikmat kembali memenuhi ruangan tersebut. Keringat mulai mengucur deras dari ketiganya tanpa di pedulikan. Pantat serta payudara bu Yuli tak lepas dari jamahan tangan keduanya, menambah rangsangan yang teramat sangat. Tanpa di duga bu Yuli kembali meraih orgasmenya sampai tubuhnya bergetar hebat tapi untungnya tubuh bu Yuli tengah di peluk oleh pak Anton sehingga tak sampai membuat penis pak Susno terlepas.


“aaaarrrggghhhhhh…..ssssshhhhhh……”, erangnya penuh kenikmatan saat orgasme melanda menyiram penis pak Anton yang keluar masuk vaginanya.


Tubuh ramping dari seorang ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai guru harus mengalami gelombang nikmat yang di hasilkan dari dua pejantan yang sedang membantu dirinya dalam fase tersebut.


“padahal udah becek oleh peju sama orgasmenya tapi… Ini memek masih aja cengkeram keras banget kontol saya, pak. Ssssshhhhhh…. Memang bu Yuli ini istri idaman banget. Istri yang Entotable”

“Iya, pak. Ssshhhhh…. Mending kita selesaikan lebih cepat lagi. Ini udah mulai sore banget. Ssshhhhh…. Sebelum anaknya curiga kalo ibunya lagi kita kontolin, pak. Ssshhhhh….”, ujar pak Susno dengan menambahkan ritme genjotannya pada anus bu Yuli.


“Ssshhhhh….Aaakkkhhh…”, desahnya antara nikmat dan perih disaat kedua penis itu bergerak mengocok kedua lubangnya dengan gerakan cepat. Rasanya ingin teriak melupakan perasaan aneh yang sedang dirasakannya namun hal itu tak mungkin rasanya karna hal tersebut bisa menimbulkan kecurigaan dari orang-orang yang berada di sekitar sekolah.


Cukup lama bu Yuli harus dipakai dalam keadaan seperti ini sampai rasa perih yang dirasakan akibat tusukan penis keduanya berubah menjadi sebuah rasa nikmat yang sempat ia rasakan sebelumnya saat di pakai oleh anak serta teman anaknya sendiri. Nikmat yang di rasakan rasanya begitu bertambah berkali lipat saat dirinya memejamkan mata dan meresapi setiap gesekan penis-penis tersebut di kedua dinding lubangnya. Menggasak dengan cepat dan kuat untuk mengacak-acak rongganya.


“Aaakkkhhh…..ke-kelluuaarrr….mau kelluuaarrr!!!”, seru pak Anton dan ditimpali oleh pak Susno untuk tidak mengeluarkannya di dalam. Pak Anton yang bingung dengan cepat menuruti perintah pak Susno saat pria tersebut menyuruh agar pak Anton menembakkannya di celana dalam bu Yuli.


Dengan gerakan cepat, pak Anton menyingkirkan tubuh bu Yuli dengan kasar. Walau keseimbangan bu Yuli sempat menjadi kacau tapi untungnya pak Susno dengan sigap menangkap tubuh bu Yuli untuk ia peluk sambil penisnya terus saja bergerak.


Pak Anton meraih celana dalam hitam bu Yuli dan mengarahkan ujung kepala jamurnya tepat di bagian kain yang menempel langsung ke vaginanya. CROT!!! CROT!!! CROT!!! Sangat banyak jumlah sperma yang pak Anton semburkan di atas celana dalam tersebut. “aaakkkhhhsssss….gila enak banget. Ssshhhhh….”, sambil mengurut penisnya, mencoba memeras sperma yang masih tersisa.


Tak berselang lama juga, pak Susno menarik penisnya dari lubang anal dan dipindahkan ke dalam vagina. Disana ia kocok beberapa kali penisnya lalu ia cabut kembali. Jilbab bu Yuli di tarik kasar oleh pak Susno untuk mendekatkan kepala bu Yuli pada selangkangnya. Tangan satunya sedikit mencekik bagian leher, memaksa bu Yuli untuk membuka mulutnya. Setelahnya, pak Susno menjejalkan penis perkasanya ke dalam sana dan dalam beberapa genjotan keras….



“Aaaarrrggghhhhhh…..telan….telan peju ku, bu! Telan semua!!!”, erangnya saat pak Susno orgasme.


CROT!!! CROT!!! CROT!!!


Cairan putih hangat masuk seluruhnya ke dalam mulut bu Yuli dengan semprotan keras dan banyak. Karna mulutnya yang penuh dan pak Susno menekan dalam penisnya sehingga bu Yuli harus menelan semua sperma yang di keluarkan tersebut supaya bisa bernafas.


Setiap semprotan yang dikeluarkan, pak Susno selalu mendorong kepal bu Yuli untuk lebih dalam melahap penisnya. Rasa mual dari penis tersebut dan dalamnya sodokannya membuat bu Yuli serasa ingin muntah.


“Hueekkkkkkk”,rasanya seperti sangat mula untuk bu Yuli saat merasakan cairan tersebut. Namun ia harus terpaksa melakukannya. Dari sudut bibitnya pula tampak sisa-sisa sperma yang mengalir akibat tak semuanya bisa ia telan dengan sempurna.


Seharian aku hanya rebahan tak jelas diatas tempat tidurku. Sempat juga tadi pergi ke warung depan kompleks dimana anak-anak kampung depan nongkrong dan aku juga lumayan sering bergaul bersama mereka disana, tapi aku bergabung tadi tak terlalu lama karna memang rasanya sungguh tak bisa fokus pikiran ini. Daripada menimbulkan sebuah kecurigaan karna diamnya aku secara terus-menurus, aku putuskan untuk kembali saja ke rumah.


Sudah lewat satu minggu pula sejak hari dimana ibu pulang lumayan larut malam. Saat ibu pulang, wajahnya terlihat lelah dan jilbabnya terlihat kusut pula. Aku tahu apa yang terjadi dengan ibuku, ya walau tak secara pasti, hanya tebakanku saja. Untung saja malam itu ayah belum pulang jadinya ibu terhindar dari pertanyaan ayah.


Aku yang memang sejak siang hari merasa khawatir dengan ibu pun langsung menghampiri beliau, aroma khas dari sperma pria benar-benar menusuk hidungku. Sat itu aku yang sadar akan aroma tersebut memilih untuk mendiamkannya dan bersikap senormal mungkin. Ibu juga langsung masuk ke kamar dan tak keluar lagi, ia tidur dengan sangat pulas.


Teringat akan barang yang Dion bicarakan lewat Whatsapp itu, aku tiba-tiba ke pikiran sebuah idem ide yang aku juga sadar bahwa itu juga sangat berisiko untukku. Tapi cara inilah yang ada di dalam kepalaku untuk bisa melepaskan dan juga menyelamatkannya dari jeratan pak Susno. Ku ambil HP dan ku telepon Dion.


“Buat apaan? Jangan bilang lu….”

“sadar bodoh! Gue juga ga mau ngerasain sedikipun”, imbuhnya.

“Kagak anjir!”

“terus buat apaan lu tanya sampai mau beli?”


Aku terdiam sesat untuk menjawab pertanyaan Dion itu. Aku tak punya pilihan lagi, aku memberitahunya namun tak semuanya dan memberikan porsi berbohong yang lebih banyak.


“beberapa hari yang lalu ibu gue mau di perkosa sama pak Susno”

“bercanda lu kurang epic!”, bantahnya mengira aku berbohong.

“gue ga paksa lu buat percaya sama gue”

“Seriusan aja lu?! Tapi gue lihat antara ibu lu ataupun pak Susno biasa aja”

“ibu memang ga cerita sama siapa pun termasuk gue sama ayah pastinya dan alasannya karna ibu diancam sama dia!”

“anjing banget kalo gitu berarti. Lu ada bukti? Kalo ada gue siap temenin lu buat ke kantor polisi—“

“ga perlu. Satu, gue ga ada bukti yang kongkret. Dua, kalo pun gue ada bukti, gue juga ga mau laporin ke polisi. Kenapa? Walau diancam, jika memang ibu mau kasih tau ke gue ataupun ayah juga sebenarnya masih tetap bisa tapi ibu gue lebih pilih buat diam”

“Terus masalahnya apa?”

“Secara ga langsung ibu diam karna ga mau buat malu keluarga, jadi… Gue bakal lepasin ibu dari genggaman pak Susno dengan cara gue sendiri tanpa harus ibu maupun orang itu tahu. Jika rencana gue berhasil dan pak Susno sampai tau dalang dibaliknya itu gue, otomatis dia bakal balas dendam ke gue dan pastinya sama ibu gue juga. Gue ga bisa bayangin jika hal itu terjadi, pak Susno akan lakukan apa ke ibu gue nantinya”

“yaudah lah terserah lu aja, gue juga nakal tetap mau bantu tapi caranya gimana?





Rencana yang aku punya adalah sebuah jebakan. Jebakan yang bisa membuat orang tersebut bisa masuk ke dalam jeruji besi tapi dengan kasus yang berbeda. Sedari tadi aku hanya menggunakan kata “barang” tanpa dibelaskan barang apa itu. Barang yang ku maksud dan barang yang Dion ambil di laci sekolah karena ketinggalan adalah sebuah ekstasi.


Perlu diingat lagi, baik gue, Dion maupun geng gue ga pernah pakai batang seperti itu. Lalu kenapa Dion bisa mendapatkannya? Mungkin terdengar lucu dan mengada-ada, tapi barang tersebut kami temukan saat berangkat sekolah. Tepatnya saat sedang berada di dalam toilet pom bensin.


Saat itu Dion yang tengah kencing di dalam, tak berselang lama ada dua orang yang menghampiriku di depan toilet tersebut dengan tampang seperti ketakutan. Satu orang mengajakku berbicara dengan seolah bertanya-tanya tentang jalan karna dia bilang orang baru, sementara satu orang lainnya yang membawa tas masuk ke dalam toilet.


Di waktu itu aku sama sekali tak menyadari bahwa orang yang sedang mengajakku berbicara itu bertujuan u tuk mengalihkan perhatianku dan sumber dari paket ekstasi itu ialah dari orang yang masuk ke dalam toilet. Oke, terlalu berbelit.


Singkat cerita, Dion baru menyadari ada barang asing di dalam tasnya yang ternyata sebuah ekstasi dalam jumlah banyak. Sudah pasti Dion menjadi takut membawa barang tersebut. Mungkin sekitar 3Kg beratnya. Gila ga?! Jika sampai ketahuan bisa-bisa kami yang dianggap sebagai pengedar besar.


Kembali ke rencana. Dari barang tersebut, aku menyusun sebuah rencana dengan Dion. Aku berencana menyusupkan barang tersebut ke dalam tas pak Susno dan pak Anton. Aku juga telah menceritakan juga pada Dion tentang keterkaitan pak Anton dengan masalah ibuku ini.


Aku yakin, karna mereka berdua jarang sekali meneliti isi tasnya dan hal itu yang bisa memudahkan rencana ini. Setelah barang tersebut nantinya telah berada di dalam masing-masing tas mereka. Sebelumnya aku akan mengambil langkah dengan mencampur minuman mereka dengan barang tersebut yang sudah aku haluskan. Tujuannya? Tujuannya sudah pasti karna mereka akan berbicara jujur bahwa barang tersebut bukan milik mereka dan pastinya polisi tak akan langsung percaya. Pasti ada yang namanya tes urine. Di situlah tujuan dimana aku campurkan ke dalam minuman.


Singkat cerita, di esokkan harinya. Hari ini kembali ke hari Senin. Hari dimana biasanya sering terjadi yang namanya razia. Untuk daerahku sendiri razia seni layaknya minum obat, ada tiga waktu yaitu pagi, siang.


“sudah siap?”, tanyaku pada Dion saat menunggu kepulangan pak Susno dan pak Anton.

“kapan pun”, ucap Dion yakin.


Terlihatlah kedua pria yang sudah kami tunggu-tunggu sedari tadi. Dengan mengambil jarak aman, kami berdua mengikuti mereka dari belakang dan barulah saat sudah hampir mendekati tempat razia, ku hentikan motor ini dan menghubungi salah satu anggota polisi yang memang sudah menunggu disana. Sebelumnya aku sudah melaporkan dengan alasan bahwa ada salah satu guru yang memang pengguna dan juga pengedar barang tersebut. Tentunya, tentunya aku tak mau menyebutkan identitasku sebagai pelapor. Karna memang termasuk dalam tindak kejahatan yang serius dan aku berhasil meyakinkan pihak berwenang makanya mereka langsung bertindak di bawah aba-abaku.



Rasanya memang sangat berat jika memulai sesuatu yang baru, padahal di tempat sebelumnya sudah sangat nyaman, tapi mau bagaimana lagi, seorang anak harus menuruti apa kemauan orang tuanya.


Ya, semenjak penangkapan pak Susno dan pak Anton dengan batang bukti ekstasi dalam jumlah besar itu, ibu memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan ibu mengajak kami sekeluarga untuk pindah ke kampung halaman. Sempat ada percekcokan kecil antara ayah dan ibu disaat permintaan ibu yang sangat mendadak itu tapi untungnya bisa selesai dengan kepala dingin dan juga ayah memilih untuk mengalah.


Pindahnya aku tak menjadi alasan putusnya hubungan dengan Dion. Kami masih komunikasi seperti biasanya, hanya saja komunikasi lewat VC semata.


Dibalik rasa malas karna harus beradaptasi dengan lingkungan baru, disisi lain aku juga merasa senang dikala bisa melihat senyum seorang perempuan ayu yang telah kembali seperti sedia kala. Senyum indah yang mengembang dari kedua sudut bibirnya tergambar sangat jelas ketika bercengkerama bersama anggota keluarganya yang lain. Walau ia yakin bahwa tak ada orang yang tau tentang rahasianya, tapi sebenarnya aku tau betul apa yang di alami dan ia rasakan selama ini oleh perempuan cantik bernama Yuli dan Yuli itu… Dia Ibuku.