Tuesday, March 24, 2020

Ketika Semuanya Berubah Malam Itu

Namaku Dian 26 tahun, aku baru menikah 1 tahun yang lalu dengan mas Gino. Kami baru pindah ke rumah ini sekitar 2 minggu yang lalu, dengan rumah sebesar ini memang cukup merepotkan untuk membersihkan dan merawatnya sendiri karena kami belum sempat mencari pembantu. Aku dan suamiku belum ada niat untuk mempunyai anak, karena dia memiliki perhitungannya sendiri kapan saat yang tepat untuk menghamiliku. Oleh karena itu bila kami bersetubuh dia selalu menggunakan kondom ataupun aku yang meminum obat anti hamil.

Malam itu aku terbangun oleh suara gaduh yang datang dari halaman belakang, ku lihat suamiku masih berada di sisiku tertidur dengan pulasnya tidak menyadari suara tersebut. Aku penasaran, namun karena tidak enak membangunkan suamiku maka aku putuskan untuk mencari tahu sendiri. Ku bangkit dari ranjangku dan segera keluar dari kamar. Aku coba berjalan melewati lorong dari kamarku menuju tangga, menuruninya dan berjalan melewati ruang televisi yang bersebelahan dengan halaman belakang. Suasana menjadi sangat sepi sekarang, ditambah kegelapan yang menyelimuti karena hampir seluruh lampu rumah yang sengaja dimatikan. Aku menjadi sedikit takut, mungkin lebih baik aku kembali dan membangunkan suamiku, namun akhirnya ku beranikan diri untuk tetap mengeceknya sendiri.

Dari jendela dengan kaca yang lebar ini aku dapat melihat halaman belakang rumahku dengan baik, lampu halaman yang menyala memberiku penglihatan yang bagus ke segara penjuru halaman. Memang dari lampu halaman itulah yang menjadi sumber cahaya satu-satunya sekitarku saat ini.

“Tidak ada yang aneh, tapi tunggu, pintunya terbuka?” Dan ku lihat kunci pintu menuju halaman belakang ini juga telah rusak. Aku bergidik, aku menjadi benar-benar takut sekarang.

“Seseorang telah masuk ke dalam rumah? Jika suara gaduh yang ku dengar beberapa menit yang lalu itulah penyebab rusaknya pintu ini berarti ada seseorang yang masuk ke dalam rumahku dan kini sedang bersembunyi? Apakah selama aku berjalan tadi menuju ke halaman belakang ini dia mengawasiku dari balik kegelapan? Jika benar, ini gawat..” dengan gemetaran ku balikkan tubuhku dan menyapu pandanganku ke sekeliling. Mencoba memperhatikan dan melihat sedalam mungkin kedalam kegelapan itu.



“Aku harus kembali, memberi tahu suamiku” ku berjalan sedikit berlari melewati kegelapan itu untuk kembali menuju ke kamarku. Dalam kesunyian itu hanya suara langkah kakiku yang terdengar menderu-deru, ku paksakan melangkah secepat mungkin walau aku gemetar ketakutan. Aku tidak tahan lagi, ku putuskan untuk berteriak memanggil suamiku. Baru saja ku akan membuka mulut memanggil suamiku, sebuah telapak tengan menutup mulutku. Aku takut, aku meronta mencoba melepaskan diri dari genggamannya, namun ku tak kuasa karena tenaganya yang jauh lebih besar dariku.

“Diam.. atau kamu mau ku bunuh?” katanya berbisik dengan keras sambil menodongkan pisau ke leherku. Aku yang mati ketakutan akhirnya pasrah dan berhenti melawan. Air mataku mulai menetes, tubuhku bergetar karena takutnya. Dia lepaskan genggaman tangannya dari mulutku namun pisau itu masih berada tepat di depan leherku, yang sepertinya siap menyayat leherku jika aku berani melawan.

“Berapa orang yang ada di rumah?” tanya orang ini padaku, namun aku masih diam karena ketakutan.

“Jawab! Ada berapa?” tanyanya lagi.

“Cuma aku dan suamiku” kataku dengan suara bergetar. Aku tidak dapat melihat wajahnya karena dia mengenakan topeng, pakaiannya pun serba hitam.

“Sekarang lo harus ikutin apa yang gue minta atau pisau ini bakalan nancap di leher lo, ngerti” aku mengangguk sambil menatap ke lantai dengan cekukan tangisku.

“Bagus.. siapa nama lo cantik? “ tanyanya sambil tangannya mengelus pundakku.

“Di-dian..”

“Hmm.. Dian, cantik.. dengar, awalnya gue niatnya Cuma mau menjarah sedikit harta lo, tapi karena melihat lo gue jadi ada perubahan rencana.. hehe” katanya.

Aku mulai takut kalau orang ini berniat berbuat macam-macam kepadaku, tangannya yang terasa kasar masih mengelus pundakku, aku coba mengelak dan menjauhi tubuhku dari tangannya sebisaku.

“Gue lihat disana ada kamar kosong, ayo kesana, kita bersenang-senang sedikit.. hehe” katanya sambil menarik tanganku.

“Jangan.. tolong, ampun” tangisku pecah, aku semakin yakin kalau dia kini memang berniat mencabuliku.

Aku mencoba menahan posisi kakiku agar tetap berada disana, tapi karena tenaganya yang besar akhirnya ku pasrah mengikuti ajakannya ini. Dia menyeretku ke dalam kamar kosong yang biasanya digunakan sebagai kamar tamu, karena kamar ini sering dibersihkan maka kamar ini tetap bersih.

“ayo.. kunci pintunya dan hidupkan lampunya” perintahnya padaku. Dengan tangan gemetaran ku putar kunci kamar tersebut dan meraih kontak lampu. Kini aku terkurung dengan seseorang yang entah siapa yang siap menerkamku dan mengambil kenikmatan dariku.

“Mantap.. kita akan berpesta sayang.. hehe..” katanya mesum yang sudah mulai membuka pakaian yang dia kenakan. Dia lepaskan juga topeng yang sedari tadi menutupi wajahnya. Aku benar-benar tidak mengenal siapa orang ini, wajahnya yang jelek, hitam penuh jerawat dengan rambut cepak ini betul-betul membuatku jijik. Ku taksir usianya sekitar 40 tahun. Kini dia hanya mengenakan celana dalam yang kumal, dia berjalan mendekatiku yang masih tertunduk ketakutan ke arah lantai.

“Sekarang lo buka pelan-pelan baju lo itu sambil lo tersenyum seperti tanpa paksaan, gue pengen nikmatin.. inget! Pelan-pelan dan sambil tersenyum” perintahnya mesum padaku. Dengan tangan gemetar aku buka satu kancing kemeja tidurku perlahan-lahan.

“Senyum lo mana!” bentaknya membuatku terkejut. Ku seka air mataku dan mencoba melebarkan senyumku ke arahnya seperti yang dia minta. Mencoba tersenyum semanis mungkin padanya seolah aku adalah perempuan yang siap melayaninya tanpa paksaan. Sambil meneruskan membuka kancing bajuku yang lain, aku sesekali melirik dan tersenyum manis padanya.

“Bagus.. gitu baru lonte gue” katanya penuh penghinaan padaku dengan menyebutku seperti itu. Seorang istri terhormat dari pengusaha muda yang sehari-harinya mengenakan jilbab kalau keluar rumah, kini dengan hinanya menyebut aku lonte. Hatiku terasa sakit namun ku teguhkan hati agar tetap kuat dan terus berusaha tersenyum mengikuti perintahnya ini.

Kini seluruh kancing kemejaku sudah terlepas semua, menampakkan bra berenda bewarna krem yang aku kenakan.

“Wow.. gede, gak tahan gue pengen ngeremes tetek lo.. wakakakak” tertawanya mesum memperhatikan dadaku, aku hanya membalasnya dengan senyuman yang dibuat-buat. Aku mulai membuka celana panjang tidurku juga dengan perlahan. Posisiku yang sedikit membungkuk membuat rambut panjangku terusai dan menutupi wajahku, sehingga aku harus menyibakkan rambutku ke belakang sambil tetap tersenyum nakal padanya.

Kini aku berdiri setengah telanjang di hadapannya. Aku lanjutkan membuka kaitan bra di punggungku dengan menghadap ke tembok membelakanginya. Setelah bra terbuka dan terjatuh aku katupkan tanganku menutup pucuk payudaraku dan kembali menghadap padanya.

“Hehe.. lo emang pandai menggoda” katanya yang ku balas dengan senyumku.

“Mulai sekarang gue pengen lo juga ngomong.. gak cuma diam senyum-senyum doang..” perintahnya lagi.

“I-iya..” kataku dengan terpaksa harus mengikuti kemauannya sambil berusaha tersenyum manis. Ini sangat memalukan, harus bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana dalam saja di hadapan pria entah siapa ini. Yang memaksaku mengikuti segala kemauannya seperti tanpa paksaan. Tapi entah kenapa selain merasa malu aku merasa seksi dengan keadaan seperti ini. Ku lihat di cermin tubuh putih mulusku yang hampir telanjang berdiri di hadapan pria buruk rupa berkulit gelap yang menanti kenikmatan dariku.

“Hmm.. Pak, suka liat ini ya?” kataku tersenyum manis sambil mengguncang buah dadaku yang masih kututupi dengan tangan.

“Hehe.. suka banget.. buka dong”

“Nanti yah pak..” kataku kini membelakanginya lagi kembali menghadap ke tembok. Kini dengan perlahan aku buka celana dalam yang satu-satunya menjadi penutup tubuhku. Memperlihatkan bongkahan pantatku yang bulat menggoda padanya dengan posisiku yang membungkuk membelakanginya ini. Aku kembali menghadapnya, kini tanganku yang satu menutup vaginaku serta tanganku yang satu lagi menutup kedua putting payudaraku secara melintang.

“Waaah.. mantap abis, ngaceng berat gue” katanya, ku lihat tonjolan besar di balik celana dalamnya mencoba untuk berontak keluar.

“Suka pak? Udah gak sabar yah..” kataku dengan intonasi yang menggoda yang pastinya membuat dia makin gelojotan menahan nafsu. Entah kenapa kini aku menjadi tertarik mengikuti permainannya ini, dengan aku yang masih merasakan ketakutan dan rasa malu yang sangat, namun malah mengeluarkan kata-kata menggoda yang sengaja ku keluarkan dari mulutku tanpa paksaan.

“Kalau gak tahan buka aja pak celana dalamnya” godaku lagi. Aku sendiri tidak percaya aku mangatakan hal ini pada orang yang bukan suamiku. Ada rasa malu yang sangat dari dalam diriku namun ku coba menahannya. Dia dengan tergesa melepaskan celana dalamnya dan mengocok penisnya sendiri di hadapanku. Aku merasa jijik dan terhina dipandangi dan dijadikan objek masturbasinya seperti ini.

“Sekarang buka tangan lo, gue pengen liat” pintanya padaku. Dengan agak ragu ku buka tanganku dan mempersilahkannya melihat ke arah putting dan vaginaku yang kini sudah terpampang bebas.

Dia mendekat ke arahku dan tiba-tiba menghujaniku dengan ciumannya. Baik wajah, leher, pundak habis diciumi olehnya. Aku merasa sangat risih, ku coba sebisa mungkin mendorong tubuhnya menjauh dariku, namun dia tetap tidak berhenti dan menahan tubuhku sehingga kini aku diciuminya dalam dekapannya. Sambil menciumiku dia meremas buah dadaku bergantian dengan kencangnya, membuatku merintih kesakitan sekaligus keenakan karenanya.

“Hmpph.. pak.. sakit, pelan-pelan dong..” kataku mengiba namun dia seolah tidak peduli dan tetap meneruskan aksinya tersebut.

“Hmmhh.. oughh..Pak.. pelan-pelan..” dia tetap tidak peduli. Aku akhirnya membiarkan saja aksinya hingga tidak lama kemudian dia melepaskan sendiri remasannya dari buah dadaku.

“Sakit pak.. kasar amat ke cewek” rungutku kesakitan tapi dengan nada manja.

“Emang lo siapa nyuruh-nyuruh gue, lo seharusnya yang nurut ke gue.. ngerti?” katanya sambil tangannya menggenggam dan menjepit rahangku membuatku kesakitan. Seharusnya aku yang ngomong begitu, dialah yang entah siapa dan menyuruhku melakukan hal-hal mesum kepadaku seenak hatinya, di rumahku sendiri, dimana ada suamiku disana.

“shh.. sa-sakit pak.. i-iya.. ngerti..” jawabku yang masih kesakitan karena ulahnya barusan, dia akhirnya melepasakan genggamannya.

“Sekarang lo jilatin kontol gue, sampai benar-benar basah.. jangan sampai kena gigi lo..” perintahnya padaku.

“I-ya pak” kataku yang kemudian berjongkok dihadapannya. Kini aku diharuskan menghisap penisnya. Memang kadang aku melakukan oral seks seperti ini pada suamiku, namun kini penis yang harus aku hisap ini bukan milik suamiku, penis hitam yang bau dengan bulu lebat yang tidak terawat. Aku berjongkok dibawahnya, menahan aroma tak sedap dari selangkanngannya sambil tetap berusaha tersenyum.

Dengan masih merasa jijik aku mulai menjilati penisnya, aku sapu lidahku membasahi batang penisnya kemudian naik ke kepala penisnya. Memasukkannya ke mulutku dan memaju mundurkan penisnya di dalam mulutku. Kemudian ku lepasakan lagi penisnya dari kulumanku dan kini ku jilati buah zakarnya sambil tanganku tetap mengocok batang penisnya. Semua itu aku lakukan dengan sesekali memandang dan tersenyum ke arahnya. Memang aku lakukan ini dengan terpaksa namun anehnya aku merasa bahwa ini adalah kewajibanku untuk membersihkan penisnya dengan sebaik mungkin. Kadang aku berinisiatif sendiri untuk memasukkan penisnya sedalam mungkin ke dalam mulutku hingga mentok di pangkal kerongkonganku, membuat aku kesusahan bernafas dan terbatuk-batuk.

“Hehehe.. enak ya jilatin kontol gue?” tanyanya mesum, ku balas saja dengan senyuman ke arahnya lalu melanjutkan mengemut penisnya lagi. Aku seperti wanita jalang saja, menghisap penis orang lain yang entah siapa sedangkan suamiku di kamar sedang tertidur nyenyak.

“Itu bersihin juga bulu-bulu gue.. emut-emut seperti dikeramas..” pintanya mesum. Tanpa menjawab aku ikuti kemauannya itu. Dengan tetap mengocok penisnya dengan tanganku, ku emut bulu-bulu kemaluannya yang panjang tak terawat itu. Rasa dan aromanya sungguh menyengat, kadang bulu-bulunya itu rontok dan masuk ke mulutku. Ku ludahi penisnya beberapa kali, kemudian ku usap daerah selangkangannya yang berbulu lebat itu dengan kedua tanganku sambil aku tersenyum padanya, sehingga selangkangannya kini makin basah saja oleh liurku. Benar-benar nakal.

“Lo benar-benar mantap, gak salah gue milih rumah ini sebagai target gue, ternyata gue dapat durian runtuh.. hahaha”

“Napa muka lo merah gitu? Kepanasan lo? Belum apa-apa juga.. wuahahaha.. Sekarang lo baring ke ranjang..” dia menarikkku agar berdiri lalu menarikku ke ranjang. Dia dengan brutalnya langsung menindih tubuhku dan mencumbuiku. Dia ciumi wajahku dan meremas kasar buah dadaku ini sehingga membuatku melenguh lagi.

“Pak.. pe-pelan.. pelan-pelan dong.. ough.. ssshhh”

“Oughhh… shhhhhh” Dia kini menurunkan posisi tubuhnya dan menghisap puting buah dadaku, mengenyotnya sesuka hati dan memainkan lidahnya pada putingku. Dia juga membenamkan kepalanya ke buah dadaku dan menjilati seluruh kulit payudaraku yang putih mulus. Aku palingkan wajahku menghadap ke cermin yang ada disana, wajahku tampak memerah karena hawa yang panas, yang mana posisiku sedang digerayangi oleh pria ini.

Kini tangannya turun ke daerah selangkanganku, mengusap-ngusap vaginaku dengan tangan besarnya. Aku sedikit ngeri memikirkan bila jari-jarinya yang besar itu masuk dan mengobok-ngobok vaginaku.

“Tadi lo yang kasih enak ke gue, sekarang gantian.. tenang aja, lo bakalan ngerasa nikmat kok.. hehehe”

“Hmphh.. jangan pak.. jangan dimasukiiiiiiiiiiiiin” aku menjerit tertahan, dengan tiba-tibanya jari-jarinya masuk ke liang vaginaku, mungkin Cuma dua jari namun serasa penuh sesak.

“Shh.. pak.. pelan-pelan…” Dia mulai memaju-mundurkan jemarinya di liang vaginaku, kadang dia mainkan jarinya disana dengan meliuk-liukkan jarinya di dalam liang vaginaku sehingga membuatku geli kenikmatan. Aku memejamkan mataku, mencoba meresapi nikmatnya dimasuki jemarinya sambil melenguh kenikmatan. Baru kali ini ada jari yang masuk ke vaginaku karena suamiku sendiri tidak pernah melakukannya terhadapku.

“Oughhh… shhh..pak”

“pelan-pelan… shhh… ougggghhhh”

“Gimana? Enakkan ? Gak pernah kan suami lo giniin lo? Wahaha..”

“hmmpph.. gak, gak pernah pak.. hhmm” aku jawab pertanyaannya dengan tertawa tertahan karena rasa geli nikmat ini. Setelah beberapa saat aku merasa seperti ada ada aliran listrik yang mengalir menyetrumku.

“Hmmpph…. Paaaaaakkk… ougghhhh” aku orgasme. Baru kali aku merasakan orgasme sehebat ini. Terlebih itu dilakukan hanya dengan jari-jari. Cairan terasa keluar sangat banyak dari vaginaku, membasahi sprei ranjang dan tangan pria itu.

“Hehe.. liat nih..” katanya sambil menunjukkan jari-jarinya yang berlumuran cairanku. Dia kemudian berangsur kesebelahku dan mengarahkan jari-jarinya itu di atas mulutku.

“Buka mulut lo lebar-lebar.. nikmati rasa memek lo sendiri.. hehe” pintanya mesum. Aku kemudian membuka perlahan mulutku selebar mungkin dan menjulurkan lidahku keluar, membiarkan cairan itu masuk ke mulutku. Tampak cairan itu turun membentuk seperti benang jatuh di atas lidahku. Baru kali ini aku merasakan cairanku sendiri, ternyata rasanya unik juga. Setelah seluruh cairan itu jatuh ke mulutku, dia mengusap-ngusapkan jarinya di atas lidahku yang masih terjulur itu. Aku berinisiatif sendiri memegang tangannya dan mengulum jarinya di dalam mulutku. Ku hisap jari-jarinya sambil memainkan lidahku pada jarinya itu. Ku pejamkan mataku menikmati mengulum sisa-sisa cairanku di jarinya sambil sesekali memandang dan tersenyum ke arahnya.

“Nikmatin banget lo yah.. dasar lonte..” katanya menghinaku.

“Udahan, gue udah gak sabar pengen nyodok memek lo” katanya sambil melepaskan jarinya dari mulutku.

“Sekarang lo nungging, gue pingin nyodok lo dari belakang..” pintanya padaku. Aku kemudian dengan agak ragu bangkit dan mengambil posisi menungging membelakanginya. Aku merasa tidak siap dan bimbang karena sesaat lagi vaginaku akan dimasuki penis selain milik suamiku. Haruskah aku melayaninya? Mengkhianati suamiku seperti ini?

“Hehe.. masih rapat benar kayaknya.. jarang dipake lo ya? Atau kontol suami lo kekecilan? Huahahahaha..” tawanya melecehkan.

Dia mulai memasukkan penisnya ke vaginaku, menggoyangkan pinggulnya menggenjotku dari belakang. Penisnya terasa jauh lebih panjang dan tebal dari punya suamiku.

“Oughhh… pak… ughhh..” erangku tertahan. Rahimku terasa sesak, ini bahkan lebih nikmat dari permainan jari-jarinya tadi. Aku merasa sangat hina. Tegakah aku merasakan kenikmatan disodok penis pria lain di rumahku sendiri? Tapi rasa ini sungguh luar biasa yang baru kali ini aku rasakan. Dia goyangkan pinggulnya sekencang-kencangnya, bahkan aku juga ikut-ikutan menggoyangkan pinggulku maju mundur mengikuti irama permainannya. Kadang dia sengaja berhenti membuatku seperti wanita jalang menggoyang-goyangkan pinggulku sendiri. Ku memandang sayu menatapnya berharap dia kembali mengobok penisku, namun dia seperti tidak peduli, membiarkanku sendiri menggoyangkan pinggulku sambil berharap dia melanjutkan menyodok penisnya kembali.

“Kenapa lo? Pengen gue goyang lagi??” aku tidak menjawab karena malu mengakuinya. Diapun mencabut penisnya dari vaginaku.

“Udah ah.. malas gue..” katanya sambil duduk disebelahku membiarkanku yang masih menungging dan merasa amat tanggung tersebut. Sangat tidak enak sekali rasanya kentang gini, padahal aku sedang horny-hornynya namun dia malah melepaskan penisnya mempermainkanku.

“ngmmmhhh..” ku melenguh manja, sebuah isyarat agar dia kembali menyetubuhiku untuk memuaskan birahiku yang belum terpuaskan itu. Bahkan aku seperti orang gila menggoyangkan pinggulku sendiri dalam posisi menungging itu.

“Huahahaha.. napa lo?”

“hmmppphhh.. paaak..” ibaku padanya dengan posisi masih menungging, melentikkan tubuhku semenggoda mungkin berharap dia segera menyetubuhiku lagi.

“ Lo pingin gue genjotin lagi?” aku masih juga terdiam, mukaku memerah menahan malu untuk mengakuinya.

“I-iya paak.. entotin Dian lagi… pliss..” ku kini seperti sudah menjadi budaknya yang mengiba-ngiba padanya demi kepuasan dari penisnya tersebut.

“Pliss pak.. entotin Dian lagi… “ kataku memohon yang masih menggoyangkan pinggulku dalam posisi menungging tersebut.

“Terus gue dapat apa?” katanya mempermainkanku.

“Hmm… ntar bapak boleh ambil berapapun yang bapak mau dari sini.. gak papa..” kataku hilang akal merelakan harta bendaku demi sebuah genjotan birahi dari seorang pria tidak tahu asal-usulnya ini.

“Huahahahaha… goblok, dasar lonte murahan, oke gue kabulin, tapi gue ada permintaan lain, gimana?”

“hmm.. iya pak.. boleh, berapapun yang bapak minta..”

“Dasar goblok, bukan uang maksud gue..” katanya yang terus menghinaku. Namun ku terima hinaannya demi sebuah genjotan penisnya.

“Iya.. pak, maaf.. bapak minta apa?” tanyaku padanya.

“Gue pingin lo jadi pelacur gue, kalau gue sedang kepingin, lo harus bersedia muasin gue.. ngerti?” pintanya padaku. Apa aku harus menyetujui permintaannya ini? Sebagai istri normal tentu saja aku seharusnya menolak dengan tegas permintaannya ini. Namun akal sehat telah mengalahkanku, aku yang sedang dilanda birahi yang menanggung ini tidak dapat berfikir jernih dan akhirnya mengiyakan permintaannya ini.

Dia kemudian kembali ke belakangku, terasa kepala penisnya sudah berada dibibir vaginaku siap untuk disodok oleh penisnya namun dia hanya menggesek-gesekkan penisnya di bibir vaginaku sambil menggoyangkan pinggulnya.

“Oii.. gue pingin ngerasain bool lu deh, Bolehkan? Boleh deehh.. hehe” pintanya. Aku cukup terkejut, aku tidak pernah melakukan anal seks sebelumnya dengan suamiku. Aku fikir itu sangat sakit sekaligus menjijikkan begitu juga dengan suamiku yang tidak pernah mau.

“Nngg… jangan pak.. sakit” kataku menolak.

“Gak sakit kok.. mau coba gak? Lo kan gak pernah ngerasaain.. gak ada salahnya nyobain.. siapa tahu lo suka.. gimana?” bujuknya lagi. Aku masih keberatan untuk menerima ajakannya ini, tapi sepertinya omongannya benar, tidak ada salahnya mencoba hal baru, lagian aku sedang horny banget karena belum terpuaskan.

“Iya deh.. tapi pelan-pelan..” pintaku padanya. Dia kemudian mengarahkan penisnya di lubang anusku. Dia ludahi lubang anusku sebagai pelicin sebelum melesakkan penisnya masuk ke anusku. Kepala penisnya mulai menyeruak masuk.

“Nggghhh.. sakit pak.. pelan-pelan” pintaku padanya.

Kini batangnya sudah mulai masuk, terasa kepala penisnya mentok menyentuh sesuatu di bagian dalam anusku. Dia mendiamkan penisnya sejenak, memberiku waktu untuk terbiasa dimasuki penis di pantatku.

“Gue goyang yah..”

Dia mulai menggoyangkan pinggulnya perlahan, terasa amat sakit bagiku awalnya namun akhirnya perlahan mulai terasa nikmat. Sebuah sensasi yang baru pertama ku rasakan yang tidak pernah ku dapatkan dari suamiku. Lama-kelamaan goyangannya makin cepat seperti sedang menyetubuhi vaginaku saja.

“Ngghhh.. pak… ougghhh…” erangku.

“Ngapa? Enak? Bilang aja kalau enak.. hehe”

“Hmphh.. i-iya pak.. enak…”

“Dasar lonte, awalnya nolak tapi ketagihan juga… huahahaha..” katanya merendahkanku. Aku hanya menahan rasa malu dalam hati.

“Pantat istri orang kaya emang mantap.. hahaha..”

Setelah sekian lama menggenjot anusku, kurasakan penisnya mulai berdenyut seperti ingin mengeluarkan isinya.

“Gue keluarin di memek lo.. moga-moga hamil.. “ katanya lalu melepaskan penisnya dari anusku dan memasukkannya kembali ke vaginaku lalu menyemprotkan banyak-banyak seluruh spermanya kerahimku. Ke rahim yang bahkan belakangan ini suamiku tidak pernah menyemprotnya dengan spermanya karena selalu menggunakan kondom. Kini harus menerima cairan hina dari seorang pria tak dikenal ini, yang mungkin bisa saja membuatku menjadi hamil.

“Huaahh… mantap.. gila.. lo emang lonte yang baik..” komentarnya sambil terengah-engah penuh kenikmatan sesudah menuntaskan birahinya padaku. Aku juga tidak memungkuri bahwa aku juga merasakan hal yang sama, sebuah kepuasan yang baru kali ini ku rasakan.

“Oke, gue mau istirahat bentar.. lo ambilin gue minum dulu sana..” suruhnya padaku seperti aku ini istrinya saja yang melayani dan mengambilkannya minum. Dengan agak letih aku mencoba bangkit dari tempat tidur.

“Mau minum apa? Kopi atau teh?” tanyaku padanya ketika hendak membuka pintu kamar.

“Kopi aja, gak pakai gula.. kalau ada yang bisa dimakan lo bawa aja sekalian..” aku kemudian meninggalkannya sendiri dan menuju ke dapur dengan bertelanjang bulat. Seharusnya kesempatan ini aku gunakan untuk meminta tolong pada suamiku, tapi entah kenapa tidak aku lakukan, malah aku merasa merupakan kewajiban untuk melayani pria itu walau dia baru saja memperkosa dan melecehkanku.

Dalam kegelapan itu aku membuatkannya kopi yang biasa diminum suamiku dan mencari sesuatu untuk dimakan dari dalam kulkas seperti yang dia minta. Aku ambil sebungkus keripik kentang dan kacang kulit disana. Ketika aku hendak kembali tiba-tiba ada suara yang mengejutkanku.

“Dian? Kamukah itu sayang?” aku terkejut bukan main, itu suamiku terbangun. Dia berdiri di anak tangga beberapa meter dari tempatku berdiri sekarang. Namun aku beruntung sedang berdiri ditempat yang tepat, tempat ku berdiri ini sangat gelap sehingga bila tidak diperhatikan dengan seksama dia tidak akan tahu bahwa aku sedang telanjang bulat, terlebih dia sedang mengantuk sehingga tentunya kesadarannya masih setengah-setengah. Seharusnya saat itu juga aku memeluknya dan meminta tolong, namun tidak ku lakukan malah aku berpikir seharusnya dia tidak muncul sekarang.

“I-iya mas.. kok mas bangun?” kataku grogri, berharap dia tidak mendekat dan menemukanku sedang bertelanjang bulat dengan secangkir kopi berada di tanganku yang akan kuberikan kepada seorang pria disana yang sedang menungguku.

“Mas tadi kepingin kencing, tapi mas lihat kamu gak ada di samping mas makanya mas cek kemari, ternyata kamu disini.. hooammm” katanya yang sepertinya masih ngantuk berat.

“Iya.. tiba-tiba haus, mau ambil minum..” kataku mencari alasan.

“Oh.. ya udah, mas balik dulu ya..masih ngantuk banget nih.. hoaammm” dia kembali ke kamar. Aku merasa bersalah membohonginya seperti ini. “Maaf mas..”

Aku kembali ke kamar tamu itu, ku lihat pria ini masih terbaring di atas kasur.

“Hahaha.. hampir ketahuan ya lo tadi?? bagus juga bohong lo..” ternyata dia mendengar semuanya. Aku merasa sangat malu, harus membohongi suamiku untuk dapat bersama orang ini. Ku letakkan kopi dan makanan itu di atas meja.

“hmm.. kalau boleh tau nama bapak siapa pak?” tanyaku padanya karena penasaran juga siapa namanya, apalagi dia sudah membuang pejunya ke rahimku, jika nanti ternyata aku hamil olehnya, masa aku tidak tahu siapa nama bapak anak ini.

“hehe.. nama gue? Gue Pono.. terus lo mau apa habis tahu nama gue?”

“nngg.. gak kenapa-kenapa kok pak, pengen tau aja” kataku sambil membuka bungkus keripik kentang lalu mengambilnya satu, setelah itu mengulurkan bungkusan itu padanya menawarkan pada pria ini.

“Mau pak?” tawarku padanya.

“oke, tapi lo yang nyuapin gue ya..” suruhnya padaku. Akupun duduk di sebelahnya dan mengambil satu potong keripik kentang itu dan menyuapinya. Gila memang, kini aku menyuapi pria yang telah memperkosaku ini, menyuapi keripik itu satu demi satu hingga akhirnya dia memintaku mengambilkan kopi untuknya. Akupun memberikannya kopi hangat itu, dia minum sendiri.

“Hehe.. gue punya ide, lo suapin juga gue ini kopi, tapi langsung dari mulut lo..” pintanya aneh padaku. Aku ikuti kemauannya dan ku seruput kopi itu, terasa sangat pahit karena aku tidak biasa minum kopi, terlebih kopi ini tidak pakai gula sama sekali dan masih cukup panas.

“Huahaha.. kenapa? Pahit?” tanyanya padaku. Aku hanya mengangguk, yang mana aku masih menampung kopi pahit itu di mulutku sehingga mulutku tampak menggembung.

“mmhh.. mmmhhh… mmmhhh??” kataku dengan mulut yang masih penuh kopi, sambil jariku menunjuk ke mulutku lalu kearah mulutnya, sebagai isyarat menyuruhnya membuka mulutnya dan membiarkanku menyuapinya dari mulut ke mulut.

“kenapa lo? Pengen ciuman?” katanya pura-pura tidak tahu mempermainkanku. Aku tertawa dengan kopi yang masih penuh dimulutku sambil tanganku mengisyaratkan tidak, bukan itu. Aku kemudian mengulanginya lagi, menunjuk bibirku lalu menunjuk ke bibirnya. Akhirnya dia pura-pura sudah mengerti dan membuka mulutnya.

Aku dekatkan tubuhku padanya sehingga paha kami kini menempel, ku dekatkan mulutku menuju mulutnya yang terbuka dan dengan cepat menyatukan mulut kami. Karena posisi kami yang duduk lurus membuat kopi dari mulutku itu malah banyak yang jatuh dan mengalir ke dagu dan pahaku, hanya sedikit yang masuk kemulutnya.

“hihihi.. maaf pak, jadi tumpah..” kataku tertawa sambil mengelap dagu dan pahaku yang terkena lelehan kopi itu. Aku pun menyeruput kopi itu sekali lagi, kali ini aku berdiri dan dia masih tetap duduk di tepi ranjang. Dia menengadahkan kepalanya keatas sambil membuka mulutnya, ku tumpahkan kopi yang telah ditampung oleh mulutku ini langsung kepada mulutnya. Ku lakukan hal ini beberapa kali hingga kopi ini tinggal setengah. Aku kadang juga meminumnya sendiri, yang mana selama ini tidak terlalu suka dengan kopi kini bersama-sama dengan pria asing ini menghabiskan kopi pahit itu.

“Hehehe.. lo emang mantap..” katanya memujiku. Suasana kamar ini menjadi semakin panas setelah aksi suap menyuap kopi hangat barusan, ditambah ac di kamar ini sengaja tidak dihidupkan. Aku merasa semakin gerah, tubuhku bercucuran keringat begitupun pak Pono ini. Pak Pono dengan tubuh keringatnya kembali menindihku dan mencumbuiku. Entah kenapa aroma keringatnya yang bau ini malah membangkitkan gairahku, kini aku ikut aktif membelai punggungnya, bahkan mengajaknya berciuman. Aroma kopi dari mulut kami menyatu menciptakan sensasi tersendiri yang menggairahkan ketika saling mengulum dan membelit lidah. Kami berguling-guling di atas ranjang ini dengan saling berpelukan dan berciuman. Membuat tubuhku lengket oleh keringatku sendiri dan juga keringat pak Pono.

“Sayang.. sayang… kamu dimana?” kami terkejut, terdengar suara mas Gino memanggilku mencari tahu aku sedang dimana. Kami terdiam sesaat sambil menatap ke arah pintu. Celaka, aku baru ingat kalau aku lupa mengunci pintu. Aku berharap mas Gino tidak memeriksa kamar ini.

“Sayang.. kamu dimana sih?” suara itu makin dekat, sepertinya dia berada tak jauh dari pintu kamar ini. Aku semakin takut karenanya. Namun pak Pono yang berada dibawahku tiba-tiba menarik daguku dan mencium bibirku lagi. Gila, aku sedang bertelanjang bulat dan berciuman dengan pria asing ini, sedangkan di balik pintu yang tak terkunci ini, suamiku sedang sibuk bahkan khawatir mencariku.

Aku hanya memejamkan mataku saat berciuman sambil berharap mas Gino tidak masuk ke kamar ini. Beberapa saat kemudian ku dengar kembali panggilan mas Gino, kali ini terdengar seperti dari arah belakang rumah. Aku menghela nafas lega karena akhirnya dia menjauh. Segera ku lepaskan bibirku dari pagutan pak Pono dan segera mengunci pintu.

“Duh.. pak, hampir ketahuan tadi..”

“hehe.. padahal lo senang kan sembunyi-sembunyi gitu.. dasar binal lo” katanya.

“Ya udah, mending gue cabut dulu.. gue gak pengen juga kalau terjadi hal-hal gak diinginkan, bisa dikeroyok warga sekomplek gue” sambungnya lagi sambil mengenakan lagi pakaiannya.

“Hmm.. bentar pak, biar Dian urus sebentar, bapak tunggu aja di sini, jangan lupa kunci pintunya” kataku mengenakan kemeja tidurku lagi namun kali ini tidak ku kenakan lagi dalamanku. Kenapa kini aku malah menahannya saat dia hendak pergi? Apa aku saking ketagihannya dengan penisnya sehingga tidak rela dia pergi? Apa yang sebenarnya terjadi padaku?

Aku keluar dari kamar itu dan segera menemui suamiku yang berada di ruangan belakang.

“Mas..” panggilku.

“Dian, kamu kemana aja sih? Dicariin juga dari tadi gak nyahut-nyahut”

“Itu.. itu.. aku lagi.. mas sendiri ngapain?”

“aku tersentak tadi, pas ku lihat lagi ternyata kamu masih gak ada di kamar, dicariin kemana-mana gak nyahut-nyahut, emang dimana kamu?”

“hmm.. dari pada itu mending kita balik aja yuk ke atas.. mas mau minum? Biar aku ambilkan, mas duluan deh ke kamar” kataku padanya. Diapun kembali ke kamar sedangkan aku menuju dapur untuk mengambilkannya minum. Kini aku kembali merasa bimbang, haruskah aku melakukannya hingga sejauh ini? Mengkhianati suamiku dengan cara seperti ini? Main serong di belakangnya dengan seorang pria yang tadi memperkosaku? Aku buka rak obat-obatan, ku campurkan minumannya dengan obat tidur dosis rendah yang cukup membuatnya tertidur pulas beberapa jam. Aku pun kembali ke kamar dan memberikannya minum itu.

Tidak butuh waktu lama, dia telah tertidur pulas di atas ranjang. Kini aku kembali ke kamar tamu menemui pak Pono dan memberitahunya apa yang barusan terjadi.

“Dasar lonte binal.. jadi lo mau lanjutin lagi? gini aja.. karena lo istri yang nakal, gimana kalau kita ngentotnya di samping suami lo yang udah tewas itu?” ajaknya padaku. Aku terkejut dengan permintaannya. Bermain dengan pria asing ini di samping suamiku yang sedang tertidur diatas ranjangku sendiri? Aku tentunya sudah gila bila mengiyakannya. Namun membayangkannya saja membuat gairah ku bangkit dan menghilangkan akal sehatku. Dengan mengangguk malu aku meyetujui permintaan porno si Pono ini.

Kamipun keluar dari kamar ini dan menuju kamarku. Ku perhatikan suamiku masih tertidur nyenyak. Akupun membuka pakaianku lagi diikuti pak Pono. Kini akupun mengambil posisi telentang di atas ranjang, pak Pono langsung menindih dan mencumbuiku. Menyetubuhi ku dengan brutal yang mana ada disampingku suamiku sedang tertidur nyenyak. Pengaruh obat tidur itu membuat kami cukup leluasa melakukan gaya apapun dan berteriak kenikmatan.

“Oughhh… uhhhhhh….”

“Hmmphh… pak.. pelan-pelan.. jangan kasar” kataku padanya.

“Oughhh.. lo emang lonte yang nakal.. ngentot dengan pria lain di atas ranjang lo sendiri selagi suami lo sedang tidur.. hahahaha”

Kini aku sedang dalam posisi tengkurap disetubuhi dari belakang, kepalaku menempel di ranjang. Ku menoleh ke kiri sehingga wajahku berhadapan dengan wajah suamiku dan hanya berjarak beberapa belas senti saja dari wajahnya. Aku merasa tidak enak hati dan malu bukan main.

“Plaak” suara tamparan tangan pak Pino pada kulit pantatku.

“sshhh.. sa-sakit pak…” namun dia tidak mempedulikan rintihanku dan terus menampar pantatku. Aku cukup tenang karena pengaruh obat tidur pada suamiku, jika tidak tentu saja dia bisa terbangun mendengar suara tamparan yang cukup keras itu.

“pak… pelan-pelan.. sakit, jangan kasar pliss..” kataku mengiba padanya sambil tanganku meremas sprei tempat tidur.

“Apaan lo nyuruh-nyuruh gue? Padahal lo suka kan gue kasarin gini? Huahaha..” Dia pun menjambak rambutku selagi meneruskan menampar pantatku hingga kulit pantatku memerah. Anehnya aku merasa sensasi lain yang nikmat saat disiksa fisik dan mental seperti ini.

“Oughh.. enak banget gue pengen ngecrot di memek lo lagi..” katanya.

“I-iya pak.. keluarin aja di dalam” kataku yang sedang horny menyetujuinya. Tidak lama kemudian tubuhnya bergetar, penisnya dia tekan sedalam mungkin dan cairan hangat yang lengket terasa kembali memenuhi rahimku.

“Oughh..ughh..” lenguhnya kenikmatan saat penisnya menyemprotkan spermanya ke rahimku. Melenguh kencang menggema di dalam kamar itu.

Setelah beberapa saat beristirahat, dia kembali menyetubuhi ku, kali ini dia kembali menggenjot anusku. Kami lakukan persetubuhan yang ganjil ini beberapa ronde lagi setelahnya, hingga kamipun akhirnya tertidur kelelahan, aku tertidur di tengah, di kiri dan kananku ada suami dan si Pono ini.

**
**

Paginya aku tersentak, ku lihat pak Pono masih tertidur di sampingku. Benar-benar gila, si Pono ini ternyata masih berada di atas ranjang, ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Tentu saja pengaruh obat tidur itu sudah habis dan suamiku bisa terbangun kapanpun dan menemukan aku dan pria asing ini sedang bertelanjang berduaan di sebelahnya.

Aku guncang-guncang tubuh si Pono untuk membangunkannya.

“Pak.. bangun.. pak..” kataku berbisik pelan di dekatnya.

“Hoaaammmm..” dia menguap dengan kencangnya. Aku terkejut bukan main, bisa-bisa suamiku terbangun mendengarnya.

“sshhh..” kataku menutup mulutnya dengan telapak tanganku, tanganku yang satu lagi menunjuk-nunjuk ke arah suamiku, mengisyaratkan agar jangan berisik karena ada suamiku yang bisa terbangun mendengar suara berisik.

Dia mengangguk mengerti, sehingga aku pun melepaskan tanganku dari mulutnya. Namun tiba-tiba dia menindihku dan melumat bibirku. Aku berusaha untuk mendorong tubuhnya agar dia menghentikan aksinya ini. Aku yang masih terkejut hanya pasrah saja menerima permainan mulutnya, bahkan tangan kanannya meremas buah dadaku sedangkan jari tangan kirinya bermain di liang vaginaku.

“Sshh… pak.. berhenti.. pak.. pliss” kataku memohon berbisik padanya. Aku takut bukan main kalau sampai hal ini ketahuan oleh suamiku yang bisa bangun kapanpun. Untung saja dia mendengar apa yang ku katakan dan menghentikan aksinya. Aku bangkit dari ranjang.

“Hmm.. pak, kita mandi bareng yuk” kataku dengan wajah memerah malu sambil menunjuk ke arah kamar mandi.

“Hehehe.. lo sebenarnya masih kepengen kan?? Dasar binal lo.. hehe” Kamipun masuk ke dalam kamar mandi yang berada dalam kamar itu. Untuk jaga-jaga ku bawa pakaianku dan pak Pono yang tadi berserakan di lantai.

Di dalam kamar mandi aku melakukannya sekali lagi sambil membersihkan diri. Aku disetubuhi olehnya lagi baik di vagina maupun lubang anus.

“Yang.. kamu di dalam?” aku terkejut, suamiku sudah bangun dan berada di balik pintu.

“I-iya mas.. lagi mandi” kataku ketakutan. Saat ini aku sedang melayani penis si Pono dengan menjepitnya di belahan buah dadaku, sesuatu yang juga tidak pernah aku lakukan pada suamiku sebelumnya.

“buka bentar yang.. mas pengen kencing dulu” pintanya padaku. Aku tentu saja tidak akan membuka pintunya, mana mungkin aku buka dan memperlihatkannya apa yang sedang istrinya ini lakukan pada pria lain.

“Mas pakai kamar mandi di bawah aja deh.. lagi asik berendam nih.. malas bangkit” kataku beralasan.

“Ah, kamu ini.. ya sudah” ku dengar langkah kaki suamiku meninggalkan kamar. Selanjutnya apa? Dia pasti akan kembali lagi ke dalam kamar, tidak mungkin aku terus bersembunyi di dalam kamar mandi ini.

“Pak.. udah dulu ya.. tadi udah nyemprot lagi kan di dalam” kataku pada si Pono.

“tapi yang kali ini kan belum, gue pengen juga coba ngecrot di mulut lo, tanggung bentar lagi..” tawarnya.

Aku kemudian menuruti perkataannya dan kembali menjepit penisnya naik turun di belahan buah dadaku. Tidak lama kemudian penisnya berdenyut dan dia segera memasukkan penisnya ke dalam mulutku dan menumpahkan isinya di sana.

“Oughhh… nikmat.. lo emang mantap”

Tanpa disuruh aku kemudian membuka mulutku dan menunjukkan cairan spermanya yang tertampung di mulutku. Mengecap-ngecap spermanya dan mengaduk-aduknya dengan lidahku. Memuaskan matanya dengan melihatku memainkan spermanya dengan girang seperti ini. Beberapa tetes meleleh ke daguku membuat aku tertawa-tawa nakal sendiri. Dia tersenyum saja melihatku yang asik bermain dengan spermanya. Setelah itu aku telan spermanya tanpa tersisa di mulutku dan menunjukkan padanya lagi mulutku yang telah menelan seluruh spermanya.

“Hahaha.. lo emang jalang.. dasar perek” komentarnya menghinaku yang ku balas saja dengan senyuman. Dia kemudian mengenakan pakaiannya kembali dan bersiap untuk meninggalkan rumah. Dia tinggalkan aku yang masih bertelanjang di kamar mandi karena aku masih ingin melanjutkan mandi. Sedangkan dia entah bagaimana caranya meninggalkan rumah tanpa ketahuan suamiku, itu sudah menjadi keahliannya jadi aku tidak perlu khawatir.

**
**

“Yang.. lihat pintunya rusak.. sepertinya ada maling yang masuk” katanya padaku saat melihat pegangan pintu belakang rusak. Aku pura-pura saja tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam.

“hmm.. mungkin mas, tapi gak ada yang hilang kan?” kataku yang seperti mencoba membela maling itu, alias pak Pono. Ya, memang tidak ada harta benda yang hilang, tapi sesuatu yang lebih besar lah yang telah hilang yakni kesetiaanku.

**
**

Setelah kejadian itu, beberapa kali si pono ini datang ke rumahku saat suamiku sedang pergi kerja. Aku melayaninya bagaikan melayani suamiku sendiri, malahan layanan seks yang aku berikan jauh melebihi apa yang didapat suamiku. Aku membelikannya handphone agar dia dapat selalu menghubungiku, uang belanja yang dititipkan suamikupun aku sisihkan untuk membelikannya pulsa ataupun sesuatu yang dia inginkan.

Suatu hari, mas Gino meninggalkanku sendiri di rumah karena ada urusan bisnis di luar kota untuk beberapa hari. Selama itu juga pak Pono menginap di rumahku, dia lakukan apapun semaunya di rumahku bagaikan itu rumahnya sendiri, sedangkan aku sang nyonya rumah dijadikan budak pemuas nafsunya yang harus setia melayaninya.

Dia bahkan berbuat kelewatan dengan mengajak teman-temannya yang entah siapa dan darimana untuk ikut menginap dirumahku, menikmati segala fasilitas yang ada di rumahku termasuk fasilitas menikmati tubuh nyonya rumah ini. Aku tentu saja merasa risih dan tidak nyaman karenanya, ketentraman dan kebebasan hidupku terganggu, namun dilain sisi aku merasakan sesuatu yang aneh. Perasaan aneh yang timbul dari diriku ketika main serong dengan beberapa pria di rumahku sendiri ketika suami sedang bisnis di luar kota.

“Neng.. ada handycam gak? Kita bikin bokep yuukk” ajaknya padaku yang ku ketahui namanya Wanto ini.

“wah.. ide bagus tuh wan, pintar juga lo..” setuju temannya yang satu lagi yang bernama Husni. Teman-teman si Pano ini ku rasa juga seumuran dengannya.

Gila? Bikin bokep? Kurang ajar sekali mereka meminta sebuah permintaan yang kurang ajar itu padaku. Namun aku tahu bahwa aku tidak akan kuasa menolak permintaannya.

Akhirnya aku menuruti kemauannya dan menyiapkan handycam. Mereka menyuruhku mengenakan kebaya yang mahal lengkap dengan jilbab dan selendang yang biasanya ku kenakan saat ada hajatan. Aku didudukkan di sofa ruang tamu.

“Ingat.. lo harus berakting sebinal mungkin.. jangan sampai kelihatan kalau lo terpaksa.. ngerti??” perintah Pano padaku yang ku balas dengan anggukan kepala. Kamera mulai dinyalakan, kemudian aku berpose di depan kamera dan di suruh memperkenalkan diri.

“hmm.. kenalkan.. namaku Dian, umur 26 tahun, sudah berumah tangga” kataku sambil tersenyum manis di depan kamera dengan intonasi suara yang ku buat semenggoda mungkin. Setelah itu Pano dan Wanto mendekat dan aku disuruh untuk mengocok penisnya di sisi kiri dan kananku. Sungguh pemandangan yang ganjil, seorang istri muda yang berpakain kebaya lengkap sedang mengocok penis dua orang yang tidak jelas status sosialnya.

“Kenalkan.. yang disebelah kiri ini pak Pono.. dan di sebelah kananku pak Wanto.. Dian bakal muasin penis-penis mereka.. hihihi” kataku tertawa menggemaskan, berusaha berakting sebaik mungkin seperti yang mereka suruh. Aku sendiri tidak tahu apakah aku sedang berakting atau tidak.

Aku kocok dan emut penis mereka bergantian sambil sesekali tersenyum nakal ke kamera. Aku jilati dan lumuri penis-penis itu hingga basah oleh liurku, baik batang, buah zakar hingga bulu kemaluan mereka yang lebat, bahkan aku sampai menjilati hingga ke sekitar lubang anus mereka yang menyengat bukan main. Setelah beberapa saat, penis mereka berdenyut hendak memuntahkan isinya, ku percepat kocokan tanganku pada penis-penis itu dan..

“Croott.. croot..” penis mereka tumpah dengan banyaknya menyemprot-nyemprot kebaya mahalku. Mereka juga mengelap ujung penis mereka ke kebayaku. Adegan yang sangat mesum dan ganjil ini pasti terlihat sangat bagus di kamera.

Itu baru permulaan, setelah itu mereka memaksa untuk menyetubuhiku dengan masih mengenakan kebaya lengkap kecuali rok yang telah dilepaskan. Aku disetubuhi depan belakang dengan masih mengenakan kebaya. Bagian bawah tubuhku terasa sangat sesak. Penis mereka bergantian bergoyang mengorek-ngorek vagina dan anusku menimbulkan rasa nikmat yang baru kali ini kurasakan. Kemudian aku tidak menyadari kalau seluruh pakaianku telah tanggal dari tubuhku sehingga kini kami semua bertelanjang ria. Mereka benar-benar membuat video porno yang mesum terhadapku, melecehkanku sang nyonya rumah disini. Menyuruhku bermasturbasi dengan vibrator, terong ataupun mentimun hingga cairanku menyemprot-nyemprot dengan kencangnya. Bahkan ada scene saat aku mengenakan kalung anjing dan disuruh merangkak keliling rumah menirukan suara anjing sambil mereka yang memegangi tali. Aku sang nyonya rumah, yang status sosialnya lebih tinggi dari mereka bersedia merangkak seperti anjing yang patuh pada tuannya.

Beberapa hari itu merupakan hari terburuk dalam hidupku, penuh hinaan dan pelecehan dari mereka. Mereka dengan seenaknya menyetubuhiku kapanpun, membuang sperma mereka baik di vagina, anus ataupun mulutku.

Aku lega hari ini merupakan hari terakhir mereka di rumahku, namun entah kenapa aku juga menyayangkan kenapa ini terlalu cepat berlalu, apakah aku telah jatuh sepenuhnya menjadi budak mereka? Bersedia untuk menjadikan tubuhku sebagai penampungan sperma mereka?

Sore itu, akhirnya mereka pergi dari rumahku. Mereka memberiku waktu untuk membersihkan rumah dari noda-noda dan aroma persetubuhan kami karena suamiku akan pulang esok pagi. Aku hanya berdoa semoga aku tidak hamil karenanya, karena mereka tidak mengizinkanku minum obat anti hamil ataupun memakai kondom saat menyetubuhiku. Namun sisi diriku yang binal sangat menginginkan hal tersebut terjadi, bagaimana nikmatnya sensasi dihamil oleh pria-pria asing itu. Garis bibirku melebar, aku tersenyum sendiri memikirkannya.

Sejak saat itu, secara diam-diam aku selalu melayani mereka. Kadang mereka datang sendiri-sendiri ataupun bertiga, bahkan kadang mereka mengajak teman mereka yang lain untuk ikut menikmati tubuhku. Bila situasi tidak memungkinkan untuk melakukannya di rumah, aku bahkan harus membayar dengan uangku sendiri sebuah penginapan ataupun hotel untuk dapat melakukannya dengan salah satu, ataupun dikeroyok beramai-ramai oleh mereka. Mereka juga pernah membawaku ke sarang mereka, menyuruhku melayani anggota-anggota mereka termasuk preman-preman dan tunawisma di sana. Ya, aku kini telah berubah karena pak Pono, karena kejadian malam itu. Yang mana aku luarnya merupakan seorang istri terhormat dari suami yang disegani, namun dalamnya aku merupakan pelacur pemuas nafsu para kalangan yang status sosialnya jauh di bawahku.

Sudah dua minggu berlalu sejak kejadian malam itu. Aku seorang istri dari pengusaha muda yang disegani jatuh ke dalam perbudakan oleh orang-orang yang status sosialnya jauh di bawahku. Menyuruhku melakukan apapun yang mereka inginkan terhadap tubuhku di rumahku sendiri.

Saat ini bahkan mereka tinggal dengan leluasa di rumahku. Pak Pono menjadi satpam, sedangkan Wanto dan Husni menjadi pembantu dan tukang kebun di rumahku. Tentu saja aku yang mengusulkannya pada suamiku dengan paksaan dari mereka. Awalnya suamiku kurang setuju saat pertama kali ku memperkenalkan mereka karena tampak tidak berpengalaman ataupun terlihat seperti pembantu, namun akhirnya aku dapat meyakinkan suamiku bahwa aku menemukan mereka dari agen pembantu yang terpercaya. Karena badan pak Pono yang besar maka iya pun diubah statusnya menjadi satpam oleh suamiku.

Mau tidak mau tiap hari aku harus berjumpa dengan mereka bila aku sedang di rumah. Mereka tidak berani macam-macam padaku di depan suamiku dan bertingkah bagaikan seorang pembantu dan satpam yang baik, namun bila suamiku lengah ataupun sedang kerja barulah aku dipermainkan seenak mereka dan bertindak seperti tuan rumah bukan seperti seorang satpam dan pembantu. Malah aku yang yang harus memasak dan bersih-bersih rumah yang seharusnya menjadi pekerjaan mereka. Para begundal itu semakin nikmat saja hidupnya, sudah tidak melakukan pekerjaan apapun di rumahku malah dapat gaji dan makan gratis pula.

Mereka juga seenaknya menghabiskan uang untuk hal yang aneh-aneh, seperti menyuruhku membeli berbagai mainan seks baik untuk perempuan ataupun laki-laki. Beberapa bahkan ada yang harus dipesan dari luar negeri dengan biaya yang tidak sedikit. Yang tentunya semuanya itu atas namaku dan berasal dari uang tabunganku sendiri.

Siang itu aku berencana untuk mandi karena cuaca yang sangat panas sekali. Aku menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarku. Aku terkejut menemukan si Wanto sedang tiduran di atas ranjangku tanpa minta izin.

“Pak.. apa-apan sih.. seenaknya tidur-tiduran di ranjang aku” kataku dengan wajah kesal padanya.

“hehe.. abisnya enak sih non, ini kamar yang paling bagus dan paling adem.. beda sama kamar bapak di belakang sono.. sumpek” katanya membela diri.

“ Lagian pak Gino kan lagi keluar kota seminggu ini non, jadi gak papa dong kalau bapak yang gantiin posisinya di ranjang ini.. khekhekhe..” katanya lagi seenak jidatnya.

Aku yang masih kesal berusaha tidak mempedulikannya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Segera ku lepas seluruh pakaian yang sedang ku kenakan dan menyalakan air untuk mengisi bathtub.

“Tok-tok-tok..” terdengar suara ketukan pada pintu di kamar mandi. Tentu saja aku tahu siapa orangnya yang tidak lain adalah si Wanto. Dengan langkah yang berat ku buka pintu kamar mandiku dan hanya ku keluarkan kepalaku saja, menyembunyikan tubuh telanjangku dari balik pintu agar dia tidak mupeng lagi melihat ketelanjanganku.

“Ada apa sih pak? Dian mau mandi.. jangan ganggu deh” kataku dengan wajah kesal.

“hehehe.. gak ganggu kok non.. Cuma mau pipis aja bentar.. boleh yah bapak masuk? Bentar aja kok.. hehe” pintanya mesum mencari-cari alasan.

“Pipis aja di celana!!” kataku jutek sambil berusaha menutup pintu, namun tangan si Wanto ini mencegahnya.

“Bentar aja kok non.. bapak janji gak ngapa-ngapain kok” katanya berusaha meyakinkanku dengan senyuman mesumnya.

“Ya udah.. coba aja kalau macam-macam!!” ku tutup sebentar pintu kamar mandi dan ku kenakan kembali handukku, lalu dengan berat hati ku buka pintu kamar mandi dan mempersilahkan orang ini masuk. Dia sempat terpelongo melihat tubuhku yang kelihatan seksi dengan hanya dibalut handuk putih begini, hanya menutupi sedikit di atas puting payudaraku hingga paha atasku. Walau sudah sering melihat ketelanjanganku namun matanya tetap saja tidak bisa lepas.

“Cepat aja pak.. jangan aneh-aneh deh..” kataku menyadarkannya dari lamunan joroknya.

“hehe.. iya non, tapi ininya buka aja non” katanya dengan tiba-tiba seenaknya menarik handukku sehingga tubuh telanjangku pun akhirnya terpampang dihadapannya, membuat aku menjerit kecil.

“Ahh.. pak, katanya mau kencing..” Dia hanya tertawa cengengesan sambil mengalungkan handukku itu ke lehernya dan menyeka keringatnya.

Aku makin kesal saja melihat tingkahnya. Dia akhirnya kencing juga namun sambil melirik-lirik ke tubuhku. Ku biarkan saja tubuh basah telanjangku ini menjadi santapan matanya sambil meneruskan mandiku.

“Udahkan pak? Keluar sana..” suruhku padanya.

“udah non, tapi belum di cebok nih.. cebokin dong..” pintanya kurang ajar padaku.

“Cebok sendiri dong pak.. nih.. “ kataku sambil memberikannya selang shower.

“Maunya sih dicebokin pake mulutnya non.. hehe, mau yah non.. udah tegang lagi nih.. cebokin dong sampai keluar lagi peju bapak.. hehe” pintanya sambil mengurut-ngurut penisnya yang tampak semakin tegang.

“Tadi kan janjinya gak macam-macam pak?”

“Hehe.. pejabat aja bisa melanggar janji agar gak korup, masa bapak gak boleh langgar janji dikit non.. hehe” katanya sok diplomatis.

Apa daya, dia pasti tidak akan mau mendengarku. Segera saja ku mengambil posisi bersimpuh di depan selangkangannya. Ku lihat ujung kepala penisnya masih terdapat cairan bening sisa kencingnya, membuatku makin jijik. Ku masukkan penis itu ke mulutku, segera rasa anyir dan asin dari sisa kencingnya terasa di lidahku. Aku, nyonya rumah di sini, harus menceboki penis kacungku yang habis buang air dengan mulutku. Ku coba sebisa mungkin untuk bertahan dari rasa tersebut dan tidak menarik penisnya dari mulutku, melentikkan tubuhku se-seksi mungkin sambil menghisap penisnya agar dia cepat keluar dan membuat ini segera berakhir.

“Enak gak non rasa pipis bapak?? khekhekhe” tanyanya mesum, ku balas saja dengan senyumku yang dibuat-buat dengan mulut yang masih penuh terganjal penisnya.

Setelah sekian lama mengocok penisnya di dalam mulutku, akhirnya dia tidak tahan dan melepaskan penisnya dari kulumanku, menyemprotkan banyak-banyak spermanya di rambutku.

“oughhh.. nih bapak kasih krimbat gratis..” katanya seraya menyemprotkan pejunya. Aku meraba-raba spermanya di atas rambutku ini sambil mengutuk dalam hati, terpaksa aku harus bersusah payah nanti membersihkan pejunya yang ada di rambutku ini.

“Udah pak? Puas? Sekarang keluar dulu.. Dian mau mandi..”

“Hmm.. gini aja deh non, biar bapak temanin mandi gimana?” usulnya padaku. Aku diam tidak menjawab, Wanto menganggap itu sebagai persetujuan sambil melepaskan pakaian yang masih menempel di tubuhnya. Terpaksa aku harus mandi namun ditemani pria dekil ini. Saling membersihkan badan satu sama lain, dan tentu saja tidak mungkin penisnya tidak tegang lagi.

“Pak.. itu..” kataku sambil menunjuk penisnya yang berdiri tegang menantangku, tidak sabar untuk kembali mengorek-ngorek isi vaginaku.

“Hehe.. tegang lagi yah non..” katanya. Sambil berseringai mesum dia maju ke arahku yang mana aku malah mundur hingga akhirnya mentok ke tembok. Aku pasrah dengan apa yang akan terjadi.

“Non.. enaknya posisi apa yah? Hehe” tanyanya gak penting padaku.

“Terserah!!” jawabku jutek. Diapun masuk ke dalam bathtub dan duduk di dalamnya.

“Sini non.. tunggangin kontol pacarmu ini.. hehe” suruhnya padaku. Apa? Pacar? Orang kaya gini ngaku-ngaku jadi pacarku? Sejuta kali lebih ganteng suamiku dari pada dia. Namun aku yang tidak punya pilihan mengikuti keinginannya, ikut masuk ke dalam bathtub dan duduk di atas pahanya dan memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Aku yang kemudian memegang kendali, dengan mengalungkan lenganku ke lehernya, ku goyangkan pinggulku sedangkan si Wanto Cuma mengerang-ngerang kenikmatan. Air dalam bathtub kelihatan beriak-riak karena goyanganku ini.

“Hehe.. gak salah si Pono nyebut non lonte.. nikmat benar goyangan non.. khekhekhe..” lecehnya yang hanya ku balas dengan senyumku. Aku ingin semua ini cepat berakhir, pria ini benar-benar sudah mengganggu acara mandiku, ku putuskan untuk menggodanya agar dia cepat keluar.

“Enak banget yah pak?? Hihihi..” kataku dengan suara mendesah menggoda.

“Ougghh.. enak banget non..” lenguhnya. Aku goyangkan pinggulku maju mundur, berputar-putar, memandang ke arahnya sambil memasang wajah nakal. Ku dekati wajahnya dan ku cium bibirnya, mengajaknya bermain lidah sambil aku sibuk menggoyangkan pinggulku. Kedua tangannya ku letakkan di masing-masing buah dadaku. Mencoba memberinya kenikmatan semaksimal mungkin.

Akhirnya setelah cukup lama aku menunggangi penisnya, dia pun tampak tidak tahan untuk segera menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku. Ku percepat goyanganku karena aku juga mau sampai.

“Crott.. croot..” Kami keluar berbarengan. Dia tumpahkan lagi yang untuk kesekian kalinya spermanya ke liang rahimku. Aku mengeringkan tubuhku setelah itu, termasuk tubuh si Wanto juga mesti aku yang keringkan.

“Bentar non, biar bapak yang milihkan baju untuk non.. hehe..” katanya padaku. Aku pun kemudian hanya berdiri telanjang sambil menunggunya memilihkan baju untukku. Dia obrak-abrik isi lemari pakaianku. Aku sempat kesal melihatnya yang seenaknya mengacak lemariku, namun ku biarkan saja. Dia akhirnya memilih pakaian untukku.

“Ini non..hehe” Dia memberiku sebuah kaos longgar putih dan sebuah celana dalam warna hitam. Dengan malas aku kenakan pakaian itu.

Setelah mandi aku cuma bersantai menikmati acara tv di ruang keluarga, hanya mengenakan celana dalam dan baju kaos longgar tanpa dalaman apa-apa lagi seperti yang diinginkan si Wanto saat memilhkan pakaian untuk ku kenakan saat selesai mandi tadi. Posisiku saat itu berbaring di sofa yang mana kepalaku beralasan bantal boneka.

“Non.. ada tamu nih non” tiba-tiba aku dikejutkan oleh kehadiran si Wanto.

“Tamu? Siapa pak?” tanyaku penasaran memandangnya tanpa mengubah posisi berbaringku. Melihatku dengan posisi itu sepertinya membuatnya mupeng lagi karena dia sempat terpelongo sesaat. Apalagi baju kaosku yang longgar ini tersingkap dan menampakkan perut putih rataku.

“Itu non.. “ katanya menunjuk ke arah ruang tamu.

“Gak usah ganti baju segala non, pake gituan aja.. hehe“ Aku yang penasaran akhirnya bangkit dari posisi tiduranku sambil mengambil ikat rambut di atas meja, mengikat rambutku kincir kuda, lalu berjalan menuju ruang tamu menemui orang yang dimaksud Wanto ini. Aku cukup terheran menemukan ada tiga bocah di sana, ada pak Pono mendampingi mereka.

“Non.. kenalin nih.. anak buah gue..” kata si Pono. Ku perhatikan keadaan mereka, pakaian mereka tampak berantakan dan kumal, kulit mereka juga hitam dekil dan berkesan berdebu tampak seperti anak jalanan yang putus sekolah, yang aku perkirakan mereka seumuran dengan anak-anak smp umumnya. Tentu saja mereka terpana melihat keadaanku, seorang ibu muda dengan pakaian menggoda berdiri di hadapan mereka.

“Mereka ini anak buah gue, yang nyetor ke gue tiap harinya dari hasil ngamen di lampu merah sama malakin anak orang” ujarnya menerangkan. Dua dari tiga orang bocah itupun bangkit dan bersalaman denganku yang ku ketahui bernama Wawan dan Riko, terpaksa aku terima salaman mereka sambil berusaha tersenyum.

“Wah.. si Non ini, cakep, seksi , tangannya mulus lagi..” kata Wawan mengomentariku, sepertinya tidak ada sifat polos padanya.

“Makasih dek.. gak usah panggil Non dek, panggil kakak atau mbak aja” kataku sambil tersenyum membalas komentarnya itu, yang aku tahu pasti dipikiran mereka sudah dipenuhi pikiran-pikiran jorok terhadapku.

“Nah.. tapi si brengsek satu ini gak nih.. “ katanya menunjuk ke bocah satunya. Tapi tunggu dulu, itu bukan bocah, itu pria dewasa namun berbadan cebol. Perawakannya mirip seperti pemeran tuyul-tuyul di sinetron-sinetron zaman dulu itu, tinggi badannya pun ternyata lebih pendek dari dua bocah yang tadi.

“Kenalan dong non sama abang ganteng ini.. gue Bontet, orang-orang biasanya manggil gue gitu.. hehe” kata si cebol ini memperkenalkan diri. Apa? Ganteng? Melihatnya saja aku jijik. Dengan tubuh cebol dan gempal, tingginya paling-paling cuma 100cm, dengan wajah sedikit berjerawat dengan rambut cepak. Aku mengira-ngira bahwa si Bontet ini umurnya sekitar tiga puluhan.

“Napa non? Jijik ya liat si Bontet.. gue juga.. wakakakak” kata Pono. Pria cebol ini juga ikut bersalaman denganku, tingginya hanya sebatas perutku.

“Nah.. sekarang nyonya yang cantik ini juga merupakan lonte kalian.. kalian bebas deh ngapain aja sama nih lonte” kata Pono pada orang-orang ini. Aku hanya memandang kesal pada pak Pono dengan ekor mataku sambil mengutuk dalam hati. Seenaknya mengobral gratis tubuhku pada orang-orang aneh seperti mereka.

“Sekarang lo harus matuhin mereka seperti lo patuh ke gue.. ngerti? Mereka juga bakal nginap di sini selama laki lo pergi..” kata Pono seenaknya. Sungguh keterlaluan si Pono ini, terpaksa aku harus menambah biaya lagi karena bertambah beberapa orang lagi di rumahku.

“Kak.. kita lapar nih..minta makan dong..” kata si Wawan ini padaku. Enak saja mereka datang-datang minta makan, aku sendiri belum makan.

“Ya udah.. kita makan bareng aja, kakak juga belum makan..” ajakku pada mereka sambil beranjak dari sana menuju dapur. Akupun menyiapkan makan untuk mereka, seperti seorang istri yang baik aku sendokkan nasi di atas piring mereka.

“Wah.. ayam goreng, udah lama gue gak makan ayam.. enak nih kelihatannya” kata Wawan kesenangan dan mulai makan dengan lahapnya. Mereka duduk di depan meja makan bersama-sama denganku, bahkan si Bontet duduk di tempat yang biasanya diduduki suamiku. Agak lucu melihatnya karena hanya kepalanya saja yang tampak di depan meja karena tubuh cebolnya ini. Ku alihkan pandanganku memperhatikan si Riko yang dari tadi tidak pernah bicara sedikitpun.

“Napa dek? Gak enak ayamnya?” tanyaku pada Riko, dia hanya menggelang-geleng saja.

“Hehe kak, si Riko ini bisu kak, dan dia juga agak gini” kata Wawan sambil menggesek-gesekkan telunjuknya di keningnya. Apa? Maksudnya bocah ini idiot? Gila, apa nanti aku juga harus dientot bocah keterbelakangan mental ini? Tubuhku menjadi merinding membayangkannya. Namun aku merasa cukup kasihan juga melihat keadaanya itu.

“Mau kakak suapin dek? “ kataku berinisiatif menawarkan diri untuk menyuapi si Riko ini. Dia hanya mengangguk angguk kayak orang terkena ayan. Akupun bangkit dan duduk di kursi di sebelahnya. Mengambil nasi dari piringnya dan menyuapinya langsung menggunakan tanganku. Merasa tanggung, akupun mengambil nasi dan ayam di piringku dan ku campurkan ke piringnya, jadilah kini nasiku dan nasinya tercampur. Sambil makan akupun menyuapinya, sesekali ada nasi yang bercecer di pipinya, ku colek nasi itu dan memasukkannya ke mulutku memakannya. Kelihatan sangat liar dan erotis sekali, seorang istri muda yang cantik sedang menyuapi bocah tanggung dekil yang idiot. Terlihat Wawan dan Bontet melongo melihat aksiku.

“Napa? Mau disuapin juga kalian?” kataku menggoda mereka.

“Eh.. eh.. boleh..” kata mereka sambil mendekat. Akupun kini menyuapi tiga makhluk itu bergantian hingga nasi mereka habis. Tanganku terpaksa bergantian terkena air liur mereka yang bau ini.

“Huaah.. kenyang.. si non ini emang pantas jadi bini kita.. hahaha” kata si Bontet ketika telah menghabiskan seluruh makanannya.

“Iya bang, emang mantap nih cewek..” ikut si Wawan.

“Ya udah kalau gitu.. kita sikat aja..” kata si Bontet bangkit dari tempat duduk dan menarikku ke sofa di ruang tv.

“Duh.. sakit… pelan-pelan dong kalau narik tangan cewek..” kataku kesal pada si Bontet ini.

“Eh.. mendingan kita ke kamarnya aja deh.. lebih asik kayanya.. hehe” usul Wawan. Mau tidak mau ku ikuti kemauan mereka dan berjalan membimbing mereka ke arah kamar. Kini di kamarku ini lagi-lagi dimasuki orang lain yang tidak jelas statusnya yang siap menikmati tubuhku. Kelihatan Bontet, Wawan dan Riko sudah mupeng berat. Mereka yang tidak sabaran langsung membuka pakaian mereka hingga bertelanjang di depanku. Apa aku akan dikerjai makhluk yang bertubuh kecil dariku seperti mereka? Rasanya menjijikkan sekali.

“Non.. buka bajunya dong..” pinta si Bontet.

“Iya nih kak.. udah gak sabar nih pengen ngewe lonte cantik kayak kakak, bini orang lagi..” sambung wawan kurang ajar.

“Apaan sih kamu wan.. gak sopan banget sama orang yang lebih tua..” kataku kesal padanya. Aku kemudian membuka pakain yang ku kenakan. Ku buka kaos longgar ku sehingga memperlihatkan buah dadaku dengan putting yang telah mencuat tegak di hadapan mereka, yang langsung membuat mereka heboh terpana.

“Woooohhh… gede, putih coooyy” kata Wawan mengomentari. Ku lihat mereka telah mulai mengocok penis mereka sendiri. Wajah Riko yang paling terlihat paling idiot karena memang sudah idiot dari sananya, dia melongo dengan mulut terbuka dan liurnya jatuh membentuk benang hingga menetes ke karpet lantai kamarku. Lucu melihat wajah mereka yang sange berat terhadap tubuhku ini yang kini tinggal menggunakan celana dalam saja. Aku merasa seksi diperhatikan pria-pria ini, membuat sifat binalku kembali bangkit.

“Napa kalian? Udah gak tahan? Baru juga lihat buah dada, belum yang lain” kataku sambil tertawa kecil pada mereka.

“Kak boleh pegang gak?” pinta si Wawan melihat ke payudaraku. Aku hanya menganggukkan kepalaku, segera saja mereka mengelilingiku berebutan meraba dan meremas buah dadaku. Terasa menggelikan di remas oleh tangan-tangan mungil mereka termasuk si cebol Bontet ini. Mulut mereka juga mulai menjilati dan mengulum buah dadaku bergantian, membuat permukaan kulit payudaraku menjadi basah oleh liur mereka. Si Riko yang idiot ini bahkan seperti berusaha menelan buah dadaku, bahkan putingku juga digigit-gigit olehnya, membuat aku merintih kesakitan namun nikmat. Yang lucunya si Bontet, karena tingginya hanya sebatas perutku maka dia tidak bisa menjilati buah dadaku.

“Hihihi.. gak sampai yah mas? mas Bontet juga mau ya?” kataku yang kemudian berlutut di depannya. Akhirnya dia juga dapat ikut menikmati menjilati payudaraku, memainkan lidahnya di sekitaran putingku sambil tangannya sibuk meremasnya. Dalam posisi berlutut seperti ini, penis si Bontet menjadi sejajar dengan vaginaku, sehingga penisnya sesekali menggesek-gesek permukaan vaginaku yang masih tertutup celana dalam.

“Hihi.. enak yah?” tanyaku pada pria cebol ini. Aku kemudian lebih merendahkan tubuhku sehingga wajahku kini sejajar dengan wajahnya. Yang tentu saja dia gunakan kesempatan itu untuk menciumku dan memainkan mulutnya di seluruh wajahku. Di belakangku si Wawan dan Riko meremas-remas pantatku dengan gemasnya. Wawan yang tidak tahan kemudian menyuruhku berdiri dan menarik tubuhku ke atas ranjang.

“Duh.. wan, pelan-pelan napa.. sakit tahu” kataku pada Wawan.

“udah gak tahan kak..” Dia kemudian langsung menindih tubuhku, mencumbuiku dengan ciuman-ciuman di sekujur dada, leher dan wajahku. Kadang aku tertawa geli karena aksinya ini. Riko dan Bontet kamudian ikut naik ke atas ranjang. Mereka kini mengelilingi tubuhku yang terlentang pasrah di ranjang. Dari sini, aku dapat melihat bingkai foto pernikahanku dengan Mas Gino. Sewaktu melihat mata foto suamiku ini aku merasa sangat bersalah dan malu sekali. “Maafkan aku mas”

Si bontet kemudian memposisikan penisnya di depan mulutku, aku yang mengerti maunya langsung memasukkan penisnya ke dalam mulutku. Di sebelahku si Riko kembali mengulum buah dadaku sambil penisnya aku kocok dengan tanganku. Sedangkan Wawan melebarkan kakiku dan memainkan jarinya yang kotor di dalam vaginaku, mengaduk-aduk vaginaku dengan tangannya berusaha menjelajahi setiap liang vaginaku.

Sungguh sensasi yang luar biasa di keroyok pria-pria bertubuh kecil seperti mereka. Yang satu anak jalanan calon preman pasar, yang satunya juga anak jalanan namun bego bin idiot, dan yang satunya lagi si pria dewasa yang cebol. Sungguh pemandangan yang aneh dan liar sekali.

Kini Wawan dan Riko tiduran menyamping di kiri dan kananku, mengenyot masing-masing buah dadaku sambil jari mereka secara bersamaan bermain di vaginaku yang membuat aku merintih kenikmatan. Di sebelah atas kepalaku, si Bontet membungkuk dan mencium mulutku, memainkan lidahnya di dalam mulutku.

“Non.. buka mulutnya non, yang lebar..” suruh si Bontet ini. Aku turuti kemauannya dengan membuka mulutku lebar-lebar. Dia kemudian dengan sengaja meludah ke dalam mulutku.

“Enak non? Hehe.. mau lagi?” tanpa menunggu jawabanku dia kemudian dengan kedua jarinya menahan mulutku agar tidak tertutup, kemudian meludah berkali-kali di mulutku. Aku yang tidak dapat berbuat banyak akhirnya menelan ludahnya yang bau itu, membuat si cebol ini tersenyum puas. Dia kemudian menampar-nampar penisnya ke wajahku sebelum kembali memasukkan penisnya ke mulutku. Kini aku harus melayani penisnya dengan mulutku sambil vaginaku dikorek-korek oleh dua kebocah ini. Sungguh sensasi yang luar biasa.

Tubuhku menggelinjang hebat karena permainan jari kedua bocah ini, tidak lama aku kemudian orgasme sehingga sprei dan jari mereka menjadi basah. Nafasku terengah-engah, namun tanpa memberiku kesempatan untuk beristirahat si Bontet kemudian langsung menancapkan penisnya ke vaginaku. Walau dia cebol, ternyata penisnya terasa cukup besar. Dia memintaku menungging dan menyodokku dari belakang. Ku lihat ke cermin besar di sebelahku, betapa liarnya keadaan ini, aku seorang istri muda yang tadinya sangat setia, kini sedang di entoti dari belakang oleh pria cebol tidak jelas asal-usulnya.

“Cepetan mas.. gue juga mau” pinta wawan tidak sabaran. Ku lihat si Riko juga ngeracau tidak jelas sambil menarik tangan Bontet seperti tidak mau kalah juga. Akhirnya mereka bergantian menyetubuhiku termasuk si Riko yang idiot ini. Sambil menyetubuhiku, air liur si Riko ini menetes-netes di pantatku. Mereka juga memasuki ke tiga lubangku secara bersamaan. Baik vagina, anus dan mulutku menjadi sasaran kenikmatan penis mereka. Mereka secara bergantian menikmati lubang-lubangku. Aku merasa sensasi gila yang nikmat disetubuhi beramai-ramai oleh orang-orang seperti mereka ini.

Akhirnya setelah cukup lama mereka bergantian membuang sperma mereka di dalam vaginaku. Sperma pria cebol dan kedua bocah ini kini berlomba-lomba untuk dapat menghamiliku. Aku tidak dapat membayangkan bila nantinya aku hamil oleh mereka.

“Puaskan?.. dasar kalian.. masih kecil juga.. “ kataku terengah sambil menatap bocah-bocah ini.

“Mas juga.. ” kataku menatap si Bontet cebol ini.

“Gue kan gak anak kecil non..” kata si Bontet membela diri. Mereka kemudian tertawa terbahak-bahak yang membuatku juga ikut tertawa.

“Kak.. jalan-jalan yuk pakai mobil..” pinta si Wawan.

“Capek nih.. kalian gak capek apa?” tanyaku menatap mereka.

“Lagian mau kemana sih? Iya deh.. tapi kakak mandi dulu yah..” kataku sambil menuju kamar mandi. Aku pikir tidak ada salahnya memberi mereka sedikit hiburan, akupun menyetujui permintaan mereka ini. Sebelum membuka pintu kamar mandi aku berpaling ke arah mereka lagi.

“Ada yang mau ikut mandi??” tanyaku menggoda. Tentu saja mereka bersorak sambil mengacungkan tangan ke atas. Dengan wajah menggoda ku ayunkan telunjukku seperti menantang mereka kemari. Langsung saja mereka menyerbuku dan menyeretku ke dalam kamar mandi, aku hanya tertawa sambil menjerit-jerit kecil. Pintu kamar mandipun tertutup, sekali lagi di dalam kamar mandi aku melayani mereka sambil kami membersihkan diri.

Setelah selesai mandi kamipun bersiap untuk mutar-mutar dengan mobilku. Aku putuskan untuk pergi ke mall terdekat saja. Namun dengan kurang ajarnya, mereka memintaku agar tidak mengenakan pakaian dan hanya mengenakan celana dalam, lalu menutupi tubuhku dengan jaket. Memang jaket ini cukup dalam menutupi hingga di atas lututku, tapi tetap saja risih karena aku tidak menggunakan apa-apa lagi dibaliknya. Di dalam mobil malah aku disuruh bertelanjang bulat sambil sibuk mengemudi, kadang tangan-tangan jahil mereka meraba-raba tubuhku baik payudara maupun vaginaku, membuat konsentrasi menyetirku jadi kacau.

Sebelum turun dari mobil, aku mengenakan kembali jaket itu. Namun mereka dengan nakalnya memasukkan sebuah vibrator berbentuk kapsul ke vaginaku yang dapat dikendalikan melalui remote. Tentu saja mereka yang memegang remote tersebut dan aku dilarang melepaskannya dari vaginaku.

Kami berkeliling di dalam mall tersebut dengan mereka yang asik sesekali memati-hidupkan vibrator di dalam vaginaku. Membuat harus menahan geli yang teramat sangat, aku juga bahkan harus berjalan sempoyongan karena benda itu bergerak hebat saat aku berjalan.

“Deek… stop pliss.. geli tau..” kataku menatap jengkel ke mereka sambil menahan geli bersandar di depan etalase toko yang sudah tutup, namun mereka hanya cengengesan saja. Ku rasakan vaginaku sangat amat basah bahkan cairannya sampai menetes-netes di lantai.

“Mau dimatikan kak?” tanya Wawan sambil cengengesan. Aku hanya mengangguk dengan pandangan sayu padanya.

“Tapi ada syaratnya.. non buka dulu dong jaketnya..” pinta si Bontet mesum padaku.

“Ha??? Jangan dong.. pliss.. malu kakak.. masa harus telanjang disini sih? Di mobil aja tadi kakak malu banget..” kataku mencoba menolak.
Memang di tempat kami berdiri ini merupakan lorong yang paling sepi di mall tersebut, tidak ada toko yang buka di sebelah sini. Tapi tetap saja, mana mungkin aku bertelanjang di tempat umum seperti ini.

“Ya udah kalau gak mau..” kata Wawan.

“zzzzzrrrrrrrtttttttt” vibrator tersebut bergetar dengan hebatnya, sepertinya di atur menjadi maksimal oleh mereka. Akupun kembali menggelinjang hingga berlutut di lantai menahan sensasi geli yang nikmat ini.

“Matiiiin dooong.. pliiisss..” kataku sedikit berteriak sambil mencoba merangkak menggapai remot itu dari tangan si Bontet. Dia permainkan aku dengan berjalan mundur saat aku hampir berhasil menggapai remot itu, kurang ajar sekali mereka. Akhirnya aku pasrah terduduk di lantai sambil menatap jengkel ke arah mereka.

“Iya.. kakak buka.. tapi matiin pliss..” kataku pasrah mengalah. Merekapun mematikan vibrator itu. Aku dengan berat hati dan dada berdebar sedikit demi sedikit menarik resleting jaketku hingga terbuka semua. Kini jaket tersebut hanya menggantung di tubuhku, buah dada dan celana dalamku yang basah terpampang dengan jelas sekarang.

“Gak ada orang kan?” tanyaku sambil melirik ke sekeliling, mereka hanya mengangguk-angguk saja tanpa benar-benar mengeceknya. Segera ku lepaskan jaketku dengan perlahan sambil tetap mengawasi sekeliling. Kini aku hanya mengenakan celana dalam saja yang masih menempel vibrator di baliknya.

“Sini kak jaketnya biar Wawan yang pegangin” ujarnya menawarkan. Dengan ragu aku berikan saja jaket itu padanya. Entah kenapa aku merasakan sensasi lain yang nikmat melakukan hal gila seperti ini, bertelanjang di tempat umum ini dan disaksikan para pria mesum ini.

“Lariiii…….” Sorak mereka tertawa-tawa membawa lari jaketku meninggalkanku yang hanya menggunakan celana dalam. Aku terkejut bukan main, dengan kurang ajarnya mereka meninggalkanku sendiri disini. Mereka kini berada di sisi mall sebelah sana yang ramai orangnya, tidak mungkin aku mengejar mereka kesana. Ku lihat mereka tertawa-tawa disana berhasil mempermainkanku. Aku hanya berdiri panik sambil menutupi puting payudaraku dengan tangan, serta mencoba memohon pada mereka untuk mengembalikan jaketku.

“Bzzzzzzzztttttt” tiba-tiba benda itu bergetar lagi dalam vaginaku.

“Aaaaaahhhhhh” aku kelepasan menjerit, untung saja tidak ada orang yang mendengarkan.

Aku merasa malu sekali, hanya menggunakan celana dalam dengan vibrator yang bergetar hebat di vaginaku. Entah apa kata orang jika menemukanku dalam keadaan seperti ini, terlebih jika orang itu suamiku. Aku hanya terduduk di lantai mengapitkan pahaku menahan geli ini sambil menempelkan kedua telapak tanganku memohon pada mereka dari jauh. Aku bahkan sampai terguling-guling di atas lantai, merintih menahan geli kenikmatan sambil menekukkan kakiku. Namun tidak ada respon dari mereka yang hanya tertawa-tawa saja disana. Sial, aku benar-benar dilecehkan dan dipermalukan.

Aku tidak tahan lagi, aku putuskan melepaskan celana dalamku dan menanggalkan benda itu dari dalam vaginaku. Celana dalam dan vaginaku benar-benar basah dibuatnya. Kini aku benar-benar telanjang di sini, dengan cairan vaginaku yang menetes-netes di lantai. Akhirnya aku merasa lega sekarang, tapi ini belum berakhir, aku masih bertelanjang disini. Tidak mungkin aku disini terus karena bisa saja ada orang yang lewat dan menemukanku seperti ini.

Iseng ku goda mereka menunjukkan vibrator yang sudah ku lepas ini sambil tertawa menang pada mereka. Tentu saja aku tidak benar-benar sudah menang, keadaanku masih telanjang seperti ini. Mereka yang tidak mau kalah akhirnya meletakkan jaketku begitu saja di lantai dan mereka mundur lebih jauh ke sebelah sana, memberi kode padaku supaya mengambil jaketku di sana.

Aku betul-betul tidak ada pilihan lain, karena tidak mungkin aku bertelanjang lebih lama lagi disini. Ku perhatikan keadaan sekitar sana, ku lihat tidak ada orang, dan wuzzz, secepat mungkin ku berlari telanjang meyambar jaketku disana dan segera kembali lagi ke lorong tadi menenteng jaketku. Sungguh memalukan, aku tidak tahu apa benar-benar tidak ada orang yang melihat. Segera saja ku pakai jaketku, namun tidak ku pakai lagi celana dalamku karena risih sudah basah kuyup seperti itu. Merekapun kembali sambil tertawa puas melihat kelakuanku yang berhasil mereka kerjai.

“Puas?? Dasar kalian..” kataku dengan wajah kesal pada mereka, walau tidak ku pungkiri ada perasaan geli juga bertelanjang-ria seperti tadi. Kamipun melanjutkan keliling mall lagi dengan vibrator yang kembali di masukkan dalam vaginaku. Saat melewati bagian penjualan pakaian dalam wanita mereka memintaku untuk membeli beberapa lingerie, baju tidur dan celana dalam yang seksi-seksi. Entah apa yang ada di pikiran mereka, tapi pastinya sesuatu yang jorok.

Ku lihat harga yang tertera di mesin kasir, empat juta lima ratus ribu. Gila, aku harus mengeluarkan uang sebanyak itu demi mereka.

“Mau tunai atau pakai kartu bu?” tanya wanita petugas kasir. Ku berikan kartu kreditku kepadanya, yang mana suamiku lah yang ujung-ujungnya membayar tagihan itu.

“Nnggghhh…” erangku tiba-tiba melenguh tertahan, yang tentunya membuat petugas kasir ini terheran. Bocah ini lagi-lagi menyalakan vibratornya.

“Ada apa buk??” tanyanya heran.

“ngghh.. ngak.. gak ada apa-apa” kataku pura-pura sambil menatap kesal ke arah bocah-bocah dan si cebol ini, mereka hanya cengengesan saja.

Setelah itu mereka mengajakku ikut masuk ke toilet pria, di salah satu kamar dalam toilet itu aku di suruh membuka jaket sehingga bertelanjang bulat di sana, lalu aku ditinggalkan begitu saja disana selama beberapa menit. Aku merasa sangat berdebar-debar dengan keadaan seperti ini, bertelanjang di salah satu ruangan di dalam toilet pria yang mana para pria silih berganti masuk ke sana. Berusaha tidak bersuara sama sekali walau ada yang menggedor pintu tempatku berada. Untung saja saat sudah sepi mereka masuk kembali dan membawaku keluar dari sana.

Kamipun pulang ke rumah setelah puas mengerjaiku di Mall, aku merasa lega sekali rangkaian perbuatan mereka yang mempermalukanku ini berahir sudah.

“Non.. nanti pakai yah baju tidurnya, yang paling seksi loh..” pinta si Bontet mesum padaku. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi nanti, mereka pasti bakal memuaskan nafsu mereka padaku dengan aku yang menggunakan lingerie ini.

Saat sampai di rumah mereka menyuruhku mandi dan mengenakan lingerie yang baru ku beli tadi. Aku pilih sebuah lingerie berwarna hitam, lengkap dengan stocking dan hiasan rambutnya. Ku perhatikan diriku di cermin, sungguh seksi sekali. Di depan suamiku aku bahkan tidak pernah berpakaian se-seksi dan senakal ini, kini aku malah memberi para pria-pria mesum itu sebuah pemandangan yang membangkitkan birahi mereka.

Aku turun ke bawah, mereka sudah lengkap disana. Pono, Wanto, Husni, Bontet, wawan dan Riko. Dengan siulan dan sorakan kata-kata kotor mereka mengeringi langkahku ke arah mereka.

“Woooh… gila, seksi banget nih lonte…”

“Iya.. lebih cocok jadi pecun daripada jadi istri suaminya itu.. khekhekhe..”

“Ayo kak Dian.. tunjukin ke binalan mu… kak Dian emang istri yang nakal.. kontol gue jadi tegang gini.. duuhh”

Berbagai sorakan dan kata-kata kotor terucap dari bibir mereka. Yang seluruhnya terdengar seperti melecehkanku yang hanya ku balas dengan senyuman manisku ke arah mereka.

“Hihi.. napa kalian? Suka ya liat Dian begini?” kataku menggoda mereka yang mulai mupeng itu.

“Iya non, suka banget.. udah gak sabar nih..” balas Wanto.

“ayo.. gak sabar ngapain?? Dasar kalian mesum” godaku lagi. Ku liuk-liukan tubuhku di depan mereka. Mencoba membangkitkan nafsu mereka pada diriku yang hanya menggunakan lingerie seksi ini. Di antara mereka yang tidak sabar ada yang membuka pakaian mereka dan mengocok penis mereka sendiri. Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

“Ting tong” tiba-tiba terdengar suara bel pintu rumah ku, ada tamu. Tentu saja mereka tampak kecewa karena acara baru saja dimulai. Salah satu dari mereka mengintip siapa yang tamu yang mengganggu kesenangan mereka tersebut.

“Non.. ada kiriman paket tuh di depan, lo yang terima deh..hehe” suruh Pono padaku. Aku agak ragu menerima permintaannya itu, soalnya aku hanya menggunakan lingerie seksi seperti ini.

“Udah sono.. cepetan, pakai gitu aja.. hehe” suruhnya lagi. Akupun dengan dada berdebar menuju ke arah depan dan membuka pintu. Ku buka pintu itu dengan lebar, menunjukkan pada kurir itu betapa seksi dan menggodanya penampilan ku ini. Tentu saja membuat kurir itu terkejut dan melongo.

“Mas?? Kok ngelamun?” kataku menyadarkan kurir itu dari lamunannya.

“Eh, a-anu.. Rumah bu Dian? Ini, ada paket” katanya salah tingkah melihat penampilanku.

“Iya mas, saya sendiri..”

“I-ini, tolong tanda tangan disini bu..” katanya menyerahkan paket dan slip untuk di tanda tangani.

“Siapa sayang?” tiba-tiba si Bontet cebol itu muncul dengan tubuh telanjangnya. Kemudian dia memelukku dari belakang sambil mengusap-ngusap pahaku. Tidak lama si Pono pun datang juga dengan tubuh telanjangnya dan ikut menciumi wajahku sambil meraba tubuhku yang sedang berusaha menanda tangani slip dari kurir ini.

Mereka dengan kurang ajarnya berbuat itu padaku, tidak peduli ada si tukang kurir yang melihat. Tentu saja melihat hal tersebut membuat kurir itu makin heran dengan apa yang terjadi. Seorang wanita muda cantik yang berpakaian menggoda sedang dijamah pria-pria kumal yang sudah telanjang. Entah apa yang ada di pikiran kurir antar ini sekarang. Segera setelah ku tanda tangani ku kembalikan slip itu padanya.

“Ini mas…” kataku menyerahkan slip tersebut.

“ma-makasih bu..” katanya terbata dan segera pamit dari sana.

“Bentar mas…” kata si Bontet memanggil si kurir itu. Sial, apa lagi mau si cebol ini. Aku memandang kesal pada si cebol ini sambil mencubit pelan bahunya.

“Iya.. mas, ada apa ya?” tanya si kurir heran kembali ke depan kami.

“Cuma mau nanya, gimana mas? Cantik gak cewek kita… hehehe” tanya si Bontet kurang ajar.

“C-cantik, mulus, putih..” kata kurir tersebut sambil memandangi tubuhku dari atas sampai bawah.

“Hehe.. bilang makasih dong Dian ke dia.. hehe..” pinta si Pono.

“hmm.. makasih ya mas..” kataku sambil tersenyum manis padanya yang pastinya membuat si kurir itu panas dingin dengan jantung berdebar. Setelah itu si kurirpun benar-benar pamit. Aku beruntung pria-pria mesum ini tidak berbuat aneh lagi. Segera ku tutup pintu depan.

“Paaaaaakkkkkkkk… apa-apan sih… malu tahu..” kataku dengan wajah kesal berusaha seperti mau meninju mereka. Mereka hanya tertawa-tawa saja sambil berusaha menghindari tinjuanku. Tadi itu benar-benar gila, mereka benar-benar membuatku malu setengah mati. Tapi entah kenapa diperlakukan seperti tadi juga membangkitkan gairahku, tanpa ku sadari ternyata vaginaku sudah basah. Apa aku terangsang diperlakukan begitu? Apa aku sebinal itu?

“Rese kalian..” kataku masih ngambek.

“Hehe.. sori deh non.. tapi non suka kan??” kata si Husni menggodaku, aku hanya membalas pandangan matanya saja, walau di dalam hati aku juga merasakan sensasi yang nikmat tadi.

“Hehe.. lanjut yu non, yang tadi belum selesai.. hehe.. wan, lo ambil handycam di kamar gue, trus ada kotak di bawah tempat tidur lo ambil juga..” suruh Pono pada wawan. Wawan segera beranjak mengambil handycam tersebut.

“Kalian mau ngerekam Dian lagi? Untuk apa sih?? ”tanyaku pada mereka.

“Gak untuk apa-apa sih non, siapa tahu berguna di kemudian hari..hehe” ujar Pono. Tidak lama si Wawan pun kembali dengan membawa handycam.

“Yukk mulai non.. Non main sendiri dulu, ambil tuh di dalam kotak..” suruh Pono lagi. Aku buka kotak yang dimaksudnya, ternyata isinya adalah mainan-mainan seks yang ku beli atas permintaan mereka. Dengan agak malas ku coba memilih-milih, aku pilih sebuah vibrator.

Dengan tersenyum ke kamera, mulai ku mainkan vibrator itu di sekitar vaginaku. Aku merasa malu direkam sedang bermasturbasi ini, namun ku coba untuk menghilangkan rasa itu dan menikmatinya.

“Kalian bantuin dong.. gak pengen mainin aku? Boneka seks kalian?” godaku ke mereka. Si Wanto segera maju dan mengambil vibrator itu. Kini dia yang memegang kendali benda tersebut dan memainkannya di permukaan vaginaku. Si Wawan dan cebol juga ikut mencari sesuatu yang lain dari kotak dan mengambil sejenis vibrator lainnya. Mereka mainkan di sekitar puting payudaraku. Aku kini membiarkan tubuhku di mainkan mereka, aku merintih kenikmatan atas getaran-getaran dari berbagai mainan seks itu. Sesekali aku memandang ke kamera yang terus merekam keadaan ini.

Mereka yang sudah menahan dari tadi kini langsung mengelilingiku, menjamah tubuhku yang masih terbungkus lingerie seksi ini.

“Non.. sekarang kocokin kontol kita-kita..hehe” mereka kini berdiri mengelilingiku yang sedang berjongkok di bawah mereka. Aku mulai mengocok penis mereka, kedua tanganku bergantian mengocok penis mereka berenam. Aku juga mulai menjilati dan mengulum penis mereka, sambil tetap mengocok penis yang lain dengan tanganku, ku keluarkan semua keahlian oral seksku pada penis yang sedang ku jilati.

“Eh non.. kalau gak salah besok non ulang tahun kan? Sempat dengar kemarin waktu non ngobrol sama pak Gino..” tanya Wanto.

“hmm.. iya, napa emang?”

“Gak ada.. Cuma sayang banget yah non, bukannya ngerayain bareng suami, tapi malah dengan kita-kita..hehe..” ku balas saja dengan senyumku. Ya, biasanya tiap ulang tahun mas Gino selalu yang pertama yang mengucapkannya. Entah jam dua belas teng nanti dia bakal menelpon ku atau tidak untuk mengucapkan selamat. Tapi yang pasti, malam ulang tahunku kini bakal ditemani pria-pria tidak jelas ini.

Akhirnya sore itu aku kembali digarap beramai-ramai, mereka menyetubuhiku dengan aku masih menggunakan lingerie ini. Lebih seksi dan menggoda kata mereka. Saat mereka ingin keluar, mereka tumpahkan sperma mereka ke lingerie mahalku ini.

“Pak… duh, mahal ini…” kataku dengan nada kesal pada mereka. Enak saja mereka tumpahkan peju mereka di sana. Padahal baru saja ku beli mahal-mahal.

Setelah itu, mereka menyuruhku menggunakan lingerie yang lain. Kali ini berwarna pink, sangat serasi dengan kulitku yang putih. Mereka lakukan hal yang sama seperti sebelumnya, mereka setubuhi aku dengan pakaian tersebut dan mengakhirinya dengan menumpahkan sperma mereka lagi di sana.

Mereka juga melakukan hal-hal mesum lainnya dengan pakaian yang ku kenakan ini, seperti menyelipkan penis mereka ke dalam stocking, sehingga penis mereka menggesek-gesek antara paha dan kain tipis stocking itu sampai mereka menumpahkan sperma mereka di sana. Ada juga mereka meminta dijepitkan penis mereka di antara buah dadaku dan menumpahkannya di sana. Bahkan menggunakan kakiku yang terbungkus stocking untuk melakukan footjob pada mereka. Setiap bagian lingerie ku menjadi basah berlumuran sperma mereka. Tidak hanya satu, bahkan seluruh lingerie dan gaun tidur yang baru ku beli tadi menjadi tempat tumpahan sperma mereka.

Jam hampir menunjukkan pukul dua belas malam, cukup banyak juga waktu yang telah berlalu. Handphone ku berdering, tidak salah lagi itu dari suamiku. Sambil masih mengocok penis mereka aku angkat telepon itu.

“Halo..” kataku menyapa.

“Halo sayang.. udah bobo? Belum kan?”

“belum, kan nungguin mas bilang happy birthday.. hihi” kataku sambil masih mengocok penis Husni di sampingku. Untung saja mas Gino tidak dapat melihat keadaan ku sekarang, yang sedang menelpon dengannya dengan gaun tidur seksi yang penuh sperma sambil mengocok penis mereka. Ku lihat kini jam sudah tepat menunjukkan pukul dua belas malam.

“Sayang.. Happy birthdaaaay..” ujar suamiku dari seberang sana. Namun disini, ucapan dari suamiku itu berbarengan dengan menyemprotnya sperma Husni ke wajahku, yang sepertinya juga merupakan ucapan selamat ulang tahun dari pria ini.

“nggg.. i-iya mas, makasih…” kataku di telepon sambil mencubit pinggang si Husni, dia hanya senyum-senyum saja.

“Moga panjang umur yah sayang, tetap cantik dan selalu ada di hati mas..”

“Iya mas.. makasih, mas kapan pulang?”

“Masih 4 hari lagi.. maaf yah, mas gak ada di sana sekarang. Pasti kamu kesepian yah? Mau Mas suruh Indah ke sana nemanin kamu?” kata mas Gino perhatian, namun disini aku malah sedang asik membersihkan penis si Husni yang baru ngecrot tadi. Indah sendiri adalah adiknya Mas Gino, umurnya masih sembilan belas tahun.

“Eh.. gak usah mas, gak apa kok.. “ kataku menolak. Bisa kacau bila si Indah datang karena banyak pria-pria mesum disini. Aku tidak bisa menjamin Indah akan baik-baik saja bila menginap di sini. Cukup biar aku saja yang menjadi korban mereka, aku tidak ingin si Indah ternoda oleh mereka.

“hmm.. ya udah kalau begitu”

Tiba-tiba ide nakalku muncul, aku rasanya ingin sekali melakukan hal liar saat menelpon suamiku. Sejenak ku tutup bagian microphone handphone itu dengan tanganku.

“Sekarang kalian setubuhi Dian.. genjotin Dian yang kencang sekeras mungkin, pokoknya suka-suka kalian” kataku berbisik pada pria-pria disini dan mengambil posisi terlentang di atas ranjangku. Mereka hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum mesum.

“Eh, iya mas? Gak ada apa-apa kok..” kataku kembali mengobrol dengan mas Gino. Pak Pono segera memposisikan penisnya di depan vaginaku.

“Nggghhhhhhhh… eh, gak ada apa-apa kok.. iya, beneran kok mas.. gak ada apa-apa” aku melenguh tertahan karena sodokan keras Pak Pono yang tiba-tiba. Pak Pono mulai mengayunkan pinggulnya menggenjot vaginaku dengan kerasnya seperti yang ku katakan tadi, membuat nafasku terengah-engah saat berbicara.

“Suara kamu kok berat gitu? Kamu lagi ngapain sih?” tanya suamiku mulai curiga. Aku merasa sangat bersalah sekaligus horny melakukan hal ini. Terlihat sangat nakal di cermin aku yang sedang di setubuhi pak Pono yang dekil sambil teleponan dengan suamiku.

“ngghhh… oughhh… gak mas… duh pak, kencang amat.. pelanin dikit..” kataku di telepon. Hal ini tentunya membuat suamiku makin heran dan curiga saja.

“Kamu lagi ngapain sih sayang? Apanya yang pelanin dikit?” tanya suamiku keheranan.

“Gak ada mas.. nggghh… terus pak.. goyangin…”

“Goyangin? Kamu lagi ngapain sih sebenarnya??” tanyanya makin curiga.

“Gak ada kok mas.. ngghh… u-udah dulu yah mas, aku ngantuk..” kataku mencari alasan dengan suara terengah-engah.

“Bentar yang, aku..”

“Tit” panggilan ku putuskan, membuat mas Gino tidak menyelesaikan pembicaraannya. Aku tidak tahu apa yang ada dipikiran suamiku saat ini. Dia pasti sangat curiga aku berbuat macam-macam di sini. Untuk jaga-jaga segera ku matikan handphone ku, karena bila dia menelpon balik aku belum punya alasan yang bagus saat ini.

“Tuh.. puas? Kalian suka kan liat Dian kaya gitu?” kataku menggoda pria-pria ini.

“Kaya gimana non maksudnya?” tanya mereka pura-pura tidak tahu.

“Ishh.. jadi istri nakal giniii, iya kan suka?” kataku lagi dengan wajah malu.

“hehe.. lo emang istri yang nakal, emang betul-betul lonte lo..” kata pak Pono.

Setelah itu mereka kembali menyetubuhi ku beramai-ramai. Mereka benar-benar melakukannya seenak mereka. Vagina, anus dan mulutku menjadi pelapiasan nafsu mereka, yang tentunya mereka lakukan bersamaan tiga lubang dalam satu waktu sekaligus. Membanjiri ketiga lubangku serta tubuhku yang masih berbalut gaun tidur seksi ini dengan sperma-sperma mereka.

Esok hari, kami bangun telat karena permainan kami yang sampai subuh semalam. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Tapi lagi-lagi sesudah bangun tidur mereka meminta jatah lagi padaku. Aku jadi harus melayani mereka lagi hingga mereka puas dan menumpahkan spermanya ke tubuhku.

“Ting-tong” terdengar suara bel rumahku berbunyi. Saat itu aku sedang bersih-bersih rumah, para begundal itu mungkin sedang melanjutkan tidur mereka lagi di kamar mereka. Segera ku buka pintu depan untuk mengetahui siapa yang bertamu.

“Siang kak Dian..”

“Indah? Kok gak bilang dulu mau datang..”

“Gimana mau kasih tau, nomornya kak Dian saja gak aktif-aktif..” katanya nyelonong masuk ke dalam sambil membawa koper kecilnya.

“Hehe.. iya yah..” kataku menggaruk-garuk pelipisku, baru sadar bahwa handphoneku belum ku nyalakan sampai sekarang.

“Makanya mas Gino nyuruh aku ke sini, mau mastiin kalo kak Dian baik-baik aja. Sekalian nyuruh aku nginap sini jagain kakak sampai mas Gino pulang”

“Ohh.. iya deh kalau gitu, ntar kakak hubungi mas Gino. Yuk kakak antarin ke kamar” ajakku padanya. Rumah ini punya cukup banyak kamar, untung saja masih ada kamar yang cukup bagus tersisa untuk ditempati Indah sementara waktu. Sambil aku mengantarnya ke kamar aku berharap-harap cemas para begundal itu tidak muncul sekarang karena mereka belum tahu kalau Indah datang, jadi mereka mungkin bakal turun dengan telanjang bulat.

“Kok sepi kak? Pembantu kakak mana? Satpam di depan juga gak ada..” tanya Indah memperhatikan.

“Oh, anu.. mereka lagi tidur, kecapekan kali abis nonton bola tadi malam” kataku mencari alasan.

“Owwh..”

“Ndah, kamu kalau mau mandi atau istirahat silahkan aja, tapi kamar mandinya gak ada di dalam kamar, pake yang di dekat dapur aja yah..”

“Oce kak..”

Aku gunakan kesempatan itu untuk memberi tahu mereka akan kedatangan Indah, sekaligus mengusir dua bocah dan pria cebol itu karena mereka tidak ada status apapun di rumah ini. Tentu saja hal itu membuat mereka kecewa, tapi aku menjanjikan kepuasan khusus untuk mereka nanti agar mereka cepat pergi dari sini. Untung keadaan rumahku sudah kembali seperti sebelumnya, bisa gawat kalau aku telat membersihkannya.

“Pak, tolong jangan ganggu Indah yah.. Dian mohon..” kataku memohon pada pak Pono.

“Lah, emangnya gue setan ngangguin orang..hehe” katanya bercanda padahal aku sangat serius. Lagian dia emang setan, yang udah membuat aku jadi begini, merubah aku istri yang setia dan alim menjadi nakal.

“Pliss pak, jangan bercanda deh, Dian serius..” kataku sekali lagi.

“Oke.. gue usahain”

“Janji yah pak.. awas kalau bohong, Dian gak segan-segan lagi ngaduin ke mas Gino” gertak ku. Aku hanya berharap dia betul-betul menjaga omongannya. Aku tidak ingin dia juga merenggut kesucian adik iparku itu.

“Dan juga jangan berbuat macam-macam ke Dian kalau lagi ada Indah” sambungku lagi.

Aku pun kembali bersih-bersih di bagian belakang rumah. Saat itu aku melihat pak Pono keluar dari kamarnya dan menuju dapur, sepertinya dia inign mengambil minum. Namun saat itu juga Indah keluar dari kamar mandi yang ada di dekat sana, tubuhnya hanya berbalut handuk yang menutupi dari bagian dada hingga paha atasnya.

Ku lihat pak Pono sempat terbengong melihat gadis muda yang cantik hanya menggunakan handuk, dengan tubuh dan rambut ikal sebahunya yang masih basah karena air.

“Siang pak..” sapa Indah pada pak Pono.

“eh, siang non, non pasti non Indah ya? Wah ternyata non cantik yah.. hehe” puji pak Pono sambil matanya menelanjangi tubuh Indah. Terlihat masih ada butiran-butiran air yang masih menempel di kulit payudaranya dan meluncur masuk di sela-sela belahan payudara mulus Indah.

“Kenalan non, saya Pono.. satpamnya non Dian..” ujar Pono sambil mengulurkan tanganya untuk bersalaman. Ku lihat Indah menerima ajakan salamannya.

“Wah.. udah cantik, mulus lagi..” goda pak Pono pada Indah.

“Ih.. bapak, bisa aja, udah ah, Indah ke kamar dulu yah pak.. mau pakai baju dulu”

“Oke non..” Indah menuju ke kamarnya, namun dari belakang Pak Pono tidak melepaskan pandangannya dari tubuh indah.

“Pak, udah Dian bilang kan jangan ganggu Indah” kataku melabrak pak Pono saat Indah sudah masuk ke dalam kamarnya.

“Loh.. siapa juga yang ganggu, cuma kenalan aja dibilang ganggu.. hehe”

“iya.. tapi mata bapak itu lo..”

“Hehehe.. lo cemburu ya??”

“Ha? najis pak Dian cemburu.. week” kataku sambil memeletkan lidah padanya dan pergi dari sana.

Kami makan siang berdua setelah itu. Wanto bersikap layaknya seorang pembantu agar tidak menimbulkan kecurigaan apapun pada Indah.

“Ndah.. kamu hati-hati ya sama pria di rumah ini, mata mereka gak mau diam kalau liat cewek cantik..” kataku sambil berbisik mendekatkan tubuhku ke Indah.

“Emang gitu yah kak?? Kayaknya mereka orang yang baik-baik deh.. iya kan pak Wanto?” tanya Indah sekenanya saat Wanto lewat, tentu saja Wanto tidak mendengar percakapan kami barusan.

“iya apanya yah non?” tanya Wanto kebingungan tiba-tiba ditanya begitu.

“hehe.. gak pak..” kata Indah sambil tertawa, membiarkan si Wanto berlalu dengan ekspresi bingungnya.
Aku tidak tahu harus senang atau tidak dengan adanya Indah di sini. Di satu sisi aku menjadi punya waktu untuk istirahat dari permainan-permainan nakal pria ini. Namun di sisi lain keberadaannya seperti mengganggu aktifitas seks liarku ketika di rumah bersama pria-pria ini. Pria ini ternyata betul-betul menjaga omongannya untuk tidak menggangguku bila ada Indah. Namun ternyata saat malam mereka masuk ke kamarku.

“Pak.. kok ke sini sih? Kan udah Dian bilang jangan macam-macam dulu?”

“Aaahh.. udah gak tahan nih non kontol kita, lagian non Indah pasti udah tidur di kamarnya..” kata Husni mendekat dan naik ke ranjangku.

“Ngghh.. pak, yakin kan kalo Indah udah tidur??” tanyaku memastikan sambil tubuhku mulai digerayangi oleh mereka.

“Moga aja non..hehe” aku kesal juga dengan jawaban mereka sekenanya. Bisa gawat kalau Indah tahu perbuatan ku ini, apa jadinya kalau dia tahu dan mengadukannya pada mas Gino. Akhirnya aku coba untuk tenang dan melayani pria-pria ini. Malam itu kembali Pono, Wanto dan Husni menyetubuhiku.

**

**

Aku bangun telat paginya, segera ku turun ke bawah untuk beres-beres. Aku agak terkejut menemukan Indah berdua bersama Wanto, tapi kelihatannya mereka hanya mengobrol biasa saja maka ku biarkan saja. Tapi pakaian yang sedang dikenakan Indah cukup sexy, dengan kaos tanpa lengan dan celana pendek, ku dapat melihat mata si Wanto kadang mencuri pandang ke paha Indah. Setelah mereka ngoborl segera ku temui Indah.

“Ndah, kamu gak dinakalin kan?”

“Dinakalin gimana sih? Ya ngak lah kak.. “

“ya kakak Cuma pengen kamu hati-hati aja sama mereka, mata dan tangan mereka itu suka jahil, lagian pakaian kamu menggoda gini..”

“ha? kok kakak tahu? Emang kakak sering dijahilin mereka yah?”

“eh, gak lah.. kamu ini..” kataku mengelak, padahal sebenarnya iya, aku ini memang mainan seks mereka.

“Hihihi.. oke deh kak, tenang aja, tapi kasih mereka pemandangan dikit gak papa lah ya..” katanya genit. Dia belum tahu saja siapa pria-pria ini sebenarnya, mereka bukan pria polos yang puas hanya menikmati dengan mata saja. Tapi tidak mungkin aku beri tahu dia, dia bisa curiga padaku.

“Waah.. lagi ngobrol apaan nih? Asik benar kayannya.. ikutan dong..” kata pak Pono tiba-tiba muncul. Aku hanya memandang malas ke arahnya.

“Gak kok, ini Cuma bahas pakaian aja. Kata kak Dian baju aku menggoda, emang iya yah pak?” tanya Indah sambil berdiri dan memutar tubuhnya di hadapan pria mesum ini, mempersilahkan pria ini memandang tiap lekuk tubuhnya dan menilai penampilannya. Si Pono tampak menelan ludahnya melototi tubuh Indah.

“Gak kok non Indah, biasa aja.. kalau telanjang baru menggoda.. hehe” Aku cukup terkejut mendengar perkataan Pak Pono.

“Hihi.. kalau telanjang ya iya lah pak.. kalau Indah telanjang ntar bapaknya nafsu lagi..”

“Tapi non pake baju gitu aja udah nafsuin juga kok non.. hehe..”

“ha? iya pak? Nakal ah mata bapak.. hihi” tanya Indah sambil menyilangkan tangannya ke badannya seperti berusaha menutupi tubuhnya, ekspresinya saat itu pastilah membuat si Pono makin ngaceng. Aku juga terkejut melihat Indah yang meladeni obrolan mesum pak Pono.

“Udah ah pak, jagain sana depan rumah” suruh ku ke pak Pono agar mereka menghentikan obrolan mereka ini.

“Hehe.. ya udah.. dadah non Indah..”

“weekk.. apaan dada-dada? Pak Pono piktor nih..” kata Indah yang masih saja menggoda pak Pono.

“Maksud bapak bukan dadah itu non, kalau dikasih dadanya non sih bapak juga mau..hehe”

“Ye.. maunya.. sana-sana.. hush..hush..” kata Indah bercanda seperti mengusir ayam. Pak Pono pun akhirnya kembali ke depan bekerja layaknya seorang satpam.

“Kamu ini nekat yah ndah? Kan udah kakak bilang mereka itu usil. Aku kasih tau mas mu ntar..” kataku menggoda Indah.

“Yah.. jangan dong kak, ntar Indah kasih tau mas Gino juga lo?”

“Maksud kamu ndah??” tanyaku heran.

“Hihi.. Indah tau kok kakak ada main sama mereka..” JEDARR. Aku serasa disambar petir mendengar ucapan Indah itu. Apa Indah sudah tahu kalau aku sering disetubuhi mereka?

“Ma-maksud kamu apa Ndah?” kataku gelagapan pura-pura tidak mengerti.

“Indah waktu itu lihat kok kakak sedang gituan sama mereka.. dikeroyok lagi. Indah kira kakak sedang diperkosa, tapi Indah lihat dan dengar kakak malah nikmatin banget” katanya menerangkan. Nafasku terasa sesak, Indah tahu segalanya. Apa jadinya kalau Indah memberitahukannya pada mas Gino. Aku terdiam dengan wajah pucat dan panik.

“Dek, jangan kasih tahu mas Gino yah.. pliss..” kataku memohon padanya.

“Hihi.. tenang aja kak, gak bakal Indah kasih tahu kok, Indah juga gak pingin rumah tangga kakak dan mas Gino hancur” aku cukup lega mendengar ucapannya.

“Beneran dek? Makasih yah..” kataku sambil memeluknya.

“Tapi kamu jangan tiru kakak ya.. Ini juga terjadi tanpa bisa kakak kendalikan..” kataku memberitahunya.

“Oke.. deh, eh kak, tapi kalau Indah ikutan menggoda mereka gak papa kali yah..”

“ha? Tapi jangan kelewatan, kalau mereka gak tahan ntar kamu diperkosa loh.. hihi” kamipun tertawa bersama. Aku bersyukur Indah tidak akan memberitahukan pada suamiku. Tapi aku tidak akan memberi tahu para pria mesum itu kalau Indah sudah mengetahui perbuatan kami, bisa-bisa mereka mulai berani berbuat macam-macam pada Indah. Seperti yang Indah katakan, dia ingin menggoda para pria ini, beberapa kali dia kenakan pakaian yang membuat Pono, Wanto atau Husni terbengong terpesona melihat kemolekan tubuh Indah. Obrolan merekapun semakin sering menjurus ke vulgar.

Indah tahu bilamana aku sedang disetubuhi mereka, kadang aku kedapatan melihat Indah diam-diam mengintip perbuatan kami, yang untung saja para pria ini tidak menyadari keberadaan Indah. Aku yakin semakin lama dan dan semakin sering dia melihat kami membuat dia makin terangsang. Kadang hal itu dia lampiaskan dengan menggoda para pria mesum ini dengan mengenakan pakaian yang semakin seksi dan omongan yang makin nakal.

Sore itu, aku pulang dari Mall setelah belanja kebutuhan dapur. Aku heran tidak menemukan satpamku itu di depan. Segera ku masuk ke dalam rumah, aku khawatir dengan Indah. Segera ku buka pintu kamarnya. Aku terkejut bukan main, ku temukan Indah sedang digenjot oleh pak Pono di samping mereka ada Wanto dan Husni yang juga sudah bertelanjang bulat dengan penis mereka yang sedang di kocokin tangan Indah.

“Indah.. kamu apa-apaan!! Pak.. udah Dian bilang jangan gangguin Indah..” kataku dengan suara keras.

“Bapak gak tahan non digoda terus sama pelacur kecil ini, biar bapak kasih dia pelajaran pake kontol bapak.. bapak bakal bikin dia gak bisa jalan.. ngghh.. nggh..” katanya ngos-ngosan penuh birahi sambil menggenjot tubuh mungil Indah.

“Ngghh… kak, gak papa kok.. Indah juga gak tahan, Indah cuma bisa masturbasi sendiri melihat kak Dian disetubuhi begitu. Pak, entotin Indah, yang kencang…” aku tidak menyangka Indah mengatakan itu, apa dia telah jatuh tebuai kenikmatan dari mereka? Yang mana juga terjadi padaku yang membuatku mengkhianati suamiku seperti ini. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan, rasa bersalah dan kecewa yang teramat sangat. Aku merasa akulah yang membuat Indah jadi ikut terlibat dalam situasi ini. Aku semakin merasa bersalah pada mas Gino, selain aku yang sudah mengkhianatinya, kini adiknya juga tidak dapat aku jaga. Kini kedua wanita yang sangat dicintai mas Gino telah diambil oleh mereka. Bukan fisik, namun harga diri. Tanpa sadar air mataku menetes, segera ku keluar dari kamar tersebut dan mengurung diri di dalam kamarku, tanpa sadar aku tertidur.

Aku terjaga saat hari sudah gelap. Aku turun ke bawah melihat keadaan rumah, sekarang perasaanku sudah lebih baik. Ku lihat Indah duduk dengan pandangan hampa melihat ke layar televisi yang menayangkan acara hiburan, lampu di ruangan tersebut mati.

“Ndah.. kamu baik-baik saja?” tanyaku khawatir tentang keadaannya.

“Eh, i-iya kak..” jawabnya sekedarnya, agaknya iya terkejut karena kehadiranku. Aku duduk di sampingnya dan ikut menyaksikan tayangan televisi. Aku hanya terdiam dan tidak tahu untuk berkata apa. Indah juga sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak bisa. Keadaan ini sungguh tidak nyaman, mengganjal sekaligus mengiris hatiku. Kami hanya saling diam membisu selama beberapa saat.

"Kak.." Indah mulai berbicara.

"Ya Ndah?"

“Maafin Indah..”

“Kenapa kamu yang minta maaf.. kakak yang salah Ndah..”

“Kak.. aku.. a..aku..” langsung tangisnya pecah. Segera ku peluk dirinya, mengusap rambut dan punggungnya untuk menenangkannya. Ku biarkan dia menumpahkan segala rasa sesak di dadanya. Dia pasti juga tidak mengerti apa yang sedang dia rasakan sekarang. Kami berdua juga hanyalah seorang wanita biasa, yang dapat jatuh dan kehilangan akal sehat kami bila tidak dapat mengontrol nafsu kami.

“Ndah.. kamu malam ini tidur di kamar kakak aja yah..” ajakku padanya. Dia mengangguk dengan masih tersedu-sedu di pelukanku. Malam itu dia tidur di kamarku. Para pria itu tahu diri untuk tidak mencoba menganggu untuk satu malam ini saja.

**

**

“oughh… terus pak…”

“Oghh… non Indah..”

“Uhh… non Dian”

“nnggghhhhh.. goyang terus pak..yang kencang”

Esok siangnya kami bergumul bersama di atas ranjangku. Aku dan Indah bersama-sama melayani para pria mesum ini. Kami telah takluk oleh mereka, kini Indah ikut menjadi budak seks mereka.

“Pak, gak pingin ngerasain ngentotin pantat Indah?” tawar Indah dengan wajah nakal pada mereka.

“Non nungging non, bapak juga gak sabar pengen rasain” pinta Wanto pada Indah.

“Iya pak.. silahkan, puas-puasin deh.. pasti bapak bakalan ketagihan deh.. hihi”

“Eh, emang kamu udah pernah dianalin kontol Ndah?” tanyaku pada Indah, yang mana saat ini anusku juga sedang digenjot dari belakang oleh pak Husni.

“Udah dulu sama pacar Indah, awalnya Indah gak suka sih, tapi ternyata enak juga.. jadi pengen ngerasain lagi.. hihi, ayo pak masukin..” pinta Indah lagi. Wanto meludahi penisnya dan lubang anus Indah terlebih dahulu sebelum memasuki anus Indah yang terlihat sangat sempit denga penisnya.

“Ngghh.. “ Lenguh Indah saat penis Wanto mulai masuk. Perlahan penis tersebut di goyangkan maju mundur.

“Sini Ndah..” kataku pada Indah. Aku mengambil posisi berhadap-hadapan dengan Indah. Kami lalu saling berciuman, membelit lidah dan berbagi liur. Kami lakukan itu dengan masing-masing anus kami sedang digenjot dari belakang oleh pria-pria ini. Yang tentunya melihat hal ini membuat mereka semakin bernafsu menggenjot penis mereka di lubang pantat kami.

“ non Indah, non Dian, enak yah?? Hehe..” tanya mereka menggoda.

“iya.. enak pak, terusin pak..” kataku dengan nafas berat melepaskan ciumanku dari mulut Indah. Air liurku dan Indah berlumuran di sekitar mulut kami, membentuk benang dan menetes-netes ke sprei tempat tidur. Kadang saat berciuman jari-jari mereka masuk ke mulut kami, menjelajahi rongga dan lidah kami, membuat makin banyak liur yang keluar dan berceceran. Setelah cukup lama akhirnya mereka menumpahkan sperma mereka ke dalam anus kami.

Aku dan Indah merebahkan badan kami sambil meneruskan berciuman, sambil sesekali menatap dan tertawa nakal ke arah mereka.

“Hehehe.. lonte-lonte kita emang binal..” komentar pak Pono melihat aksi kami.

“ Tapi kalian suka kan?? hihi..” goda Indah.

“Suka banget.. hehe.. kalian lonte nakal sih..” jawabnya lagi merendahkan.

“Eh, ngomong-ngomong non Indah mau nggak ke tempat kami?? Disana enak loh? Banyak kontol kaya kita-kita.. tanya aja tuh ke non Dian”ajak si Pono ini pada Indah, yang tentunya yang dimaksud Pono ini adalah sarang mereka. Aku sempat kualahan melayani mereka di sana, tubuhku betul-betul serasa remuk saat pulang dari sana.

“Iya Ndah, kamu mau? Tapi kamu sanggup gak?” tanyaku pada Indah.

“Sanggup-sanggupin aja kak.. Indah juga penasaran” para pria ini tertawa cengengesan mendengar jawaban Indah.

Sorenya kamipun pergi ke sarang mereka yang berada di sekitar pasar dekat pelabuhan. Aku kenakan pakaian casual, dengan kemeja biru dan celana panjang putih. Sedangkan Indah terlihat lebih santai dengan baju kaos lengan panjang dan celana jeans pendeknya.

“Kak Diaaann..” kami disambut oleh teriakan Wawan yang langsung memelukku.

“Hihihi.. napa dek? Kangen yah?” kataku tertawa melihat tingkahnya.

“Dek, kanalin nih kak Indah..”

“Wawan”

“Indah..”

“Hehe.. kakak cantik banget, se indah namanya..”

“Huu.. dasar kamu, kecil-kecil udah bisa ngegombal..” kataku sambil mencubit gemas pipinya. Kamipun tertawa bersama.

“Riko dan bang Bontet mana dek?”

“Lagi keluar kak, ada urusan. Mereka pasti juga udah kangen tuh sama kakak..” jawab Wawan. Kemudian aku dan Indah disuruh masuk ke dalam, di sana ternyata sudah menunggu banyak pria. Semuanya kelihatan seperti preman, baik yang tua maupun muda.

“Ayo mulai.. gak ada yang perlu lo tunggu-tunggu lagi” suruh salah satu preman di sana. Aku dan Dianpun kemudian siseret ke tengah-tengah mereka. Mereka langsung berusaha melepaskan pakaian yang kami kenakan dan melemparnya sembarangan.

“Gila nih cewek.. yahud benar.. gak pernah bosen gue mah..”

“Iya.. apa lagi lonte baru ini, lebih muda coy… duh gak sabar gue pengen nyodok memeknya”

Terdengar berbagai komentar-komentar mereka yang terdengar melecehkan kami. Untuk selanjutnya sudah jelas apa yang terjadi, mereka menyetubuhi kami dengan buasnya. Aku dan Dian benar-benar telah menjadi budak seks mereka, membiarkan mereka seenaknya menyodok vagina dan anusku. Yang mana semua aktifitas gila itu direkam oleh Pono melalui handycam. Pesta seks gila itupun berakhir enam jam kemudian, sebernarnya mereka menyuruh kami menginap di sana, namun aku tolak karena aku malas. Setelah membersihkan diri, kamipun bergegas pergi dari sana.

“Jadi, mana nih kak hadiah khusus yang kakak janjiin kemarin itu?” tagih Wawan yang ternyata menunggu di luar sini, Bontet dan Riko juga ada.

“Hmm.. apa yah? Kalian maunya apa? Eh, Ndah, bagusnya kita kasih apa yah mereka?”

“Apa yah kak? Hmm.. gimana kalau kita ajak dia nginap di Hotel aja kak..”

“Hotel? Mewah amat sih Ndah, tapi ya udah deh.. ini hadiah spesial dari kakak. Wan, ntar kamu ajak teman kamu satu lagi yah, biar tambah rame..”

“Beres kak.. hehe”

Setelah itu wawan pergi mengajak temannya satu orang lagi. Sehingga kini selain ada Riko dan Bontet, ada satu lagi anak jalanan yang ikut bernama Yuda. Kamipun menuju sebuah hotel yang cukup mewah di kota. Aku menyuruh Pono dan lainnya untuk pulang setelah mengantarkan kami ke hotel. Tentu saja resepsionist di sana cukup heran melihatku yang membawa mereka. Aku berbohong saja bahwa mereka adalah keponakanku. Aku memesan dua kamar, karena terlalu ramai bila hanya satu kamar untuk tidur. Saat ini kami berkumpul di satu kamar.

“Ayo kak.. buka dong.. udah gak tahan nih pengen ngentotin kakak berdua” pinta Yuda yang sepertinya kecil-kecil juga seorang maniak seks.

“Iya iya.. gak tahan yah??” goda Indah. Indah pun mulai membuka pakaiannya. Dia lakukan sambil meliuk-liukan badannya, mencoba membangkitkan birahi bocah-bocah ini. Aku juga tidak mau kalah, ku buka juga pakaian yang ku kenakan.

“Dek, kita pemanasan dulu yah.. Sini, kalian lihat dekat dekat.. kalian kocokin penis kalian dulu masing-masing yah sambil melihat kita berdua” ujarku pada mereka. Aku kemudian menindih tubuh Indah yang sudah telanjang. Kami kemudian saling berciuman dan bercumbu, membuat wajah dan dada kami berlumuran liur kami. Mereka yang menyaksikan aksi kami semakin mempercepat kocokan penis mereka. Tentu saja mereka belum pernah melihat dua wanita yang cantik mulus melakukan adegan lesbian di depan mereka, yang sengaja dipertontonkan untuk mereka untuk membangkitkan nafsu birahi mereka.

Sambil berciuman dan menjilati tubuh dan wajah, kami sesekali melirik ke arah mereka, membuat nafsu semakin naik saja melihat kami. Yuda yang tidak tahan kini menggesek-gesekkan penisnya di pahaku. Aku biarkan saja aksinya sambil terus saling bercumbu dengan Indah. Melihat aksi Yuda, yang lainnya jadi ikutan melakukan hal sama, mereka kini beronani dan menggesek-gesekkan penis mereka ke tubuh kami sambil memperhatikan pemandangan yang membangkitkan birahi tersebut.

Kini aku dan Indah bangkit, lalu kami menempelkan vagina kami dan saling menggesek-gesekkan vagina kami sambil berciuman panas. Mereka kini juga sudah mulai meremas buah dadaku dan Indah, ikut menciumi wajah dan bibir kami.

“Gimana? Kalian suka? Udah horny belum??” tanyaku menggoda pada mereka.

“Udah kak, dari tadi.. duuuh.. gak tahan banget nih kak pengen nyodok..” kata Wawan.

“Hmm.. ya udah, sini penis kalian.. kalian sodok mulut kakak dulu aja.. hihi” aku dan Indah duduk di atas ranjang. Kini kami dikelilingi penis-penis muda yang menginginkan kepuasan dari mulut kami. Aku menghisap penis Riko dan Indah menghisap penis Yuda.

“Tok-tok.. room service” tiba-tiba terdengar suara petugas hotel di depan pintu. Aku baru saja hendak menyuruh petugas itu untuk kembali nanti namun tiba-tiba si Wawan ini menyahut.

“Ya.. bentar”

Wawan kemudian membuka pintu kamar. Tentu saja pegawai hotel ini terkejut melihat bocah bertelanjang bulat membuka pintu, lebih terkejut lagi melihat ada dua wanita cantik ada di sana. Aku berusaha menutupi tubuhku dengan selimut selagi petugas itu melakukan pekerjaanya. Namun Bontet dengan seenaknya menarik selimut yang ku kenakan sehingga tubuhku kini polos tanpa penutup apapun. Ku lihat petugas itu semakin mupeng saja, namun tentunya dia tidak akan berani berbuat macam-macam. Si Bontet kemudian mengangkangi wajahku yang sedang bersimpuh di depannya dan menyuruhku mengulum penisnya. Aku yang risih diperhatikan orang lain ini akhirnya mengikuti kemauannya dan mengulum penisnya. Akhirnya dengan tidak konsentrasi si petugas hotel ini melanjutkan pekerjaannya, sampai sampai air yang dibawakannya jadi tumpah.

“Hihi.. hati-hati dong mas..” kata Indah yang ternyata sudah bertelanjang juga. Ku lihat dia sedang mengocok penis Wawan. Sebuah pemandangan yang tentunya ganjil bagi petugas itu. Dua orang wanita yang cantik dan muda sedang mengulum dan mengocoki penis remaja, terlebih lagi melihat aku yang sedang mengemut penis pria cebol ini. Akhirnya petugas itu keluar, aku berikan dia uang tips dan ciuman agar dia tutup mulut.

“Dasar kalian.. gila amat mesumnya..” kataku pada bocah-bocah itu, mereka hanya cengengesan saja.

“Ya udah sini.. pasti udah gak tahan kan??” kataku menggoda dengan menantang mereka kemari dengan isyarat goyangan telunjukku.

“Eh, ndah, udah pernah dientot orang cebol belum?? hihi.. sini rasain disodok-sodok si Bontet” ajakku pada Indah. Indah kemudian menungging, menunjukkan belahan pantatnya yang siap untuk disodok si Bontet. Si Bontet lalu mulai menggoyangkan penisnya di vagina Indah. Terlihat sangat liar sekali, seorang gadis muda 19 tahun dengan tubuh yang sempurna sedang dientoti seorang pria dengan tubuh cebol.

“Kak.. fotoin dong..” suruh Indah padaku, ternyata si Indah ikut-ikutan menggila juga. Aku kemudian memotretnya yang sedang dientot pria cebol ini dengan smartphonenya.

“Ada-ada aja kamu.. nih liat, gak geli kamu ndah?” kataku sambil menunjukkan hasil potretku pada Indah.

“Hihi.. iya yah kak, geli kelihatannya.. kayak dientot tuyul.. haha” katanya yang kemudian seisi kamar tertawa terbahak.

“Bruk” Tiba tiba Riko yang idiot langsung menindihku,sepertinya dia juga tidak tahan.

“Aw.. duh.. Riko!! Pelan-pelan, kaget kakak..” kataku mencoba menenangkan Riko yang seperti kesetanan mencumbuiku. Aku tertawa-tawa geli karena sapuan lidahnya di wajah dan bibirku, aku biarkan saja liurnya yang berleleran itu. Mau tak mau aku ladeni permainan mulutnya, di sekitar mulutnya tampak ada kerak-kerak bekas kuah makanan yang mengering. “Duh, dia ini menjijikkan sekali”

Aku biarkan dia bermain-main dengan mulutku, liurnya terasa sangat banyak tumpah kemulutku. Aku hanya menahan rasa dan aroma dari mulutnya yang bau tengik itu.

“Non.. gantian dong..” pinta Yuda yang kini ikut berbaring di sampingku. Dia ternyata ingin juga berciuman dan mengulum bibriku. Sambil berciuman, mereka juga memainkan jari mereka di buah dada dan vaginaku, membuat aku melenguh kenikmatan. Setelah cukup lama bermain lidah dan liur, akhirnya mereka bersamaan menyetubuhiku, Riko menggenjot vaginaku dan Yuda menggenjot anusku. Ku lihat Indah juga sedang dientot dua lubangnya oleh Wawan dan Bontet.

Kami habiskan malam itu dengan bersetubuh. Dengan bergantian mereka menyetubuhi kami, menikmati tubuh seorang istri dan gadis muda ini, yang bahkan umurnya jauh diatas mereka, kecuali si Bontet yang memang sudah dewasa.

“Wan, enak mana entotin kakak atau kak Indah?” tanyaku pada Wawan sambil mengocok penisnya saat kami hendak mau tidur. Mereka semua sudah tertidur kelelahan dan beberapa tidur di kamar sebelah, namun Wawan masih saja meminta dikocokin penisnya untuk terakhir kali sebelum tidur.

“Enak dua-duanya dong.. pokoknya enak banget deh ngentotin kakak berdua.. rasanya gak pernah puas Wawan nyemprotin peju ke badan kakak.. tuh, kak pengen keluar lagi nih.. oughhh… ughhhh” terlihat spermanya muncrat mengenai tangan dan pahaku karena kocokan tanganku barusan.

“Dasar nakal, dah tidur sana..” kataku sambil mencubit pipinya.

Esok hari, kami kembali ke rumah. Kini bocah-bocah ini juga ikut dan tanpa perlu ragu lagi dapat melakukan hal mesum padaku dan Indah. Kami berdua sudah betul-betul jatuh menjadi budak seks mereka. Entah sampai kapan ini akan terjadi pada kami.

Sisa hari sebelum mas Gino pulang, aku dan Indah menghabiskan waktuku di rumah menjadi budak seks mereka. Kini tidak ada rasa malu dan paksaan lagi, aku lakukan apapun yang mereka inginkan. Aku betul-betul jatuh menjadi budak mereka yang merampasku dari suamiku. Tidak hanya aku, Indah adiknya tersayang juga sudah dirampas oleh mereka.

**

Disiram sperma begitu banyaknya selama ini tanpa pengaman mustahil tidak membuat aku dan Indah hamil. Aku kini harus mencari cara untuk dapat mengelabuhi suamiku. Aku paksa suamiku supaya tidak menggunakan kondom lagi dan mengatakan bahwa aku sudah pingin punya anak dan akhirnya dia setuju juga. Namun tidak bagi Indah, usianya terlalu muda, dia putuskan untuk menggugurkan kandungannya.

Kini aku yang telah hamil secara diam-diam masih melayani nafsu mereka, kadang hanya aku sendiri atau berdua dengan Indah. Kadang mereka juga melakukannya di rumah Indah. Semua itu kami lakukan tanpa sepengetahuan mas Gino suamiku. Biarkan hanya aku dan Indah yang menyimpan rasa ini, sebuah rahasia besar yang tidak boleh orang lain tahu, terlebih oleh suamiku.

Seiring berjalannya waktu, aku semakin merasa tidak tega terus mendustai suamiku. Sampai saat ini aku belum memberi tahu suamiku bahwa aku telah hamil. Apa aku sanggup berbohong bahwa anak yang nantinya akan lahir ini merupakan anaknya? Mengelabuhinya sampai sejauh itu karena dihamili oleh para bajingan itu? Ini bukan anakmu mas.. ini bukan anak kita. Ada bentrok di dalam hatiku. Dia seorang pria yang baik, yang tulus mencintaiku, mengorbankan apapun demi diriku. Tegakah aku? Mampukah nuraniku terus melakukan dosa ini?

Aku putuskan untuk menyudahi semua ini, aku tidak ingin suamiku tersakiti lebih dalam lagi suatu saat. Mengetahui istri tercintanya seperti ini. Yang dalam bayangannya, istrinya selalu tidak sabar menanti kepulangannya dari bekerja. Yang dalam bayangannya, istrinya merupakan wanita yang santun dan setia, sosok perhiasan yang tidak ternilai harganya. Aku tidak ingin menghancurkan hatinya. Biarlah dia tetap mengingatku seperti Dian yang dulu.

Aku akan menghilang, pergi dari hadapannya. Membawa semua rahasiaku jauh-jauh.


**

**

Suatu hari saat menjelang malam, Gino kembali ke rumahnya setelah pulang dari bekerja. Dia terkejut tidak menemukan siapa-siapa di rumah, begitu sunyi, tidak ada satupun lampu yang menyala.

“Sayang.. sayang.. kamu dimana? Sayang…” Gino berusaha memanggil istrinya. Namun tidak ada yang menyahut, seluruh penghuni rumah ini menghilang temasuk para pembantu-pembantu itu. Pandangannya kini teralih pada sebuah surat yang ada di atas meja di depan televisi.

Dengan pikiran yang kacau dia buka dan membaca surat itu.

“Kepada Mas Gino, sayangku, belahan jiwaku..

Apa kabar mas? Aku harap kamu di sana baik-baik saja..

Bila mas membaca surat ini, berarti aku sudah tidak ada disini lagi..

Mas tidak perlu susah-susah khawatir mencariku, karena aku akan baik-baik saja..

Maafkan aku berbuat seperti ini, tiba-tiba menghilang dan hanya meninggalkan surat ini..

Sebenarnya aku tidak ingin seperti ini, aku juga tidak tahu kenapa ini bisa terjadi, ada sesuatu yang mengalahkanku mas, aku tidak tahu apa..

Sekali lagi maaf mas..

Aku.. betul-betul minta maaf..

Terima kasih untuk segala yang sudah mas berikan padaku..

Untuk segala waktu yang telah kita habiskan berdua..

Walau mungkin tidak terlalu lama, tapi sangat berharga bagiku..

Karena sungguh.. hanya mas Gino lah satu-satunya yang betul-betul aku cintai..

Selamat tinggal mas..

Aku mohon padamu untuk melupakan aku, karena cepat atau lambat mungkin aku juga akan melupakanmu..

Aku mungkin melupakan segala sifat baikmu itu.. rasa sayangmu.. dan tulusnya cintamu..

Selamat tinggal..


Dian”

……


Tetesan air jatuh ke atas surat itu, memudarkan tulisan pena yang ada diatasnya.
Gino menangis, terduduk. Dengan tanpa kejelasan, istrinya pergi entah kemana dan meminta melupakannya.

“Kenapa..”

“Kenapa Dian.."

…..

…..

…..


Di sebuah lokalisasi..

“Berapa?” tanya seorang pria pada seorang wanita.

“Tergantung, mau servis seperti apa..” balas wanita ini.

“Oke.. saya bakal bayar berapapun itu, yang penting malam ini kamu harus menemani saya” wanita itu hanya tersenyum dan mengajak pria ini masuk.

“Hmm.. kamu cantik, siapa nama kamu?”


“Dian”

TAMAT

0 comments:

Post a Comment