“Dek, sepertinya dengan kondisi seperti ini, kita harus menunda pernikahan kita, gapapa kan?” Lutfi menghela nafasnya dengan lesu saat mengutarakan isi hatinya pada wanita yang dicintainya.
“Gapapa mas, aku ngerti kok. Yang terpenting kita harus bertahan dulu, kita harus bisa bertahan di tengah pandemi ini. Mas pasti bisa kok, jangan pernah menyerah ya, Mas!” Ucap Aurel sambil tersenyum menatap hangat wajah calon suaminya.
“Iya, Dek. Makasih.” Senyum Lutfi merekah setelah mendengar kata-kata yang menenangkan dari kekasih hatinya. Rasanya begitu lega saat wanita yang dicintainya mendukungnya dan memahami situasi sulit yang tengah dialaminya.
“Lalu, apa rencana mas setelah ini?” Tanya Aurel sambil menatap mata calon suaminya dengan seksama.
“Mas masih belum tahu, antara mencari kerja di tempat lain atau mungkin merintis usaha sendiri, menurut kamu, mana yang lebih baik?” Lutfi bertanya meminta pendapat.
“Yang mana aja gak masalah mas, aku pasti akan dukung kok. Aku gak akan mempermasalahkan dari rezeki yang mana saat mas menghalalkan aku nanti. Selama dari rezeki yang halal pasti akan aku dukung.” Aurel tersipu saat mengucapkannya. Begitu juga Lutfi setelah mendengarnya. Ia tersenyum menikmati dukungan yang diberikan oleh sang kekasih yang sudah ia seriusi sejak 2 bulan lamanya.
Lutfi Nur Mahmudi begitu bahagia saat menikmati wajah indah calon istrinya yang tersenyum malu-malu menatapnya. Rasanya bagai mimpi, ia sama sekali tidak menyangka bahwa ia sudah sampai sejauh ini saat memperjuangkan wanita yang ia cintai.
Masih tersimpan di benaknya saat awal-awal ia mencoba PDKT dengan Aurel. Aurel yang begitu menjaga menolaknya, bahkan berkali-kali menjauhinya, tak terhitung sudah berapa kali nomor hapenya diblokir, tak terhitung sudah berapa kali dirinya dianggap sebagai pengganggu oleh wanita yang sehari-harinya mengenakan hijab dan selalu menutupi auratnya rapat-rapat.
Namun Lutfi tak pantang menyerah, apalagi sudah cukup lama dirinya memperhatikan Aurel. Kira-kira semenjak dirinya sama-sama menjadi santri saat masih di pesantren dahulu. Ia yang 2 tahun lebih tua sering memperhatikan Aurel dari kejauhan. Uniknya, Aurel tak menyadarinya. Aurel pun baru tahu akan hal itu saat Lutfi datang ke rumahnya lalu menceritakan semuanya kepadanya.
Aurel terkejut bukan main, rupanya laki-laki yang selama ini ia anggap sebagai penguntit dan suka menganggunya adalah seorang pengagum rahasia yang sudah lama memperhatikannya. Aurel tak menyangka, karena ada yang memperhatikannya selama ini.
Terhitung sudah 2 bulan lamanya semenjak Lutfi datang ke rumah Aurel untuk menseriusinya. Kini hubungan mereka semakin intens, keduanya sudah mantap untuk menikah. Namun situasi pandemi memaksanya untuk menunda. Terlebih setelah Lutfi harus kehilangan pekerjaannya gara-gara pandemi ini.
Sedangkan Aurel masih terhanyut pada keindahan yang nampak pada sosok Lutfi. Aurel yang selama ini disibukkan dengan belajar tanpa memperdulikan dengan yang apa yang disebut hubungan, baru menyadari bahwa laki-laki yang tengah menseriusinya adalah laki-laki berwajah tampan yang memiliki postur tinggi dan berkulit putih. Belum lagi saat sedang berbicara, suara Lutfi yang berat dan nadanya yang tegas membuat Aurel terpesona untuk pertama kalinya. Lutfi juga suka sekali dengan anak kecil, membuat image kebapakan melekat pada dirinya. Aurel tersenyum karena menganggap Lutfi adalah sosok yang sempurna untuk membimbingnya juga anak-anaknya kelak.
“Dek-Dek, halo? Kok ngelamun?” Sebuah suara membangunkan Aurel dari lamunannya.
“Eh-eh, ngelamun? Engga kok. Siapa yang ngelamun?” Pipi Aurel memerah setelah kepergok melamun sambil menatap wajah sang kekasih.
“Hayoo lagi mikirin mas ya? Sambil ngeliatin mas lagi, tuh kan mas jadi salting.” Ucapan Lutfi membuat Aurel semakin tersipu. Dengan kesal ia meninggikan suara berusaha mengelak dari kenyataan itu.
“Iiiiihhhh enggaaa yaaaa… Kalau aku bilang engga ya engga, nyebelin.” Ngambek adalah salah satu andalannya. Wajahnya pun merengus, tangannya menyilang di dada, tubuhnya ia miringkan menghadap ke samping. Yakin lah kalau ia sudah ngambek, mau gak mau pastilah Lutfi mengalihkan topik pembicaraan untuk menghilangkan rasa ngambek kekasihnya.
Lutfi tertawa melihat sikap Aurel yang menurutnya menggemaskan.
“Iyya, iya maaf. Tadi kan mas cuma nebak aja. Mas kira adek tadi lagi ngebayangin masa-masa indah setelah kita menikah nanti.” Ucapan Lutfi membuat pipi Aurel semakin memerah. Aurel tak menyangka bagaimana Lutfi bisa tahu isi pikirannya.
“Dasar!!! Mas dukun ya? Kok bisa tahu, Eh . . . ” Aurel pun keceplosan yang membuatnya buru-buru menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.
“Tuh kan!?” Lutfi tertawa. Aurel jadi semakin malu. Untuk menjaga harga diri beserta egonya. Aurel buru-buru membalas. “Hampir!”
Lutfi semakin tertawa, Aurel pun akhirnya tertawa juga. Keduanya sama-sama tertawa menikmati waktu kebersamaan yang dimilikinya.
Tak terasa senja sudah menyapa. Langit sudah berubah menjadi oranye. Kendaraan berlalu lalang saling berlomba untuk pulang menuju rumah masing-masing. Waktu berlalu begitu cepat tatkala sedang bersama. Itulah yang dirasakan oleh Lutfi dan juga Aurel. Sangat disayangkan karena sudah waktunya bagi mereka tuk berpisah.
MEWIOIB_t.jpeg
AUREL
“Dek, udah mau maghrib. Kita pulang yuk.” Ajak Lutfi sambil tersenyum.
“Iya mas, yuk.” Aurel mengangguk sambil membalas senyuman Lutfi dengan senyuman termanisnya.
Lutfi tersipu bukan main. Ia semakin jatuh hati pada keindahan yang dimiliki oleh sang calon istri.
“Mas ke kasir dulu ya mau bayar minumannya.”
Aurel mengangguk. Ia kemudian berdiri sambil menatap sang calon suami melangkah menuju kasir. Ia terus memperhatikannya. Setiap langkahnya, gerakannya, dari sisi belakangnya hingga sisi sampingnya. Ia tersenyum senang sambil menyentuh dada bagian kiri. Jantungnya berdebar begitu kencang, membayangkan andai dirinya sudah menjadi istri sahnya.
“Loh senyum-senyum sendiri, ada apa nih?” Lutfi tiba-tiba muncul mengejutkannya.
“Astaghfirullah Mas... Iiihhhh!!! Ngagetin aja!!!” Aurel kesal hingga memukul bahu Lutfi dengan pelan.
“Awas jangan keseringan, entar disangka orang gila loh.” Lutfi bercanda. Aurel membalas. “Biarin, gini-gini ada yang mau loh sama aku.”
“Oh ya? Emang siapa?” Lutfi tersenyum sambil berkecak pinggang.
“Banyaaakkk.” Aurel ikut berkecak pinggang lalu keduanya pun tertawa. Sungguh indah rasanya ketika bisa menikmati waktu berdua. Tak peduli diliat banyak orang pun, rasanya dunia sudah menjadi milik berdua, yang lainnya hanyalah NPC tidak berguna.
“Wah-wah, jadi mas beruntung dong sebentar lagi bisa memiliki kamu. Bisa ngalahin banyak orang yang suka ke kamu.” Sebuah gombalan ber-damage tinggi pun dikeluarkan oleh Lutfi yang membuat Aurel tersipu malu.
“Makanya jangan disia-siain orang kayak aku. Mas itu udah aku pilih dari ribuan orang yang suka ke aku loh!”
“Waahhh ribuan? Okedeh, mas ga akan nyia-nyiain kamu. Mas akan jaga kamu sampai kita ke pelaminan nanti.” Ucapan Lutfi membuat Aurel gemas ingin membalas.
“Sampai pelaminan aja nih? Setelah kita nikah aku bakal disia-siain dong?”
“Eh engga dong, sampai selamanya. Mas akan menjaga adek, menyayangi adek, sampai kita nanti bertemu kembali di surga.” Jawaban Lutfi membuat Aurel tersenyum penuh ketenangan, ia pun segera mengaminkan ucapannya.
Saat keduanya tengah berjalan menuju tempat parkir, seketika Lutfi terhenti saat terpikirkan sesuatu.
“Oh ya, Dek. Ngomong-ngomong mas mau nanya.”
“Ada apa, Mas?” Langkah Aurel ikut terhenti. Ia pun menoleh lalu mendongakkan wajahnya ke atas tuk menatap wajah Lutfi.
“Kerjaan adek gimana? Apa terancam juga?” Pertanyaan Lutfi membuat Aurel menghela nafasnya. Ia pun buru-buru menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku gak tau, Mas. Tapi beberapa rekan sekantor udah banyak yang dapet PHK dari atasan. Besok aku juga diminta menghadap ke atasan. Kayaknya bakal dievaluasi. Minta doanya ya, Mas. Semoga dapet yang terbaik.” Aurel tersenyum penuh harap seolah memasrahkan semuanya pada yang maha Kuasa.
“Iya, Dek. Semoga dapet hasil yang terbaik ya. Apapun hasilnya nanti, pasti mas dukung kok.” Ucapan lembut Lutfi membuat mata Aurel berkaca-kaca. Rasanya begitu menenangkan dan membuat perasaannya menjadi lega.
“Makasih ya Mas. Udah dukung aku selama ini.”
“Sama-sama. Semangat terus ya, dedek Aurel yang paling imut lagi lucu.” Ucapan Lutfi kali ini membuat Aurel tertawa karena malu.
“Apaan sih, Mas.” Aurel yang gemas pun mencubit pinggang Lutfi hingga pria tampan itu berteriak kesakitan.
“Aduuhhh, aammpunn Dek.”
Aurel tertawa penuh kepuasan.
$-$-$
“Hmmm… Mahal banget ya biayanya?” Lirih Aurel sambil men-scroll hapenya.
Aurel sudah tiba di kamar kosnya setelah diantar menggunakan motor masing-masing. Sebagai wanita yang menjaga, ia memilih untuk menaiki motornya sendiri saat menemui Lutfi di kafé tadi alih-alih diboncengi Lutfi menggunakan motornya agar lebih romantis.
Meski sudah bertahun-tahun lulus dari pesantren, ia tetap berpegang teguh pada prinsip keagamaan yang dianut. Sebisa mungkin ia mencoba menjauhi fitnah. Ia benar-benar berniat untuk menjaga dirinya dari sesuatu yang haram sebelum dirinya dihalalkan oleh Lutfi suatu saat nanti.
Aurel tengah duduk di tepi ranjangnya sambil mencari-cari referensi berapa biaya pernikahan yang memungkinkan selama masa pandemi. Ia tak menyangka bahwa harganya begitu mahal. Apalagi Lutfi baru diputus kerja oleh atasan. Kariernya juga masih abu-abu. Kekhawatirannya pun muncul memikirkan apakah dirinya mampu dinikahi oleh Lutfi atau tidak.
“Biaya gedung 10-30 juta, biaya dekorasi 5 juta, biaya katering 100 ribu per orang, kalau misal cuma ngundang keluarga terdekat 30 orang, maka jadinya 3 juta, biaya sewa baju pengantin dan keluarga 5 juta, kartu undangan 10 ribu, kalau ada 30 jadi 300 ribu, biaya tak terduga 2 juta, belum lagi hand sanitier, face shield dll 700 ribu, maka kalau di total bisa 30-50 jutaan, ya Rabb mahal banget ya?” Aurel terkejut sampai melongo saat mencari tahu mengenai perkiraan biaya menikah.
Ia pun membaringkan tubuhnya diatas ranjangnya dengan posisi kaki yang masih bergantungan di tepi ranjang. Ia menatap kosong ke arah langit-langit kamar kosnya. Ia termenung memikirkan biaya pernikahannya. Entah kenapa ia jadi ikut terbebani. Tak mungkin ia membebankan semua biaya pernikahan ke Lutfi yang sampai sekarang pun belum memiliki pekerjaan.
Seketika hapenya berdering, rupanya ada pesan WA muncul di hape.
Gak usah mikirin biaya pernikahan kita ya, biar aku yang berjuang, kamu fokus mempersiapkan diri jadi ibu yang baik aja buat anak-anak kita nanti.
Aurel tersenyum saat membaca pesan itu.
“Dasar, emangnya mas Dukun ya? Bisa tahu aja apa yang lagi aku pikirin sekarang.” Lirihnya.
Ia lekas membalikkan tubuhnya dalam posisi tengkurap lalu membalas pesan tersebut.
“Ini pernikahan kita mas, bukan pernikahan mas seorang, kita sama-sama berjuang tuk mewujudkan pernikahan kita, aku akan ikut bantu untuk memudahkan pernikahan kita nanti.”
Pesan terkirim, Aurel tersenyum membayangkan wajah Lutfi saat membaca pesan darinya.
Hapenya kembali bergetar, buru-buru Aurel membaca balasan pesan dari Lutfi.
Makasih, mas beruntung memiliki calon istri yang mau diajak berjuang bareng kayak kamu, Dek.
Aurel tersenyum. Ia senang dukungannya memberikan dampak positif bagi sang calon suami. Sudah menjadi hal yang umum bahwa peran wanita sebagai seorang istri adalah support system. Menyadari bahwa dukungannya berdampak bagi Lutfi membuat dirinya merasa berhasil sebagai calon istri. Ia pun bertekad agar besok saat menemui direktur perusahaannya, ia bisa membuktikan padanya kalau dirinya masih layak sehingga tidak di PHK seperti karyawan lainnya.
Aurel lekas bangkit lalu duduk di depan meja riasnya, ia segera mengambil hapenya lalu mengirimkan foto dirinya yang tengah memfoto cermin lalu mengirimkannya pada sang calon suami, tak lupa ia memberikan caption “Semangat, katanya mau jadi suami aku”
Jantung Aurel berdebar-debar menantikan balasan dari Lutfi. Seketika ia menyadari bahwa centang sudah berubah menjadi warna biru, tak lama kemudian muncul tulisan sedang mengetik, lalu balasan pun muncul dari Lutfi berupa emot wajah bermata love juga tulisan “Makasih, calon istriku yang lucu.”
Aurel senang bukan main, ia semakin baper pada Lutfi, ia tak sabar ingin segera dihalalkan oleh Lutfi, membayangkan hari-harinya bakal dipenuhi kebahagiaan dan senyuman yang berasal dari sang calon suami.
Aurel segera menatap ke arah cermin untuk melihat penampilannya saat ini.
Aurelia Humaira Fauzia adalah nama lengkapnya. Wanita cantik yang kini berusia 22 tahun ini merupakan putri bungsu dari 3 bersaudara. Ia dikenal oleh teman-temannya karena kecantikannya juga keaktifannya dalam berorganisasi selama di kampus dulu. Dengan tinggi yang hanya 145 cm, banyak yang menyangka kalau Aurel masihlah duduk di bangku SMP. Belum lagi wajahnya yang imut lagi menggemaskan bak anak-anak. Kalau lah Aurel tidak berdandan atau mengenakan hijab pashmina atau hijab syar’i, maka sudah pasti Aurel dikira anak SMP beneran oleh orang-orang yang melihatnya.
Meski memiliki tubuh yang mungil tapi Aurel memiliki jiwa yang besar. Tak terhitung sudah berapa masalah dan cobaan yang dialaminya selama 22 tahun usia hidupnya, ia selalu menggunakan pikiran dan jiwanya dengan baik saat menghadapi persolahan hidup yang sulit.
Ia kerap kali dewasa dalam bertindak, ia juga dikenal sholehah karena selalu menjaga dirinya dari lawan jenis. Hal-hal seperti itulah yang membuat Lutfi jatuh hati padanya.
Aurel pun mensyukuri hal itu, ia mencoba untuk menjaga apa yang selama ini sudah ia jaga. Ia bertekad untuk memberikan yang terbaik teruntuk calon suaminya nanti.
“Semoga besok ada kabar baik yang aku terima.” Lirih Aurel sambil menatap ke arah cermin.
$-$-$
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, ia sudah tiba di kantor dan tengah melangkah menuju ruang direktur yang berada di lantai 4 gedung. Jantungnya berdebar kencang. Entah kenapa ia menjadi gugup. Ia pun mencoba mengatur nafasnya untuk menenangkan dirinya.
Seketika hapenya kembali bergetar, ia mencoba melihat siapa yang mengiriminya pesan di pagi hari.
Jangan gugup ya saat bertemu pak bos nanti, yang tenang, jangan terbebani juga, pokoknya doa yang terbaik buat kamu ya, Dek.
Aurel tersenyum melihat pesan dari Lutfi. Entah bagaimana hatinya menjadi tenang. Perlahan jantungnya tidak berdebar-debar lagi. Ia pun memutuskan untuk ke kamar mandi demi menenangkan dirinya terlebih dahulu.
“Tenang Aurel… Tenang… Cukup jawab aja setiap pertanyaan dari pak Doni… Jangan mikir kemana-mana dulu ya! Belum tentu juga hasilnya buruk! Pokoknya kamu pasti bisa… Kamu pasti bisa menghadapinya, Aurel!”
Aurel memotivasi dirinya. Setelah tenang, ia kembali melanjutkan perjalanannya menuju ruang direktur.
Aurel memasuki lift, di dalam ia masih gugup. Berulang kali ia mengatur nafasnya. Berulang kali ia mengusap dadanya untuk menenangkan dirinya dari rasa berdebar.
Tokkk… Tokkk… Tokkkk…
“Permisi pak! Ini saya, Aurel.” Aurel segera mengetuk pintu setibanya di depan ruangan pak Doni, direktur perusahaannya saat ini.
MEWIOIE_t.jpg
AUREL
“Oh Aurel ya? Silahkan masuk.” Aurel yang kala itu mengenakan kemeja putih oversized terlihat sangat cantik dengan balutan hijab berwarna cream kehijauan juga rok panjang yang menutupi kakinya yang jenjang.
Aurel jadi terlihat lucu menggemaskan. Siapapun yang melihatnya, ia pasti akan jatuh hati pada pandangan pertama.
Begitu juga dengan pak Doni, melihat wanita lucu yang mendatangi ruangannya membuat ia terpana sesaat. Ia memang sudah mengenal Aurel cukup lama. Aurel sudah menjadi karyawannya selama setengah tahun lamanya. Tapi entah kenapa hari ini Aurel terlihat sangat cantik dengan riasan tipis yang menghiasi wajahnya.
“Silahkan duduk dulu.” Aurel pun segera duduk di kursi yang berada di depan meja pak Doni.
MEWIOIA_t.jpeg
PAK DONI
Pak Doni ikut duduk dihadapan Aurel, pria tua bertubuh gempal dengan rambut tipis dipenuhi uban itu membuka laporan-laporan Aurel selama 6 bulan dirinya bekerja di perusahaan ini. Pak Doni memakai kaca matanya. Wajahnya terlihat serius. Kumisnya yang tebal membuat Aurel merasa gugup.
Aurel hanya duduk sopan menantikan evaluasi dari bosnya. Kedua tangan mungilnya ditaruhnya diatas paha. Ia duduk menunduk tak berani menatap bosnya yang masih memeriksa setiap laporan yang sudah ia buat.
“Aurel, kamu disini bekerja di divisi mana?” Tanya pak Doni setelah menutup laporannya.
“Saya dari divisi pemasaran pak.” Jawab Aurel dengan lembut.
“Divisi pemasaran ya? Saya perhatikan setiap bulannya penjualan kita semakin menurun, kenapa bisa seperti itu?” Pertanyaan yang pak Doni lontarkan membuat jantung Aurel berdegup kencang, entah kenapa prasangkanya menjadi buruk. Tapi ia mencoba menjawab setiap pertanyaan dari bosnya semampunya.
“Saya sudah maksimal pak dalam mengikuti arahan dari Bu Mega mengenai apa saja yang harus saya lakukan di divisi pemasaran. Saya juga masih belajar mengenai apa saja yang harus saya lakukan demi meningkatkan pemasaran. Mengenai hasilnya, saya belum mengerti kenapa bisa seperti itu pak. Jujur karena saya masih baru maka . . . .”
Brrraaaakkkkk!!!
Aurel terkejut saat pak Doni tiba-tiba membanting lembaran laporannya ke meja hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Ucapan Aurel terpotong. Hatinya yang lembut membuat matanya refleks berkaca-kaca karena takut.
“Itu bukanlah jawaban yang ingin saya dengar! Yang saya ingin dengar adalah kenapa? Maka jawabannya adalah karena bla bla bla. Saya tidak mau menerima alasan kamu karena masih baru. Bu Mega saja sebagai ketua divisimu sudah saya pecat pagi ini karena tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan saya. Kamu mau seperti Bu Mega yang saya pecat?” Suara pak Doni yang galak yang membuat Aurel ketakutan. Ia pun menunduk sambil menyesali jawabannya.
“Ma-maaf pak.”
“Jadi apa jawaban kamu?” Pak Doni kembali bertanya.
Aurel terdiam tak bisa menjawab. Ia memang masih baru. Ia belum begitu memahami sistematika dalam pemasaran di perusahaan ini. Lagipula ia sudah maksimal dalam berusaha, jika hasilnya berkata lain bukankah itu diluar kemampuannya?
Apa yang harus aku jawab? Aku harus bagaimana?
Aurel terus bertanya-tanya mengenai apa yang harus dijawabnya demi memuaskan pertanyaan bosnya. Aurel memutar otak, ia pun menyusuri setiap kenangan selama enam bulan dirinya bekerja di perusahaan.
“Bagaimana? Tidak ada jawaban? Tahu gak, Aurel? Gara-gara pemasaranmu yang buruk, perusahaan hampir rugi ratusan juta rupiah! Ditambah banyaknya pegawai di perusahaan ini, lalu sulitnya mengenai kondisi saat ini. Perusahaan hampir tidak mampu beroperasi lagi!” Ucap pak Doni dengan suara tegasnya yang membuat Aurel ketakutan.
“Ma-maaf pak, maafin saya. Saya masih belum mampu bekerja dengan baik untuk perusahaan ini.” Suara Aurel terbata-bata karena ketakutan. Seketika ia sudah bisa menebak, takdir apa yang akan diterimanya setelah ini.
“Bagus kalau kamu mengaku! Intinya mulai detik ini, kamu saya pecat!” Bagai petir di siang bolong. Meski Aurel sudah menduganya, rasanya begitu menyakitkan ketika dirinya harus menerima konsekuensi pemecatan dari kinerja buruknya selama ini.
Aurel menangis tersedu-sedu sambil menunduk. Tangannya reflek bergerak menutupi mulutnya. Seketika ia membayangkan masa depannya begitu gelap setelah kehilangan pekerjaan yang sudah ia tekuni selama beberapa bulan belakangan ini.
Seketika ia teringat akan biaya mahal yang harus ia bayar saat menikah. Meski awalnya ia takut, ia pun memberanikan diri untuk menanyakan hal ini.
“Ta-tapi pak, apakah tidak ada cara lain agar saya bisa tetap bekerja disini? Saya berjanji akan melakukan apa saja agar saya bisa tetap bekerja disini.” Ucap Aurel dengan putus asa.
Pak Doni pun tersenyum melihat keputusasaan Aurel. Seolah inilah yang ia harapkan dari pertemuan yang sudah ia rencanakan pagi ini.
“Cara lain? Tentu ada.” Jawab pak Doni yang membuat harapan Aurel kembali terbuka.
“Apa itu pak? Tolong katakan! Saya berjanji akan melakukan yang terbaik pak!” Jawab Aurel dengan wajah sembap ditengah tangisannya yang masih mengalir.
“Janji kamu bakal melakukan apa saja yang saya ucapkan?” Tanya pak Doni sekali lagi tuk memastikan. Pak Doni tersenyum penuh kemenangan melihat keputusasaan wanita cantik itu.
“Janji pak, saya akan melakukan yang terbaik demi perusahaan ini pak.”
Pak Doni mengangguk-ngangguk. Dirinya kembali membuka lembaran laporan yang sudah Aurel buat. Ia membacanya sekali lagi.
“Saya perhatikan cara penulisan kamu di laporan ini cukup baik terlepas dari hasilnya yang mengecewakan. Jujur saya sudah lama tidak mempunyai sekretaris semenjak Bu Callista mengundurkan diri sekitar 3 pekan yang lalu. Kalau kamu mau, kamu saya promosikan menjadi sekretaris saja bagaimana?” Tanya pak Doni yang tentunya disambut baik oleh Aurel.
“Sekretaris? Boleh pak, mau… Saya mau pak.” Jawab Aurel sambil tersenyum meski matanya masih berkaca-kaca.
“Tapi tugas sebagai sekretaris cukup berat loh meski mendapatkan 2-3 kali lipat gaji yang kamu terima saat ini. Apa kamu sanggup?” Tanya pak Doni sambil tersenyum penuh arti.
“Pasti sanggup pak. Insyaallah saya sanggup. Saya akan melakukan yang terbaik.” Ucap Aurel sambil menyeka air mata menggunakan sapu tangan yang ia bawa.
Pak Doni tertawa kecil, ia lalu bertanya pada Aurel.
“Apa kamu gak penasaran dengan tugas sekretaris apa saja? Tahu gak apa alasan Bu Callista memilih mundur? Ia merasa tidak betah dengan tugasnya meski dengan nominal gaji yang cukup tinggi.” Jawab pak Doni sambil menyenderkan tubuhnya pada kursi duduknya.
Aurel terdiam, ia seperti kebingungan. Di benaknya sekretaris ya pasti berurusan dengan tulis menulis, menulis laporan dan sebagainya.
“Memang apa pak?”
“Bu Callista tidak sanggup lagi bekerja untuk saya, katanya. Ia merasa tak kuat. Ia merasa kotor setelah bekerja dengan saya.” Kemudian pak Doni tertawa dengan keras. Aurel jadi semakin kebingungan, apa kaitannya bekerja menjadi sekretaris dengan merasa kotor?
Sekilas ia mencoba mengingat-ngingat tentang bu Callista. Callista merupakan wanita berparas cantik dengan postur tinggi langsing. Meski sering mengenakan hijab, Callista sering kali mengenakan pakaian yang cukup ketat hingga mencetak lekuk tubuhnya. Kacamata selalu melekat pada wajahnya yang ayu. Image-nya sexy dengan bekal tubuhnya yang begitu erotis.
Ditengah diamnya yang sedang mengingat-ngingat soal Bu Callista. Pak Doni kembali berbicara yang membuat Aurel terdiam seribu bahasa.
“Sebenarnya tugas menjadi sekretaris saya tak lebih sebagai pemuas nafsu saya. Saya masih ingat bagaimana Bu Callista saya setubuhi dan saya lecehi berulang kali. Ah keindahan tubuhnya saat itu membuat saya candu. Tiada ada hari tanpa menyetubuhinya. Dengan image-nya yang sexy serta keindahan tubuhnya yang ia miliki. Siapa sih yang tahan untuk tidak mengentotnya setiap hari?” Pak Doni tertawa puas sambil menatap wajah ayu Aurel yang ketakutan saat mendengarnya.
Aurel terdiam tak bisa berkata-kata. Tubuhnya bergidik. Ia merinding saat mendengarkan ucapan pak bosnya yang begitu kotor tak bermoral. Bagaimana bisa ada orang yang berbicara kejam dengan ekspresi yang merendahkan seperti itu?
Mendadak amarah Aurel meluap. Sebagai wanita yang menjaga, jelas sudah jawaban yang harus ia berikan.
“Maaf saya bukan wanita murah seperti itu!” Aurel lekas berdiri lalu hendak pergi meninggalkan ruangan.
Namun anehnya, pak Doni semakin tertawa yang membuat Aurel terheran-heran. Saat wanita cantik bertubuh mungil itu berdiri membelakangi bosnya. Tiba-tiba pria tua berotak mesum itu kembali berbicara.
“Itulah yang Bu Callista ucapkan saat awal-awal saya tawarkan menjadi sekretaris saya. Tapi apa yang terjadi setelahnya? Ia memilih menjadi wanita murahan dengan memuasi nafsu saya setiap hari. Andai kamu tahu, Bu Callista itu awalnya berpakaian seperti kamu loh, pakai baju longgar dan hijab syar’i tapi akhirnya, ia ketagihan memakai baju sexy yang nge-press badan.” Pak Doni semakin tertawa.
Aurel menggelengkan kepala, ia tak tahan lalu bergegas melangkah menjauhi pria mesum itu. Saat Aurel tiba di pintu keluar, kembali pria tua itu berucap.
“Datanglah kesini kalau kamu berubah pikiran. Saya tunggu sampai jam empat sore ya. Saya juga akan memberi kamu bonus 10 juta setelah kita melakukannya!”
Aurel tak mengindahkan. Ia meninggalkan ruangan dengan amarah yang menguasai jiwa.
Aurel berjalan sambil menyilangkan lengan di dada dengan air mata yang kembali mengalir membasahi wajah ayunya. Ia tak menyangka bosnya yang ia hormati berniat untuk menjadikan dirinya pemuas nafsunya. Aurel masih merinding saat teringat ucapan bosnya tentang apa yang sudah ia perbuat pada bu Callista. Aurel ketakutan, ia pun mencoba menenangkan dirinya berulang kali.
Keputusanmu tepat, Aurel! Keputusanmu sudah tepat! Memang bagus memilih menjauh daripada menjadi pemuas nafsu kakek mesum itu!!!
Namun entah bagaimana ia mendengar ada bisikan dari telinga kirinya.
Kenapa kamu menolaknya Aurel? Lumayan loh gajinya 2-3 kali lipat gajimu saat ini. Lagipula hatimu kan tetap menjadi milik mas Lutfi. Relakan saja tubuhmu agar menjadi milik pak Doni.
Keduanya terus bertarung, membuat kepala Aurel menjadi sakit. Ia pun memutuskan ke kamar mandi agar dirinya bisa menangisi semuanya sepuasnya.
$-$-$
Detik demi detik terus berlalu, menit demi menit terus berjalan, jam demi jam terus berdetak. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Tersisa waktu satu jam baginya bila ingin mengubah keputusannya.
“Tidak! Kenapa aku harus menerimanya? Iiiiihhhh gak mau banget kalau harus menjadi budak nafsunya!” Lirih Aurel.
Ia tengah sendirian di dalam cubicle ruangan di divisinya. Meski lisannya terus menolak namun hatinya diam-diam masih mempertimbangkannya. Ada alasan kenapa ia masih mempertimbangkannya, yakni kebutuhan biaya yang diperlukan agar bisa menikah di tengah situasi pelik ini.
Seketika ia memandang hapenya, ia terpikirkan seseorang. Ia pun bergegas untuk menghubungi orang tersebut.
Tutttt… Tuutttt… Tuttttt….
“Halloooo, Assalamualaikum.” Suara yang ia kenal pun terdengar dari hapenya. Buru-buru Aurel menjawabnya,
“Walaikumsalam mas, apa kabar?”
“Alhamdulillah baik, kalau kamu gimana, Dek?”
“Alhamdulillah baik juga.” Aurel menjawabnya dengan raut wajah senyum yang dipaksakan.
“Ada apa nih nelpon sore-sore? Bukannya masih jam kerja ya?” tanya Lutfi penasaran.
“Hehe iya nih, Mas.”
“Oh pasti kangen ya?” Tanya Lutfi bercanda.
“Iiihhhh ya gak salah juga sih hehe.” Aurel tak bisa tertawa seperti biasanya. Bibirnya tertahan oleh beban yang saat ini menghantui pikirannya. “Oh ya mas gimana? Apa mas udah dapet pekerjaan baru?” Lanjutnya.
“Hmmm belum dek. Maaf ya… Mencari pekerjaan di tengah pandemi ini cukup susah. Mas udah berkeliling kota. Tempat demi tempat sudah mas datangi. Mungkin udah ada 11 tempat kali yang mas datangi. Semuanya menolak.”
“Oh begitu.” Suara Aurel lirih. Ia merasa menyesal sudah bertanya.
“Tapi tenang aja, mas akan terus berusaha. Mas akan berusaha mencari rezeki agar kelak bisa menghalalkanmu suatu hari nanti.” Aurel terdiam berkaca-kaca membayangkan betapa sulitnya perjuangan yang sudah Lutfi alami.
“Semangat Mas. Oh ya mas lagi dimana? Apa masih nyari kerja?”
“Hehehe, mas lagi di bengkel dek.”
“Eh bengkel?”
“Iya, motor mas mogok. Kayaknya kecapean keliling kota. Ya gapapa lah. Nikmati prosesnya.”
Aurel semakin berkaca-kaca mendengarnya. Ia pun mencoba menyemangatinya untuk menghilangkan rasa lelah yang dimiliki calon suaminya.
“Yaudah mas, setelah ini langsung pulang ya. Istirahat dulu. Lanjut besok lagi. Jangan dipaksa! Motor mas aja butuh istirahat pasti mas juga kan?”
“Hehe tahu aja dek, kalau mas lagi capek banget. Iya dek makasih ya. Mas akan istirahat setelah ini.”
Aurel yang semakin berkaca-kaca bergegas untuk menutup teleponnya agar Lutfi tidak menyadari kalau dirinya tengah menangis.
“Yaudah mas, aku tutup ya. Aku mau lanjut kerja dulu. Wassalamualaikum.”
“Walaikumsalam, Dek.”
Panggilan berakhir dengan air mata yang mengalir di pipi Aurel.
Aurel jadi semakin kepikiran. Calon suaminya saja sudah berusaha sekuat tenaga untuk mencari rezeki. Tapi kenapa dirinya yang sudah ditawari rezeki justru menolak. Hati Aurel yang tengah rapuh membuat pikirannya goyah untuk menerima tawaran dari bosnya.
Ia segera melihat ke arah jam tangan yang melingkar di lengan kirinya.
“Sudah jam 4 kurang 10? Cepet banget!!!” Lirih Aurel terkejut.
Tersisa waktu 10 menit lagi baginya untuk menerima keputusan pak Doni. Pertanyaan pun muncul di benak Aurel. Haruskah? Haruskah ia menerima tawaran ini? Ditengah waktu yang semakin mepet. Aurel semakin tergoda, apalagi setelah mengingat perjuangan Lutfi selama ini.
“Aku gak boleh membiarkan mas Lutfi berjuang sendiri. Aku harus bisa bantu. Sebisa mungkin aku harus bisa bantu, meski ada harga yang harus dibayar.” Seketika Aurel berdiri lalu bergegas berlari menuju ruangan pak Doni.
Tersisa 7 menit lagi. Ia kini berada di lantai 2, seharusnya butuh waktu 10 menit kalau berjalan santai menuju ruangan pak Doni.
Aurel terus berlari, ia menuju ke arah lift namun lift tak kunjung datang.
“Kenapa liftnya gak turun-turun sih?” Karena tak sabar, Aurel memutuskan menggunakan tangga untuk merangkak naik menuju ke lantai 4.
Satu demi satu anak tangga ia pijak. Dengan keringat yang mengucur deras. Aurel berlari sekuat tenaga hingga tak terasa sudah tiba di lantai 4.
Ia kembali melihat ke arah jam tangannya, tersisa 1 menit lagi.
“Gawaaatt!!! Aku harus cepat!” Aurel berlari dengan sangat kencang. Ia hanya memiliki waktu 1 menit menuju ruangan pak Doni.
Sesampainya di depan ruangan pak Doni, Aurel langsung membuka pintunya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Aurel berdiri menatap pak Doni dengan nafas yang terengah-engah. Keringatnya membanjiri tubuhnya. Ia begitu berharap dirinya masih memiliki waktu untuk mengubah keputusannya.
“Aurel, bukannya lebih sopan kalau mengetuk pintu terlebih dahulu?” Jawab pak Doni sambil tersenyum saat duduk di kursinya.
“Ma-maaf pak, saya terburu-buru.” Jawab Aurel ngos-ngosan.
“Silahkan duduk.” Jawab Pak Doni dengan senyum melebar. Ia pun berdiri dari kursinya, lalu menuju ke dispenser untuk mengambilkan minuman untuk tamu istimewanya.
“Terima kasih, pak.” Aurel masih terengah-engah. Rasanya lelah sekali. Ia pun melihat ke arah jam tangannya dan mensyukuri bahwa ia tepat waktu untuk menemui direkturnya.
“Ada keperluan apa kamu kesini?” Tanya Pak Doni sambil tersenyum penuh arti saat menuangkan air ke cangkir yang ia pegang.
“Saya… Sa-saya . . . .” Rasanya begitu canggung untuk mengucapkannya. Lisannya begitu berat untuk mengatakan apa yang terbenak dipikirannya.
Pak Doni kembali ke mejanya sambil membawa secangkir air segar yang baru keluar dari dispenser ruangannya. Ia tersenyum menatap Aurel yang terlihat begitu menggairahkan dengan keringat yang membanjiri tubuhnya.
“Ini minum dulu, sepertinya kamu terburu-buru saat kesini.” Kata pak Doni sambil memberikan cangkir air tersebut.
“Hehe, iya pak. Terima kasih.” Aurel yang begitu kelelahan segera meminum air itu sampai habis.
“Jadi, ada apa kemari?” Tanya pak Doni dengan percaya diri sambil mengaitkan kesepuluh jemarinya yang ditaruh diatas meja.
“Anu, bolehkan saya mengubah pilihan saya pak?” Tanya Aurel malu-malu sambil menunduk.
“Pilihan? Pilihan apa? Pilihan yang mana?” Tanya pak Doni sambil menatap wajah Aurel dengan mesum. Terlihat keringat yang masih membanjiri wajah mungilnya. Hijabnya yang agak berantakan membuat sedikit rambutnya terlihat di sekitar area pelipis matanya. Aurel jadi terlihat menggairahkan. Syahwat pak Doni pun meninggi.
“I-itu, pilihan untuk menjadi sekretaris bapak.” Jawab Aurel dengan nada lirih sambil menunduk.
“Oh, apa? Menjadi sekretaris saya? Maksudnya untuk menjadi pemuas nafsu saya?” Tanya pak Doni sambil tersenyum yang hanya dijawab anggukan oleh Aurel. Terlihat Aurel sudah pasrah dengan keadaan. Ia tak memiliki pilihan lain selain memilih jalur ini.
Pak Doni tertawa lepas. Ia tertawa melihat seorang wanita yang awalnya menolak keras lalu tiba-tiba berubah pikiran untuk menjadi pemuas nafsunya. Rasanya seperti dejavu. Ia teringat Bu Callista yang dulu seperti itu. Pak Doni pun menyukai hal itu.
Aurel hanya menunduk malu mendengar ucapan pak Doni. Namun bagaimana lagi? Ia tak memiliki pilihan lain. Ia harus kuat bertahan demi meringankan beban Lutfi yang berniat ingin menghalalkannya.
Pak Doni tersenyum melihat kepasrahan yang nampak pada wajah Aurel. Pria tua itu langsung berdiri guna mendekati bidadari bertubuh mungil itu.
“Keputusan yang bijak sayang… Jangan khawatir, tidak ada salah satu yang diuntungkan ataupun dirugikan dalam keputusanmu ini… Semuanya sama-sama untung… Saya puas bisa menikmati tubuh indahmu, kamu pun mendapatkan uang yang kamu butuhkan, iya kan?” Ucap pak Doni sambil mendekap pinggul indah Aurel.
“Aaaahhhhhh.” Aurel mendesah saat pinggulnya disentuh oleh pria tua itu. Baru pertama kali ini ada seorang lelaki yang menyentuh pinggulnya. Tubuh Aurel pun menjadi sensitif saat merespon sentuhan pak Doni.
“Tapi kalau dipikir-pikir, bukankah dirimu yang lebih diuntungkan dari semua ini? Kamu mendapatkan uang saya, kamu juga mendapatkan kepuasan dari saya? Iya kan? Tapi gapapa, berhubung saya ini orangnya baik. Saya akan memberikan kepuasan yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya.”
Aurel terdiam seribu bahasa. Ia tak ada rencana untuk membalas. Yang ia pikirkan hanyalah penyesalan pada Lutfi. Ia menyadari pasti Lutfi akan kecewa andai mengetahui kejadian ini.
Maafin aku, Mas. Tapi aku ngelakuin ini juga demi Mas.
Dikala tangan kanan pak Doni mendekap pinggul Aurel. Tangan kirinya turut beraksi dengan menggerayangi bokong montok Aurel.
“Aaaaaahhhhhh.” Lagi-lagi Aurel mendesah sambil memejam. Ia terkejut saat bokongnya diremas untuk pertama kali oleh seorang lelaki. Ada rasa takut menguasai diri. Ia terus memejam mencoba bertahan demi sebuah bayaran untuk meringankan biaya pernikahannya.
Pak Doni gemas saat melihat ekspresi Aurel yang menurutnya menggemaskan. Karena tak sabar ia lekas mendekatkan wajahnya tuk mencumbu bibir mungil wanita cantik itu.
“Enak kan sayang? Saya mulai yaaaaa… Uuuhhmmpphhh.” Dengan cepat, pak Doni langsung memagut bibir Aurel dengan penuh nafsu.
Aurel terkejut dengan sambaran cepat yang pria tua itu lakukan. Ada rasa tidak nyaman saat nafas pria tua itu menerpa wajahnya, berulang kali Aurel mencoba untuk mengelak dengan menggelengkan wajahnya. Namun bibir pak Doni terus mengejar hingga berhasil menjepit bibir atas bidadari mungil itu. Aurel terkejut, itulah kali pertama dirinya dicium oleh seorang laki-laki.
“Mmmppphhhhh.”
Bibir Pak Doni menjepit bibir atas Aurel dengan penuh nafsu. Matanya memejam menikmati ciuman yang sudah lama tak ia rasakan. Tangannya pun turut aktif saat mengusap punggung Aurel yang masih terbungkus kemeja berwarna putih. Dikala tangan kirinya aktif meremas bokong montok Aurel. Tangan kanannya bergerak naik memegangi sisi belakang kepala Aurel agar tak terdorong saat bibirnya terus maju menerjang bibir manis bidadari mungil itu.
“Mmppphhh paaakkk… Mmmppphhh.” Aurel berusaha mengelak tak tahan dengan nafas busuk dari pria tua itu. Ia terus mendesah saat bibirnya terus saja dikokop oleh pria tua itu. Sayangnya desahan Aurel bagaikan alunan musik yang merdu bagi pak Doni. Ciuman pak Doni semakin menjadi. Ia semakin birahi dalam menikmati bibir bidadari mungil itu.
“Mmppphhh nikmat sekali bibirmu ini, sayaannnggg… Saya sukaaa… Bibirmu manis… Tubuhmu mungil… Saya jadi gemas ingin terus mencumbuimu, Sayang.” Pak Doni berkata ditengah cumbuannya yang semakin intens. Terlihat liurnya sampai ada yang menetes jatuh. Aurel terus dikokopnya dengan penuh nafsu.
“Mmmppphhhhhh… Aaahhhh… Mmpphhhhh paakkk… Mmmpppphhh sllrrrpppp aahhhhh.” Meski kepalanya berusaha mengelak. Meski tubuhnya berusaha memberontak. Tenaganya yang tak sebanding dengan pak Doni membuatnya harus merelakan tubuhnya digerayangi dan dilecehi oleh tangan mesum pak Doni.
Pak Doni tersenyum penuh kemenangan. Ia terus mencumbunya bahkan sampai memainkan lidahnya.
“Aaahhhh hentikaaannnn.” Aurel merinding saat pipinya tiba-tiba dijilat oleh pak Doni.
Tak hanya pipinya, lidahnya itu juga bergerak menjilati keningnya, lubang hidungnya, bahkan hidungnya juga dikokop oleh pria tua itu. Pak Doni benar-benar gemas. Ia sangat menikmati santapan mungilnya.
Pak Doni tertawa penuh kepuasan. Ia pun melepas cumbuannya. Terlihat wajah Aurel dipenuhi liurnya. Ia sangat puas. Ia pun buru-buru melepas satu demi satu kancing kemejanya. Aurel terkejut saat melihat ada kalung salib yang melingkar di lehernya.
“Saya makin gak sabar sayang… Saya gak sabar ingin menikmati tubuhmu itu… Cepat berlutut di lantai!” Ujar pak Doni sambil buru-buru memelorotkan celana kainnya.
Dalam sekejap pak Doni sudah bertelanjang bulat memamerkan tubuhnya yang bulat. Terlihat perutnya begitu buncit dengan bulu jembut yang begitu semrawut.
Saat Aurel berlutut, ia terkejut saat melihat benda pusaka pak Doni yang begitu tegak menantang dengan ukuran yang begitu besar. Panjangnya mencapai 17 cm dengan diameter sekitar 4 cm. Sekilas ukuran penisnya menyerupai tangannya yang mungil. Ia menjadi ketakutan membayangkan benda sebesar itu memasuki rahimnya.
“Aaayyooo sayaangggg, nikmati iniiiii!!!” Tangan kanan pak Doni terus mengocok penisnya. Tangan kiri pak Doni pun mendekap hijab Aurel lalu mendekatkannya ke arah penisnya.
“Aaahhh hentikaannn paakkk… Jangaannnn… Aaahhh iniii jorookkkkk… Aaahhhhh!” Bagaimana tidak? Aurel merasa jijik saat pipinya didekatkan ke ujung gundul pak Doni yang masih tertutupi kulup. Terasa ada sedikit cairan yang membasahi pipinya. Sepertinya cairan precum mulai mengalir dari lubang kencing pak Doni.
“Aaahhhhh nikmatnyaaa… Aaahhh nikmatnyaaaa!!” Pak Doni mendesah keenakan. Ia sangat menikmati kocokannya saat ujung kulupnya menempel ke wajah Aurel.
Aurel tak bisa menolak. Meski kedua tangannya berusaha mendorong kaki pak Doni agar menjauh. Usahanya sia-sia. Penolakannya justru membuat tindakan pak Doni semakin menjadi. Kepalanya kini dipegangi oleh kedua tangan pak Doni. Pak Doni pun memaju mundurkan pinggulnya sehingga penisnya menggesek-gesek wajah ayu Aurel.
“Aaahhhh hentikaann paakkk… Aahhh ini menjiijikkaaannn… Stooppp paakkk… Aaaahhhh!!” Wajah ayu Aurel seperti sedang digosok-gosok oleh penis berkulup itu. Aurel terus memejam tak kuasa memandang pelecehan yang sedang pak Doni lakukan. Diam-diam air mata kembali turun. Ia merasa kotor setelah dihinakan oleh atasannya yang mesum.
“Sekarang buka mulutmu sayaannggg… Aaaaaa….” Pak Doni pun mendorong pinggulnya agar penisnya bisa terdorong masuk ke dalam rongga mulut Aurel.
“Mmmppphhhhh.” Tentu Aurel menolaknya. Ia begitu jijik tuk membiarkan penis berkulup itu masuk ke dalam mulutnya. Berkali-kali Aurel menggelengkan kepala sambil menangis. Pak Doni pun tertawa melihat Aurel yang tak berdaya saat dilecehi olehnya.
“Ayo dong, buka mulutnya… Nah seperti itu!” Pak Doni tak tahan lagi. Ia pun menempuh jalur licik dengan menjepit hidung Aurel hingga membuatnya terpaksa membuka mulutnya karena tak bisa bernafas. “Aaaaahhhhh nikmatnyaaaaa!!!!”
Saat penis berhoodie itu masuk ke dalam mulut Aurel. Terasa kehangatan dari nafasnya juga kelembapan yang berasal dari liurnya. Pak Doni sampai bergidik nikmat. Senyumannya kembali merekah. Ia langsung tancap gas tuk memperkosa mulut bidadari mungil itu.
“Arrrgghhhhh heenncyiikaaa…. Aargghhhhhh ppyaaakkkkkhhh… Pyaaakkkhhhhh!!” Kata-kata yang keluar dari mulut Aurel menjadi tidak jelas saat penis pak Doni bergerak maju mundur di dalam mulutnya.
“Ooohhh yaaa… Oooohhh nikmat sekali mulutmu ini sayaannggg… Ooohhhh.” Pak Doni mempercepat gerakan pinggulnya. Akibatnya banyak liur yang menetes jatuh dari sela-sela mulut Aurel. Aurel yang tak berdaya terus memejam. Ia terus merintih berharap pria tua itu menghentikan perlakuannya.
Maafiin akuu maass… Maafiin akuuu… Tolonggg, maafinn aku yang hina ini maassss.
Dalam hati Aurel terus menyesal. Ia berharap tindakannya ini tetap tersembunyi tanpa diketahui oleh Lutfi.
Puas memperkosa mulutnya. Pak Doni pun tak sabar ingin menikmati apa yang ia nantikan selama ini.
“Aaaahhh liat sayaanggg… Kontol saya ini sudah basah tertutupi oleh air liurmu…” Pak Doni tertawa puas sambil mengocok-ngocok penisnya dihadapan wajah Aurel. Terasa penisnya begitu licin. Ia bangga atas perbuatannya.
Sedangkan Aurel terus menangis sambil meludah-ludah ke arah lantai. Sesekali ia ingin muntah saat kerongkongannya tersodok-sodok oleh ujung berkulup pak Doni.
“Ayo berdiri… Cepat nungging di meja saya!” Aurel pun dipaksa berdiri. Tubuhnya yang lemas pun menungging dengan kedua siku yang bertumpu pada meja pak Doni.
Aurel terbelalak saat merasakan roknya diangkat oleh pak Doni. Ia paham waktunya semakin dekat. Keperawanannya yang ia jaga selama ini akan direnggut oleh pria tua mesum itu. Air mata semakin mengalir. Ia tak bisa menarik ucapannya yang sudah merelakan tubuhnya agar menjadi pemuas nafsu pak Doni.
Maafiinn akuu sekali lagi maass… Maaffiinn akuuu…
Aurel terus memejamkan matannya. Berkali-kali ia meminta maaf pada Lutfi saat menyesali tindakannya.
“Indahnyaaaaa!!!” Pak Doni tertawa saat melihat bongkahan pantat Aurel yang mungil namun padat. Saat rok Aurel sudah terangkat hingga ke pinggul, Pak Doni bergegas menurunkan celana dalam Aurel hingga tersangkut di kedua lututnya.
“It is show time, Baby… Selamat sebentar lagi dirimu akan menjadi wanita dewasa!” Ujar pak Doni sambil menempelkan ujung berkulupnya pada bibir vagina Aurel.
“Aaaahhh paaakkkkk!!!” Aurel menoleh ke belakang sambil menggelengkan kepala.
“Kenapa sayaanggg? Bukannya dirimu ingin menjadi sekretaris saya? Itu artinya dirimu harus menjadi pemuas nafsu saya! Nikmati prosesnya! Awal-awal emang agak sakit, tapi lama kelamaan bakal nikmat kok… Hennkgghhhh!!!” Ujar pak Doni yang langsung menghunuskan penisnya ke dalam rongga vagina Aurel.
“Aaaahhhhh paakkk sakkiiittt… Aahhh sakiittt paakkk… Saaakkkiiiiittttt!!!” Aurel merintih merasakan perih saat vaginanya yang masih sempit ditusuk oleh penis sebesar itu.
“Masih belum cukup… Hennkkgghhhhh!!!!” Pak Doni belum puas. Ia kembali menarik mundur penisnya dengan pelan sebelum mendorongnya kembali dengan sangat kuat.
“Aaaaahhh bapaaakkkkkk… Sakkiiiittttttt…. Aahhh pelaannn paakkk… Aaaahhhh sakkiiittt… Saakkiiittt!!!” Aurel menangis. Air matanya begitu deras. Ia tak kuasa menahannya lagi saat penis raksasa itu berusaha merobek selaput daranya.
“Sedikiit lagiiiiiiii!!! Hennkgghhhh!!!” Kini setengah dari penis nista itu telah masuk ke dalam rongga vagina Aurel. Pak Doni tersenyum puas. Ia menikmati keindahan dari sisi bawah tubuh indah Aurel yang tengah ia nodai.
“Paaakkkk tolooonggggg… Saaakkiittt paakkkkkk!!!” Aurel merintih sambil mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kuat. Matanya memejam menahan perih. Kepalanya ia tidurkan dalam posisi menyamping diatas meja kerja pak Doni.
Senyum merekah di wajah pak Doni saat melihat lelehan darah segar keluar dari rongga vagina Aurel. Pak Doni tersenyum penuh kemenangan. Ia sangat bangga saat berhasil memerawani Aurel dengan sebatang penisnya yang sangat ia banggakan.
“Nah setelah ini, akan terasa nikmat kok sayanggg… Tahan sebentar yaaa!” Ujar pak Doni sambil mendekap kedua pinggul Aurel yang masih tertutupi kemeja putihnya yang berukuran oversized.
Aurel hanya menangis dan menangis. Ia pasrah. Ia sudah pasrah saat kehilangan harta yang ia jaga selama ini. Ia membiarkan vaginanya digesek oleh penis itu yang bergerak maju mundur.
“Aaahhhh nikmat sekaliiii… Aaahhh yaahhh sepertii ini seharusnyaaa… Aaahhh sempit sekali memekmu ini sayaaannggg!!!” Pak Doni senang bukan main. Pinggulnya terus bergerak maju mundur menikmati gesekan dari rongga vagina Aurel yang begitu hangat dan lembap.
Tolonggg hentikaannn… Sudahi semuanyaaaa… Akuu mauu pulaanggg!!!
Batin Aurel tak kuasa menahan diri lagi. Ia terus menangis sambil mengunci mulutnya rapat-rapat meski sesekali ia keceplosan mendesah saat ditusuk berkali-kali oleh penis berkulup itu.
7 menit pak Doni terus menyenggamai Aurel dalam posisi itu. Vagina Aurel yang begitu sempit dan lembap membuat pak Doni kesulitan mengontrol nafsunya lagi. Ia tak tahan. Ia ingin menuntasan semuanya.
“Aaahhhh yaaahhh… Aahhh nikmat sekaliii… Aahhh sayaa mauu keluuaar… Aahhhhhh.” Pak Doni terus membuka mulutnya sambil mempercepat gerakan pinggulnya. Ia tak sabar ingin menuntaskannya. Ia tak sabar ingin memuncratkan spermanya yang kental.
“Hah? Tolonggg jangannn didalam paakkkk! Toloonggg jangan dikeluarkan di dalam paaakkk!” Aurel panik. Ia takut andai pak Doni tiba-tiba membuang spermanya di dalam rahimnya.
“Diaammm sayaaannggg… Terima jadi aja… Kalaupun hamil… Saya pasti akan menikahimu saaayaanngg!!”
“Apaaa? Enggak! Saya tidak mau paakk… Tolonggg jangannn dikeluarkan di dalammm!! Tolong dicabut paakk saat bapak mau keluaar!!!!” Ucap Aurel panik. Ia menoleh ke belakang sambil menatap wajah pak Doni dengan penuh harap.
Pak Doni tersenyum melihat wajah Aurel yang dipenuhi keputusasaan. Namun hal itu justru membuatnya semakin bernafsu. Ia mempercepat goyangannya. Ia memperkuat hujamannya. Ia melakukannya sambil menatap wajah ayu Aurel sehingga syahwatnya semakin memuncak.
“Aaaahhh… Aahhhhh terserah sayaa donggg mau keluarin dimana? Lagipula sebelumnya tidak ada perjanjian kan?” Pak Doni tertawa puas.
“Paaakkkkkk tolooonngggggg!!!!”
Aurel hanya bisa menangis pasrah. Ia hanya berharap, andai pak Doni sampai mengeluarkan spermanya di dalam, sperma itu tidak menjadi janin di rahimnya.
“Aaahhhh… Aahhhh… Aahhhhhh!!!”
Pak Doni mempercepat sodokannya. Nafsunya memuncak. Nafasnya terengah-engah. Ia pun mencengkram pinggul Aurel dengan sangat kuat.
“Aahhh sayaa gak kuat lagiii… Terima iniii… Terima iniiii hennkgghhhhh!!!” Pak Doni yang diujung tanduk langsung menancapkan penisnya sedalam-dalamnya.
“Uuuhhhh bapaaaakkkkkk!!!” Terasa rahimnya mengejang saat disundul oleh ujung berkulup itu. Aurel pun mencapai klimaksnya hingga cairan cintanya membanjiri penis pak Doni.
“Sayaaa keluuaaarrrrr!!!!” Pak Doni bergegas mencabut penisnya menuruti perkataan Aurel. Ia pun bergegas memuncratkannya ke bongkahan pantat Aurel sebelah kiri.
Tubuh gempalnya gemetar. Mulutnya menganga lebar. Terasa kenikmatan yang begitu sulit untuk ia jelaskan. Setelah selesai memuntahkan seluruh spermanya. Pak Doni pun jatuh terduduk di lantai dengan pandangan yang berkunang-kunang.
“Akhirnya selesai!” Lirih Aurel sambil merem melek. Tubuhnya begitu lemas tak berdaya. Energinya terkuras. Ia begitu kesulitan untuk menggerakkan seluruh tubuhnya.
Sementara pak Doni tertawa puas. Ia senang melihat lelehan spermanya mengalir jatuh ke arah lantai ruangannya.
“Enak kan rasanya dientot? Wahai lonteku?” Lirih pak Doni yang didengar oleh Aurel.
Aurel sedih saat dirinya dilecehkan secara verbal oleh atasannya.
$-$-$
MALAM HARINYA.
Aurel terbaring diatas ranjang tidurnya. Air matanya terus bercucuran. Wajahnya sampai sembap setelah berjam-jam tanpa henti menangisi nasibnya. Kini, ia bukanlah wanita yang terjaga lagi. Ia adalah wanita yang ternoda. Wanita hina yang rela menyerahkan tubuhnya demi mendapatkan sebuah harta.
Memang ia berhasil mendapatkan 10 juta sesuai dengan apa yang pak Doni janjikan. Ia juga mendapatkan posisi sekretaris utama seperti yang pak Doni janjikan. Namun bukannya senang, ia malah menyesali perbuatannya. Seketika ia mengutuk keputusannya. Kenapa ia rela menyerahkan tubuhnya demi uang senilai 10 juta dan jabatan sekretaris utama?
Ia mencoba bangkit dari posisi tidurnya. Ia pun duduk di tepi ranjangnya untuk mengambil segelas air tuk melepaskan rasa dahaganya.
“Aduuuhhh.” Aurel merintih menahan perih dibagian kemaluannya.
Memang perih rasanya setelah melepas masa keperawanannya. Namun baginya, ada yang lebih perih dibandingkan kemaluannya saat ini. Yakni hatinya, hatinya terasa begitu perih menyadari statusnya saat ini.
Aurel berjalan menuju dapur dengan langkah mengangkang. Ia maju secara perlahan. Beruntung sekarang sudah hampir jam 12 malam. Penghuni kos lainnya sudah pada tidur sehingga tidak ada yang melihatnya berjalan dalam posisi seperti ini.
Ia kembali ke kamarnya. Ia masih kepikiran. Kenapa ia sampai berubah pikiran hingga mengiyakan tawaran bosnya?
Aurel mendudukkan bokongnya ke ranjang. Ia menyandarkan tubuhnya ke tembok. Kedua lututnya ditekuk. Kemudian kedua tangannya memeluk lututnya dikala matanya menatap kosong ke arah jendela kamar.
Terlihat malam begitu indah dengan bintang-bintang yang bersinar terang. Langit begitu cerah sehingga ia mampu melihat keindahan langit dengan begitu jelas.
“Mas, apa aku masih layak buat mas?” Aurel termenung. Ia merasa tidak pantas bagi Lutfi. Ia kesal sendiri. Kenapa ia begitu bodoh dengan pilihannya di sore tadi.
“Bodoh-bodoh-bodoh!!! Ihhh sebel.” Aurel menjambak rambutnya lalu memegangi kepala menggunakan kedua tangannya.
“Kok aku begitu sih? Kenapa? Kenapa? KENAPAAAA!!!!!” Aurel berteriak tanpa alasan. Rasanya seperti gila. Ia begitu kesal pada dirinya sendiri.
Seketika ia membuka hapenya. Dan menemukan story whatsapp dari Lutfi yang belum ia lihat. Terlihat Lutfi yang tengah tersenyum saat duduk di sebuah taman. Melihat pakaiannya yang masih rapih serta waktu upload story-nya pada sore hari. Pastilah Lutfi baru pulang setelah pencarian kerja.
Aurel mencoba melihat story itu secara detail. Terlihat keringat membasahi wajahnya. Juga wajah kelelahan yang tak dapat disembunyikan dibalik senyumannya. Aurel semakin menyesal. Dikala calon suaminya berusaha mencari rezeki. Dirinya justru bersetubuh dengan pak Doni dengan dalih membantu Lutfi dalam menjemput rezeki.
Ia merasa belum dewasa. Dikala keadaan terjepit, ia tak sadar dimanipulasi oleh pak Doni setelah ditekan oleh waktu dan juga keadaan.
“Aku bodohhh… Bodoh-bodoh-bodoooohhhh!!!” Aurel sangat menyesali perbuatannya. Namun mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Ia harus siap dengan konsekuensi dari apa yang sudah terjadi.
$-$-$
1 MINGGU KEMUDIAN
Di salah satu kafé yang berada di sudut kota. Di bawah sinar rembulan yang menyinari malam.
“Dek tau gak? Mulai kemarin sore, mas mulai merintis usaha loh.” Ucap Lutfi dengan bangga.
“Oh ya, kok aku baru tau? Bisnis apa mas?” Tanya Aurel terkejut.
“Kecil-kecilan sih, jualan jus gitu di booth kontainer. Tempatnya di alun-alun, kalau adek haus datang aja ya pas sore. Nanti mas traktir jus.” Ucap Lutfi sambil tersenyum, “Makanya, mas mohon maaf ya kalau mungkin mas butuh waktu buat halalin adek.” Lanjutnya.
Aurel tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Ia terharu melihat perjuangan Lutfi yang sampai segitunya dalam berusaha menghalalkannya. Seketika ia kembali teringat perbuatannya dengan pak Doni. Apalagi sudah satu minggu berlalu semenjak dirinya diperawani oleh pak Doni. Terhitung sudah berkali-kali pak Doni menggagahinya. Hampir setiap hari, bahkan ada hari dimana dirinya digagahi lebih dari sekali. Hari ini saja dirinya sudah digagahi. Aurel jadi menangis. Ia tak mampu menahan air matanya lagi.
“Eh dek, kok nangis? Ada apa?” Ucap Lutfi terkejut yang lekas memberikan tisu tuk menyeka air mata kekasihnya.
“Ma-maaf mas.” Aurel berkata disela-sela tangisannya.
“Maaf? Maaf untuk apa?” Tanya Lutfi kebingungan.
“Pokoknya aku minta maaf maaaassss!!!” Aurel terus menangis yang membuat Lutfi kebingungan.
“Apa gara-gara ucapan mas tadi?” Ucap Lutfi yang mencoba mencari apa penyebabnya hingga Aurel menangis tersedu-sedu.
Aurel hanya menggelengkan kepala sambil menunduk. Ia tak bisa menjawab. Ia tak sanggup untuk menjawab pertanyaan calon suaminya itu.
Lutfi yang kebingungan berinisiatif untuk memeluknya. Ia juga mengelus-ngelus punggung Aurel yang membuat tangisan Aurel semakin menjadi.
“Apapun itu, mas minta maaf ya kalau udah bikin adek menangis. Mas minta maaf untuk semuanya. Maafin mas juga karena cuma bisa bekerja seperti ini. Yang terpenting mas ngelakuin ini demi adek. Sekali lagi mas minta maaf ya.” Ucapan Lutfi membuat penyesalan Aurel memuncak. Tangisannya mengeras. Ia merasa bodoh karena mengira kalau menerima tawaran pak Doni adalah solusi demi meringankan beban calon suami. Ia kini terjebak, karena mau tak mau harus menuruti hawa nafsu pak Doni ketika ingin menyetubuhinya lagi.
$-$-$
BEBERAPA HARI KEMUDIAN
Aurel memarkirkan motornya di dekat taman yang berada di pusat kota. Ia lekas membuka helmnya lalu wajahnya menoleh ke kanan dan ke kiri guna mencari seseorang.
“Mana ya?” Lirihnya sambil terus mencari.
Ia lekas turun dari motornya lalu bergerak memasuki taman.
“Mana ya? Dimana?” Aurel terus melangkah sambil mencari seseorang.
“Aureelll… Siniiiiii!!!”
Aurel menoleh ke arah sumber suara. Betapa senangnya ia saat dirinya melihat seseorang yang ia cari-cari selama ini.
“Ustadzaaahhhh!!!” Aurel lekas berlari ke arah wanita cantik yang mengenakan gamis longgar serta hijab lebar yang ia panggil ustadzah.
“Aurel, dari dulu kamu gak berubah ih, imutnya sama.” Ucapnya yang membuat Aurel tersipu.
“Makassiihhh ustadzah, ustadzah juga dari dulu cantik terus. Makin cantik malah.” Puji Aurel.
“Hihihihi kamu bisa aja, Rel. Sini duduk, katanya mau cerita. Ada apa?” Tanya ustadzah cantik itu penasaran.
“Iya nih ustadzah Haura. Aku mau curhat. Ada yang ganjel di hati aku.” Ucap Aurel sambil duduk di samping ustadzahnya.
Setelah pertemuannya dengan Lutfi beberapa hari yang lalu, Pada hari ini di hari Minggu pagi. Aurel yang merasa gelisah memutuskan untuk bertemu dengan ustadzah Haura yang merupakan ustadzahnya saat masih di pondok.
Berhubung hari ini ia libur bekerja. Berhubung ustadzah Haura juga tidak ada jam mengajar. Keduanya pun sepakat untuk bertemu di sebuah taman yang tak jauh dari tempat Haura mengajar.
Aurel sengaja ingin bertemu dengan ustadzah Haura karena dulu beliaulah yang menjadi tempat curhatnya. Ia berharap, semoga ia dapat menemukan jalan keluar dari kegundahan akibat masalah yang belakangan ini menghantuinya.
“Ustadzah, ustadzah udah tau belum kalau ada seseorang yang udah ke rumah aku buat ngelamar?”
“Eh beneran? Wah ustadzah baru tau. Selamat ya, Aurel!”
“Iya ustadzah, makasih. Cuma masalahnya, aku ngerasa gak pantes aja ustadzah buat dia.” Ucap Aurel sambil menunduk.
“Eh, kenapa kamu berpikiran seperti itu?” Tanya ustadzah Haura penasaran.
“Hmmm, ceritanya panjang ustadzah. Cuma aku gak bisa cerita karena itu merupakan aib aku. Intinya aku punya aib besar yang membuat aku merasa gak pantas untuknya. Menurut ustadzah? Apa aku harus jujur ke dia tentang aib aku? Aku kok merasa harus cerita soal ini ke dia ustadzah? Soalnya kalau enggak, rasanya kayak lagi membohongi dia ustadzah.” Tanya Aurel mengungkapkan kegelisahannya.
“Menurut ustadzah sih gak perlu deh. Soalnya Tuhan sudah menutup aib kita rapat-rapat. Terus kenapa kita sebagai manusia malah membukanya?”
“Hmmm terus aku harus gimana ustadzah? Apa lebih baik aku mundur aja? Apa lebih baik aku nolak dia aja? Dia terlalu sholeh untuk aku yang seperti ini.” Aurel merasa bingung harus bagaimana.
“Gak perlu juga, Aurel. Menurut ustadzah, kamu cukup bertobat. Jangan diulangi lagi! Setiap manusia itu berpotensi berbuat dosa. Ustadzah pun sama. Bahkan para sahabat dulu juga? Ingat siapa Umar bin Khattab sebelum hijrah? Preman? Suka bunuh orang? Iya kan? Tapi setelah berhijrah ia menjadi salah satu sahabat utama yang disegani. Bahkan banyak diidolakan oleh generasi-generasi setelahnya.”
“Oh begitu ya ustadzah?” Ucap Aurel merasa tercerahkan.
“Iya, menurut ustadzah kalaupun kamu masih melakukan aib itu. Berhenti! Jangan diulangi lagi! Lalu fokuslah berbuat baik. Perlahan pasti kegundahan, kegelisahan yang kamu rasakan bakal menghilang. Percaya deh sama ustadzah.” Ucap ustadzah Haura sambil tersenyum ramah.
Seketika dering hape ustadzah Haura berbunyi. Ustadzah cantik itu lekas mengeluarkan hapenya dari saku gamisnya. Aurel ikut menoleh, ia membaca nama yang tertera di layar hape ustadzahnya.
Pak Karjo?
“Sebentar ya, Rel!”
“Iya ustadzah.” Aurel tersenyum ramah. Ustadzah Haura pun bangkit berdiri untuk menjauh darinya saat menerima telepon dari seorang pria yang bernama pak Karjo.
Aurel hanya diam memperhatikan. Lalu pikirannya beralih ke kata-kata yang tadi ustadzah Haura ucapkan padanya.
“Hmmm iya juga ya? Aku kudu bertobat. Aku harus berhenti menjadi budak nafsu tua bangka itu. Tapi gimana ya bilangnya? Berarti aku harus mundur dari sekretaris dong? Apa aku harus mengembalikan uang 10 jutanya juga? Sepertinya iya. Lagipula itu kan uang haram darinya.” Lirih Aurel saat dirinya mendapatkan pencerahan.
$-$-$
KEESOKAN HARINYA
Senin, 14 September 2020.
Aurel melangkah menuju ruangannya yang berbagi tempat dengan bosnya, Pak Doni. Ia melihat ke arah jam tangannya di sebelah kiri. Rupanya sudah jam 10 tepat.
Berkali-kali ia mengatur nafasnya. Lisannya juga berkomat-kamit untuk berlatih mengucapkan kalimat pengunduran dirinya. Ia terus berdoa pada yang maha kuasa agar pak Doni dapat mengizinkannya mundur dari jabatan sekretaris perusahaan ini. Ia juga ingin keluar. Ia ingin berhijrah demi menjajaki kehidupan yang lebih baik setelah ini.
Tokkk… Tokkk… Tokkk…
Aurel mengetuk pintu setibanya ia di depan ruangannya.
“Permisi, Pak.” Ucap Aurel setelah membuka pintunya.
“Oh sayang, kok baru dateng. Silahkan masuk. Saya sudah kangen loh.” Ucapnya sambil tersenyum mesum.
Namun ekspresi Aurel dingin. Ia sama sekali tak menanggapi. Ia terus berjalan hingga tiba di depan meja pak Doni. Tempat dimana dirinya disetubuhi untuk pertama kali.
“Ada yang ingin saya bicarakan dengan bapak.” Ucap Aurel dengan serius.
“Silahkan duduk dulu. Ada apa sayang? Uang jajan kurang? Gaji kurang? Atau masih kurang puas setelah berkali-kali saya nikmati?” Pak Doni terus saja melecehi Aurel. Namun Aurel mencoba bertahan dengan tidak menanggapi omongan pria mesum itu.
“Ini.” Aurel pun memberikan amplop berisi surat pengunduran dirinya.
“Apa ini?” Pak Doni yang penasaran lekas membukanya. Ia pun membaca kata demi kata yang tertulis dengan seksama. Setelah selesai membaca, pak Doni tersenyum menatap Aurel.
“Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba ingin mundur? Bukannya dulu kamu yang sampai berlari-lari ke sini agar bisa diterima sebaga sekretaris saya?” Tanya pak Doni sambil mengaitkan kesepuluh jemarinya.
“Maaf pak, waktu itu saya tergesa-gesa dalam memutuskan. Saya tidak berfikir secara matang dan hanya melihat dampak instannya saja. Makanya sekarang saya ingin mundur, pak. Sebelum semuanya semakin jauh. Saya juga akan mengembalikan uang yang sudah bapak berikan. Saya juga tidak akan cerita atau menjelek-jelekkan perusahaan ini setelah saya diluar pak. Jadi tolong izinkan saya mundur dari perusahaan ini. Saya ingin menjalani kehidupan yang lebih baik setelah ini, Pak.” Aurel memohon dengan sangat. Ia berharap kali ini bosnya dapat mengizinkannya keluar dari perusahaan.
“Tidak semudah itu, Sayang.” Ucap Pak Doni sambil merobek surat pengunduran diri Aurel.
“Tapi, Paaaakkkkkk.” Mata Aurel berkaca-kaca. Ia sangat berputus asa setelah melihat surat pengunduran dirinya dirobek di depan mata.
Pak Doni tertawa melihat keputusasaan di wajah Aurel.
“Pak tolong, Pak. Apa yang harus saya perbuat agar bapak dapat mengizinkan saya mundur dari perusahaan, Pak?” Ucap Aurel dengan sangat.
Melihat kesungguhan Aurel dalam memohon. Setelah mempertimbangkan semuanya secara matang. Pak Doni tersenyum sambil membatin di dalam hati.
Kalaupun lonte mungil ini mundur, sepertinya saya tidak akan merugi juga. Memeknya udah saya dapat, ditambah uang yang pernah saya beri bakal dikembalikan lagi. Toh saya juga sudah berkali-kali mengentotnya dalam kurun waktu 1 minggu ini.
“Apa kamu serius akan mengembalikan uang 10 juta yang pernah saya berikan dulu?” Tanya Pak Doni memastikan.
“Iya pak, saya pasti akan mengembalikannya. Lagipula saya belum pernah menggunakannya juga pak. Jadi tolong izinkan saya mundur dari perusahaan ini, Pak.” Aurel terus memohon agar pak Doni luluh menuruti keinginannya.
Seketika Pak Doni mengambil secarik kertas HVS juga pulpen.
“Saya punya syarat kalau kamu mau mundur dari sini, apa kamu sanggup melakukannya?” Ucap pak Doni sambil menulis sesuatu di secarik kertas itu.
“Pasti pak, saya akan melakukannya. Apapun akan saya lakukan pak!” Ucap Aurel yang membuat pak Doni teringat saat wanita mungil itu memohon ingin diterima sebagai sekretarisnya.
“Temui saya di tempat ini, lalu layani saya untuk terakhir kali. Dan juga, saya ingin menghamilimu dengan membuang sperma saya di rahimmu. Apa kamu sanggup?”
Aurel terdiam seribu bahasa. Ia tak masalah apabila harus melayani kakek mesum itu untuk terakhir kali. Tapi untuk sampai dihamili? Aurel jadi harus berpikir lagi. Haruskah? Lalu apa yang akan ia ucapkan pada Lutfi andai calon suaminya melihat perutnya membesar sebelum menikah?
Tapi ia juga tak bisa membiarkan dirinya melayani pak Doni selamanya.
“Pilih mana? Kalau kamu menjadi budak saya, saya tidak akan pernah membuang sperma saya ke dalam rahimmu. Tapi kalau kamu ingin mundur, saya akan menanam benih saya di rahimmu. Tidak hanya sekali. Mungkin bisa sampai berkali-kali. Saya hanya ingin memastikan agar benih yang saya tanam bisa tumbuh menjadi janin yang lucu yang dihasilkan dari rahimmu itu.” Ucap pak Doni yang membuat Aurel semakin bimbang.
“Bingung ya?” Pak Doni tertawa puas. Ia kembali menunjuk kertas HVS yang sudah ia berikan. “Pokoknya temui saya di tempat ini pada malam hari ini kalau kamu mau mundur dari sini. Kalau saya tidak menemukan dirimu nanti malam, berarti itu keputusanmu untuk menjadi pemuas nafsu saya selamanya.”
Aurel tertunduk lesu. Ia terus memandangi sebuah catatan yang tertulis di lembaran kertas tersebut.
Jadi ini nama hotel ya? Kalau aku mau mundur, aku harus rela dihamili di tempat ini?
Batin Aurel merasa lemas.
Baiklah, mungkin ini konsekuensi dari keputusanku saat itu. Aku harus berani ambil keputusan ini daripada harus melayani nafsunya berkali-kali.
$-$-$
MALAM HARINYA.
“Terima kasih, Mas. Jadi berapa semuanya?” Ucap Aurel sambil mengembalikan helm yang tadi dikenakannya.
“Sesuai yang ada di aplikasi ya kak.” Jawab pengendara ojol itu dengan ramah.
“Baik mas, ini ya uangnya.”
“Terima kasih kak, tolong kasih bintang lima ya.”
“Siap mas, nanti akan saya beri rating.”
Mas-mas ojol itu pun pergi. Aurel pun berbalik tuk menatap hotel besar yang akan menjadi saksi persetubuhannya dengan pak Doni untuk terakhir kali.
Sebelum melangkah masuk, ia pun mengingat kejadian yang terjadi di sore tadi.
BEBERAPA JAM SEBELUMNYA
Di sudut alun-alun kota.
“Eh dek, kamu minta mas nikahin kamu segera?” Tanya Lutfi terkejut.
“Iya, mas bisa kan? Entah satu minggu, dua minggu, atau satu bulan setelah ini. Mas bisa gak nikahin aku.” Pinta Aurel sambil meminum jus buatan calon suaminya.
“Ta-tapi, mas belum cukup modal untuk menggelar pesta pernikahan kita, Dek.” Ucap Lutfi kebingungan.
“Gak perlu mahal-mahal mas. Kalau perlu kita nikah di KUA aja. Pokoknya mas harus nikahin aku segera. Aku gak mau tau.” Pinta Aurel dengan mata berkaca-kaca.
“Hmm, yaudah nanti mas usahakan ya, Dek.” Ucap Lutfi sambil tersenyum ramah menatap wajah calon istrinya.
“Makasih.”
MASA SEKARANG
“Maafin aku ya mas udah menekan mas. Soalnya aku gak mau ketahuan oleh orang-orang andai aku hamil diluar nikah. Jadi tolong halalin aku segera ya mas. Semoga mas sanggup. Tolong segera halalkan aku Mas.” Pinta Aurel penuh harap.
Aurel pun melangkah masuk ke dalam. Ia segera mencari lift untuk naik ke lantai 9.
“Di kamar 909 ya?” Lirih Aurel sambil melihat catatan kertas yang sudah ia foto di hapenya.
MEWIOIF_t.jpg
AUREL
Malam itu, Aurel tampil sangat cantik dengan balutan gamis coklat yang dipadukan dengan hijab segi empat yang memiliki warna selaras. Ia juga memadukan fashion-nya dengan jaket cardigan berwarna cream serta tas berisi hape dan dompet yang ia bawa.
Dengan riasan tipis yang menghiasi wajahnya. Aurel tampak cantik natural yang membuat siapapun yang melihatnya gemas ingin menculiknya.
Ia dengan anggun terus melangkah hingga tak lama kemudian dirinya tiba di depan pintu kamar 909.
Saya sudah tiba di depan kamar, Pak.
Sebuah pesan dikirimkan ke nomor pak Doni. Tak lama kemudian pintu terbuka. Terlihat seorang pria tua berambut tipis dengan kumis yang sangat tebal tengah mengenakan bath robes menyambut kedatangan bidadari mungil itu.
“Silahkan masuk sayang.” Ucap pak Doni yang sumringah melihat kedatangan wanita pemuasnya.
“Makasih pak.” Aurel tersenyum ramah meski hatinya terpaksa. Ia teringat akan pesan yang dikirimkan oleh bosnya sesaat sebelum dirinya berangkat ke hotel ini.
Ingat, saya yang menentukan kamu boleh mundur atau tidak tergantung dari kepuasan saya setelah kamu melayani saya!
Meski sebenarnya ia merasa tak sudi untuk memuaskan nafsu pak Doni. Mau gak mau ia harus melakukannya dengan menuruti keinginan hawa nafsunya.
Gila, cantik banget boneka hidup ini?
Pak Doni terpukau oleh penampilan Aurel pada malam itu. Belum lagi dengan aroma wangi yang berasal dari parfumnya. Pak Doni jadi tidak sabar. Ia ingin segera di layani oleh bidadari pemuasnya.
“Bapak sudah menunggu lama ya? Maaf saya terlambat.” Ucap Aurel sambil duduk di tepi ranjang hotel.
“Gak begitu lama kok sayang. Ini diminum dulu ya, saya tahu kosan kamu dari hotel ini jauh kan? Kamu pasti capek.” Ucap pak Doni sambil memberikan secangkir minuman.
“Makasih ya, Pak.” Jawab Aurel yang langsung meminumnya.
Setelah menghabiskan minumannya, Aurel menoleh ke sekitar untuk melihat keadaan kamar hotel berbintang 4 yang sudah bosnya sewa.
“Gimana sayang? Kamu nyaman gak dengan kamar di hotel ini?” Tanya Pak Doni setelah menyadari Aurel tengah melihat-lihat kamar hotelnya.
“Nyaman pak, luas ya kamarnya.” Tanya Aurel yang takjub karena baru pertama kali ini dirinya memasuki kamar hotel.
“Andai kamu menjadi sekretaris saya, tiap kali ada perjalanan bisnis ke luar kota. Saya pasti akan mengajakmu menginap di tempat bagus seperti ini.” Ucap Pak Doni mencoba mengubah pikiran Aurel kembali.
“Maaf pak, saya sudah mantap dengan keputusan saya. Saya ingin mundur,” ucap Aurel kekeh dengan keputusannya.
“Gapapa, saya hargai keputusanmu itu. Terima kasih sudah datang kemari untuk melayani saya untuk terakhir kali.”
“Kalau gitu kapan kita bisa mulai ya pak?” Tanya Aurel yang bingung harus bagaimana saat hanya berduaan dengan bosnya. Ia tak tahu cara memulai. Karena selama ini, Pak Doni lah yang selalu memulai dengan memberinya rangsangan-rangsangan sebelum menyetubuhinya.
“Gak sabar ya? Sama saya juga. Melihatmu dengan balutan pakaian tertutup seperti ini. Membuat saya gemas ingin membukanya.” Ucap pak Doni sambil melepas bath robes nya hingga tubuhnya yang gempal itu nampak seluruhnya dihadapan Aurel.
Aurel terkejut saat mengetahui rupanya penis pak Doni sudah menegak kencang sedari tadi. Pak Doni pun duduk di sebelah Aurel sambil mempertontonkan penisnya yang ia banggakan selama ini.
“Kamu boleh memulainya sekarang, sayang. Ini silahkan mainkan seperti biasanya.” Ucap pak Doni sambil menuntun tangan kanan Aurel ke arah penisnya. Sementara tangan kirinya mendekap dagu Aurel lalu mengarahkannya untuk menatap ke arah wajahnya.
“Kamu cantik sekali malam ini sayang, saya jadi gemas ingin menciummu.” Ucap pak Doni sambil mendekatkan wajah Aurel ke wajahnya.
Maafin aku, Mas. Aku janji ini yang terakhir kali.
Batin Aurel sambil memejamkan mata.
Pak Doni mengulum bibir Aurel dengan penuh perasaan seolah-olah itu adalah kali terakhir dirinya bisa menciumnya. Aurel terkejut karena cara pak Doni dalam mencumbunya kali ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Biasanya pak Doni mencumbunya dengan ganas. Namun kali ini, cumbuannya membuat dirinya hanyut akan kenikmatan yang ia rasakan.
Pak Doni seolah memainkan psikologis Aurel. Ia memperlakukan Aurel dengan lembut. Ia membelai punggungnya juga menahan sisi belakang kepalanya menggunakan tangan satunya. Lidahnya pun turut serta dengan menerobos masuk ke dalam mulut bidadari mungil itu.
Aurel menjadi semakin hanyut akan cumbuan pria tua itu. Ia merasa nyaman hingga tak sadar ia membalas cumbuannya. Ia mengulum lidah pria tua itu. Kepalanya bergerak maju mundur. Bahkan lidahnya juga ikut hingga lidah mereka saling beradu.
Tak ketinggalan tangan kanannya terus bergerak naik turun untuk mengocok penis berkulup pak Doni. Aurel mengocoknya dengan lembut, hingga penis itu makin lama makin membesar terkena rangsangan tangannya.
Tak cukup dengan French kiss yang pak tua itu lakukan, tangan pak Doni mulai bergerilya dengan melepas jaket kardigan yang Aurel kenakan. Setelahnya ia mulai menurunkan resleting gamis yang berada di punggung. Sedikit demi sedikit resleting itu turun hingga memperlihatkan kait tali bra berwarna putih yang melingkar di punggungnya.
“Saya buka dulu ya gamis yang kamu kenakan.”
Sikap lembut yang pak Doni tunjukkan membuat Aurel menuruti setiap apa yang pak Doni katakan. Aurel pun mengangguk saja menuruti perkataannya. Bahkan ia turut membantu pak Doni dengan menelanjangi dirinya sendiri. Aurel lekas berdiri lalu membiarkan gamis itu melorot hingga jatuh ke lantai.
Pak Doni tersenyum melihat keindahan Aurel yang hanya dibalut bikini serta hijab yang masih menutupi. Ia ikut berdiri. Tangan kirinya melingkar di pinggang ramping Aurel. Tangan kanannya pun bergerak untuk mendekap dada indah Aurel yang masih tertutupi branya.
“Aaaahhhhhhh.” Aurel terangsang dengan sentuhan lembut pak Doni di dadanya. Pipinya pun memerah menyadari suaranya tadi cukup untuk merangsang birahi atasannya.
“Kamu cantik sekali sayang, saya suka.” Pujinya sambil menggeser cup bra hingga bukit payudara kanan Aurel terbuka seutuhnya. Pak Doni langsung meremasnya sambil kembali mencumbu bibirnya.
Sedangkan tangan yang tadinya melingkar di pinggang Aurel mulai merayap masuk ke dalam celana dalam yang dikenakannya. Aurel merinding gila saat jemari kasar pria tua itu mengusap bibir vaginanya yang mulai basah terkena rangsangannya.
Pak Doni terus melancarkan aksinya. Cara berbeda yang ia tunjukkan terbukti ampuh untuk membuat Aurel takluk dalam pelukannya. Dikala bibirnya terus bercumbu, tangannya terus memainkan dada bulatnya, ia bahkan menarik-narik puting Aurel yang berwarna pink. Ia bahkan memelintirnya yang membuat bidadari mungil itu mendesah penuh kenikmatan di sela-sela cumbuannya.
“Mmppphhhhh aaahhhh… Aaahhhhhh sllluurrppp… Aaahhhhhh.”
Tak cukup sampai disitu, tangan kirinya terus bergerilya dalam mengusap-ngusap pintu masuk vagina Aurel. Jemari tengahnya bergerak turun hingga terjepit diantara dua pintu masuk itu. Lalu jemari tengahnya kembali naik, lalu turun lagi, lalu naik lagi, lalu turun lagi. Rangsangan yang terus ia lakukan membuat jemarinya semakin basah terkena cairan cintanya. Aurel semakin hanyut. Ia tak menyangka dirinya akan membiarkan pria tua itu bertindak sesukanya pada tubuh mungilnya.
Setelah puas mencumbunya, pak Doni pun melepaskannya lalu menatap wajah Aurel dengan penuh makna. Nampak liur masih melekat diantara bibir mereka seolah keduanya tak ingin berhenti mencumbu. Ditatap seperti itu membuat Aurel merasa malu. Pipinya memerah. Pak Doni jadi makin gemas ingin menelanjangi bidadari pemuasnya.
“Kamu jadi makin jago ya sekarang.” Puji pak Doni mengomentari cumbuan Aurel.
“Bapak yang jago, saya cuma mengikuti bapak saja.” Jawab Aurel merendah.
Pak Doni pun lekas melepas ikatan bra yang melekat pada tubuh Aurel, ia juga memelorotkan celana dalamnya. Tak lupa ia juga melepas hijab yang melingkar di wajahnya hingga dalam sekejap, Aurel sudah bertelanjang bulat dihadapan atasannya.
MEWJ7PS_t.png
AUREL
Pak Doni tersenyum puas melihat keindahan Aurel yang tidak tertutupi satu helai benang pun. Rambutnya yang panjang digerai begitu saja. Senyum malu-malu menghiasi wajah indahnya. Hidungnya yang mancung khas wanita arabia, serta bibirnya yang merona. Namun itu belum semuanya.
Saat pak Doni menurunkan pandangannya. Ia terpesona pada dua bola indah yang melekat kencang di dadanya. Meski Aurel memiliki tubuh yang mungil. Namun ia dibekali dua payudara bulat yang menggantung sempurna. Ukurannya tidak terlalu besar dan tidak juga kecil. Ia menggantung kencang tanpa jatuh ke bawah. Warna putingnya yang pink menambah keindahan yang ia miliki.
Juga dengan lekukan tubuh yang menyerupai gitar spanyol. Kulitnya yang mulus, halus dan berwarna bening semakin membangkitkan gairah syahwat yang pak Doni miliki. Belum lagi dengan serabi lempit yang tersembunyi diantara 2 selangkangannya. Meski ia sudah berkali-kali mencicipinya. Ia tak pernah bosan untuk menikmatinya.
“Jangan melihat saya seperti itu pak, saya malu.” Ucap Aurel sambil menutupi tubuhnya menggunakan tangan sebisanya.
Pak Doni tersenyum lalu mendekati bidadari cantik itu.
“Maaf sayang, habisnya tubuh kamu itu terlalu indah untuk dinikmati. Saya jadi teralihkan oleh kesempurnaan yang kamu miliki.” Gombalnya yang membuat Aurel tersipu.
Aurel pun bingung sendiri, kenapa ia hanyut akan kata-kata pria tua itu? Bukannya ia kemari untuk mengakhiri semuanya?
Kena kau sayang? Kamu kira mudah untuk lepas dari pelukan saya? Lihat, saya akan menyentuh hatimu agar dirimu tak pernah bisa pergi selamanya dari saya.
Pak Doni terus mencoba mempermainkan psikologis Aurel. Ia terus memujinya dan memberikan kenikmatan yang membuat Aurel sulit untuk pergi darinya.
“Saya mulai ya sayang.” Ucap Pak Doni yang gemas ingin menikmati tubuh indah Aurel.
Aurel mengangguk pasrah. Ia pun diminta bertumpu pada tembok. Dalam posisi berdiri membelakangi. Pak Doni sudah bersiap untuk menyelipkan penisnya lagi ke dalam liang senggama Aurel.
“Paaakkkk aaahhhhh.” Aurel terkejut saat vaginanya menerima tekanan dari penis pak Doni yang mulai memaksa masuk.
Meski vaginanya sudah beberapa kali dimasuki, vaginanya masih belum beradaptasi dengan penis pak Doni yang berdiameter besar. Aurel meringis dan merintih menahan perih saat penis berkulup pak Doni merengsek masuk.
Pak Doni terus berusaha memasukkan pusakanya sambil melenguh-lenguh. Setelah beberapa saat menarik dan mendorong pelatuknya, akhirnya masuklah seluruh penis itu ke dalam vaginanya. Walaupun nafsu pak Doni sudah di ubun-ubun, pak Doni tetap berhati-hati agar persetubuhannya tidak cepat usai.
Ia memaju mundurkan pinggulnya secara perlahan menikmati setiap gesekan yang merangsang penisnya. Sementara itu air mata Aurel meleleh lagi merasakan tubuhnya kembali dikotori oleh pak Doni.
Maaafff maasss… Maaafffff…
“Akhirnya masuk juga kontol saya… Memekmu seret juga ya? Saya paling suka sama tipikal memek yang kayak gini.” Bisik pak Doni di telinga Aurel.
Sesaat kemudian, pak Doni sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya pelan, tapi makin lama makin cepat yang membuat Aurel tak kuasa menahan erangan setiap kali penis berkulup itu menghujam lubang kenikmatannnya dengan begitu dalam.
Gesekan demi gesekan yang timbul dari kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh Aurel hingga matanya membelalak dan mulutnya menganga mengeluarkan rintihan. Pak Doni pun mengangkat paha kiri Aurel sepinggang agar tusukannya semakin dalam.
“Aaahhhhhh… Aahhhhh… Aaahhhhh.”
Menit demi menit berlalu, pak Doni masih bersemangat menggenjot tubuh Aurel. Sementara Aurel semakin kehilangan kendali. Ia kini sudah tidak terlihat seperti seseorang yang dipaksa lagi. Kelembutan yang ia terima di awal juga hujaman penuh tenaga yang ia terima belakangan membuat birahinya semakin tidak terkontrol lagi. Ia nampak hanyut menikmati ulah bajingan tua yang terus menghujami vaginanya dengan penuh nafsu.
Lalu tanpa mencabut penisnya, pak Doni menarik tubuh Aurel mundur hingga bajingan tua itu terduduk di kursi hotel. Uniknya tanpa disuruh, Aurel memacu dan menggoyangkan pinggulnya naik turun diatas pangkuan pak Doni. Aurel terus bergoyang, mengulek penis pria tua itu dalam posisi duduk membelakangi.
“Aaahhhh iyahh terusss sayaanggg… Terusss… Goyanggg terusssss…”
Rasanya menyebalkan saat pria tua itu terus memintanya bergoyang. Rasannya seperti ia menuruti kemauannya. Padahal ia melakukannya atas dasar nafsunya sendiri. Ia bergoyang karena ingin melampiaskan nafsunya yang sudah dipancing keluar oleh pria tua itu.
“Sinii sayangg hadappp sini.” Pak Doni pun meminta Aurel memutar tubuhnya. Aurel yang sudah kepalang tanggung menurutinya. Kini Aurel duduk dalam posisi berhadap-hadapan dengan pria tua itu.
Aurel kembali bergoyang, menikmati keperkasaan penis pak Doni yang masih berdiri tegak. Ia yang sedari tadi memejam, terkejut saat dirinya membuka matanya. Nampak Pak Doni tersenyum menatapnya dengan takjub. Terlihat dirinya begitu senang saat ada bidadari mungil yang bergoyang diatas pangkuannya.
Gerakan payudara Aurel yang naik turun membuat Pak Doni semakin bernafsu. Ia pun mengenyot payudara Aurel secara bergantian. Dikala ia mengenyot payudara kirinya, tangannya meremas payudara kanannya dengan kuat. Begitu juga sebaliknya. Ia terus melakukannya sambil menikmati goyangan Aurel yang semakin kencang.
“Aaahhhh bapaaakkk… Aaahhhh sakiiittt… Aahhh jangann digigit!” Aurel merintih saat Pak Doni menggigit pentilnya karena terlalu gemas. Namun tidak hanya perih yang ia rasakan saat ini, tapi juga kepuasan serta kenikmatan yang sulit untuk ia jelaskan. Tangan kanan Aurel pun memegangi rambutnya, ia mengikat rambutnya ke belakang dengan gaya rambut kuda poni. Hal ini membuat leher jenjangnya semakin terlihat jelas. Pak Doni yang tergoda pun berpindah dengan menjilati leher jenjang sang dewi.
MEWJ7PQ_t.png
AUREL
“Aaaahhhh yaahhh... Aaahhh paakkk… Aaahhhhh.” Aurel mendesah kenikmatan. Tubuhnya yang mungil pun jatuh ke dalam pelukan pak Doni. Pria tua itu mendekap tubuh mungil itu dengan erat. Pinggulnya kembali aktif bergerak membombardir liang senggama sang bidadari.
Hampir lima menit keduanya bersetubuh dalam posisi seperti itu. Pak Doni yang tak kuasa lagi segera menggendong Aurel lalu menidurkannya diatas ranjang.
“Aaaahhhhhh.” Aurel yang lemas tak berdaya terbaring pasrah dengan sejuta keindahan yang terhias di tubuhnya.
Pak Doni tersenyum puas. Ia segera melebarkan kedua kaki Aurel untuk menusukkan kembali penis berkulup miliknya ke dalam liang senggamanya.
“Aaaaaahhhhhhhh.” Aurel mendesah nikmat. Tak disangka tusukannya begitu dalam hingga menembus pangkal rahimnya.
“Aaahhhhh… Aahhhh… Aahhhhh sungguh indah tubuhmu ini sayaannggg… Aahhh sayang sekali setelah ini kita tidak bisa seperti ini lagiiii… Padahal saya sudah kecanduan… Saya sudah candu untuk menikmati tubuh indahmu iniiii.” Racau pak Doni saat menyetubuhinya dalam gaya missionaris.
“Aaahhhh… Aaahhhh pelaaannnn paakkkk… Aaahhhh tusukan bapak kuat sekaliiii… Aahhh pelaannnnn… Pelaannnnn.” Ia tak membalas ucapan pak Doni. Ia hanya fokus menikmati tiap tusukannya. Yang mungkin tidak dapat ia rasakan lagi setelah ini.
Pak Doni menjatuhkan tubuhnya. Kedua tangannya mendekap kedua lengan Aurel. Tangan Aurel pun direnggangkannya. Wajahnya dengan penuh nafsu menatap wajah ayu Aurel.
“Aaaahhhhh… Aahhhhh… Aaahhhhh.” Aurel hanya pasrah menerima setiap tusukan yang pria itu berikan. Aurel sampai menganga lebar. Matanya memejam menikmati tiap tusukannya yang begitu dahsyat.
Namun diluar dugaan, tiba-tiba pak Doni meneteskan liurnya disaat Aurel sedang mendesah keenakan.
Liur itu jatuh ke dalam mulut Aurel, belum usai rasa terkejutnya, pria tua itu langsung menjepit bibir Aurel lagi sambil memasukkan lidahnya ke dalam.
Plokkkk… Plookkkk… Plookkkkk….
Suara benturan antar kelamin mereka terdengar begitu kencang. Syahwat yang memuncak ditambah nafsu yang semakin meluap membuat keduanya tiba diambang batas. Pak Doni mempercepat hujamannya sembari mengkokop bibir Aurel dengan sangat nikmat.
“Slluurrppp mppphhh… Slluurrppphh mpppphhh… Sllurrpphh iyaahhh.”
Nafas keduanya terengah-engah. Pandangan mereka berkunang-kunang. Rasa nikmat dari persetubuhan mereka sudah hampir mencapai puncak.
Ahh gawaatt… Saya terlalu nafsu… Saya sudah mau keluar!!!
Batin pak Doni sambil terus menggempur Aurel.
Aaahhhhhhh… Aahhhhh… Aahhh maafiin akuu maass… Ini kali terakhir aku mengkhianatimu… Setelah ini aku hanya milikmu maas… Maafiinn akuuuu…
Plokkk… Plokkk… Plokkk….
Hujaman demi hujaman terus berlangsung. Tusukan demi tusukan terus dilakukan. Keduanya tak mampu menahan diri lagi. Keduanya pun takluk dengan satu tusukan dari pak Doni yang menghujam begitu dalam.
Crrooottttttttt!!!!
“Aaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!”
Semburan sperma pak Doni dengan kencang membanjiri liang senggama Aurel. Tak lama kemudian cairan cinta Aurel yang ikut keluar membanjiri rahimnya. Campuran cairan cinta dari keduanya membuat rahim Aurel meluap. Lelehannya pun keluar dari sela-sela rongga vaginanya. Lelehannya itu mengalir membanjiri sprei di ranjang hotel tersebut.
“Hah. Hah. Hah. Puasnyaaaaa…. Puasnyaaaa!!!” Seru pak Doni saat jatuh ambruk menindihi tubuh mungil Aurel.
Aurel terus terengah-engah. Matanya memejam nikmat. Ia bersyukur mimpi buruknya di bulan September berakhir. Setelah ini ia tak perlu lagi melayani si tua bangka ini. Ia bisa fokus tuk menjalin hubungannya lagi dengan Lutfi, sang calon suami.
“Hah. Hah. Hah. Sudah kan pak? Bapak akan menepati janji bapak kan?” Lirih Aurel disela-sela hembusan nafasnya.
“Hah. Hah. Hah. Tentu, saya itu pria yang menepati janji tau! Sana mandi dulu!!!” Ucap pak Doni yang sudah berbaring disamping Aurel.
Aurel dengan lemas mencoba berdiri, saat itulah campuran lelehan cinta mereka mengalir deras dari dalam rongga vaginanya. Aurel sampai bergidik nikmat. Ia mulai khawatir. Ia pun berharap, semoga sperma yang masuk ke dalam rahimnya tidak menjadi janin.
Semoga saja!
Sesaat Aurel masuk ke kamar mandi, saat dirinya hendak menutup pintu kamar mandi. Tiba-tiba pak Doni kembali. Aurel pun terkejut bukan main.
“Eh, apa lagi pak?”
“Ayo kita mandi bareng.” Ucapnya dengan senyuman mesum.
Tentu di dalam mereka tidak hanya mandi bersama. Tapi kembali bersetubuh menjalankan ronde kedua. Aurel kembali digempurnya dan dihamili untuk kedua kalinya. Lelehan sperma itu kembali membanjiri rahimnya. Aurel semakin lemas tak berdaya.
Alih-alih berakhir, Aurel kembali digagahi. Pak Doni memanfaatkan momen terakhir ini dengan terus menyetubuhi dan memuntahkan seluruh isi spermanya di rahim Aurel. Terhitung sudah tujuh kali dirinya mengisi rahim Aurel dengan spermanya. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Barulah keduanya tertidur karena lemas tak berdaya.
Aurel terlelap dalam pelukan pria tua itu. Ia tertidur pulas. Setelah dihamili berulang kali oleh si bajingan laknat.
$-$-$
KEESOKAN PAGINYA.
Mata Aurel berkedap-kedip menahan rasa kantuk yang masih berkuasa dikala dirinya terbangun diatas ranjang empuk seorang diri.
“Eh ini dimana?” Aurel mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Kenapa dirinya bisa berada di ruangan ini.
“Ah benar!” Aurel teringat kejadian semalam. Ia lekas bangkit ke posisi duduk. Wajahnya menoleh ke kanan juga ke kiri. Ia mencoba mencari pak Doni. Tapi kenapa ia hanya seorang diri?
“Dimana pak Doni?” Aurel yang masih telanjang bulat mencoba mencari ke kamar mandi. Ia tak menemukan seorang pun disana. Ia mencoba mencari ke setiap sudut ruangan, tapi ia juga tak menemukan seorang pun disana.
“Apakah ia sudah pergi?” Ia buru-buru kembali ke ranjang untuk mengambil hapenya.
Namun, saat ia kembali ke ranjang tidur yang berantakan. Ia menemukan sepucuk surat yang tergeletak diatas meja kecil disamping ranjang hotel.
Aurel pun duduk di tepi ranjang sambil membaca surat tersebut.
Terima kasih karena sudah melayani saya semalaman. Saya sangat puas. Saya pamit pergi terlebih dahulu karena ada keperluan. Silahkan, setelah ini kamu boleh pergi tanpa perlu kembali ke kantor. Uang 10 juta yang pernah saya berikan tak perlu kamu kembalikan. Saya juga memberikan lima juta tambahan untuk bonus kepuasan saya. Silahkan digunakan seperlunya. Semoga itu cukup untuk memenuhi kehidupan kamu setelahnya.
Aurel terharu bukan main. Ia tak menyangka pak Doni tidak mengambil 10 juta yang hendak ia kembalikan. Bahkan ia diberi lima juta tambahan untuk memenuhi kehidupannya. Ia bersyukur. Ia sangat senang dengan rezeki yang didapatkannya.
Ia jadi teringat perkataan ustadzahnya saat di pondok dahulu.
Rezeki bisa datang dari tempat yang tidak ia sangka-sangka.
Ia pun bergegas mandi, tuk membersihkan diri lalu pulang untuk menemui Lutfi.
$-$-$
1 TAHUN KEMUDIAN
Pada suatu hari di bulan September tahun 2021
“Silahkan mas, ini jusnya.” Aurel tersenyum ramah saat memberikan pesanan dari seorang pelanggan yang membeli dagangannya.
“Sayang, boleh minta tolong ambilkan uang 2000 buat kembalian.” Ucap Lutfi yang sibuk melayani pelanggan lainnya.
“Eh iya, ini Mas.” Aurel tersenyum sambil memberikan apa yang suaminya minta.
“Makasih.” Lutfi tersenyum membalas senyuman istrinya.
Akhirnya masa-masa sulit itu berakhir. Teringat 1 tahun yang lalu ketika keduanya masih berjuang dalam mencari rezeki, kini keduanya sudah sah menjadi pasangan suami istri. Bisnis penjualan jus yang mereka kembangkan juga semakin sukses. Kini mereka tidak lagi berjualan menggunakan booth, tapi mereka menyewa kios dan mengembangkannya menjadi sebuah kafé. Mereka juga dianugerahi seorang putra yang tentunya menambah kebahagiaan mereka.
“Ehh dedekk kenapaaa? Mau jus? Iya, mau jus?” Tanya Aurel pada putranya yang terlihat menangis disebelahnya.
Terlihat bayi yang diberi nama Farrel itu mengangguk. Aurel sebagai ibunya pun tersenyum. Lutfi juga tersenyum melihat kelucuan Farrel.
“Akhirnya sayang, kita sukses juga.” Ucap Lutfi sambil melihat kafé nya dipenuhi oleh pelanggan.
“Iya sayang, alhamdulillah, semua berkat usaha kita.” Ucap Aurel sambil menggendong putra semata wayangnya.
“Makasih ya udah di sisi aku selama ini.” Ucap Lutfi tersenyum manis.
“Sama-sama sayang, aku akan selalu mendukung mas, apapun yang bakal terjadi suatu saat nanti.” Balas Aurel tersenyum manis.
Saat sedang asyik menikmati waktu berdua, tiba-tiba datanglah seorang pelanggan baru yang membuat keduanya harus melayani pelanggan tersebut.
“Selamat sore, saya mau pesan jus Alpukat tapi dibawa pulang ya.” Ucapnya yang membuat Lutfi segera melayani.
“Baik pak tunggu sebentar ya.” Lutfi tersenyum lalu segera membuatkan jus untuk pelanggannya.
Sementara Aurel terdiam. Ia membeku ditempat saat melihat seorang pelanggan yang datang ke kafénya.
Pak Doni?
Aurel terdiam menatap wajah pak Doni. Pak Doni hanya tersenyum lalu menatap balik wanita mungil itu sambil berpura-pura tidak mengenalnya.
“Ini ya, Pak…. Jusnya.”
“Berapa ya totalnya, mas?” Tanya pak Doni.
“12.000 aja pak.”
“Aduh ini ada kembaliannya gak ya?” Tanya pak Doni sambil memberikan uang kertas berjumlah lima puluh ribu.
“Tunggu sebentar ya, Pak.” Lutfi yang menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai kembalian segera menuju ke warung sebelah untuk menukar uangnya. “Dek mas mau nuker uang dulu ya.” Lanjut Lutfi pada istrinya.
“Eh iya sekarang hari jum’at kan ya? Aduh lupa belum update One Piece lagi. Jadi penasaran kelanjutan petualangan si Topi Jerami di Onigashima.” Saat Lutfi berjalan keluar, ia teringat kalau hari ini ia belum membaca manga favoritnya.
“Ada keperluan apa bapak kemari? Bukannya kisah kita sudah berakhir ya?” Sementara itu, Aurel yang memiliki kisah masa lalu dengan pak Doni mempertanyakan kehadiran pak Doni di kafénya.
“Apa salah kalau seorang ayah ingin menemui putranya?” Tanya pak Doni sambil melihat Farrel yang tampak girang saat melihatnya.
“Bagaimana bapak tahu kalau Farrel ini putra bapak?” Tanya Aurel terkejut.
“Jadi namanya Farrel ya? Lihat saja betapa bahagianya ia saat melihat saya.” Ucap pak Doni sambil bercanda pada putranya.
Aurel tampak tidak suka melihat keakraban Farrel dengan ayah kandungnya.
“Tolong setelah ini, jangan kesini lagi ya pak. Saya tidak mau bertemu bapak lagi. Saya tidak mau merusak keluarga kecil saya” Pinta Aurel dengan lirih.
“Kita lihat saja nanti. Ngomong-ngomong kamu menggunakan uang yang saya berikan dengan baik.” Ucap pak Doni sambil melihat ke sekitar. “Saya penasaran, kamu pasti menggunakan uang itu untuk biaya pernikahan kalian juga kan?”
“Itu bukan urusan bapak.” Jawab Aurel dengan ketus.
Pak Doni hanya tersenyum saja sambil memberikan kartu namanya.
“Ini, hubungi saya, kalau ada perlu.”
Aurel yang tidak sudi langsung membuangnya ke tempat sampah. Pak Doni hanya tertawa melihatnya. Seketika dari belakang nampak Lutfi sudah kembali.
“Ini Pak kembaliannya, maaf lama.” Ucap Lutfi dengan ramah.
“Gapapa, terima kasih ya.” Pak Doni pun tersenyum lalu berpaling pergi dari kafé tersebut.
Lutfi yang dari kejauhan melihat Aurel membuang pemberian pak Doni langsung bertanya.
“Tadi bapak yang tadi ngasih apa ke kamu, Yang? Kok dibuang?”
“Gapapa Mas. Anu gak penting.” Jawabnya dengan ketus.
“Permisi mas, boleh minta menunya.” Seorang pelanggan membuat Lutfi mendekat untuk melayaninya. “Oh iya mas, ini.”
Aurel jadi badmood setelah melihat kedatangan Pak Doni, berani-beraninya si bajingan tua itu menginjakkan kakinya ke kafenya setelah memberinya kenangan buruk. Jujur kalau ditanya bulan apa yang paling Aurel benci. Ia pasti akan menjawab bulan September.
Seketika Farrel menangis mengetahui ayah kandungnya telah pergi.
“Eh cup-cup-cup, sayang kenapa nangis? Sayang mau jus? Sayang laper?” Tanya Aurel mencoba membaca keinginan putranya.
Seketika matanya teralihkan pada kartu nama yang tadi dibuangnya. Ia kembali memungutnya. Ia teringat kata-kata yang pria tua tadi ucapkan.
Ini, hubungi saya, kalau ada perlu.
Aurel terdiam sambil mengingat kata-kata itu. Seketika Farrel tertawa saat melihat ibunya memegangi kartu nama ayah kandungnya.
“Eh sayang ketawa, sayang mau ini?” Aurel memberikan kartu nama pak Doni ke Farrel. Terlihat Farrel tertawa bahagia saat memegang kartu nama tersebut.
Kalau dipikir-pikir, pak Doni tidak hanya memberikan kenangan buruk untuknya. Tapi juga kenangan indah berupa bayi lucu yang saat ini duduk disebelahnya. Selain itu, pak Doni juga memberikan kepuasan dalam bercinta yang tak pernah Lutfi berikan kepadanya selama 11 bulan pernikahannya.
Ia jadi belajar untuk selalu melihat hal baik di setiap keadaan.
“Sayaannggg, bisa buatin latte gak?” Lutfi memanggil. Aurel pun terbangun dari lamunannya.
“Eh iya sayang.” Aurel yang terkejut langsung bergerak membuatkan segelas latte untuk pelanggannya.
Ditengah pembuatannya, ia tersenyum menatap putranya, ia kemudian mengambil kartu nama itu lalu menyimpannya di dalam dompetnya.
THE END
Popular Posts
-
Awalnya memang sangat takut kalo memek aku di entot rame-rame. karena sebenenya aku juga kurang punya nafsu seks yang bisa melayani banyak k...
-
SEPOTONG ROTI Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia meng...
-
Istriku bernama Diana, aku sudah menikah 3 tahun denganya. Ia seorang perempuan keturunan chinese yang berpenampilan sangat menarik. Umurnya...
Recent Posts
Categories
- 46
- Ainun
- Aisyah
- Alice
- Alya
- Amel
- Ana
- Andari
- Andhini
- Ani
- Anisa
- Anita
- Anna
- Arin
- Artika
- Astrid
- atik
- Aurel
- Ayu
- Bunga
- Cheating
- Cindy
- Citra
- Claudia
- Cuckold
- Dayu
- Della
- Desi
- Devy
- Dewi
- Dhea
- Dhini
- Diah
- Dian
- Diana
- Dinda
- Dita
- Elizabeth
- Ely
- Erlina
- Erna
- Fafa
- Fatimah
- Fitri
- Frieska
- Friska
- Gina
- Hanifah
- hardcore
- Hasna
- Hesti
- Ika
- Indri
- Ines
- Inneke
- Irma
- Istri
- Istri Rudi
- Jeng Yati
- Jeny
- Juleha
- Keke
- Lala
- Lani
- Lathifa
- Lia
- Lidya
- Lily
- Lina
- Lis
- Lisa
- Lulu
- Mama Adit
- Mama Kirana
- Marlene
- Marscha
- Maya
- Mayang
- Mega
- Meira
- Melyana
- Mertua
- Mila
- Mirna
- Murni
- Nabila
- Nadia
- Nana
- Narti
- Naura
- Nayla
- Nia
- Nidya
- Nina
- Nisa
- Nita
- Novi
- Nunik
- Nuning
- Nuri
- Party
- Putri
- Rahma
- Rani
- Ratih
- Renata
- Reni
- Rina
- Rini
- Ririn
- Risa
- Riska
- Risnawati
- Rista
- Rita
- RT
- Ruri
- Sandra
- Sarah
- Sari
- Selina
- Shifa
- Shinta
- Silvi
- Sinta
- Sisca
- Siska
- Sita
- Sonya
- Stella
- Swinger
- Syalwa
- Tari
- Tia
- Ummi Kuntum
- Unfinished
- Utami
- Vani
- Venny
- Vera
- Vina
- Vira
- Wahyu
- Warni
- Wati
- Widya
- Yola
- Yuli
- Yulia
- Yuna
- Yuni
Unordered List
Pages
Blog Archive
-
▼
2025
(7)
- ► March 2025 (1)
- ► February 2025 (2)
-
►
2024
(10)
- ► December 2024 (1)
- ► April 2024 (2)
-
►
2023
(25)
- ► September 2023 (2)
- ► August 2023 (2)
- ► March 2023 (4)
- ► February 2023 (1)
- ► January 2023 (2)
-
►
2022
(18)
- ► September 2022 (1)
- ► August 2022 (2)
- ► April 2022 (2)
- ► March 2022 (2)
- ► February 2022 (3)
-
►
2021
(1)
- ► December 2021 (1)
-
►
2020
(87)
- ► August 2020 (3)
- ► March 2020 (82)
Search This Blog
Powered by Blogger.
Jual NYOKAP Ke Temen, Karena Pandemi Corona by azermind2020
[[ EPISODE 1 ]] JUAL NYOKAP KE TEMEN, KARENA PANDEMI CORONA ( Ilustrasi Mama Adit ) Namaku Adit, tahun ini aku baru duduk di bangku SMA kel...

0 comments:
Post a Comment