Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 32 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 36 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono yang sekarang baru menginjak bangku Sekolah menengah pertama. Namun Evan sendiri semenjak masuk SMP, Evan tinggal dirumah orang tuanya yang memang dimana jarak antara rumah orang tua Widya dengan sekolah Evan belajar lumayan dekat dibanding rumah yang Widya tempati. Evan kadang mengunjungi ibunya tiap malam minggu dan selalu menginap. Evan akan kembali pulang ke rumah nenek atau ibu Widya pada Senin pagi. Sebenarnya Widya merasa sangat kesepian setelah ditinggal sang suami, kini anak semata wayangnya terpaksa harus ia titipkan di rumah ibunya semata-mata hanya untuk mengirit pengeluaran yang mulai memburuk sejak ditinggal meninggal oleh Harjo.+
Widya sebenarnya bisa memperbaiki masalah yang dihadapinya demgan cara menikah kembali. Widya cantik, mulus dan untuk badannya sendiri sangatlah terawat dan kalaupun Widya ada niatan untuk mencari pria pengganti Harjo pasti dengan cepat bisa Widya dapatkan. Sayangnya Widya belum memikirkan hal itu sampai 3 tahun ini. Ia hanya fokus pada anak serta kehidupannya.
Widya belum memikirkan akan sosok pengganti ayah bagi Evan, tapi sejauh ini sudah banyak lelaki yang mendekati Widya untuk mempersuntingnya dengan menerima statusnya sebagai janda anak satu, bahkan ibunya sendiri menyarankan Widya untuk menikah kembali karna umur Widya yang masih muda tersebut, tapi lagi-lagi Widya tolak dengan halus.
Dari segi bisnis. Widya mempunyai bisnis sampingan berupa jasa Katering yang selama ini ia kerjakan, tapi sekarang sudah mulai tak pasti ada pesanan yang masuk. Karna hal itu Widya benar-benar memutar otak supaya semaksimal mungkin ia bisa membiayai terus sekolah anaknya dan juga membiayai kehidupan dirinya sendiri pula.
Bukan ibu Widya maupun saudaranya tak mau membantu, mereka sudah sangatlah sering menawarkan bantuan tetapi dari pihak Widya nya sendiri menolak halus dan lebih berusaha sendiri sebisa mungkin karna ini memang tanggung jawabnya sebagai orang tua bagi anaknya.
Seperti saat ini, Evan datang mengunjungi Widya dengan kabar yang membuat Widya buntu. Dimana Evan memberitahukan ibunya bahwa uang SPP yang sudah 4 bulan belum dibayar sudah kembali di tanyakan oleh pihak sekolah. Sebenarnya kalau Widya meminta bantuan ibunya pasti semua masalah akan selesai tapi kembali lagi ke ego Widya dengan alasan Tanggung Jawab.
“Nanti mama cari uangnya, kamu bilang aja dulu sama kepala sekolah buat kasih mama waktu lagi”, ucap Widya masih mencoba untuk tersenyum.
“Tapi kata kepala sekolah mama hanya dikasih waktu sampai bulan depan, kalau bulan depan mama ga bisa bayar katanya untuk sementara Evan dilarang untuk masuk sekolah sampai mama bisa bayar semuanya”, tutur Evan pada Widya.
“Iya, mama bakal usaha secepatnya. Kamu ga usah pikirkan hal ini, kamu yang penting belajar aja yang tajin biar jadi orang pintar terus jadi orang yang sukses”, ucap Widya pada anaknya. Evan mengangguk.
“Yaudah makan dulu gih”, suruh Widya.
“Mama tau aja kalo Evan belum makan. Hihihihi...”
“Yakan emang udah kebiasaan kamu kalo hari Sabtu langsung ke rumah tanpa balik ke rumah nenek dulu”. Evan hanya tersenyum lebar sambil berlari pelan ke arah kamarnya untuk berganti pakaian.
“mah, Evan menginap disini ya selama libur satu minggu ini”
Sesaat setelah anaknya masuk ke dalam kamar, ponsel Widya mendapat pesan masuk dari ibunya yang bertanya tentang apa cucunya sudah ke rumah Widya atau belum. Seperti itulah ibu Widya terhadap anaknya. Evan oleh neneknya sangatlah dimanja, tapi walau dapat perlakuan seperti itu dari neneknya, Evan tak menjadi seorang anak yang manja pula. Karna rasa sayang neneknya terhadap Evan, jika Evan pergi entah kemana pasti selalu ia khawatirkan.
Sore harinya ketika Widya berada di depan rumah sedang mengisi waktu luangnya merawat tanaman, tetangga rumahnya menyapa Widya dengan sapaan ala ibu-ibu rumah tangga.
“rajin banget bu Widya ini”
“Eh, iya bu buat isi waktu luang aja ini”
“tanaman tiap sore disiram, tapi yang siram kangen disiram juga ga nih? Hehehe”, canda tetangganya itu yang bernama bu Nonik.
“ibu bisa aja. Ibu juga rajin tiap sore pasti olahraga gitu. Biar singset ya bu”, balas canda Widya.
Bu Nonik yang awalnya sedang lari kecil sore menghentikan kegiatannya dan mengobrol bersama Widya di depan rumah.
“kelihatannya lagi bingung banget ibu Widya ini. Kelihatan jelas loh dari mukanya”
Widya tersenyum, “iya ini bu. Saya lagi bingung soalnya uang SPP Evan sudah 4 bulan belum dibayar. Sedangkan Katering saya juga udah merosot, hutang bank juga lagi dikejar-kejar”, ujar Widya.
Bu Nonik terdiam setelah mendengar masalah yang Widya alami. Bu Nonik terlihat berpikir untuk membantu bagaimana caranya masalah tetangganya itu bisa diselesaikan.
“Bu Widya mau dengerin saran saya ga?”, Tanya bu Nonik.
“Saran apa, bu? Kalo emang bisa membantu mungkin saya bisa terima saran bu Nonik”
“Giman ya bilangnya. Hmmm... Sebenernya saya sih belum pernah, tapi teman saya sudah coba cara ini dan cerita ini juga teman saya yang ceritain”
“semacam.... semacam pasang pelaris gitu, Cuma bukan pelaris jualan, tapi pelaris rezeki katanya. Teman saya udah coba hal itu dan memang benar hanya beberapa minggu setelahnya teman saya itu kaya ketiban durian runtuh. Yang awalnya banyak hutang malah sekarang bisa beli mobil bagus”, ujar bu Nonik.
“ah ga, bu. Itu sama saja dosa. Ga mau saya, bu kalo kaya gitu”, tolak Widya.
“saya kan Cuma kasih saran aja, bu. Kalo ibu pikir-pikir lagi juga dari mana ibu bisa dapetin uang buat bayar SPP Evan? Iya buat SPP emang ga terlalu besar, tapi coba ibu bayangin gimana bayar hutang bank yang jumlahnya bukan satu dua juta aja. Kalo ga salah hutang peninggalan pak Harjo kan diatas 200 Jt. Memang dicicil, tapi hutang segitu bisa berapa tahun baru lunas, bu?”, ucap bu Nonik.
“Ya saya sih ga paksa, Cuma coba ibu pikirin lagi deh. Kapan lagi bisa dapat duit dalam waktu ga terlalu lama dan dalam jumlah besar”
Widya mencoba mencerna ucapan bu Nonik. “kalau semisal. Semisal ini ya, kalo emang bayar buat pasang kaya gitu berapa, bu?”
“kalo buat bayar sih kata teman saya gratis, cuman...cuman kata teman saya proses pemasangan pelaris itu berat, bu. Ga tau berat dalam segi apa, soalnya teman saya ga kasih tau kaya apa prosesnya”
“pernah bilang juga sih kalo proses pemasangannya itu enak dan setelah proses pemasangan pun juga harus tetap melakukan ritual rutin katanya buat jaga kualitas pelaris yang dipakai”, ujar bu Nonik.
“Enak? Bersetubuh kah?”, kaget Widya.
“kalo untuk itu saya ga tau, bu. Tapi ada kemungkinan juga prosesnya seperti itu karna memang teman saya pas jelasin ada kata-kata kalo semakin sering disiram akan semakin bagus. Nah mungkin yang dimaksud disiram itu ya hal yang berhubungan dengan Bersetubuh”
“Tapi tadi katanya setelah proses pemasangan, harus tetap melakukan ritual buat jaga kualitas pelaris yang dipakai. Berarti dengan kata lain harus bersetubuh secara rutin dengan orang yang memasangkan itu?”, ucap Widya dan tanpa bu Nonik sadari entah kenapa karna pembicaraan tersebut, kedua puting Widya terasa semakin mengeras.
“ya mungkin, saya kan belum pernah coba, bu. Tapi kalo emang kaya gitu kan berarti enak juga toh, bu. Dapat uang banyak iya, dapat yang enak-enak juga iya”, balas bu Nonik dengan tersenyum meledek.
“kaya wanita murahan dong, bu. Tiap dipakai terus dapat uang”
“Ya beda lah, bu. Disini memang kalo bersetubuh dapat uang kasaranya, tapi kalo ga bersetubuh juga masih bisa dapat uang, tapi ga sebanyak kalo bersetubuh. Cuma kalo seterusnya ga bersetubuh ya lama-lama ga dapet uang sama sekali. Intinya pelaris ya ditanam di tubuh orang itu supaya menghasilkan uang harus dikasih makan dan makanan dia itu ya sperma lelaki, mungkin? Ya saya juga ga bisa simpulin kalo proses ada bersetubuh apa ga, tapi buat kemungkinannya kaya gitu”, sanggah bu Nonik.
“Kalau bu Widya berubah pikiran dan mau coba bisa bilang sama saya, nanti saya hubungin teman saya itu buat minta alamat orang yang bisa bantu memasangkan ke bu Widya ini”, lanjut bu Nonik.+
“Saya pikir-pikir dulu deh, bu buat hal ini”, ucap Widya.
“Iya, bu orang saya juga ga paksa. Yaudah kalo gitu saya pulang dulu deh, udah mau Maghrib soalnya”, ujar bu Nonik pamit.
“SPP Evan bakal ga ada masalah dan semua hutang pun bakal lunas. Coba dulu apa ga ya?”, pikir Widya.
Makan malam telah selesai disantap. Widya terlihat bersandar di tempat tidur sambil memikirkan saran yang dikasih oleh bu Nonik sore tadi. Widya bingung apakah ia akan mengambil jalan pintas tersebut atau harus bersusah payah dengan usahanya sendiri. Kalo untuk meminta bantuan ibunya itu tak terpikirkan oleh Widya karna memang kembali tak mau terlihat sangat menyusahkan di depan orang tuanya.
Sedari tadi Widya melamunkan saran yang ia dapat, hingga ia terpikirkan obrolan di bagian proses pemasangan. Tanpa sadar tangan kananya merambat masuk ke dalam celana tidurnya dan sedikit demi sedikit mulai memasukkan jarinya ke dalam lubang memeknya. Entah kenapa ia merasa sangat terangsang ketika teringat obrolan sore tadi dan ia terangsang jika membayangkan dirinya melakukan proses pemasangan tersebut dan harus bersetubuh dengan pria lain yang sama sekali tak ia kenal itu.
“Sshhhhh......”
Tanpa Widya sadari kembali, mulutnya mengeluarkan desahan kecil sambil memikirkan dirinya sedang disetubuhi oleh entah siapa pria itu. Membayangkan bagaimana dirinya disetubuhi dan seperti apa rasanya bersetubuh dengan pria lain selain oleh suami sah nya. Bahkan laju keluar masuk jarinya semakin cepat ingin mengejar kenikmatan.
“Ssshhh....enakkk....aku kangen...kamu...mas...sshhhh...”
“mass...Harjo...oowwhhhsss...”
Widya makin terbawa oleh suasana. Dari sebuah obrolan menjadikannya sebuah fantasi yang sama sekali belum pernah ia pikirkan selama ini. Sebuah fantasi dengan membayangkan dirinya tengah di sebadani oleh lelaki yang bukan suami sahnya dan lelaki tersebut lelaki yang tak ia kenal dan baru pertama kaki ia temui. Nafasnya tersengal, badannya panas dingin dan perasaannya merasakan hal yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Mungkin karna sudah 3 tahun ini Widya sama sekali tak melakukan hubungan badan ataupun masturbasi, dirinya dengan cepat bisa meraih orgasme yang pernah ia rasakan dulu, walau rasa yang didapat tak sebanding dengan benda yang semestinya memasuki lubangnya itu.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
“Aakkkhhhh....oowwsshhhh.....”
Orgasme pertama dalam kurun waktu 3 tahun akhirnya bisa Widya keluarkan. Terlihat jelas seprei sangat basah akibat orgasme pertamanya itu yang selama ini tak ia keluarkan.
HOSH!!! HOSH!!! HOSH!!!
Widya mencoba mengatur kembali nafasnya sehabis gelombang orgasme telah ia alami. Pada memeknya ia merasakan panas karna gesekan dan kocokkan jarinya sendiri pada memeknya.
“Aku tau ini dosa, tapi aku sudah tak tau harus seperti apa lagi. Akan aku ambil saran bu Nonik itu. Ya, aku harus ambil”, ucap Widya setelah gelombang orgasme mereda.
Keesokannya, hari minggu sehabis belanja sayuran pagi. Widya berjalan beriringan bersama bu Nonik dengan sebuah kantung plastik berisi bahan-bahan makanan di tangannya. Widya mulai mengutarakan tentang niatnya untuk mengambil saran yang diberikan oleh bu Nonik kemarin sore di depan teras rumahnya.
Awalnya bu Nonik kaget karna Widya mau mengambil cara tersebut, tapi di lain hal bu Nonik merasa senang akan keputusan yang Widya ambil tersebut. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh bu Nonik akan Widya.
“bu Widya beneran?”, tanya bu Nonik.
Widya mengangguk, “saya sudah bingung harus seperti apa lagi, bu. Saya bakal coba cara yang bu Nonik sarankan, walau saya sendiri juga sadar betul bahwa apa yang akan saya lakukan ini dosa yang penting anak saya bisa hidup dan bisa bersekolah tanpa ada masalah lagi, tanpa ada rasa malu atau minder karna orang tuanya tak bisa bayar uang SPP yang jumlahnya sebenarnya tak seberapa. Saya ga mau anak saya susah dan merasa malu, bu”, ujar Widya.
“Kalau keputusan bu Widya memang seperti itu, saya nanti bakal coba tanya detailnya lagi sama teman saya itu. Bu Widya tunggu aja kabar dari saya, kalo sudah nanti saya bakal ke rumah ibu buat kasih tau”. Widya mengangguk.
Sebelum bu Nonik masuk ke area pekarangan rumahnya, bu Nonik berbicara, “tapi ibu juga harus siap dengan prosesnya”. Widya menoleh, “iya, bu. Saya siap”. Jawab Widya.
Sore harinya Widya beserta anaknya, Evan berada di rumah ibunya Widya setelah siang tadi bu Nonik datang ke rumah untuk memberi tahu semua informasi yang ia dapatkan dari temannya. Tujuan Widya datang ke rumah ibunya semata-mata hanya ingin berpamitan untuk pergi sementara waktu ke suatu tempat dengan alasan mengajak Evan berlibur sebentar disaat sekolah libur.
Ibu Widya ingin ikut bersama anak beserta cucunya itu, namun Widya beralasan kalau liburan kali ini ia lakukan khusus untuk liburan keluarga antara anak dan ibunya. Tentunya Widya bilang dengan halus dan sopan pada ibunya, hingga sang ibu mengerti dan memperbolehkan mereka untuk pergi. Seperti seorang nenek yang sayang pada cucunya, ibu Widya memberi uang jajan untuk Evan karna ibu Widya tau pasti kalo Widya pasti tak akan mau menerima uang darinya, maka dati itu sang ibu hanya memberi pada Evan, cucu tersayangnya itu.
“Widya juga mau izin menginap di sini dulu, bu. Besok pagi kita berangkat soalnya”, ujar Widya.
“Rumah ibu, rumah kamu juga ngapain harus minta izin. Kamu menginap disini ataupun tinggal disini sekalipun juga ibu malah senang, Wid”
Widya menaruh beberapa barang bawaannya ke dalam kamar dan tak lama kembali menemui ibunya untuk melanjutkan mengobrol hal ringan sambil melepas kangen karna Widy jarang bertemu dengan ibunya, walau sebenarnya rumahnya dengan rumah ibu tam terlalu jauh, hanya memerlukan waktu setengah jam perjalanan.
“Kamu masih belum ada niatan buat cari pengganti Harjo, Wid? Maaf ibu tanya kaya gini lagi, ibu Cuma mau kalau kamu bisa hidup lebih baik lagi kalau ada sosok pria disampingmu”
“Maaf, bu. Buat sekarang Widya masih belum memikirkan hal itu, karang Widya memang merasa terlalu berat untuk Widya jalani sendiri, tapi hal itu masih belum terlalu mengganggu Widya”
“Banyak pria yang udah datang ke depan ibu buat deketin kamu, bahkan tak sedikit juga pria yang langsung ingin melamar kamu, Wid”
“aku tau akan hal itu, bu. Widya masih memikirkan, Widya bakal cari pengganti, tapi belum untuk sekarang”
Ibu Widya mengusap lembut tangan mulus Widya, “yaudah gapapa, semua kan kamu yang jalani. Kalo kamu merasa belum waktunya ya ga papa. Toh ibu juga selalu dukung apa yang kamu lakukan. Ibu hanya sayang sama kamu, sama cucu ibu juga”. Widya memeluk tubuh ibunya dari samping sambil menempatkan kepalanya diantara leher dan dada ibunya. “Makasih, bu”. Dan dibalas usapan lembut oleh ibunya di kepala Widya.
--
Pagi dimana keberangkatan Widya ditemani oleh anaknya, Evan telah tiba. Widya beserta anaknya berpamitan kepada kedua orang tuanya an pergi menggunakan angkutan umum menuju ke terminal bus karna tempat yang akan dituju memang memerlukan jasa angkutan bus karna lumayan jauh.
Sekitar setengah jam perjalanan menggunakan angkutan umum akhirnya ibu beserta anak tersebut telah sampai di dalam terminal bus. Dimana selama perjalanan tadi Widya kurang merasa nyaman karna tepat didepanya duduk seorang pria sambil memegang ponselnya dengan gelagat seperti sedang merekam dirinya, karna i bisa melihat betul arah dari kamera yang ditunjukkan padanya, tapi itu hanya perasaannya saja jadi ia tak berani untuk menugur pria tersebut.
Widya mencari bus yang bisa mengantarkan dirinya ke tempat yang akan ia tuju. Ternyata tempat tersebut sangatlah jarang dilewati oleh rute bus yang ada, dengan susah payah Widya bertanya kesana kemari untuk hal tersebut. Hingga akhirnya ia mendapatkan bus yang ia harapkan, namun dengan bayaran yang lumayan mahal.
“Maaf aja, bu. Rute yang akan ibu lewati memang jauh dan lumayan pelosok, jadi yang harus ibu bayar ya segitu dan lagian bus yang melayani rute tersebut memang sangatlah jarang, kalau ibu merasa keberatan ibu bisa cari bus lain dan itupun kalau dapat”, jelas calo bus.+
Widya terlihat berpikir dengan apa yang dijelaskan oleh bapak tersebut. Ada benarnya juga si bapak karna sedari tadi ia sangatlah sulit mencari bus yang bisa mengantarkan dirinya dan sekalinya dapat dengan harga mahal.
“Yaudah, pak saya mau”, putus Widya.
Si calo terlihat tersenyum senang karna penumpang yang ia dapat bertambah. “Bus sebentar lagi bakal berangkat, bu. Untuk busnya yang warna putih, nomor 23DF”, ucap si calo sambil menunjuk le arah bus yang dimaksud.
Dengan sigap si calo membantu membawakan barang bawaan milik Widya dan memasukkannya ke bagasi samping bus. Sementara Widya dan Evan masuk untuk duduk di tempatnya. Baru saja duduk, terlihat seorang pria bertubuh besar dengan kulit lumayan hitam mendekati Widya untuk meminta tiket bus dan tak lama setelahnya bus pun langsung berangkat seperti yang si calo katakan tadi.
Widya duduk di bangku bagian tengah dan ia melihat sekeliling ternyata hanya ada beberapa penumpang yang ada di dalam bus. Mungkin karna rute yang ia tuju lumayan pelosok dan sekarang hari biasa jadi penumpang yang ada bisa dihitung dengan jari, malah bisa dibilang sepi.
Di bagian depan terdapat ada 2 bangku diisi pasangan, dibangku sebelahnya 1 laki-laki, dibelakangnya terisi 2 pasangan lainnya dan 2 laki-laki. Sementara dibangku panjang paling belakang terdapat 3 laki-laki. Di dalam bus berarti terdapat 16 penumpang termasuk dirinya. Laki-laki ada 11 termasuk anaknya dan ditambah lagi kernet beserta sopir bus berarti ada 13 laki-laki. Sementara perempuan yang ada hanya 5 orang.
Bus mulai melaju mengarah ke tempat tujuan. Evan yang memang sangat gampang mabuk kendaraan tak bisa menahan rasa mualnya. Evan sedikit demi sedikit mengeluarkan makanan yang ia makan sebelum berangkat tadi. Dengan telaten Widya mengurut tengkuk Evan.
HOEK!!! HOEK!!!
“ini dihirup kayu putihnya biar sedikit mendingan”, ucap Widya sambil mengarahkan botol kayu putih ke hidung Evan.
“Apa tempatnya masih jauh, mah?”, tanya Evan disela menghirup aroma kayu putih.
“besok pagi baru sampai, nak. Sabar ya”
“jadi Evan bakal seharian di dalam bus, mah? Evan ga tahan”, keluh Evan atas rasa mabuknya.
“Maaf ya nak, tempatnya jauh soalnya. Mama lupa kalo kamu gampang mabuk kendaraan. Kalo mama ingat pasti mama bakal ajak orang lain buat temani mama”, ucap Widya merasa bersalah.
“yaudah, kamu tidur aja biar mabuknya ga terlalu berasa”, lanjut Widya.
Evan mencoba menuruti perkataan mamanya dan mencoba untuk tidur. Tak lama Evan berhasil memejamkan matanya dengan lelap disamping Widya. Perjalanan masih jauh dan bus yang ia tumpangi baru keluar dari kotanya sendiri. Widya yang teringat perjalanan memakan banyak waktu lalu memutuskan untuk ikut memejamkan mata.
Widya tertidur selama perjalanan lumayan lama, saat ia bangun ternyata Evan sudah terlebih dahulu bangun dan juga bus akan segera berhenti untuk beristirahat sejenak.
Saat bus benar-benar berhenti, Evan melihat jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 19.19. Widya menawarkan Evan untuk ikut turun dari bus, namun Evan menolak karna ia merasa mengantuk. Akhirnya Widya hanya bertanya apakah ada yang mau dibelikan dan Evan hanya meminta beberapa makanan. Widya turun dari Bus beserta dengan para penumpang lainnya.
HOAM!!!
Karna merasa mengantuk kembali akhirnya Evan memutuskan untuk tidur sampai mamanya kembali.
Evan kembali terbangun dari tidurnya karna ia dikagetkan oleh suara klakson bus yang keras. Saat ia lihat sekeliling ternyata hanya ada beberapa orang yang sudah masuk dan duduk kembali di dalam bus sambil makan ada juga yang tidur. Evan melihat ke luar jendela bus dan sesekali melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 20.16, dengan kata lain bus yang ia tumpangi telah berhenti hampir 1 jam dan begitu juga mamanya yang belum kembali ke sampingnya.
“memangnya kalo berhenti selama ini ya?”,bingung Evan yang dimana baru pertama kali ini naik bus.
Disaat dirinya dalam bingung, Evan merasakan bahwa ia ingin buang air kecil. Dengan segera Evan turun dari bus dan menuju toilet. Saat dirinya sedang buang air kecil terdengar dari luar ada dua orang pria sedang berbicara.
“seriusan lu?!”
“seriuslah, gila memeknya enak banget. Kapan lagi bisa rasain memek bini orang. Udah kaya gitu gratisan lagi. Bodinya mantap banget, mulus, toketnya bikin gemas. Nama sama badanya pas”
“sial, jadi pengen gue. Namanya siapa emang?”
“namanya Widya, lebih baik lu ke belakang, di tempat sopir bus biasa pada istirahat. Lu liat sendiri Sono. Kalo pengen cobain aja mumpung gratisan. Dibelakang juga kayaknya itu perempuan masih pada dipake”
“Tapi kalo lu mau ikut sodok itu memek pasti lu kebagian pas memeknya udah penuh sama peju. Orang tadi pada buang di dalam semua, termasuk gue. Gue juga tadi buang ini peju di dalem memeknya itu”,sambungnya.
“bodo amat lah yang penting gue bisa ikut buang peju ke memek gratisan. Siapa tau juga nanti gue bisa bikin hamil bini orang”
Setelahnya tak ada suara lagi dari mereka dan Evan yang sudah selesai buang air kecil pun bergegas ke tempat yang dimaksud entah siapa pria tersebut. Evan merasa terganggu karna nama yang pria tersebut sama dengan nama mamanya.
Memang benar di halaman belakang rest area terdapat satu bangunan petak yang berjarak dari area Rest area. Tapi dari yang Evan lihat rumah tersebut terlihat tak ada orang, hanya lampu rumah tersebut terlihat menyala.
Dengan langkah penasarannya Evan mendekat ke arah bangunan tersebut. Dari kejauhan terlihat sunyi, tapi pas dirinya sudah dekat dengan bangunan tersebut mulai terdengar suara seperti rintihan dan desahan. Bukan hanya itu, terdengar juga beberapa suara pria berbicara dan juga tertawa. Suara yang di dengar menggambarkan bahwa orang yang berada di dalam bangunan petak tersebut lebih dari 4 orang.
Evan mencari cara untuk bisa melihat ke dalam lewat ventilasi udara samping. Saat dirinya melihat ke arah dalam, jantungnya langsung berdetak kencang dimana ia melihat mamanya dengan hanya memakai baju tetapi bagian kedua payudaranya keluar dengan bebasnya dan celananya telah dilepas dalam posisi menungging diatas kasur lantai yang lusuh. Dibelakang terdapat pria telanjang yang ia ketahui sopir bus yang mengantarkannya tengah memaju mundurkan pantatnya menubruk pantat mamanya dengan telanjang bulat sambil sesekali tangannya menampar pantat Widya. Sedangkan di arah depan si kernet tengah memaksa keluar masuk kontolnya dengan kasar sambil menjambak rambut Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...enak banget ini memek...sshhhh... Bu Widya janda kan? Tenang aja bu...ssshhh...malam ini rasa haus ibu bakal kita hilangkan dengan kontol besar kita...sshhhh....”
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Suara mulut Widya tengah mengoral kontol si kernet bus.
“ini kontol saya bu Widya. Makan yang banyak. Malam ini dan di perjalanan ini bu Widya bakal kita kasih makan kontol sampe kenyang. Sshhhh....Aakkkhhhh...”
Kedua pria tersebut tengah memasukkan kedua kontolnya di kedua lubang Widya dan sementara itu di sisi kanan maju seorang pria yang baru dayang dan kemungkinan pria itu yang Evan dengar tadi di toilet, ia maju sambil mengocok pelan kontolnya yang mulai tegang kembali. Ia kocok kontolnya diatas punggung Widya sambil sesekali mengoleskannya di kulit punggung Widya. Di pojok ruangan terdapat satu pria yang sepertinya sudah kebagian terlebih dahulu menikmati tubuh Widya dan mulai berpakaian kembali.
“Kontol suami ibu kecil ya? Ssshh...makanya ibu cari kontol yang bisa puasin...anjing...sssshhhhh....”
“Ga, pak....sshhhh....ga”
“kalo...kontol suami ibu ga kecil...berarti ibu memang seorang yang binal...”
“saya....Aakkkhhhh....saya janda, pak....Aakkkhhhh... Suami saya sudah meninggallhhhhh...”
Si sopir tersenyum, “kalo gitu ibu jadi istri saya sajaahhh...nanti bakal saya kasih kontol tiap hari...ssshhhhh”
“ga mau paakkgghhh....sshhhhh...”
“ibu kaya pelacur kalo begini... Apa ibu mau jadi pelacur? Sshhhhh....kalo ibu mau jadi pelacur saya bisa bantu jualin...disini pasti memek ibu bakal laku keras...Aakkkhhhh...”, ucap si sopir melecehkan, “disini banyak sopir truk sama sopir bus, pasti mereka...bakal senang ada memek yang bisa puasin mereka....ibu juga bakal puas karna bakal banyak kontol yang sodok memek ibu ini...anjing ini memek enak banget.. sshhhh....”, Lanjutnya.
Widya yang mendapatkan pelecehan seperti itu merasa bahwa cairan kewanitaannya makin membanjir. Entah kenapa ia merasa bernafsu ketika ada yang menyamakan dirinya seperti pelacur. Mereka dibayar tapi dengan Widya tanpa dipungut biaya, alias gratisan. Bahkan hal itu lebih rendah dari seorang pelacur sekalipun. Widya benar-benar sedang dikuasai oleh nafsunya. Ia tak dapat berpikir jernih karna hal yang sudah 3 tahun tak ia dapatkan. Sekali ia dapatkan malah rasanya berlipat ganda dari yang pernah ia rasakan selama hidupnya ini.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Gerakan si sopir mulai dipercepat karna ia merasa sedikit lagi akan ejakulasi akibat remasan dinding memek Widya. Si kernet yang tau hal tersebut langsung melepaskan kontolnya dari dalam mulut Widya sehingga Widya kini bisa mengeluarkan suaranya dengan jelas.
“Aakkkhhhh....teruss pakk....terusss...ssshhh....oowwhhhh... Ya teruss...”, racau Widya yang ternyata menikmati perlakuan atas dirinya.
“Saya...saya mau keluar, buugghh...terima peju saya. Aakkkhhhh...terima benih saya...Aakkkhhhh!!!!”
“saya jugaaahh...keluar pakkgghh....”
“AAKKKHHHH!!! LONTE!!! PELACUR!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Baik Widya maupun sang sopir, mereka orgasme dengan bersamaan sambil sang sopir terus membenamkan lebih dalam kontolnya ke dalam memek Widya sehingga peju yang dikeluarkan. Bisa masuk ke dalam rahim Widya dengan Banyaknya.
Beberapa saat si Sopir mendiamkan kontolnya dan saat sudah dirasa cukup ia cabut dengan perlahan hingga terlihat sedikit peju yang meleleh keluar dari lubang memek Widya jatuh ke atas kasur lantai yang tipis.
“Aakkkhhhh....”, lirih Widya saat kontol si sopir keluar dari memeknya dan juga akibat tamparan kecil pada pantatnya yang dilakukan si sopir bus tersebut.
Dalam keadaan lemas akibat orgasme yang ia alami barusan, tubuh Widya dibalik oleh si kernet dan tanpa aba-aba langsung di buka lebar kedua kaki Widya. Dengan mudah sebuah kontol lain mengisi kembali memek Widya yang sudah di isi oleh peju beberapa orang terminal.
Dengan bernafsu si kernet menggenjot memek Widya dengan celat sambil meremas kedua buah payudara Widya yang menantang tersebut. Putingnya ia pelintir bergantian sambil sesekali dibarengi oleh gerakan menarik narik puting tersebut sehingga Widya bertambah menggelinjang seperti cacing kepanasan akibat sensasi yang ia dapatkan itu.
“ternyata memang sedap ini lubang...sshhhh... Nanti di dalam bus...kalo saya nafsu lagi ibu layani saya lagi ya...sshhhh....”, ucap si Kernet sambil terus menggenjot memek Widya tanpa mengurangi temponya.
“Iyaa... Iya pak...Aakkkhhhh....”
“Bagus... Dapat juga bini orang binal kaya gini...Aakkkhhhh...”
“Ibu puasin kontol kita, nanti kita kembalikan uang tiket bus ibu...sshhhh...kita juga bakal kasih lebih...oowwhhhh...”
Perkataan si kernet tersebut mengungkapkan bahwa Widya seperti seorang pelacur saja di depannya dengan membayar jika ia bisa memuaskan nafsu si lelaki. Umunya seorang perempuan akan sangat marah bila dilecehkan seperti itu, namun berbeda bagi Widya karna dirinya memang di keadaan sudah ikut masuk ke dalam gelombang kenikmatan yang sudah 3 tahun lamanya tak mendapatkan nafkah berupa kepuasan intim.
Saat si kernet sedang fokus menggenjot memek Widya, ternyata pria yang baru datang tersebut sudah tak tahan oleh kocokkannya sendiri. Karna dirinya sudah tak bisa menahan dan dirasa peju nya akan segera keluar dengan cepat ia kangkangi wajah Widya dan ia masukan kontolnya ke dalam mulut Widya. Dengan gerakan cepat yang singkat, si pria menyemprotkan peju nya ke dalam tenggorokan Widya dengan sangat banyak. Widya yang sedang digempur dari bawah hanya bisa menelan semua peju yang ia terima.
“aakkhh....iya telan semua bu...telan!! Sshhhh...”, ucapnya sambil membenamkan sedalam mungkin ke dalam tenggorokan Widya.
Pria tersebut melepas keluar kontolnya dan terdengar Widya terbatuk-batuk, bahkan terlihat dari lubang hidungnya keluar sedikit peju akibat tersedak. Pria tersebut mengoleskan kontolnya ke seluruh wajah Widya sebelum dirinya beranjak dan memakai kembali celananya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
“sedikit lagi, bu! Sedikit lagi!! Aakkkhhhh....”,erang si kernet dan CROT!!! CROT!!! Ia keluarkan semua isi buah zakatnya mengisi memek Widya.
Sama seperti si sopir, si kernet juga mendiamkan beberapa saat kontolnya dan baru mencabut keluar. Ia mendekati tubuh Widya yang tergolek lemas diatas kasur lantai tipis dengan memek yang mengalir oleh peju. Si kernet mengusapkan kontolnya yang basah oleh lendir kewanitaan Widya yang bercampur dengan peju para lelaki yang telah menikmatinya ke kedua kulit mulus nan halus payudara Widya.
“Bu Widya hebat banget bisa puasin kita. Beruntung banget bisa ketemu sama bu Widya ini”, ucap si kernet bus.
Sementara Widya hanya diam sambil mencoba mengatur nafasnya yang berantakan akibat gempuran bertubi-tubi yang ia terima dari persetubuhannya yang dialami itu. Dadanya naik turun, tubuhnya berkeringat bahkan baju yang masih ia gunakan sedikit basah oleh keringat miliknya sendiri maupun tetesan keringat dari para lelaki yang sudah menikmati tubuhnya.
Sementara itu Evan yang sedang mengintip dari balik ventilasi udara hanya bisa melihat tanpa ada reaksi apa-apa, karna dirinya sendiri tak terlalu begitu tahu akan apa itu seks. Ia tahu hanya sebatas tahu tanpa bisa menyikapi seperti apa. Ia hanya melihat dan berpikir bahwa ibunya sedang berhubungan seks bersama para pria yang bukan ayahnya. Hanya itu.
Si kernet mengambil celana dalam Widya dan menggunakannya untuk mengelas peju yang tercecer dan yang mengalir dari lubang memek Widya.
“celana dalam saya, pak” ,ucap Widya lirih.
“Udah gapapa, bu Widya ga usah pake celana dalam biar nanti kita bisa puasin ibu lagi di dalam bus. Hehehe... Ibu masih mau kan dipuasin?”, tanya si kernet.
“Iya, ibu kan janda jadi ga ada yang bisa puasin ibu. Mumpung disini ada yang siap buat puasin ibu loh”, sahut si Sopir.
Dengan masih lemas Widya bangun dan memakai kembali celananya, tapi dibantu oleh para pria sambil sesekali meremas payudara Widya saat merapikan kembali posisi payudaranya untuk dimasukkan ke dalam Bra hitamnya.
“bapak, ih....”, seru Widya saat kedua payudaranya diremas dari balik bajunya yang sudah rapi saat akan keluar.
“habisnya saya gemas sama toket bu Widya ini”
Evan yang mengetahui bahwa mama serta para pria akan kembali ke dalam bus langsung bergegas menuju bus terlebih dahulu. Saat sudah di dalam bus, Evan melihat dari balik jendela mamanya berjalan beriringan bersama Sopir dan kernet bus. Saat mamanya kembali duduk di sampingnya, Evan bisa mencium bau peju dari badan dan mamanya. Tapi Evan yang memang belum terlalu tahu akan seks tak terlalu memikirkan hal tersebut. Saat ia lihat jam tangannya ternyata sudah menunjukkan pukul 21.10 dan mamanya baru saja kembali. Berarti hampir dua jam mamanya bersama para pria di dalam bangunan belakang Rest area ini dan entah berapa pria yang sudah menikmati tubuh mamanya itu, yang ia tahu hanya 4 orang termasuk pria yang memberitahu pria lainnya di dalam toilet tadi.
Karna tak tau harus menyikapi seperti apa, akhirnya Evan kembali tidur setelah memakan makanan yang mamanya belikan sebelum masuk ke dalam bus tadi.
--
JEDUG!!!
Suara bus menginjak lubang jalan yang rusak membangunkan Evan kembali dari tidurnya. Ia melihat ke arah mamanya ternyata beliau tak ada disampingnya dan lampu dalam bis juga dalam keadaan mati sehingga ia tak bisa melihat dimana mamanya berada. Saat ia mencoba menengok ke belakang ternyata mamanya ada di kursi panjang bagian belakang dengan kegiatan sama seperti yang ia lihat di dalam bangunan belakang Rest area.
Dimana mamanya sedang disetubuhi oleh entah siapa pria itu dan terdapat juga beberapa pria lain termasuk si kernet.
Widya tidur terlentang di kursi panjang dengan keadaan kini telanjang bulat sambil seseorang tengah memompa dengan nafsu kontolnya di memek Widya. Tak lama Evan memperhatikan ternyata si pria terlihat mengejang menyemprotkan peju nya ke dalam memek Widya. Setelah si pria tersebut selesai langsung digantikan oleh pria lainnya yang ternyata pria tersebut pria yang duduk disamping tempat duduknya tadi.
Terlihat sekelebat dari bayangan lampu jalan bahwa kontol pria tersebut berukuran besar dan sedikit menghadap ke atas. Ia arahkan kontol besarnya itu menyentuh memek Widya. Dengan perlahan ia mulai memasukkan senti demi senti kontol besarnya menembus sempitnya memek Widya.
“Aakkkhhhh!!!”, terdengar suara erangan dari mulut Widya karna ukuran kontol pria tersebut yang besar dan mencoba memasuki dengan paksa. Mulut Widya langsung dibungkam oleh si kernet karna takut diketahui penumpang lainnya. Terlihat si kernet mengucapkan sesuatu pada Widya, namun tak terdengar oleh Evan.
Dengan sedikit usaha akhirnya kontol besar pria tersebut berhasil bersarang di dalam memek Widya sepenuhnya. Dengan gerakan lembut ia mulai menikmati dinding memek Widya yang sangat nikmat itu. Pria tersebut sampai merem melek dibuatnya. Karna desakan dari si kernet untuk cepat di selesaikan, akhirnya si pria meningkatkan genjotannya pada memek Widya dengan cepat. Widya tak dapat mengontrol rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuhnya hang berpusat di memeknya.
Widya menggelinjang dengan hebat saat kontol tersebut keluar masuk di memeknya dengan cepat dan bertenaga. Kedua payudaranya ikut bergerak kesana kemari saat tubuhnya terdorong oleh sentakan selangkangan si pria yang tengah menumbuk selangkangan Widya.
“ssshhh.....nikmatnya bu Widya ini...akkkhhhh....”
“akan saya puaskan, ibu ini....Aakkkhhhh....”
“iya pak,, terus...sshhhh...jangan berhenti...”
“enak? Sshhhh....”, tanyanya sambil meremas sebelah payudara Widya dengan kencang.
“Enak pakk... Enak...”, jawabnya sambil meringis menahan nikmat serta sedikit rasa sakit di payudaranya akibat remasan yang ia dapat.
“bu Widya suka kita entotin begini? Ibu suka? Aakkkhhhh...sshhhh...”
“iya ini enak...saya suka...saya suka dientot bapak...terusss...Aakkkhhhh....”
Pria tersebut merubah gaya dengan memosisikan tubuh Widya untuk menyamping menghadap ke arah Evan duduk memperhatikan. Dalam posisi tersebut kontol pria tersebut lebih dalam mengacak-acak memek Widya. Karna hal itu Widya seperti kesetanan akan nikmat yang ia dapat. Widya mengerang lebih keras dan hal tersebut membuat si kernet gemas dan langsung menyumpal mulut Widya dengan kontolnya dalam posisi menyamping. Si kernet mengocok kontolnya di dalam mulut Widya seakan-akan sedang keluar masuk di dalam memeknya. Widya dibuat gelagapan oleh kedua serangan kasar tersebut. Sampai akhirnya Widya mendapatkan orgasme yang panjang, badanya bergetar dengan hebat dalam posisi disetubuhi pada memek dan mulutnya.
“Aaaakkkkhhh....ke...keluuaarr.....aakkhh.....”, jerit nikmat Widya disela mulutnya yang tersumpal kontol.
“Hahaha... Ibu muncrat lagi kan karna kontol kita. Udah berapa kali ibu muncrat? Tadi sama sopir bus aja keluar dua kali. Hahaha”, ucap si kernet. Widya masih dalam keadaan orgasme panjangnya. Ternyata juga sebelumnya si sopir bus telah menikmati kembali memek Widya untuk kedua kalinya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
“Saya juga mau keluar Widya sayang”
“keluarkan...keluarkan sayang....keluarkan semua...akkkhhhh...”, sahut Widya membantu.
“hajar terus, mas. Lagian bu Widya ini janda. Kita hamilin aja siapa tau bisa hamil beneran terus minta tanggung jawab. Kalo bu Widya minta tanggung jawab kita semua jadi suaminya aja biar bisa kita entotin bareng-bareng lagi. Hahaha”, ucap si kernet melecehkan Widya dengan sesukanya.
Si pria yang tengah menikmati memek Widya mempercepat sodokannya danCROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Terima peju ku, bu.....Aakkkhhhh... bisa buntingin bini orang juga...ssshhh”
Sekitar 7 semburan peju masuk ke dalam memek Widya tanpa halangan. Pria tersebut langsung mencabut kontolnya yang besar. Hal tersebut tak disia-siakan oleh si kernet bus, ia langsung mengangkat tubuh Widya untuk memosisikan menungging dan langsung memeknya diisi penuh oleh kontol kembali.
BLES!!!
“Sekarang tinggal kontol saya yang bakal puasin bu Widya ini”, ucap si Kernet bus.
“Aakkkhhhh...pak....puaskan saya...puaskan”, racau Widya saat dirinya kembali disetubuhi dalam posisi menungging.
Si kernet bus tersebut tak langsung menggerakkan kontolnya di memek Widya. Dia berencana ingin memancing lebih nafsu yang Widya alami. Ia ingin mengeluarkan sisi binal yang ada pada diri Widya tersebut, sisi binal dari penumpang bus yang ia angkut hari itu. Sisi binal dari istri orang yang sama sekali ia tak kenal dan baru ia temui hari itu juga.
“ibu mau apa?”, tanya si kernet.
“saya....mau kontol buat puasin memek saya ,pak....aakkhh...”
“Ibu mau saya bikin hamil?”
“Mau pakkgghh....saya mau...aakkhh...yang penting saya bisa dipuasin sama kontol besar...Aakkkhhhh...”
“Bagus, lonteku...bagus...sshhhh... Saya bakal entotin ibu sampe puas hari ini...sshhhh....”
“Iya pak... Saya lonte di dalam bus ini....Aakkkhhhh... Saya lagi nge'lonte di bus...akkkhhhh....”
Si kernet tersenyum puas mendengar ucapan yang Widya lontarkan tersebut. Sebuah ucapan yang keluar langsung dari seorang ibu muda dengan anak satu yang memacu nafsunya bertambah untuk lebih bersemangat menyetubuhinya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
“Aakkkhhhh!!! Tampar pantat saya pak....sshhhhh..”
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Berulang kali si kernet bus menampar pantat sekal Widya, yang awalnya berwarna putih mulus kini karna tamparan yang diberikan berulang kali oleh si kernet bus warnanya berubah merah, walau tak terlalu terlihat tapi sudah dipastikan bahwa pantatnya memerah.
Si kernet terus bombardir memek Widya dengan cepat dan bernafsu. Ia terus menikmati setiap jengkal tubuh Widya dengan berbagai gaya di kursi panjang belakang bus itu. Bahkan si kernet menyuruh ibu untuk terlentang di lantai bus dan kembali menyetubuhinya di posisi itu dengan bernafsu.
“Ibu ingat...sshhhh...ada anak ibu di depan sana...ibu malah dibelakang telanjang lagi ngentot...Aakkkhhhh....anjing enak banget ini memek....sshhhh....”
“Aakkkhhhh...pak....akkkkhhhh...”
“bagaimana anaknya tau kalo ibunya ternyata wanita binal begini...sshhhhh....”
“Aakkkhhhh....Aakkkhhhh....tolong jangan bawa-bawa...anak saya, pak...bapak cukup entotin saya saja...aakkhh....”
“Bu Widya binal!!! Aakkkhhhh....rasakan perkasanya kontolku ini bu....sshhhh....rasakan!!!”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Menit demi menit tubuh serta memek Widya terus dinikmati oleh si kernet bus, hingga si kernet bus menyerah dan ingin segera menyemprotkan peju nya ke dalam memek Widya sambil menindih tubuhnya di lantai bus.
“Saya keluar bu....keluar!!!”, ucapnya sambil memeluk erat tubuh Widya dilantai bus.
“bareng pak...bareenngg....Aakkkhhhh....”
Dalam keadaan saling berpelukan di lantai bus keduanya mencapai orgasme secara bersamaan. Jari kuku Widya sampai mencakar punggung si kernet karna rasa nikmat yang ia alami jauh lebih nikmat dari yang pernah ia alami selama ini.
Baru pertama kalinya Widya merasakan nikmat yang teramat sangat saat bersetubuh, apalagi kenikmatan yang ia dapat tersebut berasal dari kernet bus yang baru ia kenal dengan tampang jelek dan bau keringat.Setelah gelombang orgasme keduanya selesai mereka saling melumat satu sama lain layaknya seperti pasangan suami istri sah sedang malam pertama.
Sebuah ciuman yang hanya menggambarkan sebuah nafsu belaka dari masing-masing.
SLURP!!! SLURP!!!
Si kernet melumat bibir Widya tanpa henti dengan sisa nafsunya sebelum mencabut kontolnya yang mulai mengecil di bawah sana. Ternyata hal itu belum berakhir, dua pria lain dengan bergiliran kembali menikmati tubuh Widya dengan bernafsu.
Kembali Widya harus melayani nafsu para lelaki lainnya dengan gaya dan rasa bervariasi kembali.
“beruntung banget gue naik ini bus...akkkhhhh...bisa dapat memek gratisan dari bini orang yang binal model kaya gini...sshhhh...”
“iya, bang...terus entot sepuasnya....teruuss....sshhhh...”
Si kernet sekarang sudah berganti posisi dengan si sopir dengan dirinya kini mendekati Widya yang tengah dalam kenikmatan kontol pria lainnya. Si sopir mendekati Widya.
“Bu Widya...”, sambil mengelus rambut Widya,
“bu Widya jangan jadi lonte di bus saya ini”
Widya tak menghiraukan ucapan si sopir yang tengah melecehkannya itu. Widya terlalu fokus akan kenikmatan yang ia dapat secara bertubi-tubi sedari tadi dari para lelakinya yang dengan kuat terus membuatnya melayang.
Karna tak mendapat respon dari Widya, si sopir langsung mengeluarkan kontol besar hitamnya yang dalam keadaan setengah tegang, lalu dijambaknya rambut Widya. Ia disuruh untuk mengoral kontol tersebut menggunakan mulutnya sampai mengeras kembali.
“ayo lonte...ssshhhhh...bikin keras kontolku ini”, ucapnya sambil memukul pukulkan kontol besar hitamnya ke wajah dan bibir Widya dengan gemas.
Disaat si sopir sedang asyik menikmati lembut dan hangatnya mulut Widya tiba-tiba pria yang sedang menyetubuhi Widya berseru untuk si sopir berhenti sebentar karna dirinya akan segera menyelesaikan kegiatannya.
“abang berhenti dulu. Saya bentar lagi mau keluar. Sshhhh....saya udah ga sabar pengen pejuhin memeknya ini, bang. Akkkhhhh...Aakkkhhhh...”
Si sopir berhenti dari kegiatannya pada mulut Widya dan hanya diam memperhatikan si pria tengah mengejar kenikmatan pada tubuh penumpangnya itu dengan cepat dan sangat bernafsu. Diremasnya kedua payudara Widya. Posisi kakinya ditekuk hingga kedua lututnya menempel di payudaranya dan tempo genjotan si pria sama sekali tak berkurang. Terus, terus dan terus mereka berdua mengeluarkan desahan dan racauan erotis.
Peluh dikeduanya terlihat jelas membanjiri tubuh masing-masing. Dahi Widya berkeringat menempel beberapa helai rambut dan hal itu membuat hawa nafsu lawannya kian membara karna pemandangan yang erotis baginya.
“keluar....Aaaakkkkhhh....terima peju ku, bu...terima ini!! Aakkkhhhh!!!
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Bangsat!! Enak banget ini lonte!!”,racaunya saat orgasme mengeluarkan peju nya di dalam rahim Widya sambil dirinya sedikit mencekik leher Widya karna suasana nikmat yang menerpanya.
Setelah semuanya selesai mendapat bagian, ternyata si pria yang duduk di sebelah bangku Evan kembali meminta kenikmatan dari tubuh Widya, begitu juga dengan si kernet dan bertukar posisi kembali dengan si sopir untuk ikut kembali menikmati sempitnya memek Widya.
Malam itu di perjalanan bus Widya benar-benar dibuat kelojotan oleh para pria yang asyik mengeluar masukan kontolnya menyetubuhi dan tak ada bosannya menyemprotkan peju nya ke dalam memek Widya hingga meluap mengalir keluar. Widya kelelahan dan merasa lemas karna di Setubuhi secara bergilir dan rata-rata dari mereka meminta bagian untuk menikmati sempitnya memek Widya 3 kali. Karna terlalu lama hal tersebut berlangsung, Evan kembali tertidur dibangkunya.
Pukul 04.21 Evan dibangunkan oleh Mamanya karna bus yang mereka tumpangi sudah sampai di tempat yang dituju. Dengan sedikit mengantuk Evan bangkit dari duduknya dan berjalan pelan di belakang mamanya, karna masih mengantuk Evan sedikit ada jarak dengan mamanya. Terlihat saat mamanya akan keluar lewat pintu depan ternyata si Sopir meremas dan menampar pantat mamanya, sedangkan si kernet meremas gemas sedikit keras sebelah payudaranya. Tapi terlihat mamanya hanya tersenyum akan perbuatan kedua orang tersebut atas tubuhnya yang sedang dilecehkan.
Terdengar juga si sopir mengucapkan sesuatu pada Widya yang hendak turun,
“nanti kalau pulang bareng sama kita lagi ya, bu. Nanti bakal kita puasin lagi pake kontol kita sampe bu Widya ini ketagihan. Hehehe”. Ucapnya sambil memegang kontolnya dari balik celana dan si kernet mengarahkan tangan Widya pada kontol si kernet yang sudah tegang kembali di balik celana longgarnya.
“Isshhh si bapak, banyak orang tuh. Dibelakang juga ada anak saya”, ucap Widya dan si sopir melihat ke arah Evan.
“Gapapa, bu, lagian anak ibu jauh ga bakal dengar”
Setelah hal itu, Widya memanggil Evan untuk bergegas dan turun dari bus. Karna rasa kantuk yang masih terasa, Evan memeluk ibunya dari samping dan terciumlah aroma peju yang lebih menyengat dari sebelumnya.
Ternyata pas berjalan ke arah ruang tunggu ada beberapa orang yang melihat sinis ke arah Widya. Orang-orang yang satu bus bersama Widya dan diam-diam mereka tau apa yang terjadi selama di dalam bus tadi. Mereka bisa melihatnya dengan jelas saat Widya digilir oleh sopir bus, kernetnya dan juga oleh beberapa penumpang lainnya secara bergantian. Terdengar juga oleh Widya beberapa cemooh yang ditunjukkan kepadanya, tapi Widya memilih untuk diam.
“Dasar lonte, ada anaknya digilir malah kesenangan. Dibayar berapa? Apa Cuma dibayar pake kontol sama peju doang?”
“dasar murahan!!!”Walau lirih tapi Widya bisa mendengar ucapan mereka.
Widya terus berjalan demgan Evan memeluknya dari samping karna masih mengantuk. Widya berhasil masuk ke dalam ruang tunggu tanpa menanggapi cemooh yang ia dapatkan dari beberapa orang karna ia juga sadar bahwa itu memang salahnya sendiri, makanya ia lebih memilih untuk diam. Beda dengan saat bersetubuh. Sekarang ia merasa sakit saat ada orang melecehkan dirinya, tapi mau bagai mana lagi, semua sudah terjadi dan dirinya juga sempat menikmatinya. Merasa marah atau merasa menyesal pun tak ada gunanya.
“kamu tunggu sini dulu ya, ibu mau ganti pakaian”, pamit Widya pada Evan untuk berganti pakaian karna Widya sadar betul bahwa tubuhnya bau peju.
Tak lama Widya kembali menghampiri Evan dengan pakaian yang sudah berganti dan bau peju lelaki tergantikan oleh wangi parfum. Widya mengajak anaknya itu untuk makan terlebih dahulu kemudian baru akan kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan utama.
Kini Widya berganti pakaian dengan tanktop putih dengan hanya dibalut oleh jaket tipis berwarna hitam miliknya. Sedangkan celananya ia ganti menggunakan celana Jeans ketat dan sudah memakai celana dalam kembali.
Sementara baju, Bra dan celana yang ia pakai tadi ia bungkus dalam kantung Kresek dan telah ia buang karna bau sperma yang melekat terlalu kuat.
Memang benar tadi Widya telanjang tapi setelah mereka selesai menggilir Widya, mereka menggunakan semua pakaian Widya untuk mengelap ceceran peju serta mengelap memek Widya yang berlepotan oleh cairan putih lelaki. Bukan hanya itu mereka juga menggunakannya untuk mengelap kontol mereka masing-masing sehingga semua pakaiannya berbau peju yang menyengat, bahkan di bajunya ada beberapa corak basah dari peju. Celana pun juga tak luput basah karna Widya turun dari bus tak memakai celana dalam sehingga peju yang tertampung di memeknya merembes keluar secara langsung ke celananya hingga sangat basah di bagian selangkangannya.
“Kita makan dulu ya, nanti baru lanjut perjalanan. Udah dekat kok”, ucap Widya sambil menjawab raut wajah yang Evan tunjukkan.
*…………...
Malam hari di rumah Lidya,waktu menunjukkan jam 8.00 malam.
Saat itu Andi sedang menonton siaran langsung pertandingan sepak bola liga inggris yang cukup seru antara MU melawan Arsenal.Sengaja Andi bela belain nonton acara itu karena klub favoritnya MU sedang bermain.Sementara itu Pak Hasan sedang berada di dapur,rupanya orang tua itu sedang membuat teh hangat .Pak Hasan mengambil sesuatu dari dalam saku celananya,lalu Ia menaburkan barang tersebut ke dalam salah satu gelas yang berisi air teh.Setelah selesai baru Ia membawa minuman itu ke ruang tengah kembali dan bergabung bersama Andi.
"Wah,...makin seru nih,....diminum dulu gih...biar tambah seger nonton bolanya.....skornya udah berapa Le?"kata Pak Hasan sambil menyodorkan gelas yang kepada Andi.
"Dua kosong untuk MU,....aduh..jadi ngerepotin Bapak ini"kata Andi sambil mengambil gelas yang disodorkan oleh Pak Hasan.Kemudian Andi pun meminum teh hangat buatan Pak Hasan.
Sementara Pak Hasan melirik ke arah Andi,tersungging seringai licik dari bibirnya.
"Wah....kalo tahu begini aku tadi pegang MU aja ya...Arsenal payah bener mainnya"kata Pak Hasan
"Iyalah Pak.....hoaaammm....Arsenal strikernya andalannya kartu merah"kata Andi sambil menguap,matanya terlihat sayu,sepertinya Ia sedang ngantuk berat.
Pertandingan sepak bola Liga inggiris antara MU melawan Arsenal sudah berjalan selama 85 menit,dan kemenangan dipastikan ada di pihak MU,sementara mata Andi semakin terlihat sayu.
"Hoaaammm,.....aahhh...Pak ,...Andi udah gak kuat....Andi mau tidur dulu"kata Andi yang kemudian bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Pak Hasan.
Sementara itu di kamar Lidya,nampak wanita cantik yang tengah hamil 6 bulan itu tengah duduk di depan meja riasnya.Lidya sedang membersihkan sisa sisa masker diwajahnya.Lidya memang rutin melakukan perawatan wajahnya ,maka tidak heran juga,wajahnya yang memang sudah cantik alami,tetap terjaga kecantikannya.Pintu kamarnya terbuka,dan masuklah Andi yang kemudian berjalan menuju ke arahnya,lalu Andi mencium tengkuk Lidya,dan kemudian merebahkan tubuhnya diatas ranjangnya.
Lidya telah selesai membersihkan wajahnya dari sisa sisa masker,lalu kemudian Ia memakai krim malam sebelum tidur.Wajahnya jadi terlihat semakin cantik dan mulus seperti batu pualam.Lidya melihat ke arah Andi yang sudah tertidur pulas di ranjang.Melihat suaminya sudah tertidur,Lidya juga bersiap untuk tidur dan beristirahat,namun baru merebahkan tubuhnya sebentar,HP nya bergetar,pertanda ada yang sedang menelpon.Lidya melihat ke layar HP nya,tertera nama Ayah mertuanya.Lidya bertanya tanya dalam hatinya ada apakah gerangan Pak Hasan telpon malam malam begini.
"Ya Pak...ada apa Bapak telpon malem malem begini"kata Lidya dengan suara pelan seperti sedang berbisik.
"Suamimu udah tidur Nduk"kata Pak Hasan
"Udah,..memang kenapa Pak"
"Buka pintunya,aku mau masuk....aku udah kangen,....beberapa hari ini nggak ngentotin kamu"kata Pak Hasan
"Bapak sudah gila ya....ada Mas Andi disini"
"Udah buka aja,...atau aku akan memaksa masuk dan membangunkan suamimu lalu aku bilang kalo istrinya doyan selingkuh"kata Pak Hasan dengan nada gusar dan mengancam
Rupanya ancaman Pak Hasan membuat ciut nyali Lidya,wanita cantik itu berpikir bahwa Pak Hasan bisa saja bertindak senekad itu,dan untuk menjaga hal itu agar tidak terjadi Lidya pun mau tak mau harus menuruti kemauan mertuanya yang bejat itu.Lidya bangkit dari ranjang dan kemudian berjalan ke arah pintu,Lidya membuka pintu kamarnya,dan setelah terbuka nampak Pak Hasan sudah berdiri didepan pintu,tanpa dipersilahkan masuk Pak Hasan pun melangkah masuk lalu merengkuh tubuhnya dan memeluk tubuhnya,
"Hmmmm,...wangi sekali tubuhmu Nduk"kata Pak Hasan mencium tengkuk Lidya,
"Kamu kelihatan cantik sekali malam ini.....bikin aku tambah pingin ngentotin kamu sampai puas....kamu pasti juga mau kan Nduk?"
"Bapak jangan gila....ada Andi disini"
"Ahhhh,....biarin aja Nduk....aku jamin suamimu nggak akan bangun sampai besok pagi,....bahkan kamu teriak pun dia nggak akan bangun...aku telah mencampurkan obat tidur kedalam minumannya tadi"kata Pak Hasan menyeringai penuh kemenangan
"Tapi Andi itu anak Bapak...apa Bapak nggak merasa kasihan sama Andi......aku ini istri Andi Pak....Andi anakmu"kata Lidya
"Andi bukan anak ku....Andi itu hanya anak angkatku,....dan anak ku yang sebenarnya yang ada dalam perutmu itu Nduk"
Lidya terhenyak dengan kata kata Pak Hasan,ia baru mengetahui hal ini,
"Kamu pasti kaget mendengar ini.....Andi pun juga pasti kaget mendengarnya....yah dulu kami memang pernah mempunyai anak,namun karena sakit yang parah anak ku akhirnya pergi meninggalkan dunia ini,dan itu membuat istriku terpukul,setelah kepergian anak ku,kami berusaha lagi untuk mendapatkan anak kembali,....namun dokter telah memvonis bahwa istriku tidak bisa hamil lagi....dan akhirnya kami menemukan seorang bayi dipinggir jalan,kami pun mengambil bayi itu dan mengangkatnya menjadi anak kami....istriku senang sekali,...Ia seperti menemukan kebahagiaannya kembali.,dan kami pun merawat bayi itu hingga besar dan kami beri nama bayi itu Andi Hasan....jadi Andi itu bukan anak kandungku Nduk"kata Pak Hasan bercerita tentang masa lalunya,
Mendengar cerita Pak Hasan Lidya sedikit terharu,Pak Hasan menciumi lehernya,dan kemudian mengecup perutnya yang nampak buncit,
"Nak...baik baik kamu disitu ya Nak"kata Pak Hasan berbisik diperut Lidya,tangannya mengelus elus perut buncit wanita cantik itu.
Pak Hasan kemudian menggandeng menantunya yang cantik dan berjalan menuju ke ranjang ,sementara Andi nampak tertidur sangat pulas di atas ranjang itu.Lidya mengikuti saja kemauan orang tua bejat itu,bukan karena keterpaksaan namun juga karena dirinya juga sedang haus birahi.
*..................
Setelah Widya memperoleh orgasme pertamanya dari jilatan lidah mbah Mitro pada memeknya. Mbah Mitro membiarkan Widya untuk mengambil nafas sejenak sambil membiarkan Widya untuk menikmati sisa-sisa orgasme yang tertinggal untuk dirasakan. Barulah setelah dirasa cukup mbah Mitro mengangkat tubuh Widya kembali untuk memosisikannya jongkok dibawahnya dengan bagian dada ke bawah terendam di dalam air sungai.
Mbah Mitro memegang kontolnya yang masih berdiri dengan tegak di depan kepala Widya. Ia majukan kepala Widya perlahan menggunakan tangan kirinya untuk mendekatkan pada kontolnya yang sudah tak sabar ingin merasakan rongga mulut Widya kembali. Sempat Widya menggeleng pelan sambil menatap mbah Mitro dengan tatapan sayunya, namun mbah Mitro hanya menganggukkan kepalanya saja.
Mbah Mitro tak langsung memasukkan kontolnya ke dalam mulut Widya, ia mulai dengan mengusapkan kontol besarnya itu di bibir Widya serta beberapa kali menepukkan di wajah Widya. Sehabisnya, mbah Mitro baru memasukkan kontolnya hingga terasa mentok ke dalam pangkal mulut Widya. Terasa beberapa saat benda besar tersebut bersarang memenuhi tenggorokan Widya dan karna hal tersebut Widya tersedak.
Tatapan sayu Widya ia tunjukkan pada mbah Mitro yang tengah memandanginya dengan wajah pria tersebut dengan menahan nafsu. Tatapan mereka saling bertemu dengan keadaan mulut Widya sedang dijejali kontol besar mbah Mitro. Sebuah pemandangan yang sangat erotis saat ada orang lain yang bisa melihat hal tersebut.
“gerakan kepalamu, bu”, ucap mbah Mitro dengan nada yang lembut sambil membelai kepala Widya.
Widya menggerakkan kepalanya dengan perlahan serta mulutnya mulai keluar masuk di batang kontol mbah Mitro sampai batang tersebut mulai basah di dalam sana terlumuri oleh air liur Widya sendiri. Lidah Widya mulai digerakkan menari di dalam mulut untuk mempercepat pria tua tersebut supaya lekas mengeluarkan peju nya karna Widya sendiri ingin semuanya cepat selesai.
“Ssshhhhh...nikmatnya mulutmu, bu. Sshhhh....teruss, bu. Terusss...sshhhh....”
“Tetek bu Widya sungguh benar-benar buat saya bernafsu. Sshhhhh....tetek gede”, ucapnya sambil mempermainkan kedua payudara Widya.
“Hhhmmmmmffff....” , desah Widya tertahan kontol mbah Mitro di dalam mulutnya karna diserang pada dua titik. Mulut dan Payudaranya.
Mbah Mitro terlihat merem melek menahan sensasi baru yang Widya berikan kepada bagang kontolnya oleh gerakan lidah Widya. Rambut Widya yang terurai diraih oleh mbah Mitro dan ia gulung ke atas lalu kembali menggerakkan supaya kepala Widya lebih cepat membantu kontol mbah Mitro untuk memompa keluar peju nya.
GLOK!!! GKOK!!! GLOK!!!
“oowwsshhhh...nikmatnya...sshhhhh... Ayo lebih cepat lagi, bu. Sshhhhh...”
“Terus, bu. Bikin mbah keluar. Aaaakkkkhhh.....sshhhh...”
Air mata kembali terlihat dari sela pelupuk mata Widya yang sedikit memerah akibat gerakan paksa nan cepat yang mbah Mitro lakukan kepala kepalanya. Payudaranya ikut bergoyang akibat gerakan paksa yang dilakukan mbah Mitro pada kepalanya. Rasanya ia ingin bernafas dengan bebas, namun hal tersebut sangat susah bagi Widya karna mulutnya sedang dipaksa menelan kasar semua batang kontol besar tersebut sampai memenuhi rongga mulutnya.
“Lahap semua, bu. Ssshhh....ini enak banget”, racau mbah Mitro yang terus-terusan mendapatkan kenikmatan dari mulut ibu muda tersebut.
“oowwsshhhh...bentar lagi, bu. Sshhhhh...bentar lagi mbah keluaarr...terusss...terus....Aaaakkkkhhh...gillaaa...”, racau mbah Mitro sambil menekan keras pangkal selangkangannya ke dalam mulut Widya.
Widya hanya bisa memejamkan matanya dengan sangat erat ketika sebuah semburan kuat dan banyak mengisi rongga mulutnya hingga menabrak keras tenggorokannya. Kepalanya di tahan oleh kedua tangan mbah Mitro supaya kontolnya tetap bersarang di dalam mulut Widya. Tangannya memukul paha mbah Mitro beberapa kali, namun tak dihiraukan oleh pria tua tersebut karna terlalu menikmati rasa nikmatnya dan terus menekan kontolnya untuk lebih dalam memasuki rongga mulut Widya. Widya yang tak bisa bernafas hanya bisa menelan semua peju pria tua tersebut yang masuk memenuhi kerongkongannya.
UHUK!!! UHUK!!! UHUK!!!
“Hhaaahhhh....hhaaahhhh...mbah...kasar banget. Saya ga bisa bernafas...mbah. hhaaahhhh...”, ucap Widya sambil mengatur nafasnya yang berantakan setelah kontol mbah Mitro keluar dari posisinya memenuhi mulutnya.
“maaf, bu. Mbah nafsu banget soalnya, saking nikmatnya juga mulut bu Widya ini sampai mbah kelupaan”, balasnya sambil mengoleskan ujung kepala kontolnya di pipi Widya sambil sesekali menampar kan ke bibir Widya yang tengah sedikit terbuka mencari udara.
Dilepaskannya cengkeraman sebelah tangannya pada rambut Widya hingga rambut tersebut kembali terurai basah ke dalam air.
“tadi nikmat banget, bu. Beruntung banget mbah bisa merasakan kesempatan buat nikmati mulut bu Widya ini”, ucapnya dengan kontol besarnya yang sudah mulai mengecil masih terpampang dihadapkan wajah Widya.
“Proses pertama sebelum mbah lakukan bersemadi sudah selesai, bu. Sekarang ibu mandi terus kita kembali ke rumah”, ucap mbah Mitro berjalan ke tengah sungai untuk membasuh tubuhnya dengan sebelumnya ia remas payudara Widya lumayan keras hingga Widya menjerit pelan karna kaget.
“Untung ga sampai di Setubuhi aku. Syukurlah badanku sudah lemas karna semalaman sudah di paksa untuk melayani nafsu pria-pria brengsek di dalam bus”,batin Widya menyenderkan badanya di batu sungai sambil melihat mbah Widya sedang mandi.
Widya merasakan tenggorokannya seperti masih ada peju mbah Mitro yang masih tersangkut disana. Karna air sungai tersebut bersih Widya gunakan untuk meminumnya hingga cairan kental tersebut masuk seutuhnya ke dalam perut.
Di lain sisi tubuh Widya memang masih terasa lemas karna kejadian di dalam bus malam sampai pagi tadi dan dirinya juga baru saja dibuat orgasme oleh mbah Mitro. Apalagi di bagian selangkangannya Widya masih sedikit merasa nyeri akibat lubangnya dipakai untuk keluar masuk beberapa benda besar secara bergilir sebelumnya. Dirinya benar-benar merasa ingin merebahkan badanya lalu tidur dengan nyenyak.
“pakai kembali, bu. Kita balik ke rumah sekarang”, ucap mbah Mitro keluar dari dalam air sambil berjalan ke tepi sungai dengan kontol besarnya yang sudah layu bergerak kesana kemari karna langkah pria tua tersebut.
Widya mau tak mau yang sedang berendam merasakan lelah harus bangkit dan segera pulang. Ia angkat tubuhnya dan berjalan mendekat ke arah mbah Mitro uang tengah berpakaian demgan posisi telanjang bulat. Payudaranya bergerak naik turun seirama dengan langkahnya.
“Goyangan toket ibu bikin mbah nafsu lagi, bu Widya”, ucap mbah Mitro memperhatikan Widya berjalan ke arahnya sambil tangannya mengeluarkan kembali kontolnya dan mengocoknya pelan.
“Saya lemas, pak. Tolong jangan lakukan lagi buat sekarang”, ucap Widya.
“mbah hanya kocok kontol mbah sambil lihat badan ibu aja. Mbah ga bakal suruh bu Widya buat lakuin hal ini maupun hal itu”. Ucap mbah Mitro mengocok kontolnya kembali sambil melihat Widya yang sedang mengeringkan badannya.
Sambil mengenakan bajunya, Widya melihat ke arah mbah Mitro yang masih mengocok kontolnya sambil memandangi dirinya yang telanjang bulat. Tanpa terlalu memedulikannya lagi, Widya mengenakan pakaiannya di depan mbah Mitro. Saat dirinya sedang membungkuk memakai celana dalamnya, tanpa diduga mbah Mitro menghampiri Widya dari belakang dan menempakan peju nya tepat di bibir memek Widya.
“AAAAKKHHH!!! Mbah pengen memek bu Widya ini....Aaaakkkkhhh....”, erang mbah Mitro menyemburkan peju nya di depan memek Widya yang sedang membungkuk itu hingga sekitar memeknya berlepotan oleh peju mbah Mitro. Tapi untung mbah Mitro tak sampai nekat memasukkannya ke dalam memek Widya.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Widya yang kaget oleh ulah mbah Mitro terpeleset dan jatuh kembali ke sungai hingga semua pakaian nya basah kuyup. Hal tersebut lantas dengan cepat mbah Mitro membantu Widya.
“Mbah bikin saya kaget sih”, ucap Widya yang sebenarnya kesal dengan kelakuan yang ia dapatkan dari pria tersebut.
Setelah kegiatan mandi di sungai selesai. Mereka berdua berjalan kembali ke rumah mbah Mitro. Jika di perhatikan mungkin bisa dengan jelas terdapat keanehan dengan cara berjalan Widya saat itu yang memang merasa nyeri di bagian selangkangannya dan Widya merasa sedikit tebal pada bagian tersebut.
Sesampainya di rumah mbah Mitro, Widya melihat anaknya sudah bangun dari tidurnya dan tengah berjongkok di depan rumah mbah Mitro sambil bermain bersama jangkrik yang ia tangkap. Evan yang mengetahui mamanya telah kembali langsung berdiri dari posisinya.
“Mamah kemana aja? Evan bangun kok mamah ga ada”, tanya Evan sambil melihat pakaian mamahnya yang basah.
“Mamah habis mandi dari sungai sama mbah Mitro. Bangunnya udah lama? Maaf ya kalo Evan khawatir”, ucap Widya sambil mengelus lembut kepala anaknya.
“Evan lapar, mah”, ujar Evan.
“Yaudah, mama ganti baju dulu ya. Nanti mamah buatin sarapan buat kamu”
“Mbah, apa ada beras sama bahan makanan buat saya bikin sarapan?”, sambung Widya bertanya pada mbah Mitro yang akan memulai kegiatan paginya membelah kayu.
“Ada, bu. Cari aja di dapur, kalo ga salah semalam mbah bawa kentang sama kangkung dari kebun”, jawabnya sambil menata kayu untuk di belah menggunakan kapak.
Widya masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Widya hanya menggunakan pakaian santai dengan kaos biasa yang lagi-lagi lumayan pres pada tubuhnya yang dimana bahan kaos itu sendiri sedikit tipis dan bawahnya mengenakan rok panjang. Sementara untuk dalamnya Widya menggunakan Bra berwarna merah dan celana dalam putih.
Widya membuatkan sarapan sekaligus untuk dimakan mereka hari ini dengan oseng kangkung campur kentang dan setelahnya mereka bertiga menyantap makanan tersebut bersama-sama di depan rumah mbah Mitro.
..
Tak berapa lama setelah makan dan selesaiannya kegiatan mbah Mitro dengan membelah kayu bakar, ia berpamitan untuk pergi ke kota guna membeli beberapa hal yang di butuhkan untuk prosesi bersemadinya nanti malam. Sepeninggalnya mbah Mitro Widya memutuskan untuk tidur karna dia merasa sangat lelah dan baru saja merebahkan tubuhnya Widya langsung terlelap. Sementara Evan yang disuruh untuk tidur siang tak bisa memejamkan matanya lalu ia bangkit dari ranjangnya meninggalkan Widya yang sudah tidur nyenyak untuk keluar dari rumah.
“Ngapain ya? Mamah tidur, mbah Mitro ga ada”, ucap Evan merasa bingung.
Setelah dipikirkan Evan memilih untuk mencari beberapa jangkrik kembali untuk ia pelihara saat ia pulang nanti karna di tempatnya sudah jelas tak ada, walaupun ada harus mengeluarkan uang. Namanya juga tinggal di kota mana ada jangkrik liar yang dengan gampangnya bisa di temui, yang ada hanya tikus sama kecoak yang banyak.
Tak memerlukan waktu lama Evan bisa menemukan lubang tempat Jangkrik bersarang. Dengan cekatan, Evan mendapatkan apa yang ia cari tersebut. Sedang asyik-asyiknya mencari Jangkrik Evan melihat dari posisinya yang berada di balik semak bahwa tukang ojek yang mengantarkan dirinya beserta mamahnya datang ke rumah mbah Mitro. Pak Kanto
“Ada mamah juga di dalam”, ucap Evan tapi masih memperhatikan di posisinya.
Terlihat beberapa kali pak Kanto mengetuk pintu rumah mbah Mitro yang terbuka karna Evan lupa menutupnya tadi. Mungkin karna tak mendapatkan jawaban dari dalam, pak Kanto mencoba untuk tetap masuk ke dalam rumah. Evan yang berpikir bahwa mamahnya pasti bangun hanya menghiraukannya dan kembali mencari kesana dan kemari lubang Jangkrik lainnya.
“dapat juga Tiga ekor”, ucapnya sambil memasukkan ketiga Jangkrik tersebut ke dalam wadah bekas minuman gelas yang ia temukan.
Sudah beberapa menit tapi pak Kanto belum juga terlihat keluar dari rumah mbah Mitro. Sedangkan Evan sudah selesai mencari Jangkriknya dan berniat untuk menunjukkannya pada mamahnya yang tengah mengobrol bersama pak Kanto di dalam rumah dengan senyum senang yang Evan tunjukkan.
Saat Evan masuk ke dalam rumah ternyata di ruang depan tak ada pak Kanto maupun mamahnya. Evan mencoba mencari ke belakang tempat kamar dirinya dan mamahnya gunakan selama di rumah mbah Mitro tersebut. Terlihat kamar yang ia dan mamahnya pakai sudah tertutup dengan menyisihkan sedikit celah. Padahal yang Evan ingat pintu depan dan pintu kamar lupa iya tutup.
“Kok sekarang tertutup, hanya sedikit terbuka doang. Apa kena angin? Terus pak Kanto dimana? Bukannya tadi pak Kanto masuk ke rumah”, Evan mencoba berpikir apa yang terjadi.
Ia gerakan langkahnya menuju kamar tersebut. Lewat celah pintu yang tak sepenuhnya tertutup itu Evan bisa melihat mamahnya masih di posisi tidurnya dengan terdapat pak Kanto di depan mamahnya yang terbaring menyamping ke arahnya dengan celanya yang diturunkan sambil mengocok pelan kontolnya yang sudah makin membesar di depan tubuh mamahnya.
Widya telah mengganti pakaiannya yang ia pakai sebelum tidur. Mungkin karna dirinya merasa panas sehingga memutuskan untuk mengganti pakaiannya yang lebih terbuka lagi. Widya memakai tanktop warna hijau lumut dengan hotpants. Karna hal tersebut juga malah menyulut nafsu pak Kanto lebih meluap lagi.
Walau Evan belum terlalu tau banyak akan seks, tapi Evan sudah tau apa yang sedang dilakukan oleh pak Kanto tersebut dan ia juga sedikit demi sedikit sudah mulai mengerti apa yang namanya bersetubuh semenjak dirinya melihat sendiri saat mamahnya tengah di Setubuhi oleh beberapa pria di dalam ruangan saat di Rest area maupun di dalam bus tadi lagi. Evan sudah mempunyai pemikiran bahwa seks itu enak makanya orang-orang suka dengan hal tersebut. Bahkan Evan juga sudah mulai merasakan apa yang namanya tertarik dengan tubuh perempuan walau belum terlalu kuat dan belum terlalu menguasai pikirannya. Evan juga pagi ini mulai penasaran dengan tubuh mamahnya, hanya sekedar penasaran apa tubuh ibunya sebegitu enaknya untuk lelaki.
Dilihatnya pak Kanto mengocok kontol nya sambil melihat tubuh mamahnya yang sedang terlelap dalam tidurnya di atas ranjang bambu.
Tangan pak Kanto dengan perlahan memberanikan dirinya untuk merasakan kulit paha Widya yang putih halus. Perlahan dari atas turun ke bawah kaki dan naik kembali ke paha atas. Dengan berani pak Kanto menempelkan ujung kontolnya di kulit paha Widya yang terbuka sambil menggesekkan batang tersebut dari ujung kaki sampai pangkal paha Widya. Terlihat sedikit juga ujung atas celana dalam putih Widya pas pada bagian karetnya.
“Mimpi apa gue sekarang ini kontol bisa gesek paha mulus kaya gini”, ucap pelan pak Wanto sambil menggesekkan kontolnya di paha Widya.
Tangan kananya tetap mengocok batangnya, sementara tangan kirinya ia gerakan lebih jauh lagi dengan mencoba menyentuh payudara Widya. Masih tak ada respon, hal tersebut membuat pak Kanto makin kalut. Ia remas pelan gundukan daging besar empuk tersebut sambil tangan satunya tetap mengocok kontolnya.
“Empuknya ini toket”
Ia susupkan tangannya masuk ke dalam tanktop tersebut serta Bra biru tua yang di pakai oleh Widya. Ia remas daging besar itu secara langsung di dalamnya. Karna takut Widya bangun, pak Kanto tak berani untuk mengeluarkan payudara Widya tersebut.
“ternyata memang besar ini toket. Udah besar, halus, empuk banget lagi. Sshhhh...”
“Bisa ga ya gue entotin memeknya? Kalo bisa bakal gue hajar habis memeknya sampe kontol gue puas”, ujarnya saat dikuasai oleh nafsu terhadap tubuh Widya.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Kocokkannya dipercepat, “pengen ngecrot gue, anjing...ssshhhhh....”
Ia tarik tangannya dari payudara Widya. Ia kocok kontolnya lebih cepat karna dirinya merasa akan segera mencapai orgasmenya saat menggunakan tubuh Widya untuk onaninya.
Sebenarnya saat di posisi tersebut pak Kanto sangat gemas dengan penampilan Widya siang itu. Saat ia melihat tali Bra milik Widya rasanya ia ingin sekali menarik tali penyangga Bra yang dikenakan Widya sampai putus. Tapi apa daya jika ia lakukan hal tersebut maka Widya akan terbangun.
Gerakan tangannya mulai cepat, kontolnya mulai berdenyut akan segera mengeluarkan isinya. Pak Kanto dekatkan kontolnya di depan wajah Widya sambil memegang lembut kepala Widya. Rambut Widya yang panjang ujungnya ia raih dan ia gunakan untuk membungkus kontolnya sambil terus dikocoknya. Ia mencapai orgasmenya dengan menumpahkan seluruh peju nya diatas kepala Widya hingga terlihat rambut atas Widya berlepotan dengan ceceran peju milik pak Kanto. Sementara sisa peju yang masih keluar ia oleskan pada punggung Widya yang terbuka. Jika saja Widya tak terlalu lelah mungkin ia akan segera sadar saat ada cairan berasa hangat mengenai dan sedikit meleleh di punggung putihnya itu.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Aaaakkkkhhh!!! Nikmatnya...puas”, ucapnya sambil menekan ujung kontolnya di payudara Widya.
CUP!!!
Ia cium sekilas punggung samping Widya yang masih terlelap. Ia punggung putih mulus tersebut dengan lembut sambil di jilatnya menggunakan lidahnya dan menempelkan serta mengoleskan sebentar kontolnya di area punggung itu dan sekitar tali Bra Widya seakan-akan pak Kanto ingin supaya bau kontolnya menyatu dengan tubuh Widya.
“Emang mulus banget tubuhnya. Ga percuma tadi mampir kesini sehabis ngantar penumpang yang akan naik gunung”.
Selain pak Kanto tukang ojek yang lumayan sering naik turun gunung untuk mengantarkan beberapa pendaki, pak Kanto juga lumayan sering main ke tempat Mbah Mitro karna notabene mereka sudah kenal sejak lama. Pak Kanto menganggap mbah Mitro seperti ayahnya sendiri dan sebaliknya, mbah Mitro menganggap pak Kanto seperti anaknya.
Pak Kanto memasukkan kembali kontolnya ke dalam celananya. Ia pandangi tubuh Widya yang tergolek di atas ranjang dengan keadaan rambutnya tercecer cairan putih kental, begitu juga dipunggungnya yang dimana cairan tersebut sedikit meleleh dan di bagian tali Branya yang terdapat segumpal cairan putih kental tersebut.
Setelahnya pak Kanto pergi meninggalkan Widya dan rumah mbah Mitro tanpa melihat ada siapapun di rumah tersebut kecuali dirinya dan Widya yang terlelap di dalam kamar.
Seperti yang Evan lihat, bahwa baru saja mamahnya dilecehkan oleh seorang tukang ojek tersebut di depan matanya, Evan langsung keluar dari tempat yang ia gunakan bersembunyi saat pak Kanto keluar dari kamar. Ia langkahkan kakinya masuk ke dalam kamar menemui mamahnya. Dengan langkah pelan Evan telah berada di depan tubuh Widya yang masih terbaring menyamping. Ia pandangi sosok tubuh wanita yang ia sebut sebagai mamahnya tersebut dengan pandangan lekat. Ia keluarkan sebuah benda dari celananya dan ia arahkan tangannya untuk maju mendekat.
“Maaf, mah. Evan ga tahan lihat mamah seperti ini”, lirih Evan.
Dengan gerakan hati-hati Evan mengelap cairan putih kental yang tercecer di rambut serta punggung mamahnya dengan sapu tangan miliknya hingga bersih. Ia pun juga ambil selimut yang terserak tepat dibawah kaki Widya dan ia tarik ke atas untuk menutupi setengah tubuh mamahnya tersebut.
“Evan bersyukur punya mamah baik, cantik serta tubuh yang bagus kaya mamah ini, tapi Evan juga merasa kasihan karna tubuh bagus mamah ini, mamah jadi di lecehkan. Bahkan Evan juga tau bahwa banyak lelaki saat melihat mamah pasti akan memandang mamah dengan tatapan nafsu”
GLEK!!!
Evan menelan ludahnya, “apakah Evan juga termasuk pria tersebut, mah? Pria yang merasa nafsu terhadap tubuh mamah ini”
--
Sore harinya mbah Mitro telah kembali dari urusannya dari kota untuk membeli beberapa hal yang ia perlukan untuk membantu Widya mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Ia dudukan pantatnya mendarat di kursi bambu teras rumahnya, sementara Widya terlihat keluar dari dalam rumah sembari membawa segelas kopi di tangannya.
“Kopi, mbah. Saya lihat kayaknya capek banget”, ucap Widya sambil menaruh gelas kopi di atas meja kecil di samping mbah Mitro.
“Hhaaahhhh....Makasih, bu”
Widya duduk di kursi samping meja kecil tersebut menemani mbah Mitro yang baru saja pulang.
“Mbah sudah dapat yang diperlukan buat bersemadi nanti malam. Lumayan susah mbah carinya karna memang hari ini bukan hari yang kurang pas buat cari hal tersebut. Tapi untungnya mbah masih bisa dapatkan apa yang di butuhkan”, ucapnya sambil meniup kopi panas yang Widya buat lalu menyeruputnya dengan pelan.
“maaf, mbah karna Widya merepotkan mbah Mitro seperti ini”, ucap Widya merasa bersalah melihat pria tua tersebut.
“ga papa, bu. Ini memang salah satu pekerjaan mbah”
“Dengan uang yang harus saya bayarkan berapa, mbah?”, tanya Widya tanpa memandang mbah Mitro.
“Soal bayaran itu gampang, bu. Bayaran akan dilakukan setelah proses pemasangan berhasil”, ujarnya sambil kembali menyeruput kopinya.
“Lagian kalo proses pemasangan berhasil mbah mau minta bayaran sama bu Widya juga ga bakal khawatir karna ibu pasti bisa membayarnya, jadi buat hal tersebut ga usah terlalu dipikirkan dulu, bu yang penting prosesnya lancar dan berhasil”, lanjut mbah Mitro. Ucapannya masuk akal juga.
“jadi malam ini mbah akan pergi buat bersemadi melakukan penarikan pusaka pelaris tersebut?”, tanya Widya.
“ya, malam ini mbah bakal bersemadi di dalam hutan di tempat yang tersembunyi buat menarik pusaka tersebut dari tempatnya. Mbah disana hanya satu malam sudah cukup dan buat bu Widya sama nak Evan tunggu saja di rumah ini”. Widya mengangguk.
“yaudah, mbah saya mau pamit sebentar buat ngajak mandi anak saya ke sungai sama sekalian saya juga mau mandi”, pamit Widya bangkit dari duduknya.
“Ingat jalan ke sungainya kan, bu?”, tanya mbah Mitro dan dijawab anggukan kepala oleh Widya.
Tak lama terlihat dua sosok ibu dan anaknya keluar dari dalam rumahnya sambil membawa handuk beserta peralatan mandi. Mbah Mitro hanya melihatnya sambil terus menikmati kopi buatan ibu muda tersebut.
Setelah menghabiskan kopinya, mbah Mitro bangkit dari posisi duduknya untuk mengistirahatkan tubuhnya supaya kondisi staminanya saat bersemadi semalaman bisa kembali prima.
Sementara itu di sungai. Evan telah telanjang bulat di dalam air sungai dan Widya masih mengenakan bajunya yang sudah basah karna menyabuni Evan. Widya merasa sedikit kerepotan karna anaknya tersebut malah bermain air dan terus bergerak. Mungkin karna ini untuk pertama kalinya juga Evan mandi di sungai.
“air sungainya segar banget, bu. Beda banget rasanya kaya air POM rumah kita”, seru Evan.
Tanpa Widya sadari, Evan sesekali memperhatikan tubuh diirinya yang dimana pakaiannya telah basah sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya, apalagi di bagian dadanya. Bisa terlihat dengan jelas di hadapan anaknya bentuk payudaranya yang tercetak jelas akibat basah. Bra merah yang di pakai oleh Widya pun juga ter terawang dengan jelas dari balik bajunya.
“mah, buka juga dong pakaian mamah. Masa mandi ga lepas baju”, ucap Evan.
“masa mamah telanjang di depan anak mamah ini yang udah SMP”
“Memangnya kenapa, mah? Lagian Evan juga anak mamah. Buka dong bajunya, mah”, Evan terus mendesak mamahnya terus untuk membuka seluruh pakaiannya.
“Yaudah, mamah buka biar adil. Tapi mamah malu kalo ada orang yang lagi berburu lihat mamah telanjang. Kalo sampai ada pemburu yang lihat mamah telanjang kaya gini terus mamah diapa-apain kamu harus lindungi mamah loh” ,ucap Widya bercanda.
“Siap! Evan bakal hajar orang itu biar ga deketin mamah. Hehehe”
Widya mulai melepaskan baju atasnya. Terlihat Evan sedari tadi tak bisa diam sekarang bisa diam sambil memperhatikan gerakan tangan mamahnya sendiri yang sedang mencoba melepas semua kain yang melekat ditubuhnya. Widya melepaskan baju dan diikuti rok panjangnya hingga kini terlihat jelas di depan Evan sosok tubuh mamahnya yang hanya terbalut Bra merah dengan celana dalam putih saja tengah berdiri di depannya.
GLEK!!!
Evan tau sedikit apa itu seks tapi dia sama sekali tak tau seperti apa rasanya sebuah seks tersebut. Jangankan rasa sebuah seks sungguhan, untuk rasa terangsang saja dia belum pernah mengalaminya. Ia hanya mengagumi tubuh mamahnya selama ini tanpa ada pemikiran yang menjorok pada hal seks. Tapi apa yang ia rasakan saat itu sungguh berbeda dari rasa mengaguminya selama ini. Ada sebuah getaran yang menyerang tubuhnya saat melihat mamahnya berdiri di depannya hanya memakai Bra serta celana dalamnya. Untuk pertama kali juga Evan bisa merasakan bahwa bagian bawahnya sedikit mulai mengeras. Karna takut mamahnya bisa melihat perubahan benda bawahnya tersebut. Evan terus merendamkan badannya di dalam air.
“kok susah sih?”, pelan Widya saat mencoba mencopot kaitan Bra merahnya terasa susah.
“nak, tolong bantu lepasin pengait Bra mamah dong”, ucap Widya dan hal tersebut entah kenapa membuat kontol Evan semakin mengeras.
Evan tau betul dengan apa yang dirasakannya itu bukanlah hal yang bagus, dimana dia merasa nafsu dengan tubuh mamahnya sendiri. Evan memang tak terlalu mengetahui sangat tentang seks, tapi dia tau apa artinya jika kontolnya mengeras bertanda apa. Bertanda bahwa dirinya merasa bernafsu, terangsang pada lawan jenis.
“ii..iya, mah. Tapi mamah berendam biar Evan mudah buat lepasin pengait Bra nya mamah”
Widya menuruti ucapan anaknya dan berbalik membelakangi Evan sambil berendam. Sementara Evan baru mau mendekat ke arah mamahnya setelah mamahnya tersebut dalam posisi membelakanginya. Terlihat jelas saat anak tersebut berdiri dari posisinya sedari tadi bahwa kontolnya sudah mengeras dan ukurannya besar untuk anak seumurannya, bahkan bisa dibilang seperti ukuran anak SMA.
Evan berdiri di belakang punggung Widya dengan kondisi kontol anaknya tersebut tengah mengacung dengan tegaknya tanpa Widya sadari. Dengan hanya sedikit membukukan badanya. Dengan sedikit rasa gemetar pada tangannya, Evan mulai menggerakkan tangannya membuka pengait Bra mamahnya sambil matanya tetap memperhatikan kedua gundukan mulus nan besar milik Widya. Sebuah pemandangan menarik kembali terjadi di hadapan Evan. Dimana saat pengait Bra mamahnya berhasil dibuka, ia bisa melihat dengan jelas kedua payudara mamahnya bergerak dengan indahnya.
“akhirnya bisa juga. Makasih anak mamah”, ucap Widya sambil kepalanya bergerak untuk menengok ke belakang. Saat kepala Widya menengok hampir saja kontol Evan yang sudah tegak berdiri terlihat oleh Widya, namun untungnya Evan bisa dengan cepat membenamkan bagian tubuhnya ke dalam air. Jika, jika hal tersebut tak dilakukan oleh Evan, Widya bisa melihat kontol anaknya yang sudah tegang tepat dibelakang kepalanya dan mungkin juga jika Widya tetap menengok kontol anaknya tersebut bisa mengenai pipinya.
Setelah Bra terlepas dari kedua payudaranya, Widya kembali berdiri dan tepat di hadapan Evan Widya mengangkat satu kakinya untuk melepaskan celana dalamnya dalam posisi masih membelakangi Evan. Bisa dilihat oleh Evan bentuk utuh tubuh mamahnya dan juga bentuk pantatnya.
“badan mamah bagus banget. Pantas saja lelaki yang melihat mamah pasti terangsang. Apa aku juga sedang terangsang denganmu, mah? Aku terangsang sama tubuh mamahku sendiri ini gila, tapi burungku tak bisa bohong akan hal tersebut. Maafkan Evan, mah karna ikut bernafsu pada tubuh mamah”, batin Evan.
Hal yang mengejutkan kembali terpampang di hadapan Evan dimana mamahnya membalikkan tubuhnya menghadap Evan. Terlihat jelas kedua gundukan payudara mamahnya yang besar dan bentuknya terlihat padat. Serta rambut kemaluan mamahnya yang tak terlalu banyak. Sifat kelakian Evan muncul dengan menelan ludah.
Kontol Evan bereaksi naik turun melihatnya. Nafasnya memburu dan detak jantungnya tak karuan dibuatnya.
“Kok bengong? Hayo, lagi mikirin apa tentang mamah?”, ucap Widya.
“Ah! Enggak, kok, mah. Evan Cuma mengagumi badan mamah aja yang bagus”, balas Evan belingsatan.
Widya merendamkan dirinya ke dalam air sungai. Evan yang tak tahan dengan perasaannya saat melihat tubuh ibunya mulai menjauh. Ia sembunyikan sedikit badannya di belakang batu kecil.
Disini Evan belum pernah melakukan yang namanya onani sama sekali. Dari kejadian yang akhir-akhir ini lihat, Evan mulai belajar hal yang belum pernah ia pikirkan sebelumnya. Dimana ia mulai melakukan hal yang ia lihat dari pak Kanto siang tadi terhadap tubuh mamahnya itu. Ia mulai dengan urutan pelan pada kontolnya sambil terus memandangi tubuh ibunya.
“Sshhhhh...kok enak?”
Evan meningkatkan kocokkannya menjadi sedikit lebih cepat. Benar-benar sebuah rasa yang belum pernah Evan rasakan selama ini. Perasaan enak saat kontolnya ia kocok sambil melihat tubuh perempuan dan membayangkan perempuan tersebut. Bahkan perempuan yang sedang ia lihat dan ia bayangkan adalah mamahnya sendiri. Sungguh sensasi enak yang Evan rasakan.
“Ssshhh...mamah....maafkan Evan, mah...ini enak. Sshhhh....”, racaunya pelan sambil melihat Widya yang sedang membasuh kedua payudaranya.
Karna hal yang tengah dilakukan oleh Evan adalah pengalaman pertamanya, Evan dengan cepat merasakan sebuah orgasme yang ia rasakan untuk pertama kalinya dan rasanya sungguh tak pernah terlintas di kepalanya. Sebuah rasa enak dan nikmat menjalar ke seluruh tubuhnya.
“Mah! Evan kenapa? Aaaakkkkhhh...Evan merasakan enak yang teramat, mah...sshhhh....Evan enak, mah...”
CROTT!!! CROT!!! CROT!!!
Evan mengeluarkan peju nya demgan sangat banyak di dalam air dan cairan kental dalam jumlah banyak tersebut menari di dalam air mengalir ditarik arus sungai ke arah dimana Widya tengah membasuh tubuhnya.
Mandi sore yang Evan lakukan dengan Mamahnya di sungai tersebut sungguh berkesan bagi Evan pribadi karna di sore itu Evan merasakan apa yang belum pernah ia rasakan selama ini. Setelah Evan mengeluarkan cairan outih untuk pertama kalinya, Evan terus mencari celah memperhatikan Widya. Bahkan tak lama, Evan kembali merasakan bahwa kontolnya kembali menegang, tapi kali kedua itu Evan tak bisa mengeluarkan seperti apa yang dilakukannya tadi karna Widya menyuruh Evan untuk menyudahi mandinya dan kembali berpakaian.
Evan berjalan ke arah Widya yang tengah mengeringkan badanya dengan langkah gugup. Evan takut bahwa Widya akan melihat kontolnya yang sedang berdiri tegak karenanya. Untungnya Widya sibuk dengan kegiatannya mengerikan tubuh serta memakai pakaiannya, sehingga Evan bisa memakai pakaiannya tanpa diketahui oleh Widya akan masalah kontolnya.
Di dalam perjalanan pulang menuju rumah mbah Mitro, Evan hanya mampu menahan sedikit rasa sakit pada kontolnya karna dalam kondisi tegak maksimal tanpa bisa melakukan hal yang bisa meredamkannya. Ia berjalan di samping Widya dengan menutupi selangkangannya dengan handuk miliknya.
“Aduh, tititku kenapa masih berdiri sih?”
Bukan hanya merasakan sedikit sakit akibat dirinya terus menahan kontolnya yang tegang, Evan juga mulai merasakan kepalanya ousing dengan dada yang bergemuruh akibat menahan nafsu yang sedari tadi menyerangnya kembali
--
Saat malam menjelang. Evan beserta mamahnya dan mbah Mitro menyantap makan malam diatas meja kayu yang kusam. Tak ada listrik yang mengalir dirumah tersebut. Hanya ada lampu petromak yang menerangi malam mereka. Sementara di luar terasa sangat sepi, hanya dipenuhi oleh suara hewan-hewan hutan yang saling bersahutan.
Malam sudah semakin larut saat menunjukkan pukul 20.29 dan Evan disuruh untuk lekas tidur. Sementara Widya meninggalkan Evan di dalam kamar karna dikira Evan sudah tidur dan Widya duduk di kursi tempat mereka makan malam tadi sambil berbicara pada ibunya lewat telepon.
Evan merasa susah untuk tidur karna terus terganggu oleh suara hewan-hewan kecil penghuni hutan yang terus bersahutan. Evan memutuskan untuk menemui mamahnya yang tengah berbicara pada neneknya lewat telepon dan ia ingin mengobrol juga dengan neneknya.
Pada saat dirinya baru sedikit membuka pintu ternyata mamahnya tak duduk sendirian melainkan bersama mbah Mitro dan posisi duduk Widya membuatnya Evan kaget. Dimana Widya tengah duduk diatas pangkuan mbah Mitro sambil dirinya terus mengobrol dengan ibunya di telepon. Tangan mbah Mitro bermain di kedua payudara Widya yang sudah terbuka. Diremasnya payudara Widya dan dikulumnya puting Widya dengan santainya. Sementara Widya mengobrol dengan ibunya sambil menahan desahan supaya tak ada rasa curiga pada ibunya.
“iya bu, Evan udah.... Widya tidurkan”, ucap Widya sambil melihat mbah Mitro yang masih asyik menyusu pada payudaranya.
“Ssshhh....”, desah Widya karna putingnya disedot dengan kencang oleh mulut mbah Mitro.
“Kamu kenapa, nak? Kamu lagi apa sekarang?”, tanya ibunya Widya saat mendengar suara seperti desahan dari anak perempuannya itu.
“ga, bu.... Sshhhh...pedasss...Widya Cuma kepedasan tadi makan sambal soalnyaahhh....ssshhh...pedas banget, bu...”, ucap Widya mencoba menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Sementara dibawah sana mbah Mitro tersenyum.
“makanya kalo ga kuat pedas jangan terlalu banyak”, ucap ibu Widya menasihatinya.
“Aakkkhhhh!!!”, jerit lirih Widya karna tangan mbah Mitro memelintir puting Widya dan diikuti gerakan remasan lumayan keras pada payudaranya.
“Kenapa lagi, nak?”
“I...ini, bu. Kaki Widya kesandung kursi”
Mbah Mitro menyudahi aktivitasnya pada payudara Widya dan bangkit dari posisinya memangku tubuh Widya. Ia dudukan kembali Widya dalam posisi duduk normal, tapi di sebelahnya mbah Mitro berdiri sambil mengocok batang kontolnya yang besarnya. Mbah Mitro memegang kontolnya. sambil mengisyaratkan untuk dimasukkan ke dalam mulut Widya, namun Widya menggelengkan kepalanya karna sedang mengobrol dengan ibunya.
Untungnya mbah Mitro tak memaksa, ia hanya kembali melanjutkan mengocok kontolnya sendiri sambil terus memperhatikan tubuh Widya. Seiring kocokkannya yang semakin cepat tubuh mbah Mitro mulai menekuk ke depan membungkukkan badanya sedikit akibat rasa orgasme yang sebentar lagi akan diraihnya.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Mbah Mitro terus mengocok batang kontolnya dengan bernafsu memperhatikan tubuh Widya yang dimana kedua payudara Widya terpampang bebas di luar bajunya. Sehingga bisa dilihat puas oleh mbah Mitro dengan kedua puting Widya yang mengkilap oleh air liur mbah Mitro saat menyusu padanya tadi.
“Ibu bangga punya anak kaya kamu, nak. Kamu dengan usaha keras menolak bantuan ibu, malah kamu tetap berusaha dengan hasil kami sendiri. Ibu bangga, nak. Sangat bangga. Tetaplah menjadi anak yang bisa membuat ibu bangga”, ucap ibu Widya dari balik telepon.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Terima Peju mbah , Widya ku....Aakkkhhhh... Wajahmu buat mbah nafsu, Widya...Aakkkhhhh...”, batin mbah Mitro sambil menyemprotkan isi zakarnya.
Tepat ibu Widya berbicara, mbah Mitro menyemprotkan peju nya ke seluruh wajah Widya hingga wajahnya berlepotan cairan putih kental. Beberapa semburan sampai jatuh di rambut dan dada bagian atas Widya.
“Aakkkhhhh....ssshhhhh....”, desis mbah Mitro pelan sambil terus mengeluarkan sisa-sisa peju nya ke wajah Widya yang masih puji oleh ibunya itu.
Widya sebenarnya kaget akan semprotan cairan hangat yang mengenai wajahnya dengan banyak, tapi ia bisa mengontrol rasa terkejutkannya tersebut. Mbah Mitro terus mengurut kontolnya berharap masih ada sisa peju yang keluar dan sisa peju tersebut jatuh ke payudara Widya.
“Yaudah kalo begitu ibu matikan dulu teleponnya ya, nak. Kamu tidur sama jaga kesehatan kamu”
“Iya, bu”, balas Widya dan panggilan dengan ibunya berakhir.
TUUTTT!!!
“Mbah...banyak banget ini di wajah saya. Manalagi sperma mbah panas lagi”, ucap Widya sambil menyeka wajahnya yang berlepotan cairan kental milik mbah Mitro menggunakan tangannya yang masih tersemat cincin pernikahannya dengan almarhum suaminya, Harjo.
“Maaf, bu soalnya saya udah ga tahan terus bingung mau buang kemana”, balasnya dengan entengnya.
“ya tapi jangan ke wajah saya dong, mbah”. Mbah Mitro hanya cengengesan masih dengan mengocok pelan kontolnya.
“Hitung-hitung buat obat awet muda kulit wajah bu Widya biar tetap cantik. Hehehe”, ucapnya dan Widya tak menjawab terus membersihkan wajahnya.
Mbah Mitro menyingkirkan tangan Widya saat membersihkan cairannya di wajah Widya. Mbah Mitro lalu meratakan peju nya yang tercecer di wajah Widya menggunakan kontolnya. Ia usapkan batang kontol setengah berdiri itu kesana, kemari hingga keseluruhan wajah Widya yang cantik telah mengkilap oleh peju mbah Mitro.
“ibu kelihatan tambah cantik dengan penampilan seperti ini”, ucap mbah Mitro melihat wajah Widya yang mengkilap oleh peju nya. Sebenarnya Widya marah saat di lecehkan oleh pria tua tersebut, namun ia tahan karna pria tersebut yang akan membantunya nanti.
“MAH!”, panggil Evan dari dalam kamar. Widya dan mbah Mitro dibuat kalang kabut oleh panggilan Evan tersebut.
Dengan cepat Widya memperbaiki bajunya yang memperlihatkan kedua buah payudaranya. Sementara mbah Mitro yang tengah sibuk mengolesi kontolnya di wajah Widya lekas memasukkan kembali kontolnya ke dalam kolornya dan membantu Widya membersihkan wajahnya yang telah di lumuri dengan peju nya tadi dengan mencopot bajunya untuk mengelap bersih cairan putih kental tersebut.
“Saya masuk kamar dulu, mbah”, ucap Widya dan diberi anggukan oleh mbah Mitro.
“Saya juga mau berangkat buat bersemadi malam ini. Kalo gitu saya langsung pergi saja, bu”
Widya berjalan masuk ke dalam kamar menemui Evan dan mbah Mitro mengambil beberapa hal yang akan akan dibawa bersemadi malam. Serasa hal yang diperlukan sudah ia bawa, mbah Mitro lekas keluar dari rumah dan menuju tempat yang akan di tujunya.
*……………………………..
Tiga perkara bagi seorang pria meliputi Harta, Tahta dan Wanita. Hal tersebut memang tak bisa kita pungkiri lagi kebenarannya. Apalagi soal masalah wanita, pria akan sangat mendambakan hal tersebut. Mendapat seorang pasangan yang cantik dengan kulit mulus dan paras yang cantik yang terdapat nilai plus bersamaan dengan mempunyai tubuh yang ideal. Tapi angan hanyalah angan. Tiap individu mempunyai karakteristik dan bayangannya masing-masing, tapi semua itu tergantung pada benang hidup yang mengikat pada manusia tersebut
Tiga perkara dunia bagi seorang Pria pada umunya memang hal tersebut, sedangkan untuk Wanita? Mungkinkah sebaliknya? Harta, Tahta dan Pria?
Bukan hanya pria saja yang mendambakan mempunyai pasangan yang bagi menurut mata individu disebut sebagai sempurna. Seorang wanita pun juga sama akan hal tersebut. Di luar dari hal yang sudah wajar itu, bagi seorang wanita mendapatkan pasangan adalah ia bisa mendapatkan sesuatu dalam hal kepuasan batin sebagai nilai plus dari pasangan prianya. Pasangan yang dapat memuaskannya di dalam ranjang sebagai mana yang sebagian wanita inginkan.
Kembali lagi, semua sudah ada benang hidupnya masing-masing. Apa yang diharapkan hanya akan menjadi sebuah angan-angan semata atau memang hal tersebut bisa di dapatkan.
Bagi sebagian wanita mendapatkan nilai kepuasan dari pasangannya bisa mengakibatkan rasa yang kurang dalam hidupnya dan hal tersebut bisa memicu perasaan yang menyimpang atau hal lainnya. Seorang pria tak mendapatkan kepuasan dari pasangan wanitanya akan mulai melirik wanita lain sebagai jawabannya. Seperti halnya seorang pria jajan di luar dan hal itu terlihat sudah umum untuk pandangan masyarakat. Seorang pria jajan di luar dengan wanita bayaran akan tak dianggap sebagai perselingkuhan, hanya bentuk kelakuan si pria yang buruk.
Sedangkan, bagi wanita yang suka jajan di luar penilaian yang ia dapat akan jauh lebih besar. Ia akan dianggap selingkuh dan di cap sebagai wanita murahan atau sebagainya. Bukan masalah jajan untuk kepuasan. Itulah enak dan tak enaknya sosok seorang pria dan wanita.
Begitu pun dengan yang dialami Widya sekarang. Ia seorang wanita biasa yang sudah ditinggal oleh suaminya selama 3 tahun dan dalam waktu selama itu apa dia tak membutuhkan suatu kepuasan batin? Pasti ia menginginkannya. Sebaik dan sesayang apapun Widya pada suaminya, ia akan luluh juga akan sebuah kepuasan yang ia dapatkan dari seorang pria, walau kepuasan tersebut bukan dari suami sahnya.
"Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...mbah....ssshhhhh"
Di bawah rimbunnya pohon bambu dan dedaunan bambu kering yang digunakan Widya sebagai alasnya untuk tiduran dengan kondisi telanjang bulat sedang di Setubuhi oleh seorang pria tua yang tengah memaju mundurkan selangkangannya ke selangkangan Widya dengan gerakan bernafsu. Di sela-sela rimbunnya daun bambu, cahaya rembulan menyinari kedua insan tersebut yang tengah menyatu tanpa sehelai benang pun mengikat di tubuhnya.Didekat mereka terdapat dupa, kembang dan beberapa sesajen lainnya yang tergeletak. Seluruh pakaian yang Widya dan mbah Mitro kenakan juga tercecer di dekatnya.
PLOk!!! PLOK!!! PLOK!!!
Mbah Mitro memaju mundurkan kontolnya di dalam lubang surgawi Widya yang tengah mengangkang lebar di depan mbah Mitro. Bunyi kecipak basah selangkangan Widya yang tengah di tumbuk oleh selangkangan mbah Mitro mengisi alam terbuka tersebut. Desahan dan racauan turut menghiasi persetubuhan mereka di bawah rimbunnya pohon bambu di saat malam tiba.
Mbah Mitro tarik tubuh Widya untuk berganti posisi dengan menungging di hadapannya tanpa melepas keluar kontol besarnya di dalam sana. Widya yang sedari tadi terlentang dengan kedua kakinya terbuka lebar kini harus berposisi seperti merangkak di atas tumpukan daun bambu dengan sebuah kontol besar dari seorang pria tua memenuhi liang kewanitaannya.
Tubuh Widya kembali terlonjak ke depan dan ke belakang mengikuti irama sodokan yang mbah Mitro berikan pada tubuhnya. Tusukan demi tusukan yang mbah Mitro berikan membuat Widya semakin terlarut dalam persetubuhan yang terjadi. Erangan dan desahan yang Widya keluarkan semakin menambah riuh suasana malam di tempat itu.
"Ooorrrgggghhhh...sssshhhhh.... Mbah...mbah...Widya mau...keluarrrgghh...Hhhh...lagi mbah...ssshhhhh....", racau Widya yang akan kembali merasakan nikmat untuk kedua kalinya dari persetubuhan yang mbah Mitro berikan.
"Keluarkan, bu. Sssshhhhh....keluarkan Semaumu sampai puassss....sshhhh...mbah bakal berikan kepuasan buat bu Widya...ssshhhhh...", balas mbah Mitro dengan tetap menumbuk memek Widya dari belakang.
"Mbah bakal buat...bu Widya nikmat malam ini. Nikmati saja semuanya, bu. Ssshhhhh....nikmati kontol mbah di memekmu. Oowwsshhhh....ssshhh...."
"Aakkkhhhh...terusss mbah....terus...Aakkkhhhh...puaskan saya terus mbah. Oogggrrrhhh gillaaa....ssshhhhh...."
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
"Ibu Widya mau....mau saya bikin lebih enak? Aakkkhhhh.....sshhhh...", tanya mbah Mitro dengan mencengkeram keras pinggang Widya untuk membantu gerakan pantatnya lebih cepat.
Widya yang pertahanannya sudah berhasil di jebol oleh mbah Mitro sedari tadi dan ia sudah larut dalam kenikmatan terlarang yang ia rasakan dari lawannya hanya bisa mengangguk menerima tawaran mbah Mitro.
Melihat jawaban Widya, mbah Mitro menghentikan gerakannya dan langsung saja Widya menoleh ke belakang menatap mbah Mitro dengan tatapan sayu seolah-olah wajahnya memberi tahu apa yang Widya rasakan, "kenapa berhenti?". Mbah Mitro tau bahwa wanita muda di depannya sudah dalam kuasanya hanya memberi senyum yang mengandung sebuah arti. Ia menyuruh Widya untuk membenarkan posisi menunggingnya. Pikiran Widya yang tak bisa fokus tak bisa mengikuti dengan benar permintaan mbah Mitro.
"Nungging yang Bener, bu. Mbah bakal kasih apa yang belum pernah bu Widya rasakan saat ngentot demgan suami ibu. Mbah jamin ibu bakal kelojotan sampai berteriak", ucap mbah Mitro sambil membantu Widya membetulkan posisi menunggingnya.
Mbah Mitro menekan kepala Widya hingga menyentuh tanah dan kedua bukit payudaranya mulusnya tergencet diatas alas dedaunan kering. sedangkan pantatnya ia angkat lebih tinggi dari sebelumnya. Widya yang sudah bisa mulai fokus dengan apa yang akan di lakukan mbah Mitro mulai waswas. Dadanya makin bergemuruh. Widya melihat ke arah mbah Mitro dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Wajahnya sayu dengan keringat membasahi keningnya.
"jangan, mbah saya belum pernah. Tolong pakai vagina saya saja", ujar Widya sambil menutupi lubang pantat dengan telapak tangannya.
Pria tua tersebut sudah menduga kalo lubang pantat Widya memang masih perawan dan pasti Widya akan menolak hal tersebut. Mbah Mitro tersenyum ke arah Widya sambil mengelus rambutnya dengan lembut dan tangan satunya mengocok pelan kontolnya yang basah oleh cairan kewanitaan Widya yang sudah keluar dua kali menyembur seluruh batang kontol mbah Mitro.
"maka dari itu, bu. Pemasangan yang dilakukan justru akan jauh lebih banyak kemanjurannya setelah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh yang dipasangkan pelaris tersebut", tipu daya mbah Mitro semata-mata hanya ingin merasakan sempitnya lubang pantat Widya yang belum pernah diperawani siapapun.
"Lagian awalnya saja yang sakit, lama kelamaan saat pantat ibu mulai terbiasa oleh kontol saya, bu Widya pasti akan mendapatkan hal baru yang belum pernah bu Widya rasakan selama ini. Ini termasuk ritualnya, bu dan demi kelancaran pusaka yang akan ibu pakai nanti"
"Ssshhhhh.....", desah Widya saat jari mbah Mitro berpindah mengelus lubang pantatnya.
"Tapi pelan-pelan, mbah soalnya suami saya ga pernah masuk ke dalam tempat itu", ucap Widya mulai luluh.
"Bu Widya tenang saja mbah bakal lakukan secara pelan-pelan supaya ibu tak terlalu merasakan sakit", ucap mbah Mitro dengan senyum semringahnya karna ia telah di perbolehkan untuk menikmati lubang pantat Widya yang menggiurkan itu.
Mbah Mitro berpindah ke depan Widya, memerintahkan wanita tersebut untuk membasahi terlebih dahulu kontolnya dengan air liur Widya. Sambil sesekali batang kontol besar tersebut di pukulkan pada bibir serta hidung Widya.
"sepong terlebih dahulu kontol mbah ini, bu. Bikin kontol mbah basah sama air liurmu supaya tak terlalu sakit saat mbah masukkan ke dalam pantat bu Widya"
Widya menuruti perintah mbah Mitro untuk memasukkan batang besar tersebut ke dalam mulutnya. Ia buka mulutnya dan langsung di masukkan bayang besar tersebut oleh mbah Mitro hingga mentok ke dalam kerongkongan. Ia gerakan sedikit kontolnya bermain di dalam mulut Widya hingga seluruh kontolnya basah oleh air liur Widya.
PUAH!!!
Mbah Mitro keluarkan kontolnya dari mulut Widya dan kembali ia pukulkan pelan ke bibir dan wajah Widya. Ia berdiri memosisikan badannya di belakang pantat Widya yang tengah menungging. Gerakan mulutnya seperti berkumur lalu mbah Mitro dekatkan kepalanya ke pantat Widya kemudian air liur yang ia kumpulkan itu diludahkannya diatas lubang yang akan ia masuki tersebut.
"Siap ya, bu. Mbah bakal mulai masukin, bu Widya tahan dan rileks aja biar proses masuknya tak terlalu sakit", dibawah sana Widya hanya mengangguk kecil.
"memek dan mulutmu sudah mbah rasakan, sekarang tinggal lubang pantatmu ini mbah perawani menggunakan kontol mbah ini. Dengan begitu seluruh lubang di tubuhmu sudah mbah rasakan semuanya Widya ku yang cantik. Rasakan kontol mbah ini. Dengan kontol besar mbah, mbah bakal buat bu Widya kelojotan malam ini sampai berteriak meminta ampun. Hahahaha...", batin mbah Mitro saat menempelkan ujung kontolnya di lubang pantat Widya.
Perlahan mbah Mitro mulai mendorong masuk kontolnya menembus lubang pantat Widya yang masih perawan. Senti demi senti saat kontol besar mbah Mitro memasuki lubang pantatnya untuk pertama kali, Widya mengerang merasakan sakit yang amat luar biasa di pantatnya. Ia mengerang menahan sakit sambil mengepalkan tangannya dengan sangat erat, matanya terpejam serta seluruh tubuhnya menjadi tegang. Tanpa disadari saat proses masuknya kontol besar mbah Mitro, Widya mengeluarkan air matanya saat menahan sakit yang di terimanya tersebut.
"SAAKKIITTTT MBAAHHH....UDAH HENTIKAN, SAYA GA KUAT...AAAKKKKHHH...TERLALU BESAAR...PANTAT SAYA SAKITTTT...AAAKKKKHHH....HENTIKKANNN MBAHH...."
Lolongan keras Widya membelah keheningan malam di dalam hutan. Lolongan kerasnya tak di pedulikan oleh mbah Mitro yang sedang merasakan nikmat yang teramat saat kontol besarnya mulai masuk setengahnya menerobos masuk ke dalam lubang pantat Widya. Ia tau betul bahwa wanita di depannya sedang mengerang merasakan sakit dengan tubuhnya yang menggeliat kesana kemari saat kontolnya ditusukkan secara perlahan. Ekspresi yang ditunjukkan tubuh Widya justru membuat mbah Mitro tersenyum senang dan bertambah nafsu untuk terus menusuk masuk kontolnya hingga sepenuhnya tertelan pantat Widya.
"Rileks, bu. Lemaskan otot pantatmu. Lemaskan"
Di cengkeramnya kedua pantat Widya sambil terus memajukan kontolnya untuk masuk sepenuhnya ke dalam pantat Widya. Tinggal tersisa seperempat nya yang belum masuk di dalam lubang pantat Widya. Kemudian mbah Mitro menghentikan proses penetrasinya. Dilihatnya Widya mengatur nafasnya yang tersengal, punggungnya naik turun dengan rasa lega yang Widya dapatkan karna bisa mengambil nafas.
"Bagaimana, bu?", tanya mbah Mitro.
"Terlalu sakit, mbah. Penis mbah Mitro terlalu besar buat masuk ke dalam sana. Tolong hentikan, mbah. Masukkan ke dalam vagina saya saja. Saya ga kuat kalo harus menampung semua penis mbah yang besar itu", ucap Widya yang merasa tak bisa melanjutkan kegiatan mbah Mitro untuk memakai lubang pantatnya.
"Kok penis sama Vagina, bu. Coba bu Widya katakan kontol sama memek, nanti saya hentikan", ucap mbah Mitro berharap supaya Widya mengucapkan kata-kata yang vulgar.
"Ko...kontol sama memek, mbah", ucap Widya merasa malu saat mengucapkannya.
Mbah Mitro tersenyum, "bagus, bu. Sekarang...kalo bu Widya mau mbah buat berhenti memasuki lubang pantat bu Widya ini. Bu Widya harus memintanya sama mbah, tapi...dengan ucapan yang kotor". Mbah Mitro ingin melecehkan ibu muda tersebut untuk kepuasannya.
Widya terlihat tak menjawab. Ia hanya diam mengatur pola nafasnya yang berantakan tadi. Karna terlalu lama menanti jawaban Widya, mbah Mitro mulai melakukan penetrasinya ke dalam lubang pantat Widya. Widya yang panik langsung bersuara kembali.
"Iya, iya mbah. Tolong hentikan jangan masuk. Saya bakal meminta dengan perkataan yang mbah Mitro minta", Widya menjawab sambil menahan perut mbah Mitro dengan tangannya. Tarikan nafas Widya lakukan sebelum mengucapkan hal kotor dan vulgar yang akan ia keluarkan dari mulutnya sendiri.
"Tolong jangan masuk di lubang pantat saya lagi, mbah. Masukan saja kontol mbah di memek saya", ucap Widya dengan wajah memerah akibat rasa menahan nafsu yang bercampur dengan rasa malu yang ia rasakan secara bersamaan.
"jangan masukin seperti ini?"
"AAAKKKHHH!!!"
Jerit Widya saat mbah Mitro malah melesatkan kontol besarnya dengan keras ke dalam lubang pantat Widya hingga masuk seutuhnya menjebol pantat sempit Widya. Bukannya menepati janjinya, mbah Mitro sekarang malah menggerakkan keluar masuk kontolnya di pantat Widya dengan sedikit cepat. Widya yang mendapatkan perlakuan tersebut setelah dirinya dilecehkan untuk mengucapkan kata-kata vulgar hanya bisa mengerang sakit.
Tanpa menepati janjinya dan tanpa menghiraukan erangan sakit Widya, mbah Mitro terus menggerakkan kontolnya mengaduk-aduk pantat Widya tanpa memberi waktu bagi pantat Widya beradaptasi dahulu dengan semua batang kontol besar milik mbah Mitro yang telah masuk di dalamnya.
Mbah Mitro mengeluarkan desahan nikmat dari mulutnya saat menikmati betapa sempitnya pantat Widya yang tengah di perawani, sedangkan Widya sendiri mengerang kesakitan dengan gerakan kontol mbah Mitro yang masih dibilang pelan tapi karna hal tersebut hal baru baginya dan ukuran kontol yang tengah menikmati pantatnya terlalu besar untuk masuk.
"Aaaakkkkhhh...beruntungnya mbah bisa perawani pantat bu Widya ini. Aaaakkkkhhh... Tahan dulu, bu. Ssshhh...rasa sakit hanya sebentar, nanti ibu Widya bakal merasakan nikmat yang buat bu Widya ketagihan. Nikmati saja, bu. Sshhhh...."
Widya meremas dedaunan yang terserak di dekatnya menahan rasa sakit yang sedang dideritanya pada bagian pantat. Ia gelengkan kasar kepalanya sambil menangis menahan sakit dengan tubuhnya yang bergerak maju mundur oleh sodokan yang ditimbulkan oleh mbah Mitro dari belakang.
Di tengah kegiatannya menyodomi Widya, mbah Mitro meraih sebuah wadah kecil yang tak jauh dari jangkauan tangannya. Sambil terus memompa pantat Widya, mbah Mitro membuka wadah kecil tersebut yang berisi minyak. Bukan minyak biasa, melainkan minyak yang ia racik sendiri dengan bahan-bahan tertentu di dalamnya. Minyak tersebut dioleskan pada bibir memek Widya dan mbah Mitro mengoleskan ke dalam lubang memek Widya.
Pantat Widya terus saja ditumbuk oleh kontol mbah Mitro. Suara hewan kecil hutan beserta erangan Widya dan desahan mbah Mitro saling bersahutan di malam yang dingin itu, namun terasa panas oleh kedua manusia berlainan kelamin tersebut. Rimbunan pohon bambu menjadi saksi dimana sosok Widya tengah menungging dan disodomi oleh mbah Mitro yang lebih tepatnya seperti ayahnya sendiri tengah mengeluar masukkan kontol besarnya menyumpal pantat Widya.
Beberapa menit setelah memeknya di olesi minyak oleh mbah Mitro. Widya merasakan gatal yang luar biasa dan rasa panas pada memeknya. Di tambah lagi pantatnya sedang berada sebuah kontol besar yang tengah keluar masuk disana, Widya menjadi kalang kabut dibuatnya. Dengan rasa aneh yang menyerangnya, Widya meletakan tangannya sendiri pada memeknya dan ia gunakan untuk menggosok bibir memeknya. Mbah Mitro yang mengetahui hal tersebut tertawa sambil terus memompa pantat Widya.
"nikmat kan, bu sekarang. Hahaha...", ucap mbah Mitro merasa puas telah menaklukkan Widya.
"Mau saya kasih benda yang bisa bantu ibu memuaskan memeknya? Ssshhhhh....", sambung mbah Mitro sambil mengambil sesuatu di dekatnya.
Sebuah kayu berbentuk lonjong dan berukuran lebih besar dari kontolnya di pegang oleh mbah Mitro dan di berikan ke Widya. Widya yang sudah larut oleh permainan mbah Mitro dan rasa sakit yang ia rasakan tadi telah berubah menjadi rasa nikmat langsung menerima benda pemberian mbah Mitro tersebut.
Widya mencoba memasukkan kayu lonjong besar itu ke dalam memeknya, namun tak berhasil karna ukurannya yang besar. Mbah Mitro yang mengetahui Widya tengah kesusahan membantu memasukkannya dengan sedikit memaksakannya untuk masuk.
"AAARRRGGGHHHH!!!", Lolong nikmat Widya saat kayu tersebut bisa masuk. Sekarang kedua lubangnya terisi penuh oleh benda besar. Dengan tenaga lemasnya, Widya menggerakkan sendiri benda tersebut untuk mengocok memeknya yang sudah sangat basah.
"Aaaakkkkhhh....enak....Aakkkhhhh...kenapa mbah Mitro lakukan ini sama saya. Ssshhhhh...ini terlalu nikmat, mbah...Aakkkhhhh....ssshhhhh...."
"mbah tau kalo bu Widya ini punya potensi menjadi wanita binal. Sshhhh....mbah hanya membantu mengeluarkan kebinalanmu saja, bu. Aaaakkkkhhh...nikmatnya ini pantat"
PLAK!!!
Sebuah tamparan mendarat di pantat Widya hingga si pemilik menjerit pelan. Namun hal tak di duga terjadi, dimana tamparan yang dilakukan oleh mbah Mitro malah mengantarkan Widya ke dalam orgasmenya yang ketiga kalinya. Rasa nikmat yang Widya rasakan tak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Hanya sebuah lolongan panjang yang ia tunjukan. Badanya gemetar demgan hebat, punggungnya naik turun hal tersebut membuat kontol mbah Mitro yang tengah menikmati pantat Widya merasakan bahwa kontolnya serasa semakin terjepit di dalamnya.
Saat orgasme yang terjadi pada Widya terlalu nikmat hingga kayu lonjong berukuran besar yang menyumpal memeknya ikut terlepas karna kuatnya orgasme yang Widya rasakan. Saat kayu lonjong tersebut jatuh ke tanah, cairan kewanitaan Widya menyembur keluar membasahi paha mbah Mitro. Ternyata Widya mendapatkan Squirt yang aman nikmat.
"OOORRRGGGHHHH....NIIKKMAATTTGGGHHHH...SAYA KELUAR....AAAKKKHHHH!! SAYA KENCING MBAHHHH...AAAKKKKHHHH"
Mbah Mitro kembali menampar pantat Widya berulang kali hingga pantat mulus Widya menjadi merah akibat tamparannya. Tanpa memberi jeda saat Widya menikmati orgasmenya, mbah Mitro terus menggenjot kontolnya pada pantat Widya, malah kecepatannya ditambah sehingga Widya kembali mengerang lebih liar dibuatnya.
"BAJINGAN KAMU MBAHHHHGGGGHHHH... INI ENAK BANGET....AAAKKKKHHH....", racau Widya dengan ucapan kasar memaki mbah Mitro. Sedangkan mbah Mitro malah tambah semangat membuat Widya menderita dalam rasa nikmatnya.
"bu Widya kaya pelacur sekarang. Ssshhhhh... Keluar terus kaya pelacur kamu, bu. Oowwsshhhh...nikmatnya", racau mbah Mitro demgan menyebut Widya sebagai Pelacur.
"SAYAHHH...KAYA PELACUR GARA-GARA, MBAH...AAAKKKKHHH....BAJINGAN KAMU MBAH....SSSHHHH", umpat Widya menikmati orgasme panjangnya yang masih menyerangnya.
Diremasnya kedua payudara Widya yang menggantung dengan bernafsu oleh mbah Mitro. Kontolnya masih keluar masuk menumpuk pantat Widya dengan keras sambil memejamkan mata menikmati keluasan yang ia dapatkan dari wanita muda yang sedang ia tunggangi seperti kuda betina.
HHHHAAAHHHH!!! HHHAAAHHHHH!!!
Mungkin karna merasa kasihan dengan Widya, akhirnya mbah Mitro menghentikan genjotan kontolnya pada pantat Widya dan memberi waktu bagi Widya untuk mengambil nafas dan menikmati orgasme panjang yang menyerangnya demgan mencabut kontolnya
PLOP!!!
Keluarnya kontol mbah Mitro pada pantat Widya meninggalkan sedikit jejak dengan terbukanya sedikit lubang pantat Widya dari sebelumnya, tapi sedikit demi sedikit lubang tersebut mulai kembali ke dalam bentuk aslinya.
Dibiarkannya tubuh Widya tengkurap lemas diatas tumpukan daun dengan memeknya yang basah kuyup oleh cairannya sendiri, dimana sebuah kayu lonjong berbentuk seperti kelamin pria kembali dimasukkan ke dalam memek Widya yang tengah berkedut oleh mbah Mitro. Sementara mbah Mitro kini hanya berdiri memandangi tubuh lemas Widya sambil mengocok kontolnya yang mempunyai rambut kemaluan yang sangat lebat itu.
Di saat Widya tengkurap dalam lemasnya dan mbah Mitro tengah memandangi Widya sambil mengocok kontolnya, ponsel Widya berbunyi. Mbah Mitro menghampiri tempat pakaian Widya yang terserak di tanah. Saat dilihat ternyata panggilan dari ibu Nonik. Mbah Mitro mengetahui siapa Nonik tersebut karna dulu wanita tersebut pernah menemani salah satu temannya yang bernama Santi untuk melakukan pemasangan pelaris juga. Mbah Mitro menerima panggilan bu Nonik tersebut.
"Halo bu Widya. Ini saya Herman. Saya mau tanya apa minggu depan bu Widya bisa buatkan saya katering. Saya perlu buat acara desa", bukan suara perempuan yang di dengan oleh mbah Mitro, melainkan suara seorang pria yang ditebaknya sebagai suami dari bu Nonik.
Dengan ide gilanya yang tiba-tiba muncul mbah Mitro tersenyum dengan menjawab pertanyaan dari suami bu Nonik tersebut.
"Bu Widya sedang kelelahan sekarang. Apa pak Herman ingin berbicara dan ingin mendengar suara bu Widya?"
"iya, pak tolong berikan sama bu Widya, saya mau ngomong soalnya. Tapi bapak ini siapa ya?"
"saya hanya seseorang yang membantu bu Widya sampai lemas", ucap mbah Mitro.
"Maksudnya sampai lemas, pak?", tanya suami bu Nonik, Herman dengan bingung.
"silahkan tunggu dan dengarkan sendiri saja, pak"
Mbah Mitro berjalan mendekati Widya yang masih dalam posisinya. Ia berikan ponsel tersebut pada Widya yang diterimanya dengan lemas. Saat Widya mulai berbicara dengan suami tetangganya itu, mbah Mitro membuka kedua paha Widya dan menempelkan ujung kontolnya di memek Widya. Widya yang tau apa yang akan dilakukan mbah Mitro langsung mencegah dengan tangannya sambil memberi kode menggeleng karna dirinya sedang berbicara bersama suami tetangganya itu. Namun mbah Mitro tak memedulikannya karna niatnya memang menyetubuhi Widya sambil Widya tengah berbicara dengan tetangganya itu.
BLES!!!
"EEEGGGHHHHH!!!!"
"Bu Widya kenapa?", tanya Herman.
"Ga papa, pak. Untuk masalah!!... Katering minggu depan saya bisa buatkan, pak"
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Mbah Mitro menggenjot memek Widya dengan cepat dan bertenaga sehingga mau tak mau Widya harus menutup mulutnya supaya suaranya tak terdengar oleh Herman. Gempuran di selangkangannya sungguh membuatnya tersiksa. Widya ingin berteriak dalam desahannya tapi hal itu tak bisa dilakukan olehnya karna Herman bisa tau apa yang sedang ia lakukan bersama mbah Mitro sekarang.
Tangan mbah Mitro tak tinggal diam saja, ia arahkan kedua tangannya meremas bukit mengkel milik Widya. Dimainkan kedua putingnya sambil sesekali ia sentil puting itu sehingga tubuh Widya melonjak dalam menahan suaranya.
"Iya, pak. Malam...", percakapan Widya dan Herman berakhir.
Karna rasa nikmat yang sedari tadi ia tahan selama berbicara dengan Herman, Widya melempar ponselnya ke sembarang arah dan meletakan kedua tangannya diatas tangan mbah Mitro yang sedang meremas payudaranya. Desahan kini mulai terdengar kembali dari mulut Widya yang selama ini ia gunakan untuk mengucapkan hal-hal baik. Desahannya berubah menjadi racauan dikala gerakan kontol mbah Mitro keluar masuk dengan cepat dan bertenaga kembali sehingga tubuhnya ikut tersentak- sentak. Payudaranya yang sedang diremas juga tak luput dari goyangan yang di timbulkan oleh sodokan kuat kontol mbah Mitro pada memeknya. Racauan liar Widya menggambarkan betapa nikmatnya persetubuhan yang ia terima itu. Rasa nikmat dari kontol seorang pria tua yang ia panggil sebagai mbah Mitro.
Ia remas payudaranya sendiri demgan keras menahan rasa nikmat yang menjalar keseluruhan tubuhnya. Badanya menggeliat. Nafasnya mulai tak bisa ia kontrol dan mulutnya yang sedang ia gunakan untuk mengeluarkan racauan dibarengi untuk mencari udara.
Tubuhnya dan kenikmatannya sudah dikuasai sepenuhnya oleh mbah Mitro. Remasan di payudaranya sendiri sampai mengakibatkan kulit mulus payudaranya memerah. Kepalanya ia gelengkan ke kanan dan ke kiri mencoba meresapi rasa nikmat yang dia dapatkan. Sebuah rasa nikmat yang terus-terusan ia dapatkan dari kontol pria tua yang sedang menyetubuhinya dengan buas.
"Aaaakkkkhhh....enak kan, bu. Enak?! Ssshhhhh", tanya mbah Mitro disela genjotan cepatnya di dalam memek Widya.
"Iyaaahhh...enakkk...ssshhh...teruss mbah. Terus sodok memek Widya...Aakkkhhhh...enakkk...."
Mbah Mitro menempatkan kedua kaki jenjang Widya pada pundaknya sehingga posisinya kini menggempur memek Widya dari atas. Mata mbah Mitro menatap lekas wajah Widya yang tengah mengerang kenikmatan.
PLAK!!!
Ditamparnya pipi Widya lumayan keras. Widya terus mendesah dan mengerang, tetapi matanya mengeluarkan air mata yang mengalir ke pelipisnya. Hidungnya memerah dan seperti seseorang yang sedang pilek. Hal tersebut menandakan bahwa Widya disetubuhi oleh mbah Mitro dalam kondisi nikmat tapi dirinya menangis.
"Rasakan kontol mbah, bu. Rasakan kontolku Pelacur. Aakkkhhhh....ssshhhhh....", umpat mbah Mitro yang juga merasa kenikmatan saat menyetubuhi Widya dengan kasar.
"Aaaakkkkhhh...ssllurrrpp...Aakkkhhhh...saya...saya bukan pelacur, mbah. Ssllurrrpp!!", sanggah Widya bahwa dirinya bukan seorang Pelacur seperti yang mbah Mitro utarakan terhadapnya sambil menghirup lendir di hidungnya karna menangis.
"Bu Widya, Pelacur!!! PLAK!!!... Bu Widya, Pelacur!!! PLAK!!!", Umpat mbah Mitro yang terus terusan menyebut Widya seorang Pelacur sambil menampar pipi Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
"Huuuuhhuu...saya bukan...Pelacur. hhuuu ...hhhuuuu....", tangis Widya pecah bersamaan dengan rasa nikmat yang menyerang tubuhnya.
Gerakan pantat mbah Mitro pada memek Widya semakin buas dan cepat mencoba mencapai kepuasaan yang di cari dari memek dan tubuh Widya yang ia kejar sedari tadi. Di tumbuknya memek Widya dengan kuat sampai menimbulkan suara benturan kulit dan suara becek memek Widya lebih keras dari sebelumnya.
Sembari memeknya di genjot dengan celat dan kuat, mulut Widya di lumat bernafsu oleh mulut mbah Mitro. Dijilatnya wajah Widya dengan buas serta liurnya yang menetes seperti hewan buas menetes di wajah cantik Widya yang tengah menangis dalam nikmatnya.
Badan Widya dan mbah Mitro tengah bersatu dalam telanjang telah banjir oleh keringat persetubuhan panas mereka. Dedaunan kering serta tanah menempel pada tubuh Widya yang berkeringat itu. Dalam lumatan dan jilatan pada wajahnya, Widya kehabisan nafas. Mulutnya yang membuka mencoba mencari udara untuk masuk ke paru-parunya malah disumpal oleh mulut mbah Mitro sambil lidahnya bermain di di dalam mulut Widya. Nafas maupun air liur mereka saling bertukar di dalam sana.
"Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....", desah mbah Mitro di sela lumatannya.
"Ampun, mbah...Aakkkhhhh...aampuunn....Aakkkhhhh...aampuunn.."
"Sebentar lagi proses...pemasangan selesai, bu. Saya bakal isi memek ibu pakai peju mbah. Aaaakkkkhhh...mbah bakal tanamkan pusaka pelaris ini....ke dalam rahimmu lewat peju mbah. Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...."
"cepat selesaikan, mbahhhh...saya sudah ga kuat lagi. Aakkkhhhh...", ucap Widya dengan tubuhnya mulai bergetar dan sesaat kemudian.
"SAYAAA...KELUAARRR MBAAHHH!!! AAAKKKHHHH!!!", lolong keras Widya saat orgasme kembali menerpa dirinya dengan hebat.
Mbah Mitro yang sebentar lagi juga akan mencapai orgasmenya terus memompa memek Widya tanpa mengurangi ritme pompaannya. Dengan nafas kasar mbah Mitro terus menumbuk memek Widya dengan cepat dan bertenaga. Dibawahnya tubuh wanita yang tengah bergetar hebat merasakan gelombang orgasme tak di pedulikan oleh mbah Mitro. Ia terus saja memfokuskan gerakannya untuk memompa keluar peju nya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Dengan menghentakkan pantatnya dengan keras ke arah selangkangan Widya, mbah Mitro memuntahkan bermili-mili peju nya mengisi rahim Widya dengan keras menabrak dinding rahim tersebut. Seiring kedutan pantat yang mbah Mitro lakukan, ia menembakkan peju nya.
"AAKKKHHH!!! INI PEJU MBAH, BU. TERIMA SEMUA DI RAHIMMU. MBAH BUAT RAHIMMU PENUH DENGAN PEJU MBAH INI. TERIMA SEMUANYA, WIDYA SAYANG!!! AAAKKKHHHH!!!!"
"AAAKKKHHHH!!!", Lenguh Widya karna kuatnya semburan peju mbah Mitro menghantam dinding rahimnya.
Dengan masih membiarkan kontolnya di dalam memek Widya, mbah Mitro ambruk mendekap tubuh Widya dengan kuat. Diciumnya aroma keringat persetubuhan mereka. Persetubuhan yang Widya alami telah berakhir, Widya dengan lega menikmati sisa gelombang orgasmenya sambil sesekali masih merasakan kontol mbah Mitro berkedut di dalam memeknya. Ia ambil nafasnya yang kacau dibawah tindihan tubuh mbah Mitro.
Setelah beristirahat untuk mengembalikan tenaga. Mbah Mitro menyuruh Widya untuk bangun dari posisinya. Widya yang masih sedikit merasa lemas dan tubuhnya serasa pegal hanya menurut apa yang mbah Mitro suruh.
Widya membersihkan tubuhnya dari dedaunan kering dan tanah dari tubuhnya. Terlihat pula pantat Widya berwarna merah dan pada kulit payudaranya terdapat banyak cupangan yang dilakukan oleh mbah Mitro. Pada bagian selangkangannya sedikit menetes peju mbah Mitro yang jatuh ke atas dedaunan kering.
Widya sambil sedikit membuka selangkangannya berjalan mendekati mbah Mitro yang sudah duduk bersila di dekat sesajen masih dalam kondisi telanjang bulat. Dirinya disuruh untuk duduk berhadapan dengan mbah Mitro.
"proses pemasangan sudah selesai bu Widya jalani. Sekarang proses selanjutnya sebagai proses penutup supaya pusaka yang telah mbah tanamkan di dalam rahim bu Widya tak menyakiti ibu ataupun hal yang bisa merugikan bu Widya lainnya", ucap mbah Mitro.
"Sekarang bu Widya buka kakinya", Widya kaget dengan ucapan mbah Mitro menyuruhnya untuk membuka kakinya yang tak memakai apapun. Widya berpikir bahwa mbah Mitro ingin menyetubuhinya kembali.
"Untuk apa, mbah? Apa mbah Mitro mau menyetubuhi saya lagi", mbah Mitro menggelengkan kepalanya.
"tidak, bu. Silahkan bu Widya buka saja kakinya"
Dengan ragu Widya membuka kakinya mengangkang di depan mbah Mitro dengan memperlihatkan selangkangannya dengan bebas terpampang di depan mata pria tua tersebut. Terlihat bahwa mbah Mitro mengambil wadah kecil yang berisi minyak saat digunakan untuk mengolesi memeknya tadi. Dituangkannya minyak tersebut ke batok kelapa sedikit banyak, lalu ia mendekati Widya yang tengah duduk membuka lebar kakinya.
Dibukanya bibir memek Widya oleh tangan keriput itu. Widya merasakan antara kaget dan bingung dengan apa yang sebenarnya akan mbah Mitro lakukan. Kembali di lumurinya memek Widya menggunakan minyak tersebut dan dengan perlahan jari mbah Mitro masuk ke dalam lubang memeknya. Gerakan jari mbah Mitro bukanlah gerakan mengocok ataupun sedang memainkan memek Widya, melainkan jari keriput tersebut tengah mengorek peju yang berada di dalam lubang Widya itu.
Gerakan jari mbah Mitro di dalam lubang kewanitaannya membuat nafsu Widya mulai naik kembali. Ia pandangi sosok pria tua di depannya itu yang tengah memasukkan jarinya ke dalam memeknya sambil mengorek peju bersarang di dalamnya.
Sungguh pemandangan yang eksotis dimana wanita muda bertelanjang bulat bersama pria tua dengan posisinya sedang mengangkang didepanya, sedangkan pria tersebut sedang mengorek memeknya. Widya memperhatikan selangkangannya yang kini mengalir kembali lelehan cairan putih kental dari dalamnya. Sementara tangan mbah Mitro satunya mendekatkan batok kelapa yang berisi minyak, entah minyak apa itu mendekati bibir memeknya yang sedang mengalir cairan peju.
"Ssshhhhh....mbah...", desah Widya saat jari mbah Mitro terus mengorek memeknya.
Ditampungnya lelehan peju yang keluar dari memek Widya ke dalam batok kelapa dan dicampurkan bersama dengan minyak tersebut. Setelah dirasa lumayan banyak, mbah Mitro menyudahi aktivitasnya.
"Sekarang peju yang mbah masukan ke dalam rahimmu sudah mbah bagi juga ke dalam batok kelapa ini dan campuran antara peju mbah ini dengan minyak akan mbah balurkan di bagian selangkangan sama di bagian payudara ibu", jelas mbah Mitro sambil mencampur cairan peju nya yang dikeluarkan dari memek Widya dengan minyak.
"untuk apa itu, mbah? Kenapa harus seperti itu prosesnya", tanya Widya merasa risih dengan penjelasan yang mbah Mitro berikan.
"dioleskan pada selangkangan bu Widya bertujuan supaya pusaka yang ada di dalam rahim ibu bisa betah dengan rumah barunya karna ia merasa bahwa rumah barunya itu ada bau bapaknya. Bau bapak yang dimaksud disini adalah bau peju mbah yang telah mengambil pusaka tersebut, maka mbah dianggap sebagai bapaknya dan rahim bu Widya sebagai rumahnya", jelas mbah Mitro.
"dan sedangkan dioleskannya cairan minyak dan peju ini ke payudara ibu bertujuan supaya payudara bu Widya tetap kencang dan lembut. Ini bertujuan supaya pas bu Widya datang menemui mbah untuk memberi makan bulanan si pusaka, mbah bisa dengan nikmat memberikannya. Nikmat yang mbah maksud itu mengarah seperti kualitas. Mbah menikmati proses memberi makan pusaka tersebut, maka kualitas makanan yang dikasihkan bakalan bagus dan si pusaka bakalan betah dan akan memberikan pelaris yang maksimal"
Jelas mbah Mitro mulai mengolesi selangkangan Widya dengan cairan tersebut. Bukan hanya di bagian luar, tapi sampai masuk ke dalam memek Widya kembali.
"Sebaliknya, jika mbah tak menikmati proses itu maka makanan yang dikasihkan untuk pusaka tersebut tidaklah bagus. Kalo orang seperti kita menyebutnya makanan basi. Sipa sih yang mau makan makanan basi?", sambung mbah Mitro.
Kini kedua tangan mbah Mitro di basahi oleh cairan tersebut dan tangannya memegang kedua bukit payudara Widya. Gerakan tangannya mulai bergerak memutar di seluruh area payudara Widya. Setelah bagian payudara Widya telah basah oleh cairan tersebut, kembali mbah Mitro mencelupkan tangannya ke dalam batok kelapa. Di remasnya payudara Widya dengan lembut. Sebuah remasan dibarengi dengan gerakan memijat sambil memelintir puting Widya sampai puting tersebut menonjol dengan keras.
"Aaaakkkkhhh...mbah!!!", desah Widya dikala kedua putingnya di cubit dan ditarik ke depan.
"Biar tambah kenceng payudaramu, bu", ucap mbah Mitro sambil membetot kedua puting payudara Widya lumayan keras.
Akhirnya proses terakhir tersebut telah selesai di jalankan. Widya beserta dengan mbah Mitro kembali pulang ke rumah, tapi dalam kondisi tetap telanjang bulat. Di jalan pulang yang gelap, hanya menggunakan senter sebagai alat bantu pencahayaan, mereka berjalan beriringan secara telanjang. Payudara Widya yang selalu bergerak saat berjalan, bergoyang kesana kemari dengan bebasnya. Sedangkan kontol mbah Mitro juga sama, kontolnya terumbang ambing mengikuti langkah kakinya.
Rumah mbah Mitro sudah terlihat di depan sana dan Widya memikirkan anaknya, Evan. Apakah anaknya tersebut sudah tidur atau belum dan Widya pun juga baru tersadar bahwa sebelum pergi tadi, mbah Mitro terlebih dahulu meminta bantuan pak Kanto, si tukang ojek untuk menjaga Evan selama dirinya dan Widya pergi.
Dengan kondisi telanjang bukat seperti itu pulang ke rumah pastinya bisa dilihat jelas oleh pak Kanto yang sedang di dalam rumah mbah Mitro. Pikiran Widya kini mulai campur aduk dibuatnya, namun dadanya kembali bergemuruh dan efek dari minyak beserta peju milik mbah Mitro yang dibalurkan pada selangkangan dan payudaranya mulai terasa. Pada kedua bagian tersebut Widya mulai merasakan kembali rasa panas yang menyerang.
"Sudah ngapain, mbah telanjang bareng kaya gitu. Enak ga dibagi-bagi", ucap pak Kanto saat melihat Widya dan mbah Mitro tiba di dalam rumah.
"Biasa, habis ritual bantu bu Widya pasang pelaris. Kepingin kamu, to?", balas mbah Mitro sambil meremas kedua payudara Widya dengan kurang ajarnya di depan pak Kanto.
"AAKKHHHH!!!"
Anehnya Widya tak bisa memprotes apa yang dilakukan oleh mbah Mitro barusan. Ia sebenarnya ingin marah, tapi entah kenapa dirinya enggan untuk bersuara saat dilecehkan seperti itu.
"bu Widya silahkan kalo mau mengecek nak Evan atau mau tidur terserah, tapi jangan pakai baju. Tetap telanjang seperti itu. Tapi sebelumnya tolong buatkan kami kopi terlebih dahulu, bu", perintah mbah Mitro yang dengan entengnya Widya jawab dengan anggukan.
Dalam kondisi telanjang bulat, Widya berjalan ke arah kamar anaknya tidur dan kembali berjalan ke arah dapur membuatkan kopi untuk kedua pria tersebut. Sebelum Widya berjalan ke dapur, Widya dengan jelas mendengar mbah Mitro mengatakan sesuatu kepada pak Kanto.
"Kalo kamu pengen kocok aja kontolmu itu, to. Kocok aja, jangan kamu entotin bu Widya", ucap mbah Mitro kepada pak Kanto.
"Masa gitu si, mbah. Mbah juga pasti udah pake memeknya dari tadi kan. Masa saya ga boleh ikut rasain memeknya juga, mbah"
"yaudah gini aja, kamu kocok kontol kamu itu, kalo udah mau keluar baru kamu boleh masukin ke memeknya, gimana?"
"yaudah lah, yang penting bisa pejuhin memeknya bu Widya"
Pak Kanto langsung mengeluarkan kontolnya yang sudah tegang dari balik celana panjangnya dan langsung ia kocok sambil melihat ke arah dapur tempat Widya tengah berdiri membuatkan kopi. Sementara mbah Mitro hanya melihat kelakuan pria tersebut sambil menggelengkan kepala.
Saat Widya kembali dengan membawa nampan berisi dua buah gelas berisi kopi, Widya kaget melihat pak Kanto tengah mengocok batang kontolnya yang tak jauh beda ukurannya dengan milik mbah Mitro. Dirinya merasa risih saat melihat pria tersebut mengocok kontolnya sambil melihat tubuh telanjang Widya. Dengan perasaan risih tersebut Widya tetap menyajikan kopi yang ia buat ke atas meja.
"bu Widya berdiri duduk sebelah bapak sini", ucap pak Kanto sambil menepuk bangku disebelah nya. Widya melihat ke arah mbah Mitro yang ternyata ikutan mengocok kontolnya sambil mengangguk memberi jawaban pada Widya.
Widya merasa ada yang aneh dengan dirinya saat ia bisa menuruti perintah mbah Mitro dengan gampangnya. Widya berpikir bahwa apa yang sebenarnya terjadi padanya saat itu. Widya duduk terdiam di samping pak Kanto yang tengah melihat seluruh tubuh telanjang Widya sambil terus mengocok cepat kontolnya.
"Aaaakkkkhhh...mau keluar saya, mbah",seru pak Kanto mempercepat kocokkan kontolnya.
"yaudah, masukin kontolmu", balas mbah Mitro demgan entengnya.
Diangkatnya tubuh Widya dari posisi duduk oleh pak Kanto demgan cepat, lalu ia tunggingkan sedikit tubuh Widya untuk melakukan penetrasi ke dalam memek Widya.
"Apa-apaan ini, pak. Aaakkkkhhhhh!!!"
BLES!!!
Dengan sekali sentakan kontol pak Kanto masuk seluruhnya ke dalam lubang memek Widya yang becek dan masih terdapat lelehan peju milik mbah Mitro. Langsung ia gerakan demgan cepat kontolnya menyodok memek Widya dari belakang. Sambil terus mengeluar masukan kontolnya dengan cepat, pak Kanto meremas kasar kedua buah payudara Widya karna dirinya memang sudah sangat bernafsu akan tubuh Widya. Karna hal itulah kenapa pak Kanto tak mau menyia-nyiakan kesempatannya itu untuk menikmati sejenak memek Widya yang tengah di idamkannya itu.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
"Aaaakkkkhhh....pak....pellannnn....ssshhh...mbah kenapa disetubuhi pak Kanto, mbahhhh...ssshhhhh..."
Widya yang bertanya pada mbah Mitro tak dijawab, mbah Mitro malah tetap memperhatikan bagaimana dirinya disetubuhi oleh pak Kanto dengan bernafsu sambil mengocok kontolnya sendiri.
"saya pengen ngentotin ibu di depan anakmu, bu Widya. Ayo masuk ke kamar. Ssshhhhh...", ucap pak Kanto sambil memaksa Widya berjalan ke arah kamar anaknya tidur sambil terus di Setubuhi dari belakang.
"Jangan, pak...Aakkkhhhh...saya mohon jangan. Saya ga mau. Aakkkhhhh....", tolak Widya, namun kembali ia tak bisa berbuat banyak untuk mencegahnya. Widya terus didorong pak Kanto menuju kamar Evan tidur dengan genjotan keras kontol pak Kanto pada memeknya.
Dengan perlahan tubuh Widya yang tengah di Setubuhi oleh pak Kanto mendekat ke arah pintu kamar. Saat sudah di depan kamar, pak Kanto mendorong pintu tersebut hingga terbuka dan memperlihatkan sosok anak lelaki yang tengah tertidur diatas ranjang dengan lelapnya.
Pak Kanto menyetubuhi Widya tepat disebelah Evan tidur. Tanpa mengurangi kecepatan sodokan kontolnya, pak Kanto terus menikmati setiap inci rongga lubang memek Widya tanpa memedulikan anak tersebut akan bangun atau tidak. Justru di pikiran pak Kanto malah merasa bersyukur jika Evan bangun dari tidurnya, sehingga ia bisa mempertontonkan dirinya tengah menyetubuhi Widya di depan anaknya langsung.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Gerakan kontol pak Kanto di dalam memek Widya semakin buas dan kasar. Sebisa mungkin Widya menahan suara yang keluar dari mulutnya, namun berbeda dengan pak Kanto yang dengan tanpa pedulinya ia keluarkan suara desahan serta racauannya saat menikmati memeknya tanpa merasa khawatir.
"Jangan berisik...pak...ssshhh....anak saya...bisaaahhh...bangunn..Aakkkhhhh", lirih Widya menahan suaranya supaya tak terlalu keras.
"Bodo amat!! Aaaakkkkhhh...bentar lagi bapak mau keluar di dalam memek bu Widya ini. Ssshhhhh....Aakkkhhhh...nikmatnya ini memek. Sshhhh...", racau pak Kanto yang makin liar.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
"LIAHAT IBUMU INI. MAMAHMU SEDANG BAPAK ENTOTIN MALAH TIDUR, ANAK ******!!! KAMU SUKA MAMAHMU DIENTOTIN ORANG?!! JAWAB ANAK LONTE!!! BANGUN LU!!!", racau Pak Kanto kesetanan saat merasakan betapa nikmatnya memek Widya itu. Untingnya memang kebiasaan Evan jika tidur memang susah untuk dibangunkan.
"KALO KAMU SUKA MAMAHMU DIENTOT ORANG, BAPAK BAKAL AJAK TEMAN-TEMAN BAPAK BUAT HAMILIN MAMAH KAMU RAME-RAME. BIAR BISA PUNYA ANAK LONTE KAYA KAMU!! ANJING ENAK BANGET MEMEK MU WIDYA. MEMEK MU MEMANG PANTES BUAT DI LACURIN. AAKKKHHH!!!!"
Genjotan pak Kanto kian tak beraturan racauannya kian liar tak terkendali. Memang sudah menjadi kebiasaan pak Kanto jika bersetubuh maka ia akan melontarkan kalimat-kalimat kasar pada wanitanya. Dengan meremas keras kedua payudara Widya, pak Kanto mengerang.
"BAPAK PEJUHIM MEMEK MAMAHMU INIM AAAKKKHHH!!! KELUAR....BAPAK KELUAR, WIDYA!!! AAAKKKHHHH!!! MEMEK LONTE!!! TERIMA PEJU BAPAK INI, MEMEK!!!"
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Pak Kanto menyemburkan peju nya ke dalam rahim Widya dengan sangat banyak dan bercampur bersama sisa peju milik mbah Mitro yang terlebih dahulu memenuhi rahim tersebut. Pak Kanto diam dalam posisinya sambil memeluk tubuh Widya dari belakang menikmati sisa-sisa peju yang keluar dari kedutan kontolnya di dalam memek Widya. Ia ciumi punggung mulus Widya sambil meremas kedua buah payudara besar dan lembut yang Widya miliki.
"puas banget bapak, bisa rasain memek kamu, bu Widya. Maaf tadi ucapan bapak kasar banget. Udah kebiasaan bapak juga kaya gitu kalo bapak merasa akan keluar. Maaf, bu"
CUP!!!
Pak Kanto meminta maaf kepada Widya atas ucapan kasar saat menyetubuhinya tadi dengan disertai ciuman pada punggung mulus Widya hingga meninggalkan tanda merah disana.
PLOP!!!
Dicabutnya kontol pak Kanto dari liang memek Widya dan langsung keluarlah lelehan cairan putih yang banyak dari dalam selangkangan Widya, mengalir jatuh ke lantai tanah rumah mbah Mitro.
HHHAAAHHHH....HHHAAAHHHH...
Nafas Widya berantakan setelah digempur oleh kontol pak Kanto dengan sangat buas. Dirinya punya tanpa diketahui ternyata telah meraih orgasme di tengah persetubuhan kasar tersebut. Badan Widya rasanya sangat lemas dibuatnya, dengan tenaga tersisa Widya mencoba untuk menegakkan badannya yang dimana masih dalam kondisi menungging di depan anaknya yang tengah tertidur.
Saat dirinya sudah berdiri tegak, ternyata dari arah belakang dirinya dipaksa untuk berposisi menungging kembali sambil kedua kakinya dibuka dengan lebar. BLES!!! Sesaat kemudian benda besar dan keras kembali menusuk dengan keras mengisi lubang memeknya. Benda keras nan besar itu keluar masuk memompa memek Widya dengan cepat.
"Aakkkhhhh....Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...", kali ini Widya tak dapat menahan rasa untuk tidak bersuara. Dirinya melepaskan suara desahannya di samping sang anak yang sedang tertidur pulas.
Dilihatnya sekilas ke belakang, ternyata sosok pemilik benda besar yang tengah mengaduk memeknya adalah mbah Mitro. Dengan ganasnya pria tua tersebut menggasak memek Widya untuk kedua kalinya dengan ritme yang berbeda dari pertama tadi. Di tamparnya kedua belah pantat Widya berulang kali dengan keras, karna hal tersebut badan Widya terlonjak dan juga membuat dirinya mendekati orgasme nya kembali.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
"IYYAAAHHH...TAMPAS TERUS, MBAH...AAKKKKHHH...TAMPAR PANTAT WIDYA LAGI. WIDYA...AAAKKKHHH...MAU KELUAR!!! AAAKKKHHH", dan orgasme yang nikmat kembali menjalar ke seluruh syaraf Widya. Badanya bergetar dengan hebat di pelukan pria tua yang tengah menyetubuhinya dengan kasar.
"dientot kasar malah keluar, bu Widya ini. Aakkkhhhh....mbah juga mau keluar, bu. AAKKKHHHH!!!! TERIMA PEJU MBAH LAGI....TERIMA PEJUHI DI MEMEKMU LAGI, WIDYA!!! AAAKKKHHH!!!"
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
"Aakkhh....penuh memekmu, Widya. Ssshhhhh...memang memek kualitas tinggi. Aakkkhhhh...."
PLAK!!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pantat Widya sesudah mbah Mitro mengucapkan hal tentang memek Widya.
Dicabutnya kontol mbah Mitro dengan kasar dan hal yang sama kembali terlihat dimana dari bibir memek Widya mengalir lelehan peju dari kedua pria tersebut yang bercampur di dalam sana memenuhi rongga rahimnya. Tubuh Widya masih bergetar di posisi menunggingnya itu. Pantatnya memerah karna tamparan yang mbah Mitro berikan.
Setelah kontolnya terlepas, mbah Mitro membuang tubuh Widya begitu saja ke samping ranjang yang digunakan oleh Evan untuk tidur. Kepala Widya berada tepat di depan wajah Evan. Jika Evan sadar mungkin dengan jelas Evan bisa merasakan dan mendengar hembusan nafas Mamahnya itu yang sehabis di Setubuhi oleh dua pria secara kasar. Pantat Widya yang memerah terduduk menempel di lantai tanah yang sudah tergenang oleh peju kedua pria tersebut yang mengalir keluar tadi.
"sebelum anak ibu bangun dan lihat mamahnya telanjang dengan peju yang mengalir, mending sekarang bu Widya bersihkan badannya terus berpakaian lagi terus tidur. Nanti pagi bu Widya pulang kan? Tidurlah, nanti mbah bangunkan", ucap Mbah Mitro lalu pergi meninggalkan kamar dengan kedua kontol pria tersebut bergelantungan dengan bebas.
Widya yang sudah sangat lemas memutuskan hanya mengelap sisa-sisa peju kedua pria tersebut dengan pakaiannya. Serta Widya kembali mengenakan pakaian yang ia ambil acak dari tasnya lalu tidur di samping anaknya, Evan.
"Mantap banget memeknya, mbah. Makasih banget loh udah di ijinkan buat ikut mencicipi", ucap pak Kanto di luar kamar sambil menikmati kopi buatan perempuan yang batu saja ia Setubuhi.
Karna rasa lelah yang Widya rasakan setelah disetubuhi dan rasa lelah karna mengalami orgasme berkali-kali, akhirnya dengan cepat Widya tertidur di samping anaknya dengan posisi tengkurap karna pada bagian pantatnya terasa panas oleh tamparan yang ia dapatkan dan juga rasa sakit karna lubang pantatnya telah di perawani.
"maafkan mamahmu ini, nak"
*……………………..
Pada tubuh Widya atau lebih tepatnya di dalam rahimnya kini sudah terpasang sebuah benda yang tak kasat mata bentuk dan rupanya. Benda yang ia pasangkan memalui bantuan mbah Mitro dengan cara bersetubuh lalu di transferkan pada cairan putih kentalnya untuk bisa masuk ke dalamnya.
Widya melakukan hal tersebut akibat faktor keuangan yang memang sudah menjeratnya lebih dalam pada lilitan yang harus ia bayarkan sejak sepeninggal almarhum suaminya. Dirinya harus hidup dengan serba kesusahan.
Setelah melakukan jalan pintas yang ia ambil, dengan perlahan kehidupannya mulai berubah dengan sendirinya. Dengan perlahan semua hutang yang ia tanggung selama ini mulai habis tercicil, begitu juga dengan uang SPP Evan yang sudah tak ada masalah lagi. Widya sengaja tak menunjukkan secara langsung perubahan hidupnya itu supaya tak timbul kecurigaan dari para tetangganya ataupun dari orang tuannya sendiri. Menggunakan dalih pesanan kateringnya meningkat, Widya mulai memperbaiki rumahnya dan juga semua kehidupannya.
Rumahnya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Semua hutang yang ia tanggung di tangan lembutnya sudah kian menghilang, bahkan dirinya sudah bisa membelikan Evan sebuah sepeda motor baru. Entah dari mana uang yang ia terima itu berasal, Widya pun sampai sekarang masih bingung.
Setelah mengikuti semua petunjuk yang mbah Mitro perintahkan, uang yang ia inginkan untuk merubah hidupnya datang dengan sendirinya. Setiap bulan sekali dirinya mengunjungi mbah Mitro untuk melakukan kewajibannya memberi makan benda yang tertanam di tubuhnya dengan sebelum pergi dirinya selalu menaruh beberapa sesajen di atas kasurnya dan saat dirinya pulang dari tempat mbah Mitro langsung terdapat uang yang terserak di bawah kasurnya itu.
Widya kini kembali beraktivitas seperti biasanya, membuat beberapa pesanan katering yang terus datang menghampiri dirinya dan sekarang dirinya telah mempunyai seseorang yang membantu dirinya untuk menyelesaikan setiap pesanan yang ada. Sudah satu tahun ini bisnis kateringnya tetap lancar tanpa ada gangguan walaupun dirinya sudah terbebas dari pelaris yang ia pakai dua tahun yang lalu.
Saat Widya memutuskan untuk mencabut pelaris tersebut tepat dua tahun yang lalu, mbah Mitro merasa keberatan karna dengan hal tersebut makan mbah Mitro tak bisa merasakan kembali tubuh Widya, tapi mbah Mitro tak bisa berbuat apa-apa karna itu memang sudah keputusan Widya sendiri. Untungnya selama dirinya bersetubuh dengan mbah Mitro, Widya tak menunjukkan atau hamil satu kali pun karna dirinya selalu meminum pil KB sebelum dirinya melakukan persetubuhan dengan mbah Mitro. Bukan hanya mbah Mitro, tapi di waktu tertentu Widya juga bersetubuh sekaligus dengan pak Kanto. Ada waktunya dia datang ke rumah mbah Mitro dan harus melayani ke dua pria tersebut.
“Kita sudah tak bisa merasakan kehangatan tubuh bu Widya lagi, To”
“iya, mbah. Saya masih belum puas semburin peju saya ke memek legit bu Widya”
Keduanya saling melontarkan perasaannya sambil melihat ranjang yang berantakan saat digunakan untuk menikmati tubuh seksi Widya untuk yang terakhir kalinya dengan gerakan buas dan sepuas mungkin menyodok memek Widya, sebelum sosok Widya yang menjadi pemuas nafsu mereka pergi meninggalkan keduanya.
Lelaki dengan aura yang kuat
-Ganteng serta memiliki tubuh yang proporsional
-Pacar dari wanita cantik bernama Alice
Setelah 6 tahun berlalu. Evan tumbuh menjadi pria yang mempunyai aura kuat dengan wajah yang bisa dibilang tampan serta memiliki postur tubuh yang tinggi. Ia kini telah lulus dari SMA nya dan merubah statusnya dari murid SMA menjadi seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kotanya.
Sosok Evan yang polos dan keterbatasan pengetahuan akan hal seks yang dulu, kini bukanlah sosok dirinya lagi. Evan telah tumbuh sebagai mana seperti lelaki pada umumnya yang akan tau tentang apa itu seks secara utuh maupun juga apa yang dinamakan dengan maksud dari ketertarikan akan lawan jenis. Sosok tampan, kulit putih serta ditunjang oleh badan yang proporsional membuat dirinya mendapatkan hati di kalangan para wanita.
Evan mempunyai sosok perempuan yang disebut sebagai pacarnya bernama Alice. Evan berpacaran dengan Alice saat dirinya masih menginjak kelas 2 SMA. Berarti hubungan mereka sudah hampir menginjak 2 setengah tahun, waktu yang lumayan lama untuk bisa bertahan.
Seorang Mahasiswi
-Mempunyai wajah yang cantik dengan kulit mulus
-Pacar dari Evan
Untuk Alice sendiri tak jauh berbeda dengan penggambaran yang ada pada diri Evan. Alice adalah sosok perempuan cantik yang bisa dikatakan sebagai sosok perempuan idaman dari berbagai sudut hal. Disini entah siapa yang merasa beruntung bisa mendapatkan satu sama lain. Karna keduanya memang tipe idaman bagi kaum wanita mau kaum pria.
Awal mereka mengenal satu sama lain terjadi seperti halnya cerita-cerita yang terjadi di dalam sebuah FTV. Mereka saling berselisih paham lantaran dari keduanya memang menjadi salah satu murid yang mendapat peringkat popularitas dari murid lainnya dalam hal fisik. Tapi memang seperti itulah yang terjadi di awal pertemuan mereka hingga menjadi sosok yang saling mengisi di masa mudanya.
Alice sendiri melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi yang sama dengan Evan, hanya berbeda dalam bidang jurusan yang mereka ambil. Ia tak mau jauh dengan lelakinya itu supaya ia juga bisa memantaunya jika nakal terhadap perempuan lain. Bukan karna terlalu posesif atau hal lainnya, Alice hanya ingin menjaga perasaan Evan terhadap dirinya dan untuk Alice sendiri jujur akan rasa takutnya jika harus hubungannya berakhir akibat orang ketiga diantara mereka. Alice sudah sangat terlanjur mencintai dan menyayangi lelaki mantan musuhnya saat di SMA itu.
Sekarang untuk masalah pada perubahan mamahnya sendiri, Evan bisa merasakan dengan jelas setelah kejadian 6 tahun yang lalu. Awalnya dirinya tak mengetahui perubahan yang terjadi pada mamahnya maupun perubahan hidup keluarganya yang bisa dengan cepat berubah, namun hak tersebut dengan perlahan bisa Evan sadari seiring pertumbuhannya. Saat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Evan sesungguhnya merasa sangat marah dengan mamahnya, tapi dirinya sadar akan posisinya sebagai anak dan mamah melakukan hal tersebut juga bertujuan untuk kehidupan dirinya sebagai anak. Walau rasa marah masih sangat bisa Evan rasakan, ia hanya bisa menerima hal tersebut hingga dengan sendirinya Evan mengetahui bahwa mamahnya telah berhenti dari semua hal menyimpang tersebut dan Evan hanya bisa merasa lega menerimanya.
Pakaian yang mamahnya pakai kini telah berubah sedikit modis dari sebelumnya. Mamahnya yang kini berusia 38 tahun sama sekali tak terlihat akan usianya karna pakaian yang selalu dipakainya. Malah dengan apa yang mamahnya pakai membangkitkan aura mudanya sehingga terlihat seperti umur 28 tahunan.
Evan juga sesekali mengecek setiap postingan mamahnya di dalam aplikasi Instagram. Mamahnya bukan hanya memposting usaha kateringnya untuk promosi, tapi mamahnya juga memposting foto dirinya sendiri yang memang terlihat cantik dan seksi.
“Hahahaha”, Evan tertawa saat melihat mamahnya memposting foto dirinya berlepotan oleh tepung dan telur saat dirinya merayakan ulang tahun kemarin. Di dalam foto tersebut juga terlihat Alice yang ikut berpose di sebelahnya.
Ya, Widya sudah tau akan hubungan anaknya itu dengan Alice dan untungnya bagi Widya sendiri tak memikirkan soal pilihan yang anaknya ambil. Semua pilihan dan keputusan anaknya selalu Widya terima selama itu memang tak melenceng. Bahkan baik Widya maupun Alice mereka sangat akrab satu sama lain saat bersama dan hal itu membuat kebahagiaan sendiri untuk Evan karna bisa melihat mamahnya beserta pacarnya bisa cocok dalam kebersamaan.
Saat Evan sedang tertawa kecil melihat dirinya di dalam postingan Instagram mamahnya, Evan mencoba mengetikan komentarnya dan setelahnya ia melihat komentar-komentar yang masuk di postingan mamahnya tersebut. Apa yang Evan lihat seperti biasanya, dimana hampir setiap komentar yang masuk di dalam postingan mamahnya adalah para pria. Hampir setiap komentar yang masuk selalu membuat Evan panas. Dimana komentar yang masuk di tunjukan untuk mamahnya.
“Seperti biasa selalu bikin cenat-cenut”
“dibuka jasa memuaskan wanita. Hahaha”
“tante, jalan yuk. Tante mau minta berapa pun saya kasih. Bercanda tante. Hehehe”
“Itu yang cowok anaknya? Anak bu Widya sama istri saya saja, saya sama bu Widya. Hahaha... dijamin bu Widya puas. Puas ngobrol sama saya maksudnya”
“Itu cewek paling ujung cantik banget, mau dong jadi pacarnya”, kini salah satu komentar ditunjukkan kepada Alice disertai emot cium.Isi komentar yang masuk benar-benar membuat Evan merasa kesal dan membuat wajah senangnya yang ditunjukkannya tadi menjadi redup. Dikepalkannya tangannya demgan erat seakan ingin memukul sesuatu, tapi apa yang bisa ia lakukan. Netizen memang seperti itu. Evan dengan kesalnya memasukkan ponselnya ke dalam tas selempangnya.
“Cemberut aja. Bete ya nungguin aku?”,suara wanita terdengar di samping Evan dan duduk di sebelahnya. Alice sedikit menghadap ke arah Evan sambil merapikan sedikit rambut Evan yang berantakan.
“bukan kok. Lagi lapar aja. Hahaha”, balas Evan dengan mengacak-acak rambut Alice. Sementara yang punya rambut gantian cemberut.
Alice mengerucutkan bibirnya. Evan yang melihat tingkah cemberut Alice kembali tertawa. Sementara Alice kembali ditambah cemberut saat pacarnya itu malah tertawa melihatnya. Walaupun begitu di dalam hati Alice, Alice tersenyum dan bersyukur bisa kenal dan menjadi pacar dari sosok lelaki bernama Evan itu. Sosok lelaki yang mampu mengisi setiap harinya dengan kebahagiaan. Sosok lelaki yang selalu peduli dan selalu mengkhawatirkan dirinya disaat Alice tak ada kabar maupun terlihat murung oleh rasa kesalnya pada dosen.
“kok kelas kamu cepet banget selesainya?”, tanya Alice.
“Ga ada kelas sih sebenernya, aku masuk Cuma mau jemput pacarku ini yang cemebrutan”, ucap Evan sambil mencubit kedua pipi Alice dengan gemas.
“Iiihhhh sakit, yang...”, ujar Alice dengan mencubit kembali pipi Evan.
“tapi So Sweet banget sih pacarku ini. Takut ya kalo aku dikarungin sama cowok lain. Takut ya? Takut ya?”, goda Alice pada lelakinya itu.
“Hari ini kamu ke rumah ya. Mamah udah kangen lagi sama kamu katanya”, ucap Evan.
“Calon menantu idaman kaya gini mah emang selalu dikangeni sama calon mertua. Ga kaya anaknya yang ngeselin banget”, ucap Alice mencoba berlagak songong untuk mengusili Evan.
“Emang mau? Emang dah siap jadi istri dari seorang Evan Dwi Harjono yang paling ganteng ini? Jadi istri aku harus sabar loh, soalnya banyak wanita yang terus deketin aku walau dah nikah sama kamu sekalipun”, balas Evan menggoda Alice. Selalu saja Alice kalah oleh Evan.
“Kalo kamu mau mau deketin wanita lain terserah kamu”, ucap Alice berpura-pura mengambek.
Evan tersenyum usil melihat Alice.
“Bener nih? Yaudah, nanti aku cari wanita lain berarti ga papa nih?”
“Iiihhh...kok gitu sih? Jahat banget kamu”, Evan tertawa mendengar jawaban Alice dan mengelus rambut Alice.
Alice dan Evan kembali bercanda dan mengobrol di kantin kampus. Dari semua orang yang berada di dalam kantin hanya kedua pasangan ini yang paling heboh suaranya. Sehingga membuat orang-orang memperhatikan tingkah laku keduanya yang sama sekali tak sadar sedang di perhatikan banyak orang.
“Ga usah cemberut, nanti aku cemplungin kolam belakang gedung pertanian mau?”, Evan mengambil tangan Alice untuk di genggamnya.
“Bodo!”, Alice menyilangkan kedua tangannya di dada sambil memalingkan mukanya pada Evan.
“Makan yuk. Ntar aku beliin Dessert kesukaan kamu”, mengembanglah kembali senyum di wajah cantik Alice di hadapan Evan.
“Yeeeeeyyy. Seriusan, yang?”
“dasar kamu ini”, ucap Evan menanggapi tingkah lucu Alice. Alice yang merasa senang memeluk tubuh Evan dari samping. Seperti anak kecil saja Alice ini. Mungkin seperti itulah yang dipikirkan Evan, namun pastinya dengan tersenyum.
Evan dan Alice berjalan keluar mengarah ke tempat motornya di parkirkan sambil Alice memeluk tangan kanan Evan sepanjang jalan. Evan yang merasa malu akan ulah manja wanitanya itu sedikit menasihati untuk melepaskan pelukan tangannya karna sepanjang jalan mereka terus dipandangi oleh mahasiswa siswi lainnya, namun dijawab enteng oleh Alice, “biarin, pacar sendiri juga ini”.
--
Setelah pergi makan dan membawa kardus kecil di dalam kantung plastik berisi Dessert kesuakaan Alice di tangannya, Alice membuka pintu kosnya untuk masuk yang dikuti Evan dibelakangnya. Setibanya di dalam kamar, Evan bisa melihat kamar yang di dekor sedemikian rupa layaknya kamar wanita. Kamar yang bersih dan berbanding terbalik dengan kamarnya sendiri yang sedikit lebih berantakan. Evan merebahkan badannya di atas kasur empuk dan berbau harum milik Alice sambil memainkan ponselnya, sementara Alice mengganti pakaiannya di hadapan Evan tanpa rasa canggung sedikit pun.
“kamu mah kebiasaan. Ada kamar mandi itu fungsinya buat apa? Main ganti sembarangan aja, ada orang disini”, ucap Evan.
“Malas ke kamar mandi, yang. Lagian juga di depan pacar sendiri dan kamu juga udah sering liat tubuh telanjang aku, kamu. Bilang aja nanti kamu kepingin terus minta jatah keringat. Wlee...”, balas Alice sambil menjulurkan lidahnya.
“serah kamu lah mau ganti dimanapun. Asal jangan telanjang di depan lelaki lain aja, nanti aku lempar kamu ke kolam ikan”, ucap Evan.
“Cie, cie yang khawatir kalo aku telanjang sama lelaki lain, cie. Tenang yang, aku bukan wanita kaya gitu kok dan lagian lelaki yang aku cinta dan aku sayang Cuma kamu. Aku ga bakal nakal kok, yang harusnya khawatir sama takut itu aku. Kamu kan playboy kelas kakap”, ucap Alice menghampiri Evan lalu mencium bibirnya sejenak.
“Remote AC mana, yang? Panas ini”
“itu ada di atas rak”, Alice membalas sambil memilih baju yang akan ia pakai. Dasar perempuan, pilih baju aja pasti ribet.
Saat Evan bangun dari posisinya, ia bisa melihat bahwa pacarnya itu tengah berdiri sedikit menungging dengan bagian bawahnya sudah memakai hotpants. Evan yang sedang kepanasan lebih memilih berjalan mengambil remote AC.
“Laptop kamu dimana, yang?”, tanya Evan mencari laptop Alice.
“ngapain dicariin sih sayang. Itu laptop aku kan ada dibawah kamu, diatas meja”, jawab Alice menunjuk ke arah bawah rak tempat Evan mengambil remote AC. Sementara Evan hanya cengengesan sambil menggaruk kepalanya.
“Dasar kamu ini”, ucap Alice tersenyum sambil memakai Bra.
Evan membuka Laptop milik Alice yang tergeletak di meja kecil dan ia gunakan untuk membuka steam miliknya, berharap ada game baru yang ia membuatnya minat terpajang disana, namun setelah mencari ternyata tak ada game yang membuatnya tertarik. Hanya ada game-game mainstream yang mengajak untuk di update. Evan keluarkan bungkus rokok dari celananya dan satu batang rokok ia nyalakan.
“Eh, yang. Malam ini kamu pulang apa ga? Nginep sini ya. Ya, ya, ya...”, tanya Alice sambil memakai bajunya.
“Ga tau aku. Coba liat nanti aja deh. Lagian malam ini kakek datang dari kampung buat tengokin cucunya ini katanya. Ya masa mau tengok aku, akunya malah ga dirumah”
“Yah,,, padahal malam ini pengengnya kamu tidur sini. Besok aku ga ada jadwal kelas soalnya. Tapi kalo emang kakek kamu mau datang yaudah deh gapapa”, terdengar nada bicara Alice seperti kecewa.
“Gini aja, nanti kalo kakek aku jadi datang, kamu yang tidur dirumah aja gimana? Lagian kalo mamah tau calon menantunya mau Nginep pasti malah senang”
“Cie...calon menantu katanya nih. Siapa sih? Hahaha...”
“Siapa lagi kalo bukan...Resti anak Periklanan. Hahaha”, canda Evan dengan menyebut teman SMA nya yang bernama Resti. Mantan Evan juga sebelum sama Alice.
“NYEBELIN!!!”, kesal Alice sambil melempar celana dalamnya yang dipake ke kampus tadi ke arah Evan.
Karna sedari tadi tak ada game yang membuat minatnya muncul, akhirnya Evan hanya bermain sosial media menggunakan akun milik Alice. Tak ada yang spesial saat dirinya berselancar di internet, Evan mengambil Flashdisk milik Alice yang dimana terdapat video serta foto-foto kebersamaan mereka selama 2 setengah tahun ini. Saat melihat video dan foto-foto yang ada, Evan hanya tersenyum kecil saat mengingat kejadiannya.
“Rokok terus. Dah matiin dulu rokoknya, sekarang buka mulut kamu”, ucap Elis yang berdiri di sebelah Evan dengan sudah berpakaian lengkap sambil menyodorkan Dessert untuk disuapkannya pada Evan. Sebuah Dessert dengan bagian lainnya terdapat gigitan Alice.
“Lagi asyik nih. Nanti aja”, ucap Evan yang terfokus pada layar laptop di depannya.
“Udah ini, buka mulut kamu, yang. Aaaaaaa....”, tangan Alice langsung menyuapkan Dessert nya ke dalam mulut Evan dan langsung dikunyahnya dengan sebal.
Alice mengambil kursi didekatnya lalu ikut duduk di samping Evan dengan meletakan kepalanya di atas meja sambil melihat ke arah Evan yang tengah mengunyah Dessert yang ia suapkan. Menunggu komentar Evan tentang Dessert kesukaannya itu sambil tersenyum.
“Enak kan?”, tanya Alice menatap lekat wajah pria di depannya itu.
“Biasa aja rasanya. Ga terlalu enak-enak banget”, balas Evan berpura-pura sebal pada Alice karna dirinya diganggu saat menikmati rangkaian momen hubungan mereka di layar laptop.
Alice berdecap kesal, “Tsshh...” mendengar jawaban Evan. Alice yang merasa sedikit kesal merubah posisi duduknya sambil mendekatkan kepalanya ke depan Evan. Pandangan mereka bertemu sejenak sebelum bibir Elis menempel tepat pada bibir Evan dengan lembut. Bisa Evan rasakan bibir lembut dan halus milik pacarnya itu dan dari sela ciumannya, Evan memandang wajah Alice yang tengah terpejam matanya sambil bibir Alice terasa sedikit bergerak pada bibirnya. Ciuman bibir Alice tak lama terjadi dan terlepaslah kedua bibir mereka dengan pelan.
“Kalo yang itu enak ga?”, tanya Elis saat ciumannya terlepas dengan menyunggingkan senyum manisnya di depan Evan.
“Yeee...wajahnya langsung pasang tampang ngarep gitu. Hahaha....”, tawa Alice menggoda Evan.
“siapa juga yang ngarep. Kamu tuh kenapa tiba-tiba main sosor aja. Kaya Soang tau ga. Hahaha”, giliran Evan membuat Alice kesal.
“Biarin kaya Soang, yang penting kamu mau sama aku”
CUP!!!
Belum sempat Evan mengeluarkan suaranya, Alice kembali menempelkan bibirnya pada bibir Evan. Membungkam mulut Evan untuk tak membalas pertanyaannya menggunakan bibirnya. Kedua bibir mereka bertemu dan saling melumat dengan lembut secara perlahan lidah mereka saling membelit mengingat satu sama lain. Suara ludah mereka yang bertukar memberi nuansa baru di dalam kamar.
“Mmmpppfff.....mmmhhhh....” , Alice melenguh di tengah ciumannya saat lidahnya disedot oleh Evan dengan sedikit kuat.
Alice yang mulai merasa dirangsang oleh lumatan serta sedotan yang dilakukan oleh Evan mulai mengarahkan tangan Evan yang tadinya diatas keybord laptop ke arah gundukan payudaranya. Diatas payudara Alice tangan Evan disuruh untuk meremasnya dengan kode dari Alice yang meremas tangan Evan. Evan yang juga mulai terangsang mulai meremas pelan payudara Alice dari balik baju sambil terus melumat bibir Alice dengan panasnya.
Nafas masing-masing bisa dirasakan oleh keduanya yang sedang memburu. Remasan pelan yang dilakukan oleh Evan membuat nafas Alice tersengal menikmati perlakuan dari orang yang sangat ia cintai itu pada payudaranya. Evan mengarahkan satu tangannya lagi untuk ia letakan dibelakang kepala Alice. Ia remas tekan kepala Alice supaya masuk lebih dalam mengarah ke wajahnya, sesekali ia remas rambut Alice. Gerakan tangannya pada payudara Alice juga mulai berbeda, dari gerakan pelan kini mulai meremasnya dengan gemas.
“Ssshhhhh....sayanggg...mmmhhhh....”,desah pelan Alice karna remasan tangan Evan.
“Sshhhhh...buka ya...”, dengan tatapan matanya yang mulai sayu, Alice mengangguk menjawab permintaan Evan.
Dinaikkan baju yang dipakai Alice oleh tangan Evan hingga batas dada. Terlihat Bra hitam yang senada dengan warna baju yang tengah dipakainya. Diciumnya kain Bra itu oleh Evan dengan dengusan keras nafasnya dan tangannya masih bermain dibalik Bra. Karna Evan sendiri sudah merasa nafsunya mulai memuncak, ia dengan cepat angkat penutup payudara yang dipakai Alice hingga kedua buah bukit yang tak terlalu besar terpampang di depan matanya. Payudaranya sangat mengkel dan putingnya berwarna pink kecokelatan.
SLURP!!! SLURP!!!
Sejurus kemudian bibirnya berpindah ke atas payudara Alice dan di sedotnya dengan bernafsu kedua puting Alice yang mulai mengacung keras. Alice sendiri yang kini mendapat rangsangan keras di kedua putingnya hanya bisa mengerang pelan dalam nikmatnya dengan menjambak lembut rambut Evan.
“Aakkkhhhh...teruss sayang...sshhhh...gelliii...sshhhhh...”
Evan lumat kembali bibir Alice dengan kuat sambil melepaskan baju yang masih melekat di tubuh indah Alice beserta dengan Bra yang dipakainya hingga tubuh bagian atas terbuka memperlihatkan kulit tubuhnya yang mulus beserta dengan dua daging kenyal yang Alice miliki.
“celananya dibuka sekalian, sayang. Aku udah kangen”, ucap Evan mulai melucuti celana yang Alice pakai dan tanpa banyak buang waktu juga langsung dicopotnya celana dalam Alice.
Rambut kemaluan Alice yang tak terlalu lebat dan terurus membuat nafas Evan semakin berantakan dibuatnya. Terlihat selangkangkan Alice yang berwarna pink dan bersih menyulut nafsunya menjadi menggebu. Tangannya tak tahan untuk tak menjamah bagian bawah tersebut. Dengan perlahan tangannya mulai ia arahkan ke dalam selangkangan Alice sambil berciuman kembali.
Ia gosok bibir vagina Alice dengan perlahan bersamaan gerakan memainkan klitorisnya. Sangat bisa Evan rasakan bahwa pada bagian vaginanya sudah sangat basah oleh rangsangan yang ia berikan. Ia gunakan dua jarinya masuk ke dalam lubang surgawi Alice dan mengocoknya dengan perlahan. Suara Alice terdengar sangat nyaring di telinga Evan tak kala saat wanita tersebut mendesah keenakan.
“Udah basah banget, yang. Udah pengen ya”, goda Evan disela rangsangannya.
Alice yang sedang menahan nafsu digoda oleh Evan yang menambah warna merah pada wajahnya. Ia merasa sedikit malu akan ucapan Evan terhadapnya saat mengetahui bahwa selangkangannya telah sangat basah, tapi ia suka.
“Sayang...jangan goda aku terus. Sshhhhh....aku malu”, ucap Alice saat kedua kakinya tengah direnggangkan oleh Evan dan selangkangannya terbuka dengan bebas. Dari bawah sana Evan tersenyum.
Kemudian selangkangannya dimainkan dengan lidah Evan yang menari-nari di bibir vaginanya yang merekah serta pada titik klitorisnya.
Beberapa menit Evan memainkan vagina Alice hingga desahan berubah menjadi erangan yang menandakan bahwa Alice akan mencapai orgasme pertamanya. Mengetahui hal tersebut, Evan menghentikan kegiatannya dan mengangkat tubuh Alice dari posisi duduk ke pelukannya. Alice digendong depan oleh Evan dengan kedua kaki masih berposisi mengangkang di kedua lengan Evan. Selangkangannya yang basah tepat menempel di perut Evan yang bidang.
Diturunkannya tubuh Alice dari gendongan Evan diatas kasur. Alice terlentang pasrah ketika Evan berdiri di depannya tengah melucuti semua pakaiannya sendiri. Nafas Alice makin memburu, nafsunya makin meluap ketika benda besar dan tegak keluar dari balik celana dalam Evan.
Evan naik ke atas tempat tidur dan tangannya menuntun kepala Alice untuk mendekati selangkangkannya. Alice yang tau akan kemauan pacarnya itu langsung membuka mulutnya untuk memasukkan penis Evan yang sudah mengeras dalam ukuran besar. Dengan gerakan sedikit cepat Alice mengoral penis Evan sambil tangannya membantu mengocok penis Evan mencoba memuaskan lelaki yang sangat ia cintai itu dengan kemampuan yang ia bisa.
“Aaaakkkkhhh...ssshhh...terus sayang...terus. Jangan keras-keras, bisa keluar cepet nanti. Aakkkhhhh...ssshhhhh....”, racau Evan membelai rambut Alice yang tengah maju mundur di selangkangannya.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
Menggunakan mulutnya Alice mencoba sebisa mungkin memanjakan penis Evan dengan gerakan kepalanya yang terus keluar masuk mengulum dan menyedot. Beberapa kali berhenti sejenak untuk mengambil nafas panjang sebelum kembali membungkus penis Evan dengan rongga mulutnya yang hangat dan lembut. Sementara payudaranya tergantung bebas dibawah sana dalam posisi menungging. Perlahan penis Evan mulai terasa semakin mengeras dan membesar di dalam mulutnya yang terus bekerja mengocok batang tersebut.
Alice mengoral penis Evan dengan cepat dan mulai terlihat lihai. Sedotan yang di lakukan mulut Alice terasa sangat kuat oleh Evan sampai Evan sendiri memejamkan matanya karna kenikmatan yang diberikan oleh mulut Alice itu. Gerakan kepala Alice makin cepat di bawah sana, mengakibatkan Evan belingsatan karna rasa nikmat ulah pacarnya itu. Evan yang tak mau keluar dengan cepat langsung mencabut penisnya yang tertanam dan tengah dimanjakan di dalam mulut Alice
“Sayang...”, rajuk Alice saat kegiatannya dihentikan oleh Evan.
Evan menyuruh Alice untuk terlentang dan langsung membuka kedua kaki Alice kembali sambil memosisikan tubuhnya di tengah-tengah selangkangan Alice. Di pegangnya penisnya sendiri yang sudah sangat keras di depan bibir vagina Alice yang sudah siap melakukan pertempuran panas. Terlihat di atas sana wajah Alice menunggu dengan tegang akan penetrasi yang akan di lakukan oleh Evan. Ia cium terlebih dahulu paha bagian dalam milik Alice yang mulus beberapa kali.
“Ssshhh....”, Alice merasakan bibir vaginanya mulai terbuka saat ujung kepala penis Evan mulai masuk melakukan penetrasi membelah lubangnya.
“Aakkkhhhh...sshhhh....sempit, sayang. Sshhhhh”, ujar Evan merasakan sempitnya Vagina Alice saat mencoba melakukan penetrasi.
Perlahan penis Evan memasuki rongga vagina Alice. Setiap senti saat penis Evan yang mencoba masuk ke dalam membuat Alice mengerang pelan akan sensasi gesekan yang terjadi serta rasa sedikit sakit karna vaginanya dipaksa sedikit terbuka dari ukurannya. Evan lakukan penetrasi dengan perlahan karna Evan tau betul bahwa vagina Alice masihlah sangat sempit untuk bisa terbiasa dengan penisnya itu. Mereka memang sudah lama menjalin hubungan, hanya saja jarang melakukan hal berbau intim di ranjang. Hanya baru-baru ini mereka lumayan intens berhubungan badan.
Perlu diketahui juga bahwa Evan adalah pacar pertama yang dikasih tubuhnya secara utuh oleh Alice, atau dengan kata lain orang beruntung yang bisa merasakan pertama kali dan sekaligus orang yang pertama kali menjebol perawan Alice bukan lain adalah Evan. Selama beberapa kali berpacaran, Alice sama sekali tak pernah yang namanya berhubungan intim, paling nakal yang pernah Alice berikan pada pacar-pacar sebelumnya hanyalah sebatas bagian payudara dan mulutnya saja.
Kenapa saat dengan Evan ia mau? Mungkin inilah bentuk sayang dan cintanya Alice terhadap Evan. Supaya Evan bisa mengetahuinya sendiri bahwa dirinya memang serius ingin terus bersama. Walaupun risiko, risiko dalam artian Alice sendiri juga tak tau kedepannya hubungan mereka akan seperti apa, tapi ia hanya ingin membuktikan rasanya saja dengan cara merelakan tubuhnya.
BLES!!!
“Aaaakkkkhhh!!!”
Setelah masuk sepenuhnya, Evan tak langsung menggerakkan pantatnya untuk mulai menikmati setiap jengkal dinding vagina Alice, justru ia diamkan terlebih dahulu sambil memandi wajah Alice sambil menyunggingkan senyum. Alice yang sedang dipandangi oleh Evan sambil tersenyum kearahnya langsung membalas balik seperti yang Evan tengah tunjukkan terhadapnya.
“ssshhh......”
Saat tubuh Evan mencoba untuk lebih turun mendekati tubuh Alice, Alice sedikit mendesah akibat gerakan tubuh yang Evan lakukkan mengakibatkan penis yang berada di dalam sana bergerak menggesek dinding vaginanya. Alice sedikit merapatkan kedua pahanya menikmati sensasi pertama dati penetrasi yang Evan lakukan ke dalam vaginanya. Diusapnya secara pelan nan lembut pipi Alice serta membelai rambutnya sambil mengucapkan sesuatu di hadapan wajah Alice.
“Semua persetubuhan yang dilakukan dengan dorongan akan nafsu, tapi aku akan melakukannya atas dasar sayang. Bukan hanya sekedar nafsu belaka. Maaf kalo masih sakit”, ucap lembut Evan dan entah kenapa ucapan tersebut membuat Alice tersenyum hangat dan mulai menitikkan air mata.
Alice merasa terharu akan ucapan yang dilontarkan oleh Evan terhadapnya. Memang, memanglah selama Evan menyetubuhinya pasti Evan akan melakukannya dengan lembut tanpa ada gerakan kasar yang menghiasinya sebagai bumbu pemacu nafsu. Softcore. Ya, itu yang Evan berikan saat memperlakukan Alice sebagai pasangannya.
Bagi Evan sendiri. Dia bersetubuh dengan pasangannya, orang yang ia sayangi dan ia cintai. Orang yang mungkin saja akan menjadi pasangannya di masa depan hingga bisa mempunyai keluarga mereka sendiri. Maka dari itu apa yang ia berikan atas dasar perasaan sayang. Nafsu? Pasti, namanya juga bersetubuh. Evan bersetubuh dengan Alice, pacarnya dan bukan bersetubuh dengan pelacur yang bisa ia kasari saat mencoba meraih kepuasannya pribadi. Alice Pasangannya, bukan Pelacurnya.
Evan kecup kening Alice dengan lembut lalu tersenyum. “aku mulai ya”, Alice mengangguk tersenyum dengan melingkarkan kedua tangannya di leher Evan yang mulai menggerakkan pantatnya dibawah sana menumbuk selangkangannya.
Dimulai dengan gerakan pelan yang dilakukan oleh Evan membuat Alice memberikan respon pada lubang vaginanya dengan meremas penis Evan. Serasa diremasnya penis Evan oleh dinding Vagina Alice membuatnya menahan rasa nikmat. Evan rapatkan giginya akibat rasa nikmat yang menjalar dari batang penisnya di bawah sana yang tengah di remas oleh dinding-dingin lembut dan hangat vagina Alice.
“Ssshhh.....sayang”, desah Evan yang kini memegangi kedua sisi perut Alice yang ramping.
“Enakgghhh?” ssshhh....”, tanya Alice dengan tatapan sayu sedangkan Evan hanya menganggukkan kepalanya dengan mata terpejam.
Dengan posisi Evan memegang kedua sisi perut Alice, Evan kembali menggerakkan pantatnya menggasak pertahanan rongga vagina Alice. Bukan hanya Evan yang merasakan nikmat, begitu juga dengan Alice sendiri saat penis Evan mulai keluar masuk di vaginanya yang dimana menimbulkan rasa gatal pada vaginanya. Alice mencoba menetralisir rasa nikmatnya dengan meremas selimut dengan erat. Mulutnya terus mengeluarkan suara desahan saat Evan terus menggerakkan penisnya.
Setiap penis Evan yang keluar pada vagina Alice, Evan bisa melihat penisnya sendiri terlihat mengkilap oleh cairan kewanitaan Alice di dalam sana. Melihat payudara Alice yang menganggur tengah bergerak naik turun mengikuti irama pompaannya. Tangan Evan meraih payudara tersebut dan meremasnya sambil terus menggerakkan pantatnya dengan perlahan.
Mendapat rangsangan dari kedua titik tubuhnya membuat desahan Alice menjadi semakin keras. Pandangannya bisa melihat dari kaca riasnya yang tak terlalu besar, dimana dirinya tengah terlentang dengan posisi mengangkang dan terdapat sosok orang yang ia cintai tengah naim turun di atas selangkangannya menumbuk rongga Vaginanya. Kepala Alice di gerakan ke kanan dan kiri menikmati setiap rasa nikmat yang di berikan oleh gerakan pantat dan tangan Evan.
“teruss sayang. Sshhhhh...Aakkkhhhh...punya kamu bikin aku penuh...sshhhh...didalam vaginaku. Aakkkhhhh....”, Alice mendesah lalu membungkam mulutnya dengan tangannya sendiri mencoba untuk tak terlalu keras mengeluarkan suaranya.
“Aakkkhhhh....kalo kaya gini. Sshhhh....aku bisa cepat keluar sayang...enak banget”, Evan merasa penisnya terlalu nikmat akibat remasan dan juga kini ditambah empotan yang diberikan oleh vagina Alice.
“Jangan... jangan keluar duluhhh sayang. Sshhhh....lagi enak. Aku diatas ya. Sshhhh....mau kan aku goyang? Aaaakkkkhhh...”
Evan mencabut penisnya dari vagina Alice saat Evan memundurkan tubuhnya dan Evan langsung memosisikan tubuhnya untuk tiduran disamping Alice, sedangkan Alice bangun dari posisinya lalu mengangkangi selangkangan Evan. Menggunakan tangannya yang lembut, Alice mencoba memasukkan kembali penis Evan ke dalam Vaginanya, tapi Alice merasa kesusahan karna posisinya yang sedikit sulit melihat ke arah bawah. Dibantunya tangan Alice oleh Evan untuk memasukkan penisnya dengan mengarahkan ujung kepala penisnya tepat di bawah bibir vagina Alice.
Dirasa ujung penis Evan telah tertempel di bibir vaginanya, Alice dengan gerakan perlahan mulai menurunkan tubuhnya. Seiring turunnya tubuh Alice membuat penis Evan dengan perlahan mulai masuk kembali menembus vagina Alice. Perlahan sampai semua batang penisnya tertelan oleh Vagina sempit itu.
BLES!!!
“sekarang turunin pantat kamu perlahan. Ya begitu. Sshhhh.... Terus sayang”, ucap Evan mengomandoi gerakan tubuh Alice.
“Aakkkhhhh!!!”, erang Alice dan Evan saat penis berhasil masuk memenuhi rongga vagina Alice.
“Aku goyang, ya. Tapi kamu jangan liatin aku. Aku malu, iiihhh....”, ucap Alice malu saat Evan melihat dirinya sedang telanjang bulat menduduki penisnya.
Sekilas Evan melihat wajah Alice yang tertunduk malu diatasnya sambil membuang muka ke samping ditambah lagi Alice meletakan jarinya di mulut dengan menggigitnya. Hal tersebut membuat nilai plus sendiri untuk suasana yang sedang terjadi di kamar tersebut. Ekspresi wajah yang Alice berikan sungguh membuat suasana semakin memanas.
Evan memejamkan matanya dan kemudian terasa batang penisnya mulai bergerak di dalam vagina Alice. Terasa bahwa Alice menaik turunkan tubuhnya serta membuat gerakan memutar di atas selangkangannya. Evan meletakan kedua tangannya di sisi masing-masing paha Alice yang tengah naik turun memuaskan penisnya. Dalam keadaan memejamkan mata, Evan menikmati setiap rasa nikmat yang ia dapatkan dan tangannya mengusap-usap kulit mulus paha Alice.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Tumbukan selangkangan dalam Alice dan Evan menggema mengisi kamar bercampur dengan suara desahan dari keduanya yang saling bersahutan satu sama lain. Udara dingin AC yang terpancar sedari tadi sudah tak dirasa lagi walau dengan temperatur yang telah di setel rendah sekalipun tubuh mereka berdua tetap mulai berkeringat. Hawa panas persetubuhan mengalahkan dinginnya AC.
Evan membuka matanya melihat sosok wanita cantik tengah naik turun diatas selangkangannya. Ia tatap lekat tubuh Alice yang mulai berkeringat serta di dahinya mulai terlihat basah akan rambut yang menempel. Dimana tubuh Alice tersebut menyulut nafsu Evan bertambah untuk terus merasakan kenikmatan yang diberikan oleh tubuh wanitanya itu. Wanita yang ia cintai tengah memberikan seluruh tubuhnya dengan suka rela tanpa paksaan terhadap Evan. Tubuh Alice tengah meliuk-liuk di atas tubuhnya dengan bebasnya.
Kedua tangannya ia angkat dari paha Alice dan ia daratkan pada kedua bukit payudara yang tengah bergerak itu. Evan remas payudara Alice, Alice sendiri dibuat semakin mempercepat gerakan naik turunnya. Desahan yang keluar dari mulut Alice kian sering terdengar setiap penisnya masuk lebih dalam vagina Alice. Evan mainkan juga kedua puting Alice yang sudah mengacung keras di hadapannya itu dengan lembut. Setiap permainan tangannya pada puting Alice, tubuh Alice terlihat melonjak dan bergetar dibuatnya.
“Aaaakkkkhhh....akkkkhhhh....sayang....aku mau keluar...Aakkkhhhh...sayang...”, racau Alice kian tak terkontrol akan rasa orgasme yang sebentar lagi di raihnya.
Mengetahui Alice akan mencapai puncaknya, Evan membantu menggerakkan laju keluar masuk penisnya lebih cepat mengocok rongga vagina Alice. Ia letakan kedua tangannya pada pinggang Alice. Dicengkeramnya kedua pinggul Alice membantu tubuh wanitanya untuk naik turun diatas selangkangannya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Suara kecipak selangkangan Alice diatas tubuh Evan menggema. Suara kecipak yang diakibatkan karna vagina Alice sendiri sudah sangat basah tengah ditumbuk oleh penis Evan secara beratur keluar masuk di dalam vaginanya mengocok keluar isi dalamnya hingga Alice mengerang merasakan orgasme akan di capainya.
“KELUAR SAYANG. AKU KELUAR!!! AAAKKKHHH.....”, racau Alice tak terkontrol diatas selangkangannya.
Terlihat tubuh Alice mengejat seperti orang tersetrum aliran listrik. Tubuhnya bergetar dengan hebat dan pada penisnya sendiri terasa cairan hangat yang menyembur mengenai penisnya yang masih di dalam vagina Alice. Bukan hanya rasa cairan hangat, penisnya juga merasakan bahwa dinding vagina Alice meremas penisnya lebih kuat dari sebelumnya. Tubuh Alice masih bergetar menikmati orgasme pertamanya sebelum dirinya ambruk ke atas tubuh Evan.
Hhaaahhhh....hhaaahhhh...
Alice sandarkan kepalanya di dada bidang Evan dengan punggungnya naik turun demgan kasar, hembusan nafasnya bisa dirasakan oleh dada Evan. Tubuh Alice yang ambruk di atas tubuh Evan setelah mengalami orgasmenya, tubuh Alice masih saja terasa bergetar menikmati sisa-sisa orgasmenya.
Evan memberikan kesempatan untuk Alice menikmati seluruh orgasmenya hanya mendiamkan penisnya di dalam vagina Alice sambil memeluk tubuh Alice yang masih tersengal sambil memperbaiki nafasnya.
Beberapa menit Alice terdiam dipelukan Evan dirinya menegakkan badannya lagi lalu mencium bibir Evan dengan lembut, ciuman yang penuh kasih sayang. Mereka berciuman cukup lama. Dari sela bibir Evan keluar air liur dirinya dan air liur Alice yang bercampur akibat lumatan mereka.
SLURP!!! SLURP!!!
PUAH!!!
“HHHAAAHHH....HHHAAHHHH...”
Alice memandang wajah Evan yang sama tengah memandang dirinya. Alice tersenyum manis.
“sampe keluar gini air liurnya. Hihihihi...”, ucap Alice tertawa kecil melihat air liur mereka mengalir keluar sambil menyeka dengan tangan halusnya.
“liur kamu tuh keluar banyak tadi ke mulutku. Lagi kasih makan aku sama air liur, bu?”, canda Evan di tengah suasana panasnya.
“aku masih muda tau! Nih kalo kamu ga percaya aku ini masih muda”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Alice langsung menaik turunkan badanya diatas selangkangan Evan kembali. Dirinya mendesah sambil tersenyum sambil sesekali tersenyum ke arah Evan. Pantatnya mengocok penis Evan yang berada di dalam vaginanya dan kedua tangannya berada di dada Evan sebagai tumpuan. Gerakan naik turun di kombinasikan dengan gerakan memutar pantatnya dilakukan Alice untuk gantian memuaskan Evan.
Evan merasa kaget saat gerakan yang Alice lakukan, namun gerakan Alice sekaligus membuatnya merasakan nikmat kembali yang lebih dari sebelumnya. Evan hanya tiduran diam di bawah tubuh Alice yang sedang bekerja naik turun serta memutar pantatnya mencoba memuaskan penis miliknya.
“kamu...ssshhh...belum keluar kan sayang? Aaaakkkkhhh...sekarang...giliran aku bikin kamu....keluar. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh...”
“Alice sayang banget...sama kamu, yang. Ssshhhhh...Alice cinta. Jangan tinggalin Alice....ssshhh...”
“Alice...Alice Cuma punya kamu...kamu yang selalu peduli dan...ssshhh...khawatir sama Alice. Alice mau sama kamu terus sayang...sshhhh....”
Disela rasa nikmat yang Evan rasakan. Evan melihat butiran air mata keluar dari mata Alice, Evan merasa kasihan terhadap pacarnya itu disela penisnya yang sedang dipuaskan. Evan menegakkan badannya dan sekarang posisi badan mereka saling berhadapan. Sambil terus pantat Alice bergerak di selangkangannya, Evan menarik kepala Alice untuk diciumnya. Kembali, disela desahan Alice, Alice menangis sambil tubuhnya di dekap erat oleh Evan.
Evan membalikkan badan Alice dan memosisikan untuk terlentang dibawahnya dan kembali Evan mengambil kendali penuh dalam persetubuhan yang terjadi. Sementara Alice kini hanya terlentang pasrah dengan kaki mengengkang dalam keadaan vaginanya sesak oleh penis Evan yang tengah keluar masuk dengan lancarnya akibat cairan Orgasme miliknya yang melumuri penis Evan sebagai pelicinnya.
“Maaf sayang...ssshhh...kalo aku sedikit kasar. Sshhhhh...aku mau keluar”, ucap Evan disela genjotannya pada vagina Alice.
Sementara Alice menggeleng, “ga, ssshhh...gapapa, yang...Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...gapapa, lanjutin sampe ke...Aakkkhhhh....keluar. sshhhh”, balas Alice merangkul leher Evan yang tengah fokus menggenjot vaginanya.
Tubuh keduanya sudah sangat berkeringat, bahkan cucuran keringat yang keluar dari wajah Evan menetes ke pipi Alice.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Bentar lagi. Ssshhh....bentar lagi sayang....”
Evan merasa orgasme akan menimpa dirinya, dengan menambah ritme genjotannya, Evan menggenjot tubuh Alice dengan gerakan lebih cepat yang membuat pemilik tubuh dibawahnya mengerang dan tubuhnya menggeliat setelah orgasme pertama yang ia rasakan.
Dengan sedikit tenaganya yang mulai terkuras saat menggenjot vagina Alice, Evan menurunkan wajahnya untuk melumat bibir Alice. Bukan ciuman kasar atau ciuman nafsu, melainkan ciuman sayang yang Evan berikan pada bibir Alice. Alice membalas ciuman lembut Evan dengan senang hati. Bibir keduanya kembali saling menempel. Tangan Alice memegang sisi kepala Evan saat ciuman keduanya berlangsung di tengah penis Evan yang sedang menggempur vagina Alice.
“Mmmppphhhh...mmmppphhhh...mmmppphhhh...”, suara lirih Alice disela ciuman.
“teruss sayang....terus...Aakkkhhhh...Aakkkhhhh”,desah Alice.
Lumatan Evan di bibir Alice berganti menurun ke bawah hingga di bagian payudaranya, dengan nafas yang berantakan, Evan melumat kedua puting Alice secara bergantian dibarengi dengan gerakan meremas payudaranya. Nafasnya kian tak beraturan disaat dirinya merasa akan segera mencapai orgasmenya. Dengan memosisikan tubuhnya kembali tegap, Evan memfokuskan dirinya menggenjot lubang vagina Alice untuk segera meraih kenikmatan tertingginya. Gerakan sodokan Evan pada Vagina Alice makin cepat, namun tak kasar dilakukan oleh Evan.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“ssshhhhh...Aaaakkkkhhh....aku keluar sayang....Aaaakkkkhhh....kelauaarr....”,erang Evan dan langsung mencabut penisnya dengan cepat dari vagina Alice.
Alice mengerang dan mendesah setiap batang penis Evan keluar masuk menggesek setiap dinding Vaginanya yang basah dan tanda-tanda orgasme kedua didapatkan oleh Alice. Ia remas sendiri payudaranya dengan remasan sedikit keras.
“Aku juga...mau keluarrrgghh...lagi, sayangghhh....Aaaakkkkhhh...bentar lagi... Bentar lagi....sssshhhhh....”, erang Alice disaat pompaan penis Evan semakin cepat pada vaginanya.
“AAAKKKKHHHH!!!! SSSHHHH!!!!”
PLOP!!!
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Sedari tadi berjuang menguras tenaga untuk mencapai suatu kenikmatan, akhirnya dengan keringat yang membasahi tubuhnya Evan meraih apa yang sedang ia kejar sedari tadi. Beberapa semburan sperma ia tembakan diatas perut Alice hingga perut mulusnya terdapat ceceran sperma yang dalam jumlah lumayan banyak diatas sana.
Sementara Alice yang sebenarnya sedikit lagi akan mencapai orgasme keduanya hanya bisa mendesah menahan laju cairan kewanitaannya yang sudah diambang keluar.
Dirasakan oleh Alice diatas perutnya bahwa setiap semprotan sperma yang jatuh diatas perut mulusnya terasa panas. Rasa panas yang Alice rasakan dari semburan sperma Evan yang jatuh di perutnya mendorong dirinya untuk orgasme. Vaginanya merespon setiap jatuhnya sperma Evan dengan berdenyut dan...
SYYUUUURRRRR!!!
“AAKKKKHHHH....AKU KELUAR LAGI SAYANG....AAAKKKKHHH...SSHHHHH....”
Semburan orgasme Alice mengucur deras dengan bebas membasahi seprei dan kasurnya sendiri hingga tercetak besar area basah tersebut. Sementara Evan yang tengah menyemprotkan spermanya di atas perut Alice hanya bisa terus mengocok penisnya yang semakin banyak mengeluarkan isinya.
Evan yang telah selesai menyemprotkan spermanya ke atas perut Alice langsung ambruk ke sebelahnya dengan nafas yang tak beraturan, tubuhnya yang berkeringat sama sekali tak ia hiraukan karna rasa lemas yang bercampur puas setelah ia dapat mencapai orgasmenya. Keadaan tak beda jauh dengan Alice, kini Alice hanya terlentang dengan nafas yang sama tak beraturan juga dan kaki sebelah kirinya masih dalam posisi terbuka. Evan memiringkan badanya menghadap ke arah Alice dan mencium pipinya secara lembut.
“Makasih sayang”, ucap Evan menatap Alice yang tengah tersenyum memandangnya.
“Makasih juga, karna kamu hiduku bahagia dari sebelumnya yang terasa sepi”, Alice memeluk tubuh Evan yang berkeringat dengan memasukkan kepalanya ke dalam leher Evan.
Beberapa menit mereka berdua bertahan di posisi tersebut tanpa ada suara percakapan yang keluar dari mulut mereka. Hanya suara hembusan nafas puas setelah orgasme yang terdengar. Hawa panas yang mereka rasakan tak dihiraukan sama sekali. Tubuh yang berkeringat saking ditempelkan dalam pelukan.
“Semenjak mamah bercerai dengan papah, hidupku menjadi hampa selama bertahun-tahun. Setiap hari aku serasa hidup seorang diri tanpa ada yang melihatku ada. Tak ada yang peduli, tak ada yang merasa khawatir demgan anaknya, yang mereka pentingkan hanyalah pekerjaan dan pekerjaan. Setiap malam aku menangis seorang diri tanpa ada yang bisa aku ajak untuk meluapkan semua perasaanku. Aku...hiks...hiks...”,
“aku merasa beruntung karna bisa keluar dari masa itu setelah aku mengenal sosok pria yang aku anggap seorang pengganggu dan sok kecakepan merasa paling ganteng di sekolah dulu. Aku merasa beruntung bisa bertengkar dan berselisih paham dengannya dulu. Aku sangat bersyukur...”
Evan memeluk Alice lebih erat sambil mengelus rambutnya mencoba menenangkan dirinya yang menangis. Alice memang anak korban Broken Home. Orang tuanya berpisah saat dirinya SMP kelas 2. Saat orang tuannya memilih untuk berpisah, Alice ikut dengan papahnya tapi karna papahnya selalu bepergian untuk masalah kerjaan Alice menjadi sering ditinggal seorang diri di rumah. Di tinggal sampai berbulan-bulan dan tanpa papahnya itu menanyakan bagaimana kabar anaknya ataupun menanyakan hal lainnya. Alice hanya dikasih fasilitas yang mencukupi tanpa adanya kasih sayang dari orang tua.
Karna hal tersebut mamahnya menggugat hak asuh Alice, dengan beberapa sidang yang dilaksanakan hasil akhirnya sang mamah lah yang menang. Sejak hari itu Alice beralih ikut bersama mamahnya. Semua berjalan lancar, apa yang ia inginkan dari seorang tua dapat ia dapatkan. Hanya beberapa bulan saja dan setelahnya baik mamah maupun papahnya tetap saja sama. Mereka lebih mementingkan pekerjaan mereka tanpa melihat anak semata wayangnya yang dalam proses pertumbuhan. Alice memang besar di dalam keluarga yang berkecukupan, beda dengan Evan yang baru merasakan apa yang dinamakan berkecukupan itu beberapa tahun terakhir.
Kehidupan Alice serba terjamin, namun semua itu tak membuatnya bahagia atau merasakan senang dalam hidupnya, justru yang ia rasakan adalah kehampaan dan rasa sepi. Ia hanya membutuhkan rasa dimana dirinya merasa dipedulikan dan di khawatirkan. Hanya itu. Hal sepele yang tak Alice dapatkan.
Hal tersebut pernah ia dapatkan dari beberapa lelaki yang pernah menjadi pacarnya dulu, Cuma semua perhatian, rasa peduli dan khawatir hanya ia dapatkan saat masa pendekatan dan beberapa waktu setelah berpacaran. Setelah lewat dari 2 bulan semuanya hilang.
Sudah Tiga kali dirinya menjalin hubungan dengan seorang lelaki dan Evan adalah yang keempat kalinya. Dari semua pria yang pernah ia pacari hanya dengan Evanlah ia bisa mendapatkan hal yang ia inginkan selama bertahun-tahun. Evanlah yang membuat dirinya benar-benar terlepas dari masa kelamnya. Pria itulah yang mengubah pandangan hidupnya menjadi cerah kembali. Pria yang dulu ia hindari keberadaannya, kini malah sangat dinanti sosoknya untuk selalu ada bersama dengan Alice.
Pria yang mampu mengisi setiap harinya dengan senyum bahagia dan candaan garingnya selama dua setengah tahun ini dan pria tersebut kini ada bersamanya sedang memeluk erat tubuhnya yang rapuh.
“Hiks...hiks...aku sayang kamu, yang. Tetap bersama Alice”. Ucap Alice.
Evan merengkuh tubuh Alice untuk lebih dalam masuk dalam dekapannya dan h tersebut malah membuat tangisan Alice makin menjadi. Ini pertama kalinya mendengar Alice menangis sampai seperti itu. Evan berpikir apakah dirinya melakukan kesalahan? Apa tadi ia menyakiti Alice? Berbagai pertanyaan masuk ke dalam pikiran Evan yang sedang khawatir dan bingung.
“hhhuuuu.....hhhuuuu....hiks...hiks...”
Setiap kali Evan mencoba untuk menenangkan Alice justru tangisannya semakin menjadi keras. Evan yang bingung bercampur khawatir serta takut tak tau harus berbuat apa, ia akhirnya mendiamkan Alice untuk meluapkan semua emosinya. Hal tersebut ternyata berhasil, sekian menit menunggu Alice menangis, akhirnya Alice mulai reda.
Dengan sabar Evan mengelap lelehan air mata Alice yang kini hanya terdengar suara sesenggukan dan suara ingus khas dari tangisan.
“Makasih, yang. Hiks!”, lirih Alice dengan senyuman yang mulai ditunjukkan kembali dari kedua sudut bibirnya. Evan tersenyum hangat membalasnya.
Setelah air mata Alice selesai di lap. Evan bangkit dari posisinya dan meraih tas milik Alice lalu mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Sebuah tisu. Evan ambil beberapa lembar tisu dan ia gunakan untuk membersihkan ceceran sperma miliknya yang ada di atas perut Alice. Ia lap seluruh ceceran spermanya dengan lembut sampai bersih. Walau pastinya masih meninggalkan bau sperma miliknya di perut mulus tersebut.
Perut Alice telah bersih kembali dari spermanya dan saat Evan melihat ke arah Alice, ternyata wanita tersebut tertidur dengan wajah puas serta senyum yang mengembang di bibirnya. Evan yang melihatnya ikut tersenyum memandang wajah sejuk wanitanya itu. Evan merangkak pelan ke sisi Alice dan ikut merebahkan tubuhnya.
Evan letakan kepala Alice diatas lengannya sebagai bantal dan setelahnya Evan ikut terlelap tidur menyusul Alice yang terlebih dahulu mengejar mimpinya.
--
TAK!!! TAK!!!
Suara benturan piring membangunkan Evan dari tidurnya. Ia lihat dirinya sendiri ternyata masih telanjang dengan selimut yang menutupinya. Pandangan Evan beralih ke samping tempat Alice tertidur sesaat setelah ia kembali tenang dari tangisnya. Tak ada sosok Alice di samping. Saat ia mencoba bangun ternyata wanita yang ia cari tengah berada di lantai dengan beberapa bungkus nasi di dekatnya.
“Lagi ngapain, yang?”, tanya Evan dengan nada khas orang bangun tidur.
“Lagi siapin makan buat kita. Tadi aku dah pesanin pake GoFood nasi padang kesukaan kamu nih. Kamu mandi dulu gih, habis itu baru makan”, ucap Alice menyiapkan makanan diatas piring.
Evan lihat jam tangannya menunjukkan pukul 19.28. “Cukup lama juga gue tertidur”, lirih Evan dan bangkit dari ranjang.
Dengan bertelanjang bulat Evan mendekati sosok Alice yang tengah menyiapkan makan malam untuk mereka makan. Evan memeluk tubuh Alice dari belakang sambil mengecup lembut leher Alice yang membuatnya menjadi kegelian.
“Geli sayang. Jangan jorok ih, mandi dulu sanaaa...”, Ucap Alice sambil memandang Evan yang sudah melepaskan pelukannya dan tengah berdiri di belakangnya sambil bertelanjang bulat.
“ya ampun!!! Itu belalai kamu gerak kemana-mana, diumbar kaya ga punya dosa gitu. Buruan masuk kamar mandi terus pake baju kamu”, Alice bangkit dari posisi duduknya.
“ga ingat, biasanya juga kamu main ganti baju di depanku”
“Ga ingat, ga ingat aku. Hahaha...buruan masuk, yang”, ucap Alice.
“Ga mandi aku habisin jatah nasi kamu loh”, sambung Alice sambil mendorong tubuh Evan memasuki kamar mandi.
“Yang, handuk kamu mana?”, ucap Evan dari dalam kamar mandi.
“Handuknya basah tadi. Tunggu Bentar!!”, balas Alice bangkit ke arah lemarinya untuk mengambil handuk baru dan menyerahkannya ke Evan.
Alice mengetuk pintu kamar mandi dan tak lama pintunya terbuka yang memperlihatkan tubuh telanjang lelakinya itu serta Alice pun juga melihat bahwa penis Evan terlihat dalam keadaan setengah berdiri kembali. Saat Alice menyodorkan tangannya yang terdapat handuk pada Evan, Evan meraih tangan Alice untuk ikut masuk ke dalam kamar mandi juga. Alice menggeleng sambil tersenyum mengerjai Evan yang tengah memasang wajah memelas bercampur nafsu.
“Ga mau, kamu kocok aja sendiri. Hihihihi...”, ucap Alice mendorong tubuh Evan masuk ke dalam kamar mandi.
“Bentar aja, yang. Plis, masa tega liat aku ke siksa begini”, melas Evan.
“Makanya tidur disini aja, nanti aku bantuin kamu buat lepasin dari siksaan kamu itu”, ucap Alice dan langsung membalikkan badan lalu berjalan menjauh.
Setelah mandi dan bersantap malam. Alice dan Evan merapikan tempat tidur yang berantakan akibat persetubuhannya siang tadi. Saling mengganti sarung bantal maupun guling yang basah oleh keringat mereka beserta dengan seprei yang basah oleh cairan orgasme Alice yang mengucur deras. Selesainya beberes, mereka duduk berdampingan kembali di atas ranjang sambil mengobrolkan hal-hal receh lainnya. Sementara Alice mengobrol dengan mengunyah cemilan dengan bungkus snack ditangannya.
“kamu mah, yang padahal makan belum lama tapi sekarang udah ngemil terus. Heran aku sama kamu, yang. Makan terus ngemil malam bukannya gemuk malah tetap aja ga ada bedanya”, heran Evan.
“ya kalo ga gemuk senggaknya ada rasa takut kaya wanita lainnya. Takut gemuk atau gimana gitu”, sambung Evan.
“heran kan? Aku sendiri juga heran kenapa bisa kaya gitu. Mungkin karna aku wanita spesial yang hanya ada beberapa di dunia yang suka ngemil di malam hari tapi ga gemuk. Hahaha...”
“semacam spesies langka dong. Hahahaa”, canda Evan menanggapi ucapan Alice.
“bukan gitu, iiihhh... Pacar cantik gini sukanya di dzolimin”, ucap Alice sambil memasang wajah melasnya yang terlihat menggemaskan bagi Evan pribadi.
“Tapi sebenarnya aku kepingin kaya badan ibu kamu yang ramping gitu loh. Cuma kalo emang mau kaya mamah kamu, aku harus sedikit berjuang deh, soal kayaknya susah buat dapetin badan ideal kaya gitu”
Saat Alice menyebut kata mamah, seketika Evan teringat akan satu hal dimana dirinya harus pulang ke rumah karna kakeknya malam ini akan datang. Dengan bergegas Evan bersiap untuk pulang karna jam sudah hampir jam 9 malam.
“aku lupa, yang. Malam ini aki disuruh buat jemput kakek di terminal. Aduh, mati aku kena omel”, panik Ervan sambil mengambil ponselnya.
Evan terlihat menelepon mamahnya yang ternyata Widya sudah ada di terminal dan dirinyalah yang yang akan menjemput kakek Ervan. Dengan rasa bersalah, Evan meminta maaf pada mamahnya karna dirinya lupa akan hal tersebut dan dibalas santai oleh Widya dari balik telepon. Karna Widya yang menjemput di terminal, Evan disuruh oleh Widya untuk menunggu di rumah saja. Saat telepon berakhir, Evan langsung bergegas.
“Kamu ikut ke rumah aja, kamu tidur di rumah. Mamah pasti udah nunggu dari tadi”, ucap Evan mengajak Alice.
“Iya. Tunggu dulu, aku mau pake jaket sama ganti celana”
Setelah semuanya siap dan telah berada di depan kos Alice yang terletak motornya, Evan dengan terburu menyalakan motor dengan Alice membonceng dibelakangnya dan langsung menancap gas menembus angin malam yang semakin terasa dingin menuju rumahnya berada.
--
Sementara itu di tempat lain di waktu yang hampir bersamaan.
Widya
D
irinya tengah berada di dalam terminal untuk menjemput ayah mertuanya atau ayah almarhum suaminya yang akan datang berkunjung. Sebenarnya tugas menjemput ayah mertuanya itu tugas anaknya, Evan. Cuma berhubung Evan susah dihubungi akhirnya Widya memutuskan untuk menjemputnya secara langsung ke terminal.
Dari posisinya Widya berdiri dengan 6 orang pria di dekatnya dan dirinya bisa melihat dari kejauhan ayah mertuanya sudah menunggu di ruang tunggu terminal. Bus yang mengantarkan ayah mertuanya sebenarnya sudah sampai dari setengah jam yang lalu, namun karna ada sesuatu yang terjadi dengan Widya sendiri, sang ayah mertua harus menunggu menantunya yang tak kunjung datang menjemputnya.
“iya, pak. Ini Widya udah di terminal kok. Widya lagi jalan ke ruang tunggu. Sebentar lagi Widya sampai, pak”
Panggilan antara Widya dengan ayah mertuanya terputus. Sementara setelah Widya selesai dengan panggilannya, keenam pria tersebut tertawa.
“Hahaha...bu Widya memang nakal. Mertuanya datang bukannya dijemput malah disuruh nunggu sampe setengah jam lebih buat ngentot dulu sama enam kontol. Hahahah...”
“Mertuanya nunggu lama sampe kehausan. Bu Widya malah kenyang makan kontol sama peju kita. Bu Widya ke terminal buat jemput mertuanya apa ke terminal mau nge'lonte sih? Hahaha...”
Tiba-tiba salah satu pria berujar ingin menemui ayah mertuanya dan berjalan, namun langsung Widya cegah dengan cepat.
“Bapak mau ngapain sih?”, tanya Widya kesal.
“udah, sekarang jemput mertua ibu itu sebelum kita ngaceng lagi terus gilir bu Widya sampe pagi. Kalo sampe kita gilir lagi juga jangan salahin kita kalo nanti bukan hanya 6 orang, bahkan bu Widya bisa digilir lebih banyak kontol lagi”, ucap salah satu pria sambil meremas kencang kedua payudaranya dari belakang.
“AAAKKKHHHH!!!”
“Makasih buat memeknya, bu Widya. Kalo lagi dekat terminal atau lewat depan terminal jangan lupa mampir. Nanti kita bikin bu Widya merasakan nikmat yang buat ibu melayang. Hahaha”
Widya mulai berjalan meninggalkan keenam pria tersebut menuju mertuanya yang sedang duduk menunggu sedari tadi di dalam ruang tunggu terminal. Sebelum dirinya berjalan terlaku jauh dari keenam pria tersebut, salah satu pria menampar keras pantat Widya dari balik celana yang dipakainya
PLAK!!!
“Bakal kangen gue sama ini pantat. Jaga baik-baik tubuh ibu jangan sampe sakit. Terutama toket, lubang pantat sama memek biar bisa kita garap bareng-bareng lagi”
“Semoga kontol kita bisa bertemu kembali dengan memekmu, bu Widya”
Widya rasanya ingin sekali menangis mendapatkan pelecehan sedemikian rupa kembali. Setelah dirinya benar-benar merasakan apa pelecehan itu. Semua lubangnya telah dipakai oleh 6 pria terminal. Dirinya sangat kesal, sangat benci. Tapi sebuah perasaan tak bisa berbohong bahwa dirinya menikmati setiap perlakuan kasar kontol mereka terhadap memeknya secara bergiliran hingga dirinya mendapatkan beberapa kali orgasme panjang yang sudah 2 tahun tak ia rasakan.
Widya marah, benci dan dirinya mengutuk para pria tersebut, tapi disisi lain ia menikmati setiap keluar masuknya kontol-kontol besar tersebut yang mengisi penuh lubang memeknya dengan kasar. Rasa merah, benci karna di anggap sebagai Pelacur oleh mereka pun juga membuat perasaan lain pada tubuhnya. Rasa menikmati saat dengan bergantian ataupun secara bersama menikmati lubangnya dengan kasar sambil dirinya diteriaki sebagai Pelacur, Lonte ataupun layaknya wanita murahan. Dirinya basah, dirinya bernafsu, dirinya terangsang dan dirinya orgasme menyemburkan cairan kewanitaannya.
“Apa yang terjadi dengan diriku ini? Ini pemerkosaan Widya, bahkan kamu dilecehkan dan di katai sebagai Lonte oleh mereka. Sadarlah Widya, sadar”, batin Widya mengatai dirinya sendiri sambil merasakan selangkangannya yang terisi penuh oleh cairan kental.
“tapi aku menikmatinya kembali”, lanjut Widya sambil terus berjalan ke arah ayah mertuanya.
Terasa pada saat jalan, bahwa pada bagian selangkangannya seperti penuh akan sesuatu yang tak lain adalah gumpalan peju yang memenuhi memeknya, menetes membasahi celana hitam yang ia pakai. Hanya saja waktu yang terjadi malam, sehingga hal tersebut tak menjadi perhatian orang-orang yang berada di dalam terminal. Namun, bisa dengan jelas setiap orang yang berpapasan dengannya bisa mencium dengan jelas aroma peju dari selangkangannya.
“Sshhhh....”, lirih Widya di sela jalannya.
*…………………………..
Malam Penaklukan
Sehabis menyiapkan masakan yang lumayan banyak pada hari itu, Widya berjalan ke arah sofa ruang tengah untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak dari rasa lelah yang sedikit ia rasakan. Dengan menyalakan televisi dan segelas minuman dingin di tangannya, Widya duduk. Karna badanya sedikit berkeringat, Widya membuka beberapa kancing atas baju daster yang ia pakai, berharap agar udara dapat masuk ke dalam pakaiannya.
Widya bersyukur bisa menikmati hidupnya secara normal lagi tanpa ada beban yang menindih bahunya. Terlepasnya pelaris dari tubuhnya membuat badan Widya merasa lebih enteng dan lebih bebas dari sebelumnya. Memang terdengar egois karna disaat dirinya sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, Widya langsung membuang apa yang selama ini membantunya keluar dari masalah, tapi mau bagaimana lagi itu memang salah.
Saat Widya tengah bersantai di ruang tengah menikmati rasa lelah yang mulai menghilang, ponsel Widya bunyi menandakan sebuah panggilan di layar ponselnya. Tertera jelas nama ayah mertuanya “Ayah Kasno” di sana. Dengan sigap Widya mengangkat panggilan yang masuk tersebut dengan sopan.
“Halo, yah”
“iya, Wid. Ini ayah udah di perjalanan, mungkin nanti malam ayah sampai di terminal”, ungkapnya pada Widya.
“Iya, yah. Nanti Widya suruh Evan buat jemput ayah sesampainya di terminal”
“Bagaimana kabar kami sama cucu kakek, Wid?”, tanya pak Kasno dari balik panggilan.
“Alhamdulillah Widya sehat, yah. Evan juga sehat, sekarang malah cucu kakek ini udah kuliah”
Cukup lama Widya mengobrol dengan mertuanya lewat telepon hingga dirinya menyudahi hal tersebut karna dirinya ingin membersihkan dirinya akibat badan yang dirasa mulai lengket oleh keringat sehabis memasak. Dengan langkah pelannya Widya berjalan ke arah kamarnya.
Di hadapan cermin lemari pakaiannya, Widya berkacak pinggang melihat lekuk tubuh dirinya sendiri sambil berpikir apakah sebegitu menariknya tubuh miliknya itu sampai-sampai banyak pria yang menggodanya secara halus maupun langsung secara kurang ajar. Ia tatap lekat sekujur tubuhnya sendiri dari ujung kaki hingga rambut secara perlahan. Dari hanya menatap tubuh sendiri sampai tangannya ikut bergerak menelusuri tubuh.
Saat berada di dada, Widya hentikan gerakan tangannya pada kedua buah daging kenyal miliknya itu. Menggunakan telapak tangannya ia pengang pelan payudaranya yang bagi pria pribadi merupakan hal pertama yang membuat terangsang sat melihatnya. Ia remas secara pelan sambil memandang tubuhnya sendiri ke arah cermin tepat diaman dirinya sedang meremas kedua payudaranya sendiri secara perlahan.
Widya buka pakaiannya hingga hanya menyisihkan Bra hitam dengan balutan celana dalam berwarna putih yang masih melekat pada tubuhnya. Terlihat dengan jelas pada kulit atas payudaranya terdapat beberapa titik merah yang disebabkan oleh seseorang.
Saat Widya melihat beberapa titik merah cupangan di kulit payudaranya yang mulus membuat pikiran Widya kembali terbang pada kejadian semalam saat dirinya dengan gampang jatuh pada kehangatan seorang pria kembali dengan mudahnya tanpa ada perlawanan berarti yang Widya lakukan pada perbuatan yang dilakukan oleh sang pria.
Tanpa sadar hal tersebut terus memenuhi pikirannya kembali membuat selangkangan Widya merasakan mulai basah dan nafsunya kembali meluap secara perlahan. Dengan cepat Widya melepaskan semua dalaman yang masih tersisa pada tubuhnya dan bergegas pergi masuk ke dalam kamar mandi. Saat di dalam kamar mandi, Widya duduk diatas Kloset dengan membuka kedua kakinya sendiri dan terpampanglah selangkangan yang terlihat basah. Menggunakan tangannya ia gosok secara perlahan namun terus meningkatkan ritmenya saat menggosok bibir memeknya beberapa menit. Merasa bosan dengan gerakan menggosok, Widya ubah menjadi memasukkan beberapa jarinya ke dalam lubang memeknya secara cepat, mengocok lubang tersebut mencari sebuah kepuasan dari jari-jarinya.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
“Ssshhhhh....ssshhhhh....pakk ...sshhhhh....”
Entah siapa yang sedang dibayangkan oleh Widya di sela desahan masturbasinya itu. Desahan dan suara tusukan cepat jari di lubang memeknya memenuhi ruang kamar mandi tersebut. Gerakannya terus semakin bernafsu sambil membayangkan setiap genjotan dan tusukan yang ia peroleh oleh sebuah batang besar hitam milik seorang pria yang sudah tak asing lagi bagi Widya.
--Sebelumnya—
Waktu menunjukkan pukul 19.55 malam. Widya berada di ruang tengah sedang menonton acara sinetron yang tersaji di layar televisi. Seperti layaknya seorang ibu-ibu pada umumnya saat menonton sebuah sinetron pasti akan terbawa suasana dengan adegan yang diperlihatkan oleh para aktor tersebut. Di tengah gumaman kecilnya saat menonton, Evan turun dari kamarnya dan menemui sang mamah yang sedang bergumam kesal.
“kesal banget kayaknya sama sinetron, mah”, ucap Evan pada Widya.
Dengan muka masih terlihat kesal Widya menjawab, “lagian tokoh prianya bikin mamah kesel aja. Jadi pria kok gitu banget sih, kesel mamah jadinya”. Sementara Evan hanya tertawa kecik melihat mamahnya itu.
“eh, kamu mau kemana? Rapi banget”, tanya Widya melihat Evan terlihat rapi.
“Ini, mah Evan mau pergi sama Alice, mau Evan ajak jalan soalnya kasihan. Alice tadi bilang katanya kesepian di kosan, makanya Evan mau ajak jalan”, ungkap Evan.
“Yaudah, tapi jangan larut banget pulangnya”
“Iya, mah”, balas Evan sambil mencium tangan Widya untuk berpamitan dan langsung keluar.
Sudah lebih dari setengah jam setelah Evan keluar rumah, Widya masih setia di depan televisinya. Saat masih menikmati acara sinetron sebuah suara terdengar dari balik pintu utama, sebuah ketukan. Widya yang mendengar ada seseorang yang datang ke rumahnya langsung bangkit dari posisi duduknya berjalan ke arah pintu menemui orang tersebut.
“eh, pak Narto. Ada apa ya pak malam-malam ke rumah?”, tanya Widya saat mengetahui orang yang datang adalah seorang satpam di kompleksnya bernama pak Narto.
Sedikit penggambaran mengenai pak Narto. Pak Narto ini seorang pria tua berusia 60 tahunan yang mempunyai tubuh sedikit gemuk. Pak Narto sudah menjadi satpam di kompleks rumah Widya sudah sangat lama sebelum mempunyai anak dengan istrinya sampai sekarang yang sudah mempunyai 2 anak dengan beberapa cucu. Pria tersebut sangat sopan terhadap para penghuni kompleks termasuk pada Widya sendiri dan pak Narto juga seseorang yang dikenal sopan.
“Ini bu, saya tadi lagi keliling lihat kalo gerbang rumah terbuka terus lampu depan mati, saya yang takut terjadi apa-apa makanya saya datang buat memastikan”, ujar pak Narto.
“Oh iya pak, maaf. Mungkin tadi pas Evan keluar lupa buat tutup pintu gerbang lagi. Soal lampu depan mati juga karna lampunya memang sudah mati. Tadinya mau minta tolong sama Evan buat gantiin tapi saya juga lupa”, Ucap Widya dengan tersenyum kecil.
“Ohalah, takutnya tadi ada maling yang masuk terus bu Widya di apa-apain di dalam. Hehehe”
Tanpa Widya sadari, ternyata pak Narto memang memperhatikan Widya saat berucap tadi. Karna memang pak Narto seorang pria biasa jadi dia juga punya rasa tertarik dengan lawan jenis dan apalagi saat itu Widya memang sudah memakai baju tidur dengan bahan yang tipis dan beberapa kancing bajunya yang terbuka sedikit rendah sehingga bisa memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Sopan dan ramah, tapi bukan berarti pak Narto tak bisa menyembunyikan rasa terangsangnya. Dibalik celana hitam satpamnya sebuah batang besar sudah terasa mengeras ingin memberontak. Apalagi dirinya juga sudah 2 tahun tak pulang kampung menemui istri serta anaknya sehingga selama 2 tahun belakangan ini pak Narto sama sekali tak bisa menyalurkan rasa birahinya.
Sebenarnya bisa saja menyewa seorang wanita, tapi untuk hal tersebut pak Narto harus berpikir dua kali. Terlepas dari uang yang harus dikeluarkan, daripada untuk membayar seorang wanita lebih baik ia kasih uang tersebut untuk anak istrinya.
“Maaf, pak. Saya bisa minta tolong sekalian aja ga? Tolong buat pasangin lampu depan yang mati itu”, ucap Widya.
“bisa, bu. Sini biar bapak pasangkan”
“Maaf ya pak kalo saya ngerepotin bapak”
“Ga sama sekali kok, bu. Lagian saya kerja disini sebagai satpam buat jaga kompleks, saya juga siap bantuin penghuni kompleks yang butuh bantuan”, ucap pak Narto sambil tersenyum ramah seperti biasa.
“yaudah, kalo gitu saya masuk dulu ya, pak mau ambil lampunya”
Saat Widya berjalan, dengan jelas pak Narto bisa melihat pantat Widya yang hanya terbungkus celana panjang tipis bergerak ke kanan dan ke kiri. Di ambang pintu pak Narto memperbaiki letak posisi kontolnya yang terasa tak nyaman akibat tegang melihat lekuk tubuh Widya.
“Aduh pantat bu Widya bikin tambah ga tahan pengen manjain si batang ini”, ucap pak Narto melihat Widya yang semakin jauh masuk ke dalam sambil mengelus kontolnya yang sudah keras maksimal dari balik celananya.
Di depan gerbang rumah Widya, pak Narto telah selesai mengganti lampu yang mati. Sambil membawa tangga yang ia gunakan ke pekarangan rumah Widya, pak Narto ditawari minum oleh Widya sebagai rasa terima kasihnya karna sudah dibantu mengganti lampu. Pak Narto awalnya menolak secara halus karna memang dirinya harus melanjutkan kelilingnya kembali, tapi karna paksaan dati Widya yang merasa tak enak jika pak Narto menolak rasa terima kasinya, akhirnya pak Narto mau menuruti tawaran Widya dengan segelas kopi.
Pak Narto duduk di kursi santai teras rumah Widya sambil menunggu Widya membuatkan kopi untuknya. Saat tengah menunggu, pak Narto merasakan bahwa dirinya ingin kencing, dengan terpaksa pak Narto masuk ke dalam rumah dan menjumpai Widya di dapur yang tengah membuat kopi untuknya. Awalnya Widya kaget, tapi karna pak Narto mengutarakan niatnya masuk ke rumah untuk Numpang buang air kecil, akhirnya Widya menunjukkan kamar kecil yang tepat berada di dalam dapur.
CUURRR!!!!
Mengalir keluarlah cairan kencing pak Narto dari batang kontolnya yang masih sedikit tegang. Saat dirinya memperhatikan kontolnya sendiri, pak Narto kembali teringat akan Widya. Sehabis kencing, pak Narto tak langsung keluar dari dalam toilet. Untung bagi pak Narto, karna di pintu toilet terdapat ventilasi yang bisa ia gunakan untuk melihat ke arah luar. Dari lubang ventilasi tersebut pak Narto bisa melihat tubuh Widya yang tengah berdiri masih membuat kopi untuk dirinya.
Nafsu yang membelenggu selama 2 tahun ingin segera dikeluarkan oleh pak Narto. Ia pegang kontolnya yang sudah tegang kembali dan mulai mengocoknya sambil melihat tubuh Widya dari balik lubang tersebut. Hampir satu menit pak Narto mengocok kontolnya, tapi sama sekali belum ia rasakan akan segera keluar dan Widya sendiri berjalan keluar dari dapur sambil membawa segelas kopi di tangannya.
Dengan rasa khawatir bercampur nafsu pak Narto melanjutkan kocokkan pada kontolnya di dalam toilet. Terdengar Widya kembali masuk ke dapur sambil memanggil nama pak Narto sambil memberi tahu bahwa kopinya sudah siap. Sementara orang yang dipanggil Widya di dalam toilet tengah bermasturbasi dengan mengocok kontol besarnya dengan cepat. Mungkin karna nafsu sudah di ubun-ubun, tanpa pikir panjang pak Narto membuka Pintu toilet dan memperlihatkan dirinya tengah mengocok kontolnya di depan Widya. Widya yang melihatnya kaget dengan pemandangan yang pak Narto perlihatkan di depannya. Kontol besar, panjang berwarna hitam tengah dikocok dengan cepat.
“Bapak, ngapain?! Jangan kurang ajar, pak!”, bentak Widya pada pak Narto yang masih mengocok kontolnya.
“maaf, bu kalo saya kurang ajar. Saya mohon, bu...bantu saya, saya udah ga tahan lagi pengen keluarin peju saya, bu”, ucap pak Narto dengan vulgar pada Widya.
Dilihatnya oleh Widya kontol pak Narto yang besar, ia pandangi dengan teliti setiap gerakan tangan pak Narto saat mengocok. Entah kenapa Widya merasa seperti menjadi tak keberatan melihat tindakan pak Narto yang kurang ajar itu. Melihat kelakuan kelakuan kurang ajar dari satpam kompleksnya, Widya membalikkan badan dan berlari, tapi apa daya belum sempat berlari tubuhnya terlebih dahulu ditangkap oleh pak Narto dengan dipeluk dari belakang. Terasa jelas bahwa daging keras menekan pantatnya saat pria tersebut memeluk Widya dari belakang. Bahkan terasa jika kontol pak Narto bergerak menyentak ke arah selangkangan Widya dari balik celana tipis yang ia pakai.
Widya mencoba melakukan perlawanan dengan memberontak sekuat yang bisa ia lakukan, tapi tenaganya masih kalah. Tua bukan berarti tenaganya telah hilang, selain pak Narto seorang Satpam yang notabene harus punya stamina kuat, dia juga mempunyai tubuh yang lumayan gemuk sehingga hal tersebut bisa membuat Widya tak bisa melawan dengan banyak.
Perlawanan Widya berhasil ditangani oleh pak Narto. Setelah tubuh Widya terkunci oleh pelukannya, pak Narto mencium tengkuk leher Widya dari belakang. Tengkuk adalah salah satu titik sensitif yang Widya punya. Mendapat rangsangan di tengkuknya Widya sedikit tersentak dan merasakan geli saat diperlakukan seperti itu. Perlawanan masih Widya coba, namun ciuman pak Narto berpindah dari tengkuk kini merambat ke area belakang telinga. Bukan hanya ciuman, tapi ciuman tersebut berubah menjadi jilatan nafsu di daun telinganya dan sementara kedua tangan pak Narto digunakan untuk meremas kencang kedua payudara Widya dengan bernafsunya. Di remas dan dimainkan kedua payudaranya dari balik baju tidur tipis yang ia pakai.
“sshhhh....”, mendapat rangsangan seperti itu membuat Widya sedikit mulai mendesah.
Kedua tangan pak Narto masih bermain di kedua payudara Widya masih mencium dan menjilat bertambah dengan menggigit kecil daun telinga.
“Bu Widya ga usah melawan, tolong puaskan saya, bu. Ibu juga bak dapat kepuasan balik dari kontol saya. Kita saling memuaskan saja, bu. Saya tau ibu juga sebenarnya kangen dengan kontol selama ini”, ucap pak Narto tepat di telinga Widya. Hembusan nafas dari mulut pak Narto membuat sensasi tersendiri pada Widya. Tubuhnya merinding dan nafasnya mulai tersengal.
Tanpa menunggu jawaban yang Widya berikan, pak Narto menurunkan sedikit celana panjang tipis Widya beserta dengan celana dalam yang dipakainya sehingga kontol pak Narto yang sudah mengeras menempel tepat di bibir memek Widya. Di gesek-gesekan kontol tersebut yang membuat Widya makin membuat desahannya tak bisa ditahan lagi. Desahan yang Widya keluarkan membuat pak Narto makin bernafsu untuk menyetubuhi salah satu primadona di kompleksnya itu.
Widya merasakan bahwa ujung kepala kontol pak Narto ditempelkan di depan bibir memeknya langsung mulai memberontak kembali karna dirinya tau bahwa pria tua tersebut akan segera melakukan penetrasi. Apa yang dipikirkan oleh Widya ternyata benar, tanpa melakukan pemanasan terlebih dahulu pak Narto langsung menancap masuk kontolnya membelah memek Widya dengan keras. Mendapat serangan yang keras membuat Widya menjerit kesakitan karna dipaksa dengan keras dan cepat benda besar tersebut masuk ke dalam lubangnya.
“AAAKKKHHHH!!!”
“AAKLKKHHHHH....SEMPIT BANGET, BU. SSHHHH...”, racau pak Narto saat seluruh batang kontolnya berhasil masuk sepenuhnya mengisi memek Widya.
Pak Narto membiarkan sebentar kontolnya di dalam memek Widya, membiarkan lubang Widya sedikit beradaptasi dengan kontolnya yang besar itu.
“sudah lama saya ga merasakan memek, akhirnya saya bisa merasakan kembali dan memek itu punya bu Widya. Ssshhh...Makasih, bu”, ucap pak Narto memeluk tubuh Widya dari belakang dengan batang kontolnya yang sudah masuk.
“tolong cabut, pak. Ini salah. Saya mohon, pak jangan lakukan ini sama saya”, iba Widya.
“Cabut? Maksudnya seperti ini?”
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Pak Narto langsung menggerakkan keluar masuk kontolnya di dalam memek Widya dengan tempo pelan namun kuat. Sekarang terlihatlah sosok Widya yang sedikit menungging dengan tangannya bertumpu pada ujung wastafel tengah di Setubuhi oleh pak Narto satpam kompleksnya.
BRET!!!
Di buka dengan paksa oleh pak Narto baju tidur yang dipakai oleh Widya sampai semua kancing bajunya copot berjatuhan ke lantai dapur. Baju tidurnya yang sudah terbuka memperlihatkan Bra putih yang dipakai oleh Widya, namun karna posisi pak Narto di belakang jadinya ia tak bisa melihat Bra yang dipakai oleh Widya. Sekarang dengan gerakan selanjutnya, pak Narto membetot bagian depan Bra Widya sampai putus sehingga kedua payudaranya tergantung dengan bebas di posisi menunggingnya. Kedua payudara mulus yang ikut bergoyang oleh pompaan kontol pak Narto di memeknya.
Di remasnya payudara Widya dari belakang dengan gemas sambil terus menumbuk selangkangan Widya dengan kuat. Pak Narto sedikit membukukan badanya condong ke depan. Menggunakan satu tangannya, pak Narto menyuruh kepala Widya untuk mendekat ke arahnya dan memalingkan wajahnya pak Narto langsung melumat bibir seksi Widya dengan kasar. Bunyi khas ciuman terdengar menambah riuh dari suara selangkangan pak Narto yang bertubrukan demgan kulit pantat Widya.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Di dalam hati pak Narto tersenyum dengan apa yang Widya tunjukan untuknya, dimana Widya kini mulai membalas lumatan kasar pak Narto dengan sendirinya. Tadinya yang dipaksa, kini Widya mulai menikmati hal tersebut karna memang dari Widya sendiri sebenarnya sudah sangat menginginkan sebuah batang kontol untuk memuaskan nafsunya kembali. Entah kenapa setelah dirinya di garap beberapa pria di dalam bus duku serta pas masih melakukan ritual bulanan bersama mbah Mitro, dirinya mulai menyukai apa yang namanya bersetubuh dan apa yang namanya kenikmatan dari batang-batang kontol yang mengisi lubang memeknya.
“Ssshhh....kita tutup pintu dulu, bu. Takutnya ada yang curiga”, ucap pak Narto di sela lumatan mereka. Widya hanya mengangguk dan berniat berdiri, namun oleh pak Narto ditahan.
“Ga usah, bu. Kita ke depan sambil kontol saya tetap genjot memek bu Widya”, ucapan pak Narto membuat Widya kaget dan menggeleng pelan di sela kenikmatan yang diperoleh dari sodokan kontol besar pak Narto.
“Jangan, pak. Ssshhh...saya takut”
“Udah gapapa, bu. Bu Widya ga usah takut. Ssshhh...ayo jalan!”
PLAK!!!
Pak Narto menampar sebelah pantat Widya lumayan keras hingga terdengar jeritan kecil yang keluar dati mulut Widya. Widya yang sudah lama menanti rasa kontol seorang pria hanya bisa menuruti apa yang pak Narto ucapkan. Dengan masih disodok dari belakang, Widya berjalan pelan sedikit menungging ke arah pintu depan. Untuk berjalan saja bagi Widya susah apalagi dalam posisi dirinya sedang disetubuhi dari belakang. Sesekali mendapat tamparan pada pantatnya oleh pak Narto.
Sedikit demi sedikit Widya berjalan ke arah pintu depan yang masih terbuka dengan pak Narto yang tengah menyodok memeknya dari belakang tanpa peduli. Setelah berjuang lumayan susah, Widya dan pak Narto sudah ada di depan pintu, namun bukannya menutup pintu, pak Narto menyodok keras kontolnya supaya Widya tetap berjalan ke teras rumah. Pak Narto mencabut kontolnya yang sudah basah oleh lendir kewanitaan Widya dan duduk di kursi teras. Widya yang tak tau apa yang akan dilakukan oleh pak Narto masih berdiri setengah badan dalam kondisi sedikit menungging yang memperlihatkan selangkangkannya tepat di depan pak Narto yang sudah duduk dibelakangnya.
“emut kontol saya, bu. Saya pengen merasakan lembutnya mulut bu Widya yang manis itu”, ucap pak Narto menyuruh badan Widya untuk bersimpuh di depan selangkangannya.
Widya yang sudah berada di depan selangkangan pak Narto hanya melihat dengan tatapan nafsu bercampur takut. Pak Narto yang mengetahui perasaan Widya saat itu memegang kedua pipi Widya sambil mengusap pelan.
“Gapapa, bu. Ga bakal ada yang lihat kelakuan kita disini. Ayo masukan kontol saya ke mulut bu Widya”, ucapan dan usapan pak Narto di pipinya membuat Widya merasa lebih santai kembali.
“ayo, bu emut”, sambung pak Narto sambil memukulkan pelan kontolnya di bibir Widya.
Seperti seseorang yang sudah mahir soal memuaskan pria. Pertama Widya menjilati batang kontol pak Narto dari pangkal bawah sampai ke ujung kepala kontol pak Narto dan diulangi beberapa kali. Dilanjutkan dengan Widya memainkan lidahnya tepat di kepala kontol pak Narto sebelum memasukkan keseluruhannya ke dalam mulutnya. Pak Narto yang mendapat servis gratis dari Widya hanya bisa merem melek menikmati setiap rasa nikmat yang menyerang kontolnya itu sambil sesekali meminum kopinya.
Di pegang dan di elusnya kepala Widya dengan lembut di setiap gerakan kepala Widya yang tengah bekerja mengulum serta menyedot kencang kontolnya di dalam mulut Widya. Rasa nikmat yang baru pertama kali di rasakan oleh Narto sungguh sangat tak bisa dibendung lagi karna hal itu memang pengalaman pertama pak Narto di servis oleh mulut perempuan. Selama menikah dengan istrinya, istrinya itu sama sekali tak pernah dan tak mau namanya oral seks dengan berasalan jijik. Jadi ini salah satu keberuntungan terbesar bagi pak Narto sendiri yang bisa merasakan apa yang namanya dan apa rasanya di oral itu.
Dibantunya kepala Widya untuk lebih cepat lagi bergerak mengocok selangkangkannya sampai hidung Widya beberapa kali menyentuh hingga mentok mengenai rambut kemaluannya.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
“Sshhhhh....enak banget, bu”, racau pak Narto menikmati mulut Widya.
“Gugah yaghh paghh...”, ucap Widya tak jelas di tengah kulumannya.
“Sudah? Yaudah kalo gitu kita masuk, bu”, pak Narto membantu Widya untuk berdiri, tapi bukan berjalan biasa, namun pak Narto kembali menunggingkan tubuh Widya dan memasukkan kembali kontolnya ke dalam lubang memek Widya dan menggenjotnya. Sambil di genjot kembali, pak Narto menuntun pelan Widya untuk berjalan masuk ke dalam rumah dan menutup pintu serta menguncinya.
Setibanya di sofa ruang tengah, pak Narto memompa selangkangan Widya menambah sedikit ritmenya. Widya hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan menikmati setiap inci batang kontol pak Narto yang menggesek rongga memeknya dan setiap sodokan yang mengenai bagian dalam membuat Widya mengerah nikmat.
PLOP!!!
“pak, kok dicabut?”, tanya Widya bingung dalam keadaan kentang.
“Bu Widya, saya boleh masukin ke lubang yang ini ga?”, tanya pak Narto sambil mengusap pelan lubang pantat Widya.
“Jangan disitu, pak saya mohon. Punya bapak terlalu besar untuk masuk ke lubang pantat saya”
“jangan takut, bu. Awalnya saja yang sakit, nanti ibu juga bakal merasakan nikmat yang berlipat. Mau ya? Nanti bapak kasih yang nikmat yang lebih lagi”
Widya diam berpikir, namun saat dalam diamnya pak Narto mulai melakukan penetrasi pada lubang pantat Widya yang membuat Widya sendiri mengerang kesakitan dan mencoba untuk memberontak. Hal tersebut bukan pertama kalinya bagi Widya, jika di flashback pantat Widya sebelumnya juga sudah pernah di perawani oleh mbah Mitro, tapi masalahnya ukuran antara milik mbah Mitro dengan milik pak Narto terdapat perbedaan, dimana milik pak Narto lebih besar.
Setiap inci bayang kontol pak Narto yang mencoba masuk ke dalam lubang pantat Widya membuatnya merasakan sakit sambil meremas kencang ujung sofa yang digunakan sebagai tumpuannya. Rasa sakit yang diterima membuat Widya mengerang cukup keras, hal tersebut membuat pak Narto bertindak dengan menutup mulut Widya dengan tangannya supaya tak terlalu keras suaranya.
“lemasin, bu. Lemasin biar ga terlalu sakit”, ucap pak Narto terus menekan kontolnya untuk masuk.
Widya hanya menggeleng cepat merasakan rasa sakit yang ada di pantatnya. Rasanya Widya ingin berteriak sekeras mungkin dan rasanya ingin menangis karna rasa sakit tersebut. Rasanya lubang pantat miliknya yang sempit tengah dipaksa untuk terbuka dengan lebar dari ukuran biasanya sampai seperti mau robek. Mengetahui bahwa Widya terlalu mendapat banyak rasa sakit, pak Narto menghentikan sejenak proses penetrasinya pada pantat Widya. Pak Narto belai lembut pipi Widya dan ternyata sudah mengalir air mata disana.
CUP!!!
Diciumnya pipi Widya dengan lembut mencoba menenangkan. Sambil terus menjaga agar batang kontolnya yang terdiam supaya tak terlepas kembali, pak Narto memeluk leher Widya sehingga posisi Widya menungging sedikit berdiri ke arah belakang. Justru hak tersebut membuat rasa sakit yang Widya alami bertambah karna kontol pak Narto makin menancap masuk ke dalam pantatnya. Seperti tak mau melepaskan Widya, pak Narto tetap memeluk Widya yang kini berganti dari leher ke tubuhnya yang dipeluk. Sambil memeluk, pak Narto menekan masuk kembali kontolnya dengan sedikit memaksa.
“AAAKKKHHHH......PELAANNNN.....AAAKKKKHHHH!!!”, erang Widya di tengah proses penetrasi secara paksa oleh pak Narto pada lubang pantatnya.
“jangan tegang, bu. Lemasin badan ibu supaya enak. Lemas dan jangan coba buat dilawan kalo ibu ga mau terlalu merasa sakit”, ucap pak Narto mencoba memberi arahan.
“nah iya kaya gitu, bu. Lemasin aja”, sambungnya.
Secara perlahan kontol pak Narto masuk menembus sempitnya lubang pantat Widya yang sebenarnya sudah tak perawan lagi. Demgan gerakan terakhir, pak Narto menekan masuk kontolnya dengan keras hingga masuk seluruhnya dan hal tersebut membuat Widya menjerit keras, sementara pak Narto hanya tersenyum puas karna berhasil menjebol lubang pantat Widya yang ia kira masih perawan itu. Dirinya merasa bangga karna bisa memerawani pantat Widya yang berisi itu.Dengan cara menampar pantat Widya pak Narto mencoba mengekspresikan rasa puas serta rasa semangnya karna bisa menikmati pantat Widya. Lagi-lagi Widya hanya bisa menjerit oleh perlakuan yang diberikan oleh pak Narto terhadap tubuh montoknya itu.
“Akhirnya masuk juga, bu. Ternyata enak banget pantat bu Widya ini, kontol saya rasanya di remas dengan keras sama pantat ibu”, ucap pak Narto.
“ss...saakkittt, paakkk...ssshhhhh...”
“Hanya sebentar, bu. Tahan, nanti juga bu Widya bakal keenakan”
“Saya mulai gerakin ya, bu”, lanjut pak Narto.
Hanya gerakan kecil pantat pak Narto saja membuat Widya mengerang, tapi pak Narto yang sudah sangat bernafsu tetap melanjutkan gerakan kontolnya keluar masuk mengocok lubang pantat Widya. Setiap gerakan yang dilakukan menimbulkan rasa nikmat yang sangat hebat, sebaliknya dengan apa yang Widya rasakan hanya rasa sakit yang menyerang.
Sudah lewat beberapa menit saat pak Narto memompa lubang pantat Widya dengan ritmenya sendiri yang kadang naik turun. Widya mulai bisa ikut menikmati persetubuhan yang terjadi terhadapnya itu. Widya mulai mengeluarkan desahan nikmat dan bukan lagi sebuah erangan sakit yang sedari tadi ia keluarkan. Dengan perlahan Widya mulai menunjukkan balasan atas gerakan pak Narto dengan cara ikut menggerakkan pantatnya maju mundur menyambut setiap pompaan kontol pak Narto yang menabrak kulit pantatnya.
“Ssshh....ssshhh....pak”
“Udah mulai enak sekarang kan, bu? Ini baru permulaan, saya bakal buat ibu puas”
Pak Narto yang sekarang bisa menggerakkan laju keluar masuk kontolnya tanpa hambatan terus saja memompa pantat Widya dengan leluasa. Gerakan maju mundur dengan kombinasi tamparan kecil di kedua sisi pantat Widya secara bergantian. Hal tersebut membuat nilai plus bagi Widya sendiri, karna perlakuan yang pak Narto berikan membawa nikmat yang menyalurkan ke seluruh tubuhnya, hingga dirinya merasa akan mencapai orgasme pertamanya dengan waktu yang lumayan cepat.
“Aaaakkkkhhh. Keluar pakk...Aakkkhhhh”, erang Widya saat orgasme pertama di dapatnya.
Saat gelombang orgasme pertama Widya jebol, terlihat oleh pak Narto bahwa cairan kewanitaan Widya menyembur keluar membasahi kedua paha serta kakinya yang jatuh juga ke atas karpet sampai mencetak lumayan besar tanda basah disana. Cairan yang keluar demgan bebas dari lubang memek Widya sungguh hangat di rasa oleh pak Narto.
Pak Narto untungnya memberi kesempatan pada Widya untuk menikmati gelombang orgasme yang tengah dialaminya dengan memberhentikan gerakan keluar masuk kontolnya. Baik pak Narto sendiri saat diam menunggu selesainya orgasme yang Widya alami, pak Narto merasakan betul bahwa batang kontolnya serasa di pijat dari dalam pantat Widya yang tengah berkedut menikmati orgasmenya. Sambil meremas kedua payudara Widya yang menggantung dengan bebas, pak Narto mencium punggung Widya yang masih mengenakan baju tidur tipisnya. Gerakan tangannya pada payudara Widya benar-benar gemas dan beberapa kali memainkan putingnya saat menunggu Widya yang siap untuk di genjot kembali.
Beberapa saat akhirnya gelombang orgasme Widya telah surut, dengan gerakan yang perlahan pak Narto mulai menggerakkan kembali kontolnya keluar masuk di dalam lubang sempit milik Widya yang sudah mulai terbiasa menampung batang besar itu di dalam lubang pantatnya Tanpa ada halangan yang terlalu berarti, kini kontol pak Narto bisa dengan leluasa masuk dan keluar memompa Widya.
“Aaaakkkkhhh...enak banget memeknya, bu. Ssshhh...saya mau kalo disuruh buat nikahin bu Widya. Aakkkhhhh...”
“teruuss pak...teruss...lebih kencang lagi. Ssshhh....oowwsshhhh... Enak, paakkk...”,racau Widya di tengah nafsunya yang mulai bangkit kembali oleh sodokan nikmat kontol pak paakkk
“enak, bu?”, tanya pak Narto disela genjotannya pada pantat Widya. Di tanya seperti itu Widya hanya bisa mengangguk dengan apa yang tengah ia rasakan.
“Bu Widya mau saya bikin lebih enak lagi, ga? Aakkkhhhh...sempitnya, bu...”
“Aakkkhhhh...Aakkkhhhh....gimana...pak...sshhhh....saya mau....Aakkkhhhh....”
Pak Narto mengambil sesuatu dari celana yang masih dipakai olehnya. Ternyata tongkat satpam yang biasa ia bawa kemana-mana saat bertugas. Sementara Widya tak tau apa yang sedang dipegang oleh pak Narto dan juga tak tau apa yang akan dilakukan oleh pria tersebut terhadap dirinya.
Dengan sedikit menurunkan ritme genjotannya, pak Narto mengarahkan ujung tongkat tersebut ke arah bibir memek Widya yang sudah basah kuyup oleh cairan kewanitaannya sendiri. Widya yang sudah terlalu larut dengan kenikmatan yang tersaji untuknya tak sadar bahwa dibelakang sana, tepat di depan bibir memeknya sudah ada tongkat satpam yang siap untuk menyumpal memeknya.
Saat tongkat tersebut tertempel di bibir memek Widya, Widya baru menyadari hal tersebut karna rasa dingin dari tongkat tersebut. Dengan bertanya bingung dan khawatir Widya mencoba untuk memberontak, tapi lagi-lagi Widya bisa di taklukan dengan mudah oleh ulah yang pak Narto berikan.
Saat Widya mencoba untuk memberontak dalam posisi menunggingnya, pak Narto dengan cepat mendorong masuk tongkat satpamnya hingga terbenam sepenuhnya menyumpal memek Widya yang menganggur. Sekilas terdengar erangan panjang dari mulut Widya saat tongkat tersebut telah masuk. Sambil tersenyum menang pak Narto menggerakkan tongkat tersebut yang terdapat seperti tonjolan-tonjolan keluar masuk menggesek setiap dinding memek Widya. Pak Narto bukan hanya menggerakkan tongkat tersebut di memek Widya, namun dirinya juga menggerakkan kontolnya yang terlebih dahulu mengisi lubang pantat Widya dan dengan begitu kini Widya telah diserang dari dua arah lubangnya. Lubang memek terdapat tongkat, sementara lubang pantatnya terdapat kontol pak Narto.
“oowwsshhhh....paakkk...eennnaakkkk...ssshhh...terus pak, terusss....Aakkkhhhh...”
“Hahaha...ssshhh....siap, bu. Bapak bakal buat bu Widya kelojotan malam ini. Bu Widya harus layani saya. Ssshhhhh....nikmat betul ini memek. Ssshhhhh....”, racau pak Narto fokus menggerakkan maju mundur pantat serta tangannya di kedua lubang milik Widya yang tengah dimainkan olehnya itu.
“bu Widya baru pertama kali kan dua lubangnya penuh begini? Bu Widya beruntung bisa merasakan nikmat seperti ini, bu. Ssshhh...”
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh...enggak ..enggak, pak...sayahhh sudahh pernagghhh...Aakkkhhhh...”, ujar Widya dengan memberi tahu bahwa hal tersebut bukan pertama kalinya dirasakan karna memang sebelumnya sudah beberapa kali dipakai secara bersamaan kedua lubangnya, malah bukan dua, pernah tiga lubang sekaligus.
Jawaban yang Widya berikan membuat pak Narto kaget karna dirinya tak menyangka bahwa sosok Widya yang ia tau sebagai wanita baik-baik ternyata sudah pernah di pakai kedua lubangnya secara sekaligus. Mendengar fakta tersebut membuat pak Narto makin bernafsu pada Widya. Ditongkatkannya ritme genjotan pada pantat Widya dan kocokkan tongkat pada memek Widya dihentikan. Tongkat tersebut dibiarkan oleh pak Narto tetap tertancap diam disana. Sedangkan pak Narto lebih memilih menggenjot pantat Widya yang sudah membuatnya bertambah nafsu.
“bu Widya sudah pernah ngentot sama orang lain? Aakkkhhhh....sama siapa, bu?”,tanya pak Narto disela genjotannya.
“sama...Aaaakkkkhhh...sama sopir bus, kernet bus sama beberapa...ssshhh....penumpangnya juga. Aakkkhhhh...”, balas Widya jujur karna tak bisa berpikir jernih akibat nafsu dan rasa nikmat yang tengah melandanya.
“Bu Widya nakal ternyata. Saya taunya ibu orang baik-baik, ssshhh....ternyata bu Widya Lonte juga yang bisa dipakai”
“sudah berapa pria yang pake memek ibu, hah?! Ssshhh....Aaaakkkkhhh....”, gemas pak Narto demgan menggenjot keras pantat Widya.
“AAAKKKHHH!!!! AAKKKHHHH!!!!”
PLAK!!! PLAK!!!
Mendengar Widya hanya mengerang, pak Narto menjadi semakin gemas demgan Widya sehingga beberapa tamparan kembali mendarat di pantat Widya sampai memerah.
“Aaaakkkkhhh...iyaaa...iyaa....sshhhhh...tujuh orang. Sshhhhh... Delapan sama bapak. Aaaakkkkhhh...”
“Lonte kamu, bu. Aakkkhhhh...tapi saya suka kalo ibu nakal seperti itu. Ssshhhhh...jadi saya ga harus keluar duit buat bayar Lonte di luar sana. Aakkkhhhh...saya tinggal pake memek bu Widya ini yang gratis. Aakkkhhhh...ssshhh...enak banget, bu. Sshhhhh...”
“Saya dipaksa, pak. Ssshhhhh... Saya bulan Lonte kaya yang bapak pikirkan. Aakkkhhhh...”, ucap Widya di tengah genjotan keras kontol pak Narto sambil menggelengkan kepala.
“apa bedanya dengan sekarang, bu? Bu Widya juga saya paksa kan? Tapi sekarang ibu malah menikmati. Berarti sebelumnya ibu juga menikmati. Itu tandanya bu Widya memang Lonte. Ssshhhhh...Aakkkhhhh....”
“bukan, pak. Aakkkhhhh...ssshhhhh...”
“Munafik kamu, bu. Rasakan kontol saya ini. Ssshhh....rasakan, bu!!!”
Genjotan kontol pak Narto makin bertenaga pada pantat Widya. Kedua buah payudaranya yang tergantung bebas tak luput bergerak akibat sodokan tersebut. Saat Widya tengah mendesah dan mengerang, rambutnya panjangnya dijambak dari belakang oleh pak Narto sebagai tali kekangnya saat menikmati sempitnya lubang pantat Widya. Ia tarik lumayan keras rambut Widya hingga kini posisinya sejajar dengan tubuh pak Narto. Sementara satu tangannya meremas keras payudara Widya. Dalam keadaan setengah berdiri diatas sofa, tubuh Widya terlonjak ke depan mengikuti setiap dorongan pantat pak Narto pada pantatnya.
Puas dalam posisi tersebut, pak Narto melepas kembali jambakan pada rambut Widya dan mencabut kontolnya dari lubang pantat Widya. Kemudian tongkat satpam miliknya yang masih tertancap kokoh di dalam lubang memek Widya dicabut dengan cepat yang langsung digantikan dengan dorongan keras kontolnya memasuki memek Widya yang sudah sangat basah itu. Tanpa ada ancang-ancang, pak Narto kembali menggenjot Widya dengan ritme yang cepat dan bertenaga.
Sementara Widya yang seperti tak dikasih waktu untuk bernafas dengan bebas karna langsung digenjot kembali oleh pak Narto, Widya hanya bisa mengerang serta mendesah nikmat dari sodokan kontol pak Narto yang kini berganti di dalam lubang memeknya.
“Oowwsshhhh....pak...terus pak, lebih keras lagi. Sshhhhh...ya seperti itu, pak. Teruss....aakkhh...”, racau Widya makin liar.
“ibu suka dientot kontol besar? Ibu suka dikasari kaya gini?”
“Iya...iya saya suka pak. Terus pak. Ssshhh...teruussss....”
“istri bapak ga pernah mau di entot kasar kaya gini, akhirnya bapak bisa juga ngentot kasar. Ternyata nikmat banget, bu. Sshhhh....”
“Iya, pak. Anggap saja untuk sekarang saya istri bapak yang kedua. Ssshhh...saya istri selingkuhan bapak...silahkan entot saya yang kasar, pak. Saya suka....Aakkkhhhh....”
“bapak juga pengen ngentotin istri yang lagi hamil, bu. Sshhhhh...apa bu Widya siap saya bikin hamil, terus pas....pas bu Widya hamil saya bakal bapak tampar perutnya pake kontol besar bapak ini. Aakkkhhhh...sshhhhh...”
“iya, pak...buat Widya hamil, hamilin Widya. Aakkkhhhh...tampar Widya pake kontol bapak. Aakkkhhhh...enakkk, pakk...ssshhh...”
Pak Narto membalikkan tubuh Widya untuk berbaring mengangkang di atas sofa. Dengan nafsunya pak Narto menjilati memek Widya yang sudah sangat basah itu dengan lahap. Bibir memek Widya dibuka oleh jari pak Narto dan lidahnya masuk bermain di dalam sana menyedot cairan kewanitaan Widya. Sementara tangannya satunya tengah di kulum jari-jarinya oleh mulut Widya. Sedotan mulut pak Narto pada memek Widya makin beringas, bahkan sesekali wajahnya ia uselkan ke dalam memek Widya hingga wajahnya basar oleh air ludahnya sendiri yang bercampur dengan sisa cairan kewanitaan Widya.
Mungkin karna sudah dua tahun pak Narto tak merasakan tubuh perempuan makanya dia saat diberi kesempatan untuk menikmati setiap inci tubuh Widya, ia manfaatkan dengan sebaik mungkin dan semua nafsunya yang ia tahan selama ini, ia lampiaskan pada Widya. Wanita cantik dengan tubuh yang menggairahkan dan seorang ibu rumah tangga yang dikenal baik dan ramah tengah memacu birahi bersama pria tua yang lebih tepat seperti ayahnya sendiri. Dengan pasrah dan menikmati, Widya memberikan tubuhnya untuk di nikmati oleh pria tersebut.
“Saya coblos memeknya lagi ya, bu”, ucap pak Narto menyudahi aktivitasnya dan mengambil posisi diantara kedua kaki Widya dengan kontolnya yang besar bersiap menggenjot memek Widya kembali. Widya hanya mengangguk lemas dalam tatapan sayu.
BLES!!!
Hanya dalam satu sentakan keras, kontol pak Narto kembali memenuhi lubang memek Widya yang sudah sangat siap untuk menerima gempuran benda besar tersebut.
“AAKKKHHH!!!”, lenguhan keras baik dari pak Narto maupun Widya saat kedua kelamin mereka kembali bersatu secara utuh.
Dilumatnya bibir Widya dengan bernafsu sambil menggerakkan pantatnya naik turun menumbuk keras selangkangan Widya. Widya membalas setiap lumatan yang pak Narto berikan, bahkan lidah keduanya saling membelit satu sama lain. Posisi Widya yang mengangkang tengah ditindih oleh pak Narto dengan pantatnya bergerak naik turun menumbuk selangkangannya, Widya mulai membantu melepaskan seragam satpam yang di pakai oleh pak Narto sambil bibir mereka terus melumat. Sementara pak Narto mencoba melepaskan sendiri celana yang masih dipakainya itu karna ia juga tau bahwa resleting celananya pasti membuat Widya sedikit sakit.
Terlihatlah kini tubuh telanjang seorang pria tua yang tengah menindih seorang wanita dibawahnya yang tengah pasrah menerima setiap sodokan yang diberikan.
“bapak bakal bikin bu Widya puas sama kontol ini. Bu Widya dijamin sampe muncrat berkali-kali”, ucap pak Narto sambil menatap wajah nafsu Widya.
Melihat kedua payudara yang menganggur, tangan pak Narto langsung memainkan dengan meremas keras dan juga memainkan kedua putingnya. Dari sekedar remasan, kini mulut pak Narto melumat kedua payudara Widya secara bergantian. Disedot kedua puting tersebut dengan kuat berharap kuatnya sedotan pak Narto bisa membuat payudara tersebut mengeluarkan air asinya. Namun hal itu tak mungkin, ia harus membuat Widya hamik terlebih dahulu jika ingin payudara tersebut bisa mengeluarkan asinya.Aakkkhhhh...nikmat banget memekmu, bu. Saya bisa ketagihan kalo begini caranya. Sshhhh....”, ucap pak Narto di tengah genjotannya.
“penis bapak juga enak. Saya... Saya sukahh...”
“kontol, bu namanya bukan penis. Coba katakan, bu apa namanya terus bu Widya lagi apa sekarang. Kalo bu Widya ga mau, saya bakal hentikan”
“jangan, pak. Aakkkhhhh....iya, namanya kontol. Ssshhh...memek...memek saya lagi di genjot sama kontol besar pak Narto. Kontolnya enak banget di dalam memek saya. Ssshhhhh....terus pak...terus entot saya yang keras. Aakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....”
“Bagus istriku. Bagguuss...ssshhhhh...tenang saja, bapak bakal entotin bu Widya terus. Oowwsshhhh.....sshhhhh....”
“Iyaaahhh.... Widya istri pak Narto. Aaaakkkkhhh....puaskan istrimu ini, pak. Puaskanlah....sshhhh....”
Cukup lama pak Narto bertahan di posisi tersebut saat menyetubuhi Widya. Hingga dirinya merasa bosan dan ingin mencoba variasi yang kain. Pak Narto mengangkat tubuh Widya ke dalam pelukannya dengan masih tertancapnya kontol tersebut di memek Widya.
Dalam posisinya menggendong depan Widya, pak Narto berjalan ke arah dapur dan mengambil kain yang biasa untuk mengelap piring basah. Di dudukannya Widya di diatas wastafel tempat cuci piring dan kain yang diambilnya tadi, pak Narto gunakan untuk menutup mulut Widya. Setelah mulutnya sudah rapat di tutup menggunakan kain tersebut, pak Narto mengangkat kembali tubuh Widya ke dalam gendongannya.
Kala itu Widya sudah pasrah dengan apa yang akan dilakukan oleh pak Narto terhadapnya karna Widya selalu bisa menikmati setiap perlakuan yang pak Narto berikan kepadanya.
“Saya pengen ngentotin ibu di halaman samping rumah”, ucap pak Narto sambil membuka pintu yang ada di dapur, sebuah pintu yang menghubungkan langsung pada halaman samping rumah tempat biasa Widya menjemur pakaian.
Di letakanlah tubuh Widya yang masih menggunakan baju dan Bra, ya walau bajunya telah terbuka semua kancingnya dan Branya pun tak lagi menutupi kedua payudaranya. Diatas rumput tersebut tubuh Widya di baringkan dengan posisi kedua kakinya mengangkang dengan lebar. Sementara pak Narto memandangi sosok Widya dengan meyakinkan dirinya sendiri bahwa fantasinya selama ini untuk bersetubuh dengan istrinya di tempat terbuka bakal terwujud dan walau bukan istri sahnya, melainkan sosok Widya yang dianggapnya sebagai istri tersebut.
“lihat, bu. Sekarang kita ada di halaman samping rumah ibu. Apa kata tetangga kalo mereka lihat bu Widya tengah melayani pria tua seperti saya”, ucap pak Narto mencoba menambah panas suasana yang dimana posisi mereka terhalang oleh dinding tinggi, namun yang patut di waspadai adalah dari arah depan. Karna posisi mereka langsung mengarah ke jalan, hanya tertutup oleh tembok tak terlalu tinggi dan di tembok tersebut terdapat banyak lubang khas perumahan.
“Udah gapapa, bu. Biar kalo ada yang lihat, sekalian saya mau kasih tau kalo bu Widya sekarang istri saya yang siap melayani saya kapanpun”, ucap pak Narto menjawab kekhawatiran yang ditunjukkan oleh wajah Widya, ya karna mulut Widya di tutup menggunakan kain sehingga Widya tak bisa bersuara.
SLURP!!! SLURP!!!
Pak Narto langsung melumat puting Widya dengan bernafsu sambil meremas kuat kedua payudaranya. Beberapa saat, pak Narto mulai menggerakkan naik turun kembali pantatnya pada selangkangan Widya. Gerakan pak Narto langsung berada di kecepatan tinggi sehingga tubuh Widya langsung ikut terlonjak kesana kemari setiap sodokan keras yang pak Narto berikan pada selangkangkannya.
“Aaaakkkkhhh....nikmat banget, bu ngentot di tempat terbuka kaya gini. Ssshhh....apalagi ngentotnya sama janda kaya bu Widya ini”, racau pak Narto dengan nada suara yang tak terlalu keras.
Baru beberapa saat setelah pak Narto mulai menggenjot Widya kembali. Ternyata Widya mulai merasakan bahwa dirinya akan segera mendapat orgasme untuk yang kedua kalinya dengan memberi tanda lewat dinding memeknya yang mulai meremas kontol pak Narto dengan keras. Pak Narto yang mengetahui hal tersebut tetap menggenjot memek Widya dengan cepat membantu wanitanya itu untuk meraih kehikmatannya kembali.
Beberapa sodokan keras yang pak Narto berikan mampu mengantarkan Widya pada puncak orgasme keduanya itu. Di balik kain uang menutup mulutnya, Widya melolong dengan panjang menikmati orgasme yang terasa sangat nikmat itu. Tubuhnya bergetar hebat serta tangannya meremas kedua payudaranya sendiri dengan keras sehingga mengakibatkan warna kemerahan disana. Rasa nikmat yang membuatnya melayang bisa di rasakan kembali lewat pak Narto. Setelah sebelumnya rasa nikmat tersebut hanya bisa di dapatkan saat dirinya digilir saat perjalanan di bus malam dulu.
Merasa bahwa pak Narto juga akan mencapai orgasmenya, ia sama sekali tak menghentikan genjotan kontolnya di dalam memek Widya yang masih mengalami orgasmenya. Dengan cepat dan bertenaga pak Narto terus menumbuk selangkangan Widya dengan bernafsu. Nafasnya memburu dan keringat mengucur deras dari pori-pori kulitnya.
Dipeluknya kedua kaki Widya yang masih bergetar dan ditenggangkan kembali, terus di peluknya lagi, di renggangkan kembali. Beberapa kali pak Narto terus mengulang hal tersebut, sampai akhirnya dirinya menindih tubuh Widya yang sudah lemas di atas rumput.
“Aakkkhhhh....dikit lagi bapak keluar, bu. Ssshhhhh... Aaaakkkkhhh....memekkk....ssshhhhh....”
Di dekapnya tubuh Widya sambil pantatnya terus memompa memek Widya dengan kontol besarnya yang sudah siap menyemburkan muatannya dari dalam. Merasa posisinya kurang enak, pak Narto membalikkan tubuh Widya dengan kasar dan menyuruhnya untuk berposisi menungging. Dengan nafsunya yang sudah berada di puncak. Pak Narto menarik paksa baju tidur yang masih melekat di tubuh Widya dan melemparnya secara sembarang, begitu juga dengan Bra milik Widya yang sudah putus bagian depannya.
Pak Narto menempelkan ujung kontolnya di bibir memek Widya dan dalam satu sentakan kontol besar tersebut membelah masuk memenuhi lubang memek Widya kembali. Gerakan yang pak Narto lakukan langsung mengambil ritme cepat. Di cengkeramnya kedua pinggul Widya untuk membantu mengocok kontol pak Narto yang berada di dalam memeknya lebih cepat.
“Aakkkhhhh....saya hajar memeknya, bu. Ssshhh....memek binal yang sudah pernah dikontolin sama banyak pria. Memek gatal. Ssshhhhh....”, racau pak Narto mulai mengatai Widya.
Dicopotnya kain yang menutup mulut Widya oleh pak Narto, sehingga kini terdengar kembali dengan jelas suara desahan serta erangan Widya saat kontol pak Narto menyentak masuk ke dalam rahimnya. Dengan gerakan cepat dan kuat sambil sesekali menampar pantat Widya, pak Narto juga meremas keras kedua payudara Widya yang kini sudah terlihat jelas dari arah belakang dengan keadaan menggantung dan bergerak mengikuti irama sodokan kontolnya.
Sudah tiga menit Widya di Setubuhi dalam posisi menungging di atas rumput. Widya sungguh sangat merasa nikmat yang tiada tara saat kontol besar pak Narto menggasak dinding memeknya dan kepala kontolnya menghantam keras rahimnya. Dalam posisi menungging mulut Widya menganga merasakan nikmat dengan suara desahan dan erangan yang keluar dari mulut tersebut. Bukan hanya hal itu saja, karna rasa nikmat yang diterima oleh Widya sungguh hebat, air liur Widya sampai ikut menetes keluar.
“Aakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....memek Widya enak, pak...ssshhhhh....nikmat banget kontol bapak. Aakkkhhhh”, rau Widya di tengah kenikmatannya.
“sudah ketagihan kamu sama kontol bapak. Hahahaha...Aaaakkkkhhh...bu Widya bakal bapak jadiin Lonte pribadi bapak di kompleks ini. Ssshhh...tiap bapak pengen, bapak tinggal minta bu Widya buat puasin....kontol saya. Aaaakkkkhhh....anjing enak banget ini memek. Ssshhhhh....”
Disaat pak Narto tengah menggenjot keras memek Widya dan tengah mengatai Widya dengan perkataan kasar, ternyata Widya diam-diam mengalami orgasmenya yang ketiga kalinya. Hal tersebut membuat pak Narto merasa lebih ingin lagi mengucapkan kata-kata kasar untuk Widya.
“udah ngecrot lagi kamu Lonte. Aakkkhhhh...ssshhh...sadar posisi kamu sekarang lagi dientot satpam kompleks tua, malah ngecrot. Sekalinya Lonte, tetap aja Lonte!!”
“AAAKKKHHHH!!!!”, erang Widya saat pak Narto menyodokkan kontolnya dengan keras mengenai sampai rahimnya dan juga karna remasan keras yang dilakukan pada kedua payudaranya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pak Narto menggenjot memek Widya semakin cepat dan gerakannya kini mulai tak beraturan. Nafasnya mulai terdengar berat yang menandakan bahwa pria tua tersebut akan segera mencapai klimaksnya saat menyetubuhi Widya.
“Aaaakkkkhhh....keluar...bapak keluar, buuu...ssshhhhh....”
“Bakal bapak buat memekmu penuh sama peju bapak. Aakkkhhhh....terima...terima peju bapak, bu Widyaaa.... Aakkkhhhh!!!”
Bagi Widya sendiri semprotan peju yang dikeluarkan oleh kontol pak Narto sangat lah kuat dan dapat Widya rasakan juga jumlah peju yang masuk ke dalam memeknya sangatlah banyak sampai masuk juga le dalam rahimnya. Mungkin karna memang sudah dua tahun pak Narto sama sekali tak bersetubuh dengan istrinya sehingga saat dikeluarkan untuk pertama kalinya kembali, jumlahnya sangat banyak memenuhi memeknya.
Beberapa kali setelah puncak klimaksnya, pak Narto masih saya mengedutkan kontolnya mengeluarkan sisa-sisa peju nya ke dalam lubang peranakan Widya yang sempit itu. Di di diamkannya beberapa detik sebelum tubuh Widya di dorong ke depan hingga terjerembap lemas diatas rerumputan dengan peju miliknya yang mengalir banyak dari sela memek Widya.
Widya merasakan lemas yang teramat dan juga rasa nikmat secara bersamaan. Tergeletak diatas rerumputan, Widya mencoba mengatur nafasnya kembali yang berantakan. Sementara pak Narto tengah membersihkan kontolnya yang diselimuti cairan kewanitaan Widya bercampur dengan peju nya sendiri di kran air.
“Ini bajunya, bu”, ucap pak Narto sambil melempar baju tidur Widya yang kancingnya sudah hilang semua beserta dengan Bra miliknya yang juga dalam keadaan putus.
Dalam keadaan masih telanjang bukat, pak Narto berjongkok di depan Widya. Ia turunkan kepalanya dan melumat bibir Widya sambil tangannya memainkan payudara Widya. Sebelum pergi, pak Narto mencubit puting Widya cukup keras dan juga menampar pelan memek Widya yang mengalir peju nya itu.
PLAK!!! PLAK!!!
“Aaaakkkkhhh...”, Lenguh pelan Widya karna lemas.
“dasar memek Lonte!!? Dasar memek gatal!!!”, maki pak Narto sambil menampar pelan memek Widya.
“Makasih, bu buat kenikmatan memeknya malam ini. Kapan-kapan kalo saya kepingin lagi, saya bakal kesini lagi. Hehehe”, ucap pak Narto bangkit dari posisi jongkoknya.
Baru beberapa langkah berjalan, pak Narto menoleh ke belakang dan menghampiri Widya kembali yang masih tergolek lemas di atas rerumputan.
“Masa bapak mau pergi, bu Widya diam saja?”, ucap pak Narto.
Dengan suara lemasnya Widya membalas, “terima kasih juga pak, saya puas dengan kontol bapak”, balas Widya dengan tersenyum lemas.
Setelah mendengar jawaban dari Widya, pak Narto mengecup lembut kening Widya dan meninggalkan begitu saja tubuh Widya yang terbaring lemas di atas rumput tersebut. Setelah perginya pak Narto, Widya mencoba menggerakkan tangannya dan diarahkan pada memeknya yang tengah mengalir cairan peju. Dengan menggosok pelan memeknya dan mengangkat kembali tangannya, Widya menjilati tangannya sendiri yang terlumuri peju milik pak Narto.
“sshhhhh...enak”, ucap Widya dengan mengulangi kembali jarinya untuk diolesi peju milik pak Narto dan menjilat bersih lagi.
Ternyata Widya benar-benar sudah takluk oleh pak Narto dan dirinya juga telah ketagihan dengan rasa kontol pak Narto saat menyetubuhinya. Dengan memungut baju serta Branya yang putus, Widya masuk ke dalam rumah dengan langkah tertatih.
*………………………
Di siang yang cukup panas, Widya tengah disibukkan oleh pekerjaannya untuk menyiapkan pesanan katering yang di terimanya. Cukup lama Widya berkutat di dalam dapur dengan di bantu oleh salah satu orang suruhannya. Bersama bu Marni, akhirnya apa yang dikerjakan selesai juga tepat pada waktunya sebelum pesanan yang diminta di ambil. Rasa lelah cukup menyelimuti Widya siang itu, badannya berkeringat karna harus bolak balik dan terkena hawa panas kompor. Di ambilnya beberapa helai tisu yang terdapat diatas meja untuk mengelap keringat yang berada di dahinya.
“ini, bu es teh manisnya”, ucap bu Marni sembari menyodorkan segelas es teh manis di depan Widya.
“eh, iya Makasih banget bu”
“panas, keringatan kaya gini emang paling pas minum yang dingin-dingin”, sambung Widya pada bu Marni.
Keduanya duduk melepas letih yang ada ditubuhnya sembari mengobrol ringan ala ibu-ibu, dimana obrolan ringan yang bisa di kategorikan sebagai obrolan gosip. Entah masalah apapun itu, semua bisa menjadi topik gosip yang bisa diperbincangkan. Dari masalah kecil maupun masalah rumit yang menyangkut rumah tangga orang lain.
“Itu anaknya bu Darso, si Rizal katanya kan hamilin pacarnya. Manalagi masih sekolah, bentar lagi mau ujian lagi”, ucap bu Marni.
“Seriusan, bu? Terus gimana itu? Rizal nya suruh buat tanggung jawab atau gimana”
“Ya pastinya suruh tanggung jawablah, bu. Dari kedua pihak keluarga sih katanya udah dirundingkan soal pertanggung jawabannya. Mungkin karna sebentar lagi, baik dari Rizal maupun dari pihak ceweknya bentar lagi kan ujian, makanya kesepakatan udah dibuat. Rizal harus nikahin ceweknya itu selepas ujian”, jelas bu Marni.
“Parah juga ya, bu masih sekolah udah berani lakuin hal yang terlalu jauh kaya gitu”, ucap Widya.
“Pergaulan dan cara pacaran anak zaman sekarang memang udah kelewat batas, bu. Beda sama pacaran zaman kita dulu ya, bu. Hahaha...”
“dulu pacaran juga paling nakal pegang tangan, jangankan buat hal lakuin kaya Rizal gitu, cium bibir aja udah gemetaran. Hahaha”, balas Widya.
“makanya itu, bu. Anak saya aja, saya perhatikan terus pergaulannya. Semisal kalo sampe pulang malam atau Nginep di mana gitu yang belum jelas tempatnya pasti bakal saya larang. Ga peduli anaknya mau marah sama saya apa enggak, yang jelas saya lakuin Juga buat kebaikan dia kan”, ujar bu Marni.
Sekilas Widya teringat akan Evan. Widya berpikir seperti apakah gaya pergaulan anaknya itu dan seperti apa cara berpacaran anaknya dengan Alice di luar sana. Terlepas lagi Evan sering main ke dalam kosan Alice entah dari sore sampai malam, tak jarang juga Evan sampai menginap di kosan Alice, sang pacar. Sejauh ini yang Widya tau tentang Alice adalah sosok yang baik dan tak ada tanda terlihat bahwa Alice anak yang nakal. Begitu pula dengan Evan. Untuk Evan sendiri, Widya tau bukan hanya satu dua tahun, tapi memang karna Evan anaknya jadi Widya sudah tau seperti apa Evan sejak kecil duku dan Widya juga yakin bahwa anaknya tak akan jauh menyimpang soal pergaulannya.
Walau seperti itu, Widya kadang juga masih khawatir tentang apa yang dilakukan oleh Evan dikuat sana, entah bersama teman-temannya atau dengan Alice sekalipun. Widya hanya ingin menjadi sosok ibu yang seperti khalayaknya, mengkhawatirkan perkembangan serta pergaulan anaknya. Meski dirinya sendiri sadar bahwa Widya juga tak bisa dikatakan hidup di jalan yang selalu benar.
Widya sadar betul akan kesalahannya dulu dan dirinya juga sadar betul akan masalah seksnya di luar sana yang sama sekali Evan tak tau seperti apa. Bahkan untuk masalah dengan pak Narto dirinya juga sadar betul bahwa apa yang ia lakukan jauh dari kata wajar ataupun dari kata baik.
Setelah berbincang yang dibarengi dengan menggosip lumayan lama, akhirnya bu Marni memutuskan untuk pulang dan tak lupa juga Widya memberi upah padanya sebagai tanda terima kasih karna telah membantu menyelesaikan pesanan katering yang datang pada hati itu.
Pulangnya bu Marni dan selesainya pesanan katering bukan berarti Widya bisa beristirahat dengan tenang. Widya masih harus membersihkan peralatan dapur yang digunakan tadi. Di tambah lagi dirinya harus memasak ulang untuk menyambut kedatangan ayah mertuanya yang akan sampai malam ini. Widya menyudahi bermain ponselnya dan dengan tersenyum ia bangkit dari tempat duduknya untuk mulai melakukan kegiatannya kembali berkutat sendirian di dalam dapur.
Cukup lama Widya menghabiskan waktunya kembali di dalam dapur hingga semuanya beres yang membuat nafas lega pada dirinya. Dengan hembusan nafas panjang, Widya memandang hasil masakannya yang lumayan banyak dan bervariasi di atas meja makan. Dilihatnya kam dinding sudah menunjukkan pukul 17.05, yang berarti sebentar lagi dirinya harus berangkat ke terminal menjemput ayah mertuanya yang akan segera tiba untuk berkunjung.
Niat awal dan rencana adalah Evanlah yang akan menjemput sang mertua, namun entah kenapa sedari tadi ponsel Evan sama sekali tak bisa dihubungi olehnya. “Mungkin masih ada kelas sore”,pikir Widya tentang alasan kenapa Evan susah untuk dihubungi. Menggunakan senyumannya kembali, Widya melangkah memasuki kamarnya untuk mandi, bersiap pergi ke terminal menjemput sang ayah mertua.
Selesai mandi Widya menghadapkan diri di depan cermin risanya. Dengan beberapa olesan cantik pada wajahnya, kini Widya terlihat lebih cantik dan kelihatan lebih segar lagi sehabis mandi. Menggunakan baju yang tak terlalu formal dan terkesan santai, hanya T-shirt biasa yang dipadukan dengan jaket tipis berwarna abu-abu dan untuk bawahannya hanya memakai celana panjang leggings warna hitam. Dengan semua persiapan yang telah selesai, Widya melangkahkan kakinya keluar dari rumah menuju depan kompleks untuk mencari taksi guna mengantarkan dirinya ke terminal.
Langit yang mulai gelap menemani langkah Widya di sepanjang jalanan kompleks tempat tinggalnya. Mungkin karna hari sudah mau memasuki Maghrib jadi hanya terlihat beberapa penghuni kompleks yang masih terlihat mencuci mobil maupun motornya di depan rumah. Setiap orang yang melihat Widya pasti akan selalu menyapa, apalagi dari para tetangga lelakinya, pasti dengan cepat akan menyapa dengan sangat ramah.
Tak terlalu jauh Widya berjalan hingga sekarang dirinya akan tiba di pos masuk kompleks. Terlihat dari jarak Widya bahwa pak Narto tengah duduk depan posnya sambil merokok. Melihat Widya berjalan ke arahnya, pak Narto berdiri dati duduknya dan mematikan rokok yang tengah di hisapnya.
“Mau kemana, bu?”, tanya pak Narto.
“ini pak, saya mau jemput ayah mertua saya katanya mau berkunjung ke rumah”, balas Widya.
Terlihat pak Narto memperhatikan seluruh lekuk tubuh Widya sore itu. Dari ujung kaki hingga ujung kepala tak terlewat oleh pak Narto. Dengan tersenyum melihat tubuh Widya, pak Narto mendekati.
“Bu, sebentar aja yuk, bu. Saya lihat badan ibu langsung bawaannya jadi kepingin”, ucap pak Narto sambil matanya beberapa kali melihat ke sekeliling, sementara tangannya mengusap selangkangannya yang terdapat tonjolan besar disana.
“Jangan kurang ajar deh, pak. Ini tempat umum”
“Ya bukan disini juga, bu. Maksud saya di dalam pos”, sambil menunjuk posnya yang terlindungi dari kaca hitam.
“ayo lah, bu. Ga perlu ngentot juga gapapa, bu. Cukup Sepongin kontol saya saja”, pak Narto memegang tangan halus Widya.
“janji ya, pak Cuma sepong ga pake masukin”, balas Widya.
Mendengar balasan Widya membuat pak Narto kesenangan, dengan tergesa pak Narto menarik Widya untuk masuk ke dalam pos satpamnya.
“bu Widya di bawah meja saja”, ucap pak Narto.
Widya di suruh untuk berlutut di bawah meja pos satpam sedangkan pak Narto menempatkan dirinya duduk tepat didepan Widya yang tengah berjongkok. Dengan lincahnya pak Narto mengeluarkan kontolnya yang sudah setengah berdiri di hadapan wajah Widya. Sementara Widya yang sudah tau apa yang harus dilakukannya langsung melumat kontol setengah tegak tersebut ke dalam mulutnya. Masuknya ke dalam mulut Widya membuat pak Narto berdesir keenakan.
Beberapa kali Widya lumat keseluruhan batang kontol pak Narto hingga ia keluarkan kembali dan sekarang dijilatnya batang yang kian membesar itu oleh lidah Widya dari pangkal hingga ujung kepala kontol pak Narto. Terdapat perempuan cantik yang sedang menjilati kontolnya seperti anak kecil menjilati es krim di bawah meja posnya, pak Narto mengelus rambut Widya yang harum itu.
“Biji pelernya sekalian dijilat dong, bu. Jangan dijilat aja, bijinya ibu emut”, ucap pak Narto menikmati servis yang diberikan mulut serta lidah Widya.
Widya sendiri menuruti apa yang diucapkan oleh pak Narto dengan menjilat dan mengulum buah zakar pak Narto. Tangannya mengocok pelan kontol pak Narto sedangkan mulutnya bekerja menjilati dan mengulum buah zakarnya.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Bunyi aktivitas mulut Widya pada selangkangan pak Narto tak jelas terdengar tertindih oleh suara lalu lalang kendaraan di jalan. Sambil merem melek menikmati yang dilakukan Widya di bawah sana, pak Narto mengarahkan kepalanya ke atas.
“Oowwsshhhh....nikmat, bu sepongan mu. Ssshhh....”, racau pak Narto.
Saat dirinya meracau keenakan, sebuah mobil datang dan berhenti untuk menempelkan kartu penghuni kompleksnya. Pak Narto yang tau hal tersebut tersenyum pada pengemudi tersebut dan menyapanya. Orang tersebut menyapa balik pak Narto dengan ramahnya tanpa tau apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam pos tersebut. Dimana terdapat seorang perempuan tengah memuaskan kontol seorang satpam tua.
“Kulum lagi kontol saya pake mulutmu, bu. Biar cepet keluar nanti”, ucap pak Narto sambil memegang kontolnya sendiri dan mengusapkannya di bibir Widya.
Widya lantas membuka mulutnya kembali dan melahap batang tersebut hingga masuk semuanya. Kepalanya bergerak naik turun, menyedot dengan kuat supaya pria tua di depannya itu cepat mendapatkan klimaksnya.
GLOK!!! GLOK!!? GLOK!!!
Pak Narto meletakan kedua tangannya di belakang kepalnya sendiri menikmati servis yang tengah dilakukan oleh Widya, sang wanita yang sekarang menjadi pemuasnya itu. Sambil melihat menikmati gerakan kepala Widya yang tengah naik turun di selangkangannya, pak Narto terus mengeluarkan desahan kecilnya.
Di dalam kepala pak Narto ia sungguh tak bisa percaya dengan apa yang sedang ia alami. Ia sama sekali tak pernah berpikir bahwa dirinya bisa mendapatkan Widya sebagai seorang wanita yang bisa memuaskannya di saat ia butuhkan. Apa yang duku hanya bisa ia kagumi semata, kini bisa ia rasakan seutuhnya. Lekuk tubuh yang dulu hanya bisa ia bayangkan, kini bisa ia pegang dan dapat ia miliki. “oowwsshhhh....beruntungnya aku”, pikir pak Narto dalam hati.
Pak Narto berpikir bahwa tak apa jika ada seseorang yang nantinya akan mempersunting Widya kembali, yang penting dirinya bisa tetap memuaskan hasrat seksualnya terhadap tubuhnya itu. Biarkan orang yang menjadi suaminya memiliki hatinya, tapi yang penting ia bisa memiliki dan menikmati tubuhnya setiap saat. Karna dengan modal kontolnya yang besar, dirinya sudah bisa menaklukkan tubuh wanita tersebut.
Di pegangnya dagu Widya oleh pak Narto. Widya melihat ke arah pak Narto dengan tatapan yang membuat lelaki bernafsu. Dengan cepat pak Narto melumat bibir Widya dengan bernafsu, sedangkan Widya ikut membalas lumatan nafsu dati pria tersebut.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
PUAH!!!
“Kamu cantik sekali, Widya. Bapak tak menyangka bisa dapetin tubuh kamu ini. Bapak beruntung banget”, ucap pak Narto.
CUP!!!
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Dilumatnya kembali bibir Widya dengan ganas, digigit juga bagian bawah bibir Widya. Lumatan ganas yang di sertai dengan sedotan kuat pada lidah Widya sampai Widya sendiri gelagapan menerima lumatan serta sedotan yang terjadi pada lidahnya. Air liur keduanya saking bertukar di sela lumatan tersebut.
Di sudahinya lumatan pada bibir Widya dan kembali Widya mencaplok kontol pak Narto yang sudah tegang maksimal ke dalam mulutnya untuk di kulum kembali. Kedua tangan pak Narto di susukannya ke dalam baju yang Widy pakai dan tangannya bergerak meremas payudara Widya dari dalam. Terasa betul di telapak tangan pak Narto kulit halus nan sangat empuk disana. Di sela kulumannya pada kontol pak Narto, Widya mengeluarkan suara desahannya. Permainan tangan pak Narto pada payudaranya membuat Widya makin bersemangat menggerakkan kepalanya naik turun melumat habis batang tersebut keluar masuk.
“nikmat banget, bu mulutnya. Sssshhhhh...kalo begini caranya balak bakal minta ibu buat puasin saya terus kalo lagi ga ada di pos. Ssshhhhh....”
Saat sedang mengeluar masukkan kontol pak Narto di mulutnya, tak sengaja Widya melihat jam dinding yang terdapat di dalam pos pak Narto itu. Ternyata sudah hampir 20 menit Widya mencoba memuaskan pak Narto dengan menggunakan mulutnya, tapi tak kunjung juga ada tanda akan klimaks.
“Kok dikeluarin, bu? Lagi enak ini, Bu. Ayo masukin lagi, sayang...”, ucap pak Narto sambil membelai rambut Widya.
“saya harus ke terminal, pak. Takutnya ayah mertua saya sudah sampai disana”
“Yaudah, bu Widya pengen cepat bapak keluar kan?”, tanya Pak Narto, Widya mengangguk.
Di pegangnya kepala Widya dengan kedua tangannya dan pak Narto langsung menggerakkan kepala Widya dengan cepat dan kuat untuk naik turun di selangkangannya. Widya dibuat gelagapan oleh tindakan pak Narto tersebut. Tangannya terlihat memukul-mukul paha pak Narto karna dirinya tak bisa bernafas. Hal tersebut tak dihiraukan oleh pak Narto, dirinya sendiri juga sudah ingin sekali mencapai klimaksnya atas mulut Widya.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
“Ssshhh....Aakkkhhhh...bentar lagi, bu...bentar lagi...ssshhhhh....”, racau pak Narto sambil memejamkan matanya menikmati perlakuan deepthroat nya pada mulut Widya.
Widya yang merasa perlawanannya hanya sia-sia, akhirnya Widya Cuma pasrah di paksa untuk me’deeptrhoat kontol besar milik pak Narto itu. Kedua tangannya bertumpu pada paha pak Narto sementara kepalanya dinaik turunkan dengan kasar serta rambutnya terasa dijambak.
Untuk bernafas rasanya sangat sulit bagi Widya. Terlihat juga mulutnya mulai mengeluarkan busa-busa air liur akibat kocokkan kasar kepalanya pada kontol pak Narto. Beberapa kali Widya rasnya ingin muntah, tapi tertahan oleh laju keluar masuknya batang tersebut yang menyumpal dan menabrak tenggorokannya.
Sekian menit Widya tersiksa di dalam perlakuan tersebut, hingga akhirnya dari kedua telinga Widya mendengar bahwa pak Narto mulai mengerang dan juga Widya bisa merasakan bahwa pegangan tangan maupun gerakan pada kepalanya mulai terasa lebih kuat dan mulai tak beraturan. Ternyata memang benar bahwa pak Narto akan segera mencapai klimaksnya.
“Aaaakkkkhhh...ssshhhhh....bu....bapak mau keluar...sshhhh...”
“Bapak ga mau post ini bau peju. Ssshhhhh....mending bu Widya telan semuanya...Aaaakkkkhhh...ssshhhhh....”,racau pak Narto.
“Aaaakkkkhhh....bapak keluar, bu. Telan peju bapak. Telan!!! Aaaakkkkhhh!!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Lumayan banyak juga yang bisa Widya rasakan saat cairan kental tersebut keluar dan masuk ke dalam mulutnya. Saking bernafsunya, pak Narto menekan habis seluruh kontolnya hingga ke dalam kerongkongan Widya. Dalam hak tersebut Widya benar-benar dipaksa untuk menelan semua peju yang keluar dari kontol pak Narto. Tak ada pilihan lain kalo memang dirinya ingin masih bisa mengambil nafas.
“Aakkkhhhh...telan semua, bu...ssshhh...telan”
Saat Widya mencoba menelan semua peju yang masuk ke dalam kerongkongannya, Widya terbatuk dan hal tersebut membuat peju yang ada keluar lewat lubang hidungnya.
“Aaaakkkkhhh...nikmatnya, bu. Nikmat banget mulutmu. Ssshhh....”, ucap pak Narto setelah selesai melepaskan semua muatannya di dalam mulut Widya. Namun posisi kontolnya masih berada di dalam mulut Widya.
PUAH!!!
“Bapak...apa-apaan sih....Widya ga bisa nafas tadi. Uhuk!!! Uhuk!!!”, protes Widya setelah kontol pak Narto terlepas dari mulutnya.
“Maaf, bu. Namanya juga tadi bapak lagi nafsu banget. Bapak tadi keluar nya lagi enak banget, jadi bapak lupa sama kondisi bu Widya yang lagi kehabisan nafas. Maaf, bu. Hehehe...”, balas pak Narto tanpa ada rasa bersalah yang serius.
Widya mengambil tisu dari dalam tasnya dan mulai mengelap mulutnya sendiri yang berlepotan oleh busa-busa air liurnya dan juga tak terlupakan membersihkan bagian hidungnya yang mengalir cairan peju milik pak Narto tadi.
Sebelumnya Widya merapikan baju bagian payudaranya yang sedikit berantakan saat diremas oleh pak Narto dan juga merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan oleh ulah pria tua di depannya itu. Widya bangkir dari tempatnya jongkok di bawah meja dan berdiri di ambang pintu. Mengeluarkan Lipstik dari tasnya beserta kaca kecil untuk melapisi kembali bibirnya yang mulai pudar warnanya.
Saat Widya melihat ke arah pak Narto, ternyata pria tua tersebut masih mengumbar kontolnya yang sudah loyo namun masih terlihat besar itu sambil mengocok pelan dengan menatap Widya yang berdiri di dekat pintu. Widya melongokan sebentar kepalanya keluar pos.
“bapak, apaan sih? Nanti kalo ada yang lihat gimana? Masukin dong kontolnya, jangan diumbar terus kaya gitu”, perintah Widya yang kini mulai bisa berbicara kotor di depan pak Narto secara langsung.
“Hehehe...entar dulu, bu. Kontol bapak masih mau lihat wanitanya yang sudah bikin muntah tadi”, balas pak Narto masih mengocok pelan kontolnya ke arah Widya.
“terserah bapak ajalah. Saya harus segera pergi, takut ayah mertua saya udah sampai”
“Mau saya anterin, bu? Nanti bayar pake mulut ibu Widya lagi juga gapapa kok. Tapi kalo mau pake memek juga bapak malah lebih senang. Hahahaha...”
“Ngentot mulu yang ada di pikiran bapak”, kesal Widya.
“Kaya gini juga ibu Widya suka kan? Buktinya bu Widya bisa bapak bikin kelojotan sama kontol bapak ini dan tadi ibu juga mau”, Widya tak bisa membalas lagi perkataan pak Narto dan lebih memilih meninggalkan pria tua tersebut di dalam pos menuju jalan untuk mencari taksi.
Tak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya taksi yang di nanti oleh Widya bisa ia dapatkan. Dengan tergesa Widya memasuki taksi tersebut untuk mengantarkannya ke terminal tempat dimana sang ayah mertua akan datang dari perjalanannya.
“ke terminal, pak”, ucap Widya kepada sopir taksi.
“oke, bu”
Hanya membutuhkan sekitar 20 menit Widya telah sampai di tempat tujuan. Setelah membayar taksi yang mengantarkannya, Widya berjalan ke ruang tunggu terminal mengecek apakah ayah mertuanya sudah sampai atau belum dan ternyata masih belum terlihat sosok yang ia cari. Dengan langkahnya, Widya berjalan menemui petugas yang kebetulan berada tak jauh darinya.
“Oh belum, bu. Setengah atau sejam lagi busnya baru masuk ke terminal”, balas petugas tersebut.
Mungkin karna tadi dirinya disuruh untuk memuaskan pak Narto di dalam pos menggunakan mulutnya, Widya merasakan bahwa tenggorokannya kering. Widya berjalan ke arah salah satu toko yang terdapat di dalam terminal untuk membeli air mineral. Setelah membelinya Widya berjalan kembali dan duduk di dalam ruang tunggu terminal.
Saat dirinya tengah duduk menunggu sambil menikmati tontonan dalam televisi yang berada di dalam ruang tunggu. Terdengar suara riuh khas terminal sambil meneriaki jurusan yang akan segera berangkat malam itu.
“Bus dengan nomor 12BR, jurusan xxxxx sebentar lagi akan berangkat, dimohon para penumpang segera memasuki bus”, teriak pria tersebut.
Saat Widya mencoba mengalihkan pandangannya pada pria yang berteriak keras itu, Widya dibuat kaget dengan yang dilihatnya. Ternyata pria tersebut adalah pak Mamat, kernet bus yang dulu pernah ikut menggilir dirinya di dalam bus maupun di Rest area. Sementara itu Mamat terlebih dahulu menyadari kehadiran Widya yang tengah duduk di ruang tunggu. Mamat hanya melihat Widya sekilas lalu kembali fokus pada tugasnya mengumpulkan para penumpang dan mengantarkannya ke dalam bus.
Rasa lega di rasa oleh Widya karna pria tersebut tak mendekatinya lagi dan lebih memilih pergi dengan pekerjaannya, tapi disisi lain Widya masih merasa khawatir dan berharap bahwa bus yang ditumpangi oleh ayah mertuanya untuk segera sampai dengan begitu dirinya bisa cepat-cepat pergi dari terminal tersebut.
Rasa lega yang tadi dirasakan oleh Widya ternyata tak bertahan lama, karna dirinya melihat Mamat kembali dimana dirinya duduk dan menghampirinya bersama dengan seorang pria dengan pakaian yang berantakan atau lebih tepatnya penampilan layaknya preman. Jantung Widya berdetak demgan kencang, Widya merasa bahwa hal yang pernah ia alami dulu akan terulang kembali. Rasanya Widya ingin lari dan berteriak, tapi hal tersebut tak bisa ia lakukan karna terlalu takut dan khawatir.
“Ketemu lagi kita, bu”, ucap Mamat dengan senyum menjijikkannya.
Widya yang disapa oleh Mamat hanya diam seribu bahasa dan memalingkan wajahnya ke arah yang lain, enggan melihat ke arah Wajah busuk pria tersebut.
Mamat terus berbicara sambil memperkenalkan teman premannya itu pada Widya. Entah apa yang Mamat bicarakan saat itu, Widya sama sekali tak menghiraukannya. Widya hanya ingin pria itu segera pergi dan tak mengganggunya kembali. Terminal, salah satu tempat yang membuat Widya mempunyai trauma tersendiri, ya walau tak sepenuhnya bisa disebut trauma, hanya sebatas ketakutan semata.
Widya tersadar saat dirinya merasa ada yang memegang tangannya dan ternyata itu Mamat. Tangannya ditarik oleh Mamat untuk mengikutinya. Widya yang terlalu takut tak bisa melawan dan hanya bisa mengikuti tarikan tangan Mamat, berjalan takut dibelakang dua pria yang entah akan membawanya kemana.
Dilihatnya sudah ada 4 orang lagi yang sudah menunggu kedatangan mereka di belakang terminal. Keempat pria tersebut ternyata dikenali sebagai si sopir bus yang pernah ikut menggilirnya dulu, 1 preman lainnya dan 2 petugas terminal.
“Ini pak, ibu Widya nya”, ucap Mamat pada kedua petugas terminal yang sudah menunggu.
“Dijamin kalian bakal puas sama servisnya. Semua lubangnya juga bisa di pakai sekaligus. Intinya bu Widya ini barang yang bagus”, ucap si sopir bus, Sobri.
Salah satu petugas terminal berseru,“badannya emang bagus. Ini toketnya juga mantap”, ucapnya sambil meremas sebelah payudara Widya. Widya menepis dengan cepat tangan tersebut.
“Hahaha...ga usah galak-galak gitu lah, bu. Sebentar lagi juga bakal hilang galaknya pas saya genjot. Hahaha”, ucapnya sambil tertawa dan diikuti lainnya yang ikut tertawa.“yaudah, sekarang aja kita eksekusi itu perempuan”, ucap salah satu preman tadi sambil menarik tangan Widya menuju belakang terminal yang ternyata hanya tanah kosong dengan banyaknya semak-semak yang tumbuh.
Widya diajak masuk lebih dalam ke arah semak-semak dan yang disana sudah terdapat alas berupa tumpukan kardus bekas yang sudah disiapkan terlebih dahulu oleh mereka gunakan untuk mengacak-acak tubuh Widya.
“Tolong, pak. Sudah cukup waktu itu. Tolong jangan lakukan ini lagi sama saya, saya mohon, pak”, iba Widya yang sudah tau betul apa yang akan terjadi dengannya bersama keenam pria tersebut.
Tubuh Widya di dorong kencang hingga terjerembap di atas alas kardus tersebut dan tak membuang waktu mereka mulai melolosi celana mereka mengeluarkan kontolnya masing-masing di depan tubuh gemetar Widya.
“ibu ga usah melawan, tugas ibu hanya mengangkang terus layani kontol kita aja. Kita ga bakal lama kok, kita bakal udahan kalo udah buang peju di memek ibu. Ga usah takut. Ibu ga lawan kita juga ga bakal berbuat kasar”, ucap si preman.
Mungkin karna preman tersebut salah satu penguasa yang ditakuti di terminal tersebut, dia dengan bebas menyuruh kelima pria tersebut untuk menuruti perintahnya. Preman tersebut menyuruh kelimanya untuk memegangi tangan serta kaki Widya. Sementara preman tersebut yang telah siap dengan kontolnya mendekati Widya yang kini tak bisa bergerak dan dengan kasar celana yang Widya pakai di lepasnya.
“Giliran gue pertama, lu berlima tinggal liatin aja duku gimana gue bakal genjot memeknya”, ucapnya dan tanpa melakukan pemanasan terlebih dulu preman tersebut sudah siap untuk mulai penetrasinya ke dalam memek Widya.
“lepas!! Lepas, bajingan!!!”, berontak Widya dengan mencoba menggerakkan kedua kakinya, namun sia-sia.
“Tolong lepaskan saya. Bajingan kalian!!!”
Tanpa memedulikan makian Widya, si preman tanpa melepas celana dalam hitam yang dipakai Widya, hanya menggesernya preman tersebut mulai menekan masuk kontolnya ke dalam lubang memek Widya yang terbuka bebas di depannya. Demgan dorongan sedikit memaksa kontol preman tersebut berhasil menjebol sempitnya memek Widya. Widya sendiri hanya memejamkan matanya dan mengeluarkan suara pelan saat kontol tersebut telah bersarang di dalam lubangnya.
“Gimana bos?”, tanya preman satunya.
“Ssshhhhh....gila!!! Sempit banget ini memek. Entar lu pada cobain aja sendiri”
“Jangan lupa juga rasain sempitnya lubang pantat milik bu Widya ini. Jauh lebih menggigit rasanya”, ucap Sobri menimpali.
“Ga doyan gue sama pantat. Gue mau pake memeknya aja”
“Yaudah, nanti pantatnya biar gue yang pake aja”, ucap Sobri
“Gue mulai ya, bu. Nikmati aja kontol gue ini. Gue bakal tunjukan enaknya kontol gue ini dibanding sama kontol-kontol yang udah pernah masuk ke memekmu ini. Ssshhhhh...”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pria tersebut langsung menggenjot dengan ritme semi cepat di selangkangan Widya hingga langsung terdengar pula suara rintihan yang keluar dari mulut Widya. Tak sepenuhnya sakit, tak sepenuhnya juga nikmat yang Widya rasakan. Ia sama sekali belum bisa memastikan apa yang tengah ia rasakan. Yang jelas rasa yang paling condong ke arah sakit karna keadaan lubangnya masih kering tanpa pemanasan tapi langsung di genjot dengan kasar.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....juara memang. Sshhhhh...”, racau si preman tengah menikmati genjotannya.
“kalo lu pada udah ga sabar, mainin aja kontol lu pada, tapi jangan ada satupun yang masukin ke dalam lubang manapun”, ucap si preman.
Mendapat ijin dari pria tersebut, kelima pria lainnya langsung memainkan kontolnya masing-masing pada tubuh Widya. Ada yang mengusapkannya di payudara Widya sambil melumat putingnya ada juga yang mengusapkan ke pipi, wajah serta rambutnya. Bagian tubuh mulai perut ke atas tak luput dari jamahan kelima pria tersebut.
Dirapatkannya kedua kaki Widya dan ditindih oleh badan si preman sampai kedua lutut Widya menempel pada payudaranya. Ia genjot tubuh tak berdaya Widya dari atas dengan hentakan-hentakan keras. Setiap hentakkan yang diterimanya membuat Widya mengerang, “Aakkkhhhh!!”.
Rasa gigitan nyamuk yang ada di kulit orang-orang di tempat itu serasa tak terasa sama sekali tertutup oleh rasa nafsu untuk terus memuaskan nafsunya masing-masing terhadap tubuh molek yang tak bisa melawan lagi. Diatas alas kardus tersebut, tubuh Widya terus digenjot dengan penuh tenaga. Sedangkan bagian tubuh lainnya dilecehkan oleh tangan-tangan yang sedang menggerayanginya.
Dipegangnya bagian atas kepala Widya dan dilumatnya bibir tersebut dengan ganas oleh si preman sambil terus memompa selangkangan Widya tanpa henti.
Dari posisi terlentang, kini tubuh Widya digeser untuk sedikit miring dan masih dalam posisi kontol di dalam memek Widya, Widya kembali di genjot dari belakang dengan gaya menyamping menghadap kelima pria lainnya yang terlihat sedang mengocok pelan kelaminnya masing-masing. Sementara Widya mencoba menutupi payudaranya yang keluar dari balik bajunya menggunakan tangan, namun dicegah dan disingkirkan tangan itu.
“Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...”
“Enaknya. Ibu bisa mendesah yang keras disini, ssshhhhh....disini ga bakal kedengaran sama orang lain selain sama kita. Aakkkhhhh....”, ucap si preman dengan fokus menggenjot Widya dari arah belakang.
Dipeluknya tubuh menyamping Widya dari belakang dan terlihatnya bahwa si preman makin gemas menggerakkan pantatnya maju mundur menumbuk selangkangan Widya yang mulai terasa basah di dalam sana. Nafas keduanya seperti sedang melakukan lari maraton yang panjang, tak beraturan dan terdengar keras. Bunyi kecipak selangkangan terdengar berbarengan dengan suara hewan-hewan malam.
Gerakan preman tersebut mulai cepat dan tak beraturan membuat tubuh Widya ikut bergerak kasar mengikuti setiap sodokan yang mengenai selangkangannya. Rambut panjangnya yang indah ikut bergoyang kesana kemari dan payudaranya yang menggantung di remas dari belakang dengan keras membuat Widya menjerit pelan dibuatnya.
Sedikit demi sedikit preman tersebut terus menambah ritme kecepatannya, hingga mencapai kecepatan maksimal, si preman langsung mencabut kontolnya dengan keras. Dibaliknya tubuh Widya dalam posisi merangkak, tak lama “BLES!!!”. Kembali kontol tersebut memasuki lubang Widya dan bergerak keluar masuk dengan cepat.
Dalam posisi menungging tersebut dan digenjot demgan kasar membuat desahan Widya makin terdengar dengan jelas dan lebih sering. Tubuhnya terlonjak ke depan setiap kali tusukan terjadi.
“Aaaakkkkhhh...akkkkhhhh...pelaann...sshhhh...pelan, mas....Aakkkhhhh”, racau Widya yang tengah di Setubuhi dengan lumayan kasar dari belakang.
Mendengar racauan Widya bukannya memelankan ritme kecepatannya, si preman malah tak menggubrisnya. Digenjotnya terus memek Widya dengan cepat dan kedua pundaknya dipegang demgan erat dari belakang sehingga tubuh Widya terangkat dan menekuk ke arah tubuh si preman.
Payudaranya yang menggantung otomatis ikut terangkat dan membusung ke depan dengan indahnya. Hal tersebut tak dilewatkan oleh pria lainnya dengan cara disingkirkannya rambut panjang Widya yang menutupi payudara tersebut dan langsung melumat serta meremas kedua payudara indah tersebut dari arah depan.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Bunyi seruput lumatan pada payudara dan bunyi kulit saling bertabrakan di belakang saling menyahut satu sama lain membelah suasana tanah kosong tersebut dengan meriah. Semakin lama, gerakan si preman makin tak terkontrol kembali. Sekarang dengan menjambak rambut Widya, preman tersebut menumbuk selangkangan Widya dengan keras dan cepat, sementara Widya hanya bisa mendesah sejadi-jadinya karna diperlakukan seperti itu.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....oowwsshhhh....”, desah Widya. Bukan hanya suara itu, bahkan desahan Widya kadang terdengar seperti mengerang kencang namun tertahan di tenggorokannya.
“ssshhh....keluar gue, bu. Ssshhh....gue mau keluar. Aaaakkkkhhh...Aaaakkkkhhh....”, racau si preman demgan gerakan cepatnya.
“Aaaakkkkhhh....gue mau buang di dalam. Ssshhh...gue mau hamilin istri orang ini. Bakal gue bikin penuh lubangmu, bu. Aaaakkkkhhh...ssshhh....”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Jangan...jangan di dalam. Aaaakkkkhhh....saya ga mau hamil anak kamu, bangsat. Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...”, hardik Widya.
“Silahkan, silahkan bilang gue bangsat. Aakkkhhhh...buktinya ibu keenakan sama kontol saya kan? Ngaku aja lu, bu. Aakkkhhhh....”, ucap si preman.
“ga usah...sok galak. Bentar lagi memekmu juga bakal gue pejuin. Aakkkhhhh...ssshhhhh....”, sambungnya masih sambil menjambak rambut Widya dati belakang.
Genjotan yang dilakukan oleh si preman sangat keras dan kasar, begitu juga bisa Widya rasakan pada jambakan rambutnya terasa mulai lebih keras di tarik ke belakang. Mulai ada rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh Widya, namun tak mungkin bagi dirinya untuk menunjukkan hal tersebut. Bisa-bisa dirinya terus dipermainkan dan dilecehkan lebih jauh lagi dan juga lebih kasar lagi seperti boneka seks mereka saja nantinya.
Dengan mengatupkan kedua gigitnya dengan keras, Widya mencoba menahan rasa nikmat bercampur sakit tersebut sebisa mungkin. Keringat mulai terasa mengalir di tubuh serta dahinya saat mencoba menahan apa yang sedang dirasakannya itu. Bukan hanya Widya yang mulai berkeringat, bahkan dirasa juga keringat preman yang tengah menyetubuhinya dengan kasar dari belakang juga ikut menetes jatuh ke atas pantatnya dengan deras.
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh...STOP....STOOOPPPP!!!! AAAKKKKHHH!!!!”, teriak Widya.
Si preman maupun kelima pria lainnya tertawa melihat Widya yang mendapatkan orgasmenya di tengah perlakuan kasar si preman. Tanpa memberi ampun pada Widya yang tengah dilanda gelombang orgasmenya, preman tersebut tetap menggerakkan kontolnya keluar masuk demgan cepat tanpa mengurangi ritmenya sama sekali.
“Ngecrot juga lu, Lonte. Aakkkhhhh....sekarang giliran gue yang bakal ngecrot di dalam memek lu, jalang!!! Ssshhhhh....Aaaakkkkhhh....”
“KELUAARRR!!!! GUE KELUARR!!! AAAAKKKHHHH!!!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Terasa dengan sangat bagi Widya bahwa sebuah cairan kental nan hangat menyiram rahimnya dengan sangat banyak, hingga terasa penuh di dalam sana. Beberapa kedutan pantat di perlihatkan oleh preman tersebut saat mengeluarkan muatannya ke dalam tubuh Widya dengan sangat nikmat. Matanya terpejam sembari mendongakkan kepalanya ke atas menikmati sensasi nikmat orgasme yang luar biasa.
“Aaaakkkkhhh....gila, puas banget gue. Hhaaahhhh....hhaaahhhh....”, ucap si preman sambil membuka sedikit pantat Widya melihat ke arah kelamin keduanya yang masih bersatu.
Puas telah menodai tubuh Widya, sambil mencengkeram kedua pantat Widya, preman tersebut mencabut keluar kontolnya dengan perlahan sambil menikmati remasan dinding memek Widya yang masih bisa ia rasakan.
PLOP!!!
Mengalirlah lahar panas dari lubang memek Widya yang terbuka sehabis disumpal penuh oleh kontol besar preman tersebut. Gumpalan cairan putih kental menetes ke atas alas kardus dengan banyak. Melihat pemandangan tersebut, sang preman hanya tersenyum pas memandangi sosok wanita yang tengah menungging dengan peju nya yang mengalir sehabis memuaskan nafsunya itu.
Tubuh Widya ambruk tengkurap diatas alas kardus tersebut dengan nafas yang tersengal dengan hebat.
HHHHAAAHHHH!!!! HHHAAAAHHHH!!!
Si preman langsung memakai celananya kembali sambil menjawab ucapan salah satu temannya, “iya, sekarang giliran lu pada buat nikmatin tubuhnya”.
Satu preman lainnya langsung memosisikan dirinya di depan pantat Widya yang masih tengkurap itu. Dengan membuka kedua buah pantat Widya, preman kedua mulai mengarahkan dan memasukkan kontolnya ke dalam memek Widya yang sudah berlepotan peju milik bosnya itu.
“Aaaakkkkhhh!!! Masuk juga kontol gue”, ucapnya.
Kini Widya harus merasakan kembali kubang memeknya diisi oleh kontol kedua yang siap menggenjot tubuhnya lagi. Dengan pasrah Widya hanya bisa tengkurap tanpa melawan saat tubuhnya melai bergerak akibat sodokan kontol di belakang sana. Pantatnya di tindih oleh selangkangan preman kedua sambil terus memaju mundurkan selangkangannya ke arah pantat Widya.
“Padahal baru aja di entotin ini memek, tapi masih aja seret banget rasanya. Gila emang ini Lonte. Ssshhhhh....”
Sementara preman yang pertama menikmati tubuh Widya kini tengah duduk menonton bawahannya yang sedang menyetubuhi mangsanya itu sambil merokok. Namun tiba-tiba terbesit sebuah ide yang masuk di kepalanya. Dengan mendekati tubuh Widya yang tengah terlonjak ke depan dan ke belakang akibat genjotan bawahannya itu, preman tersebut menempelkan rokoknya di bibir Widya yang awalnya tengah menganga mengeluarkan desahan.
UHUK!!! UHUK!!!
“Aakkkhhhh....akkkkhhhh....”, desah Widya sambil mencoba memalingkan wajahnya, namun ditahan.
“Hisap, bu. Sambil dientotin teman gue, ibu hisap rokok ini. Merokoklah, bu”,perintah si preman pada Widya yang tengah di Setubuhi.
Sambil Widya di Setubuhi dari belakang dalam posisi tengkurap, Widya dengan terpaksa menuruti perintah preman tersebut untuk merokok sambil dirinya tengah disetubuhi. Dengan dibantu dipegang rokok tersebut oleh si preman, Widya mulai menghisap batang tembakau tersebut dan mengeluarkan asapnya. Awalnya Widya terbatuk, tapi kelamaan Widya bisa mengontrol nafasnya sehingga ia bisa menghisap dan menghembuskan asapnya tanpa ada masalah. Walau Widya rasa betul bahwa matanya terasa sangat perih terkena asap rokok sampe terlihat sedikit berwarna merah matanya, namun Widya terus melakukan hal tersebut sampai rokok yang ada mulai sampai pada gabusnya.
“Bagus, bu. Ibu ini memang pintar dan penurut banget”, ucap si preman sambil mengelus rambut Widya dan berdiri kembali ke menonton.
Seumur-umur Widya tak pernah merokok sama sekali dan tadi adalah hal pertama baginya merasakan secara langsung apa yang namanya rokok beserta rasa asapnya yang telah masuk ke dalam paru-parunya. Apalagi dirinya melakukan hal pertama tersebut sambil tengah disetubuhi dan di tonton oleh Lima pria. Sungguh sangat memalukan.
Preman kedua yang tengah menyetubuhi Widya memetik beberapa daun yang terdapat di dekatnya. Daun tersebut dikumpulkan dan, “PLAK!!! PLAK!!!!”, daun tersebut digunakan untuk memukul pelan punggung mulus milik Widya. Walau keadaan lumayan gelap, namun jika diterangi pasti punggung tersebut akan terlihat corak garis merah disana.
“Aakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....”, jerit pelan Widya saat dedaunan tersebut dipukulkannya pada area punggung.
Sebenarnya tak sakit dan begitu juga tak perih saat dirasakan oleh Widya, namun Widya hanya merasakan rasa gatal yang mulai ada di punggungnya, entah daun apa itu karna Widya tak bisa melihatnya. Tapi yang jelas rasa gatal.
“Hentikan, mas.... Tolong. Ssshhh...punggung saya gatal. Aaaakkkkhhh....”, ucap Widya sambil mencoba meraih punggungnya sendiri dengan tangan, namun tak bisa dijangkau olehnya.
“Tolong, mas.... Tolong garukin punggung saya. Aaaakkkkhhh....gila, punggung saya gatal banget, mas. Aaaakkkkhhh....”
Ternyata niatan awal preman tersebut memang untuk membuat rasa gatal pada punggung Widya sehingga Widya akan memohon pada dirinya untuk menggaruknya. Dengan tersenyum menang, preman tersebut mengusap lembut punggung Widya dan hal tersebut membuat tubuhnya berdesir. Usapan kulit telapak tangan yang kasar pada punggung Widya yang mulus.
“Kalo ibu mau gue garukin punggungnya, ibu harus menuruti apa yang gue perintahkan”, ucap si Preman.
“jawab! Mau gue garukin apa ga? Apa mau gue tambahin lebih parah lagu rasa gatalnya?!”, bentaknya.
Widya menggeleng cepat, “jangan! Sudah cukup, tolong. Saya mau. Aaaakkkkhhh....saya mau menuruti perintah, mas. Aakkkhhhh”
“Nah gitu dong. Sekarang gue mau lu ngomong sambil mohon kaya gini”
“Mas, tolong entotin memek saya lebih keras dan lebih kuat lagi. Saya pengen kontol mas. Saya mohon mas. Nah ibu ngomong kaya gitu, tapi ibu juga harus tambahin lagi kata-katanya yang lebih menggoda dan cabul. Aaaakkkkhhh....”
“cepat ulangi omongan gue tadi. Aaaakkkkhhh....nikmatnya. ssshhhhh....”
Widya tak punya pilihan lain lagi dan dirinya juga sebenarnya diam-diam mulai menikmati apa yang sedang terjadi padanya itu. Dengan mengatur nafas panjang Widya mulai menuruti apa yang diperintahkan tadi.
“Mas, tolong entotin memek Widya lebih keras dan lebih kuat lagi. Widya pengen kontol mas. Widya pengen kontol mas hajar memek Widya yang kasar. Aaaakkkkhhh.... Ayo tuan, puaskan Widya”, ucap Widya.
Entah kata-kata dari mana yang Widya dapatkan sehingga bisa keluar perkataan yang benar-benar cabul dan melecehkan dirinya sendiri. Setelah mengatakan hal tersebut, dada Widya serasa lebih bergemuruh dan nafasnya menjadi semakin tak beraturan. Pada punggungnya juga bisa Widya rasakan bahwa ada benda dingin yang menyentuh kulit punggungnya itu. Ternyata Sobri mengusapkan es batu pada punggungnya itu dan entah sejak kapan dan darimana pria tersebut bisa mendapatkan es batu tersebut.
Rasa gatal serta rasa genjotan kontol si preman di memeknya yang bercampur dengan rasa dingin di punggungnya membuat sensasi nikmat tersendiri yang bisa Widya alami. Rasa nikmat yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Semuanya rasa bercampur menjadi satu yang tak bisa diucapkan demgan kata-kata. Hanya kata “enak”, yang bisa mendeskripsikan rasa tersebut.
“gimana rasanya? Pasti enak kan, bu?”, tanya Sobri si sopir bus.
“Iyaaahhh....sssshhhhh....”
Entah sadar atau tidak Widya mengucapkan hal tersebut. Jawaban yang membuat keenam pria tersebut saat mendengarkannya menjadi tertawa dengan keras mencoba mempermainkan perasaan Widya lebih jauh lagi.
Dicabutnya kontol si preman dari jepitan sempit memek Widya. Dirinya memosisikan tubuhnya tiduran di atas alas kardus yang ada dan tubuh Widya dibantu oleh beberapa pria untuk duduk diatas selangkangan si preman. Diarahkannya ujung kontol tersebut tepat di bibir memek Widya dan dalam gerakan turun secara perlahan, memek Widya berhasil tersumpal kembali oleh benda besar tersebut.
“Aaaakkkkhhh!!!”, desah keduanya.
“Daritadi saya yang kerja buat puasin memek ibu, sekarang giliran ibu yang harus kerja puasin kontol saya. Sekarang gerakan tubuh ibu naik turun”, ucap si preman.
Tanpa harus memaksa, Widya mulai menaik turunkan tubuhnya di atas selangkangan si preman sambil dirinya mengeluarkan desahan. Payudaranya yang sudah terbuka dengan bebas ikut naik turun mengikuti irama tubuhnya. Widya sekarang mulai aktif akan gerakannya sendiri dengan memutarkan pantatnya sendiri meremas kontol si preman di dalam lubangnya. Widya mencoba mencari posisi nikmatnya sendiri di atas selangkangan si preman yang tengah tiduran dengan santai menikmati gerakan yang tengah di lakukan oleh Widya.
Sementara itu Sobri yang sudah tak sabar mulai bangkit dari posisi menontonnya dan mendekat ke arah belakang Widya. Dengan melumuri batang kontolnya dengan air ludahnya sendiri, Sobri mulai mengarahkan kepala kontolnya ke arah lubang pantat Widya. Tubuh Widya didorong untuk lebih turun ke arah depan untuk memudahkan proses penetrasinya. Tanpa ada perlawanan dari Widya saat Sobri mencoba untuk menganal Widya, Sobri dengan leluasa mulai menekan masuk kontolnya yang sudah tegang tersebut dengan perlahan.
Senti demi senti kontol Sobri mulai membelah masuk pantat Widya yang sangat sempit tersebut. Dengan telaten, Sobri membuka kedua pantat Widya untuk membantu membuka lubang sempit tersebut supaya memudahkan jalan masuk kontolnya ke dalam.
“pelan....Aaaakkkkhhh....”, seru Widya di tengah proses penetrasi yang dilakukan Sobri pada lubang pantatnya.
Merasa sudah tak tahan lagi, Sobri dengan keras menekan masuk seluruh batang kontolnya dalam satu sentakan yang membuat Widya menjerit dengan keras. “AAAKKKHHH!!!”. Terlihat jelas oleh si preman bahwa wajah kesakitan Widya membuatnya semakin terangsang. Ditariknya dengan cepat kepala Widya oleh si preman dan langsung dilumat dengan kasar bibir seksi Widya.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Sementara itu Sobri sedang menikmati momennya dimana seluruh kontolnya berhasil menjebol pantat Widya dan tengah memejamkan matanya meresapi rasa nikmat dari sempitnya pantat Widya. Dicengkeramnya kedua pantat Widya dengan kencang sambil meracau tak jelas dari mulutnya.
“sialan ini sapi betina. Ssshhhhh...pantatnya sempit banget, kontol gw bisa remuk kalo begini. Aaaakkkkhhh...”
“Ini semalam mah ga bakal bisa dibikin longgar kalo gini. Harus sering-sering di hajar ini lubang biar ga sempit banget. Aaaakkkkhhh....tapi gue suka pantat kaya gini. Ssshhh...rasanya pengen gw hajar terus. Aaaakkkkhhh....”, racau Sobri terus.
Sobri mulai menggerakkan pantatnya untuk menyodomi Widya dengan perlahan sementara di lubang bawahnya terdapat kontol si preman yang juga sedang keluar masuk mengocok lubang memek Widya yang sudah sangat basah itu. Kedua lubang lada tubuh Widya sudah diisi oleh benda besar yang tengah keluar masuk secara bergantian bak piston kendaraan yang sedang dalam keadaan bekerja.
“Aaaakkkkhhh...Aaaakkkkhhh....sesaaakkk...ssshhhhh....”, desah Widya disela lumatan si preman.
“Aaaakkkkhhh....kontol lu masuk di pantatnya, kontol gue rasanya jadi semakin diremas, bangsat. Ssshhh....anjing ini enak banget. Ssshhh....”, ucap si Preman.
“sama, pantatnya masih sempit ditambah kontol lu di memeknya, bikin tambah sempit ini lubang. Ssshhhhh...”, balas Sobri.
Sobri meraih celana panjangnya dan mencabut gesper miliknya. Diraihnya rambut Widya untuk ditarik ke belakang dan Sobri gunakan gesper miliknya untuk dipakaikan di leher Widya tersebut. Sehingga kini terlihat jelas bahwa Widya seperti memiliki sebuah kalung di lehernya yang sedang di tarik dari belakang oleh Sobri yang tengah menyodomi pantatnya.
“Aaaakkkkhhh...Aaaakkkkhhh....kan jadi mirip sapi betina kamu, bu. Ssshhh....”, ucap Sobri memandangi leher Widya yang sudah terpasang gesper miliknya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Ditamparnya pantat Widya tak terlalu keras oleh Sobri. Sementara si preman yang tengah menikmati lubang memek Widya terlihat sedang menyusu pada payudara Widya yang tengah tergantung dengan bebas diatasnya. Sebelahnya di remas dengan gemas dan memainkan putingnya dengan di pelintir dan ditarik beberapa kali membuat Widya melenguh nikmat bercampur rasa sakit.
“ssshhh...ampun....ampun....”, ucap Widya.
Si preman tersenyum di bawah sana dan meminta agar Sobri untuk menyingkir terlebih dahulu. Dengan perasaan kesal Sobri mencabut kontolnya dari lubang pantat Widya dan membiarkan teman premannya itu untuk menikmati sendiri tubuh Widya yang molek itu. Ditepuknya sekali pantat Widya oleh Sobri sebelum menyingkir ke samping karna rasa gemas.
Dibaliknya tubuh Widya oleh si preman tanpa melepaskan kontolnya di dalam memek Widya sehingga posisinya kini Widya terlentang dengan posisi kaki mengangkang dan si preman telah siap untuk menggempurnya kembali untuk menyemprotkan isi buah zakarnya ke dalam tubuh Widya. Puncak kenikmatan yang sedang ia cari dan ia kejar dari tubuh Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Preman tersebut langsung menggenjot selangkangan Widya dengan cepat dan kuat. Gerakan yang tak jauh beda dengan gerakan yang dilakukan oleh bosnya saat menyetubuhi Widya pertama tadi. Gerakan pantatnya terus menumbuk selangkangan Widya demgan keras sambil tangannya mencengkeram leher Widya tak terlaku keras, namun tak terlalu pelan juga. Tapi cengkeraman pada lehernya itu tetap saja membuat Widya susah untuk bernafas.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...mantap banget ini memek. Kapan lagi gue bisa ngentot kasar kaya gini. Ssshhh....gue bayar pelacur aja ga mau gue kasarin kaya gini. Ssshhhhh....”, racau si preman dengan nikmat.
“Istri orang gue entotin kasar dan secara gratis. Sssshhhhh....”, sambungnya.
“bukan hanya itu, lu juga dapat kesempatan buat bikin bunting itu memek istri orang”, sahut salah satu pria yang menjadi petugas terminal dalam keadaan masih menonton sambil mengocok kontolnya.
“betul. Ssshhh.... ibu bakal gue kasih oleh-oleh dari terminal. Ssshhh....berupa benih anak di dalam rahim lu, bu. Aaaakkkkhhh....nikmat banget lu betina. Ssshhhhh....”
Sementara si preman tengah mengumpat pada Widya dengan kurang ajarnya, dibawah sana Widya tengah kesusahan untuk bernafas akibat cengkeraman yang dilakukan preman tersebut pada lehernya. Wajahnya terlihat memerah mulai kehabisan nafas dan si preman tanpa memedulikan terus memompa kontolnya keluar masuk dengan keras dan terus mengumpat dalam kenikmatan yang ia terima.
Dalam tempo genjotan yang makin liar, preman tersebut mulai menunjukkan tanda-tanda dirinya akan mengalami klimaks yang sedang ia kejar. Dalam beberapa sodokan keras, preman tersebut mengeram tertahan.
“EEEGGGHHHH!!!!! KELUUAARRR!!! AAAKKKKHHHH!!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Bermili-mili cairan putih kental sedikit panas keluar masuk menyembur memek Widya dengan kuatnya. Bukan dalam jumlah sedikit, namun lagi-lagi dalam jumlah yang banyak mengisi ruang dalam rahim Widya. Kedutan demi kedutan pantat si preman mengeluarkan peju nya dengan sangat nikmat.
Dilain sisi Widya yang sudah mulai kehabisan nafas mulai seperti akan hilang kesadarannya. Terlihat matanya berkaca-kaca dan dari sudut mulutnya yang menganga mengalir air liur miliknya sendiri yang menetes dikulit pipinya. Menyadari hal tersebut, si preman lantas melepaskan cengkeramnya pada leher Widya dan langsung terdengar suara batuk dari mulut Widya. Nafasnya terdengar kasar dan sangat berat akibat kehabisan nafas.
HHHAAAHHHHH!!! HHHAAAHHHH!!!
“Maaf, bu. Gue kebawa suasana soalnya nikmat banget. Hehehe”, ucap si preman sambil menarik lepas kontolnya yang basah berlepotan cairan, lalu membuang begitu saja kedua kaki Widya ke samping.
“lu nanti aja napa. Lu kan udah pernah ngerasain. Gue dulu yang belum pernah”, ucap salah satu petugas terminal pada Sobri yang awalnya akan mengambil posisi.
Dengan perasaan dongkol kembali, Sobri hanya bisa mengalah dan membiarkan temannya itu untuk terlebih dahulu menikmati tubuh Widya. Sementara Widya yang tengah diperebutkan hanya bisa tergolek lemas di atas alas kardus setelah di gilir dua orang pria dengan kasar. Apalagi yang pria kedua tadi, si preman sungguh lebih kasar dari pada yang pertama. Tenaga Widya sungguh hilang dan badanya lemas.
Disamping perlakuan kasar kedua pria sebelumnya, Widya juga sudah beberapa kali orgasme saat di Setubuhi dengan kasar tadi sehingga tenaganya benar-bebar terkuras saat itu.
Saat petugas pertama akan mengambil posisinya atas tubuh Widya dengan membuka kembali kedua kaki Widya. Ponsel yang terdapat di dalam tasnya bunyi. Petugas tersebut menyuruh Widya untuk mengangkat panggilan tersebut terlebih dahulu. Dengan lemas Widya meraih tasnya dan mengeluarkan ponselnya dari dalam.
“wa’alaikum salam, yah”, balas Widya.
“Ini ayah sudah sampai di terminal, Wid. Kamu dimana?”, tanya ayah mertuanya yang memberitahu bahwa dirinya telah sampai.
Widya melihat sekilas pada keenam pria yang ada didekatnya.
“maaf, yah. Widya masih dalam perjalanan ke terminal, Widya lagi kena macet soalnya. Ayah tunggu dulu sebentar”, balas Widya terpaksa berbohong karna dirinya sudah tau bahwa dirinya tak akan dilepaskan sebelum memuaskan semua pria tersebut.
“Yaudah, ayah ada di ruang tunggu ya”
“Iya, yah”
Widya memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
“Siapa?”, tanya petugas yang akan mendapat giliran selanjutnya.
“Ayah mertua”, jawab Widya acuh.
“Hahaha...mantap! Ibu bakal kita genjot dulu sebelum ketemu sama mertuanya. Hahaha...”
Dibukanya kembali kedua kaki Widya dan dengan sekali sentakan kontol petugas tersebut masuk seluruhnya ke dalam lubang memek Widya. Dilumat serta di remasnya kedua payudara Widya secara bergantian sebelum mulai menggenjot selangkangan Widya yang sudah sangat becek. Sedotan keras pada kulit payudara Widya membuat sebuah tanda merah disana. Petugas tersebut bukan hanya membuat satu tanda cupangan, namun lebih dari 3 tanda di kedua payudaranya.
“Kita mulai, bu. Sekarang nikmati kontol gue ini”, ucapnya mulai memaju mundurkan pantatnya menumbuk selangkangan Widya.
CEPLAK!!! CEPLAK!!! CEPLAK!!!
Bunyi selangkangan becek Widya yang tengah di genjot oleh kontol milik petugas terminal tersebut dengan ritme perlahan menambahkan kecepatannya. Erangan dan desahan kini kembali terdengar masuk ke dalam telinga dengan sangat nyaring. Dalam kondisi kaki mengangkang, petugas tersebut terus melancarkan serangannya pada selangkangan Widya yang terbuka. Setiap gerakan membuat pelakunya merasakan rasa nikmat yang amat serta menjalar ke seluruh saraf tubuhnya.
“Aakkkhhhh....licin banget sama peju ini memek, ssshhh....tapi rasanya masih tetap enak. Aaaakkkkhhh...”, racaunya menikmati lubang memek Widya yang licin akibat peju kedua pria sebelumnya.
“Bri, lu boleh gabung sini biar tambah mantap lubangnya”, ucap petugas sambil membalikkan tubuh Widya untuk berada di atas.
Dengan tersenyum senang Sobri mendekat sambil mengocok pelan kontolnya dan mengarahkannya ke lubang pantat Widya yang sudah siap untuk dimasuki olehnya. Tak begitu susah untuk memasukkan seluruh batang miliknya karna sebelumnya tadi sudah ia renggangkan menggunakan kontolnya sebentar. Hanya dengan sekali hentakkan seluruh kontol Sobri kembali mengisi lubang pantat Widya yang sedari tadi kosong.
Tanpa membuang waktu terlalu lama, keduanya langsung menggenjot masing-masing lubang Widya dengan bernafsu dan dengan hentakkan yang bertenaga. Widya kembali di Sandwich oleh dua orang dan posisi dirinya hanya bisa pasrah sembari mendesah di tengah-tengah dua tubuh pria yang sedang menikmati kedua lubangnya itu.
“Ssshhh....Aaaakkkkhhh...”, desah Widya.
“nikmati aja, bu kontol kita di kedua lubangmu yang enak ini. Ssshhhhh....”, ucap si petugas tepat di telinga Widya. Tubuh Widya yang tengah di Sandwich dipeluk oleh petugas tersebut.
Sobri mencabut kontolnya dan menyuruh si petugas untuk merubah gaya. Sobri menyuruh si petugas untuk menggendong berhadapan dengan Widya dan memasukkan kontolnya. Sementara Sobri memosisikan dirinya dibelakang Widya yang tengah di gendong dan mengarahkan kontolnya masuk ke dalam lubang pantat Widya.
Terlihatlah kini Widya di Setubuhi dari dua arah dalam posisi di gendong. Gerakan keduanya sama sekali tak terlihat kesusahan walau dalam posisi seperti itu. Bahkan untuk Sobri sendiri kini bisa mengeluar masukan kontolnya dengan mudah. Keadaan di depan, si petugas tengah melumat bibir Widya dengan rakus sambil pantatnya terus merojok masuk ke dalam selangkangan Widya dengan nikmatnya.
Entah karna sangat bernafsu terhadap Widya atau karna sedari tadi menonton sambil mengocok kontolnya. Kini Sobri mengadu bahwa dirinya akan segera keluar dan gerakannya dipercepat.
Si petugas menyerahkan tubuh Widya pada Sobri untuk dinikmati dan sekarang Widya dalam posisi setengah berdiri, menungging dengan Sobri dibelakangnya tengah menggenjot lubang pantat Widya dengan celat dan alurnya sendiri tak beraturan, malah terkesan kasar seperti sebelumnya.
Sobri yang kini menikmati tubuh Widya seorang diri merasa lebih leluasa dari sebelumnya. Dengan awalnya Sobri memasukkan ko tolnya di dalam lubang pantat Widya, kini juga dimasukkan pula ke dalam memek Widya dan hal tersebut terus berulang. Beberapa sodokan di pantat lalu di cabut dan dimasukkan ke dalam memek. Dicabut lagi dan dimasukkan le dalam pantat.
“Aakkkhhhh....mampus kamu Widya. Ssshhh.... Memek sama pantat lu emang juara buat dikontolin rame-rame. Ssshhhhh....Aaaakkkkhhh....”, racau Sobri di tengah genjotannya.
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh...bajingan kamu. Aakkkhhhh....”, umpat Widya disela desahannya.
Beberapa menit Sobri menggenjot kedua lubang Widya secara bergantian telah berlalu, hingga akhirnya dari mulut Sobri terdengar erangan yang sangat nikmat.
“AAAAKKKHHH!!!! GUE PEJUIN LU BETINA!!!! SSSHHH!!! AAAKKKKHHH!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Sobri mengeluarkan setengah peju nya di dalam pantat Widya dan setengahnya lagi dia semburkan di dalam memek hingga pancutan terakhir selesai dimuntahkan.
Dicabutnya kontol Sobri dan tubuh Widya langsung ditangkap oleh si petugas terminal. Dengan cekatan langsung ia masukan kontolnya untuk mengisi kembali lubang memek Widya sedang meneteskan cairan putih kental milik Sobri dan bercampur dengan cairan milik kedua pria sebelumnya.
Keadaan Widya sudah sangat lemas dan dirinya juga telah mengalami beberapa kali orgasme kembali. Tatapannya sayu, namun masih dalam kesadaran yang bisa ia jaga walau tubuhnya sendiri bergetar efek dari orgasme yang terus-terusan menerpanya dan juga efek karna digilir dengan kasar.
Apa yang dialami oleh Widya beluamlah berakhir karna masih ada pria yang sedang mencari keluasan pada tubuhnya dan dua orang pria lagi yang tengah menunggu gilirannya untuk mengisi dan menyemburkan peju nya ke dalam lubang yang mereka inginkan.
Selesainya Sobri menikmati tubuh Widya. Pria lain seperti kedua petugas terminal dan juga kernet busnya, si Mamat juga ikut mengambil gilirannya menikmati setiap inci dan rapatnya lubang yang dimiliki oleh Widya. Mungkin malam itu hanya Sobri yang memakai sempitnya pantat Widya, karna ketiga pria terakhir hanya memakai memek Widya sebagai media pemuasnya. Dari keenam pria yang menggilir Widya, tak ada satupun yang membuang peju nya secara cuma-cuma. Semua mengeluarkannya di dalam lubang Widya dan yang paling banyak ialah pada lubang memek Widya yang masuk memenuhi di dalamnya hingga Widya sendiri merasa bahwa rahim serta memeknya sendiri terasa sangat penuh oleh cairan kental tersebut.
Setelah keenam pria tersebut selesai memuaskan nafsunya pada tubuh Widya. Widya disuruh kembali untuk memakai pakaiannya secara lengkap sambil di tonton oleh keenam pria yang sudah menggilirnya demgan kasar saat Widya memakai celana serta bajunya.
Mereka hanya memandangi sambil tertawa melihat Widya yang sudah lemas akibat perbuatan mereka. Bahkan saat Widya mencoba untuk memakai celana dalamnya kembali, bisa terlihat cairan kental dalam jumlah banyak mengucur jatuh ke bawah dan hak tersebut kembali membuat gelak tawa keenam pria tersebut pecah.
“bu Widya, itu makanannya pada jatuh. Hahaha”, seru salah satu pria yang menyebut cairan peju mereka yang mengalir di memek Widya sebagai makanan untuk Widya sendiri.
Sebenarnya Widya merasakan sangat panas saat mereka mengatakan hal tersebut, namun mau bagai mana lagi. Ia tak punya tenaga, ia gak punya kesempatan dan ia tak punya cara untuk melawannya sehingga hanya bisa diam saat dilecehkan.
“sudah, ayo. Kita antarkan ibu buat temuin ayah mertuanya”
“Ga usah, saya bisa sendiri”, balas Widya.
“jangan kaya gitu lah, bu. Ini sebagai ucapan terima kasih kita karna udah diijinin buat ngerasain legitnya memek ibu itu”
Tanpa menunggu jawaban Widya, Widya ditarik oleh salah satu pria dan disuruh untuk berjalan dengan keadaan diampit belakang depan oleh mereka. Saat berjalan Widya bisa merasakan bahwa pada bagian selangkangannya seperti tebal akan sesuatu, tak lain hal karna banyaknya cairan peju yang berada di dalamnya.
Saat dirinya berjalan bersama dengan keenam pria tersebut, ponsel Widya kembali bunyi. Saat dilihat ternyata panggilan dari ayah mertuanya.
“Masih macet, Wid? Ayah udah lama loh nunggu daritadi”, tanyanya.
“iya, pak. Ini Widya udah di terminal kok. Widya lagi jalan ke ruang tunggu. Sebentar lagi Widya sampai, yah”
“syukurlah, kalo gitu ayah tunggu ya, Wid”
“iya, yah”
Panggilan antara Widya dengan ayah mertuanya terputus. Sementara setelah Widya selesai dengan panggilannya, keenam pria tersebut tertawa.
“Hahaha...bu Widya memang nakal. Mertuanya datang bukannya dijemput malah disuruh nunggu sampe setengah jam lebih buat ngentot dulu sama enam kontol. Hahahah...”
“Mertuanya nunggu lama sampe kehausan. Bu Widya malah kenyang makan kontol sama peju kita. Bu Widya ke terminal buat jemput mertuanya, apa ke terminal mau nge'lonte sih? Hahaha...”
Tiba-tiba salah satu pria berujar ingin menemui ayah mertuanya dan berjalan, namun langsung Widya cegah dengan cepat.
“Bapak mau ngapain sih?”, tanya Widya kesal.
“udah, sekarang jemput mertua ibu itu sebelum kita ngaceng lagi terus gilir bu Widya sampe pagi. Kalo sampe kita gilir lagi juga jangan salahin kita kalo nanti bukan hanya 6 orang, bahkan bu Widya bisa digilir lebih banyak kontol lagi”, ucap salah satu pria sambil meremas kencang kedua payudaranya dari belakang.
“AAAKKKHHHH!!!”
“Makasih buat memeknya, bu Widya. Kalo lagi dekat terminal atau lewat depan terminal jangan lupa mampir. Nanti kita bikin bu Widya merasakan nikmat yang buat ibu melayang. Hahaha”
Widya mulai berjalan meninggalkan keenam pria tersebut menuju mertuanya yang sedang duduk menunggu sedari tadi di dalam ruang tunggu terminal. Sebelum dirinya berjalan terlaku jauh dari keenam pria tersebut, salah satu pria menampar keras pantat Widya dari balik celana yang dipakainya
PLAK!!!
“Bakal kangen gue sama ini pantat. Jaga baik-baik tubuh ibu jangan sampe sakit. Terutama toket, lubang pantat sama memek biar bisa kita garap bareng-bareng lagi”
“Semoga kontol kita bisa bertemu kembali dengan memekmu, bu Widya”
Widya rasanya ingin sekali menangis mendapatkan pelecehan sedemikian rupa kembali. Setelah dirinya benar-benar merasakan apa pelecehan itu. Semua lubangnya telah dipakai oleh 6 pria terminal. Dirinya sangat kesal, sangat benci. Tapi sebuah perasaan tak bisa berbohong bahwa dirinya menikmati setiap perlakuan kasar kontol mereka terhadap memeknya secara bergiliran hingga dirinya mendapatkan beberapa kali orgasme panjang yang sudah 2 tahun tak ia rasakan.
Widya marah, benci dan dirinya mengutuk para pria tersebut, tapi disisi lain ia menikmati setiap keluar masuknya kontol-kontol besar tersebut yang mengisi penuh lubang memeknya dengan kasar. Rasa merah, benci karna di anggap sebagai Pelacur oleh mereka pun juga membuat perasaan lain pada tubuhnya. Rasa menikmati saat dengan bergantian ataupun secara bersama menikmati lubangnya dengan kasar sambil dirinya diteriaki sebagai Pelacur, Lonte ataupun layaknya wanita murahan. Dirinya basah, dirinya bernafsu, dirinya terangsang dan dirinya orgasme menyemburkan cairan kewanitaannya.
“Apa yang terjadi dengan diriku ini? Ini pemerkosaan Widya, bahkan kamu dilecehkan dan di katai sebagai Lonte oleh mereka. Sadarlah Widya, sadar”, batin Widya mengatai dirinya sendiri sambil merasakan selangkangannya yang terisi penuh oleh cairan kental.
“tapi aku menikmatinya kembali”, lanjut Widya sambil terus berjalan ke arah ayah mertuanya.
Terasa pada saat jalan, bahwa pada bagian selangkangannya seperti penuh akan sesuatu yang tak lain adalah gumpalan peju yang memenuhi memeknya, menetes membasahi celana hitam yang ia pakai. Hanya saja waktu yang terjadi malam, sehingga hal tersebut tak menjadi perhatian orang-orang yang berada di dalam terminal. Namun, bisa dengan jelas setiap orang yang berpapasan dengannya bisa mencium dengan jelas aroma peju dari selangkangannya.
“Sshhhh....”, lirih Widya di sela jalannya.
Tak terlalu jauh Widya berjalan ke tempat ruang tunggu yang disediakan oleh pihak terminal, hingga ia bisa melihat sosok pria tua yang disebutnya sebagai “Ayah Mertua” tengah duduk di salah satu kursi panjang. Lekas Widya menghampiri sosok mertuanya tersebut dan langsung salim tangan dengannya.
“Maaf, yah Widya lama banget”
“Iya, iya gapapa. Yaudah langsung balik aja sekarang, Wid. Ayah mau cepat-cepat pengen ketemu cucu ayah”
Kembali Widya menggunakan jasa taksi sebagai sarana untuk dirinya pulang ke rumah bersama ayah mertuanya. Setelah semua barang yang dibawa sang mertua dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Mereka berdua duduk di bangku belakang dan menyampaikan tempat tujuan kepada sooir taksi tersebut.
Di dalam taksi yang sedang berjalan menelusuri jalanan malam, mertua Widya merasakan ada hal yang aneh di sekitarnya.
“Ini mobil kok bau peju sih?”, pikirnya dalam hati.
*………………………
EVAN
Gue sosok anak lelaki yang dilahirkan dari rahim seorang perempuan yang bernama Widya. Seorang perempuan yang menjadi sosok seorang ibu atau mamah penyayang dan cinta terhadap anaknya. Gue sangat merasa beruntung bisa terlahir di dalam keluarga ini, walau kebahagiaan yang gue dapat tak terlalu lama bisa gue rasakan secara lengkap seperti layaknya keluarga idaman pada umumnya karna memang sosok pilar pada keluarga sudah tak ada lagi, sosok seorang ayah.
Gue dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang lebih, namun hal tersebut tak membuat gue menjadi sosok anak yang manja dan tak bisa hidup secara mandiri.
Sebelum kehidupan gue seperti sekarang ini yang bisa dikatakan lumayan terpenuhi, dulu keluarga gue pernah juga mengalami waktu dimana sedang berada di bawah. Semua beban dan semua hal susah yang waktu terjadi di pikul oleh pundak lembut mamah seorang diri. Rasanya gue ingin bantu apa yang gue bisa waktu itu, namun keadaan gue sama sekali masih belum melakukan hal tersebut dan hanya bisa menjadi beban berat bagi mamah. Ya walau pasti ibu tak pernah merasa bahwa gue ini beban baginya, karna itu memang tanggung jawab sebagai orang tua pada anaknya, namun tetap saja gue merasa bahwa gue sendiri adalah sebuah beban.
Terserah orang lain menyebutku anak mamah atau apalah itu karna gue memanggil ibuku dengan sebutan seperti itu. Apa salahnya dengan panggilan mamah?
Semenjak melewati keterpurukan di dalam masalah yang pernah menyelimuti keluarga gue dan sampai sekarang, gue ga pernah meminta hal lebih pada mamah. Jikalau gue minta sesuatu pun gue tak pakai yang namanya memaksa. Gue minta dikasih ya syukur, ga bisa dikasih juga tak apa.
Gue bukan tipe anak yang penurut banget, tapi gue juga bukan tipe anak yang suka membantah. Gue ingin mengucapkan rasa terima kasih gue sama mamah yang udah membesarkan serta menanggung semua beban hidup hanya buat gue bahagia dengan cara menjadi seorang anak yang patut dibanggakan oleh orang tuanya.
“Apa aku udah ga jadi beban lagi buat mamah?”, ucap gue sambil menerawang jari tangan ke atas sambil tiduran di kasur Alice.
Terasa Alice menjatuhkan pantatnya, duduk di ujung ranjang tepat di sebelah gue yang sedang tiduran. Ku pandang sosok wanita tersebut dan ia pun juga tengah memandangi gue sambil menyunggingkan senyum manisnya.
“kamu ga pernah menjadi sebuah beban bagi siapapun, bahkan bagi mamahmu sendiri. Semua ada waktunya masing-masing, disaat kamu menjadi orang tua kelak, nanti kamu juga bakal ada di posisi tersebut”, ucapnya.
“Jika anakmu kelak bertanya apakah dia menjadi beban untukmu, apakah kamu bakal berpikiran apakah anakmu menjadi beban tersendiri? Sudah pasti kamu bakal jawab ga. Orang tua punya peran, anak pun juga perannya sendiri. Jalani peran masing-masing dengan cara saling menghargai”, lanjutnya dengan kini menyibak rambut depan gue dan diusapnya dahi gue dengan lembut.
Gue pegang tangan halusnya dan gw cium telapak atasnya. Ia hanya tersenyum membalas. Gue berpikir, apakah gue salah satu dari banyaknya pria di dunia ini yang mendapat sebuah keberuntungan yang amat banyak? Mempunyai sosok orang tua yang sayang terhadap anaknya dan juga bisa merasakan serta mendapatkan cinta dari wanita cantik yang ada di depan gue itu. Entah kenapa gue merasa ingin berteriak dengan sangat kencang untuk meluapkan rasa bahagia ini.
“Mau makan apa? Aku pesanin ya”, ujarnya.
Gue menggeleng, “ga usah, aku mau makan mie telur buatan kamu aja”. Alice tersenyum.
“yaudah, aku buatin dulu. Jangan tidur lagi, nanti aku siram pake kuah mie loh”, candanya.
“masa aku disiram? Harusnya aku yang siram kamu loh. Hahaha”, balas gue.
“Yeee.... Pikirinya jorok terus”, balasnya sambil mencubit pelan perut gue.
“siapa yang jorok, emang maksud aku apa coba?”
“Tau!”
Alice berjalan ke arah dapur kosnya untuk membuatkan gue makanan, sementara gue masih tetap pada posisiku yang kini malah mengambil ponsel gue yang tergeletak di atas meja kecil samping ranjang dan memainkannya. Yang gue lakukan hanya kegiatan scrol atas bawah tak jelas sambil sesekali melihat apa yang sedang ramai di perbincangkan saat itu di dalam jejaring sosial.
Merasa dengan jejaring sosial yang hanya isinya itu-itu saja, gue mencoba membuka salah satu situs berita yang bisa dibilang besar di negara ini. Sebagian besar isinya hanya mengenai politik dan juga gosip maupun sensasi selebriti. Tapi disini ada salah satu berita yang membuat gue sedikit tertarik untuk mengekliknya. Berita yang berjudul “Seorang Ibu Rumah Tangga yang menjadi Pemuas Nafsu Demi Kehidupan Anak-anaknya Setelah ditinggal sang Suami”.
Isi berita yang mengatakan bahwa ibu tersebut melakukan hal tersebut karna faktor ekonomi keluarga yang semakin mencekiknya setelah ditinggal sang suami pergi meninggalkan. Dengan dua anak yang masih kecil, ibu tersebut akhirnya memilih menjajakan tubuhnya kepada para lelaki demi beberapa lembar uang kertas untuk makan serta susu anaknya.
“Hidup memang keras”, batin gue.
Alice kembali dari arah belakang sambil membawa nampan berisi dua mangkuk berisi mie rebus campur telur. Disuruhnya gue untuk turun dari tempat tidur dan duduk di lantai seperti biasa dan kami menyantap makan siang kita dengan lauk yang sederhana.
“entar malam gimana? Jadi ga?”, tanya Alice setelah mangkuk kita hanya tersisa sedikit kuah.
“Jadi, paling jam 8 berangkat, soalnya jam 9 baru mulai acaranya.
“Nanti enaknya pake baju apa ya?”, ucap Alice dan membuat gue menoleh.
“Mau kemana emang? Jangan bilang mau ikut aku”, tebak gue.
“memangnya mau kemana lagi?”
“Ga usah ya, ini acara tertutup yang teman aku adain soalnya. Mending kamu ga usah ikut deh. Bukannya gimana, Cuma...mending jangan ya”, ucap gue berhati-hati.
Dengan susah payah dan terjadi perdebatan kecil, akhirnya gue berhasil meyakinkan Alice untuk tak ikut dengan gue malam ini. Sampai keringatan gue saat debat dengan Alice karna gue sadar kalo gue debat sama dia, pasti kemungkinan gue buat menang sangat tipis, tapi untungnya buat masalah kali ini gue bisa menang debat dengan dia.
Alice menaruh mangkuk kotornya beserta mangkuk gue di atas nampan untuk dibersihkannya. Namun, saat akan beranjak ke belakan Alice mendekatkan wajahnya tepat di hadapan gue.
“kali ini aku kalah debat sama kamu, tapi kalo kamu ga temenin aku belanja, aku bakal marah”, ancamnya sambil menatap tajam mata gue.
“Iya-iya, aku bakal kawal tuan putri buat belanja supaya ga ada yang karungin nanti. Hahaha”
“Isshhh!!”, cubitnya di pinggang gue.
Siang hari di dalam pusat perbelanjaan yang ramai akan pengunjung, gue mondar-mandir mengikuti langkah dan kemauan Alice saat belanja pakaian maupun kosmetik yang ia inginkan. Hampir setiap toko yang kita lewati akan disambangi olehnya, ya walau ujung-ujungnya tak semua toko yang ia masuki tak semua produknya dibeli, malah lebih sering Alice hanya melihat dan mencobanya saja.
Tangan gue selalu ditarik oleh semangat belanjanya yang sedang menggebu itu. Kadang merasa kesel juga, tapi disisi lain gue merasa senang melihat tingkahnya itu. Seolah-olah wanita yang ada di depan gue sosok anak kecil yang tengah merengek pada orang tuanya untuk dibelikan apa yang dia mau. Dalam hal ini perlu diketahui, setiap barang yang Alice beli menggunakan uang sendiri, bukan gue ga mau bayarin, tapi memang dia sendiri yang menolak. Justru kebalikannya, gue yang sering dibelikan barang oleh dia. Cowok macam apa gue? Hahaha.
Seperti saat ini, kita berada di dalam toko yang menjual kosmetik. Namanya juga toko kosmetik, sejauh mata memandang hanya peralatan perempuan yang bisa gue lihat di setiap penjuru toko. Gue masih berdiri di dekat Alice sembari ditemani oleh salah satu karyawan toko yang dengan sabarnya melayani pelanggan macam pacar gue ini.
Di depan kaca kecil yang telah disiapkan oleh karyawan tersebut, Alice mencoba salah satu lipstik yang menarik perhatiannya. Gue ga tau pasti apa sebutan bagi perempuan warna itu, tapi yang gue lihat warna pink. Dengan tangan letiknya Alice mengoleskannya pada bibir dengan perlahan dan mengecapkannya.
“Gimana, yang? Cocok ga?”, Tanya Alice selesai melapisi bibirnya dengan warna tersebut dan menghadap ke gue.
Disini gue yang ga tau selera wanita karna takut salah hanya bisa memberi anggukan kepala dan pujian ringan. Tapi kalo dilihat memang terlihat cocok di bibirnya dan gue lihat semakin cantik memakai warna tersebut.
“coba ya?”, ucapnya. Gue langsung kaget. Masa iya gue disuruh coba lipstik juga.
CUP!!!
Ternyata tebakan gue salah. Apa yang dimaksud Alice mencoba adalah rasa dari lipstik tersebut dengan Alice mencium bibir gue tepat di hadapan si karyawan toko yang tengah bengong melihat tindakan Alice. Gue sendiri pun juga diam membisu saat bibirnya menempel di bibir gue.
Pikir gue, "gila ini cewek, ga lihat tempat"
Walau hanya ciuman biasa tanpa ada aksi lebih, tapi gue bisa rasakan ternyata kaya ada rasa manisnya pada bibir Alice. Ciuman yang Alice berikan tak berlangsung lama, tapi cukup untuk gue yang dibuat kaget olehnya.
“Rasanya gimana?”, ucapnya selepas ciuman spontan tersebut.
“manis”, kata itu yang keluar dari mulut gue.
Alice tersenyum, “aku apa rasa lipstiknya?”.
“Dua-duanya. Hehehe”
“Gombal”
Kami tertawa bersama dan karyawan toko pun juga ikut tertawa melihat tingkah kami. Pada akhirnya Alice langsung membeli lipstik tersebut dan beberapa kosmetik tambahan lainnya.
Keluar dari toko tersebut tangan gue digandeng oleh Alice sembari berjalan melewati para pengunjung perbelanjaan lainnya. Sudah hampir 2 jam kita di dalam sini dan akhirnya Alice bilang bahwa dirinya lapar. Gue ajak dia ke salah satu foodcourt yang ada perbelanjaan tersebut. Sebuah masakan jepang yang akhirnya kita pilih untuk menambal rasa lapar yang ada di dalam perut.
Pesanan 1 Oyakudon untuk Alice dan 1 porsi Ramen dengan tambahan daging Short Ribs diatasnya untuk gue. Alice juga memesan 2 porsi daging Wagyu. Sedangkan untuk minumnya hanya Teh Ocha dan Cola.
“Serius bakal habis?”, tanya gue melihat pesanan yang sudah ada di atas meja.
“Habis lah”
Pertama gue membantu Alice memanggang daging Wagyu, setelahnya baru gue santap Ramen yang gue pesan ini. Untung saja masih dalam keadaan panas, bisa bikin mual kalo udah dingin.
Setelah semua makanan selesai disantap dan hanya menyisihkan piring kotor, gue langsung membayar dan kita beranjak pergi untuk pulang ke kos. Namun saat berjalan ke arah lift utama, Alice menarik tangan gue dan mengajaknya berjalan ke ujung perbelanjaan. Alice mengajak gue untuk menggunakan Lift yang biasa dipakai para pekerja.
Lorong tempat gue sama Alice menunggu Lift terlihat sangat sepi dan hanya terdengar suara riuh dari para pengunjung. Beberapa saat Lift akhirnya terbuka dan lagi-lagi Alice menarik tangan gue untuk masuk ke dalam dengan cepat. Setelah memencet lantai tujuan dan pintu tertutup Alice mendorong tubuh gue ke ujung dan langsung dilumatnya bibir gue.
Hari ini gue kembali dibuat kaget olehnya setelah sebelumnya ia cium gue di tempat umun dan sekarang di dalam lift. Tapi untungnya gue ga lihat ada CCTV di dalam lift yang kita gunakan ini. Gue coba balas lumatan bibir Alice dan gue peluk tubuhnya untuk lebih melekat erat. Gue letakan tangan gue mengusap belakang kepalanya dan ciuman kita berlangsung dengan panas di dalam lift yang panas pula.
“Yang...”, ucap gue tertahan disela lumatan bibir lembutnya.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
“aaakkkhh....aaakkkhh....CUP!!!”
Deru nafas kami mulai terdengar disela lumatan bibir kita yang semakin membuat nafsu naik. Gue mulai meraba dan meremas pantat sekal Alice yang masih terbungkus celana Jeans ketat. Gue merasakan dibawah sana bahwa tangan Alice mulai meraba selangkangan gue dan mencoba meremas batang penis gue yang semakin mengeras.
Tangan gue makin gemas meremas pantat Alice dan lumatan gue makin liar di bibirnya, hingga lidah kita sekarang saling bermain di dalam sana saling bertukar air liur dengan fokusnya. Gue balik tubuh Alice sehingga tubuhnya yang kini gue pepet di ujung lift. Tangan gue yang tadinya ada di kepala Alice, gue turunkan ke arah dadanya. Gue remas pelan dada tersebut yang kini terasa mulai mengeras bertanda nafsu.
“Aaakkkhh...yang...”, desah Alice disela lumatan.
Gue terus gerakan kedua tangan gue meremas pantat dan payudaranya dengan gemas. Sementara gue sendiri terus melumat bibir nya dengan nafsu.
TING!!!
Bunyi suara pintu lift terbuka membuat kita berhenti dari aktivitas panas tersebut dan gue lihat Alice mengelap bibirnya yang basah oleh air liur. Untung saja tak ada pekerja disini yang sedang menunggu lift jadi kita tak ketahuan.
Gue ajak Alice untuk keluar dari dalam lift dan ternyata di lorong pun juga sepi tak ada orang. Hal tersebut membuat Alice kembali pada nafsunya, gue rasakan tangannya mulai meremas kembali penis gue yang sudah tegang dibalik celana sambil kita berjalan. Kita tau betul dan sadar bahwa di lorong ini sudah ada CCTV, tapi Alice acuh dan gue sendiri pun tak menghentikan kegiatan tangan Alice yang sedang meremas selangkangkan gue.
“Yang...aku pengen”, ucapnya sambil memandang gue dengan tatapan sayu dan wajah yang terlihat memerah mulai mengeluarkan keringat.
Tanpa mengeluarkan suara, gue berjalan lebih cepat dari sebelumnya dan kini gue yang menarik tangan Alice untuk cepat-cepat pergi ke parkiran bawah.
Hari ini gue habiskan bersama Alice mulai dari menemaninya belanja sampai berakhir di ranjang kos miliknya. Beberapa ronde kami lakukan secara panas, saling bergelut di atas ranjang sempitnya demgan keadaan saling telanjang bulat. Entah kenapa Alice menjadi bernafsu seperti itu setelah belanja dan gue juga terbawa suasana nafsu yang ia suguhkan. Peluh mengucur deras di dahi dan badan kami tanpa dihiraukan hanya demi meraih apa yang dinamakan kepuasan.
Ranjang yang tak hidup menjadi saksi bagaimana panasnya persetubuhan kami. Ranjang uang rapi berakhir dengan kondisi berantakan dengan seprei yang kacau dan bantal yang terserak di lantai.
Setelah hal tersebut, disini lah gue berada. Malam ini menjadi malam perayaan ulang tahun salah satu teman satu fakultas gue yang diadakan secara privat Room di tempat yang sudah ia pesan. Banyak orang di sekitar gue, bau rokok, bau alkohol tercium dimana-mana menyelimuti udara yang sedang gue hirup. Acaranya sendiri terlihat cukup mewah dan hal tersebut tak membuat gue terkejut karna memang orang yang menyelenggarakannya anak orang punya dalam hal materi.
“hhaaahhhh.....”, Hembus nafas gue.
Disaat musik DJ terdengar mengiringi orang-orang yang sedang berjoget ria menggerakkan tubuhnya, gue hanya duduk menyender di salah satu kursi sofa dalam keadaan mual dan pusing yang sangat membuat tak nyaman. Ya, gue mabuk berat. Untuk pertama kalinya gue minum minuman beralkohol dan langsung dalam jumlah banyak dengan dosis alkohol tinggi. Rasanya tempat dan semua orang berputar di pandangan gue.
“inikah yang namanya mabuk?”
“Sial, apa enaknya mabuk seperti ini?”
Gue hanya bisa duduk terdiam menggerutu melihat semua orang beraktivitas di depan sana dan tanpa sadar setiap gerutuan yang gue buat, gue tertawa kecil.
Tanpa sadar ternyata ada seseorang yang duduk di sebelah gue. Gue hanya acuh tak memedulikannya, tapi orang tersebut malah mengajak gue untuk mengobrol. Dengan terpaksa gue coba untuk mengalihkan pandangan gue ke arahnya. Ternyata seorang perempuan yang menghampiri gue. Gue Masih terlihat samar-samar siapa dan menebak siapa perempuan tersebut. Dilihat dari bawah dia menggunakan Dress berwarna hitam yang memperlihatkan kedua paha mulusnya. Sementara saat gue mencoba untuk memandang lebih naik lagi. Terlihat belahan dadanya yang terlihat jelas karna pakaian yang ia kenakan saat itu sangatlah seksi hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya.
“elu, Res”, ucap gue saat menyadari bahwa itu sosok Resti, mantan gue.
“Kok lu ada disini?”, sambung gue.
“Emang ga boleh ya gue disini? Gue diundang sama temen lu tuh yang jadi raja disini”, jawabnya sambil menunjuk teman gue yang sedang ulang tahun hari ini.
“aneh temen lu, bukannya kemarin malam pestanya, malah baru sekarang. Kalo semalam kan bisa sekalian ucapin, momennya pas kalo pergantian hari”
Gue mencoba tersenyum karna gue emang dah KO sama alkohol. Resti memandang lekat wajah gue yang merah padam karna dibawah pengaruh alkohol.
“lu mabuk ya? Sok-sok'an lu pake minum segala. Mabuk gini baru tau rasa kan. Hahaha”, ucapnya menertawakan gue.
“gimana hubungan lu sama anak Akuntansi itu, siapa namanya...Alice”
“ga ada masalah. Ya gitu, gue sama dia adem ayem aja sampe sekarang”
“Serius? Eh, lu udah berapa kali ngewe sama dia”, tanya Resti seenaknya.
Ya gue tau itu dan itulah sifat Resti yang suka bercanda seenaknya. Terlepas lagi karna sifat dia juga yang Easy going sama orang lain.
“Matamu lah, Res”
“ya masa pacaran udah hampir dua tahun kaya nyicil motor tapi belum pernah ngewe sekalipun. Kaya sama gue dulu, lu pengen banget ngewe sama gue kan. Hahaha... Tapi gue nya belum mau. Kasihan. Hahaha”
“tapi kalo sekarang gue mau kok. Hahaha... Lu mau? Kalo mau ayo, gue siap kok puasin mantan gue ini”, ucapnya samping mengelus paha gue.
Resti mencoba menggoda gue dengan candaan kotornya dengan tubuhnya mulai merapat ke tubuh gue. Tangannya mulai meraba ke atas dimana penis gue berada terbungkus celana. Dalam keadaan mabuk parah gue bisa merasakan hawa panas dari nafas Resti yang mengenai pipi gue. Terasa bibirnya mengecup pipi gue dengan perlahan.
Pria ibarat kucing dan perempuan itu ikan. Kucing dikasih ikan ya pasti mau kan. Gue mulai menikmati apa yang Resti lakukan pada gue ini. Awalnya gue kira itu hanya candaan kotor yang biasa ia lontarkan saat ketemu gue, tapi kali ini gue merasa beda dengan dia. Terlihat aura serius dari dalam diri Resti saat melakukan hal tersebut pada tubuh gue untuk dirangsangnya.
Tangannya yang sudah berada di atas paha gue mulai di usap-usap dengan pelan oleh Resti. Gue tau ini cuma candaan dia, tapi lama kelamaan gue mulai menikmati usapan tangan Resti itu. Sementara gue lihat dari matanya memang mulai tersirat alasan tertentu di dalamnya, tapi gue sendiri tak terlalu memikirkannya. Usapannya kini berhenti dan dia menatap gue secara tajam dan dalam.
"Lu masih sayang sama gue ga?", Tanyanya pelan. Gue yang ditanya seperti itu oleh seorang mantan hanya bisa diam. Ga tau harus jawab apa dan karna rasa mabuk juga.
"Kita masih ada harapan balik kaya dulu lagi ga, Van? Gue masih ada harapan bisa dapetin lu lagi ga?", Sambungnya dan gue masih diam tak menjawab.
Tangannya membelai dada gue dari luar pakaian yang gue kenakan sambil matanya terus menatap gue tajam. Dari belaian di dada, tangannya naik kembali memegang pipi kanan gue. Gue bisa merasakan lembutnya tangan Resti kembali, tangan yang pernah gue pegang dan gw genggam semasih pacaran dulu.
"Gue tau, lu pasti udah lama bingung kenapa gue sekarang berubah ga kaya dulu lagi kan? Bukan sosok Resti yang lu kenal sebagai perempuan yang masih polos"
"Gue berubah kaya gini karna lu, Van". Oke, gue ga tau maksud dia ngomong kaya gitu.
"Sebenarnya dulu gue sakit pas lu mutusin buat akhiri hubungan kita dengan alasan yang ga jelas itu. Tapi gue tau alasan asli lu apa. Lu putus sama gue karna gue belum siap buat lu perawanin kan? Lu mau tubuh gue waktu itu, tapi gue yang masih polos itu malah nolak"
"Jujur, jujur gue mau sama lu terus, Van. Gue sayang, gue cinta sama lu. Gue berubah semuanya demi lu. Gue pengen jadi apa yang lu mau itu"
"Lu mau tubuh gue kan? Gue sekarang udah bisa kasih semuanya ke lu. Gue selama ini sama sekali belum punya cowok lagi setelah putus sama lu dan semua masih gue jaga, termasuk keperawanan gue ini. Gue mau lu yang ambil perawan gue ini, Van. Gue mau orang yang ambil perawan gue ini itu orang yang gue sayang dan gue cinta"
Resti mengungkapkan perasaanya selama ini yang ia pendam dan gue akhirnya tau alasan kenapa dia berubah dari Resti yang polos menjadi Resti yang suka ngomong vulgar. Itu semua semata-mata buat gue?
Cukup lama Resti diam setelah ucapannya itu dan gue sendiri juga masih belum bisa mengeluarkan komentar gue sampai wajahnya kini semakin dekat dengan wajah gue dan...
CUP!!!
Ia daratkan bibir manisnya pada bibir gue. Dari lumatan kecil nan pelan, perlahan mulai lumatan yang disertai dengan nafsu yang menggebu dan disini gue juga dalam keadaan dibawah pengaruh alkohol. Bukan gue, ternyata terhirup juga dari aroma nafas Resti yang berbau alkohol.
“Eeggghhhh....Eeggghhhh....cuup...”,lenguh kita berdua disela lumatan bibir.
Tangannya gue rasakan mulai membelai dan meremas pelan penis gue yang semakin keras. Dadanya yang lebih besar daripada punya Alice tergencet menempel di dada gue. Teksturnya terasa sangat kenyal dan rasanya ingin gue remas itu daging.
Saat gue pacaran dengan dia, Resti itu sosok yang berbanding balik dengan sekarang. Dia dulu anaknya lumayan pemalu dan juga tak pernah neko-neko. Gue pacaran sama dia dulu paling kenceng Cuma ciuman tanpa ada kata pegang dada maupun sampai berbau ranjang. Jujur gue dulu emang ngebet pengen lakuin hal itu sama dia, tapi dianya tak mau dengan alasan takut dan belum siap. Akhirnya sampai suatu hari kita putus dan sampai putus pun gue belum pernah dapat tubuhnya. Gue hargai itu.
Tapi entah kenapa dan apa sebabnya sekarang ia bisa berubah tak seperti Resti yang gue kenal dan sosok Resti yang pernah gue pacari itu. Mungkin karna faktor pergaulan atau apapun itu, gue kurang paham. Tapi walau kaya gitu, gue masih berteman baik sama dia. Status Mantan bukan menjadi penghalang atau pembatas buat saling bercanda ataupun saling sapa saat bertemu.
“yaudah, gapapa kok. Aku terima keputusan kamu, Van”, ucap Resti yang sangat bisa gue ingat saat gue putusin dia dulu.
Kembali lagi. Walau di bawah pengaruh alkohol yang sangat, gue masih bisa tersadar dari aktivitas yang gue lakukan dengan mantan pacar gue itu. Gue dorong pelan tubuh Resti yang menempel di tubuh gue. Terlihat raut wajah bingung yang terpampang di hadapan gue. Matanya gue tatapan dan gue kasih senyuman yang pernah gue kasih ke dia dulu.
“Maaf, Res....ini salah, jangan dilanjutin”, ucap gue. Bukannya gue sok alim.
Terlihat Resti seperti sedih dan menunduk malu sambil mengelap bibirnya yang basah oleh air liur kita tadi. Setelahnya ia bangkit dari posisi duduknya.
“gue panggilin teman-teman lu ya, gue lihat kayaknya lu udah ke siksa banget sama rasa mabuk lu itu”, ucapnya lalu beranjak pergi meninggalkan gue yang masih duduk bersandar mulai merasakan kembali rasa pusing dan mual.
Disaat gue sedang merasakan rasa mual dan rasa pusing yang teramat, dari dalam saku ponsel gue bergetar. Saat gue buka ternyata sebuah panggilan masuk dari pacar gue tersayang, Alice. Dengan pandangan mulai sedikit kabur dan tenaga yang seperti hilang, gue mencoba menggeser tombol terima di layar ponsel. Gue hanya diam saat Alice berbicara di seberang sana.
“Kamu mabuk kan?!”, tanyanya demgan intonasi sedikit ditekan.
“Aaaaa....ga...ga koookk...”
“Ngga apanya?! Jelas-jelas dari ucapan kamu kaya orang lagi mabuk berat gitu. Aku kesana ya terus aku anterin pulang”, ucap Alice yang kini terdengar seperti khawatir dengan gue.
“Ga usah, aku bisa pesan sendiri”
“Yaudah aku ga mau tau, kamu harus pulang sekarang kalo ga pulang aku kesana”
Setelah panggilan dengan Alice berakhir, gue dengan keadaan mabuk berat bersusah payah mencoba untuk bangun, namun ternyata badan gue terasa sangat berat. Terlihat beberapa teman gue mendekat sambil menanyakan apakah gue mau pulang saja atau tetap stay di dalam pesta dan gue juga sekilas lihat Resti berdiri diam tak jauh dibelakang teman-teman gue. Walau buat ngomong aja rasanya ini mulut malas banget, gue coba jelasin sedikit ke teman-teman gue dan akhirnya mereka mengerti maksud omongan gue dan membantu gue berjalan keluar dimana driver mobil yang sebelumnya di pesan telah menunggu. Gue tak mungkin bawa motor dalam kondisi gue yang seperti itu, akhirnya motor gue tinggal dan akan dibawa oleh teman gue.
“Sorry-Sorry, kita lupa kalo lu ga pernah minum. Sekali lagi Sorry, Van”
“iya, gue benar-benar minta maaf, Van”
Terdengar teman-teman gue meminta maaf, merasa bersalah sama gue yang notabene tak pernah minum tapi gue malah dicekoki untuk minum terlalu banyak. Gue hanya bisa memaklumi dan menganggukkan kepala lemas.
“jangan ngebut, pak. Teman saya lagi mabuk berat bisa-bisa mobil bapak penuh muntahan kalo ngebut”, ucap salah satu teman gue yang entah siapa itu karna gue terlalu sibuk dengan efek mabuk yang gila ini.
“Baik, mas”
“thanks, kawan...”, ucap gue dengan pelan.
Saat salah satu teman gue ingin menutup pintu mobil, terlihat sebuah tangan yang tiba-tiba menahan gerakan pintu yang akan menutup. Ternyata itu teman gue yang bernama Deni. Dia berbicara pada yang lain bahwa dirinya akan menemani gue sampai pulang ke rumah. Ya karna bisa dibilang Deni ini salah satu teman gue yang paling dekat semenjak gue masuk perguruan tinggi ini, akhirnya gue bolehkan untuk ikut masuk.
“Sorry, Den bikin repot lu”, ucap gue.
“santai, lu sering bantu gue dan lu emang baik banget sama gue, makanya gue mau balas apa yang pernah lu kasih ke gue. Ya walau ga ada apa-apanya”
Mobil yang gue tumpangi dalam keadaan mengenaskan ini mulai bersama Deni melaju menembus angin malam dan berjalan di bawah sorotan tiap lampu jalan yang dilewati. Di dalam mobil gue sekilas seperti melihat salah satu teman perempuan gue bersama dengan entah siapa pria tersebut sedang bercumbu di sudut ruangan saat gue dipapah keluar dari tempat pesta.
“Untung gue ga ajak Alice buat ikut”, batin gue yang masih mencoba mengontrol kesadaran yang masih tersisa sebelum sepenuhnya dikuasai oleh rasa mabuk.
Di depan bangunan rumah mobil yang gue tumpangi telah berhenti. Dengan dibantu driver Online yang mengantarkan gue, gue dipapah Deni untuk masuk ke dalam rumah. Untungnya pagar tak dikunci dari dalam. Mungkin kesadaran gue sudah 90% dikuasai rasa mabuk dan rasa tersebut terus bertambah. Gue dengar suara bel rumah yang dipencet oleh Deni beberapa kali, namun belum ada jawaban dari dalam, beberapa pencetan lagi dilakukan oleh Deni hingga terdengar suara seperti beberapa barang jatuh dan kemudian suara kunci pintu yang dibuka dari dalam lalu munculnya sosok mamah gue yang memakai baju tidurnya.
“Loh Evan, kamu kenapa nak?”, khawatir mamah gue yang langsung menanyakan kondisi gue ini.
“Gapapa kok, tan. Evan hanya sedikit mabuk karna tadi air yang kira Evan air putih ternyata alkohol dan langsung dia minum habis”, jelas Deni mencoba menolong gue supaya tak terlalu disalahkan. Walau alasnya lumayan lucu, tapi untungnya bisa diambil oleh mamahku.
Dengan sedikit berteriak mamah memanggil kakek gue yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah dari desa. Tak lama terlihat kakek berlari kecil ke arah gue sambil mengenakan sarungnya.
“ini cucu kakek kenapa, Wid?”, tanya kakek.
“udah, yah ini tolong bantu bawa Evan dulu ke kamarnya”, ucap mamah gue.
Dibantu Deni, kakek gue memapah tubuh lemas ini naik ke lantai dua tempat dimana kamar gue berada. Langkah yang tertatih gue mulai menaiki anak tangga satu persatu. Rasanya ingin gue langsung tidur di tempat tidur dan langsung tertidur pulas lalu terbangun di keesokan harinya dengan rasa yang segar kembali.
Dibaringkannya tubuh gue oleh Deni dan kakek gue diatas ranjang empuk yang sudah gue tunggu dari tadi. Rasanya sangat nyaman meresap keseluruhan tubuh gue ini. Diaturnya bantal untuk mengatur letak nyaman kepala gue oleh mamah dengan posisi menungging ke arah gue dan DAMN!!! Dalam sedikit rasa kesadaran normal gue, gue bisa melihat payudara mamah gue yang besar dan berisi menggantung di dalam baju tidurnya tanpa tanpa menggunakan Bra. Gue bisa lihat dengan jelas kedua buah daging kenyal yang menggantung itu dari kerah baju tidur mamah gue yang di bagian kerahnya sangat longgar.
Beliau orang tua gue, tapi disisi lain juga gue seorang lelaki yang normal seperti pada umumnya. Gue tau itu mamah gue, tapi perasaan yang gue alami ini ga bisa bohong. Pikiran kotor yang dulu pernah gue rasakan udah hilang dan apa yang sekarang gue lihat di depan mata ini mulai memancing pikiran kotor itu lagi. Ini salah, tapi gue mulai terangsang di bagian bawah sana yang mulai terasa mengeras dengan perlahan.
Walau berusia 38 tahun, tapi dengan tubuh dan wajah yang masih kelihatan muda itu tak menjadi sebuah alasan. Payudara dengan kulit yang mulus tergantung bebas tanpa penyangga BRA terpampang jelas, siapa yang ga terangsang?
“itu susunya, mah”, batin gue seakan mengingatkan mamah gue untuk memperbaiki kerah baju tidur yang ia pakai, namun gue tak berani untuk bicara langsung. Disisi lain juga gue seperti menikmati pemandangan yang ada.
“itu mamah, sadar!”
Gerakan tubuh mamah saat membetulkan letak bantal di kepala gue membuat payudaranya yang tak terbungkus BRA menjadi ikut tergoyang dan gue lihat saja sepertinya daging besar di hadapan gue itu terlihat sangat kenyal dan lembut.
“Makasih ya, nak....”, ucap mamah gue mengucapkan terima kasih ke Deni.
“Deni, tan”, ucap Deni.
“Makasih ya nak Deni udah nganterin Evan pulang”
“Sama-sama, tan. Lagian saya juga sering dibantu dan sering ngerepotin Evan”, Balas Deni.
“Kalo gitu saya langsung pamit aja tante”, sambung Deni dan menjabat tangan mamah gue beserta kakek.
Deni keluar dari kamar gue diantar oleh kakek, sementara mamah gue menyelimuti tubuh gue dari atas hingga bawah. “SHIT!!!”, Namun lagi-lagi gue dibuat tak percaya dengan apa yang gue lihat itu. Disaat mamah gue akan menarik selimut dari bawah dan otomatis dirinya membelakangi gue dengan menungging dan di tambah lagi baju tidur yang mamah gue pakai bukan model satu seat dengan celana, melainkan model piama. Di saat gue ga bisa pastikan demgan jelas apakah mamah gue sadar akan penis gue yang sedang mulai mengeras atau tidak. Gue berharap semoga saja mamah ga tau kalo penis gue mulai tegang akibat terangsang melihat payudaranya itu.
Di saat posisi seperti itu piamanya tersingkap ke atas sehingga memperlihatkan paha bagian dalamnya dan apa yang gue lihat ini.... Mamah gue sama sekali ga pake celana dalam. Vaginanya bisa gue lihat dengan jelas di depan mata gue dan lebih parahnya lagi Vagina mamah gue bersih tak ada bulu sama sekali. Mungkin karna memang sudah di cukur habis oleh mamah.
“Deni”, pikir gue.
Gue teringat bahwa saat tadi mamah gue mengatur posisi bantal yang gue pakai, mamah gue menungging di depan Deni. Berarti Deni juga bisa melihat dengan jelas selangkangan mamah gue yang tengah memperlihatkan vaginanya dengan bebas. Pantas saja sekilas gue melihat Deni seperti tak berkedip sama sekali dan terlihat menelan ludahnya.
Bukan hanya penampakan vagina mamah gue yang terlihat bersih seperti habis di cukur, namun ada hal yang jauh lebih parah lagi. Walau tak banyak, tapi bisa dilihat demgan jelas bahwa ada sebuah cairan putih kental yang seperti tak asing lagi bagi gue mengalir dari lubang vaginanya. Cairan sperma kah? Kalo itu menurut gue sama sekali ga mungkin, tapi kalo mikir kemungkinan buruknya, berarti itu sperma milik siapa? Kakek?
“Apakah mamah ada main sama orang karna mamah memang sudah lama menjanda?”
Bisa gue rasakan demgan jelas bahwa penis gue mulai mengeras demgan perlahan dan semakin keras dari sebelumnya. Rasanya ingin segera gue keluarkan dan gue tuntaskan rasa menyiksa ini. Gue berharap kakek dan mamah gue segera keluar dari kamar sehingga gue bisa mulai mengurut penis gue yang mulai keras sampai bisa lemas kembali.
Pikiran gue berkecamuk memikirkan hal yang sangat tak masuk akal itu.
Tak terlalu lama kakek kembali masuk ke dalam kamar gue ini sambil membawa botol kecil seperti berisi minyak. Kakek menghampiri gue yang sedang di nasihati oleh mamah.
“namanya juga laki-laki. Gapapa, Wid. Kakek juga dulu pernah kaya kamu, malah lebih parah lagi tapi jangan pernah tiru kakek ini”, ucap Kakek.
“Coba kamu tengkurap, nak. Biar kakek pijat kepala sama tengkuknya. Kamu balik tidur aja, Wid ini udah malam biar kakek yang urus”, sambung kakek dan gue pun menurut.
“tapi kamu benar ga kenapa-napa kan, nak?”, tanya mamah.
“Iya, mah Evan gapapa kok”
“nanti kalo perlu sama mamah tinggal panggil aja ya. Kalo gitu mamah balik ke kamar dulu, nak”, ucap Mamah.
“tolong ya, yah”, sambung mamah dan terdengar beliau keluar dari kamar.
“iya, ini mau ayah pijat buat ringanin rasa mabuknya. Udah kamu lanjutin aja”
Gue posisikan tubuh gue yang sebenarnya sangat lemas ini untuk tengkurap di atas ranjang dan sementara di dalam gerakan gue memutar tubuh, gue sempat membetulkan posisi penis gue di balik selimut yang sudah tegang maksimal. Jemari kakek yang sudah kelihatan keriput mulai memijat dari pelipis, kepala atas dan tengkuk gue secara lembut.
Rasanya sangat enak sekali dipijit oleh kakek, semua rasa pusing dan mual rasanya perlahan mulai hilang. Awalnya tubuh yang terasa berat mulai terasa ringan dan gue mulai terpejam menikmati pijatan tersebut yang mengantarkan gue ke dalam mimpi.
Di Saat Evan sudah Tertidur.
Pak Kasno masih memijat cucunya itu dengan sabar dan telaten. Sudah lewat 10 menit dirinya terus menggerakkan jemarinya untuk memijat sampai Evan sendiri kini telah terlelap tidur. Dilihatnya sang menantu, Widya sudah berada di ambang pintu dan dengan perlahan pak Kasno menghentikan kegiatan memijatnya dan menghampiri Widya.
“udah gapapa, masuk aja”, ucap pak Kasno.
“Evan sudah tidur”, sambungnya.
Setelah pak Kasno menyelesaikan kalimat terakhirnya, terdengarlah suara lain yang tak terlalu keras juga. Widya berjalan dengan pelan mendekat ke arah ranjang tempat anaknya itu tengah tertidur. Widya berjalan dengan pelan dan sedikit menggunakan perjuangan karna posisi dirinya berjalan dengan sedikit menungging sambil dibelakangnya ada yang sedang memaju mundurkan pantatnya.
Walau tak terlalu keras, namun jika Evan tak dalam keadaan tidur dirinya bisa mendengar suara tersebut. Suara dimana dua buah kulit paha saling bertabrakan dan kini terdengar pula suara desahan Widya yang ditahan.
“hhhmmmppfff...hhhmmmppfff... Ssshhh....pelan...pelan....Eeggghhhh....Eeggghhhh...”
“Jalan terus, Wid. Ayah pengen wujudin fantasi ayah yang sudah lama dimimpikan ini. Kamu sebagai menantu ayah harus bisa buat mertuamu ini senang juga. Maju terus, Wid”, lirih pak Kasno sambil membelai rambut menantunya itu.
“Ooohhhhhsss....ssshhh....tolong pelan... Saya takut Evan bangun”, ucap Widya, namun bukannya memelankan, genjotan yang terjadi sedikit disentakan dengan keras hingga Widya mengerang tertahan kembali.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Suara selangkangan Widya yang tengah digenjot dari belakang mulai terdengar sedikit lebih keras dari suara desahannya. Hal tersebut membuat Widya menggelengkan kepalanya saat merasakan nikmat dan tersiksa karna tak bisa mengeluarkan suaranya secara bebas sedangkan genjotan yang ia terima sungguh kuat menumbuk selangkangannya.
“EEGGGHHHHH!!! EEEGGGHHHH!!!! PELAN!!! EEEGGHHH!!! SSSHHHH.....”, Desah Widya sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya sendiri mencoba meredam suara yang ia keluarkan.
*…………………….
Menikmati hidup secara sendiri sebagai seorang perempuan yang sudah mempunyai anak bukan perkara mudah untuk dijalani. Harus menjadi tulang punggung, mendidik anak seorang diri dan menjalani semua aktivitas tanpa adanya sosok pendamping itu susah. Sudah bertahun-tahun Widya merasakan hal tersebut. Memang sulit, tapi bukan berarti menjadi sebuah beban.
Duduk terdiam dikala mentari sore menjelang sambil memikirkan hidupnya, Widya ditemani teh hangat yang ia nikmati. Semenjak Evan menginjak perguruan tinggi ia sering ditinggal sendiri didalam rumah. Evan selalu sibuk dengan urusan pribadinya, entah itu urusan kampus maupun urusan bersama pacarnya, Alice. Tak jarang juga Widya harus melewati malam seorang diri karna anak satu-satunya itu menginap di rumah temannya. Itu yang Widya tau.
Bukan bermaksud melarang atau membatasi kegiatan anaknya, tapi Widya juga ingin mengobrol banyak dan kumpul bersama anaknya itu.
Sudah 2 hari ini kehidupannya di rumah sedikit tak merasa sepi karna 2 hari ini mertuanya telah berkunjung. Widya sedikit bisa melepas rasa sepinya dengan mengobrol ringan dengan sang mertuanya itu.
Seperti sore itu, Widya yang tengah duduk sambil menikmati secangkir teh hangat di depan teras dihampiri oleh mertuanya, pak Kasno. Ia datang dari arah dalam setelah selesai mandi dengan membawa segelas kopi hitam yang ia buat sendiri di dapur. Pak Kasno ikut duduk di kursi kosong menemani Widya mengobrol santai.
“Kalo sore-sore kaya gini, ayah jadi ingat suamimu, Wid. Dulu pas sore kaya gini ayah selalu ajak Harjo main ke sawah, kadang ayah juga liatin dia main bola sama anak-anak lain di lapangan”, ucap pak Kasno mengingat masa kecil anaknya, suami Widya.
“Pernah juga ayah marahin gara-gara dia cari belut di sawah sampai semua badanya berlepotan lumpur, padahal baru saja dia mandi. Hahaha...”, sambungnya dan disusul sambil menyeruput pelan kopinya.
“mas Harjo kalo lagi dirumah juga sore-sore kaya gini suka banget duduk di teras rumah sambil ngopi, liatin Evan main kelereng di halaman rumah”, ujar Widya sambil tersenyum momen tersebut.
“Waktu emang ga bisa diputar lagi. Senakalnya Harjo dulu sampai buat ayah marah-marah terus, tapi sekarang justru malah yang ayah kangengin dari dia”
“Jujur dulu ayah didik suamimu itu lumayan keras dan ayah akui, dulu ayah suka marahin dia. Entah demgan alasan yang jelas maupun yang ga jelas. Karna ayah memang saat masa muda lumayan temperamental, pengaruh suka minum dan yang lain. Ayah nyesel dan itu salah satu alasan kenapa ayah sayang sama Evan. Ayah pengen bayar semua rasa bersalah ayah ini sama darah dagingnya, Evan”, jelas pak Kasno.
Ada jeda berhenti saat mereka berdua mengobrol. Suasanya berubah menjadi sunyi tanpa ada suara, hanya suara anak-anak kompleks yang sedang bermain dan beberapa suara kendaraan yang lewat.
“setelah Harjo mulai dewasa, dia memutuskan buat kerja di kota. Awalnya dulu ayah sama ibu kaget dan sedikit ga rela buat lepasin anak pertama kami itu, tapi sudah waktunya dia buat hidup mandiri”
“2 tahun dia kerja di kota dan hanya pulang sekali dua kali dalam satu tahun itu buat rasa kangen kami makin bertambah dan disaat tepat 2 tahun dia pulang ke rumah sambil ajak kamu. Kami merasa sangat senang karna dia akhirnya punya seseorang yang dia sayangi, tapi disisi lain dulu kami sedikit merasa cemas karna yang kami taunya kalo orang kota itu sombong-sombong dan ga mau buat diajak susah. Seiring berjalannya waktu rasa cemas dan khawatir kami akhirnya bisa ditepis. Ternyata perempuan yang ia kenalkan pada kami rupanya sosok perempuan yang baik, sopan dan bisa diajak bareng dalam segala hal tanpa harus memandang materi. Kami bertambah senang”, ucap pak Kasno panjang, Widya tersenyum senang menyimak.
“syukur, dalam waktu setahun kemudian akhirnya Harjo bisa mulai memperbaiki nasib keluarganya dan memutuskan buat lamar kamu. Syukurnya lagi keluarga kamu menerima tanpa ada syarat dan senang hati...Makasih, Wid”
Widya mengusap punggung pak Kasno, “ayah ga usah terima kasih sama Widya, justru Widya yang harus terima kasih sama ayah dan ibu karna berhasil membesarkan anak yang hebat seperti mas Harjo dan anak hebat itu diizinkan buat hidup berumah tangga sama Widya”, balas Widya.
“Belum sempat kami melihat cucu pertama kami tumbuh besar, ibu mertuamu lebih dahulu meninggalkan. Rasa bahagia akan hadirnya cucu pertama kami menjadi kurang lengkap dan saat itu ayah juga mengalami Impoten”
“belum lama berselang, hanya berjarak beberapa tahun...Harjo ikut menyusul ibunya. Rasanya ayah menjadi seperti orang gila saat itu, ditinggal orang-orang yang sangat ayah sayangi”
Widya hanya diam mengimak setiap keluh kesah hidup yang mertuanya utarakan.
“Harapan ibu mertuamu dulu dan kamu juga sudah tau akan hal itu dimana ibu mertuamu itu ingin melihat Evan punya adik, tapi kembali lagi semua hanya harapan yang sudah hilang. Pernah juga ayah tanya ke Evan tentang hal ini dan Evan ternyata juga menginginkan hal yang sama yaitu mempunyai adik. Itu pas masih Harjo masih ada”
“tapi setelah Harjo pergi, ayah sempat juga menyinggung masalah itu lagi lewat telepon dan jawaban Evan masih sama, dia pengen mempunyai adik, tapi Evan juga sadar betul itu ga mungkin”
Widya terdiam sesaat sembari terlihat berpikir, “Kalo itu memang keinginan ibu sama Evan, Widya bakal usahain dengan cara bayi tabung”
“Sudah, Wid. Evan ga mau kalo pake cara bayi tabung, ayah ga tau alasannya apa, Cuman Evan menentang banget dan Evan juga ga berani bilang sama kamu jadi Evan hanya bisa curhat dan mengutarakan keinginannya sama ayah”
“umur Widya udah 38 Tahun dan di usia segitu sangat berisiko buat mengandung. Kalo memang itu yang diinginkan, Widya bakal coba. Tapi bagaimana caranya kalo ga pakai cara ilmu kedokteran? Masa rahim Widya harus dibuahi sama secara langsung?”
“sebenarnya ayah berat hati, tapi mungkin begitu caranya. Sebaiknya nanti ayah secara pelan coba ngomong sama Evan. Semoga aja Evan mau pakai cara kedokteran saja”
“Iya, yah semoga saja”
Sebuah fakta yang sama sekali tak diketahui oleh mertuanya bahwa sang menantu, Widya sebenarnya pernah dan sering dibuahi rahimnya oleh orang lain, seperti saat digilir di bus, terminal maupun oleh mbah Mitro dirinya meminum pil sehingga benih yang masuk ke dalam rahimnya tak dapat membuahi. Hal tersebut juga berlaku saat rahimnya selesai dibuahi oleh satpam kompleks, pak Narto.
Langit yang tadinya masih sore dengan warna sedikit oranye, berganti warna dan mulai gelap. Kegiatan mengobrol serius di teras rumah mereka sudahi dan memutuskan untuk masuk ke dalam rumah kembali. Sementara Widya langsung masuk ke dalam dapur untuk membuat makan malam yang akan disantap ayah mertua, dirinya beserta Evan.
JRENG!!! JRENG!!! JRENG!!!
Suara alunan gitar terdengar di dalam kamar Evan yang tengah mencoba mengisi waktu luang malamnya selain bermain game Online ataupun Video Call dengan Alice. Beberapa lagu acak ia mainkan dengan gitarnya.
“Hhaaahhhh...main game terus bosan, main gitar juga bosan”, ucapnya sambil menghela nafas.
TOK!!! TOK!!!
Pintu kamarnya di ketuk seseorang dari luar membuat Evan tersadar dari rasa bosan yang sedang ia alami malam itu diatas ranjang.
Dibukanya pintu kamarnya dan terlihatlah sosok sang kakek yang tengah berdiri di depannya sambil membawa 2 cangkir kopi panas. Mengerti dengan maksud sang kakek, Evan lekas menyuruhnya untuk masuk ke dalam kamar.
“Kakek ga ganggu kan?”, tanya pak Kasno duduk di lantai.
“Kek, jangan dibawah lah. Duduk diatas aja, gapapa”
“Bawah aja, nak. Di langai dingin bikin enak kalo buat ngobrol”
Evan yang merasa tak enak lalu ikut duduk di lantai menghargai kakeknya itu. Satu gelas kopi di berikan ke Evan dan Evan mengambil bungkus rokoknya yang ada di atas ranjang untuk dipersilahkan pada kekeknya.
“Gimana, kuliahnya tadi, nak? Ga ada masalah kan?”, tanya pak Kasno membuka obrolan.
“ga ada kok, kek. Semua berjalan lancar”
“Iyalah lancar, orang ada pujaan hatinya yang bisa bikin semangat. Hahaha”, pak Kasno mencoba untuk menggoda cucunya itu.
“yang akur, nanti kakek temani kamu buat samperin keluarganya”, sambung pak Kasno sambil menepuk pundak Evan.
“Apaan sih, kek”, balas Evan ikut tertawa. Evan merasa seperti bingung, tapi entah itu apa dan Evan hanya menghiraukan rasa bingungnya itu.
Obrolan berlanjut dari hal yang tak penting pun dijadikan topik pembicaraan. Bahkan seperti yang Evan kenal pada kakeknya itu, seorang pria yang humoris. Di beberapa kadang diselingi humor yang membuat keduanya tertawa.
Dari obrolan yang ringan secara perlahan pak Kasno mulai menyerempet ke niat awalnya berkunjung ke dalam kamar cucunya itu. Topik obrolannya mulai mengarah ke hal yang lebih serius. Dengan berhati-hati pak Kasno mulai berbicara pada hal sensitif yang pernah dibicarakan juga dan malam ini akan kembali dilanjutkan.
“dulu kamu pernah kepingin banget punya adik kan, nak?”
“Iya, Evan dari dulu sebenarnya kepingin banget punya Adik tapi kayaknya udah ga bisa deh”
“Ya mungkin aja sih, kakek dulu pernah saranin pake cara bayi tabung, Cuma kamu tolak”, ucap pak Kasno mulai memancing Evan.
“ga tau kenapa ya, kek. Evan ga mau aja kalo pake bayi tabung”
“kalo bayi tabung ga boleh, berarti mamah kamu harus pake cara alami biar bisa hamil lagi”
Evan terlihat kaget dengan ucapan kakeknya yang mengingatkan bahwa masih ada cara lain, namun terdengar ekstrem.
“cara alami? Yang benar saja, kek. Masa mamah dihamili orang secara langsung”, ucap Evan sedikit menekan intonasi nya.
Pak Kasno mengubah posisi duduknya dan sedikit menggeser ke tempat Evan duduk. Pak Kasno memegang pundak Evan dan mulai berbicara lagi, Namun dengan nada yang sedikit pelan dan sabar.
“Ada 2 keuntungan buat mamahmu kalo pake cara itu, nak”
“Pertama, mamah kamu ada kemungkinan bisa hamil dengan cara alami, maksudnya hamil oleh sperma orang secara langsung tanpa harus pake cara kedokteran. Keuntungan kedua...”
“Kamu sadar kan kalo selama ayah kamu meninggal mamah kamu itu sendiri? Untuk hal itu kamu juga tau kan maksudnya?”, ucap pak Kasno.
Evan terlihat diam berpikir.
“Mamah kamu ga dapat nafkah batin lagi. Nah, sedangkan kalo pake cara itu mamah kamu sedikit bisa terobati soal nafkah batin itu. Ya kakek sebagai orang tua disini ga bermaksud buat bikin mamah kamu buat melakukan hal yang ga Bener dan perlu kamu tau bahwa mamah kamu itu sudah jadi anak kakek juga sekarang”
Pak Kisno mulai membuat Evan bingung dengan perkataannya. Dengan bingungnya Evan, pak Kasno bisa dengan mudah masuk untuk mempengaruhi pikirannya. Disini pak Kasno sebenarnya punya maksud lain pada masalah keluarga ini.
Perlu diketahui, sebenarnya pak Kasno dari dulu punya hasrat terhadap tubuh menantunya itu, namun ada hal yang membuatnya tak bisa melakukannya. semenjak di tinggal mendiang sang istri, pak Kasno mengalami Impoten dan karna hal itu niatnya berubah. Sekarang pak Kasno memiliki fantasi dimana dia bisa melihat sang menanti yang ia idamkan itu disetubuhi oleh pria lain yang bukan anaknya sendiri (mendiang Harjo) sampai hamil.
Pak Kasno tau betul walau hal itu terwujud pun batangnya tak bisa tegang, namun.... Dari salah satu kenalan orang yang ia punya. Ia sudah rutin menggunakan sebuah terapi menggunakan minyak khusus supaya dirinya bisa ereksi kembali. Kata orang tersebut masih ada kemungkinan sembuh dengan cara mengurut penisnya menggunakan minyak yang dia beri secara teratur dan prosesnya akan lebih manjur lagi jika lebih sering melihat orang yang ia kenal bersetubuh di hadapannya dan karna itu pak Kasno ingin melihat Widya disetubuhi orang di hadapannya langsung untuk membantu kesembuhannya.
Dengan sembuhnya masalah yang dialami pak Kasno, ia juga dapat menikmati juga nantinya tubuh sang menantu itu.
Terlepas dari hal tersebut, makanya pak Kasno dengan memutar otak mencari cara supaya cucunya itu mau menggunakan cara yang ia inginkan itu.
“Yaudah, Evan sih mau aja, kek. Asalkan mamah juga mau dan tanpa ada paksaan. Evan juga tau kalo Evan egois dan ini salah, tapi Evan juga ga paksa mamah buat lakuin. Semua keputusan ada pada mamah. Apapun yang mamah putuskan Evan bakal terima hal itu”, ucap Evan. Pak Kasno yang mendengar langsung tertawa di dalam hati. Sifat bajingan pak Kasno disaat muda mulai kembali lagi.
Cukup susah dan terjadi perdebatan kecil juga saat pak Kasno membujuk Evan untuk masuk ke dalam rencananya, semua berakhir dengan kemenangan bagi pak Kasno.
“Yaudah, nanti coba kakek bicarakan lagi sama mamah kamu”
“Iya, kek. Tapi misalkan mamah mau dengan cara itu, nanti siapa yang bakal lakuin? Kalau kakek kan...”, ucap Evan dipotong cepat oleh pak Kasno.
“iya kakek tau. Untuk masalah itu masalah gampang. Kakek memang ga bisa ereksi lagi, tapi dengan penampilan mamah mu itu, buat cari hal tersebut adalah perkara yang mudah”, ucapnya seakan-akan dengan logat bicara sedikit berat, padahal di dalam hatinya ia sangatlah senang.
“Maafkan ayahmu ini Harjo. Maafkan juga kakekmu ini. Hehehe...”, batin pak Kasno.
“udah malam, nak. Kamu mendingan tidur. Kakek biar temuin mamah kamu dulu buat bicarakan hal ini”
Pak Kasno beranjak dari kamar Evan dan tak lupa juga dua cangkir kopi yang sudah kosong ia bawa keluar. Tertutupnya pintu kamar Evan, pak Kasno tersenyum licik.
“tak percuma belajar ilmu hipnotis dulu. Hahaha...”.
Ya, pak Kasno ternyata mempengaruhi pikiran cucunya menggunakan ilmu hipnotis yang ia pelajari dulu saat masih muda. Ternyata apa yang dulu ia pelajari sampai sekarang masih ada gunanya bagi pak Kasno. Menggunakan hipnotis pak Kasno bisa mengendalikan pikiran Evan dan Evan dipaksa untuk menuruti perkataannya yang sebenarnya adalah fantasi sendiri milik pak Kasno terhadap menantunya itu, terhadap mamahnya Evan.
Dengan langkah senangnya pak Kasno menuruni tangga dan langsung menemui Widya yang sudah berada di dalam kamarnya malam itu setelah menaruh gelas kotor di dapur.
Sebelumnya juga, pak Kasno masuk ke dalam kamarnya terlebih dahulu untuk melakukan terapi rutin yang ia lakukan selama ini. Menggunakan minyak yang ia bawa dari kampung itu, pak Kasno melepas sarungnya dan langsung terlihat penis besarnya dalam keadaan lemas. Dioleskannya seluruh minyak tersebut di batang tersebut dengan gerakan memijit pelan.
“Semoga kamu bisa cepet sembuh ya, le. Kamu sembuh nanti bakal aku kasih hadiah memek legit menantumu itu. Hehehe”, pelan pak Kasno sambil mengurut penis besarnya.
Di dalam kamar Widya terdengar suara dua orang tengah berbicara dengan serius. Pak Kasno menemui Widya untuk membicarakan niat busuknya lebih lanjut.
“Evan bilang seperti itu, yah?”, tanya Widya.
“kamu kira ayah bohong sama kamu, Wid? Kalo kamu emang ga percaya, kamu bisa tanyakan langsung sama anakmu”, ucap pak Kasno.
“sudah jelas anakmu bakal jawab boleh, Wid. Anakmu dibawah pengaruh hipnotisku ini”, batin pak Kasno
“Bukan begitu maksud Widya, yah. Widya Cuma merasa bingung saja, jika Widya benar-benar hamil sama orang takutnya para tetangga pada curiga. Widya janda, tapi Widya hamil”
“ayah punya rencana buat itu. Disaat kandungan kamu mulai terlihat, kamu ikut ayah aja ke kampung sampai anak kamu lahir. Orang kampung juga pastinya bakal bingung juga, tapi kalo dikampung orang-orang masih bisa dibohongi. Ayah bilang kalo kamu sudah menikah lagi dan dengan alasan kamu kangen sama keluarga di kampung, kamu bisa tinggal sementara disana”, jelas pak Kasno.
“tapi orang yang bakal bantu masalah ini siapa, yah?”, tanya Widya.
“Semenjak ayah tinggal disini, ayah sering lihat satpam kompleks ini kalo ketemu kamu kaya suka liatin kamu. Kayaknya dia tertarik sama kamu, Wid. Bagaimana kalo kita coba bicarakan sama dia buat bantu?”
Widya tau betul siapa orang yang dimaksud oleh mertuanya itu. Widya juga sadar bahwa semenjak datangnya pak Kasno di dalam rumah. Pak Narto sama sekali tak berani menjamahnya. Jika orang itu lewat depan rumahnya, dia hanya berpura-pura menanyakan situasi keamanan kompleks dan biasanya mampir sebentar untuk melihatnya tanpa berani melakukan hal apapun.
“pak Narto maksud ayah?”
“Ayah ga tau namanya, tapi yang satpam itu intinya”
“Tapi masa Widya yang ngomong sama pak Narto?”, ucap Widya.
“ya bukan kamu juga, Wid. Nanti ayah yang bakal coba ngomong sama pria itu. Tapi kamu sendiri benar-benar siap apa ga?”
Widya terlihat mengambil nafas lumayan banyak, lalu menghembuskannya secara perlahan.
“Widya siap, yah. Widya pengen wujudin keinginan Evan buat punya adik lagi dan Evan sendiri sudah setuju. Widya bakal coba”
“kalo memang kamu sudah putusin, berarti besok siang ayah bakal coba ngomong sama....pak Narto buat minta bantuan dari dia”, ucap pak Kasno.
Keesokan harinya setelah pak Kasno kembali dari tugasnya untuk menemui pak Narto di pos jaganya. Pak Kasno duduk di sofa sambil menonton televisi dan dari arah belakang sosok Widya muncul sambil membawakan minuman dingin untuk meredamkan hawa panas.
Pak Kasno pulang dari tugasnya dengan raut wajah yang senang karna orang yang akan ia mintai bantuan ternyata memang benar adanya, dimana pak Narto mempunyai hasrat tersendiri pada menantunya itu dan tanpa berpikir panjang setelah dirinya meminta bantuan, pak Narto dengan cepat menjawab bahwa dirinya sangat bersedia untuk membantu Widya hamil dengan spermanya.
Dari hal tersebut juga pak Kasno akhirnya mendapat sebuah fakta yang membuatnya kaget, namun dirinya juga terdapat rasa senang. Fakta dimana pak Narto menceritakan semua hal yang terjadi belakangan ini. Kejadian dimana menantunya sudah pernah disetubuhi oleh pak Narto beberapa kali dan pak Narto juga bilang bahwa Widya sudah tunduk di bawah kepuasannya.
Pak Kasno tak mengira bahwa wanita baik, sopan seperti Widya ternyata sudah ditundukkan oleh satpam kompleks. Jika anaknya, Harjo masih ada mungkin pak Kasno marah mendengar hal tersebut dan menyuruh anaknya untuk menceraikan Widya, namun keadaan berbeda. Pak Kasno malah terlihat senang, dengan begitu rencana yang ia inginkan bisa berjalan dengan lancar.
“Wid, ayah pengen ngomong sama kamu”, ucap pak Kasno.
“Iya, yah”
“sejak meninggalnya Harjo, kamu ga pernah menyeleweng kan?”, tanya pak Kasno.
DEG!!! Widya terdiam dalam kaget, mengingat bahwa orang yang dimintai bantuan oleh mertuanya adalah pak Narto dan pak Narto sudah pernah menikmati setiap jengkal tubuhnya beberapa kali. Widya menjadi khawatir dan cemas kalo pak Narto memang sudah menceritakan hal tersebut pada mertuanya itu.
“udah, ga usah kaget gitu. Ayah udah tau semuanya, pak Narto sudah cerita sama ayah soal hubungan kalian. Mungkin jika suamimu masih hidup, ayah bakal suruh dia buat ceraikan kamu, Wid”, ucap pak Kasno.
Wajah Widya menjadi pucat saat mendengar ayah mertuanya berbicara demikian.
“Ayah sebenarnya ga menyaka kalo kamu itu ternyata seorang istri yang mudah takluk sama kontol orang”, pak Kasno sengaja berbicara seperti itu karna dirinya merasa bahwa hal tersebut bisa menjadi senjata untuk menaklukkan Widya.
Dengan cepat Widya bergerak dari posisi duduknya dan berlutut di hadapan pak Kasno sambil menangis meminta maaf. Pak Kasno tersenyum dan dirinya mencoba untuk bertindak lebih jauh lagi memancing emosi Widya.
“Pantas saja pas ayah bilang mau bantuan ke pak Narto, kamu kelihatan menerima begitu saja. Ternyata kamu memang sudah kangen sama kontolnya ya, Wid”
“Buka, yah....bukan seperti itu. Widya minta maaf, yah... Widya tau kalo Widya salah besar”, maaf Widya sambil menangis.
Pak Kasno tersenyum menang. Tangannya memegang kedua sisi bahu Widya dan menyuruhnya untuk bangun dari posisinya itu. Memasang tatapan seakan orang bijak, pak Kasno menghela nafas panjang.
“bukan salah kamu sepenuhnya, Wid. Bangunlah. Sekarang kamu nurut saja sama ayah dan kamu fokus wujudin keinginan anakmu itu buat punya adik. Ayah rela, semua demi cucu ayah satu-satunya dari Harjo”, pak Kasno menuntun Widya untuk duduk kembali di sofa.
“Yang kamu lakukan sekarang hanya bersetubuh dengan pak Narto hingga dirimu hamil anaknya demi kesalahan kamu pada Evan. Buat dia bahagia, Wid”, Widya mengangguk lemas masih sedikit terisak.
Lagi-lagi pak Kasno menggunakan keahliannya untuk memanipulasi pikiran seseorang dan kali ini ia gunakan pada mantunya sendiri. Pak Kasno gunakan cara itu supaya Widya tak terlalu protes dan mengikuti kemauannya.
“Malam ini bakal dimulai, Wid. Nanti malam pak Narto bakal datang buat bantu. Nanti malam berpakaianlah yang mengundang nafsu pak Narto dan berdandanlah secantik mungkin”, ucap pak Kasno, Widya mengangguk.
Waktu terasa berlalu dengan cepat. Tibalah dimana pak Kasno dan menantunya, Widya tengah menunggu kedatangan pak Narto di ruang keluarga dengan perasaan campur aduk. Tanpa disadari dari keduanya sedang merasakan keringat dingin dengan dada yang berdegup dengan kencang menanti sesuatu yang sama sekali belum terpikirkan.
Dimana Widya akan disetubuhi di depan ayah mertuanya oleh satpam kompleksnya dan sementara pak Kasno akan melihat pemandangan dimana menantu kesayangannya yang cantik dan mempunyai badan bagus akan di Setubuhi de depan mata kepalanya sendiri.
“aku seperti menyuruh menantuku ini untuk menjadi pelacur”, batin pak Kasno melihat sekilas penampilan Widya yang cantik dengan memakai baju tidur dengan bahan yang tipis.
“Aku seperti dijual oleh mertuaku, tapi dijual pada lelaki yang lebih dulu membuatku takluk”, batin Widya menundukkan kepala melihat kedua pahanya yang terbuka cukup lebat akibat piama yang ia pakai sangatnya pendek.
Sepanjang mereka menunggu sama sekali tak ada suara percakapan yang berarti. Adapun percakapan dan itu hanya sangatlah singkat, bukan ucapan mengarah pada obrolan panjang.
Pak Kasno dapat melihat jika kedua puting Widya terlihat menonjol dari pakaian yang ia kenakan itu. Ya, itu memang pak Kasno yang menyuruh agar Widya tak memakai pakaian dalam sama sekali. Pada bagian bawah terlihat paha mulus Widya yang terbuka akibat kecilnya pakaian yang ia kenakan saat itu dan pak Kasno juga bisa menebak secara jelas bahwa selangkangan Widya menempel secara langsung di atas sofa tanpa terkena penghalang lagi.
Jika pak Kasno tak mengalami masalah pada batang penisnya, mungkin dia sudah tegang maksimal dan tanpa meminta bantuan dari pak Narto, ia sendiri yang bakal menghamili Widya. Namun karna kondisi yang ada, makanya pak Kasno memilih pak Narto sebagai batu loncatannya untuk menundukkan Widya, menantu cantik dan montoknya itu.
TING TONG!!!
Suara bel tersengar bunyi dan sudah dipastikan orang yang memencet bel rumah adalah orang yang sedang mereka berdua tunggu, siapa lagi kalo bukan pak Narto.
“Kamu siap, Wid?”, tanya pak Kasno. Widya mengangguk pelan.
“kalo begitu kamu yang bukain pintu dan aja pak Narto untuk masuk ke dalam”
Widya beranjak dari duduknya berjalan ke arah pintu menemui pak Narto di luar sana. Sementara pak Kasno menunggu dengan jantung yang berdegup kencang sambil tak fokus menonton televisi.
Tak lama terlihat sosok pak Narto berjalan masuk beriringan dengan Widya dengan posisi tangannya merangkul pundak Widya. Sepertinya pak Narto tak usah memasang tampang sok malu lagi, karna dirinya juga sudah menceritakan semua rahasianya bersama Widya pada pak Kasno.
Terlihat jelas bagi pak Kasno yang tengah duduk di sofa bahwa pak Kasno merangkul Widya, namun sesekali meremas payudara besar Widya yang tak terbungkus BRA di dalamnya sambil tersenyum.
“Main remas saja menanti saya, pak”, ucap pak Kasno.
“Hehehe...maaf, pak habisnya saya sudah kangen sama bu Widya ini”
“Yaudah lah, lagian kamu juga udah pernah merasakan tubuhnya juga kan. Oh iya, duduk”
Pak Kasno menyuruh pak Narto untuk duduk juga di sofa dan sekarang terlihatlah bahwa sosok perempuan yang menjadi istri anaknya itu seperti bukan menantunya, karna Widya duduk bersebelahan dengan pak Narto di sofa yang berbeda. Pak Kasno merasa seperti sedang bertamu di rumah tangga orang lain.
“Bagaimana pak, saya beneran disuruh buat hamilin bu Widya kan?”, tanya pak Narto.
“ya seperti yang saya bicarakan siang tadi, pak. Saya dan Widya serius meminta bapak buat hamilin menanti saya ini. Cucu saya, Evan sudah lama pengen punya adik tapi ga kesampaian karna anak saya pergi duluan”
“tapi kalo bu Widya nanti hamil sama saya, apa nak Evan ga curiga pak?”, tanya pak Narto kembali.
“soal itu Evan sudah setuju, pak dan Evan sudah mengizinkan hal tersebut dengan catatan itu memang keputusan Widya tanpa paksaan”
Pak Narto memandang wanita disebelah nya itu dengan tersenyum girang. Dirinya bisa mendapatkan wanita seperti Widya dan sekarang dirinya bisa menikmati tubuhnya dengan izin mertua serta anaknya? Beruntungnya pak Narto. Ditambah lagi, dia bisa menikmati tubuh Widya sampai hamil oleh benihnya. Benar-benar Jackpot buat pak Narto.
“wah, bakal terima kasih yang besar dari saya kalo begitu, pak. Sebagai tanda terima kasih saya itu, saya janji bakal buat Widya hamil. Jangankan 1, 2 ataupun 3 kali hamilin bu Widya juga saya siap, pak”, ucap pak Narto.
“saya lakukan ini semata buat cucu saya saja, pak dan kebetulan Widya juga bersedia. Kalo begitu sekarang bapak bisa memulainya”
“Maaf, pak. Bapak beneran Impoten?”, tanya pak Narto yang sudah siap mengeksekusi Widya.
“iya, kalo saja saya ga seperti ini, saya ga usah suruh bapak, saya bakal lakukan sendiri”, jawab pak Kasno.
“Benar juga, pak. Yaudah, bapak duduk aja liatin. Mulai malam ini saya janji bakal buat Widya hamil, pak. Bakal saya kasih benih ini buat bapak sama nak Evan”
Pak Narto berdiri dan mencopot celananya dan setelahnya muncul benda panjang nan besar keluar dari balik celana dalamnya dalam keadaan sudah mulai menegang. Pak Kasno memosisikan tubuhnya duduk kembali di sofa.
“ayo, bu dimulai. Bikin kontol saya keras dulu”, ucap pak Narto tanpa malu dan tanpa tau dirinya.
Widya sedikit ragu bergerak untuk bersimpuh di tengah selangkangan pak Narto. Menggunakan tangan lembutnya, Widya memegang kontol besar milik pak Narto dan mulai mengocoknya secara pelan. Dari kocokkan pelan, gerakan Widya berubah menjadi mencaplok semua batang besar itu masuk ke dalam mulutnya. Terlihatlah kini Widya yang tengah mengulum kontol yang bukan milik suaminya di depan sang mertua secara langsung.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
"Telan semua kontol saya, bu. Ini kontol yang suka buat ibu lupa diri. Hehehe...ya seperti itu, bagus. Sssshhhh....."
Gerakan kepala Widya naik turun diatas selangkangan pak Narto sambil mulutnya melakukan sedotan keras pada batang yang sedang ia kulum itu. Dimana gerakan yang dilakukan Widya itu sontak membuat pak Narto langsung merem melek dibuatnya.
“aaakkkhh....ssshhhhh...sedot terus, bu. ssshhhhh...”, racau pak Narto dengan tangan menyilang dibelakang kepalanya sendiri.
Mulut Widya terus bergerak naik terus dengan satu tangannya membantu mengurut pelan batang kontol pak Narto yang kian membesar dan mengeras di dalam mulutnya. Rambut kemaluan lebat milik pria tua tersebut juga selalu mengenai hidung serta mulutnya.
Secepat itu Widya tak terlihat ragu lagi seperti sebelum mulai tadi. Gerakan kepala serta tangannya terlihat sangat lihat diselangkangan pak Narto padahal dirinya tengah di tonton oleh mertuanya sendiri, ayah dari suaminya.
Tangan pak Narto yang tadinya diam diatas sekarang mulai menggerepe bagian pantat Widya yang disuruhnya sedikit untuk diangkat. Disingkapnya kain yang sedikit menutupi bongkahan pantat itu oleh dan Narto hingga terlihat jelas di hadapan pak Kasno memek Menantunya itu yang masih ditumbuhi rambut kemaluan yang tak terlalu banyak.
“Eeggghhhh.....”, lenguh Widya disela kulumannya terdengar kala pak Narto meremas pantatnya.
Sementara itu pak Kasno mulai menikmati tontonan di depannya itu saat Widya mengulum kontol pak Narto dengan cepat sedangkan pantatnya diremas kencang oleh satpam tersebut. Menikmati, tapi batang milik pak Kasno sama sekali belum bisa berdiri.
Dilepasnya secara perlahan batang tersebut dari dalam mulutnya, lalu dengan perlahan mulai menjilati nya demgan telaten dari ujung kepala hingga pangkal menggunakan lidahnya. Terlihat sekali bahwa Widya seperti sudah biasa memanjakan benda panjang yang ada di genggamannya itu.
“Bu...”, ucap pak Narto mengangkat wajah Widya.
CUP!!!
Dilumatnya bibir Widya dengan nafsu oleh bibir pak Narto. Lidahnya bermain di sekitar bibir Widya dan menjilatinya hingga dimasukkan kembali untuk saling melilit di dalam mulut.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Bunyi lumatan keduanya terdengar saat masing-masing menyedot air ludah dari lawannya. Tangan pak Narto bergerak menelusuri setiap jengkal tubuh Widya dan berakhir di gundukan daging kenyal milik Widya yang tak terbungkus Bra. Di remasnya dengan gemas dan di pelintir puting miliknya dari balik piama tipis dan dimasukkan tangannya meraih payudara Widya yang besar nan kenyal itu. Pak Narto meremas gemas daging kenyal itu secara langsung dan menggosok puting tersebut dengan gerakan sedikit cepat.
“Eeggghhhh...Eeggghhhh....ssshhhhh”, desah Widya saat kedua payudaranya tengah dimainkan.
Kontol pak Narto terlihat sudah tegang maksimal. Pak Narto yang merasa cukup pemanasan tersebut, melepaskan lumatannya atas bibir Widya dan saat kedua bibir mereka terlepas terlihat benang ludah yang terpentang seiring menjauhnya bibir mereka.
Pak Narto berdiri dan mulai mencopot semua kain yang masih melekat pada tubuhnya sampai dirinya berdiri di depan Widya dan pak Kasno dengan telanjang bulat beserta keadaan kontolnya yang mengacung keras di hadapan wajah Widya.
Pak Narto menyuruh Widya untuk duduk di sofa dalam posisi mengangkang dan pak Narto mengambil sesuatu dari dalam tas kecilnya yang ternyata alat cukur. Widya yang tak memakai celana dalam pun bisa langsung terlihat belahan memeknya yang sudah merekah siap untuk dimasuki, namun pak Narto memilih untuk mencukur terlebih dahulu rambut kemaluan Widya.
Dikarenakan tak ada air, pak Narto meludahi rambut kemaluan Widya beberapa kali hingga terlihat banyak lelehan ludah disana dan setelahnya pak Narto menggunakan ludahnya itu sebagai pelumas untuk mencukur habis rambut kemaluan Widya.
CUIH!!! CUIH!!!
“Dicukur dulu, bu biar bersih”, ucap pak Narto.
“Cukurin, pak”, sambung pak Narto pada pak Kasno.
Ternyata pak Kasno lah yang disuruh untuk mencukur habis rambut kemaluan menantinya itu. Dengan senang hati pak Kasno maju mendekat ke arah Widya yang disuruh mengangkang di sofa oleh pak Narto sehingga memperlihatkan memeknya itu.
Pelan-pelan pak Kasno mulai menghilangkan rambut kemaluan Widya dan saat baru setengah jalan ternyata ludah pak Narto tadi telah habis ikut terbuah, akhirnya pak Kasno ikut meludahi selangkangan menantinya sendiri beberapa kali hingga terlihat basah oleh ludah kembali. Pak Kasno mencukur habis kemaluan Widya hingga tak tersisa sedikit pun rambut yang mengganggu.
“Sudah bersih, pak”, ucap pak Kasno pada pak Narto yang tengah berciuman kembali dengan Widya dan tangannya meremas payudara.
Pak Narto bangkit dan memosisikan tubuhnya sejajar dengan selangkangan Widya dan kontolnya yang keras dan besar sudah siap menjebol memek Widya. Pak Narto melihat sejenak ke arah pak Kasno dan diberi jawaban anggukan kepala.
“sudah siap, bu? Saya sudah kangen sama jepitan memek ibu ini. Memek legit”, ucap pak Kasno sambil memukulkan kontolnya berulang kali tepat kearah bibir memek Widya.
“Siap ya, bu. Saya bakal jebol lagi memeknya pake kontol ini”
Pak Narto mengarahkan kepala kontolnya di bibir memek Widya dan demgan perlahan pak Narto mulai mendorong masuk kontolnya menembus sempitnya memek Widya itu. Senti demi senti benda besar nan panjang itu mulai tertelan di dalam lubang segama milik Widya yang sudah bersih tanpa rambut.
“Aaaakkkkhhh....pelan, pak....besarr....ssshhhhh....”, ucap Widya saat pak Narto mencoba melakukan penetrasi.
“Ssshhhhh....udah sempit lagi bu memeknya. Sssshhhhh...padahal baru beberapa hari ga saya genjot”
“Aaaakkkkhhh....ini....demi Evan, yah. Ssshhhhh....”, ucap Widya pada pak Kasno yang tengah melihat demgan saksama ke arahnya.
“pak Kasno. Ssshhhhh....semoga bapak lekas sembuh. Setelah sembuh bapak bisa rasakan juga kaya apa sempitnya lubang memek....menantu bapak ini. Sssshhhhh...sempit banget, pak”, ucap pak Narto menikmati proses penetrasinya.
BLES!!!
Setelah mencoba menembus kembali memek Widya dengan sedikit kesusahan, akhirnya pak Narto bisa membenamkan seluruh batang kontolnya di dalam memek Widya kembali. Lubang yang selalu bisa membuatnya merasakan nikmat yang tak ia dapat dari istrinya di kampung.
Saat pak Narto mendiamkan kontolnya, ia bisa merasakan bahwa dinding memek Widya serasa memijat seluruh batangnya di dalam sana. Rasanya sungguh sangat nikmat. Apalagi ia menikmati hal tersebut sambil di tonton oleh pria yang disebut sebagai mertua dari Widya. Nikmatnya sungguh berlipat ganda dirasakan oleh pak Narto.
“bu Widya minta tolong saya buat apa, bu?”, tanya pak Narto, tapi Widya diam.
“Bu Widya....saya tanya loh, apa mau saya cabut saja?”
“Ja...jangan pak. Tolong bantu saya. Ssshhh.... Tolong bantu dengan hamilin saya, pak”, ucap Widya sambil menahan rasa sesak di dalam selangkangannya.
“Pak, masa saya disuruh buat hamilin bu Widya. Menantu bapak ini apa benar, pak?”, tanya pak Kasno mencoba melecehkan Widya dan juga berimbas pada pak Kasno sendiri yang ikut diseret.
“Iya, pak. Hamili menantu saya itu”, jawab pak Kasno.
Entah itu efek yang mulai berasa atau bukan. Pak Kasno tak pernah menikmati apa yang namanya nafsu setelah dirinya Impoten, tapi untuk sekarang dirinya merasa bahwa nafsu yang sudah pernah hilang itu mulai kembali dengan perlahan dan ajaibnya ia merasakan jelas bahwa kontolnya sedikit mengedut, walau belum bisa ereksi.
Pak Kasno yang berpikir bahwa saran orang kampungnya ternyata berhasil, pak Kasno menyuruh pak Narto kembali melanjutkan aktivitasnya pada tubuh menantunya itu.
“baik, bu. Saya bakal buat bu Widya hamil”
“terima kontol saya ini, bu. Bakal saya genjot memek ibu ini sampai puas. Ssshhhhh...Aaaakkkkhhh....”, ucap pak Narto mula menggerakkan pantatnya maju mundur menumbuk selangkangan Widya.
PLOK!!!! PLOK!!! PLOK!!!
Bunyi kulit saling bertemu mulai menggema menyelimuti ruang keluarga rumah Widya. Dirinya tengah disetebuhi oleh satpam kompleks bernama pak Narto sambil dirinya di tonton oleh sang mertua. Sukar untuk diakui, namun Widya juga merasakan rasa nikmat yang ia dapatkan dari persetubuhan awal malam itu.
Widya menatap ke arah bawah dimana selangkangannya tengah di masuki benda besar nan panjang yang keluar masuk menyodok memeknya itu. Saat melihat Widya sempat tak percaya karna ukuran seperti itu bisa masuk seluruhnya ke dalam lubangnya dan padahal tadi sangatlah sakit, namun rasa sakit dengan cepat berubah rasa nikmat. Sungguh hebatnya batang tersebut.
“ayah Kasno...aku disetebuhi pak Narto dengan penuh nafsu di depannya. Mimpikah aku?”, batin Widya di tengah genjotan kontol pak Narto diselangkangkannya sambil melihat mertuanya itu.
Tubuh Widya ikut terlonjak di setiap hentakkan pantat pak Narto yang mengenai selangkangannya. Kedua bukit indahnya diremas oleh pak Narto dengan lumayan keras tanpa melepas piama yang dipakai sehingga membuat Widya mendesah bercampur dengan erangan kecil.
“Ssshhhhh....Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....”
“Akhirnya saya bisa merasakan nikmatnya memekmu lagi, bu. Ini memek yang selalu saya tunggu buat saya genjot. Ssshhhhh...”
“Enak?”, sambung pak Narto. Widya mengangguk pelan.
“Bagus, bu. Bu Widya sekarang sedang saya entotin di depan mertua ibu dan ibu menikmatinya seperti biasa. Aaaakkkkhhh....ibu emang pantas buat jadi Pelacur saya, bu. Ssshhhhh...Aaaakkkkhhh....saya bakal didik ibu buat jadi Pelacur yang patuh dan saya bakal buat bu Widya hamil. Ya...ssshhh...bapak bakal buat bu Widya hamil sama peju saya. Hehehe....sssshhhhh....”
Sambil terus menggenjot memek Widya dengan gerakan sedikit cepat, pak Narto mengalihkan pandangannya ke arah pak Kasno yang tengah menonton adegan dirinya menyetubuhi menantunya itu.
“pak, terima kasih sudah bolehin saya pakai memek bu Widya lagi. Ssshhhhh....Aaaakkkkhhh....menantu bapak kaya Lonte buat saya, pak. Ssshhhhh....aaakkkhh...enaknya. ssshhhhh....”
“Saya bakal buat bu Widya hamil. Ssshhh....tapi izinkan saya buat miliki tubuhnya juga, pak. Aaaakkkkhhh...saya mau...menantu bapak ini....ssshhh jadi Pelacur pribadi saya, pak. Saya....Ssshhhhh.....anjing enak banget ini memek. Ssshhhhh... Saya mau Widya jadi pemuas saya, pak”
“Silahkan saja, pak. Lagian dari awal juga menantu saya ini sudah jadi Pelacur bapak kan. Tapi dengan satu syarat. Bapak harus nurut sama perintah saya dan setelah saya sembuh, saya juga mau pakai memeknya juga”, ucap pak Kasno membuat perjanjian dengan pak Narto.
“Siapppp....ssshhhhh...saya setuju, pak. Berarti buat sekarang bu Widya milik saya seutuhnya sampai bapak sembuh. Selama itu juga....ssshhhhh....saya bebas menikmati tubuh menantu bapak ini. Anakkkhhhh...”
“saya setuju”, balas pak Kasno.
Di genjotnya selangkangan Widya dengan ritme yang ditambah. Tubuhnya ikut terlonjak setiap pantat pak Narto menubruk selangkangkannya dengan kuat. Payudara besarnya yang masih tersembunyi di bali piama ikut bergerak naik turun dan saking kuatnya sodokan kontol pak Narto di selangkangannya sampai sofa yang menjadi tempat pertempuran sedikit demi sedikit mulai ikut terdorong ke belakang.
Suara desahan, racauan dan suara kulit uang saling berbenturan mengisi ruang tengah rumah Widya yang bisa didengar jelas oleh telinga pak Kasno selaku mertuanya yang tengah menonton adegan dimana sang menantu tengah di Setubuhi secara cepat dan kasar oleh seorang pria yang bekerja sebagai satpam kompleks. Pria tersebut dengan sangat bernafsu menyodokkan kontolnya dengan keras dan kuat.
“Bu Widya sudah dengar? Tubuh ibu sekarang milik saya. Ssshhhhh...bu Widya Pelacur saya. Ssshhhhh...Pemuas nafsu kontol saya ini. Aaaakkkkhhh...rasakan kontolku, bidak. Ssshhhhh....Aakkkhhhh”, umpat pak Narto menikmati setiap sodokan kontolnya di dalam memek sempit Widya. Wanita uang sekarang demgan bebas dapat ia Setubuhi sesukanya dan wanita yang sudah tunduk oleh kenikmatan yang diberikan oleh kontol besarnya itu.
“Aakkkhhhh...Aaaakkkkhhh....pelan, pak. Aakkkhhhh....enakkk...ssshhhhh....”, racau Widya sambil melingkarkan kedua tangannya di leher pak Narto.
“anakku kalo tau kamu kaya Pelacur gitu, pasti Harjo bakal nyesel nikahin kamu, Wid”, timpal pak Kasno di posisi menontonnya.
“Hajar terus memek menantu saya yang kaya Pelacur itu, pak. Hajar terus memeknya biar kapok”, sambung pak Kasno.
Pak Narto mencabut kontolnya dengan cepat sementara Widya melenguh akibat ulah pak Narto itu. Dibaliknya tubuh Widya untuk menungging di dan dengan gemasnya pak Narto menampar pantat Widya yang mulus beberapa kali. Setelahnya, dalam sekali sentakan keras kontol pak Narto kembali masuk ke dalam memek Widya.
“AAAKKKHHHH!!!!”, erang Widya saat kontol pak Narto masuk dengan kasar.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Tamparan yang dilakukan pak Narto pada pantat Widya meninggalkan bekas warna kemerahan yang lumayan jelas tercetak di pantat mulusnya itu. Nafsu pak Narto yang sudah memuncak langsung menggerakkan kembali pantatnya maju mundur, menggerakkan kontolnya supaya keluar masuk di dalam memek Widya demgan celat dan kuat.
“terima kontolku ini, memek! Terima ini. Aaaakkkkhhh....rasakan kau Pelacur. Ssshhhhh...Aaaakkkkhhh”, umpat pak Narto.
“Sia-sia mendiang suamimu mendidik supaya jadi istri yang baik...ssshhhhh....aaakkkhh...ujung-ujungnya jadi Lonte juga kamu, bu. Aaaakkkkhhh...kurang ajar, nikmat banget ini memek. Ssshhhhh...”
“setelah bapak sembuh, bapak harus langsung coba memeknya ini, pak. Ssshhhh...aaakkkhh... Menantu bapak punya memek kualitas wahid. Gila enak banget. Ssshhhh....”
“Memeknya enak buat dijadikan sarung kontol, pak. Pas buat diisi peju banyak orang. Aakkkhhhh...menantu bapak memang bibit Pelacur mahal. Ssshhhh....tapi sayangnya jadi murahan. Aakkkhhhh...”
PLAK!!! PLAK!!!
Lagi-lagi pantat Widya mendapat tamparan dari pak Narto yang sedang sangat menikmati menyetubuhi dirinya dengan cepat dan kasar. Bukan hanya perlakuan kasar, namun kata-kata umpatan yang dilontarkan oleh pak Narto terhadap dirinya membuat Widya merasakan sensasi nikmat dan adrenalinnya semakin bertambah. Apalagi disaat dirinya sedang disetubuhi dan direndahkan dengan kata-kata oleh pak Narto, dirinya ditonton langsung oleh sang mertua. Nikmat, malu bercampur di rasakan oleh Widya.
“aaakkkhh....ini nikmat...ini jauh lebih nikmat rasanya...aaakkkhh...kontol memang enak. Aaaakkkkhhh....”, batin Widya berbicara menikmati kejadian yang tengah dialaminya.
Pak Kasno yang sedari tadi menonton persetubuhan yang sedang terjadi di depannya kemudian berdiri dan berjalan ke arah depan Widya yang tengah di doggy oleh pak Narto. Dirinya sedikit membukukan badannya dan kedua tangannya ia arahkan pada payudara Widya yang masih tertutup piama nya, namun bisa ditebak payudara tersebut tergantung bebas di dalam sana karna memang tak memakai Bra.
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....”, desah Widya menikmati sodokan kontol pak Narto.
Pak Kasno meremas kencang payudara Widya dan membuat Widya sendiri menjadi tambah mendesah dibuatnya. Pak Kasno mencaplok mulut Widya yang tengah menganga mengeluarkan desahan. Dengan ganasnya pak Kasno melumat habis seluruh mulut Widya. Terlihat nafsu, namun batang kontol pak Kasno belum bisa ereksi.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Menantu dan mertua tersebut saling melumat dengan ganas sampai Widya mengulum lidah mertuanya itu dengan kencang. Widya sudah tak memikirkan lagi bahwa yang di depannya itu sosok mertuanya atau bukan. Lagian mertuanya itulah yang menyarankan hal tersebut dan dia juga ikut melecehkan dirinya tadi. Masa bodo pikir Widya saat itu yang penting adalah kenikmatan yang ia dapat.
Disaat Widya tengah saling melumat dengan pak Kasno, pak Narto menarik tubuh Widya untuk menghadap ke arah rak yang terdapat foto keluarga. Disana terlihat Widya berserta Evan dan mendiang suaminya tersenyum di dalam bingkai foto. Di hadapan foto tersebut, pak Narto menggenjot memek Widya dengan cepat seakan-akan ingin memperlihatkan kepada mendiang suaminya jika sang istri sedang disetubuhi olehnya.
Pak Narto juga ingin menunjukkan kepada Evan bahwa sang mamah saat itu sedang disetubuhi oleh satpam Komplek yang biasa ia sapa sewaktu lewat gerbang pos.
“lihat ini.... Istrimu dan mamahmu sekarang sedang bapak entotin pake kontol besar. Lihatnya betapa Lacurnya wanita kalian ini. Aakkkhhhh....khususnya buat kamu, Harjo. Aaakkkhh....lihatlah istrimu ini. Memek yang kau anggap hanya bisa dinikmatin sendiri, sekarang bisa saya kontolin juga. Aaakkkhh....istrimu yang kamu banggakan dan kamu sayangi sekarang jadi Pelacurku. Aaaakkkkhhh....ssshhh....nikmatnya memek istrimu ini, Harjo. Akkkkhhhh....”
Perlu di ingat apa yang dikatakan oleh pak Narto semata-mata karna disuruh oleh pak Kasno sendiri. Pak Kasno ingin mewujudkan fantasi gilanya dengan meminta bantuan pada pak Narto. Ia meminta pak Narto untuk mengucapkan kata-kata melecehkan kepada Widya maupun pada cucu serta mendiang anaknya.
Dasar pak Narto sebelum disuruh oleh pak Kasno juga pak Narto selalu sering mengeluarkan kata kasar sewaktu menyetubuhi Widya. Dengan datangnya datangnya fantasi dari pak Kasno bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan oleh pak Narto.
Widya yang tengah di doggy oleh pak Narto menggunakan tangannya untuk berpegangan pada tak di depannya yang terdapat foto bingkai keluarga. Saking kerasnya sentakan senjata pak Narto pada selangkangannya membuat tubuh Widya ikut bergoyang kasar. Rak yang menjadi tumpuan tangannya ikut bergerak juga mengakibatkan foto bingkai keluarga terjatuh ke lantai.
“Pak...pak....Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh...paakkk...”, desah Widya yang tengah di genjot oleh pak Narto dari belakang.
“Nikmati aja, bu. Ssshhhhh....nikmati....”
“ooohhhh....ayahhhh....ssshhh...aakkkkaahhh...Aakkkhhhh...Widya mau sampai. Widya mau keluar, paakkk....Aakkkhhhh...”, erang saat merasa orgasme keduanya akan segera meledak kembali setelah orgasme pertama tadi pas dirinya berciuman dengan mertuanya sendiri.
Di tariknya baju piama yang masih digunakan oleh pak Narto dari belakang sehingga kedua bentuk payudaranya tercetak jelas di baju tipis itu. Dadanya terasa terjepit karna tarikan kuat di piamanya.
Tarikan kuat pak Narto pada piama Widya membuat Widya sampai tertarik ke belakang dan masih dalam posisi terus disodok oleh kontol pak Narto. Tubuh Widya dipeluk demgan erat. Diciumnya leher jenjang Widya dan pak Narto juga sengaja membuat cupangan di leher putih itu.
“AAAKKKHHHHH!!!!”, lolong Widya saat orgasmenya kembali meledak dengan hebat.
Tubuh Widya serasa memegang dan tubuhnya bergetar dengan hebat di dalam pelukan erat pak Narto. Seakan tak ingin memberi waktu pada Widya untuk menikmati gelombang orgasmenya, pak Narto terus saja memompa memek Widya dengan cepat dan bertenaga. Rupanya pak Narto juga akan mengalami orgasmenya yang kian dekat.
“STOP, PAK...STOOPPP....AAAKKKHHHH....AAAKKKHHH...”, erang Widya karna pada selangkangannya merasakan nikmat bercampur dengan rasa ngilu akibat orgasmenya.
“Saya mau keluar juga, bu. Aaaakkkkhhh....saya mau keluar. Diam kami, bu. Aaaakkkkhhh....DIAMMM!!!”. Pak Narto terus menggenjot selangkangan Widya.
Widya merasakan lututnya sangat lemas dan gemetar untuk berdiri. Bukan hanya lutut, tubuhnya serasa sangat lemas dibuatnya. Gerakan pantat pak Narto saat menumbuk selangkangannya juga bisa Widya rasakan semakin gencar dan sentakannya kuat. Rasanya Widya ingin terjatuh dari posisinya yang setengah berdiri karna di doggy oleh pak Narto. Tapi untuknya tubuhnya dalam keadaan dipeluk oleh lelaki tersebut demgan erat.
“Pak Kasno...aaakkkhh...pegangin....pegangin tubuh bu Widya”, ucap pak Narto disela genjotannya yang kian mendekati puncak orgasmenya.
Pak Kasno maju mendekati mereka dan memosisikan tubuhnya berdiri di depan Widya. Pak Narto langsung melepaskan pelukannya dan tubuh Widya ambruk ke depan menubruk tubuh mertuanya itu. Tubuh lemas Widya dipegangi oleh pak Kasno dari depan sedangkan dari belakang pak Narto terus menggenjot memek menantunya dengan cepat.
Suara kulit bertabrakan kian keras terdengar. Pantat Widya yang putih mulus kini mulai berwarna merah akibat tamparan, remasan keras dan akibat benturan demgan selangkangan pak Narto. Bisa pak Kasno rasakan tubuh menantunya masih bergetar dalam keadaan terus bergerak ikut maju mundur mengikuti genjotan selangkangan pak Narto.
“Aakkkhhhh....akkkkhhhh...aaakkkhh....”, hanya suara desahan lirih yang terdengar dari mulut Widya.
“KELUAR!!! SAYA KELUAR, ANJING!!! AAAKKKHHH...AAKKKHHH... TERIMA PEJU KU, LACUR!!! AAKKKKHHH....MENANTUMU SAYA HAMILIN, PAK. HAMIL MENANTU PELACURMU INI. AAAKKKKHHHH!!!!”,erang pak Narto meledak saat ia ejakulasi dengan nikmat di dalam rahim Widya.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“BUNTING MENANTUMU, PAK. BUNTING!!! AAAKKKHHH...LONTE INI MEMEK....SSSHHHHH....”, ucap pak Narto sambil mengeluarkan sisa-sisa peju nya menyiram rahim dalam Widya.
Entah berapa kali semburan peju yang diterima oleh Widya karna Widya sendiri tak bisa fokus dengan pikirannya. Yang bisa tau hanya jumlah peju milik pak Narto yang masuk mengisi rahimnya sangat banyak hingga rasanya rahimnya terasa panas.
Tepat setelah pak Narto tuntas menyemburkan peju nya ke dalam rahim Widya. Bel rumah terdengar dipencet menandakan ada orang diluar sana. Pak Narto yang kaget jika orang itu Evan, lantas langsung saja ia cabut kontolnya dengan cepat. Selepasnya kontol pak Narto yang menyumpal lubang memek Widya, lelehan peju kental dengan banyak menetes ke jatuh ke lantai.
TING TONG!!! TING TONG!!!
Sementara tubuh Widya langsung di singkirkan dan jatuh ke lantai, tepat di depan kaki pak Kasno yang masih berdiri. Terlihat pak Narto yang kaget dengan cepat mengambil semua pakaiannya hingga tak sengaja menabrak meja kecil depan televisi itu. Suaranya cukup kencang.
“Masuk kamar saya saja, pak yang itu”, ucap pak Kasno mengerti kegelisahan pak Narto sambil menunjuk letak kamarnya.
Perginya pak Narto dari ruang tengah, pak Kasno menyuruh Widya untuk bangkit dari posisinya sambil membantu merapikan piamanya yang terangkat sampai pinggang.
“atur nafas kamu dan benerin rambutnya terus kamu bula pintunya, Wid. Bapak mau ke kamar biar kesannya bapak sudah tidur”, suruh pak Kasno kepada Widya yang sudah berdiri.
Widya berjalan demgan langkah sedikit susah akibat baru saja selangkangannya digempur habis oleh batang kontol besar milik pak Narto demgan kasar. Saat berjalan Widya merasakan lelehan peju yang keluar di pahanya. Widya hanya mengelap sekenanya lelehan tersebut menggunakan tangannya dan membuka kunci pintu.
CEKLEK!!!
Terlihat tubuh anaknya, Evan tengah dipapah oleh dua orang pria yang sama sekali belum pernah Widya lihat sebelumnya. Widya kembali menjadi sosok orang tua seperti biasanya dengan menunjukkan rasa khawatir yang asli.
“Loh Evan, kamu kenapa nak?”, khawatir Widya saat melihat Evan dalam keadaan setengah sadar.
“Saya temannya Evan, tan. Saya Deni”, ucapnya.
“Evan Gapapa kok, tan. Evan hanya sedikit mabuk karna tadi air yang kira Evan air putih ternyata alkohol dan langsung dia minum habis”, jelas salah satu pria muda itu sebagai teman anaknya bernama Deni.
Dengan sedikit berteriak Widya memanggil pak Kasno, Mertuanya yang tadi masuk ke dalam kamarnya. Tak lama terlihat pria yang ia panggil menunjukkan batang hidungnya sambil berlari kecil ke arah pintu sambil mengenakan sarungnya.
“ini cucu kakek kenapa, Wid?”, tanya pak Kasno dengan perasaan khawatir yang asli juga.
“udah, yah. Ini tolong bantu bawa Evan dulu ke kamarnya”, ucap Widya.
Dengan dibantu oleh Deni, pak Kasno membawa Evan masuk untuk naik ke kamar milik cucunya itu. Sementara saat Widya berniat menyusul dan akan menutup pintu, pria satunya yang masih berdiri menghentikan Widya.
“Maaf, bu. Gr*bnya belum dibayar”, ucap driver Online tersebut.
Dalam keadaan khawatir dan bingung karna tak memegang uang, Widya meminta Driver tersebut untuk menunggu dan Widya langsung berlari ke arah kamarnya.
Tak lama Widya kembali dengan uang ditangannya yang ia bawa.
“Berapa, pak?”
“32 ribu, bu”
Uang yang Widya bawa adalah pecahan sehingga ia memberikan dengan uang 10 ribu pertama. Karna Widya sedang khawatir uang tersebut jatuh. Sang Driver mengambilnya, saat ia akan diambil Driver tersebut tak sengaja melihat paha Widya yang mengalir cairan kental dan juga bau anyir yang tercium.
“Yaudah, pak ini kembaliannya ambil aja sekalian”, ucap Widya memberikan uang 20 ribuan dan 10 ribu, sementara si driver telah memegang uang 10 ribu.
Setelah memberikan uang 40 ribu pada Driver Online tersebut Widya langsung menutup pintu dan bergegas naik menemui nakanya di dalam kamar.
“Anjir, habis main itu perempuan. Itu peju sampe ngalir keluar banyak kaya gitu. Selangkangnya juga bau peju banget. Lumayan lah, dapat bayaran lebih, plus tip dengan dikasih tontonan perempuan aduhai bau peju. Hahaha...”, ucap si Driver sambil berjalan ke arah mobilnya.
Setelah melihat kondisi anaknya di dalam kamar. Widya disuruh oleh ayah mertuanya untuk ke luar menemui pak Narto dan Evan sendiri tengah dipijat oleh ayah mertuanya di dalam kamar.
Sementara dibawah, Widya tengah menungging sambil berpegangan pada pegangan tangga yang menuju ke langai dua. Disana dirinya tengah disebadani kembali oleh pak Narto dengan kini piamanya dilepas habis hingga baik Widya maupun pak Narto telanjang bulat.
Dengan berpegangan pada ujung tangga, Widya berdiri kembali demgan posisi menungging dan lubangnya kembali di sumpal penuh oleh kontol besar pan Narto yang sudah tegah maksimal. Badanya kembali tersodok ke depan dan belakang setiap gerakan selangkangkan pak Narto. Payudaranya yang sudah terbuka bebas ikut terlihat jelas terombang-ambing.
“aaakkkhh....Aakkkhhhh....”, desah Widya.
Pak Narto memegang kedua pundak Widya dan menggeser tubuh perempuan tersebut untuk menjatuhkan kepala di pijakan tangga. Pak Narto menyetubuhi Widya tepat di anak tangga dengan posisi kepala Widya berada di lantai pijakan. Sementara bagian belakangnya terus dipompa oleh kontol pak Narto dengan gerakan konstan.
“ga ada bosannya saya ngentotin memek kamu, bu. Ssshhh....memek ibu memang memek terenak yang saya coba. Memek terenak yang bisa saya genjot secara gratis. Aaaakkkkhhh....nikmatnya”, ucap pak Narto menggenjot Widya.
“naik, bu. Kita coba tengok nak Evan sambil mamahnya saya entotin”
“Sudah gila, bapak? Aaaakkkkhhh...ssshhh...”, tolak Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pak Narto mengeraskan genjotannya pada selangkangan Widya, memaksa wanitanya itu untuk menuruti kemauannya dengan menemui anaknya sambil terus di Setubuhi.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...aaakkkhh...”, Desah Widya.
“ibu nurut aja sama saya. Cepet sambil mulai jalan”, ucap pak Narto dan Widya mulai berjalan dengan pelan dalam posisi menungging. Jalannya terasa susah karna dirinya berjalan sambil digenjot memeknya dari belakang oleh pak Narto.
Perlahan kedua insan yang tengah bertelanjang bulat sambil bersebadan mulai naik hingga lantai dua. Posisi mereka sudah dekat dengan pintu kamar Evan dan dengan sedikit melongokan kepalanya, Widya melihat ke arah pak Kasno yang tengah memijat anaknya itu.
Terlihat pak Kasno yang sadar akan kehadiran Widya lekas turun dari ranjang dan menghampiri Widya. Saat pak Kasno di hadapan Widya, pak Kasno bisa melihat demgan jelas bahwa menantunya sudah telanjang bulat dengan pak Narto yang tengah menyetubuhi menantunya kembali.
“udah gapapa, masuk aja”, ucap pak Kasno.
“Evan sudah tidur”, sambungnya.
Pak Narto yang mendengar ucapan pak Kasno langsung menyentakan pantatnya mendorong Widya ke depan untuk berjalan memasuki kamar.
Widya berjalan dengan pelan mendekat ke arah ranjang tempat anaknya itu tengah tertidur. Widya berjalan dengan pelan dan sedikit menggunakan perjuangan karna posisi dirinya berjalan dengan sedikit menungging sambil dibelakangnya pak Narto sedang memaju mundurkan pantatnya menumbuk habis lubang memeknya yang sempit.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Walau tak terlalu keras, namun jika Evan tak dalam keadaan tidur dirinya bisa mendengar suara tersebut. Gerakan pantat pan Narto saat menyodok selangkangan Widya membuat Suara, dimana dua buah kulit paha saling bertabrakan dan kini terdengar pula suara desahan Widya yang ditahan akibat sodokan kontol pak Narto yang kian terasa lebih masuk ke dalam.
“hhhmmmppfff...hhhmmmppfff... Ssshhh....pelan...pelan....Eeggghhhh....Eeggghhhh...”, pelan Widya menyuruh pak Narto untuk memelankan tempo genjotannya.
“Jalan terus, Wid. Ayah pengen wujudin fantasi ayah yang sudah lama dimimpikan ini. Kamu sebagai menantu ayah harus bisa buat mertuamu ini senang juga. Maju terus, Wid”, lirih pak Kasno sambil membelai rambut menantunya itu.
“Ooohhhhhsss....ssshhh....tolong pelan... Saya takut Evan bangun”, ucap Widya, namun bukannya memelankan, genjotan yang terjadi sedikit disentakan dengan keras hingga Widya mengerang tertahan kembali.
“EEGGGHHHHH!!! EEEGGGHHHH!!!! PELAN!!! EEEGGHHH!!! SSSHHHH.....”,Desah Widya sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya sendiri mencoba meredam suara yang ia keluarkan.
Pak Narto memandang pak Kasno dan kedua pria tersebut hanya tersenyum melihat wanita di depan mereka tengah tersiksa dalam kenikmatan.
Di samping Evan yang sudah tertidur dalam rasa mabuknya, Widya menungging dengan tangannya bertumpu pada ujung ranjang, sedangkan satu tangan lainnya masih menutup mulutnya sendiri mencoba menahan suara yang keluar saat dirinya tetap di sodok dari belakang oleh pak Narto.
Widya akui dirinya benar-benar tersiksa dalam posisi tersebut karna dirinya tak bisa bersuara dengan bebas dan rasa nikmat yang menjalar di sekujur tubuhnya kembali menyerang dengan hebat. Rasanya Widya mendesah dan mengerang dengan keras, namun hal tersebut bisa membangunkan anaknya. Dimana saat anaknya bangun bakal menjumpai pemandangan dimana sang mamah tengah disetubuhi satpam Komplek si sampingnya sambil di tonton oleh sang kakek.
“gimana rasanya, bu saya entotin di samping anaknya yang lagi tidur? Enak?”, Tanya pak Narto.
“Buat pak Kasno sendiri gimana perasaannya setelah fantasi yang bapak inginkan sedang terjadi ini. Ssshhhhh....sungguh nikmat sekali ngentotin orang di sebelah anaknya langsung. Aaaakkkkhhh...enak sekali bu Widya. Aaaakkkkhhh...ssshhhhh...”
“rasanya kontol saya mulai ada reaksi sedikit, pak. Kayaknya kalo saya liat bapak ngentotin menantu saya ini, saya bisa sembuh kembali. Liatkan kan pak, kontol saya sedikit lebih membesar dari sebelumnya”, ucap pak Kasno.
“Wah kalo begitu bagus dong, pak. Ssshhhh...saya bakal bantu proses sembuhnya kontol bapak itu. Aakkkhhhh....saya bakal bantu buat ngentotin memek menantu bapak ini sambil bapak tonton. Saya juga bakal bantu buat bikin bu Widya hamil. Aakkkhhhh....ssshhhhh....mantap...”
Widya hanya mampu menahan semua gempuran yang diterima pada selangkangannya itu, sementara dua orang pria di sekitarnya hanya tersenyum sambil terus melecehkannya. Nikmat, tapi memalukan. Bahkan rasa malu yang Widya rasakan telah kalah oleh rasa nikmat yang menyerang. Bisa diketahui dengan Widya ikut menggoyangkan pantatnya maju kundur menyambut setiap tusukan kontol pak Narto pada memeknya.
Widya bukan sosok yang seperti duku, sekarang sosok Widya adalah sosok perempuan yang akan langsung terlena saat kontol besar pak Narto masuk ke dalam lubang peranakannya. Hanya karna benda panjang dan besar itu bisa membuat Widya berubah menjadi sosok perempuan dan ibu rumah tangga yang binal. Sosok perempuan yang dengan gampangnya bisa terlena akan kenikmatan dari kontol sang pejantan yang siap memuaskannya hingga mengerang minta ampun.
“Paaaakkkk....ssshhhhh....tolong pelan-pelan. Evan nanti BANGUN!! Paakkk....”,ucap pan Widya sedikit keras saat pak Narto menyentakan kontolnya lebih dalam sampai menyentuh rahimnya.
“Gapapa, Wid. Evan lagi mabuk dan hal itu buat Evan susah buat bangun. Kamu teriak juga kemungkinan Evan tetap tidur”, ucap pak Kasno pada menantunya.
“Lagian lewat pijatan yang ayah lakukan sama Evan itu semata-mata sugesti yang ayah berikan supaya Evan tetap terlelap tidur walau dirinya dengar suara berisik maupun tubuhnya digoyang dengan keras. Evan bakal terbangun kalo ayah yang membangunkannya, Wid. Hehehe...”, batin pak Kasno.
“Bu Widya bisa mendesah yang keras. Mendesahlah, bu. Mendesahlah disamping anakmu yang sedang teler itu. Anaknya teler karna mabuk, bu Widya sebagai ibunya ikut-ikutan teler....tapi teler sama kontol. Hahaha... Ssshhhh....”
Pak Narto mencabut kontolnya dan mengangkat sebelah kaki Widya naik ke atas ranjang. Menggunakan tangannya, pak Narto mengocok cepat lubang peranakan milik Widya. Suara kecipak air tersengar jelas saat jari pak Narto mengocoknya. Ceceran dan muncratan cairan kewanitaan Widya terlihat membasahi tangan pak Narto. Ada beberapa pancutan yang jatuh ke ranjang yang dipakai tidur oleh Evan.
Setelah cukup membuat lubang Widya sangat basah, pak Narto kembali mengarahkan ujung kontolnya untuk menembus kembali memek Widya itu. Satu sentakan keras pak Narto berhasil membenamkan seluruh batangnya masuk dan langsung menggerakkan pantatnya maju mundur menikmati setiap jengkal pijatan dinding mek Widya di dalam sana. Widya benar-benar dibuat kewalahan oleh nafsu yang dimiliki oleh satpam kompleknya itu.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Hhhzzzzz.....Eeggghhhh....Eeggghhhh...ampun, pak...ampun. akkkkhhhh....ssshhhhh....”, desah Widya yang digempur demgan sedemikian rupa oleh pak Narto.
“Eeggghhhh....Aakkkhhhh...aaakkkhh...”,
“Enak banget kontolmu, pak. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....”
“Sodok lebih keras lagi. Aakkkhhhh....ya seperti itu, pak. Lebih keras....lebih cepat. Sssshhhhh.....akkkkhhhh....”
Pak Kasno maju mendekat dan membisikan sesuatu pada pak Narto. Terlihat raut wajah tak yakin ditunjukkan oleh pak Narto di sela genjotannya pada Widya. Pak Kasno menjawab rasa tak yakin pak Narto dengan mengangguk.
Rasanya Widya sedang diterbangkan diatas awan oleh pengemudi tubuhnya dibelakang itu. Saat dirinya sedang menikmati setiap sodokan yang diberikan oleh pak Narto, tiba-tiba tubuhnya di dorong ke depan sehingga batang kontol pak Narto langsung terlepas dari dalam rongga memeknya dan Widya sendiri tersungkur menimpa tubuh tidur Evan.
Widya kaget setengah mati akibat perlakuan pak Narto itu. Dirinya sangat takut anaknya bangun dengan ditabrak keras seperti itu, namun Widya dibuat heran dan bingung saat Evan terlihat masih saja diam serta nafasnya menandakan orang masih dalam keadaan tidur pulas. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Evan. Mungkin seperti itu pemikiran Widya.
Belum sempat Widya keluar dari rasa khawatir campur bingung, tangan pak Narto kembali memegang tubuh telanjangnya itu dan dengan paksa memosisikan tubuh Widya untuk telungkup di atas badan anaknya. Setelah badan Widya diposisi yang diinginkan, pak Narto memosisikan dirinya dibelakang Widya dan tepat diatas kaki Evan.
“saya pengen entotin ibu diatas badan anaknya langsung”, ucap pak Narto.
“Jangan gila, pak! Evan bisa bangun!”,bentak Widya dengan nada lirih.
“Bu Widya lihat sendiri kan? Di timpa tubuh ibu ja anaknya ga bangun”
Pak Narto membuka bongkahan pantat Widya untuk membuka jalan bagi kontolnya untuk masuk ke dalam memeknya lagi. BLES!!! Kontol besarnya kembali masuk memenuhi rongga memek Widya dengan sempurna dan langsung saja tanpa membuang waktu pak Narto menggerakkan pantatnya maju mundur kembali.
“Aaaakkkkhhh...Aaaakkkkhhh....akkkkhhhh....”, desahan Widya kembali terdengar saat pak Narto menggenjotnya kembali. Sekarang Widya tepat digenjot dalam posisi menindih tubuh anaknya sendiri.
Setiap hentakkan kontol pak Narto di dalam selangkangannya membuat tubuh Widya ikut terdorong ke depan dan tertarik kembali ke belakang. Tubuh telanjangnya bergerak kasar diatas tubuh anaknya sendiri.
“Mantapnya ini memek. Ssshhhh....mamahnya lagi digenjot sama kontol masih aja tidur. Aaaakkkkhhh...bangun, nak Evan. Mamahmu lagi bapak entotin nih. Kamu harus liat...memek mamah kamu lagi bapak kontolin kaya gini. Aaaakkkkhhh....sssshhhhh...”
Widya hanya mendesah dengan tubuh yang terus bergerak kasar. Dirinya harus memeluk tubuh anaknya yang berada dibawahnya dan mulutnya mendesah tepat di telinga anaknya yang sedang tidur itu. Pelukan yang Widya lakukan pada Evan semakin erat karna Widya akan mencapai Orgasmenya lagi. Sementara pak Narto yang mulai hafal dengan tanda-tanda Widya akan orgasme langsung meningkatkan ritme genjotannya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“AAAKKKKHHHHH....KELUAARR, PAKKK...KELUAARRRR....”, erang Widya sambil memeluk erat tubuh Evan.
PLOP!!!
Pak Narto menarik lepas kontolnya dari dalam memek Widya dan langsung saja terlihat pancuran air kewanitaan Widya keluar dengan deras membasahi kedua paha anaknya dan ranjang. Ternyata Widya kali ini mengalami Squirt yang hebat. Badanya melengking dan bergetar hebat. Suara nikmat yang keluar dari mulut Widya tak bisa ia tahan. Tubuhnya mengalami Squirt diatas tubuh Evan. Kedua buah pantatnya bergetar saat Squirt itu datang dalam waktu lumayan lama dan mengeluarkan banyak cairan.
“Hhaaahhhh....hhaaahhhh....”, nafasnya berantakan setelah Widya mengalami Squirt ternikmatnya.
“banjir gitu memeknya, bu. Keenakan ya? Hahaha...”, ejek pak Narto.
“sekarang giliran saya buat buang peju di dalam memekmu, bu. Buar bu Widya hamil”, ucapnya dengan mengambil bingkahan pantat Widya kembali dan mengarahkan ujung kontolnya ke arah lubang memek Widya yang sudah sangat banjir itu.
BLES!!!
“Aaaakkkkhhh....emang legit banget ini memek. Sssshhhhh... Rasakan kontolku, bu. Rasakan ini. Ssshhhhh...bakal saya buat memek sempitmu ini longgar sama kontolku. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh...ooohhhh Lonteku....”
“Aaaakkkkhhh....aaakkkhh....ngilu, pak. Ssshhh....ngilu memek saya. Aaaakkkkhhh...tapi enak. Terus, pak....genjot terus memek Lonte, memek Pelacurmu ini. Aaaakkkkhhh...aku budakmu, pak. Aaaakkkkhhh...kontol enak!”, racau Widya yang sudah kacau karna terus mendapat kenikmatan dari kontol pak Narto.
Genjotan makin keras dan cepat. Pak Narto mulai merasakan bahwa cairan peju nya sudah mulai berjalan untuk keluar. Diremasnya kedua bongkah pantat Widya dengan keras dan pantatnya terus bergerak menumbuk selangkangan Widya.
“AAAKKKKHHHH....AAAKKKKHHH...SAYA MAU KELUAR, BU. AAAAAKKKKHHH....AAAKKKKHHHH...”
“OOOGGGGHHHHH....LONTEKU!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! SSSHHHH.....”
Kembali pak Narto berejakulasi di dalam rahim Widya, rahim tersebut kembali terisi penuh oleh benih-benih sel telur sang siap membuahi di dalam rahim Widya. Cukup lama pak Narto mendiamkan kontolnya di dalam memek Widya dan akhirnya dengan perlahan pak Narto menarik kontolnya sampai lepas. Lelehan cairan putih kental mengikuti dan jatuh tepat mengenai celana yang dipakai oleh Evan.
PLAK!!!
Tampar pak Narto pada pantat Widya setelah puas menikmati tubuhnya dan beranjak dari atas ranjang meninggalkan tubuh telanjang Widya yang masih tengkurap di atas tubuh anaknya dengan cairan kental mengalir dari lubang memeknya.
“Puas banget saya, pak”, ucap pak Narto sambil mengurut pelan kontolnya yang mulai lemas.
“saya nonton nya juga puas, pak. Adai saja saya dah sembuh pasti sekarang giliran saya yang bakal sumpal memek menantu saya itu”, balas pak Kasno.
“semoga cepat sembuh deh, pak biar kita bisa nikmatin bareng memeknya sampe longgar. Hahaha...”
“Yaudah, pak. Saya balik patroli di, udah terlalu lama saya disini”, ucapnya dan berjalan ke arah pintu.
Sepeninggalnya pak Narto, pak Kasno menghampiri tubuh telanjang Widya yang lemas dan membantunya bangun dari ranjang dengan sebelumnya Widya disuruh untuk membersihkan lelehan peju milik pak Narto yang jatuh di celana Evan.
“kamu langsung istirahat aja, Wid. Kamu pasti capek banget kan”, suruh pak Kasno, sementara Widya hanya mengangguk lemah dengan badan yang berkeringat dan dari selangkangannya menetes cairan kental setiap Widya melangkahkan kakinya, tercecer di lantai.
Pak Kasno tersenyum puas memandang punggung mulus Widya yang sedang berjalan ke kuar dari kamar.
*……………………
Satu minggu telah berlalu dan selama 5 hari sejak kejadian pertama dimana Widya di Setubuhi oleh pak Narto atas seizin mertuanya. Selama 4 hari berikutnya tubuh Widya selalu dinikmati oleh pan Narto dikala senggang tak ada Evan. Jangka waktu 4 hari itu juga pak Narto selalu memuaskan nafsunya terhadap tubuh Widya sambil di tonton oleh pak Kasno, selaku mertua dari perempuan yang ia Setubuhi itu. Gila? Memang.
Tak ada sperma yang dibuang sia-sia oleh pak Narto. Setiap benih yang ia keluarkan akan selalu ditembakkan ke dalam rahim Widya yang sudah menunggu untuk dibuahi oleh pejantannya itu.
Entah di ruang tamu, ruang tengah maupun dapur. Tempat-tempat tabu seperti itu sering di gunakan untuk mereka selalu memacu birahi panasnya sampai mencapai titik klimaksnya. Walau selalu di tonton oleh sang mertua, baik masalah yang dialami pak Kasno sendiri belum terlalu memperlihatkan hasilnya dan sekarang hari terakhir dirinya berada di rumah sang menantu. Hari ini tepat satu minggu pak Kasno berkunjung.
Di belakang, pak Kasno datang menghampiri Widya yang tengah membersihkan piring kotor yang baru saja mereka gunakan untuk makan. Dengan suara pelan dan sambil memperlihatkan sekitar, pak Kasno memegang pundak Widya sambil mulutnya di dekatkan tepat di sebelah telinga Widya.
“ayah mau pulang dulu, Wid...”, bisik pak Kasno dan Widya hanya diam mematung.
“setelah pulangnya ayah, kamu lupakan apa yang pernah ayah ucapkan ke kamu, tapi...apa yang sedang kamu jalani dengan pak Narto terus kamu lanjutkan....”, setelah kalimat tersebut, ucapan pak Kasno masih melanjutkan kalimat selanjutnya, namun tak terlalu jelas apa yang sedang ia bisikan pada Widya.
Terlihat Widya mengangguk menurut dan dengan gerakan pelan Widya membalikkan badanya menatap sang mertua. Sebuah tatapan yang tak bisa dimengerti apa maksudnya itu.
Menghampiri sang cucu yang sudah menunggu di teras rumah untuk mengantarkan kepulangan dirinya ke terminal, pak Kasno berpamitan pada Widya. Terlihat Evan telah siap di atas motornya dengan beberapa barang bawaan yang akan dibawa pulang oleh kakek.
Berperilaku seperti tak ada masalah yang disembunyikan sama sekali, pak Kasno berpamitan pada Widya selayaknya dan begitu pun juga dengan Widya sendiri. Dengan perlahan sepeda motor yang ditumpangi oleh keduanya melaju menjauh dari rumah bergerak ke luar dari Komplek.
SREEEGGG!!! Pintu gerbang dibuka dan ditutup kembali.
Widya yang berniat masuk ke dalam rumah harus membalikkan badannya kembali ke arah gerbang dimana terdapat pak Narto yang datang kala itu setelah kepergian anaknya yang mengantar sang mertua. Senyuman yang diperlihatkan oleh pak Narto sudah cukup tau bagi Widya apa yang akan diinginkan oleh pria tersebut.
Berdiri di depan Widya, pak Narto meremas pantat bulat milik Widya yang hanya terbungkus celana dalam dan daster dengan lumayan keras sambil hidungnya mengendus aroma tubuh Widya di bagian tengkuknya.
Pria yang berhasil merubah hidup Widya dan berhasil juga mempengaruhi tubuh serta pikirannya akan sebuah kenikmatan. Setiap kali dirinya terkena sentuhan oleh pria tersebut, Widya berasa dirinya terbawa oleh arus dengan gampangnya dan masuk ke dalam pusaran yang dibuat olehnya. Rasanya ingin menolak, tapi semua tak bisa dipungkiri dan dihindari. Hanya bisa menerima dan menikmatinya.
.
.
3 Hari sebelumnya di kediaman Widya.
Pak Kasno duduk di sofa ruang tengah sambil menghisap rokok sembari di depannya layar televisi menyala dengan lumayan keras mencoba meredam suara lain yang bisa di dengar olehnya dari arah kamar sang menantu. Suara dimana Widya tengah di Setubuhi kembali oleh pak Narto. Memang benar adanya hal tersebut atas izin dan permintaan darinya langsung, namun disisi lain ada rasa sakit dan marah di dalam hati pak Kasno.
Rasa sakit dan marah karna dirinya mengetahui bahwa sang menantu sudah lebih dahulu telah di taklukan oleh pak Narto. Dirinya memang punya rencana busuk terhadap Widya, namun rencana awalnya ia ingin menggunakan ilmu hipnotisnya, tapi tanpa hal tersebut nyatanya sang menantu lebih dahulu terjerumus. Karna hal itulah yang membuat pak Kasno merasa sakit dan marah.
“Kalo Harjo tau tau istrinya kelakuannya kaya kamu ini, pasti Harjo bakal nyesel nikahin kamu dan bakal cerai kan kamu, Wid”
Kalimat tersebut pernah terlontar dari mulut pak Kasno, namun perkataan tersebut bukan sekedar fantasinya. Perkataan tersebut merupakan perkataan yang ia lemparkan langsung dari hatinya yang tak terima bahwa mendiang anaknya mempunyai istri seperti Widya.
Niat awal hanya untuk fantasi, sekarang telah berganti menjadi sebuah tujuan. Tujuan dimana dirinya benar-benar akan membuat pelajaran bagi sang menantu. Pak Kasno mencoba untuk tak peduli dengan kelakuan pak Narto terhadap tubuh menantunya itu. Biarkan lelaki tersebut menikmati seluasnya tubuh Widya sampai dia luas dan dirinya juga akan bertindak lebih jauh lagi untuk menjadikan Widya takluk dan membuatnya menjadi budak.
Hal tersebut semata-mata untuk membalaskan rasa sakit anaknya jika masih hidup dan menerima kenyataan tersebut.
“Ayah memang mengaku salah, nak. Tapi dengan apa yang ayah lakukan kemarin, tapi karna itu juga justru bisa membuka sebuah fakta yang menyakitkan dan dari fakta itu ayah bakal buat pelajaran untuk istrimu itu. Kamu tenang saja disana, ayah bakal balas”, ucap pak Kasno sambil mengepalkan tangan.
Suara televisi yang menyala bahkan tak terlalu bisa mengusir suara panas yang terdengar dari kamar Widya. Dimana di dalam kamar tersebut tubuh menantunya sedang dinikmati sedemikian rupa oleh pria tua yang berprofesi sebagai satpam di Komplek perumahan tersebut.
Pak Kasno mengakui dan sadar akan posisinya seperti orang tolol dan bodoh yang secara langsung ikut andil alih menyerahkan tubuh menantinya ke dalam lubang hitam yang pekat. Dirinya tau, tapi semua sudah beda cerita dan dirinya malah berkeinginan membalaskan perbuatan Widya lebih dalam lagi.
FUUUSSHHHH....
Gumpalan asap rokok terlihat dihembuskan dari mulut pak Kasno dengan kedua bila matanya ia arahkan sejenak ke arah kamar Widya yang tertutup rapat dari dalam menyembunyikan sang pemilik kamar bersama seorang pria paruh baya tengah bergumul panas di atas ranjang.
“ayah memang punya fantasi bejat sama kamu, Wid. Ayah juga punya rasa sakit karna kelakuan kamu setelah meninggalnya Harjo bersama Narto. Jika sebelumnya kamu belum pernah ada sesuatu sama Narto, mungkin ayah ga bakal gini”
Perlahan mata pak Kasno mulai terasa berat akibat rasa kantuk yang mulai menyerang. Diatas sofa dengan kondisi televisi masih menyala, pak Kasno memejamkan matanya tertidur.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Suara tepukan selangkangan pak Narto pada kulit pantat Widya akibat genjotan nafsunya tepat di atas ranjang milik Widya.
“Aaakkkhhsssss....ssshhhhh...enak, bu? Ssshhhh...”, tanyanya dengan terus memompakan pantatnya.
Sambil meremas kain seprei karna rasa nikmat yang sedari tadi menjalar, Widya membalas, “iya...iya enak. Aaaakkkkhhh....teruussss pak....teruussss...lebih dalam, lebih keras. Aaaakkkkhhh....sssshhhhh....”
“baiklah, bu. Sssshhhhh...seperti ini? Aaaakkkkhhh....seperti ini?!”, ucapnya dengan menghentakkan keras kontolnya sampai mentok dan kecepatannya ditambah.
“Iyaaahhh....aaakkkhh...enakkk...ssshhh....”
“bu Widya kayaknya sekarang udah kecanduan kontol saya, ya? Ssshhhh....”.Diremasnya kedua payudara Widya yang menggantung bebas akibat posisinya dalam keadaan tengah di doggy oleh pak Narto.
Widya hanya menggeleng nikmat tanpa mengeluarkan suara selain suara desahan dan erangan akan tusukan yang dilakukan kontol pak Narto pada lubang memeknya.
“Jawab sayang. Apa ibu sekarang kecanduan sama kontol daya ini? Jawab. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh...”
“Widya kecanduan, pak. Aaaakkkkhhh...Widya suka...kontol bapak. Memek Widya suka disumpal sama kontol besar bapak. Ssshhhh...teruussss, pak. Genjot terus memek Widya. Aaaakkkkhhh...ssshhhhh....”
“Untukmu bakal bapak genjot terus memeknya, bu. Bakal bapak isi terus memeknya sama kontol bapak ini. Aaaakkkkhhh...dasar memek. Ssshhhh...”
“Iya, memek. Memek...Widya enak, pak. Ssshhhh....teruussss...”
Disaat Widya tengah merasakan nikmat yang teramat pada lubang peranakannya, tiba-tiba pak Narto menarik lepas kontolnya dengan cepat dan langsung mengarahkannya tepat pada lubang pantat Widya yang kelihatan sangat menggiurkan itu.
Menggunakan cairan kewanitaan Widya yang sudah menyelimuti semua batang kontol pak Narto dan ditambah dengan meludahi sendiri batangnya, Pak Narto mulai menekan masuk kontolnya ke dalam lubang sempit tersebut.
Sudah tak perawan dan sudah beberapa kali lubang tersebut dimasuki oleh benda asing, namun tetap saja terasa sedikit susah bagi pak Narto untuk menjebol kembali pertahanan pantat Widya.
“ini lubang udah sempit lagi, bu?”, tanya pak Narto di tengah usaha penetrasinya.
“ga tau, pak. Cepet masukin lagi, Widya udah ga tahan”, balas Widya dimana sudah jatuh ke dalam kuasa pak Narto sepenuhnya.
“Kalo gitu bakal bapak buat lubang kamu ini terbiasa sama kontol besar bapak ini”
Kedua tangannya merenggangkan kedua belah pantat Widya untuk membuka lebih lebar lubang pantat Widya supaya kontol pak Narto bisa lebih mudah untuk masuk. Merasa sedikit tak sabar, pak Narto menampar pantat Widya lumayan keras dan dengan tekanan, kontol pak Narto dengan perlahan mulai masuk sedikit demi sedikit ke dalam lubang sempit tersebut.
Setiap proses masuknya benda besar tersebut di pantat Widya membuat mulut Widya menganga menahan sakit dan nikmat yang datang secara bersamaan.
BLES!!!
“AAAKKHHHHH....”, lenguh mereka berdua saat berhasilnya penetrasi.
“Masuk juga akhirnya, bu. Ssshhhh....lubang terenak dan tersempit yang pernah kontol bapak rasakan. Ssshhhh....”, ucap pak Narto meresapi jepitan dinding pantat Widya sambil meremas kedua bongkahan pantat Widya.
Pak Narto tak langsung memulai aksinya kembali. Ia diamkan terlebih dahulu Kontolnya di dalam sana, memberi kesempatan bagi pantat Widya untuk menerima kembali batang besar itu.
Punggung Widya yang terpampang jelas memperlihatkan punggung mulus yang terdapat butiran-butiran keringat yang keluar. Tubuhnya mengkilap dan begitu juga dengan kondisi tubuh pak Narto.
Dalam posisi setengah berdiri seperti katak, pak Narto membukukan badanya condong ke arah kepala Widya yang tergeletak menempel diatas kasur. Diciumnya pipi Widya dengan lembut dan tangannya meraup kedua payudara indah tersebut yang terhimpit diatas kasur.
“Bapak genjot lagi ya”, Widya menjawab demgan lenguhan kecil.
Ritme pelan diambil oleh pak Narto untuk mengawali gerakan kontolnya pada lubang pantat Widya. Desahan dan erangan mulai terdengar kembali di ruangan tersebut. Hawa panas akibat persetubuhan dan rasa tubuh lengket karna keringat serasa tak dihiraukan oleh keduanya. Hanya ada rasa untuk saling mengejar rasa kepuasannya masing-masing.
Widya sudah tak memikirkan hal lain karna memang sudah beberapa hari setelah hari pertama sang mertua mengizinkannya bersetubuh dengan pak Narto, Widya menjadi bisa leluasa memperlihatkan rasa nikmatnya dan tubuhnya benar-benar sudah diserahkan pada pak Narto.
Sedangkan pak Narto yang sudah mendapatkan hal yang diinginkannya menjadi lebih senang. Dirinya sekarang dengan bebas dan dengan sepuasnya bisa menikmati setiap lubang Widya disaat dirinya bernafsu.
“Aaaakkkkhhh...aaakkkhh...saakkittt...ssshhhhh...Aaaakkkkhhh”, desah Widya saat benda besar tersebut keluar masuk di dalam lubang pantatnya dengan keras.
“sakit apa enak, bu? Aakkkhhhh...”
“Sakit....tapi enak. ssshhhhh...”
“ngomong yang jelas dong, bu. Sakit apa enak?!”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Enakkk....Aaaakkkkhhh...ssshhh...”
“Dasar Lonte murahan. Semua lubangmu sudah saya pake, bu. Harga diri yang pernah ibu junjung tinggi sekarang sudah tak bernilai lagi. Ibu hanya seorang Lonte murahan yang bisa bapak kontolin sepuasnya”
“iya, pak. Asalkan Widya bisa dapat kenikmatan ini terus...Widya mau jadi Lonte bapak...jadi pemuas nafsu bapak. Ssshhh...kontolin terus Widya, pak”, balas Widya saat digenjot pak Narto.
“Widya serahkan harga diri Widya sama bapak. Aakkkhhhh...ssshhhhh...harga diri Widya hanya untuk kontol pak Narto. Ssshhhh...aampuunn...enak banget. Ssshhh...”, sambung Widya.
Kebinalan Widya berhasil ditarik keluar oleh pak Narto dan h tersebut membuat nafsu pak Narto menjadi semakin menggebu untuk lebih keras menggenjot pantat Widya. Tarikan kedua tangan Pak Narto pada pinggul Widya semakin keras dan cepat. Dibawah sana, dalam keadaan posisi pantat menungging ketas, Widya hanya pasrah lubang sempitnya digenjot makin keras dan cepat oleh pak Narto yang tengah menungganginya dari belakang itu.
“bu Widya memang Lonte pertama yang saya Jinakkan. Ibu harus bersyukur karna kontol saya mau puasin nafsu ibu ini. Aaaakkkkhhh...”
“Sesuai keinginan mertua sama ibu. Ssshhhh...saya bakal buntingin ibu Widya pake peju saya ini. Ssshhhh...”
Dicengkeramnya pinggul Widya dan pak Narto menaikkan ritme genjotannya membuat Widya makin tak karuan dibuatnya. Bak cacing kepanasan dan mulut yang tak berhenti mengeluarkan suaranya, Widya merasakan nikmat menjalar ke seluruh tubuhnya. Rasa nafsu yang diterimanya membuat kedua daging kenyalnya semakin mengeras, begitu juga pada kedua putingnya makin keras dan makin menonjol dengan indah dibawah sana.
Merasa orgasme semakin mendekat, Widya ikut menggerakkan pantatnya maju mundur menyambut setiap sodokan kontol pak Narto. Tak beberapa lama Widya ternyata mengalami Squirt yang hebat dengan menyemburkan cairannya seperti orang kencing. Semburan deras dan bebas keluar dari lubang memeknya mengucur jatuh membasahi ranjang, bahkan cipratannya sampai ke lantai.
CCCUUURRR!!!!
“Stop dulu, pak...Aaaakkkkhhh...SSTTOOOPPPP....AAAKKKKHHH....SSSHHHH....”, erang Widya karna dirinya mengalami Squirt, namun genjotan pak Narto tak berhenti dan terus saja bergerak memompa pantat Widya.
Pak Narto tak mau berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan bagi Widya meresapi rasa orgasmenya karna saat Widya orgasme semua otot pantat Widya benar-benar remas kencang batang kontol pak Narto di dalam sana.
Mendapat perlakuan seperti itu tak ayal membuat Widya seperti cacing kepanasan, bahkan dirinya tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri. Tubuhnya dengan hebat bergetar dan kelojotan. Hampir saja kontol pak Narto dibuat lepas oleh gerakan Widya tersebut, namun berhasil dicegah dengan mencengkeram erat pinggul Widya dan menahan tubuhnya untuk tak terlalu bergerak.
Widya dalam keadaan tersiksa, namun bercampur dengan nikmat yang dahsyat. Rasanya ingin berteriak sangat lencang mengekspresikan rasa tersebut, namun Widya masih sedikit sadar dan hanya bisa menahan nikmatnya itu sampai terlihat di leher dan pelipisnya urat yang keluar akibat menahan nikmat tersebut dan wajahnya benar-benar merah padam seperti kepiting rebus.
“enak? Ssshhhh....enak, kau Lonte?! Aaaakkkkhhh....”
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....aampuunn, pak...ssshhh...aampuunn...Aaaakkkkhhh....”, Widya benar-benar dibuat kelojotan minta ampun oleh pak Narto.
“Hahaha...Aakkkhhhh....rasakan kontolku ini, bu. Rasakan!!! Memek Lontemu bakal bapak buat keluar terus. Aaakkkhh.....Aakkkhhhh....”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Dibalikkannya dengan cepat tubuh Widya untuk terlentang dan langsung ditancapkannya lagi kontol besar milik pak Narto ke dalam memek Widya yang baru saja mengalami Squirt. Gerakannya langsung berada di tempo yang cepat dan kuat.
Seolah-olah ingin membuat Widya makin tersiksa dalam kenikmatannya, pak Narto meletakan kedua kaki Widya di pundaknya dan menggenjotnya dengan keras sampai payudaranya terjepit oleh kakinya sendiri. Sementara diatasnya berada pak Narto sedang menggenjot memeknya dengan cepat.
Keringat yang berada di tubuh pak Narto membasahi kaki jenjang Widya serta ikut menetes ke arah perut dan diatas cekungan leher.
“Bapak....kuat sekali...Aakkkhhhh....panas...memek Widya panas, pak...ssshhhhh”
“Aaaakkkkhhh...aaakkkhh....saya mau....keluar lagi, paaaakkkk....sssshhhhh....Aaaakkkkhhh....”, erang Widya digempur tanpa jeda oleh pak Narto.
Memang terasa bagi pak Narto bahwa dinding memek Widya mulai meremas kembali kontolnya itu. Menandakan bahwa Widya akan mencapai orgasmenya kembali.
“AAAKKKKHHHHH!!!!”, erang Widya saat orgasmenya meledak.
“ngecrot terus kamu, bu. Aaaakkkkhhh...Murahan banget memekmu ini. Aakkkhhhh....ssshhhhh....”
“Memek murahan kaya gini memang....harus dihajar terus biar tambah murahan lagi. Ssshhhh....teriak yang kencang, bu biar tetangga pada tau tau kalo ibu ternyata wanita murahan yang sedang di kontolin sama kontol satpam tua. Aakkkhhhh...kasih tau tetangga-tetanggamu bahwa ibu sudah jadi Lontesaya....pemuas nafsu saya, bu. Aaaakkkkhhh....memek sialan!!! Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....”
Lagi-lagi pak Narto tak memberi kesempatan bagi Widya untuk merasakan titik orgasmenya dengan leluasa. Pak Narto memang ingin menyiksa Widya dengan kenikmatan yang datang secara bertubi-tubi. Dirinya ingin menguasai dan memiliki tubuh Widya seutuhnya.
“Ampuni saya, pak. Aaaakkkkhhh....memek saya memang murahan....tolong kasih saya waktu buat orgasme....sssshhhhh....aampuunn...”
“tak ada ampun bagi memek murahan kaya punya ibu ini. Aaaakkkkhhh...”
“gila enak banget, pak...ssshhhhh....”, erang Widya.
Entah sudah berapa kali Widya dibuat orgasme oleh Pak Narto, yang jelas dirinya sudah berkali-kali dibuat kalah oleh pria tua tersebut. Pak Narto sendiri juga sudah dua kali menumpahkan lahar panasnya di memek dan juga pada mulut Widya untuk ditelannya. Berati sekarang adalah ronde ke-tiga bagi pak Narto menggempur setiap lubang Widya.
Cairan orgasme yang Widya keluarkan bercampur dengan cairan kental milik pak Narto yang sudah mengisi rongga memeknya tadi. Sementara mulut serta tenggorokannya merasa kering. Bukan karna dirinya terus mendesah, tapi karna Widya juga sebelumnya telah menelan banyak peju pak Narto saat persetubuhan pertamanya tadi.
Disaat pak Narto masih menggenjot memek Widya. Pak Narto mengambil celana dalamnya yang tergeletak di samping tubuh telanjang Widya dan ia gunakan celana dalam kumuh itu untuk disumpalkan ke dalam mulut Widya. Sehingga suara Widya kini tak terlalu jelas terdengar.
“Mulut ibu bisanya Cuma berisik mendesah sama buat kulum kontol doang, makan itu celana dalam bapak. Ssshhhh...”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Dulu bapak hormati bu Widya sebagai orang yang punya harga diri. Sekarang di depan say ibu hanya bisa mendesah dan mengangkang saja. Ssshhhh....dulu bapak Cuma bisa bayangin tubuh ibu....sekarang bisa bapak nikmatin sepuasnya...”, ucap pak Narto.
“oowwsshhhh....Janda Lonte...”
Terlihat jelas bibir memek Widya ikut tertarik keluar dan masuk ke dalam setiap gerakan keluar masuk kontol besar pak Narto. Perbedaan sangat kontras. Lubang yang terlihat sempit di jejali oleh batang keras nan besar.
Di tarik keluarnya lagi kontol pak Narto dan Widya disuruh untuk berposisi menungging dengan pantat yang dinaikkan tinggi dan, PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Pak Narto memukulkan batang besarnya di lubang pantat Widya sebelum melakukan penetrasinya kembali. Dengan mengarahkan ujung kepala kontolnya, pak Narto mulai menekan masuk.
BLES!!!
“Sekarang sudah mulai terbiasa lagi pantatmu, bu”, ucap pak Narto mengomentari lubang pantat Widya yang sudah mulai gampang untuk dimasuki.
“Memek serta mulut ibu sudah bapak semprot, sekarang tinggal lubang sempit ini yang bakal bapak gunakan”
“Bakal longgar pantatmu, bu”, lanjutnya mulai memompakan kontolnya.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....terus, pak”, desah Widya.
Persetubuhan atas pantat Widya mulai terjadi kembali. Setiap gerakan masuk membuat lubang sempit Widya kian melebar menyesuaikan kembali batang besar tersebut.
Di buangnya celana dalam yang mengumpal mulut Widya kini bisa terdengar dengan jelas suaranya setiap desahan yang dikeluarkan. Kali ini gerakan pak Narto berubah-ubah, berbeda dari sebelumnya. Dari cepat menjadi pelan dan dari pelan menjadi cepat membuat Widya blingsatan tak jelas.
“Saya...saya sudah lemas, pak. Ssshhh....ssshhh....”
“Bentar lagi, bu. Aakkkhhhh...ssshhhhh...bentar lagi bapak keluar”
Sambil memainkan klitoris Widya, pak Narto menggenjot terus pantat Widya dengan gerakan intens. Suara tepukan kulit terdengar demgan sangat nyaring menggema ke seluruh penjuru kamar malam itu.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Gila, aku mau keluar lagi. Ssshhhh....”, batin Widya saat klitorisnya digosok oleh tangan pak Narto.
Badanya yang sudah lemas dan tulang di seluruh tubuhnya serasa dilolosi dan sekarang dirinya dipaksa untuk mengalami orgasme kembali oleh pak Narto. Widya sangat dibuat menyerah dengan perlakuan pria tua tersebut.
“puaskan saya terus ,pak. Ssshhhh...puaskan....”, seru Widya.
“daritadi bapak sudah buat ibu puas, sekarang giliran bu Widy yang puaskan kontol saya. Saya mau pejuhin pantatmu ini, sayang. Ssshhhh....”, genjotan makin keras dan cepat.
“Aaaakkkkhhh....enak banget kau betina. Ssshhhh....longgar pantatmu, Widya. Aakkkhhhh....ssshhhhh....betina sialan!!!”
“Terus pejantanku...terus...buat betinamu ini kapok. Aakkkhhhh....semua lubangku milikmu, pak. Aku Betinamu, aku Lontemu....aku Pelacurmu. Aakkkhhhh....hajar terus”
“dengan senang hati, wanita murahanku.Ssshhhh...”
Setiap sodokan pak Narto membuat Widya semakin terlena dengan kenikmatan dan setiap buah zakar pak Narto yang menampar memeknya membuat Widya semakin dekat demgan gelombang orgasme yang entah ke berapanya kali itu.
Widya meremas kencang kain Seprei menahan rasa nikmat dari genjotan kontol besar pak Narto memenuhi lubang pantatnya. Nafasnya terdengar berat dan keringat makin mengalir dengan deras membasahi tubuh.
Genjotan yang kini terkesan tak beraturan membuat Widya kelojotan, tangannya memukul mukul kasur. Kakinya tak bisa diam dan beberapa kali terlihat seperti menendang nendang, namun oleh pak Narto keseimbangan dan posisi tubuh Widya bisa dipertahankan olehnya.
“MAMPUS KAU LONTE!!! AAAKKKKHHHH.....TERIMA PEJUKU, SAYANG!!!”, erang pak Narto.
“AAKKKKHHHH!!! AAAKKKKHHHH!!! KELUAR!!! KELUAR!!!”, erang Widya.
“BAKAL BAPAK BUNTINGIN KAU, BU WIDYA!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Bermili-mili peju di keluarkan kembali oleh pak Narto masuk ke dalam lubang pantat Widya. Nafas keduanya terdengar sangat berat dan tak beraturan. Tenaga keduanya benar-benar terkuras habis, apalagi bagi Widya sendiri. Dirinyalah yang paling kalah telak dalam persetubuhan berat sebelah itu.
CUP!!!
Punggung mulus Widya yang berkeringat di kecup oleh pak Narto dengan kondisi kontolnya masih tertancap dengan kokoh di dalam pantat Widya. Widya hanya melirik sesaat ke belakang sambil tersenyum lemas.
Beberapa saat posisi pak Narto bertahan demgan kontolnya masih menancap hingga dilepaskannya saat mulai mengecil di dalam sana.
“Sudah malam, bu. Bentar lagi jadwal saya yang jaga dan sebentar lagi juga Evan pasti pulang”, ucap pak Narto dengan menarik keluar kontolnya disertai lelehan lahar panas keluar.
Setelah lepasnya kontol pak Narto, tubuh Widya ambruk. Perlahan dirinya mencoba untuk membalikkan badan menjadi tidur terlentang. Sementara pak Narto turun dari ranjang dan mengambil celana dalam putih milik Widya yang tergeletak di lantai untuk mengelap sisa cairan di batang kontolnya itu.
Perlu diketahui. Baik pak Narto maupun Widya sudah tau bahwa Widya sendiri dan Evan awalnya di pengaruhi oleh pikiran pak Kasno. Widya melakukan persetubuhan demgan pak Narto dalam keadaan sadar total dan begitu juga demgan Evan yang sudah tak lagi dalam pengaruh pak Kasno. Sehingga karna hal itu, pak Narto tak mau sampai Evan melihat dirinya menyetubuhi Widya.
Setelah selesai membersihkan kontolnya demgan celana dalam Widya, pak Narto menghampiri tubuh lemas Widya yang tergolek di atas ranjang dan mengelap wajah serta dahi Widya yang penuh keringat dengan baju milik Widya.
“saya pergi dulu, bu”
Kedua bibir mereka bertemu dan saling melumat satu sama lain beberapa saat. Pak Narto memakai pakaian kerjanya yang tadi sudah ia bawa di dalam tas, lalu pergi keluar kamar meninggalkan Widya.
Saat pak Narto keluar dari kamar Widya, ia melihat mertua dari perempuan yang baru saja memuaskan nafsunya tengah tertidur di sofa dan televisi dalam keadaan menyala. Pak Narto hanya melihat sebentar lalu kembali berjalan untuk keluar.
“Makasih, pak buat tubuh menantunya. Hehehe...”, lirih pak Narto menutup pintu rumah Widya.
Sebelumnya saat pak Narto masih memacu birahinya terhadap tubuh Widya di atas ranjang. Sepasang mata terlihat mengintip dari celah jendela yang dimana posisi gorden tak tertutup sempurna sedang menyaksikan bagaimana panasnya persetubuhan di depannya itu.
Baru setengah jam sosok tersebut menyaksikan bagaimana tubuh telanjang Widya tengah digarap oleh seorang pria tua di atas ranjangnya dengan kasar. Sosok tersebut melihat bagaimana pak Narto memperlakukan Widya hingga orgasme di dalam pantat.
Setengah jam pula sosok tersebut menonton dengan posisi celana diturunkan sampai lutut sambil mengocok kontolnya yang tegang. Jarak setengah jam itu, sosok tersebut sudah beberapa kali ejakulasi. Terlihat pada tembok kamar luar Widya terdapat lelehan cairan kental putih yang lumayan banyak.
Setelah pak Narto selesai dengan puasnya dan pergi meninggalkan Widya tergeletak di atas ranjangnya, sosok tersebut tersenyum sembari memasukkan kontolnya ke dalam celana.
“Tinggal nunggu waktu. Hehehe....”, ucapnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan berlalu pergi.
“Setengah jam? Lumayan juga durasinya”, ucapnya mengingat durasi yang dapat ia abadikan di dalam kamera ponsel miliknya itu.
Entah beberapa lama pak Kasno memejamkan matanya sampai tubuhnya serasa diguncang pelan oleh seseorang. Sosok pria muda terlihat berdiri disampingnya sambil tersenyum. Evan pulang dari kegiatannya dengan waktu seperti biasanya menjelang tengah malam.
“jangan tidur di sofa, kek nanti bisa sakit”, ucap Evan.
“Ketiduran kakek. Hehehe...”
“Oh iya, kek. Ini Evan tadi pas pulang mampir beli makanan buat kakek sama mamah, Cuma kayaknya mamah udah tidur”, sambil memperlihatkan satu kantung keresek entah berisi makanan apa.
“Cucuk kakek emang baik banget. Yaudah kita makan bareng sini, kakek mau cuci muka dulu”, pak Kasno akan beranjak berdiri dari posisinya.
“Ga usah deh, kek. Evan kayaknya mau langsung tidur aja. Lagian Evan udah makan tadi dan Evan beliin emang buat kakek sama mamah”
“Kok gitu? Jadi langsung mau tidur?”
“iya, kek”, balas Evan.
“Nanti kalo kakek pengen tidur jangan di sofa lagi ya”, sambung Evan sebelum melangkah menaiki anak tangga.
Sepeninggalnya Evan masuk ke dalam kamarnya, pak Kasno mendekat ke arah pintu kamar Widya. Entah di dalam sana sang menantu masih melayani nafsu pak Narto atau sudah selesai.
Pintu terbuka dan terlihatlah tubuh Widya seorang diri terbaring diatas kasurnya dan saat di telusuri memang pak Narto sudah selesai dan pergi saat dirinya tertidur tadi. Selesai memaju birahinya pada Widya demgan puas, pak Narto langsung meninggalkan Widya dengan tubuh telanjang, di kedua kulit payudaranya banyak cupangan yang menghiasi dan dari selangkangannya .mengalir cairan kental yang lumayan banyak.
Rambut serta tempat tidur yang menjadi alas pergumulan mereka terlihat acak-acakan dengan pakaian yang sebelumnya dikenakan oleh Widya terserak di lantai.
Kehidupan Widya perlahan mulai berubah dan sejak malam itu hingga hari kepulangan pak Kasno ke kampungnya lagi, pak Narto selalu rutin membuahi rahim Widya. Entah itu di depan pak Kasno maupun tanpa di lihatnya.
Setiap Evan sedang ada kegiatan kuliah maupun keluar main dan saat pak Narto sendiri senggang dari Kerjaanya, ia selalu menyempatkan dirinya berkunjung ke rumah Widya. Bukan hanya berkunjung ke rumah, tapi berkunjung juga ke dalam lubang memek Widya.
Di dalam kamar Widya, di ruang tengah, ruang tamu, dapur, maupun di ranjang milik Evan, pak Narto rajin menyetubuhi Widya. Semua lubang hampir selalu dipakai olehnya, hanya saja yang paling sering digunakan adalah lubang memeknya karna memang dirinya ingin menghamili Widya.
Seperti siang itu saat Evan ada jadwal kelas dan dirinya pak Narto masuk jadwal malam. Siang, sehari sebelum pak Kasno pulang ke kampung. Di dapur Widya dalam keadaan jongkok di depan selangkangan pak Narto dan mulutnya terisi batang besar milik pria tua tersebut.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Suara sekan sedang makan sup terdengar dari mulut Widya. Mulut tipisnya yang indah menyedot keras dan melahap semua batang pak Narto. Sementara pak Narto hanya berdiri santai sambil menikmati sepongan Widya pada kontolnya.
“Aakkkhhhh....jangan kena gigi, bu”, ucap pak Narto memegang kepala Widya yang tengah maju mundur di selangkangannya.
Widya masih memakai pakaian lengkapnya setelah dirinya memasak dan pak Narto datang ke rumah langsung meminta dirinya untuk memuaskan nafsunya itu. Tanpa perlawanan dan dengan tunduknya Widya menuruti keinginan pak Narto dan langsung jongkok lalu memelorotkan celannya sampai keluarlah kontol besar pak Narto menampar bibir Widya.
Tanpa membuang waktu Widya menjilatnya dan memasukkan keseluruhannya ke dalam mulutnya.
“makin hari, bu Widya makin jadi penurut saja”, ucapnya sambil membelai rambut Widya.
Saat sedang menikmati sepongan Widya pada kontolnya. Pak Kasno terlihat sudah siap dari kamarnya dan menemui pak Narto yang tengah menyuruh menantunya itu untuk memuaskan kontolnya.
“ayo. Saya sudah siap, To”, ucap pak Kasno setelah mandi.
Pak Narto memalingkan wajahnya ke arah pak Kasno yang tengah melihatnya sedang di sepong oleh Widya. Widya yang tengah memasukkan kontol besar pak Narto di dalam mulutnya sambil maju mundur juga ikut .melihat ke arah mertuanya itu. Tanpa rasa canggung, Widya menjilati kontol pak Narto lalu memaju mundurkan kembali kepalanya.
“Ssshhhhh....sebentar, pak. Lagi nanggung”, ucap pak Narto.
“Cepatlah, To ini udah siang bisa-bisa penjualnya udah pulang nanti”, ucap pak Kasno.
“Yaudah ini saya cepetin”, balasnya.
Kemudian kepala Widya dipegang oleh pak Narto dan dengan kasar pak Narto mengerakkan kepala Widya maju mundur kepalanya dengan cepat ke arah selangkangannya hingga hidung Widya mengenai rambut kemaluannya yang lebat.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh...bentar lagi, bu. Ssshhhh....”, racau pak Narto.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
Terlihat jelas bahwa kontol pak Narto masuk hingga tenggorokan Widya, terlihat dari luar tenggorokan Widya menggembung setiap sodokan kontol pak Narto masuk ke dalam. Widya hanya memejamkan matanya serta dari sela mulutnya keluar banyak busa ludahnya.
Pak Narto menggerakkan kontolnya di dalam mulut Widya seperti sedang menyetubuhi memeknya. Widya merasa akan tersedak setiap kontol pak Narto masuk dengan kasar ke dalam tenggorokannya. Baju yang dipakai Widya mulai basah akibat tetesan busa liurnya yang jatuh mengenai kulit dada serta kain baju depannya.
Pak Narto semakin gencar memaksakan kepala Widya untuk lebih cepat dan dalam menelan kontolnya. Sampai saat dirinya merasa akan segera keluar, pak Narto mencabut kontolnya dari mulut Widya dan Widya disuruh untuk berdiri.
Setelah Widya berdiri, pak Narto menyuruh Widya untuk menungging sambil berpegangan ke pinggiran tempat diletakannya kompor. Dengan cepat dan tak sabar, pak Narto langsung menyingkap daster yang Widya pakai, celana dalamnya diturunkan sampai paha.
Puncak kenikmatan yang dirasakan pak Narto sudah diujung tanduk dan langsung mengarahkan kontolnya di bibir memek Widya. Di dorong masuklah kontolnya masuk menembus lubang memek Widya dengan masuk sepenuhnya. Pak Narto tanpa membuang waktu langsung menggerakkan kontolnya keluar masuk dengan cepat.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...rasakan kontolku ini, bu. Ssshhhh....”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...”, desah Widya.
Pak Kasno berdiri menonton sang menantu di Setubuhi dengan kasar oleh pak Narto dari ambang dapur. Dirinya menonton demgan jelas bagaimana menantunya malah mendesah keenakan saat di Setubuhi kasar seperti itu.
Sadar akan dirinya sedang di tonton oleh sang mertua, Widya memalingkan wajahnya melihat ke arah pak Kasno dengan tatapan mata yang sayu menahan nafsu. Widya melihat le arah pak Kasno sambil mulutnya menganga mengeluarkan desahan yang sangat erotis untuk di dengar.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh...”, desah Widya.
“Lonte kamu, Widya”, batin pak Kasno antara senang karna fantasinya sudah berjalan dan rasa sakit jika mengingat pengihanatan Widya setelah kematian anaknya.
Pak Narto demgan desahan serta nafas beratnya terus menggerakkan keluar masuk kontolnya di dalam lubang peranakan Widya yang sudah siap di buahi oleh peju nya itu.
“sekarang ibu sudah ga malu lagi ya saya entotin di depan mertuanya”, ucap pak Narto.
“ibu memang punya bakat jadi Pelacur. Ssshhhh...memek ibu yang enak ini harusnya di keroyok banyak kontol biar puas. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....”
“ibu suka saya entotin di depan mertuanya?”
Widya mengangguk dalam nikmat,“Iyaaahhh...ssshhhhh...iya saya suka, pak. Ssshhhh....saya suka bapak entotin di depan ayah mertua saya. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....entot yang keras memek saya, pak. Kasarin memek saya ini yang gatal. Ssshhhh....Aaaakkkkhhh....ini enak....ssshhhhh...”
Terlihat pak Kasno mendekati kedua insan tersebut yang tengah memacu birahi panasnya. Setelah berada di samping tubuh menungging Widya, pak Kasno meremas kedua buah payudara Widya dari balik baju daster yang masih dipakainya itu.
“Hajar yang keras memek menantu saya ini, To”, ucap pak Kasno.
Pak Narto yang mendengar keinginan orang tua tersebut langsung meningkatkan kembali kecepatan genjotannya. Bahkan sekarang bukan hanya lubang memek Widya yang di genjot kasar oleh pak Narto. Lubang pantatnya ikut dijejali kontol besarnya dan di genjot juga.
Kedua lubang Widya dihajar oleh kontol pak Narto secara bergantian. Beberapa kali sodokan di memek diganti pada pantat. Setelah beberapa kali sodokan di pantat diganti lagi ke dalam memek. Hal tersebut terjadi beberapa kali sampai pak Narto sendiri merasa sudah akan meledak orgasmenya.
“Sudah mau keluar saya, pak. Ssshhhh....”,ucap pak Narto.
Mendengarnya, pak Kasno menyingkir dan berhenti meremas payudara Widya memberi ruang bagi pak Narto supaya leluasa menyetubuhi Widya sampai klimaks.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Widya menungging dengan daster yang disingkap hanya sampai batas pinggang beserta celana dalamnya yang diturunkan sebatas paha mendesah nikmat. Walau tak sedikit menjauh, pak Kasno memasukkan beberapa jarinya ke dalam mulut sang menantu untuk dikulumnya dan Widya menerimanya dengan senang hati. Dikulumnya jari-jari sang mertua yang masuk ke dalam mulutnya dengan khidmah.
Pemandangan sungguh sangat erotis. Pak Narto yang sedang memfokuskan diri meraih klimaksnya melihat sedikit tali Bra hitam yang tersingkap dibalik bahu Widya. Dengan bernafsu, pak Narto meloloskan sebelah lengan daster Widya dan terlihatlah separuh Bra hitam Widya.
Belum cukup, pak Narto menarik turun sebelah tali Bra tersebut, namun tak sampai keluar payudara Widya. Justru hal seperti itulah yang membuat nafsu pak Narto makin menggebu untuk menyetubuhi Widya.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....Setubuhi memek Widya terus, pak. Ssshhhh....terusss....”, racau Widya disela melumat jari pak Kasno.
Widya yang sudah dalam keadaan nafsu berat mulai meraba selangkangan pak Kasno yang masih belum bisa berdiri, hanya baru bisa sedikit tegang. Tangannya meremas pelan kontol mertuanya itu yang besar walau dalam keadaan belum bisa tegang sempurna.
“Minta izin buat pejuhin memek menantunya ,pak. Sshhhhh....”, ucap pak Narto.
“Pejuhi lah sebanyak dan semau kamu, To. Sebelum menantuku ini jadi Pelacur pribadiku, menantuku ini jadi Pelacurmu juga. Penuhi memeknya dengan peju mu, To”, balas pak Kasno.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“TERIMA PEJU KU, LACUR!!! MEMEK MU MEMEK LONTE, WIDYAAA!!!! AAAKKKKHHHH!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Pak Narto menyemburkan peju nya masuk memenuhi rahim Widya dan saat itu juga Widya juga sampai pada klimaksnya secara bersamaan.
Kembali, saat pak Narto mencabut kontolnya lelehan putih kental keluar dengan deras dari memek Widya bercampur dengan cairan klimaks milik Widya sendiri yang tadi keluar banyak menyembur kontol pak Narto.
Tubuh Widya ambruk bersender demgan nafas tersengal. Pak Narto mengarahkan kontolnya yang basah oleh cairan ke depan mulut Widya. Widya yang sudah tau apa yang harus dilakukannya langsung mencaplok kontol pak Narto membersihkan cairan yang masih melekat.
PUAH!!!
“Hebat banget memek menantumu ini, pak. Sudah sering saya genjot tapi masih aja sempit”
“izin bersihin sisanya, pak”, lanjut pak Narto mengambil rambut Widya untuk mengeringkan bekas air liur Widya.
Setelah selesai, pak Narto kembali menaikkan celananya hingga rapi kembali, lalu dirinya mengecup bibir Widya demgan lembut.
“memek yang nikmat, sayang”, bisik pak Narto di telinga Widya.
“Kamu jaga rumah duku ya, Wid. Bapak mau ke pasar sama pak Narto buat nemenin bapak beli bibit tanaman”, ucap pak Kasno pada Widya.
“iya, pak...”, balas Widya masih demgan nafas tersengal.
“rapihin baju kamu, nanti kalo ada tamu bisa-bisa kamu dientotin lagi”, sambung pak Kasno sebelum pergi bersama pak Narto.
Perginya pak Narto bersama ayah mertuanya, Widya tak langsung membenahi kembali pakaiannya. Ia masih dalam keadaan bersandar dengan selangkangan mengalir cairan peju milik pak Narto.
Dirabanya selangkangan sendiri dengan tangannya, Widya menggosok pelan memeknya yang becek oleh cairan kewanitaannya sendiri bercampur cairan peju pak Narto.
Telapak tangannya diusapkan di memeknya dan terlihat banyak peju yang menempel ditangannya dan sejurus kemudian Widya menjilati peju yang menempel ditangannya itu hingga bersih, bahkan setelah tangannya bersih, Widya kembali mengambil peju tersebut beberapa kali lalu menjilat bersihnya.
“rasa peju memang nikmat”, lirih Widya.
Setelahnya Widya mencoba bangkit dan membenahi pakaiannya dan kembali beraktivitas dengan sebelumnya menuju kamar untuk mandi.
*………………………….
Terlepas dari perbudakan Widya oleh pak Narto, satpam Komplek yang dengan beruntungnya bisa mendapatkan tubuh Widya yang bisa ia nikmati kapanpun ia mau. Walau sudah tak setiap hari tubuh Widya selalu dijamah oleh pak Narto, tapi bisa dibilang sering. Hampir semua sudut rumah Widya sudah pernah digunakan pak Narto untuk menikmati setiap jengkal kemolekan tubuh tuan rumahnya.
Waktu satu bulan bukanlah waktu yang bisa dibilang singkat. Ya, sudah satu bulan telah terlewatkan setelah hari pertama sejak saat Widya dinikmati tubuhnya atas izin sang mertua dirumahnya sendiri.
Dalam waktu satu bulan yang intens di siram rahimnya oleh pak Narto, tak ayal benih yang masuk menjadi sebuah janin di dalamnya. Widya kini positif mengandung seorang calon bayi di dalam perutnya, namun belum bisa disimpulkan anak siapa itu. Kok bisa? Walau perut Widya telah terisi jabang bayi yang masih berusia 2 minggu, baru pak Narto maupun pak Kasno saja yang tau akan fakta kehamilannya itu. Evan, kedua orang tuanya sama sekali belum tau kabar tersebut. Kabar yang belum bisa ditentukan apakah itu kabar baik atau sebaliknya. Diluar pak Kasno dan pak Narto yang mengetahui kabar kehamilan Widya, apakah ada yang tau lagi? Jika ada pertanyaan seperti itu mungkin kurang tepat untuk di pertanyakan, mengingat Widya sendiri juga belum tau siapa ayahnya.
Widya yang memang sudah sadar akan perbuatannya itu merasakan bersalah, namun disisi lain dirinya tak bisa terlepas dari kenikmatan yang selalu diberikan oleh pak Narto. Ibarat sudah tau tak bisa makan sambal sampai perut mulas, tapi tetap saja sambal tersebut dimakan.
Hari itu Widya tengah berada di kediaman kedua orang tuanya. Di depan kedua orang tuanya, Widya sama sekali tak memancarkan aura yang bisa membuat curiga akan dirinya. Widya hanya bersikap biasa dan mengobrol seperti pada umumnya. Kedatangan Widya di kediaman orang tuanya juga sebenarnya ada alasan tersendiri, dimana alasan tersebut bakal ia gunakan untuk menutupi kehamilannya yang sedang dialami.
“Kamu serius, nak?”, tanya sang ibu.
“Iya, bu. Bisnis yang Widya kembangkan disana kan masih baru dan karna hal itu masih banyak yang harus Widya benahi”, balas Widya.
“Tapi apa ga sebaiknya kamu cek 2 minggu atau satu bulan sekali saja buat urusan?”, timpal sang bapak.
“ga bisa, bu, pak. Alangkah baiknya jika bisnis baru harus selalu di dampingi dan selain Widya disana buat urusin bisnis Widya itu, Widya juga sekalian mau jagain ayah Kasno. Kasihan, bu dia kan di kampung sekarang sendirian”
Kedua orang gua Widya terlihat berpikir untuk alasan yang di buat oleh sang anak cukup lama. Sambil keduanya saling mengangguk memilih keputusannya, sang ibu kembali berkata...
“Kalau begitu keputusan kamu yaudah, nak. Tapi, nanti jangan lupa buat selalu kasih kabar. Jujur sebenarnya kami khawatir, tapi terlepas dari rasa khawatir tersebut, kami bisa sedikit hilangkan rasa khawatir tersebut karna nantinya ada pak Kasno yang jagain kamu”, ujar ibunya Widya.
“tapi kamu sudah bilang kan sama pak Kasno soal niatan kamu itu?”, sambungnya.
“Widya sudah bilang sama ayah Kasno, bu soal niatan Widya ini buat urus bisnis katering Widya yang ada disana”
“Kalo sama Evan?”, tanya sang bapak.
“Sudah, pak. Widya juga sudah bilang a Evan, dia mengizinkan Widya, Walau awalnya keberatan”
Pernah diceritakan bahwa setelah Widya memasang pelaris yang dibantu oleh mbah Mitro, bisnis katering Widya meningkat dan karna jumlah pesanan yang datang pada bisnisnya itu, Widya memutuskan untuk membuka rumah makan yang dibarengi dengan jasa katering di wilayah kota sang mertua, pak Kasno. Dari sebuah katering rumahan, berkembang menjadi bisnis yang menguntungkan bagi Widya.
Untuk pak Kasno sendiri saat mendengar niatan Widya tersebut langsung disambut dengan senang hati dan bahkan ia sendiri yang menawarkan Widya untuk tinggal serumah dengannya. Jarak yang tak terlalu jauh dari rumah pak Kasno membuat Widya menyetujui hal tersebut.
“jadi mau berangkat kapan?”, tanya sang ibu.
“Paling sekitar 2 mingguan lagi, bu”
Setelah mengutarakan niatannya dan mendapatkan izin dari kedua orang tuanya, Widya mengobrol seperti biasanya hingga sore hari menjelang dan Widya memutuskan untuk berpamitan pulang.
Waktu yang menunjukkan hampir menjelang Maghrib dan langit pun sudah mulai gelap, Widya berjalan menelusuri jalanan Komplek. Memang seperti yang pernah di ketahui bahwa rumahnya dengan rumah kedua orang tuanya tak terlalu jauh, masih satu area Komplek.
Dalam jalannya, Widya memikirkan alasan serta langkah berikutnya supaya tak menimbulkan rasa kecurigaan dari keluarganya maupun dari para tetangga atas kesalahan yang ia buat, namun tetap ia jalani. Sambil berjalan, beberapa kali Widya berjumpa dengan dua, tiga penghuni Komplek lainnya yang telah selesai pulang dari urusannya masing-masing.
Saat Widya berjalan di area yang belum dibangun, masih berbentuk rumput-rumput tinggi, sebuah motor datang dari arah belakangnya dan berhenti tepat disebelah Widya. Widya yang merasakan kehadiran motor tersebut memalingkan wajahnya untuk melihat siapa orang tersebut.
“Bapak...”, sapa Widya.
“pulang jam segini dari mana, bu?”
“Dari rumah ibu sama bapak, pak”
Pengendara tersebut ternyata pak Narto yang sedang berkeliling sore dengan motornya. Seperti biasa, setiap pak Narto melihat Widya pasti gejolak birahinya selalu naik. Entah kenapa pak Narto bisa selalu dibuat tak tahan hanya dengan melihat badan Widya tersebut. Dengan rasa birahinya yang muncul seketika, pak Narto mengutarakan niatannya.
“jangan gila, pak. Ini tempat umum”, tolak Widya.
“ibu tau sendiri kan ini jalanan jarang dilewati orang karna memang disini belum ada pembangunan. Kita lakukan di balik rumput itu saja, bu. Lagian rumputnya tinggi-tinggi jadi ga ada yang bakal liat”, ucap pak Narto sambil menunjuk rerumputan tinggi di samping jalan.
“nanti malam saja, pak”, ucap Widya mau berjalan, namun pergelangan tangannya di tangkap oleh pak Narto.
“Bapak janji bakal lakuin cepet. Bapak sudah ga tahan banget, bu. Lagian bapak sedang ditunggu buat jaga pos. Saya janji bakal cepet selesai, bu”
Belum sempat Widya mengeluarkan suara penolakannya lagi, pak Narto menepikan motornya dan menarik Widya untuk masuk ke dalam rerumputan. Pikiran Widya sedang penuh dengan memikirkan cara kedepannya, dia juga sebenarnya mau melakukan permintaan pak Narto, tapi alasan dia tak mau karna hal tersebut diminta di tempat umum jadinya Widya menolak.
“pak! Saya mau puasin bapak, tapi bukan bisa seenaknya di tempat seperti ini, pak”
“tapi saya Cuma sebentar aja, bu. Ayo lah, bu”
“Maaf, pak”
Mungkin karna kepala Widya yang sedang penuh dengan apa yang sedang dipikirkan, Widya mendapat dorongan menolak secara langsung apa yang diinginkan oleh pak Narto. Bahkan hal tersebut lebih tegas dibanding penolakan yang pertama kali Widya lakukan pada pak Narto dulu.
Dalam hal tersebut untungnya pak Narto tak marah dengan penolakan yang diberikan oleh Widya. Widya memang sempat berpikir sedetik setelah dirinya melontarkan kalimat tersebut, Widya takut bahwa pak Narto akan marah dan berbuat nekat dengan menariknya secara paksa ke dalam rerumputan dan dipaksa untuk memuaskannya atau lebih tepatnya dirinya akan di perkosa kembali, bukan Widya lakukan secara terbuka.
Widya yang sudah berjalan sedikit jauh dari pak Narto, pria tersebut menaiki motornya dan bergerak lambat di samping langkah Widya.
“Yaudah kalo begitu nanti malam saja bapak ke rumah dan ibu harus mau”, ucapnya lalu tancap gas.
Widya yang mendengar ucapan pak Narto hanya acuh dan tak terlalu memikirkannya. Ia terus melangkahkan kakinya untuk berjalan pulang ke rumah. Lampu jalan terlihat sudah mulai menyala menerangi jalan yang Widya injak.
Mengingat sore kala itu membuat Widya merasakan marah dan merubah pandangannya terhadap orang yang selama ini ia hormati. Widya sadar betul bahwa dirinya sering mendapatkan perlakuan seperti itu dari pria yang mendaki kenikmatan atas dirinya, namun apa yang di lakukan oleh pria itu terasa beda bagi Widya.
Tak bisa dipungkiri bahwa Widya juga pertama menikmatinya. Bagaimana Widya menjelaskan perasaan tak menentu yang ia rasakan, yang jelas dirinya merasa kurang terima dengan perlakuan yang ia terima.
Apa dan siapa yang Widya maksud itu?
Saat dirinya sampai di depan gerbang rumah tak sengaja berjumpa dengan sang anak yang juga pulang sehabis kegiatannya. Wajah kusam yang Widya keluarkan dari rumah kedua orang tuanya berubah menampilkan wajah yang ceria seperti biasanya di depan sang anak.
“Loh, mamah darimana?”, tanya Evan masih diatas motornya.
“Dari rumah ibu”, sambil menyuguhkan senyumnya.
Evan yang berniat turun dari motornya dicegah oleh Widya, “mamah aja yang buka gerbang”.
“Udah makan apa belum, nak?”, tanya Widya melihat Evan menutup pintu rumah.
“belum, mah”
“Aduh gimana ya...mamah lupa belum masak buat makan malam, tadi mamah keasyikan di rumah ibu sampe kelupaan buat makanan”
“Gapapa kok, mah. Kalo gitu biar Evan pesanin lewat aplikasi aja ya”, Widya mengangguk.
“mau apa, mah?”, sambungnya.
“Ngikut kamu aja deh”
“Sambil nunggu pesanan datang Evan mau Selesain tugas Evan sama sekalian mandi”
Sepeninggalnya Evan naik ke kamarnya, Widya juga masuk ke dalam kamarnya untuk mandi karna hati sudah gelap dan dirinya merasa lengket akan keringat.
---
EVAN
“HHAAAAHHHH....capek juga hari ini”, ucap Evan sambil mengendarai motornya pulang.
Kecepatan yang Evan pacu pada sepeda motornya tak terlalu cepat dan saat baru melewati gerbang utama masuk Komplek dirinya berpapasan dengan pak Narto yang sama juga menggunakan sepeda motornya. Seperti biasa saat Evan bertemu dengan Satpam tua tersebut Evan tak selalu lupa untuk menyapanya walau hanya sekedar lambaian tangan biasa dan pak Narto membalas lambaian tangan balik sambil tersenyum ramah.
Saat dirinya sudah dekat dengan rumah, Evan melihat sosok perempuan yang tak asing lagi bagi dirinya. Sosok mamahnya terlihat berjalan sendirian entah dari mana beliau itu.
“Loh, mamah dari mana?”
Terlihat dari kejauhan tadi wajah mamahnya terlihat kusam seperti sedang memikirkan sesuatu, namun langsung berubah ketika tau bahwa ada Evan di depannya.
Beberapa percakapan singkat terjadi dan Evan masuk mengikuti mamahnya yang terlebih dahulu di depan, Evan menyalakan rokok terakhirnya sebelum masuk mengikuti mamahnya.
Dari pandangannya Evan bisa melihat tubuh mamahnya yang sekal itu, walau hanya memakai pakaian biasa namun masih tetap membuat wanita tersebut tetap terlihat keseksiannya. Lekuk tubuhnya tercetak jelas dari pakaian yang ia kenakan membuat Evan menelan Salivanya.
Dari belakang Evan hanya memperhatikan sosok wanita yang mendapat peran sebagai mamahnya.
Layaknya laki-laki, Evan yang dikenal oleh mamahnya sebagai anak baik pun juga pasti bisa merasa apa itu namanya terangsang akan tubuh seorang wanita, begitu pun akan tubuh mamahnya sendiri. Lekuk tubuh yang masih terlihat sempurna seperti ABG dan buah dada yang menyembul padat dari balik baju, pantat yang berisi dan kulit putih mulus. Sosok wanita berumur 38 tahun, namun terlihat tak seperti umurnya itu. Tak terangsang? Ga normal. Mempunyai hasrat untuk menggagahi itu baru salah.
Setiap orang mempunyai sisi baik dan buruknya sendiri. Setiap orang yang terlihat baik belum tentu dalamnya juga mencerminkan yang sama. Masih ada, tapi tak banyak dan tak bisa tau yang mana saja.
Sama seperti Evan sendiri. Terlihat tak ada maslah dan hidup tanpa ada h yang terlihat buruk? Jangan terlalu cepat menilai. Evan sosok yang masih samar-samar untuk ditebak.
Evan berjalan pergi ke kamarnya, namun saat berjalan Evan merasa kurang nyaman karna celananya terasa sedikit sesak dari sebelumnya akibat terangsang oleh tubuh sang mamah. Kalakiannya terasa mulai mengeras dan membesar.
Setibanya di dalam kamar, Evan yang tak tahan dengan dorongan birahi yang datang membuatnya langsung menurunkan celananya dan mengeluarkan kontolnya yang sudah tegak berdiri sedari tadi. Di matikannya dengan cepat rokok yang masih tersisa banyak itu.
“Ooohhhh...ga tahan gue lihat badan mamah sendiri. Emang sudah gila gue”
“Maafin Evan, mah. Sssshhhhh....”
Sambil mengocok pelan kontolnya, Evan membuka laptopnya yang berada di dalam tas dan mengakses internet. Jemarinya membuka aplikasi bernama Instagram lewat laptopnya itu. Ia klik salah satu akun yang dimana akun tersebut adalah akun milik mamahnya. Disana terdapat banyak foto-foto mamahnya dan setelah merasa pas dengan salah satu foto, Evan kembali mengocok kontolnya sambil melihat foto pilihannya itu.
Foto saat Widya memakai kebaya di acara resepsi salah satu temannya itu. Bagi Evan foto tersebut sangat seksi, dimana sang mamah memakai kebaya dengan memperlihatkan belahan dadanya yang besar dan kulit dada atas yang mulus bersih.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Kocokkan yang Evan lakukan sungguh bersemangat. Entah setan darimana karna ini adalah kali pertamanya ia berani beronani sambil melihat foto mamahnya sendiri dan kali pertama juga ia tak kuat karna terangsang oleh tubuh mamahnya. Salah, hal tersebut memang salah, tapi semua seakan tertutup oleh nafsu.
“Mah...toket mamah mantap banget. Ssshhhh...Evan pengen remas toket mamah itu. Ssshhhh....”
“Kenapa tubuh mamah buat Evan nafsu begini, mah”, ucapnya sambil mengocok cepat kontolnya di depan layar laptop yang tengah menampilkan foto Widya.
Nafsu setan yang menyerang Evan kian menjadi dan rasanya Evan kurang puas dengan apa yang sedang ia lakukan. Ia kemudian memasukkan kembali kontolnya ke dalam celana dan pergi ke bawah dengan jalan yang terburu-buru.
Evan pergi ke arah dapur dimana disitu terdapat kamar mandi yang biasa digunakan untuk Widya mencuci pakaian. Dengan tergesa Evan menghampiri keranjang pakaian kotor dan disana Evan mencari dalaman milik mamahnya yang akan dicuci. Benar, Evan menemukan celana dalam berwarna putih milik mamahnya, namun ada yang aneh disana karna pada celana dalam milik mamahnya itu terdapat cairan kental.
Saat Evan coba untuk menciumnya ternyata bau anyir seperti bau carian peju. Evan coba pegang cairan tersebut juga teksturnya kental dan lengket. Tak sengaja Evan melihat Name Tag bertuliskan huruf kapital “NARTO”. Name Tag tersebut terselip diantara pakaian kotor lainnya.
“apa pak Narto kesini dan onani pake celana dalam mamah?”, pikir Evan.
Jika dipikir satpam tersebut memang datang ke rumah, jika tidak kenapa ada Name Tag miliknya yang berada di keranjang pakaian?
Bukannya marah, Evan malah dibuat makin terangsang oleh hal itu. Tanpa babibu, Evan mengambil celana dalam mamahnya yang berlepotan peju itu ke dalam kamarnya. Di dalam kamar, Evan kembali mengeluarkan kontolnya untuk kembali dikocok.
Menggunakan bagian yang tak terkena cairan peju, Evan melilitkan celana dalam mamahnya itu untuk membungkus kontolnya dan menggunakan untuk mengocoknya. Rasa nikmat yang Evan rasakan sungguh sangat berbeda di banding saat belum menggunakan celana dalam tersebut.
Beronani membayangkan mamahnya sendiri menggunakan celana dalamnya membungkus kontol serta melihat foto seksi mamahnya membuat Evan sangat menikmati hal tersebut.
“Aaaakkkkhhh....nikmat banget rasanya. Ssshhhh...Evan pinjam celana dalamnya buat kocok kontol Evan, mah. Ssshhhh....”
“tadi pak Narto ngocok di celana dalam mamah...apa jangan-jangan pak Narto tadi ngentotin mamah? Ssshhhh....mamah nakal banget. Ssshhh....Aakkkhhhh...”, racau Evan.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Entah mungkin karna terlalu bernafsu atau karna hal lain, Evan dengan cepat meraih klimaksnya dengan menyemprotkan semua cairan peju nya di celana dalam mamahnya itu. Celana dalam yang sebelumnya terdapat peju pak Narto yang banyak, sekarang bertambah banyak oleh peju milik Evan.
“Aakkkhhhh....mmaahhh... Ssshhhh....”, ucapnya sambil mengoleskan sisa-sisa peju nya pada celana dalam.
Buka. Hanya digunakan mengelap kontolnya, Evan juga menggunakan untuk mengelap layar laptopnya yang tadi terkena semprotan peju nya itu secara menyeluruh hingga bersih kembali.
Pertama kalinya Evan melakukan hal diluar batasnya, tapi rasa yang ia dapat bukan hanya sekedar rasa nikmat, tapi juga rasa puas yang ia rasakan sehabis onani sambil melihat foto beserta menggunakan celana dalam mamahnya sendiri sebagai sarana kocoknya. Bukan sedikit, tapi memang sangat salah bisa Evan sadar hal tersebut.
Setelah selesai dengan kegiatannya, Evan tak mau berbuat ceroboh dengan mengembalikan celana dalam milik mamahnya yang sudah berlepotan cairan peju miliknya beserta cairan lain yang masih belum terlalu jelas punya siapa itu ke dalam ranjang pakaian kotor. Evan memilih untuk menyimpan celana dalam tersebut di tempat yang aman supaya tak diketahui oleh pemiliknya.
“sepertinya gue memang harus mulai sedikit memperhatikan tingkah pak Narto”, pelannya.
Evan baru teringat bahwa dirinya punya pekerjaan yang belum ia selesaikan. Menggunakan jemarinya Evan langsung berkutat di papan keybord menyalin kalimat-kalimat yang ada di dalam buku yang diberi oleh dosennya.
---
Sementara itu di lantai bawah di waktu sebelumnya saat Evan masih mengurut benda kalakiannya di dalam kamar.
Widya tengah berada di dalam kamar mandinya sudah telanjang bulat bersiap untuk mandi, tapi niat mandinya harus tertunda karna dirinya tiba-tiba merasa birahinya muncul. Dengan duduk di lantai kamar mandi, Widya membuka kedua kakinya sambil menggosok sendiri bibir memeknya menggunakan tangan.
Tangan satunya bergerak meremas kedua buah dadanya sambil mulutnya terus mengeluarkan desahan.
“ssshhhhh....ssshhhhh....”
Gosokan telapak tangannya bergerak makin cepat menggesek bibir memeknya hingga terasa mulai panas dibuatnya. Merasa kurang untuk meredakan birahinya, Widya meraih botol shampo yang berukuran tak terlalu besar dan langsung memasukkannya ke dalam lubangnya lalu dikocok keluar masuk dengan mulut menganga menahan nikmat.
Widya mengingat kembali kejadian sore itu yang membuat dirinya merasa kesal dan ada rasa marah yang muncul. Sore dimana dirinya diperlakukan seperti budak yang sempurna oleh sang mertua. Walau bersama pak Narto juga ada disana, namun semua emosinya hanya tertuju pada sang mertua. Sore sehari sebelum pulangnya pak Kasno ke kampung halamannya.
*
Pak Kasno pulang dari pasar bersama pak Narto yang mengantarkannya membeli bibit tanaman. Saat itu Widya disuruh untuk membuatkan kopi oleh pak Kasno dan sekembalinya dari dapur, pak Kasno menyuruh Widya untuk melepaskan semua bajunya hingga telanjang bulat di depan pria tua tersebut.
Belum selesai. Pak Kasno membawa tali dengan rupa seperti tali yang sering di gunakan oleh anak-anak Pramuka. Widya disuruhnya untuk tetap diam dalam berdirinya dan pak Kasno mulai melilitkan tali tersebut ke lingkar dada Widya hingga lingkar buah dada Widya menyembul dengan menantang memperlihatkan otot-otot hijau payudaranya.
“Narto, tadi barang yang ditemukan pas dipasar tolong ambil”, ucap pak Kasno pada pak Narto.
Pak Narto keluar menuju motornya dan terlihat mengambil sesuatu dari dalam jok motornya. Benda yang dimaksud sudah ditangan, pak Narto lekas masuk kembali ke dalam rumah.
“Ini, pak”, ucapnya sambil memberikan—
“Bukannya itu ikatan yang suka dipake hewan peliharaan?”, kaget Widya dalam hati melihat benda yang dimaksud.
“maksud ayah apa? Bukannya itu kalung peliharaan yang biasa dipasangkan ke leher peliharaan”, tanya Widya mulai waswas.
“Memang benar, Wid. Tadi pas di pasar bapak ga sengaja menemukannya tergeletak terus bapak ambil”
“pas bapak lihat ini, bapak langsung ingat sama kamu. Kamu sekarang kan bukan menantu ataupun istri almarhum anak bapak, tapi kamu sekarang hanya peliharaan nafsu. Setelah kematian Harjo, kamu nakal banget Widya, karna hal itu bapak mau kasih hukuman buat kamu”, ucap pak Kasno.
“tapi, yah... Ini sudah keterlaluan, yah”
“sudah, kamu nurut saja atau bapak bakal bilang ke semuanya kalo kamu tukang menyeleweng”
Widya merasa tak bisa berbuat apa-apa dengan ancaman mertuanya itu. Yang bisa Widya lakukan hanya pasrah saat itu saat pak Kasno memasangkan kalung peliharaan itu di lehernya dan menariknya untuk berjalan mengikutinya masuk ke ruang tengah. Baru beberapa langkah, pak Kasno membentak Widya karna posisi jalan Widya dirasa salah olehnya. Widya disuruh untuk berjalan merangkak.
Widya tak percaya dengan perlakuan yang diberikan oleh mertuanya itu. Sosok ayah dari almarhum suaminya yang ia kenal baik, sopan dan ramah. Sosok yang ia hormati selama ini malah melecehkannya sedemikian rupa seperti budak, seperti peliharaan. Dadanya merasa sakit dan emosinya mulai muncul, namun tak berani ia keluarkan.
“Nah jalannya kaya gitu, Wid. Kamu memang menantuku yang penurut”, ucap pak Kasno sambil melihat Widya.
“Tapi sayangnya murahan”, lanjutnya sambil tertawa puas.
Sekilas Widya melihat pak Narto yang hanya diam melihatnya. Justru pria yang selalu menyetubuhi nya dengan kasar dan sering mengeluarkan kalimat umpatan, malah tak pernah berbuat sampai sejauh itu pada dirinya.
Dengan jalan yang sedikit susah akhirnya Widya sampai di ruang tengah, masih dengan posisinya. Pak Kasno menyuruh pak Narto untuk membuka celana.
“Katanya tadi kamu kepingin cepat-cepat pulang buat tuntaskan nafsumu, To? Keluarkanlah kontolmu itu yang sudah buat menantuku ini jadi murahan”
“pakai mulutnya”, sambungnya yang kini sudah duduk di sofa.
“bangsat kau, yah”, umpat Widya dalam hati sambil melihat tajam ke arah pak Kasno.
Pak Kasno yang sadar akan tatapan tajam mata menantunya itu, langsung mengangkat tangannya dan menampar pipi halus Widya hingga sedikit berwarna merah.
PLAK!!!
“Jangan pernah melotot kalo lihat saya”, ucapnya sambil mengelus pipi Widya yang habis ditamparnya itu. Mata Widya sedikit berkaca, namun tatapannya tetap tajam garah pada pak Kasno.
Dilihatnya, pak Narto lekas menurunkan celananya dan mengeluarkan kontol besarnya yang sudah tegang maksimal. Di arahkannya ke depan wajah Widya dan langsung memasukkannya ke dalam mulut Widya untuk di kulumnya.
Pak Kasno tiba-tiba bangkit dari duduknya dan bergerak ke arah Widya dengan tangannya masih memegang ujung tali yang terpasang di lehernya itu. Pak Kasno membantu menggerakkan kepala Widya untuk maju mundur ke arah selangkangan pak Narto. Sementara pak Narto tak seperti biasanya, hanya berdiri diam dan mendesah karna kuluman mulut Widya pada kontolnya.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
“ssshhhhh...ssshhhhh....”
Widya yang mengingat kejadian itu rasa hormat yang pernah ia berikan pada mertuanya kian berubah menjadi rasa benci, walau begitu gerakan tangannya yang tengah mengeluar masukan botol shampo di dalam lubang memeknya tak berhenti. Terus dikocoknya olehnya.
“Akan ku balas pelecehan ini, bajingan!!! AAAKKKKHHHHH!!!!”
CUUURRRRR!!!
Bersamaan dengan umpatan sakit Widya yang ditunjukkan pada sang mertua, Widya mengalami orgasmenya dengan dahsyat. Menyembur dengan deras sampai mengucur keluar hingga mengenai pintu kamar mandinya. Cukup panjang orgasme yang Widya alami di dalam kamar mandi sampai badanya merasa lemas karna tenaganya banyak yang terbuang.
Setelah redanya orgasme yang Widya rasakan, Widya tak langsung bangkit dari posisinya. Ia harus menunggu beberapa menit sampai bisa berdiri untuk melakukan tujuan utamanya, yaitu mandi.
TINGTONG!!! TINGTONG!!! TINGTONG!!!
Beberapa kali terdengar suara bel rumah dipencet saat Widya tengah berdiri dibawah guyuran air. Awalnya ia diam karna pasti akan dibukakan oleh anaknya, namun dari suara bel yang terdengar sepertinya masih belum ada yang menerima tamu tersebut. Lagian kamar Widya berada dibawah dan jarak ke pintu utama tak terlalu jauh, jadi yang mungkin bisa dengar dengan jelas hanya dari kamarnya.
Dengan sedikit malas akibat rasa lemas sehabis orgasme, Widya mematikan nyala shower airnya dan mengambil handuk untuk dililitkan pada tubuh telanjangnya yang basah. Dengan rambut yang masih meneteskan air, Widya berjalan keluar menuju pintu utama.
CEKLEK!!!
Yang Widya lihat saat pintu telah dibuka adalah sosok pria muda dengan kantung keresek berwarna putih yang dipegang. Sosok pria muda yang Widya lihat ternyata teman dari anaknya yang bernama Deni.
“ma-malam, tan”, salam Deni terbata sambil tersenyum kikuk.
“loh, Deni ya? Tadi saya kira Ojol yang datang nganterin pesanan makanan”, balas Widya.
Deni terdiam sambil melihat penampilan ibu temannya itu sedang memakai handuk yang hanya dililitkan pada tubuh telanjangnya. Deni sudah bisa menebak bahwa ibu temannya itu tadi dalam keadaan mandi. Tak bisa dipungkiri bahwa Deni terpesona dengan tubuh Widya yang terlihat masih fresh seperti anak muda itu.
Kedua paha mulus yang terpampang, buah dada yang menyembul tergencet lilitan handuk dan kulit dada hingga leher putih mulus tanpa noda membuat batangnya kian mengeras dari balik celana. Deni terdiam dalam lamunannya sambil terdengar ia menelan salivanya melihat penampilan Widya.
“Deni...”
Panggil Widya sambil menatap bingung ke arah Deni, namun tak lama karna Widya sadar akan diamnya pemuda tersebut. Widya sadar bahwa dirinya hanya memakai handuk yang dililitkan pada tubuhnya sementara di balik handuk tersebut dirinya sama sekali tak memakai apapun.
“Deni terangsang sama aku?”, batin Widya meneliti pria muda itu sambil melihat ke arah selangkangannya yang memang terlihat menonjol besar dari balik celana Jeans nya.
“Benar-benar terangsang anak ini sampe kelihatan jelas ada yang bangun gitu”, lanjut batinnya.
“Oh iya, ada apa Deni? Mau ketemu sama Evan ya?”, ucap Widya membuka suasana.
“iya, tante. Oh iya, ini tadi pas saya baru nyampe saya ketemu sama Ojol yang nganterin makanan tante, katanya udah dibayar makanya saya bilang biar saya aja yang bawa masuk”, ucap Deni sambil memberikan kantung keresek putih tersebut.
“Wah udah sampai ternyata. Makas—“
Saat kedua tangan Widya menerima kantung keresek yang diberikan oleh Deni, tiba-tiba handuk yang melilit tubuhnya lepas dan terjatuh ke lantai. Sontak tubuh Widya yang sama sekali tak memakai apapun di balik handuk bisa dilihat dengan jelas oleh Deni. Deni sendiri bisa melihat saat handuk tersebut terlepas, kedua buah dada ibu temannya itu bergoyang. Deni makin dibuat pusing atas bawah dengan kejadian itu.
“Aduuhhh....”, kaget Widya saat mengetahui handuk yang ia pakai terlepas.
Karna tangannya tadi sudah menerima keresek, Widya jadi kesusahan untuk mengambil handuknya kembali dan bingung. Sebenarnya tangan satunya bisa ia gunakan tapi karna kaget Widya sampai lupa akan cara tersebut. Widya hanya reflek berjongkok sambil menutupi buah dadanya, namun lagi-lagi Widya lupa bahwa langkah jongkoknya malah memperlihatkan selangkangannya.
Sebuah keberuntungan tersendiri untuk Deni bisa melihat hal indah seperti itu. Tanpa sadar Widya yang awalnya memperlihatkan buah dadanya, kini malah memperlihatkan kembali selangkangannya.
Untungnya Deni masih bisa mengontrol pikirannya, walau dirinya juga sudah sangat terangsang akan hak tersebut. Dengan sopan Deni mengambil handuk Widya yang terjatuh dan sontak Deni bisa melihat lebih jelas dan dekat lagi selangkangan Widya yang bersih dari rambut kemaluan.
“GLEK!!!”, Di telannya ludah dengan mantap.
Di tangannya Deni berhasil mengambil handuk milik Widya dan masih menggunakan kesopanannya, Deni mencoba memakaikan handuk tersebut pada tubuh Widya. Perlahan Widya ikut menggerakkan tangannya untuk membenarkan lilitan handuknya kembali. Namun tanpa sengaja kembali dan keberuntungan untuk Deni. Tangan Deni tak sengaja menyenggol buah dada Widya yang kenyal itu, bahkan sepersekian detik jarinya menggesek puting Widya.
“Maaf, tan”, ucap Deni saat tak sengaja menyentuh area tersebut.
Widya hanya diam dan kembali melanjutkan lilitan handuknya hingga kembali pada posisi yang aman. Setelahnya Widya bangkit dari jongkoknya dan memberikan senyum yang mengartikan, “tak apa”.
“Yaudah masuk, Evan ada di kamatnya tuh. Oh iya, sama tokong ya, Den nanti sekalian bilang kalo makanannya udah datang. Kamu juga makan sekalian”, ucap Widya mencoba untuk sebiasa mungkin.
“iya, tante. Kalo begitu, Deni izin mau ke Evan dulu, tan”, ucapnya sembari berjalan menjauh.
“aduh, teman anakku sudah lihat badan telanjangku ini”, batin Widya.
Widya sudah kembali dari kamarnya dengan pakaian yang sudah dikenakan setelah mandi. Saat dirinya menuju ruang makan ternyata di sana sudh ada anaknya dan temannya itu yang tengah duduk menunggu sambil mengobrol ringan.
Sadar akan kedatangan Widya, Deni tersenyum ramah ke arahnya, namun bagi Widya senyuman itu terasa berbeda mengingat kejadian tadi pas di pintu.
“kok pada belum dimakan?”, tanya Widya sambil menarik kursi dan duduk di sebelah Evan.
“nungguin mamah, biar bareng aja sekalian makannya”, balas Evan.
Widya sadar betul saat dirinya sedang menyuapkan makanan ke dalam mulutnya bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh Deni, namun Widya mencoba untuk berpura-pura tak mengetahui hal tersebut. Walau tak melihat secara langsung, tapi Widya bisa tau bahwa Deni sering meliriknya dan Widya juga melihat kegusaran dalam tubuh Deni itu dengan terlihat seperti tak nyaman dengan posisi duduknya.
“Pasti ngaceng itu anak”, tebak Widya.
“gimana, mah minggu depan jadi berangkat?”, tanya Evan.
“jadi...”, jawab Widya.
Seketika Widya teringat akan kehamilannya yang baru menginjak usia 2 minggu itu. Bagaimana pun caranya Widya tak ingin Evan tau akan fakta tersebut. Disamping dirinya yang sudah menjanda namun masih bisa hamil. Sambil mengusap perutnya yang masih belum terlihat kehamilan Widya menundukkan kepalanya. Hal yang dilakukan Widya disadari oleh Evan yang memang duduk di sebelahnya.
“mamah sakit perut?”
“EH! Ga kok, mamah Cuma mikir kalo makan nasi padang buat santapan malam itu bisa bikin gemuk atau ga”, Widya mengambil alasan sambil tersenyum membalasnya.
“ya ga lah, mah. Ada-ada saja mamah ini”
---
Bukannya Widya berani dihamili karna untuk memenuhi keinginan Evan mempunyai seorang Adik yang ia idamkan sejak lama? Bukannya Evan setuju bila mamahnya hamil dan itu memang keinginannya? Mohon baca Chapter sebelumnya jika bingung atau lupa.
---
Setelah santap malam selesai, anaknya bersama temannya naik kembali ke dalam kamar untuk melakukan kegiatannya yang Widya sendiri tak terlalu tau apa yang mereka lakukan jika sedang bersama. Lagian malam itu juga baru pertama kalinya Deni datang dengan tujuan bermain ke rumah.
Berkutat di dapur untuk membersihkan beberapa piring dan gelas kotor sehabis digunakan tadi, Widya berdiri demgan kedua tangannya yang berlumur busa sabun cuci. Tangannya bergerak dengan biasa, namun pikirannya kembali berlarian tak bisa dicegah. Kepala Widya kembali diselimuti perasaan bingung yang dirasa soal kehamilannya itu.
“lebih baik aku gugurin?”, batin Widya.
“tapi di umurku sekarang buat hamil saja sudah berisiko, apalagi harus menggugurkan?”
“jika kandungan ini tetap di pertahankan bagaimana kedepannya? Bagaimana tanggapan Evan dan keluarganya? Belum lagi jika tetangga tau pasti bakal di cemooh habis-habisan”
Widya masih belum bisa memikirkan jalan keluar dari masalahnya itu. Sepertinya memang butuh waktu untuk bisa mengambil sebuah keputusan yang tepat karna keputusan yang akan diambil bukan perkara mudah. Di pertahankan maka harus siap demgan segala konsekuensi dan di lepas berarti dia juga tak langsung membunuh calon anak dari darah dagingnya sendiri, walau dari hasil hubungan yang salah.
Widya mengelap kedua tangannya menggunakan celemek yang ada dan bergegas pergi ke arah pintu utama karna dirinya mendengar ada seorang tamu berkunjung memencet bel rumah.
“Malam, bu Widya”, sapanya sambil tersenyum.
Pak Narto. Widya sudah tau apa tujuan pria tua itu datang berkunjung ke rumahnya. Apalagi kalo bukan meminta jatah atas tubuhnya itu. Udara ia hirup secara dalam dan menghembuskannya.
“Sekarang ada anak sama teman anak saya, pak”, ucap Widya.
“Ga bakal ketahuan kok, bu”
“Pak...saya akui kalo saya memang menikmati apa yang bapak berikan pada saya, tapi bukan kaya gini juga. Saya masih punya rasa sadar. Kita melakukannya atas dasar saling membutuhkan, tapi untuk sekarang saya sedang tak sedang tak mau, jadi bapak tolong pergi dulu”, ucap Widya sambil mencoba menutupi kembali pintu rumah, namun ditahan oleh pak Narto.
“tapi saya butuh , bu. Bu Widya sekarang bilang sedang tak mau, tapi kalo ibu sudah kena kontol saya, ibu bakal lupa diri lagi. Sebentar aja deh, gapapa”
“bapak jangan ngelunjak ya. Kalo bapak tetap memaksa saya bakal teriak dan saya jamin bapak ga bakal saya kasih lagi”, ancam Widya penuh dengan penekanan.
Walau kasar dalam bermain, tapi pak Narto bukan orang yang suka mengancam balik orang lain. Untungnya ia bisa sedikit merasa sadar dengan posisinya itu sehingga pak Narto menerima penolakan dari Widya untuk pergi.
“oke, bu. Tapi nanti kalo nak Evan ga ada tolong puasin bapak lagi ya. Bapak udah tahan dari pagi soalnya pengen coblos memek ibu lagi”, ucapnya seraya pergi dan langsung Widya tutup pintu rumah.
Sudah tak ada pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan, Widya memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamarnya. Samping menyandarkan kepalanya di kepala ranjang Widya bersandar. Merasa suntuk dan belum mengantuk, Widya mencoba mengambil ponselnya uang sedari ia tinggalkan di atas meja kecil samping ranjang.
Baru saja Widya menghidupkan jaringan internet dan sekejap kemudian banyak notif yang masuk, entah itu pesan Broadcast ataupun pesan dari para ibu-ibu lainnya. Namun ada 1 chat dengan nomor yang ia kenal menyita perhatiannya.
Sontak Widya dibuat kaget dengan isi pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal tersebut. Pesan yang memuat beberapa menit video singkat yang tengah menunjukkan dirinya saat bergumul dengan pak Narto tempo hari diranjangnya dan dari sudut pengambilan gambar sepertinya diambil dari luar jendela kamarnya.
“Apa ini?!”, kagetnya.
Widya melihat dengan jelas di dalam video itu saat dirinya tengah berada dalam posisi di doggy oleh pak Narto dan pria tua tersebut tengah menggerakkan pantatnya maju mundur dengan cepat dan bertenaga.
“Siapa orang ini?”, pikir Widya dengan perasaan cemas.
Nomor pengirim pesan tak Widya kenal sama sekali dan pada foto profilnya juga tak menampakkan jati diri dari orang tersebut.
“kita bisa bicarakan ini secara baik-baik, bu”, baris kalimat yang terdapat setelah kiriman Video.
Dengan cepat Widya membalas pesan misterius tersebut dan sudah lewat dari 2 menit pesannya sama sekali belum dibalas maupun dibaca. Hanya tanda ceklis dua dengan warna belum berubah menjadi biru.
Sambil menunggu dengan perasaan tak menentu, posisi menyandar Widya terasa tak nyaman. Beberapa kali terlihat tubuhnya tak bisa diam dalam posisinya, hingga terdengar “TING!!!”, bunyi pesan masuk.
Lekas Widya membuka kembali ponselnya dan mengecek balasan orang tersebut.
“jika ibu bisa diajak untuk bekerja sama maka video akan saya jamin keamanannya”, balasnya.
“Apa maksud Anda mengirimkan video itu dan siapa Anda?!”
Setelah balasan chat Widya, orang tersebut beberapa menit menghilang tanpa menjawab pertanyaan Widya.
“Sekarang ibu coba keluar dari rumah dan buka gerbang”
Sebenarnya Widya enggan untuk menuruti keinginan pesan tersebut, namun terpaksa karna rasa cemas dan takut bila ada kejadian yang diluar dugaan bisa terjadi nantinya.
Widy turun dari ranjang nyamannya keluar dari kamar dan berjalan mencoba menuruti permintaan orang tersebut untuk keluar dari rumah dan membuka gerbang. Namun saat Widya sudah menuruti perintah tersebut, Widya sama sekali tak menangkap tak ada orang sama sekali.
“Saya sudah lakuin sesuai keinginan Anda”, chat Widya.
“Ini nomor anakmu dan orang tuamu kan?”, balasnya disertai beberapa deret nomor penting yang Widya punya.
“maksud Anda apa?!”, emosi Widya mulai keluar dan rasa khawatir yang ia rasakan semakin menjadi hingga rasanya tubuhnya bergetar.
“jangan marah dong, bu. Santai saja”
Widya tak membalas pesan tersebut.
“Jika ibu masih ingin video ini aman maka ibu harus menuruti apa perintah saya...TANPA TERKECUALI”, balasnya dengan kalimat terakhir penuh penekanan.
“apa yang Anda inginkan? Uang? Saya bakal kasih. Berapa?”
“uang? Jangan bercanda, saya sudah punya hal itu. Yang saya butuhkan bukan soal materi, saya hanya ingin apa yang belum saya dapatkan saja”
“Apa ibu mau menurut?”, sambungnya.
Widya berdiri di luar gerbang rumahnya dengan pikiran yang penuh dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Widya berpikir keras untuk pertanyaan tersebut. Apakah dirinya akan menyetujuinya atau sebaliknya. Keuntungan dan kerugian sudah pasti akan di terima eh Widya.
Keuntungan jika dirinya menyetujui maka video yang orang misterius itu punya akan tetap aman, disisi lain kerugian juga menanti dirinya, walau belum tau kerugian macam apa yang akan Widya terima.
Setelah beberapa saat memikirkan langkahnya, Widya mengetikan pesan untuk membalas.
“Baik saya setuju untuk menuruti apa keinginan Anda”
Dengan emot tertawa, orang tersebut membalas, “ini baru jawaban yang saya inginkan”
“apa ibu sudah siap dengan perintah pertama saya? Kalo ibu siap cukup anggukan kepala”
Membaca balasan orang tersebut, Widya menggerakkan kepalanya menengok ke segala arah mencoba mencari orang tersebut karna pelaku pasti sedang mengamatinya dari suatu tempat. Tapi dari pandangannya Widya sama sekali tak melihat adanya orang. Merasa kalah, Widya menganggukkan kepalanya.
“sekarang, ibu pergi ke dalam terus ganti celana ibu pakai celana leggings yang tipis dan tanpa celana dalam maupun tanpa Bra”
Widya tak tau maksud dari orang tersebut, namun karna dirinya merasa sudah terpojok akhirnya Widya hanya bisa berbalik badan masuk ke dalam rumahnya kembali untuk menuruti keinginan misterius itu.
Beberapa menit sosok Widya muncul kembali dari balik pintu gerbang rumah dan berdiri disana dalam diam sudah berganti celana. Widya terlihat masih mencari keberadaan orang yang memerintahnya itu.
“turunkan celana ibu dan bajunya. Saya mau lihat ibu menuruti perintah saya atau tidak”
Sambil melihat ke sekeliling memastikan tak ada orang yang bisa melihatnya, Widya mengikutinya dan menurunkan celananya sedikit hingga terlihat selangkangkannya yang sudah bersih tercukur. Widya menaikkan kembali celananya dan giliran bagian bajunya yang ia angkat sebatas leher. Kini kedua buah dada Widya terpampang dengan bebas tanpa di balut bra sama sekali. Angin malam terasa menerpa buah dada itu yang kenyal.
Saat dirinya melakukan perintah orang misterius, tiba-tiba dari belakang terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Lekas Widya dengan cepat menurunkan bajunya menutupi ketelanjangan payudaranya. Saat dilihat ternyata Deni.
Di hadapan teman anaknya itu Widya menjadi bingung akan bertingkah seperti apa hingga terkesan seperti orang gugup yang ketahuan basah melakukan hal diluar kebiasaan.
“O-oh Deni. Mau kemana?”, tanya Widya mencoba setenang mungkin.
“mau beli rokok duku, tan”, balas Deni dengan ramah memakai helmnya.
“tante ga dingin?”, sambungnya.
Ucapan singkat teman anaknya itu membuat Widya berpikir apakah orang misterius yang tengah mengancamnya itu adalah Deni? Itulah yang terlintas di kepala Widya. “tante ga dingin?”, ga ada yang salah sebenarnya dengan kalimat itu, hanya saja kalimat yang terlontar dari anak tersebut rasanya pas dengan keadaannya sekarang yang tengah berdiri di luar malam-malam menggunakan baju dan celana tipis, sementara bagian dalamnya sama sekali tak memakai apapun.
“Permisi dulu, tante”, ucapnya dari balik helm full face nya dan diberi senyuman balasan Widya.
Punggung Deni masih terlihat dari pandangan Widya dan orang misterius tersebut masih belum mengirimnya pesan lagi. Setelah Deni tak terlihat lagi, barulah orang tersebut mengirimkan pesan dengan perintah keduanya.
“sekarang coba ibu lihat kotak yang yang ada di samping tong sampah dan buka kotak itu”
Widya melangkah menuju tong sampah yang ada di depan rumahnya dan memang terlihat kotak dengan ukuran sedang tergeletak disana. Sesuai perintah, Widya membuka kotak tersebut dan apa yang ada di dalamnya membuat Widya kaget serta bertanya-tanya. Namun sepertinya si pemberi perintah sadar akan terkejutkan dan rasa bingung Widya.
“pakai itu lalu masturbasi di ambang gerbang”
“Ini orang benar-benar sudah gila! Aku disuruh masturbasi??”, batin Widya.
Sebuah Dildo karet dengan ukuran sedang terdapat di dalam kotak tersebut.
“Anda sudah gila?! Saya ga mau! Jika ada orang lewat dan melihat saya, mau ditaruh mana muka saya ini dan juga jika anak teman saya kembali. Bukan hanya itu, bagaimana jika yang melihat malah anak saya sendiri”, balas Widya.
“terserah ibu, jika ibu tak mau ya gapapa. Tapi jangan pernah salahin saya jika tiba-tiba anak serta orang tuamu tau akan video zinahmu dengan seorang pria tua”
“Dan untuk masalah orang bakal liat atau ga, ibu ga usah khawatir”, sambungnya.
“lekas pakai Dildo itu dan lakuin perintah saya sebelum teman anakmu itu kembali”
Tangan sedikit gemetar saat mengambil Dildo tersebut. Setelah benda karet itu telah ditangannya, Widya berjalan agak sedikit masuk dari batas gebang. Widya menghembuskan nafas panjangnya lalu menurunkan celana Leggings nya hingga copot salah satunya.
Widya duduk dengan posisi mengangkang memperlihatkan selangkangannya yang tersorot lampu. Selanjutnya ia masukan Dildo ukuran sedang itu ke dalam lubang memeknya dan mulai menggerakkan maju mundur secara perlahan. Sebelumnya Widya telah disuruh untuk menjilat dan di kulumnya Dildo karet tersebut hingga basah oleh ludahnya.
Walau terpaksa Widya juga mulai mengeluarkan suara desahannya. Widya sama sekali tak pernah terlintas di pikirannya bahwa dia akan bermasturbasi menggunakan Dildo yang ia keluar masukkan sendiri dengan tangannya di gerbang rumah yang dimana posisinya sedang mengangkang menghadap langsung ke jalan. Hal paling gila yang pernah Widya lakukan.
“ssshhhhh....ssshhhhh....”, desahnya lirih.
Saat Widya tengah mengeluar masukan Dildo di dalam memeknya, si pemberi perintah melakukan panggilan suara pada Widya dan diterimanya. Sembari mengocok selangkangannya, Widya akhirnya bisa mendengar suara orang tersebut, tapi sayangnya itu bukanlah suara aslinya. Suaranya berat seperti suara di televisi pas di wawancarai secara misterius.
“udah saya jaga kerahasiaan video ibu dan sekarang saya suruh ibu buat enak. Kurang baik apa saya, bu?”, ucapnya.
Widya merubah posisi mengangkang, kini dirinya bersandar di tembok dan tangannya masih bekerja menggerakkan Dildo tersebut.
“teruskan bu, saya pengen dengar langsung suara desahanmu itu”
Entah mulai terbawa suasana, Widya mulai meremas sendiri payudaranya yang hanya tertutup baju tipis. Sedangkan ponselnya ia letakan dibawah, namun suara panggilan masih dapat ia dengar.
Gerakan tangganya pada Dildo yang dikeluar masukkan kian terlihat sedikit cepat. Remasan tangannya pada buah dadanya secara bergantian menjadi remasan yang sedang menahan nikmat. Matanya terpejam seolah-olah Widya mulai di tertarik dalam kenikmatan yang ia dapatkan dari masturbasi outdoor nya itu.
“ssshhhhh...sssshhhhh....”
“Aaaakkkkhhh...sssshhhhh...kenapa...kenapa masturbasi di tempat terbuka seperti ini nikmatnya berlipat ganda? Sssshhhhh....”, batin Widya.
“ini enak. Ssshhhh....tapi juga takut kalo ada orang lewat. Ssshhhh....”
“Bagaimana kalo ada tetangga yang lihat? Bagaimana kalo Deni kembali dari membeli rokok dan melihatku? Bagaimana kalo Evan sendiri yang melihat mamahnya ini sedang masturbasi di luar rumah dengan gerbang terbuka? Ssshhhh....semuanya terasa enak. Sssshhhhh....”, batin Widya yang mulai hanyut oleh permainan tangannya sendiri.
Itulah Widya. Sosok yang sekarang sudah berubah menjadi sosok yang bisa dengan gampang terlena akan sebuah kenikmatan jika menyerah tubuhnya. Ia dengan gampangnya bisa terbawa arus birahi.
“Keluarkan payudaramu yang indah itu, bu. Tunjukan pada dunia bahwa payudaramu itu sanggat memesona”, ucap si penelepon.
Widya mengangkat tinggi baju yang ia pakai sampai batas leher dan memperlihatkan kedua bukit indahnya yang dapat dilihat kapan saja jika ada orang lewat. Apa yang orang tersebut perintahkan dan Widya lakukan justru membuat selangkangannya terasa makin basah dan Dildo karet yang sedang keluar masuk di lubang memeknya terlihat mulai mengkilat dibawah sorotan lampu.
Remasan pada kedua payudaranya semakin kencang dan bahkan beberapa kali Widya memelintir dan menarik putingnya secara bergantian mencoba sedikit meredam rasa nikmat yang ia dapatkan dari masturbasi itu.
“Ibu bayangkan jika sekarang ibu sedang di tonton banyak orang dan semua mata tertuju pada tubuhmu yang indah dan seksi. Bayangkan, bu”, ucapnya mempengaruhi pikiran nafsu Widya.
“Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....malu...”, balas Widya lirih saat membayangkan nya.
“Ga usah malu, bu. Kalo begitu anggap saja ibu sedang melakukannya di depan suamimu sendiri. Bayangkan jika ibu sedang memancing birahi suami dengan tingkah ibu itu”
Tak ada balasan dari Widya, hanya desahan yang terdengar dan kocokkan maupun remasan makin di perkuat oleh Widya.
“Aaaakkkkhhh...mass...Adek lagi pengen, mas....ssshhhhh...Adek ga tahan. Ssshhhh....”, desah Widya sambil membayangkan sedang berbicara pada almarhum suaminya, Harjo.
Untungnya rumah yang berada tepat berhadapan dengan rumah Widya merupakan rumah yang sudah beberapa bulan ini kosong oleh penghuni lamanya karna pindah, sehingga tak ada yang melihat aksi Widya tersebut. Walau begitu hal yang patut di waspadai juga masih banyak.
“Keluarkan dan jilat Didonya, bu. Rasakan cairan ibu sendiri”
“sssshhhhh....Ssllurrrpp....ssllurrrpp...”, Widya menjilati dan mengulum Dildo nya.
“jilat dan masukan terus ke mulut, itu adalah kontol suamimu, bu”
“ssshhhhh....remas tetek ku, mas. Ssshhhh....remas”, lirih Widya.
“Bagus, bu. Teruskan seperti itu”
Widya kembali memasukkan Dildo karet tersebut ke dalam lubang memeknya dan kocoknya dengan ritme keluar masuk yang makin cepat mencoba mengejar puncak kenikmatan yang selalu ia inginkan setelah kepergian sang suami. Remasan pada kedua buah dadanya juga semakin intens terjadi.
Rangsangan yang dilakukan oleh Widya sendiri dan dibantu arahan dari pria misterius itu membuat gejolak gelombang orgasmenya kian mendekati puncaknya. Nafas yang mulai memburu membuktikan bahwa orgasme telah dekat. Nafas yang keluar dari mulut Widya saat mendesah mulai panas.
“ssshhhhh....ssshhhhh....dikit lagi...Aakkkhhhh...sshhhh...”
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Orgasme yang sudah diujung tanduk membuat Widya makin cepat menggerakkan tangannya, namun saat orgasme yang hampir meledak tiba-tiba motor yang ditumpangi oleh Deni terdengar mendekat dan sudah sangat dekat. Widya yang sadar langsung berdiri dari posisinya dengan sisa tenaganya dan menaikkan kembali celana leggings nya secara cepat, tapi Widya lupa untuk mencabut Dildo karetnya yang masih tertancap di lubang memeknya.
Ponsel yang tergeletak di tanah langsung diambil oleh Widya yang dimana panggilan ternyata sudah diakhiri entah sejak kapan, Widya tak sadar.
Widya yang baru sadar tak sempat mengambil Dildo tersebut karna Deni sudah ada di hadapannya.
“masih diluar aja, tan?”, tanya Deni sambil turun dari motornya dan menatap lekat tubuh Widya.
Widya yang sedang dilanda nafsu dan orgasme yang sudah dipuncak hanya bisa menahan sekuat tenaga saat akan menjawab pertanyaan Deni.
“i-iya...lagi cari an---. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh...”
Tanpa diduga karna Dildo yang masih menancap di memeknya membuat Widya tak bisa menahan gelombang orgasmenya. Di depan teman anaknya itu Widya berhasil kalah dari gelombang klimaksnya dengan menyemburkan cairan kewanitaannya.
Sementara Deni yang ada di depan Widya hanya bisa diam melongo tak kala melihat ibu temannya itu dengan jelas orgasme. Celana leggings abu-abu yang Widya pakai sampai terlihat mulai basah. Dari daerah selangkangan sampai paha.
“Aakkkhhhh....ssshhhhh....”, tubuh Widya bergetar sambil kedua tangannya ia tekan ke arah selangkangannya yang sedang mengucurkan cairan dan Dildo yang berada di dalam terlihat menonjol dibalik celana Leggings nya.
Mata Widya sampai terpejam menikmati sensasi tersebut. Bukan bergetar biasa, namun tubuhnya bergetar dengan hebat sampai buah dadanya yang tak memakai bra ikut bergoyang.
Deni yang melihatnya secara langsung membuat kontolnya tegang maksimal dari balik celana Jeans yang ia pakai. Walau bahan celana Jeans tebal, tapi hal tersebut tak bisa menyembunyikan tonjolan besar pada selangkangan Deni.
Widya yang masih diserang orgasme nikmat nan panjangnya itu tak sadar saat teman anaknya itu maju mendekatinya.
*……………………………….
“Aakkkhhhh....ssshhhhh.....”,. tubuh Widya bergetar sambil kedua tangannya ia tekan ke arah selangkangannya yang sedang mengucurkan cairan dan Dildo yang berada di dalam terlihat menonjol dibalik celana Leggings nya.
“Yang benar saja....tante Widya orgasme?.”,. Kaget Deni melihat pemandangan erotis di depannya secara langsung.
Mata Widya sampai terpejam menikmati sensasi tersebut. Bukan bergetar biasa, namun tubuhnya bergetar dengan hebat sampai buah dadanya yang tak memakai bra ikut bergoyang.
“Shit!!! Sange berat gue liatnya.”
Deni yang melihatnya secara langsung tak mungkin bila dirinya tak merasakan nafsu yang membuat kontolnya tegang maksimal dari balik celana Jeans yang ia pakai. Walau bahan celana Jeans tebal, tapi hal tersebut tak bisa menyembunyikan tonjolan besar pada selangkangan Deni mulai memaksa untuk memberontak keluar.
Widya yang masih diserang orgasme nikmat nan panjangnya itu tak sadar saat teman anaknya itu maju mendekatinya. Matanya masih terpejam, tubuhnya bergetar dan kedua kakinya ia silangkan dengan rapat menikmati rasa nikmat yang tengah melandanya. Karna pahanya yang menyilang membuat Dildo karet yang berada di dalam memek Widya menjadi semakin tertekan ke dalam dan hak tersebut makin membuat Widya melayang tak sadar dengan apa yang ja lakukan..
“Tan...tante kenapa?.”, Deni mencoba bertanya dengan berpura-pura tak tau apa yang sedang Widya alami..
Beberapa kali Deni bersuara untuk menyadarkan Widya kembali dan pada panggilan ketiga, akhirnya Widya mulai membuka matanya secara perlahan dan menampilkan tatapan sayu yang ditunjukkan pada Deni. Tatapan lelah sehabis merasakan puncak kenikmatan, namun dari wajah lelahnya terlihat aura yang cerah menandakan sebuah kepuasan..
“aaakkkhhsssss.... Ga...gapapa, kok....”, Widya membuka suaranya yang terdengar masih menikmati sisa-sisa kenikmatannya sambil badan dan kedua kakinya masih bergetar, walau tak sehebat sebelumnya..
Widya memaksakan dirinya berjalan, namun kondisinya yang baru saja mendapat orgasme membuat kedua kakinya kurang kuat untuk menahan tubuhnya. Alhasil keseimbangan Widya sedikit terganggu, tapi bisa dengan cepat tubuh limbungnya ditangkap oleh Deni dan kejadian tersebut membuat kedua bukit kembar Widya menekan kuat diantara dada Deni..
“kenyal, besar dan sangat membuat gairah naik.”, pikir Deni merasakan gumpalan daging kembar tersebut..
“Biar Deni bantu papah ke kamar, tan.”
“kayaknya tante lagi kurang enak badan.”, sambung Deni.
“Hmmm....”, Widya menangguk menjawab..
Deni yang menggunakan tangan kanannya menahan tubuh Widya digunakan untuk melakukan kesempatan. Perlahan posisi tangan Deni mencoba untuk turun lebih rendah lagi hingga ujung jarinya menyentuh pinggir payudara Widya. Namun perbuatan Deni tersebut tak mendapat respon yang berarti bagi Widya.
Mengetahui tindakannya yang dibiarkan, sambil berjalan masuk Deni mencoba untuk lebih jauh dengan sedikit demi sedikit tangannya memegang payudara Widya lebih banyak lagi. Awalnya yang hanya sentuhan biasanya, Deni kembali dengan menekan pinggiran payudara Widya lebih keras lagi..
NYUT!!!
Apa yang Deni rasakan ternyata jauh dari yang ia pikirkan. Gumpalan daging yang kenyal, namun masih lumayan kencang dengan sedikit menggerakkan jemarinya, Deni mencoba meraba lebih dalam lagi untuk merasakan tekstur payudara Widya..
“Ngaceng gue.”,. batinnya bersuara dan kontolnya memberontak..
“Ingin gue jamah ini tubuh lebih leluasa lagi rasanya.”
“Gimana tubuh telanjangnya dan seperti apa rupa memeknya yang menjadi tempat lahir temen gue ini.”
Sambil memapah Widya masuk ke dalam rumah dengan langkah yang diarahkan masuk ke dalam kamar, Deni membatin tentang impian kotor terhadap ibu temannya itu yang sangat menggairahkan..
BRUK!!!
Deni meletakan tubuh lemah Widya sehabis orgasme hebat itu di atas tempat tidur. Deni mencoba bersikap biasa saat melakukannya dengan menyeret kain selimut dan menutupi tubuh Widya..
Sempat Widya menatap lekat manik Deni beberapa detik sehingga tatapan mereka saling bertemu. Deni menyunggingkan senyum bercampur nafsunya itu pada Widya.
“Kalo gitu saya tinggal naik dulu ke atas ya, tan”, pamit Deni setelah selesai..
Tak ada jawaban dari Widya. Antara canggung atau momen itu bisa dijadikan sebuah kesempatan emas yang bisa mewujudkan impiannya itu, Deni malah mengambil langkah segera pergi ke luar. Namun, baru saja tubuhnya berbalik, dirinya dipanggil lirih oleh Widya.
Sebelum Deni mengalihkan pandangannya lagi ke belakang, Deni membenarkan letak kontolnya yang terasa sudah tak nyaman lagi di bawah sana,. ”ya, tan?”
“Bisa minta tolong ambilkan celana ganti di dalam lemari?”, ucap Widya..
Entah apa maksud perkataan Widya itu bagi Deni sendiri. Padahal Widya bisa mengambilnya sendiri dan apa yang dimintai tolong itu sebenarnya hal yang kurang tepat bagi seorang perempuan pada pria..
Di depan rak lemari yang telah dibuka oleh Deni, terlihat banyak pakaian layaknya perempuan pada umumnya. Deni bingung apa yang akan ia ambil untuk dipakai oleh Widya. Hingga tatapannya tertuju pada celana training tipis, senyumannya mengembang. Diambulnya juga celana dalam putih yang senada dengan warna celana tersebut..
“Ah, ga lihat”,. batin Deni saat melihat Widya tengah memunggunginya..
Pikirannya yang sudah dilanda oleh nafsu melihat celana dalam putih yang akan di pakai oleh Widya ditangannya itu, lantas dengan cepat memasukkan celana dalam tersebut ke dalam selangkangannya dan menggosokkan beberapa saat di dalam ko toknya yang tengah menegang dengan hebat..
“Celana dalam yang akan tante pakai ini sudah gue lumuri sama bau kontol ini”,ucapnya melihat celana dalam yang sudah ia gunakan untuk menggosok selangkangannya..
“ini celana gantinya saya taruh diatas nakas ya, tan”, Widya membalikkan badannya ke arah Deni dan mengangguk.
“Anjir itu belahan bikin tambah ga karuan aja”,. batin Deni saat melihat ke arah payudara Widya yang seakan terlihat ingin keluar akibat posisi tidurannya yang menyamping .
“kalo gitu saya keluar”, lanjut Deni..
“Kalo terasa udah ga nyaman keluarin aja”, ucap Widya tiba-tiba dan ucapan yang tak jelas maksudnya itu membuat Deni kaget.
“ma...maksudnya, tan?”
“kasihan kalo ditahan terus. Keluarkan aja”
“Apanya, tan?”
Deni memang tak tau arah ucapan Widya itu, tapi nafsu pada dirinya terasa semakin memuncak mendengar ucapan yang tak jelas itu dari wanita yang ia impikan itu..
Deni masih terdiam bingung bercampur nafsu di tempat berdirinya, sedangkan Widya yang mengetahui kebingungan dari teman anaknya itu menyunggingkan senyumannya. Senyuman yang menambah suasana panas bagi Deni..
“itu yang dibalik celana kamu”, ucap Widya menjawab kebingungan Deni.
Antara percaya dan tak percaya saat Deni mendengar ucapan Widya tersebut. Memang benar bahwa Deni belum terlalu lama mengenal sosok ibu dari temannya itu, namun dari waktu si singkat itu Deni sudah mempunyai hasrat akan tubuh memesona Widya yang selalu membuat celananya sesak saat memandangi. Bahkan setiap Deni bernafsu, ia selalu beronani menggunakan foto-foto yang berada di dalam akun Instagram milik Widya..
Sebuah imajinasi semata yang awalnya Deni pikirkan dan sekarang mendapat hembusan angin yang sangat segar dari target imajinasinya langsung.
Beberapa kali Deni mencoba bertanya untuk memastikan maksud dari omongan Widya tersebut. Setelah jawaban yang dilontarkan oleh Widya serasa sudah sangat jelas untuk di mengerti. Deni merasakan sebuah rasa senang dan jantungnya berdegup dengan kencang. Gelombang birahinya serasa naik saat dirinya dengan perlahan mulai menurunkan celana panjang yang ia kenakan hingga menyisakan celana dalam warna biru, tepat di depan ibu dari temannya..
“Persetan ini mimpi atau bukan, yang penting impian gue bisa terwujud malam ini”
Deni mendekatkan tubuhnya ke arah ranjang yang dipakai oleh Widya disana. Posisi tubuh Deni yang kini tepat di depan Widya dengan celana dalam yang masih ia pakai, namun terlihat jelas menggelembung dengan besar dan posisi selangkangannya itu hanya berjarak sekitar satu jengkal dari wajah Widya..
Darahnya berasa mendidih saat tangan lentik Widya menyentuh karet celana dalamnya untuk bergerak menurunkannya. Gerakan perlahan yang dilakukan oleh Widya membuat Deni menjadi kelimpungan tak jelas. Sementara Widya tersenyum seolah sedang menggoda Deni yang sudah tak tahan lagi dengan perlakuan yang akan diberikan oleh Widya..
TUING!!!
PLAK!!!
Saat celana dalam yang Deni kenakan diturunkan oleh Widya, sontak kontol Deni yang sudah sangat tegang meloncat keluar dan bahkan saat keluarnya kontol Deni menampar Wajah Widya..
Tamparan tak sengaja dari batang kontol Deni membuat tubuh Widya serasa menjadi gatal, apalagi di bagian selangkangannya. Selangkangannya merasa gatal kembali akibat aktivitas erotisnya itu. Di posisi tidur menyamping menghadap selangkangan Deni, kedua paha Widya ia gesekan satu sama lain mencoba meredam rasa gatal yang menyerangnya kembali..
“ssshhh...besar...panjang”, batin Widya memandang kontol Deni dimana ujung kepala kontol tersebut mengacung tegak di depan hidungnya.
Widya mencoba mengalihkan pandangannya menatap kelopak mata Deni, dimana Deni juga sedang menatap lekat wajah Widya dengan aura penuh nafsu..
Menggunakan tangan kananya Deni meletakan tanangnya tepat di atas kepala Widya dan mengelusnya secara lembut. Hal tersebut bagi Widya seperti perintah dan tanpa Deni menyuruh, Widya membuka mulutnya dan langsung mencaplok batang kontol Deni untuk di kulumnya..
SLURP!!! SLURP!!!!.
Suasana sunyi sebelumnya mulai terdengar suara kembali saat mulut Widya bekerja melahap kontol Deni hingga suara air liurnya semakin terdengar dengan jelas. Elusan lembut yang Deni lakukan di kepala Widya mulai berubah menjadi jambakan kecil pada rambut, menggambarkan sebuah rasa nikmat yang sedang diterimanya..
“aaakkkkhhhhss... tante... Sssshhhhh....”,. desah Deni menikmati setiap inci batang kontolnya berada di rongga mulut Widya yang hangat dan lembut..
Tubuh Deni sedikit melengkung ke depan merasakan ngilu bercampur nikmat oleh kuluman yang diberikan oleh mulut ibu temannya itu..
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
SLURP!!! SLURP!!!.
Kuluman pada kontol Deni terlihat semakin cepat dengan dibarengi gerakan mengocok oleh tangan kiri Widya, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk memainkan buah zakar Deni. Hal tersebut membuat Deni sendiri berasa melayang dalam kenikmatan dunia yang ia terima. Remasan pada rambut Widy semakin di perkuat..
“aaakkkkhhhhss....enak...enak banget, tante. Ssshhhh....”,. kini Deni mulai ikut menggerakkan secara pelan pantatnya maju mundur menyambut setiap mulut Widya masuk ke dalam selangkangannya..
“Ssshhh... tanganmu lembut banget, tan...sssshhhhh....teruuss, tan....terusss...ssshhhhh...."..
Jika dilihat terlihat sebuah pemandangan yang sangat mencolok dimana wanita dewasa dengan status mempunyai anak tengah memuaskan nafsu sekarang pria muda seumuran anaknya sendiri..
Sekarang apa yang dilakukan oleh Widya bukan hanya sekedar gerakan maju mundur kepalanya dan kocokkan tangan, namun juga mulai memberikan pijatan-pijatan teratur pada kontol Deni untuk menstimulasi agar lebih mengeras kembali dan membesar di dalam mulutnya. Memang ukuran kontol Deni besar dan sebelumnya terlihat sudah sangat tegang, namun aslinya belum sepenuhnya menunjukkan ukuran aslinya..
Widya melakukan hal tersebut dengan tempo yang berubah-ubah. Tangan kanan yang Widya fokuskan di area buah zakar Deni, Sekarang sudah disatukan di bagian yang sama dengan tangan kirinya. Kedua tangan lentiknya di gunakan untuk mengeksplor selangkangan Deni lebih bebas lagi.
Beberapa kali terlihat Widya mengeluarkan kontol Deni dari dalam mulutnya dan saat kontol tersebut mengacung di depan mulutnya, Widya mulai menjilati bagian kepala jamurnya, hingga pada pangkal dimana buah zakar yang ia mainkan tadi tengah tergantung dengan sedikit lelehan air liurnya saat kuluman tadi..
"Aaakkkhhsssss... tante ngocoknya pintar banget. Tante dulu suka manjain suami tante kaya gini ya? Ssshhhh.....ssshhhhh....".. Deni mencoba terus memancing nafsu Widya dengan cara memujinya, sehingga Widya akan lebih leluasa melakukan kegiatannya tanpa ada tasa ragu-ragu ataupun malah berhenti di tengah jalan..
Sebenarnya Deni juga kaget dengan keahlian yang Widya miliki untuk memuaskan batang lawannya, sungguh terlihat seperti sudah biasa dan terlihat sangat mahir. Deni hanya memandangi wajah ibu temannya itu yang sedang mencoba memuaskan nafsunya sambil masih meremas rambutnya..
Widya sekarang sudah tak bisa lagi menyembunyikan hasratnya akan sebuah kenikmatan dunia setelah dirinya berulang kali dipuaskan oleh pak Narto. Pria tua itu sudah mulai mengubah jalan pikiran Widya akan sebuah kenikmatan. Kenapa Widya bisa menjadi seperti itu? Jawaban pak Narto mungkin memang tepat. Karna memang pria tua itulah yang secara rutin membuatnya melayang akan kenikmatan yang tak pernah di dapat dari mendiang suaminya, Harjo.
Pikiran akan Deni sebagai teman anaknya serasa sudah menghilang dari ingatan Widya, dirinya kini benar-benar sudah terlena akan sebuah perzinaan yang membawa kenikmatan. Widya pun juga sekarang tak peduli lagi dengan statusnya tersebut dan hanya berpikir bagaimana caranya agar dia dapat mendapatkan kenikmatan dari kejantanan lelaki yang sudah menguasai dirinya.
“ibu temanku. Ssshhhhh....sepong kontol gue. Aaakkkkhhhhss...nikmatnya mulutmu tante Widya. Sssshhhhh....”,. batin Deni meracau keenakan..
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Bunyi seperti seseorang sedang menyeruput teh panas itu terdengar begitu nyaring setiap kali mulut Widya menghisap kontol Deni Dengan kuat akibat nafsu yang sudah mulai membuat badannya memanas. Bukan hanya badan yang terasa semakin panas, selangkangan yang tadinya terasa gatal, kini dapat di rasakan ada sesuatu yang mulai keluar kembali dari dalam memeknya. Selangkangan yang masih memakai celana basah sehabis orgasme kian terasa basah oleh cairan yang mulai keluar kembali. Basah kembali selangkangan Widya..
“Aaakkkhhhh....gatal....”,batin Widya di tengah gerakan kepalanya di selangkangan Deni..
Rasa gatal tersebut membuat Widya mengeluarkan kontol Deni dan memajukan kembali kepalanya ke depan sehingga menekan masuk kontol Deni masuk ke dalam mulutnya. Widya mencoba melakukan Deepthroat pada mulutnya sendiri saat Widya mencoba melahap sepanjang mungkin Kontol Deni ke dalam tenggorokannya.
Terasa ujung kepala kontol Deni menyentuh tenggorokan dalamnya. Widya tahan beberapa detik hingga matanya mulai berkaca lalu mengeluarkannya dengan cepat. Benang saliva terlihat sangat jelas saat mulut Widya berpisah dengan kontol Deni..
“UHUK!!! UHUK!!!”
Widya memandang wajah Deni. “mulut tante pegal”
“Pelan-pelan aja, tan. Nanti tante Widya juga akan terbiasa, ucap Deni.
“Memangnya tante mau?”, goda Widya..
“Deni bakal buat tante mau dan Deni bakal buat tante ga bisa lepas dari ini...”, balas Deni menggoda balik dengan kontolnya mangut-mangut di depan wajah Widya.
“Punya kamu terlalu besar, itu yang buat mulut tante rasanya cepat pegalnya”
Deni menurunkan tubuhnya hingga kepalanya sejajar dengan kepala Widya. Kedua tangannya ia letakan di kedua sisi pipi Widya yang lembut mulai terlihat memerah. Di pandanginya wajah Widya.
CUP!!!
“hhhmmppphhhh.....Hhmmmm....pppfff....”
Deni melumat bibir Widya. Lidah Deni menari di kedua bibir Widya yang masih tertutup dan menjilati area tersebut. Remasan yang dilakukan oleh Deni pada payudara Widya membuat pertahanan Widya runtuh dan membuka mulutnya memberi akses pada lidah Deni memasuki mulutnya. Sehingga lidah mereka berdua kini saling bertemu dan menari di dalamnya. Saling balas lilitan lidah dan saling tukar air ludah..
“slluurrpplp...hhhmmmppfff....slluurrpplp....”,. Widya benar-benar dibuat gelagapan oleh lumatan yang dilakukan oleh Deni..
“tante.... Ssllurrrpp... Bibir tante lembut banget. Ssllurrrpp...”
“hhhmmmppfff....akkkkhhhh....ssshhhhh....”
Dari mulut, lumatan Deni turun ke arah ceruk leher Widya. Disana Deni mencumbu Widya tak kalah bernafsu dan Deni berniat ingin memberi sebuah tanda merah berupa cupangan di leher jenjang Widya yang putih. Sementara Widya hanya mampu menggelinjang merasakan nikmat bercampur geli dari ulah yang Deni berikan..
“Aaakkkhhhh....sayyannnng...sssshhhhh...cupang yang banyak. Buat tanda kepemilikanmu di sana. Ssshhhh....Aaakkkhhhh... gelliii”, desah Widya..
“leher tante harum banget. Ssshhhh... Deni suka banget sama aromanya. Deni makin bernafsu sama tante”
“Iyaaahhh....ssshhhhh...cumbu terus ibu temanmu ini. Ssshhhh....teruussss sayang....”,. kedua tangan Widya meremas acak rambut kepala Deni..
Beberapa menit Deni mencumbu leher Widya hingga kini terlihat beberapa cupangan yang bisa dilihat dengan jelas. Deni memandangi hasil karyanya itu sambil tersenyum puas..
Setelahnya Deni kembali bangkit dari posisinya dan mengarahkan kontolnya lagi ke depan mulut Widya. Widya sudah tau apa yang harus dilakukan langsung saja mencaplok kontol Deni dengan rakus memasukkannya ke dalam rongga mulutnya..
“Aaakkkhh...ssshhh....bagus tante, ssshhhhh...mulut tante enak banget. Tante....jago banget sepong kontolnya. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....”, racau Deni.
Untuk kuluman selanjutnya Widya menggunakan lidahnya untuk menggelitik kontol Deni dari dalam mulutnya. Widya Menghisap dengan sedotan yang kencang dan mengecap rasa dari kontol itu sendiri yang entah kenapa dengan gampangnya bisa sangat memabukkan. Widya yang semangat terbakar nafsu itu, memaju mundurkan kepalanya dengan cepat hingga terlihat lelehan air liurnya keluar dari sela mulut jatuh mengenai dagunya. Air liur yang dihasilkan dari sepongan Widya membuat kontol Deni bisa dengan gampang keluar masuk di mulut Widya..
"Ooouuugghhh... tante...udaaahhh, tanntee...udaah!!,. Deni mencoba menahan permainan mulut Widya di kontolnya karna merasa bisa kalah.
PUAH!!!. Dilepasnya kontol Deni oleh Widya dari mulutnya.
“Bisa keluar cepat kalo permainan tante enak banget kaya gitu. Deni belum mau keluar sebelum coba genjotin memek tante ini”, ucap Deni sambil meraba selangkangan Widya yang sudah sangat becek dari luar celana..
Widya yang awalnya sedang asyik itupun menjadi kecewa mendengar ucapan Deni saat dirinya diperintahkan untuk berhenti. Bagaimana tidak. Sedang asyiknya menikmati batang kejantanan yang memabukkan itu, tiba-tiba disuruh untuk berhenti..
Widya menatap Deni dengan tatapan sayu menahan gejolak nafsu yang sedang sangat naik. Bibir bawahnya digigit saat dirasa selangkangannya bertambah sangat gatal dari sebelumnya. Dari balik baju yang Widya kenakan itu juga bisa dilihat bahwa kedua putingnya sudah mengacung sangat keras diakibatkan tak memakai bra..
“Deni pengen coba memeknya, tan”, ucap Deni disela kesunyian..
Widya belum menjawab dengan masih memandang Deni dengan lekat. Sementara Deni dengan tangannya sudah mulai meraba selangkangan Widya yang sudah termat basah oleh orgasme saat di gerbang rumah dan ditambah cairan yang merembes saat bercumbu dengan Deni.
Widya mendesah saat jari Deni menekan tepat di lubang memeknya dari balik celana yang basah. Widya menahan gerakan tangan Deni sambil menggeleng.
“pake mulut tante saja ya”,. ucap Widya..
“Tapi, tan...Deni pengen banget memek tante ini”,. ucap Deni menekan kembali jarinya. Widya dibuat mendesah, tapi lagi-lagi Widya menggeleng.
“Deni sudah ga tahan lagi ,tan. Deni selalu bayangin bisa ngentotin tante Widya pas Deni lagi masturbasi”
“jadi kamu bayangin tante?”
“iya, tan. Deni selalu bayangin kalo kontol Deni ini bisa genjot memek tante. Deni selalu bayangin kalo tante...”,. pada bagian selanjutnya Deni terlihat ragu untuk mengatakannya, sementara Widya yang tau akan rasa takut atau tak enaknya Deni pun tersenyum.
“Katakan saja, tante ga marah”
“Deni...Deni selalu bayangin tante... Jadi. Lonte. Deni”,
JEGER!!!. Berasa disambar petir saat Widya mendengar pengakuan dari teman anaknya itu. Walau dirinya sangat kaget, tapi entah kenapa Widya tak merasa tersinggung ataupun marah, justru dirinya malah memahami imajinasi Deni yang pada umumnya sangat melecehkan dan merendahkan perempuan itu..
“Deni bayangin tante jadi budak nafsu Deni yang bisa Deni pakai kapanpun Deni mau. Deni bayangin bisa...genjot memek tante”,sambungnya.
“pake mulut saja”,. ucap Widya yang masih menahan nafsunya, namun dipaksa untuk tersenyum menanggapi pengakuan Deni..
“Tapi Deni boleh minta sesuatu ga, tan?”, tanya Deni sambil mengocok pelan kontolnya di hadapan wajah Widya. Widya mendongak melihat demgan tatapan seperti berbicara “minta apa?”
“Pas Deni pake mulut tante, Deni boleh ga anggap tante itu...Lontenya Deni. Tante ga ijinin Deni buat pake memek tante, jadi Deni pake mulut tante kaya Deni lagi entotin memek tante. Pas entotin mulut tante itu, Deni bakal bayangin kalo tante itu. Lonte”
Widya dibuat kaget kembali. Dimana Widya baru tau ternyata teman anaknya itu sangatlah liar. Widya mencoba berpikir dengan permintaan yang Deni lontarkan..
“Boleh. Kamu boleh bayangin kalo tante ini. Lonte. kamu”
Senyum menang terlihat mengembang di wajah Deni saat mendengar jawaban Widya. Deni merasakan bahwa kontolnya semakin menegang dengan sangat maksimal karna imajinasinya akan terwujud, walau tak bisa memakai lubang peranakan milik Widya, namun hal itu sudah sangat menjadi poin keberuntungan hebat bagi Deni.
“Deni boleh minta satu permintaan lagi ga, tan?”, ucapnya sambil tetap mengocok kontolnya..
Sebenarnya bagi Widya saat melihat Deni dari tadi mengocok kontolnya, Widya berulang kali menelan ludahnya akibat nafsu yang semakin memburu dan juga terperana akibat ukurannya itu. Dilubuk hatinya, Widya ingin sekali disetubuhi oleh anak temannya itu, tapi ia sengaja tak memperbolehkannya karna ingin menguji dirinya sendiri.
“Apa aku bisa tahan dengan tak di Setubuhi?”, batin Widya melihat kontol besar Deni, bahkan jika diamati ukurannya sedikit lebih besar dari kontol pak Narto yang selama ini bagi Widya adalah kelakian terbesar yang pernah ia lihat.
“Permintaan apalagi? Kamu sudah tante kasih enak masih saja kurang”, Widya berpura-pura menunjukkan sikap kurang suka..
“Deni mohon, tante... Plissss....”, mohon Deni.
Widya menghela nafasnya, “kamu minta apa lagi?”
“Deni mau rekam tante pas sepong kontol Deni”
“Kamu jangan minta yang aneh-aneh deh”, balas Widya, namun dilihatnya Deni malah mengambil ponselnya dan mulai menyalakan kameranya..
Widya tak keberatan dengan permintaan Deni, namun ia berusaha untuk tak terlalu bisa menerimanya dengan gampang. Dengan membuang nafasnya lumayan panjang kembali, Widya menjawab berpura-pura pasrah, “terserah kamu saja lah”
“Serius, tan?!”, menang Deni..
“Deni mau berperan jadi aktor yang sedang buat video porno dan tante modelnya. Deni mulai ya”
Widya diposisikan oleh Deni untuk bersimpuh di lantai tepat wajahnya mengarah ke arah kontol Deni yang sedang tegang maksimal. Sambil menyorotkan kameranya pada wajah Widya, Deni mulai berbicara .€“.
“wanita yang ada di depan gue ini sebenarnya ibu dari temen gue sendiri. Lihatlah sekarang dia sudah siap untuk memuaskan kontol gue ini. Oh iya, sebelumnya ibu perkenalkan nama ibu dulu”,. ucap Deni.
Untuk hal tersebut Widy merasa berat hati, namun dengan memaksakan diri Widya mencoba untuk melakukannya.
“perkenalkan...saya...saya Widya. Seperti yang dibilang....”, Widya menatap Deni.
“Tuan”,. balas Deni.
“seperti yang tuan saya bilang tadi, saya sudah punya anak dan anak saya itu temannya tuan saya ini”,. ucap Widya namun tak melihat ke kamera.
“lihat le kamera dong, bu. Masa ngomong ga liatin wajahnya kan ga sopan”.. Widya akhirnya melihat ke arah kamera..
“bu Widya, umur ibu berapa?”
“umur...umur saya 38 tahun”
“Ibu kalo ngomong sama saya harus di tambahin. TUAN, mengerti?”
Widya mengangguk, “baik tuan”
“bagus. Coba sekarang ibu jelaskan apa yang mau ibu lakukan”
“saya bakal sepong kontol anak teman anak saya ini, kontol tuan pake mulut Widya. Mulut Widya sudah siap menerima kontol, tuan itu”
“Hahahaha....bagus, tante. Sekarang ibu minta ijin sama anak tante. Siapa tau anak tante nanti nonton video ini”
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Tangan Deni sudah masuk ke dalam celana yang Widya pakai dan langsung mengocoknya dengan cepat sehingga terdengar bunyi kecipak basah yang sangat nyaring.
“Aaaakkkkhhh......akkkkhhhh...ssshhh....”,desah Widya.
“nak..sssshhhhh....mamah mau minta ijin buat Sepongin kontol...teman kamu ini. Sssshhhhh....Aaakkkhhhh...ijinkan mama buat temanmu ini pakai kontolnya buat sumpal mulut mama. Aaakkkhhhh....akkkkhhhh....”
Setelah Widya mengucapkan hal tersebut, Deni menarik tangannya dari selangkangan Widya dan terlihatlah tangan Deni mengkilap oleh cairan kewanitaan Widya. Kemudian Deni memegang kontolnya dan mengarahkannya masuk ke dalam mulut Widya tanpa hambatan yang berarti dengan sebelumnya telah meletakan ponselnya di nakas samping ranjang.
Suara desahan tertahan mulai terdengar kembali setiap kali batang kejantanan Deni memasuki mulut Widya hingga mengenai pangkal tenggorokan. Deni yang awalnya belum bisa mempercayai bahwa apa yang dialami adalah sebuah kenyataan, kini sudah terlihat berani akan tindakannya terhadap ibu temannya itu. Hanya ada nafsu yang ingin ia salurkan tanpa memedulikan bahwa siapa wanita yang bersimpuh di depan selangkangannya itu..
“Kurang ajar lu, Den. Itu ibu temen lu sendiri malah lu sodok pake kontol mulutnya”, batin Deni memaki dirinya sendiri, namun dalam perasaan senang..
Kedua tangannya ia letakan di kepala Widya untuk membantu kepala tersebut bergerak maju mundur menelan setiap inci batang kontolnya lebih dalam, sampai merasakan sebuah kepuasan dari namanya oral seks..
“Aaakkkhhhh....ssshhhhh...akhirnya gue bisa nikmatin juga ini mulut. Aaakkkhhhh....Van....ssshhhhh...Sorry mulut ibu lu gue sodok pake kontol gue ini. Ssshhhhh....mulut ibu lu mantap banget. Ssshhhh....”, racau Deni di dalam batin sambil melihat kepala Widya dari atas yang sedang ia pegang tengah maju mundur tepat di selangkangannya..
Rasanya sungguh sangat lembut, hangat dan terasa licin di dalam mulut sana saat batang kontolnya merojok masuk diemut oleh Widya. Di samping hal tersebut, rasa nikmat bertambah karna kuluman yang Widya sama sekali tak mengenai gigi, hanya ada rasa kenyal dan hangat dari rongga mulut dan lidah yang menari di batangnya..
Rasa nikmat sudah jelas di rasakan oleh Deni, namun rasa kesal juga ia rasakan karna ia tak bisa menikmati setiap jengkal dari lubang yang sebenarnya. Terlepas dari rasa kesalnya itu Deni lantas menggerakkan pantatnya maju mundur menyambut setiap gerakan maju kepala Widya pada selangkangannya yang dimana gerakan Deni kini lebih terlihat sedang me.€™deeptrhoat mulut Widya layaknya sedang menyetubuhi lubang memeknya..
“Aaakkkhhhh....mulutnya enak banget, tante. Ssshhhh... Dari pertama gue ketemu tante, gue udah nafsu sama tubuh tante ini. Ssshhhh.....”
“apalagi pas liat memek tante yang bersih dari bulu. Tante nungging tepat di depan pandangan saat tante selimuti Evan. Aaakkkhhhh....ssshhhhh....mantapnya ini mulut”
“mulutnya aja udah enak banget kaya gini.... Apalagi memeknya, tan. Ssshhhh....bisa-bisa Deni langsung ngecrot di memek tante. Aaakkkhhhh....”
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
Perlahan air mata keluar dari sudut mata Widya tanpa disadari karna merasa kehabisan nafas akibat gerakan cepat dan dalam saat Deni melesatkan batang kontolnya jauh ke dalam mulutnya. Beberapa kali Widya mencoba memukul kedua paha Deni memberi tanda untuk dilepas, namun hal tersebut malah mendapat sebuah tawaan dan Deni menekan lebih jauh batang kontolnya. Bukan hanya menekan, bahkan Deni mendiamkannya beberapa saat..
“Hhhmmmppfff....hhhmmmppfff...”,. Ronta Widya saat kepalanya ditahan oleh kedua tangan Deni..
PUAH!!!
UHUK!!! UHUK!!! UHUK!!!
Sambil mengatur nafasnya yang kacau, Widya terbatuk dengan air liur yang menetes dari mulutnya dan juga air mata yang mengalir keluar. Rambutnya yang tadi diremas oleh Deni terlihat sedikit berantakan dari sebelumnya. Nafasnya benar-benar kacau..
“Tante...kehabisan nafas...”, ucap Widya.
“Maaf, tan...Deni kebawa suasana”, balasnya sambil memegang dagu Widya..
Mulut Widya yang terlihat masih menggantung liur langsung di lumat oleh Deni dengan beringas. Widya yang sudah sedikit bisa mendapatkan udara kembali, lantas membalas lumatan yang Deni lakukan itu. Keduanya saling menyatukan mulutnya satu sama lain dengan saling melilit lidahnya. Lumatan yang Widya lakukan juga tak kalah bernafsu dari lumatan Deni..
“Slluurrpplp....ssllurrrpp....cuppp...”.
Sambil tetap berpagutan, Deni menuntun tubuh Widya untuk bangkit dari posisi bersimpuh ya di lantai dan membimbing Widya ke arah ranjang. Posisi Deni kini menindih tubuh Widya..
“Tante cantik banget, badan tante juga tak kalah cantiknya”, lembut Deni di sela lumatan mereka.
Entah kenapa Widya merasa hangat saat di puji seperti itu oleh anak kemarin sore itu. Rasa hangat dan nyaman yang berbeda saat di puji oleh pak Narto. Tak terlalu bisa menjelaskan seperti apa, namun yang jelas itu sangatlah berbeda..
“payudara tante juga sanggat menggairahkan”, sambil meremasnya dari balik baju.
“Tadi tante di depan ngapain? Kok bisa sampe ngecrit? Ga pake bra sama celana dalam pula”, selusur Deni mencoba mengetahui alasan Widya melakukan hal tersebut..
“Jika aku bilang kalo sedang disuruh orang tak kenal itu tak mungkin. Aku harus kasih alasan lain”, batin Widya.
Dengan nafas yang memburu Widya memberikan jawaban,”tadi...ssshhhhh...tadi lagi pengen aja. Aaakkkhhhh...ssshhhhh....”,. ucapan Widya beberapa kali tersengal akibat remasan gemas tangan Deni di payudaranya.
“tante nakal juga ya masturbasi di luar kaya gitu. Deni ga sangka loh, tan. Deni kira tante itu sosok ibu temen Deni yang punya perilaku baik dan etika, ternyata tante punya sisi Eksib juga”
“Kalo diizinkan Deni bakal bantu buat keluarin lebih jauh lagi sisi Eksib tante itu. Deni bakal bantu tante Eksib di tempat umum yang sebenarnya”
“bukan, aku tak berniatan seperti itu. Aku hanya disuruh oleh seseorang”, batin Widya bergejolak akan kelakuan menyimpang itu, namun Widya juga sadar bahwa apa yang diperintahkan orang misterius itu membuat Widya ikut menikmatinya. “apakah itu ciri-ciri bahwa sebenarnya aku suka?”, batin Widya bertanya..
(RINGTONE)
Saat Deni sedang asyik memainkan kedua buah payudara Widya, ponselnya terdengar berbunyi. Dengan rasa kesal akibat kegiatannya terganggu, Deni meraih ponselnya dan mengangkat panggilan tersebut yang ternyata dari Evan. Anak dari wanita yang tengah ia raih kenikmatannya. Sebelum menjawab, Deni memerintahkan pada Widya untuk tak bersuara..
“anak tante, Evan”, ucap Deni lirih..
Deni duduk di tepi ranjang tepat di sebelah kaki Widya yang terjuntai setengahnya ke bawah. Sambil menjawab panggilan dari Evan, tangan Deni tak ia diamkan. Deni memainkan jemarinya di atas payudara Widya secara bergantian. Bukan hanya payudara yang menjadi sasaran tangannya, ia juga meraba selangkangkan Widya yang terasa sudah sangat becek itu. Sebisa mungkin Widya menahan suara desahannya agar tak terdengar oleh anaknya sendiri dari balik telepon..
“Oh ini gue juga mau balik kok”, balas Deni.
“Yaudah cepetan, beli rokok aja lama banget. Mulut gue udah ga karuan nih pengen rokok rasanya”
“iya-iya sabar, 5 menit lagi gue sampe”
Panggilan berakhir dan Deni langsung berbalik menindih badan Widya kembali. Mulutnya langsung melumat habis bibir Widya yang terlihat sanggat menggairahkan itu. Tangannya bergerak meremas gundukan daging kembar dengan gemas dan bernafsu..
“ssshhhhh....ssshhhhh.....”
“Ssllurrrpp....ssllurrrpp...”
“Gue udah janji bakal balik 5 menit lagi, tan. Kita harus celat selesaikan ini sebelum anak tante curiga”, ucap Deni setelah puas mencumbu bibir Widya..
Deni merubah posisinya kembali dengan mengangkangi wajah Widya. Kontolnya yang masih tegang maksimal ujungnya diletakan di depan bibir Widya. Sementara Widya membuka mulutnya untuk dimasuki kontol besar itu kembali..
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
Antara nafsu yang sudah tak bisa ditahan dan keterbatasan waktu yang ada, Deni memompa kontolnya dimulut Widya dengan cepat dan kasar layaknya tengah menggenjot lubang memek. Widya merasa tersiksa akan deepthroat yang ia dapatkan itu, namun perlawanan dengan pukulan tak berbuah hasil. Deni terus saja memompakan kontolnya tanpa memedulikannya..
“Aakkkhhhh....ssshhhhh....mantap ini mulut. Ssshhhh...gapapa sekarang mulutnya. Ssshhhh....ada waktunya bagian memek tante yang bakal Deni genjot. Sssshhhhh....”,. racau Deni.
“Hhhmmmppfff....hhhmpppffffff....”
“sebentar lagi, tan.....ssshhhhh....sebentar lagi peju Deni keluar, sayang....ssshhhhh....”
Deni makin menghajar kasar mulut Widya seiring dekatnya laju klimaks yang Deni rasakan untuk di sembur keluar. Pantatnya naik turun di atas wajah cantik Widya yang tengah gelagapan karna kasarnya sodokan kontol Deni pada mulutnya. Kedua payudaranya tertekan oleh lutut Deni yang sedang menindihnya..
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!. Bunyi selangkangan Deni saat menghantam wajah Widya. Seluruh batang kontol Deni itu dimasukkan sampai habis ke dalam mulut Widya..
“Aaakkkhhhh....Deni keluar!!! Peju gue keluar, tante....Aaaakkkkhhh....Vaannn....Sorry, gue pejuin mulut ibu ku ini.. AAAKKKKHHHH!!!!”
“TELAN SEMUA OEJU GUE, TANTE!!!! TELAN!!!!, erang Deni saat ia ejakulasi di dalam mulut Widya dengan deras dan dalam jumlah banyak..
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Setengah ia keluarkan di mulut Widya sehingga Widya terpaksa menelan semuanya, sedangkan setengahnya lagi Deni keluarkan di wajah ayu Widya dengan sangat nikmat. Cairan putih kental menodai wajah mulus tersebut. Deni terus saja mengurut kontolnya hingga tetes terakhir peju yang ia keluarkan.. Aaaakkkkhhh....gila!!! Enak banget mulut tante ini. Sssshhhhh....”,. ucapnya sesudah klimaks dengan mengurut pelan kontolnya yang mulai mengecil.
“wajah tante kalo disiram peju jadi terlihat makin cantik aja. Hehehe...”
“Ibu temen sendiri kamu lecehin kaya gini”,. sahut Widya mencoba menyeka wajahnya yang tercecer peju, namun di tahan oleh Deni.
“jangan dulu di bersihin, tan. Bentar”, Deni mengambil ponselnya kembali.
“Deni foto dulu”
“jangan, nanti kalo tersebar gimana? Jangan aneh-aneh lagi deh”, tolak Widya.
“Ga bakal, tan. Sekarang tante percaya aja deh sama Deni. Udah tante diam aja, Deni mau foto wajah tante yang berlepotan peju Deni ini. Hehehe...”
CEKREK!!! CEKREK!!!
Beberapa kali Deni mengambil gambar wajah Widya yang berlumut peju itu dari berbagai sudut yang bagus. Serasa telah cukup, Deni menyudahi aktivitasnya dan kembali mengenakan celananya kembali..
“Semoga nanti Deni giliran nikmati yang ini ya tante”,. ucap Deni sambil merasa selangkangan Widya.
“Ga akan. Udah sana kamu pergi, nanti Evan bisa curiga kalo kamu kelamaan”, usir Widya..
“AAAKKKKHHHH!!!!”, kaget Widy saat salah satu payudaranya diremas kencang oleh Deni, sementara si pelaku hanya tertawa melihatnya..
“maaf tante kalo kurang ajar, soalnya toket ibu temen gue ini nantangin banget buat di remes kencang. Hahaha...”
“Deni pergi dulu, tante. Bersihin wajahnya pake air terus keringin pake handuk, jangan pake tangan terus dimasukkan ke mulut. Hehehe...”,. ucapnya seraya menutup pintu kamar meninggalkan Widya yang masih terlentang di atas ranjangnya seorang diri..
Widya merubah posisinya, ia terduduk diatas ranjang sambil memikirkan apa saja yang telah terjadi pada dirinya. Setelah kejadian yang melibatkan pak Narto hidup perempuan dengan satu anak tersebut kian merasakan sebuah perbedaan. Hidupnya yang dulu tak pernah mementingkan apa itu seks, kenikmatan akan nikmat bersetubuh dengan lawan jenis. Bukan berarti saat bersama mendiang Harjo Widya sama sekali tak mendapatkannya. Ia selalu bisa mendapatkan kenikmatan saat berhubungan intim dengan Harjo, namun apa yang ia dapatkan duku dengan sangatlah jauh berbeda rasa nikmatnya..
Apa yang Widya rasakan saat ini adalah penggambaran dari rasa nikmat yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Jauh dan lebih jauh nikmatnya..
“maaf, mas... Adek berubah, bukan lagi sosok istri yang seperti dulu lagi. Adek tau ini salah, tapi Adek juga membutuhkan hal ini, mas”
Widya memandang bingkai foto kecil keluarganya yang terdapat di atas nakas samping ranjangnya. Dimana di dalam foto tersebut berdiri dirinya dan sang mendiang Harjo. Evan juga terlihat di dalam bingkai foto tersebut yang masih berusia 1 tahun..
Terselip senyum tulus saat melihat foto keluarganya itu. Perasaannya menjadi tak menentu antara bersalah tapi menikmati dan Widya lebih memilih untuk menikmatinya..
“Pasti mas Harjo juga mengerti perasaan aku ini. Mas Harjo juga pasti mengerti akan kebutuhan yang sudah lama tak aku dapatkan”
Widya meletakan bingkai foto keluarganya itu di dadnya yang terlihat merah akibat remasan keras yang dilakukan oleh Deni dan juga terlihat beberapa cupangan disana. Widya memeluk bingkai foto tersebut..
Saat momen melow terjadi di atas ranjang, Widya dipaksa harus menyudahi hal tersebut dikarenakan ponselnya terdengar bunyi. Terpampang jelas nomor yang tak di kenal pada layar ponselnya, walau nomor tersebut tak terdaftar di kontaknya, namun Widya hafal dengan nomor tersebut. Nomor dari orang misterius yang menyuruhnya untuk melakukan hal yang tak terduga..
Widya dengan cepat menggeser tombol hijau yang ada dan terdengar lah kembali suara pria tersebut.. ”bagaimana rasa peju teman anakmu itu?”
“apakah orang ini tau apa yang barusan ia lakukan dengan Deni, teman anaknya?”,. batin Widya menjadi semakin khawatir jika hal tersebut akan digunakan eh orang tersebut sebagai senjata tambahan untuk bisa memerintah sesuai kehendaknya..
“Rasa peju anak muda rasanya enak kan? Bahkan tadi ibu menjilat peju tersebut”, ucapnya.
Ya, tadi Widya sempat mencolek peju Deni yang tercecer di kulit wajahnya lalu jari yang teroles cairan kental itu Widya kulum di mulutnya. Widya melakukan hal tersebut tanpa sadar saat Deni mengucapkan bahwa dirinya untuk membersihkan wajahnya menggunakan air serta handuk, bukan membersihkannya menggunakan mulutnya sendiri..
“Saya tau kalo bu Widya ini sebenarnya masih menginginkan apa yang namanya kontol untuk memuaskan memekmu itu yang masih gatal. Benarkan?”
Tak bisa dipungkiri bahwa Widya memang sedari tadi berkeinginan bahwa Deni akan menyetubuhi dirinya, namun dia harus bersikap menahan diri. Dari pertama memuaskan kontol Deni di dalam mulutnya, selangkangan Widya terasa semakin gatal dan terus bertambah gatal. Rasanya ingin sekali ada sebuah benda panjang dan besar menggasak, menggaruk selangkangannya itu. Bahkan saat mengingat kejadian tadi dan mendengar pertanyaan pria tersebut membuat rasa gatal semakin tam terkendali. Bisa dilihat dari gerakan kedua pahanya yang tak bisa diam dan cenderung digesekkan satu sama lain..
“jika bu Widy masih menginginkan hal itu, coba buka Whatsapp mu dan lihat itu”
Memang benar ada pesan masuk berupa foto disana dan saat dibuka bahwa foto yang dikirim oleh pria tersebut ternyata berupa foto kejantanan yang membuat nafsunya bergelora..
“Gede, panjang. Aku ingin ini”,. tanpa sadar Widya memikirkan h tersebut. Di luar kendalinya Widya menggerakkan satu tangannya masuk ke dalam celananya dan memainkan lubang peranakannya sendiri..
“Saya sudah tau kalo bu Widya ini masih menginginkan sebuah kontol untuk menyodok memek gatalmu itu”
“jika ibu Widya menginginkannya, saya ada di luar. Temui saya di pekarangan samping kamarmu”
TUT!!! TUT!!!
Panggilan di akhiri, sementara Widya yang sudah sangat kalah oleh rasa nafsunya tanpa likir panjang bangkit dari ranjangnya dan membenarkan bajunya lalu pergi berlenggang ke luar kamar untuk menemui pria misterius itu..
Widya berjalan ke luar dari rumahnya dan berputar menuju pekarangan sebelah dengan langkah yang cepat karna nafsunya. Melewati sudut rumahnya, Widya bisa melihat sosok tubuh pria dengan keadaan setengah telanjang dimana bagian bawahnya sudah tak memakai apapun dan pria tersebut sudah menyambut kedatangan Widya dengan mengocok kontolnya yang besar dan panjang..
Widya tak tau siapa pria tersebut karna ia menggunakan penutup kepala, hanya memperlihatkan kedua matanya dan mulutnya..
Langkahnya yang sempat terhenti perlahan mulai digerakkan kembali untuk mendekat. Dari jarak dekat itu Widya baru sadar bahwa ukuran besar yang ia lihat belum sepenuhnya dari ukuran aslinya. Widya menelan ludahnya saat membayangkan saat benda besar nan panjang itu membobol lubang memeknya.. ”apakah lubangku bisa menampung seluruh kontol itu?”, pikir Widya..
Pria tersebut kini terlihat yang sudah tak sabar, sehingga ia mendekati Widya dengan cepat dan langsung melumat bibir Widya dengan beringas. Widya yang awalnya kaget dan diam tanpa melakukan perlawanan akhirnya bisa mengontrol kembali pikirannya dan langsung membalas kumatan tersebut..
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Bunyi khas dari dua bibir yang saling bersatu dan saling menyedot liur masing-masing terdengar di area pekarangan. Cukup lama mereka saling menuntaskan hasrat awal mereka dengan bibir, hingga tanpa disuruh Widya menurunkan tubuhnya. Saat mulutnya tepat berada di depan kontol pria tersebut, Widya melahapnya dengan perlahan karna ukurannya yang besar itu..
Beberapa kali mencoba menyesuaikan ukuran tersebut di dalam mulutnya, akhirnya Widya bisa melahap keseluruhannya hingga masuk. Tak semua batang tersebut masuk ke dalam mulutnya karna panjang. Widya menggerakkan kepalanya maju mundur dengan cepat sambil tangannya mengocok sisa batang yang tak bisa ia masukan..
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
“Aaakkkhhhh....kontol nikmat. Ssshhhh...aku mau kontol ini masuk ke dalam memekku. Ssshhhh....slluurrpplp...slluurrpplp ..”
Baru beberapa menit Widya mengulum batang ko tol tersebut, rahangnya sudah merasakan pegal dan dia ingin sekali batang tersebut cepat-celat memasuki lubang memeknya yang sudah sangat becek itu dengan memandang pria tersebut. Namun apa yang dia mendongak ke atas? Pria tersebut sudah tak memakai penutup kepalanya lagi dan hak tersebut membuat Widya mengetahui siapa gerangan pria misterius itu..
"Kontolin memekku ini cepat, saya sudah tak tahan lagi ingin di sodok dengan benda besar ini. Ssshhhh....tolong entotin aku"
Jantungnya serasa berhenti berdetak dan apa yang ia lihat sungguh tak bisa ia percayai. Matanya membulat dan gerakan kepalanya saat mengulum kontol tersebut terhenti di waktu itu juga..
“ini mimpi....”,. batin Widya yang sangat merasa shock..
*…………………….
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
“Aaakkkhhhh....kontol nikmat. Ssshhhh...aku mau kontol ini masuk ke dalam memekku. Ssshhhh....slluurrpplp...slluurrpplp ..”
Baru beberapa menit Widya mengulum batang kontol tersebut, rahangnya sudah merasakan pegal dan dia ingin sekali batang tersebut cepat-celat memasuki lubang memeknya yang sudah sangat becek itu dengan memandang pria tersebut. Namun apa yang dia mendongak ke atas? Pria tersebut sudah tak memakai penutup kepalanya lagi dan hal tersebut membuat Widya mengetahui siapa gerangan pria misterius itu.
DEG!!!
Jantungnya serasa berhenti berdetak dan apa yang ia lihat sungguh tak bisa ia percayai. Matanya membulat dan gerakan kepalanya saat mengulum kontol tersebut terhenti di waktu itu juga.
“ini mimpi....”, batin Widya yang sangat merasa shock.
Pria tersebut menatap wajah Widya yang tengah menunjukkan ekspresi terkejutkannya dengan mulut terpenuhi oleh batang kontolnya. Beberapa saat Widya bertahan pada diamnya serta gerakan mulutnya yang sebelumnya tengah mengulum kontol pria tersebut masih belum bergerak.
Lantas siapa pria tersebut? Pria yang dilihat oleh mata kepala Widya sendiri dengan sangat jelas adalah wajah dari tetangganya sendiri, pak Herman. Sosok suami dari bu Nonik. Widya sangat tak menduga bahwa identitas dari pria tersebut adalah pak Herman sendiri. Walau Widya sudah tau sejak lama bahwa pak Herman itu suka mencuri pandang terhadap dirinya saat berjumpa, namun untuk sejauh ini Widya sangat tak bisa menebaknya.
Nafsu yang sudah tak bisa ditahan oleh pak Herman membuat dirinya tak bisa berlama-lama menunggu. Pak Herman memegang kepala Widya dan dengan kedua tangannya ia memaksa kepala Widya untuk bergerak maju mundur pada selangkangannya. Hal tersebut membuat batang kontolnya yang sudah sangat tegang kembali diselimuti liur dan merasakan kembali hangat nan lembutnya rongga mulut Widya.
Sementara Widya? Ia hanya bisa melakukan perlawanan kecil. Matanya ia pejamkan saat mulutnya mulai di deepthroat dengan gerakan yang perlahan mulai kasar akibat nafsu. Rambutnya yang halus di remas sebagai sebagai pegangan untuk lebih leluasa menggerakkan maju mundur kepala Widya. Bahkan beberapa kali pak Herman tahan kepala Widya untuk tetap masuk ke dalam selangkangannya, melahap semua batang kontolnya hingga rongga tenggorokan.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
“ssshhhhh.....ssshhhhh.... Mulutnya enak banget, bu. Aaakkkhhhh....ssshhhhh...hangat, lembut. Ssshhhh....”, racau pak Herman.
“Makanlah kontolku ini. Ssshhhh....makan semuanya”, sambil menekan kepala Widya ke arah selangkangannya.
Beberapa saat pak Herman menahan kepala Widya dalam posisi demikian, hingga Widya merasa nafasnya mulai hampir mencoba memukul paha pak Herman berharap untuk di lepaskannya.
PUAH!!!
UHUK!!! UHUK!!! UHUK!!!
Widya terbatuk setelah kepalanya terlepas dari selangkangan pak Herman dan mulutnya bisa meraih udara dengan bebas. Sementara Widya yang sedang terbatuk, pak Herman malah mengeluarkan suara tertawanya seakan ia telah berhasil merasakan apa yang ia inginkan selama ini.
Sepertinya pak Herman masih belum puas dengan sekali lagi di gulungnya rambut Widya dan ditariknya ke arah ujung kontolnya yang masih tegang. Widya yang sudah tau akan kemauan pak Herman hanya membuka mulutnya dan sepersekian detik saat Widya membuka mulutnya, pak Herman menancapkan kembali kontolnya ke dalam mulut Widya. Bergerak maju mundur seakan tengah menyetubuhi lubang memeknya.
“Sshhhhh.....sshhhh.....”, suara desahan kian terdengar intens dari mulut pak Herman yang tengah menikmati setiap jengkal batang kontolnya di kocok di dalam mulut Widya.
“Hhhmmmmmm....hhhmmmmmm.....”, Widya mengeluarkan suara yang tertahan sambil menatap wajah pak Herman.
“Ada apa, bu?”, tanya pak Herman dengan memperlihatkan senyumnya.
Pak Herman menghentikan gerakkannya dan mencabut kontolnya dari mulut Widya dengan posisi tubuhnya yang ia turunkan hingga sejajar dengan posisi Widya.
“Ada apa, bu?”, tanyanya lagi kini sambil mengusap pipi Widya.
“Kenapa bapak lakukan ini sama saya?”, lirih Widya.
Pak Herman tersenyum kembali mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Widya.
“Sebenarnya jawaban untuk pertanyaan bu Widya sangatlah simpel—“
“Karna saya mencintai dan menginginkan ibu”
Sebuah jawaban tak terduga diucapkan oleh pak Herman, namun entah kenapa Widya tak terlalu merasa terkejut akan hal tersebut. Widya baru tahu fakta bahwa pak Herman memendam perasaan terhadapnya, tapi Widya merasa bahwa ia sudah tahu fakta tersebut seakan sudah sejak lama.
“sudah lama saya mempunyai rasa ini, bu. Selama ini saya hanya bisa memendam semuanya tanpa bisa mengutarakannya langsung karna memang pada dasarnya bu Widya sudah menjadi seorang istri dari pria lain”
“dilain sisi saya juga sudah mempunyai seorang istri dan hal tersebut tak mungkin buat saya memiliki bu Widya. Terlepas dari hal tersebut, dimana saya tak bisa memiliki ibu dengan ikatan pernikahan, maka saya berniat akan memiliki ibu dengan cara lain”
“Apa yang bapak lakukan sebelumnya termasuk cara bapak buat memiliki saya?”, tanya Widya yang menuju kejadian pada penelepon misterius.
“benar, bu. Saya tak bisa menikahi ibu, tapi saya akan memiliki tubuh ibu”
“Saya sangat mencintai ibu dan apa yang saya lakukan itu adalah bentuk cinta saya pada bu Widya. Saya ingin memiliki semua yang dikiliki oleh ibu. Saya ingin menjadi sosok pengganti suamimu”
Widya masih memandang pak Herman yang tengah memandangnya juga dengan telapak tangan masih berasa di pipi sebelahnya. Pandangan keduanya saling beradu dengan amat lekat. Apa yang Widya rasakan sebuah kehangatan yang menjalar.
“apakah aku akan jatuh ke pelukan lelaki lain lagi di pekarangan rumahku sendiri untuk kedua kalinya?”, batin Widya mengingat kejadian saat dirinya juga ditaklukkan oleh pak Narto di pekarangan samping rumahnya itu.
“kenapa aku menjadi gampang bisa terhanyut oleh lelaki? Ada apa dengan diriku ini?”
“Saya sudah tau bahwa ibu sebenarnya juga membutuhkan sosok lelaki yang mampu memuaskan hasrat ibu tanpa disadari juga dan ibu juga pasti sudah tau bahwa semua rahasia ibu dengan pak Narto sudah saya ketahui. Walau saya sudah tau hubungan ibu dengan pak Narto dan saya juga punya sebuah rekaman video, namun saya sama sekali tak berniat untuk menjadikan semuanya sebagai alat untuk mengancam ibu agar mau menuruti keinginan saya”, ucap pak Herman.
“Tapi---“, ucapan Widya dipotong cepat.
“Saya tau. Ucapan yang saya gunakan saat menjadi sosok yang belum diketahui memang sempat memakai sebuah ancaman, namun tak sepenuhnya benar. Jika ibu sebelumnya menolak pun saya tak akan membocorkan kepada siapapun. Saya melakukannya tak serius, kembali lagi karna saya memang cinta dengan bu Widya”
“Dengan begini ibu sudah tau walau ibu menolak pun saya tak akan membocorkan pada siapapun. Sekarang saya akan melakukannya tanpa ada paksaan. Semua ibu yang memilihnya sendiri”
CUP!!!
Pak Herman mengecup bibir lembut Widya. Hanya sebuah tempelan bibir biasa tanpa lumatan. Widya hanya diam dan matanya tetap menatap mata pak Herman yang kini tengah tertutup.
Perasaan hangat yang Widya rasakan dari seorang pria mulai mengalir di dalam darahnya kembali setelah beberapa tahun terakhir dirinya telah ditinggal oleh sang suami dan rasa itu terasa dari sosok pak Herman. Widya tak dapat menyembunyikan hal tersebut dan dengan sadarnya ia mengalungkan kedua tangannya pada leher pria tersebut sambil terhanyut oleh suasanya yang sedang dibangun oleh lawannya.
“Muuaacchhh.....mmmhhhh...”, awal yang pasif mulai diputar balik dengan memberi balasan terhadap bibir pak Herman.
Widya perlahan mulai membalas setiap sentuhan bibir tersebut dengan lumatan lembut dan dari situ gerakan keduanya mulai berubah menjadi sebuah lumatan yang berbalut oleh rasa nafsu yang menyertai.
Diraihnya tengkuk leher Widya oleh pak Herman. “mmmhhhh.....mmmhhhh...”. suara diantaranya saling terdengar berbaur pada dinginnya udara malam.
“Setubuhi aku, mas”, pinta Widya setelah bibirnya terlepas dan panggilannya ia ganti dengan sebutan Mas.
“Di dalam ada Evan sama temannya kan?”, tanya pak Herman memandang manik Widya.
“Tak apa, kita diluar dan mereka di dalam”, balas Widya yang seolah-olah sangat membutuhkan hal tersebut serta dengan gampangnya bisa hasut perasaannya.
“kita ada di pekarangan rumah, apa bu Widya tak takut jika ada orang yang bisa melihat kita?”, pancing pak Herman pada nafsu Widya.
“Tolong, mas...”
Di dalam hati pak Herman tersenyum sangat puas bahwa wanita yang ia incar sudah masuk ke dalam genggamannya dengan gampang.
“nafsu janda memang sangat mudah untuk dinaikkan”, batin pak Herman memandang tubuh Widya.
Kedua tangan pak Herman menangkap bahu Widya dan dengan gerakan cepat langsung membalikkan tubuh Widya. Dalam posisi Widya membelakangi pak Herman, pak Herman memeluk tubuh Widya dari belakang dan ia melakukan gerakan mencumbu tengkuk leher Widya serta kedua tangannya meremas gemas buah dada Widya dari balik baju tipis yang dipakainya.
“Ssshhhhh....ssshhhhh....akkkkhhhh....”, desahan mulut Widya.
Di pelorotkan baju Widya hingga memperlihatkan kedua buah dadanya yang sudah tak terbungkus oleh apapun. Terlihat kedua buah daging kenyal itu sangat menantang akibat nafsu yang sedang menyerang. Terasa mengeras sedikit dan terlihat lebih bulat.
“Nungging, bu. Saya sudah ga kuat pengen sodok memeknya”, pinta pak Herman dan di patuhi oleh Widya dengan langsung menungging memperlihatkan selangkangannya yang merekah sudah siap untuk menerima setiap gempuran dari kejantanan seorang pria dewasa.
CUIH!!! CUIH!!!
Diludahinya batang kontolnya sendiri serta pak Herman ludahi juga tangannya sendiri untuk membasahi lubang memek Widya. Setelah serasa cukup basah, pak Herman mulai mengarahkan ujung kepala kontolnya tepat di lubang peranakan Widya.
BLES!!!!
Tak ada hal yang cukup menyusahkan saat pak Herman mencoba penetrasi pertamanya, mungkin karna memang Widya sebelumnya sudah merasa sangat basah pada selangkangannya akibat perbuatan teman anaknya itu untuk melakukan blowjob.
“Aaakkkhhhh!!!!”, Lenguh keduanya saat kelamin mereka saling bersatu.
“Baru masuk saya sudah merasakan nikmat yang sangat, bu. Ssshhhh... Kayaknya saya bakal ketagihan terus sama memek ibu ini. Ssshhhh....”, ucap pak Herman disertai mulai melakukan gerakan maju mundur dengan sangat pelan.
“Gerakin lebih cepat lagi, mas”
“Hehehe...apanya yang lebih cepat, bu?”
“Kontolnya lebih cepat lagi sodok memeknya, mas”
Sesuai permintaan Widya, pak Herman mulai meningkatkan ritme maju mundurnya. Semakin ditambah kecepatannya semakin pula terdengar suara desahan Widya. Memang benar adanya sepertinya Widya sudah dikuasai oleh nafsunya untuk disetubuhi oleh seorang pria dan apalagi pria tersebut pak Herman. Widya memang tak punya perasaan terhadap pak Herman, namun dari sudut pandang seorang wanita pak Herman memanglah bisa dibilang tampan dengan perawakan yang kekar ditunjang lagi oleh umurnya yang lebih muda 3 tingkat dari Widya, yaitu 35 tahun.
Bukan hanya dari segi penampilan luarnya yang membuat Widya semakin terbakar oleh nafsunya. Dimana pak Herman adalah orang pertama selain mendiang suaminya yang bisa dikatakan enak untuk dipandang, orang pertama yang menyetubuhi Widya. Bukan hanya dari penampilan luar, namun dari ukuran kelamin pak Herman. Ukuran yang sama dengan milik pak Narto.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Aaakkhhhhhssss...enak banget, bu. Sshhhhh... Pantas saja pak Narto kelihatan puas banget pas sodok ibu”
“bahkan memek Nonik kalah jauh sama memek bu Widya ini. Ssshhhh....”
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh....masss....terus, mas”
Bertumpu pada dinding rumah dalam kondisi menungging sambil disodok dari belakang oleh pak Herman, Widya mendesah menikmati setiap tusukan yang ia dapatkan. Nafas keduanya memburu panas di tengah udara dingin. Tak menghiraukan bahwa posisi mereka yang sedang saling memacu birahinya di pekarangan rumah. Hanya ada pemikiran bagaimana bisa menyalurkan hasrat masing-masing.
Sudah lewat beberapa menit saat pak Herman memompa lubang memek Widya dengan ritmenya sendiri yang kadang naik turun. Widya sendiri juga sangat menikmati setiap ini rongga memeknya yang digesek oleh kontol pak Herman.
“Ssshh....ssshhh....mas”
“Bagaimana rasa kontol saya, bu? Ga kalah sama punya pak Narto kan? Ssshhhh....”
Pak Herman yang bisa menggerakkan laju keluar masuk kontolnya tanpa hambatan itu terus saja memompa Widya dengan leluasa. Gerakan maju mundur dengan kombinasi tamparan kecil di kedua sisi pantat Widya secara bergantian menimbulkan sebuah sensasi tersendiri. Hal tersebut membuat nilai plus bagi Widya, karna perlakuan yang pak Herman berikan membawa nikmat, menyalurkan ke seluruh tubuhnya hingga dirinya merasa akan mencapai orgasme pertamanya dengan waktu yang lumayan cepat. Orgasme akibat perlakuan kasar saat berhubungan badan.
Widya sudah mulai terbiasa akan hal tersebut karna memang hampir semua orang yang pernah menikmati tubuhnya rata-rata melakukannya dengan cara yang kasar.
“Aku suka....aku suka dikasari. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....enakkk....”, batin Widya.
“Aaaakkkkhhh. Keluar mas...Aakkkhhhh”, erang Widya saat orgasme pertama di dapatnya.
Saat gelombang orgasme pertama Widya jebol, terlihat bahwa cairan kewanitaan yang Widya semburkan keluar membasahi kedua paha serta kakinya dan menetes juga diatas rerumputan. Cairan yang keluar demgan bebas dari lubang memek Widya sungguh hangat di rasa oleh pak Herman. Sambil tersenyum puas karna wanitanya berhasil dibuat orgasme sampai terkencing-kencing.
Pak Herman mencoba memberi kesempatan pada Widya untuk menikmati gelombang orgasme yang tengah dialaminya dengan memberhentikan gerakan keluar masuk kontolnya. Baik pak Herman sendiri saat diam menunggu selesainya orgasme yang Widya alami, ia merasakan betul bahwa batang kontolnya serasa di pijat dari dalam pantat Widya yang tengah berkedut menikmati orgasmenya. Sambil meremas kedua payudara Widya yang menggantung dengan bebas, pak Herman mencium punggung Widya yang sudah mulai basah oleh butiran keringat, badannya juga terasa lebih panas dari sebelumnya.
“kenyalnya ini benda”, racau pak Herman menikmati payudara Widya.
“Kalo keluar air susunya pasti bakal lebih nikmat ini ssshhhhh....”, diremasnya payudara Widya dengan amat gemas oleh pak Herman sambil bibirnya menciumi serta lidahnya menjilati keringat yang ada di punggung Widya.
Gerakan tangannya pada payudara Widya benar-benar gemas dan beberapa kali memainkan putingnya saat menunggu Widya yang siap untuk di genjot kembali.
“Hhaaaaaahhh....hhaaahhhh....”, deru nafas Widya.
Beberapa saat akhirnya gelombang orgasme Widya telah surut, dengan gerakan yang perlahan pak Herman mulai menggerakkan kembali kontolnya keluar masuk di dalam lubang sempit milik Widya yang sudah mulai terbiasa menampung batang pria di dalam lubang yang pernah digunakan untuk melahirkan anaknya itu.
“Aaaakkkkhhh...enak banget memeknya, bu. Ssshhh...bu Widya mau ya jadi istri simpanan saya. Aakkkhhhh.... Bu Widya bakal saya nafkahi layaknya istri sah dan....ssshhhhh....pastinya bu Widya bakal saya nafkahi kontol juga. Aakkkhhhh...ssshhhhh...”
“teruuss mass...teruss...lebih kencang lagi. Ssshhh....oowwsshhhh... Enak...”,racau Widya di tengah nafsunya yang mulai bangkit kembali oleh sodokan nikmat.
“enak, bu?”, tanya pak Herman disela genjotannya. Di tanya seperti itu Widya hanya bisa mengangguk jujur dengan apa yang tengah ia rasakan.
“Bu Widya mau saya bikin lebih enak lagi, ga? Aakkkhhhh...sempitnya, bu...”
“Aakkkhhhh...Aakkkhhhh....gimana...mas saja...sshhhh....saya mau....Aakkkhhhh....”
Masih dalam posisi kontolnya dilubang Widya, pak Herman menurunkan sedikit tubuhnya mengambil sesuatu dibawah. Ia mengambil tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah benda kecil berwarna pink serta mempunyai kabel.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...apa itu....masss?”, tanya Widya.
“Ini yang saya maksud, bu. Ini memang kecil, tapi bisa menambah rasa nikmat yang ibu rasakan”
Tanpa terlalu berlama-lama pak Herman langsung memasukkan vibrator kecil berwarna pink itu ke dalam lubang pantat Widya dimana Widya dibuat kaget.
“Mas!!! Kenapa dimasukkan disitu? Sssshhhhh....”
“Nurut saja, bu pasti bakal enak. Lagian saya juga sudah tau kalo pantat bu Widya ini sudah tak perawan kan? Pak Narto sudah pernah pakai lubang ini. Tenang saja”
Setelah masuk, pak Herman menyalakan alat tersebut hingga menimbulkan tubuh Widya bergetar karenanya. Sementara vibrator itu bekerja di lubang pantat Widya, pak Herman menggerakkan kontolnya menggenjot memek Widya lebih bersemangat lagi. Tubuh Widya yang bergetar membuat juga rongga dalam memek Widya semakin mencengkeram dan memijat habis batang kontolnya. Hal tersebut dirasa pak Herman dengan memejamkan mata.
“enak banget, bu. Memek janda rasa memek perawan. Ssshhhh....”
“rahasianya apa bu? Sssshhhhh....udah sering dipake orang tapi masih aja bisa seret kaya gini? Gila enak banget. Ssshhhh....”, racau pak Herman.
“oowwsshhhh....masss...eennnaakkkk...ssshhh...terus, terusss....Aakkkhhhh...”
“Hahaha...ssshhh....siap, bu. Saya bakal buat bu Widya puas alami orgasme terus. Ssshhhhh....nikmat betul ini memek. Ssshhhhh....”, racau pak Herman fokus menggerakkan maju mundur pantat serta tangannya di lubang milik Widya yang tengah dimainkan olehnya itu.
“apa hanya pak Narto yang pernah nikmatin tubuh ibu dan teman anakmu saja yang pernah nikmati mulutmu, bu?”, tanya pak Herman.
Widya menggeleng dalam nikmatnya menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pak Herman.
“wah...wah....seriusan, bu? Berapa orang? Aaakkkkhhhhss....”
“sudah berapa pria yang pake memek ibu, hah?! Ssshhh....Aaaakkkkhhh....”, gemas pak Herman melihat jawaban Widya dengan menggenjot keras.
“AAAKKKHHH!!!! AAKKKHHHH!!!!”
“AAAKKKKHHHH....AMMPUUNN MAASSSHHHH...ENAK BANGEETTT....SSHHHHHH...”
PLAK!!! PLAK!!!
Mendengar Widya hanya mengerang, pak Herman makin dibuat gemas dengan aset yang Widya miliki dengan meremas kencang payudaranya dan menampar pantatnya, sehingga beberapa tamparan yang mendarat di pantat Widya sampai menimbulkan warna memerah.
“Aaaakkkkhhh...iyaaa...iyaa....sshhhhh...saya ga hitung mas. Sshhhhh... Aaaakkkkhhh...”
“3? 4? 5? 6? 7?”, selidik pak Herman.
Widya menggeleng, “saya ga tau, mas. Ssshhhh....mungkin lebih dari delapan. Aaaakkkkhhh....akkkkhhhh...”
“saya pernah telepon bu Widya dulu pas saya mau pesan katering dan saya mendengar dari ucapan ibu ada yang aneh. Apa itu juga masuk hitungan jika saat itu ibu menerima telepon saya sedang dientot orang?”, tanya pak Herman. Widya mengangguk.
“Lonte juga kamu, bu. Aakkkhhhh...tapi saya suka model janda nakal kaya bu Widya ini. Ssshhhhh...jadi saya ga usah takut kalo bu Widy saya buat hamil. Lagian sudah banyak yang keluar masuk memek ibu ini. Ssshhhhh....”
“Saya sedang.....sedang hamil, mas”
Pada pengakuan Widya, pak Herman dibuat kaget namun tak lama pak Herman kembali tersenyum nakal. Pak Herman tak percaya bahwa Widya sudah pernah dipakai oleh banyak orang dan terlepas lagi sampai mengandung seorang anak yang sudah bisa dipastikan Widya sendiri tak tau peju siapa yang berhasil membuahi rahimnya.
“bu Widya sampai hamil sekarang? Ibu benar-benar jadi wanita nakal ya setelah jadi janda. Ssshhhh....apa semua yang pernah nikmatin memek ibu ini dilakukan secara gratis?”
“Iyaaahhh, massshhh....ssshhhhh....”
“Kok murahan ya, bu?”, ucap pak Herman mencoba melecehkan Widya dengan perkataannya.
“Saya ga murahan, mas. Saya kalo dijual juga bakal banyak yang mau bayar saya mahal”, balas Widya mencoba binal.
“berarti ibu mau kalo dijual buat jadi pelacur dong”
“Ga juga, maasssshhhh....sampai sekarang saya Cuma dipakai oleh pak Narto saja, mas. Aaakkkhhhh....”
“beruntung juga itu bandit tua bisa buat bu Widya bertekuk lutut. Kalo pak Narto bisa, apa saya juga bisa ikut nikmatin tubuh bu Widya ini?”
“Iyaaahhh....ssshhhhh...mas Herman boleh miliki tubuh saya ini. Semuanya. Sssshhhhh....”
Genjotan kontol pak Herman makin bertenaga. Kedua buah payudaranya yang tergantung bebas tak luput bergerak akibat sodokan tersebut. Saat Widya tengah mendesah dan mengerang, rambutnya dijambak dari belakang sebagai tali kekangnya saat menikmati sempitnya lubang Widya. Ia tarik lumayan keras rambut Widya hingga kini posisinya sejajar dengan tubuh pak Herman. Sementara satu tangannya meremas keras payudara Widya. Dalam keadaan setengah berdiri itu, tubuh Widya terlonjak ke depan mengikuti setiap dorongan pinggul pak Herman pada pantatnya.
“Aaakkkhhhh.....Aaaakkkkhhh....rasakan kontolku juga, bum ssshhhhh....rasakan ini....aaakkkkhhhhss....”, erang pak Herman.
“Aaakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....”, desah Widya.
Puas dalam posisi tersebut, pak Herman melepas kembali jambakan pada rambut Widya dan mencabut kontolnya dari memek Widya hingga terlepas sepenuhnya. Kemudian vibrator kecil berwarna pink yang tertancap di dalam lubang pantat Widya juga ikut dicabutnya dengan cepat.
Diperhatikannya memek Widya yang mulus tanpa bulu terlihat sangat basah itu. Menggunakan kedua buah jarinya pak Herman mengocok lubang memek Widya dengan ritme yang cepat sehingga menimbulkan suara kecipak yang sangat khas.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
“Aaaakkkkhhh....akkkkhhhh...akkkkhhhh....”, desah Widya di tengah kocokkan jari pak Herman di dalam memeknya.
Keadaan selangkangan yang sudah sangat basah dan kocokkan cepat jari pak Herman membuat cairan kewanitaan Widya tercecer keluar dengan deras, bahkan ia dapat meraih orgasme keduanya dalam keadaan menungging. Tangan pak Herman basah tersiram oleh cucuran cairan orgasme yang Widya dapatkan.
“Saatnya buat kontol saya bekerja lagi, bu”, ucap pak Herman mencabut jarinya dan bersiap mengarahkan ujung kepala kontolnya dilubang Widya.
BLES!!!
Untuk kedua kalinya batang kontol pak Herman kembali menembus masuk liang seggama milik Widya yang sangat membuat ketagihan oleh para pria itu. Lubang yang entah bagaimana caranya selalu bisa menutup dengan rapat meski sudah di pakai oleh banyak orang. Jika di dalam game mungkin bisa dibilang Widya ini adalah item langka yang sulit untuk didapatkan.
“Saya lemas, mas. Istirahat dulu”, pinta Widya.
“masa sudah lemas, bu? Katanya sudah pernah di entotin banyak kontol? Masa baru satu kontol udah lemas gitu. Saya mulai ya, bu”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!!
Kembali pak Herman menggenjot memek Widya dengan ritme yang sedang tanpa menggubris permintaan Widya untuk beristirahat sejenak mengembalikan tenaganya yang sempat hilang akibat terbuang untuk 2 kali orgasmenya.
“Aaakkkhhhh....Aaakkkhhhh....”, Widya hanya bisa mengerang dan mendesah kecil sambil menggelengkan kepalanya merasakan nikmat bercampur rasa lemasnya.
“Hahahaa....sssshhhhh... coba ibu bayangkan kalo saat ini ibu yang sedang saya entotin ini lagi ditonton oleh Evan sama temannya itu”
“anggap saja bu Widya sedang melakukan seks edukasi untuk anakmu lewat praktik langsung ini. sshhhh... bayangkan jika Evan sedang menonton kita. Dimana ibunya ini sedang keenakan sama kontol saya ini. Dimana ibunya sedang mendesah kaya pelacur murahan. Coba bayangkan, bu. Bayangkan semuanya. Aaakkkkhhhhss....”
“Evan pasti bakal marah. Aaakkkhhhh....ssshhhhh...”, ucap Widya menatap ke belakang.
“Evan tak akan marah, bu. Kan saya tadi sudah bilang kalo ini seks edukasi. Sssshhhhh... Lagian bukan nyata, hanya membayangkan saja dan coba rasakan sensasinya bu. Aaakkkhhhh....sssshhhhh... Nikmatnya ini lubang. Ssshhhh....”
Beberapa saat Widya hanya mendesah dan pak Herman hanya diam menyodokkan kontolnya. Hingga Widya berhasil mengambil keputusannya untuk mencoba membayangkan apa yang diperintahkan oleh pak Herman. Dimana saat di Setubuhi oleh pak Herman, dia membayangkan anaknya tengah melihatnya secara langsung.
“Anak saya sedang melihat kita, mas. Aaakkkhhhh...ssshhhhh” ,ucap Widya yang disambut senyum kemenangan oleh pak Herman.
“tak apa, bu. Kita kasih seks edukasi buat Evan biar tau cara memuaskan seorang wanita pas menikah nanti”, balas pak Herman mengikuti imajinasi yang sedang di bangun.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Evan....lihatlah ibumu ini. Sssshhhhh... Ibumu sedang bapak entotin. Ssshhhh...bapak sama ibu kamu mau lasi kamu pelajaran seks yang akan berguna buat kamu nantinya”, sambil meremas kencang payudara Widya.
“Pertama-tama apa yang sedang bapak lakukan ini pasti kamu sudah tau kan? Ssshhhh....ini namanya ngentot. Aaaakkkkhhh....memek ibumu ini sedang bapak sodok pakai kontol besar bapak ini makanya ibu kamu ini mendesah keenakan kaya Lonte begini. Aaakkkhhhh....ssshhhhh....”
“Aaakkkhhhh.....ssshhhhh...apa yang mau kamu tanyakan, Evan?”, tanya pak Herman seolah-olah sedang bertanya pada Evan.
“apa ngentot itu enak, om?”, ucap pak Herman menjawab sebagai Evan.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Aaakkkhhsssss....kamu dengar kan suara sodokan kontol bapak? Kamu sudah tau kan seberapa enak dan nikmatnya ngentot. Aakkkhhhh....apalagi ngentotin memek ibu kamu ini. Ssshhhh... Enak pake banget”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Memek ibu kamu enak banget, Evan. Ssshhhh... Dulu kamu lahir dari lubang yang sedang bapak kontolin ini kan? Ssshhhh.... Lubang yang dulu buat lahirin kamu ini nikmat luar biasa. Ssshhhh....kamu juga boleh kalo mau coba rasain lubang tempat keluar kamu ini. Aakkkhhhh....iya kan, bu?”, tanya pak Herman.
“Iyaaahhh bbolehhh...ssshhhhh...akkkkhhhh...enak...”, racau Widya.
“apa lagi yang mau kamu tanyakan, Evan?”, tanya pak Herman.
“Ga ada, om. Evan mau nonton aja”, ucap pak Herman menjadi Evan.
“Yaudah, kamu diam disitu terus liatin aja ibu kamu bapak entotin sama puas”, ucap pak Herman.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Ritme sodokkan yang dilancarkan oleh pak Herman semakin celat dan bertenaga sehingga membuat Widya makin tambah tak karuan dibuatnya. Badanya bergetar serta butiran keringat mulai terlihat semakin banyak dan membasahi badan keduanya. Widya yang sudah orgasme dua kali dibuat tak bisa berbuat apapun, dia hanya membulatkan mulutnya menahan setip rangsangan nikmat yang mengalir pada tubuhnya.
PLAK!!!
Ditamparnya bongkahan pantat Widya oleh pak Herman akibat rasa gemas dan nafsu yang membara. Satu tangan Widya di tarik ke belalang dan terlihat pula pada bagian batang kontol pak Herman yang sedang keluar masuk dengan cepat di dalam lubang memek Widya bahwa cairan putih dari kewanitaan Widya menyelimuti kelamin keduanya.
“Oowwsshhhh....mass...terus, lebih keras lagi. Sshhhhh...ya seperti itu. Teruss....aakkhh...”, racau Widya makin liar.
“ibu suka dientot kontol besar? Ibu suka dikasari kaya gini?”
“Iya...iya saya suka mas. Saya terlihat seperti pelacur yang dibayar untuk dikasari. Ssshhh...teruussss....”
“tapi bu Widya bukan dibayar dengan uang, tapi cukup dibayar pakai kontol sama peju doang. Aaaakkkkhhh....memang Pelacur idaman bu Widya ini. Aakkkhhhh...ssshhhhh...”
“soalnya bayi yang sedang.....saya kandung ini sedang ngidam, mas. Aakkkhhhh....sshhhh....ngidam kontol sama peju. Aaakkkkhhhhss....terus, mas....enak banget kontolmu ini. Aaaakkkkhhh....”
“Mantap sekali ngidam anakmu, bu. Calon anaknya ini kayaknya sudah tau kelakuan ibunya kaya Lonte. Ssshhhh....pasti kalo udah besar nanti bu Widya bakal dientotin juga sama kontol anaknya ini. Aakkkhhhh....”, Racau pak Herman semakin bersemangat menyetubuhi dan melecehkan Widya. Lagian apa salahnya, Widya juga menikmati hal tersebut.
Makin liat saja pak Herman menyetubuhi Widya. Seakan lupa bahwa wanita di depannya itu sedang dalam keadaan mengandung seorang jabang bayi. Walau umurnya masih muda. Walau dalam keadaan muda pun juga bisa menjadi sebuah risiko jika berhubungan badan dengan cara terlalu kasar.
“Bu Widya jadi istri saya saja. Biar memeknya Cuma saya yang nikmatin. Ssshhhh.....”, ucap pak Herman.
“Iya, mas. Anggap saja saya istri mas Herman yang kedua. Ssshhh...saya istri selingkuhan, mas...silahkan nikmati memek saya ini, mas...saya istrimu.... Saya suka....Aakkkhhhh....”
“Aaakkkhhhh....nakal kamu, bu. Ssshhhh....bu Widya ini....mau jadi istri saya atau mau jadi Lonte saya, bu? Ssshhhhh....tingkahnya binal banget”
Widya melengoskan kepalanya menghadap ke belakang dimana pak Herman tengah berdiri sambil menyodokkan kontolnya. Setelahnya di tarik tangan pak Herman sehingga kepala pak Herman mendekat ke arahnya dan langsung saja Widya lumat penuh nafsu bibir pria tersebut.
MMMHHHH!!!! MMMHHH!!!!!
Pak Herman yang mendapat serangan liar dari Widya tak mau diam, ia membalas lumatan kasar yang dilancarkan oleh Widya terhadap bibirnya. Keduanya saling lumat dengan nafsu sambil pak Herman terus menggerakkan pinggulnya maju mundur menumbuk selangkangan Widya.
“saya istrimu mas, tapi saya juga mau jadi Lontemu. CUP!!! Ssllurrrpp....”, ucap sayu Widya di tengah lumatannya.
“jatuh juga kamu bu sama kontolku ini”, batin pak Herman.
Pak Herman melepaskan keluar kontolnya dan membimbing tangan Widya untuk mengikutinya. Setelah sampai di tempat jemuran, pak Herman mengambil salah satu selimut tebal yang belum diangkat dari jemuran. Pak Herman menggunakan selimut tersebut sebagai alas diatas rerumputan yang akan dipakainya sebagai media menyetubuhi Widya kembali.
Direbahkannya Widya dan beberapa kali dilumatnya terlebih dahulu bibir tipis tersebut. Dari bibir mulutnya turun tepat di selangkangan Widya yang sudah sangat basah. Tanpa merasakan jijik atau risih akibat cairan kewanitaan milik Widya, pak Herman melumat habis selangkangan Widya.
SLURP!!! SLURP!!!
“Rasanya gurih banget, bu”, ucap pak Herman memandang ke arah wajah Widya dimana tangannya sedang meremas payudaranya sendiri.
“Udah gatal pengen di sodom pake kontol saya lagi ya, bu?”, Tanya pak Herman dan dijawab anggukan oleh Widya.
“Hehehe....sabar, bu”
Di renggangkannya kedua paha Widya dan pak Herman memosisikan tubuhnya tepat di tengah selangkangan Widya. Ujung kepala kontolnya yang kokoh siap membobol lubang sempit memek Widya untuk ke sekian kalinya.
“Ini kon...tol buat memekmu, bu!!!”
BLES!!!!
“AAAKKKKKHHHHH!!!!”, Lenguhan puas keduanya karna bisa bersatu kembali.
Di pompanya kembali memek Widya oleh pak Herman, kini dengan ritme sedikit cepat mungkin karna memang pria tersebut sudah sangat ingin memuntahkan lahar panasnya di dalam tubuh Widya yang ia idamkan. Widya hanya bisa diam menikmati setiap sodokkan nikmat yang tengah diberikan kepadanya. Terlihat pula kedua payudaranya sedikit memerah akibat remasan kasar yang pak Herman lakukan sebelumnya. Beberapa tandan cupangan juga ada disana.
Seakan kurang puas dengan cupangan yang ada di payudara Widya. Pak Herman kembali membuat tanda merah di kedua paha mulus Widya.
“Aaakkkhhhh....akkkkhhhh....masss...”, desah Widya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
“AAKKKKHHHHH!!!!”
Ditamparnya payudara Widya secara bergantian beberapa kali. Widya yang mendapatkan tamparan di payudaranya hanya mengerang. Rasa kombinasi yang sangat nikmat diterima oleh Widya. Rasa sakit akibat tamparan di payudaranya, namun di sisi lain juga merasa nikmat di selangkangannya akibat sodokkan kontol pak Herman. Sakit, tapi enak dan Widya mau hal itu lagi.
“Tampar lagi, mas. Ssshhhhh....tampar lagi payudaraku ini”, pinta Widya.
“Ketagihan kamu bu saya kasarin kaya gini?”, Widy mengangguk.
“bu Widya memang Lonte. Terima ini. PLAK!!! Terima ini...PLAK!!! TERIMA INI KAU, LONTE!!!! PLAK!!! PLAK!!!”
Apa yang dilakukan oleh pak Herman ternyata menghantarkan Widya kembali pada orgasmenya. Tepat pada saat pak Herman menampar payudara Widya dan selangkangannya terus di genjot, Widya mengerang nikmat dengan panjangnya.
“kellluaarrggghhhh....keluar, masss....akkkkhhhh....”, lolong panjang Widya.
Cairan kewanitaannya keluar membasahi batang konyol pak Herman yang tengah menyumpal penuh lubang memeknya itu. Rasanya sungguh sangat terasa sangat oleh pak Herman sendiri. Dilihatnya juga badan Widya bergetar dengan hebat, kedua tangannya meremas keras seprei yang digunakan untuk alas. Kalinya mengacung lurus dan mulutnya mengangga. Bukan hanya itu, matanya juga ikut mengisyaratkan bagaimana nikmat yang sedang Widya rasakan. Matanya hanya memperlihatkan area putihnya saja.
“aaakkkkkkhhhh.....maaass......aaakkkkkkhhhh....”, orgasme panjang menerpa Widya.
Sementara pak Herman hanya terdiam melihat pemandangan di depannya tak kala hal tersebut adalah pertama kalinya ia melihat seorang wanita mengalami orgasme sehebat itu. Gerakan kontolnya yang sedari tadi terus keluar masuk memompa memek Widya kini berhenti total.
Hanya pijatan dan rasa hangat yang bisa pak Herman rasakan pada batang konyolnya itu. Bulir keringat terlihat keluar banyak dari tubuh Widya. Terasa licin oleh keringat.
“Masss...tolooonngg....aaakkkhhsssss....ini nikmat banget, mas....akkkkhhhh.....ssshhhhh....”, erang Widya begitu merasakan nikmatnya orgasme miliknya malam itu.
“OOORRRGGGHHHH....NIIKKMAATTTGGGHHHH...SAYA KELUAR....AAAKKKHHHH!! SAYA KENCING BANYAK, MASSS...AAAKKKKHHHH”
Beberapa menit Widya mengalami orgasme beruntun dan selama itu juga pak Herman hanya diam melihat bagaimana Widya menggerakkan tubuhnya bak cacing yang sedang kepanasan. Pak Herman melihat dengan tatapan terpukau namun dirinya juga masih dalam keadaan nafsu yang makin bertambah besar akibat tontonan di depannya itu.
Akhirnya gelombang orgasme panjang yang Widya rasakan mulai reda dengan perlahan dan menyisakan tubuh lemas Widya yang sedang kehabisan nafas. Dadanya naik turun, tubuhnya masih sesekali bergetar.
“hebat sekali, bu. Baru kali ini saya lihat wanita orgasme sampai sebegitunya”, ucap pak Herman membuka suara.
“saya mulai lagi, bu”, lanjutnya.
“jangan! Jangan dulu, mas. Saya lemas banget. Tolong kasih saya waktu sebentar”, mohon Widya untuk memulihkan tenaganya.
“jangan bercanda, bu. Daritadi bu Widya keenakan dan saya hanya bisa menahan nafsu saya. Sekarang saya harus nunggu ibu buat istirahat? Ga tau diri sekali ibu Widya ini. Saya mulai!!!”
PLAK!!! PLAK!!!
Pak Herman kembali menampar Payudara Widya berulang kali hingga kulit mulus dada Widya yang awalnya sudah merah bertambah merah. Tanpa memberi jeda saat Widya beristirahat, pak Herman mulai menggenjot kontolnya kembali pada lubang memek Widya yang tadi sempat terhenti. Kini ritme kecepatannya ditambah sehingga Widya kembali mengerang lebih liar dibuatnya setelah orgasme panjangnya.
“AAAKKKKHHHH...LINU, MAS!!! AAAKKKKHHH...TAPI INI ENAK BANGET....AAAKKKKHHH....TERUSSS....TERUS....AAKKKHHH...”, racau Widya dengan ucapan semakin menunjukkan sisi Binalnya. Sedangkan pak Herman tambah semangat membuat Widya menderita dalam rasa nikmatnya.
“bu Widya ini memang sangat Binal sebenarnya ya. Ssshhhhh... mengerang, mendesah terus pas di sodok kontol tetangganya....kaya pelacur kamu, bu. Oowwsshhhh...nikmatnya”, racau pak Herman.
“SAYA KAYA PELACUR....YANG PENTING JADI PELACUR KAMU, MAS. AAKKKKHHHH....SSHHHH....”, balas Widya.
Diremasnya kedua payudara Widya yang ikut bergerak naik turun seiring sodokkan kontol pak Herman. Kontolnya masih keluar masuk menumbuk liang seggama Widya dengan keras sambil memejamkan mata menikmati keluasan yang ia dapatkan dari janda teman istrinya itu yang sedang ia tunggangi layaknya istrinya sendiri. Bahkan bagi pak Herman bu Nonik, istrinya pun kalah binalnya dengan Widya.
HHHHAAAHHHH!!! HHHAAAHHHHH!!!
Merasa sedikit memedulikan kondisi Widya, pak Herman perlahan mulai mengurangi tempo pompaannya dan perlahan pak Herman malah melepaskan keluar kontolnya yang masih sangat tegang, siap untuk menyemprotkan bibit-bibit anaknya.
PLOP!!!
“Aaaakkkkhhh....”, lenguh Widya saat kontol pak Herman terlepas.
Lubang milik Widya memang sempit dalam usianya itu, namun sesempit apapun jika baru saja di masuki oleh benda besar pasti juga bakal meninggalkan jejaknya. Seperti saat kontol pak Herman terlepas dari lubang memek Widya, dimana lubang memek Widya terlihat terbuka. Tapi anehnya milik Widya ini spesial. Bisa dengan cepat menutup rapat kembali seakan-akan selaput rongga memek Widya karet yang tak gampang menjadi kendur walau di tarik panjang.
Widya terlentang dengan kedua kaki masih terbuka memperlihatkan selangkangannya yang sudah basah kuyup oleh cairan orgasmenya sendiri.
Sementara pak Herman tengah berdiri melihat Widya yang tengah kelelahan sambil mengocok batang kontolnya sendiri. Ia pandangi setip inci wanita tak bersuami itu dalam keadaan hamil muda dan telanjang bulat tengah mengangkang di depannya.
Pak Herman beranjak dari posisinya dan menghampiri Widya. Ia elus pipi Widya dengan lembut serta memainkan bibir manis Widya menggunakan jemarinya.
“bu Widya cantik sekali. Dalam kondisi habis orgasme seperti ini ibu terlihat lebih merangsang berkali lipat dari sebelumnya”, ucap pak Herman.
CUP!!!
SLURP!!! SLURP!!!
Dicium dan sedot puting Widya yang mengacung tegang oleh pak Herman dengan buas secara bergantian. Dapat pak Herman rasakan bahwa kulit payudara Widya terasa sedikit panas, mungkin akibat tamparan yang ia berikan berulang kali pada daging kenyal itu.
Dari payudara, mulutnya turun le arah perut Widya yang berisi calon bayi di dalam sana. Diusapnya permukaan perut Widya dan diciumnya.
“kalo kamu sudah lahir nanti jangan bikin susah ibumu ya. Soalnya ibumu saat mengandungmu juga sudah kesusahan buat cari tau siapa bapakmu. Hehehe...”,Ucap pak Herman.
“bapakmu siapa, ga ada yang tau....soalnya banyak yang ikut sumbang peju nya”
“kamu di dalam sana jangan rewel. Jadilah anak baik, nanti om kasih makan peju yang banyak buat kamu”
Setelah selesai dengan omongan ngelantur nya, pak Herman menggeser tubuhnya di depan selangkangan Widya kembali sambil memegang batang kontolnya yang sudah siap membombardir memek Widya kembali.
“istirahatnya sudah kan, bu? Saya sodok lagi ya memeknya”
BLES!!!
“EEEGGGHHHHH!!!!”, lenguh Widya.
“Pelan-pelan dulu, mas. Masih ngilu rasanya”
“kalo pelan kapan selesainya, bu? Bisa-bisa sampai pagi bu Widya saya genjot terus. Ibu mau?”. Widya diam.
“saya sudah tak bisa menahan lagi, bu. Saya sudah ga tahan pengen pejuhin memekmu ini”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pak Herman langsung mengambil ritme menggenjot memek Widya dengan cepat dan bertenaga sehingga mau tak mau Widya harus menutup mulutnya supaya suaranya tak terlalu keras keluar. Gempuran di selangkangannya sungguh membuatnya tersiksa dalam nikmat, rasanya Widya ingin berteriak dalam desahannya tapi hal itu tak bisa dilakukan olehnya mengingat siapa yang tengah menyetubuhinya dan dimana mereka melakukannya. Bisa dengar para tetangga, orang lewat bahkan anaknya sendiri dengan apa yang sedang ia lakukan bersama pak Herman fi pekarangan rumah.
“ga tahan saya lihat Tete mantap kaya gini”
Tangan pak Herman tak tinggal diam saja, ia arahkan kedua tangannya meremas bukit mengkel milik Widya. Dimainkan kedua putingnya sambil sesekali ia sentil puting itu sehingga tubuh Widya melonjak dalam menahan suaranya.
Respon yang Widya berikan saat di sentil putingnya membuat pak Herman berpikir lebih nakal. Kali ini di cubitnya kedua puting Widya dan menariknya perlahan. Hal tersebut sudah pasti membuat Widya ingin berteriak. Untungnya bisa ditahan menggunakan kedua tangannya.
“masss....tolong jangan ditarik. Ssshhhh....sakit... Aakkkhhhh...akkkkhhhh....”
Tangan kanannya dilepas dari payudara Widya dan didaratkan pada selangkangan dimana pak Herman memainkan klitoris Widya dengan gemas sambil terus menyodokkan kontolnya.
Desahan kini mulai terdengar kembali dari mulut Widya yang dari tadi tertahan oleh tangannya sendiri. Desahannya berubah menjadi racauan dikala gerakan kontol pak Herman keluar masuk dengan cepat dan bertenaga sambil di kombinasikan dengan permainan di klitorisnya sehingga tubuhnya ikut tersentak- sentak nikmat.
Payudaranya yang sedang diremas juga tak luput dari goyangan yang di timbulkan oleh sodokan kuat kontol pak Herman pada memeknya. Racauan liar Widya menggambarkan betapa nikmatnya persetubuhan yang ia terima itu. Rasa nikmat dari kontol seorang pria yang ia kenal sebagai suami dari teman tetangganya itu.
Mencoba menahan rasa nikmat yang menyerangnya kembali, Widya meremas payudaranya sendiri dengan keras. Badanya menggeliat dan nafasnya mulai tak bisa ia kontrol.
“akkkkhhhh.....aakkhh....tolong...tolong mamah, nak. Ssshhhh....aaakkkhh....tolong mamah dari rasa nikmat kontol perkasa pak Herman ini, nak. Aaakkkkhhhhss.....”, racau Widya.
“Aakkkhhhh....iya terus, mas....teruuss....ssshhhhh....enak...enak bangettt...ssshhhhh...”
“tolong mamah, nak. Mamah rasanya mau keluar lagi. Aakkkhhhh....Aakkkhhhh....kontol pak Herman jahat banget bikin mamah tersiksa....dalam kenikmatan. Ssshhhhh....”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“terus, bu. Sshhhhh....terus utarakan rasa nikmat yang ibu rasakan pada Evan. Terus, bu. Aaakkkkhhhhss.... Gila enak banget ini lubang”, racau pak Herman.
Tubuhnya dan kenikmatannya sudah dikuasai sepenuhnya oleh kenikmatan yang diberikan oleh pak Herman secara kesadaran yang penuh. Widya benar-benar sudah jatuh dalam pelukan tetangganya itu.
Remasan di payudaranya sendiri sampai mengakibatkan kulit mulus payudaranya makin memerah. Kepalanya ia gelengkan ke kanan dan ke kiri mencoba meresapi rasa nikmat yang dia dapatkan. Sebuah rasa nikmat yang terus-terusan ia dapatkan dari kontol besar tetangga yang sedang menyetubuhinya dengan buas.
“Aaaakkkkhhh....enak kan, bu. Enak?! Ssshhhhh”, tanya pak Herman disela genjotan cepatnya di dalam memek Widya.
“Iyaaahhh...enakkk...ssshhh...teruss genjot, mas. Terus sodok memek Widya...Aakkkhhhh...enakkk....buat Widya sampai lemas nikmat”, racau Widya.
“Bakal saya buat bu Widya tak bisa berjalan buat seharian nanti. Aakkkhhhh...sshhhh....”
Pak Herman menempatkan kedua kaki jenjang Widya pada pundaknya sehingga posisinya kini menggempur memek Widya dari atas. Mata pak Herman menatap lekat wajah Widya yang tengah mengerang kenikmatan di bawahnya.
PLAK!!!
Ditamparnya pipi Widya lumayan keras. Widya terus mendesah dan mengerang, tetapi matanya mengeluarkan air mata yang mengalir ke pelipisnya. Bahkan hal yang tak terduga diperlihatkan oleh Widya, dimana Widya malah terlihat sedikit tersenyum dalam rasa ingin menangisnya dan rasa nikmatnya.
“Rasakan kontol ini, bu. Rasakan kontolku Pelacur. Aakkkhhhh....ssshhhhh....”, umpat pak Herman yang juga merasa kenikmatan saat menyetubuhi Widya dengan kasar layaknya wanita yang bisa ia bayar dengan uang.
“Aaaakkkkhhh...ssllurrrpp...Aakkkhhhh...saya...saya memang pelacurmu, masss”
“Istri simpananku....Pelacurku...”, oceh pak Herman.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Gerakan pantat pak Herman pada memek Widya semakin buas dan cepat mencoba mencapai kepuasaan yang di cari dari memek dan tubuh Widya yang ia kejar sedari tadi. Di tumbuknya memek Widya dengan kuat sampai menimbulkan suara benturan kulit dan suara becek memek Widya lebih keras dari sebelumnya.
Sembari memeknya di genjot dengan cepat dan kuat, mulut Widya di lumat bernafsu oleh mulut pak Herman. Dijilatnya wajah Widya dengan buas serta keringatnya jatuh menetes dengan deras ke arah dada, leher bahkan wajah wanita cantik tersebut.
Badan Widya dan pak Herman tengah bersatu dalam telanjang telah banjir oleh keringat persetubuhan panas mereka. Selimut yang di pakai untuk alas persetubuhan mereka sudah mulai basah oleh keringat keduanya. Dalam lumatan dan jilatan pada wajahnya, Widya kehabisan nafas. Mulutnya yang membuka mencoba mencari udara untuk masuk ke paru-parunya malah disumpal oleh mulut mbah Mitro sambil lidahnya bermain di dalam mulut Widya.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....”, desah pak Herman di sela lumatannya.
“Ampun, masss...Aakkkhhhh...aampuunn....Aakkkhhhh....ini terlalu nikmat...ssshhh....”
“SAYAAA...KELUAARRR LAGI, MASSS!!!! AAAKKKHHHH!!!”, lolong keras Widya saat orgasme kembali menerpa dirinya dengan hebat.
Sementara itu pak Herman yang sebentar lagi juga akan mencapai orgasmenya terus memompa memek Widya tanpa mengurangi ritme pompaannya. Dengan nafas kasar pak Herman terus menumbuk memek Widya dengan cepat dan bertenaga. Dibawahnya tubuh wanita yang tengah bergetar hebat merasakan gelombang orgasme tak di pedulikan. Ia terus saja memfokuskan gerakannya untuk memompa keluar peju nya mengisi rahim Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“KELUARRRR.....KELUUARR....WIDYA SAYANG....”
Dengan menghentakkan pantatnya dengan keras ke arah selangkangan Widya, pak Herman memuntahkan bermili-mili peju nya mengisi rahim Widya dengan keras menabrak dinding rahim tersebut. Seiring kedutan pantat yang pak Herman lakukan, ia menembakkan peju nya.
“AAKKKHHH!!! INI PEJU PERTAMAKU, BU. TERIMA SEMUA DI RAHIMMU. SAYA MAU IKUT SUMBANG PEJU BUAT BAYIMU INI. TERIMA SEMUANYA, WIDYA SAYANG!!! AAAKKKHHHH!!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“MAKAN!!! TELAN SEMUA PEJU OM INI, NAK!!!”, erang pak Herman menembakkan laharnya ke dalam rahim Widya sambil seolah-olah menyuruh anak yang ada di dalam perut Widya untuk memakan habis semua peju nya.
“AAAKKKHHHH!!!”, Lenguh Widya karna kuatnya semburan peju pak Herman menghantam dinding rahimnya.
CRUT!!! CRUT!!! CRUT!!! Pak Herman menyemburkan sisa-sisa peju nya.
Dengan masih membiarkan kontolnya di dalam memek Widya, pak Herman ambruk mendekap tubuh Widya dengan kuat. Diciumnya aroma keringat persetubuhan mereka. Persetubuhan yang Widya alami telah berakhir, Widya dengan lega menikmati sisa gelombang orgasmenya sambil sesekali masih merasakan kontol pak Herman berkedut di dalam memeknya. Ia ambil nafasnya yang kacau dibawah tindihan tubuh pak Herman.
“Terima kasih, bu. Akhirnya saya bisa mencicipi lubangnya”, lembut pak Herman menindih tubuh polos berkeringat Widya.
Sekitar 3 menit mereka berdua bertahan dalam posisi seperti itu. Hanya suara angin malam dan deru nafas kasar. Pak Herman bangkit dari posisinya dan kembali mengenakan celananya.
“saya bantu berdiri, bu”, ucap pak Herman setelah selesai memakai kembali celananya membantu Widya untuk berdiri dan memakaikan kembali pakaiannya. Namun di cegah oleh Widya, ia lebih memilih untuk menutupi tubuhnya menggunakan selimut yang digunakan untuk alas persetubuhan mereka.
“Yaudah, saya papah ke depan”
Widya di papah oleh pak Herman berjalan ke arah depan rumahnya dengan kondisi tubuh telanjangnya hanya dibalut selimut. Karna memang pintu depan saja yang bisa digunakan, sementara pintu samping dikunci dari dalam.
“nyeri?”, tanya pak Herman.
“Lumayan, mas tapi ga terlalu”, jawab pelan Widya.
Dirangkulnya Widya untuk membantunya berjalan. Saat melewati persimpangan tembok pekarangan mereka dikagetkan oleh sosok pria tua duduk di kursi teras rumah Widya. Widya dibuat kaget oleh kehadiran pak Narto di teras rumahnya, namun tidak untuk pak Herman. Ia terlihat biasa saja.
Ada dua point yang membuat Widya kaget. Pertama, ia takut apa yang baru saja terjadi dengan pak Herman akan disebarkan oleh pak Narto. Point kedua Widya kaget karna pria tua tersebut duduk di kursi terasnya dengan mengeluarkan batang kontolnya dan tengah mengocoknya dengan cepat.
Widya yang sedang dalam keadaan kaget disuruh untuk melanjutkan jalannya oleh pak Herman. Saat mereka berdua tiba di dekat pak Narto...
“Ngentotnya lama banget, pak? Keenakan pasti. Ssshhhh....ssshhhhh....”, ucap pak Narto.
“banget malahan. Hahahaha...”, jawab pak Herman.
“Apa yang sebenarnya terjadi disini?”, bingung Widya dalam hati mencoba menebak apa mereka sudah merencanakan hal ini.
Saat Widya mencoba menebak keadaan membingungkan yang sedang terjadi, tiba-tiba pak Narto bangkit dari duduknya dan dengan cepat membalikkan tubuh Widya serta tubuhnya disuruh untuk sedikit menungging.
“pak!!! Apa yang bapak lakukan?!”, tegas Widya.
“Sudah tak apa, bum nanti kita jelaskan. Bapak sudah ga tahan lagi....sshhhh....ini peju bapak mau keluar”
Kuatnya tenaga pak Narto tak dapat dilawan oleh Widya sehingga dirinya kini sedikit menungging dan dibelakangnya pak Narto mengarahkan batang kontolnya dan, BLES!!!! Pak Narto memasukkan seluruhnya batang kontolnya ke dalam memek Widya yang sudah sangat basah oleh orgasme nya beserta basah oleh cairan peju yang pak Herman semburkan sebelumnya di dalam.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pak Narto langsung menggenjot memek Widya dengan cepat sementara pak Herman hanya berdiri melihat Widya di Setubuhi untuk kedua kalinya.
“Aaakkkhhhh....Aakkkhhhh....aaakkkhh....”, desah Widya.
“Bapak mau keluar Widya. Aaakkkkhhhhss....KELUARRRR!!!!”, erang pak Narto tertahan.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Ini peju buat memek ibu lagi malam ini. Aaakkkkhhhhss....nikmatnya ini lubang, ga pernah bikin bosan”, ucap pak Narto sambil mengoleskan ujung kontolnya di kulit pantat mulus Widya yang tengah berdiri setengah menungging.
“ibu malam ini sudah menampung 2 peju dari 2 kontol yang berbeda”, ujar pak Herman membuka suara.
“Istirahatlah, besok bakal kita jelaskan. Sekarang bu Widya masuk dan tidur”, lanjutnya.
“Makasih, bu. Enak banget memeknya walau hanya beberapa kali sodokan yang penting saya sudah buang di dalam”, ucap pak Narto mengenakan celananya.
“Kita balik, bu”, pamit keduanya dan Widya hanya memandang perginya kedua lelaki tersebut. Setelah tak terlihat oleh pandangan matanya, Widya menarik kembali selimut yang terjatuh di lantai dan masuk ke dalam rumah dengan sebelumnya melihat tak ada yang melihatnya.
*…………………….
Widya sebenarnya bisa memperbaiki masalah yang dihadapinya demgan cara menikah kembali. Widya cantik, mulus dan untuk badannya sendiri sangatlah terawat dan kalaupun Widya ada niatan untuk mencari pria pengganti Harjo pasti dengan cepat bisa Widya dapatkan. Sayangnya Widya belum memikirkan hal itu sampai 3 tahun ini. Ia hanya fokus pada anak serta kehidupannya.
Widya belum memikirkan akan sosok pengganti ayah bagi Evan, tapi sejauh ini sudah banyak lelaki yang mendekati Widya untuk mempersuntingnya dengan menerima statusnya sebagai janda anak satu, bahkan ibunya sendiri menyarankan Widya untuk menikah kembali karna umur Widya yang masih muda tersebut, tapi lagi-lagi Widya tolak dengan halus.
Dari segi bisnis. Widya mempunyai bisnis sampingan berupa jasa Katering yang selama ini ia kerjakan, tapi sekarang sudah mulai tak pasti ada pesanan yang masuk. Karna hal itu Widya benar-benar memutar otak supaya semaksimal mungkin ia bisa membiayai terus sekolah anaknya dan juga membiayai kehidupan dirinya sendiri pula.
Bukan ibu Widya maupun saudaranya tak mau membantu, mereka sudah sangatlah sering menawarkan bantuan tetapi dari pihak Widya nya sendiri menolak halus dan lebih berusaha sendiri sebisa mungkin karna ini memang tanggung jawabnya sebagai orang tua bagi anaknya.
Seperti saat ini, Evan datang mengunjungi Widya dengan kabar yang membuat Widya buntu. Dimana Evan memberitahukan ibunya bahwa uang SPP yang sudah 4 bulan belum dibayar sudah kembali di tanyakan oleh pihak sekolah. Sebenarnya kalau Widya meminta bantuan ibunya pasti semua masalah akan selesai tapi kembali lagi ke ego Widya dengan alasan Tanggung Jawab.
“Nanti mama cari uangnya, kamu bilang aja dulu sama kepala sekolah buat kasih mama waktu lagi”, ucap Widya masih mencoba untuk tersenyum.
“Tapi kata kepala sekolah mama hanya dikasih waktu sampai bulan depan, kalau bulan depan mama ga bisa bayar katanya untuk sementara Evan dilarang untuk masuk sekolah sampai mama bisa bayar semuanya”, tutur Evan pada Widya.
“Iya, mama bakal usaha secepatnya. Kamu ga usah pikirkan hal ini, kamu yang penting belajar aja yang tajin biar jadi orang pintar terus jadi orang yang sukses”, ucap Widya pada anaknya. Evan mengangguk.
“Yaudah makan dulu gih”, suruh Widya.
“Mama tau aja kalo Evan belum makan. Hihihihi...”
“Yakan emang udah kebiasaan kamu kalo hari Sabtu langsung ke rumah tanpa balik ke rumah nenek dulu”. Evan hanya tersenyum lebar sambil berlari pelan ke arah kamarnya untuk berganti pakaian.
“mah, Evan menginap disini ya selama libur satu minggu ini”
Sesaat setelah anaknya masuk ke dalam kamar, ponsel Widya mendapat pesan masuk dari ibunya yang bertanya tentang apa cucunya sudah ke rumah Widya atau belum. Seperti itulah ibu Widya terhadap anaknya. Evan oleh neneknya sangatlah dimanja, tapi walau dapat perlakuan seperti itu dari neneknya, Evan tak menjadi seorang anak yang manja pula. Karna rasa sayang neneknya terhadap Evan, jika Evan pergi entah kemana pasti selalu ia khawatirkan.
Sore harinya ketika Widya berada di depan rumah sedang mengisi waktu luangnya merawat tanaman, tetangga rumahnya menyapa Widya dengan sapaan ala ibu-ibu rumah tangga.
“rajin banget bu Widya ini”
“Eh, iya bu buat isi waktu luang aja ini”
“tanaman tiap sore disiram, tapi yang siram kangen disiram juga ga nih? Hehehe”, canda tetangganya itu yang bernama bu Nonik.
“ibu bisa aja. Ibu juga rajin tiap sore pasti olahraga gitu. Biar singset ya bu”, balas canda Widya.
Bu Nonik yang awalnya sedang lari kecil sore menghentikan kegiatannya dan mengobrol bersama Widya di depan rumah.
“kelihatannya lagi bingung banget ibu Widya ini. Kelihatan jelas loh dari mukanya”
Widya tersenyum, “iya ini bu. Saya lagi bingung soalnya uang SPP Evan sudah 4 bulan belum dibayar. Sedangkan Katering saya juga udah merosot, hutang bank juga lagi dikejar-kejar”, ujar Widya.
Bu Nonik terdiam setelah mendengar masalah yang Widya alami. Bu Nonik terlihat berpikir untuk membantu bagaimana caranya masalah tetangganya itu bisa diselesaikan.
“Bu Widya mau dengerin saran saya ga?”, Tanya bu Nonik.
“Saran apa, bu? Kalo emang bisa membantu mungkin saya bisa terima saran bu Nonik”
“Giman ya bilangnya. Hmmm... Sebenernya saya sih belum pernah, tapi teman saya sudah coba cara ini dan cerita ini juga teman saya yang ceritain”
“semacam.... semacam pasang pelaris gitu, Cuma bukan pelaris jualan, tapi pelaris rezeki katanya. Teman saya udah coba hal itu dan memang benar hanya beberapa minggu setelahnya teman saya itu kaya ketiban durian runtuh. Yang awalnya banyak hutang malah sekarang bisa beli mobil bagus”, ujar bu Nonik.
“ah ga, bu. Itu sama saja dosa. Ga mau saya, bu kalo kaya gitu”, tolak Widya.
“saya kan Cuma kasih saran aja, bu. Kalo ibu pikir-pikir lagi juga dari mana ibu bisa dapetin uang buat bayar SPP Evan? Iya buat SPP emang ga terlalu besar, tapi coba ibu bayangin gimana bayar hutang bank yang jumlahnya bukan satu dua juta aja. Kalo ga salah hutang peninggalan pak Harjo kan diatas 200 Jt. Memang dicicil, tapi hutang segitu bisa berapa tahun baru lunas, bu?”, ucap bu Nonik.
“Ya saya sih ga paksa, Cuma coba ibu pikirin lagi deh. Kapan lagi bisa dapat duit dalam waktu ga terlalu lama dan dalam jumlah besar”
Widya mencoba mencerna ucapan bu Nonik. “kalau semisal. Semisal ini ya, kalo emang bayar buat pasang kaya gitu berapa, bu?”
“kalo buat bayar sih kata teman saya gratis, cuman...cuman kata teman saya proses pemasangan pelaris itu berat, bu. Ga tau berat dalam segi apa, soalnya teman saya ga kasih tau kaya apa prosesnya”
“pernah bilang juga sih kalo proses pemasangannya itu enak dan setelah proses pemasangan pun juga harus tetap melakukan ritual rutin katanya buat jaga kualitas pelaris yang dipakai”, ujar bu Nonik.
“Enak? Bersetubuh kah?”, kaget Widya.
“kalo untuk itu saya ga tau, bu. Tapi ada kemungkinan juga prosesnya seperti itu karna memang teman saya pas jelasin ada kata-kata kalo semakin sering disiram akan semakin bagus. Nah mungkin yang dimaksud disiram itu ya hal yang berhubungan dengan Bersetubuh”
“Tapi tadi katanya setelah proses pemasangan, harus tetap melakukan ritual buat jaga kualitas pelaris yang dipakai. Berarti dengan kata lain harus bersetubuh secara rutin dengan orang yang memasangkan itu?”, ucap Widya dan tanpa bu Nonik sadari entah kenapa karna pembicaraan tersebut, kedua puting Widya terasa semakin mengeras.
“ya mungkin, saya kan belum pernah coba, bu. Tapi kalo emang kaya gitu kan berarti enak juga toh, bu. Dapat uang banyak iya, dapat yang enak-enak juga iya”, balas bu Nonik dengan tersenyum meledek.
“kaya wanita murahan dong, bu. Tiap dipakai terus dapat uang”
“Ya beda lah, bu. Disini memang kalo bersetubuh dapat uang kasaranya, tapi kalo ga bersetubuh juga masih bisa dapat uang, tapi ga sebanyak kalo bersetubuh. Cuma kalo seterusnya ga bersetubuh ya lama-lama ga dapet uang sama sekali. Intinya pelaris ya ditanam di tubuh orang itu supaya menghasilkan uang harus dikasih makan dan makanan dia itu ya sperma lelaki, mungkin? Ya saya juga ga bisa simpulin kalo proses ada bersetubuh apa ga, tapi buat kemungkinannya kaya gitu”, sanggah bu Nonik.
“Kalau bu Widya berubah pikiran dan mau coba bisa bilang sama saya, nanti saya hubungin teman saya itu buat minta alamat orang yang bisa bantu memasangkan ke bu Widya ini”, lanjut bu Nonik.+
“Saya pikir-pikir dulu deh, bu buat hal ini”, ucap Widya.
“Iya, bu orang saya juga ga paksa. Yaudah kalo gitu saya pulang dulu deh, udah mau Maghrib soalnya”, ujar bu Nonik pamit.
“SPP Evan bakal ga ada masalah dan semua hutang pun bakal lunas. Coba dulu apa ga ya?”, pikir Widya.
Makan malam telah selesai disantap. Widya terlihat bersandar di tempat tidur sambil memikirkan saran yang dikasih oleh bu Nonik sore tadi. Widya bingung apakah ia akan mengambil jalan pintas tersebut atau harus bersusah payah dengan usahanya sendiri. Kalo untuk meminta bantuan ibunya itu tak terpikirkan oleh Widya karna memang kembali tak mau terlihat sangat menyusahkan di depan orang tuanya.
Sedari tadi Widya melamunkan saran yang ia dapat, hingga ia terpikirkan obrolan di bagian proses pemasangan. Tanpa sadar tangan kananya merambat masuk ke dalam celana tidurnya dan sedikit demi sedikit mulai memasukkan jarinya ke dalam lubang memeknya. Entah kenapa ia merasa sangat terangsang ketika teringat obrolan sore tadi dan ia terangsang jika membayangkan dirinya melakukan proses pemasangan tersebut dan harus bersetubuh dengan pria lain yang sama sekali tak ia kenal itu.
“Sshhhhh......”
Tanpa Widya sadari kembali, mulutnya mengeluarkan desahan kecil sambil memikirkan dirinya sedang disetubuhi oleh entah siapa pria itu. Membayangkan bagaimana dirinya disetubuhi dan seperti apa rasanya bersetubuh dengan pria lain selain oleh suami sah nya. Bahkan laju keluar masuk jarinya semakin cepat ingin mengejar kenikmatan.
“Ssshhh....enakkk....aku kangen...kamu...mas...sshhhh...”
“mass...Harjo...oowwhhhsss...”
Widya makin terbawa oleh suasana. Dari sebuah obrolan menjadikannya sebuah fantasi yang sama sekali belum pernah ia pikirkan selama ini. Sebuah fantasi dengan membayangkan dirinya tengah di sebadani oleh lelaki yang bukan suami sahnya dan lelaki tersebut lelaki yang tak ia kenal dan baru pertama kaki ia temui. Nafasnya tersengal, badannya panas dingin dan perasaannya merasakan hal yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Mungkin karna sudah 3 tahun ini Widya sama sekali tak melakukan hubungan badan ataupun masturbasi, dirinya dengan cepat bisa meraih orgasme yang pernah ia rasakan dulu, walau rasa yang didapat tak sebanding dengan benda yang semestinya memasuki lubangnya itu.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
“Aakkkhhhh....oowwsshhhh.....”
Orgasme pertama dalam kurun waktu 3 tahun akhirnya bisa Widya keluarkan. Terlihat jelas seprei sangat basah akibat orgasme pertamanya itu yang selama ini tak ia keluarkan.
HOSH!!! HOSH!!! HOSH!!!
Widya mencoba mengatur kembali nafasnya sehabis gelombang orgasme telah ia alami. Pada memeknya ia merasakan panas karna gesekan dan kocokkan jarinya sendiri pada memeknya.
“Aku tau ini dosa, tapi aku sudah tak tau harus seperti apa lagi. Akan aku ambil saran bu Nonik itu. Ya, aku harus ambil”, ucap Widya setelah gelombang orgasme mereda.
Keesokannya, hari minggu sehabis belanja sayuran pagi. Widya berjalan beriringan bersama bu Nonik dengan sebuah kantung plastik berisi bahan-bahan makanan di tangannya. Widya mulai mengutarakan tentang niatnya untuk mengambil saran yang diberikan oleh bu Nonik kemarin sore di depan teras rumahnya.
Awalnya bu Nonik kaget karna Widya mau mengambil cara tersebut, tapi di lain hal bu Nonik merasa senang akan keputusan yang Widya ambil tersebut. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh bu Nonik akan Widya.
“bu Widya beneran?”, tanya bu Nonik.
Widya mengangguk, “saya sudah bingung harus seperti apa lagi, bu. Saya bakal coba cara yang bu Nonik sarankan, walau saya sendiri juga sadar betul bahwa apa yang akan saya lakukan ini dosa yang penting anak saya bisa hidup dan bisa bersekolah tanpa ada masalah lagi, tanpa ada rasa malu atau minder karna orang tuanya tak bisa bayar uang SPP yang jumlahnya sebenarnya tak seberapa. Saya ga mau anak saya susah dan merasa malu, bu”, ujar Widya.
“Kalau keputusan bu Widya memang seperti itu, saya nanti bakal coba tanya detailnya lagi sama teman saya itu. Bu Widya tunggu aja kabar dari saya, kalo sudah nanti saya bakal ke rumah ibu buat kasih tau”. Widya mengangguk.
Sebelum bu Nonik masuk ke area pekarangan rumahnya, bu Nonik berbicara, “tapi ibu juga harus siap dengan prosesnya”. Widya menoleh, “iya, bu. Saya siap”. Jawab Widya.
Sore harinya Widya beserta anaknya, Evan berada di rumah ibunya Widya setelah siang tadi bu Nonik datang ke rumah untuk memberi tahu semua informasi yang ia dapatkan dari temannya. Tujuan Widya datang ke rumah ibunya semata-mata hanya ingin berpamitan untuk pergi sementara waktu ke suatu tempat dengan alasan mengajak Evan berlibur sebentar disaat sekolah libur.
Ibu Widya ingin ikut bersama anak beserta cucunya itu, namun Widya beralasan kalau liburan kali ini ia lakukan khusus untuk liburan keluarga antara anak dan ibunya. Tentunya Widya bilang dengan halus dan sopan pada ibunya, hingga sang ibu mengerti dan memperbolehkan mereka untuk pergi. Seperti seorang nenek yang sayang pada cucunya, ibu Widya memberi uang jajan untuk Evan karna ibu Widya tau pasti kalo Widya pasti tak akan mau menerima uang darinya, maka dati itu sang ibu hanya memberi pada Evan, cucu tersayangnya itu.
“Widya juga mau izin menginap di sini dulu, bu. Besok pagi kita berangkat soalnya”, ujar Widya.
“Rumah ibu, rumah kamu juga ngapain harus minta izin. Kamu menginap disini ataupun tinggal disini sekalipun juga ibu malah senang, Wid”
Widya menaruh beberapa barang bawaannya ke dalam kamar dan tak lama kembali menemui ibunya untuk melanjutkan mengobrol hal ringan sambil melepas kangen karna Widy jarang bertemu dengan ibunya, walau sebenarnya rumahnya dengan rumah ibu tam terlalu jauh, hanya memerlukan waktu setengah jam perjalanan.
“Kamu masih belum ada niatan buat cari pengganti Harjo, Wid? Maaf ibu tanya kaya gini lagi, ibu Cuma mau kalau kamu bisa hidup lebih baik lagi kalau ada sosok pria disampingmu”
“Maaf, bu. Buat sekarang Widya masih belum memikirkan hal itu, karang Widya memang merasa terlalu berat untuk Widya jalani sendiri, tapi hal itu masih belum terlalu mengganggu Widya”
“Banyak pria yang udah datang ke depan ibu buat deketin kamu, bahkan tak sedikit juga pria yang langsung ingin melamar kamu, Wid”
“aku tau akan hal itu, bu. Widya masih memikirkan, Widya bakal cari pengganti, tapi belum untuk sekarang”
Ibu Widya mengusap lembut tangan mulus Widya, “yaudah gapapa, semua kan kamu yang jalani. Kalo kamu merasa belum waktunya ya ga papa. Toh ibu juga selalu dukung apa yang kamu lakukan. Ibu hanya sayang sama kamu, sama cucu ibu juga”. Widya memeluk tubuh ibunya dari samping sambil menempatkan kepalanya diantara leher dan dada ibunya. “Makasih, bu”. Dan dibalas usapan lembut oleh ibunya di kepala Widya.
--
Pagi dimana keberangkatan Widya ditemani oleh anaknya, Evan telah tiba. Widya beserta anaknya berpamitan kepada kedua orang tuanya an pergi menggunakan angkutan umum menuju ke terminal bus karna tempat yang akan dituju memang memerlukan jasa angkutan bus karna lumayan jauh.
Sekitar setengah jam perjalanan menggunakan angkutan umum akhirnya ibu beserta anak tersebut telah sampai di dalam terminal bus. Dimana selama perjalanan tadi Widya kurang merasa nyaman karna tepat didepanya duduk seorang pria sambil memegang ponselnya dengan gelagat seperti sedang merekam dirinya, karna i bisa melihat betul arah dari kamera yang ditunjukkan padanya, tapi itu hanya perasaannya saja jadi ia tak berani untuk menugur pria tersebut.
Widya mencari bus yang bisa mengantarkan dirinya ke tempat yang akan ia tuju. Ternyata tempat tersebut sangatlah jarang dilewati oleh rute bus yang ada, dengan susah payah Widya bertanya kesana kemari untuk hal tersebut. Hingga akhirnya ia mendapatkan bus yang ia harapkan, namun dengan bayaran yang lumayan mahal.
“Maaf aja, bu. Rute yang akan ibu lewati memang jauh dan lumayan pelosok, jadi yang harus ibu bayar ya segitu dan lagian bus yang melayani rute tersebut memang sangatlah jarang, kalau ibu merasa keberatan ibu bisa cari bus lain dan itupun kalau dapat”, jelas calo bus.+
Widya terlihat berpikir dengan apa yang dijelaskan oleh bapak tersebut. Ada benarnya juga si bapak karna sedari tadi ia sangatlah sulit mencari bus yang bisa mengantarkan dirinya dan sekalinya dapat dengan harga mahal.
“Yaudah, pak saya mau”, putus Widya.
Si calo terlihat tersenyum senang karna penumpang yang ia dapat bertambah. “Bus sebentar lagi bakal berangkat, bu. Untuk busnya yang warna putih, nomor 23DF”, ucap si calo sambil menunjuk le arah bus yang dimaksud.
Dengan sigap si calo membantu membawakan barang bawaan milik Widya dan memasukkannya ke bagasi samping bus. Sementara Widya dan Evan masuk untuk duduk di tempatnya. Baru saja duduk, terlihat seorang pria bertubuh besar dengan kulit lumayan hitam mendekati Widya untuk meminta tiket bus dan tak lama setelahnya bus pun langsung berangkat seperti yang si calo katakan tadi.
Widya duduk di bangku bagian tengah dan ia melihat sekeliling ternyata hanya ada beberapa penumpang yang ada di dalam bus. Mungkin karna rute yang ia tuju lumayan pelosok dan sekarang hari biasa jadi penumpang yang ada bisa dihitung dengan jari, malah bisa dibilang sepi.
Di bagian depan terdapat ada 2 bangku diisi pasangan, dibangku sebelahnya 1 laki-laki, dibelakangnya terisi 2 pasangan lainnya dan 2 laki-laki. Sementara dibangku panjang paling belakang terdapat 3 laki-laki. Di dalam bus berarti terdapat 16 penumpang termasuk dirinya. Laki-laki ada 11 termasuk anaknya dan ditambah lagi kernet beserta sopir bus berarti ada 13 laki-laki. Sementara perempuan yang ada hanya 5 orang.
Bus mulai melaju mengarah ke tempat tujuan. Evan yang memang sangat gampang mabuk kendaraan tak bisa menahan rasa mualnya. Evan sedikit demi sedikit mengeluarkan makanan yang ia makan sebelum berangkat tadi. Dengan telaten Widya mengurut tengkuk Evan.
HOEK!!! HOEK!!!
“ini dihirup kayu putihnya biar sedikit mendingan”, ucap Widya sambil mengarahkan botol kayu putih ke hidung Evan.
“Apa tempatnya masih jauh, mah?”, tanya Evan disela menghirup aroma kayu putih.
“besok pagi baru sampai, nak. Sabar ya”
“jadi Evan bakal seharian di dalam bus, mah? Evan ga tahan”, keluh Evan atas rasa mabuknya.
“Maaf ya nak, tempatnya jauh soalnya. Mama lupa kalo kamu gampang mabuk kendaraan. Kalo mama ingat pasti mama bakal ajak orang lain buat temani mama”, ucap Widya merasa bersalah.
“yaudah, kamu tidur aja biar mabuknya ga terlalu berasa”, lanjut Widya.
Evan mencoba menuruti perkataan mamanya dan mencoba untuk tidur. Tak lama Evan berhasil memejamkan matanya dengan lelap disamping Widya. Perjalanan masih jauh dan bus yang ia tumpangi baru keluar dari kotanya sendiri. Widya yang teringat perjalanan memakan banyak waktu lalu memutuskan untuk ikut memejamkan mata.
Widya tertidur selama perjalanan lumayan lama, saat ia bangun ternyata Evan sudah terlebih dahulu bangun dan juga bus akan segera berhenti untuk beristirahat sejenak.
Saat bus benar-benar berhenti, Evan melihat jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 19.19. Widya menawarkan Evan untuk ikut turun dari bus, namun Evan menolak karna ia merasa mengantuk. Akhirnya Widya hanya bertanya apakah ada yang mau dibelikan dan Evan hanya meminta beberapa makanan. Widya turun dari Bus beserta dengan para penumpang lainnya.
HOAM!!!
Karna merasa mengantuk kembali akhirnya Evan memutuskan untuk tidur sampai mamanya kembali.
Evan kembali terbangun dari tidurnya karna ia dikagetkan oleh suara klakson bus yang keras. Saat ia lihat sekeliling ternyata hanya ada beberapa orang yang sudah masuk dan duduk kembali di dalam bus sambil makan ada juga yang tidur. Evan melihat ke luar jendela bus dan sesekali melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 20.16, dengan kata lain bus yang ia tumpangi telah berhenti hampir 1 jam dan begitu juga mamanya yang belum kembali ke sampingnya.
“memangnya kalo berhenti selama ini ya?”,bingung Evan yang dimana baru pertama kali ini naik bus.
Disaat dirinya dalam bingung, Evan merasakan bahwa ia ingin buang air kecil. Dengan segera Evan turun dari bus dan menuju toilet. Saat dirinya sedang buang air kecil terdengar dari luar ada dua orang pria sedang berbicara.
“seriusan lu?!”
“seriuslah, gila memeknya enak banget. Kapan lagi bisa rasain memek bini orang. Udah kaya gitu gratisan lagi. Bodinya mantap banget, mulus, toketnya bikin gemas. Nama sama badanya pas”
“sial, jadi pengen gue. Namanya siapa emang?”
“namanya Widya, lebih baik lu ke belakang, di tempat sopir bus biasa pada istirahat. Lu liat sendiri Sono. Kalo pengen cobain aja mumpung gratisan. Dibelakang juga kayaknya itu perempuan masih pada dipake”
“Tapi kalo lu mau ikut sodok itu memek pasti lu kebagian pas memeknya udah penuh sama peju. Orang tadi pada buang di dalam semua, termasuk gue. Gue juga tadi buang ini peju di dalem memeknya itu”,sambungnya.
“bodo amat lah yang penting gue bisa ikut buang peju ke memek gratisan. Siapa tau juga nanti gue bisa bikin hamil bini orang”
Setelahnya tak ada suara lagi dari mereka dan Evan yang sudah selesai buang air kecil pun bergegas ke tempat yang dimaksud entah siapa pria tersebut. Evan merasa terganggu karna nama yang pria tersebut sama dengan nama mamanya.
Memang benar di halaman belakang rest area terdapat satu bangunan petak yang berjarak dari area Rest area. Tapi dari yang Evan lihat rumah tersebut terlihat tak ada orang, hanya lampu rumah tersebut terlihat menyala.
Dengan langkah penasarannya Evan mendekat ke arah bangunan tersebut. Dari kejauhan terlihat sunyi, tapi pas dirinya sudah dekat dengan bangunan tersebut mulai terdengar suara seperti rintihan dan desahan. Bukan hanya itu, terdengar juga beberapa suara pria berbicara dan juga tertawa. Suara yang di dengar menggambarkan bahwa orang yang berada di dalam bangunan petak tersebut lebih dari 4 orang.
Evan mencari cara untuk bisa melihat ke dalam lewat ventilasi udara samping. Saat dirinya melihat ke arah dalam, jantungnya langsung berdetak kencang dimana ia melihat mamanya dengan hanya memakai baju tetapi bagian kedua payudaranya keluar dengan bebasnya dan celananya telah dilepas dalam posisi menungging diatas kasur lantai yang lusuh. Dibelakang terdapat pria telanjang yang ia ketahui sopir bus yang mengantarkannya tengah memaju mundurkan pantatnya menubruk pantat mamanya dengan telanjang bulat sambil sesekali tangannya menampar pantat Widya. Sedangkan di arah depan si kernet tengah memaksa keluar masuk kontolnya dengan kasar sambil menjambak rambut Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...enak banget ini memek...sshhhh... Bu Widya janda kan? Tenang aja bu...ssshhh...malam ini rasa haus ibu bakal kita hilangkan dengan kontol besar kita...sshhhh....”
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Suara mulut Widya tengah mengoral kontol si kernet bus.
“ini kontol saya bu Widya. Makan yang banyak. Malam ini dan di perjalanan ini bu Widya bakal kita kasih makan kontol sampe kenyang. Sshhhh....Aakkkhhhh...”
Kedua pria tersebut tengah memasukkan kedua kontolnya di kedua lubang Widya dan sementara itu di sisi kanan maju seorang pria yang baru dayang dan kemungkinan pria itu yang Evan dengar tadi di toilet, ia maju sambil mengocok pelan kontolnya yang mulai tegang kembali. Ia kocok kontolnya diatas punggung Widya sambil sesekali mengoleskannya di kulit punggung Widya. Di pojok ruangan terdapat satu pria yang sepertinya sudah kebagian terlebih dahulu menikmati tubuh Widya dan mulai berpakaian kembali.
“Kontol suami ibu kecil ya? Ssshh...makanya ibu cari kontol yang bisa puasin...anjing...sssshhhhh....”
“Ga, pak....sshhhh....ga”
“kalo...kontol suami ibu ga kecil...berarti ibu memang seorang yang binal...”
“saya....Aakkkhhhh....saya janda, pak....Aakkkhhhh... Suami saya sudah meninggallhhhhh...”
Si sopir tersenyum, “kalo gitu ibu jadi istri saya sajaahhh...nanti bakal saya kasih kontol tiap hari...ssshhhhh”
“ga mau paakkgghhh....sshhhhh...”
“ibu kaya pelacur kalo begini... Apa ibu mau jadi pelacur? Sshhhhh....kalo ibu mau jadi pelacur saya bisa bantu jualin...disini pasti memek ibu bakal laku keras...Aakkkhhhh...”, ucap si sopir melecehkan, “disini banyak sopir truk sama sopir bus, pasti mereka...bakal senang ada memek yang bisa puasin mereka....ibu juga bakal puas karna bakal banyak kontol yang sodok memek ibu ini...anjing ini memek enak banget.. sshhhh....”, Lanjutnya.
Widya yang mendapatkan pelecehan seperti itu merasa bahwa cairan kewanitaannya makin membanjir. Entah kenapa ia merasa bernafsu ketika ada yang menyamakan dirinya seperti pelacur. Mereka dibayar tapi dengan Widya tanpa dipungut biaya, alias gratisan. Bahkan hal itu lebih rendah dari seorang pelacur sekalipun. Widya benar-benar sedang dikuasai oleh nafsunya. Ia tak dapat berpikir jernih karna hal yang sudah 3 tahun tak ia dapatkan. Sekali ia dapatkan malah rasanya berlipat ganda dari yang pernah ia rasakan selama hidupnya ini.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Gerakan si sopir mulai dipercepat karna ia merasa sedikit lagi akan ejakulasi akibat remasan dinding memek Widya. Si kernet yang tau hal tersebut langsung melepaskan kontolnya dari dalam mulut Widya sehingga Widya kini bisa mengeluarkan suaranya dengan jelas.
“Aakkkhhhh....teruss pakk....terusss...ssshhh....oowwhhhh... Ya teruss...”, racau Widya yang ternyata menikmati perlakuan atas dirinya.
“Saya...saya mau keluar, buugghh...terima peju saya. Aakkkhhhh...terima benih saya...Aakkkhhhh!!!!”
“saya jugaaahh...keluar pakkgghh....”
“AAKKKHHHH!!! LONTE!!! PELACUR!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Baik Widya maupun sang sopir, mereka orgasme dengan bersamaan sambil sang sopir terus membenamkan lebih dalam kontolnya ke dalam memek Widya sehingga peju yang dikeluarkan. Bisa masuk ke dalam rahim Widya dengan Banyaknya.
Beberapa saat si Sopir mendiamkan kontolnya dan saat sudah dirasa cukup ia cabut dengan perlahan hingga terlihat sedikit peju yang meleleh keluar dari lubang memek Widya jatuh ke atas kasur lantai yang tipis.
“Aakkkhhhh....”, lirih Widya saat kontol si sopir keluar dari memeknya dan juga akibat tamparan kecil pada pantatnya yang dilakukan si sopir bus tersebut.
Dalam keadaan lemas akibat orgasme yang ia alami barusan, tubuh Widya dibalik oleh si kernet dan tanpa aba-aba langsung di buka lebar kedua kaki Widya. Dengan mudah sebuah kontol lain mengisi kembali memek Widya yang sudah di isi oleh peju beberapa orang terminal.
Dengan bernafsu si kernet menggenjot memek Widya dengan celat sambil meremas kedua buah payudara Widya yang menantang tersebut. Putingnya ia pelintir bergantian sambil sesekali dibarengi oleh gerakan menarik narik puting tersebut sehingga Widya bertambah menggelinjang seperti cacing kepanasan akibat sensasi yang ia dapatkan itu.
“ternyata memang sedap ini lubang...sshhhh... Nanti di dalam bus...kalo saya nafsu lagi ibu layani saya lagi ya...sshhhh....”, ucap si Kernet sambil terus menggenjot memek Widya tanpa mengurangi temponya.
“Iyaa... Iya pak...Aakkkhhhh....”
“Bagus... Dapat juga bini orang binal kaya gini...Aakkkhhhh...”
“Ibu puasin kontol kita, nanti kita kembalikan uang tiket bus ibu...sshhhh...kita juga bakal kasih lebih...oowwhhhh...”
Perkataan si kernet tersebut mengungkapkan bahwa Widya seperti seorang pelacur saja di depannya dengan membayar jika ia bisa memuaskan nafsu si lelaki. Umunya seorang perempuan akan sangat marah bila dilecehkan seperti itu, namun berbeda bagi Widya karna dirinya memang di keadaan sudah ikut masuk ke dalam gelombang kenikmatan yang sudah 3 tahun lamanya tak mendapatkan nafkah berupa kepuasan intim.
Saat si kernet sedang fokus menggenjot memek Widya, ternyata pria yang baru datang tersebut sudah tak tahan oleh kocokkannya sendiri. Karna dirinya sudah tak bisa menahan dan dirasa peju nya akan segera keluar dengan cepat ia kangkangi wajah Widya dan ia masukan kontolnya ke dalam mulut Widya. Dengan gerakan cepat yang singkat, si pria menyemprotkan peju nya ke dalam tenggorokan Widya dengan sangat banyak. Widya yang sedang digempur dari bawah hanya bisa menelan semua peju yang ia terima.
“aakkhh....iya telan semua bu...telan!! Sshhhh...”, ucapnya sambil membenamkan sedalam mungkin ke dalam tenggorokan Widya.
Pria tersebut melepas keluar kontolnya dan terdengar Widya terbatuk-batuk, bahkan terlihat dari lubang hidungnya keluar sedikit peju akibat tersedak. Pria tersebut mengoleskan kontolnya ke seluruh wajah Widya sebelum dirinya beranjak dan memakai kembali celananya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
“sedikit lagi, bu! Sedikit lagi!! Aakkkhhhh....”,erang si kernet dan CROT!!! CROT!!! Ia keluarkan semua isi buah zakatnya mengisi memek Widya.
Sama seperti si sopir, si kernet juga mendiamkan beberapa saat kontolnya dan baru mencabut keluar. Ia mendekati tubuh Widya yang tergolek lemas diatas kasur lantai tipis dengan memek yang mengalir oleh peju. Si kernet mengusapkan kontolnya yang basah oleh lendir kewanitaan Widya yang bercampur dengan peju para lelaki yang telah menikmatinya ke kedua kulit mulus nan halus payudara Widya.
“Bu Widya hebat banget bisa puasin kita. Beruntung banget bisa ketemu sama bu Widya ini”, ucap si kernet bus.
Sementara Widya hanya diam sambil mencoba mengatur nafasnya yang berantakan akibat gempuran bertubi-tubi yang ia terima dari persetubuhannya yang dialami itu. Dadanya naik turun, tubuhnya berkeringat bahkan baju yang masih ia gunakan sedikit basah oleh keringat miliknya sendiri maupun tetesan keringat dari para lelaki yang sudah menikmati tubuhnya.
Sementara itu Evan yang sedang mengintip dari balik ventilasi udara hanya bisa melihat tanpa ada reaksi apa-apa, karna dirinya sendiri tak terlalu begitu tahu akan apa itu seks. Ia tahu hanya sebatas tahu tanpa bisa menyikapi seperti apa. Ia hanya melihat dan berpikir bahwa ibunya sedang berhubungan seks bersama para pria yang bukan ayahnya. Hanya itu.
Si kernet mengambil celana dalam Widya dan menggunakannya untuk mengelas peju yang tercecer dan yang mengalir dari lubang memek Widya.
“celana dalam saya, pak” ,ucap Widya lirih.
“Udah gapapa, bu Widya ga usah pake celana dalam biar nanti kita bisa puasin ibu lagi di dalam bus. Hehehe... Ibu masih mau kan dipuasin?”, tanya si kernet.
“Iya, ibu kan janda jadi ga ada yang bisa puasin ibu. Mumpung disini ada yang siap buat puasin ibu loh”, sahut si Sopir.
Dengan masih lemas Widya bangun dan memakai kembali celananya, tapi dibantu oleh para pria sambil sesekali meremas payudara Widya saat merapikan kembali posisi payudaranya untuk dimasukkan ke dalam Bra hitamnya.
“bapak, ih....”, seru Widya saat kedua payudaranya diremas dari balik bajunya yang sudah rapi saat akan keluar.
“habisnya saya gemas sama toket bu Widya ini”
Evan yang mengetahui bahwa mama serta para pria akan kembali ke dalam bus langsung bergegas menuju bus terlebih dahulu. Saat sudah di dalam bus, Evan melihat dari balik jendela mamanya berjalan beriringan bersama Sopir dan kernet bus. Saat mamanya kembali duduk di sampingnya, Evan bisa mencium bau peju dari badan dan mamanya. Tapi Evan yang memang belum terlalu tahu akan seks tak terlalu memikirkan hal tersebut. Saat ia lihat jam tangannya ternyata sudah menunjukkan pukul 21.10 dan mamanya baru saja kembali. Berarti hampir dua jam mamanya bersama para pria di dalam bangunan belakang Rest area ini dan entah berapa pria yang sudah menikmati tubuh mamanya itu, yang ia tahu hanya 4 orang termasuk pria yang memberitahu pria lainnya di dalam toilet tadi.
Karna tak tau harus menyikapi seperti apa, akhirnya Evan kembali tidur setelah memakan makanan yang mamanya belikan sebelum masuk ke dalam bus tadi.
--
JEDUG!!!
Suara bus menginjak lubang jalan yang rusak membangunkan Evan kembali dari tidurnya. Ia melihat ke arah mamanya ternyata beliau tak ada disampingnya dan lampu dalam bis juga dalam keadaan mati sehingga ia tak bisa melihat dimana mamanya berada. Saat ia mencoba menengok ke belakang ternyata mamanya ada di kursi panjang bagian belakang dengan kegiatan sama seperti yang ia lihat di dalam bangunan belakang Rest area.
Dimana mamanya sedang disetubuhi oleh entah siapa pria itu dan terdapat juga beberapa pria lain termasuk si kernet.
Widya tidur terlentang di kursi panjang dengan keadaan kini telanjang bulat sambil seseorang tengah memompa dengan nafsu kontolnya di memek Widya. Tak lama Evan memperhatikan ternyata si pria terlihat mengejang menyemprotkan peju nya ke dalam memek Widya. Setelah si pria tersebut selesai langsung digantikan oleh pria lainnya yang ternyata pria tersebut pria yang duduk disamping tempat duduknya tadi.
Terlihat sekelebat dari bayangan lampu jalan bahwa kontol pria tersebut berukuran besar dan sedikit menghadap ke atas. Ia arahkan kontol besarnya itu menyentuh memek Widya. Dengan perlahan ia mulai memasukkan senti demi senti kontol besarnya menembus sempitnya memek Widya.
“Aakkkhhhh!!!”, terdengar suara erangan dari mulut Widya karna ukuran kontol pria tersebut yang besar dan mencoba memasuki dengan paksa. Mulut Widya langsung dibungkam oleh si kernet karna takut diketahui penumpang lainnya. Terlihat si kernet mengucapkan sesuatu pada Widya, namun tak terdengar oleh Evan.
Dengan sedikit usaha akhirnya kontol besar pria tersebut berhasil bersarang di dalam memek Widya sepenuhnya. Dengan gerakan lembut ia mulai menikmati dinding memek Widya yang sangat nikmat itu. Pria tersebut sampai merem melek dibuatnya. Karna desakan dari si kernet untuk cepat di selesaikan, akhirnya si pria meningkatkan genjotannya pada memek Widya dengan cepat. Widya tak dapat mengontrol rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuhnya hang berpusat di memeknya.
Widya menggelinjang dengan hebat saat kontol tersebut keluar masuk di memeknya dengan cepat dan bertenaga. Kedua payudaranya ikut bergerak kesana kemari saat tubuhnya terdorong oleh sentakan selangkangan si pria yang tengah menumbuk selangkangan Widya.
“ssshhh.....nikmatnya bu Widya ini...akkkhhhh....”
“akan saya puaskan, ibu ini....Aakkkhhhh....”
“iya pak,, terus...sshhhh...jangan berhenti...”
“enak? Sshhhh....”, tanyanya sambil meremas sebelah payudara Widya dengan kencang.
“Enak pakk... Enak...”, jawabnya sambil meringis menahan nikmat serta sedikit rasa sakit di payudaranya akibat remasan yang ia dapat.
“bu Widya suka kita entotin begini? Ibu suka? Aakkkhhhh...sshhhh...”
“iya ini enak...saya suka...saya suka dientot bapak...terusss...Aakkkhhhh....”
Pria tersebut merubah gaya dengan memosisikan tubuh Widya untuk menyamping menghadap ke arah Evan duduk memperhatikan. Dalam posisi tersebut kontol pria tersebut lebih dalam mengacak-acak memek Widya. Karna hal itu Widya seperti kesetanan akan nikmat yang ia dapat. Widya mengerang lebih keras dan hal tersebut membuat si kernet gemas dan langsung menyumpal mulut Widya dengan kontolnya dalam posisi menyamping. Si kernet mengocok kontolnya di dalam mulut Widya seakan-akan sedang keluar masuk di dalam memeknya. Widya dibuat gelagapan oleh kedua serangan kasar tersebut. Sampai akhirnya Widya mendapatkan orgasme yang panjang, badanya bergetar dengan hebat dalam posisi disetubuhi pada memek dan mulutnya.
“Aaaakkkkhhh....ke...keluuaarr.....aakkhh.....”, jerit nikmat Widya disela mulutnya yang tersumpal kontol.
“Hahaha... Ibu muncrat lagi kan karna kontol kita. Udah berapa kali ibu muncrat? Tadi sama sopir bus aja keluar dua kali. Hahaha”, ucap si kernet. Widya masih dalam keadaan orgasme panjangnya. Ternyata juga sebelumnya si sopir bus telah menikmati kembali memek Widya untuk kedua kalinya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
“Saya juga mau keluar Widya sayang”
“keluarkan...keluarkan sayang....keluarkan semua...akkkhhhh...”, sahut Widya membantu.
“hajar terus, mas. Lagian bu Widya ini janda. Kita hamilin aja siapa tau bisa hamil beneran terus minta tanggung jawab. Kalo bu Widya minta tanggung jawab kita semua jadi suaminya aja biar bisa kita entotin bareng-bareng lagi. Hahaha”, ucap si kernet melecehkan Widya dengan sesukanya.
Si pria yang tengah menikmati memek Widya mempercepat sodokannya danCROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Terima peju ku, bu.....Aakkkhhhh... bisa buntingin bini orang juga...ssshhh”
Sekitar 7 semburan peju masuk ke dalam memek Widya tanpa halangan. Pria tersebut langsung mencabut kontolnya yang besar. Hal tersebut tak disia-siakan oleh si kernet bus, ia langsung mengangkat tubuh Widya untuk memosisikan menungging dan langsung memeknya diisi penuh oleh kontol kembali.
BLES!!!
“Sekarang tinggal kontol saya yang bakal puasin bu Widya ini”, ucap si Kernet bus.
“Aakkkhhhh...pak....puaskan saya...puaskan”, racau Widya saat dirinya kembali disetubuhi dalam posisi menungging.
Si kernet bus tersebut tak langsung menggerakkan kontolnya di memek Widya. Dia berencana ingin memancing lebih nafsu yang Widya alami. Ia ingin mengeluarkan sisi binal yang ada pada diri Widya tersebut, sisi binal dari penumpang bus yang ia angkut hari itu. Sisi binal dari istri orang yang sama sekali ia tak kenal dan baru ia temui hari itu juga.
“ibu mau apa?”, tanya si kernet.
“saya....mau kontol buat puasin memek saya ,pak....aakkhh...”
“Ibu mau saya bikin hamil?”
“Mau pakkgghh....saya mau...aakkhh...yang penting saya bisa dipuasin sama kontol besar...Aakkkhhhh...”
“Bagus, lonteku...bagus...sshhhh... Saya bakal entotin ibu sampe puas hari ini...sshhhh....”
“Iya pak... Saya lonte di dalam bus ini....Aakkkhhhh... Saya lagi nge'lonte di bus...akkkhhhh....”
Si kernet tersenyum puas mendengar ucapan yang Widya lontarkan tersebut. Sebuah ucapan yang keluar langsung dari seorang ibu muda dengan anak satu yang memacu nafsunya bertambah untuk lebih bersemangat menyetubuhinya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
“Aakkkhhhh!!! Tampar pantat saya pak....sshhhhh..”
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Berulang kali si kernet bus menampar pantat sekal Widya, yang awalnya berwarna putih mulus kini karna tamparan yang diberikan berulang kali oleh si kernet bus warnanya berubah merah, walau tak terlalu terlihat tapi sudah dipastikan bahwa pantatnya memerah.
Si kernet terus bombardir memek Widya dengan cepat dan bernafsu. Ia terus menikmati setiap jengkal tubuh Widya dengan berbagai gaya di kursi panjang belakang bus itu. Bahkan si kernet menyuruh ibu untuk terlentang di lantai bus dan kembali menyetubuhinya di posisi itu dengan bernafsu.
“Ibu ingat...sshhhh...ada anak ibu di depan sana...ibu malah dibelakang telanjang lagi ngentot...Aakkkhhhh....anjing enak banget ini memek....sshhhh....”
“Aakkkhhhh...pak....akkkkhhhh...”
“bagaimana anaknya tau kalo ibunya ternyata wanita binal begini...sshhhhh....”
“Aakkkhhhh....Aakkkhhhh....tolong jangan bawa-bawa...anak saya, pak...bapak cukup entotin saya saja...aakkhh....”
“Bu Widya binal!!! Aakkkhhhh....rasakan perkasanya kontolku ini bu....sshhhh....rasakan!!!”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Menit demi menit tubuh serta memek Widya terus dinikmati oleh si kernet bus, hingga si kernet bus menyerah dan ingin segera menyemprotkan peju nya ke dalam memek Widya sambil menindih tubuhnya di lantai bus.
“Saya keluar bu....keluar!!!”, ucapnya sambil memeluk erat tubuh Widya dilantai bus.
“bareng pak...bareenngg....Aakkkhhhh....”
Dalam keadaan saling berpelukan di lantai bus keduanya mencapai orgasme secara bersamaan. Jari kuku Widya sampai mencakar punggung si kernet karna rasa nikmat yang ia alami jauh lebih nikmat dari yang pernah ia alami selama ini.
Baru pertama kalinya Widya merasakan nikmat yang teramat sangat saat bersetubuh, apalagi kenikmatan yang ia dapat tersebut berasal dari kernet bus yang baru ia kenal dengan tampang jelek dan bau keringat.Setelah gelombang orgasme keduanya selesai mereka saling melumat satu sama lain layaknya seperti pasangan suami istri sah sedang malam pertama.
Sebuah ciuman yang hanya menggambarkan sebuah nafsu belaka dari masing-masing.
SLURP!!! SLURP!!!
Si kernet melumat bibir Widya tanpa henti dengan sisa nafsunya sebelum mencabut kontolnya yang mulai mengecil di bawah sana. Ternyata hal itu belum berakhir, dua pria lain dengan bergiliran kembali menikmati tubuh Widya dengan bernafsu.
Kembali Widya harus melayani nafsu para lelaki lainnya dengan gaya dan rasa bervariasi kembali.
“beruntung banget gue naik ini bus...akkkhhhh...bisa dapat memek gratisan dari bini orang yang binal model kaya gini...sshhhh...”
“iya, bang...terus entot sepuasnya....teruuss....sshhhh...”
Si kernet sekarang sudah berganti posisi dengan si sopir dengan dirinya kini mendekati Widya yang tengah dalam kenikmatan kontol pria lainnya. Si sopir mendekati Widya.
“Bu Widya...”, sambil mengelus rambut Widya,
“bu Widya jangan jadi lonte di bus saya ini”
Widya tak menghiraukan ucapan si sopir yang tengah melecehkannya itu. Widya terlalu fokus akan kenikmatan yang ia dapat secara bertubi-tubi sedari tadi dari para lelakinya yang dengan kuat terus membuatnya melayang.
Karna tak mendapat respon dari Widya, si sopir langsung mengeluarkan kontol besar hitamnya yang dalam keadaan setengah tegang, lalu dijambaknya rambut Widya. Ia disuruh untuk mengoral kontol tersebut menggunakan mulutnya sampai mengeras kembali.
“ayo lonte...ssshhhhh...bikin keras kontolku ini”, ucapnya sambil memukul pukulkan kontol besar hitamnya ke wajah dan bibir Widya dengan gemas.
Disaat si sopir sedang asyik menikmati lembut dan hangatnya mulut Widya tiba-tiba pria yang sedang menyetubuhi Widya berseru untuk si sopir berhenti sebentar karna dirinya akan segera menyelesaikan kegiatannya.
“abang berhenti dulu. Saya bentar lagi mau keluar. Sshhhh....saya udah ga sabar pengen pejuhin memeknya ini, bang. Akkkhhhh...Aakkkhhhh...”
Si sopir berhenti dari kegiatannya pada mulut Widya dan hanya diam memperhatikan si pria tengah mengejar kenikmatan pada tubuh penumpangnya itu dengan cepat dan sangat bernafsu. Diremasnya kedua payudara Widya. Posisi kakinya ditekuk hingga kedua lututnya menempel di payudaranya dan tempo genjotan si pria sama sekali tak berkurang. Terus, terus dan terus mereka berdua mengeluarkan desahan dan racauan erotis.
Peluh dikeduanya terlihat jelas membanjiri tubuh masing-masing. Dahi Widya berkeringat menempel beberapa helai rambut dan hal itu membuat hawa nafsu lawannya kian membara karna pemandangan yang erotis baginya.
“keluar....Aaaakkkkhhh....terima peju ku, bu...terima ini!! Aakkkhhhh!!!
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Bangsat!! Enak banget ini lonte!!”,racaunya saat orgasme mengeluarkan peju nya di dalam rahim Widya sambil dirinya sedikit mencekik leher Widya karna suasana nikmat yang menerpanya.
Setelah semuanya selesai mendapat bagian, ternyata si pria yang duduk di sebelah bangku Evan kembali meminta kenikmatan dari tubuh Widya, begitu juga dengan si kernet dan bertukar posisi kembali dengan si sopir untuk ikut kembali menikmati sempitnya memek Widya.
Malam itu di perjalanan bus Widya benar-benar dibuat kelojotan oleh para pria yang asyik mengeluar masukan kontolnya menyetubuhi dan tak ada bosannya menyemprotkan peju nya ke dalam memek Widya hingga meluap mengalir keluar. Widya kelelahan dan merasa lemas karna di Setubuhi secara bergilir dan rata-rata dari mereka meminta bagian untuk menikmati sempitnya memek Widya 3 kali. Karna terlalu lama hal tersebut berlangsung, Evan kembali tertidur dibangkunya.
Pukul 04.21 Evan dibangunkan oleh Mamanya karna bus yang mereka tumpangi sudah sampai di tempat yang dituju. Dengan sedikit mengantuk Evan bangkit dari duduknya dan berjalan pelan di belakang mamanya, karna masih mengantuk Evan sedikit ada jarak dengan mamanya. Terlihat saat mamanya akan keluar lewat pintu depan ternyata si Sopir meremas dan menampar pantat mamanya, sedangkan si kernet meremas gemas sedikit keras sebelah payudaranya. Tapi terlihat mamanya hanya tersenyum akan perbuatan kedua orang tersebut atas tubuhnya yang sedang dilecehkan.
Terdengar juga si sopir mengucapkan sesuatu pada Widya yang hendak turun,
“nanti kalau pulang bareng sama kita lagi ya, bu. Nanti bakal kita puasin lagi pake kontol kita sampe bu Widya ini ketagihan. Hehehe”. Ucapnya sambil memegang kontolnya dari balik celana dan si kernet mengarahkan tangan Widya pada kontol si kernet yang sudah tegang kembali di balik celana longgarnya.
“Isshhh si bapak, banyak orang tuh. Dibelakang juga ada anak saya”, ucap Widya dan si sopir melihat ke arah Evan.
“Gapapa, bu, lagian anak ibu jauh ga bakal dengar”
Setelah hal itu, Widya memanggil Evan untuk bergegas dan turun dari bus. Karna rasa kantuk yang masih terasa, Evan memeluk ibunya dari samping dan terciumlah aroma peju yang lebih menyengat dari sebelumnya.
Ternyata pas berjalan ke arah ruang tunggu ada beberapa orang yang melihat sinis ke arah Widya. Orang-orang yang satu bus bersama Widya dan diam-diam mereka tau apa yang terjadi selama di dalam bus tadi. Mereka bisa melihatnya dengan jelas saat Widya digilir oleh sopir bus, kernetnya dan juga oleh beberapa penumpang lainnya secara bergantian. Terdengar juga oleh Widya beberapa cemooh yang ditunjukkan kepadanya, tapi Widya memilih untuk diam.
“Dasar lonte, ada anaknya digilir malah kesenangan. Dibayar berapa? Apa Cuma dibayar pake kontol sama peju doang?”
“dasar murahan!!!”Walau lirih tapi Widya bisa mendengar ucapan mereka.
Widya terus berjalan demgan Evan memeluknya dari samping karna masih mengantuk. Widya berhasil masuk ke dalam ruang tunggu tanpa menanggapi cemooh yang ia dapatkan dari beberapa orang karna ia juga sadar bahwa itu memang salahnya sendiri, makanya ia lebih memilih untuk diam. Beda dengan saat bersetubuh. Sekarang ia merasa sakit saat ada orang melecehkan dirinya, tapi mau bagai mana lagi, semua sudah terjadi dan dirinya juga sempat menikmatinya. Merasa marah atau merasa menyesal pun tak ada gunanya.
“kamu tunggu sini dulu ya, ibu mau ganti pakaian”, pamit Widya pada Evan untuk berganti pakaian karna Widya sadar betul bahwa tubuhnya bau peju.
Tak lama Widya kembali menghampiri Evan dengan pakaian yang sudah berganti dan bau peju lelaki tergantikan oleh wangi parfum. Widya mengajak anaknya itu untuk makan terlebih dahulu kemudian baru akan kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan utama.
Kini Widya berganti pakaian dengan tanktop putih dengan hanya dibalut oleh jaket tipis berwarna hitam miliknya. Sedangkan celananya ia ganti menggunakan celana Jeans ketat dan sudah memakai celana dalam kembali.
Sementara baju, Bra dan celana yang ia pakai tadi ia bungkus dalam kantung Kresek dan telah ia buang karna bau sperma yang melekat terlalu kuat.
Memang benar tadi Widya telanjang tapi setelah mereka selesai menggilir Widya, mereka menggunakan semua pakaian Widya untuk mengelap ceceran peju serta mengelap memek Widya yang berlepotan oleh cairan putih lelaki. Bukan hanya itu mereka juga menggunakannya untuk mengelap kontol mereka masing-masing sehingga semua pakaiannya berbau peju yang menyengat, bahkan di bajunya ada beberapa corak basah dari peju. Celana pun juga tak luput basah karna Widya turun dari bus tak memakai celana dalam sehingga peju yang tertampung di memeknya merembes keluar secara langsung ke celananya hingga sangat basah di bagian selangkangannya.
“Kita makan dulu ya, nanti baru lanjut perjalanan. Udah dekat kok”, ucap Widya sambil menjawab raut wajah yang Evan tunjukkan.
*…………...
Malam hari di rumah Lidya,waktu menunjukkan jam 8.00 malam.
Saat itu Andi sedang menonton siaran langsung pertandingan sepak bola liga inggris yang cukup seru antara MU melawan Arsenal.Sengaja Andi bela belain nonton acara itu karena klub favoritnya MU sedang bermain.Sementara itu Pak Hasan sedang berada di dapur,rupanya orang tua itu sedang membuat teh hangat .Pak Hasan mengambil sesuatu dari dalam saku celananya,lalu Ia menaburkan barang tersebut ke dalam salah satu gelas yang berisi air teh.Setelah selesai baru Ia membawa minuman itu ke ruang tengah kembali dan bergabung bersama Andi.
"Wah,...makin seru nih,....diminum dulu gih...biar tambah seger nonton bolanya.....skornya udah berapa Le?"kata Pak Hasan sambil menyodorkan gelas yang kepada Andi.
"Dua kosong untuk MU,....aduh..jadi ngerepotin Bapak ini"kata Andi sambil mengambil gelas yang disodorkan oleh Pak Hasan.Kemudian Andi pun meminum teh hangat buatan Pak Hasan.
Sementara Pak Hasan melirik ke arah Andi,tersungging seringai licik dari bibirnya.
"Wah....kalo tahu begini aku tadi pegang MU aja ya...Arsenal payah bener mainnya"kata Pak Hasan
"Iyalah Pak.....hoaaammm....Arsenal strikernya andalannya kartu merah"kata Andi sambil menguap,matanya terlihat sayu,sepertinya Ia sedang ngantuk berat.
Pertandingan sepak bola Liga inggiris antara MU melawan Arsenal sudah berjalan selama 85 menit,dan kemenangan dipastikan ada di pihak MU,sementara mata Andi semakin terlihat sayu.
"Hoaaammm,.....aahhh...Pak ,...Andi udah gak kuat....Andi mau tidur dulu"kata Andi yang kemudian bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Pak Hasan.
Sementara itu di kamar Lidya,nampak wanita cantik yang tengah hamil 6 bulan itu tengah duduk di depan meja riasnya.Lidya sedang membersihkan sisa sisa masker diwajahnya.Lidya memang rutin melakukan perawatan wajahnya ,maka tidak heran juga,wajahnya yang memang sudah cantik alami,tetap terjaga kecantikannya.Pintu kamarnya terbuka,dan masuklah Andi yang kemudian berjalan menuju ke arahnya,lalu Andi mencium tengkuk Lidya,dan kemudian merebahkan tubuhnya diatas ranjangnya.
Lidya telah selesai membersihkan wajahnya dari sisa sisa masker,lalu kemudian Ia memakai krim malam sebelum tidur.Wajahnya jadi terlihat semakin cantik dan mulus seperti batu pualam.Lidya melihat ke arah Andi yang sudah tertidur pulas di ranjang.Melihat suaminya sudah tertidur,Lidya juga bersiap untuk tidur dan beristirahat,namun baru merebahkan tubuhnya sebentar,HP nya bergetar,pertanda ada yang sedang menelpon.Lidya melihat ke layar HP nya,tertera nama Ayah mertuanya.Lidya bertanya tanya dalam hatinya ada apakah gerangan Pak Hasan telpon malam malam begini.
"Ya Pak...ada apa Bapak telpon malem malem begini"kata Lidya dengan suara pelan seperti sedang berbisik.
"Suamimu udah tidur Nduk"kata Pak Hasan
"Udah,..memang kenapa Pak"
"Buka pintunya,aku mau masuk....aku udah kangen,....beberapa hari ini nggak ngentotin kamu"kata Pak Hasan
"Bapak sudah gila ya....ada Mas Andi disini"
"Udah buka aja,...atau aku akan memaksa masuk dan membangunkan suamimu lalu aku bilang kalo istrinya doyan selingkuh"kata Pak Hasan dengan nada gusar dan mengancam
Rupanya ancaman Pak Hasan membuat ciut nyali Lidya,wanita cantik itu berpikir bahwa Pak Hasan bisa saja bertindak senekad itu,dan untuk menjaga hal itu agar tidak terjadi Lidya pun mau tak mau harus menuruti kemauan mertuanya yang bejat itu.Lidya bangkit dari ranjang dan kemudian berjalan ke arah pintu,Lidya membuka pintu kamarnya,dan setelah terbuka nampak Pak Hasan sudah berdiri didepan pintu,tanpa dipersilahkan masuk Pak Hasan pun melangkah masuk lalu merengkuh tubuhnya dan memeluk tubuhnya,
"Hmmmm,...wangi sekali tubuhmu Nduk"kata Pak Hasan mencium tengkuk Lidya,
"Kamu kelihatan cantik sekali malam ini.....bikin aku tambah pingin ngentotin kamu sampai puas....kamu pasti juga mau kan Nduk?"
"Bapak jangan gila....ada Andi disini"
"Ahhhh,....biarin aja Nduk....aku jamin suamimu nggak akan bangun sampai besok pagi,....bahkan kamu teriak pun dia nggak akan bangun...aku telah mencampurkan obat tidur kedalam minumannya tadi"kata Pak Hasan menyeringai penuh kemenangan
"Tapi Andi itu anak Bapak...apa Bapak nggak merasa kasihan sama Andi......aku ini istri Andi Pak....Andi anakmu"kata Lidya
"Andi bukan anak ku....Andi itu hanya anak angkatku,....dan anak ku yang sebenarnya yang ada dalam perutmu itu Nduk"
Lidya terhenyak dengan kata kata Pak Hasan,ia baru mengetahui hal ini,
"Kamu pasti kaget mendengar ini.....Andi pun juga pasti kaget mendengarnya....yah dulu kami memang pernah mempunyai anak,namun karena sakit yang parah anak ku akhirnya pergi meninggalkan dunia ini,dan itu membuat istriku terpukul,setelah kepergian anak ku,kami berusaha lagi untuk mendapatkan anak kembali,....namun dokter telah memvonis bahwa istriku tidak bisa hamil lagi....dan akhirnya kami menemukan seorang bayi dipinggir jalan,kami pun mengambil bayi itu dan mengangkatnya menjadi anak kami....istriku senang sekali,...Ia seperti menemukan kebahagiaannya kembali.,dan kami pun merawat bayi itu hingga besar dan kami beri nama bayi itu Andi Hasan....jadi Andi itu bukan anak kandungku Nduk"kata Pak Hasan bercerita tentang masa lalunya,
Mendengar cerita Pak Hasan Lidya sedikit terharu,Pak Hasan menciumi lehernya,dan kemudian mengecup perutnya yang nampak buncit,
"Nak...baik baik kamu disitu ya Nak"kata Pak Hasan berbisik diperut Lidya,tangannya mengelus elus perut buncit wanita cantik itu.
Pak Hasan kemudian menggandeng menantunya yang cantik dan berjalan menuju ke ranjang ,sementara Andi nampak tertidur sangat pulas di atas ranjang itu.Lidya mengikuti saja kemauan orang tua bejat itu,bukan karena keterpaksaan namun juga karena dirinya juga sedang haus birahi.
*..................
Setelah Widya memperoleh orgasme pertamanya dari jilatan lidah mbah Mitro pada memeknya. Mbah Mitro membiarkan Widya untuk mengambil nafas sejenak sambil membiarkan Widya untuk menikmati sisa-sisa orgasme yang tertinggal untuk dirasakan. Barulah setelah dirasa cukup mbah Mitro mengangkat tubuh Widya kembali untuk memosisikannya jongkok dibawahnya dengan bagian dada ke bawah terendam di dalam air sungai.
Mbah Mitro memegang kontolnya yang masih berdiri dengan tegak di depan kepala Widya. Ia majukan kepala Widya perlahan menggunakan tangan kirinya untuk mendekatkan pada kontolnya yang sudah tak sabar ingin merasakan rongga mulut Widya kembali. Sempat Widya menggeleng pelan sambil menatap mbah Mitro dengan tatapan sayunya, namun mbah Mitro hanya menganggukkan kepalanya saja.
Mbah Mitro tak langsung memasukkan kontolnya ke dalam mulut Widya, ia mulai dengan mengusapkan kontol besarnya itu di bibir Widya serta beberapa kali menepukkan di wajah Widya. Sehabisnya, mbah Mitro baru memasukkan kontolnya hingga terasa mentok ke dalam pangkal mulut Widya. Terasa beberapa saat benda besar tersebut bersarang memenuhi tenggorokan Widya dan karna hal tersebut Widya tersedak.
Tatapan sayu Widya ia tunjukkan pada mbah Mitro yang tengah memandanginya dengan wajah pria tersebut dengan menahan nafsu. Tatapan mereka saling bertemu dengan keadaan mulut Widya sedang dijejali kontol besar mbah Mitro. Sebuah pemandangan yang sangat erotis saat ada orang lain yang bisa melihat hal tersebut.
“gerakan kepalamu, bu”, ucap mbah Mitro dengan nada yang lembut sambil membelai kepala Widya.
Widya menggerakkan kepalanya dengan perlahan serta mulutnya mulai keluar masuk di batang kontol mbah Mitro sampai batang tersebut mulai basah di dalam sana terlumuri oleh air liur Widya sendiri. Lidah Widya mulai digerakkan menari di dalam mulut untuk mempercepat pria tua tersebut supaya lekas mengeluarkan peju nya karna Widya sendiri ingin semuanya cepat selesai.
“Ssshhhhh...nikmatnya mulutmu, bu. Sshhhh....teruss, bu. Terusss...sshhhh....”
“Tetek bu Widya sungguh benar-benar buat saya bernafsu. Sshhhhh....tetek gede”, ucapnya sambil mempermainkan kedua payudara Widya.
“Hhhmmmmmffff....” , desah Widya tertahan kontol mbah Mitro di dalam mulutnya karna diserang pada dua titik. Mulut dan Payudaranya.
Mbah Mitro terlihat merem melek menahan sensasi baru yang Widya berikan kepada bagang kontolnya oleh gerakan lidah Widya. Rambut Widya yang terurai diraih oleh mbah Mitro dan ia gulung ke atas lalu kembali menggerakkan supaya kepala Widya lebih cepat membantu kontol mbah Mitro untuk memompa keluar peju nya.
GLOK!!! GKOK!!! GLOK!!!
“oowwsshhhh...nikmatnya...sshhhhh... Ayo lebih cepat lagi, bu. Sshhhhh...”
“Terus, bu. Bikin mbah keluar. Aaaakkkkhhh.....sshhhh...”
Air mata kembali terlihat dari sela pelupuk mata Widya yang sedikit memerah akibat gerakan paksa nan cepat yang mbah Mitro lakukan kepala kepalanya. Payudaranya ikut bergoyang akibat gerakan paksa yang dilakukan mbah Mitro pada kepalanya. Rasanya ia ingin bernafas dengan bebas, namun hal tersebut sangat susah bagi Widya karna mulutnya sedang dipaksa menelan kasar semua batang kontol besar tersebut sampai memenuhi rongga mulutnya.
“Lahap semua, bu. Ssshhh....ini enak banget”, racau mbah Mitro yang terus-terusan mendapatkan kenikmatan dari mulut ibu muda tersebut.
“oowwsshhhh...bentar lagi, bu. Sshhhhh...bentar lagi mbah keluaarr...terusss...terus....Aaaakkkkhhh...gillaaa...”, racau mbah Mitro sambil menekan keras pangkal selangkangannya ke dalam mulut Widya.
Widya hanya bisa memejamkan matanya dengan sangat erat ketika sebuah semburan kuat dan banyak mengisi rongga mulutnya hingga menabrak keras tenggorokannya. Kepalanya di tahan oleh kedua tangan mbah Mitro supaya kontolnya tetap bersarang di dalam mulut Widya. Tangannya memukul paha mbah Mitro beberapa kali, namun tak dihiraukan oleh pria tua tersebut karna terlalu menikmati rasa nikmatnya dan terus menekan kontolnya untuk lebih dalam memasuki rongga mulut Widya. Widya yang tak bisa bernafas hanya bisa menelan semua peju pria tua tersebut yang masuk memenuhi kerongkongannya.
UHUK!!! UHUK!!! UHUK!!!
“Hhaaahhhh....hhaaahhhh...mbah...kasar banget. Saya ga bisa bernafas...mbah. hhaaahhhh...”, ucap Widya sambil mengatur nafasnya yang berantakan setelah kontol mbah Mitro keluar dari posisinya memenuhi mulutnya.
“maaf, bu. Mbah nafsu banget soalnya, saking nikmatnya juga mulut bu Widya ini sampai mbah kelupaan”, balasnya sambil mengoleskan ujung kepala kontolnya di pipi Widya sambil sesekali menampar kan ke bibir Widya yang tengah sedikit terbuka mencari udara.
Dilepaskannya cengkeraman sebelah tangannya pada rambut Widya hingga rambut tersebut kembali terurai basah ke dalam air.
“tadi nikmat banget, bu. Beruntung banget mbah bisa merasakan kesempatan buat nikmati mulut bu Widya ini”, ucapnya dengan kontol besarnya yang sudah mulai mengecil masih terpampang dihadapkan wajah Widya.
“Proses pertama sebelum mbah lakukan bersemadi sudah selesai, bu. Sekarang ibu mandi terus kita kembali ke rumah”, ucap mbah Mitro berjalan ke tengah sungai untuk membasuh tubuhnya dengan sebelumnya ia remas payudara Widya lumayan keras hingga Widya menjerit pelan karna kaget.
“Untung ga sampai di Setubuhi aku. Syukurlah badanku sudah lemas karna semalaman sudah di paksa untuk melayani nafsu pria-pria brengsek di dalam bus”,batin Widya menyenderkan badanya di batu sungai sambil melihat mbah Widya sedang mandi.
Widya merasakan tenggorokannya seperti masih ada peju mbah Mitro yang masih tersangkut disana. Karna air sungai tersebut bersih Widya gunakan untuk meminumnya hingga cairan kental tersebut masuk seutuhnya ke dalam perut.
Di lain sisi tubuh Widya memang masih terasa lemas karna kejadian di dalam bus malam sampai pagi tadi dan dirinya juga baru saja dibuat orgasme oleh mbah Mitro. Apalagi di bagian selangkangannya Widya masih sedikit merasa nyeri akibat lubangnya dipakai untuk keluar masuk beberapa benda besar secara bergilir sebelumnya. Dirinya benar-benar merasa ingin merebahkan badanya lalu tidur dengan nyenyak.
“pakai kembali, bu. Kita balik ke rumah sekarang”, ucap mbah Mitro keluar dari dalam air sambil berjalan ke tepi sungai dengan kontol besarnya yang sudah layu bergerak kesana kemari karna langkah pria tua tersebut.
Widya mau tak mau yang sedang berendam merasakan lelah harus bangkit dan segera pulang. Ia angkat tubuhnya dan berjalan mendekat ke arah mbah Mitro uang tengah berpakaian demgan posisi telanjang bulat. Payudaranya bergerak naik turun seirama dengan langkahnya.
“Goyangan toket ibu bikin mbah nafsu lagi, bu Widya”, ucap mbah Mitro memperhatikan Widya berjalan ke arahnya sambil tangannya mengeluarkan kembali kontolnya dan mengocoknya pelan.
“Saya lemas, pak. Tolong jangan lakukan lagi buat sekarang”, ucap Widya.
“mbah hanya kocok kontol mbah sambil lihat badan ibu aja. Mbah ga bakal suruh bu Widya buat lakuin hal ini maupun hal itu”. Ucap mbah Mitro mengocok kontolnya kembali sambil melihat Widya yang sedang mengeringkan badannya.
Sambil mengenakan bajunya, Widya melihat ke arah mbah Mitro yang masih mengocok kontolnya sambil memandangi dirinya yang telanjang bulat. Tanpa terlalu memedulikannya lagi, Widya mengenakan pakaiannya di depan mbah Mitro. Saat dirinya sedang membungkuk memakai celana dalamnya, tanpa diduga mbah Mitro menghampiri Widya dari belakang dan menempakan peju nya tepat di bibir memek Widya.
“AAAAKKHHH!!! Mbah pengen memek bu Widya ini....Aaaakkkkhhh....”, erang mbah Mitro menyemburkan peju nya di depan memek Widya yang sedang membungkuk itu hingga sekitar memeknya berlepotan oleh peju mbah Mitro. Tapi untung mbah Mitro tak sampai nekat memasukkannya ke dalam memek Widya.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Widya yang kaget oleh ulah mbah Mitro terpeleset dan jatuh kembali ke sungai hingga semua pakaian nya basah kuyup. Hal tersebut lantas dengan cepat mbah Mitro membantu Widya.
“Mbah bikin saya kaget sih”, ucap Widya yang sebenarnya kesal dengan kelakuan yang ia dapatkan dari pria tersebut.
Setelah kegiatan mandi di sungai selesai. Mereka berdua berjalan kembali ke rumah mbah Mitro. Jika di perhatikan mungkin bisa dengan jelas terdapat keanehan dengan cara berjalan Widya saat itu yang memang merasa nyeri di bagian selangkangannya dan Widya merasa sedikit tebal pada bagian tersebut.
Sesampainya di rumah mbah Mitro, Widya melihat anaknya sudah bangun dari tidurnya dan tengah berjongkok di depan rumah mbah Mitro sambil bermain bersama jangkrik yang ia tangkap. Evan yang mengetahui mamanya telah kembali langsung berdiri dari posisinya.
“Mamah kemana aja? Evan bangun kok mamah ga ada”, tanya Evan sambil melihat pakaian mamahnya yang basah.
“Mamah habis mandi dari sungai sama mbah Mitro. Bangunnya udah lama? Maaf ya kalo Evan khawatir”, ucap Widya sambil mengelus lembut kepala anaknya.
“Evan lapar, mah”, ujar Evan.
“Yaudah, mama ganti baju dulu ya. Nanti mamah buatin sarapan buat kamu”
“Mbah, apa ada beras sama bahan makanan buat saya bikin sarapan?”, sambung Widya bertanya pada mbah Mitro yang akan memulai kegiatan paginya membelah kayu.
“Ada, bu. Cari aja di dapur, kalo ga salah semalam mbah bawa kentang sama kangkung dari kebun”, jawabnya sambil menata kayu untuk di belah menggunakan kapak.
Widya masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Widya hanya menggunakan pakaian santai dengan kaos biasa yang lagi-lagi lumayan pres pada tubuhnya yang dimana bahan kaos itu sendiri sedikit tipis dan bawahnya mengenakan rok panjang. Sementara untuk dalamnya Widya menggunakan Bra berwarna merah dan celana dalam putih.
Widya membuatkan sarapan sekaligus untuk dimakan mereka hari ini dengan oseng kangkung campur kentang dan setelahnya mereka bertiga menyantap makanan tersebut bersama-sama di depan rumah mbah Mitro.
..
Tak berapa lama setelah makan dan selesaiannya kegiatan mbah Mitro dengan membelah kayu bakar, ia berpamitan untuk pergi ke kota guna membeli beberapa hal yang di butuhkan untuk prosesi bersemadinya nanti malam. Sepeninggalnya mbah Mitro Widya memutuskan untuk tidur karna dia merasa sangat lelah dan baru saja merebahkan tubuhnya Widya langsung terlelap. Sementara Evan yang disuruh untuk tidur siang tak bisa memejamkan matanya lalu ia bangkit dari ranjangnya meninggalkan Widya yang sudah tidur nyenyak untuk keluar dari rumah.
“Ngapain ya? Mamah tidur, mbah Mitro ga ada”, ucap Evan merasa bingung.
Setelah dipikirkan Evan memilih untuk mencari beberapa jangkrik kembali untuk ia pelihara saat ia pulang nanti karna di tempatnya sudah jelas tak ada, walaupun ada harus mengeluarkan uang. Namanya juga tinggal di kota mana ada jangkrik liar yang dengan gampangnya bisa di temui, yang ada hanya tikus sama kecoak yang banyak.
Tak memerlukan waktu lama Evan bisa menemukan lubang tempat Jangkrik bersarang. Dengan cekatan, Evan mendapatkan apa yang ia cari tersebut. Sedang asyik-asyiknya mencari Jangkrik Evan melihat dari posisinya yang berada di balik semak bahwa tukang ojek yang mengantarkan dirinya beserta mamahnya datang ke rumah mbah Mitro. Pak Kanto
“Ada mamah juga di dalam”, ucap Evan tapi masih memperhatikan di posisinya.
Terlihat beberapa kali pak Kanto mengetuk pintu rumah mbah Mitro yang terbuka karna Evan lupa menutupnya tadi. Mungkin karna tak mendapatkan jawaban dari dalam, pak Kanto mencoba untuk tetap masuk ke dalam rumah. Evan yang berpikir bahwa mamahnya pasti bangun hanya menghiraukannya dan kembali mencari kesana dan kemari lubang Jangkrik lainnya.
“dapat juga Tiga ekor”, ucapnya sambil memasukkan ketiga Jangkrik tersebut ke dalam wadah bekas minuman gelas yang ia temukan.
Sudah beberapa menit tapi pak Kanto belum juga terlihat keluar dari rumah mbah Mitro. Sedangkan Evan sudah selesai mencari Jangkriknya dan berniat untuk menunjukkannya pada mamahnya yang tengah mengobrol bersama pak Kanto di dalam rumah dengan senyum senang yang Evan tunjukkan.
Saat Evan masuk ke dalam rumah ternyata di ruang depan tak ada pak Kanto maupun mamahnya. Evan mencoba mencari ke belakang tempat kamar dirinya dan mamahnya gunakan selama di rumah mbah Mitro tersebut. Terlihat kamar yang ia dan mamahnya pakai sudah tertutup dengan menyisihkan sedikit celah. Padahal yang Evan ingat pintu depan dan pintu kamar lupa iya tutup.
“Kok sekarang tertutup, hanya sedikit terbuka doang. Apa kena angin? Terus pak Kanto dimana? Bukannya tadi pak Kanto masuk ke rumah”, Evan mencoba berpikir apa yang terjadi.
Ia gerakan langkahnya menuju kamar tersebut. Lewat celah pintu yang tak sepenuhnya tertutup itu Evan bisa melihat mamahnya masih di posisi tidurnya dengan terdapat pak Kanto di depan mamahnya yang terbaring menyamping ke arahnya dengan celanya yang diturunkan sambil mengocok pelan kontolnya yang sudah makin membesar di depan tubuh mamahnya.
Widya telah mengganti pakaiannya yang ia pakai sebelum tidur. Mungkin karna dirinya merasa panas sehingga memutuskan untuk mengganti pakaiannya yang lebih terbuka lagi. Widya memakai tanktop warna hijau lumut dengan hotpants. Karna hal tersebut juga malah menyulut nafsu pak Kanto lebih meluap lagi.
Walau Evan belum terlalu tau banyak akan seks, tapi Evan sudah tau apa yang sedang dilakukan oleh pak Kanto tersebut dan ia juga sedikit demi sedikit sudah mulai mengerti apa yang namanya bersetubuh semenjak dirinya melihat sendiri saat mamahnya tengah di Setubuhi oleh beberapa pria di dalam ruangan saat di Rest area maupun di dalam bus tadi lagi. Evan sudah mempunyai pemikiran bahwa seks itu enak makanya orang-orang suka dengan hal tersebut. Bahkan Evan juga sudah mulai merasakan apa yang namanya tertarik dengan tubuh perempuan walau belum terlalu kuat dan belum terlalu menguasai pikirannya. Evan juga pagi ini mulai penasaran dengan tubuh mamahnya, hanya sekedar penasaran apa tubuh ibunya sebegitu enaknya untuk lelaki.
Dilihatnya pak Kanto mengocok kontol nya sambil melihat tubuh mamahnya yang sedang terlelap dalam tidurnya di atas ranjang bambu.
Tangan pak Kanto dengan perlahan memberanikan dirinya untuk merasakan kulit paha Widya yang putih halus. Perlahan dari atas turun ke bawah kaki dan naik kembali ke paha atas. Dengan berani pak Kanto menempelkan ujung kontolnya di kulit paha Widya yang terbuka sambil menggesekkan batang tersebut dari ujung kaki sampai pangkal paha Widya. Terlihat sedikit juga ujung atas celana dalam putih Widya pas pada bagian karetnya.
“Mimpi apa gue sekarang ini kontol bisa gesek paha mulus kaya gini”, ucap pelan pak Wanto sambil menggesekkan kontolnya di paha Widya.
Tangan kananya tetap mengocok batangnya, sementara tangan kirinya ia gerakan lebih jauh lagi dengan mencoba menyentuh payudara Widya. Masih tak ada respon, hal tersebut membuat pak Kanto makin kalut. Ia remas pelan gundukan daging besar empuk tersebut sambil tangan satunya tetap mengocok kontolnya.
“Empuknya ini toket”
Ia susupkan tangannya masuk ke dalam tanktop tersebut serta Bra biru tua yang di pakai oleh Widya. Ia remas daging besar itu secara langsung di dalamnya. Karna takut Widya bangun, pak Kanto tak berani untuk mengeluarkan payudara Widya tersebut.
“ternyata memang besar ini toket. Udah besar, halus, empuk banget lagi. Sshhhh...”
“Bisa ga ya gue entotin memeknya? Kalo bisa bakal gue hajar habis memeknya sampe kontol gue puas”, ujarnya saat dikuasai oleh nafsu terhadap tubuh Widya.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Kocokkannya dipercepat, “pengen ngecrot gue, anjing...ssshhhhh....”
Ia tarik tangannya dari payudara Widya. Ia kocok kontolnya lebih cepat karna dirinya merasa akan segera mencapai orgasmenya saat menggunakan tubuh Widya untuk onaninya.
Sebenarnya saat di posisi tersebut pak Kanto sangat gemas dengan penampilan Widya siang itu. Saat ia melihat tali Bra milik Widya rasanya ia ingin sekali menarik tali penyangga Bra yang dikenakan Widya sampai putus. Tapi apa daya jika ia lakukan hal tersebut maka Widya akan terbangun.
Gerakan tangannya mulai cepat, kontolnya mulai berdenyut akan segera mengeluarkan isinya. Pak Kanto dekatkan kontolnya di depan wajah Widya sambil memegang lembut kepala Widya. Rambut Widya yang panjang ujungnya ia raih dan ia gunakan untuk membungkus kontolnya sambil terus dikocoknya. Ia mencapai orgasmenya dengan menumpahkan seluruh peju nya diatas kepala Widya hingga terlihat rambut atas Widya berlepotan dengan ceceran peju milik pak Kanto. Sementara sisa peju yang masih keluar ia oleskan pada punggung Widya yang terbuka. Jika saja Widya tak terlalu lelah mungkin ia akan segera sadar saat ada cairan berasa hangat mengenai dan sedikit meleleh di punggung putihnya itu.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Aaaakkkkhhh!!! Nikmatnya...puas”, ucapnya sambil menekan ujung kontolnya di payudara Widya.
CUP!!!
Ia cium sekilas punggung samping Widya yang masih terlelap. Ia punggung putih mulus tersebut dengan lembut sambil di jilatnya menggunakan lidahnya dan menempelkan serta mengoleskan sebentar kontolnya di area punggung itu dan sekitar tali Bra Widya seakan-akan pak Kanto ingin supaya bau kontolnya menyatu dengan tubuh Widya.
“Emang mulus banget tubuhnya. Ga percuma tadi mampir kesini sehabis ngantar penumpang yang akan naik gunung”.
Selain pak Kanto tukang ojek yang lumayan sering naik turun gunung untuk mengantarkan beberapa pendaki, pak Kanto juga lumayan sering main ke tempat Mbah Mitro karna notabene mereka sudah kenal sejak lama. Pak Kanto menganggap mbah Mitro seperti ayahnya sendiri dan sebaliknya, mbah Mitro menganggap pak Kanto seperti anaknya.
Pak Kanto memasukkan kembali kontolnya ke dalam celananya. Ia pandangi tubuh Widya yang tergolek di atas ranjang dengan keadaan rambutnya tercecer cairan putih kental, begitu juga dipunggungnya yang dimana cairan tersebut sedikit meleleh dan di bagian tali Branya yang terdapat segumpal cairan putih kental tersebut.
Setelahnya pak Kanto pergi meninggalkan Widya dan rumah mbah Mitro tanpa melihat ada siapapun di rumah tersebut kecuali dirinya dan Widya yang terlelap di dalam kamar.
Seperti yang Evan lihat, bahwa baru saja mamahnya dilecehkan oleh seorang tukang ojek tersebut di depan matanya, Evan langsung keluar dari tempat yang ia gunakan bersembunyi saat pak Kanto keluar dari kamar. Ia langkahkan kakinya masuk ke dalam kamar menemui mamahnya. Dengan langkah pelan Evan telah berada di depan tubuh Widya yang masih terbaring menyamping. Ia pandangi sosok tubuh wanita yang ia sebut sebagai mamahnya tersebut dengan pandangan lekat. Ia keluarkan sebuah benda dari celananya dan ia arahkan tangannya untuk maju mendekat.
“Maaf, mah. Evan ga tahan lihat mamah seperti ini”, lirih Evan.
Dengan gerakan hati-hati Evan mengelap cairan putih kental yang tercecer di rambut serta punggung mamahnya dengan sapu tangan miliknya hingga bersih. Ia pun juga ambil selimut yang terserak tepat dibawah kaki Widya dan ia tarik ke atas untuk menutupi setengah tubuh mamahnya tersebut.
“Evan bersyukur punya mamah baik, cantik serta tubuh yang bagus kaya mamah ini, tapi Evan juga merasa kasihan karna tubuh bagus mamah ini, mamah jadi di lecehkan. Bahkan Evan juga tau bahwa banyak lelaki saat melihat mamah pasti akan memandang mamah dengan tatapan nafsu”
GLEK!!!
Evan menelan ludahnya, “apakah Evan juga termasuk pria tersebut, mah? Pria yang merasa nafsu terhadap tubuh mamah ini”
--
Sore harinya mbah Mitro telah kembali dari urusannya dari kota untuk membeli beberapa hal yang ia perlukan untuk membantu Widya mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Ia dudukan pantatnya mendarat di kursi bambu teras rumahnya, sementara Widya terlihat keluar dari dalam rumah sembari membawa segelas kopi di tangannya.
“Kopi, mbah. Saya lihat kayaknya capek banget”, ucap Widya sambil menaruh gelas kopi di atas meja kecil di samping mbah Mitro.
“Hhaaahhhh....Makasih, bu”
Widya duduk di kursi samping meja kecil tersebut menemani mbah Mitro yang baru saja pulang.
“Mbah sudah dapat yang diperlukan buat bersemadi nanti malam. Lumayan susah mbah carinya karna memang hari ini bukan hari yang kurang pas buat cari hal tersebut. Tapi untungnya mbah masih bisa dapatkan apa yang di butuhkan”, ucapnya sambil meniup kopi panas yang Widya buat lalu menyeruputnya dengan pelan.
“maaf, mbah karna Widya merepotkan mbah Mitro seperti ini”, ucap Widya merasa bersalah melihat pria tua tersebut.
“ga papa, bu. Ini memang salah satu pekerjaan mbah”
“Dengan uang yang harus saya bayarkan berapa, mbah?”, tanya Widya tanpa memandang mbah Mitro.
“Soal bayaran itu gampang, bu. Bayaran akan dilakukan setelah proses pemasangan berhasil”, ujarnya sambil kembali menyeruput kopinya.
“Lagian kalo proses pemasangan berhasil mbah mau minta bayaran sama bu Widya juga ga bakal khawatir karna ibu pasti bisa membayarnya, jadi buat hal tersebut ga usah terlalu dipikirkan dulu, bu yang penting prosesnya lancar dan berhasil”, lanjut mbah Mitro. Ucapannya masuk akal juga.
“jadi malam ini mbah akan pergi buat bersemadi melakukan penarikan pusaka pelaris tersebut?”, tanya Widya.
“ya, malam ini mbah bakal bersemadi di dalam hutan di tempat yang tersembunyi buat menarik pusaka tersebut dari tempatnya. Mbah disana hanya satu malam sudah cukup dan buat bu Widya sama nak Evan tunggu saja di rumah ini”. Widya mengangguk.
“yaudah, mbah saya mau pamit sebentar buat ngajak mandi anak saya ke sungai sama sekalian saya juga mau mandi”, pamit Widya bangkit dari duduknya.
“Ingat jalan ke sungainya kan, bu?”, tanya mbah Mitro dan dijawab anggukan kepala oleh Widya.
Tak lama terlihat dua sosok ibu dan anaknya keluar dari dalam rumahnya sambil membawa handuk beserta peralatan mandi. Mbah Mitro hanya melihatnya sambil terus menikmati kopi buatan ibu muda tersebut.
Setelah menghabiskan kopinya, mbah Mitro bangkit dari posisi duduknya untuk mengistirahatkan tubuhnya supaya kondisi staminanya saat bersemadi semalaman bisa kembali prima.
Sementara itu di sungai. Evan telah telanjang bulat di dalam air sungai dan Widya masih mengenakan bajunya yang sudah basah karna menyabuni Evan. Widya merasa sedikit kerepotan karna anaknya tersebut malah bermain air dan terus bergerak. Mungkin karna ini untuk pertama kalinya juga Evan mandi di sungai.
“air sungainya segar banget, bu. Beda banget rasanya kaya air POM rumah kita”, seru Evan.
Tanpa Widya sadari, Evan sesekali memperhatikan tubuh diirinya yang dimana pakaiannya telah basah sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya, apalagi di bagian dadanya. Bisa terlihat dengan jelas di hadapan anaknya bentuk payudaranya yang tercetak jelas akibat basah. Bra merah yang di pakai oleh Widya pun juga ter terawang dengan jelas dari balik bajunya.
“mah, buka juga dong pakaian mamah. Masa mandi ga lepas baju”, ucap Evan.
“masa mamah telanjang di depan anak mamah ini yang udah SMP”
“Memangnya kenapa, mah? Lagian Evan juga anak mamah. Buka dong bajunya, mah”, Evan terus mendesak mamahnya terus untuk membuka seluruh pakaiannya.
“Yaudah, mamah buka biar adil. Tapi mamah malu kalo ada orang yang lagi berburu lihat mamah telanjang. Kalo sampai ada pemburu yang lihat mamah telanjang kaya gini terus mamah diapa-apain kamu harus lindungi mamah loh” ,ucap Widya bercanda.
“Siap! Evan bakal hajar orang itu biar ga deketin mamah. Hehehe”
Widya mulai melepaskan baju atasnya. Terlihat Evan sedari tadi tak bisa diam sekarang bisa diam sambil memperhatikan gerakan tangan mamahnya sendiri yang sedang mencoba melepas semua kain yang melekat ditubuhnya. Widya melepaskan baju dan diikuti rok panjangnya hingga kini terlihat jelas di depan Evan sosok tubuh mamahnya yang hanya terbalut Bra merah dengan celana dalam putih saja tengah berdiri di depannya.
GLEK!!!
Evan tau sedikit apa itu seks tapi dia sama sekali tak tau seperti apa rasanya sebuah seks tersebut. Jangankan rasa sebuah seks sungguhan, untuk rasa terangsang saja dia belum pernah mengalaminya. Ia hanya mengagumi tubuh mamahnya selama ini tanpa ada pemikiran yang menjorok pada hal seks. Tapi apa yang ia rasakan saat itu sungguh berbeda dari rasa mengaguminya selama ini. Ada sebuah getaran yang menyerang tubuhnya saat melihat mamahnya berdiri di depannya hanya memakai Bra serta celana dalamnya. Untuk pertama kali juga Evan bisa merasakan bahwa bagian bawahnya sedikit mulai mengeras. Karna takut mamahnya bisa melihat perubahan benda bawahnya tersebut. Evan terus merendamkan badannya di dalam air.
“kok susah sih?”, pelan Widya saat mencoba mencopot kaitan Bra merahnya terasa susah.
“nak, tolong bantu lepasin pengait Bra mamah dong”, ucap Widya dan hal tersebut entah kenapa membuat kontol Evan semakin mengeras.
Evan tau betul dengan apa yang dirasakannya itu bukanlah hal yang bagus, dimana dia merasa nafsu dengan tubuh mamahnya sendiri. Evan memang tak terlalu mengetahui sangat tentang seks, tapi dia tau apa artinya jika kontolnya mengeras bertanda apa. Bertanda bahwa dirinya merasa bernafsu, terangsang pada lawan jenis.
“ii..iya, mah. Tapi mamah berendam biar Evan mudah buat lepasin pengait Bra nya mamah”
Widya menuruti ucapan anaknya dan berbalik membelakangi Evan sambil berendam. Sementara Evan baru mau mendekat ke arah mamahnya setelah mamahnya tersebut dalam posisi membelakanginya. Terlihat jelas saat anak tersebut berdiri dari posisinya sedari tadi bahwa kontolnya sudah mengeras dan ukurannya besar untuk anak seumurannya, bahkan bisa dibilang seperti ukuran anak SMA.
Evan berdiri di belakang punggung Widya dengan kondisi kontol anaknya tersebut tengah mengacung dengan tegaknya tanpa Widya sadari. Dengan hanya sedikit membukukan badanya. Dengan sedikit rasa gemetar pada tangannya, Evan mulai menggerakkan tangannya membuka pengait Bra mamahnya sambil matanya tetap memperhatikan kedua gundukan mulus nan besar milik Widya. Sebuah pemandangan menarik kembali terjadi di hadapan Evan. Dimana saat pengait Bra mamahnya berhasil dibuka, ia bisa melihat dengan jelas kedua payudara mamahnya bergerak dengan indahnya.
“akhirnya bisa juga. Makasih anak mamah”, ucap Widya sambil kepalanya bergerak untuk menengok ke belakang. Saat kepala Widya menengok hampir saja kontol Evan yang sudah tegak berdiri terlihat oleh Widya, namun untungnya Evan bisa dengan cepat membenamkan bagian tubuhnya ke dalam air. Jika, jika hal tersebut tak dilakukan oleh Evan, Widya bisa melihat kontol anaknya yang sudah tegang tepat dibelakang kepalanya dan mungkin juga jika Widya tetap menengok kontol anaknya tersebut bisa mengenai pipinya.
Setelah Bra terlepas dari kedua payudaranya, Widya kembali berdiri dan tepat di hadapan Evan Widya mengangkat satu kakinya untuk melepaskan celana dalamnya dalam posisi masih membelakangi Evan. Bisa dilihat oleh Evan bentuk utuh tubuh mamahnya dan juga bentuk pantatnya.
“badan mamah bagus banget. Pantas saja lelaki yang melihat mamah pasti terangsang. Apa aku juga sedang terangsang denganmu, mah? Aku terangsang sama tubuh mamahku sendiri ini gila, tapi burungku tak bisa bohong akan hal tersebut. Maafkan Evan, mah karna ikut bernafsu pada tubuh mamah”, batin Evan.
Hal yang mengejutkan kembali terpampang di hadapan Evan dimana mamahnya membalikkan tubuhnya menghadap Evan. Terlihat jelas kedua gundukan payudara mamahnya yang besar dan bentuknya terlihat padat. Serta rambut kemaluan mamahnya yang tak terlalu banyak. Sifat kelakian Evan muncul dengan menelan ludah.
Kontol Evan bereaksi naik turun melihatnya. Nafasnya memburu dan detak jantungnya tak karuan dibuatnya.
“Kok bengong? Hayo, lagi mikirin apa tentang mamah?”, ucap Widya.
“Ah! Enggak, kok, mah. Evan Cuma mengagumi badan mamah aja yang bagus”, balas Evan belingsatan.
Widya merendamkan dirinya ke dalam air sungai. Evan yang tak tahan dengan perasaannya saat melihat tubuh ibunya mulai menjauh. Ia sembunyikan sedikit badannya di belakang batu kecil.
Disini Evan belum pernah melakukan yang namanya onani sama sekali. Dari kejadian yang akhir-akhir ini lihat, Evan mulai belajar hal yang belum pernah ia pikirkan sebelumnya. Dimana ia mulai melakukan hal yang ia lihat dari pak Kanto siang tadi terhadap tubuh mamahnya itu. Ia mulai dengan urutan pelan pada kontolnya sambil terus memandangi tubuh ibunya.
“Sshhhhh...kok enak?”
Evan meningkatkan kocokkannya menjadi sedikit lebih cepat. Benar-benar sebuah rasa yang belum pernah Evan rasakan selama ini. Perasaan enak saat kontolnya ia kocok sambil melihat tubuh perempuan dan membayangkan perempuan tersebut. Bahkan perempuan yang sedang ia lihat dan ia bayangkan adalah mamahnya sendiri. Sungguh sensasi enak yang Evan rasakan.
“Ssshhh...mamah....maafkan Evan, mah...ini enak. Sshhhh....”, racaunya pelan sambil melihat Widya yang sedang membasuh kedua payudaranya.
Karna hal yang tengah dilakukan oleh Evan adalah pengalaman pertamanya, Evan dengan cepat merasakan sebuah orgasme yang ia rasakan untuk pertama kalinya dan rasanya sungguh tak pernah terlintas di kepalanya. Sebuah rasa enak dan nikmat menjalar ke seluruh tubuhnya.
“Mah! Evan kenapa? Aaaakkkkhhh...Evan merasakan enak yang teramat, mah...sshhhh....Evan enak, mah...”
CROTT!!! CROT!!! CROT!!!
Evan mengeluarkan peju nya demgan sangat banyak di dalam air dan cairan kental dalam jumlah banyak tersebut menari di dalam air mengalir ditarik arus sungai ke arah dimana Widya tengah membasuh tubuhnya.
Mandi sore yang Evan lakukan dengan Mamahnya di sungai tersebut sungguh berkesan bagi Evan pribadi karna di sore itu Evan merasakan apa yang belum pernah ia rasakan selama ini. Setelah Evan mengeluarkan cairan outih untuk pertama kalinya, Evan terus mencari celah memperhatikan Widya. Bahkan tak lama, Evan kembali merasakan bahwa kontolnya kembali menegang, tapi kali kedua itu Evan tak bisa mengeluarkan seperti apa yang dilakukannya tadi karna Widya menyuruh Evan untuk menyudahi mandinya dan kembali berpakaian.
Evan berjalan ke arah Widya yang tengah mengeringkan badanya dengan langkah gugup. Evan takut bahwa Widya akan melihat kontolnya yang sedang berdiri tegak karenanya. Untungnya Widya sibuk dengan kegiatannya mengerikan tubuh serta memakai pakaiannya, sehingga Evan bisa memakai pakaiannya tanpa diketahui oleh Widya akan masalah kontolnya.
Di dalam perjalanan pulang menuju rumah mbah Mitro, Evan hanya mampu menahan sedikit rasa sakit pada kontolnya karna dalam kondisi tegak maksimal tanpa bisa melakukan hal yang bisa meredamkannya. Ia berjalan di samping Widya dengan menutupi selangkangannya dengan handuk miliknya.
“Aduh, tititku kenapa masih berdiri sih?”
Bukan hanya merasakan sedikit sakit akibat dirinya terus menahan kontolnya yang tegang, Evan juga mulai merasakan kepalanya ousing dengan dada yang bergemuruh akibat menahan nafsu yang sedari tadi menyerangnya kembali
--
Saat malam menjelang. Evan beserta mamahnya dan mbah Mitro menyantap makan malam diatas meja kayu yang kusam. Tak ada listrik yang mengalir dirumah tersebut. Hanya ada lampu petromak yang menerangi malam mereka. Sementara di luar terasa sangat sepi, hanya dipenuhi oleh suara hewan-hewan hutan yang saling bersahutan.
Malam sudah semakin larut saat menunjukkan pukul 20.29 dan Evan disuruh untuk lekas tidur. Sementara Widya meninggalkan Evan di dalam kamar karna dikira Evan sudah tidur dan Widya duduk di kursi tempat mereka makan malam tadi sambil berbicara pada ibunya lewat telepon.
Evan merasa susah untuk tidur karna terus terganggu oleh suara hewan-hewan kecil penghuni hutan yang terus bersahutan. Evan memutuskan untuk menemui mamahnya yang tengah berbicara pada neneknya lewat telepon dan ia ingin mengobrol juga dengan neneknya.
Pada saat dirinya baru sedikit membuka pintu ternyata mamahnya tak duduk sendirian melainkan bersama mbah Mitro dan posisi duduk Widya membuatnya Evan kaget. Dimana Widya tengah duduk diatas pangkuan mbah Mitro sambil dirinya terus mengobrol dengan ibunya di telepon. Tangan mbah Mitro bermain di kedua payudara Widya yang sudah terbuka. Diremasnya payudara Widya dan dikulumnya puting Widya dengan santainya. Sementara Widya mengobrol dengan ibunya sambil menahan desahan supaya tak ada rasa curiga pada ibunya.
“iya bu, Evan udah.... Widya tidurkan”, ucap Widya sambil melihat mbah Mitro yang masih asyik menyusu pada payudaranya.
“Ssshhh....”, desah Widya karna putingnya disedot dengan kencang oleh mulut mbah Mitro.
“Kamu kenapa, nak? Kamu lagi apa sekarang?”, tanya ibunya Widya saat mendengar suara seperti desahan dari anak perempuannya itu.
“ga, bu.... Sshhhh...pedasss...Widya Cuma kepedasan tadi makan sambal soalnyaahhh....ssshhh...pedas banget, bu...”, ucap Widya mencoba menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Sementara dibawah sana mbah Mitro tersenyum.
“makanya kalo ga kuat pedas jangan terlalu banyak”, ucap ibu Widya menasihatinya.
“Aakkkhhhh!!!”, jerit lirih Widya karna tangan mbah Mitro memelintir puting Widya dan diikuti gerakan remasan lumayan keras pada payudaranya.
“Kenapa lagi, nak?”
“I...ini, bu. Kaki Widya kesandung kursi”
Mbah Mitro menyudahi aktivitasnya pada payudara Widya dan bangkit dari posisinya memangku tubuh Widya. Ia dudukan kembali Widya dalam posisi duduk normal, tapi di sebelahnya mbah Mitro berdiri sambil mengocok batang kontolnya yang besarnya. Mbah Mitro memegang kontolnya. sambil mengisyaratkan untuk dimasukkan ke dalam mulut Widya, namun Widya menggelengkan kepalanya karna sedang mengobrol dengan ibunya.
Untungnya mbah Mitro tak memaksa, ia hanya kembali melanjutkan mengocok kontolnya sendiri sambil terus memperhatikan tubuh Widya. Seiring kocokkannya yang semakin cepat tubuh mbah Mitro mulai menekuk ke depan membungkukkan badanya sedikit akibat rasa orgasme yang sebentar lagi akan diraihnya.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Mbah Mitro terus mengocok batang kontolnya dengan bernafsu memperhatikan tubuh Widya yang dimana kedua payudara Widya terpampang bebas di luar bajunya. Sehingga bisa dilihat puas oleh mbah Mitro dengan kedua puting Widya yang mengkilap oleh air liur mbah Mitro saat menyusu padanya tadi.
“Ibu bangga punya anak kaya kamu, nak. Kamu dengan usaha keras menolak bantuan ibu, malah kamu tetap berusaha dengan hasil kami sendiri. Ibu bangga, nak. Sangat bangga. Tetaplah menjadi anak yang bisa membuat ibu bangga”, ucap ibu Widya dari balik telepon.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Terima Peju mbah , Widya ku....Aakkkhhhh... Wajahmu buat mbah nafsu, Widya...Aakkkhhhh...”, batin mbah Mitro sambil menyemprotkan isi zakarnya.
Tepat ibu Widya berbicara, mbah Mitro menyemprotkan peju nya ke seluruh wajah Widya hingga wajahnya berlepotan cairan putih kental. Beberapa semburan sampai jatuh di rambut dan dada bagian atas Widya.
“Aakkkhhhh....ssshhhhh....”, desis mbah Mitro pelan sambil terus mengeluarkan sisa-sisa peju nya ke wajah Widya yang masih puji oleh ibunya itu.
Widya sebenarnya kaget akan semprotan cairan hangat yang mengenai wajahnya dengan banyak, tapi ia bisa mengontrol rasa terkejutkannya tersebut. Mbah Mitro terus mengurut kontolnya berharap masih ada sisa peju yang keluar dan sisa peju tersebut jatuh ke payudara Widya.
“Yaudah kalo begitu ibu matikan dulu teleponnya ya, nak. Kamu tidur sama jaga kesehatan kamu”
“Iya, bu”, balas Widya dan panggilan dengan ibunya berakhir.
TUUTTT!!!
“Mbah...banyak banget ini di wajah saya. Manalagi sperma mbah panas lagi”, ucap Widya sambil menyeka wajahnya yang berlepotan cairan kental milik mbah Mitro menggunakan tangannya yang masih tersemat cincin pernikahannya dengan almarhum suaminya, Harjo.
“Maaf, bu soalnya saya udah ga tahan terus bingung mau buang kemana”, balasnya dengan entengnya.
“ya tapi jangan ke wajah saya dong, mbah”. Mbah Mitro hanya cengengesan masih dengan mengocok pelan kontolnya.
“Hitung-hitung buat obat awet muda kulit wajah bu Widya biar tetap cantik. Hehehe”, ucapnya dan Widya tak menjawab terus membersihkan wajahnya.
Mbah Mitro menyingkirkan tangan Widya saat membersihkan cairannya di wajah Widya. Mbah Mitro lalu meratakan peju nya yang tercecer di wajah Widya menggunakan kontolnya. Ia usapkan batang kontol setengah berdiri itu kesana, kemari hingga keseluruhan wajah Widya yang cantik telah mengkilap oleh peju mbah Mitro.
“ibu kelihatan tambah cantik dengan penampilan seperti ini”, ucap mbah Mitro melihat wajah Widya yang mengkilap oleh peju nya. Sebenarnya Widya marah saat di lecehkan oleh pria tua tersebut, namun ia tahan karna pria tersebut yang akan membantunya nanti.
“MAH!”, panggil Evan dari dalam kamar. Widya dan mbah Mitro dibuat kalang kabut oleh panggilan Evan tersebut.
Dengan cepat Widya memperbaiki bajunya yang memperlihatkan kedua buah payudaranya. Sementara mbah Mitro yang tengah sibuk mengolesi kontolnya di wajah Widya lekas memasukkan kembali kontolnya ke dalam kolornya dan membantu Widya membersihkan wajahnya yang telah di lumuri dengan peju nya tadi dengan mencopot bajunya untuk mengelap bersih cairan putih kental tersebut.
“Saya masuk kamar dulu, mbah”, ucap Widya dan diberi anggukan oleh mbah Mitro.
“Saya juga mau berangkat buat bersemadi malam ini. Kalo gitu saya langsung pergi saja, bu”
Widya berjalan masuk ke dalam kamar menemui Evan dan mbah Mitro mengambil beberapa hal yang akan akan dibawa bersemadi malam. Serasa hal yang diperlukan sudah ia bawa, mbah Mitro lekas keluar dari rumah dan menuju tempat yang akan di tujunya.
*……………………………..
Tiga perkara bagi seorang pria meliputi Harta, Tahta dan Wanita. Hal tersebut memang tak bisa kita pungkiri lagi kebenarannya. Apalagi soal masalah wanita, pria akan sangat mendambakan hal tersebut. Mendapat seorang pasangan yang cantik dengan kulit mulus dan paras yang cantik yang terdapat nilai plus bersamaan dengan mempunyai tubuh yang ideal. Tapi angan hanyalah angan. Tiap individu mempunyai karakteristik dan bayangannya masing-masing, tapi semua itu tergantung pada benang hidup yang mengikat pada manusia tersebut
Tiga perkara dunia bagi seorang Pria pada umunya memang hal tersebut, sedangkan untuk Wanita? Mungkinkah sebaliknya? Harta, Tahta dan Pria?
Bukan hanya pria saja yang mendambakan mempunyai pasangan yang bagi menurut mata individu disebut sebagai sempurna. Seorang wanita pun juga sama akan hal tersebut. Di luar dari hal yang sudah wajar itu, bagi seorang wanita mendapatkan pasangan adalah ia bisa mendapatkan sesuatu dalam hal kepuasan batin sebagai nilai plus dari pasangan prianya. Pasangan yang dapat memuaskannya di dalam ranjang sebagai mana yang sebagian wanita inginkan.
Kembali lagi, semua sudah ada benang hidupnya masing-masing. Apa yang diharapkan hanya akan menjadi sebuah angan-angan semata atau memang hal tersebut bisa di dapatkan.
Bagi sebagian wanita mendapatkan nilai kepuasan dari pasangannya bisa mengakibatkan rasa yang kurang dalam hidupnya dan hal tersebut bisa memicu perasaan yang menyimpang atau hal lainnya. Seorang pria tak mendapatkan kepuasan dari pasangan wanitanya akan mulai melirik wanita lain sebagai jawabannya. Seperti halnya seorang pria jajan di luar dan hal itu terlihat sudah umum untuk pandangan masyarakat. Seorang pria jajan di luar dengan wanita bayaran akan tak dianggap sebagai perselingkuhan, hanya bentuk kelakuan si pria yang buruk.
Sedangkan, bagi wanita yang suka jajan di luar penilaian yang ia dapat akan jauh lebih besar. Ia akan dianggap selingkuh dan di cap sebagai wanita murahan atau sebagainya. Bukan masalah jajan untuk kepuasan. Itulah enak dan tak enaknya sosok seorang pria dan wanita.
Begitu pun dengan yang dialami Widya sekarang. Ia seorang wanita biasa yang sudah ditinggal oleh suaminya selama 3 tahun dan dalam waktu selama itu apa dia tak membutuhkan suatu kepuasan batin? Pasti ia menginginkannya. Sebaik dan sesayang apapun Widya pada suaminya, ia akan luluh juga akan sebuah kepuasan yang ia dapatkan dari seorang pria, walau kepuasan tersebut bukan dari suami sahnya.
"Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...mbah....ssshhhhh"
Di bawah rimbunnya pohon bambu dan dedaunan bambu kering yang digunakan Widya sebagai alasnya untuk tiduran dengan kondisi telanjang bulat sedang di Setubuhi oleh seorang pria tua yang tengah memaju mundurkan selangkangannya ke selangkangan Widya dengan gerakan bernafsu. Di sela-sela rimbunnya daun bambu, cahaya rembulan menyinari kedua insan tersebut yang tengah menyatu tanpa sehelai benang pun mengikat di tubuhnya.Didekat mereka terdapat dupa, kembang dan beberapa sesajen lainnya yang tergeletak. Seluruh pakaian yang Widya dan mbah Mitro kenakan juga tercecer di dekatnya.
PLOk!!! PLOK!!! PLOK!!!
Mbah Mitro memaju mundurkan kontolnya di dalam lubang surgawi Widya yang tengah mengangkang lebar di depan mbah Mitro. Bunyi kecipak basah selangkangan Widya yang tengah di tumbuk oleh selangkangan mbah Mitro mengisi alam terbuka tersebut. Desahan dan racauan turut menghiasi persetubuhan mereka di bawah rimbunnya pohon bambu di saat malam tiba.
Mbah Mitro tarik tubuh Widya untuk berganti posisi dengan menungging di hadapannya tanpa melepas keluar kontol besarnya di dalam sana. Widya yang sedari tadi terlentang dengan kedua kakinya terbuka lebar kini harus berposisi seperti merangkak di atas tumpukan daun bambu dengan sebuah kontol besar dari seorang pria tua memenuhi liang kewanitaannya.
Tubuh Widya kembali terlonjak ke depan dan ke belakang mengikuti irama sodokan yang mbah Mitro berikan pada tubuhnya. Tusukan demi tusukan yang mbah Mitro berikan membuat Widya semakin terlarut dalam persetubuhan yang terjadi. Erangan dan desahan yang Widya keluarkan semakin menambah riuh suasana malam di tempat itu.
"Ooorrrgggghhhh...sssshhhhh.... Mbah...mbah...Widya mau...keluarrrgghh...Hhhh...lagi mbah...ssshhhhh....", racau Widya yang akan kembali merasakan nikmat untuk kedua kalinya dari persetubuhan yang mbah Mitro berikan.
"Keluarkan, bu. Sssshhhhh....keluarkan Semaumu sampai puassss....sshhhh...mbah bakal berikan kepuasan buat bu Widya...ssshhhhh...", balas mbah Mitro dengan tetap menumbuk memek Widya dari belakang.
"Mbah bakal buat...bu Widya nikmat malam ini. Nikmati saja semuanya, bu. Ssshhhhh....nikmati kontol mbah di memekmu. Oowwsshhhh....ssshhh...."
"Aakkkhhhh...terusss mbah....terus...Aakkkhhhh...puaskan saya terus mbah. Oogggrrrhhh gillaaa....ssshhhhh...."
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
"Ibu Widya mau....mau saya bikin lebih enak? Aakkkhhhh.....sshhhh...", tanya mbah Mitro dengan mencengkeram keras pinggang Widya untuk membantu gerakan pantatnya lebih cepat.
Widya yang pertahanannya sudah berhasil di jebol oleh mbah Mitro sedari tadi dan ia sudah larut dalam kenikmatan terlarang yang ia rasakan dari lawannya hanya bisa mengangguk menerima tawaran mbah Mitro.
Melihat jawaban Widya, mbah Mitro menghentikan gerakannya dan langsung saja Widya menoleh ke belakang menatap mbah Mitro dengan tatapan sayu seolah-olah wajahnya memberi tahu apa yang Widya rasakan, "kenapa berhenti?". Mbah Mitro tau bahwa wanita muda di depannya sudah dalam kuasanya hanya memberi senyum yang mengandung sebuah arti. Ia menyuruh Widya untuk membenarkan posisi menunggingnya. Pikiran Widya yang tak bisa fokus tak bisa mengikuti dengan benar permintaan mbah Mitro.
"Nungging yang Bener, bu. Mbah bakal kasih apa yang belum pernah bu Widya rasakan saat ngentot demgan suami ibu. Mbah jamin ibu bakal kelojotan sampai berteriak", ucap mbah Mitro sambil membantu Widya membetulkan posisi menunggingnya.
Mbah Mitro menekan kepala Widya hingga menyentuh tanah dan kedua bukit payudaranya mulusnya tergencet diatas alas dedaunan kering. sedangkan pantatnya ia angkat lebih tinggi dari sebelumnya. Widya yang sudah bisa mulai fokus dengan apa yang akan di lakukan mbah Mitro mulai waswas. Dadanya makin bergemuruh. Widya melihat ke arah mbah Mitro dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Wajahnya sayu dengan keringat membasahi keningnya.
"jangan, mbah saya belum pernah. Tolong pakai vagina saya saja", ujar Widya sambil menutupi lubang pantat dengan telapak tangannya.
Pria tua tersebut sudah menduga kalo lubang pantat Widya memang masih perawan dan pasti Widya akan menolak hal tersebut. Mbah Mitro tersenyum ke arah Widya sambil mengelus rambutnya dengan lembut dan tangan satunya mengocok pelan kontolnya yang basah oleh cairan kewanitaan Widya yang sudah keluar dua kali menyembur seluruh batang kontol mbah Mitro.
"maka dari itu, bu. Pemasangan yang dilakukan justru akan jauh lebih banyak kemanjurannya setelah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh yang dipasangkan pelaris tersebut", tipu daya mbah Mitro semata-mata hanya ingin merasakan sempitnya lubang pantat Widya yang belum pernah diperawani siapapun.
"Lagian awalnya saja yang sakit, lama kelamaan saat pantat ibu mulai terbiasa oleh kontol saya, bu Widya pasti akan mendapatkan hal baru yang belum pernah bu Widya rasakan selama ini. Ini termasuk ritualnya, bu dan demi kelancaran pusaka yang akan ibu pakai nanti"
"Ssshhhhh.....", desah Widya saat jari mbah Mitro berpindah mengelus lubang pantatnya.
"Tapi pelan-pelan, mbah soalnya suami saya ga pernah masuk ke dalam tempat itu", ucap Widya mulai luluh.
"Bu Widya tenang saja mbah bakal lakukan secara pelan-pelan supaya ibu tak terlalu merasakan sakit", ucap mbah Mitro dengan senyum semringahnya karna ia telah di perbolehkan untuk menikmati lubang pantat Widya yang menggiurkan itu.
Mbah Mitro berpindah ke depan Widya, memerintahkan wanita tersebut untuk membasahi terlebih dahulu kontolnya dengan air liur Widya. Sambil sesekali batang kontol besar tersebut di pukulkan pada bibir serta hidung Widya.
"sepong terlebih dahulu kontol mbah ini, bu. Bikin kontol mbah basah sama air liurmu supaya tak terlalu sakit saat mbah masukkan ke dalam pantat bu Widya"
Widya menuruti perintah mbah Mitro untuk memasukkan batang besar tersebut ke dalam mulutnya. Ia buka mulutnya dan langsung di masukkan bayang besar tersebut oleh mbah Mitro hingga mentok ke dalam kerongkongan. Ia gerakan sedikit kontolnya bermain di dalam mulut Widya hingga seluruh kontolnya basah oleh air liur Widya.
PUAH!!!
Mbah Mitro keluarkan kontolnya dari mulut Widya dan kembali ia pukulkan pelan ke bibir dan wajah Widya. Ia berdiri memosisikan badannya di belakang pantat Widya yang tengah menungging. Gerakan mulutnya seperti berkumur lalu mbah Mitro dekatkan kepalanya ke pantat Widya kemudian air liur yang ia kumpulkan itu diludahkannya diatas lubang yang akan ia masuki tersebut.
"Siap ya, bu. Mbah bakal mulai masukin, bu Widya tahan dan rileks aja biar proses masuknya tak terlalu sakit", dibawah sana Widya hanya mengangguk kecil.
"memek dan mulutmu sudah mbah rasakan, sekarang tinggal lubang pantatmu ini mbah perawani menggunakan kontol mbah ini. Dengan begitu seluruh lubang di tubuhmu sudah mbah rasakan semuanya Widya ku yang cantik. Rasakan kontol mbah ini. Dengan kontol besar mbah, mbah bakal buat bu Widya kelojotan malam ini sampai berteriak meminta ampun. Hahahaha...", batin mbah Mitro saat menempelkan ujung kontolnya di lubang pantat Widya.
Perlahan mbah Mitro mulai mendorong masuk kontolnya menembus lubang pantat Widya yang masih perawan. Senti demi senti saat kontol besar mbah Mitro memasuki lubang pantatnya untuk pertama kali, Widya mengerang merasakan sakit yang amat luar biasa di pantatnya. Ia mengerang menahan sakit sambil mengepalkan tangannya dengan sangat erat, matanya terpejam serta seluruh tubuhnya menjadi tegang. Tanpa disadari saat proses masuknya kontol besar mbah Mitro, Widya mengeluarkan air matanya saat menahan sakit yang di terimanya tersebut.
"SAAKKIITTTT MBAAHHH....UDAH HENTIKAN, SAYA GA KUAT...AAAKKKKHHH...TERLALU BESAAR...PANTAT SAYA SAKITTTT...AAAKKKKHHH....HENTIKKANNN MBAHH...."
Lolongan keras Widya membelah keheningan malam di dalam hutan. Lolongan kerasnya tak di pedulikan oleh mbah Mitro yang sedang merasakan nikmat yang teramat saat kontol besarnya mulai masuk setengahnya menerobos masuk ke dalam lubang pantat Widya. Ia tau betul bahwa wanita di depannya sedang mengerang merasakan sakit dengan tubuhnya yang menggeliat kesana kemari saat kontolnya ditusukkan secara perlahan. Ekspresi yang ditunjukkan tubuh Widya justru membuat mbah Mitro tersenyum senang dan bertambah nafsu untuk terus menusuk masuk kontolnya hingga sepenuhnya tertelan pantat Widya.
"Rileks, bu. Lemaskan otot pantatmu. Lemaskan"
Di cengkeramnya kedua pantat Widya sambil terus memajukan kontolnya untuk masuk sepenuhnya ke dalam pantat Widya. Tinggal tersisa seperempat nya yang belum masuk di dalam lubang pantat Widya. Kemudian mbah Mitro menghentikan proses penetrasinya. Dilihatnya Widya mengatur nafasnya yang tersengal, punggungnya naik turun dengan rasa lega yang Widya dapatkan karna bisa mengambil nafas.
"Bagaimana, bu?", tanya mbah Mitro.
"Terlalu sakit, mbah. Penis mbah Mitro terlalu besar buat masuk ke dalam sana. Tolong hentikan, mbah. Masukkan ke dalam vagina saya saja. Saya ga kuat kalo harus menampung semua penis mbah yang besar itu", ucap Widya yang merasa tak bisa melanjutkan kegiatan mbah Mitro untuk memakai lubang pantatnya.
"Kok penis sama Vagina, bu. Coba bu Widya katakan kontol sama memek, nanti saya hentikan", ucap mbah Mitro berharap supaya Widya mengucapkan kata-kata yang vulgar.
"Ko...kontol sama memek, mbah", ucap Widya merasa malu saat mengucapkannya.
Mbah Mitro tersenyum, "bagus, bu. Sekarang...kalo bu Widya mau mbah buat berhenti memasuki lubang pantat bu Widya ini. Bu Widya harus memintanya sama mbah, tapi...dengan ucapan yang kotor". Mbah Mitro ingin melecehkan ibu muda tersebut untuk kepuasannya.
Widya terlihat tak menjawab. Ia hanya diam mengatur pola nafasnya yang berantakan tadi. Karna terlalu lama menanti jawaban Widya, mbah Mitro mulai melakukan penetrasinya ke dalam lubang pantat Widya. Widya yang panik langsung bersuara kembali.
"Iya, iya mbah. Tolong hentikan jangan masuk. Saya bakal meminta dengan perkataan yang mbah Mitro minta", Widya menjawab sambil menahan perut mbah Mitro dengan tangannya. Tarikan nafas Widya lakukan sebelum mengucapkan hal kotor dan vulgar yang akan ia keluarkan dari mulutnya sendiri.
"Tolong jangan masuk di lubang pantat saya lagi, mbah. Masukan saja kontol mbah di memek saya", ucap Widya dengan wajah memerah akibat rasa menahan nafsu yang bercampur dengan rasa malu yang ia rasakan secara bersamaan.
"jangan masukin seperti ini?"
"AAAKKKHHH!!!"
Jerit Widya saat mbah Mitro malah melesatkan kontol besarnya dengan keras ke dalam lubang pantat Widya hingga masuk seutuhnya menjebol pantat sempit Widya. Bukannya menepati janjinya, mbah Mitro sekarang malah menggerakkan keluar masuk kontolnya di pantat Widya dengan sedikit cepat. Widya yang mendapatkan perlakuan tersebut setelah dirinya dilecehkan untuk mengucapkan kata-kata vulgar hanya bisa mengerang sakit.
Tanpa menepati janjinya dan tanpa menghiraukan erangan sakit Widya, mbah Mitro terus menggerakkan kontolnya mengaduk-aduk pantat Widya tanpa memberi waktu bagi pantat Widya beradaptasi dahulu dengan semua batang kontol besar milik mbah Mitro yang telah masuk di dalamnya.
Mbah Mitro mengeluarkan desahan nikmat dari mulutnya saat menikmati betapa sempitnya pantat Widya yang tengah di perawani, sedangkan Widya sendiri mengerang kesakitan dengan gerakan kontol mbah Mitro yang masih dibilang pelan tapi karna hal tersebut hal baru baginya dan ukuran kontol yang tengah menikmati pantatnya terlalu besar untuk masuk.
"Aaaakkkkhhh...beruntungnya mbah bisa perawani pantat bu Widya ini. Aaaakkkkhhh... Tahan dulu, bu. Ssshhh...rasa sakit hanya sebentar, nanti ibu Widya bakal merasakan nikmat yang buat bu Widya ketagihan. Nikmati saja, bu. Sshhhh...."
Widya meremas dedaunan yang terserak di dekatnya menahan rasa sakit yang sedang dideritanya pada bagian pantat. Ia gelengkan kasar kepalanya sambil menangis menahan sakit dengan tubuhnya yang bergerak maju mundur oleh sodokan yang ditimbulkan oleh mbah Mitro dari belakang.
Di tengah kegiatannya menyodomi Widya, mbah Mitro meraih sebuah wadah kecil yang tak jauh dari jangkauan tangannya. Sambil terus memompa pantat Widya, mbah Mitro membuka wadah kecil tersebut yang berisi minyak. Bukan minyak biasa, melainkan minyak yang ia racik sendiri dengan bahan-bahan tertentu di dalamnya. Minyak tersebut dioleskan pada bibir memek Widya dan mbah Mitro mengoleskan ke dalam lubang memek Widya.
Pantat Widya terus saja ditumbuk oleh kontol mbah Mitro. Suara hewan kecil hutan beserta erangan Widya dan desahan mbah Mitro saling bersahutan di malam yang dingin itu, namun terasa panas oleh kedua manusia berlainan kelamin tersebut. Rimbunan pohon bambu menjadi saksi dimana sosok Widya tengah menungging dan disodomi oleh mbah Mitro yang lebih tepatnya seperti ayahnya sendiri tengah mengeluar masukkan kontol besarnya menyumpal pantat Widya.
Beberapa menit setelah memeknya di olesi minyak oleh mbah Mitro. Widya merasakan gatal yang luar biasa dan rasa panas pada memeknya. Di tambah lagi pantatnya sedang berada sebuah kontol besar yang tengah keluar masuk disana, Widya menjadi kalang kabut dibuatnya. Dengan rasa aneh yang menyerangnya, Widya meletakan tangannya sendiri pada memeknya dan ia gunakan untuk menggosok bibir memeknya. Mbah Mitro yang mengetahui hal tersebut tertawa sambil terus memompa pantat Widya.
"nikmat kan, bu sekarang. Hahaha...", ucap mbah Mitro merasa puas telah menaklukkan Widya.
"Mau saya kasih benda yang bisa bantu ibu memuaskan memeknya? Ssshhhhh....", sambung mbah Mitro sambil mengambil sesuatu di dekatnya.
Sebuah kayu berbentuk lonjong dan berukuran lebih besar dari kontolnya di pegang oleh mbah Mitro dan di berikan ke Widya. Widya yang sudah larut oleh permainan mbah Mitro dan rasa sakit yang ia rasakan tadi telah berubah menjadi rasa nikmat langsung menerima benda pemberian mbah Mitro tersebut.
Widya mencoba memasukkan kayu lonjong besar itu ke dalam memeknya, namun tak berhasil karna ukurannya yang besar. Mbah Mitro yang mengetahui Widya tengah kesusahan membantu memasukkannya dengan sedikit memaksakannya untuk masuk.
"AAARRRGGGHHHH!!!", Lolong nikmat Widya saat kayu tersebut bisa masuk. Sekarang kedua lubangnya terisi penuh oleh benda besar. Dengan tenaga lemasnya, Widya menggerakkan sendiri benda tersebut untuk mengocok memeknya yang sudah sangat basah.
"Aaaakkkkhhh....enak....Aakkkhhhh...kenapa mbah Mitro lakukan ini sama saya. Ssshhhhh...ini terlalu nikmat, mbah...Aakkkhhhh....ssshhhhh...."
"mbah tau kalo bu Widya ini punya potensi menjadi wanita binal. Sshhhh....mbah hanya membantu mengeluarkan kebinalanmu saja, bu. Aaaakkkkhhh...nikmatnya ini pantat"
PLAK!!!
Sebuah tamparan mendarat di pantat Widya hingga si pemilik menjerit pelan. Namun hal tak di duga terjadi, dimana tamparan yang dilakukan oleh mbah Mitro malah mengantarkan Widya ke dalam orgasmenya yang ketiga kalinya. Rasa nikmat yang Widya rasakan tak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Hanya sebuah lolongan panjang yang ia tunjukan. Badanya gemetar demgan hebat, punggungnya naik turun hal tersebut membuat kontol mbah Mitro yang tengah menikmati pantat Widya merasakan bahwa kontolnya serasa semakin terjepit di dalamnya.
Saat orgasme yang terjadi pada Widya terlalu nikmat hingga kayu lonjong berukuran besar yang menyumpal memeknya ikut terlepas karna kuatnya orgasme yang Widya rasakan. Saat kayu lonjong tersebut jatuh ke tanah, cairan kewanitaan Widya menyembur keluar membasahi paha mbah Mitro. Ternyata Widya mendapatkan Squirt yang aman nikmat.
"OOORRRGGGHHHH....NIIKKMAATTTGGGHHHH...SAYA KELUAR....AAAKKKHHHH!! SAYA KENCING MBAHHHH...AAAKKKKHHHH"
Mbah Mitro kembali menampar pantat Widya berulang kali hingga pantat mulus Widya menjadi merah akibat tamparannya. Tanpa memberi jeda saat Widya menikmati orgasmenya, mbah Mitro terus menggenjot kontolnya pada pantat Widya, malah kecepatannya ditambah sehingga Widya kembali mengerang lebih liar dibuatnya.
"BAJINGAN KAMU MBAHHHHGGGGHHHH... INI ENAK BANGET....AAAKKKKHHH....", racau Widya dengan ucapan kasar memaki mbah Mitro. Sedangkan mbah Mitro malah tambah semangat membuat Widya menderita dalam rasa nikmatnya.
"bu Widya kaya pelacur sekarang. Ssshhhhh... Keluar terus kaya pelacur kamu, bu. Oowwsshhhh...nikmatnya", racau mbah Mitro demgan menyebut Widya sebagai Pelacur.
"SAYAHHH...KAYA PELACUR GARA-GARA, MBAH...AAAKKKKHHH....BAJINGAN KAMU MBAH....SSSHHHH", umpat Widya menikmati orgasme panjangnya yang masih menyerangnya.
Diremasnya kedua payudara Widya yang menggantung dengan bernafsu oleh mbah Mitro. Kontolnya masih keluar masuk menumpuk pantat Widya dengan keras sambil memejamkan mata menikmati keluasan yang ia dapatkan dari wanita muda yang sedang ia tunggangi seperti kuda betina.
HHHHAAAHHHH!!! HHHAAAHHHHH!!!
Mungkin karna merasa kasihan dengan Widya, akhirnya mbah Mitro menghentikan genjotan kontolnya pada pantat Widya dan memberi waktu bagi Widya untuk mengambil nafas dan menikmati orgasme panjang yang menyerangnya demgan mencabut kontolnya
PLOP!!!
Keluarnya kontol mbah Mitro pada pantat Widya meninggalkan sedikit jejak dengan terbukanya sedikit lubang pantat Widya dari sebelumnya, tapi sedikit demi sedikit lubang tersebut mulai kembali ke dalam bentuk aslinya.
Dibiarkannya tubuh Widya tengkurap lemas diatas tumpukan daun dengan memeknya yang basah kuyup oleh cairannya sendiri, dimana sebuah kayu lonjong berbentuk seperti kelamin pria kembali dimasukkan ke dalam memek Widya yang tengah berkedut oleh mbah Mitro. Sementara mbah Mitro kini hanya berdiri memandangi tubuh lemas Widya sambil mengocok kontolnya yang mempunyai rambut kemaluan yang sangat lebat itu.
Di saat Widya tengkurap dalam lemasnya dan mbah Mitro tengah memandangi Widya sambil mengocok kontolnya, ponsel Widya berbunyi. Mbah Mitro menghampiri tempat pakaian Widya yang terserak di tanah. Saat dilihat ternyata panggilan dari ibu Nonik. Mbah Mitro mengetahui siapa Nonik tersebut karna dulu wanita tersebut pernah menemani salah satu temannya yang bernama Santi untuk melakukan pemasangan pelaris juga. Mbah Mitro menerima panggilan bu Nonik tersebut.
"Halo bu Widya. Ini saya Herman. Saya mau tanya apa minggu depan bu Widya bisa buatkan saya katering. Saya perlu buat acara desa", bukan suara perempuan yang di dengan oleh mbah Mitro, melainkan suara seorang pria yang ditebaknya sebagai suami dari bu Nonik.
Dengan ide gilanya yang tiba-tiba muncul mbah Mitro tersenyum dengan menjawab pertanyaan dari suami bu Nonik tersebut.
"Bu Widya sedang kelelahan sekarang. Apa pak Herman ingin berbicara dan ingin mendengar suara bu Widya?"
"iya, pak tolong berikan sama bu Widya, saya mau ngomong soalnya. Tapi bapak ini siapa ya?"
"saya hanya seseorang yang membantu bu Widya sampai lemas", ucap mbah Mitro.
"Maksudnya sampai lemas, pak?", tanya suami bu Nonik, Herman dengan bingung.
"silahkan tunggu dan dengarkan sendiri saja, pak"
Mbah Mitro berjalan mendekati Widya yang masih dalam posisinya. Ia berikan ponsel tersebut pada Widya yang diterimanya dengan lemas. Saat Widya mulai berbicara dengan suami tetangganya itu, mbah Mitro membuka kedua paha Widya dan menempelkan ujung kontolnya di memek Widya. Widya yang tau apa yang akan dilakukan mbah Mitro langsung mencegah dengan tangannya sambil memberi kode menggeleng karna dirinya sedang berbicara bersama suami tetangganya itu. Namun mbah Mitro tak memedulikannya karna niatnya memang menyetubuhi Widya sambil Widya tengah berbicara dengan tetangganya itu.
BLES!!!
"EEEGGGHHHHH!!!!"
"Bu Widya kenapa?", tanya Herman.
"Ga papa, pak. Untuk masalah!!... Katering minggu depan saya bisa buatkan, pak"
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Mbah Mitro menggenjot memek Widya dengan cepat dan bertenaga sehingga mau tak mau Widya harus menutup mulutnya supaya suaranya tak terdengar oleh Herman. Gempuran di selangkangannya sungguh membuatnya tersiksa. Widya ingin berteriak dalam desahannya tapi hal itu tak bisa dilakukan olehnya karna Herman bisa tau apa yang sedang ia lakukan bersama mbah Mitro sekarang.
Tangan mbah Mitro tak tinggal diam saja, ia arahkan kedua tangannya meremas bukit mengkel milik Widya. Dimainkan kedua putingnya sambil sesekali ia sentil puting itu sehingga tubuh Widya melonjak dalam menahan suaranya.
"Iya, pak. Malam...", percakapan Widya dan Herman berakhir.
Karna rasa nikmat yang sedari tadi ia tahan selama berbicara dengan Herman, Widya melempar ponselnya ke sembarang arah dan meletakan kedua tangannya diatas tangan mbah Mitro yang sedang meremas payudaranya. Desahan kini mulai terdengar kembali dari mulut Widya yang selama ini ia gunakan untuk mengucapkan hal-hal baik. Desahannya berubah menjadi racauan dikala gerakan kontol mbah Mitro keluar masuk dengan cepat dan bertenaga kembali sehingga tubuhnya ikut tersentak- sentak. Payudaranya yang sedang diremas juga tak luput dari goyangan yang di timbulkan oleh sodokan kuat kontol mbah Mitro pada memeknya. Racauan liar Widya menggambarkan betapa nikmatnya persetubuhan yang ia terima itu. Rasa nikmat dari kontol seorang pria tua yang ia panggil sebagai mbah Mitro.
Ia remas payudaranya sendiri demgan keras menahan rasa nikmat yang menjalar keseluruhan tubuhnya. Badanya menggeliat. Nafasnya mulai tak bisa ia kontrol dan mulutnya yang sedang ia gunakan untuk mengeluarkan racauan dibarengi untuk mencari udara.
Tubuhnya dan kenikmatannya sudah dikuasai sepenuhnya oleh mbah Mitro. Remasan di payudaranya sendiri sampai mengakibatkan kulit mulus payudaranya memerah. Kepalanya ia gelengkan ke kanan dan ke kiri mencoba meresapi rasa nikmat yang dia dapatkan. Sebuah rasa nikmat yang terus-terusan ia dapatkan dari kontol pria tua yang sedang menyetubuhinya dengan buas.
"Aaaakkkkhhh....enak kan, bu. Enak?! Ssshhhhh", tanya mbah Mitro disela genjotan cepatnya di dalam memek Widya.
"Iyaaahhh...enakkk...ssshhh...teruss mbah. Terus sodok memek Widya...Aakkkhhhh...enakkk...."
Mbah Mitro menempatkan kedua kaki jenjang Widya pada pundaknya sehingga posisinya kini menggempur memek Widya dari atas. Mata mbah Mitro menatap lekas wajah Widya yang tengah mengerang kenikmatan.
PLAK!!!
Ditamparnya pipi Widya lumayan keras. Widya terus mendesah dan mengerang, tetapi matanya mengeluarkan air mata yang mengalir ke pelipisnya. Hidungnya memerah dan seperti seseorang yang sedang pilek. Hal tersebut menandakan bahwa Widya disetubuhi oleh mbah Mitro dalam kondisi nikmat tapi dirinya menangis.
"Rasakan kontol mbah, bu. Rasakan kontolku Pelacur. Aakkkhhhh....ssshhhhh....", umpat mbah Mitro yang juga merasa kenikmatan saat menyetubuhi Widya dengan kasar.
"Aaaakkkkhhh...ssllurrrpp...Aakkkhhhh...saya...saya bukan pelacur, mbah. Ssllurrrpp!!", sanggah Widya bahwa dirinya bukan seorang Pelacur seperti yang mbah Mitro utarakan terhadapnya sambil menghirup lendir di hidungnya karna menangis.
"Bu Widya, Pelacur!!! PLAK!!!... Bu Widya, Pelacur!!! PLAK!!!", Umpat mbah Mitro yang terus terusan menyebut Widya seorang Pelacur sambil menampar pipi Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
"Huuuuhhuu...saya bukan...Pelacur. hhuuu ...hhhuuuu....", tangis Widya pecah bersamaan dengan rasa nikmat yang menyerang tubuhnya.
Gerakan pantat mbah Mitro pada memek Widya semakin buas dan cepat mencoba mencapai kepuasaan yang di cari dari memek dan tubuh Widya yang ia kejar sedari tadi. Di tumbuknya memek Widya dengan kuat sampai menimbulkan suara benturan kulit dan suara becek memek Widya lebih keras dari sebelumnya.
Sembari memeknya di genjot dengan celat dan kuat, mulut Widya di lumat bernafsu oleh mulut mbah Mitro. Dijilatnya wajah Widya dengan buas serta liurnya yang menetes seperti hewan buas menetes di wajah cantik Widya yang tengah menangis dalam nikmatnya.
Badan Widya dan mbah Mitro tengah bersatu dalam telanjang telah banjir oleh keringat persetubuhan panas mereka. Dedaunan kering serta tanah menempel pada tubuh Widya yang berkeringat itu. Dalam lumatan dan jilatan pada wajahnya, Widya kehabisan nafas. Mulutnya yang membuka mencoba mencari udara untuk masuk ke paru-parunya malah disumpal oleh mulut mbah Mitro sambil lidahnya bermain di di dalam mulut Widya. Nafas maupun air liur mereka saling bertukar di dalam sana.
"Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....", desah mbah Mitro di sela lumatannya.
"Ampun, mbah...Aakkkhhhh...aampuunn....Aakkkhhhh...aampuunn.."
"Sebentar lagi proses...pemasangan selesai, bu. Saya bakal isi memek ibu pakai peju mbah. Aaaakkkkhhh...mbah bakal tanamkan pusaka pelaris ini....ke dalam rahimmu lewat peju mbah. Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...."
"cepat selesaikan, mbahhhh...saya sudah ga kuat lagi. Aakkkhhhh...", ucap Widya dengan tubuhnya mulai bergetar dan sesaat kemudian.
"SAYAAA...KELUAARRR MBAAHHH!!! AAAKKKHHHH!!!", lolong keras Widya saat orgasme kembali menerpa dirinya dengan hebat.
Mbah Mitro yang sebentar lagi juga akan mencapai orgasmenya terus memompa memek Widya tanpa mengurangi ritme pompaannya. Dengan nafas kasar mbah Mitro terus menumbuk memek Widya dengan cepat dan bertenaga. Dibawahnya tubuh wanita yang tengah bergetar hebat merasakan gelombang orgasme tak di pedulikan oleh mbah Mitro. Ia terus saja memfokuskan gerakannya untuk memompa keluar peju nya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Dengan menghentakkan pantatnya dengan keras ke arah selangkangan Widya, mbah Mitro memuntahkan bermili-mili peju nya mengisi rahim Widya dengan keras menabrak dinding rahim tersebut. Seiring kedutan pantat yang mbah Mitro lakukan, ia menembakkan peju nya.
"AAKKKHHH!!! INI PEJU MBAH, BU. TERIMA SEMUA DI RAHIMMU. MBAH BUAT RAHIMMU PENUH DENGAN PEJU MBAH INI. TERIMA SEMUANYA, WIDYA SAYANG!!! AAAKKKHHHH!!!!"
"AAAKKKHHHH!!!", Lenguh Widya karna kuatnya semburan peju mbah Mitro menghantam dinding rahimnya.
Dengan masih membiarkan kontolnya di dalam memek Widya, mbah Mitro ambruk mendekap tubuh Widya dengan kuat. Diciumnya aroma keringat persetubuhan mereka. Persetubuhan yang Widya alami telah berakhir, Widya dengan lega menikmati sisa gelombang orgasmenya sambil sesekali masih merasakan kontol mbah Mitro berkedut di dalam memeknya. Ia ambil nafasnya yang kacau dibawah tindihan tubuh mbah Mitro.
Setelah beristirahat untuk mengembalikan tenaga. Mbah Mitro menyuruh Widya untuk bangun dari posisinya. Widya yang masih sedikit merasa lemas dan tubuhnya serasa pegal hanya menurut apa yang mbah Mitro suruh.
Widya membersihkan tubuhnya dari dedaunan kering dan tanah dari tubuhnya. Terlihat pula pantat Widya berwarna merah dan pada kulit payudaranya terdapat banyak cupangan yang dilakukan oleh mbah Mitro. Pada bagian selangkangannya sedikit menetes peju mbah Mitro yang jatuh ke atas dedaunan kering.
Widya sambil sedikit membuka selangkangannya berjalan mendekati mbah Mitro yang sudah duduk bersila di dekat sesajen masih dalam kondisi telanjang bulat. Dirinya disuruh untuk duduk berhadapan dengan mbah Mitro.
"proses pemasangan sudah selesai bu Widya jalani. Sekarang proses selanjutnya sebagai proses penutup supaya pusaka yang telah mbah tanamkan di dalam rahim bu Widya tak menyakiti ibu ataupun hal yang bisa merugikan bu Widya lainnya", ucap mbah Mitro.
"Sekarang bu Widya buka kakinya", Widya kaget dengan ucapan mbah Mitro menyuruhnya untuk membuka kakinya yang tak memakai apapun. Widya berpikir bahwa mbah Mitro ingin menyetubuhinya kembali.
"Untuk apa, mbah? Apa mbah Mitro mau menyetubuhi saya lagi", mbah Mitro menggelengkan kepalanya.
"tidak, bu. Silahkan bu Widya buka saja kakinya"
Dengan ragu Widya membuka kakinya mengangkang di depan mbah Mitro dengan memperlihatkan selangkangannya dengan bebas terpampang di depan mata pria tua tersebut. Terlihat bahwa mbah Mitro mengambil wadah kecil yang berisi minyak saat digunakan untuk mengolesi memeknya tadi. Dituangkannya minyak tersebut ke batok kelapa sedikit banyak, lalu ia mendekati Widya yang tengah duduk membuka lebar kakinya.
Dibukanya bibir memek Widya oleh tangan keriput itu. Widya merasakan antara kaget dan bingung dengan apa yang sebenarnya akan mbah Mitro lakukan. Kembali di lumurinya memek Widya menggunakan minyak tersebut dan dengan perlahan jari mbah Mitro masuk ke dalam lubang memeknya. Gerakan jari mbah Mitro bukanlah gerakan mengocok ataupun sedang memainkan memek Widya, melainkan jari keriput tersebut tengah mengorek peju yang berada di dalam lubang Widya itu.
Gerakan jari mbah Mitro di dalam lubang kewanitaannya membuat nafsu Widya mulai naik kembali. Ia pandangi sosok pria tua di depannya itu yang tengah memasukkan jarinya ke dalam memeknya sambil mengorek peju bersarang di dalamnya.
Sungguh pemandangan yang eksotis dimana wanita muda bertelanjang bulat bersama pria tua dengan posisinya sedang mengangkang didepanya, sedangkan pria tersebut sedang mengorek memeknya. Widya memperhatikan selangkangannya yang kini mengalir kembali lelehan cairan putih kental dari dalamnya. Sementara tangan mbah Mitro satunya mendekatkan batok kelapa yang berisi minyak, entah minyak apa itu mendekati bibir memeknya yang sedang mengalir cairan peju.
"Ssshhhhh....mbah...", desah Widya saat jari mbah Mitro terus mengorek memeknya.
Ditampungnya lelehan peju yang keluar dari memek Widya ke dalam batok kelapa dan dicampurkan bersama dengan minyak tersebut. Setelah dirasa lumayan banyak, mbah Mitro menyudahi aktivitasnya.
"Sekarang peju yang mbah masukan ke dalam rahimmu sudah mbah bagi juga ke dalam batok kelapa ini dan campuran antara peju mbah ini dengan minyak akan mbah balurkan di bagian selangkangan sama di bagian payudara ibu", jelas mbah Mitro sambil mencampur cairan peju nya yang dikeluarkan dari memek Widya dengan minyak.
"untuk apa itu, mbah? Kenapa harus seperti itu prosesnya", tanya Widya merasa risih dengan penjelasan yang mbah Mitro berikan.
"dioleskan pada selangkangan bu Widya bertujuan supaya pusaka yang ada di dalam rahim ibu bisa betah dengan rumah barunya karna ia merasa bahwa rumah barunya itu ada bau bapaknya. Bau bapak yang dimaksud disini adalah bau peju mbah yang telah mengambil pusaka tersebut, maka mbah dianggap sebagai bapaknya dan rahim bu Widya sebagai rumahnya", jelas mbah Mitro.
"dan sedangkan dioleskannya cairan minyak dan peju ini ke payudara ibu bertujuan supaya payudara bu Widya tetap kencang dan lembut. Ini bertujuan supaya pas bu Widya datang menemui mbah untuk memberi makan bulanan si pusaka, mbah bisa dengan nikmat memberikannya. Nikmat yang mbah maksud itu mengarah seperti kualitas. Mbah menikmati proses memberi makan pusaka tersebut, maka kualitas makanan yang dikasihkan bakalan bagus dan si pusaka bakalan betah dan akan memberikan pelaris yang maksimal"
Jelas mbah Mitro mulai mengolesi selangkangan Widya dengan cairan tersebut. Bukan hanya di bagian luar, tapi sampai masuk ke dalam memek Widya kembali.
"Sebaliknya, jika mbah tak menikmati proses itu maka makanan yang dikasihkan untuk pusaka tersebut tidaklah bagus. Kalo orang seperti kita menyebutnya makanan basi. Sipa sih yang mau makan makanan basi?", sambung mbah Mitro.
Kini kedua tangan mbah Mitro di basahi oleh cairan tersebut dan tangannya memegang kedua bukit payudara Widya. Gerakan tangannya mulai bergerak memutar di seluruh area payudara Widya. Setelah bagian payudara Widya telah basah oleh cairan tersebut, kembali mbah Mitro mencelupkan tangannya ke dalam batok kelapa. Di remasnya payudara Widya dengan lembut. Sebuah remasan dibarengi dengan gerakan memijat sambil memelintir puting Widya sampai puting tersebut menonjol dengan keras.
"Aaaakkkkhhh...mbah!!!", desah Widya dikala kedua putingnya di cubit dan ditarik ke depan.
"Biar tambah kenceng payudaramu, bu", ucap mbah Mitro sambil membetot kedua puting payudara Widya lumayan keras.
Akhirnya proses terakhir tersebut telah selesai di jalankan. Widya beserta dengan mbah Mitro kembali pulang ke rumah, tapi dalam kondisi tetap telanjang bulat. Di jalan pulang yang gelap, hanya menggunakan senter sebagai alat bantu pencahayaan, mereka berjalan beriringan secara telanjang. Payudara Widya yang selalu bergerak saat berjalan, bergoyang kesana kemari dengan bebasnya. Sedangkan kontol mbah Mitro juga sama, kontolnya terumbang ambing mengikuti langkah kakinya.
Rumah mbah Mitro sudah terlihat di depan sana dan Widya memikirkan anaknya, Evan. Apakah anaknya tersebut sudah tidur atau belum dan Widya pun juga baru tersadar bahwa sebelum pergi tadi, mbah Mitro terlebih dahulu meminta bantuan pak Kanto, si tukang ojek untuk menjaga Evan selama dirinya dan Widya pergi.
Dengan kondisi telanjang bukat seperti itu pulang ke rumah pastinya bisa dilihat jelas oleh pak Kanto yang sedang di dalam rumah mbah Mitro. Pikiran Widya kini mulai campur aduk dibuatnya, namun dadanya kembali bergemuruh dan efek dari minyak beserta peju milik mbah Mitro yang dibalurkan pada selangkangan dan payudaranya mulai terasa. Pada kedua bagian tersebut Widya mulai merasakan kembali rasa panas yang menyerang.
"Sudah ngapain, mbah telanjang bareng kaya gitu. Enak ga dibagi-bagi", ucap pak Kanto saat melihat Widya dan mbah Mitro tiba di dalam rumah.
"Biasa, habis ritual bantu bu Widya pasang pelaris. Kepingin kamu, to?", balas mbah Mitro sambil meremas kedua payudara Widya dengan kurang ajarnya di depan pak Kanto.
"AAKKHHHH!!!"
Anehnya Widya tak bisa memprotes apa yang dilakukan oleh mbah Mitro barusan. Ia sebenarnya ingin marah, tapi entah kenapa dirinya enggan untuk bersuara saat dilecehkan seperti itu.
"bu Widya silahkan kalo mau mengecek nak Evan atau mau tidur terserah, tapi jangan pakai baju. Tetap telanjang seperti itu. Tapi sebelumnya tolong buatkan kami kopi terlebih dahulu, bu", perintah mbah Mitro yang dengan entengnya Widya jawab dengan anggukan.
Dalam kondisi telanjang bulat, Widya berjalan ke arah kamar anaknya tidur dan kembali berjalan ke arah dapur membuatkan kopi untuk kedua pria tersebut. Sebelum Widya berjalan ke dapur, Widya dengan jelas mendengar mbah Mitro mengatakan sesuatu kepada pak Kanto.
"Kalo kamu pengen kocok aja kontolmu itu, to. Kocok aja, jangan kamu entotin bu Widya", ucap mbah Mitro kepada pak Kanto.
"Masa gitu si, mbah. Mbah juga pasti udah pake memeknya dari tadi kan. Masa saya ga boleh ikut rasain memeknya juga, mbah"
"yaudah gini aja, kamu kocok kontol kamu itu, kalo udah mau keluar baru kamu boleh masukin ke memeknya, gimana?"
"yaudah lah, yang penting bisa pejuhin memeknya bu Widya"
Pak Kanto langsung mengeluarkan kontolnya yang sudah tegang dari balik celana panjangnya dan langsung ia kocok sambil melihat ke arah dapur tempat Widya tengah berdiri membuatkan kopi. Sementara mbah Mitro hanya melihat kelakuan pria tersebut sambil menggelengkan kepala.
Saat Widya kembali dengan membawa nampan berisi dua buah gelas berisi kopi, Widya kaget melihat pak Kanto tengah mengocok batang kontolnya yang tak jauh beda ukurannya dengan milik mbah Mitro. Dirinya merasa risih saat melihat pria tersebut mengocok kontolnya sambil melihat tubuh telanjang Widya. Dengan perasaan risih tersebut Widya tetap menyajikan kopi yang ia buat ke atas meja.
"bu Widya berdiri duduk sebelah bapak sini", ucap pak Kanto sambil menepuk bangku disebelah nya. Widya melihat ke arah mbah Mitro yang ternyata ikutan mengocok kontolnya sambil mengangguk memberi jawaban pada Widya.
Widya merasa ada yang aneh dengan dirinya saat ia bisa menuruti perintah mbah Mitro dengan gampangnya. Widya berpikir bahwa apa yang sebenarnya terjadi padanya saat itu. Widya duduk terdiam di samping pak Kanto yang tengah melihat seluruh tubuh telanjang Widya sambil terus mengocok cepat kontolnya.
"Aaaakkkkhhh...mau keluar saya, mbah",seru pak Kanto mempercepat kocokkan kontolnya.
"yaudah, masukin kontolmu", balas mbah Mitro demgan entengnya.
Diangkatnya tubuh Widya dari posisi duduk oleh pak Kanto demgan cepat, lalu ia tunggingkan sedikit tubuh Widya untuk melakukan penetrasi ke dalam memek Widya.
"Apa-apaan ini, pak. Aaakkkkhhhhh!!!"
BLES!!!
Dengan sekali sentakan kontol pak Kanto masuk seluruhnya ke dalam lubang memek Widya yang becek dan masih terdapat lelehan peju milik mbah Mitro. Langsung ia gerakan demgan cepat kontolnya menyodok memek Widya dari belakang. Sambil terus mengeluar masukan kontolnya dengan cepat, pak Kanto meremas kasar kedua buah payudara Widya karna dirinya memang sudah sangat bernafsu akan tubuh Widya. Karna hal itulah kenapa pak Kanto tak mau menyia-nyiakan kesempatannya itu untuk menikmati sejenak memek Widya yang tengah di idamkannya itu.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
"Aaaakkkkhhh....pak....pellannnn....ssshhh...mbah kenapa disetubuhi pak Kanto, mbahhhh...ssshhhhh..."
Widya yang bertanya pada mbah Mitro tak dijawab, mbah Mitro malah tetap memperhatikan bagaimana dirinya disetubuhi oleh pak Kanto dengan bernafsu sambil mengocok kontolnya sendiri.
"saya pengen ngentotin ibu di depan anakmu, bu Widya. Ayo masuk ke kamar. Ssshhhhh...", ucap pak Kanto sambil memaksa Widya berjalan ke arah kamar anaknya tidur sambil terus di Setubuhi dari belakang.
"Jangan, pak...Aakkkhhhh...saya mohon jangan. Saya ga mau. Aakkkhhhh....", tolak Widya, namun kembali ia tak bisa berbuat banyak untuk mencegahnya. Widya terus didorong pak Kanto menuju kamar Evan tidur dengan genjotan keras kontol pak Kanto pada memeknya.
Dengan perlahan tubuh Widya yang tengah di Setubuhi oleh pak Kanto mendekat ke arah pintu kamar. Saat sudah di depan kamar, pak Kanto mendorong pintu tersebut hingga terbuka dan memperlihatkan sosok anak lelaki yang tengah tertidur diatas ranjang dengan lelapnya.
Pak Kanto menyetubuhi Widya tepat disebelah Evan tidur. Tanpa mengurangi kecepatan sodokan kontolnya, pak Kanto terus menikmati setiap inci rongga lubang memek Widya tanpa memedulikan anak tersebut akan bangun atau tidak. Justru di pikiran pak Kanto malah merasa bersyukur jika Evan bangun dari tidurnya, sehingga ia bisa mempertontonkan dirinya tengah menyetubuhi Widya di depan anaknya langsung.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Gerakan kontol pak Kanto di dalam memek Widya semakin buas dan kasar. Sebisa mungkin Widya menahan suara yang keluar dari mulutnya, namun berbeda dengan pak Kanto yang dengan tanpa pedulinya ia keluarkan suara desahan serta racauannya saat menikmati memeknya tanpa merasa khawatir.
"Jangan berisik...pak...ssshhh....anak saya...bisaaahhh...bangunn..Aakkkhhhh", lirih Widya menahan suaranya supaya tak terlalu keras.
"Bodo amat!! Aaaakkkkhhh...bentar lagi bapak mau keluar di dalam memek bu Widya ini. Ssshhhhh....Aakkkhhhh...nikmatnya ini memek. Sshhhh...", racau pak Kanto yang makin liar.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
"LIAHAT IBUMU INI. MAMAHMU SEDANG BAPAK ENTOTIN MALAH TIDUR, ANAK ******!!! KAMU SUKA MAMAHMU DIENTOTIN ORANG?!! JAWAB ANAK LONTE!!! BANGUN LU!!!", racau Pak Kanto kesetanan saat merasakan betapa nikmatnya memek Widya itu. Untingnya memang kebiasaan Evan jika tidur memang susah untuk dibangunkan.
"KALO KAMU SUKA MAMAHMU DIENTOT ORANG, BAPAK BAKAL AJAK TEMAN-TEMAN BAPAK BUAT HAMILIN MAMAH KAMU RAME-RAME. BIAR BISA PUNYA ANAK LONTE KAYA KAMU!! ANJING ENAK BANGET MEMEK MU WIDYA. MEMEK MU MEMANG PANTES BUAT DI LACURIN. AAKKKHHH!!!!"
Genjotan pak Kanto kian tak beraturan racauannya kian liar tak terkendali. Memang sudah menjadi kebiasaan pak Kanto jika bersetubuh maka ia akan melontarkan kalimat-kalimat kasar pada wanitanya. Dengan meremas keras kedua payudara Widya, pak Kanto mengerang.
"BAPAK PEJUHIM MEMEK MAMAHMU INIM AAAKKKHHH!!! KELUAR....BAPAK KELUAR, WIDYA!!! AAAKKKHHHH!!! MEMEK LONTE!!! TERIMA PEJU BAPAK INI, MEMEK!!!"
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Pak Kanto menyemburkan peju nya ke dalam rahim Widya dengan sangat banyak dan bercampur bersama sisa peju milik mbah Mitro yang terlebih dahulu memenuhi rahim tersebut. Pak Kanto diam dalam posisinya sambil memeluk tubuh Widya dari belakang menikmati sisa-sisa peju yang keluar dari kedutan kontolnya di dalam memek Widya. Ia ciumi punggung mulus Widya sambil meremas kedua buah payudara besar dan lembut yang Widya miliki.
"puas banget bapak, bisa rasain memek kamu, bu Widya. Maaf tadi ucapan bapak kasar banget. Udah kebiasaan bapak juga kaya gitu kalo bapak merasa akan keluar. Maaf, bu"
CUP!!!
Pak Kanto meminta maaf kepada Widya atas ucapan kasar saat menyetubuhinya tadi dengan disertai ciuman pada punggung mulus Widya hingga meninggalkan tanda merah disana.
PLOP!!!
Dicabutnya kontol pak Kanto dari liang memek Widya dan langsung keluarlah lelehan cairan putih yang banyak dari dalam selangkangan Widya, mengalir jatuh ke lantai tanah rumah mbah Mitro.
HHHAAAHHHH....HHHAAAHHHH...
Nafas Widya berantakan setelah digempur oleh kontol pak Kanto dengan sangat buas. Dirinya punya tanpa diketahui ternyata telah meraih orgasme di tengah persetubuhan kasar tersebut. Badan Widya rasanya sangat lemas dibuatnya, dengan tenaga tersisa Widya mencoba untuk menegakkan badannya yang dimana masih dalam kondisi menungging di depan anaknya yang tengah tertidur.
Saat dirinya sudah berdiri tegak, ternyata dari arah belakang dirinya dipaksa untuk berposisi menungging kembali sambil kedua kakinya dibuka dengan lebar. BLES!!! Sesaat kemudian benda besar dan keras kembali menusuk dengan keras mengisi lubang memeknya. Benda keras nan besar itu keluar masuk memompa memek Widya dengan cepat.
"Aakkkhhhh....Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...", kali ini Widya tak dapat menahan rasa untuk tidak bersuara. Dirinya melepaskan suara desahannya di samping sang anak yang sedang tertidur pulas.
Dilihatnya sekilas ke belakang, ternyata sosok pemilik benda besar yang tengah mengaduk memeknya adalah mbah Mitro. Dengan ganasnya pria tua tersebut menggasak memek Widya untuk kedua kalinya dengan ritme yang berbeda dari pertama tadi. Di tamparnya kedua belah pantat Widya berulang kali dengan keras, karna hal tersebut badan Widya terlonjak dan juga membuat dirinya mendekati orgasme nya kembali.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
"IYYAAAHHH...TAMPAS TERUS, MBAH...AAKKKKHHH...TAMPAR PANTAT WIDYA LAGI. WIDYA...AAAKKKHHH...MAU KELUAR!!! AAAKKKHHH", dan orgasme yang nikmat kembali menjalar ke seluruh syaraf Widya. Badanya bergetar dengan hebat di pelukan pria tua yang tengah menyetubuhinya dengan kasar.
"dientot kasar malah keluar, bu Widya ini. Aakkkhhhh....mbah juga mau keluar, bu. AAKKKHHHH!!!! TERIMA PEJU MBAH LAGI....TERIMA PEJUHI DI MEMEKMU LAGI, WIDYA!!! AAAKKKHHH!!!"
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
"Aakkhh....penuh memekmu, Widya. Ssshhhhh...memang memek kualitas tinggi. Aakkkhhhh...."
PLAK!!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pantat Widya sesudah mbah Mitro mengucapkan hal tentang memek Widya.
Dicabutnya kontol mbah Mitro dengan kasar dan hal yang sama kembali terlihat dimana dari bibir memek Widya mengalir lelehan peju dari kedua pria tersebut yang bercampur di dalam sana memenuhi rongga rahimnya. Tubuh Widya masih bergetar di posisi menunggingnya itu. Pantatnya memerah karna tamparan yang mbah Mitro berikan.
Setelah kontolnya terlepas, mbah Mitro membuang tubuh Widya begitu saja ke samping ranjang yang digunakan oleh Evan untuk tidur. Kepala Widya berada tepat di depan wajah Evan. Jika Evan sadar mungkin dengan jelas Evan bisa merasakan dan mendengar hembusan nafas Mamahnya itu yang sehabis di Setubuhi oleh dua pria secara kasar. Pantat Widya yang memerah terduduk menempel di lantai tanah yang sudah tergenang oleh peju kedua pria tersebut yang mengalir keluar tadi.
"sebelum anak ibu bangun dan lihat mamahnya telanjang dengan peju yang mengalir, mending sekarang bu Widya bersihkan badannya terus berpakaian lagi terus tidur. Nanti pagi bu Widya pulang kan? Tidurlah, nanti mbah bangunkan", ucap Mbah Mitro lalu pergi meninggalkan kamar dengan kedua kontol pria tersebut bergelantungan dengan bebas.
Widya yang sudah sangat lemas memutuskan hanya mengelap sisa-sisa peju kedua pria tersebut dengan pakaiannya. Serta Widya kembali mengenakan pakaian yang ia ambil acak dari tasnya lalu tidur di samping anaknya, Evan.
"Mantap banget memeknya, mbah. Makasih banget loh udah di ijinkan buat ikut mencicipi", ucap pak Kanto di luar kamar sambil menikmati kopi buatan perempuan yang batu saja ia Setubuhi.
Karna rasa lelah yang Widya rasakan setelah disetubuhi dan rasa lelah karna mengalami orgasme berkali-kali, akhirnya dengan cepat Widya tertidur di samping anaknya dengan posisi tengkurap karna pada bagian pantatnya terasa panas oleh tamparan yang ia dapatkan dan juga rasa sakit karna lubang pantatnya telah di perawani.
"maafkan mamahmu ini, nak"
*……………………..
Pada tubuh Widya atau lebih tepatnya di dalam rahimnya kini sudah terpasang sebuah benda yang tak kasat mata bentuk dan rupanya. Benda yang ia pasangkan memalui bantuan mbah Mitro dengan cara bersetubuh lalu di transferkan pada cairan putih kentalnya untuk bisa masuk ke dalamnya.
Widya melakukan hal tersebut akibat faktor keuangan yang memang sudah menjeratnya lebih dalam pada lilitan yang harus ia bayarkan sejak sepeninggal almarhum suaminya. Dirinya harus hidup dengan serba kesusahan.
Setelah melakukan jalan pintas yang ia ambil, dengan perlahan kehidupannya mulai berubah dengan sendirinya. Dengan perlahan semua hutang yang ia tanggung selama ini mulai habis tercicil, begitu juga dengan uang SPP Evan yang sudah tak ada masalah lagi. Widya sengaja tak menunjukkan secara langsung perubahan hidupnya itu supaya tak timbul kecurigaan dari para tetangganya ataupun dari orang tuannya sendiri. Menggunakan dalih pesanan kateringnya meningkat, Widya mulai memperbaiki rumahnya dan juga semua kehidupannya.
Rumahnya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Semua hutang yang ia tanggung di tangan lembutnya sudah kian menghilang, bahkan dirinya sudah bisa membelikan Evan sebuah sepeda motor baru. Entah dari mana uang yang ia terima itu berasal, Widya pun sampai sekarang masih bingung.
Setelah mengikuti semua petunjuk yang mbah Mitro perintahkan, uang yang ia inginkan untuk merubah hidupnya datang dengan sendirinya. Setiap bulan sekali dirinya mengunjungi mbah Mitro untuk melakukan kewajibannya memberi makan benda yang tertanam di tubuhnya dengan sebelum pergi dirinya selalu menaruh beberapa sesajen di atas kasurnya dan saat dirinya pulang dari tempat mbah Mitro langsung terdapat uang yang terserak di bawah kasurnya itu.
Widya kini kembali beraktivitas seperti biasanya, membuat beberapa pesanan katering yang terus datang menghampiri dirinya dan sekarang dirinya telah mempunyai seseorang yang membantu dirinya untuk menyelesaikan setiap pesanan yang ada. Sudah satu tahun ini bisnis kateringnya tetap lancar tanpa ada gangguan walaupun dirinya sudah terbebas dari pelaris yang ia pakai dua tahun yang lalu.
Saat Widya memutuskan untuk mencabut pelaris tersebut tepat dua tahun yang lalu, mbah Mitro merasa keberatan karna dengan hal tersebut makan mbah Mitro tak bisa merasakan kembali tubuh Widya, tapi mbah Mitro tak bisa berbuat apa-apa karna itu memang sudah keputusan Widya sendiri. Untungnya selama dirinya bersetubuh dengan mbah Mitro, Widya tak menunjukkan atau hamil satu kali pun karna dirinya selalu meminum pil KB sebelum dirinya melakukan persetubuhan dengan mbah Mitro. Bukan hanya mbah Mitro, tapi di waktu tertentu Widya juga bersetubuh sekaligus dengan pak Kanto. Ada waktunya dia datang ke rumah mbah Mitro dan harus melayani ke dua pria tersebut.
“Kita sudah tak bisa merasakan kehangatan tubuh bu Widya lagi, To”
“iya, mbah. Saya masih belum puas semburin peju saya ke memek legit bu Widya”
Keduanya saling melontarkan perasaannya sambil melihat ranjang yang berantakan saat digunakan untuk menikmati tubuh seksi Widya untuk yang terakhir kalinya dengan gerakan buas dan sepuas mungkin menyodok memek Widya, sebelum sosok Widya yang menjadi pemuas nafsu mereka pergi meninggalkan keduanya.
Lelaki dengan aura yang kuat
-Ganteng serta memiliki tubuh yang proporsional
-Pacar dari wanita cantik bernama Alice
Setelah 6 tahun berlalu. Evan tumbuh menjadi pria yang mempunyai aura kuat dengan wajah yang bisa dibilang tampan serta memiliki postur tubuh yang tinggi. Ia kini telah lulus dari SMA nya dan merubah statusnya dari murid SMA menjadi seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kotanya.
Sosok Evan yang polos dan keterbatasan pengetahuan akan hal seks yang dulu, kini bukanlah sosok dirinya lagi. Evan telah tumbuh sebagai mana seperti lelaki pada umumnya yang akan tau tentang apa itu seks secara utuh maupun juga apa yang dinamakan dengan maksud dari ketertarikan akan lawan jenis. Sosok tampan, kulit putih serta ditunjang oleh badan yang proporsional membuat dirinya mendapatkan hati di kalangan para wanita.
Evan mempunyai sosok perempuan yang disebut sebagai pacarnya bernama Alice. Evan berpacaran dengan Alice saat dirinya masih menginjak kelas 2 SMA. Berarti hubungan mereka sudah hampir menginjak 2 setengah tahun, waktu yang lumayan lama untuk bisa bertahan.
Seorang Mahasiswi
-Mempunyai wajah yang cantik dengan kulit mulus
-Pacar dari Evan
Untuk Alice sendiri tak jauh berbeda dengan penggambaran yang ada pada diri Evan. Alice adalah sosok perempuan cantik yang bisa dikatakan sebagai sosok perempuan idaman dari berbagai sudut hal. Disini entah siapa yang merasa beruntung bisa mendapatkan satu sama lain. Karna keduanya memang tipe idaman bagi kaum wanita mau kaum pria.
Awal mereka mengenal satu sama lain terjadi seperti halnya cerita-cerita yang terjadi di dalam sebuah FTV. Mereka saling berselisih paham lantaran dari keduanya memang menjadi salah satu murid yang mendapat peringkat popularitas dari murid lainnya dalam hal fisik. Tapi memang seperti itulah yang terjadi di awal pertemuan mereka hingga menjadi sosok yang saling mengisi di masa mudanya.
Alice sendiri melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi yang sama dengan Evan, hanya berbeda dalam bidang jurusan yang mereka ambil. Ia tak mau jauh dengan lelakinya itu supaya ia juga bisa memantaunya jika nakal terhadap perempuan lain. Bukan karna terlalu posesif atau hal lainnya, Alice hanya ingin menjaga perasaan Evan terhadap dirinya dan untuk Alice sendiri jujur akan rasa takutnya jika harus hubungannya berakhir akibat orang ketiga diantara mereka. Alice sudah sangat terlanjur mencintai dan menyayangi lelaki mantan musuhnya saat di SMA itu.
Sekarang untuk masalah pada perubahan mamahnya sendiri, Evan bisa merasakan dengan jelas setelah kejadian 6 tahun yang lalu. Awalnya dirinya tak mengetahui perubahan yang terjadi pada mamahnya maupun perubahan hidup keluarganya yang bisa dengan cepat berubah, namun hak tersebut dengan perlahan bisa Evan sadari seiring pertumbuhannya. Saat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Evan sesungguhnya merasa sangat marah dengan mamahnya, tapi dirinya sadar akan posisinya sebagai anak dan mamah melakukan hal tersebut juga bertujuan untuk kehidupan dirinya sebagai anak. Walau rasa marah masih sangat bisa Evan rasakan, ia hanya bisa menerima hal tersebut hingga dengan sendirinya Evan mengetahui bahwa mamahnya telah berhenti dari semua hal menyimpang tersebut dan Evan hanya bisa merasa lega menerimanya.
Pakaian yang mamahnya pakai kini telah berubah sedikit modis dari sebelumnya. Mamahnya yang kini berusia 38 tahun sama sekali tak terlihat akan usianya karna pakaian yang selalu dipakainya. Malah dengan apa yang mamahnya pakai membangkitkan aura mudanya sehingga terlihat seperti umur 28 tahunan.
Evan juga sesekali mengecek setiap postingan mamahnya di dalam aplikasi Instagram. Mamahnya bukan hanya memposting usaha kateringnya untuk promosi, tapi mamahnya juga memposting foto dirinya sendiri yang memang terlihat cantik dan seksi.
“Hahahaha”, Evan tertawa saat melihat mamahnya memposting foto dirinya berlepotan oleh tepung dan telur saat dirinya merayakan ulang tahun kemarin. Di dalam foto tersebut juga terlihat Alice yang ikut berpose di sebelahnya.
Ya, Widya sudah tau akan hubungan anaknya itu dengan Alice dan untungnya bagi Widya sendiri tak memikirkan soal pilihan yang anaknya ambil. Semua pilihan dan keputusan anaknya selalu Widya terima selama itu memang tak melenceng. Bahkan baik Widya maupun Alice mereka sangat akrab satu sama lain saat bersama dan hal itu membuat kebahagiaan sendiri untuk Evan karna bisa melihat mamahnya beserta pacarnya bisa cocok dalam kebersamaan.
Saat Evan sedang tertawa kecil melihat dirinya di dalam postingan Instagram mamahnya, Evan mencoba mengetikan komentarnya dan setelahnya ia melihat komentar-komentar yang masuk di postingan mamahnya tersebut. Apa yang Evan lihat seperti biasanya, dimana hampir setiap komentar yang masuk di dalam postingan mamahnya adalah para pria. Hampir setiap komentar yang masuk selalu membuat Evan panas. Dimana komentar yang masuk di tunjukan untuk mamahnya.
“Seperti biasa selalu bikin cenat-cenut”
“dibuka jasa memuaskan wanita. Hahaha”
“tante, jalan yuk. Tante mau minta berapa pun saya kasih. Bercanda tante. Hehehe”
“Itu yang cowok anaknya? Anak bu Widya sama istri saya saja, saya sama bu Widya. Hahaha... dijamin bu Widya puas. Puas ngobrol sama saya maksudnya”
“Itu cewek paling ujung cantik banget, mau dong jadi pacarnya”, kini salah satu komentar ditunjukkan kepada Alice disertai emot cium.Isi komentar yang masuk benar-benar membuat Evan merasa kesal dan membuat wajah senangnya yang ditunjukkannya tadi menjadi redup. Dikepalkannya tangannya demgan erat seakan ingin memukul sesuatu, tapi apa yang bisa ia lakukan. Netizen memang seperti itu. Evan dengan kesalnya memasukkan ponselnya ke dalam tas selempangnya.
“Cemberut aja. Bete ya nungguin aku?”,suara wanita terdengar di samping Evan dan duduk di sebelahnya. Alice sedikit menghadap ke arah Evan sambil merapikan sedikit rambut Evan yang berantakan.
“bukan kok. Lagi lapar aja. Hahaha”, balas Evan dengan mengacak-acak rambut Alice. Sementara yang punya rambut gantian cemberut.
Alice mengerucutkan bibirnya. Evan yang melihat tingkah cemberut Alice kembali tertawa. Sementara Alice kembali ditambah cemberut saat pacarnya itu malah tertawa melihatnya. Walaupun begitu di dalam hati Alice, Alice tersenyum dan bersyukur bisa kenal dan menjadi pacar dari sosok lelaki bernama Evan itu. Sosok lelaki yang mampu mengisi setiap harinya dengan kebahagiaan. Sosok lelaki yang selalu peduli dan selalu mengkhawatirkan dirinya disaat Alice tak ada kabar maupun terlihat murung oleh rasa kesalnya pada dosen.
“kok kelas kamu cepet banget selesainya?”, tanya Alice.
“Ga ada kelas sih sebenernya, aku masuk Cuma mau jemput pacarku ini yang cemebrutan”, ucap Evan sambil mencubit kedua pipi Alice dengan gemas.
“Iiihhhh sakit, yang...”, ujar Alice dengan mencubit kembali pipi Evan.
“tapi So Sweet banget sih pacarku ini. Takut ya kalo aku dikarungin sama cowok lain. Takut ya? Takut ya?”, goda Alice pada lelakinya itu.
“Hari ini kamu ke rumah ya. Mamah udah kangen lagi sama kamu katanya”, ucap Evan.
“Calon menantu idaman kaya gini mah emang selalu dikangeni sama calon mertua. Ga kaya anaknya yang ngeselin banget”, ucap Alice mencoba berlagak songong untuk mengusili Evan.
“Emang mau? Emang dah siap jadi istri dari seorang Evan Dwi Harjono yang paling ganteng ini? Jadi istri aku harus sabar loh, soalnya banyak wanita yang terus deketin aku walau dah nikah sama kamu sekalipun”, balas Evan menggoda Alice. Selalu saja Alice kalah oleh Evan.
“Kalo kamu mau mau deketin wanita lain terserah kamu”, ucap Alice berpura-pura mengambek.
Evan tersenyum usil melihat Alice.
“Bener nih? Yaudah, nanti aku cari wanita lain berarti ga papa nih?”
“Iiihhh...kok gitu sih? Jahat banget kamu”, Evan tertawa mendengar jawaban Alice dan mengelus rambut Alice.
Alice dan Evan kembali bercanda dan mengobrol di kantin kampus. Dari semua orang yang berada di dalam kantin hanya kedua pasangan ini yang paling heboh suaranya. Sehingga membuat orang-orang memperhatikan tingkah laku keduanya yang sama sekali tak sadar sedang di perhatikan banyak orang.
“Ga usah cemberut, nanti aku cemplungin kolam belakang gedung pertanian mau?”, Evan mengambil tangan Alice untuk di genggamnya.
“Bodo!”, Alice menyilangkan kedua tangannya di dada sambil memalingkan mukanya pada Evan.
“Makan yuk. Ntar aku beliin Dessert kesukaan kamu”, mengembanglah kembali senyum di wajah cantik Alice di hadapan Evan.
“Yeeeeeyyy. Seriusan, yang?”
“dasar kamu ini”, ucap Evan menanggapi tingkah lucu Alice. Alice yang merasa senang memeluk tubuh Evan dari samping. Seperti anak kecil saja Alice ini. Mungkin seperti itulah yang dipikirkan Evan, namun pastinya dengan tersenyum.
Evan dan Alice berjalan keluar mengarah ke tempat motornya di parkirkan sambil Alice memeluk tangan kanan Evan sepanjang jalan. Evan yang merasa malu akan ulah manja wanitanya itu sedikit menasihati untuk melepaskan pelukan tangannya karna sepanjang jalan mereka terus dipandangi oleh mahasiswa siswi lainnya, namun dijawab enteng oleh Alice, “biarin, pacar sendiri juga ini”.
--
Setelah pergi makan dan membawa kardus kecil di dalam kantung plastik berisi Dessert kesuakaan Alice di tangannya, Alice membuka pintu kosnya untuk masuk yang dikuti Evan dibelakangnya. Setibanya di dalam kamar, Evan bisa melihat kamar yang di dekor sedemikian rupa layaknya kamar wanita. Kamar yang bersih dan berbanding terbalik dengan kamarnya sendiri yang sedikit lebih berantakan. Evan merebahkan badannya di atas kasur empuk dan berbau harum milik Alice sambil memainkan ponselnya, sementara Alice mengganti pakaiannya di hadapan Evan tanpa rasa canggung sedikit pun.
“kamu mah kebiasaan. Ada kamar mandi itu fungsinya buat apa? Main ganti sembarangan aja, ada orang disini”, ucap Evan.
“Malas ke kamar mandi, yang. Lagian juga di depan pacar sendiri dan kamu juga udah sering liat tubuh telanjang aku, kamu. Bilang aja nanti kamu kepingin terus minta jatah keringat. Wlee...”, balas Alice sambil menjulurkan lidahnya.
“serah kamu lah mau ganti dimanapun. Asal jangan telanjang di depan lelaki lain aja, nanti aku lempar kamu ke kolam ikan”, ucap Evan.
“Cie, cie yang khawatir kalo aku telanjang sama lelaki lain, cie. Tenang yang, aku bukan wanita kaya gitu kok dan lagian lelaki yang aku cinta dan aku sayang Cuma kamu. Aku ga bakal nakal kok, yang harusnya khawatir sama takut itu aku. Kamu kan playboy kelas kakap”, ucap Alice menghampiri Evan lalu mencium bibirnya sejenak.
“Remote AC mana, yang? Panas ini”
“itu ada di atas rak”, Alice membalas sambil memilih baju yang akan ia pakai. Dasar perempuan, pilih baju aja pasti ribet.
Saat Evan bangun dari posisinya, ia bisa melihat bahwa pacarnya itu tengah berdiri sedikit menungging dengan bagian bawahnya sudah memakai hotpants. Evan yang sedang kepanasan lebih memilih berjalan mengambil remote AC.
“Laptop kamu dimana, yang?”, tanya Evan mencari laptop Alice.
“ngapain dicariin sih sayang. Itu laptop aku kan ada dibawah kamu, diatas meja”, jawab Alice menunjuk ke arah bawah rak tempat Evan mengambil remote AC. Sementara Evan hanya cengengesan sambil menggaruk kepalanya.
“Dasar kamu ini”, ucap Alice tersenyum sambil memakai Bra.
Evan membuka Laptop milik Alice yang tergeletak di meja kecil dan ia gunakan untuk membuka steam miliknya, berharap ada game baru yang ia membuatnya minat terpajang disana, namun setelah mencari ternyata tak ada game yang membuatnya tertarik. Hanya ada game-game mainstream yang mengajak untuk di update. Evan keluarkan bungkus rokok dari celananya dan satu batang rokok ia nyalakan.
“Eh, yang. Malam ini kamu pulang apa ga? Nginep sini ya. Ya, ya, ya...”, tanya Alice sambil memakai bajunya.
“Ga tau aku. Coba liat nanti aja deh. Lagian malam ini kakek datang dari kampung buat tengokin cucunya ini katanya. Ya masa mau tengok aku, akunya malah ga dirumah”
“Yah,,, padahal malam ini pengengnya kamu tidur sini. Besok aku ga ada jadwal kelas soalnya. Tapi kalo emang kakek kamu mau datang yaudah deh gapapa”, terdengar nada bicara Alice seperti kecewa.
“Gini aja, nanti kalo kakek aku jadi datang, kamu yang tidur dirumah aja gimana? Lagian kalo mamah tau calon menantunya mau Nginep pasti malah senang”
“Cie...calon menantu katanya nih. Siapa sih? Hahaha...”
“Siapa lagi kalo bukan...Resti anak Periklanan. Hahaha”, canda Evan dengan menyebut teman SMA nya yang bernama Resti. Mantan Evan juga sebelum sama Alice.
“NYEBELIN!!!”, kesal Alice sambil melempar celana dalamnya yang dipake ke kampus tadi ke arah Evan.
Karna sedari tadi tak ada game yang membuat minatnya muncul, akhirnya Evan hanya bermain sosial media menggunakan akun milik Alice. Tak ada yang spesial saat dirinya berselancar di internet, Evan mengambil Flashdisk milik Alice yang dimana terdapat video serta foto-foto kebersamaan mereka selama 2 setengah tahun ini. Saat melihat video dan foto-foto yang ada, Evan hanya tersenyum kecil saat mengingat kejadiannya.
“Rokok terus. Dah matiin dulu rokoknya, sekarang buka mulut kamu”, ucap Elis yang berdiri di sebelah Evan dengan sudah berpakaian lengkap sambil menyodorkan Dessert untuk disuapkannya pada Evan. Sebuah Dessert dengan bagian lainnya terdapat gigitan Alice.
“Lagi asyik nih. Nanti aja”, ucap Evan yang terfokus pada layar laptop di depannya.
“Udah ini, buka mulut kamu, yang. Aaaaaaa....”, tangan Alice langsung menyuapkan Dessert nya ke dalam mulut Evan dan langsung dikunyahnya dengan sebal.
Alice mengambil kursi didekatnya lalu ikut duduk di samping Evan dengan meletakan kepalanya di atas meja sambil melihat ke arah Evan yang tengah mengunyah Dessert yang ia suapkan. Menunggu komentar Evan tentang Dessert kesukaannya itu sambil tersenyum.
“Enak kan?”, tanya Alice menatap lekat wajah pria di depannya itu.
“Biasa aja rasanya. Ga terlalu enak-enak banget”, balas Evan berpura-pura sebal pada Alice karna dirinya diganggu saat menikmati rangkaian momen hubungan mereka di layar laptop.
Alice berdecap kesal, “Tsshh...” mendengar jawaban Evan. Alice yang merasa sedikit kesal merubah posisi duduknya sambil mendekatkan kepalanya ke depan Evan. Pandangan mereka bertemu sejenak sebelum bibir Elis menempel tepat pada bibir Evan dengan lembut. Bisa Evan rasakan bibir lembut dan halus milik pacarnya itu dan dari sela ciumannya, Evan memandang wajah Alice yang tengah terpejam matanya sambil bibir Alice terasa sedikit bergerak pada bibirnya. Ciuman bibir Alice tak lama terjadi dan terlepaslah kedua bibir mereka dengan pelan.
“Kalo yang itu enak ga?”, tanya Elis saat ciumannya terlepas dengan menyunggingkan senyum manisnya di depan Evan.
“Yeee...wajahnya langsung pasang tampang ngarep gitu. Hahaha....”, tawa Alice menggoda Evan.
“siapa juga yang ngarep. Kamu tuh kenapa tiba-tiba main sosor aja. Kaya Soang tau ga. Hahaha”, giliran Evan membuat Alice kesal.
“Biarin kaya Soang, yang penting kamu mau sama aku”
CUP!!!
Belum sempat Evan mengeluarkan suaranya, Alice kembali menempelkan bibirnya pada bibir Evan. Membungkam mulut Evan untuk tak membalas pertanyaannya menggunakan bibirnya. Kedua bibir mereka bertemu dan saling melumat dengan lembut secara perlahan lidah mereka saling membelit mengingat satu sama lain. Suara ludah mereka yang bertukar memberi nuansa baru di dalam kamar.
“Mmmpppfff.....mmmhhhh....” , Alice melenguh di tengah ciumannya saat lidahnya disedot oleh Evan dengan sedikit kuat.
Alice yang mulai merasa dirangsang oleh lumatan serta sedotan yang dilakukan oleh Evan mulai mengarahkan tangan Evan yang tadinya diatas keybord laptop ke arah gundukan payudaranya. Diatas payudara Alice tangan Evan disuruh untuk meremasnya dengan kode dari Alice yang meremas tangan Evan. Evan yang juga mulai terangsang mulai meremas pelan payudara Alice dari balik baju sambil terus melumat bibir Alice dengan panasnya.
Nafas masing-masing bisa dirasakan oleh keduanya yang sedang memburu. Remasan pelan yang dilakukan oleh Evan membuat nafas Alice tersengal menikmati perlakuan dari orang yang sangat ia cintai itu pada payudaranya. Evan mengarahkan satu tangannya lagi untuk ia letakan dibelakang kepala Alice. Ia remas tekan kepala Alice supaya masuk lebih dalam mengarah ke wajahnya, sesekali ia remas rambut Alice. Gerakan tangannya pada payudara Alice juga mulai berbeda, dari gerakan pelan kini mulai meremasnya dengan gemas.
“Ssshhhhh....sayanggg...mmmhhhh....”,desah pelan Alice karna remasan tangan Evan.
“Sshhhhh...buka ya...”, dengan tatapan matanya yang mulai sayu, Alice mengangguk menjawab permintaan Evan.
Dinaikkan baju yang dipakai Alice oleh tangan Evan hingga batas dada. Terlihat Bra hitam yang senada dengan warna baju yang tengah dipakainya. Diciumnya kain Bra itu oleh Evan dengan dengusan keras nafasnya dan tangannya masih bermain dibalik Bra. Karna Evan sendiri sudah merasa nafsunya mulai memuncak, ia dengan cepat angkat penutup payudara yang dipakai Alice hingga kedua buah bukit yang tak terlalu besar terpampang di depan matanya. Payudaranya sangat mengkel dan putingnya berwarna pink kecokelatan.
SLURP!!! SLURP!!!
Sejurus kemudian bibirnya berpindah ke atas payudara Alice dan di sedotnya dengan bernafsu kedua puting Alice yang mulai mengacung keras. Alice sendiri yang kini mendapat rangsangan keras di kedua putingnya hanya bisa mengerang pelan dalam nikmatnya dengan menjambak lembut rambut Evan.
“Aakkkhhhh...teruss sayang...sshhhh...gelliii...sshhhhh...”
Evan lumat kembali bibir Alice dengan kuat sambil melepaskan baju yang masih melekat di tubuh indah Alice beserta dengan Bra yang dipakainya hingga tubuh bagian atas terbuka memperlihatkan kulit tubuhnya yang mulus beserta dengan dua daging kenyal yang Alice miliki.
“celananya dibuka sekalian, sayang. Aku udah kangen”, ucap Evan mulai melucuti celana yang Alice pakai dan tanpa banyak buang waktu juga langsung dicopotnya celana dalam Alice.
Rambut kemaluan Alice yang tak terlalu lebat dan terurus membuat nafas Evan semakin berantakan dibuatnya. Terlihat selangkangkan Alice yang berwarna pink dan bersih menyulut nafsunya menjadi menggebu. Tangannya tak tahan untuk tak menjamah bagian bawah tersebut. Dengan perlahan tangannya mulai ia arahkan ke dalam selangkangan Alice sambil berciuman kembali.
Ia gosok bibir vagina Alice dengan perlahan bersamaan gerakan memainkan klitorisnya. Sangat bisa Evan rasakan bahwa pada bagian vaginanya sudah sangat basah oleh rangsangan yang ia berikan. Ia gunakan dua jarinya masuk ke dalam lubang surgawi Alice dan mengocoknya dengan perlahan. Suara Alice terdengar sangat nyaring di telinga Evan tak kala saat wanita tersebut mendesah keenakan.
“Udah basah banget, yang. Udah pengen ya”, goda Evan disela rangsangannya.
Alice yang sedang menahan nafsu digoda oleh Evan yang menambah warna merah pada wajahnya. Ia merasa sedikit malu akan ucapan Evan terhadapnya saat mengetahui bahwa selangkangannya telah sangat basah, tapi ia suka.
“Sayang...jangan goda aku terus. Sshhhhh....aku malu”, ucap Alice saat kedua kakinya tengah direnggangkan oleh Evan dan selangkangannya terbuka dengan bebas. Dari bawah sana Evan tersenyum.
Kemudian selangkangannya dimainkan dengan lidah Evan yang menari-nari di bibir vaginanya yang merekah serta pada titik klitorisnya.
Beberapa menit Evan memainkan vagina Alice hingga desahan berubah menjadi erangan yang menandakan bahwa Alice akan mencapai orgasme pertamanya. Mengetahui hal tersebut, Evan menghentikan kegiatannya dan mengangkat tubuh Alice dari posisi duduk ke pelukannya. Alice digendong depan oleh Evan dengan kedua kaki masih berposisi mengangkang di kedua lengan Evan. Selangkangannya yang basah tepat menempel di perut Evan yang bidang.
Diturunkannya tubuh Alice dari gendongan Evan diatas kasur. Alice terlentang pasrah ketika Evan berdiri di depannya tengah melucuti semua pakaiannya sendiri. Nafas Alice makin memburu, nafsunya makin meluap ketika benda besar dan tegak keluar dari balik celana dalam Evan.
Evan naik ke atas tempat tidur dan tangannya menuntun kepala Alice untuk mendekati selangkangkannya. Alice yang tau akan kemauan pacarnya itu langsung membuka mulutnya untuk memasukkan penis Evan yang sudah mengeras dalam ukuran besar. Dengan gerakan sedikit cepat Alice mengoral penis Evan sambil tangannya membantu mengocok penis Evan mencoba memuaskan lelaki yang sangat ia cintai itu dengan kemampuan yang ia bisa.
“Aaaakkkkhhh...ssshhh...terus sayang...terus. Jangan keras-keras, bisa keluar cepet nanti. Aakkkhhhh...ssshhhhh....”, racau Evan membelai rambut Alice yang tengah maju mundur di selangkangannya.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
Menggunakan mulutnya Alice mencoba sebisa mungkin memanjakan penis Evan dengan gerakan kepalanya yang terus keluar masuk mengulum dan menyedot. Beberapa kali berhenti sejenak untuk mengambil nafas panjang sebelum kembali membungkus penis Evan dengan rongga mulutnya yang hangat dan lembut. Sementara payudaranya tergantung bebas dibawah sana dalam posisi menungging. Perlahan penis Evan mulai terasa semakin mengeras dan membesar di dalam mulutnya yang terus bekerja mengocok batang tersebut.
Alice mengoral penis Evan dengan cepat dan mulai terlihat lihai. Sedotan yang di lakukan mulut Alice terasa sangat kuat oleh Evan sampai Evan sendiri memejamkan matanya karna kenikmatan yang diberikan oleh mulut Alice itu. Gerakan kepala Alice makin cepat di bawah sana, mengakibatkan Evan belingsatan karna rasa nikmat ulah pacarnya itu. Evan yang tak mau keluar dengan cepat langsung mencabut penisnya yang tertanam dan tengah dimanjakan di dalam mulut Alice
“Sayang...”, rajuk Alice saat kegiatannya dihentikan oleh Evan.
Evan menyuruh Alice untuk terlentang dan langsung membuka kedua kaki Alice kembali sambil memosisikan tubuhnya di tengah-tengah selangkangan Alice. Di pegangnya penisnya sendiri yang sudah sangat keras di depan bibir vagina Alice yang sudah siap melakukan pertempuran panas. Terlihat di atas sana wajah Alice menunggu dengan tegang akan penetrasi yang akan di lakukan oleh Evan. Ia cium terlebih dahulu paha bagian dalam milik Alice yang mulus beberapa kali.
“Ssshhh....”, Alice merasakan bibir vaginanya mulai terbuka saat ujung kepala penis Evan mulai masuk melakukan penetrasi membelah lubangnya.
“Aakkkhhhh...sshhhh....sempit, sayang. Sshhhhh”, ujar Evan merasakan sempitnya Vagina Alice saat mencoba melakukan penetrasi.
Perlahan penis Evan memasuki rongga vagina Alice. Setiap senti saat penis Evan yang mencoba masuk ke dalam membuat Alice mengerang pelan akan sensasi gesekan yang terjadi serta rasa sedikit sakit karna vaginanya dipaksa sedikit terbuka dari ukurannya. Evan lakukan penetrasi dengan perlahan karna Evan tau betul bahwa vagina Alice masihlah sangat sempit untuk bisa terbiasa dengan penisnya itu. Mereka memang sudah lama menjalin hubungan, hanya saja jarang melakukan hal berbau intim di ranjang. Hanya baru-baru ini mereka lumayan intens berhubungan badan.
Perlu diketahui juga bahwa Evan adalah pacar pertama yang dikasih tubuhnya secara utuh oleh Alice, atau dengan kata lain orang beruntung yang bisa merasakan pertama kali dan sekaligus orang yang pertama kali menjebol perawan Alice bukan lain adalah Evan. Selama beberapa kali berpacaran, Alice sama sekali tak pernah yang namanya berhubungan intim, paling nakal yang pernah Alice berikan pada pacar-pacar sebelumnya hanyalah sebatas bagian payudara dan mulutnya saja.
Kenapa saat dengan Evan ia mau? Mungkin inilah bentuk sayang dan cintanya Alice terhadap Evan. Supaya Evan bisa mengetahuinya sendiri bahwa dirinya memang serius ingin terus bersama. Walaupun risiko, risiko dalam artian Alice sendiri juga tak tau kedepannya hubungan mereka akan seperti apa, tapi ia hanya ingin membuktikan rasanya saja dengan cara merelakan tubuhnya.
BLES!!!
“Aaaakkkkhhh!!!”
Setelah masuk sepenuhnya, Evan tak langsung menggerakkan pantatnya untuk mulai menikmati setiap jengkal dinding vagina Alice, justru ia diamkan terlebih dahulu sambil memandi wajah Alice sambil menyunggingkan senyum. Alice yang sedang dipandangi oleh Evan sambil tersenyum kearahnya langsung membalas balik seperti yang Evan tengah tunjukkan terhadapnya.
“ssshhh......”
Saat tubuh Evan mencoba untuk lebih turun mendekati tubuh Alice, Alice sedikit mendesah akibat gerakan tubuh yang Evan lakukkan mengakibatkan penis yang berada di dalam sana bergerak menggesek dinding vaginanya. Alice sedikit merapatkan kedua pahanya menikmati sensasi pertama dati penetrasi yang Evan lakukan ke dalam vaginanya. Diusapnya secara pelan nan lembut pipi Alice serta membelai rambutnya sambil mengucapkan sesuatu di hadapan wajah Alice.
“Semua persetubuhan yang dilakukan dengan dorongan akan nafsu, tapi aku akan melakukannya atas dasar sayang. Bukan hanya sekedar nafsu belaka. Maaf kalo masih sakit”, ucap lembut Evan dan entah kenapa ucapan tersebut membuat Alice tersenyum hangat dan mulai menitikkan air mata.
Alice merasa terharu akan ucapan yang dilontarkan oleh Evan terhadapnya. Memang, memanglah selama Evan menyetubuhinya pasti Evan akan melakukannya dengan lembut tanpa ada gerakan kasar yang menghiasinya sebagai bumbu pemacu nafsu. Softcore. Ya, itu yang Evan berikan saat memperlakukan Alice sebagai pasangannya.
Bagi Evan sendiri. Dia bersetubuh dengan pasangannya, orang yang ia sayangi dan ia cintai. Orang yang mungkin saja akan menjadi pasangannya di masa depan hingga bisa mempunyai keluarga mereka sendiri. Maka dari itu apa yang ia berikan atas dasar perasaan sayang. Nafsu? Pasti, namanya juga bersetubuh. Evan bersetubuh dengan Alice, pacarnya dan bukan bersetubuh dengan pelacur yang bisa ia kasari saat mencoba meraih kepuasannya pribadi. Alice Pasangannya, bukan Pelacurnya.
Evan kecup kening Alice dengan lembut lalu tersenyum. “aku mulai ya”, Alice mengangguk tersenyum dengan melingkarkan kedua tangannya di leher Evan yang mulai menggerakkan pantatnya dibawah sana menumbuk selangkangannya.
Dimulai dengan gerakan pelan yang dilakukan oleh Evan membuat Alice memberikan respon pada lubang vaginanya dengan meremas penis Evan. Serasa diremasnya penis Evan oleh dinding Vagina Alice membuatnya menahan rasa nikmat. Evan rapatkan giginya akibat rasa nikmat yang menjalar dari batang penisnya di bawah sana yang tengah di remas oleh dinding-dingin lembut dan hangat vagina Alice.
“Ssshhh.....sayang”, desah Evan yang kini memegangi kedua sisi perut Alice yang ramping.
“Enakgghhh?” ssshhh....”, tanya Alice dengan tatapan sayu sedangkan Evan hanya menganggukkan kepalanya dengan mata terpejam.
Dengan posisi Evan memegang kedua sisi perut Alice, Evan kembali menggerakkan pantatnya menggasak pertahanan rongga vagina Alice. Bukan hanya Evan yang merasakan nikmat, begitu juga dengan Alice sendiri saat penis Evan mulai keluar masuk di vaginanya yang dimana menimbulkan rasa gatal pada vaginanya. Alice mencoba menetralisir rasa nikmatnya dengan meremas selimut dengan erat. Mulutnya terus mengeluarkan suara desahan saat Evan terus menggerakkan penisnya.
Setiap penis Evan yang keluar pada vagina Alice, Evan bisa melihat penisnya sendiri terlihat mengkilap oleh cairan kewanitaan Alice di dalam sana. Melihat payudara Alice yang menganggur tengah bergerak naik turun mengikuti irama pompaannya. Tangan Evan meraih payudara tersebut dan meremasnya sambil terus menggerakkan pantatnya dengan perlahan.
Mendapat rangsangan dari kedua titik tubuhnya membuat desahan Alice menjadi semakin keras. Pandangannya bisa melihat dari kaca riasnya yang tak terlalu besar, dimana dirinya tengah terlentang dengan posisi mengangkang dan terdapat sosok orang yang ia cintai tengah naim turun di atas selangkangannya menumbuk rongga Vaginanya. Kepala Alice di gerakan ke kanan dan kiri menikmati setiap rasa nikmat yang di berikan oleh gerakan pantat dan tangan Evan.
“teruss sayang. Sshhhhh...Aakkkhhhh...punya kamu bikin aku penuh...sshhhh...didalam vaginaku. Aakkkhhhh....”, Alice mendesah lalu membungkam mulutnya dengan tangannya sendiri mencoba untuk tak terlalu keras mengeluarkan suaranya.
“Aakkkhhhh....kalo kaya gini. Sshhhh....aku bisa cepat keluar sayang...enak banget”, Evan merasa penisnya terlalu nikmat akibat remasan dan juga kini ditambah empotan yang diberikan oleh vagina Alice.
“Jangan... jangan keluar duluhhh sayang. Sshhhh....lagi enak. Aku diatas ya. Sshhhh....mau kan aku goyang? Aaaakkkkhhh...”
Evan mencabut penisnya dari vagina Alice saat Evan memundurkan tubuhnya dan Evan langsung memosisikan tubuhnya untuk tiduran disamping Alice, sedangkan Alice bangun dari posisinya lalu mengangkangi selangkangan Evan. Menggunakan tangannya yang lembut, Alice mencoba memasukkan kembali penis Evan ke dalam Vaginanya, tapi Alice merasa kesusahan karna posisinya yang sedikit sulit melihat ke arah bawah. Dibantunya tangan Alice oleh Evan untuk memasukkan penisnya dengan mengarahkan ujung kepala penisnya tepat di bawah bibir vagina Alice.
Dirasa ujung penis Evan telah tertempel di bibir vaginanya, Alice dengan gerakan perlahan mulai menurunkan tubuhnya. Seiring turunnya tubuh Alice membuat penis Evan dengan perlahan mulai masuk kembali menembus vagina Alice. Perlahan sampai semua batang penisnya tertelan oleh Vagina sempit itu.
BLES!!!
“sekarang turunin pantat kamu perlahan. Ya begitu. Sshhhh.... Terus sayang”, ucap Evan mengomandoi gerakan tubuh Alice.
“Aakkkhhhh!!!”, erang Alice dan Evan saat penis berhasil masuk memenuhi rongga vagina Alice.
“Aku goyang, ya. Tapi kamu jangan liatin aku. Aku malu, iiihhh....”, ucap Alice malu saat Evan melihat dirinya sedang telanjang bulat menduduki penisnya.
Sekilas Evan melihat wajah Alice yang tertunduk malu diatasnya sambil membuang muka ke samping ditambah lagi Alice meletakan jarinya di mulut dengan menggigitnya. Hal tersebut membuat nilai plus sendiri untuk suasana yang sedang terjadi di kamar tersebut. Ekspresi wajah yang Alice berikan sungguh membuat suasana semakin memanas.
Evan memejamkan matanya dan kemudian terasa batang penisnya mulai bergerak di dalam vagina Alice. Terasa bahwa Alice menaik turunkan tubuhnya serta membuat gerakan memutar di atas selangkangannya. Evan meletakan kedua tangannya di sisi masing-masing paha Alice yang tengah naik turun memuaskan penisnya. Dalam keadaan memejamkan mata, Evan menikmati setiap rasa nikmat yang ia dapatkan dan tangannya mengusap-usap kulit mulus paha Alice.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Tumbukan selangkangan dalam Alice dan Evan menggema mengisi kamar bercampur dengan suara desahan dari keduanya yang saling bersahutan satu sama lain. Udara dingin AC yang terpancar sedari tadi sudah tak dirasa lagi walau dengan temperatur yang telah di setel rendah sekalipun tubuh mereka berdua tetap mulai berkeringat. Hawa panas persetubuhan mengalahkan dinginnya AC.
Evan membuka matanya melihat sosok wanita cantik tengah naik turun diatas selangkangannya. Ia tatap lekat tubuh Alice yang mulai berkeringat serta di dahinya mulai terlihat basah akan rambut yang menempel. Dimana tubuh Alice tersebut menyulut nafsu Evan bertambah untuk terus merasakan kenikmatan yang diberikan oleh tubuh wanitanya itu. Wanita yang ia cintai tengah memberikan seluruh tubuhnya dengan suka rela tanpa paksaan terhadap Evan. Tubuh Alice tengah meliuk-liuk di atas tubuhnya dengan bebasnya.
Kedua tangannya ia angkat dari paha Alice dan ia daratkan pada kedua bukit payudara yang tengah bergerak itu. Evan remas payudara Alice, Alice sendiri dibuat semakin mempercepat gerakan naik turunnya. Desahan yang keluar dari mulut Alice kian sering terdengar setiap penisnya masuk lebih dalam vagina Alice. Evan mainkan juga kedua puting Alice yang sudah mengacung keras di hadapannya itu dengan lembut. Setiap permainan tangannya pada puting Alice, tubuh Alice terlihat melonjak dan bergetar dibuatnya.
“Aaaakkkkhhh....akkkkhhhh....sayang....aku mau keluar...Aakkkhhhh...sayang...”, racau Alice kian tak terkontrol akan rasa orgasme yang sebentar lagi di raihnya.
Mengetahui Alice akan mencapai puncaknya, Evan membantu menggerakkan laju keluar masuk penisnya lebih cepat mengocok rongga vagina Alice. Ia letakan kedua tangannya pada pinggang Alice. Dicengkeramnya kedua pinggul Alice membantu tubuh wanitanya untuk naik turun diatas selangkangannya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Suara kecipak selangkangan Alice diatas tubuh Evan menggema. Suara kecipak yang diakibatkan karna vagina Alice sendiri sudah sangat basah tengah ditumbuk oleh penis Evan secara beratur keluar masuk di dalam vaginanya mengocok keluar isi dalamnya hingga Alice mengerang merasakan orgasme akan di capainya.
“KELUAR SAYANG. AKU KELUAR!!! AAAKKKHHH.....”, racau Alice tak terkontrol diatas selangkangannya.
Terlihat tubuh Alice mengejat seperti orang tersetrum aliran listrik. Tubuhnya bergetar dengan hebat dan pada penisnya sendiri terasa cairan hangat yang menyembur mengenai penisnya yang masih di dalam vagina Alice. Bukan hanya rasa cairan hangat, penisnya juga merasakan bahwa dinding vagina Alice meremas penisnya lebih kuat dari sebelumnya. Tubuh Alice masih bergetar menikmati orgasme pertamanya sebelum dirinya ambruk ke atas tubuh Evan.
Hhaaahhhh....hhaaahhhh...
Alice sandarkan kepalanya di dada bidang Evan dengan punggungnya naik turun demgan kasar, hembusan nafasnya bisa dirasakan oleh dada Evan. Tubuh Alice yang ambruk di atas tubuh Evan setelah mengalami orgasmenya, tubuh Alice masih saja terasa bergetar menikmati sisa-sisa orgasmenya.
Evan memberikan kesempatan untuk Alice menikmati seluruh orgasmenya hanya mendiamkan penisnya di dalam vagina Alice sambil memeluk tubuh Alice yang masih tersengal sambil memperbaiki nafasnya.
Beberapa menit Alice terdiam dipelukan Evan dirinya menegakkan badannya lagi lalu mencium bibir Evan dengan lembut, ciuman yang penuh kasih sayang. Mereka berciuman cukup lama. Dari sela bibir Evan keluar air liur dirinya dan air liur Alice yang bercampur akibat lumatan mereka.
SLURP!!! SLURP!!!
PUAH!!!
“HHHAAAHHH....HHHAAHHHH...”
Alice memandang wajah Evan yang sama tengah memandang dirinya. Alice tersenyum manis.
“sampe keluar gini air liurnya. Hihihihi...”, ucap Alice tertawa kecil melihat air liur mereka mengalir keluar sambil menyeka dengan tangan halusnya.
“liur kamu tuh keluar banyak tadi ke mulutku. Lagi kasih makan aku sama air liur, bu?”, canda Evan di tengah suasana panasnya.
“aku masih muda tau! Nih kalo kamu ga percaya aku ini masih muda”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Alice langsung menaik turunkan badanya diatas selangkangan Evan kembali. Dirinya mendesah sambil tersenyum sambil sesekali tersenyum ke arah Evan. Pantatnya mengocok penis Evan yang berada di dalam vaginanya dan kedua tangannya berada di dada Evan sebagai tumpuan. Gerakan naik turun di kombinasikan dengan gerakan memutar pantatnya dilakukan Alice untuk gantian memuaskan Evan.
Evan merasa kaget saat gerakan yang Alice lakukan, namun gerakan Alice sekaligus membuatnya merasakan nikmat kembali yang lebih dari sebelumnya. Evan hanya tiduran diam di bawah tubuh Alice yang sedang bekerja naik turun serta memutar pantatnya mencoba memuaskan penis miliknya.
“kamu...ssshhh...belum keluar kan sayang? Aaaakkkkhhh...sekarang...giliran aku bikin kamu....keluar. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh...”
“Alice sayang banget...sama kamu, yang. Ssshhhhh...Alice cinta. Jangan tinggalin Alice....ssshhh...”
“Alice...Alice Cuma punya kamu...kamu yang selalu peduli dan...ssshhh...khawatir sama Alice. Alice mau sama kamu terus sayang...sshhhh....”
Disela rasa nikmat yang Evan rasakan. Evan melihat butiran air mata keluar dari mata Alice, Evan merasa kasihan terhadap pacarnya itu disela penisnya yang sedang dipuaskan. Evan menegakkan badannya dan sekarang posisi badan mereka saling berhadapan. Sambil terus pantat Alice bergerak di selangkangannya, Evan menarik kepala Alice untuk diciumnya. Kembali, disela desahan Alice, Alice menangis sambil tubuhnya di dekap erat oleh Evan.
Evan membalikkan badan Alice dan memosisikan untuk terlentang dibawahnya dan kembali Evan mengambil kendali penuh dalam persetubuhan yang terjadi. Sementara Alice kini hanya terlentang pasrah dengan kaki mengengkang dalam keadaan vaginanya sesak oleh penis Evan yang tengah keluar masuk dengan lancarnya akibat cairan Orgasme miliknya yang melumuri penis Evan sebagai pelicinnya.
“Maaf sayang...ssshhh...kalo aku sedikit kasar. Sshhhhh...aku mau keluar”, ucap Evan disela genjotannya pada vagina Alice.
Sementara Alice menggeleng, “ga, ssshhh...gapapa, yang...Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...gapapa, lanjutin sampe ke...Aakkkhhhh....keluar. sshhhh”, balas Alice merangkul leher Evan yang tengah fokus menggenjot vaginanya.
Tubuh keduanya sudah sangat berkeringat, bahkan cucuran keringat yang keluar dari wajah Evan menetes ke pipi Alice.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Bentar lagi. Ssshhh....bentar lagi sayang....”
Evan merasa orgasme akan menimpa dirinya, dengan menambah ritme genjotannya, Evan menggenjot tubuh Alice dengan gerakan lebih cepat yang membuat pemilik tubuh dibawahnya mengerang dan tubuhnya menggeliat setelah orgasme pertama yang ia rasakan.
Dengan sedikit tenaganya yang mulai terkuras saat menggenjot vagina Alice, Evan menurunkan wajahnya untuk melumat bibir Alice. Bukan ciuman kasar atau ciuman nafsu, melainkan ciuman sayang yang Evan berikan pada bibir Alice. Alice membalas ciuman lembut Evan dengan senang hati. Bibir keduanya kembali saling menempel. Tangan Alice memegang sisi kepala Evan saat ciuman keduanya berlangsung di tengah penis Evan yang sedang menggempur vagina Alice.
“Mmmppphhhh...mmmppphhhh...mmmppphhhh...”, suara lirih Alice disela ciuman.
“teruss sayang....terus...Aakkkhhhh...Aakkkhhhh”,desah Alice.
Lumatan Evan di bibir Alice berganti menurun ke bawah hingga di bagian payudaranya, dengan nafas yang berantakan, Evan melumat kedua puting Alice secara bergantian dibarengi dengan gerakan meremas payudaranya. Nafasnya kian tak beraturan disaat dirinya merasa akan segera mencapai orgasmenya. Dengan memosisikan tubuhnya kembali tegap, Evan memfokuskan dirinya menggenjot lubang vagina Alice untuk segera meraih kenikmatan tertingginya. Gerakan sodokan Evan pada Vagina Alice makin cepat, namun tak kasar dilakukan oleh Evan.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“ssshhhhh...Aaaakkkkhhh....aku keluar sayang....Aaaakkkkhhh....kelauaarr....”,erang Evan dan langsung mencabut penisnya dengan cepat dari vagina Alice.
Alice mengerang dan mendesah setiap batang penis Evan keluar masuk menggesek setiap dinding Vaginanya yang basah dan tanda-tanda orgasme kedua didapatkan oleh Alice. Ia remas sendiri payudaranya dengan remasan sedikit keras.
“Aku juga...mau keluarrrgghh...lagi, sayangghhh....Aaaakkkkhhh...bentar lagi... Bentar lagi....sssshhhhh....”, erang Alice disaat pompaan penis Evan semakin cepat pada vaginanya.
“AAAKKKKHHHH!!!! SSSHHHH!!!!”
PLOP!!!
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Sedari tadi berjuang menguras tenaga untuk mencapai suatu kenikmatan, akhirnya dengan keringat yang membasahi tubuhnya Evan meraih apa yang sedang ia kejar sedari tadi. Beberapa semburan sperma ia tembakan diatas perut Alice hingga perut mulusnya terdapat ceceran sperma yang dalam jumlah lumayan banyak diatas sana.
Sementara Alice yang sebenarnya sedikit lagi akan mencapai orgasme keduanya hanya bisa mendesah menahan laju cairan kewanitaannya yang sudah diambang keluar.
Dirasakan oleh Alice diatas perutnya bahwa setiap semprotan sperma yang jatuh diatas perut mulusnya terasa panas. Rasa panas yang Alice rasakan dari semburan sperma Evan yang jatuh di perutnya mendorong dirinya untuk orgasme. Vaginanya merespon setiap jatuhnya sperma Evan dengan berdenyut dan...
SYYUUUURRRRR!!!
“AAKKKKHHHH....AKU KELUAR LAGI SAYANG....AAAKKKKHHH...SSHHHHH....”
Semburan orgasme Alice mengucur deras dengan bebas membasahi seprei dan kasurnya sendiri hingga tercetak besar area basah tersebut. Sementara Evan yang tengah menyemprotkan spermanya di atas perut Alice hanya bisa terus mengocok penisnya yang semakin banyak mengeluarkan isinya.
Evan yang telah selesai menyemprotkan spermanya ke atas perut Alice langsung ambruk ke sebelahnya dengan nafas yang tak beraturan, tubuhnya yang berkeringat sama sekali tak ia hiraukan karna rasa lemas yang bercampur puas setelah ia dapat mencapai orgasmenya. Keadaan tak beda jauh dengan Alice, kini Alice hanya terlentang dengan nafas yang sama tak beraturan juga dan kaki sebelah kirinya masih dalam posisi terbuka. Evan memiringkan badanya menghadap ke arah Alice dan mencium pipinya secara lembut.
“Makasih sayang”, ucap Evan menatap Alice yang tengah tersenyum memandangnya.
“Makasih juga, karna kamu hiduku bahagia dari sebelumnya yang terasa sepi”, Alice memeluk tubuh Evan yang berkeringat dengan memasukkan kepalanya ke dalam leher Evan.
Beberapa menit mereka berdua bertahan di posisi tersebut tanpa ada suara percakapan yang keluar dari mulut mereka. Hanya suara hembusan nafas puas setelah orgasme yang terdengar. Hawa panas yang mereka rasakan tak dihiraukan sama sekali. Tubuh yang berkeringat saking ditempelkan dalam pelukan.
“Semenjak mamah bercerai dengan papah, hidupku menjadi hampa selama bertahun-tahun. Setiap hari aku serasa hidup seorang diri tanpa ada yang melihatku ada. Tak ada yang peduli, tak ada yang merasa khawatir demgan anaknya, yang mereka pentingkan hanyalah pekerjaan dan pekerjaan. Setiap malam aku menangis seorang diri tanpa ada yang bisa aku ajak untuk meluapkan semua perasaanku. Aku...hiks...hiks...”,
“aku merasa beruntung karna bisa keluar dari masa itu setelah aku mengenal sosok pria yang aku anggap seorang pengganggu dan sok kecakepan merasa paling ganteng di sekolah dulu. Aku merasa beruntung bisa bertengkar dan berselisih paham dengannya dulu. Aku sangat bersyukur...”
Evan memeluk Alice lebih erat sambil mengelus rambutnya mencoba menenangkan dirinya yang menangis. Alice memang anak korban Broken Home. Orang tuanya berpisah saat dirinya SMP kelas 2. Saat orang tuannya memilih untuk berpisah, Alice ikut dengan papahnya tapi karna papahnya selalu bepergian untuk masalah kerjaan Alice menjadi sering ditinggal seorang diri di rumah. Di tinggal sampai berbulan-bulan dan tanpa papahnya itu menanyakan bagaimana kabar anaknya ataupun menanyakan hal lainnya. Alice hanya dikasih fasilitas yang mencukupi tanpa adanya kasih sayang dari orang tua.
Karna hal tersebut mamahnya menggugat hak asuh Alice, dengan beberapa sidang yang dilaksanakan hasil akhirnya sang mamah lah yang menang. Sejak hari itu Alice beralih ikut bersama mamahnya. Semua berjalan lancar, apa yang ia inginkan dari seorang tua dapat ia dapatkan. Hanya beberapa bulan saja dan setelahnya baik mamah maupun papahnya tetap saja sama. Mereka lebih mementingkan pekerjaan mereka tanpa melihat anak semata wayangnya yang dalam proses pertumbuhan. Alice memang besar di dalam keluarga yang berkecukupan, beda dengan Evan yang baru merasakan apa yang dinamakan berkecukupan itu beberapa tahun terakhir.
Kehidupan Alice serba terjamin, namun semua itu tak membuatnya bahagia atau merasakan senang dalam hidupnya, justru yang ia rasakan adalah kehampaan dan rasa sepi. Ia hanya membutuhkan rasa dimana dirinya merasa dipedulikan dan di khawatirkan. Hanya itu. Hal sepele yang tak Alice dapatkan.
Hal tersebut pernah ia dapatkan dari beberapa lelaki yang pernah menjadi pacarnya dulu, Cuma semua perhatian, rasa peduli dan khawatir hanya ia dapatkan saat masa pendekatan dan beberapa waktu setelah berpacaran. Setelah lewat dari 2 bulan semuanya hilang.
Sudah Tiga kali dirinya menjalin hubungan dengan seorang lelaki dan Evan adalah yang keempat kalinya. Dari semua pria yang pernah ia pacari hanya dengan Evanlah ia bisa mendapatkan hal yang ia inginkan selama bertahun-tahun. Evanlah yang membuat dirinya benar-benar terlepas dari masa kelamnya. Pria itulah yang mengubah pandangan hidupnya menjadi cerah kembali. Pria yang dulu ia hindari keberadaannya, kini malah sangat dinanti sosoknya untuk selalu ada bersama dengan Alice.
Pria yang mampu mengisi setiap harinya dengan senyum bahagia dan candaan garingnya selama dua setengah tahun ini dan pria tersebut kini ada bersamanya sedang memeluk erat tubuhnya yang rapuh.
“Hiks...hiks...aku sayang kamu, yang. Tetap bersama Alice”. Ucap Alice.
Evan merengkuh tubuh Alice untuk lebih dalam masuk dalam dekapannya dan h tersebut malah membuat tangisan Alice makin menjadi. Ini pertama kalinya mendengar Alice menangis sampai seperti itu. Evan berpikir apakah dirinya melakukan kesalahan? Apa tadi ia menyakiti Alice? Berbagai pertanyaan masuk ke dalam pikiran Evan yang sedang khawatir dan bingung.
“hhhuuuu.....hhhuuuu....hiks...hiks...”
Setiap kali Evan mencoba untuk menenangkan Alice justru tangisannya semakin menjadi keras. Evan yang bingung bercampur khawatir serta takut tak tau harus berbuat apa, ia akhirnya mendiamkan Alice untuk meluapkan semua emosinya. Hal tersebut ternyata berhasil, sekian menit menunggu Alice menangis, akhirnya Alice mulai reda.
Dengan sabar Evan mengelap lelehan air mata Alice yang kini hanya terdengar suara sesenggukan dan suara ingus khas dari tangisan.
“Makasih, yang. Hiks!”, lirih Alice dengan senyuman yang mulai ditunjukkan kembali dari kedua sudut bibirnya. Evan tersenyum hangat membalasnya.
Setelah air mata Alice selesai di lap. Evan bangkit dari posisinya dan meraih tas milik Alice lalu mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Sebuah tisu. Evan ambil beberapa lembar tisu dan ia gunakan untuk membersihkan ceceran sperma miliknya yang ada di atas perut Alice. Ia lap seluruh ceceran spermanya dengan lembut sampai bersih. Walau pastinya masih meninggalkan bau sperma miliknya di perut mulus tersebut.
Perut Alice telah bersih kembali dari spermanya dan saat Evan melihat ke arah Alice, ternyata wanita tersebut tertidur dengan wajah puas serta senyum yang mengembang di bibirnya. Evan yang melihatnya ikut tersenyum memandang wajah sejuk wanitanya itu. Evan merangkak pelan ke sisi Alice dan ikut merebahkan tubuhnya.
Evan letakan kepala Alice diatas lengannya sebagai bantal dan setelahnya Evan ikut terlelap tidur menyusul Alice yang terlebih dahulu mengejar mimpinya.
--
TAK!!! TAK!!!
Suara benturan piring membangunkan Evan dari tidurnya. Ia lihat dirinya sendiri ternyata masih telanjang dengan selimut yang menutupinya. Pandangan Evan beralih ke samping tempat Alice tertidur sesaat setelah ia kembali tenang dari tangisnya. Tak ada sosok Alice di samping. Saat ia mencoba bangun ternyata wanita yang ia cari tengah berada di lantai dengan beberapa bungkus nasi di dekatnya.
“Lagi ngapain, yang?”, tanya Evan dengan nada khas orang bangun tidur.
“Lagi siapin makan buat kita. Tadi aku dah pesanin pake GoFood nasi padang kesukaan kamu nih. Kamu mandi dulu gih, habis itu baru makan”, ucap Alice menyiapkan makanan diatas piring.
Evan lihat jam tangannya menunjukkan pukul 19.28. “Cukup lama juga gue tertidur”, lirih Evan dan bangkit dari ranjang.
Dengan bertelanjang bulat Evan mendekati sosok Alice yang tengah menyiapkan makan malam untuk mereka makan. Evan memeluk tubuh Alice dari belakang sambil mengecup lembut leher Alice yang membuatnya menjadi kegelian.
“Geli sayang. Jangan jorok ih, mandi dulu sanaaa...”, Ucap Alice sambil memandang Evan yang sudah melepaskan pelukannya dan tengah berdiri di belakangnya sambil bertelanjang bulat.
“ya ampun!!! Itu belalai kamu gerak kemana-mana, diumbar kaya ga punya dosa gitu. Buruan masuk kamar mandi terus pake baju kamu”, Alice bangkit dari posisi duduknya.
“ga ingat, biasanya juga kamu main ganti baju di depanku”
“Ga ingat, ga ingat aku. Hahaha...buruan masuk, yang”, ucap Alice.
“Ga mandi aku habisin jatah nasi kamu loh”, sambung Alice sambil mendorong tubuh Evan memasuki kamar mandi.
“Yang, handuk kamu mana?”, ucap Evan dari dalam kamar mandi.
“Handuknya basah tadi. Tunggu Bentar!!”, balas Alice bangkit ke arah lemarinya untuk mengambil handuk baru dan menyerahkannya ke Evan.
Alice mengetuk pintu kamar mandi dan tak lama pintunya terbuka yang memperlihatkan tubuh telanjang lelakinya itu serta Alice pun juga melihat bahwa penis Evan terlihat dalam keadaan setengah berdiri kembali. Saat Alice menyodorkan tangannya yang terdapat handuk pada Evan, Evan meraih tangan Alice untuk ikut masuk ke dalam kamar mandi juga. Alice menggeleng sambil tersenyum mengerjai Evan yang tengah memasang wajah memelas bercampur nafsu.
“Ga mau, kamu kocok aja sendiri. Hihihihi...”, ucap Alice mendorong tubuh Evan masuk ke dalam kamar mandi.
“Bentar aja, yang. Plis, masa tega liat aku ke siksa begini”, melas Evan.
“Makanya tidur disini aja, nanti aku bantuin kamu buat lepasin dari siksaan kamu itu”, ucap Alice dan langsung membalikkan badan lalu berjalan menjauh.
Setelah mandi dan bersantap malam. Alice dan Evan merapikan tempat tidur yang berantakan akibat persetubuhannya siang tadi. Saling mengganti sarung bantal maupun guling yang basah oleh keringat mereka beserta dengan seprei yang basah oleh cairan orgasme Alice yang mengucur deras. Selesainya beberes, mereka duduk berdampingan kembali di atas ranjang sambil mengobrolkan hal-hal receh lainnya. Sementara Alice mengobrol dengan mengunyah cemilan dengan bungkus snack ditangannya.
“kamu mah, yang padahal makan belum lama tapi sekarang udah ngemil terus. Heran aku sama kamu, yang. Makan terus ngemil malam bukannya gemuk malah tetap aja ga ada bedanya”, heran Evan.
“ya kalo ga gemuk senggaknya ada rasa takut kaya wanita lainnya. Takut gemuk atau gimana gitu”, sambung Evan.
“heran kan? Aku sendiri juga heran kenapa bisa kaya gitu. Mungkin karna aku wanita spesial yang hanya ada beberapa di dunia yang suka ngemil di malam hari tapi ga gemuk. Hahaha...”
“semacam spesies langka dong. Hahahaa”, canda Evan menanggapi ucapan Alice.
“bukan gitu, iiihhh... Pacar cantik gini sukanya di dzolimin”, ucap Alice sambil memasang wajah melasnya yang terlihat menggemaskan bagi Evan pribadi.
“Tapi sebenarnya aku kepingin kaya badan ibu kamu yang ramping gitu loh. Cuma kalo emang mau kaya mamah kamu, aku harus sedikit berjuang deh, soal kayaknya susah buat dapetin badan ideal kaya gitu”
Saat Alice menyebut kata mamah, seketika Evan teringat akan satu hal dimana dirinya harus pulang ke rumah karna kakeknya malam ini akan datang. Dengan bergegas Evan bersiap untuk pulang karna jam sudah hampir jam 9 malam.
“aku lupa, yang. Malam ini aki disuruh buat jemput kakek di terminal. Aduh, mati aku kena omel”, panik Ervan sambil mengambil ponselnya.
Evan terlihat menelepon mamahnya yang ternyata Widya sudah ada di terminal dan dirinyalah yang yang akan menjemput kakek Ervan. Dengan rasa bersalah, Evan meminta maaf pada mamahnya karna dirinya lupa akan hal tersebut dan dibalas santai oleh Widya dari balik telepon. Karna Widya yang menjemput di terminal, Evan disuruh oleh Widya untuk menunggu di rumah saja. Saat telepon berakhir, Evan langsung bergegas.
“Kamu ikut ke rumah aja, kamu tidur di rumah. Mamah pasti udah nunggu dari tadi”, ucap Evan mengajak Alice.
“Iya. Tunggu dulu, aku mau pake jaket sama ganti celana”
Setelah semuanya siap dan telah berada di depan kos Alice yang terletak motornya, Evan dengan terburu menyalakan motor dengan Alice membonceng dibelakangnya dan langsung menancap gas menembus angin malam yang semakin terasa dingin menuju rumahnya berada.
--
Sementara itu di tempat lain di waktu yang hampir bersamaan.
Widya
D
irinya tengah berada di dalam terminal untuk menjemput ayah mertuanya atau ayah almarhum suaminya yang akan datang berkunjung. Sebenarnya tugas menjemput ayah mertuanya itu tugas anaknya, Evan. Cuma berhubung Evan susah dihubungi akhirnya Widya memutuskan untuk menjemputnya secara langsung ke terminal.
Dari posisinya Widya berdiri dengan 6 orang pria di dekatnya dan dirinya bisa melihat dari kejauhan ayah mertuanya sudah menunggu di ruang tunggu terminal. Bus yang mengantarkan ayah mertuanya sebenarnya sudah sampai dari setengah jam yang lalu, namun karna ada sesuatu yang terjadi dengan Widya sendiri, sang ayah mertua harus menunggu menantunya yang tak kunjung datang menjemputnya.
“iya, pak. Ini Widya udah di terminal kok. Widya lagi jalan ke ruang tunggu. Sebentar lagi Widya sampai, pak”
Panggilan antara Widya dengan ayah mertuanya terputus. Sementara setelah Widya selesai dengan panggilannya, keenam pria tersebut tertawa.
“Hahaha...bu Widya memang nakal. Mertuanya datang bukannya dijemput malah disuruh nunggu sampe setengah jam lebih buat ngentot dulu sama enam kontol. Hahahah...”
“Mertuanya nunggu lama sampe kehausan. Bu Widya malah kenyang makan kontol sama peju kita. Bu Widya ke terminal buat jemput mertuanya apa ke terminal mau nge'lonte sih? Hahaha...”
Tiba-tiba salah satu pria berujar ingin menemui ayah mertuanya dan berjalan, namun langsung Widya cegah dengan cepat.
“Bapak mau ngapain sih?”, tanya Widya kesal.
“udah, sekarang jemput mertua ibu itu sebelum kita ngaceng lagi terus gilir bu Widya sampe pagi. Kalo sampe kita gilir lagi juga jangan salahin kita kalo nanti bukan hanya 6 orang, bahkan bu Widya bisa digilir lebih banyak kontol lagi”, ucap salah satu pria sambil meremas kencang kedua payudaranya dari belakang.
“AAAKKKHHHH!!!”
“Makasih buat memeknya, bu Widya. Kalo lagi dekat terminal atau lewat depan terminal jangan lupa mampir. Nanti kita bikin bu Widya merasakan nikmat yang buat ibu melayang. Hahaha”
Widya mulai berjalan meninggalkan keenam pria tersebut menuju mertuanya yang sedang duduk menunggu sedari tadi di dalam ruang tunggu terminal. Sebelum dirinya berjalan terlaku jauh dari keenam pria tersebut, salah satu pria menampar keras pantat Widya dari balik celana yang dipakainya
PLAK!!!
“Bakal kangen gue sama ini pantat. Jaga baik-baik tubuh ibu jangan sampe sakit. Terutama toket, lubang pantat sama memek biar bisa kita garap bareng-bareng lagi”
“Semoga kontol kita bisa bertemu kembali dengan memekmu, bu Widya”
Widya rasanya ingin sekali menangis mendapatkan pelecehan sedemikian rupa kembali. Setelah dirinya benar-benar merasakan apa pelecehan itu. Semua lubangnya telah dipakai oleh 6 pria terminal. Dirinya sangat kesal, sangat benci. Tapi sebuah perasaan tak bisa berbohong bahwa dirinya menikmati setiap perlakuan kasar kontol mereka terhadap memeknya secara bergiliran hingga dirinya mendapatkan beberapa kali orgasme panjang yang sudah 2 tahun tak ia rasakan.
Widya marah, benci dan dirinya mengutuk para pria tersebut, tapi disisi lain ia menikmati setiap keluar masuknya kontol-kontol besar tersebut yang mengisi penuh lubang memeknya dengan kasar. Rasa merah, benci karna di anggap sebagai Pelacur oleh mereka pun juga membuat perasaan lain pada tubuhnya. Rasa menikmati saat dengan bergantian ataupun secara bersama menikmati lubangnya dengan kasar sambil dirinya diteriaki sebagai Pelacur, Lonte ataupun layaknya wanita murahan. Dirinya basah, dirinya bernafsu, dirinya terangsang dan dirinya orgasme menyemburkan cairan kewanitaannya.
“Apa yang terjadi dengan diriku ini? Ini pemerkosaan Widya, bahkan kamu dilecehkan dan di katai sebagai Lonte oleh mereka. Sadarlah Widya, sadar”, batin Widya mengatai dirinya sendiri sambil merasakan selangkangannya yang terisi penuh oleh cairan kental.
“tapi aku menikmatinya kembali”, lanjut Widya sambil terus berjalan ke arah ayah mertuanya.
Terasa pada saat jalan, bahwa pada bagian selangkangannya seperti penuh akan sesuatu yang tak lain adalah gumpalan peju yang memenuhi memeknya, menetes membasahi celana hitam yang ia pakai. Hanya saja waktu yang terjadi malam, sehingga hal tersebut tak menjadi perhatian orang-orang yang berada di dalam terminal. Namun, bisa dengan jelas setiap orang yang berpapasan dengannya bisa mencium dengan jelas aroma peju dari selangkangannya.
“Sshhhh....”, lirih Widya di sela jalannya.
*…………………………..
Malam Penaklukan
Sehabis menyiapkan masakan yang lumayan banyak pada hari itu, Widya berjalan ke arah sofa ruang tengah untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak dari rasa lelah yang sedikit ia rasakan. Dengan menyalakan televisi dan segelas minuman dingin di tangannya, Widya duduk. Karna badanya sedikit berkeringat, Widya membuka beberapa kancing atas baju daster yang ia pakai, berharap agar udara dapat masuk ke dalam pakaiannya.
Widya bersyukur bisa menikmati hidupnya secara normal lagi tanpa ada beban yang menindih bahunya. Terlepasnya pelaris dari tubuhnya membuat badan Widya merasa lebih enteng dan lebih bebas dari sebelumnya. Memang terdengar egois karna disaat dirinya sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, Widya langsung membuang apa yang selama ini membantunya keluar dari masalah, tapi mau bagaimana lagi itu memang salah.
Saat Widya tengah bersantai di ruang tengah menikmati rasa lelah yang mulai menghilang, ponsel Widya bunyi menandakan sebuah panggilan di layar ponselnya. Tertera jelas nama ayah mertuanya “Ayah Kasno” di sana. Dengan sigap Widya mengangkat panggilan yang masuk tersebut dengan sopan.
“Halo, yah”
“iya, Wid. Ini ayah udah di perjalanan, mungkin nanti malam ayah sampai di terminal”, ungkapnya pada Widya.
“Iya, yah. Nanti Widya suruh Evan buat jemput ayah sesampainya di terminal”
“Bagaimana kabar kami sama cucu kakek, Wid?”, tanya pak Kasno dari balik panggilan.
“Alhamdulillah Widya sehat, yah. Evan juga sehat, sekarang malah cucu kakek ini udah kuliah”
Cukup lama Widya mengobrol dengan mertuanya lewat telepon hingga dirinya menyudahi hal tersebut karna dirinya ingin membersihkan dirinya akibat badan yang dirasa mulai lengket oleh keringat sehabis memasak. Dengan langkah pelannya Widya berjalan ke arah kamarnya.
Di hadapan cermin lemari pakaiannya, Widya berkacak pinggang melihat lekuk tubuh dirinya sendiri sambil berpikir apakah sebegitu menariknya tubuh miliknya itu sampai-sampai banyak pria yang menggodanya secara halus maupun langsung secara kurang ajar. Ia tatap lekat sekujur tubuhnya sendiri dari ujung kaki hingga rambut secara perlahan. Dari hanya menatap tubuh sendiri sampai tangannya ikut bergerak menelusuri tubuh.
Saat berada di dada, Widya hentikan gerakan tangannya pada kedua buah daging kenyal miliknya itu. Menggunakan telapak tangannya ia pengang pelan payudaranya yang bagi pria pribadi merupakan hal pertama yang membuat terangsang sat melihatnya. Ia remas secara pelan sambil memandang tubuhnya sendiri ke arah cermin tepat diaman dirinya sedang meremas kedua payudaranya sendiri secara perlahan.
Widya buka pakaiannya hingga hanya menyisihkan Bra hitam dengan balutan celana dalam berwarna putih yang masih melekat pada tubuhnya. Terlihat dengan jelas pada kulit atas payudaranya terdapat beberapa titik merah yang disebabkan oleh seseorang.
Saat Widya melihat beberapa titik merah cupangan di kulit payudaranya yang mulus membuat pikiran Widya kembali terbang pada kejadian semalam saat dirinya dengan gampang jatuh pada kehangatan seorang pria kembali dengan mudahnya tanpa ada perlawanan berarti yang Widya lakukan pada perbuatan yang dilakukan oleh sang pria.
Tanpa sadar hal tersebut terus memenuhi pikirannya kembali membuat selangkangan Widya merasakan mulai basah dan nafsunya kembali meluap secara perlahan. Dengan cepat Widya melepaskan semua dalaman yang masih tersisa pada tubuhnya dan bergegas pergi masuk ke dalam kamar mandi. Saat di dalam kamar mandi, Widya duduk diatas Kloset dengan membuka kedua kakinya sendiri dan terpampanglah selangkangan yang terlihat basah. Menggunakan tangannya ia gosok secara perlahan namun terus meningkatkan ritmenya saat menggosok bibir memeknya beberapa menit. Merasa bosan dengan gerakan menggosok, Widya ubah menjadi memasukkan beberapa jarinya ke dalam lubang memeknya secara cepat, mengocok lubang tersebut mencari sebuah kepuasan dari jari-jarinya.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
“Ssshhhhh....ssshhhhh....pakk ...sshhhhh....”
Entah siapa yang sedang dibayangkan oleh Widya di sela desahan masturbasinya itu. Desahan dan suara tusukan cepat jari di lubang memeknya memenuhi ruang kamar mandi tersebut. Gerakannya terus semakin bernafsu sambil membayangkan setiap genjotan dan tusukan yang ia peroleh oleh sebuah batang besar hitam milik seorang pria yang sudah tak asing lagi bagi Widya.
--Sebelumnya—
Waktu menunjukkan pukul 19.55 malam. Widya berada di ruang tengah sedang menonton acara sinetron yang tersaji di layar televisi. Seperti layaknya seorang ibu-ibu pada umumnya saat menonton sebuah sinetron pasti akan terbawa suasana dengan adegan yang diperlihatkan oleh para aktor tersebut. Di tengah gumaman kecilnya saat menonton, Evan turun dari kamarnya dan menemui sang mamah yang sedang bergumam kesal.
“kesal banget kayaknya sama sinetron, mah”, ucap Evan pada Widya.
Dengan muka masih terlihat kesal Widya menjawab, “lagian tokoh prianya bikin mamah kesel aja. Jadi pria kok gitu banget sih, kesel mamah jadinya”. Sementara Evan hanya tertawa kecik melihat mamahnya itu.
“eh, kamu mau kemana? Rapi banget”, tanya Widya melihat Evan terlihat rapi.
“Ini, mah Evan mau pergi sama Alice, mau Evan ajak jalan soalnya kasihan. Alice tadi bilang katanya kesepian di kosan, makanya Evan mau ajak jalan”, ungkap Evan.
“Yaudah, tapi jangan larut banget pulangnya”
“Iya, mah”, balas Evan sambil mencium tangan Widya untuk berpamitan dan langsung keluar.
Sudah lebih dari setengah jam setelah Evan keluar rumah, Widya masih setia di depan televisinya. Saat masih menikmati acara sinetron sebuah suara terdengar dari balik pintu utama, sebuah ketukan. Widya yang mendengar ada seseorang yang datang ke rumahnya langsung bangkit dari posisi duduknya berjalan ke arah pintu menemui orang tersebut.
“eh, pak Narto. Ada apa ya pak malam-malam ke rumah?”, tanya Widya saat mengetahui orang yang datang adalah seorang satpam di kompleksnya bernama pak Narto.
Sedikit penggambaran mengenai pak Narto. Pak Narto ini seorang pria tua berusia 60 tahunan yang mempunyai tubuh sedikit gemuk. Pak Narto sudah menjadi satpam di kompleks rumah Widya sudah sangat lama sebelum mempunyai anak dengan istrinya sampai sekarang yang sudah mempunyai 2 anak dengan beberapa cucu. Pria tersebut sangat sopan terhadap para penghuni kompleks termasuk pada Widya sendiri dan pak Narto juga seseorang yang dikenal sopan.
“Ini bu, saya tadi lagi keliling lihat kalo gerbang rumah terbuka terus lampu depan mati, saya yang takut terjadi apa-apa makanya saya datang buat memastikan”, ujar pak Narto.
“Oh iya pak, maaf. Mungkin tadi pas Evan keluar lupa buat tutup pintu gerbang lagi. Soal lampu depan mati juga karna lampunya memang sudah mati. Tadinya mau minta tolong sama Evan buat gantiin tapi saya juga lupa”, Ucap Widya dengan tersenyum kecil.
“Ohalah, takutnya tadi ada maling yang masuk terus bu Widya di apa-apain di dalam. Hehehe”
Tanpa Widya sadari, ternyata pak Narto memang memperhatikan Widya saat berucap tadi. Karna memang pak Narto seorang pria biasa jadi dia juga punya rasa tertarik dengan lawan jenis dan apalagi saat itu Widya memang sudah memakai baju tidur dengan bahan yang tipis dan beberapa kancing bajunya yang terbuka sedikit rendah sehingga bisa memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Sopan dan ramah, tapi bukan berarti pak Narto tak bisa menyembunyikan rasa terangsangnya. Dibalik celana hitam satpamnya sebuah batang besar sudah terasa mengeras ingin memberontak. Apalagi dirinya juga sudah 2 tahun tak pulang kampung menemui istri serta anaknya sehingga selama 2 tahun belakangan ini pak Narto sama sekali tak bisa menyalurkan rasa birahinya.
Sebenarnya bisa saja menyewa seorang wanita, tapi untuk hal tersebut pak Narto harus berpikir dua kali. Terlepas dari uang yang harus dikeluarkan, daripada untuk membayar seorang wanita lebih baik ia kasih uang tersebut untuk anak istrinya.
“Maaf, pak. Saya bisa minta tolong sekalian aja ga? Tolong buat pasangin lampu depan yang mati itu”, ucap Widya.
“bisa, bu. Sini biar bapak pasangkan”
“Maaf ya pak kalo saya ngerepotin bapak”
“Ga sama sekali kok, bu. Lagian saya kerja disini sebagai satpam buat jaga kompleks, saya juga siap bantuin penghuni kompleks yang butuh bantuan”, ucap pak Narto sambil tersenyum ramah seperti biasa.
“yaudah, kalo gitu saya masuk dulu ya, pak mau ambil lampunya”
Saat Widya berjalan, dengan jelas pak Narto bisa melihat pantat Widya yang hanya terbungkus celana panjang tipis bergerak ke kanan dan ke kiri. Di ambang pintu pak Narto memperbaiki letak posisi kontolnya yang terasa tak nyaman akibat tegang melihat lekuk tubuh Widya.
“Aduh pantat bu Widya bikin tambah ga tahan pengen manjain si batang ini”, ucap pak Narto melihat Widya yang semakin jauh masuk ke dalam sambil mengelus kontolnya yang sudah keras maksimal dari balik celananya.
Di depan gerbang rumah Widya, pak Narto telah selesai mengganti lampu yang mati. Sambil membawa tangga yang ia gunakan ke pekarangan rumah Widya, pak Narto ditawari minum oleh Widya sebagai rasa terima kasihnya karna sudah dibantu mengganti lampu. Pak Narto awalnya menolak secara halus karna memang dirinya harus melanjutkan kelilingnya kembali, tapi karna paksaan dati Widya yang merasa tak enak jika pak Narto menolak rasa terima kasinya, akhirnya pak Narto mau menuruti tawaran Widya dengan segelas kopi.
Pak Narto duduk di kursi santai teras rumah Widya sambil menunggu Widya membuatkan kopi untuknya. Saat tengah menunggu, pak Narto merasakan bahwa dirinya ingin kencing, dengan terpaksa pak Narto masuk ke dalam rumah dan menjumpai Widya di dapur yang tengah membuat kopi untuknya. Awalnya Widya kaget, tapi karna pak Narto mengutarakan niatnya masuk ke rumah untuk Numpang buang air kecil, akhirnya Widya menunjukkan kamar kecil yang tepat berada di dalam dapur.
CUURRR!!!!
Mengalir keluarlah cairan kencing pak Narto dari batang kontolnya yang masih sedikit tegang. Saat dirinya memperhatikan kontolnya sendiri, pak Narto kembali teringat akan Widya. Sehabis kencing, pak Narto tak langsung keluar dari dalam toilet. Untung bagi pak Narto, karna di pintu toilet terdapat ventilasi yang bisa ia gunakan untuk melihat ke arah luar. Dari lubang ventilasi tersebut pak Narto bisa melihat tubuh Widya yang tengah berdiri masih membuat kopi untuk dirinya.
Nafsu yang membelenggu selama 2 tahun ingin segera dikeluarkan oleh pak Narto. Ia pegang kontolnya yang sudah tegang kembali dan mulai mengocoknya sambil melihat tubuh Widya dari balik lubang tersebut. Hampir satu menit pak Narto mengocok kontolnya, tapi sama sekali belum ia rasakan akan segera keluar dan Widya sendiri berjalan keluar dari dapur sambil membawa segelas kopi di tangannya.
Dengan rasa khawatir bercampur nafsu pak Narto melanjutkan kocokkan pada kontolnya di dalam toilet. Terdengar Widya kembali masuk ke dapur sambil memanggil nama pak Narto sambil memberi tahu bahwa kopinya sudah siap. Sementara orang yang dipanggil Widya di dalam toilet tengah bermasturbasi dengan mengocok kontol besarnya dengan cepat. Mungkin karna nafsu sudah di ubun-ubun, tanpa pikir panjang pak Narto membuka Pintu toilet dan memperlihatkan dirinya tengah mengocok kontolnya di depan Widya. Widya yang melihatnya kaget dengan pemandangan yang pak Narto perlihatkan di depannya. Kontol besar, panjang berwarna hitam tengah dikocok dengan cepat.
“Bapak, ngapain?! Jangan kurang ajar, pak!”, bentak Widya pada pak Narto yang masih mengocok kontolnya.
“maaf, bu kalo saya kurang ajar. Saya mohon, bu...bantu saya, saya udah ga tahan lagi pengen keluarin peju saya, bu”, ucap pak Narto dengan vulgar pada Widya.
Dilihatnya oleh Widya kontol pak Narto yang besar, ia pandangi dengan teliti setiap gerakan tangan pak Narto saat mengocok. Entah kenapa Widya merasa seperti menjadi tak keberatan melihat tindakan pak Narto yang kurang ajar itu. Melihat kelakuan kelakuan kurang ajar dari satpam kompleksnya, Widya membalikkan badan dan berlari, tapi apa daya belum sempat berlari tubuhnya terlebih dahulu ditangkap oleh pak Narto dengan dipeluk dari belakang. Terasa jelas bahwa daging keras menekan pantatnya saat pria tersebut memeluk Widya dari belakang. Bahkan terasa jika kontol pak Narto bergerak menyentak ke arah selangkangan Widya dari balik celana tipis yang ia pakai.
Widya mencoba melakukan perlawanan dengan memberontak sekuat yang bisa ia lakukan, tapi tenaganya masih kalah. Tua bukan berarti tenaganya telah hilang, selain pak Narto seorang Satpam yang notabene harus punya stamina kuat, dia juga mempunyai tubuh yang lumayan gemuk sehingga hal tersebut bisa membuat Widya tak bisa melawan dengan banyak.
Perlawanan Widya berhasil ditangani oleh pak Narto. Setelah tubuh Widya terkunci oleh pelukannya, pak Narto mencium tengkuk leher Widya dari belakang. Tengkuk adalah salah satu titik sensitif yang Widya punya. Mendapat rangsangan di tengkuknya Widya sedikit tersentak dan merasakan geli saat diperlakukan seperti itu. Perlawanan masih Widya coba, namun ciuman pak Narto berpindah dari tengkuk kini merambat ke area belakang telinga. Bukan hanya ciuman, tapi ciuman tersebut berubah menjadi jilatan nafsu di daun telinganya dan sementara kedua tangan pak Narto digunakan untuk meremas kencang kedua payudara Widya dengan bernafsunya. Di remas dan dimainkan kedua payudaranya dari balik baju tidur tipis yang ia pakai.
“sshhhh....”, mendapat rangsangan seperti itu membuat Widya sedikit mulai mendesah.
Kedua tangan pak Narto masih bermain di kedua payudara Widya masih mencium dan menjilat bertambah dengan menggigit kecil daun telinga.
“Bu Widya ga usah melawan, tolong puaskan saya, bu. Ibu juga bak dapat kepuasan balik dari kontol saya. Kita saling memuaskan saja, bu. Saya tau ibu juga sebenarnya kangen dengan kontol selama ini”, ucap pak Narto tepat di telinga Widya. Hembusan nafas dari mulut pak Narto membuat sensasi tersendiri pada Widya. Tubuhnya merinding dan nafasnya mulai tersengal.
Tanpa menunggu jawaban yang Widya berikan, pak Narto menurunkan sedikit celana panjang tipis Widya beserta dengan celana dalam yang dipakainya sehingga kontol pak Narto yang sudah mengeras menempel tepat di bibir memek Widya. Di gesek-gesekan kontol tersebut yang membuat Widya makin membuat desahannya tak bisa ditahan lagi. Desahan yang Widya keluarkan membuat pak Narto makin bernafsu untuk menyetubuhi salah satu primadona di kompleksnya itu.
Widya merasakan bahwa ujung kepala kontol pak Narto ditempelkan di depan bibir memeknya langsung mulai memberontak kembali karna dirinya tau bahwa pria tua tersebut akan segera melakukan penetrasi. Apa yang dipikirkan oleh Widya ternyata benar, tanpa melakukan pemanasan terlebih dahulu pak Narto langsung menancap masuk kontolnya membelah memek Widya dengan keras. Mendapat serangan yang keras membuat Widya menjerit kesakitan karna dipaksa dengan keras dan cepat benda besar tersebut masuk ke dalam lubangnya.
“AAAKKKHHHH!!!”
“AAKLKKHHHHH....SEMPIT BANGET, BU. SSHHHH...”, racau pak Narto saat seluruh batang kontolnya berhasil masuk sepenuhnya mengisi memek Widya.
Pak Narto membiarkan sebentar kontolnya di dalam memek Widya, membiarkan lubang Widya sedikit beradaptasi dengan kontolnya yang besar itu.
“sudah lama saya ga merasakan memek, akhirnya saya bisa merasakan kembali dan memek itu punya bu Widya. Ssshhh...Makasih, bu”, ucap pak Narto memeluk tubuh Widya dari belakang dengan batang kontolnya yang sudah masuk.
“tolong cabut, pak. Ini salah. Saya mohon, pak jangan lakukan ini sama saya”, iba Widya.
“Cabut? Maksudnya seperti ini?”
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Pak Narto langsung menggerakkan keluar masuk kontolnya di dalam memek Widya dengan tempo pelan namun kuat. Sekarang terlihatlah sosok Widya yang sedikit menungging dengan tangannya bertumpu pada ujung wastafel tengah di Setubuhi oleh pak Narto satpam kompleksnya.
BRET!!!
Di buka dengan paksa oleh pak Narto baju tidur yang dipakai oleh Widya sampai semua kancing bajunya copot berjatuhan ke lantai dapur. Baju tidurnya yang sudah terbuka memperlihatkan Bra putih yang dipakai oleh Widya, namun karna posisi pak Narto di belakang jadinya ia tak bisa melihat Bra yang dipakai oleh Widya. Sekarang dengan gerakan selanjutnya, pak Narto membetot bagian depan Bra Widya sampai putus sehingga kedua payudaranya tergantung dengan bebas di posisi menunggingnya. Kedua payudara mulus yang ikut bergoyang oleh pompaan kontol pak Narto di memeknya.
Di remasnya payudara Widya dari belakang dengan gemas sambil terus menumbuk selangkangan Widya dengan kuat. Pak Narto sedikit membukukan badanya condong ke depan. Menggunakan satu tangannya, pak Narto menyuruh kepala Widya untuk mendekat ke arahnya dan memalingkan wajahnya pak Narto langsung melumat bibir seksi Widya dengan kasar. Bunyi khas ciuman terdengar menambah riuh dari suara selangkangan pak Narto yang bertubrukan demgan kulit pantat Widya.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Di dalam hati pak Narto tersenyum dengan apa yang Widya tunjukan untuknya, dimana Widya kini mulai membalas lumatan kasar pak Narto dengan sendirinya. Tadinya yang dipaksa, kini Widya mulai menikmati hal tersebut karna memang dari Widya sendiri sebenarnya sudah sangat menginginkan sebuah batang kontol untuk memuaskan nafsunya kembali. Entah kenapa setelah dirinya di garap beberapa pria di dalam bus duku serta pas masih melakukan ritual bulanan bersama mbah Mitro, dirinya mulai menyukai apa yang namanya bersetubuh dan apa yang namanya kenikmatan dari batang-batang kontol yang mengisi lubang memeknya.
“Ssshhh....kita tutup pintu dulu, bu. Takutnya ada yang curiga”, ucap pak Narto di sela lumatan mereka. Widya hanya mengangguk dan berniat berdiri, namun oleh pak Narto ditahan.
“Ga usah, bu. Kita ke depan sambil kontol saya tetap genjot memek bu Widya”, ucapan pak Narto membuat Widya kaget dan menggeleng pelan di sela kenikmatan yang diperoleh dari sodokan kontol besar pak Narto.
“Jangan, pak. Ssshhh...saya takut”
“Udah gapapa, bu. Bu Widya ga usah takut. Ssshhh...ayo jalan!”
PLAK!!!
Pak Narto menampar sebelah pantat Widya lumayan keras hingga terdengar jeritan kecil yang keluar dati mulut Widya. Widya yang sudah lama menanti rasa kontol seorang pria hanya bisa menuruti apa yang pak Narto ucapkan. Dengan masih disodok dari belakang, Widya berjalan pelan sedikit menungging ke arah pintu depan. Untuk berjalan saja bagi Widya susah apalagi dalam posisi dirinya sedang disetubuhi dari belakang. Sesekali mendapat tamparan pada pantatnya oleh pak Narto.
Sedikit demi sedikit Widya berjalan ke arah pintu depan yang masih terbuka dengan pak Narto yang tengah menyodok memeknya dari belakang tanpa peduli. Setelah berjuang lumayan susah, Widya dan pak Narto sudah ada di depan pintu, namun bukannya menutup pintu, pak Narto menyodok keras kontolnya supaya Widya tetap berjalan ke teras rumah. Pak Narto mencabut kontolnya yang sudah basah oleh lendir kewanitaan Widya dan duduk di kursi teras. Widya yang tak tau apa yang akan dilakukan oleh pak Narto masih berdiri setengah badan dalam kondisi sedikit menungging yang memperlihatkan selangkangkannya tepat di depan pak Narto yang sudah duduk dibelakangnya.
“emut kontol saya, bu. Saya pengen merasakan lembutnya mulut bu Widya yang manis itu”, ucap pak Narto menyuruh badan Widya untuk bersimpuh di depan selangkangannya.
Widya yang sudah berada di depan selangkangan pak Narto hanya melihat dengan tatapan nafsu bercampur takut. Pak Narto yang mengetahui perasaan Widya saat itu memegang kedua pipi Widya sambil mengusap pelan.
“Gapapa, bu. Ga bakal ada yang lihat kelakuan kita disini. Ayo masukan kontol saya ke mulut bu Widya”, ucapan dan usapan pak Narto di pipinya membuat Widya merasa lebih santai kembali.
“ayo, bu emut”, sambung pak Narto sambil memukulkan pelan kontolnya di bibir Widya.
Seperti seseorang yang sudah mahir soal memuaskan pria. Pertama Widya menjilati batang kontol pak Narto dari pangkal bawah sampai ke ujung kepala kontol pak Narto dan diulangi beberapa kali. Dilanjutkan dengan Widya memainkan lidahnya tepat di kepala kontol pak Narto sebelum memasukkan keseluruhannya ke dalam mulutnya. Pak Narto yang mendapat servis gratis dari Widya hanya bisa merem melek menikmati setiap rasa nikmat yang menyerang kontolnya itu sambil sesekali meminum kopinya.
Di pegang dan di elusnya kepala Widya dengan lembut di setiap gerakan kepala Widya yang tengah bekerja mengulum serta menyedot kencang kontolnya di dalam mulut Widya. Rasa nikmat yang baru pertama kali di rasakan oleh Narto sungguh sangat tak bisa dibendung lagi karna hal itu memang pengalaman pertama pak Narto di servis oleh mulut perempuan. Selama menikah dengan istrinya, istrinya itu sama sekali tak pernah dan tak mau namanya oral seks dengan berasalan jijik. Jadi ini salah satu keberuntungan terbesar bagi pak Narto sendiri yang bisa merasakan apa yang namanya dan apa rasanya di oral itu.
Dibantunya kepala Widya untuk lebih cepat lagi bergerak mengocok selangkangkannya sampai hidung Widya beberapa kali menyentuh hingga mentok mengenai rambut kemaluannya.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
“Sshhhhh....enak banget, bu”, racau pak Narto menikmati mulut Widya.
“Gugah yaghh paghh...”, ucap Widya tak jelas di tengah kulumannya.
“Sudah? Yaudah kalo gitu kita masuk, bu”, pak Narto membantu Widya untuk berdiri, tapi bukan berjalan biasa, namun pak Narto kembali menunggingkan tubuh Widya dan memasukkan kembali kontolnya ke dalam lubang memek Widya dan menggenjotnya. Sambil di genjot kembali, pak Narto menuntun pelan Widya untuk berjalan masuk ke dalam rumah dan menutup pintu serta menguncinya.
Setibanya di sofa ruang tengah, pak Narto memompa selangkangan Widya menambah sedikit ritmenya. Widya hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan menikmati setiap inci batang kontol pak Narto yang menggesek rongga memeknya dan setiap sodokan yang mengenai bagian dalam membuat Widya mengerah nikmat.
PLOP!!!
“pak, kok dicabut?”, tanya Widya bingung dalam keadaan kentang.
“Bu Widya, saya boleh masukin ke lubang yang ini ga?”, tanya pak Narto sambil mengusap pelan lubang pantat Widya.
“Jangan disitu, pak saya mohon. Punya bapak terlalu besar untuk masuk ke lubang pantat saya”
“jangan takut, bu. Awalnya saja yang sakit, nanti ibu juga bakal merasakan nikmat yang berlipat. Mau ya? Nanti bapak kasih yang nikmat yang lebih lagi”
Widya diam berpikir, namun saat dalam diamnya pak Narto mulai melakukan penetrasi pada lubang pantat Widya yang membuat Widya sendiri mengerang kesakitan dan mencoba untuk memberontak. Hal tersebut bukan pertama kalinya bagi Widya, jika di flashback pantat Widya sebelumnya juga sudah pernah di perawani oleh mbah Mitro, tapi masalahnya ukuran antara milik mbah Mitro dengan milik pak Narto terdapat perbedaan, dimana milik pak Narto lebih besar.
Setiap inci bayang kontol pak Narto yang mencoba masuk ke dalam lubang pantat Widya membuatnya merasakan sakit sambil meremas kencang ujung sofa yang digunakan sebagai tumpuannya. Rasa sakit yang diterima membuat Widya mengerang cukup keras, hal tersebut membuat pak Narto bertindak dengan menutup mulut Widya dengan tangannya supaya tak terlalu keras suaranya.
“lemasin, bu. Lemasin biar ga terlalu sakit”, ucap pak Narto terus menekan kontolnya untuk masuk.
Widya hanya menggeleng cepat merasakan rasa sakit yang ada di pantatnya. Rasanya Widya ingin berteriak sekeras mungkin dan rasanya ingin menangis karna rasa sakit tersebut. Rasanya lubang pantat miliknya yang sempit tengah dipaksa untuk terbuka dengan lebar dari ukuran biasanya sampai seperti mau robek. Mengetahui bahwa Widya terlalu mendapat banyak rasa sakit, pak Narto menghentikan sejenak proses penetrasinya pada pantat Widya. Pak Narto belai lembut pipi Widya dan ternyata sudah mengalir air mata disana.
CUP!!!
Diciumnya pipi Widya dengan lembut mencoba menenangkan. Sambil terus menjaga agar batang kontolnya yang terdiam supaya tak terlepas kembali, pak Narto memeluk leher Widya sehingga posisi Widya menungging sedikit berdiri ke arah belakang. Justru hak tersebut membuat rasa sakit yang Widya alami bertambah karna kontol pak Narto makin menancap masuk ke dalam pantatnya. Seperti tak mau melepaskan Widya, pak Narto tetap memeluk Widya yang kini berganti dari leher ke tubuhnya yang dipeluk. Sambil memeluk, pak Narto menekan masuk kembali kontolnya dengan sedikit memaksa.
“AAAKKKHHHH......PELAANNNN.....AAAKKKKHHHH!!!”, erang Widya di tengah proses penetrasi secara paksa oleh pak Narto pada lubang pantatnya.
“jangan tegang, bu. Lemasin badan ibu supaya enak. Lemas dan jangan coba buat dilawan kalo ibu ga mau terlalu merasa sakit”, ucap pak Narto mencoba memberi arahan.
“nah iya kaya gitu, bu. Lemasin aja”, sambungnya.
Secara perlahan kontol pak Narto masuk menembus sempitnya lubang pantat Widya yang sebenarnya sudah tak perawan lagi. Demgan gerakan terakhir, pak Narto menekan masuk kontolnya dengan keras hingga masuk seluruhnya dan hal tersebut membuat Widya menjerit keras, sementara pak Narto hanya tersenyum puas karna berhasil menjebol lubang pantat Widya yang ia kira masih perawan itu. Dirinya merasa bangga karna bisa memerawani pantat Widya yang berisi itu.Dengan cara menampar pantat Widya pak Narto mencoba mengekspresikan rasa puas serta rasa semangnya karna bisa menikmati pantat Widya. Lagi-lagi Widya hanya bisa menjerit oleh perlakuan yang diberikan oleh pak Narto terhadap tubuh montoknya itu.
“Akhirnya masuk juga, bu. Ternyata enak banget pantat bu Widya ini, kontol saya rasanya di remas dengan keras sama pantat ibu”, ucap pak Narto.
“ss...saakkittt, paakkk...ssshhhhh...”
“Hanya sebentar, bu. Tahan, nanti juga bu Widya bakal keenakan”
“Saya mulai gerakin ya, bu”, lanjut pak Narto.
Hanya gerakan kecil pantat pak Narto saja membuat Widya mengerang, tapi pak Narto yang sudah sangat bernafsu tetap melanjutkan gerakan kontolnya keluar masuk mengocok lubang pantat Widya. Setiap gerakan yang dilakukan menimbulkan rasa nikmat yang sangat hebat, sebaliknya dengan apa yang Widya rasakan hanya rasa sakit yang menyerang.
Sudah lewat beberapa menit saat pak Narto memompa lubang pantat Widya dengan ritmenya sendiri yang kadang naik turun. Widya mulai bisa ikut menikmati persetubuhan yang terjadi terhadapnya itu. Widya mulai mengeluarkan desahan nikmat dan bukan lagi sebuah erangan sakit yang sedari tadi ia keluarkan. Dengan perlahan Widya mulai menunjukkan balasan atas gerakan pak Narto dengan cara ikut menggerakkan pantatnya maju mundur menyambut setiap pompaan kontol pak Narto yang menabrak kulit pantatnya.
“Ssshh....ssshhh....pak”
“Udah mulai enak sekarang kan, bu? Ini baru permulaan, saya bakal buat ibu puas”
Pak Narto yang sekarang bisa menggerakkan laju keluar masuk kontolnya tanpa hambatan terus saja memompa pantat Widya dengan leluasa. Gerakan maju mundur dengan kombinasi tamparan kecil di kedua sisi pantat Widya secara bergantian. Hal tersebut membuat nilai plus bagi Widya sendiri, karna perlakuan yang pak Narto berikan membawa nikmat yang menyalurkan ke seluruh tubuhnya, hingga dirinya merasa akan mencapai orgasme pertamanya dengan waktu yang lumayan cepat.
“Aaaakkkkhhh. Keluar pakk...Aakkkhhhh”, erang Widya saat orgasme pertama di dapatnya.
Saat gelombang orgasme pertama Widya jebol, terlihat oleh pak Narto bahwa cairan kewanitaan Widya menyembur keluar membasahi kedua paha serta kakinya yang jatuh juga ke atas karpet sampai mencetak lumayan besar tanda basah disana. Cairan yang keluar demgan bebas dari lubang memek Widya sungguh hangat di rasa oleh pak Narto.
Pak Narto untungnya memberi kesempatan pada Widya untuk menikmati gelombang orgasme yang tengah dialaminya dengan memberhentikan gerakan keluar masuk kontolnya. Baik pak Narto sendiri saat diam menunggu selesainya orgasme yang Widya alami, pak Narto merasakan betul bahwa batang kontolnya serasa di pijat dari dalam pantat Widya yang tengah berkedut menikmati orgasmenya. Sambil meremas kedua payudara Widya yang menggantung dengan bebas, pak Narto mencium punggung Widya yang masih mengenakan baju tidur tipisnya. Gerakan tangannya pada payudara Widya benar-benar gemas dan beberapa kali memainkan putingnya saat menunggu Widya yang siap untuk di genjot kembali.
Beberapa saat akhirnya gelombang orgasme Widya telah surut, dengan gerakan yang perlahan pak Narto mulai menggerakkan kembali kontolnya keluar masuk di dalam lubang sempit milik Widya yang sudah mulai terbiasa menampung batang besar itu di dalam lubang pantatnya Tanpa ada halangan yang terlalu berarti, kini kontol pak Narto bisa dengan leluasa masuk dan keluar memompa Widya.
“Aaaakkkkhhh...enak banget memeknya, bu. Ssshhh...saya mau kalo disuruh buat nikahin bu Widya. Aakkkhhhh...”
“teruuss pak...teruss...lebih kencang lagi. Ssshhh....oowwsshhhh... Enak, paakkk...”,racau Widya di tengah nafsunya yang mulai bangkit kembali oleh sodokan nikmat kontol pak paakkk
“enak, bu?”, tanya pak Narto disela genjotannya pada pantat Widya. Di tanya seperti itu Widya hanya bisa mengangguk dengan apa yang tengah ia rasakan.
“Bu Widya mau saya bikin lebih enak lagi, ga? Aakkkhhhh...sempitnya, bu...”
“Aakkkhhhh...Aakkkhhhh....gimana...pak...sshhhh....saya mau....Aakkkhhhh....”
Pak Narto mengambil sesuatu dari celana yang masih dipakai olehnya. Ternyata tongkat satpam yang biasa ia bawa kemana-mana saat bertugas. Sementara Widya tak tau apa yang sedang dipegang oleh pak Narto dan juga tak tau apa yang akan dilakukan oleh pria tersebut terhadap dirinya.
Dengan sedikit menurunkan ritme genjotannya, pak Narto mengarahkan ujung tongkat tersebut ke arah bibir memek Widya yang sudah basah kuyup oleh cairan kewanitaannya sendiri. Widya yang sudah terlalu larut dengan kenikmatan yang tersaji untuknya tak sadar bahwa dibelakang sana, tepat di depan bibir memeknya sudah ada tongkat satpam yang siap untuk menyumpal memeknya.
Saat tongkat tersebut tertempel di bibir memek Widya, Widya baru menyadari hal tersebut karna rasa dingin dari tongkat tersebut. Dengan bertanya bingung dan khawatir Widya mencoba untuk memberontak, tapi lagi-lagi Widya bisa di taklukan dengan mudah oleh ulah yang pak Narto berikan.
Saat Widya mencoba untuk memberontak dalam posisi menunggingnya, pak Narto dengan cepat mendorong masuk tongkat satpamnya hingga terbenam sepenuhnya menyumpal memek Widya yang menganggur. Sekilas terdengar erangan panjang dari mulut Widya saat tongkat tersebut telah masuk. Sambil tersenyum menang pak Narto menggerakkan tongkat tersebut yang terdapat seperti tonjolan-tonjolan keluar masuk menggesek setiap dinding memek Widya. Pak Narto bukan hanya menggerakkan tongkat tersebut di memek Widya, namun dirinya juga menggerakkan kontolnya yang terlebih dahulu mengisi lubang pantat Widya dan dengan begitu kini Widya telah diserang dari dua arah lubangnya. Lubang memek terdapat tongkat, sementara lubang pantatnya terdapat kontol pak Narto.
“oowwsshhhh....paakkk...eennnaakkkk...ssshhh...terus pak, terusss....Aakkkhhhh...”
“Hahaha...ssshhh....siap, bu. Bapak bakal buat bu Widya kelojotan malam ini. Bu Widya harus layani saya. Ssshhhhh....nikmat betul ini memek. Ssshhhhh....”, racau pak Narto fokus menggerakkan maju mundur pantat serta tangannya di kedua lubang milik Widya yang tengah dimainkan olehnya itu.
“bu Widya baru pertama kali kan dua lubangnya penuh begini? Bu Widya beruntung bisa merasakan nikmat seperti ini, bu. Ssshhh...”
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh...enggak ..enggak, pak...sayahhh sudahh pernagghhh...Aakkkhhhh...”, ujar Widya dengan memberi tahu bahwa hal tersebut bukan pertama kalinya dirasakan karna memang sebelumnya sudah beberapa kali dipakai secara bersamaan kedua lubangnya, malah bukan dua, pernah tiga lubang sekaligus.
Jawaban yang Widya berikan membuat pak Narto kaget karna dirinya tak menyangka bahwa sosok Widya yang ia tau sebagai wanita baik-baik ternyata sudah pernah di pakai kedua lubangnya secara sekaligus. Mendengar fakta tersebut membuat pak Narto makin bernafsu pada Widya. Ditongkatkannya ritme genjotan pada pantat Widya dan kocokkan tongkat pada memek Widya dihentikan. Tongkat tersebut dibiarkan oleh pak Narto tetap tertancap diam disana. Sedangkan pak Narto lebih memilih menggenjot pantat Widya yang sudah membuatnya bertambah nafsu.
“bu Widya sudah pernah ngentot sama orang lain? Aakkkhhhh....sama siapa, bu?”,tanya pak Narto disela genjotannya.
“sama...Aaaakkkkhhh...sama sopir bus, kernet bus sama beberapa...ssshhh....penumpangnya juga. Aakkkhhhh...”, balas Widya jujur karna tak bisa berpikir jernih akibat nafsu dan rasa nikmat yang tengah melandanya.
“Bu Widya nakal ternyata. Saya taunya ibu orang baik-baik, ssshhh....ternyata bu Widya Lonte juga yang bisa dipakai”
“sudah berapa pria yang pake memek ibu, hah?! Ssshhh....Aaaakkkkhhh....”, gemas pak Narto demgan menggenjot keras pantat Widya.
“AAAKKKHHH!!!! AAKKKHHHH!!!!”
PLAK!!! PLAK!!!
Mendengar Widya hanya mengerang, pak Narto menjadi semakin gemas demgan Widya sehingga beberapa tamparan kembali mendarat di pantat Widya sampai memerah.
“Aaaakkkkhhh...iyaaa...iyaa....sshhhhh...tujuh orang. Sshhhhh... Delapan sama bapak. Aaaakkkkhhh...”
“Lonte kamu, bu. Aakkkhhhh...tapi saya suka kalo ibu nakal seperti itu. Ssshhhhh...jadi saya ga harus keluar duit buat bayar Lonte di luar sana. Aakkkhhhh...saya tinggal pake memek bu Widya ini yang gratis. Aakkkhhhh...ssshhh...enak banget, bu. Sshhhhh...”
“Saya dipaksa, pak. Ssshhhhh... Saya bulan Lonte kaya yang bapak pikirkan. Aakkkhhhh...”, ucap Widya di tengah genjotan keras kontol pak Narto sambil menggelengkan kepala.
“apa bedanya dengan sekarang, bu? Bu Widya juga saya paksa kan? Tapi sekarang ibu malah menikmati. Berarti sebelumnya ibu juga menikmati. Itu tandanya bu Widya memang Lonte. Ssshhhhh...Aakkkhhhh....”
“bukan, pak. Aakkkhhhh...ssshhhhh...”
“Munafik kamu, bu. Rasakan kontol saya ini. Ssshhh....rasakan, bu!!!”
Genjotan kontol pak Narto makin bertenaga pada pantat Widya. Kedua buah payudaranya yang tergantung bebas tak luput bergerak akibat sodokan tersebut. Saat Widya tengah mendesah dan mengerang, rambutnya panjangnya dijambak dari belakang oleh pak Narto sebagai tali kekangnya saat menikmati sempitnya lubang pantat Widya. Ia tarik lumayan keras rambut Widya hingga kini posisinya sejajar dengan tubuh pak Narto. Sementara satu tangannya meremas keras payudara Widya. Dalam keadaan setengah berdiri diatas sofa, tubuh Widya terlonjak ke depan mengikuti setiap dorongan pantat pak Narto pada pantatnya.
Puas dalam posisi tersebut, pak Narto melepas kembali jambakan pada rambut Widya dan mencabut kontolnya dari lubang pantat Widya. Kemudian tongkat satpam miliknya yang masih tertancap kokoh di dalam lubang memek Widya dicabut dengan cepat yang langsung digantikan dengan dorongan keras kontolnya memasuki memek Widya yang sudah sangat basah itu. Tanpa ada ancang-ancang, pak Narto kembali menggenjot Widya dengan ritme yang cepat dan bertenaga.
Sementara Widya yang seperti tak dikasih waktu untuk bernafas dengan bebas karna langsung digenjot kembali oleh pak Narto, Widya hanya bisa mengerang serta mendesah nikmat dari sodokan kontol pak Narto yang kini berganti di dalam lubang memeknya.
“Oowwsshhhh....pak...terus pak, lebih keras lagi. Sshhhhh...ya seperti itu, pak. Teruss....aakkhh...”, racau Widya makin liar.
“ibu suka dientot kontol besar? Ibu suka dikasari kaya gini?”
“Iya...iya saya suka pak. Terus pak. Ssshhh...teruussss....”
“istri bapak ga pernah mau di entot kasar kaya gini, akhirnya bapak bisa juga ngentot kasar. Ternyata nikmat banget, bu. Sshhhh....”
“Iya, pak. Anggap saja untuk sekarang saya istri bapak yang kedua. Ssshhh...saya istri selingkuhan bapak...silahkan entot saya yang kasar, pak. Saya suka....Aakkkhhhh....”
“bapak juga pengen ngentotin istri yang lagi hamil, bu. Sshhhhh...apa bu Widya siap saya bikin hamil, terus pas....pas bu Widya hamil saya bakal bapak tampar perutnya pake kontol besar bapak ini. Aakkkhhhh...sshhhhh...”
“iya, pak...buat Widya hamil, hamilin Widya. Aakkkhhhh...tampar Widya pake kontol bapak. Aakkkhhhh...enakkk, pakk...ssshhh...”
Pak Narto membalikkan tubuh Widya untuk berbaring mengangkang di atas sofa. Dengan nafsunya pak Narto menjilati memek Widya yang sudah sangat basah itu dengan lahap. Bibir memek Widya dibuka oleh jari pak Narto dan lidahnya masuk bermain di dalam sana menyedot cairan kewanitaan Widya. Sementara tangannya satunya tengah di kulum jari-jarinya oleh mulut Widya. Sedotan mulut pak Narto pada memek Widya makin beringas, bahkan sesekali wajahnya ia uselkan ke dalam memek Widya hingga wajahnya basar oleh air ludahnya sendiri yang bercampur dengan sisa cairan kewanitaan Widya.
Mungkin karna sudah dua tahun pak Narto tak merasakan tubuh perempuan makanya dia saat diberi kesempatan untuk menikmati setiap inci tubuh Widya, ia manfaatkan dengan sebaik mungkin dan semua nafsunya yang ia tahan selama ini, ia lampiaskan pada Widya. Wanita cantik dengan tubuh yang menggairahkan dan seorang ibu rumah tangga yang dikenal baik dan ramah tengah memacu birahi bersama pria tua yang lebih tepat seperti ayahnya sendiri. Dengan pasrah dan menikmati, Widya memberikan tubuhnya untuk di nikmati oleh pria tersebut.
“Saya coblos memeknya lagi ya, bu”, ucap pak Narto menyudahi aktivitasnya dan mengambil posisi diantara kedua kaki Widya dengan kontolnya yang besar bersiap menggenjot memek Widya kembali. Widya hanya mengangguk lemas dalam tatapan sayu.
BLES!!!
Hanya dalam satu sentakan keras, kontol pak Narto kembali memenuhi lubang memek Widya yang sudah sangat siap untuk menerima gempuran benda besar tersebut.
“AAKKKHHH!!!”, lenguhan keras baik dari pak Narto maupun Widya saat kedua kelamin mereka kembali bersatu secara utuh.
Dilumatnya bibir Widya dengan bernafsu sambil menggerakkan pantatnya naik turun menumbuk keras selangkangan Widya. Widya membalas setiap lumatan yang pak Narto berikan, bahkan lidah keduanya saling membelit satu sama lain. Posisi Widya yang mengangkang tengah ditindih oleh pak Narto dengan pantatnya bergerak naik turun menumbuk selangkangannya, Widya mulai membantu melepaskan seragam satpam yang di pakai oleh pak Narto sambil bibir mereka terus melumat. Sementara pak Narto mencoba melepaskan sendiri celana yang masih dipakainya itu karna ia juga tau bahwa resleting celananya pasti membuat Widya sedikit sakit.
Terlihatlah kini tubuh telanjang seorang pria tua yang tengah menindih seorang wanita dibawahnya yang tengah pasrah menerima setiap sodokan yang diberikan.
“bapak bakal bikin bu Widya puas sama kontol ini. Bu Widya dijamin sampe muncrat berkali-kali”, ucap pak Narto sambil menatap wajah nafsu Widya.
Melihat kedua payudara yang menganggur, tangan pak Narto langsung memainkan dengan meremas keras dan juga memainkan kedua putingnya. Dari sekedar remasan, kini mulut pak Narto melumat kedua payudara Widya secara bergantian. Disedot kedua puting tersebut dengan kuat berharap kuatnya sedotan pak Narto bisa membuat payudara tersebut mengeluarkan air asinya. Namun hal itu tak mungkin, ia harus membuat Widya hamik terlebih dahulu jika ingin payudara tersebut bisa mengeluarkan asinya.Aakkkhhhh...nikmat banget memekmu, bu. Saya bisa ketagihan kalo begini caranya. Sshhhh....”, ucap pak Narto di tengah genjotannya.
“penis bapak juga enak. Saya... Saya sukahh...”
“kontol, bu namanya bukan penis. Coba katakan, bu apa namanya terus bu Widya lagi apa sekarang. Kalo bu Widya ga mau, saya bakal hentikan”
“jangan, pak. Aakkkhhhh....iya, namanya kontol. Ssshhh...memek...memek saya lagi di genjot sama kontol besar pak Narto. Kontolnya enak banget di dalam memek saya. Ssshhhhh....terus pak...terus entot saya yang keras. Aakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....”
“Bagus istriku. Bagguuss...ssshhhhh...tenang saja, bapak bakal entotin bu Widya terus. Oowwsshhhh.....sshhhhh....”
“Iyaaahhh.... Widya istri pak Narto. Aaaakkkkhhh....puaskan istrimu ini, pak. Puaskanlah....sshhhh....”
Cukup lama pak Narto bertahan di posisi tersebut saat menyetubuhi Widya. Hingga dirinya merasa bosan dan ingin mencoba variasi yang kain. Pak Narto mengangkat tubuh Widya ke dalam pelukannya dengan masih tertancapnya kontol tersebut di memek Widya.
Dalam posisinya menggendong depan Widya, pak Narto berjalan ke arah dapur dan mengambil kain yang biasa untuk mengelap piring basah. Di dudukannya Widya di diatas wastafel tempat cuci piring dan kain yang diambilnya tadi, pak Narto gunakan untuk menutup mulut Widya. Setelah mulutnya sudah rapat di tutup menggunakan kain tersebut, pak Narto mengangkat kembali tubuh Widya ke dalam gendongannya.
Kala itu Widya sudah pasrah dengan apa yang akan dilakukan oleh pak Narto terhadapnya karna Widya selalu bisa menikmati setiap perlakuan yang pak Narto berikan kepadanya.
“Saya pengen ngentotin ibu di halaman samping rumah”, ucap pak Narto sambil membuka pintu yang ada di dapur, sebuah pintu yang menghubungkan langsung pada halaman samping rumah tempat biasa Widya menjemur pakaian.
Di letakanlah tubuh Widya yang masih menggunakan baju dan Bra, ya walau bajunya telah terbuka semua kancingnya dan Branya pun tak lagi menutupi kedua payudaranya. Diatas rumput tersebut tubuh Widya di baringkan dengan posisi kedua kakinya mengangkang dengan lebar. Sementara pak Narto memandangi sosok Widya dengan meyakinkan dirinya sendiri bahwa fantasinya selama ini untuk bersetubuh dengan istrinya di tempat terbuka bakal terwujud dan walau bukan istri sahnya, melainkan sosok Widya yang dianggapnya sebagai istri tersebut.
“lihat, bu. Sekarang kita ada di halaman samping rumah ibu. Apa kata tetangga kalo mereka lihat bu Widya tengah melayani pria tua seperti saya”, ucap pak Narto mencoba menambah panas suasana yang dimana posisi mereka terhalang oleh dinding tinggi, namun yang patut di waspadai adalah dari arah depan. Karna posisi mereka langsung mengarah ke jalan, hanya tertutup oleh tembok tak terlalu tinggi dan di tembok tersebut terdapat banyak lubang khas perumahan.
“Udah gapapa, bu. Biar kalo ada yang lihat, sekalian saya mau kasih tau kalo bu Widya sekarang istri saya yang siap melayani saya kapanpun”, ucap pak Narto menjawab kekhawatiran yang ditunjukkan oleh wajah Widya, ya karna mulut Widya di tutup menggunakan kain sehingga Widya tak bisa bersuara.
SLURP!!! SLURP!!!
Pak Narto langsung melumat puting Widya dengan bernafsu sambil meremas kuat kedua payudaranya. Beberapa saat, pak Narto mulai menggerakkan naik turun kembali pantatnya pada selangkangan Widya. Gerakan pak Narto langsung berada di kecepatan tinggi sehingga tubuh Widya langsung ikut terlonjak kesana kemari setiap sodokan keras yang pak Narto berikan pada selangkangkannya.
“Aaaakkkkhhh....nikmat banget, bu ngentot di tempat terbuka kaya gini. Ssshhh....apalagi ngentotnya sama janda kaya bu Widya ini”, racau pak Narto dengan nada suara yang tak terlalu keras.
Baru beberapa saat setelah pak Narto mulai menggenjot Widya kembali. Ternyata Widya mulai merasakan bahwa dirinya akan segera mendapat orgasme untuk yang kedua kalinya dengan memberi tanda lewat dinding memeknya yang mulai meremas kontol pak Narto dengan keras. Pak Narto yang mengetahui hal tersebut tetap menggenjot memek Widya dengan cepat membantu wanitanya itu untuk meraih kehikmatannya kembali.
Beberapa sodokan keras yang pak Narto berikan mampu mengantarkan Widya pada puncak orgasme keduanya itu. Di balik kain uang menutup mulutnya, Widya melolong dengan panjang menikmati orgasme yang terasa sangat nikmat itu. Tubuhnya bergetar hebat serta tangannya meremas kedua payudaranya sendiri dengan keras sehingga mengakibatkan warna kemerahan disana. Rasa nikmat yang membuatnya melayang bisa di rasakan kembali lewat pak Narto. Setelah sebelumnya rasa nikmat tersebut hanya bisa di dapatkan saat dirinya digilir saat perjalanan di bus malam dulu.
Merasa bahwa pak Narto juga akan mencapai orgasmenya, ia sama sekali tak menghentikan genjotan kontolnya di dalam memek Widya yang masih mengalami orgasmenya. Dengan cepat dan bertenaga pak Narto terus menumbuk selangkangan Widya dengan bernafsu. Nafasnya memburu dan keringat mengucur deras dari pori-pori kulitnya.
Dipeluknya kedua kaki Widya yang masih bergetar dan ditenggangkan kembali, terus di peluknya lagi, di renggangkan kembali. Beberapa kali pak Narto terus mengulang hal tersebut, sampai akhirnya dirinya menindih tubuh Widya yang sudah lemas di atas rumput.
“Aakkkhhhh....dikit lagi bapak keluar, bu. Ssshhhhh... Aaaakkkkhhh....memekkk....ssshhhhh....”
Di dekapnya tubuh Widya sambil pantatnya terus memompa memek Widya dengan kontol besarnya yang sudah siap menyemburkan muatannya dari dalam. Merasa posisinya kurang enak, pak Narto membalikkan tubuh Widya dengan kasar dan menyuruhnya untuk berposisi menungging. Dengan nafsunya yang sudah berada di puncak. Pak Narto menarik paksa baju tidur yang masih melekat di tubuh Widya dan melemparnya secara sembarang, begitu juga dengan Bra milik Widya yang sudah putus bagian depannya.
Pak Narto menempelkan ujung kontolnya di bibir memek Widya dan dalam satu sentakan kontol besar tersebut membelah masuk memenuhi lubang memek Widya kembali. Gerakan yang pak Narto lakukan langsung mengambil ritme cepat. Di cengkeramnya kedua pinggul Widya untuk membantu mengocok kontol pak Narto yang berada di dalam memeknya lebih cepat.
“Aakkkhhhh....saya hajar memeknya, bu. Ssshhh....memek binal yang sudah pernah dikontolin sama banyak pria. Memek gatal. Ssshhhhh....”, racau pak Narto mulai mengatai Widya.
Dicopotnya kain yang menutup mulut Widya oleh pak Narto, sehingga kini terdengar kembali dengan jelas suara desahan serta erangan Widya saat kontol pak Narto menyentak masuk ke dalam rahimnya. Dengan gerakan cepat dan kuat sambil sesekali menampar pantat Widya, pak Narto juga meremas keras kedua payudara Widya yang kini sudah terlihat jelas dari arah belakang dengan keadaan menggantung dan bergerak mengikuti irama sodokan kontolnya.
Sudah tiga menit Widya di Setubuhi dalam posisi menungging di atas rumput. Widya sungguh sangat merasa nikmat yang tiada tara saat kontol besar pak Narto menggasak dinding memeknya dan kepala kontolnya menghantam keras rahimnya. Dalam posisi menungging mulut Widya menganga merasakan nikmat dengan suara desahan dan erangan yang keluar dari mulut tersebut. Bukan hanya hal itu saja, karna rasa nikmat yang diterima oleh Widya sungguh hebat, air liur Widya sampai ikut menetes keluar.
“Aakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....memek Widya enak, pak...ssshhhhh....nikmat banget kontol bapak. Aakkkhhhh”, rau Widya di tengah kenikmatannya.
“sudah ketagihan kamu sama kontol bapak. Hahahaha...Aaaakkkkhhh...bu Widya bakal bapak jadiin Lonte pribadi bapak di kompleks ini. Ssshhh...tiap bapak pengen, bapak tinggal minta bu Widya buat puasin....kontol saya. Aaaakkkkhhh....anjing enak banget ini memek. Ssshhhhh....”
Disaat pak Narto tengah menggenjot keras memek Widya dan tengah mengatai Widya dengan perkataan kasar, ternyata Widya diam-diam mengalami orgasmenya yang ketiga kalinya. Hal tersebut membuat pak Narto merasa lebih ingin lagi mengucapkan kata-kata kasar untuk Widya.
“udah ngecrot lagi kamu Lonte. Aakkkhhhh...ssshhh...sadar posisi kamu sekarang lagi dientot satpam kompleks tua, malah ngecrot. Sekalinya Lonte, tetap aja Lonte!!”
“AAAKKKHHHH!!!!”, erang Widya saat pak Narto menyodokkan kontolnya dengan keras mengenai sampai rahimnya dan juga karna remasan keras yang dilakukan pada kedua payudaranya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pak Narto menggenjot memek Widya semakin cepat dan gerakannya kini mulai tak beraturan. Nafasnya mulai terdengar berat yang menandakan bahwa pria tua tersebut akan segera mencapai klimaksnya saat menyetubuhi Widya.
“Aaaakkkkhhh....keluar...bapak keluar, buuu...ssshhhhh....”
“Bakal bapak buat memekmu penuh sama peju bapak. Aakkkhhhh....terima...terima peju bapak, bu Widyaaa.... Aakkkhhhh!!!”
Bagi Widya sendiri semprotan peju yang dikeluarkan oleh kontol pak Narto sangat lah kuat dan dapat Widya rasakan juga jumlah peju yang masuk ke dalam memeknya sangatlah banyak sampai masuk juga le dalam rahimnya. Mungkin karna memang sudah dua tahun pak Narto sama sekali tak bersetubuh dengan istrinya sehingga saat dikeluarkan untuk pertama kalinya kembali, jumlahnya sangat banyak memenuhi memeknya.
Beberapa kali setelah puncak klimaksnya, pak Narto masih saya mengedutkan kontolnya mengeluarkan sisa-sisa peju nya ke dalam lubang peranakan Widya yang sempit itu. Di di diamkannya beberapa detik sebelum tubuh Widya di dorong ke depan hingga terjerembap lemas diatas rerumputan dengan peju miliknya yang mengalir banyak dari sela memek Widya.
Widya merasakan lemas yang teramat dan juga rasa nikmat secara bersamaan. Tergeletak diatas rerumputan, Widya mencoba mengatur nafasnya kembali yang berantakan. Sementara pak Narto tengah membersihkan kontolnya yang diselimuti cairan kewanitaan Widya bercampur dengan peju nya sendiri di kran air.
“Ini bajunya, bu”, ucap pak Narto sambil melempar baju tidur Widya yang kancingnya sudah hilang semua beserta dengan Bra miliknya yang juga dalam keadaan putus.
Dalam keadaan masih telanjang bukat, pak Narto berjongkok di depan Widya. Ia turunkan kepalanya dan melumat bibir Widya sambil tangannya memainkan payudara Widya. Sebelum pergi, pak Narto mencubit puting Widya cukup keras dan juga menampar pelan memek Widya yang mengalir peju nya itu.
PLAK!!! PLAK!!!
“Aaaakkkkhhh...”, Lenguh pelan Widya karna lemas.
“dasar memek Lonte!!? Dasar memek gatal!!!”, maki pak Narto sambil menampar pelan memek Widya.
“Makasih, bu buat kenikmatan memeknya malam ini. Kapan-kapan kalo saya kepingin lagi, saya bakal kesini lagi. Hehehe”, ucap pak Narto bangkit dari posisi jongkoknya.
Baru beberapa langkah berjalan, pak Narto menoleh ke belakang dan menghampiri Widya kembali yang masih tergolek lemas di atas rerumputan.
“Masa bapak mau pergi, bu Widya diam saja?”, ucap pak Narto.
Dengan suara lemasnya Widya membalas, “terima kasih juga pak, saya puas dengan kontol bapak”, balas Widya dengan tersenyum lemas.
Setelah mendengar jawaban dari Widya, pak Narto mengecup lembut kening Widya dan meninggalkan begitu saja tubuh Widya yang terbaring lemas di atas rumput tersebut. Setelah perginya pak Narto, Widya mencoba menggerakkan tangannya dan diarahkan pada memeknya yang tengah mengalir cairan peju. Dengan menggosok pelan memeknya dan mengangkat kembali tangannya, Widya menjilati tangannya sendiri yang terlumuri peju milik pak Narto.
“sshhhhh...enak”, ucap Widya dengan mengulangi kembali jarinya untuk diolesi peju milik pak Narto dan menjilat bersih lagi.
Ternyata Widya benar-benar sudah takluk oleh pak Narto dan dirinya juga telah ketagihan dengan rasa kontol pak Narto saat menyetubuhinya. Dengan memungut baju serta Branya yang putus, Widya masuk ke dalam rumah dengan langkah tertatih.
*………………………
Di siang yang cukup panas, Widya tengah disibukkan oleh pekerjaannya untuk menyiapkan pesanan katering yang di terimanya. Cukup lama Widya berkutat di dalam dapur dengan di bantu oleh salah satu orang suruhannya. Bersama bu Marni, akhirnya apa yang dikerjakan selesai juga tepat pada waktunya sebelum pesanan yang diminta di ambil. Rasa lelah cukup menyelimuti Widya siang itu, badannya berkeringat karna harus bolak balik dan terkena hawa panas kompor. Di ambilnya beberapa helai tisu yang terdapat diatas meja untuk mengelap keringat yang berada di dahinya.
“ini, bu es teh manisnya”, ucap bu Marni sembari menyodorkan segelas es teh manis di depan Widya.
“eh, iya Makasih banget bu”
“panas, keringatan kaya gini emang paling pas minum yang dingin-dingin”, sambung Widya pada bu Marni.
Keduanya duduk melepas letih yang ada ditubuhnya sembari mengobrol ringan ala ibu-ibu, dimana obrolan ringan yang bisa di kategorikan sebagai obrolan gosip. Entah masalah apapun itu, semua bisa menjadi topik gosip yang bisa diperbincangkan. Dari masalah kecil maupun masalah rumit yang menyangkut rumah tangga orang lain.
“Itu anaknya bu Darso, si Rizal katanya kan hamilin pacarnya. Manalagi masih sekolah, bentar lagi mau ujian lagi”, ucap bu Marni.
“Seriusan, bu? Terus gimana itu? Rizal nya suruh buat tanggung jawab atau gimana”
“Ya pastinya suruh tanggung jawablah, bu. Dari kedua pihak keluarga sih katanya udah dirundingkan soal pertanggung jawabannya. Mungkin karna sebentar lagi, baik dari Rizal maupun dari pihak ceweknya bentar lagi kan ujian, makanya kesepakatan udah dibuat. Rizal harus nikahin ceweknya itu selepas ujian”, jelas bu Marni.
“Parah juga ya, bu masih sekolah udah berani lakuin hal yang terlalu jauh kaya gitu”, ucap Widya.
“Pergaulan dan cara pacaran anak zaman sekarang memang udah kelewat batas, bu. Beda sama pacaran zaman kita dulu ya, bu. Hahaha...”
“dulu pacaran juga paling nakal pegang tangan, jangankan buat hal lakuin kaya Rizal gitu, cium bibir aja udah gemetaran. Hahaha”, balas Widya.
“makanya itu, bu. Anak saya aja, saya perhatikan terus pergaulannya. Semisal kalo sampe pulang malam atau Nginep di mana gitu yang belum jelas tempatnya pasti bakal saya larang. Ga peduli anaknya mau marah sama saya apa enggak, yang jelas saya lakuin Juga buat kebaikan dia kan”, ujar bu Marni.
Sekilas Widya teringat akan Evan. Widya berpikir seperti apakah gaya pergaulan anaknya itu dan seperti apa cara berpacaran anaknya dengan Alice di luar sana. Terlepas lagi Evan sering main ke dalam kosan Alice entah dari sore sampai malam, tak jarang juga Evan sampai menginap di kosan Alice, sang pacar. Sejauh ini yang Widya tau tentang Alice adalah sosok yang baik dan tak ada tanda terlihat bahwa Alice anak yang nakal. Begitu pula dengan Evan. Untuk Evan sendiri, Widya tau bukan hanya satu dua tahun, tapi memang karna Evan anaknya jadi Widya sudah tau seperti apa Evan sejak kecil duku dan Widya juga yakin bahwa anaknya tak akan jauh menyimpang soal pergaulannya.
Walau seperti itu, Widya kadang juga masih khawatir tentang apa yang dilakukan oleh Evan dikuat sana, entah bersama teman-temannya atau dengan Alice sekalipun. Widya hanya ingin menjadi sosok ibu yang seperti khalayaknya, mengkhawatirkan perkembangan serta pergaulan anaknya. Meski dirinya sendiri sadar bahwa Widya juga tak bisa dikatakan hidup di jalan yang selalu benar.
Widya sadar betul akan kesalahannya dulu dan dirinya juga sadar betul akan masalah seksnya di luar sana yang sama sekali Evan tak tau seperti apa. Bahkan untuk masalah dengan pak Narto dirinya juga sadar betul bahwa apa yang ia lakukan jauh dari kata wajar ataupun dari kata baik.
Setelah berbincang yang dibarengi dengan menggosip lumayan lama, akhirnya bu Marni memutuskan untuk pulang dan tak lupa juga Widya memberi upah padanya sebagai tanda terima kasih karna telah membantu menyelesaikan pesanan katering yang datang pada hati itu.
Pulangnya bu Marni dan selesainya pesanan katering bukan berarti Widya bisa beristirahat dengan tenang. Widya masih harus membersihkan peralatan dapur yang digunakan tadi. Di tambah lagi dirinya harus memasak ulang untuk menyambut kedatangan ayah mertuanya yang akan sampai malam ini. Widya menyudahi bermain ponselnya dan dengan tersenyum ia bangkit dari tempat duduknya untuk mulai melakukan kegiatannya kembali berkutat sendirian di dalam dapur.
Cukup lama Widya menghabiskan waktunya kembali di dalam dapur hingga semuanya beres yang membuat nafas lega pada dirinya. Dengan hembusan nafas panjang, Widya memandang hasil masakannya yang lumayan banyak dan bervariasi di atas meja makan. Dilihatnya kam dinding sudah menunjukkan pukul 17.05, yang berarti sebentar lagi dirinya harus berangkat ke terminal menjemput ayah mertuanya yang akan segera tiba untuk berkunjung.
Niat awal dan rencana adalah Evanlah yang akan menjemput sang mertua, namun entah kenapa sedari tadi ponsel Evan sama sekali tak bisa dihubungi olehnya. “Mungkin masih ada kelas sore”,pikir Widya tentang alasan kenapa Evan susah untuk dihubungi. Menggunakan senyumannya kembali, Widya melangkah memasuki kamarnya untuk mandi, bersiap pergi ke terminal menjemput sang ayah mertua.
Selesai mandi Widya menghadapkan diri di depan cermin risanya. Dengan beberapa olesan cantik pada wajahnya, kini Widya terlihat lebih cantik dan kelihatan lebih segar lagi sehabis mandi. Menggunakan baju yang tak terlalu formal dan terkesan santai, hanya T-shirt biasa yang dipadukan dengan jaket tipis berwarna abu-abu dan untuk bawahannya hanya memakai celana panjang leggings warna hitam. Dengan semua persiapan yang telah selesai, Widya melangkahkan kakinya keluar dari rumah menuju depan kompleks untuk mencari taksi guna mengantarkan dirinya ke terminal.
Langit yang mulai gelap menemani langkah Widya di sepanjang jalanan kompleks tempat tinggalnya. Mungkin karna hari sudah mau memasuki Maghrib jadi hanya terlihat beberapa penghuni kompleks yang masih terlihat mencuci mobil maupun motornya di depan rumah. Setiap orang yang melihat Widya pasti akan selalu menyapa, apalagi dari para tetangga lelakinya, pasti dengan cepat akan menyapa dengan sangat ramah.
Tak terlalu jauh Widya berjalan hingga sekarang dirinya akan tiba di pos masuk kompleks. Terlihat dari jarak Widya bahwa pak Narto tengah duduk depan posnya sambil merokok. Melihat Widya berjalan ke arahnya, pak Narto berdiri dati duduknya dan mematikan rokok yang tengah di hisapnya.
“Mau kemana, bu?”, tanya pak Narto.
“ini pak, saya mau jemput ayah mertua saya katanya mau berkunjung ke rumah”, balas Widya.
Terlihat pak Narto memperhatikan seluruh lekuk tubuh Widya sore itu. Dari ujung kaki hingga ujung kepala tak terlewat oleh pak Narto. Dengan tersenyum melihat tubuh Widya, pak Narto mendekati.
“Bu, sebentar aja yuk, bu. Saya lihat badan ibu langsung bawaannya jadi kepingin”, ucap pak Narto sambil matanya beberapa kali melihat ke sekeliling, sementara tangannya mengusap selangkangannya yang terdapat tonjolan besar disana.
“Jangan kurang ajar deh, pak. Ini tempat umum”
“Ya bukan disini juga, bu. Maksud saya di dalam pos”, sambil menunjuk posnya yang terlindungi dari kaca hitam.
“ayo lah, bu. Ga perlu ngentot juga gapapa, bu. Cukup Sepongin kontol saya saja”, pak Narto memegang tangan halus Widya.
“janji ya, pak Cuma sepong ga pake masukin”, balas Widya.
Mendengar balasan Widya membuat pak Narto kesenangan, dengan tergesa pak Narto menarik Widya untuk masuk ke dalam pos satpamnya.
“bu Widya di bawah meja saja”, ucap pak Narto.
Widya di suruh untuk berlutut di bawah meja pos satpam sedangkan pak Narto menempatkan dirinya duduk tepat didepan Widya yang tengah berjongkok. Dengan lincahnya pak Narto mengeluarkan kontolnya yang sudah setengah berdiri di hadapan wajah Widya. Sementara Widya yang sudah tau apa yang harus dilakukannya langsung melumat kontol setengah tegak tersebut ke dalam mulutnya. Masuknya ke dalam mulut Widya membuat pak Narto berdesir keenakan.
Beberapa kali Widya lumat keseluruhan batang kontol pak Narto hingga ia keluarkan kembali dan sekarang dijilatnya batang yang kian membesar itu oleh lidah Widya dari pangkal hingga ujung kepala kontol pak Narto. Terdapat perempuan cantik yang sedang menjilati kontolnya seperti anak kecil menjilati es krim di bawah meja posnya, pak Narto mengelus rambut Widya yang harum itu.
“Biji pelernya sekalian dijilat dong, bu. Jangan dijilat aja, bijinya ibu emut”, ucap pak Narto menikmati servis yang diberikan mulut serta lidah Widya.
Widya sendiri menuruti apa yang diucapkan oleh pak Narto dengan menjilat dan mengulum buah zakar pak Narto. Tangannya mengocok pelan kontol pak Narto sedangkan mulutnya bekerja menjilati dan mengulum buah zakarnya.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Bunyi aktivitas mulut Widya pada selangkangan pak Narto tak jelas terdengar tertindih oleh suara lalu lalang kendaraan di jalan. Sambil merem melek menikmati yang dilakukan Widya di bawah sana, pak Narto mengarahkan kepalanya ke atas.
“Oowwsshhhh....nikmat, bu sepongan mu. Ssshhh....”, racau pak Narto.
Saat dirinya meracau keenakan, sebuah mobil datang dan berhenti untuk menempelkan kartu penghuni kompleksnya. Pak Narto yang tau hal tersebut tersenyum pada pengemudi tersebut dan menyapanya. Orang tersebut menyapa balik pak Narto dengan ramahnya tanpa tau apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam pos tersebut. Dimana terdapat seorang perempuan tengah memuaskan kontol seorang satpam tua.
“Kulum lagi kontol saya pake mulutmu, bu. Biar cepet keluar nanti”, ucap pak Narto sambil memegang kontolnya sendiri dan mengusapkannya di bibir Widya.
Widya lantas membuka mulutnya kembali dan melahap batang tersebut hingga masuk semuanya. Kepalanya bergerak naik turun, menyedot dengan kuat supaya pria tua di depannya itu cepat mendapatkan klimaksnya.
GLOK!!! GLOK!!? GLOK!!!
Pak Narto meletakan kedua tangannya di belakang kepalnya sendiri menikmati servis yang tengah dilakukan oleh Widya, sang wanita yang sekarang menjadi pemuasnya itu. Sambil melihat menikmati gerakan kepala Widya yang tengah naik turun di selangkangannya, pak Narto terus mengeluarkan desahan kecilnya.
Di dalam kepala pak Narto ia sungguh tak bisa percaya dengan apa yang sedang ia alami. Ia sama sekali tak pernah berpikir bahwa dirinya bisa mendapatkan Widya sebagai seorang wanita yang bisa memuaskannya di saat ia butuhkan. Apa yang duku hanya bisa ia kagumi semata, kini bisa ia rasakan seutuhnya. Lekuk tubuh yang dulu hanya bisa ia bayangkan, kini bisa ia pegang dan dapat ia miliki. “oowwsshhhh....beruntungnya aku”, pikir pak Narto dalam hati.
Pak Narto berpikir bahwa tak apa jika ada seseorang yang nantinya akan mempersunting Widya kembali, yang penting dirinya bisa tetap memuaskan hasrat seksualnya terhadap tubuhnya itu. Biarkan orang yang menjadi suaminya memiliki hatinya, tapi yang penting ia bisa memiliki dan menikmati tubuhnya setiap saat. Karna dengan modal kontolnya yang besar, dirinya sudah bisa menaklukkan tubuh wanita tersebut.
Di pegangnya dagu Widya oleh pak Narto. Widya melihat ke arah pak Narto dengan tatapan yang membuat lelaki bernafsu. Dengan cepat pak Narto melumat bibir Widya dengan bernafsu, sedangkan Widya ikut membalas lumatan nafsu dati pria tersebut.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
PUAH!!!
“Kamu cantik sekali, Widya. Bapak tak menyangka bisa dapetin tubuh kamu ini. Bapak beruntung banget”, ucap pak Narto.
CUP!!!
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Dilumatnya kembali bibir Widya dengan ganas, digigit juga bagian bawah bibir Widya. Lumatan ganas yang di sertai dengan sedotan kuat pada lidah Widya sampai Widya sendiri gelagapan menerima lumatan serta sedotan yang terjadi pada lidahnya. Air liur keduanya saking bertukar di sela lumatan tersebut.
Di sudahinya lumatan pada bibir Widya dan kembali Widya mencaplok kontol pak Narto yang sudah tegang maksimal ke dalam mulutnya untuk di kulum kembali. Kedua tangan pak Narto di susukannya ke dalam baju yang Widy pakai dan tangannya bergerak meremas payudara Widya dari dalam. Terasa betul di telapak tangan pak Narto kulit halus nan sangat empuk disana. Di sela kulumannya pada kontol pak Narto, Widya mengeluarkan suara desahannya. Permainan tangan pak Narto pada payudaranya membuat Widya makin bersemangat menggerakkan kepalanya naik turun melumat habis batang tersebut keluar masuk.
“nikmat banget, bu mulutnya. Sssshhhhh...kalo begini caranya balak bakal minta ibu buat puasin saya terus kalo lagi ga ada di pos. Ssshhhhh....”
Saat sedang mengeluar masukkan kontol pak Narto di mulutnya, tak sengaja Widya melihat jam dinding yang terdapat di dalam pos pak Narto itu. Ternyata sudah hampir 20 menit Widya mencoba memuaskan pak Narto dengan menggunakan mulutnya, tapi tak kunjung juga ada tanda akan klimaks.
“Kok dikeluarin, bu? Lagi enak ini, Bu. Ayo masukin lagi, sayang...”, ucap pak Narto sambil membelai rambut Widya.
“saya harus ke terminal, pak. Takutnya ayah mertua saya sudah sampai disana”
“Yaudah, bu Widya pengen cepat bapak keluar kan?”, tanya Pak Narto, Widya mengangguk.
Di pegangnya kepala Widya dengan kedua tangannya dan pak Narto langsung menggerakkan kepala Widya dengan cepat dan kuat untuk naik turun di selangkangannya. Widya dibuat gelagapan oleh tindakan pak Narto tersebut. Tangannya terlihat memukul-mukul paha pak Narto karna dirinya tak bisa bernafas. Hal tersebut tak dihiraukan oleh pak Narto, dirinya sendiri juga sudah ingin sekali mencapai klimaksnya atas mulut Widya.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
“Ssshhh....Aakkkhhhh...bentar lagi, bu...bentar lagi...ssshhhhh....”, racau pak Narto sambil memejamkan matanya menikmati perlakuan deepthroat nya pada mulut Widya.
Widya yang merasa perlawanannya hanya sia-sia, akhirnya Widya Cuma pasrah di paksa untuk me’deeptrhoat kontol besar milik pak Narto itu. Kedua tangannya bertumpu pada paha pak Narto sementara kepalanya dinaik turunkan dengan kasar serta rambutnya terasa dijambak.
Untuk bernafas rasanya sangat sulit bagi Widya. Terlihat juga mulutnya mulai mengeluarkan busa-busa air liur akibat kocokkan kasar kepalanya pada kontol pak Narto. Beberapa kali Widya rasnya ingin muntah, tapi tertahan oleh laju keluar masuknya batang tersebut yang menyumpal dan menabrak tenggorokannya.
Sekian menit Widya tersiksa di dalam perlakuan tersebut, hingga akhirnya dari kedua telinga Widya mendengar bahwa pak Narto mulai mengerang dan juga Widya bisa merasakan bahwa pegangan tangan maupun gerakan pada kepalanya mulai terasa lebih kuat dan mulai tak beraturan. Ternyata memang benar bahwa pak Narto akan segera mencapai klimaksnya.
“Aaaakkkkhhh...ssshhhhh....bu....bapak mau keluar...sshhhh...”
“Bapak ga mau post ini bau peju. Ssshhhhh....mending bu Widya telan semuanya...Aaaakkkkhhh...ssshhhhh....”,racau pak Narto.
“Aaaakkkkhhh....bapak keluar, bu. Telan peju bapak. Telan!!! Aaaakkkkhhh!!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Lumayan banyak juga yang bisa Widya rasakan saat cairan kental tersebut keluar dan masuk ke dalam mulutnya. Saking bernafsunya, pak Narto menekan habis seluruh kontolnya hingga ke dalam kerongkongan Widya. Dalam hak tersebut Widya benar-benar dipaksa untuk menelan semua peju yang keluar dari kontol pak Narto. Tak ada pilihan lain kalo memang dirinya ingin masih bisa mengambil nafas.
“Aakkkhhhh...telan semua, bu...ssshhh...telan”
Saat Widya mencoba menelan semua peju yang masuk ke dalam kerongkongannya, Widya terbatuk dan hal tersebut membuat peju yang ada keluar lewat lubang hidungnya.
“Aaaakkkkhhh...nikmatnya, bu. Nikmat banget mulutmu. Ssshhh....”, ucap pak Narto setelah selesai melepaskan semua muatannya di dalam mulut Widya. Namun posisi kontolnya masih berada di dalam mulut Widya.
PUAH!!!
“Bapak...apa-apaan sih....Widya ga bisa nafas tadi. Uhuk!!! Uhuk!!!”, protes Widya setelah kontol pak Narto terlepas dari mulutnya.
“Maaf, bu. Namanya juga tadi bapak lagi nafsu banget. Bapak tadi keluar nya lagi enak banget, jadi bapak lupa sama kondisi bu Widya yang lagi kehabisan nafas. Maaf, bu. Hehehe...”, balas pak Narto tanpa ada rasa bersalah yang serius.
Widya mengambil tisu dari dalam tasnya dan mulai mengelap mulutnya sendiri yang berlepotan oleh busa-busa air liurnya dan juga tak terlupakan membersihkan bagian hidungnya yang mengalir cairan peju milik pak Narto tadi.
Sebelumnya Widya merapikan baju bagian payudaranya yang sedikit berantakan saat diremas oleh pak Narto dan juga merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan oleh ulah pria tua di depannya itu. Widya bangkir dari tempatnya jongkok di bawah meja dan berdiri di ambang pintu. Mengeluarkan Lipstik dari tasnya beserta kaca kecil untuk melapisi kembali bibirnya yang mulai pudar warnanya.
Saat Widya melihat ke arah pak Narto, ternyata pria tua tersebut masih mengumbar kontolnya yang sudah loyo namun masih terlihat besar itu sambil mengocok pelan dengan menatap Widya yang berdiri di dekat pintu. Widya melongokan sebentar kepalanya keluar pos.
“bapak, apaan sih? Nanti kalo ada yang lihat gimana? Masukin dong kontolnya, jangan diumbar terus kaya gitu”, perintah Widya yang kini mulai bisa berbicara kotor di depan pak Narto secara langsung.
“Hehehe...entar dulu, bu. Kontol bapak masih mau lihat wanitanya yang sudah bikin muntah tadi”, balas pak Narto masih mengocok pelan kontolnya ke arah Widya.
“terserah bapak ajalah. Saya harus segera pergi, takut ayah mertua saya udah sampai”
“Mau saya anterin, bu? Nanti bayar pake mulut ibu Widya lagi juga gapapa kok. Tapi kalo mau pake memek juga bapak malah lebih senang. Hahahaha...”
“Ngentot mulu yang ada di pikiran bapak”, kesal Widya.
“Kaya gini juga ibu Widya suka kan? Buktinya bu Widya bisa bapak bikin kelojotan sama kontol bapak ini dan tadi ibu juga mau”, Widya tak bisa membalas lagi perkataan pak Narto dan lebih memilih meninggalkan pria tua tersebut di dalam pos menuju jalan untuk mencari taksi.
Tak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya taksi yang di nanti oleh Widya bisa ia dapatkan. Dengan tergesa Widya memasuki taksi tersebut untuk mengantarkannya ke terminal tempat dimana sang ayah mertua akan datang dari perjalanannya.
“ke terminal, pak”, ucap Widya kepada sopir taksi.
“oke, bu”
Hanya membutuhkan sekitar 20 menit Widya telah sampai di tempat tujuan. Setelah membayar taksi yang mengantarkannya, Widya berjalan ke ruang tunggu terminal mengecek apakah ayah mertuanya sudah sampai atau belum dan ternyata masih belum terlihat sosok yang ia cari. Dengan langkahnya, Widya berjalan menemui petugas yang kebetulan berada tak jauh darinya.
“Oh belum, bu. Setengah atau sejam lagi busnya baru masuk ke terminal”, balas petugas tersebut.
Mungkin karna tadi dirinya disuruh untuk memuaskan pak Narto di dalam pos menggunakan mulutnya, Widya merasakan bahwa tenggorokannya kering. Widya berjalan ke arah salah satu toko yang terdapat di dalam terminal untuk membeli air mineral. Setelah membelinya Widya berjalan kembali dan duduk di dalam ruang tunggu terminal.
Saat dirinya tengah duduk menunggu sambil menikmati tontonan dalam televisi yang berada di dalam ruang tunggu. Terdengar suara riuh khas terminal sambil meneriaki jurusan yang akan segera berangkat malam itu.
“Bus dengan nomor 12BR, jurusan xxxxx sebentar lagi akan berangkat, dimohon para penumpang segera memasuki bus”, teriak pria tersebut.
Saat Widya mencoba mengalihkan pandangannya pada pria yang berteriak keras itu, Widya dibuat kaget dengan yang dilihatnya. Ternyata pria tersebut adalah pak Mamat, kernet bus yang dulu pernah ikut menggilir dirinya di dalam bus maupun di Rest area. Sementara itu Mamat terlebih dahulu menyadari kehadiran Widya yang tengah duduk di ruang tunggu. Mamat hanya melihat Widya sekilas lalu kembali fokus pada tugasnya mengumpulkan para penumpang dan mengantarkannya ke dalam bus.
Rasa lega di rasa oleh Widya karna pria tersebut tak mendekatinya lagi dan lebih memilih pergi dengan pekerjaannya, tapi disisi lain Widya masih merasa khawatir dan berharap bahwa bus yang ditumpangi oleh ayah mertuanya untuk segera sampai dengan begitu dirinya bisa cepat-cepat pergi dari terminal tersebut.
Rasa lega yang tadi dirasakan oleh Widya ternyata tak bertahan lama, karna dirinya melihat Mamat kembali dimana dirinya duduk dan menghampirinya bersama dengan seorang pria dengan pakaian yang berantakan atau lebih tepatnya penampilan layaknya preman. Jantung Widya berdetak demgan kencang, Widya merasa bahwa hal yang pernah ia alami dulu akan terulang kembali. Rasanya Widya ingin lari dan berteriak, tapi hal tersebut tak bisa ia lakukan karna terlalu takut dan khawatir.
“Ketemu lagi kita, bu”, ucap Mamat dengan senyum menjijikkannya.
Widya yang disapa oleh Mamat hanya diam seribu bahasa dan memalingkan wajahnya ke arah yang lain, enggan melihat ke arah Wajah busuk pria tersebut.
Mamat terus berbicara sambil memperkenalkan teman premannya itu pada Widya. Entah apa yang Mamat bicarakan saat itu, Widya sama sekali tak menghiraukannya. Widya hanya ingin pria itu segera pergi dan tak mengganggunya kembali. Terminal, salah satu tempat yang membuat Widya mempunyai trauma tersendiri, ya walau tak sepenuhnya bisa disebut trauma, hanya sebatas ketakutan semata.
Widya tersadar saat dirinya merasa ada yang memegang tangannya dan ternyata itu Mamat. Tangannya ditarik oleh Mamat untuk mengikutinya. Widya yang terlalu takut tak bisa melawan dan hanya bisa mengikuti tarikan tangan Mamat, berjalan takut dibelakang dua pria yang entah akan membawanya kemana.
Dilihatnya sudah ada 4 orang lagi yang sudah menunggu kedatangan mereka di belakang terminal. Keempat pria tersebut ternyata dikenali sebagai si sopir bus yang pernah ikut menggilirnya dulu, 1 preman lainnya dan 2 petugas terminal.
“Ini pak, ibu Widya nya”, ucap Mamat pada kedua petugas terminal yang sudah menunggu.
“Dijamin kalian bakal puas sama servisnya. Semua lubangnya juga bisa di pakai sekaligus. Intinya bu Widya ini barang yang bagus”, ucap si sopir bus, Sobri.
Salah satu petugas terminal berseru,“badannya emang bagus. Ini toketnya juga mantap”, ucapnya sambil meremas sebelah payudara Widya. Widya menepis dengan cepat tangan tersebut.
“Hahaha...ga usah galak-galak gitu lah, bu. Sebentar lagi juga bakal hilang galaknya pas saya genjot. Hahaha”, ucapnya sambil tertawa dan diikuti lainnya yang ikut tertawa.“yaudah, sekarang aja kita eksekusi itu perempuan”, ucap salah satu preman tadi sambil menarik tangan Widya menuju belakang terminal yang ternyata hanya tanah kosong dengan banyaknya semak-semak yang tumbuh.
Widya diajak masuk lebih dalam ke arah semak-semak dan yang disana sudah terdapat alas berupa tumpukan kardus bekas yang sudah disiapkan terlebih dahulu oleh mereka gunakan untuk mengacak-acak tubuh Widya.
“Tolong, pak. Sudah cukup waktu itu. Tolong jangan lakukan ini lagi sama saya, saya mohon, pak”, iba Widya yang sudah tau betul apa yang akan terjadi dengannya bersama keenam pria tersebut.
Tubuh Widya di dorong kencang hingga terjerembap di atas alas kardus tersebut dan tak membuang waktu mereka mulai melolosi celana mereka mengeluarkan kontolnya masing-masing di depan tubuh gemetar Widya.
“ibu ga usah melawan, tugas ibu hanya mengangkang terus layani kontol kita aja. Kita ga bakal lama kok, kita bakal udahan kalo udah buang peju di memek ibu. Ga usah takut. Ibu ga lawan kita juga ga bakal berbuat kasar”, ucap si preman.
Mungkin karna preman tersebut salah satu penguasa yang ditakuti di terminal tersebut, dia dengan bebas menyuruh kelima pria tersebut untuk menuruti perintahnya. Preman tersebut menyuruh kelimanya untuk memegangi tangan serta kaki Widya. Sementara preman tersebut yang telah siap dengan kontolnya mendekati Widya yang kini tak bisa bergerak dan dengan kasar celana yang Widya pakai di lepasnya.
“Giliran gue pertama, lu berlima tinggal liatin aja duku gimana gue bakal genjot memeknya”, ucapnya dan tanpa melakukan pemanasan terlebih dulu preman tersebut sudah siap untuk mulai penetrasinya ke dalam memek Widya.
“lepas!! Lepas, bajingan!!!”, berontak Widya dengan mencoba menggerakkan kedua kakinya, namun sia-sia.
“Tolong lepaskan saya. Bajingan kalian!!!”
Tanpa memedulikan makian Widya, si preman tanpa melepas celana dalam hitam yang dipakai Widya, hanya menggesernya preman tersebut mulai menekan masuk kontolnya ke dalam lubang memek Widya yang terbuka bebas di depannya. Demgan dorongan sedikit memaksa kontol preman tersebut berhasil menjebol sempitnya memek Widya. Widya sendiri hanya memejamkan matanya dan mengeluarkan suara pelan saat kontol tersebut telah bersarang di dalam lubangnya.
“Gimana bos?”, tanya preman satunya.
“Ssshhhhh....gila!!! Sempit banget ini memek. Entar lu pada cobain aja sendiri”
“Jangan lupa juga rasain sempitnya lubang pantat milik bu Widya ini. Jauh lebih menggigit rasanya”, ucap Sobri menimpali.
“Ga doyan gue sama pantat. Gue mau pake memeknya aja”
“Yaudah, nanti pantatnya biar gue yang pake aja”, ucap Sobri
“Gue mulai ya, bu. Nikmati aja kontol gue ini. Gue bakal tunjukan enaknya kontol gue ini dibanding sama kontol-kontol yang udah pernah masuk ke memekmu ini. Ssshhhhh...”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pria tersebut langsung menggenjot dengan ritme semi cepat di selangkangan Widya hingga langsung terdengar pula suara rintihan yang keluar dari mulut Widya. Tak sepenuhnya sakit, tak sepenuhnya juga nikmat yang Widya rasakan. Ia sama sekali belum bisa memastikan apa yang tengah ia rasakan. Yang jelas rasa yang paling condong ke arah sakit karna keadaan lubangnya masih kering tanpa pemanasan tapi langsung di genjot dengan kasar.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....juara memang. Sshhhhh...”, racau si preman tengah menikmati genjotannya.
“kalo lu pada udah ga sabar, mainin aja kontol lu pada, tapi jangan ada satupun yang masukin ke dalam lubang manapun”, ucap si preman.
Mendapat ijin dari pria tersebut, kelima pria lainnya langsung memainkan kontolnya masing-masing pada tubuh Widya. Ada yang mengusapkannya di payudara Widya sambil melumat putingnya ada juga yang mengusapkan ke pipi, wajah serta rambutnya. Bagian tubuh mulai perut ke atas tak luput dari jamahan kelima pria tersebut.
Dirapatkannya kedua kaki Widya dan ditindih oleh badan si preman sampai kedua lutut Widya menempel pada payudaranya. Ia genjot tubuh tak berdaya Widya dari atas dengan hentakan-hentakan keras. Setiap hentakkan yang diterimanya membuat Widya mengerang, “Aakkkhhhh!!”.
Rasa gigitan nyamuk yang ada di kulit orang-orang di tempat itu serasa tak terasa sama sekali tertutup oleh rasa nafsu untuk terus memuaskan nafsunya masing-masing terhadap tubuh molek yang tak bisa melawan lagi. Diatas alas kardus tersebut, tubuh Widya terus digenjot dengan penuh tenaga. Sedangkan bagian tubuh lainnya dilecehkan oleh tangan-tangan yang sedang menggerayanginya.
Dipegangnya bagian atas kepala Widya dan dilumatnya bibir tersebut dengan ganas oleh si preman sambil terus memompa selangkangan Widya tanpa henti.
Dari posisi terlentang, kini tubuh Widya digeser untuk sedikit miring dan masih dalam posisi kontol di dalam memek Widya, Widya kembali di genjot dari belakang dengan gaya menyamping menghadap kelima pria lainnya yang terlihat sedang mengocok pelan kelaminnya masing-masing. Sementara Widya mencoba menutupi payudaranya yang keluar dari balik bajunya menggunakan tangan, namun dicegah dan disingkirkan tangan itu.
“Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...”
“Enaknya. Ibu bisa mendesah yang keras disini, ssshhhhh....disini ga bakal kedengaran sama orang lain selain sama kita. Aakkkhhhh....”, ucap si preman dengan fokus menggenjot Widya dari arah belakang.
Dipeluknya tubuh menyamping Widya dari belakang dan terlihatnya bahwa si preman makin gemas menggerakkan pantatnya maju mundur menumbuk selangkangan Widya yang mulai terasa basah di dalam sana. Nafas keduanya seperti sedang melakukan lari maraton yang panjang, tak beraturan dan terdengar keras. Bunyi kecipak selangkangan terdengar berbarengan dengan suara hewan-hewan malam.
Gerakan preman tersebut mulai cepat dan tak beraturan membuat tubuh Widya ikut bergerak kasar mengikuti setiap sodokan yang mengenai selangkangannya. Rambut panjangnya yang indah ikut bergoyang kesana kemari dan payudaranya yang menggantung di remas dari belakang dengan keras membuat Widya menjerit pelan dibuatnya.
Sedikit demi sedikit preman tersebut terus menambah ritme kecepatannya, hingga mencapai kecepatan maksimal, si preman langsung mencabut kontolnya dengan keras. Dibaliknya tubuh Widya dalam posisi merangkak, tak lama “BLES!!!”. Kembali kontol tersebut memasuki lubang Widya dan bergerak keluar masuk dengan cepat.
Dalam posisi menungging tersebut dan digenjot demgan kasar membuat desahan Widya makin terdengar dengan jelas dan lebih sering. Tubuhnya terlonjak ke depan setiap kali tusukan terjadi.
“Aaaakkkkhhh...akkkkhhhh...pelaann...sshhhh...pelan, mas....Aakkkhhhh”, racau Widya yang tengah di Setubuhi dengan lumayan kasar dari belakang.
Mendengar racauan Widya bukannya memelankan ritme kecepatannya, si preman malah tak menggubrisnya. Digenjotnya terus memek Widya dengan cepat dan kedua pundaknya dipegang demgan erat dari belakang sehingga tubuh Widya terangkat dan menekuk ke arah tubuh si preman.
Payudaranya yang menggantung otomatis ikut terangkat dan membusung ke depan dengan indahnya. Hal tersebut tak dilewatkan oleh pria lainnya dengan cara disingkirkannya rambut panjang Widya yang menutupi payudara tersebut dan langsung melumat serta meremas kedua payudara indah tersebut dari arah depan.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Bunyi seruput lumatan pada payudara dan bunyi kulit saling bertabrakan di belakang saling menyahut satu sama lain membelah suasana tanah kosong tersebut dengan meriah. Semakin lama, gerakan si preman makin tak terkontrol kembali. Sekarang dengan menjambak rambut Widya, preman tersebut menumbuk selangkangan Widya dengan keras dan cepat, sementara Widya hanya bisa mendesah sejadi-jadinya karna diperlakukan seperti itu.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....oowwsshhhh....”, desah Widya. Bukan hanya suara itu, bahkan desahan Widya kadang terdengar seperti mengerang kencang namun tertahan di tenggorokannya.
“ssshhh....keluar gue, bu. Ssshhh....gue mau keluar. Aaaakkkkhhh...Aaaakkkkhhh....”, racau si preman demgan gerakan cepatnya.
“Aaaakkkkhhh....gue mau buang di dalam. Ssshhh...gue mau hamilin istri orang ini. Bakal gue bikin penuh lubangmu, bu. Aaaakkkkhhh...ssshhh....”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Jangan...jangan di dalam. Aaaakkkkhhh....saya ga mau hamil anak kamu, bangsat. Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...”, hardik Widya.
“Silahkan, silahkan bilang gue bangsat. Aakkkhhhh...buktinya ibu keenakan sama kontol saya kan? Ngaku aja lu, bu. Aakkkhhhh....”, ucap si preman.
“ga usah...sok galak. Bentar lagi memekmu juga bakal gue pejuin. Aakkkhhhh...ssshhhhh....”, sambungnya masih sambil menjambak rambut Widya dati belakang.
Genjotan yang dilakukan oleh si preman sangat keras dan kasar, begitu juga bisa Widya rasakan pada jambakan rambutnya terasa mulai lebih keras di tarik ke belakang. Mulai ada rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh Widya, namun tak mungkin bagi dirinya untuk menunjukkan hal tersebut. Bisa-bisa dirinya terus dipermainkan dan dilecehkan lebih jauh lagi dan juga lebih kasar lagi seperti boneka seks mereka saja nantinya.
Dengan mengatupkan kedua gigitnya dengan keras, Widya mencoba menahan rasa nikmat bercampur sakit tersebut sebisa mungkin. Keringat mulai terasa mengalir di tubuh serta dahinya saat mencoba menahan apa yang sedang dirasakannya itu. Bukan hanya Widya yang mulai berkeringat, bahkan dirasa juga keringat preman yang tengah menyetubuhinya dengan kasar dari belakang juga ikut menetes jatuh ke atas pantatnya dengan deras.
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh...STOP....STOOOPPPP!!!! AAAKKKKHHH!!!!”, teriak Widya.
Si preman maupun kelima pria lainnya tertawa melihat Widya yang mendapatkan orgasmenya di tengah perlakuan kasar si preman. Tanpa memberi ampun pada Widya yang tengah dilanda gelombang orgasmenya, preman tersebut tetap menggerakkan kontolnya keluar masuk demgan cepat tanpa mengurangi ritmenya sama sekali.
“Ngecrot juga lu, Lonte. Aakkkhhhh....sekarang giliran gue yang bakal ngecrot di dalam memek lu, jalang!!! Ssshhhhh....Aaaakkkkhhh....”
“KELUAARRR!!!! GUE KELUARR!!! AAAAKKKHHHH!!!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Terasa dengan sangat bagi Widya bahwa sebuah cairan kental nan hangat menyiram rahimnya dengan sangat banyak, hingga terasa penuh di dalam sana. Beberapa kedutan pantat di perlihatkan oleh preman tersebut saat mengeluarkan muatannya ke dalam tubuh Widya dengan sangat nikmat. Matanya terpejam sembari mendongakkan kepalanya ke atas menikmati sensasi nikmat orgasme yang luar biasa.
“Aaaakkkkhhh....gila, puas banget gue. Hhaaahhhh....hhaaahhhh....”, ucap si preman sambil membuka sedikit pantat Widya melihat ke arah kelamin keduanya yang masih bersatu.
Puas telah menodai tubuh Widya, sambil mencengkeram kedua pantat Widya, preman tersebut mencabut keluar kontolnya dengan perlahan sambil menikmati remasan dinding memek Widya yang masih bisa ia rasakan.
PLOP!!!
Mengalirlah lahar panas dari lubang memek Widya yang terbuka sehabis disumpal penuh oleh kontol besar preman tersebut. Gumpalan cairan putih kental menetes ke atas alas kardus dengan banyak. Melihat pemandangan tersebut, sang preman hanya tersenyum pas memandangi sosok wanita yang tengah menungging dengan peju nya yang mengalir sehabis memuaskan nafsunya itu.
Tubuh Widya ambruk tengkurap diatas alas kardus tersebut dengan nafas yang tersengal dengan hebat.
HHHHAAAHHHH!!!! HHHAAAAHHHH!!!
Si preman langsung memakai celananya kembali sambil menjawab ucapan salah satu temannya, “iya, sekarang giliran lu pada buat nikmatin tubuhnya”.
Satu preman lainnya langsung memosisikan dirinya di depan pantat Widya yang masih tengkurap itu. Dengan membuka kedua buah pantat Widya, preman kedua mulai mengarahkan dan memasukkan kontolnya ke dalam memek Widya yang sudah berlepotan peju milik bosnya itu.
“Aaaakkkkhhh!!! Masuk juga kontol gue”, ucapnya.
Kini Widya harus merasakan kembali kubang memeknya diisi oleh kontol kedua yang siap menggenjot tubuhnya lagi. Dengan pasrah Widya hanya bisa tengkurap tanpa melawan saat tubuhnya melai bergerak akibat sodokan kontol di belakang sana. Pantatnya di tindih oleh selangkangan preman kedua sambil terus memaju mundurkan selangkangannya ke arah pantat Widya.
“Padahal baru aja di entotin ini memek, tapi masih aja seret banget rasanya. Gila emang ini Lonte. Ssshhhhh....”
Sementara preman yang pertama menikmati tubuh Widya kini tengah duduk menonton bawahannya yang sedang menyetubuhi mangsanya itu sambil merokok. Namun tiba-tiba terbesit sebuah ide yang masuk di kepalanya. Dengan mendekati tubuh Widya yang tengah terlonjak ke depan dan ke belakang akibat genjotan bawahannya itu, preman tersebut menempelkan rokoknya di bibir Widya yang awalnya tengah menganga mengeluarkan desahan.
UHUK!!! UHUK!!!
“Aakkkhhhh....akkkkhhhh....”, desah Widya sambil mencoba memalingkan wajahnya, namun ditahan.
“Hisap, bu. Sambil dientotin teman gue, ibu hisap rokok ini. Merokoklah, bu”,perintah si preman pada Widya yang tengah di Setubuhi.
Sambil Widya di Setubuhi dari belakang dalam posisi tengkurap, Widya dengan terpaksa menuruti perintah preman tersebut untuk merokok sambil dirinya tengah disetubuhi. Dengan dibantu dipegang rokok tersebut oleh si preman, Widya mulai menghisap batang tembakau tersebut dan mengeluarkan asapnya. Awalnya Widya terbatuk, tapi kelamaan Widya bisa mengontrol nafasnya sehingga ia bisa menghisap dan menghembuskan asapnya tanpa ada masalah. Walau Widya rasa betul bahwa matanya terasa sangat perih terkena asap rokok sampe terlihat sedikit berwarna merah matanya, namun Widya terus melakukan hal tersebut sampai rokok yang ada mulai sampai pada gabusnya.
“Bagus, bu. Ibu ini memang pintar dan penurut banget”, ucap si preman sambil mengelus rambut Widya dan berdiri kembali ke menonton.
Seumur-umur Widya tak pernah merokok sama sekali dan tadi adalah hal pertama baginya merasakan secara langsung apa yang namanya rokok beserta rasa asapnya yang telah masuk ke dalam paru-parunya. Apalagi dirinya melakukan hal pertama tersebut sambil tengah disetubuhi dan di tonton oleh Lima pria. Sungguh sangat memalukan.
Preman kedua yang tengah menyetubuhi Widya memetik beberapa daun yang terdapat di dekatnya. Daun tersebut dikumpulkan dan, “PLAK!!! PLAK!!!!”, daun tersebut digunakan untuk memukul pelan punggung mulus milik Widya. Walau keadaan lumayan gelap, namun jika diterangi pasti punggung tersebut akan terlihat corak garis merah disana.
“Aakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....”, jerit pelan Widya saat dedaunan tersebut dipukulkannya pada area punggung.
Sebenarnya tak sakit dan begitu juga tak perih saat dirasakan oleh Widya, namun Widya hanya merasakan rasa gatal yang mulai ada di punggungnya, entah daun apa itu karna Widya tak bisa melihatnya. Tapi yang jelas rasa gatal.
“Hentikan, mas.... Tolong. Ssshhh...punggung saya gatal. Aaaakkkkhhh....”, ucap Widya sambil mencoba meraih punggungnya sendiri dengan tangan, namun tak bisa dijangkau olehnya.
“Tolong, mas.... Tolong garukin punggung saya. Aaaakkkkhhh....gila, punggung saya gatal banget, mas. Aaaakkkkhhh....”
Ternyata niatan awal preman tersebut memang untuk membuat rasa gatal pada punggung Widya sehingga Widya akan memohon pada dirinya untuk menggaruknya. Dengan tersenyum menang, preman tersebut mengusap lembut punggung Widya dan hal tersebut membuat tubuhnya berdesir. Usapan kulit telapak tangan yang kasar pada punggung Widya yang mulus.
“Kalo ibu mau gue garukin punggungnya, ibu harus menuruti apa yang gue perintahkan”, ucap si Preman.
“jawab! Mau gue garukin apa ga? Apa mau gue tambahin lebih parah lagu rasa gatalnya?!”, bentaknya.
Widya menggeleng cepat, “jangan! Sudah cukup, tolong. Saya mau. Aaaakkkkhhh....saya mau menuruti perintah, mas. Aakkkhhhh”
“Nah gitu dong. Sekarang gue mau lu ngomong sambil mohon kaya gini”
“Mas, tolong entotin memek saya lebih keras dan lebih kuat lagi. Saya pengen kontol mas. Saya mohon mas. Nah ibu ngomong kaya gitu, tapi ibu juga harus tambahin lagi kata-katanya yang lebih menggoda dan cabul. Aaaakkkkhhh....”
“cepat ulangi omongan gue tadi. Aaaakkkkhhh....nikmatnya. ssshhhhh....”
Widya tak punya pilihan lain lagi dan dirinya juga sebenarnya diam-diam mulai menikmati apa yang sedang terjadi padanya itu. Dengan mengatur nafas panjang Widya mulai menuruti apa yang diperintahkan tadi.
“Mas, tolong entotin memek Widya lebih keras dan lebih kuat lagi. Widya pengen kontol mas. Widya pengen kontol mas hajar memek Widya yang kasar. Aaaakkkkhhh.... Ayo tuan, puaskan Widya”, ucap Widya.
Entah kata-kata dari mana yang Widya dapatkan sehingga bisa keluar perkataan yang benar-benar cabul dan melecehkan dirinya sendiri. Setelah mengatakan hal tersebut, dada Widya serasa lebih bergemuruh dan nafasnya menjadi semakin tak beraturan. Pada punggungnya juga bisa Widya rasakan bahwa ada benda dingin yang menyentuh kulit punggungnya itu. Ternyata Sobri mengusapkan es batu pada punggungnya itu dan entah sejak kapan dan darimana pria tersebut bisa mendapatkan es batu tersebut.
Rasa gatal serta rasa genjotan kontol si preman di memeknya yang bercampur dengan rasa dingin di punggungnya membuat sensasi nikmat tersendiri yang bisa Widya alami. Rasa nikmat yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Semuanya rasa bercampur menjadi satu yang tak bisa diucapkan demgan kata-kata. Hanya kata “enak”, yang bisa mendeskripsikan rasa tersebut.
“gimana rasanya? Pasti enak kan, bu?”, tanya Sobri si sopir bus.
“Iyaaahhh....sssshhhhh....”
Entah sadar atau tidak Widya mengucapkan hal tersebut. Jawaban yang membuat keenam pria tersebut saat mendengarkannya menjadi tertawa dengan keras mencoba mempermainkan perasaan Widya lebih jauh lagi.
Dicabutnya kontol si preman dari jepitan sempit memek Widya. Dirinya memosisikan tubuhnya tiduran di atas alas kardus yang ada dan tubuh Widya dibantu oleh beberapa pria untuk duduk diatas selangkangan si preman. Diarahkannya ujung kontol tersebut tepat di bibir memek Widya dan dalam gerakan turun secara perlahan, memek Widya berhasil tersumpal kembali oleh benda besar tersebut.
“Aaaakkkkhhh!!!”, desah keduanya.
“Daritadi saya yang kerja buat puasin memek ibu, sekarang giliran ibu yang harus kerja puasin kontol saya. Sekarang gerakan tubuh ibu naik turun”, ucap si preman.
Tanpa harus memaksa, Widya mulai menaik turunkan tubuhnya di atas selangkangan si preman sambil dirinya mengeluarkan desahan. Payudaranya yang sudah terbuka dengan bebas ikut naik turun mengikuti irama tubuhnya. Widya sekarang mulai aktif akan gerakannya sendiri dengan memutarkan pantatnya sendiri meremas kontol si preman di dalam lubangnya. Widya mencoba mencari posisi nikmatnya sendiri di atas selangkangan si preman yang tengah tiduran dengan santai menikmati gerakan yang tengah di lakukan oleh Widya.
Sementara itu Sobri yang sudah tak sabar mulai bangkit dari posisi menontonnya dan mendekat ke arah belakang Widya. Dengan melumuri batang kontolnya dengan air ludahnya sendiri, Sobri mulai mengarahkan kepala kontolnya ke arah lubang pantat Widya. Tubuh Widya didorong untuk lebih turun ke arah depan untuk memudahkan proses penetrasinya. Tanpa ada perlawanan dari Widya saat Sobri mencoba untuk menganal Widya, Sobri dengan leluasa mulai menekan masuk kontolnya yang sudah tegang tersebut dengan perlahan.
Senti demi senti kontol Sobri mulai membelah masuk pantat Widya yang sangat sempit tersebut. Dengan telaten, Sobri membuka kedua pantat Widya untuk membantu membuka lubang sempit tersebut supaya memudahkan jalan masuk kontolnya ke dalam.
“pelan....Aaaakkkkhhh....”, seru Widya di tengah proses penetrasi yang dilakukan Sobri pada lubang pantatnya.
Merasa sudah tak tahan lagi, Sobri dengan keras menekan masuk seluruh batang kontolnya dalam satu sentakan yang membuat Widya menjerit dengan keras. “AAAKKKHHH!!!”. Terlihat jelas oleh si preman bahwa wajah kesakitan Widya membuatnya semakin terangsang. Ditariknya dengan cepat kepala Widya oleh si preman dan langsung dilumat dengan kasar bibir seksi Widya.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Sementara itu Sobri sedang menikmati momennya dimana seluruh kontolnya berhasil menjebol pantat Widya dan tengah memejamkan matanya meresapi rasa nikmat dari sempitnya pantat Widya. Dicengkeramnya kedua pantat Widya dengan kencang sambil meracau tak jelas dari mulutnya.
“sialan ini sapi betina. Ssshhhhh...pantatnya sempit banget, kontol gw bisa remuk kalo begini. Aaaakkkkhhh...”
“Ini semalam mah ga bakal bisa dibikin longgar kalo gini. Harus sering-sering di hajar ini lubang biar ga sempit banget. Aaaakkkkhhh....tapi gue suka pantat kaya gini. Ssshhh...rasanya pengen gw hajar terus. Aaaakkkkhhh....”, racau Sobri terus.
Sobri mulai menggerakkan pantatnya untuk menyodomi Widya dengan perlahan sementara di lubang bawahnya terdapat kontol si preman yang juga sedang keluar masuk mengocok lubang memek Widya yang sudah sangat basah itu. Kedua lubang lada tubuh Widya sudah diisi oleh benda besar yang tengah keluar masuk secara bergantian bak piston kendaraan yang sedang dalam keadaan bekerja.
“Aaaakkkkhhh...Aaaakkkkhhh....sesaaakkk...ssshhhhh....”, desah Widya disela lumatan si preman.
“Aaaakkkkhhh....kontol lu masuk di pantatnya, kontol gue rasanya jadi semakin diremas, bangsat. Ssshhh....anjing ini enak banget. Ssshhh....”, ucap si Preman.
“sama, pantatnya masih sempit ditambah kontol lu di memeknya, bikin tambah sempit ini lubang. Ssshhhhh...”, balas Sobri.
Sobri meraih celana panjangnya dan mencabut gesper miliknya. Diraihnya rambut Widya untuk ditarik ke belakang dan Sobri gunakan gesper miliknya untuk dipakaikan di leher Widya tersebut. Sehingga kini terlihat jelas bahwa Widya seperti memiliki sebuah kalung di lehernya yang sedang di tarik dari belakang oleh Sobri yang tengah menyodomi pantatnya.
“Aaaakkkkhhh...Aaaakkkkhhh....kan jadi mirip sapi betina kamu, bu. Ssshhh....”, ucap Sobri memandangi leher Widya yang sudah terpasang gesper miliknya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Ditamparnya pantat Widya tak terlalu keras oleh Sobri. Sementara si preman yang tengah menikmati lubang memek Widya terlihat sedang menyusu pada payudara Widya yang tengah tergantung dengan bebas diatasnya. Sebelahnya di remas dengan gemas dan memainkan putingnya dengan di pelintir dan ditarik beberapa kali membuat Widya melenguh nikmat bercampur rasa sakit.
“ssshhh...ampun....ampun....”, ucap Widya.
Si preman tersenyum di bawah sana dan meminta agar Sobri untuk menyingkir terlebih dahulu. Dengan perasaan kesal Sobri mencabut kontolnya dari lubang pantat Widya dan membiarkan teman premannya itu untuk menikmati sendiri tubuh Widya yang molek itu. Ditepuknya sekali pantat Widya oleh Sobri sebelum menyingkir ke samping karna rasa gemas.
Dibaliknya tubuh Widya oleh si preman tanpa melepaskan kontolnya di dalam memek Widya sehingga posisinya kini Widya terlentang dengan posisi kaki mengangkang dan si preman telah siap untuk menggempurnya kembali untuk menyemprotkan isi buah zakarnya ke dalam tubuh Widya. Puncak kenikmatan yang sedang ia cari dan ia kejar dari tubuh Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Preman tersebut langsung menggenjot selangkangan Widya dengan cepat dan kuat. Gerakan yang tak jauh beda dengan gerakan yang dilakukan oleh bosnya saat menyetubuhi Widya pertama tadi. Gerakan pantatnya terus menumbuk selangkangan Widya demgan keras sambil tangannya mencengkeram leher Widya tak terlaku keras, namun tak terlalu pelan juga. Tapi cengkeraman pada lehernya itu tetap saja membuat Widya susah untuk bernafas.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...mantap banget ini memek. Kapan lagi gue bisa ngentot kasar kaya gini. Ssshhh....gue bayar pelacur aja ga mau gue kasarin kaya gini. Ssshhhhh....”, racau si preman dengan nikmat.
“Istri orang gue entotin kasar dan secara gratis. Sssshhhhh....”, sambungnya.
“bukan hanya itu, lu juga dapat kesempatan buat bikin bunting itu memek istri orang”, sahut salah satu pria yang menjadi petugas terminal dalam keadaan masih menonton sambil mengocok kontolnya.
“betul. Ssshhh.... ibu bakal gue kasih oleh-oleh dari terminal. Ssshhh....berupa benih anak di dalam rahim lu, bu. Aaaakkkkhhh....nikmat banget lu betina. Ssshhhhh....”
Sementara si preman tengah mengumpat pada Widya dengan kurang ajarnya, dibawah sana Widya tengah kesusahan untuk bernafas akibat cengkeraman yang dilakukan preman tersebut pada lehernya. Wajahnya terlihat memerah mulai kehabisan nafas dan si preman tanpa memedulikan terus memompa kontolnya keluar masuk dengan keras dan terus mengumpat dalam kenikmatan yang ia terima.
Dalam tempo genjotan yang makin liar, preman tersebut mulai menunjukkan tanda-tanda dirinya akan mengalami klimaks yang sedang ia kejar. Dalam beberapa sodokan keras, preman tersebut mengeram tertahan.
“EEEGGGHHHH!!!!! KELUUAARRR!!! AAAKKKKHHHH!!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Bermili-mili cairan putih kental sedikit panas keluar masuk menyembur memek Widya dengan kuatnya. Bukan dalam jumlah sedikit, namun lagi-lagi dalam jumlah yang banyak mengisi ruang dalam rahim Widya. Kedutan demi kedutan pantat si preman mengeluarkan peju nya dengan sangat nikmat.
Dilain sisi Widya yang sudah mulai kehabisan nafas mulai seperti akan hilang kesadarannya. Terlihat matanya berkaca-kaca dan dari sudut mulutnya yang menganga mengalir air liur miliknya sendiri yang menetes dikulit pipinya. Menyadari hal tersebut, si preman lantas melepaskan cengkeramnya pada leher Widya dan langsung terdengar suara batuk dari mulut Widya. Nafasnya terdengar kasar dan sangat berat akibat kehabisan nafas.
HHHAAAHHHHH!!! HHHAAAHHHH!!!
“Maaf, bu. Gue kebawa suasana soalnya nikmat banget. Hehehe”, ucap si preman sambil menarik lepas kontolnya yang basah berlepotan cairan, lalu membuang begitu saja kedua kaki Widya ke samping.
“lu nanti aja napa. Lu kan udah pernah ngerasain. Gue dulu yang belum pernah”, ucap salah satu petugas terminal pada Sobri yang awalnya akan mengambil posisi.
Dengan perasaan dongkol kembali, Sobri hanya bisa mengalah dan membiarkan temannya itu untuk terlebih dahulu menikmati tubuh Widya. Sementara Widya yang tengah diperebutkan hanya bisa tergolek lemas di atas alas kardus setelah di gilir dua orang pria dengan kasar. Apalagi yang pria kedua tadi, si preman sungguh lebih kasar dari pada yang pertama. Tenaga Widya sungguh hilang dan badanya lemas.
Disamping perlakuan kasar kedua pria sebelumnya, Widya juga sudah beberapa kali orgasme saat di Setubuhi dengan kasar tadi sehingga tenaganya benar-bebar terkuras saat itu.
Saat petugas pertama akan mengambil posisinya atas tubuh Widya dengan membuka kembali kedua kaki Widya. Ponsel yang terdapat di dalam tasnya bunyi. Petugas tersebut menyuruh Widya untuk mengangkat panggilan tersebut terlebih dahulu. Dengan lemas Widya meraih tasnya dan mengeluarkan ponselnya dari dalam.
“wa’alaikum salam, yah”, balas Widya.
“Ini ayah sudah sampai di terminal, Wid. Kamu dimana?”, tanya ayah mertuanya yang memberitahu bahwa dirinya telah sampai.
Widya melihat sekilas pada keenam pria yang ada didekatnya.
“maaf, yah. Widya masih dalam perjalanan ke terminal, Widya lagi kena macet soalnya. Ayah tunggu dulu sebentar”, balas Widya terpaksa berbohong karna dirinya sudah tau bahwa dirinya tak akan dilepaskan sebelum memuaskan semua pria tersebut.
“Yaudah, ayah ada di ruang tunggu ya”
“Iya, yah”
Widya memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
“Siapa?”, tanya petugas yang akan mendapat giliran selanjutnya.
“Ayah mertua”, jawab Widya acuh.
“Hahaha...mantap! Ibu bakal kita genjot dulu sebelum ketemu sama mertuanya. Hahaha...”
Dibukanya kembali kedua kaki Widya dan dengan sekali sentakan kontol petugas tersebut masuk seluruhnya ke dalam lubang memek Widya. Dilumat serta di remasnya kedua payudara Widya secara bergantian sebelum mulai menggenjot selangkangan Widya yang sudah sangat becek. Sedotan keras pada kulit payudara Widya membuat sebuah tanda merah disana. Petugas tersebut bukan hanya membuat satu tanda cupangan, namun lebih dari 3 tanda di kedua payudaranya.
“Kita mulai, bu. Sekarang nikmati kontol gue ini”, ucapnya mulai memaju mundurkan pantatnya menumbuk selangkangan Widya.
CEPLAK!!! CEPLAK!!! CEPLAK!!!
Bunyi selangkangan becek Widya yang tengah di genjot oleh kontol milik petugas terminal tersebut dengan ritme perlahan menambahkan kecepatannya. Erangan dan desahan kini kembali terdengar masuk ke dalam telinga dengan sangat nyaring. Dalam kondisi kaki mengangkang, petugas tersebut terus melancarkan serangannya pada selangkangan Widya yang terbuka. Setiap gerakan membuat pelakunya merasakan rasa nikmat yang amat serta menjalar ke seluruh saraf tubuhnya.
“Aakkkhhhh....licin banget sama peju ini memek, ssshhh....tapi rasanya masih tetap enak. Aaaakkkkhhh...”, racaunya menikmati lubang memek Widya yang licin akibat peju kedua pria sebelumnya.
“Bri, lu boleh gabung sini biar tambah mantap lubangnya”, ucap petugas sambil membalikkan tubuh Widya untuk berada di atas.
Dengan tersenyum senang Sobri mendekat sambil mengocok pelan kontolnya dan mengarahkannya ke lubang pantat Widya yang sudah siap untuk dimasuki olehnya. Tak begitu susah untuk memasukkan seluruh batang miliknya karna sebelumnya tadi sudah ia renggangkan menggunakan kontolnya sebentar. Hanya dengan sekali hentakkan seluruh kontol Sobri kembali mengisi lubang pantat Widya yang sedari tadi kosong.
Tanpa membuang waktu terlalu lama, keduanya langsung menggenjot masing-masing lubang Widya dengan bernafsu dan dengan hentakkan yang bertenaga. Widya kembali di Sandwich oleh dua orang dan posisi dirinya hanya bisa pasrah sembari mendesah di tengah-tengah dua tubuh pria yang sedang menikmati kedua lubangnya itu.
“Ssshhh....Aaaakkkkhhh...”, desah Widya.
“nikmati aja, bu kontol kita di kedua lubangmu yang enak ini. Ssshhhhh....”, ucap si petugas tepat di telinga Widya. Tubuh Widya yang tengah di Sandwich dipeluk oleh petugas tersebut.
Sobri mencabut kontolnya dan menyuruh si petugas untuk merubah gaya. Sobri menyuruh si petugas untuk menggendong berhadapan dengan Widya dan memasukkan kontolnya. Sementara Sobri memosisikan dirinya dibelakang Widya yang tengah di gendong dan mengarahkan kontolnya masuk ke dalam lubang pantat Widya.
Terlihatlah kini Widya di Setubuhi dari dua arah dalam posisi di gendong. Gerakan keduanya sama sekali tak terlihat kesusahan walau dalam posisi seperti itu. Bahkan untuk Sobri sendiri kini bisa mengeluar masukan kontolnya dengan mudah. Keadaan di depan, si petugas tengah melumat bibir Widya dengan rakus sambil pantatnya terus merojok masuk ke dalam selangkangan Widya dengan nikmatnya.
Entah karna sangat bernafsu terhadap Widya atau karna sedari tadi menonton sambil mengocok kontolnya. Kini Sobri mengadu bahwa dirinya akan segera keluar dan gerakannya dipercepat.
Si petugas menyerahkan tubuh Widya pada Sobri untuk dinikmati dan sekarang Widya dalam posisi setengah berdiri, menungging dengan Sobri dibelakangnya tengah menggenjot lubang pantat Widya dengan celat dan alurnya sendiri tak beraturan, malah terkesan kasar seperti sebelumnya.
Sobri yang kini menikmati tubuh Widya seorang diri merasa lebih leluasa dari sebelumnya. Dengan awalnya Sobri memasukkan ko tolnya di dalam lubang pantat Widya, kini juga dimasukkan pula ke dalam memek Widya dan hal tersebut terus berulang. Beberapa sodokan di pantat lalu di cabut dan dimasukkan ke dalam memek. Dicabut lagi dan dimasukkan le dalam pantat.
“Aakkkhhhh....mampus kamu Widya. Ssshhh.... Memek sama pantat lu emang juara buat dikontolin rame-rame. Ssshhhhh....Aaaakkkkhhh....”, racau Sobri di tengah genjotannya.
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh...bajingan kamu. Aakkkhhhh....”, umpat Widya disela desahannya.
Beberapa menit Sobri menggenjot kedua lubang Widya secara bergantian telah berlalu, hingga akhirnya dari mulut Sobri terdengar erangan yang sangat nikmat.
“AAAAKKKHHH!!!! GUE PEJUIN LU BETINA!!!! SSSHHH!!! AAAKKKKHHH!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Sobri mengeluarkan setengah peju nya di dalam pantat Widya dan setengahnya lagi dia semburkan di dalam memek hingga pancutan terakhir selesai dimuntahkan.
Dicabutnya kontol Sobri dan tubuh Widya langsung ditangkap oleh si petugas terminal. Dengan cekatan langsung ia masukan kontolnya untuk mengisi kembali lubang memek Widya sedang meneteskan cairan putih kental milik Sobri dan bercampur dengan cairan milik kedua pria sebelumnya.
Keadaan Widya sudah sangat lemas dan dirinya juga telah mengalami beberapa kali orgasme kembali. Tatapannya sayu, namun masih dalam kesadaran yang bisa ia jaga walau tubuhnya sendiri bergetar efek dari orgasme yang terus-terusan menerpanya dan juga efek karna digilir dengan kasar.
Apa yang dialami oleh Widya beluamlah berakhir karna masih ada pria yang sedang mencari keluasan pada tubuhnya dan dua orang pria lagi yang tengah menunggu gilirannya untuk mengisi dan menyemburkan peju nya ke dalam lubang yang mereka inginkan.
Selesainya Sobri menikmati tubuh Widya. Pria lain seperti kedua petugas terminal dan juga kernet busnya, si Mamat juga ikut mengambil gilirannya menikmati setiap inci dan rapatnya lubang yang dimiliki oleh Widya. Mungkin malam itu hanya Sobri yang memakai sempitnya pantat Widya, karna ketiga pria terakhir hanya memakai memek Widya sebagai media pemuasnya. Dari keenam pria yang menggilir Widya, tak ada satupun yang membuang peju nya secara cuma-cuma. Semua mengeluarkannya di dalam lubang Widya dan yang paling banyak ialah pada lubang memek Widya yang masuk memenuhi di dalamnya hingga Widya sendiri merasa bahwa rahim serta memeknya sendiri terasa sangat penuh oleh cairan kental tersebut.
Setelah keenam pria tersebut selesai memuaskan nafsunya pada tubuh Widya. Widya disuruh kembali untuk memakai pakaiannya secara lengkap sambil di tonton oleh keenam pria yang sudah menggilirnya demgan kasar saat Widya memakai celana serta bajunya.
Mereka hanya memandangi sambil tertawa melihat Widya yang sudah lemas akibat perbuatan mereka. Bahkan saat Widya mencoba untuk memakai celana dalamnya kembali, bisa terlihat cairan kental dalam jumlah banyak mengucur jatuh ke bawah dan hak tersebut kembali membuat gelak tawa keenam pria tersebut pecah.
“bu Widya, itu makanannya pada jatuh. Hahaha”, seru salah satu pria yang menyebut cairan peju mereka yang mengalir di memek Widya sebagai makanan untuk Widya sendiri.
Sebenarnya Widya merasakan sangat panas saat mereka mengatakan hal tersebut, namun mau bagai mana lagi. Ia tak punya tenaga, ia gak punya kesempatan dan ia tak punya cara untuk melawannya sehingga hanya bisa diam saat dilecehkan.
“sudah, ayo. Kita antarkan ibu buat temuin ayah mertuanya”
“Ga usah, saya bisa sendiri”, balas Widya.
“jangan kaya gitu lah, bu. Ini sebagai ucapan terima kasih kita karna udah diijinin buat ngerasain legitnya memek ibu itu”
Tanpa menunggu jawaban Widya, Widya ditarik oleh salah satu pria dan disuruh untuk berjalan dengan keadaan diampit belakang depan oleh mereka. Saat berjalan Widya bisa merasakan bahwa pada bagian selangkangannya seperti tebal akan sesuatu, tak lain hal karna banyaknya cairan peju yang berada di dalamnya.
Saat dirinya berjalan bersama dengan keenam pria tersebut, ponsel Widya kembali bunyi. Saat dilihat ternyata panggilan dari ayah mertuanya.
“Masih macet, Wid? Ayah udah lama loh nunggu daritadi”, tanyanya.
“iya, pak. Ini Widya udah di terminal kok. Widya lagi jalan ke ruang tunggu. Sebentar lagi Widya sampai, yah”
“syukurlah, kalo gitu ayah tunggu ya, Wid”
“iya, yah”
Panggilan antara Widya dengan ayah mertuanya terputus. Sementara setelah Widya selesai dengan panggilannya, keenam pria tersebut tertawa.
“Hahaha...bu Widya memang nakal. Mertuanya datang bukannya dijemput malah disuruh nunggu sampe setengah jam lebih buat ngentot dulu sama enam kontol. Hahahah...”
“Mertuanya nunggu lama sampe kehausan. Bu Widya malah kenyang makan kontol sama peju kita. Bu Widya ke terminal buat jemput mertuanya, apa ke terminal mau nge'lonte sih? Hahaha...”
Tiba-tiba salah satu pria berujar ingin menemui ayah mertuanya dan berjalan, namun langsung Widya cegah dengan cepat.
“Bapak mau ngapain sih?”, tanya Widya kesal.
“udah, sekarang jemput mertua ibu itu sebelum kita ngaceng lagi terus gilir bu Widya sampe pagi. Kalo sampe kita gilir lagi juga jangan salahin kita kalo nanti bukan hanya 6 orang, bahkan bu Widya bisa digilir lebih banyak kontol lagi”, ucap salah satu pria sambil meremas kencang kedua payudaranya dari belakang.
“AAAKKKHHHH!!!”
“Makasih buat memeknya, bu Widya. Kalo lagi dekat terminal atau lewat depan terminal jangan lupa mampir. Nanti kita bikin bu Widya merasakan nikmat yang buat ibu melayang. Hahaha”
Widya mulai berjalan meninggalkan keenam pria tersebut menuju mertuanya yang sedang duduk menunggu sedari tadi di dalam ruang tunggu terminal. Sebelum dirinya berjalan terlaku jauh dari keenam pria tersebut, salah satu pria menampar keras pantat Widya dari balik celana yang dipakainya
PLAK!!!
“Bakal kangen gue sama ini pantat. Jaga baik-baik tubuh ibu jangan sampe sakit. Terutama toket, lubang pantat sama memek biar bisa kita garap bareng-bareng lagi”
“Semoga kontol kita bisa bertemu kembali dengan memekmu, bu Widya”
Widya rasanya ingin sekali menangis mendapatkan pelecehan sedemikian rupa kembali. Setelah dirinya benar-benar merasakan apa pelecehan itu. Semua lubangnya telah dipakai oleh 6 pria terminal. Dirinya sangat kesal, sangat benci. Tapi sebuah perasaan tak bisa berbohong bahwa dirinya menikmati setiap perlakuan kasar kontol mereka terhadap memeknya secara bergiliran hingga dirinya mendapatkan beberapa kali orgasme panjang yang sudah 2 tahun tak ia rasakan.
Widya marah, benci dan dirinya mengutuk para pria tersebut, tapi disisi lain ia menikmati setiap keluar masuknya kontol-kontol besar tersebut yang mengisi penuh lubang memeknya dengan kasar. Rasa merah, benci karna di anggap sebagai Pelacur oleh mereka pun juga membuat perasaan lain pada tubuhnya. Rasa menikmati saat dengan bergantian ataupun secara bersama menikmati lubangnya dengan kasar sambil dirinya diteriaki sebagai Pelacur, Lonte ataupun layaknya wanita murahan. Dirinya basah, dirinya bernafsu, dirinya terangsang dan dirinya orgasme menyemburkan cairan kewanitaannya.
“Apa yang terjadi dengan diriku ini? Ini pemerkosaan Widya, bahkan kamu dilecehkan dan di katai sebagai Lonte oleh mereka. Sadarlah Widya, sadar”, batin Widya mengatai dirinya sendiri sambil merasakan selangkangannya yang terisi penuh oleh cairan kental.
“tapi aku menikmatinya kembali”, lanjut Widya sambil terus berjalan ke arah ayah mertuanya.
Terasa pada saat jalan, bahwa pada bagian selangkangannya seperti penuh akan sesuatu yang tak lain adalah gumpalan peju yang memenuhi memeknya, menetes membasahi celana hitam yang ia pakai. Hanya saja waktu yang terjadi malam, sehingga hal tersebut tak menjadi perhatian orang-orang yang berada di dalam terminal. Namun, bisa dengan jelas setiap orang yang berpapasan dengannya bisa mencium dengan jelas aroma peju dari selangkangannya.
“Sshhhh....”, lirih Widya di sela jalannya.
Tak terlalu jauh Widya berjalan ke tempat ruang tunggu yang disediakan oleh pihak terminal, hingga ia bisa melihat sosok pria tua yang disebutnya sebagai “Ayah Mertua” tengah duduk di salah satu kursi panjang. Lekas Widya menghampiri sosok mertuanya tersebut dan langsung salim tangan dengannya.
“Maaf, yah Widya lama banget”
“Iya, iya gapapa. Yaudah langsung balik aja sekarang, Wid. Ayah mau cepat-cepat pengen ketemu cucu ayah”
Kembali Widya menggunakan jasa taksi sebagai sarana untuk dirinya pulang ke rumah bersama ayah mertuanya. Setelah semua barang yang dibawa sang mertua dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Mereka berdua duduk di bangku belakang dan menyampaikan tempat tujuan kepada sooir taksi tersebut.
Di dalam taksi yang sedang berjalan menelusuri jalanan malam, mertua Widya merasakan ada hal yang aneh di sekitarnya.
“Ini mobil kok bau peju sih?”, pikirnya dalam hati.
*………………………
EVAN
Gue sosok anak lelaki yang dilahirkan dari rahim seorang perempuan yang bernama Widya. Seorang perempuan yang menjadi sosok seorang ibu atau mamah penyayang dan cinta terhadap anaknya. Gue sangat merasa beruntung bisa terlahir di dalam keluarga ini, walau kebahagiaan yang gue dapat tak terlalu lama bisa gue rasakan secara lengkap seperti layaknya keluarga idaman pada umumnya karna memang sosok pilar pada keluarga sudah tak ada lagi, sosok seorang ayah.
Gue dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang lebih, namun hal tersebut tak membuat gue menjadi sosok anak yang manja dan tak bisa hidup secara mandiri.
Sebelum kehidupan gue seperti sekarang ini yang bisa dikatakan lumayan terpenuhi, dulu keluarga gue pernah juga mengalami waktu dimana sedang berada di bawah. Semua beban dan semua hal susah yang waktu terjadi di pikul oleh pundak lembut mamah seorang diri. Rasanya gue ingin bantu apa yang gue bisa waktu itu, namun keadaan gue sama sekali masih belum melakukan hal tersebut dan hanya bisa menjadi beban berat bagi mamah. Ya walau pasti ibu tak pernah merasa bahwa gue ini beban baginya, karna itu memang tanggung jawab sebagai orang tua pada anaknya, namun tetap saja gue merasa bahwa gue sendiri adalah sebuah beban.
Terserah orang lain menyebutku anak mamah atau apalah itu karna gue memanggil ibuku dengan sebutan seperti itu. Apa salahnya dengan panggilan mamah?
Semenjak melewati keterpurukan di dalam masalah yang pernah menyelimuti keluarga gue dan sampai sekarang, gue ga pernah meminta hal lebih pada mamah. Jikalau gue minta sesuatu pun gue tak pakai yang namanya memaksa. Gue minta dikasih ya syukur, ga bisa dikasih juga tak apa.
Gue bukan tipe anak yang penurut banget, tapi gue juga bukan tipe anak yang suka membantah. Gue ingin mengucapkan rasa terima kasih gue sama mamah yang udah membesarkan serta menanggung semua beban hidup hanya buat gue bahagia dengan cara menjadi seorang anak yang patut dibanggakan oleh orang tuanya.
“Apa aku udah ga jadi beban lagi buat mamah?”, ucap gue sambil menerawang jari tangan ke atas sambil tiduran di kasur Alice.
Terasa Alice menjatuhkan pantatnya, duduk di ujung ranjang tepat di sebelah gue yang sedang tiduran. Ku pandang sosok wanita tersebut dan ia pun juga tengah memandangi gue sambil menyunggingkan senyum manisnya.
“kamu ga pernah menjadi sebuah beban bagi siapapun, bahkan bagi mamahmu sendiri. Semua ada waktunya masing-masing, disaat kamu menjadi orang tua kelak, nanti kamu juga bakal ada di posisi tersebut”, ucapnya.
“Jika anakmu kelak bertanya apakah dia menjadi beban untukmu, apakah kamu bakal berpikiran apakah anakmu menjadi beban tersendiri? Sudah pasti kamu bakal jawab ga. Orang tua punya peran, anak pun juga perannya sendiri. Jalani peran masing-masing dengan cara saling menghargai”, lanjutnya dengan kini menyibak rambut depan gue dan diusapnya dahi gue dengan lembut.
Gue pegang tangan halusnya dan gw cium telapak atasnya. Ia hanya tersenyum membalas. Gue berpikir, apakah gue salah satu dari banyaknya pria di dunia ini yang mendapat sebuah keberuntungan yang amat banyak? Mempunyai sosok orang tua yang sayang terhadap anaknya dan juga bisa merasakan serta mendapatkan cinta dari wanita cantik yang ada di depan gue itu. Entah kenapa gue merasa ingin berteriak dengan sangat kencang untuk meluapkan rasa bahagia ini.
“Mau makan apa? Aku pesanin ya”, ujarnya.
Gue menggeleng, “ga usah, aku mau makan mie telur buatan kamu aja”. Alice tersenyum.
“yaudah, aku buatin dulu. Jangan tidur lagi, nanti aku siram pake kuah mie loh”, candanya.
“masa aku disiram? Harusnya aku yang siram kamu loh. Hahaha”, balas gue.
“Yeee.... Pikirinya jorok terus”, balasnya sambil mencubit pelan perut gue.
“siapa yang jorok, emang maksud aku apa coba?”
“Tau!”
Alice berjalan ke arah dapur kosnya untuk membuatkan gue makanan, sementara gue masih tetap pada posisiku yang kini malah mengambil ponsel gue yang tergeletak di atas meja kecil samping ranjang dan memainkannya. Yang gue lakukan hanya kegiatan scrol atas bawah tak jelas sambil sesekali melihat apa yang sedang ramai di perbincangkan saat itu di dalam jejaring sosial.
Merasa dengan jejaring sosial yang hanya isinya itu-itu saja, gue mencoba membuka salah satu situs berita yang bisa dibilang besar di negara ini. Sebagian besar isinya hanya mengenai politik dan juga gosip maupun sensasi selebriti. Tapi disini ada salah satu berita yang membuat gue sedikit tertarik untuk mengekliknya. Berita yang berjudul “Seorang Ibu Rumah Tangga yang menjadi Pemuas Nafsu Demi Kehidupan Anak-anaknya Setelah ditinggal sang Suami”.
Isi berita yang mengatakan bahwa ibu tersebut melakukan hal tersebut karna faktor ekonomi keluarga yang semakin mencekiknya setelah ditinggal sang suami pergi meninggalkan. Dengan dua anak yang masih kecil, ibu tersebut akhirnya memilih menjajakan tubuhnya kepada para lelaki demi beberapa lembar uang kertas untuk makan serta susu anaknya.
“Hidup memang keras”, batin gue.
Alice kembali dari arah belakang sambil membawa nampan berisi dua mangkuk berisi mie rebus campur telur. Disuruhnya gue untuk turun dari tempat tidur dan duduk di lantai seperti biasa dan kami menyantap makan siang kita dengan lauk yang sederhana.
“entar malam gimana? Jadi ga?”, tanya Alice setelah mangkuk kita hanya tersisa sedikit kuah.
“Jadi, paling jam 8 berangkat, soalnya jam 9 baru mulai acaranya.
“Nanti enaknya pake baju apa ya?”, ucap Alice dan membuat gue menoleh.
“Mau kemana emang? Jangan bilang mau ikut aku”, tebak gue.
“memangnya mau kemana lagi?”
“Ga usah ya, ini acara tertutup yang teman aku adain soalnya. Mending kamu ga usah ikut deh. Bukannya gimana, Cuma...mending jangan ya”, ucap gue berhati-hati.
Dengan susah payah dan terjadi perdebatan kecil, akhirnya gue berhasil meyakinkan Alice untuk tak ikut dengan gue malam ini. Sampai keringatan gue saat debat dengan Alice karna gue sadar kalo gue debat sama dia, pasti kemungkinan gue buat menang sangat tipis, tapi untungnya buat masalah kali ini gue bisa menang debat dengan dia.
Alice menaruh mangkuk kotornya beserta mangkuk gue di atas nampan untuk dibersihkannya. Namun, saat akan beranjak ke belakan Alice mendekatkan wajahnya tepat di hadapan gue.
“kali ini aku kalah debat sama kamu, tapi kalo kamu ga temenin aku belanja, aku bakal marah”, ancamnya sambil menatap tajam mata gue.
“Iya-iya, aku bakal kawal tuan putri buat belanja supaya ga ada yang karungin nanti. Hahaha”
“Isshhh!!”, cubitnya di pinggang gue.
Siang hari di dalam pusat perbelanjaan yang ramai akan pengunjung, gue mondar-mandir mengikuti langkah dan kemauan Alice saat belanja pakaian maupun kosmetik yang ia inginkan. Hampir setiap toko yang kita lewati akan disambangi olehnya, ya walau ujung-ujungnya tak semua toko yang ia masuki tak semua produknya dibeli, malah lebih sering Alice hanya melihat dan mencobanya saja.
Tangan gue selalu ditarik oleh semangat belanjanya yang sedang menggebu itu. Kadang merasa kesel juga, tapi disisi lain gue merasa senang melihat tingkahnya itu. Seolah-olah wanita yang ada di depan gue sosok anak kecil yang tengah merengek pada orang tuanya untuk dibelikan apa yang dia mau. Dalam hal ini perlu diketahui, setiap barang yang Alice beli menggunakan uang sendiri, bukan gue ga mau bayarin, tapi memang dia sendiri yang menolak. Justru kebalikannya, gue yang sering dibelikan barang oleh dia. Cowok macam apa gue? Hahaha.
Seperti saat ini, kita berada di dalam toko yang menjual kosmetik. Namanya juga toko kosmetik, sejauh mata memandang hanya peralatan perempuan yang bisa gue lihat di setiap penjuru toko. Gue masih berdiri di dekat Alice sembari ditemani oleh salah satu karyawan toko yang dengan sabarnya melayani pelanggan macam pacar gue ini.
Di depan kaca kecil yang telah disiapkan oleh karyawan tersebut, Alice mencoba salah satu lipstik yang menarik perhatiannya. Gue ga tau pasti apa sebutan bagi perempuan warna itu, tapi yang gue lihat warna pink. Dengan tangan letiknya Alice mengoleskannya pada bibir dengan perlahan dan mengecapkannya.
“Gimana, yang? Cocok ga?”, Tanya Alice selesai melapisi bibirnya dengan warna tersebut dan menghadap ke gue.
Disini gue yang ga tau selera wanita karna takut salah hanya bisa memberi anggukan kepala dan pujian ringan. Tapi kalo dilihat memang terlihat cocok di bibirnya dan gue lihat semakin cantik memakai warna tersebut.
“coba ya?”, ucapnya. Gue langsung kaget. Masa iya gue disuruh coba lipstik juga.
CUP!!!
Ternyata tebakan gue salah. Apa yang dimaksud Alice mencoba adalah rasa dari lipstik tersebut dengan Alice mencium bibir gue tepat di hadapan si karyawan toko yang tengah bengong melihat tindakan Alice. Gue sendiri pun juga diam membisu saat bibirnya menempel di bibir gue.
Pikir gue, "gila ini cewek, ga lihat tempat"
Walau hanya ciuman biasa tanpa ada aksi lebih, tapi gue bisa rasakan ternyata kaya ada rasa manisnya pada bibir Alice. Ciuman yang Alice berikan tak berlangsung lama, tapi cukup untuk gue yang dibuat kaget olehnya.
“Rasanya gimana?”, ucapnya selepas ciuman spontan tersebut.
“manis”, kata itu yang keluar dari mulut gue.
Alice tersenyum, “aku apa rasa lipstiknya?”.
“Dua-duanya. Hehehe”
“Gombal”
Kami tertawa bersama dan karyawan toko pun juga ikut tertawa melihat tingkah kami. Pada akhirnya Alice langsung membeli lipstik tersebut dan beberapa kosmetik tambahan lainnya.
Keluar dari toko tersebut tangan gue digandeng oleh Alice sembari berjalan melewati para pengunjung perbelanjaan lainnya. Sudah hampir 2 jam kita di dalam sini dan akhirnya Alice bilang bahwa dirinya lapar. Gue ajak dia ke salah satu foodcourt yang ada perbelanjaan tersebut. Sebuah masakan jepang yang akhirnya kita pilih untuk menambal rasa lapar yang ada di dalam perut.
Pesanan 1 Oyakudon untuk Alice dan 1 porsi Ramen dengan tambahan daging Short Ribs diatasnya untuk gue. Alice juga memesan 2 porsi daging Wagyu. Sedangkan untuk minumnya hanya Teh Ocha dan Cola.
“Serius bakal habis?”, tanya gue melihat pesanan yang sudah ada di atas meja.
“Habis lah”
Pertama gue membantu Alice memanggang daging Wagyu, setelahnya baru gue santap Ramen yang gue pesan ini. Untung saja masih dalam keadaan panas, bisa bikin mual kalo udah dingin.
Setelah semua makanan selesai disantap dan hanya menyisihkan piring kotor, gue langsung membayar dan kita beranjak pergi untuk pulang ke kos. Namun saat berjalan ke arah lift utama, Alice menarik tangan gue dan mengajaknya berjalan ke ujung perbelanjaan. Alice mengajak gue untuk menggunakan Lift yang biasa dipakai para pekerja.
Lorong tempat gue sama Alice menunggu Lift terlihat sangat sepi dan hanya terdengar suara riuh dari para pengunjung. Beberapa saat Lift akhirnya terbuka dan lagi-lagi Alice menarik tangan gue untuk masuk ke dalam dengan cepat. Setelah memencet lantai tujuan dan pintu tertutup Alice mendorong tubuh gue ke ujung dan langsung dilumatnya bibir gue.
Hari ini gue kembali dibuat kaget olehnya setelah sebelumnya ia cium gue di tempat umun dan sekarang di dalam lift. Tapi untungnya gue ga lihat ada CCTV di dalam lift yang kita gunakan ini. Gue coba balas lumatan bibir Alice dan gue peluk tubuhnya untuk lebih melekat erat. Gue letakan tangan gue mengusap belakang kepalanya dan ciuman kita berlangsung dengan panas di dalam lift yang panas pula.
“Yang...”, ucap gue tertahan disela lumatan bibir lembutnya.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
“aaakkkhh....aaakkkhh....CUP!!!”
Deru nafas kami mulai terdengar disela lumatan bibir kita yang semakin membuat nafsu naik. Gue mulai meraba dan meremas pantat sekal Alice yang masih terbungkus celana Jeans ketat. Gue merasakan dibawah sana bahwa tangan Alice mulai meraba selangkangan gue dan mencoba meremas batang penis gue yang semakin mengeras.
Tangan gue makin gemas meremas pantat Alice dan lumatan gue makin liar di bibirnya, hingga lidah kita sekarang saling bermain di dalam sana saling bertukar air liur dengan fokusnya. Gue balik tubuh Alice sehingga tubuhnya yang kini gue pepet di ujung lift. Tangan gue yang tadinya ada di kepala Alice, gue turunkan ke arah dadanya. Gue remas pelan dada tersebut yang kini terasa mulai mengeras bertanda nafsu.
“Aaakkkhh...yang...”, desah Alice disela lumatan.
Gue terus gerakan kedua tangan gue meremas pantat dan payudaranya dengan gemas. Sementara gue sendiri terus melumat bibir nya dengan nafsu.
TING!!!
Bunyi suara pintu lift terbuka membuat kita berhenti dari aktivitas panas tersebut dan gue lihat Alice mengelap bibirnya yang basah oleh air liur. Untung saja tak ada pekerja disini yang sedang menunggu lift jadi kita tak ketahuan.
Gue ajak Alice untuk keluar dari dalam lift dan ternyata di lorong pun juga sepi tak ada orang. Hal tersebut membuat Alice kembali pada nafsunya, gue rasakan tangannya mulai meremas kembali penis gue yang sudah tegang dibalik celana sambil kita berjalan. Kita tau betul dan sadar bahwa di lorong ini sudah ada CCTV, tapi Alice acuh dan gue sendiri pun tak menghentikan kegiatan tangan Alice yang sedang meremas selangkangkan gue.
“Yang...aku pengen”, ucapnya sambil memandang gue dengan tatapan sayu dan wajah yang terlihat memerah mulai mengeluarkan keringat.
Tanpa mengeluarkan suara, gue berjalan lebih cepat dari sebelumnya dan kini gue yang menarik tangan Alice untuk cepat-cepat pergi ke parkiran bawah.
Hari ini gue habiskan bersama Alice mulai dari menemaninya belanja sampai berakhir di ranjang kos miliknya. Beberapa ronde kami lakukan secara panas, saling bergelut di atas ranjang sempitnya demgan keadaan saling telanjang bulat. Entah kenapa Alice menjadi bernafsu seperti itu setelah belanja dan gue juga terbawa suasana nafsu yang ia suguhkan. Peluh mengucur deras di dahi dan badan kami tanpa dihiraukan hanya demi meraih apa yang dinamakan kepuasan.
Ranjang yang tak hidup menjadi saksi bagaimana panasnya persetubuhan kami. Ranjang uang rapi berakhir dengan kondisi berantakan dengan seprei yang kacau dan bantal yang terserak di lantai.
Setelah hal tersebut, disini lah gue berada. Malam ini menjadi malam perayaan ulang tahun salah satu teman satu fakultas gue yang diadakan secara privat Room di tempat yang sudah ia pesan. Banyak orang di sekitar gue, bau rokok, bau alkohol tercium dimana-mana menyelimuti udara yang sedang gue hirup. Acaranya sendiri terlihat cukup mewah dan hal tersebut tak membuat gue terkejut karna memang orang yang menyelenggarakannya anak orang punya dalam hal materi.
“hhaaahhhh.....”, Hembus nafas gue.
Disaat musik DJ terdengar mengiringi orang-orang yang sedang berjoget ria menggerakkan tubuhnya, gue hanya duduk menyender di salah satu kursi sofa dalam keadaan mual dan pusing yang sangat membuat tak nyaman. Ya, gue mabuk berat. Untuk pertama kalinya gue minum minuman beralkohol dan langsung dalam jumlah banyak dengan dosis alkohol tinggi. Rasanya tempat dan semua orang berputar di pandangan gue.
“inikah yang namanya mabuk?”
“Sial, apa enaknya mabuk seperti ini?”
Gue hanya bisa duduk terdiam menggerutu melihat semua orang beraktivitas di depan sana dan tanpa sadar setiap gerutuan yang gue buat, gue tertawa kecil.
Tanpa sadar ternyata ada seseorang yang duduk di sebelah gue. Gue hanya acuh tak memedulikannya, tapi orang tersebut malah mengajak gue untuk mengobrol. Dengan terpaksa gue coba untuk mengalihkan pandangan gue ke arahnya. Ternyata seorang perempuan yang menghampiri gue. Gue Masih terlihat samar-samar siapa dan menebak siapa perempuan tersebut. Dilihat dari bawah dia menggunakan Dress berwarna hitam yang memperlihatkan kedua paha mulusnya. Sementara saat gue mencoba untuk memandang lebih naik lagi. Terlihat belahan dadanya yang terlihat jelas karna pakaian yang ia kenakan saat itu sangatlah seksi hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya.
“elu, Res”, ucap gue saat menyadari bahwa itu sosok Resti, mantan gue.
“Kok lu ada disini?”, sambung gue.
“Emang ga boleh ya gue disini? Gue diundang sama temen lu tuh yang jadi raja disini”, jawabnya sambil menunjuk teman gue yang sedang ulang tahun hari ini.
“aneh temen lu, bukannya kemarin malam pestanya, malah baru sekarang. Kalo semalam kan bisa sekalian ucapin, momennya pas kalo pergantian hari”
Gue mencoba tersenyum karna gue emang dah KO sama alkohol. Resti memandang lekat wajah gue yang merah padam karna dibawah pengaruh alkohol.
“lu mabuk ya? Sok-sok'an lu pake minum segala. Mabuk gini baru tau rasa kan. Hahaha”, ucapnya menertawakan gue.
“gimana hubungan lu sama anak Akuntansi itu, siapa namanya...Alice”
“ga ada masalah. Ya gitu, gue sama dia adem ayem aja sampe sekarang”
“Serius? Eh, lu udah berapa kali ngewe sama dia”, tanya Resti seenaknya.
Ya gue tau itu dan itulah sifat Resti yang suka bercanda seenaknya. Terlepas lagi karna sifat dia juga yang Easy going sama orang lain.
“Matamu lah, Res”
“ya masa pacaran udah hampir dua tahun kaya nyicil motor tapi belum pernah ngewe sekalipun. Kaya sama gue dulu, lu pengen banget ngewe sama gue kan. Hahaha... Tapi gue nya belum mau. Kasihan. Hahaha”
“tapi kalo sekarang gue mau kok. Hahaha... Lu mau? Kalo mau ayo, gue siap kok puasin mantan gue ini”, ucapnya samping mengelus paha gue.
Resti mencoba menggoda gue dengan candaan kotornya dengan tubuhnya mulai merapat ke tubuh gue. Tangannya mulai meraba ke atas dimana penis gue berada terbungkus celana. Dalam keadaan mabuk parah gue bisa merasakan hawa panas dari nafas Resti yang mengenai pipi gue. Terasa bibirnya mengecup pipi gue dengan perlahan.
Pria ibarat kucing dan perempuan itu ikan. Kucing dikasih ikan ya pasti mau kan. Gue mulai menikmati apa yang Resti lakukan pada gue ini. Awalnya gue kira itu hanya candaan kotor yang biasa ia lontarkan saat ketemu gue, tapi kali ini gue merasa beda dengan dia. Terlihat aura serius dari dalam diri Resti saat melakukan hal tersebut pada tubuh gue untuk dirangsangnya.
Tangannya yang sudah berada di atas paha gue mulai di usap-usap dengan pelan oleh Resti. Gue tau ini cuma candaan dia, tapi lama kelamaan gue mulai menikmati usapan tangan Resti itu. Sementara gue lihat dari matanya memang mulai tersirat alasan tertentu di dalamnya, tapi gue sendiri tak terlalu memikirkannya. Usapannya kini berhenti dan dia menatap gue secara tajam dan dalam.
"Lu masih sayang sama gue ga?", Tanyanya pelan. Gue yang ditanya seperti itu oleh seorang mantan hanya bisa diam. Ga tau harus jawab apa dan karna rasa mabuk juga.
"Kita masih ada harapan balik kaya dulu lagi ga, Van? Gue masih ada harapan bisa dapetin lu lagi ga?", Sambungnya dan gue masih diam tak menjawab.
Tangannya membelai dada gue dari luar pakaian yang gue kenakan sambil matanya terus menatap gue tajam. Dari belaian di dada, tangannya naik kembali memegang pipi kanan gue. Gue bisa merasakan lembutnya tangan Resti kembali, tangan yang pernah gue pegang dan gw genggam semasih pacaran dulu.
"Gue tau, lu pasti udah lama bingung kenapa gue sekarang berubah ga kaya dulu lagi kan? Bukan sosok Resti yang lu kenal sebagai perempuan yang masih polos"
"Gue berubah kaya gini karna lu, Van". Oke, gue ga tau maksud dia ngomong kaya gitu.
"Sebenarnya dulu gue sakit pas lu mutusin buat akhiri hubungan kita dengan alasan yang ga jelas itu. Tapi gue tau alasan asli lu apa. Lu putus sama gue karna gue belum siap buat lu perawanin kan? Lu mau tubuh gue waktu itu, tapi gue yang masih polos itu malah nolak"
"Jujur, jujur gue mau sama lu terus, Van. Gue sayang, gue cinta sama lu. Gue berubah semuanya demi lu. Gue pengen jadi apa yang lu mau itu"
"Lu mau tubuh gue kan? Gue sekarang udah bisa kasih semuanya ke lu. Gue selama ini sama sekali belum punya cowok lagi setelah putus sama lu dan semua masih gue jaga, termasuk keperawanan gue ini. Gue mau lu yang ambil perawan gue ini, Van. Gue mau orang yang ambil perawan gue ini itu orang yang gue sayang dan gue cinta"
Resti mengungkapkan perasaanya selama ini yang ia pendam dan gue akhirnya tau alasan kenapa dia berubah dari Resti yang polos menjadi Resti yang suka ngomong vulgar. Itu semua semata-mata buat gue?
Cukup lama Resti diam setelah ucapannya itu dan gue sendiri juga masih belum bisa mengeluarkan komentar gue sampai wajahnya kini semakin dekat dengan wajah gue dan...
CUP!!!
Ia daratkan bibir manisnya pada bibir gue. Dari lumatan kecil nan pelan, perlahan mulai lumatan yang disertai dengan nafsu yang menggebu dan disini gue juga dalam keadaan dibawah pengaruh alkohol. Bukan gue, ternyata terhirup juga dari aroma nafas Resti yang berbau alkohol.
“Eeggghhhh....Eeggghhhh....cuup...”,lenguh kita berdua disela lumatan bibir.
Tangannya gue rasakan mulai membelai dan meremas pelan penis gue yang semakin keras. Dadanya yang lebih besar daripada punya Alice tergencet menempel di dada gue. Teksturnya terasa sangat kenyal dan rasanya ingin gue remas itu daging.
Saat gue pacaran dengan dia, Resti itu sosok yang berbanding balik dengan sekarang. Dia dulu anaknya lumayan pemalu dan juga tak pernah neko-neko. Gue pacaran sama dia dulu paling kenceng Cuma ciuman tanpa ada kata pegang dada maupun sampai berbau ranjang. Jujur gue dulu emang ngebet pengen lakuin hal itu sama dia, tapi dianya tak mau dengan alasan takut dan belum siap. Akhirnya sampai suatu hari kita putus dan sampai putus pun gue belum pernah dapat tubuhnya. Gue hargai itu.
Tapi entah kenapa dan apa sebabnya sekarang ia bisa berubah tak seperti Resti yang gue kenal dan sosok Resti yang pernah gue pacari itu. Mungkin karna faktor pergaulan atau apapun itu, gue kurang paham. Tapi walau kaya gitu, gue masih berteman baik sama dia. Status Mantan bukan menjadi penghalang atau pembatas buat saling bercanda ataupun saling sapa saat bertemu.
“yaudah, gapapa kok. Aku terima keputusan kamu, Van”, ucap Resti yang sangat bisa gue ingat saat gue putusin dia dulu.
Kembali lagi. Walau di bawah pengaruh alkohol yang sangat, gue masih bisa tersadar dari aktivitas yang gue lakukan dengan mantan pacar gue itu. Gue dorong pelan tubuh Resti yang menempel di tubuh gue. Terlihat raut wajah bingung yang terpampang di hadapan gue. Matanya gue tatapan dan gue kasih senyuman yang pernah gue kasih ke dia dulu.
“Maaf, Res....ini salah, jangan dilanjutin”, ucap gue. Bukannya gue sok alim.
Terlihat Resti seperti sedih dan menunduk malu sambil mengelap bibirnya yang basah oleh air liur kita tadi. Setelahnya ia bangkit dari posisi duduknya.
“gue panggilin teman-teman lu ya, gue lihat kayaknya lu udah ke siksa banget sama rasa mabuk lu itu”, ucapnya lalu beranjak pergi meninggalkan gue yang masih duduk bersandar mulai merasakan kembali rasa pusing dan mual.
Disaat gue sedang merasakan rasa mual dan rasa pusing yang teramat, dari dalam saku ponsel gue bergetar. Saat gue buka ternyata sebuah panggilan masuk dari pacar gue tersayang, Alice. Dengan pandangan mulai sedikit kabur dan tenaga yang seperti hilang, gue mencoba menggeser tombol terima di layar ponsel. Gue hanya diam saat Alice berbicara di seberang sana.
“Kamu mabuk kan?!”, tanyanya demgan intonasi sedikit ditekan.
“Aaaaa....ga...ga koookk...”
“Ngga apanya?! Jelas-jelas dari ucapan kamu kaya orang lagi mabuk berat gitu. Aku kesana ya terus aku anterin pulang”, ucap Alice yang kini terdengar seperti khawatir dengan gue.
“Ga usah, aku bisa pesan sendiri”
“Yaudah aku ga mau tau, kamu harus pulang sekarang kalo ga pulang aku kesana”
Setelah panggilan dengan Alice berakhir, gue dengan keadaan mabuk berat bersusah payah mencoba untuk bangun, namun ternyata badan gue terasa sangat berat. Terlihat beberapa teman gue mendekat sambil menanyakan apakah gue mau pulang saja atau tetap stay di dalam pesta dan gue juga sekilas lihat Resti berdiri diam tak jauh dibelakang teman-teman gue. Walau buat ngomong aja rasanya ini mulut malas banget, gue coba jelasin sedikit ke teman-teman gue dan akhirnya mereka mengerti maksud omongan gue dan membantu gue berjalan keluar dimana driver mobil yang sebelumnya di pesan telah menunggu. Gue tak mungkin bawa motor dalam kondisi gue yang seperti itu, akhirnya motor gue tinggal dan akan dibawa oleh teman gue.
“Sorry-Sorry, kita lupa kalo lu ga pernah minum. Sekali lagi Sorry, Van”
“iya, gue benar-benar minta maaf, Van”
Terdengar teman-teman gue meminta maaf, merasa bersalah sama gue yang notabene tak pernah minum tapi gue malah dicekoki untuk minum terlalu banyak. Gue hanya bisa memaklumi dan menganggukkan kepala lemas.
“jangan ngebut, pak. Teman saya lagi mabuk berat bisa-bisa mobil bapak penuh muntahan kalo ngebut”, ucap salah satu teman gue yang entah siapa itu karna gue terlalu sibuk dengan efek mabuk yang gila ini.
“Baik, mas”
“thanks, kawan...”, ucap gue dengan pelan.
Saat salah satu teman gue ingin menutup pintu mobil, terlihat sebuah tangan yang tiba-tiba menahan gerakan pintu yang akan menutup. Ternyata itu teman gue yang bernama Deni. Dia berbicara pada yang lain bahwa dirinya akan menemani gue sampai pulang ke rumah. Ya karna bisa dibilang Deni ini salah satu teman gue yang paling dekat semenjak gue masuk perguruan tinggi ini, akhirnya gue bolehkan untuk ikut masuk.
“Sorry, Den bikin repot lu”, ucap gue.
“santai, lu sering bantu gue dan lu emang baik banget sama gue, makanya gue mau balas apa yang pernah lu kasih ke gue. Ya walau ga ada apa-apanya”
Mobil yang gue tumpangi dalam keadaan mengenaskan ini mulai bersama Deni melaju menembus angin malam dan berjalan di bawah sorotan tiap lampu jalan yang dilewati. Di dalam mobil gue sekilas seperti melihat salah satu teman perempuan gue bersama dengan entah siapa pria tersebut sedang bercumbu di sudut ruangan saat gue dipapah keluar dari tempat pesta.
“Untung gue ga ajak Alice buat ikut”, batin gue yang masih mencoba mengontrol kesadaran yang masih tersisa sebelum sepenuhnya dikuasai oleh rasa mabuk.
Di depan bangunan rumah mobil yang gue tumpangi telah berhenti. Dengan dibantu driver Online yang mengantarkan gue, gue dipapah Deni untuk masuk ke dalam rumah. Untungnya pagar tak dikunci dari dalam. Mungkin kesadaran gue sudah 90% dikuasai rasa mabuk dan rasa tersebut terus bertambah. Gue dengar suara bel rumah yang dipencet oleh Deni beberapa kali, namun belum ada jawaban dari dalam, beberapa pencetan lagi dilakukan oleh Deni hingga terdengar suara seperti beberapa barang jatuh dan kemudian suara kunci pintu yang dibuka dari dalam lalu munculnya sosok mamah gue yang memakai baju tidurnya.
“Loh Evan, kamu kenapa nak?”, khawatir mamah gue yang langsung menanyakan kondisi gue ini.
“Gapapa kok, tan. Evan hanya sedikit mabuk karna tadi air yang kira Evan air putih ternyata alkohol dan langsung dia minum habis”, jelas Deni mencoba menolong gue supaya tak terlalu disalahkan. Walau alasnya lumayan lucu, tapi untungnya bisa diambil oleh mamahku.
Dengan sedikit berteriak mamah memanggil kakek gue yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah dari desa. Tak lama terlihat kakek berlari kecil ke arah gue sambil mengenakan sarungnya.
“ini cucu kakek kenapa, Wid?”, tanya kakek.
“udah, yah ini tolong bantu bawa Evan dulu ke kamarnya”, ucap mamah gue.
Dibantu Deni, kakek gue memapah tubuh lemas ini naik ke lantai dua tempat dimana kamar gue berada. Langkah yang tertatih gue mulai menaiki anak tangga satu persatu. Rasanya ingin gue langsung tidur di tempat tidur dan langsung tertidur pulas lalu terbangun di keesokan harinya dengan rasa yang segar kembali.
Dibaringkannya tubuh gue oleh Deni dan kakek gue diatas ranjang empuk yang sudah gue tunggu dari tadi. Rasanya sangat nyaman meresap keseluruhan tubuh gue ini. Diaturnya bantal untuk mengatur letak nyaman kepala gue oleh mamah dengan posisi menungging ke arah gue dan DAMN!!! Dalam sedikit rasa kesadaran normal gue, gue bisa melihat payudara mamah gue yang besar dan berisi menggantung di dalam baju tidurnya tanpa tanpa menggunakan Bra. Gue bisa lihat dengan jelas kedua buah daging kenyal yang menggantung itu dari kerah baju tidur mamah gue yang di bagian kerahnya sangat longgar.
Beliau orang tua gue, tapi disisi lain juga gue seorang lelaki yang normal seperti pada umumnya. Gue tau itu mamah gue, tapi perasaan yang gue alami ini ga bisa bohong. Pikiran kotor yang dulu pernah gue rasakan udah hilang dan apa yang sekarang gue lihat di depan mata ini mulai memancing pikiran kotor itu lagi. Ini salah, tapi gue mulai terangsang di bagian bawah sana yang mulai terasa mengeras dengan perlahan.
Walau berusia 38 tahun, tapi dengan tubuh dan wajah yang masih kelihatan muda itu tak menjadi sebuah alasan. Payudara dengan kulit yang mulus tergantung bebas tanpa penyangga BRA terpampang jelas, siapa yang ga terangsang?
“itu susunya, mah”, batin gue seakan mengingatkan mamah gue untuk memperbaiki kerah baju tidur yang ia pakai, namun gue tak berani untuk bicara langsung. Disisi lain juga gue seperti menikmati pemandangan yang ada.
“itu mamah, sadar!”
Gerakan tubuh mamah saat membetulkan letak bantal di kepala gue membuat payudaranya yang tak terbungkus BRA menjadi ikut tergoyang dan gue lihat saja sepertinya daging besar di hadapan gue itu terlihat sangat kenyal dan lembut.
“Makasih ya, nak....”, ucap mamah gue mengucapkan terima kasih ke Deni.
“Deni, tan”, ucap Deni.
“Makasih ya nak Deni udah nganterin Evan pulang”
“Sama-sama, tan. Lagian saya juga sering dibantu dan sering ngerepotin Evan”, Balas Deni.
“Kalo gitu saya langsung pamit aja tante”, sambung Deni dan menjabat tangan mamah gue beserta kakek.
Deni keluar dari kamar gue diantar oleh kakek, sementara mamah gue menyelimuti tubuh gue dari atas hingga bawah. “SHIT!!!”, Namun lagi-lagi gue dibuat tak percaya dengan apa yang gue lihat itu. Disaat mamah gue akan menarik selimut dari bawah dan otomatis dirinya membelakangi gue dengan menungging dan di tambah lagi baju tidur yang mamah gue pakai bukan model satu seat dengan celana, melainkan model piama. Di saat gue ga bisa pastikan demgan jelas apakah mamah gue sadar akan penis gue yang sedang mulai mengeras atau tidak. Gue berharap semoga saja mamah ga tau kalo penis gue mulai tegang akibat terangsang melihat payudaranya itu.
Di saat posisi seperti itu piamanya tersingkap ke atas sehingga memperlihatkan paha bagian dalamnya dan apa yang gue lihat ini.... Mamah gue sama sekali ga pake celana dalam. Vaginanya bisa gue lihat dengan jelas di depan mata gue dan lebih parahnya lagi Vagina mamah gue bersih tak ada bulu sama sekali. Mungkin karna memang sudah di cukur habis oleh mamah.
“Deni”, pikir gue.
Gue teringat bahwa saat tadi mamah gue mengatur posisi bantal yang gue pakai, mamah gue menungging di depan Deni. Berarti Deni juga bisa melihat dengan jelas selangkangan mamah gue yang tengah memperlihatkan vaginanya dengan bebas. Pantas saja sekilas gue melihat Deni seperti tak berkedip sama sekali dan terlihat menelan ludahnya.
Bukan hanya penampakan vagina mamah gue yang terlihat bersih seperti habis di cukur, namun ada hal yang jauh lebih parah lagi. Walau tak banyak, tapi bisa dilihat demgan jelas bahwa ada sebuah cairan putih kental yang seperti tak asing lagi bagi gue mengalir dari lubang vaginanya. Cairan sperma kah? Kalo itu menurut gue sama sekali ga mungkin, tapi kalo mikir kemungkinan buruknya, berarti itu sperma milik siapa? Kakek?
“Apakah mamah ada main sama orang karna mamah memang sudah lama menjanda?”
Bisa gue rasakan demgan jelas bahwa penis gue mulai mengeras demgan perlahan dan semakin keras dari sebelumnya. Rasanya ingin segera gue keluarkan dan gue tuntaskan rasa menyiksa ini. Gue berharap kakek dan mamah gue segera keluar dari kamar sehingga gue bisa mulai mengurut penis gue yang mulai keras sampai bisa lemas kembali.
Pikiran gue berkecamuk memikirkan hal yang sangat tak masuk akal itu.
Tak terlalu lama kakek kembali masuk ke dalam kamar gue ini sambil membawa botol kecil seperti berisi minyak. Kakek menghampiri gue yang sedang di nasihati oleh mamah.
“namanya juga laki-laki. Gapapa, Wid. Kakek juga dulu pernah kaya kamu, malah lebih parah lagi tapi jangan pernah tiru kakek ini”, ucap Kakek.
“Coba kamu tengkurap, nak. Biar kakek pijat kepala sama tengkuknya. Kamu balik tidur aja, Wid ini udah malam biar kakek yang urus”, sambung kakek dan gue pun menurut.
“tapi kamu benar ga kenapa-napa kan, nak?”, tanya mamah.
“Iya, mah Evan gapapa kok”
“nanti kalo perlu sama mamah tinggal panggil aja ya. Kalo gitu mamah balik ke kamar dulu, nak”, ucap Mamah.
“tolong ya, yah”, sambung mamah dan terdengar beliau keluar dari kamar.
“iya, ini mau ayah pijat buat ringanin rasa mabuknya. Udah kamu lanjutin aja”
Gue posisikan tubuh gue yang sebenarnya sangat lemas ini untuk tengkurap di atas ranjang dan sementara di dalam gerakan gue memutar tubuh, gue sempat membetulkan posisi penis gue di balik selimut yang sudah tegang maksimal. Jemari kakek yang sudah kelihatan keriput mulai memijat dari pelipis, kepala atas dan tengkuk gue secara lembut.
Rasanya sangat enak sekali dipijit oleh kakek, semua rasa pusing dan mual rasanya perlahan mulai hilang. Awalnya tubuh yang terasa berat mulai terasa ringan dan gue mulai terpejam menikmati pijatan tersebut yang mengantarkan gue ke dalam mimpi.
Di Saat Evan sudah Tertidur.
Pak Kasno masih memijat cucunya itu dengan sabar dan telaten. Sudah lewat 10 menit dirinya terus menggerakkan jemarinya untuk memijat sampai Evan sendiri kini telah terlelap tidur. Dilihatnya sang menantu, Widya sudah berada di ambang pintu dan dengan perlahan pak Kasno menghentikan kegiatan memijatnya dan menghampiri Widya.
“udah gapapa, masuk aja”, ucap pak Kasno.
“Evan sudah tidur”, sambungnya.
Setelah pak Kasno menyelesaikan kalimat terakhirnya, terdengarlah suara lain yang tak terlalu keras juga. Widya berjalan dengan pelan mendekat ke arah ranjang tempat anaknya itu tengah tertidur. Widya berjalan dengan pelan dan sedikit menggunakan perjuangan karna posisi dirinya berjalan dengan sedikit menungging sambil dibelakangnya ada yang sedang memaju mundurkan pantatnya.
Walau tak terlalu keras, namun jika Evan tak dalam keadaan tidur dirinya bisa mendengar suara tersebut. Suara dimana dua buah kulit paha saling bertabrakan dan kini terdengar pula suara desahan Widya yang ditahan.
“hhhmmmppfff...hhhmmmppfff... Ssshhh....pelan...pelan....Eeggghhhh....Eeggghhhh...”
“Jalan terus, Wid. Ayah pengen wujudin fantasi ayah yang sudah lama dimimpikan ini. Kamu sebagai menantu ayah harus bisa buat mertuamu ini senang juga. Maju terus, Wid”, lirih pak Kasno sambil membelai rambut menantunya itu.
“Ooohhhhhsss....ssshhh....tolong pelan... Saya takut Evan bangun”, ucap Widya, namun bukannya memelankan, genjotan yang terjadi sedikit disentakan dengan keras hingga Widya mengerang tertahan kembali.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Suara selangkangan Widya yang tengah digenjot dari belakang mulai terdengar sedikit lebih keras dari suara desahannya. Hal tersebut membuat Widya menggelengkan kepalanya saat merasakan nikmat dan tersiksa karna tak bisa mengeluarkan suaranya secara bebas sedangkan genjotan yang ia terima sungguh kuat menumbuk selangkangannya.
“EEGGGHHHHH!!! EEEGGGHHHH!!!! PELAN!!! EEEGGHHH!!! SSSHHHH.....”, Desah Widya sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya sendiri mencoba meredam suara yang ia keluarkan.
*…………………….
Menikmati hidup secara sendiri sebagai seorang perempuan yang sudah mempunyai anak bukan perkara mudah untuk dijalani. Harus menjadi tulang punggung, mendidik anak seorang diri dan menjalani semua aktivitas tanpa adanya sosok pendamping itu susah. Sudah bertahun-tahun Widya merasakan hal tersebut. Memang sulit, tapi bukan berarti menjadi sebuah beban.
Duduk terdiam dikala mentari sore menjelang sambil memikirkan hidupnya, Widya ditemani teh hangat yang ia nikmati. Semenjak Evan menginjak perguruan tinggi ia sering ditinggal sendiri didalam rumah. Evan selalu sibuk dengan urusan pribadinya, entah itu urusan kampus maupun urusan bersama pacarnya, Alice. Tak jarang juga Widya harus melewati malam seorang diri karna anak satu-satunya itu menginap di rumah temannya. Itu yang Widya tau.
Bukan bermaksud melarang atau membatasi kegiatan anaknya, tapi Widya juga ingin mengobrol banyak dan kumpul bersama anaknya itu.
Sudah 2 hari ini kehidupannya di rumah sedikit tak merasa sepi karna 2 hari ini mertuanya telah berkunjung. Widya sedikit bisa melepas rasa sepinya dengan mengobrol ringan dengan sang mertuanya itu.
Seperti sore itu, Widya yang tengah duduk sambil menikmati secangkir teh hangat di depan teras dihampiri oleh mertuanya, pak Kasno. Ia datang dari arah dalam setelah selesai mandi dengan membawa segelas kopi hitam yang ia buat sendiri di dapur. Pak Kasno ikut duduk di kursi kosong menemani Widya mengobrol santai.
“Kalo sore-sore kaya gini, ayah jadi ingat suamimu, Wid. Dulu pas sore kaya gini ayah selalu ajak Harjo main ke sawah, kadang ayah juga liatin dia main bola sama anak-anak lain di lapangan”, ucap pak Kasno mengingat masa kecil anaknya, suami Widya.
“Pernah juga ayah marahin gara-gara dia cari belut di sawah sampai semua badanya berlepotan lumpur, padahal baru saja dia mandi. Hahaha...”, sambungnya dan disusul sambil menyeruput pelan kopinya.
“mas Harjo kalo lagi dirumah juga sore-sore kaya gini suka banget duduk di teras rumah sambil ngopi, liatin Evan main kelereng di halaman rumah”, ujar Widya sambil tersenyum momen tersebut.
“Waktu emang ga bisa diputar lagi. Senakalnya Harjo dulu sampai buat ayah marah-marah terus, tapi sekarang justru malah yang ayah kangengin dari dia”
“Jujur dulu ayah didik suamimu itu lumayan keras dan ayah akui, dulu ayah suka marahin dia. Entah demgan alasan yang jelas maupun yang ga jelas. Karna ayah memang saat masa muda lumayan temperamental, pengaruh suka minum dan yang lain. Ayah nyesel dan itu salah satu alasan kenapa ayah sayang sama Evan. Ayah pengen bayar semua rasa bersalah ayah ini sama darah dagingnya, Evan”, jelas pak Kasno.
Ada jeda berhenti saat mereka berdua mengobrol. Suasanya berubah menjadi sunyi tanpa ada suara, hanya suara anak-anak kompleks yang sedang bermain dan beberapa suara kendaraan yang lewat.
“setelah Harjo mulai dewasa, dia memutuskan buat kerja di kota. Awalnya dulu ayah sama ibu kaget dan sedikit ga rela buat lepasin anak pertama kami itu, tapi sudah waktunya dia buat hidup mandiri”
“2 tahun dia kerja di kota dan hanya pulang sekali dua kali dalam satu tahun itu buat rasa kangen kami makin bertambah dan disaat tepat 2 tahun dia pulang ke rumah sambil ajak kamu. Kami merasa sangat senang karna dia akhirnya punya seseorang yang dia sayangi, tapi disisi lain dulu kami sedikit merasa cemas karna yang kami taunya kalo orang kota itu sombong-sombong dan ga mau buat diajak susah. Seiring berjalannya waktu rasa cemas dan khawatir kami akhirnya bisa ditepis. Ternyata perempuan yang ia kenalkan pada kami rupanya sosok perempuan yang baik, sopan dan bisa diajak bareng dalam segala hal tanpa harus memandang materi. Kami bertambah senang”, ucap pak Kasno panjang, Widya tersenyum senang menyimak.
“syukur, dalam waktu setahun kemudian akhirnya Harjo bisa mulai memperbaiki nasib keluarganya dan memutuskan buat lamar kamu. Syukurnya lagi keluarga kamu menerima tanpa ada syarat dan senang hati...Makasih, Wid”
Widya mengusap punggung pak Kasno, “ayah ga usah terima kasih sama Widya, justru Widya yang harus terima kasih sama ayah dan ibu karna berhasil membesarkan anak yang hebat seperti mas Harjo dan anak hebat itu diizinkan buat hidup berumah tangga sama Widya”, balas Widya.
“Belum sempat kami melihat cucu pertama kami tumbuh besar, ibu mertuamu lebih dahulu meninggalkan. Rasa bahagia akan hadirnya cucu pertama kami menjadi kurang lengkap dan saat itu ayah juga mengalami Impoten”
“belum lama berselang, hanya berjarak beberapa tahun...Harjo ikut menyusul ibunya. Rasanya ayah menjadi seperti orang gila saat itu, ditinggal orang-orang yang sangat ayah sayangi”
Widya hanya diam mengimak setiap keluh kesah hidup yang mertuanya utarakan.
“Harapan ibu mertuamu dulu dan kamu juga sudah tau akan hal itu dimana ibu mertuamu itu ingin melihat Evan punya adik, tapi kembali lagi semua hanya harapan yang sudah hilang. Pernah juga ayah tanya ke Evan tentang hal ini dan Evan ternyata juga menginginkan hal yang sama yaitu mempunyai adik. Itu pas masih Harjo masih ada”
“tapi setelah Harjo pergi, ayah sempat juga menyinggung masalah itu lagi lewat telepon dan jawaban Evan masih sama, dia pengen mempunyai adik, tapi Evan juga sadar betul itu ga mungkin”
Widya terdiam sesaat sembari terlihat berpikir, “Kalo itu memang keinginan ibu sama Evan, Widya bakal usahain dengan cara bayi tabung”
“Sudah, Wid. Evan ga mau kalo pake cara bayi tabung, ayah ga tau alasannya apa, Cuman Evan menentang banget dan Evan juga ga berani bilang sama kamu jadi Evan hanya bisa curhat dan mengutarakan keinginannya sama ayah”
“umur Widya udah 38 Tahun dan di usia segitu sangat berisiko buat mengandung. Kalo memang itu yang diinginkan, Widya bakal coba. Tapi bagaimana caranya kalo ga pakai cara ilmu kedokteran? Masa rahim Widya harus dibuahi sama secara langsung?”
“sebenarnya ayah berat hati, tapi mungkin begitu caranya. Sebaiknya nanti ayah secara pelan coba ngomong sama Evan. Semoga aja Evan mau pakai cara kedokteran saja”
“Iya, yah semoga saja”
Sebuah fakta yang sama sekali tak diketahui oleh mertuanya bahwa sang menantu, Widya sebenarnya pernah dan sering dibuahi rahimnya oleh orang lain, seperti saat digilir di bus, terminal maupun oleh mbah Mitro dirinya meminum pil sehingga benih yang masuk ke dalam rahimnya tak dapat membuahi. Hal tersebut juga berlaku saat rahimnya selesai dibuahi oleh satpam kompleks, pak Narto.
Langit yang tadinya masih sore dengan warna sedikit oranye, berganti warna dan mulai gelap. Kegiatan mengobrol serius di teras rumah mereka sudahi dan memutuskan untuk masuk ke dalam rumah kembali. Sementara Widya langsung masuk ke dalam dapur untuk membuat makan malam yang akan disantap ayah mertua, dirinya beserta Evan.
JRENG!!! JRENG!!! JRENG!!!
Suara alunan gitar terdengar di dalam kamar Evan yang tengah mencoba mengisi waktu luang malamnya selain bermain game Online ataupun Video Call dengan Alice. Beberapa lagu acak ia mainkan dengan gitarnya.
“Hhaaahhhh...main game terus bosan, main gitar juga bosan”, ucapnya sambil menghela nafas.
TOK!!! TOK!!!
Pintu kamarnya di ketuk seseorang dari luar membuat Evan tersadar dari rasa bosan yang sedang ia alami malam itu diatas ranjang.
Dibukanya pintu kamarnya dan terlihatlah sosok sang kakek yang tengah berdiri di depannya sambil membawa 2 cangkir kopi panas. Mengerti dengan maksud sang kakek, Evan lekas menyuruhnya untuk masuk ke dalam kamar.
“Kakek ga ganggu kan?”, tanya pak Kasno duduk di lantai.
“Kek, jangan dibawah lah. Duduk diatas aja, gapapa”
“Bawah aja, nak. Di langai dingin bikin enak kalo buat ngobrol”
Evan yang merasa tak enak lalu ikut duduk di lantai menghargai kakeknya itu. Satu gelas kopi di berikan ke Evan dan Evan mengambil bungkus rokoknya yang ada di atas ranjang untuk dipersilahkan pada kekeknya.
“Gimana, kuliahnya tadi, nak? Ga ada masalah kan?”, tanya pak Kasno membuka obrolan.
“ga ada kok, kek. Semua berjalan lancar”
“Iyalah lancar, orang ada pujaan hatinya yang bisa bikin semangat. Hahaha”, pak Kasno mencoba untuk menggoda cucunya itu.
“yang akur, nanti kakek temani kamu buat samperin keluarganya”, sambung pak Kasno sambil menepuk pundak Evan.
“Apaan sih, kek”, balas Evan ikut tertawa. Evan merasa seperti bingung, tapi entah itu apa dan Evan hanya menghiraukan rasa bingungnya itu.
Obrolan berlanjut dari hal yang tak penting pun dijadikan topik pembicaraan. Bahkan seperti yang Evan kenal pada kakeknya itu, seorang pria yang humoris. Di beberapa kadang diselingi humor yang membuat keduanya tertawa.
Dari obrolan yang ringan secara perlahan pak Kasno mulai menyerempet ke niat awalnya berkunjung ke dalam kamar cucunya itu. Topik obrolannya mulai mengarah ke hal yang lebih serius. Dengan berhati-hati pak Kasno mulai berbicara pada hal sensitif yang pernah dibicarakan juga dan malam ini akan kembali dilanjutkan.
“dulu kamu pernah kepingin banget punya adik kan, nak?”
“Iya, Evan dari dulu sebenarnya kepingin banget punya Adik tapi kayaknya udah ga bisa deh”
“Ya mungkin aja sih, kakek dulu pernah saranin pake cara bayi tabung, Cuma kamu tolak”, ucap pak Kasno mulai memancing Evan.
“ga tau kenapa ya, kek. Evan ga mau aja kalo pake bayi tabung”
“kalo bayi tabung ga boleh, berarti mamah kamu harus pake cara alami biar bisa hamil lagi”
Evan terlihat kaget dengan ucapan kakeknya yang mengingatkan bahwa masih ada cara lain, namun terdengar ekstrem.
“cara alami? Yang benar saja, kek. Masa mamah dihamili orang secara langsung”, ucap Evan sedikit menekan intonasi nya.
Pak Kasno mengubah posisi duduknya dan sedikit menggeser ke tempat Evan duduk. Pak Kasno memegang pundak Evan dan mulai berbicara lagi, Namun dengan nada yang sedikit pelan dan sabar.
“Ada 2 keuntungan buat mamahmu kalo pake cara itu, nak”
“Pertama, mamah kamu ada kemungkinan bisa hamil dengan cara alami, maksudnya hamil oleh sperma orang secara langsung tanpa harus pake cara kedokteran. Keuntungan kedua...”
“Kamu sadar kan kalo selama ayah kamu meninggal mamah kamu itu sendiri? Untuk hal itu kamu juga tau kan maksudnya?”, ucap pak Kasno.
Evan terlihat diam berpikir.
“Mamah kamu ga dapat nafkah batin lagi. Nah, sedangkan kalo pake cara itu mamah kamu sedikit bisa terobati soal nafkah batin itu. Ya kakek sebagai orang tua disini ga bermaksud buat bikin mamah kamu buat melakukan hal yang ga Bener dan perlu kamu tau bahwa mamah kamu itu sudah jadi anak kakek juga sekarang”
Pak Kisno mulai membuat Evan bingung dengan perkataannya. Dengan bingungnya Evan, pak Kasno bisa dengan mudah masuk untuk mempengaruhi pikirannya. Disini pak Kasno sebenarnya punya maksud lain pada masalah keluarga ini.
Perlu diketahui, sebenarnya pak Kasno dari dulu punya hasrat terhadap tubuh menantunya itu, namun ada hal yang membuatnya tak bisa melakukannya. semenjak di tinggal mendiang sang istri, pak Kasno mengalami Impoten dan karna hal itu niatnya berubah. Sekarang pak Kasno memiliki fantasi dimana dia bisa melihat sang menanti yang ia idamkan itu disetubuhi oleh pria lain yang bukan anaknya sendiri (mendiang Harjo) sampai hamil.
Pak Kasno tau betul walau hal itu terwujud pun batangnya tak bisa tegang, namun.... Dari salah satu kenalan orang yang ia punya. Ia sudah rutin menggunakan sebuah terapi menggunakan minyak khusus supaya dirinya bisa ereksi kembali. Kata orang tersebut masih ada kemungkinan sembuh dengan cara mengurut penisnya menggunakan minyak yang dia beri secara teratur dan prosesnya akan lebih manjur lagi jika lebih sering melihat orang yang ia kenal bersetubuh di hadapannya dan karna itu pak Kasno ingin melihat Widya disetubuhi orang di hadapannya langsung untuk membantu kesembuhannya.
Dengan sembuhnya masalah yang dialami pak Kasno, ia juga dapat menikmati juga nantinya tubuh sang menantu itu.
Terlepas dari hal tersebut, makanya pak Kasno dengan memutar otak mencari cara supaya cucunya itu mau menggunakan cara yang ia inginkan itu.
“Yaudah, Evan sih mau aja, kek. Asalkan mamah juga mau dan tanpa ada paksaan. Evan juga tau kalo Evan egois dan ini salah, tapi Evan juga ga paksa mamah buat lakuin. Semua keputusan ada pada mamah. Apapun yang mamah putuskan Evan bakal terima hal itu”, ucap Evan. Pak Kasno yang mendengar langsung tertawa di dalam hati. Sifat bajingan pak Kasno disaat muda mulai kembali lagi.
Cukup susah dan terjadi perdebatan kecil juga saat pak Kasno membujuk Evan untuk masuk ke dalam rencananya, semua berakhir dengan kemenangan bagi pak Kasno.
“Yaudah, nanti coba kakek bicarakan lagi sama mamah kamu”
“Iya, kek. Tapi misalkan mamah mau dengan cara itu, nanti siapa yang bakal lakuin? Kalau kakek kan...”, ucap Evan dipotong cepat oleh pak Kasno.
“iya kakek tau. Untuk masalah itu masalah gampang. Kakek memang ga bisa ereksi lagi, tapi dengan penampilan mamah mu itu, buat cari hal tersebut adalah perkara yang mudah”, ucapnya seakan-akan dengan logat bicara sedikit berat, padahal di dalam hatinya ia sangatlah senang.
“Maafkan ayahmu ini Harjo. Maafkan juga kakekmu ini. Hehehe...”, batin pak Kasno.
“udah malam, nak. Kamu mendingan tidur. Kakek biar temuin mamah kamu dulu buat bicarakan hal ini”
Pak Kasno beranjak dari kamar Evan dan tak lupa juga dua cangkir kopi yang sudah kosong ia bawa keluar. Tertutupnya pintu kamar Evan, pak Kasno tersenyum licik.
“tak percuma belajar ilmu hipnotis dulu. Hahaha...”.
Ya, pak Kasno ternyata mempengaruhi pikiran cucunya menggunakan ilmu hipnotis yang ia pelajari dulu saat masih muda. Ternyata apa yang dulu ia pelajari sampai sekarang masih ada gunanya bagi pak Kasno. Menggunakan hipnotis pak Kasno bisa mengendalikan pikiran Evan dan Evan dipaksa untuk menuruti perkataannya yang sebenarnya adalah fantasi sendiri milik pak Kasno terhadap menantunya itu, terhadap mamahnya Evan.
Dengan langkah senangnya pak Kasno menuruni tangga dan langsung menemui Widya yang sudah berada di dalam kamarnya malam itu setelah menaruh gelas kotor di dapur.
Sebelumnya juga, pak Kasno masuk ke dalam kamarnya terlebih dahulu untuk melakukan terapi rutin yang ia lakukan selama ini. Menggunakan minyak yang ia bawa dari kampung itu, pak Kasno melepas sarungnya dan langsung terlihat penis besarnya dalam keadaan lemas. Dioleskannya seluruh minyak tersebut di batang tersebut dengan gerakan memijit pelan.
“Semoga kamu bisa cepet sembuh ya, le. Kamu sembuh nanti bakal aku kasih hadiah memek legit menantumu itu. Hehehe”, pelan pak Kasno sambil mengurut penis besarnya.
Di dalam kamar Widya terdengar suara dua orang tengah berbicara dengan serius. Pak Kasno menemui Widya untuk membicarakan niat busuknya lebih lanjut.
“Evan bilang seperti itu, yah?”, tanya Widya.
“kamu kira ayah bohong sama kamu, Wid? Kalo kamu emang ga percaya, kamu bisa tanyakan langsung sama anakmu”, ucap pak Kasno.
“sudah jelas anakmu bakal jawab boleh, Wid. Anakmu dibawah pengaruh hipnotisku ini”, batin pak Kasno
“Bukan begitu maksud Widya, yah. Widya Cuma merasa bingung saja, jika Widya benar-benar hamil sama orang takutnya para tetangga pada curiga. Widya janda, tapi Widya hamil”
“ayah punya rencana buat itu. Disaat kandungan kamu mulai terlihat, kamu ikut ayah aja ke kampung sampai anak kamu lahir. Orang kampung juga pastinya bakal bingung juga, tapi kalo dikampung orang-orang masih bisa dibohongi. Ayah bilang kalo kamu sudah menikah lagi dan dengan alasan kamu kangen sama keluarga di kampung, kamu bisa tinggal sementara disana”, jelas pak Kasno.
“tapi orang yang bakal bantu masalah ini siapa, yah?”, tanya Widya.
“Semenjak ayah tinggal disini, ayah sering lihat satpam kompleks ini kalo ketemu kamu kaya suka liatin kamu. Kayaknya dia tertarik sama kamu, Wid. Bagaimana kalo kita coba bicarakan sama dia buat bantu?”
Widya tau betul siapa orang yang dimaksud oleh mertuanya itu. Widya juga sadar bahwa semenjak datangnya pak Kasno di dalam rumah. Pak Narto sama sekali tak berani menjamahnya. Jika orang itu lewat depan rumahnya, dia hanya berpura-pura menanyakan situasi keamanan kompleks dan biasanya mampir sebentar untuk melihatnya tanpa berani melakukan hal apapun.
“pak Narto maksud ayah?”
“Ayah ga tau namanya, tapi yang satpam itu intinya”
“Tapi masa Widya yang ngomong sama pak Narto?”, ucap Widya.
“ya bukan kamu juga, Wid. Nanti ayah yang bakal coba ngomong sama pria itu. Tapi kamu sendiri benar-benar siap apa ga?”
Widya terlihat mengambil nafas lumayan banyak, lalu menghembuskannya secara perlahan.
“Widya siap, yah. Widya pengen wujudin keinginan Evan buat punya adik lagi dan Evan sendiri sudah setuju. Widya bakal coba”
“kalo memang kamu sudah putusin, berarti besok siang ayah bakal coba ngomong sama....pak Narto buat minta bantuan dari dia”, ucap pak Kasno.
Keesokan harinya setelah pak Kasno kembali dari tugasnya untuk menemui pak Narto di pos jaganya. Pak Kasno duduk di sofa sambil menonton televisi dan dari arah belakang sosok Widya muncul sambil membawakan minuman dingin untuk meredamkan hawa panas.
Pak Kasno pulang dari tugasnya dengan raut wajah yang senang karna orang yang akan ia mintai bantuan ternyata memang benar adanya, dimana pak Narto mempunyai hasrat tersendiri pada menantunya itu dan tanpa berpikir panjang setelah dirinya meminta bantuan, pak Narto dengan cepat menjawab bahwa dirinya sangat bersedia untuk membantu Widya hamil dengan spermanya.
Dari hal tersebut juga pak Kasno akhirnya mendapat sebuah fakta yang membuatnya kaget, namun dirinya juga terdapat rasa senang. Fakta dimana pak Narto menceritakan semua hal yang terjadi belakangan ini. Kejadian dimana menantunya sudah pernah disetubuhi oleh pak Narto beberapa kali dan pak Narto juga bilang bahwa Widya sudah tunduk di bawah kepuasannya.
Pak Kasno tak mengira bahwa wanita baik, sopan seperti Widya ternyata sudah ditundukkan oleh satpam kompleks. Jika anaknya, Harjo masih ada mungkin pak Kasno marah mendengar hal tersebut dan menyuruh anaknya untuk menceraikan Widya, namun keadaan berbeda. Pak Kasno malah terlihat senang, dengan begitu rencana yang ia inginkan bisa berjalan dengan lancar.
“Wid, ayah pengen ngomong sama kamu”, ucap pak Kasno.
“Iya, yah”
“sejak meninggalnya Harjo, kamu ga pernah menyeleweng kan?”, tanya pak Kasno.
DEG!!! Widya terdiam dalam kaget, mengingat bahwa orang yang dimintai bantuan oleh mertuanya adalah pak Narto dan pak Narto sudah pernah menikmati setiap jengkal tubuhnya beberapa kali. Widya menjadi khawatir dan cemas kalo pak Narto memang sudah menceritakan hal tersebut pada mertuanya itu.
“udah, ga usah kaget gitu. Ayah udah tau semuanya, pak Narto sudah cerita sama ayah soal hubungan kalian. Mungkin jika suamimu masih hidup, ayah bakal suruh dia buat ceraikan kamu, Wid”, ucap pak Kasno.
Wajah Widya menjadi pucat saat mendengar ayah mertuanya berbicara demikian.
“Ayah sebenarnya ga menyaka kalo kamu itu ternyata seorang istri yang mudah takluk sama kontol orang”, pak Kasno sengaja berbicara seperti itu karna dirinya merasa bahwa hal tersebut bisa menjadi senjata untuk menaklukkan Widya.
Dengan cepat Widya bergerak dari posisi duduknya dan berlutut di hadapan pak Kasno sambil menangis meminta maaf. Pak Kasno tersenyum dan dirinya mencoba untuk bertindak lebih jauh lagi memancing emosi Widya.
“Pantas saja pas ayah bilang mau bantuan ke pak Narto, kamu kelihatan menerima begitu saja. Ternyata kamu memang sudah kangen sama kontolnya ya, Wid”
“Buka, yah....bukan seperti itu. Widya minta maaf, yah... Widya tau kalo Widya salah besar”, maaf Widya sambil menangis.
Pak Kasno tersenyum menang. Tangannya memegang kedua sisi bahu Widya dan menyuruhnya untuk bangun dari posisinya itu. Memasang tatapan seakan orang bijak, pak Kasno menghela nafas panjang.
“bukan salah kamu sepenuhnya, Wid. Bangunlah. Sekarang kamu nurut saja sama ayah dan kamu fokus wujudin keinginan anakmu itu buat punya adik. Ayah rela, semua demi cucu ayah satu-satunya dari Harjo”, pak Kasno menuntun Widya untuk duduk kembali di sofa.
“Yang kamu lakukan sekarang hanya bersetubuh dengan pak Narto hingga dirimu hamil anaknya demi kesalahan kamu pada Evan. Buat dia bahagia, Wid”, Widya mengangguk lemas masih sedikit terisak.
Lagi-lagi pak Kasno menggunakan keahliannya untuk memanipulasi pikiran seseorang dan kali ini ia gunakan pada mantunya sendiri. Pak Kasno gunakan cara itu supaya Widya tak terlalu protes dan mengikuti kemauannya.
“Malam ini bakal dimulai, Wid. Nanti malam pak Narto bakal datang buat bantu. Nanti malam berpakaianlah yang mengundang nafsu pak Narto dan berdandanlah secantik mungkin”, ucap pak Kasno, Widya mengangguk.
Waktu terasa berlalu dengan cepat. Tibalah dimana pak Kasno dan menantunya, Widya tengah menunggu kedatangan pak Narto di ruang keluarga dengan perasaan campur aduk. Tanpa disadari dari keduanya sedang merasakan keringat dingin dengan dada yang berdegup dengan kencang menanti sesuatu yang sama sekali belum terpikirkan.
Dimana Widya akan disetubuhi di depan ayah mertuanya oleh satpam kompleksnya dan sementara pak Kasno akan melihat pemandangan dimana menantu kesayangannya yang cantik dan mempunyai badan bagus akan di Setubuhi de depan mata kepalanya sendiri.
“aku seperti menyuruh menantuku ini untuk menjadi pelacur”, batin pak Kasno melihat sekilas penampilan Widya yang cantik dengan memakai baju tidur dengan bahan yang tipis.
“Aku seperti dijual oleh mertuaku, tapi dijual pada lelaki yang lebih dulu membuatku takluk”, batin Widya menundukkan kepala melihat kedua pahanya yang terbuka cukup lebat akibat piama yang ia pakai sangatnya pendek.
Sepanjang mereka menunggu sama sekali tak ada suara percakapan yang berarti. Adapun percakapan dan itu hanya sangatlah singkat, bukan ucapan mengarah pada obrolan panjang.
Pak Kasno dapat melihat jika kedua puting Widya terlihat menonjol dari pakaian yang ia kenakan itu. Ya, itu memang pak Kasno yang menyuruh agar Widya tak memakai pakaian dalam sama sekali. Pada bagian bawah terlihat paha mulus Widya yang terbuka akibat kecilnya pakaian yang ia kenakan saat itu dan pak Kasno juga bisa menebak secara jelas bahwa selangkangan Widya menempel secara langsung di atas sofa tanpa terkena penghalang lagi.
Jika pak Kasno tak mengalami masalah pada batang penisnya, mungkin dia sudah tegang maksimal dan tanpa meminta bantuan dari pak Narto, ia sendiri yang bakal menghamili Widya. Namun karna kondisi yang ada, makanya pak Kasno memilih pak Narto sebagai batu loncatannya untuk menundukkan Widya, menantu cantik dan montoknya itu.
TING TONG!!!
Suara bel tersengar bunyi dan sudah dipastikan orang yang memencet bel rumah adalah orang yang sedang mereka berdua tunggu, siapa lagi kalo bukan pak Narto.
“Kamu siap, Wid?”, tanya pak Kasno. Widya mengangguk pelan.
“kalo begitu kamu yang bukain pintu dan aja pak Narto untuk masuk ke dalam”
Widya beranjak dari duduknya berjalan ke arah pintu menemui pak Narto di luar sana. Sementara pak Kasno menunggu dengan jantung yang berdegup kencang sambil tak fokus menonton televisi.
Tak lama terlihat sosok pak Narto berjalan masuk beriringan dengan Widya dengan posisi tangannya merangkul pundak Widya. Sepertinya pak Narto tak usah memasang tampang sok malu lagi, karna dirinya juga sudah menceritakan semua rahasianya bersama Widya pada pak Kasno.
Terlihat jelas bagi pak Kasno yang tengah duduk di sofa bahwa pak Kasno merangkul Widya, namun sesekali meremas payudara besar Widya yang tak terbungkus BRA di dalamnya sambil tersenyum.
“Main remas saja menanti saya, pak”, ucap pak Kasno.
“Hehehe...maaf, pak habisnya saya sudah kangen sama bu Widya ini”
“Yaudah lah, lagian kamu juga udah pernah merasakan tubuhnya juga kan. Oh iya, duduk”
Pak Kasno menyuruh pak Narto untuk duduk juga di sofa dan sekarang terlihatlah bahwa sosok perempuan yang menjadi istri anaknya itu seperti bukan menantunya, karna Widya duduk bersebelahan dengan pak Narto di sofa yang berbeda. Pak Kasno merasa seperti sedang bertamu di rumah tangga orang lain.
“Bagaimana pak, saya beneran disuruh buat hamilin bu Widya kan?”, tanya pak Narto.
“ya seperti yang saya bicarakan siang tadi, pak. Saya dan Widya serius meminta bapak buat hamilin menanti saya ini. Cucu saya, Evan sudah lama pengen punya adik tapi ga kesampaian karna anak saya pergi duluan”
“tapi kalo bu Widya nanti hamil sama saya, apa nak Evan ga curiga pak?”, tanya pak Narto kembali.
“soal itu Evan sudah setuju, pak dan Evan sudah mengizinkan hal tersebut dengan catatan itu memang keputusan Widya tanpa paksaan”
Pak Narto memandang wanita disebelah nya itu dengan tersenyum girang. Dirinya bisa mendapatkan wanita seperti Widya dan sekarang dirinya bisa menikmati tubuhnya dengan izin mertua serta anaknya? Beruntungnya pak Narto. Ditambah lagi, dia bisa menikmati tubuh Widya sampai hamil oleh benihnya. Benar-benar Jackpot buat pak Narto.
“wah, bakal terima kasih yang besar dari saya kalo begitu, pak. Sebagai tanda terima kasih saya itu, saya janji bakal buat Widya hamil. Jangankan 1, 2 ataupun 3 kali hamilin bu Widya juga saya siap, pak”, ucap pak Narto.
“saya lakukan ini semata buat cucu saya saja, pak dan kebetulan Widya juga bersedia. Kalo begitu sekarang bapak bisa memulainya”
“Maaf, pak. Bapak beneran Impoten?”, tanya pak Narto yang sudah siap mengeksekusi Widya.
“iya, kalo saja saya ga seperti ini, saya ga usah suruh bapak, saya bakal lakukan sendiri”, jawab pak Kasno.
“Benar juga, pak. Yaudah, bapak duduk aja liatin. Mulai malam ini saya janji bakal buat Widya hamil, pak. Bakal saya kasih benih ini buat bapak sama nak Evan”
Pak Narto berdiri dan mencopot celananya dan setelahnya muncul benda panjang nan besar keluar dari balik celana dalamnya dalam keadaan sudah mulai menegang. Pak Kasno memosisikan tubuhnya duduk kembali di sofa.
“ayo, bu dimulai. Bikin kontol saya keras dulu”, ucap pak Narto tanpa malu dan tanpa tau dirinya.
Widya sedikit ragu bergerak untuk bersimpuh di tengah selangkangan pak Narto. Menggunakan tangan lembutnya, Widya memegang kontol besar milik pak Narto dan mulai mengocoknya secara pelan. Dari kocokkan pelan, gerakan Widya berubah menjadi mencaplok semua batang besar itu masuk ke dalam mulutnya. Terlihatlah kini Widya yang tengah mengulum kontol yang bukan milik suaminya di depan sang mertua secara langsung.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
"Telan semua kontol saya, bu. Ini kontol yang suka buat ibu lupa diri. Hehehe...ya seperti itu, bagus. Sssshhhh....."
Gerakan kepala Widya naik turun diatas selangkangan pak Narto sambil mulutnya melakukan sedotan keras pada batang yang sedang ia kulum itu. Dimana gerakan yang dilakukan Widya itu sontak membuat pak Narto langsung merem melek dibuatnya.
“aaakkkhh....ssshhhhh...sedot terus, bu. ssshhhhh...”, racau pak Narto dengan tangan menyilang dibelakang kepalanya sendiri.
Mulut Widya terus bergerak naik terus dengan satu tangannya membantu mengurut pelan batang kontol pak Narto yang kian membesar dan mengeras di dalam mulutnya. Rambut kemaluan lebat milik pria tua tersebut juga selalu mengenai hidung serta mulutnya.
Secepat itu Widya tak terlihat ragu lagi seperti sebelum mulai tadi. Gerakan kepala serta tangannya terlihat sangat lihat diselangkangan pak Narto padahal dirinya tengah di tonton oleh mertuanya sendiri, ayah dari suaminya.
Tangan pak Narto yang tadinya diam diatas sekarang mulai menggerepe bagian pantat Widya yang disuruhnya sedikit untuk diangkat. Disingkapnya kain yang sedikit menutupi bongkahan pantat itu oleh dan Narto hingga terlihat jelas di hadapan pak Kasno memek Menantunya itu yang masih ditumbuhi rambut kemaluan yang tak terlalu banyak.
“Eeggghhhh.....”, lenguh Widya disela kulumannya terdengar kala pak Narto meremas pantatnya.
Sementara itu pak Kasno mulai menikmati tontonan di depannya itu saat Widya mengulum kontol pak Narto dengan cepat sedangkan pantatnya diremas kencang oleh satpam tersebut. Menikmati, tapi batang milik pak Kasno sama sekali belum bisa berdiri.
Dilepasnya secara perlahan batang tersebut dari dalam mulutnya, lalu dengan perlahan mulai menjilati nya demgan telaten dari ujung kepala hingga pangkal menggunakan lidahnya. Terlihat sekali bahwa Widya seperti sudah biasa memanjakan benda panjang yang ada di genggamannya itu.
“Bu...”, ucap pak Narto mengangkat wajah Widya.
CUP!!!
Dilumatnya bibir Widya dengan nafsu oleh bibir pak Narto. Lidahnya bermain di sekitar bibir Widya dan menjilatinya hingga dimasukkan kembali untuk saling melilit di dalam mulut.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Bunyi lumatan keduanya terdengar saat masing-masing menyedot air ludah dari lawannya. Tangan pak Narto bergerak menelusuri setiap jengkal tubuh Widya dan berakhir di gundukan daging kenyal milik Widya yang tak terbungkus Bra. Di remasnya dengan gemas dan di pelintir puting miliknya dari balik piama tipis dan dimasukkan tangannya meraih payudara Widya yang besar nan kenyal itu. Pak Narto meremas gemas daging kenyal itu secara langsung dan menggosok puting tersebut dengan gerakan sedikit cepat.
“Eeggghhhh...Eeggghhhh....ssshhhhh”, desah Widya saat kedua payudaranya tengah dimainkan.
Kontol pak Narto terlihat sudah tegang maksimal. Pak Narto yang merasa cukup pemanasan tersebut, melepaskan lumatannya atas bibir Widya dan saat kedua bibir mereka terlepas terlihat benang ludah yang terpentang seiring menjauhnya bibir mereka.
Pak Narto berdiri dan mulai mencopot semua kain yang masih melekat pada tubuhnya sampai dirinya berdiri di depan Widya dan pak Kasno dengan telanjang bulat beserta keadaan kontolnya yang mengacung keras di hadapan wajah Widya.
Pak Narto menyuruh Widya untuk duduk di sofa dalam posisi mengangkang dan pak Narto mengambil sesuatu dari dalam tas kecilnya yang ternyata alat cukur. Widya yang tak memakai celana dalam pun bisa langsung terlihat belahan memeknya yang sudah merekah siap untuk dimasuki, namun pak Narto memilih untuk mencukur terlebih dahulu rambut kemaluan Widya.
Dikarenakan tak ada air, pak Narto meludahi rambut kemaluan Widya beberapa kali hingga terlihat banyak lelehan ludah disana dan setelahnya pak Narto menggunakan ludahnya itu sebagai pelumas untuk mencukur habis rambut kemaluan Widya.
CUIH!!! CUIH!!!
“Dicukur dulu, bu biar bersih”, ucap pak Narto.
“Cukurin, pak”, sambung pak Narto pada pak Kasno.
Ternyata pak Kasno lah yang disuruh untuk mencukur habis rambut kemaluan menantinya itu. Dengan senang hati pak Kasno maju mendekat ke arah Widya yang disuruh mengangkang di sofa oleh pak Narto sehingga memperlihatkan memeknya itu.
Pelan-pelan pak Kasno mulai menghilangkan rambut kemaluan Widya dan saat baru setengah jalan ternyata ludah pak Narto tadi telah habis ikut terbuah, akhirnya pak Kasno ikut meludahi selangkangan menantinya sendiri beberapa kali hingga terlihat basah oleh ludah kembali. Pak Kasno mencukur habis kemaluan Widya hingga tak tersisa sedikit pun rambut yang mengganggu.
“Sudah bersih, pak”, ucap pak Kasno pada pak Narto yang tengah berciuman kembali dengan Widya dan tangannya meremas payudara.
Pak Narto bangkit dan memosisikan tubuhnya sejajar dengan selangkangan Widya dan kontolnya yang keras dan besar sudah siap menjebol memek Widya. Pak Narto melihat sejenak ke arah pak Kasno dan diberi jawaban anggukan kepala.
“sudah siap, bu? Saya sudah kangen sama jepitan memek ibu ini. Memek legit”, ucap pak Kasno sambil memukulkan kontolnya berulang kali tepat kearah bibir memek Widya.
“Siap ya, bu. Saya bakal jebol lagi memeknya pake kontol ini”
Pak Narto mengarahkan kepala kontolnya di bibir memek Widya dan demgan perlahan pak Narto mulai mendorong masuk kontolnya menembus sempitnya memek Widya itu. Senti demi senti benda besar nan panjang itu mulai tertelan di dalam lubang segama milik Widya yang sudah bersih tanpa rambut.
“Aaaakkkkhhh....pelan, pak....besarr....ssshhhhh....”, ucap Widya saat pak Narto mencoba melakukan penetrasi.
“Ssshhhhh....udah sempit lagi bu memeknya. Sssshhhhh...padahal baru beberapa hari ga saya genjot”
“Aaaakkkkhhh....ini....demi Evan, yah. Ssshhhhh....”, ucap Widya pada pak Kasno yang tengah melihat demgan saksama ke arahnya.
“pak Kasno. Ssshhhhh....semoga bapak lekas sembuh. Setelah sembuh bapak bisa rasakan juga kaya apa sempitnya lubang memek....menantu bapak ini. Sssshhhhh...sempit banget, pak”, ucap pak Narto menikmati proses penetrasinya.
BLES!!!
Setelah mencoba menembus kembali memek Widya dengan sedikit kesusahan, akhirnya pak Narto bisa membenamkan seluruh batang kontolnya di dalam memek Widya kembali. Lubang yang selalu bisa membuatnya merasakan nikmat yang tak ia dapat dari istrinya di kampung.
Saat pak Narto mendiamkan kontolnya, ia bisa merasakan bahwa dinding memek Widya serasa memijat seluruh batangnya di dalam sana. Rasanya sungguh sangat nikmat. Apalagi ia menikmati hal tersebut sambil di tonton oleh pria yang disebut sebagai mertua dari Widya. Nikmatnya sungguh berlipat ganda dirasakan oleh pak Narto.
“bu Widya minta tolong saya buat apa, bu?”, tanya pak Narto, tapi Widya diam.
“Bu Widya....saya tanya loh, apa mau saya cabut saja?”
“Ja...jangan pak. Tolong bantu saya. Ssshhh.... Tolong bantu dengan hamilin saya, pak”, ucap Widya sambil menahan rasa sesak di dalam selangkangannya.
“Pak, masa saya disuruh buat hamilin bu Widya. Menantu bapak ini apa benar, pak?”, tanya pak Kasno mencoba melecehkan Widya dan juga berimbas pada pak Kasno sendiri yang ikut diseret.
“Iya, pak. Hamili menantu saya itu”, jawab pak Kasno.
Entah itu efek yang mulai berasa atau bukan. Pak Kasno tak pernah menikmati apa yang namanya nafsu setelah dirinya Impoten, tapi untuk sekarang dirinya merasa bahwa nafsu yang sudah pernah hilang itu mulai kembali dengan perlahan dan ajaibnya ia merasakan jelas bahwa kontolnya sedikit mengedut, walau belum bisa ereksi.
Pak Kasno yang berpikir bahwa saran orang kampungnya ternyata berhasil, pak Kasno menyuruh pak Narto kembali melanjutkan aktivitasnya pada tubuh menantunya itu.
“baik, bu. Saya bakal buat bu Widya hamil”
“terima kontol saya ini, bu. Bakal saya genjot memek ibu ini sampai puas. Ssshhhhh...Aaaakkkkhhh....”, ucap pak Narto mula menggerakkan pantatnya maju mundur menumbuk selangkangan Widya.
PLOK!!!! PLOK!!! PLOK!!!
Bunyi kulit saling bertemu mulai menggema menyelimuti ruang keluarga rumah Widya. Dirinya tengah disetebuhi oleh satpam kompleks bernama pak Narto sambil dirinya di tonton oleh sang mertua. Sukar untuk diakui, namun Widya juga merasakan rasa nikmat yang ia dapatkan dari persetubuhan awal malam itu.
Widya menatap ke arah bawah dimana selangkangannya tengah di masuki benda besar nan panjang yang keluar masuk menyodok memeknya itu. Saat melihat Widya sempat tak percaya karna ukuran seperti itu bisa masuk seluruhnya ke dalam lubangnya dan padahal tadi sangatlah sakit, namun rasa sakit dengan cepat berubah rasa nikmat. Sungguh hebatnya batang tersebut.
“ayah Kasno...aku disetebuhi pak Narto dengan penuh nafsu di depannya. Mimpikah aku?”, batin Widya di tengah genjotan kontol pak Narto diselangkangkannya sambil melihat mertuanya itu.
Tubuh Widya ikut terlonjak di setiap hentakkan pantat pak Narto yang mengenai selangkangannya. Kedua bukit indahnya diremas oleh pak Narto dengan lumayan keras tanpa melepas piama yang dipakai sehingga membuat Widya mendesah bercampur dengan erangan kecil.
“Ssshhhhh....Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....”
“Akhirnya saya bisa merasakan nikmatnya memekmu lagi, bu. Ini memek yang selalu saya tunggu buat saya genjot. Ssshhhhh...”
“Enak?”, sambung pak Narto. Widya mengangguk pelan.
“Bagus, bu. Bu Widya sekarang sedang saya entotin di depan mertua ibu dan ibu menikmatinya seperti biasa. Aaaakkkkhhh....ibu emang pantas buat jadi Pelacur saya, bu. Ssshhhhh...Aaaakkkkhhh....saya bakal didik ibu buat jadi Pelacur yang patuh dan saya bakal buat bu Widya hamil. Ya...ssshhh...bapak bakal buat bu Widya hamil sama peju saya. Hehehe....sssshhhhh....”
Sambil terus menggenjot memek Widya dengan gerakan sedikit cepat, pak Narto mengalihkan pandangannya ke arah pak Kasno yang tengah menonton adegan dirinya menyetubuhi menantunya itu.
“pak, terima kasih sudah bolehin saya pakai memek bu Widya lagi. Ssshhhhh....Aaaakkkkhhh....menantu bapak kaya Lonte buat saya, pak. Ssshhhhh....aaakkkhh...enaknya. ssshhhhh....”
“Saya bakal buat bu Widya hamil. Ssshhh....tapi izinkan saya buat miliki tubuhnya juga, pak. Aaaakkkkhhh...saya mau...menantu bapak ini....ssshhh jadi Pelacur pribadi saya, pak. Saya....Ssshhhhh.....anjing enak banget ini memek. Ssshhhhh... Saya mau Widya jadi pemuas saya, pak”
“Silahkan saja, pak. Lagian dari awal juga menantu saya ini sudah jadi Pelacur bapak kan. Tapi dengan satu syarat. Bapak harus nurut sama perintah saya dan setelah saya sembuh, saya juga mau pakai memeknya juga”, ucap pak Kasno membuat perjanjian dengan pak Narto.
“Siapppp....ssshhhhh...saya setuju, pak. Berarti buat sekarang bu Widya milik saya seutuhnya sampai bapak sembuh. Selama itu juga....ssshhhhh....saya bebas menikmati tubuh menantu bapak ini. Anakkkhhhh...”
“saya setuju”, balas pak Kasno.
Di genjotnya selangkangan Widya dengan ritme yang ditambah. Tubuhnya ikut terlonjak setiap pantat pak Narto menubruk selangkangkannya dengan kuat. Payudara besarnya yang masih tersembunyi di bali piama ikut bergerak naik turun dan saking kuatnya sodokan kontol pak Narto di selangkangannya sampai sofa yang menjadi tempat pertempuran sedikit demi sedikit mulai ikut terdorong ke belakang.
Suara desahan, racauan dan suara kulit uang saling berbenturan mengisi ruang tengah rumah Widya yang bisa didengar jelas oleh telinga pak Kasno selaku mertuanya yang tengah menonton adegan dimana sang menantu tengah di Setubuhi secara cepat dan kasar oleh seorang pria yang bekerja sebagai satpam kompleks. Pria tersebut dengan sangat bernafsu menyodokkan kontolnya dengan keras dan kuat.
“Bu Widya sudah dengar? Tubuh ibu sekarang milik saya. Ssshhhhh...bu Widya Pelacur saya. Ssshhhhh...Pemuas nafsu kontol saya ini. Aaaakkkkhhh...rasakan kontolku, bidak. Ssshhhhh....Aakkkhhhh”, umpat pak Narto menikmati setiap sodokan kontolnya di dalam memek sempit Widya. Wanita uang sekarang demgan bebas dapat ia Setubuhi sesukanya dan wanita yang sudah tunduk oleh kenikmatan yang diberikan oleh kontol besarnya itu.
“Aakkkhhhh...Aaaakkkkhhh....pelan, pak. Aakkkhhhh....enakkk...ssshhhhh....”, racau Widya sambil melingkarkan kedua tangannya di leher pak Narto.
“anakku kalo tau kamu kaya Pelacur gitu, pasti Harjo bakal nyesel nikahin kamu, Wid”, timpal pak Kasno di posisi menontonnya.
“Hajar terus memek menantu saya yang kaya Pelacur itu, pak. Hajar terus memeknya biar kapok”, sambung pak Kasno.
Pak Narto mencabut kontolnya dengan cepat sementara Widya melenguh akibat ulah pak Narto itu. Dibaliknya tubuh Widya untuk menungging di dan dengan gemasnya pak Narto menampar pantat Widya yang mulus beberapa kali. Setelahnya, dalam sekali sentakan keras kontol pak Narto kembali masuk ke dalam memek Widya.
“AAAKKKHHHH!!!!”, erang Widya saat kontol pak Narto masuk dengan kasar.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Tamparan yang dilakukan pak Narto pada pantat Widya meninggalkan bekas warna kemerahan yang lumayan jelas tercetak di pantat mulusnya itu. Nafsu pak Narto yang sudah memuncak langsung menggerakkan kembali pantatnya maju mundur, menggerakkan kontolnya supaya keluar masuk di dalam memek Widya demgan celat dan kuat.
“terima kontolku ini, memek! Terima ini. Aaaakkkkhhh....rasakan kau Pelacur. Ssshhhhh...Aaaakkkkhhh”, umpat pak Narto.
“Sia-sia mendiang suamimu mendidik supaya jadi istri yang baik...ssshhhhh....aaakkkhh...ujung-ujungnya jadi Lonte juga kamu, bu. Aaaakkkkhhh...kurang ajar, nikmat banget ini memek. Ssshhhhh...”
“setelah bapak sembuh, bapak harus langsung coba memeknya ini, pak. Ssshhhh...aaakkkhh... Menantu bapak punya memek kualitas wahid. Gila enak banget. Ssshhhh....”
“Memeknya enak buat dijadikan sarung kontol, pak. Pas buat diisi peju banyak orang. Aakkkhhhh...menantu bapak memang bibit Pelacur mahal. Ssshhhh....tapi sayangnya jadi murahan. Aakkkhhhh...”
PLAK!!! PLAK!!!
Lagi-lagi pantat Widya mendapat tamparan dari pak Narto yang sedang sangat menikmati menyetubuhi dirinya dengan cepat dan kasar. Bukan hanya perlakuan kasar, namun kata-kata umpatan yang dilontarkan oleh pak Narto terhadap dirinya membuat Widya merasakan sensasi nikmat dan adrenalinnya semakin bertambah. Apalagi disaat dirinya sedang disetubuhi dan direndahkan dengan kata-kata oleh pak Narto, dirinya ditonton langsung oleh sang mertua. Nikmat, malu bercampur di rasakan oleh Widya.
“aaakkkhh....ini nikmat...ini jauh lebih nikmat rasanya...aaakkkhh...kontol memang enak. Aaaakkkkhhh....”, batin Widya berbicara menikmati kejadian yang tengah dialaminya.
Pak Kasno yang sedari tadi menonton persetubuhan yang sedang terjadi di depannya kemudian berdiri dan berjalan ke arah depan Widya yang tengah di doggy oleh pak Narto. Dirinya sedikit membukukan badannya dan kedua tangannya ia arahkan pada payudara Widya yang masih tertutup piama nya, namun bisa ditebak payudara tersebut tergantung bebas di dalam sana karna memang tak memakai Bra.
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....”, desah Widya menikmati sodokan kontol pak Narto.
Pak Kasno meremas kencang payudara Widya dan membuat Widya sendiri menjadi tambah mendesah dibuatnya. Pak Kasno mencaplok mulut Widya yang tengah menganga mengeluarkan desahan. Dengan ganasnya pak Kasno melumat habis seluruh mulut Widya. Terlihat nafsu, namun batang kontol pak Kasno belum bisa ereksi.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Menantu dan mertua tersebut saling melumat dengan ganas sampai Widya mengulum lidah mertuanya itu dengan kencang. Widya sudah tak memikirkan lagi bahwa yang di depannya itu sosok mertuanya atau bukan. Lagian mertuanya itulah yang menyarankan hal tersebut dan dia juga ikut melecehkan dirinya tadi. Masa bodo pikir Widya saat itu yang penting adalah kenikmatan yang ia dapat.
Disaat Widya tengah saling melumat dengan pak Kasno, pak Narto menarik tubuh Widya untuk menghadap ke arah rak yang terdapat foto keluarga. Disana terlihat Widya berserta Evan dan mendiang suaminya tersenyum di dalam bingkai foto. Di hadapan foto tersebut, pak Narto menggenjot memek Widya dengan cepat seakan-akan ingin memperlihatkan kepada mendiang suaminya jika sang istri sedang disetubuhi olehnya.
Pak Narto juga ingin menunjukkan kepada Evan bahwa sang mamah saat itu sedang disetubuhi oleh satpam Komplek yang biasa ia sapa sewaktu lewat gerbang pos.
“lihat ini.... Istrimu dan mamahmu sekarang sedang bapak entotin pake kontol besar. Lihatnya betapa Lacurnya wanita kalian ini. Aakkkhhhh....khususnya buat kamu, Harjo. Aaakkkhh....lihatlah istrimu ini. Memek yang kau anggap hanya bisa dinikmatin sendiri, sekarang bisa saya kontolin juga. Aaakkkhh....istrimu yang kamu banggakan dan kamu sayangi sekarang jadi Pelacurku. Aaaakkkkhhh....ssshhh....nikmatnya memek istrimu ini, Harjo. Akkkkhhhh....”
Perlu di ingat apa yang dikatakan oleh pak Narto semata-mata karna disuruh oleh pak Kasno sendiri. Pak Kasno ingin mewujudkan fantasi gilanya dengan meminta bantuan pada pak Narto. Ia meminta pak Narto untuk mengucapkan kata-kata melecehkan kepada Widya maupun pada cucu serta mendiang anaknya.
Dasar pak Narto sebelum disuruh oleh pak Kasno juga pak Narto selalu sering mengeluarkan kata kasar sewaktu menyetubuhi Widya. Dengan datangnya datangnya fantasi dari pak Kasno bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan oleh pak Narto.
Widya yang tengah di doggy oleh pak Narto menggunakan tangannya untuk berpegangan pada tak di depannya yang terdapat foto bingkai keluarga. Saking kerasnya sentakan senjata pak Narto pada selangkangannya membuat tubuh Widya ikut bergoyang kasar. Rak yang menjadi tumpuan tangannya ikut bergerak juga mengakibatkan foto bingkai keluarga terjatuh ke lantai.
“Pak...pak....Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh...paakkk...”, desah Widya yang tengah di genjot oleh pak Narto dari belakang.
“Nikmati aja, bu. Ssshhhhh....nikmati....”
“ooohhhh....ayahhhh....ssshhh...aakkkkaahhh...Aakkkhhhh...Widya mau sampai. Widya mau keluar, paakkk....Aakkkhhhh...”, erang saat merasa orgasme keduanya akan segera meledak kembali setelah orgasme pertama tadi pas dirinya berciuman dengan mertuanya sendiri.
Di tariknya baju piama yang masih digunakan oleh pak Narto dari belakang sehingga kedua bentuk payudaranya tercetak jelas di baju tipis itu. Dadanya terasa terjepit karna tarikan kuat di piamanya.
Tarikan kuat pak Narto pada piama Widya membuat Widya sampai tertarik ke belakang dan masih dalam posisi terus disodok oleh kontol pak Narto. Tubuh Widya dipeluk demgan erat. Diciumnya leher jenjang Widya dan pak Narto juga sengaja membuat cupangan di leher putih itu.
“AAAKKKHHHHH!!!!”, lolong Widya saat orgasmenya kembali meledak dengan hebat.
Tubuh Widya serasa memegang dan tubuhnya bergetar dengan hebat di dalam pelukan erat pak Narto. Seakan tak ingin memberi waktu pada Widya untuk menikmati gelombang orgasmenya, pak Narto terus saja memompa memek Widya dengan cepat dan bertenaga. Rupanya pak Narto juga akan mengalami orgasmenya yang kian dekat.
“STOP, PAK...STOOPPP....AAAKKKHHHH....AAAKKKHHH...”, erang Widya karna pada selangkangannya merasakan nikmat bercampur dengan rasa ngilu akibat orgasmenya.
“Saya mau keluar juga, bu. Aaaakkkkhhh....saya mau keluar. Diam kami, bu. Aaaakkkkhhh....DIAMMM!!!”. Pak Narto terus menggenjot selangkangan Widya.
Widya merasakan lututnya sangat lemas dan gemetar untuk berdiri. Bukan hanya lutut, tubuhnya serasa sangat lemas dibuatnya. Gerakan pantat pak Narto saat menumbuk selangkangannya juga bisa Widya rasakan semakin gencar dan sentakannya kuat. Rasanya Widya ingin terjatuh dari posisinya yang setengah berdiri karna di doggy oleh pak Narto. Tapi untuknya tubuhnya dalam keadaan dipeluk oleh lelaki tersebut demgan erat.
“Pak Kasno...aaakkkhh...pegangin....pegangin tubuh bu Widya”, ucap pak Narto disela genjotannya yang kian mendekati puncak orgasmenya.
Pak Kasno maju mendekati mereka dan memosisikan tubuhnya berdiri di depan Widya. Pak Narto langsung melepaskan pelukannya dan tubuh Widya ambruk ke depan menubruk tubuh mertuanya itu. Tubuh lemas Widya dipegangi oleh pak Kasno dari depan sedangkan dari belakang pak Narto terus menggenjot memek menantunya dengan cepat.
Suara kulit bertabrakan kian keras terdengar. Pantat Widya yang putih mulus kini mulai berwarna merah akibat tamparan, remasan keras dan akibat benturan demgan selangkangan pak Narto. Bisa pak Kasno rasakan tubuh menantunya masih bergetar dalam keadaan terus bergerak ikut maju mundur mengikuti genjotan selangkangan pak Narto.
“Aakkkhhhh....akkkkhhhh...aaakkkhh....”, hanya suara desahan lirih yang terdengar dari mulut Widya.
“KELUAR!!! SAYA KELUAR, ANJING!!! AAAKKKHHH...AAKKKHHH... TERIMA PEJU KU, LACUR!!! AAKKKKHHH....MENANTUMU SAYA HAMILIN, PAK. HAMIL MENANTU PELACURMU INI. AAAKKKKHHHH!!!!”,erang pak Narto meledak saat ia ejakulasi dengan nikmat di dalam rahim Widya.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“BUNTING MENANTUMU, PAK. BUNTING!!! AAAKKKHHH...LONTE INI MEMEK....SSSHHHHH....”, ucap pak Narto sambil mengeluarkan sisa-sisa peju nya menyiram rahim dalam Widya.
Entah berapa kali semburan peju yang diterima oleh Widya karna Widya sendiri tak bisa fokus dengan pikirannya. Yang bisa tau hanya jumlah peju milik pak Narto yang masuk mengisi rahimnya sangat banyak hingga rasanya rahimnya terasa panas.
Tepat setelah pak Narto tuntas menyemburkan peju nya ke dalam rahim Widya. Bel rumah terdengar dipencet menandakan ada orang diluar sana. Pak Narto yang kaget jika orang itu Evan, lantas langsung saja ia cabut kontolnya dengan cepat. Selepasnya kontol pak Narto yang menyumpal lubang memek Widya, lelehan peju kental dengan banyak menetes ke jatuh ke lantai.
TING TONG!!! TING TONG!!!
Sementara tubuh Widya langsung di singkirkan dan jatuh ke lantai, tepat di depan kaki pak Kasno yang masih berdiri. Terlihat pak Narto yang kaget dengan cepat mengambil semua pakaiannya hingga tak sengaja menabrak meja kecil depan televisi itu. Suaranya cukup kencang.
“Masuk kamar saya saja, pak yang itu”, ucap pak Kasno mengerti kegelisahan pak Narto sambil menunjuk letak kamarnya.
Perginya pak Narto dari ruang tengah, pak Kasno menyuruh Widya untuk bangkit dari posisinya sambil membantu merapikan piamanya yang terangkat sampai pinggang.
“atur nafas kamu dan benerin rambutnya terus kamu bula pintunya, Wid. Bapak mau ke kamar biar kesannya bapak sudah tidur”, suruh pak Kasno kepada Widya yang sudah berdiri.
Widya berjalan demgan langkah sedikit susah akibat baru saja selangkangannya digempur habis oleh batang kontol besar milik pak Narto demgan kasar. Saat berjalan Widya merasakan lelehan peju yang keluar di pahanya. Widya hanya mengelap sekenanya lelehan tersebut menggunakan tangannya dan membuka kunci pintu.
CEKLEK!!!
Terlihat tubuh anaknya, Evan tengah dipapah oleh dua orang pria yang sama sekali belum pernah Widya lihat sebelumnya. Widya kembali menjadi sosok orang tua seperti biasanya dengan menunjukkan rasa khawatir yang asli.
“Loh Evan, kamu kenapa nak?”, khawatir Widya saat melihat Evan dalam keadaan setengah sadar.
“Saya temannya Evan, tan. Saya Deni”, ucapnya.
“Evan Gapapa kok, tan. Evan hanya sedikit mabuk karna tadi air yang kira Evan air putih ternyata alkohol dan langsung dia minum habis”, jelas salah satu pria muda itu sebagai teman anaknya bernama Deni.
Dengan sedikit berteriak Widya memanggil pak Kasno, Mertuanya yang tadi masuk ke dalam kamarnya. Tak lama terlihat pria yang ia panggil menunjukkan batang hidungnya sambil berlari kecil ke arah pintu sambil mengenakan sarungnya.
“ini cucu kakek kenapa, Wid?”, tanya pak Kasno dengan perasaan khawatir yang asli juga.
“udah, yah. Ini tolong bantu bawa Evan dulu ke kamarnya”, ucap Widya.
Dengan dibantu oleh Deni, pak Kasno membawa Evan masuk untuk naik ke kamar milik cucunya itu. Sementara saat Widya berniat menyusul dan akan menutup pintu, pria satunya yang masih berdiri menghentikan Widya.
“Maaf, bu. Gr*bnya belum dibayar”, ucap driver Online tersebut.
Dalam keadaan khawatir dan bingung karna tak memegang uang, Widya meminta Driver tersebut untuk menunggu dan Widya langsung berlari ke arah kamarnya.
Tak lama Widya kembali dengan uang ditangannya yang ia bawa.
“Berapa, pak?”
“32 ribu, bu”
Uang yang Widya bawa adalah pecahan sehingga ia memberikan dengan uang 10 ribu pertama. Karna Widya sedang khawatir uang tersebut jatuh. Sang Driver mengambilnya, saat ia akan diambil Driver tersebut tak sengaja melihat paha Widya yang mengalir cairan kental dan juga bau anyir yang tercium.
“Yaudah, pak ini kembaliannya ambil aja sekalian”, ucap Widya memberikan uang 20 ribuan dan 10 ribu, sementara si driver telah memegang uang 10 ribu.
Setelah memberikan uang 40 ribu pada Driver Online tersebut Widya langsung menutup pintu dan bergegas naik menemui nakanya di dalam kamar.
“Anjir, habis main itu perempuan. Itu peju sampe ngalir keluar banyak kaya gitu. Selangkangnya juga bau peju banget. Lumayan lah, dapat bayaran lebih, plus tip dengan dikasih tontonan perempuan aduhai bau peju. Hahaha...”, ucap si Driver sambil berjalan ke arah mobilnya.
Setelah melihat kondisi anaknya di dalam kamar. Widya disuruh oleh ayah mertuanya untuk ke luar menemui pak Narto dan Evan sendiri tengah dipijat oleh ayah mertuanya di dalam kamar.
Sementara dibawah, Widya tengah menungging sambil berpegangan pada pegangan tangga yang menuju ke langai dua. Disana dirinya tengah disebadani kembali oleh pak Narto dengan kini piamanya dilepas habis hingga baik Widya maupun pak Narto telanjang bulat.
Dengan berpegangan pada ujung tangga, Widya berdiri kembali demgan posisi menungging dan lubangnya kembali di sumpal penuh oleh kontol besar pan Narto yang sudah tegah maksimal. Badanya kembali tersodok ke depan dan belakang setiap gerakan selangkangkan pak Narto. Payudaranya yang sudah terbuka bebas ikut terlihat jelas terombang-ambing.
“aaakkkhh....Aakkkhhhh....”, desah Widya.
Pak Narto memegang kedua pundak Widya dan menggeser tubuh perempuan tersebut untuk menjatuhkan kepala di pijakan tangga. Pak Narto menyetubuhi Widya tepat di anak tangga dengan posisi kepala Widya berada di lantai pijakan. Sementara bagian belakangnya terus dipompa oleh kontol pak Narto dengan gerakan konstan.
“ga ada bosannya saya ngentotin memek kamu, bu. Ssshhh....memek ibu memang memek terenak yang saya coba. Memek terenak yang bisa saya genjot secara gratis. Aaaakkkkhhh....nikmatnya”, ucap pak Narto menggenjot Widya.
“naik, bu. Kita coba tengok nak Evan sambil mamahnya saya entotin”
“Sudah gila, bapak? Aaaakkkkhhh...ssshhh...”, tolak Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pak Narto mengeraskan genjotannya pada selangkangan Widya, memaksa wanitanya itu untuk menuruti kemauannya dengan menemui anaknya sambil terus di Setubuhi.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...aaakkkhh...”, Desah Widya.
“ibu nurut aja sama saya. Cepet sambil mulai jalan”, ucap pak Narto dan Widya mulai berjalan dengan pelan dalam posisi menungging. Jalannya terasa susah karna dirinya berjalan sambil digenjot memeknya dari belakang oleh pak Narto.
Perlahan kedua insan yang tengah bertelanjang bulat sambil bersebadan mulai naik hingga lantai dua. Posisi mereka sudah dekat dengan pintu kamar Evan dan dengan sedikit melongokan kepalanya, Widya melihat ke arah pak Kasno yang tengah memijat anaknya itu.
Terlihat pak Kasno yang sadar akan kehadiran Widya lekas turun dari ranjang dan menghampiri Widya. Saat pak Kasno di hadapan Widya, pak Kasno bisa melihat demgan jelas bahwa menantunya sudah telanjang bulat dengan pak Narto yang tengah menyetubuhi menantunya kembali.
“udah gapapa, masuk aja”, ucap pak Kasno.
“Evan sudah tidur”, sambungnya.
Pak Narto yang mendengar ucapan pak Kasno langsung menyentakan pantatnya mendorong Widya ke depan untuk berjalan memasuki kamar.
Widya berjalan dengan pelan mendekat ke arah ranjang tempat anaknya itu tengah tertidur. Widya berjalan dengan pelan dan sedikit menggunakan perjuangan karna posisi dirinya berjalan dengan sedikit menungging sambil dibelakangnya pak Narto sedang memaju mundurkan pantatnya menumbuk habis lubang memeknya yang sempit.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Walau tak terlalu keras, namun jika Evan tak dalam keadaan tidur dirinya bisa mendengar suara tersebut. Gerakan pantat pan Narto saat menyodok selangkangan Widya membuat Suara, dimana dua buah kulit paha saling bertabrakan dan kini terdengar pula suara desahan Widya yang ditahan akibat sodokan kontol pak Narto yang kian terasa lebih masuk ke dalam.
“hhhmmmppfff...hhhmmmppfff... Ssshhh....pelan...pelan....Eeggghhhh....Eeggghhhh...”, pelan Widya menyuruh pak Narto untuk memelankan tempo genjotannya.
“Jalan terus, Wid. Ayah pengen wujudin fantasi ayah yang sudah lama dimimpikan ini. Kamu sebagai menantu ayah harus bisa buat mertuamu ini senang juga. Maju terus, Wid”, lirih pak Kasno sambil membelai rambut menantunya itu.
“Ooohhhhhsss....ssshhh....tolong pelan... Saya takut Evan bangun”, ucap Widya, namun bukannya memelankan, genjotan yang terjadi sedikit disentakan dengan keras hingga Widya mengerang tertahan kembali.
“EEGGGHHHHH!!! EEEGGGHHHH!!!! PELAN!!! EEEGGHHH!!! SSSHHHH.....”,Desah Widya sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya sendiri mencoba meredam suara yang ia keluarkan.
Pak Narto memandang pak Kasno dan kedua pria tersebut hanya tersenyum melihat wanita di depan mereka tengah tersiksa dalam kenikmatan.
Di samping Evan yang sudah tertidur dalam rasa mabuknya, Widya menungging dengan tangannya bertumpu pada ujung ranjang, sedangkan satu tangan lainnya masih menutup mulutnya sendiri mencoba menahan suara yang keluar saat dirinya tetap di sodok dari belakang oleh pak Narto.
Widya akui dirinya benar-benar tersiksa dalam posisi tersebut karna dirinya tak bisa bersuara dengan bebas dan rasa nikmat yang menjalar di sekujur tubuhnya kembali menyerang dengan hebat. Rasanya Widya mendesah dan mengerang dengan keras, namun hal tersebut bisa membangunkan anaknya. Dimana saat anaknya bangun bakal menjumpai pemandangan dimana sang mamah tengah disetubuhi satpam Komplek si sampingnya sambil di tonton oleh sang kakek.
“gimana rasanya, bu saya entotin di samping anaknya yang lagi tidur? Enak?”, Tanya pak Narto.
“Buat pak Kasno sendiri gimana perasaannya setelah fantasi yang bapak inginkan sedang terjadi ini. Ssshhhhh....sungguh nikmat sekali ngentotin orang di sebelah anaknya langsung. Aaaakkkkhhh...enak sekali bu Widya. Aaaakkkkhhh...ssshhhhh...”
“rasanya kontol saya mulai ada reaksi sedikit, pak. Kayaknya kalo saya liat bapak ngentotin menantu saya ini, saya bisa sembuh kembali. Liatkan kan pak, kontol saya sedikit lebih membesar dari sebelumnya”, ucap pak Kasno.
“Wah kalo begitu bagus dong, pak. Ssshhhh...saya bakal bantu proses sembuhnya kontol bapak itu. Aakkkhhhh....saya bakal bantu buat ngentotin memek menantu bapak ini sambil bapak tonton. Saya juga bakal bantu buat bikin bu Widya hamil. Aakkkhhhh....ssshhhhh....mantap...”
Widya hanya mampu menahan semua gempuran yang diterima pada selangkangannya itu, sementara dua orang pria di sekitarnya hanya tersenyum sambil terus melecehkannya. Nikmat, tapi memalukan. Bahkan rasa malu yang Widya rasakan telah kalah oleh rasa nikmat yang menyerang. Bisa diketahui dengan Widya ikut menggoyangkan pantatnya maju kundur menyambut setiap tusukan kontol pak Narto pada memeknya.
Widya bukan sosok yang seperti duku, sekarang sosok Widya adalah sosok perempuan yang akan langsung terlena saat kontol besar pak Narto masuk ke dalam lubang peranakannya. Hanya karna benda panjang dan besar itu bisa membuat Widya berubah menjadi sosok perempuan dan ibu rumah tangga yang binal. Sosok perempuan yang dengan gampangnya bisa terlena akan kenikmatan dari kontol sang pejantan yang siap memuaskannya hingga mengerang minta ampun.
“Paaaakkkk....ssshhhhh....tolong pelan-pelan. Evan nanti BANGUN!! Paakkk....”,ucap pan Widya sedikit keras saat pak Narto menyentakan kontolnya lebih dalam sampai menyentuh rahimnya.
“Gapapa, Wid. Evan lagi mabuk dan hal itu buat Evan susah buat bangun. Kamu teriak juga kemungkinan Evan tetap tidur”, ucap pak Kasno pada menantunya.
“Lagian lewat pijatan yang ayah lakukan sama Evan itu semata-mata sugesti yang ayah berikan supaya Evan tetap terlelap tidur walau dirinya dengar suara berisik maupun tubuhnya digoyang dengan keras. Evan bakal terbangun kalo ayah yang membangunkannya, Wid. Hehehe...”, batin pak Kasno.
“Bu Widya bisa mendesah yang keras. Mendesahlah, bu. Mendesahlah disamping anakmu yang sedang teler itu. Anaknya teler karna mabuk, bu Widya sebagai ibunya ikut-ikutan teler....tapi teler sama kontol. Hahaha... Ssshhhh....”
Pak Narto mencabut kontolnya dan mengangkat sebelah kaki Widya naik ke atas ranjang. Menggunakan tangannya, pak Narto mengocok cepat lubang peranakan milik Widya. Suara kecipak air tersengar jelas saat jari pak Narto mengocoknya. Ceceran dan muncratan cairan kewanitaan Widya terlihat membasahi tangan pak Narto. Ada beberapa pancutan yang jatuh ke ranjang yang dipakai tidur oleh Evan.
Setelah cukup membuat lubang Widya sangat basah, pak Narto kembali mengarahkan ujung kontolnya untuk menembus kembali memek Widya itu. Satu sentakan keras pak Narto berhasil membenamkan seluruh batangnya masuk dan langsung menggerakkan pantatnya maju mundur menikmati setiap jengkal pijatan dinding mek Widya di dalam sana. Widya benar-benar dibuat kewalahan oleh nafsu yang dimiliki oleh satpam kompleknya itu.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Hhhzzzzz.....Eeggghhhh....Eeggghhhh...ampun, pak...ampun. akkkkhhhh....ssshhhhh....”, desah Widya yang digempur demgan sedemikian rupa oleh pak Narto.
“Eeggghhhh....Aakkkhhhh...aaakkkhh...”,
“Enak banget kontolmu, pak. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....”
“Sodok lebih keras lagi. Aakkkhhhh....ya seperti itu, pak. Lebih keras....lebih cepat. Sssshhhhh.....akkkkhhhh....”
Pak Kasno maju mendekat dan membisikan sesuatu pada pak Narto. Terlihat raut wajah tak yakin ditunjukkan oleh pak Narto di sela genjotannya pada Widya. Pak Kasno menjawab rasa tak yakin pak Narto dengan mengangguk.
Rasanya Widya sedang diterbangkan diatas awan oleh pengemudi tubuhnya dibelakang itu. Saat dirinya sedang menikmati setiap sodokan yang diberikan oleh pak Narto, tiba-tiba tubuhnya di dorong ke depan sehingga batang kontol pak Narto langsung terlepas dari dalam rongga memeknya dan Widya sendiri tersungkur menimpa tubuh tidur Evan.
Widya kaget setengah mati akibat perlakuan pak Narto itu. Dirinya sangat takut anaknya bangun dengan ditabrak keras seperti itu, namun Widya dibuat heran dan bingung saat Evan terlihat masih saja diam serta nafasnya menandakan orang masih dalam keadaan tidur pulas. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Evan. Mungkin seperti itu pemikiran Widya.
Belum sempat Widya keluar dari rasa khawatir campur bingung, tangan pak Narto kembali memegang tubuh telanjangnya itu dan dengan paksa memosisikan tubuh Widya untuk telungkup di atas badan anaknya. Setelah badan Widya diposisi yang diinginkan, pak Narto memosisikan dirinya dibelakang Widya dan tepat diatas kaki Evan.
“saya pengen entotin ibu diatas badan anaknya langsung”, ucap pak Narto.
“Jangan gila, pak! Evan bisa bangun!”,bentak Widya dengan nada lirih.
“Bu Widya lihat sendiri kan? Di timpa tubuh ibu ja anaknya ga bangun”
Pak Narto membuka bongkahan pantat Widya untuk membuka jalan bagi kontolnya untuk masuk ke dalam memeknya lagi. BLES!!! Kontol besarnya kembali masuk memenuhi rongga memek Widya dengan sempurna dan langsung saja tanpa membuang waktu pak Narto menggerakkan pantatnya maju mundur kembali.
“Aaaakkkkhhh...Aaaakkkkhhh....akkkkhhhh....”, desahan Widya kembali terdengar saat pak Narto menggenjotnya kembali. Sekarang Widya tepat digenjot dalam posisi menindih tubuh anaknya sendiri.
Setiap hentakkan kontol pak Narto di dalam selangkangannya membuat tubuh Widya ikut terdorong ke depan dan tertarik kembali ke belakang. Tubuh telanjangnya bergerak kasar diatas tubuh anaknya sendiri.
“Mantapnya ini memek. Ssshhhh....mamahnya lagi digenjot sama kontol masih aja tidur. Aaaakkkkhhh...bangun, nak Evan. Mamahmu lagi bapak entotin nih. Kamu harus liat...memek mamah kamu lagi bapak kontolin kaya gini. Aaaakkkkhhh....sssshhhhh...”
Widya hanya mendesah dengan tubuh yang terus bergerak kasar. Dirinya harus memeluk tubuh anaknya yang berada dibawahnya dan mulutnya mendesah tepat di telinga anaknya yang sedang tidur itu. Pelukan yang Widya lakukan pada Evan semakin erat karna Widya akan mencapai Orgasmenya lagi. Sementara pak Narto yang mulai hafal dengan tanda-tanda Widya akan orgasme langsung meningkatkan ritme genjotannya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“AAAKKKKHHHHH....KELUAARR, PAKKK...KELUAARRRR....”, erang Widya sambil memeluk erat tubuh Evan.
PLOP!!!
Pak Narto menarik lepas kontolnya dari dalam memek Widya dan langsung saja terlihat pancuran air kewanitaan Widya keluar dengan deras membasahi kedua paha anaknya dan ranjang. Ternyata Widya kali ini mengalami Squirt yang hebat. Badanya melengking dan bergetar hebat. Suara nikmat yang keluar dari mulut Widya tak bisa ia tahan. Tubuhnya mengalami Squirt diatas tubuh Evan. Kedua buah pantatnya bergetar saat Squirt itu datang dalam waktu lumayan lama dan mengeluarkan banyak cairan.
“Hhaaahhhh....hhaaahhhh....”, nafasnya berantakan setelah Widya mengalami Squirt ternikmatnya.
“banjir gitu memeknya, bu. Keenakan ya? Hahaha...”, ejek pak Narto.
“sekarang giliran saya buat buang peju di dalam memekmu, bu. Buar bu Widya hamil”, ucapnya dengan mengambil bingkahan pantat Widya kembali dan mengarahkan ujung kontolnya ke arah lubang memek Widya yang sudah sangat banjir itu.
BLES!!!
“Aaaakkkkhhh....emang legit banget ini memek. Sssshhhhh... Rasakan kontolku, bu. Rasakan ini. Ssshhhhh...bakal saya buat memek sempitmu ini longgar sama kontolku. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh...ooohhhh Lonteku....”
“Aaaakkkkhhh....aaakkkhh....ngilu, pak. Ssshhh....ngilu memek saya. Aaaakkkkhhh...tapi enak. Terus, pak....genjot terus memek Lonte, memek Pelacurmu ini. Aaaakkkkhhh...aku budakmu, pak. Aaaakkkkhhh...kontol enak!”, racau Widya yang sudah kacau karna terus mendapat kenikmatan dari kontol pak Narto.
Genjotan makin keras dan cepat. Pak Narto mulai merasakan bahwa cairan peju nya sudah mulai berjalan untuk keluar. Diremasnya kedua bongkah pantat Widya dengan keras dan pantatnya terus bergerak menumbuk selangkangan Widya.
“AAAKKKKHHHH....AAAKKKKHHH...SAYA MAU KELUAR, BU. AAAAAKKKKHHH....AAAKKKKHHHH...”
“OOOGGGGHHHHH....LONTEKU!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! SSSHHHH.....”
Kembali pak Narto berejakulasi di dalam rahim Widya, rahim tersebut kembali terisi penuh oleh benih-benih sel telur sang siap membuahi di dalam rahim Widya. Cukup lama pak Narto mendiamkan kontolnya di dalam memek Widya dan akhirnya dengan perlahan pak Narto menarik kontolnya sampai lepas. Lelehan cairan putih kental mengikuti dan jatuh tepat mengenai celana yang dipakai oleh Evan.
PLAK!!!
Tampar pak Narto pada pantat Widya setelah puas menikmati tubuhnya dan beranjak dari atas ranjang meninggalkan tubuh telanjang Widya yang masih tengkurap di atas tubuh anaknya dengan cairan kental mengalir dari lubang memeknya.
“Puas banget saya, pak”, ucap pak Narto sambil mengurut pelan kontolnya yang mulai lemas.
“saya nonton nya juga puas, pak. Adai saja saya dah sembuh pasti sekarang giliran saya yang bakal sumpal memek menantu saya itu”, balas pak Kasno.
“semoga cepat sembuh deh, pak biar kita bisa nikmatin bareng memeknya sampe longgar. Hahaha...”
“Yaudah, pak. Saya balik patroli di, udah terlalu lama saya disini”, ucapnya dan berjalan ke arah pintu.
Sepeninggalnya pak Narto, pak Kasno menghampiri tubuh telanjang Widya yang lemas dan membantunya bangun dari ranjang dengan sebelumnya Widya disuruh untuk membersihkan lelehan peju milik pak Narto yang jatuh di celana Evan.
“kamu langsung istirahat aja, Wid. Kamu pasti capek banget kan”, suruh pak Kasno, sementara Widya hanya mengangguk lemah dengan badan yang berkeringat dan dari selangkangannya menetes cairan kental setiap Widya melangkahkan kakinya, tercecer di lantai.
Pak Kasno tersenyum puas memandang punggung mulus Widya yang sedang berjalan ke kuar dari kamar.
*……………………
Satu minggu telah berlalu dan selama 5 hari sejak kejadian pertama dimana Widya di Setubuhi oleh pak Narto atas seizin mertuanya. Selama 4 hari berikutnya tubuh Widya selalu dinikmati oleh pan Narto dikala senggang tak ada Evan. Jangka waktu 4 hari itu juga pak Narto selalu memuaskan nafsunya terhadap tubuh Widya sambil di tonton oleh pak Kasno, selaku mertua dari perempuan yang ia Setubuhi itu. Gila? Memang.
Tak ada sperma yang dibuang sia-sia oleh pak Narto. Setiap benih yang ia keluarkan akan selalu ditembakkan ke dalam rahim Widya yang sudah menunggu untuk dibuahi oleh pejantannya itu.
Entah di ruang tamu, ruang tengah maupun dapur. Tempat-tempat tabu seperti itu sering di gunakan untuk mereka selalu memacu birahi panasnya sampai mencapai titik klimaksnya. Walau selalu di tonton oleh sang mertua, baik masalah yang dialami pak Kasno sendiri belum terlalu memperlihatkan hasilnya dan sekarang hari terakhir dirinya berada di rumah sang menantu. Hari ini tepat satu minggu pak Kasno berkunjung.
Di belakang, pak Kasno datang menghampiri Widya yang tengah membersihkan piring kotor yang baru saja mereka gunakan untuk makan. Dengan suara pelan dan sambil memperlihatkan sekitar, pak Kasno memegang pundak Widya sambil mulutnya di dekatkan tepat di sebelah telinga Widya.
“ayah mau pulang dulu, Wid...”, bisik pak Kasno dan Widya hanya diam mematung.
“setelah pulangnya ayah, kamu lupakan apa yang pernah ayah ucapkan ke kamu, tapi...apa yang sedang kamu jalani dengan pak Narto terus kamu lanjutkan....”, setelah kalimat tersebut, ucapan pak Kasno masih melanjutkan kalimat selanjutnya, namun tak terlalu jelas apa yang sedang ia bisikan pada Widya.
Terlihat Widya mengangguk menurut dan dengan gerakan pelan Widya membalikkan badanya menatap sang mertua. Sebuah tatapan yang tak bisa dimengerti apa maksudnya itu.
Menghampiri sang cucu yang sudah menunggu di teras rumah untuk mengantarkan kepulangan dirinya ke terminal, pak Kasno berpamitan pada Widya. Terlihat Evan telah siap di atas motornya dengan beberapa barang bawaan yang akan dibawa pulang oleh kakek.
Berperilaku seperti tak ada masalah yang disembunyikan sama sekali, pak Kasno berpamitan pada Widya selayaknya dan begitu pun juga dengan Widya sendiri. Dengan perlahan sepeda motor yang ditumpangi oleh keduanya melaju menjauh dari rumah bergerak ke luar dari Komplek.
SREEEGGG!!! Pintu gerbang dibuka dan ditutup kembali.
Widya yang berniat masuk ke dalam rumah harus membalikkan badannya kembali ke arah gerbang dimana terdapat pak Narto yang datang kala itu setelah kepergian anaknya yang mengantar sang mertua. Senyuman yang diperlihatkan oleh pak Narto sudah cukup tau bagi Widya apa yang akan diinginkan oleh pria tersebut.
Berdiri di depan Widya, pak Narto meremas pantat bulat milik Widya yang hanya terbungkus celana dalam dan daster dengan lumayan keras sambil hidungnya mengendus aroma tubuh Widya di bagian tengkuknya.
Pria yang berhasil merubah hidup Widya dan berhasil juga mempengaruhi tubuh serta pikirannya akan sebuah kenikmatan. Setiap kali dirinya terkena sentuhan oleh pria tersebut, Widya berasa dirinya terbawa oleh arus dengan gampangnya dan masuk ke dalam pusaran yang dibuat olehnya. Rasanya ingin menolak, tapi semua tak bisa dipungkiri dan dihindari. Hanya bisa menerima dan menikmatinya.
.
.
3 Hari sebelumnya di kediaman Widya.
Pak Kasno duduk di sofa ruang tengah sambil menghisap rokok sembari di depannya layar televisi menyala dengan lumayan keras mencoba meredam suara lain yang bisa di dengar olehnya dari arah kamar sang menantu. Suara dimana Widya tengah di Setubuhi kembali oleh pak Narto. Memang benar adanya hal tersebut atas izin dan permintaan darinya langsung, namun disisi lain ada rasa sakit dan marah di dalam hati pak Kasno.
Rasa sakit dan marah karna dirinya mengetahui bahwa sang menantu sudah lebih dahulu telah di taklukan oleh pak Narto. Dirinya memang punya rencana busuk terhadap Widya, namun rencana awalnya ia ingin menggunakan ilmu hipnotisnya, tapi tanpa hal tersebut nyatanya sang menantu lebih dahulu terjerumus. Karna hal itulah yang membuat pak Kasno merasa sakit dan marah.
“Kalo Harjo tau tau istrinya kelakuannya kaya kamu ini, pasti Harjo bakal nyesel nikahin kamu dan bakal cerai kan kamu, Wid”
Kalimat tersebut pernah terlontar dari mulut pak Kasno, namun perkataan tersebut bukan sekedar fantasinya. Perkataan tersebut merupakan perkataan yang ia lemparkan langsung dari hatinya yang tak terima bahwa mendiang anaknya mempunyai istri seperti Widya.
Niat awal hanya untuk fantasi, sekarang telah berganti menjadi sebuah tujuan. Tujuan dimana dirinya benar-benar akan membuat pelajaran bagi sang menantu. Pak Kasno mencoba untuk tak peduli dengan kelakuan pak Narto terhadap tubuh menantunya itu. Biarkan lelaki tersebut menikmati seluasnya tubuh Widya sampai dia luas dan dirinya juga akan bertindak lebih jauh lagi untuk menjadikan Widya takluk dan membuatnya menjadi budak.
Hal tersebut semata-mata untuk membalaskan rasa sakit anaknya jika masih hidup dan menerima kenyataan tersebut.
“Ayah memang mengaku salah, nak. Tapi dengan apa yang ayah lakukan kemarin, tapi karna itu juga justru bisa membuka sebuah fakta yang menyakitkan dan dari fakta itu ayah bakal buat pelajaran untuk istrimu itu. Kamu tenang saja disana, ayah bakal balas”, ucap pak Kasno sambil mengepalkan tangan.
Suara televisi yang menyala bahkan tak terlalu bisa mengusir suara panas yang terdengar dari kamar Widya. Dimana di dalam kamar tersebut tubuh menantunya sedang dinikmati sedemikian rupa oleh pria tua yang berprofesi sebagai satpam di Komplek perumahan tersebut.
Pak Kasno mengakui dan sadar akan posisinya seperti orang tolol dan bodoh yang secara langsung ikut andil alih menyerahkan tubuh menantinya ke dalam lubang hitam yang pekat. Dirinya tau, tapi semua sudah beda cerita dan dirinya malah berkeinginan membalaskan perbuatan Widya lebih dalam lagi.
FUUUSSHHHH....
Gumpalan asap rokok terlihat dihembuskan dari mulut pak Kasno dengan kedua bila matanya ia arahkan sejenak ke arah kamar Widya yang tertutup rapat dari dalam menyembunyikan sang pemilik kamar bersama seorang pria paruh baya tengah bergumul panas di atas ranjang.
“ayah memang punya fantasi bejat sama kamu, Wid. Ayah juga punya rasa sakit karna kelakuan kamu setelah meninggalnya Harjo bersama Narto. Jika sebelumnya kamu belum pernah ada sesuatu sama Narto, mungkin ayah ga bakal gini”
Perlahan mata pak Kasno mulai terasa berat akibat rasa kantuk yang mulai menyerang. Diatas sofa dengan kondisi televisi masih menyala, pak Kasno memejamkan matanya tertidur.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Suara tepukan selangkangan pak Narto pada kulit pantat Widya akibat genjotan nafsunya tepat di atas ranjang milik Widya.
“Aaakkkhhsssss....ssshhhhh...enak, bu? Ssshhhh...”, tanyanya dengan terus memompakan pantatnya.
Sambil meremas kain seprei karna rasa nikmat yang sedari tadi menjalar, Widya membalas, “iya...iya enak. Aaaakkkkhhh....teruussss pak....teruussss...lebih dalam, lebih keras. Aaaakkkkhhh....sssshhhhh....”
“baiklah, bu. Sssshhhhh...seperti ini? Aaaakkkkhhh....seperti ini?!”, ucapnya dengan menghentakkan keras kontolnya sampai mentok dan kecepatannya ditambah.
“Iyaaahhh....aaakkkhh...enakkk...ssshhh....”
“bu Widya kayaknya sekarang udah kecanduan kontol saya, ya? Ssshhhh....”.Diremasnya kedua payudara Widya yang menggantung bebas akibat posisinya dalam keadaan tengah di doggy oleh pak Narto.
Widya hanya menggeleng nikmat tanpa mengeluarkan suara selain suara desahan dan erangan akan tusukan yang dilakukan kontol pak Narto pada lubang memeknya.
“Jawab sayang. Apa ibu sekarang kecanduan sama kontol daya ini? Jawab. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh...”
“Widya kecanduan, pak. Aaaakkkkhhh...Widya suka...kontol bapak. Memek Widya suka disumpal sama kontol besar bapak. Ssshhhh...teruussss, pak. Genjot terus memek Widya. Aaaakkkkhhh...ssshhhhh....”
“Untukmu bakal bapak genjot terus memeknya, bu. Bakal bapak isi terus memeknya sama kontol bapak ini. Aaaakkkkhhh...dasar memek. Ssshhhh...”
“Iya, memek. Memek...Widya enak, pak. Ssshhhh....teruussss...”
Disaat Widya tengah merasakan nikmat yang teramat pada lubang peranakannya, tiba-tiba pak Narto menarik lepas kontolnya dengan cepat dan langsung mengarahkannya tepat pada lubang pantat Widya yang kelihatan sangat menggiurkan itu.
Menggunakan cairan kewanitaan Widya yang sudah menyelimuti semua batang kontol pak Narto dan ditambah dengan meludahi sendiri batangnya, Pak Narto mulai menekan masuk kontolnya ke dalam lubang sempit tersebut.
Sudah tak perawan dan sudah beberapa kali lubang tersebut dimasuki oleh benda asing, namun tetap saja terasa sedikit susah bagi pak Narto untuk menjebol kembali pertahanan pantat Widya.
“ini lubang udah sempit lagi, bu?”, tanya pak Narto di tengah usaha penetrasinya.
“ga tau, pak. Cepet masukin lagi, Widya udah ga tahan”, balas Widya dimana sudah jatuh ke dalam kuasa pak Narto sepenuhnya.
“Kalo gitu bakal bapak buat lubang kamu ini terbiasa sama kontol besar bapak ini”
Kedua tangannya merenggangkan kedua belah pantat Widya untuk membuka lebih lebar lubang pantat Widya supaya kontol pak Narto bisa lebih mudah untuk masuk. Merasa sedikit tak sabar, pak Narto menampar pantat Widya lumayan keras dan dengan tekanan, kontol pak Narto dengan perlahan mulai masuk sedikit demi sedikit ke dalam lubang sempit tersebut.
Setiap proses masuknya benda besar tersebut di pantat Widya membuat mulut Widya menganga menahan sakit dan nikmat yang datang secara bersamaan.
BLES!!!
“AAAKKHHHHH....”, lenguh mereka berdua saat berhasilnya penetrasi.
“Masuk juga akhirnya, bu. Ssshhhh....lubang terenak dan tersempit yang pernah kontol bapak rasakan. Ssshhhh....”, ucap pak Narto meresapi jepitan dinding pantat Widya sambil meremas kedua bongkahan pantat Widya.
Pak Narto tak langsung memulai aksinya kembali. Ia diamkan terlebih dahulu Kontolnya di dalam sana, memberi kesempatan bagi pantat Widya untuk menerima kembali batang besar itu.
Punggung Widya yang terpampang jelas memperlihatkan punggung mulus yang terdapat butiran-butiran keringat yang keluar. Tubuhnya mengkilap dan begitu juga dengan kondisi tubuh pak Narto.
Dalam posisi setengah berdiri seperti katak, pak Narto membukukan badanya condong ke arah kepala Widya yang tergeletak menempel diatas kasur. Diciumnya pipi Widya dengan lembut dan tangannya meraup kedua payudara indah tersebut yang terhimpit diatas kasur.
“Bapak genjot lagi ya”, Widya menjawab demgan lenguhan kecil.
Ritme pelan diambil oleh pak Narto untuk mengawali gerakan kontolnya pada lubang pantat Widya. Desahan dan erangan mulai terdengar kembali di ruangan tersebut. Hawa panas akibat persetubuhan dan rasa tubuh lengket karna keringat serasa tak dihiraukan oleh keduanya. Hanya ada rasa untuk saling mengejar rasa kepuasannya masing-masing.
Widya sudah tak memikirkan hal lain karna memang sudah beberapa hari setelah hari pertama sang mertua mengizinkannya bersetubuh dengan pak Narto, Widya menjadi bisa leluasa memperlihatkan rasa nikmatnya dan tubuhnya benar-benar sudah diserahkan pada pak Narto.
Sedangkan pak Narto yang sudah mendapatkan hal yang diinginkannya menjadi lebih senang. Dirinya sekarang dengan bebas dan dengan sepuasnya bisa menikmati setiap lubang Widya disaat dirinya bernafsu.
“Aaaakkkkhhh...aaakkkhh...saakkittt...ssshhhhh...Aaaakkkkhhh”, desah Widya saat benda besar tersebut keluar masuk di dalam lubang pantatnya dengan keras.
“sakit apa enak, bu? Aakkkhhhh...”
“Sakit....tapi enak. ssshhhhh...”
“ngomong yang jelas dong, bu. Sakit apa enak?!”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Enakkk....Aaaakkkkhhh...ssshhh...”
“Dasar Lonte murahan. Semua lubangmu sudah saya pake, bu. Harga diri yang pernah ibu junjung tinggi sekarang sudah tak bernilai lagi. Ibu hanya seorang Lonte murahan yang bisa bapak kontolin sepuasnya”
“iya, pak. Asalkan Widya bisa dapat kenikmatan ini terus...Widya mau jadi Lonte bapak...jadi pemuas nafsu bapak. Ssshhh...kontolin terus Widya, pak”, balas Widya saat digenjot pak Narto.
“Widya serahkan harga diri Widya sama bapak. Aakkkhhhh...ssshhhhh...harga diri Widya hanya untuk kontol pak Narto. Ssshhhh...aampuunn...enak banget. Ssshhh...”, sambung Widya.
Kebinalan Widya berhasil ditarik keluar oleh pak Narto dan h tersebut membuat nafsu pak Narto menjadi semakin menggebu untuk lebih keras menggenjot pantat Widya. Tarikan kedua tangan Pak Narto pada pinggul Widya semakin keras dan cepat. Dibawah sana, dalam keadaan posisi pantat menungging ketas, Widya hanya pasrah lubang sempitnya digenjot makin keras dan cepat oleh pak Narto yang tengah menungganginya dari belakang itu.
“bu Widya memang Lonte pertama yang saya Jinakkan. Ibu harus bersyukur karna kontol saya mau puasin nafsu ibu ini. Aaaakkkkhhh...”
“Sesuai keinginan mertua sama ibu. Ssshhhh...saya bakal buntingin ibu Widya pake peju saya ini. Ssshhhh...”
Dicengkeramnya pinggul Widya dan pak Narto menaikkan ritme genjotannya membuat Widya makin tak karuan dibuatnya. Bak cacing kepanasan dan mulut yang tak berhenti mengeluarkan suaranya, Widya merasakan nikmat menjalar ke seluruh tubuhnya. Rasa nafsu yang diterimanya membuat kedua daging kenyalnya semakin mengeras, begitu juga pada kedua putingnya makin keras dan makin menonjol dengan indah dibawah sana.
Merasa orgasme semakin mendekat, Widya ikut menggerakkan pantatnya maju mundur menyambut setiap sodokan kontol pak Narto. Tak beberapa lama Widya ternyata mengalami Squirt yang hebat dengan menyemburkan cairannya seperti orang kencing. Semburan deras dan bebas keluar dari lubang memeknya mengucur jatuh membasahi ranjang, bahkan cipratannya sampai ke lantai.
CCCUUURRR!!!!
“Stop dulu, pak...Aaaakkkkhhh...SSTTOOOPPPP....AAAKKKKHHH....SSSHHHH....”, erang Widya karna dirinya mengalami Squirt, namun genjotan pak Narto tak berhenti dan terus saja bergerak memompa pantat Widya.
Pak Narto tak mau berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan bagi Widya meresapi rasa orgasmenya karna saat Widya orgasme semua otot pantat Widya benar-benar remas kencang batang kontol pak Narto di dalam sana.
Mendapat perlakuan seperti itu tak ayal membuat Widya seperti cacing kepanasan, bahkan dirinya tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri. Tubuhnya dengan hebat bergetar dan kelojotan. Hampir saja kontol pak Narto dibuat lepas oleh gerakan Widya tersebut, namun berhasil dicegah dengan mencengkeram erat pinggul Widya dan menahan tubuhnya untuk tak terlalu bergerak.
Widya dalam keadaan tersiksa, namun bercampur dengan nikmat yang dahsyat. Rasanya ingin berteriak sangat lencang mengekspresikan rasa tersebut, namun Widya masih sedikit sadar dan hanya bisa menahan nikmatnya itu sampai terlihat di leher dan pelipisnya urat yang keluar akibat menahan nikmat tersebut dan wajahnya benar-benar merah padam seperti kepiting rebus.
“enak? Ssshhhh....enak, kau Lonte?! Aaaakkkkhhh....”
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....aampuunn, pak...ssshhh...aampuunn...Aaaakkkkhhh....”, Widya benar-benar dibuat kelojotan minta ampun oleh pak Narto.
“Hahaha...Aakkkhhhh....rasakan kontolku ini, bu. Rasakan!!! Memek Lontemu bakal bapak buat keluar terus. Aaakkkhh.....Aakkkhhhh....”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Dibalikkannya dengan cepat tubuh Widya untuk terlentang dan langsung ditancapkannya lagi kontol besar milik pak Narto ke dalam memek Widya yang baru saja mengalami Squirt. Gerakannya langsung berada di tempo yang cepat dan kuat.
Seolah-olah ingin membuat Widya makin tersiksa dalam kenikmatannya, pak Narto meletakan kedua kaki Widya di pundaknya dan menggenjotnya dengan keras sampai payudaranya terjepit oleh kakinya sendiri. Sementara diatasnya berada pak Narto sedang menggenjot memeknya dengan cepat.
Keringat yang berada di tubuh pak Narto membasahi kaki jenjang Widya serta ikut menetes ke arah perut dan diatas cekungan leher.
“Bapak....kuat sekali...Aakkkhhhh....panas...memek Widya panas, pak...ssshhhhh”
“Aaaakkkkhhh...aaakkkhh....saya mau....keluar lagi, paaaakkkk....sssshhhhh....Aaaakkkkhhh....”, erang Widya digempur tanpa jeda oleh pak Narto.
Memang terasa bagi pak Narto bahwa dinding memek Widya mulai meremas kembali kontolnya itu. Menandakan bahwa Widya akan mencapai orgasmenya kembali.
“AAAKKKKHHHHH!!!!”, erang Widya saat orgasmenya meledak.
“ngecrot terus kamu, bu. Aaaakkkkhhh...Murahan banget memekmu ini. Aakkkhhhh....ssshhhhh....”
“Memek murahan kaya gini memang....harus dihajar terus biar tambah murahan lagi. Ssshhhh....teriak yang kencang, bu biar tetangga pada tau tau kalo ibu ternyata wanita murahan yang sedang di kontolin sama kontol satpam tua. Aakkkhhhh...kasih tau tetangga-tetanggamu bahwa ibu sudah jadi Lontesaya....pemuas nafsu saya, bu. Aaaakkkkhhh....memek sialan!!! Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....”
Lagi-lagi pak Narto tak memberi kesempatan bagi Widya untuk merasakan titik orgasmenya dengan leluasa. Pak Narto memang ingin menyiksa Widya dengan kenikmatan yang datang secara bertubi-tubi. Dirinya ingin menguasai dan memiliki tubuh Widya seutuhnya.
“Ampuni saya, pak. Aaaakkkkhhh....memek saya memang murahan....tolong kasih saya waktu buat orgasme....sssshhhhh....aampuunn...”
“tak ada ampun bagi memek murahan kaya punya ibu ini. Aaaakkkkhhh...”
“gila enak banget, pak...ssshhhhh....”, erang Widya.
Entah sudah berapa kali Widya dibuat orgasme oleh Pak Narto, yang jelas dirinya sudah berkali-kali dibuat kalah oleh pria tua tersebut. Pak Narto sendiri juga sudah dua kali menumpahkan lahar panasnya di memek dan juga pada mulut Widya untuk ditelannya. Berati sekarang adalah ronde ke-tiga bagi pak Narto menggempur setiap lubang Widya.
Cairan orgasme yang Widya keluarkan bercampur dengan cairan kental milik pak Narto yang sudah mengisi rongga memeknya tadi. Sementara mulut serta tenggorokannya merasa kering. Bukan karna dirinya terus mendesah, tapi karna Widya juga sebelumnya telah menelan banyak peju pak Narto saat persetubuhan pertamanya tadi.
Disaat pak Narto masih menggenjot memek Widya. Pak Narto mengambil celana dalamnya yang tergeletak di samping tubuh telanjang Widya dan ia gunakan celana dalam kumuh itu untuk disumpalkan ke dalam mulut Widya. Sehingga suara Widya kini tak terlalu jelas terdengar.
“Mulut ibu bisanya Cuma berisik mendesah sama buat kulum kontol doang, makan itu celana dalam bapak. Ssshhhh...”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Dulu bapak hormati bu Widya sebagai orang yang punya harga diri. Sekarang di depan say ibu hanya bisa mendesah dan mengangkang saja. Ssshhhh....dulu bapak Cuma bisa bayangin tubuh ibu....sekarang bisa bapak nikmatin sepuasnya...”, ucap pak Narto.
“oowwsshhhh....Janda Lonte...”
Terlihat jelas bibir memek Widya ikut tertarik keluar dan masuk ke dalam setiap gerakan keluar masuk kontol besar pak Narto. Perbedaan sangat kontras. Lubang yang terlihat sempit di jejali oleh batang keras nan besar.
Di tarik keluarnya lagi kontol pak Narto dan Widya disuruh untuk berposisi menungging dengan pantat yang dinaikkan tinggi dan, PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
Pak Narto memukulkan batang besarnya di lubang pantat Widya sebelum melakukan penetrasinya kembali. Dengan mengarahkan ujung kepala kontolnya, pak Narto mulai menekan masuk.
BLES!!!
“Sekarang sudah mulai terbiasa lagi pantatmu, bu”, ucap pak Narto mengomentari lubang pantat Widya yang sudah mulai gampang untuk dimasuki.
“Memek serta mulut ibu sudah bapak semprot, sekarang tinggal lubang sempit ini yang bakal bapak gunakan”
“Bakal longgar pantatmu, bu”, lanjutnya mulai memompakan kontolnya.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....terus, pak”, desah Widya.
Persetubuhan atas pantat Widya mulai terjadi kembali. Setiap gerakan masuk membuat lubang sempit Widya kian melebar menyesuaikan kembali batang besar tersebut.
Di buangnya celana dalam yang mengumpal mulut Widya kini bisa terdengar dengan jelas suaranya setiap desahan yang dikeluarkan. Kali ini gerakan pak Narto berubah-ubah, berbeda dari sebelumnya. Dari cepat menjadi pelan dan dari pelan menjadi cepat membuat Widya blingsatan tak jelas.
“Saya...saya sudah lemas, pak. Ssshhh....ssshhh....”
“Bentar lagi, bu. Aakkkhhhh...ssshhhhh...bentar lagi bapak keluar”
Sambil memainkan klitoris Widya, pak Narto menggenjot terus pantat Widya dengan gerakan intens. Suara tepukan kulit terdengar demgan sangat nyaring menggema ke seluruh penjuru kamar malam itu.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Gila, aku mau keluar lagi. Ssshhhh....”, batin Widya saat klitorisnya digosok oleh tangan pak Narto.
Badanya yang sudah lemas dan tulang di seluruh tubuhnya serasa dilolosi dan sekarang dirinya dipaksa untuk mengalami orgasme kembali oleh pak Narto. Widya sangat dibuat menyerah dengan perlakuan pria tua tersebut.
“puaskan saya terus ,pak. Ssshhhh...puaskan....”, seru Widya.
“daritadi bapak sudah buat ibu puas, sekarang giliran bu Widy yang puaskan kontol saya. Saya mau pejuhin pantatmu ini, sayang. Ssshhhh....”, genjotan makin keras dan cepat.
“Aaaakkkkhhh....enak banget kau betina. Ssshhhh....longgar pantatmu, Widya. Aakkkhhhh....ssshhhhh....betina sialan!!!”
“Terus pejantanku...terus...buat betinamu ini kapok. Aakkkhhhh....semua lubangku milikmu, pak. Aku Betinamu, aku Lontemu....aku Pelacurmu. Aakkkhhhh....hajar terus”
“dengan senang hati, wanita murahanku.Ssshhhh...”
Setiap sodokan pak Narto membuat Widya semakin terlena dengan kenikmatan dan setiap buah zakar pak Narto yang menampar memeknya membuat Widya semakin dekat demgan gelombang orgasme yang entah ke berapanya kali itu.
Widya meremas kencang kain Seprei menahan rasa nikmat dari genjotan kontol besar pak Narto memenuhi lubang pantatnya. Nafasnya terdengar berat dan keringat makin mengalir dengan deras membasahi tubuh.
Genjotan yang kini terkesan tak beraturan membuat Widya kelojotan, tangannya memukul mukul kasur. Kakinya tak bisa diam dan beberapa kali terlihat seperti menendang nendang, namun oleh pak Narto keseimbangan dan posisi tubuh Widya bisa dipertahankan olehnya.
“MAMPUS KAU LONTE!!! AAAKKKKHHHH.....TERIMA PEJUKU, SAYANG!!!”, erang pak Narto.
“AAKKKKHHHH!!! AAAKKKKHHHH!!! KELUAR!!! KELUAR!!!”, erang Widya.
“BAKAL BAPAK BUNTINGIN KAU, BU WIDYA!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Bermili-mili peju di keluarkan kembali oleh pak Narto masuk ke dalam lubang pantat Widya. Nafas keduanya terdengar sangat berat dan tak beraturan. Tenaga keduanya benar-benar terkuras habis, apalagi bagi Widya sendiri. Dirinyalah yang paling kalah telak dalam persetubuhan berat sebelah itu.
CUP!!!
Punggung mulus Widya yang berkeringat di kecup oleh pak Narto dengan kondisi kontolnya masih tertancap dengan kokoh di dalam pantat Widya. Widya hanya melirik sesaat ke belakang sambil tersenyum lemas.
Beberapa saat posisi pak Narto bertahan demgan kontolnya masih menancap hingga dilepaskannya saat mulai mengecil di dalam sana.
“Sudah malam, bu. Bentar lagi jadwal saya yang jaga dan sebentar lagi juga Evan pasti pulang”, ucap pak Narto dengan menarik keluar kontolnya disertai lelehan lahar panas keluar.
Setelah lepasnya kontol pak Narto, tubuh Widya ambruk. Perlahan dirinya mencoba untuk membalikkan badan menjadi tidur terlentang. Sementara pak Narto turun dari ranjang dan mengambil celana dalam putih milik Widya yang tergeletak di lantai untuk mengelap sisa cairan di batang kontolnya itu.
Perlu diketahui. Baik pak Narto maupun Widya sudah tau bahwa Widya sendiri dan Evan awalnya di pengaruhi oleh pikiran pak Kasno. Widya melakukan persetubuhan demgan pak Narto dalam keadaan sadar total dan begitu juga demgan Evan yang sudah tak lagi dalam pengaruh pak Kasno. Sehingga karna hal itu, pak Narto tak mau sampai Evan melihat dirinya menyetubuhi Widya.
Setelah selesai membersihkan kontolnya demgan celana dalam Widya, pak Narto menghampiri tubuh lemas Widya yang tergolek di atas ranjang dan mengelap wajah serta dahi Widya yang penuh keringat dengan baju milik Widya.
“saya pergi dulu, bu”
Kedua bibir mereka bertemu dan saling melumat satu sama lain beberapa saat. Pak Narto memakai pakaian kerjanya yang tadi sudah ia bawa di dalam tas, lalu pergi keluar kamar meninggalkan Widya.
Saat pak Narto keluar dari kamar Widya, ia melihat mertua dari perempuan yang baru saja memuaskan nafsunya tengah tertidur di sofa dan televisi dalam keadaan menyala. Pak Narto hanya melihat sebentar lalu kembali berjalan untuk keluar.
“Makasih, pak buat tubuh menantunya. Hehehe...”, lirih pak Narto menutup pintu rumah Widya.
Sebelumnya saat pak Narto masih memacu birahinya terhadap tubuh Widya di atas ranjang. Sepasang mata terlihat mengintip dari celah jendela yang dimana posisi gorden tak tertutup sempurna sedang menyaksikan bagaimana panasnya persetubuhan di depannya itu.
Baru setengah jam sosok tersebut menyaksikan bagaimana tubuh telanjang Widya tengah digarap oleh seorang pria tua di atas ranjangnya dengan kasar. Sosok tersebut melihat bagaimana pak Narto memperlakukan Widya hingga orgasme di dalam pantat.
Setengah jam pula sosok tersebut menonton dengan posisi celana diturunkan sampai lutut sambil mengocok kontolnya yang tegang. Jarak setengah jam itu, sosok tersebut sudah beberapa kali ejakulasi. Terlihat pada tembok kamar luar Widya terdapat lelehan cairan kental putih yang lumayan banyak.
Setelah pak Narto selesai dengan puasnya dan pergi meninggalkan Widya tergeletak di atas ranjangnya, sosok tersebut tersenyum sembari memasukkan kontolnya ke dalam celana.
“Tinggal nunggu waktu. Hehehe....”, ucapnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan berlalu pergi.
“Setengah jam? Lumayan juga durasinya”, ucapnya mengingat durasi yang dapat ia abadikan di dalam kamera ponsel miliknya itu.
Entah beberapa lama pak Kasno memejamkan matanya sampai tubuhnya serasa diguncang pelan oleh seseorang. Sosok pria muda terlihat berdiri disampingnya sambil tersenyum. Evan pulang dari kegiatannya dengan waktu seperti biasanya menjelang tengah malam.
“jangan tidur di sofa, kek nanti bisa sakit”, ucap Evan.
“Ketiduran kakek. Hehehe...”
“Oh iya, kek. Ini Evan tadi pas pulang mampir beli makanan buat kakek sama mamah, Cuma kayaknya mamah udah tidur”, sambil memperlihatkan satu kantung keresek entah berisi makanan apa.
“Cucuk kakek emang baik banget. Yaudah kita makan bareng sini, kakek mau cuci muka dulu”, pak Kasno akan beranjak berdiri dari posisinya.
“Ga usah deh, kek. Evan kayaknya mau langsung tidur aja. Lagian Evan udah makan tadi dan Evan beliin emang buat kakek sama mamah”
“Kok gitu? Jadi langsung mau tidur?”
“iya, kek”, balas Evan.
“Nanti kalo kakek pengen tidur jangan di sofa lagi ya”, sambung Evan sebelum melangkah menaiki anak tangga.
Sepeninggalnya Evan masuk ke dalam kamarnya, pak Kasno mendekat ke arah pintu kamar Widya. Entah di dalam sana sang menantu masih melayani nafsu pak Narto atau sudah selesai.
Pintu terbuka dan terlihatlah tubuh Widya seorang diri terbaring diatas kasurnya dan saat di telusuri memang pak Narto sudah selesai dan pergi saat dirinya tertidur tadi. Selesai memaju birahinya pada Widya demgan puas, pak Narto langsung meninggalkan Widya dengan tubuh telanjang, di kedua kulit payudaranya banyak cupangan yang menghiasi dan dari selangkangannya .mengalir cairan kental yang lumayan banyak.
Rambut serta tempat tidur yang menjadi alas pergumulan mereka terlihat acak-acakan dengan pakaian yang sebelumnya dikenakan oleh Widya terserak di lantai.
Kehidupan Widya perlahan mulai berubah dan sejak malam itu hingga hari kepulangan pak Kasno ke kampungnya lagi, pak Narto selalu rutin membuahi rahim Widya. Entah itu di depan pak Kasno maupun tanpa di lihatnya.
Setiap Evan sedang ada kegiatan kuliah maupun keluar main dan saat pak Narto sendiri senggang dari Kerjaanya, ia selalu menyempatkan dirinya berkunjung ke rumah Widya. Bukan hanya berkunjung ke rumah, tapi berkunjung juga ke dalam lubang memek Widya.
Di dalam kamar Widya, di ruang tengah, ruang tamu, dapur, maupun di ranjang milik Evan, pak Narto rajin menyetubuhi Widya. Semua lubang hampir selalu dipakai olehnya, hanya saja yang paling sering digunakan adalah lubang memeknya karna memang dirinya ingin menghamili Widya.
Seperti siang itu saat Evan ada jadwal kelas dan dirinya pak Narto masuk jadwal malam. Siang, sehari sebelum pak Kasno pulang ke kampung. Di dapur Widya dalam keadaan jongkok di depan selangkangan pak Narto dan mulutnya terisi batang besar milik pria tua tersebut.
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Suara sekan sedang makan sup terdengar dari mulut Widya. Mulut tipisnya yang indah menyedot keras dan melahap semua batang pak Narto. Sementara pak Narto hanya berdiri santai sambil menikmati sepongan Widya pada kontolnya.
“Aakkkhhhh....jangan kena gigi, bu”, ucap pak Narto memegang kepala Widya yang tengah maju mundur di selangkangannya.
Widya masih memakai pakaian lengkapnya setelah dirinya memasak dan pak Narto datang ke rumah langsung meminta dirinya untuk memuaskan nafsunya itu. Tanpa perlawanan dan dengan tunduknya Widya menuruti keinginan pak Narto dan langsung jongkok lalu memelorotkan celannya sampai keluarlah kontol besar pak Narto menampar bibir Widya.
Tanpa membuang waktu Widya menjilatnya dan memasukkan keseluruhannya ke dalam mulutnya.
“makin hari, bu Widya makin jadi penurut saja”, ucapnya sambil membelai rambut Widya.
Saat sedang menikmati sepongan Widya pada kontolnya. Pak Kasno terlihat sudah siap dari kamarnya dan menemui pak Narto yang tengah menyuruh menantunya itu untuk memuaskan kontolnya.
“ayo. Saya sudah siap, To”, ucap pak Kasno setelah mandi.
Pak Narto memalingkan wajahnya ke arah pak Kasno yang tengah melihatnya sedang di sepong oleh Widya. Widya yang tengah memasukkan kontol besar pak Narto di dalam mulutnya sambil maju mundur juga ikut .melihat ke arah mertuanya itu. Tanpa rasa canggung, Widya menjilati kontol pak Narto lalu memaju mundurkan kembali kepalanya.
“Ssshhhhh....sebentar, pak. Lagi nanggung”, ucap pak Narto.
“Cepatlah, To ini udah siang bisa-bisa penjualnya udah pulang nanti”, ucap pak Kasno.
“Yaudah ini saya cepetin”, balasnya.
Kemudian kepala Widya dipegang oleh pak Narto dan dengan kasar pak Narto mengerakkan kepala Widya maju mundur kepalanya dengan cepat ke arah selangkangannya hingga hidung Widya mengenai rambut kemaluannya yang lebat.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh...bentar lagi, bu. Ssshhhh....”, racau pak Narto.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
Terlihat jelas bahwa kontol pak Narto masuk hingga tenggorokan Widya, terlihat dari luar tenggorokan Widya menggembung setiap sodokan kontol pak Narto masuk ke dalam. Widya hanya memejamkan matanya serta dari sela mulutnya keluar banyak busa ludahnya.
Pak Narto menggerakkan kontolnya di dalam mulut Widya seperti sedang menyetubuhi memeknya. Widya merasa akan tersedak setiap kontol pak Narto masuk dengan kasar ke dalam tenggorokannya. Baju yang dipakai Widya mulai basah akibat tetesan busa liurnya yang jatuh mengenai kulit dada serta kain baju depannya.
Pak Narto semakin gencar memaksakan kepala Widya untuk lebih cepat dan dalam menelan kontolnya. Sampai saat dirinya merasa akan segera keluar, pak Narto mencabut kontolnya dari mulut Widya dan Widya disuruh untuk berdiri.
Setelah Widya berdiri, pak Narto menyuruh Widya untuk menungging sambil berpegangan ke pinggiran tempat diletakannya kompor. Dengan cepat dan tak sabar, pak Narto langsung menyingkap daster yang Widya pakai, celana dalamnya diturunkan sampai paha.
Puncak kenikmatan yang dirasakan pak Narto sudah diujung tanduk dan langsung mengarahkan kontolnya di bibir memek Widya. Di dorong masuklah kontolnya masuk menembus lubang memek Widya dengan masuk sepenuhnya. Pak Narto tanpa membuang waktu langsung menggerakkan kontolnya keluar masuk dengan cepat.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...rasakan kontolku ini, bu. Ssshhhh....”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...Aakkkhhhh...”, desah Widya.
Pak Kasno berdiri menonton sang menantu di Setubuhi dengan kasar oleh pak Narto dari ambang dapur. Dirinya menonton demgan jelas bagaimana menantunya malah mendesah keenakan saat di Setubuhi kasar seperti itu.
Sadar akan dirinya sedang di tonton oleh sang mertua, Widya memalingkan wajahnya melihat ke arah pak Kasno dengan tatapan mata yang sayu menahan nafsu. Widya melihat le arah pak Kasno sambil mulutnya menganga mengeluarkan desahan yang sangat erotis untuk di dengar.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh...”, desah Widya.
“Lonte kamu, Widya”, batin pak Kasno antara senang karna fantasinya sudah berjalan dan rasa sakit jika mengingat pengihanatan Widya setelah kematian anaknya.
Pak Narto demgan desahan serta nafas beratnya terus menggerakkan keluar masuk kontolnya di dalam lubang peranakan Widya yang sudah siap di buahi oleh peju nya itu.
“sekarang ibu sudah ga malu lagi ya saya entotin di depan mertuanya”, ucap pak Narto.
“ibu memang punya bakat jadi Pelacur. Ssshhhh...memek ibu yang enak ini harusnya di keroyok banyak kontol biar puas. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....”
“ibu suka saya entotin di depan mertuanya?”
Widya mengangguk dalam nikmat,“Iyaaahhh...ssshhhhh...iya saya suka, pak. Ssshhhh....saya suka bapak entotin di depan ayah mertua saya. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....entot yang keras memek saya, pak. Kasarin memek saya ini yang gatal. Ssshhhh....Aaaakkkkhhh....ini enak....ssshhhhh...”
Terlihat pak Kasno mendekati kedua insan tersebut yang tengah memacu birahi panasnya. Setelah berada di samping tubuh menungging Widya, pak Kasno meremas kedua buah payudara Widya dari balik baju daster yang masih dipakainya itu.
“Hajar yang keras memek menantu saya ini, To”, ucap pak Kasno.
Pak Narto yang mendengar keinginan orang tua tersebut langsung meningkatkan kembali kecepatan genjotannya. Bahkan sekarang bukan hanya lubang memek Widya yang di genjot kasar oleh pak Narto. Lubang pantatnya ikut dijejali kontol besarnya dan di genjot juga.
Kedua lubang Widya dihajar oleh kontol pak Narto secara bergantian. Beberapa kali sodokan di memek diganti pada pantat. Setelah beberapa kali sodokan di pantat diganti lagi ke dalam memek. Hal tersebut terjadi beberapa kali sampai pak Narto sendiri merasa sudah akan meledak orgasmenya.
“Sudah mau keluar saya, pak. Ssshhhh....”,ucap pak Narto.
Mendengarnya, pak Kasno menyingkir dan berhenti meremas payudara Widya memberi ruang bagi pak Narto supaya leluasa menyetubuhi Widya sampai klimaks.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Widya menungging dengan daster yang disingkap hanya sampai batas pinggang beserta celana dalamnya yang diturunkan sebatas paha mendesah nikmat. Walau tak sedikit menjauh, pak Kasno memasukkan beberapa jarinya ke dalam mulut sang menantu untuk dikulumnya dan Widya menerimanya dengan senang hati. Dikulumnya jari-jari sang mertua yang masuk ke dalam mulutnya dengan khidmah.
Pemandangan sungguh sangat erotis. Pak Narto yang sedang memfokuskan diri meraih klimaksnya melihat sedikit tali Bra hitam yang tersingkap dibalik bahu Widya. Dengan bernafsu, pak Narto meloloskan sebelah lengan daster Widya dan terlihatlah separuh Bra hitam Widya.
Belum cukup, pak Narto menarik turun sebelah tali Bra tersebut, namun tak sampai keluar payudara Widya. Justru hal seperti itulah yang membuat nafsu pak Narto makin menggebu untuk menyetubuhi Widya.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....Setubuhi memek Widya terus, pak. Ssshhhh....terusss....”, racau Widya disela melumat jari pak Kasno.
Widya yang sudah dalam keadaan nafsu berat mulai meraba selangkangan pak Kasno yang masih belum bisa berdiri, hanya baru bisa sedikit tegang. Tangannya meremas pelan kontol mertuanya itu yang besar walau dalam keadaan belum bisa tegang sempurna.
“Minta izin buat pejuhin memek menantunya ,pak. Sshhhhh....”, ucap pak Narto.
“Pejuhi lah sebanyak dan semau kamu, To. Sebelum menantuku ini jadi Pelacur pribadiku, menantuku ini jadi Pelacurmu juga. Penuhi memeknya dengan peju mu, To”, balas pak Kasno.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“TERIMA PEJU KU, LACUR!!! MEMEK MU MEMEK LONTE, WIDYAAA!!!! AAAKKKKHHHH!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Pak Narto menyemburkan peju nya masuk memenuhi rahim Widya dan saat itu juga Widya juga sampai pada klimaksnya secara bersamaan.
Kembali, saat pak Narto mencabut kontolnya lelehan putih kental keluar dengan deras dari memek Widya bercampur dengan cairan klimaks milik Widya sendiri yang tadi keluar banyak menyembur kontol pak Narto.
Tubuh Widya ambruk bersender demgan nafas tersengal. Pak Narto mengarahkan kontolnya yang basah oleh cairan ke depan mulut Widya. Widya yang sudah tau apa yang harus dilakukannya langsung mencaplok kontol pak Narto membersihkan cairan yang masih melekat.
PUAH!!!
“Hebat banget memek menantumu ini, pak. Sudah sering saya genjot tapi masih aja sempit”
“izin bersihin sisanya, pak”, lanjut pak Narto mengambil rambut Widya untuk mengeringkan bekas air liur Widya.
Setelah selesai, pak Narto kembali menaikkan celananya hingga rapi kembali, lalu dirinya mengecup bibir Widya demgan lembut.
“memek yang nikmat, sayang”, bisik pak Narto di telinga Widya.
“Kamu jaga rumah duku ya, Wid. Bapak mau ke pasar sama pak Narto buat nemenin bapak beli bibit tanaman”, ucap pak Kasno pada Widya.
“iya, pak...”, balas Widya masih demgan nafas tersengal.
“rapihin baju kamu, nanti kalo ada tamu bisa-bisa kamu dientotin lagi”, sambung pak Kasno sebelum pergi bersama pak Narto.
Perginya pak Narto bersama ayah mertuanya, Widya tak langsung membenahi kembali pakaiannya. Ia masih dalam keadaan bersandar dengan selangkangan mengalir cairan peju milik pak Narto.
Dirabanya selangkangan sendiri dengan tangannya, Widya menggosok pelan memeknya yang becek oleh cairan kewanitaannya sendiri bercampur cairan peju pak Narto.
Telapak tangannya diusapkan di memeknya dan terlihat banyak peju yang menempel ditangannya dan sejurus kemudian Widya menjilati peju yang menempel ditangannya itu hingga bersih, bahkan setelah tangannya bersih, Widya kembali mengambil peju tersebut beberapa kali lalu menjilat bersihnya.
“rasa peju memang nikmat”, lirih Widya.
Setelahnya Widya mencoba bangkit dan membenahi pakaiannya dan kembali beraktivitas dengan sebelumnya menuju kamar untuk mandi.
*………………………….
Terlepas dari perbudakan Widya oleh pak Narto, satpam Komplek yang dengan beruntungnya bisa mendapatkan tubuh Widya yang bisa ia nikmati kapanpun ia mau. Walau sudah tak setiap hari tubuh Widya selalu dijamah oleh pak Narto, tapi bisa dibilang sering. Hampir semua sudut rumah Widya sudah pernah digunakan pak Narto untuk menikmati setiap jengkal kemolekan tubuh tuan rumahnya.
Waktu satu bulan bukanlah waktu yang bisa dibilang singkat. Ya, sudah satu bulan telah terlewatkan setelah hari pertama sejak saat Widya dinikmati tubuhnya atas izin sang mertua dirumahnya sendiri.
Dalam waktu satu bulan yang intens di siram rahimnya oleh pak Narto, tak ayal benih yang masuk menjadi sebuah janin di dalamnya. Widya kini positif mengandung seorang calon bayi di dalam perutnya, namun belum bisa disimpulkan anak siapa itu. Kok bisa? Walau perut Widya telah terisi jabang bayi yang masih berusia 2 minggu, baru pak Narto maupun pak Kasno saja yang tau akan fakta kehamilannya itu. Evan, kedua orang tuanya sama sekali belum tau kabar tersebut. Kabar yang belum bisa ditentukan apakah itu kabar baik atau sebaliknya. Diluar pak Kasno dan pak Narto yang mengetahui kabar kehamilan Widya, apakah ada yang tau lagi? Jika ada pertanyaan seperti itu mungkin kurang tepat untuk di pertanyakan, mengingat Widya sendiri juga belum tau siapa ayahnya.
Widya yang memang sudah sadar akan perbuatannya itu merasakan bersalah, namun disisi lain dirinya tak bisa terlepas dari kenikmatan yang selalu diberikan oleh pak Narto. Ibarat sudah tau tak bisa makan sambal sampai perut mulas, tapi tetap saja sambal tersebut dimakan.
Hari itu Widya tengah berada di kediaman kedua orang tuanya. Di depan kedua orang tuanya, Widya sama sekali tak memancarkan aura yang bisa membuat curiga akan dirinya. Widya hanya bersikap biasa dan mengobrol seperti pada umumnya. Kedatangan Widya di kediaman orang tuanya juga sebenarnya ada alasan tersendiri, dimana alasan tersebut bakal ia gunakan untuk menutupi kehamilannya yang sedang dialami.
“Kamu serius, nak?”, tanya sang ibu.
“Iya, bu. Bisnis yang Widya kembangkan disana kan masih baru dan karna hal itu masih banyak yang harus Widya benahi”, balas Widya.
“Tapi apa ga sebaiknya kamu cek 2 minggu atau satu bulan sekali saja buat urusan?”, timpal sang bapak.
“ga bisa, bu, pak. Alangkah baiknya jika bisnis baru harus selalu di dampingi dan selain Widya disana buat urusin bisnis Widya itu, Widya juga sekalian mau jagain ayah Kasno. Kasihan, bu dia kan di kampung sekarang sendirian”
Kedua orang gua Widya terlihat berpikir untuk alasan yang di buat oleh sang anak cukup lama. Sambil keduanya saling mengangguk memilih keputusannya, sang ibu kembali berkata...
“Kalau begitu keputusan kamu yaudah, nak. Tapi, nanti jangan lupa buat selalu kasih kabar. Jujur sebenarnya kami khawatir, tapi terlepas dari rasa khawatir tersebut, kami bisa sedikit hilangkan rasa khawatir tersebut karna nantinya ada pak Kasno yang jagain kamu”, ujar ibunya Widya.
“tapi kamu sudah bilang kan sama pak Kasno soal niatan kamu itu?”, sambungnya.
“Widya sudah bilang sama ayah Kasno, bu soal niatan Widya ini buat urus bisnis katering Widya yang ada disana”
“Kalo sama Evan?”, tanya sang bapak.
“Sudah, pak. Widya juga sudah bilang a Evan, dia mengizinkan Widya, Walau awalnya keberatan”
Pernah diceritakan bahwa setelah Widya memasang pelaris yang dibantu oleh mbah Mitro, bisnis katering Widya meningkat dan karna jumlah pesanan yang datang pada bisnisnya itu, Widya memutuskan untuk membuka rumah makan yang dibarengi dengan jasa katering di wilayah kota sang mertua, pak Kasno. Dari sebuah katering rumahan, berkembang menjadi bisnis yang menguntungkan bagi Widya.
Untuk pak Kasno sendiri saat mendengar niatan Widya tersebut langsung disambut dengan senang hati dan bahkan ia sendiri yang menawarkan Widya untuk tinggal serumah dengannya. Jarak yang tak terlalu jauh dari rumah pak Kasno membuat Widya menyetujui hal tersebut.
“jadi mau berangkat kapan?”, tanya sang ibu.
“Paling sekitar 2 mingguan lagi, bu”
Setelah mengutarakan niatannya dan mendapatkan izin dari kedua orang tuanya, Widya mengobrol seperti biasanya hingga sore hari menjelang dan Widya memutuskan untuk berpamitan pulang.
Waktu yang menunjukkan hampir menjelang Maghrib dan langit pun sudah mulai gelap, Widya berjalan menelusuri jalanan Komplek. Memang seperti yang pernah di ketahui bahwa rumahnya dengan rumah kedua orang tuanya tak terlalu jauh, masih satu area Komplek.
Dalam jalannya, Widya memikirkan alasan serta langkah berikutnya supaya tak menimbulkan rasa kecurigaan dari keluarganya maupun dari para tetangga atas kesalahan yang ia buat, namun tetap ia jalani. Sambil berjalan, beberapa kali Widya berjumpa dengan dua, tiga penghuni Komplek lainnya yang telah selesai pulang dari urusannya masing-masing.
Saat Widya berjalan di area yang belum dibangun, masih berbentuk rumput-rumput tinggi, sebuah motor datang dari arah belakangnya dan berhenti tepat disebelah Widya. Widya yang merasakan kehadiran motor tersebut memalingkan wajahnya untuk melihat siapa orang tersebut.
“Bapak...”, sapa Widya.
“pulang jam segini dari mana, bu?”
“Dari rumah ibu sama bapak, pak”
Pengendara tersebut ternyata pak Narto yang sedang berkeliling sore dengan motornya. Seperti biasa, setiap pak Narto melihat Widya pasti gejolak birahinya selalu naik. Entah kenapa pak Narto bisa selalu dibuat tak tahan hanya dengan melihat badan Widya tersebut. Dengan rasa birahinya yang muncul seketika, pak Narto mengutarakan niatannya.
“jangan gila, pak. Ini tempat umum”, tolak Widya.
“ibu tau sendiri kan ini jalanan jarang dilewati orang karna memang disini belum ada pembangunan. Kita lakukan di balik rumput itu saja, bu. Lagian rumputnya tinggi-tinggi jadi ga ada yang bakal liat”, ucap pak Narto sambil menunjuk rerumputan tinggi di samping jalan.
“nanti malam saja, pak”, ucap Widya mau berjalan, namun pergelangan tangannya di tangkap oleh pak Narto.
“Bapak janji bakal lakuin cepet. Bapak sudah ga tahan banget, bu. Lagian bapak sedang ditunggu buat jaga pos. Saya janji bakal cepet selesai, bu”
Belum sempat Widya mengeluarkan suara penolakannya lagi, pak Narto menepikan motornya dan menarik Widya untuk masuk ke dalam rerumputan. Pikiran Widya sedang penuh dengan memikirkan cara kedepannya, dia juga sebenarnya mau melakukan permintaan pak Narto, tapi alasan dia tak mau karna hal tersebut diminta di tempat umum jadinya Widya menolak.
“pak! Saya mau puasin bapak, tapi bukan bisa seenaknya di tempat seperti ini, pak”
“tapi saya Cuma sebentar aja, bu. Ayo lah, bu”
“Maaf, pak”
Mungkin karna kepala Widya yang sedang penuh dengan apa yang sedang dipikirkan, Widya mendapat dorongan menolak secara langsung apa yang diinginkan oleh pak Narto. Bahkan hal tersebut lebih tegas dibanding penolakan yang pertama kali Widya lakukan pada pak Narto dulu.
Dalam hal tersebut untungnya pak Narto tak marah dengan penolakan yang diberikan oleh Widya. Widya memang sempat berpikir sedetik setelah dirinya melontarkan kalimat tersebut, Widya takut bahwa pak Narto akan marah dan berbuat nekat dengan menariknya secara paksa ke dalam rerumputan dan dipaksa untuk memuaskannya atau lebih tepatnya dirinya akan di perkosa kembali, bukan Widya lakukan secara terbuka.
Widya yang sudah berjalan sedikit jauh dari pak Narto, pria tersebut menaiki motornya dan bergerak lambat di samping langkah Widya.
“Yaudah kalo begitu nanti malam saja bapak ke rumah dan ibu harus mau”, ucapnya lalu tancap gas.
Widya yang mendengar ucapan pak Narto hanya acuh dan tak terlalu memikirkannya. Ia terus melangkahkan kakinya untuk berjalan pulang ke rumah. Lampu jalan terlihat sudah mulai menyala menerangi jalan yang Widya injak.
Mengingat sore kala itu membuat Widya merasakan marah dan merubah pandangannya terhadap orang yang selama ini ia hormati. Widya sadar betul bahwa dirinya sering mendapatkan perlakuan seperti itu dari pria yang mendaki kenikmatan atas dirinya, namun apa yang di lakukan oleh pria itu terasa beda bagi Widya.
Tak bisa dipungkiri bahwa Widya juga pertama menikmatinya. Bagaimana Widya menjelaskan perasaan tak menentu yang ia rasakan, yang jelas dirinya merasa kurang terima dengan perlakuan yang ia terima.
Apa dan siapa yang Widya maksud itu?
Saat dirinya sampai di depan gerbang rumah tak sengaja berjumpa dengan sang anak yang juga pulang sehabis kegiatannya. Wajah kusam yang Widya keluarkan dari rumah kedua orang tuanya berubah menampilkan wajah yang ceria seperti biasanya di depan sang anak.
“Loh, mamah darimana?”, tanya Evan masih diatas motornya.
“Dari rumah ibu”, sambil menyuguhkan senyumnya.
Evan yang berniat turun dari motornya dicegah oleh Widya, “mamah aja yang buka gerbang”.
“Udah makan apa belum, nak?”, tanya Widya melihat Evan menutup pintu rumah.
“belum, mah”
“Aduh gimana ya...mamah lupa belum masak buat makan malam, tadi mamah keasyikan di rumah ibu sampe kelupaan buat makanan”
“Gapapa kok, mah. Kalo gitu biar Evan pesanin lewat aplikasi aja ya”, Widya mengangguk.
“mau apa, mah?”, sambungnya.
“Ngikut kamu aja deh”
“Sambil nunggu pesanan datang Evan mau Selesain tugas Evan sama sekalian mandi”
Sepeninggalnya Evan naik ke kamarnya, Widya juga masuk ke dalam kamarnya untuk mandi karna hati sudah gelap dan dirinya merasa lengket akan keringat.
---
EVAN
“HHAAAAHHHH....capek juga hari ini”, ucap Evan sambil mengendarai motornya pulang.
Kecepatan yang Evan pacu pada sepeda motornya tak terlalu cepat dan saat baru melewati gerbang utama masuk Komplek dirinya berpapasan dengan pak Narto yang sama juga menggunakan sepeda motornya. Seperti biasa saat Evan bertemu dengan Satpam tua tersebut Evan tak selalu lupa untuk menyapanya walau hanya sekedar lambaian tangan biasa dan pak Narto membalas lambaian tangan balik sambil tersenyum ramah.
Saat dirinya sudah dekat dengan rumah, Evan melihat sosok perempuan yang tak asing lagi bagi dirinya. Sosok mamahnya terlihat berjalan sendirian entah dari mana beliau itu.
“Loh, mamah dari mana?”
Terlihat dari kejauhan tadi wajah mamahnya terlihat kusam seperti sedang memikirkan sesuatu, namun langsung berubah ketika tau bahwa ada Evan di depannya.
Beberapa percakapan singkat terjadi dan Evan masuk mengikuti mamahnya yang terlebih dahulu di depan, Evan menyalakan rokok terakhirnya sebelum masuk mengikuti mamahnya.
Dari pandangannya Evan bisa melihat tubuh mamahnya yang sekal itu, walau hanya memakai pakaian biasa namun masih tetap membuat wanita tersebut tetap terlihat keseksiannya. Lekuk tubuhnya tercetak jelas dari pakaian yang ia kenakan membuat Evan menelan Salivanya.
Dari belakang Evan hanya memperhatikan sosok wanita yang mendapat peran sebagai mamahnya.
Layaknya laki-laki, Evan yang dikenal oleh mamahnya sebagai anak baik pun juga pasti bisa merasa apa itu namanya terangsang akan tubuh seorang wanita, begitu pun akan tubuh mamahnya sendiri. Lekuk tubuh yang masih terlihat sempurna seperti ABG dan buah dada yang menyembul padat dari balik baju, pantat yang berisi dan kulit putih mulus. Sosok wanita berumur 38 tahun, namun terlihat tak seperti umurnya itu. Tak terangsang? Ga normal. Mempunyai hasrat untuk menggagahi itu baru salah.
Setiap orang mempunyai sisi baik dan buruknya sendiri. Setiap orang yang terlihat baik belum tentu dalamnya juga mencerminkan yang sama. Masih ada, tapi tak banyak dan tak bisa tau yang mana saja.
Sama seperti Evan sendiri. Terlihat tak ada maslah dan hidup tanpa ada h yang terlihat buruk? Jangan terlalu cepat menilai. Evan sosok yang masih samar-samar untuk ditebak.
Evan berjalan pergi ke kamarnya, namun saat berjalan Evan merasa kurang nyaman karna celananya terasa sedikit sesak dari sebelumnya akibat terangsang oleh tubuh sang mamah. Kalakiannya terasa mulai mengeras dan membesar.
Setibanya di dalam kamar, Evan yang tak tahan dengan dorongan birahi yang datang membuatnya langsung menurunkan celananya dan mengeluarkan kontolnya yang sudah tegak berdiri sedari tadi. Di matikannya dengan cepat rokok yang masih tersisa banyak itu.
“Ooohhhh...ga tahan gue lihat badan mamah sendiri. Emang sudah gila gue”
“Maafin Evan, mah. Sssshhhhh....”
Sambil mengocok pelan kontolnya, Evan membuka laptopnya yang berada di dalam tas dan mengakses internet. Jemarinya membuka aplikasi bernama Instagram lewat laptopnya itu. Ia klik salah satu akun yang dimana akun tersebut adalah akun milik mamahnya. Disana terdapat banyak foto-foto mamahnya dan setelah merasa pas dengan salah satu foto, Evan kembali mengocok kontolnya sambil melihat foto pilihannya itu.
Foto saat Widya memakai kebaya di acara resepsi salah satu temannya itu. Bagi Evan foto tersebut sangat seksi, dimana sang mamah memakai kebaya dengan memperlihatkan belahan dadanya yang besar dan kulit dada atas yang mulus bersih.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Kocokkan yang Evan lakukan sungguh bersemangat. Entah setan darimana karna ini adalah kali pertamanya ia berani beronani sambil melihat foto mamahnya sendiri dan kali pertama juga ia tak kuat karna terangsang oleh tubuh mamahnya. Salah, hal tersebut memang salah, tapi semua seakan tertutup oleh nafsu.
“Mah...toket mamah mantap banget. Ssshhhh...Evan pengen remas toket mamah itu. Ssshhhh....”
“Kenapa tubuh mamah buat Evan nafsu begini, mah”, ucapnya sambil mengocok cepat kontolnya di depan layar laptop yang tengah menampilkan foto Widya.
Nafsu setan yang menyerang Evan kian menjadi dan rasanya Evan kurang puas dengan apa yang sedang ia lakukan. Ia kemudian memasukkan kembali kontolnya ke dalam celana dan pergi ke bawah dengan jalan yang terburu-buru.
Evan pergi ke arah dapur dimana disitu terdapat kamar mandi yang biasa digunakan untuk Widya mencuci pakaian. Dengan tergesa Evan menghampiri keranjang pakaian kotor dan disana Evan mencari dalaman milik mamahnya yang akan dicuci. Benar, Evan menemukan celana dalam berwarna putih milik mamahnya, namun ada yang aneh disana karna pada celana dalam milik mamahnya itu terdapat cairan kental.
Saat Evan coba untuk menciumnya ternyata bau anyir seperti bau carian peju. Evan coba pegang cairan tersebut juga teksturnya kental dan lengket. Tak sengaja Evan melihat Name Tag bertuliskan huruf kapital “NARTO”. Name Tag tersebut terselip diantara pakaian kotor lainnya.
“apa pak Narto kesini dan onani pake celana dalam mamah?”, pikir Evan.
Jika dipikir satpam tersebut memang datang ke rumah, jika tidak kenapa ada Name Tag miliknya yang berada di keranjang pakaian?
Bukannya marah, Evan malah dibuat makin terangsang oleh hal itu. Tanpa babibu, Evan mengambil celana dalam mamahnya yang berlepotan peju itu ke dalam kamarnya. Di dalam kamar, Evan kembali mengeluarkan kontolnya untuk kembali dikocok.
Menggunakan bagian yang tak terkena cairan peju, Evan melilitkan celana dalam mamahnya itu untuk membungkus kontolnya dan menggunakan untuk mengocoknya. Rasa nikmat yang Evan rasakan sungguh sangat berbeda di banding saat belum menggunakan celana dalam tersebut.
Beronani membayangkan mamahnya sendiri menggunakan celana dalamnya membungkus kontol serta melihat foto seksi mamahnya membuat Evan sangat menikmati hal tersebut.
“Aaaakkkkhhh....nikmat banget rasanya. Ssshhhh...Evan pinjam celana dalamnya buat kocok kontol Evan, mah. Ssshhhh....”
“tadi pak Narto ngocok di celana dalam mamah...apa jangan-jangan pak Narto tadi ngentotin mamah? Ssshhhh....mamah nakal banget. Ssshhh....Aakkkhhhh...”, racau Evan.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Entah mungkin karna terlalu bernafsu atau karna hal lain, Evan dengan cepat meraih klimaksnya dengan menyemprotkan semua cairan peju nya di celana dalam mamahnya itu. Celana dalam yang sebelumnya terdapat peju pak Narto yang banyak, sekarang bertambah banyak oleh peju milik Evan.
“Aakkkhhhh....mmaahhh... Ssshhhh....”, ucapnya sambil mengoleskan sisa-sisa peju nya pada celana dalam.
Buka. Hanya digunakan mengelap kontolnya, Evan juga menggunakan untuk mengelap layar laptopnya yang tadi terkena semprotan peju nya itu secara menyeluruh hingga bersih kembali.
Pertama kalinya Evan melakukan hal diluar batasnya, tapi rasa yang ia dapat bukan hanya sekedar rasa nikmat, tapi juga rasa puas yang ia rasakan sehabis onani sambil melihat foto beserta menggunakan celana dalam mamahnya sendiri sebagai sarana kocoknya. Bukan sedikit, tapi memang sangat salah bisa Evan sadar hal tersebut.
Setelah selesai dengan kegiatannya, Evan tak mau berbuat ceroboh dengan mengembalikan celana dalam milik mamahnya yang sudah berlepotan cairan peju miliknya beserta cairan lain yang masih belum terlalu jelas punya siapa itu ke dalam ranjang pakaian kotor. Evan memilih untuk menyimpan celana dalam tersebut di tempat yang aman supaya tak diketahui oleh pemiliknya.
“sepertinya gue memang harus mulai sedikit memperhatikan tingkah pak Narto”, pelannya.
Evan baru teringat bahwa dirinya punya pekerjaan yang belum ia selesaikan. Menggunakan jemarinya Evan langsung berkutat di papan keybord menyalin kalimat-kalimat yang ada di dalam buku yang diberi oleh dosennya.
---
Sementara itu di lantai bawah di waktu sebelumnya saat Evan masih mengurut benda kalakiannya di dalam kamar.
Widya tengah berada di dalam kamar mandinya sudah telanjang bulat bersiap untuk mandi, tapi niat mandinya harus tertunda karna dirinya tiba-tiba merasa birahinya muncul. Dengan duduk di lantai kamar mandi, Widya membuka kedua kakinya sambil menggosok sendiri bibir memeknya menggunakan tangan.
Tangan satunya bergerak meremas kedua buah dadanya sambil mulutnya terus mengeluarkan desahan.
“ssshhhhh....ssshhhhh....”
Gosokan telapak tangannya bergerak makin cepat menggesek bibir memeknya hingga terasa mulai panas dibuatnya. Merasa kurang untuk meredakan birahinya, Widya meraih botol shampo yang berukuran tak terlalu besar dan langsung memasukkannya ke dalam lubangnya lalu dikocok keluar masuk dengan mulut menganga menahan nikmat.
Widya mengingat kembali kejadian sore itu yang membuat dirinya merasa kesal dan ada rasa marah yang muncul. Sore dimana dirinya diperlakukan seperti budak yang sempurna oleh sang mertua. Walau bersama pak Narto juga ada disana, namun semua emosinya hanya tertuju pada sang mertua. Sore sehari sebelum pulangnya pak Kasno ke kampung halamannya.
*
Pak Kasno pulang dari pasar bersama pak Narto yang mengantarkannya membeli bibit tanaman. Saat itu Widya disuruh untuk membuatkan kopi oleh pak Kasno dan sekembalinya dari dapur, pak Kasno menyuruh Widya untuk melepaskan semua bajunya hingga telanjang bulat di depan pria tua tersebut.
Belum selesai. Pak Kasno membawa tali dengan rupa seperti tali yang sering di gunakan oleh anak-anak Pramuka. Widya disuruhnya untuk tetap diam dalam berdirinya dan pak Kasno mulai melilitkan tali tersebut ke lingkar dada Widya hingga lingkar buah dada Widya menyembul dengan menantang memperlihatkan otot-otot hijau payudaranya.
“Narto, tadi barang yang ditemukan pas dipasar tolong ambil”, ucap pak Kasno pada pak Narto.
Pak Narto keluar menuju motornya dan terlihat mengambil sesuatu dari dalam jok motornya. Benda yang dimaksud sudah ditangan, pak Narto lekas masuk kembali ke dalam rumah.
“Ini, pak”, ucapnya sambil memberikan—
“Bukannya itu ikatan yang suka dipake hewan peliharaan?”, kaget Widya dalam hati melihat benda yang dimaksud.
“maksud ayah apa? Bukannya itu kalung peliharaan yang biasa dipasangkan ke leher peliharaan”, tanya Widya mulai waswas.
“Memang benar, Wid. Tadi pas di pasar bapak ga sengaja menemukannya tergeletak terus bapak ambil”
“pas bapak lihat ini, bapak langsung ingat sama kamu. Kamu sekarang kan bukan menantu ataupun istri almarhum anak bapak, tapi kamu sekarang hanya peliharaan nafsu. Setelah kematian Harjo, kamu nakal banget Widya, karna hal itu bapak mau kasih hukuman buat kamu”, ucap pak Kasno.
“tapi, yah... Ini sudah keterlaluan, yah”
“sudah, kamu nurut saja atau bapak bakal bilang ke semuanya kalo kamu tukang menyeleweng”
Widya merasa tak bisa berbuat apa-apa dengan ancaman mertuanya itu. Yang bisa Widya lakukan hanya pasrah saat itu saat pak Kasno memasangkan kalung peliharaan itu di lehernya dan menariknya untuk berjalan mengikutinya masuk ke ruang tengah. Baru beberapa langkah, pak Kasno membentak Widya karna posisi jalan Widya dirasa salah olehnya. Widya disuruh untuk berjalan merangkak.
Widya tak percaya dengan perlakuan yang diberikan oleh mertuanya itu. Sosok ayah dari almarhum suaminya yang ia kenal baik, sopan dan ramah. Sosok yang ia hormati selama ini malah melecehkannya sedemikian rupa seperti budak, seperti peliharaan. Dadanya merasa sakit dan emosinya mulai muncul, namun tak berani ia keluarkan.
“Nah jalannya kaya gitu, Wid. Kamu memang menantuku yang penurut”, ucap pak Kasno sambil melihat Widya.
“Tapi sayangnya murahan”, lanjutnya sambil tertawa puas.
Sekilas Widya melihat pak Narto yang hanya diam melihatnya. Justru pria yang selalu menyetubuhi nya dengan kasar dan sering mengeluarkan kalimat umpatan, malah tak pernah berbuat sampai sejauh itu pada dirinya.
Dengan jalan yang sedikit susah akhirnya Widya sampai di ruang tengah, masih dengan posisinya. Pak Kasno menyuruh pak Narto untuk membuka celana.
“Katanya tadi kamu kepingin cepat-cepat pulang buat tuntaskan nafsumu, To? Keluarkanlah kontolmu itu yang sudah buat menantuku ini jadi murahan”
“pakai mulutnya”, sambungnya yang kini sudah duduk di sofa.
“bangsat kau, yah”, umpat Widya dalam hati sambil melihat tajam ke arah pak Kasno.
Pak Kasno yang sadar akan tatapan tajam mata menantunya itu, langsung mengangkat tangannya dan menampar pipi halus Widya hingga sedikit berwarna merah.
PLAK!!!
“Jangan pernah melotot kalo lihat saya”, ucapnya sambil mengelus pipi Widya yang habis ditamparnya itu. Mata Widya sedikit berkaca, namun tatapannya tetap tajam garah pada pak Kasno.
Dilihatnya, pak Narto lekas menurunkan celananya dan mengeluarkan kontol besarnya yang sudah tegang maksimal. Di arahkannya ke depan wajah Widya dan langsung memasukkannya ke dalam mulut Widya untuk di kulumnya.
Pak Kasno tiba-tiba bangkit dari duduknya dan bergerak ke arah Widya dengan tangannya masih memegang ujung tali yang terpasang di lehernya itu. Pak Kasno membantu menggerakkan kepala Widya untuk maju mundur ke arah selangkangan pak Narto. Sementara pak Narto tak seperti biasanya, hanya berdiri diam dan mendesah karna kuluman mulut Widya pada kontolnya.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
“ssshhhhh...ssshhhhh....”
Widya yang mengingat kejadian itu rasa hormat yang pernah ia berikan pada mertuanya kian berubah menjadi rasa benci, walau begitu gerakan tangannya yang tengah mengeluar masukan botol shampo di dalam lubang memeknya tak berhenti. Terus dikocoknya olehnya.
“Akan ku balas pelecehan ini, bajingan!!! AAAKKKKHHHHH!!!!”
CUUURRRRR!!!
Bersamaan dengan umpatan sakit Widya yang ditunjukkan pada sang mertua, Widya mengalami orgasmenya dengan dahsyat. Menyembur dengan deras sampai mengucur keluar hingga mengenai pintu kamar mandinya. Cukup panjang orgasme yang Widya alami di dalam kamar mandi sampai badanya merasa lemas karna tenaganya banyak yang terbuang.
Setelah redanya orgasme yang Widya rasakan, Widya tak langsung bangkit dari posisinya. Ia harus menunggu beberapa menit sampai bisa berdiri untuk melakukan tujuan utamanya, yaitu mandi.
TINGTONG!!! TINGTONG!!! TINGTONG!!!
Beberapa kali terdengar suara bel rumah dipencet saat Widya tengah berdiri dibawah guyuran air. Awalnya ia diam karna pasti akan dibukakan oleh anaknya, namun dari suara bel yang terdengar sepertinya masih belum ada yang menerima tamu tersebut. Lagian kamar Widya berada dibawah dan jarak ke pintu utama tak terlalu jauh, jadi yang mungkin bisa dengar dengan jelas hanya dari kamarnya.
Dengan sedikit malas akibat rasa lemas sehabis orgasme, Widya mematikan nyala shower airnya dan mengambil handuk untuk dililitkan pada tubuh telanjangnya yang basah. Dengan rambut yang masih meneteskan air, Widya berjalan keluar menuju pintu utama.
CEKLEK!!!
Yang Widya lihat saat pintu telah dibuka adalah sosok pria muda dengan kantung keresek berwarna putih yang dipegang. Sosok pria muda yang Widya lihat ternyata teman dari anaknya yang bernama Deni.
“ma-malam, tan”, salam Deni terbata sambil tersenyum kikuk.
“loh, Deni ya? Tadi saya kira Ojol yang datang nganterin pesanan makanan”, balas Widya.
Deni terdiam sambil melihat penampilan ibu temannya itu sedang memakai handuk yang hanya dililitkan pada tubuh telanjangnya. Deni sudah bisa menebak bahwa ibu temannya itu tadi dalam keadaan mandi. Tak bisa dipungkiri bahwa Deni terpesona dengan tubuh Widya yang terlihat masih fresh seperti anak muda itu.
Kedua paha mulus yang terpampang, buah dada yang menyembul tergencet lilitan handuk dan kulit dada hingga leher putih mulus tanpa noda membuat batangnya kian mengeras dari balik celana. Deni terdiam dalam lamunannya sambil terdengar ia menelan salivanya melihat penampilan Widya.
“Deni...”
Panggil Widya sambil menatap bingung ke arah Deni, namun tak lama karna Widya sadar akan diamnya pemuda tersebut. Widya sadar bahwa dirinya hanya memakai handuk yang dililitkan pada tubuhnya sementara di balik handuk tersebut dirinya sama sekali tak memakai apapun.
“Deni terangsang sama aku?”, batin Widya meneliti pria muda itu sambil melihat ke arah selangkangannya yang memang terlihat menonjol besar dari balik celana Jeans nya.
“Benar-benar terangsang anak ini sampe kelihatan jelas ada yang bangun gitu”, lanjut batinnya.
“Oh iya, ada apa Deni? Mau ketemu sama Evan ya?”, ucap Widya membuka suasana.
“iya, tante. Oh iya, ini tadi pas saya baru nyampe saya ketemu sama Ojol yang nganterin makanan tante, katanya udah dibayar makanya saya bilang biar saya aja yang bawa masuk”, ucap Deni sambil memberikan kantung keresek putih tersebut.
“Wah udah sampai ternyata. Makas—“
Saat kedua tangan Widya menerima kantung keresek yang diberikan oleh Deni, tiba-tiba handuk yang melilit tubuhnya lepas dan terjatuh ke lantai. Sontak tubuh Widya yang sama sekali tak memakai apapun di balik handuk bisa dilihat dengan jelas oleh Deni. Deni sendiri bisa melihat saat handuk tersebut terlepas, kedua buah dada ibu temannya itu bergoyang. Deni makin dibuat pusing atas bawah dengan kejadian itu.
“Aduuhhh....”, kaget Widya saat mengetahui handuk yang ia pakai terlepas.
Karna tangannya tadi sudah menerima keresek, Widya jadi kesusahan untuk mengambil handuknya kembali dan bingung. Sebenarnya tangan satunya bisa ia gunakan tapi karna kaget Widya sampai lupa akan cara tersebut. Widya hanya reflek berjongkok sambil menutupi buah dadanya, namun lagi-lagi Widya lupa bahwa langkah jongkoknya malah memperlihatkan selangkangannya.
Sebuah keberuntungan tersendiri untuk Deni bisa melihat hal indah seperti itu. Tanpa sadar Widya yang awalnya memperlihatkan buah dadanya, kini malah memperlihatkan kembali selangkangannya.
Untungnya Deni masih bisa mengontrol pikirannya, walau dirinya juga sudah sangat terangsang akan hak tersebut. Dengan sopan Deni mengambil handuk Widya yang terjatuh dan sontak Deni bisa melihat lebih jelas dan dekat lagi selangkangan Widya yang bersih dari rambut kemaluan.
“GLEK!!!”, Di telannya ludah dengan mantap.
Di tangannya Deni berhasil mengambil handuk milik Widya dan masih menggunakan kesopanannya, Deni mencoba memakaikan handuk tersebut pada tubuh Widya. Perlahan Widya ikut menggerakkan tangannya untuk membenarkan lilitan handuknya kembali. Namun tanpa sengaja kembali dan keberuntungan untuk Deni. Tangan Deni tak sengaja menyenggol buah dada Widya yang kenyal itu, bahkan sepersekian detik jarinya menggesek puting Widya.
“Maaf, tan”, ucap Deni saat tak sengaja menyentuh area tersebut.
Widya hanya diam dan kembali melanjutkan lilitan handuknya hingga kembali pada posisi yang aman. Setelahnya Widya bangkit dari jongkoknya dan memberikan senyum yang mengartikan, “tak apa”.
“Yaudah masuk, Evan ada di kamatnya tuh. Oh iya, sama tokong ya, Den nanti sekalian bilang kalo makanannya udah datang. Kamu juga makan sekalian”, ucap Widya mencoba untuk sebiasa mungkin.
“iya, tante. Kalo begitu, Deni izin mau ke Evan dulu, tan”, ucapnya sembari berjalan menjauh.
“aduh, teman anakku sudah lihat badan telanjangku ini”, batin Widya.
Widya sudah kembali dari kamarnya dengan pakaian yang sudah dikenakan setelah mandi. Saat dirinya menuju ruang makan ternyata di sana sudh ada anaknya dan temannya itu yang tengah duduk menunggu sambil mengobrol ringan.
Sadar akan kedatangan Widya, Deni tersenyum ramah ke arahnya, namun bagi Widya senyuman itu terasa berbeda mengingat kejadian tadi pas di pintu.
“kok pada belum dimakan?”, tanya Widya sambil menarik kursi dan duduk di sebelah Evan.
“nungguin mamah, biar bareng aja sekalian makannya”, balas Evan.
Widya sadar betul saat dirinya sedang menyuapkan makanan ke dalam mulutnya bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh Deni, namun Widya mencoba untuk berpura-pura tak mengetahui hal tersebut. Walau tak melihat secara langsung, tapi Widya bisa tau bahwa Deni sering meliriknya dan Widya juga melihat kegusaran dalam tubuh Deni itu dengan terlihat seperti tak nyaman dengan posisi duduknya.
“Pasti ngaceng itu anak”, tebak Widya.
“gimana, mah minggu depan jadi berangkat?”, tanya Evan.
“jadi...”, jawab Widya.
Seketika Widya teringat akan kehamilannya yang baru menginjak usia 2 minggu itu. Bagaimana pun caranya Widya tak ingin Evan tau akan fakta tersebut. Disamping dirinya yang sudah menjanda namun masih bisa hamil. Sambil mengusap perutnya yang masih belum terlihat kehamilan Widya menundukkan kepalanya. Hal yang dilakukan Widya disadari oleh Evan yang memang duduk di sebelahnya.
“mamah sakit perut?”
“EH! Ga kok, mamah Cuma mikir kalo makan nasi padang buat santapan malam itu bisa bikin gemuk atau ga”, Widya mengambil alasan sambil tersenyum membalasnya.
“ya ga lah, mah. Ada-ada saja mamah ini”
---
Bukannya Widya berani dihamili karna untuk memenuhi keinginan Evan mempunyai seorang Adik yang ia idamkan sejak lama? Bukannya Evan setuju bila mamahnya hamil dan itu memang keinginannya? Mohon baca Chapter sebelumnya jika bingung atau lupa.
---
Setelah santap malam selesai, anaknya bersama temannya naik kembali ke dalam kamar untuk melakukan kegiatannya yang Widya sendiri tak terlalu tau apa yang mereka lakukan jika sedang bersama. Lagian malam itu juga baru pertama kalinya Deni datang dengan tujuan bermain ke rumah.
Berkutat di dapur untuk membersihkan beberapa piring dan gelas kotor sehabis digunakan tadi, Widya berdiri demgan kedua tangannya yang berlumur busa sabun cuci. Tangannya bergerak dengan biasa, namun pikirannya kembali berlarian tak bisa dicegah. Kepala Widya kembali diselimuti perasaan bingung yang dirasa soal kehamilannya itu.
“lebih baik aku gugurin?”, batin Widya.
“tapi di umurku sekarang buat hamil saja sudah berisiko, apalagi harus menggugurkan?”
“jika kandungan ini tetap di pertahankan bagaimana kedepannya? Bagaimana tanggapan Evan dan keluarganya? Belum lagi jika tetangga tau pasti bakal di cemooh habis-habisan”
Widya masih belum bisa memikirkan jalan keluar dari masalahnya itu. Sepertinya memang butuh waktu untuk bisa mengambil sebuah keputusan yang tepat karna keputusan yang akan diambil bukan perkara mudah. Di pertahankan maka harus siap demgan segala konsekuensi dan di lepas berarti dia juga tak langsung membunuh calon anak dari darah dagingnya sendiri, walau dari hasil hubungan yang salah.
Widya mengelap kedua tangannya menggunakan celemek yang ada dan bergegas pergi ke arah pintu utama karna dirinya mendengar ada seorang tamu berkunjung memencet bel rumah.
“Malam, bu Widya”, sapanya sambil tersenyum.
Pak Narto. Widya sudah tau apa tujuan pria tua itu datang berkunjung ke rumahnya. Apalagi kalo bukan meminta jatah atas tubuhnya itu. Udara ia hirup secara dalam dan menghembuskannya.
“Sekarang ada anak sama teman anak saya, pak”, ucap Widya.
“Ga bakal ketahuan kok, bu”
“Pak...saya akui kalo saya memang menikmati apa yang bapak berikan pada saya, tapi bukan kaya gini juga. Saya masih punya rasa sadar. Kita melakukannya atas dasar saling membutuhkan, tapi untuk sekarang saya sedang tak sedang tak mau, jadi bapak tolong pergi dulu”, ucap Widya sambil mencoba menutupi kembali pintu rumah, namun ditahan oleh pak Narto.
“tapi saya butuh , bu. Bu Widya sekarang bilang sedang tak mau, tapi kalo ibu sudah kena kontol saya, ibu bakal lupa diri lagi. Sebentar aja deh, gapapa”
“bapak jangan ngelunjak ya. Kalo bapak tetap memaksa saya bakal teriak dan saya jamin bapak ga bakal saya kasih lagi”, ancam Widya penuh dengan penekanan.
Walau kasar dalam bermain, tapi pak Narto bukan orang yang suka mengancam balik orang lain. Untungnya ia bisa sedikit merasa sadar dengan posisinya itu sehingga pak Narto menerima penolakan dari Widya untuk pergi.
“oke, bu. Tapi nanti kalo nak Evan ga ada tolong puasin bapak lagi ya. Bapak udah tahan dari pagi soalnya pengen coblos memek ibu lagi”, ucapnya seraya pergi dan langsung Widya tutup pintu rumah.
Sudah tak ada pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan, Widya memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamarnya. Samping menyandarkan kepalanya di kepala ranjang Widya bersandar. Merasa suntuk dan belum mengantuk, Widya mencoba mengambil ponselnya uang sedari ia tinggalkan di atas meja kecil samping ranjang.
Baru saja Widya menghidupkan jaringan internet dan sekejap kemudian banyak notif yang masuk, entah itu pesan Broadcast ataupun pesan dari para ibu-ibu lainnya. Namun ada 1 chat dengan nomor yang ia kenal menyita perhatiannya.
Sontak Widya dibuat kaget dengan isi pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal tersebut. Pesan yang memuat beberapa menit video singkat yang tengah menunjukkan dirinya saat bergumul dengan pak Narto tempo hari diranjangnya dan dari sudut pengambilan gambar sepertinya diambil dari luar jendela kamarnya.
“Apa ini?!”, kagetnya.
Widya melihat dengan jelas di dalam video itu saat dirinya tengah berada dalam posisi di doggy oleh pak Narto dan pria tua tersebut tengah menggerakkan pantatnya maju mundur dengan cepat dan bertenaga.
“Siapa orang ini?”, pikir Widya dengan perasaan cemas.
Nomor pengirim pesan tak Widya kenal sama sekali dan pada foto profilnya juga tak menampakkan jati diri dari orang tersebut.
“kita bisa bicarakan ini secara baik-baik, bu”, baris kalimat yang terdapat setelah kiriman Video.
Dengan cepat Widya membalas pesan misterius tersebut dan sudah lewat dari 2 menit pesannya sama sekali belum dibalas maupun dibaca. Hanya tanda ceklis dua dengan warna belum berubah menjadi biru.
Sambil menunggu dengan perasaan tak menentu, posisi menyandar Widya terasa tak nyaman. Beberapa kali terlihat tubuhnya tak bisa diam dalam posisinya, hingga terdengar “TING!!!”, bunyi pesan masuk.
Lekas Widya membuka kembali ponselnya dan mengecek balasan orang tersebut.
“jika ibu bisa diajak untuk bekerja sama maka video akan saya jamin keamanannya”, balasnya.
“Apa maksud Anda mengirimkan video itu dan siapa Anda?!”
Setelah balasan chat Widya, orang tersebut beberapa menit menghilang tanpa menjawab pertanyaan Widya.
“Sekarang ibu coba keluar dari rumah dan buka gerbang”
Sebenarnya Widya enggan untuk menuruti keinginan pesan tersebut, namun terpaksa karna rasa cemas dan takut bila ada kejadian yang diluar dugaan bisa terjadi nantinya.
Widy turun dari ranjang nyamannya keluar dari kamar dan berjalan mencoba menuruti permintaan orang tersebut untuk keluar dari rumah dan membuka gerbang. Namun saat Widya sudah menuruti perintah tersebut, Widya sama sekali tak menangkap tak ada orang sama sekali.
“Saya sudah lakuin sesuai keinginan Anda”, chat Widya.
“Ini nomor anakmu dan orang tuamu kan?”, balasnya disertai beberapa deret nomor penting yang Widya punya.
“maksud Anda apa?!”, emosi Widya mulai keluar dan rasa khawatir yang ia rasakan semakin menjadi hingga rasanya tubuhnya bergetar.
“jangan marah dong, bu. Santai saja”
Widya tak membalas pesan tersebut.
“Jika ibu masih ingin video ini aman maka ibu harus menuruti apa perintah saya...TANPA TERKECUALI”, balasnya dengan kalimat terakhir penuh penekanan.
“apa yang Anda inginkan? Uang? Saya bakal kasih. Berapa?”
“uang? Jangan bercanda, saya sudah punya hal itu. Yang saya butuhkan bukan soal materi, saya hanya ingin apa yang belum saya dapatkan saja”
“Apa ibu mau menurut?”, sambungnya.
Widya berdiri di luar gerbang rumahnya dengan pikiran yang penuh dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Widya berpikir keras untuk pertanyaan tersebut. Apakah dirinya akan menyetujuinya atau sebaliknya. Keuntungan dan kerugian sudah pasti akan di terima eh Widya.
Keuntungan jika dirinya menyetujui maka video yang orang misterius itu punya akan tetap aman, disisi lain kerugian juga menanti dirinya, walau belum tau kerugian macam apa yang akan Widya terima.
Setelah beberapa saat memikirkan langkahnya, Widya mengetikan pesan untuk membalas.
“Baik saya setuju untuk menuruti apa keinginan Anda”
Dengan emot tertawa, orang tersebut membalas, “ini baru jawaban yang saya inginkan”
“apa ibu sudah siap dengan perintah pertama saya? Kalo ibu siap cukup anggukan kepala”
Membaca balasan orang tersebut, Widya menggerakkan kepalanya menengok ke segala arah mencoba mencari orang tersebut karna pelaku pasti sedang mengamatinya dari suatu tempat. Tapi dari pandangannya Widya sama sekali tak melihat adanya orang. Merasa kalah, Widya menganggukkan kepalanya.
“sekarang, ibu pergi ke dalam terus ganti celana ibu pakai celana leggings yang tipis dan tanpa celana dalam maupun tanpa Bra”
Widya tak tau maksud dari orang tersebut, namun karna dirinya merasa sudah terpojok akhirnya Widya hanya bisa berbalik badan masuk ke dalam rumahnya kembali untuk menuruti keinginan misterius itu.
Beberapa menit sosok Widya muncul kembali dari balik pintu gerbang rumah dan berdiri disana dalam diam sudah berganti celana. Widya terlihat masih mencari keberadaan orang yang memerintahnya itu.
“turunkan celana ibu dan bajunya. Saya mau lihat ibu menuruti perintah saya atau tidak”
Sambil melihat ke sekeliling memastikan tak ada orang yang bisa melihatnya, Widya mengikutinya dan menurunkan celananya sedikit hingga terlihat selangkangkannya yang sudah bersih tercukur. Widya menaikkan kembali celananya dan giliran bagian bajunya yang ia angkat sebatas leher. Kini kedua buah dada Widya terpampang dengan bebas tanpa di balut bra sama sekali. Angin malam terasa menerpa buah dada itu yang kenyal.
Saat dirinya melakukan perintah orang misterius, tiba-tiba dari belakang terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Lekas Widya dengan cepat menurunkan bajunya menutupi ketelanjangan payudaranya. Saat dilihat ternyata Deni.
Di hadapan teman anaknya itu Widya menjadi bingung akan bertingkah seperti apa hingga terkesan seperti orang gugup yang ketahuan basah melakukan hal diluar kebiasaan.
“O-oh Deni. Mau kemana?”, tanya Widya mencoba setenang mungkin.
“mau beli rokok duku, tan”, balas Deni dengan ramah memakai helmnya.
“tante ga dingin?”, sambungnya.
Ucapan singkat teman anaknya itu membuat Widya berpikir apakah orang misterius yang tengah mengancamnya itu adalah Deni? Itulah yang terlintas di kepala Widya. “tante ga dingin?”, ga ada yang salah sebenarnya dengan kalimat itu, hanya saja kalimat yang terlontar dari anak tersebut rasanya pas dengan keadaannya sekarang yang tengah berdiri di luar malam-malam menggunakan baju dan celana tipis, sementara bagian dalamnya sama sekali tak memakai apapun.
“Permisi dulu, tante”, ucapnya dari balik helm full face nya dan diberi senyuman balasan Widya.
Punggung Deni masih terlihat dari pandangan Widya dan orang misterius tersebut masih belum mengirimnya pesan lagi. Setelah Deni tak terlihat lagi, barulah orang tersebut mengirimkan pesan dengan perintah keduanya.
“sekarang coba ibu lihat kotak yang yang ada di samping tong sampah dan buka kotak itu”
Widya melangkah menuju tong sampah yang ada di depan rumahnya dan memang terlihat kotak dengan ukuran sedang tergeletak disana. Sesuai perintah, Widya membuka kotak tersebut dan apa yang ada di dalamnya membuat Widya kaget serta bertanya-tanya. Namun sepertinya si pemberi perintah sadar akan terkejutkan dan rasa bingung Widya.
“pakai itu lalu masturbasi di ambang gerbang”
“Ini orang benar-benar sudah gila! Aku disuruh masturbasi??”, batin Widya.
Sebuah Dildo karet dengan ukuran sedang terdapat di dalam kotak tersebut.
“Anda sudah gila?! Saya ga mau! Jika ada orang lewat dan melihat saya, mau ditaruh mana muka saya ini dan juga jika anak teman saya kembali. Bukan hanya itu, bagaimana jika yang melihat malah anak saya sendiri”, balas Widya.
“terserah ibu, jika ibu tak mau ya gapapa. Tapi jangan pernah salahin saya jika tiba-tiba anak serta orang tuamu tau akan video zinahmu dengan seorang pria tua”
“Dan untuk masalah orang bakal liat atau ga, ibu ga usah khawatir”, sambungnya.
“lekas pakai Dildo itu dan lakuin perintah saya sebelum teman anakmu itu kembali”
Tangan sedikit gemetar saat mengambil Dildo tersebut. Setelah benda karet itu telah ditangannya, Widya berjalan agak sedikit masuk dari batas gebang. Widya menghembuskan nafas panjangnya lalu menurunkan celana Leggings nya hingga copot salah satunya.
Widya duduk dengan posisi mengangkang memperlihatkan selangkangannya yang tersorot lampu. Selanjutnya ia masukan Dildo ukuran sedang itu ke dalam lubang memeknya dan mulai menggerakkan maju mundur secara perlahan. Sebelumnya Widya telah disuruh untuk menjilat dan di kulumnya Dildo karet tersebut hingga basah oleh ludahnya.
Walau terpaksa Widya juga mulai mengeluarkan suara desahannya. Widya sama sekali tak pernah terlintas di pikirannya bahwa dia akan bermasturbasi menggunakan Dildo yang ia keluar masukkan sendiri dengan tangannya di gerbang rumah yang dimana posisinya sedang mengangkang menghadap langsung ke jalan. Hal paling gila yang pernah Widya lakukan.
“ssshhhhh....ssshhhhh....”, desahnya lirih.
Saat Widya tengah mengeluar masukan Dildo di dalam memeknya, si pemberi perintah melakukan panggilan suara pada Widya dan diterimanya. Sembari mengocok selangkangannya, Widya akhirnya bisa mendengar suara orang tersebut, tapi sayangnya itu bukanlah suara aslinya. Suaranya berat seperti suara di televisi pas di wawancarai secara misterius.
“udah saya jaga kerahasiaan video ibu dan sekarang saya suruh ibu buat enak. Kurang baik apa saya, bu?”, ucapnya.
Widya merubah posisi mengangkang, kini dirinya bersandar di tembok dan tangannya masih bekerja menggerakkan Dildo tersebut.
“teruskan bu, saya pengen dengar langsung suara desahanmu itu”
Entah mulai terbawa suasana, Widya mulai meremas sendiri payudaranya yang hanya tertutup baju tipis. Sedangkan ponselnya ia letakan dibawah, namun suara panggilan masih dapat ia dengar.
Gerakan tangganya pada Dildo yang dikeluar masukkan kian terlihat sedikit cepat. Remasan tangannya pada buah dadanya secara bergantian menjadi remasan yang sedang menahan nikmat. Matanya terpejam seolah-olah Widya mulai di tertarik dalam kenikmatan yang ia dapatkan dari masturbasi outdoor nya itu.
“ssshhhhh...sssshhhhh....”
“Aaaakkkkhhh...sssshhhhh...kenapa...kenapa masturbasi di tempat terbuka seperti ini nikmatnya berlipat ganda? Sssshhhhh....”, batin Widya.
“ini enak. Ssshhhh....tapi juga takut kalo ada orang lewat. Ssshhhh....”
“Bagaimana kalo ada tetangga yang lihat? Bagaimana kalo Deni kembali dari membeli rokok dan melihatku? Bagaimana kalo Evan sendiri yang melihat mamahnya ini sedang masturbasi di luar rumah dengan gerbang terbuka? Ssshhhh....semuanya terasa enak. Sssshhhhh....”, batin Widya yang mulai hanyut oleh permainan tangannya sendiri.
Itulah Widya. Sosok yang sekarang sudah berubah menjadi sosok yang bisa dengan gampang terlena akan sebuah kenikmatan jika menyerah tubuhnya. Ia dengan gampangnya bisa terbawa arus birahi.
“Keluarkan payudaramu yang indah itu, bu. Tunjukan pada dunia bahwa payudaramu itu sanggat memesona”, ucap si penelepon.
Widya mengangkat tinggi baju yang ia pakai sampai batas leher dan memperlihatkan kedua bukit indahnya yang dapat dilihat kapan saja jika ada orang lewat. Apa yang orang tersebut perintahkan dan Widya lakukan justru membuat selangkangannya terasa makin basah dan Dildo karet yang sedang keluar masuk di lubang memeknya terlihat mulai mengkilat dibawah sorotan lampu.
Remasan pada kedua payudaranya semakin kencang dan bahkan beberapa kali Widya memelintir dan menarik putingnya secara bergantian mencoba sedikit meredam rasa nikmat yang ia dapatkan dari masturbasi itu.
“Ibu bayangkan jika sekarang ibu sedang di tonton banyak orang dan semua mata tertuju pada tubuhmu yang indah dan seksi. Bayangkan, bu”, ucapnya mempengaruhi pikiran nafsu Widya.
“Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....malu...”, balas Widya lirih saat membayangkan nya.
“Ga usah malu, bu. Kalo begitu anggap saja ibu sedang melakukannya di depan suamimu sendiri. Bayangkan jika ibu sedang memancing birahi suami dengan tingkah ibu itu”
Tak ada balasan dari Widya, hanya desahan yang terdengar dan kocokkan maupun remasan makin di perkuat oleh Widya.
“Aaaakkkkhhh...mass...Adek lagi pengen, mas....ssshhhhh...Adek ga tahan. Ssshhhh....”, desah Widya sambil membayangkan sedang berbicara pada almarhum suaminya, Harjo.
Untungnya rumah yang berada tepat berhadapan dengan rumah Widya merupakan rumah yang sudah beberapa bulan ini kosong oleh penghuni lamanya karna pindah, sehingga tak ada yang melihat aksi Widya tersebut. Walau begitu hal yang patut di waspadai juga masih banyak.
“Keluarkan dan jilat Didonya, bu. Rasakan cairan ibu sendiri”
“sssshhhhh....Ssllurrrpp....ssllurrrpp...”, Widya menjilati dan mengulum Dildo nya.
“jilat dan masukan terus ke mulut, itu adalah kontol suamimu, bu”
“ssshhhhh....remas tetek ku, mas. Ssshhhh....remas”, lirih Widya.
“Bagus, bu. Teruskan seperti itu”
Widya kembali memasukkan Dildo karet tersebut ke dalam lubang memeknya dan kocoknya dengan ritme keluar masuk yang makin cepat mencoba mengejar puncak kenikmatan yang selalu ia inginkan setelah kepergian sang suami. Remasan pada kedua buah dadanya juga semakin intens terjadi.
Rangsangan yang dilakukan oleh Widya sendiri dan dibantu arahan dari pria misterius itu membuat gejolak gelombang orgasmenya kian mendekati puncaknya. Nafas yang mulai memburu membuktikan bahwa orgasme telah dekat. Nafas yang keluar dari mulut Widya saat mendesah mulai panas.
“ssshhhhh....ssshhhhh....dikit lagi...Aakkkhhhh...sshhhh...”
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Orgasme yang sudah diujung tanduk membuat Widya makin cepat menggerakkan tangannya, namun saat orgasme yang hampir meledak tiba-tiba motor yang ditumpangi oleh Deni terdengar mendekat dan sudah sangat dekat. Widya yang sadar langsung berdiri dari posisinya dengan sisa tenaganya dan menaikkan kembali celana leggings nya secara cepat, tapi Widya lupa untuk mencabut Dildo karetnya yang masih tertancap di lubang memeknya.
Ponsel yang tergeletak di tanah langsung diambil oleh Widya yang dimana panggilan ternyata sudah diakhiri entah sejak kapan, Widya tak sadar.
Widya yang baru sadar tak sempat mengambil Dildo tersebut karna Deni sudah ada di hadapannya.
“masih diluar aja, tan?”, tanya Deni sambil turun dari motornya dan menatap lekat tubuh Widya.
Widya yang sedang dilanda nafsu dan orgasme yang sudah dipuncak hanya bisa menahan sekuat tenaga saat akan menjawab pertanyaan Deni.
“i-iya...lagi cari an---. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh...”
Tanpa diduga karna Dildo yang masih menancap di memeknya membuat Widya tak bisa menahan gelombang orgasmenya. Di depan teman anaknya itu Widya berhasil kalah dari gelombang klimaksnya dengan menyemburkan cairan kewanitaannya.
Sementara Deni yang ada di depan Widya hanya bisa diam melongo tak kala melihat ibu temannya itu dengan jelas orgasme. Celana leggings abu-abu yang Widya pakai sampai terlihat mulai basah. Dari daerah selangkangan sampai paha.
“Aakkkhhhh....ssshhhhh....”, tubuh Widya bergetar sambil kedua tangannya ia tekan ke arah selangkangannya yang sedang mengucurkan cairan dan Dildo yang berada di dalam terlihat menonjol dibalik celana Leggings nya.
Mata Widya sampai terpejam menikmati sensasi tersebut. Bukan bergetar biasa, namun tubuhnya bergetar dengan hebat sampai buah dadanya yang tak memakai bra ikut bergoyang.
Deni yang melihatnya secara langsung membuat kontolnya tegang maksimal dari balik celana Jeans yang ia pakai. Walau bahan celana Jeans tebal, tapi hal tersebut tak bisa menyembunyikan tonjolan besar pada selangkangan Deni.
Widya yang masih diserang orgasme nikmat nan panjangnya itu tak sadar saat teman anaknya itu maju mendekatinya.
*……………………………….
“Aakkkhhhh....ssshhhhh.....”,. tubuh Widya bergetar sambil kedua tangannya ia tekan ke arah selangkangannya yang sedang mengucurkan cairan dan Dildo yang berada di dalam terlihat menonjol dibalik celana Leggings nya.
“Yang benar saja....tante Widya orgasme?.”,. Kaget Deni melihat pemandangan erotis di depannya secara langsung.
Mata Widya sampai terpejam menikmati sensasi tersebut. Bukan bergetar biasa, namun tubuhnya bergetar dengan hebat sampai buah dadanya yang tak memakai bra ikut bergoyang.
“Shit!!! Sange berat gue liatnya.”
Deni yang melihatnya secara langsung tak mungkin bila dirinya tak merasakan nafsu yang membuat kontolnya tegang maksimal dari balik celana Jeans yang ia pakai. Walau bahan celana Jeans tebal, tapi hal tersebut tak bisa menyembunyikan tonjolan besar pada selangkangan Deni mulai memaksa untuk memberontak keluar.
Widya yang masih diserang orgasme nikmat nan panjangnya itu tak sadar saat teman anaknya itu maju mendekatinya. Matanya masih terpejam, tubuhnya bergetar dan kedua kakinya ia silangkan dengan rapat menikmati rasa nikmat yang tengah melandanya. Karna pahanya yang menyilang membuat Dildo karet yang berada di dalam memek Widya menjadi semakin tertekan ke dalam dan hak tersebut makin membuat Widya melayang tak sadar dengan apa yang ja lakukan..
“Tan...tante kenapa?.”, Deni mencoba bertanya dengan berpura-pura tak tau apa yang sedang Widya alami..
Beberapa kali Deni bersuara untuk menyadarkan Widya kembali dan pada panggilan ketiga, akhirnya Widya mulai membuka matanya secara perlahan dan menampilkan tatapan sayu yang ditunjukkan pada Deni. Tatapan lelah sehabis merasakan puncak kenikmatan, namun dari wajah lelahnya terlihat aura yang cerah menandakan sebuah kepuasan..
“aaakkkhhsssss.... Ga...gapapa, kok....”, Widya membuka suaranya yang terdengar masih menikmati sisa-sisa kenikmatannya sambil badan dan kedua kakinya masih bergetar, walau tak sehebat sebelumnya..
Widya memaksakan dirinya berjalan, namun kondisinya yang baru saja mendapat orgasme membuat kedua kakinya kurang kuat untuk menahan tubuhnya. Alhasil keseimbangan Widya sedikit terganggu, tapi bisa dengan cepat tubuh limbungnya ditangkap oleh Deni dan kejadian tersebut membuat kedua bukit kembar Widya menekan kuat diantara dada Deni..
“kenyal, besar dan sangat membuat gairah naik.”, pikir Deni merasakan gumpalan daging kembar tersebut..
“Biar Deni bantu papah ke kamar, tan.”
“kayaknya tante lagi kurang enak badan.”, sambung Deni.
“Hmmm....”, Widya menangguk menjawab..
Deni yang menggunakan tangan kanannya menahan tubuh Widya digunakan untuk melakukan kesempatan. Perlahan posisi tangan Deni mencoba untuk turun lebih rendah lagi hingga ujung jarinya menyentuh pinggir payudara Widya. Namun perbuatan Deni tersebut tak mendapat respon yang berarti bagi Widya.
Mengetahui tindakannya yang dibiarkan, sambil berjalan masuk Deni mencoba untuk lebih jauh dengan sedikit demi sedikit tangannya memegang payudara Widya lebih banyak lagi. Awalnya yang hanya sentuhan biasanya, Deni kembali dengan menekan pinggiran payudara Widya lebih keras lagi..
NYUT!!!
Apa yang Deni rasakan ternyata jauh dari yang ia pikirkan. Gumpalan daging yang kenyal, namun masih lumayan kencang dengan sedikit menggerakkan jemarinya, Deni mencoba meraba lebih dalam lagi untuk merasakan tekstur payudara Widya..
“Ngaceng gue.”,. batinnya bersuara dan kontolnya memberontak..
“Ingin gue jamah ini tubuh lebih leluasa lagi rasanya.”
“Gimana tubuh telanjangnya dan seperti apa rupa memeknya yang menjadi tempat lahir temen gue ini.”
Sambil memapah Widya masuk ke dalam rumah dengan langkah yang diarahkan masuk ke dalam kamar, Deni membatin tentang impian kotor terhadap ibu temannya itu yang sangat menggairahkan..
BRUK!!!
Deni meletakan tubuh lemah Widya sehabis orgasme hebat itu di atas tempat tidur. Deni mencoba bersikap biasa saat melakukannya dengan menyeret kain selimut dan menutupi tubuh Widya..
Sempat Widya menatap lekat manik Deni beberapa detik sehingga tatapan mereka saling bertemu. Deni menyunggingkan senyum bercampur nafsunya itu pada Widya.
“Kalo gitu saya tinggal naik dulu ke atas ya, tan”, pamit Deni setelah selesai..
Tak ada jawaban dari Widya. Antara canggung atau momen itu bisa dijadikan sebuah kesempatan emas yang bisa mewujudkan impiannya itu, Deni malah mengambil langkah segera pergi ke luar. Namun, baru saja tubuhnya berbalik, dirinya dipanggil lirih oleh Widya.
Sebelum Deni mengalihkan pandangannya lagi ke belakang, Deni membenarkan letak kontolnya yang terasa sudah tak nyaman lagi di bawah sana,. ”ya, tan?”
“Bisa minta tolong ambilkan celana ganti di dalam lemari?”, ucap Widya..
Entah apa maksud perkataan Widya itu bagi Deni sendiri. Padahal Widya bisa mengambilnya sendiri dan apa yang dimintai tolong itu sebenarnya hal yang kurang tepat bagi seorang perempuan pada pria..
Di depan rak lemari yang telah dibuka oleh Deni, terlihat banyak pakaian layaknya perempuan pada umumnya. Deni bingung apa yang akan ia ambil untuk dipakai oleh Widya. Hingga tatapannya tertuju pada celana training tipis, senyumannya mengembang. Diambulnya juga celana dalam putih yang senada dengan warna celana tersebut..
“Ah, ga lihat”,. batin Deni saat melihat Widya tengah memunggunginya..
Pikirannya yang sudah dilanda oleh nafsu melihat celana dalam putih yang akan di pakai oleh Widya ditangannya itu, lantas dengan cepat memasukkan celana dalam tersebut ke dalam selangkangannya dan menggosokkan beberapa saat di dalam ko toknya yang tengah menegang dengan hebat..
“Celana dalam yang akan tante pakai ini sudah gue lumuri sama bau kontol ini”,ucapnya melihat celana dalam yang sudah ia gunakan untuk menggosok selangkangannya..
“ini celana gantinya saya taruh diatas nakas ya, tan”, Widya membalikkan badannya ke arah Deni dan mengangguk.
“Anjir itu belahan bikin tambah ga karuan aja”,. batin Deni saat melihat ke arah payudara Widya yang seakan terlihat ingin keluar akibat posisi tidurannya yang menyamping .
“kalo gitu saya keluar”, lanjut Deni..
“Kalo terasa udah ga nyaman keluarin aja”, ucap Widya tiba-tiba dan ucapan yang tak jelas maksudnya itu membuat Deni kaget.
“ma...maksudnya, tan?”
“kasihan kalo ditahan terus. Keluarkan aja”
“Apanya, tan?”
Deni memang tak tau arah ucapan Widya itu, tapi nafsu pada dirinya terasa semakin memuncak mendengar ucapan yang tak jelas itu dari wanita yang ia impikan itu..
Deni masih terdiam bingung bercampur nafsu di tempat berdirinya, sedangkan Widya yang mengetahui kebingungan dari teman anaknya itu menyunggingkan senyumannya. Senyuman yang menambah suasana panas bagi Deni..
“itu yang dibalik celana kamu”, ucap Widya menjawab kebingungan Deni.
Antara percaya dan tak percaya saat Deni mendengar ucapan Widya tersebut. Memang benar bahwa Deni belum terlalu lama mengenal sosok ibu dari temannya itu, namun dari waktu si singkat itu Deni sudah mempunyai hasrat akan tubuh memesona Widya yang selalu membuat celananya sesak saat memandangi. Bahkan setiap Deni bernafsu, ia selalu beronani menggunakan foto-foto yang berada di dalam akun Instagram milik Widya..
Sebuah imajinasi semata yang awalnya Deni pikirkan dan sekarang mendapat hembusan angin yang sangat segar dari target imajinasinya langsung.
Beberapa kali Deni mencoba bertanya untuk memastikan maksud dari omongan Widya tersebut. Setelah jawaban yang dilontarkan oleh Widya serasa sudah sangat jelas untuk di mengerti. Deni merasakan sebuah rasa senang dan jantungnya berdegup dengan kencang. Gelombang birahinya serasa naik saat dirinya dengan perlahan mulai menurunkan celana panjang yang ia kenakan hingga menyisakan celana dalam warna biru, tepat di depan ibu dari temannya..
“Persetan ini mimpi atau bukan, yang penting impian gue bisa terwujud malam ini”
Deni mendekatkan tubuhnya ke arah ranjang yang dipakai oleh Widya disana. Posisi tubuh Deni yang kini tepat di depan Widya dengan celana dalam yang masih ia pakai, namun terlihat jelas menggelembung dengan besar dan posisi selangkangannya itu hanya berjarak sekitar satu jengkal dari wajah Widya..
Darahnya berasa mendidih saat tangan lentik Widya menyentuh karet celana dalamnya untuk bergerak menurunkannya. Gerakan perlahan yang dilakukan oleh Widya membuat Deni menjadi kelimpungan tak jelas. Sementara Widya tersenyum seolah sedang menggoda Deni yang sudah tak tahan lagi dengan perlakuan yang akan diberikan oleh Widya..
TUING!!!
PLAK!!!
Saat celana dalam yang Deni kenakan diturunkan oleh Widya, sontak kontol Deni yang sudah sangat tegang meloncat keluar dan bahkan saat keluarnya kontol Deni menampar Wajah Widya..
Tamparan tak sengaja dari batang kontol Deni membuat tubuh Widya serasa menjadi gatal, apalagi di bagian selangkangannya. Selangkangannya merasa gatal kembali akibat aktivitas erotisnya itu. Di posisi tidur menyamping menghadap selangkangan Deni, kedua paha Widya ia gesekan satu sama lain mencoba meredam rasa gatal yang menyerangnya kembali..
“ssshhh...besar...panjang”, batin Widya memandang kontol Deni dimana ujung kepala kontol tersebut mengacung tegak di depan hidungnya.
Widya mencoba mengalihkan pandangannya menatap kelopak mata Deni, dimana Deni juga sedang menatap lekat wajah Widya dengan aura penuh nafsu..
Menggunakan tangan kananya Deni meletakan tanangnya tepat di atas kepala Widya dan mengelusnya secara lembut. Hal tersebut bagi Widya seperti perintah dan tanpa Deni menyuruh, Widya membuka mulutnya dan langsung mencaplok batang kontol Deni untuk di kulumnya..
SLURP!!! SLURP!!!!.
Suasana sunyi sebelumnya mulai terdengar suara kembali saat mulut Widya bekerja melahap kontol Deni hingga suara air liurnya semakin terdengar dengan jelas. Elusan lembut yang Deni lakukan di kepala Widya mulai berubah menjadi jambakan kecil pada rambut, menggambarkan sebuah rasa nikmat yang sedang diterimanya..
“aaakkkkhhhhss... tante... Sssshhhhh....”,. desah Deni menikmati setiap inci batang kontolnya berada di rongga mulut Widya yang hangat dan lembut..
Tubuh Deni sedikit melengkung ke depan merasakan ngilu bercampur nikmat oleh kuluman yang diberikan oleh mulut ibu temannya itu..
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
SLURP!!! SLURP!!!.
Kuluman pada kontol Deni terlihat semakin cepat dengan dibarengi gerakan mengocok oleh tangan kiri Widya, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk memainkan buah zakar Deni. Hal tersebut membuat Deni sendiri berasa melayang dalam kenikmatan dunia yang ia terima. Remasan pada rambut Widy semakin di perkuat..
“aaakkkkhhhhss....enak...enak banget, tante. Ssshhhh....”,. kini Deni mulai ikut menggerakkan secara pelan pantatnya maju mundur menyambut setiap mulut Widya masuk ke dalam selangkangannya..
“Ssshhh... tanganmu lembut banget, tan...sssshhhhh....teruuss, tan....terusss...ssshhhhh...."..
Jika dilihat terlihat sebuah pemandangan yang sangat mencolok dimana wanita dewasa dengan status mempunyai anak tengah memuaskan nafsu sekarang pria muda seumuran anaknya sendiri..
Sekarang apa yang dilakukan oleh Widya bukan hanya sekedar gerakan maju mundur kepalanya dan kocokkan tangan, namun juga mulai memberikan pijatan-pijatan teratur pada kontol Deni untuk menstimulasi agar lebih mengeras kembali dan membesar di dalam mulutnya. Memang ukuran kontol Deni besar dan sebelumnya terlihat sudah sangat tegang, namun aslinya belum sepenuhnya menunjukkan ukuran aslinya..
Widya melakukan hal tersebut dengan tempo yang berubah-ubah. Tangan kanan yang Widya fokuskan di area buah zakar Deni, Sekarang sudah disatukan di bagian yang sama dengan tangan kirinya. Kedua tangan lentiknya di gunakan untuk mengeksplor selangkangan Deni lebih bebas lagi.
Beberapa kali terlihat Widya mengeluarkan kontol Deni dari dalam mulutnya dan saat kontol tersebut mengacung di depan mulutnya, Widya mulai menjilati bagian kepala jamurnya, hingga pada pangkal dimana buah zakar yang ia mainkan tadi tengah tergantung dengan sedikit lelehan air liurnya saat kuluman tadi..
"Aaakkkhhsssss... tante ngocoknya pintar banget. Tante dulu suka manjain suami tante kaya gini ya? Ssshhhh.....ssshhhhh....".. Deni mencoba terus memancing nafsu Widya dengan cara memujinya, sehingga Widya akan lebih leluasa melakukan kegiatannya tanpa ada tasa ragu-ragu ataupun malah berhenti di tengah jalan..
Sebenarnya Deni juga kaget dengan keahlian yang Widya miliki untuk memuaskan batang lawannya, sungguh terlihat seperti sudah biasa dan terlihat sangat mahir. Deni hanya memandangi wajah ibu temannya itu yang sedang mencoba memuaskan nafsunya sambil masih meremas rambutnya..
Widya sekarang sudah tak bisa lagi menyembunyikan hasratnya akan sebuah kenikmatan dunia setelah dirinya berulang kali dipuaskan oleh pak Narto. Pria tua itu sudah mulai mengubah jalan pikiran Widya akan sebuah kenikmatan. Kenapa Widya bisa menjadi seperti itu? Jawaban pak Narto mungkin memang tepat. Karna memang pria tua itulah yang secara rutin membuatnya melayang akan kenikmatan yang tak pernah di dapat dari mendiang suaminya, Harjo.
Pikiran akan Deni sebagai teman anaknya serasa sudah menghilang dari ingatan Widya, dirinya kini benar-benar sudah terlena akan sebuah perzinaan yang membawa kenikmatan. Widya pun juga sekarang tak peduli lagi dengan statusnya tersebut dan hanya berpikir bagaimana caranya agar dia dapat mendapatkan kenikmatan dari kejantanan lelaki yang sudah menguasai dirinya.
“ibu temanku. Ssshhhhh....sepong kontol gue. Aaakkkkhhhhss...nikmatnya mulutmu tante Widya. Sssshhhhh....”,. batin Deni meracau keenakan..
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Bunyi seperti seseorang sedang menyeruput teh panas itu terdengar begitu nyaring setiap kali mulut Widya menghisap kontol Deni Dengan kuat akibat nafsu yang sudah mulai membuat badannya memanas. Bukan hanya badan yang terasa semakin panas, selangkangan yang tadinya terasa gatal, kini dapat di rasakan ada sesuatu yang mulai keluar kembali dari dalam memeknya. Selangkangan yang masih memakai celana basah sehabis orgasme kian terasa basah oleh cairan yang mulai keluar kembali. Basah kembali selangkangan Widya..
“Aaakkkhhhh....gatal....”,batin Widya di tengah gerakan kepalanya di selangkangan Deni..
Rasa gatal tersebut membuat Widya mengeluarkan kontol Deni dan memajukan kembali kepalanya ke depan sehingga menekan masuk kontol Deni masuk ke dalam mulutnya. Widya mencoba melakukan Deepthroat pada mulutnya sendiri saat Widya mencoba melahap sepanjang mungkin Kontol Deni ke dalam tenggorokannya.
Terasa ujung kepala kontol Deni menyentuh tenggorokan dalamnya. Widya tahan beberapa detik hingga matanya mulai berkaca lalu mengeluarkannya dengan cepat. Benang saliva terlihat sangat jelas saat mulut Widya berpisah dengan kontol Deni..
“UHUK!!! UHUK!!!”
Widya memandang wajah Deni. “mulut tante pegal”
“Pelan-pelan aja, tan. Nanti tante Widya juga akan terbiasa, ucap Deni.
“Memangnya tante mau?”, goda Widya..
“Deni bakal buat tante mau dan Deni bakal buat tante ga bisa lepas dari ini...”, balas Deni menggoda balik dengan kontolnya mangut-mangut di depan wajah Widya.
“Punya kamu terlalu besar, itu yang buat mulut tante rasanya cepat pegalnya”
Deni menurunkan tubuhnya hingga kepalanya sejajar dengan kepala Widya. Kedua tangannya ia letakan di kedua sisi pipi Widya yang lembut mulai terlihat memerah. Di pandanginya wajah Widya.
CUP!!!
“hhhmmppphhhh.....Hhmmmm....pppfff....”
Deni melumat bibir Widya. Lidah Deni menari di kedua bibir Widya yang masih tertutup dan menjilati area tersebut. Remasan yang dilakukan oleh Deni pada payudara Widya membuat pertahanan Widya runtuh dan membuka mulutnya memberi akses pada lidah Deni memasuki mulutnya. Sehingga lidah mereka berdua kini saling bertemu dan menari di dalamnya. Saling balas lilitan lidah dan saling tukar air ludah..
“slluurrpplp...hhhmmmppfff....slluurrpplp....”,. Widya benar-benar dibuat gelagapan oleh lumatan yang dilakukan oleh Deni..
“tante.... Ssllurrrpp... Bibir tante lembut banget. Ssllurrrpp...”
“hhhmmmppfff....akkkkhhhh....ssshhhhh....”
Dari mulut, lumatan Deni turun ke arah ceruk leher Widya. Disana Deni mencumbu Widya tak kalah bernafsu dan Deni berniat ingin memberi sebuah tanda merah berupa cupangan di leher jenjang Widya yang putih. Sementara Widya hanya mampu menggelinjang merasakan nikmat bercampur geli dari ulah yang Deni berikan..
“Aaakkkhhhh....sayyannnng...sssshhhhh...cupang yang banyak. Buat tanda kepemilikanmu di sana. Ssshhhh....Aaakkkhhhh... gelliii”, desah Widya..
“leher tante harum banget. Ssshhhh... Deni suka banget sama aromanya. Deni makin bernafsu sama tante”
“Iyaaahhh....ssshhhhh...cumbu terus ibu temanmu ini. Ssshhhh....teruussss sayang....”,. kedua tangan Widya meremas acak rambut kepala Deni..
Beberapa menit Deni mencumbu leher Widya hingga kini terlihat beberapa cupangan yang bisa dilihat dengan jelas. Deni memandangi hasil karyanya itu sambil tersenyum puas..
Setelahnya Deni kembali bangkit dari posisinya dan mengarahkan kontolnya lagi ke depan mulut Widya. Widya sudah tau apa yang harus dilakukan langsung saja mencaplok kontol Deni dengan rakus memasukkannya ke dalam rongga mulutnya..
“Aaakkkhh...ssshhh....bagus tante, ssshhhhh...mulut tante enak banget. Tante....jago banget sepong kontolnya. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....”, racau Deni.
Untuk kuluman selanjutnya Widya menggunakan lidahnya untuk menggelitik kontol Deni dari dalam mulutnya. Widya Menghisap dengan sedotan yang kencang dan mengecap rasa dari kontol itu sendiri yang entah kenapa dengan gampangnya bisa sangat memabukkan. Widya yang semangat terbakar nafsu itu, memaju mundurkan kepalanya dengan cepat hingga terlihat lelehan air liurnya keluar dari sela mulut jatuh mengenai dagunya. Air liur yang dihasilkan dari sepongan Widya membuat kontol Deni bisa dengan gampang keluar masuk di mulut Widya..
"Ooouuugghhh... tante...udaaahhh, tanntee...udaah!!,. Deni mencoba menahan permainan mulut Widya di kontolnya karna merasa bisa kalah.
PUAH!!!. Dilepasnya kontol Deni oleh Widya dari mulutnya.
“Bisa keluar cepat kalo permainan tante enak banget kaya gitu. Deni belum mau keluar sebelum coba genjotin memek tante ini”, ucap Deni sambil meraba selangkangan Widya yang sudah sangat becek dari luar celana..
Widya yang awalnya sedang asyik itupun menjadi kecewa mendengar ucapan Deni saat dirinya diperintahkan untuk berhenti. Bagaimana tidak. Sedang asyiknya menikmati batang kejantanan yang memabukkan itu, tiba-tiba disuruh untuk berhenti..
Widya menatap Deni dengan tatapan sayu menahan gejolak nafsu yang sedang sangat naik. Bibir bawahnya digigit saat dirasa selangkangannya bertambah sangat gatal dari sebelumnya. Dari balik baju yang Widya kenakan itu juga bisa dilihat bahwa kedua putingnya sudah mengacung sangat keras diakibatkan tak memakai bra..
“Deni pengen coba memeknya, tan”, ucap Deni disela kesunyian..
Widya belum menjawab dengan masih memandang Deni dengan lekat. Sementara Deni dengan tangannya sudah mulai meraba selangkangan Widya yang sudah termat basah oleh orgasme saat di gerbang rumah dan ditambah cairan yang merembes saat bercumbu dengan Deni.
Widya mendesah saat jari Deni menekan tepat di lubang memeknya dari balik celana yang basah. Widya menahan gerakan tangan Deni sambil menggeleng.
“pake mulut tante saja ya”,. ucap Widya..
“Tapi, tan...Deni pengen banget memek tante ini”,. ucap Deni menekan kembali jarinya. Widya dibuat mendesah, tapi lagi-lagi Widya menggeleng.
“Deni sudah ga tahan lagi ,tan. Deni selalu bayangin bisa ngentotin tante Widya pas Deni lagi masturbasi”
“jadi kamu bayangin tante?”
“iya, tan. Deni selalu bayangin kalo kontol Deni ini bisa genjot memek tante. Deni selalu bayangin kalo tante...”,. pada bagian selanjutnya Deni terlihat ragu untuk mengatakannya, sementara Widya yang tau akan rasa takut atau tak enaknya Deni pun tersenyum.
“Katakan saja, tante ga marah”
“Deni...Deni selalu bayangin tante... Jadi. Lonte. Deni”,
JEGER!!!. Berasa disambar petir saat Widya mendengar pengakuan dari teman anaknya itu. Walau dirinya sangat kaget, tapi entah kenapa Widya tak merasa tersinggung ataupun marah, justru dirinya malah memahami imajinasi Deni yang pada umumnya sangat melecehkan dan merendahkan perempuan itu..
“Deni bayangin tante jadi budak nafsu Deni yang bisa Deni pakai kapanpun Deni mau. Deni bayangin bisa...genjot memek tante”,sambungnya.
“pake mulut saja”,. ucap Widya yang masih menahan nafsunya, namun dipaksa untuk tersenyum menanggapi pengakuan Deni..
“Tapi Deni boleh minta sesuatu ga, tan?”, tanya Deni sambil mengocok pelan kontolnya di hadapan wajah Widya. Widya mendongak melihat demgan tatapan seperti berbicara “minta apa?”
“Pas Deni pake mulut tante, Deni boleh ga anggap tante itu...Lontenya Deni. Tante ga ijinin Deni buat pake memek tante, jadi Deni pake mulut tante kaya Deni lagi entotin memek tante. Pas entotin mulut tante itu, Deni bakal bayangin kalo tante itu. Lonte”
Widya dibuat kaget kembali. Dimana Widya baru tau ternyata teman anaknya itu sangatlah liar. Widya mencoba berpikir dengan permintaan yang Deni lontarkan..
“Boleh. Kamu boleh bayangin kalo tante ini. Lonte. kamu”
Senyum menang terlihat mengembang di wajah Deni saat mendengar jawaban Widya. Deni merasakan bahwa kontolnya semakin menegang dengan sangat maksimal karna imajinasinya akan terwujud, walau tak bisa memakai lubang peranakan milik Widya, namun hal itu sudah sangat menjadi poin keberuntungan hebat bagi Deni.
“Deni boleh minta satu permintaan lagi ga, tan?”, ucapnya sambil tetap mengocok kontolnya..
Sebenarnya bagi Widya saat melihat Deni dari tadi mengocok kontolnya, Widya berulang kali menelan ludahnya akibat nafsu yang semakin memburu dan juga terperana akibat ukurannya itu. Dilubuk hatinya, Widya ingin sekali disetubuhi oleh anak temannya itu, tapi ia sengaja tak memperbolehkannya karna ingin menguji dirinya sendiri.
“Apa aku bisa tahan dengan tak di Setubuhi?”, batin Widya melihat kontol besar Deni, bahkan jika diamati ukurannya sedikit lebih besar dari kontol pak Narto yang selama ini bagi Widya adalah kelakian terbesar yang pernah ia lihat.
“Permintaan apalagi? Kamu sudah tante kasih enak masih saja kurang”, Widya berpura-pura menunjukkan sikap kurang suka..
“Deni mohon, tante... Plissss....”, mohon Deni.
Widya menghela nafasnya, “kamu minta apa lagi?”
“Deni mau rekam tante pas sepong kontol Deni”
“Kamu jangan minta yang aneh-aneh deh”, balas Widya, namun dilihatnya Deni malah mengambil ponselnya dan mulai menyalakan kameranya..
Widya tak keberatan dengan permintaan Deni, namun ia berusaha untuk tak terlalu bisa menerimanya dengan gampang. Dengan membuang nafasnya lumayan panjang kembali, Widya menjawab berpura-pura pasrah, “terserah kamu saja lah”
“Serius, tan?!”, menang Deni..
“Deni mau berperan jadi aktor yang sedang buat video porno dan tante modelnya. Deni mulai ya”
Widya diposisikan oleh Deni untuk bersimpuh di lantai tepat wajahnya mengarah ke arah kontol Deni yang sedang tegang maksimal. Sambil menyorotkan kameranya pada wajah Widya, Deni mulai berbicara .€“.
“wanita yang ada di depan gue ini sebenarnya ibu dari temen gue sendiri. Lihatlah sekarang dia sudah siap untuk memuaskan kontol gue ini. Oh iya, sebelumnya ibu perkenalkan nama ibu dulu”,. ucap Deni.
Untuk hal tersebut Widy merasa berat hati, namun dengan memaksakan diri Widya mencoba untuk melakukannya.
“perkenalkan...saya...saya Widya. Seperti yang dibilang....”, Widya menatap Deni.
“Tuan”,. balas Deni.
“seperti yang tuan saya bilang tadi, saya sudah punya anak dan anak saya itu temannya tuan saya ini”,. ucap Widya namun tak melihat ke kamera.
“lihat le kamera dong, bu. Masa ngomong ga liatin wajahnya kan ga sopan”.. Widya akhirnya melihat ke arah kamera..
“bu Widya, umur ibu berapa?”
“umur...umur saya 38 tahun”
“Ibu kalo ngomong sama saya harus di tambahin. TUAN, mengerti?”
Widya mengangguk, “baik tuan”
“bagus. Coba sekarang ibu jelaskan apa yang mau ibu lakukan”
“saya bakal sepong kontol anak teman anak saya ini, kontol tuan pake mulut Widya. Mulut Widya sudah siap menerima kontol, tuan itu”
“Hahahaha....bagus, tante. Sekarang ibu minta ijin sama anak tante. Siapa tau anak tante nanti nonton video ini”
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
Tangan Deni sudah masuk ke dalam celana yang Widya pakai dan langsung mengocoknya dengan cepat sehingga terdengar bunyi kecipak basah yang sangat nyaring.
“Aaaakkkkhhh......akkkkhhhh...ssshhh....”,desah Widya.
“nak..sssshhhhh....mamah mau minta ijin buat Sepongin kontol...teman kamu ini. Sssshhhhh....Aaakkkhhhh...ijinkan mama buat temanmu ini pakai kontolnya buat sumpal mulut mama. Aaakkkhhhh....akkkkhhhh....”
Setelah Widya mengucapkan hal tersebut, Deni menarik tangannya dari selangkangan Widya dan terlihatlah tangan Deni mengkilap oleh cairan kewanitaan Widya. Kemudian Deni memegang kontolnya dan mengarahkannya masuk ke dalam mulut Widya tanpa hambatan yang berarti dengan sebelumnya telah meletakan ponselnya di nakas samping ranjang.
Suara desahan tertahan mulai terdengar kembali setiap kali batang kejantanan Deni memasuki mulut Widya hingga mengenai pangkal tenggorokan. Deni yang awalnya belum bisa mempercayai bahwa apa yang dialami adalah sebuah kenyataan, kini sudah terlihat berani akan tindakannya terhadap ibu temannya itu. Hanya ada nafsu yang ingin ia salurkan tanpa memedulikan bahwa siapa wanita yang bersimpuh di depan selangkangannya itu..
“Kurang ajar lu, Den. Itu ibu temen lu sendiri malah lu sodok pake kontol mulutnya”, batin Deni memaki dirinya sendiri, namun dalam perasaan senang..
Kedua tangannya ia letakan di kepala Widya untuk membantu kepala tersebut bergerak maju mundur menelan setiap inci batang kontolnya lebih dalam, sampai merasakan sebuah kepuasan dari namanya oral seks..
“Aaakkkhhhh....ssshhhhh...akhirnya gue bisa nikmatin juga ini mulut. Aaakkkhhhh....Van....ssshhhhh...Sorry mulut ibu lu gue sodok pake kontol gue ini. Ssshhhhh....mulut ibu lu mantap banget. Ssshhhh....”, racau Deni di dalam batin sambil melihat kepala Widya dari atas yang sedang ia pegang tengah maju mundur tepat di selangkangannya..
Rasanya sungguh sangat lembut, hangat dan terasa licin di dalam mulut sana saat batang kontolnya merojok masuk diemut oleh Widya. Di samping hal tersebut, rasa nikmat bertambah karna kuluman yang Widya sama sekali tak mengenai gigi, hanya ada rasa kenyal dan hangat dari rongga mulut dan lidah yang menari di batangnya..
Rasa nikmat sudah jelas di rasakan oleh Deni, namun rasa kesal juga ia rasakan karna ia tak bisa menikmati setiap jengkal dari lubang yang sebenarnya. Terlepas dari rasa kesalnya itu Deni lantas menggerakkan pantatnya maju mundur menyambut setiap gerakan maju kepala Widya pada selangkangannya yang dimana gerakan Deni kini lebih terlihat sedang me.€™deeptrhoat mulut Widya layaknya sedang menyetubuhi lubang memeknya..
“Aaakkkhhhh....mulutnya enak banget, tante. Ssshhhh... Dari pertama gue ketemu tante, gue udah nafsu sama tubuh tante ini. Ssshhhh.....”
“apalagi pas liat memek tante yang bersih dari bulu. Tante nungging tepat di depan pandangan saat tante selimuti Evan. Aaakkkhhhh....ssshhhhh....mantapnya ini mulut”
“mulutnya aja udah enak banget kaya gini.... Apalagi memeknya, tan. Ssshhhh....bisa-bisa Deni langsung ngecrot di memek tante. Aaakkkhhhh....”
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
Perlahan air mata keluar dari sudut mata Widya tanpa disadari karna merasa kehabisan nafas akibat gerakan cepat dan dalam saat Deni melesatkan batang kontolnya jauh ke dalam mulutnya. Beberapa kali Widya mencoba memukul kedua paha Deni memberi tanda untuk dilepas, namun hal tersebut malah mendapat sebuah tawaan dan Deni menekan lebih jauh batang kontolnya. Bukan hanya menekan, bahkan Deni mendiamkannya beberapa saat..
“Hhhmmmppfff....hhhmmmppfff...”,. Ronta Widya saat kepalanya ditahan oleh kedua tangan Deni..
PUAH!!!
UHUK!!! UHUK!!! UHUK!!!
Sambil mengatur nafasnya yang kacau, Widya terbatuk dengan air liur yang menetes dari mulutnya dan juga air mata yang mengalir keluar. Rambutnya yang tadi diremas oleh Deni terlihat sedikit berantakan dari sebelumnya. Nafasnya benar-benar kacau..
“Tante...kehabisan nafas...”, ucap Widya.
“Maaf, tan...Deni kebawa suasana”, balasnya sambil memegang dagu Widya..
Mulut Widya yang terlihat masih menggantung liur langsung di lumat oleh Deni dengan beringas. Widya yang sudah sedikit bisa mendapatkan udara kembali, lantas membalas lumatan yang Deni lakukan itu. Keduanya saling menyatukan mulutnya satu sama lain dengan saling melilit lidahnya. Lumatan yang Widya lakukan juga tak kalah bernafsu dari lumatan Deni..
“Slluurrpplp....ssllurrrpp....cuppp...”.
Sambil tetap berpagutan, Deni menuntun tubuh Widya untuk bangkit dari posisi bersimpuh ya di lantai dan membimbing Widya ke arah ranjang. Posisi Deni kini menindih tubuh Widya..
“Tante cantik banget, badan tante juga tak kalah cantiknya”, lembut Deni di sela lumatan mereka.
Entah kenapa Widya merasa hangat saat di puji seperti itu oleh anak kemarin sore itu. Rasa hangat dan nyaman yang berbeda saat di puji oleh pak Narto. Tak terlalu bisa menjelaskan seperti apa, namun yang jelas itu sangatlah berbeda..
“payudara tante juga sanggat menggairahkan”, sambil meremasnya dari balik baju.
“Tadi tante di depan ngapain? Kok bisa sampe ngecrit? Ga pake bra sama celana dalam pula”, selusur Deni mencoba mengetahui alasan Widya melakukan hal tersebut..
“Jika aku bilang kalo sedang disuruh orang tak kenal itu tak mungkin. Aku harus kasih alasan lain”, batin Widya.
Dengan nafas yang memburu Widya memberikan jawaban,”tadi...ssshhhhh...tadi lagi pengen aja. Aaakkkhhhh...ssshhhhh....”,. ucapan Widya beberapa kali tersengal akibat remasan gemas tangan Deni di payudaranya.
“tante nakal juga ya masturbasi di luar kaya gitu. Deni ga sangka loh, tan. Deni kira tante itu sosok ibu temen Deni yang punya perilaku baik dan etika, ternyata tante punya sisi Eksib juga”
“Kalo diizinkan Deni bakal bantu buat keluarin lebih jauh lagi sisi Eksib tante itu. Deni bakal bantu tante Eksib di tempat umum yang sebenarnya”
“bukan, aku tak berniatan seperti itu. Aku hanya disuruh oleh seseorang”, batin Widya bergejolak akan kelakuan menyimpang itu, namun Widya juga sadar bahwa apa yang diperintahkan orang misterius itu membuat Widya ikut menikmatinya. “apakah itu ciri-ciri bahwa sebenarnya aku suka?”, batin Widya bertanya..
(RINGTONE)
Saat Deni sedang asyik memainkan kedua buah payudara Widya, ponselnya terdengar berbunyi. Dengan rasa kesal akibat kegiatannya terganggu, Deni meraih ponselnya dan mengangkat panggilan tersebut yang ternyata dari Evan. Anak dari wanita yang tengah ia raih kenikmatannya. Sebelum menjawab, Deni memerintahkan pada Widya untuk tak bersuara..
“anak tante, Evan”, ucap Deni lirih..
Deni duduk di tepi ranjang tepat di sebelah kaki Widya yang terjuntai setengahnya ke bawah. Sambil menjawab panggilan dari Evan, tangan Deni tak ia diamkan. Deni memainkan jemarinya di atas payudara Widya secara bergantian. Bukan hanya payudara yang menjadi sasaran tangannya, ia juga meraba selangkangkan Widya yang terasa sudah sangat becek itu. Sebisa mungkin Widya menahan suara desahannya agar tak terdengar oleh anaknya sendiri dari balik telepon..
“Oh ini gue juga mau balik kok”, balas Deni.
“Yaudah cepetan, beli rokok aja lama banget. Mulut gue udah ga karuan nih pengen rokok rasanya”
“iya-iya sabar, 5 menit lagi gue sampe”
Panggilan berakhir dan Deni langsung berbalik menindih badan Widya kembali. Mulutnya langsung melumat habis bibir Widya yang terlihat sanggat menggairahkan itu. Tangannya bergerak meremas gundukan daging kembar dengan gemas dan bernafsu..
“ssshhhhh....ssshhhhh.....”
“Ssllurrrpp....ssllurrrpp...”
“Gue udah janji bakal balik 5 menit lagi, tan. Kita harus celat selesaikan ini sebelum anak tante curiga”, ucap Deni setelah puas mencumbu bibir Widya..
Deni merubah posisinya kembali dengan mengangkangi wajah Widya. Kontolnya yang masih tegang maksimal ujungnya diletakan di depan bibir Widya. Sementara Widya membuka mulutnya untuk dimasuki kontol besar itu kembali..
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
Antara nafsu yang sudah tak bisa ditahan dan keterbatasan waktu yang ada, Deni memompa kontolnya dimulut Widya dengan cepat dan kasar layaknya tengah menggenjot lubang memek. Widya merasa tersiksa akan deepthroat yang ia dapatkan itu, namun perlawanan dengan pukulan tak berbuah hasil. Deni terus saja memompakan kontolnya tanpa memedulikannya..
“Aakkkhhhh....ssshhhhh....mantap ini mulut. Ssshhhh...gapapa sekarang mulutnya. Ssshhhh....ada waktunya bagian memek tante yang bakal Deni genjot. Sssshhhhh....”,. racau Deni.
“Hhhmmmppfff....hhhmpppffffff....”
“sebentar lagi, tan.....ssshhhhh....sebentar lagi peju Deni keluar, sayang....ssshhhhh....”
Deni makin menghajar kasar mulut Widya seiring dekatnya laju klimaks yang Deni rasakan untuk di sembur keluar. Pantatnya naik turun di atas wajah cantik Widya yang tengah gelagapan karna kasarnya sodokan kontol Deni pada mulutnya. Kedua payudaranya tertekan oleh lutut Deni yang sedang menindihnya..
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!. Bunyi selangkangan Deni saat menghantam wajah Widya. Seluruh batang kontol Deni itu dimasukkan sampai habis ke dalam mulut Widya..
“Aaakkkhhhh....Deni keluar!!! Peju gue keluar, tante....Aaaakkkkhhh....Vaannn....Sorry, gue pejuin mulut ibu ku ini.. AAAKKKKHHHH!!!!”
“TELAN SEMUA OEJU GUE, TANTE!!!! TELAN!!!!, erang Deni saat ia ejakulasi di dalam mulut Widya dengan deras dan dalam jumlah banyak..
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
Setengah ia keluarkan di mulut Widya sehingga Widya terpaksa menelan semuanya, sedangkan setengahnya lagi Deni keluarkan di wajah ayu Widya dengan sangat nikmat. Cairan putih kental menodai wajah mulus tersebut. Deni terus saja mengurut kontolnya hingga tetes terakhir peju yang ia keluarkan.. Aaaakkkkhhh....gila!!! Enak banget mulut tante ini. Sssshhhhh....”,. ucapnya sesudah klimaks dengan mengurut pelan kontolnya yang mulai mengecil.
“wajah tante kalo disiram peju jadi terlihat makin cantik aja. Hehehe...”
“Ibu temen sendiri kamu lecehin kaya gini”,. sahut Widya mencoba menyeka wajahnya yang tercecer peju, namun di tahan oleh Deni.
“jangan dulu di bersihin, tan. Bentar”, Deni mengambil ponselnya kembali.
“Deni foto dulu”
“jangan, nanti kalo tersebar gimana? Jangan aneh-aneh lagi deh”, tolak Widya.
“Ga bakal, tan. Sekarang tante percaya aja deh sama Deni. Udah tante diam aja, Deni mau foto wajah tante yang berlepotan peju Deni ini. Hehehe...”
CEKREK!!! CEKREK!!!
Beberapa kali Deni mengambil gambar wajah Widya yang berlumut peju itu dari berbagai sudut yang bagus. Serasa telah cukup, Deni menyudahi aktivitasnya dan kembali mengenakan celananya kembali..
“Semoga nanti Deni giliran nikmati yang ini ya tante”,. ucap Deni sambil merasa selangkangan Widya.
“Ga akan. Udah sana kamu pergi, nanti Evan bisa curiga kalo kamu kelamaan”, usir Widya..
“AAAKKKKHHHH!!!!”, kaget Widy saat salah satu payudaranya diremas kencang oleh Deni, sementara si pelaku hanya tertawa melihatnya..
“maaf tante kalo kurang ajar, soalnya toket ibu temen gue ini nantangin banget buat di remes kencang. Hahaha...”
“Deni pergi dulu, tante. Bersihin wajahnya pake air terus keringin pake handuk, jangan pake tangan terus dimasukkan ke mulut. Hehehe...”,. ucapnya seraya menutup pintu kamar meninggalkan Widya yang masih terlentang di atas ranjangnya seorang diri..
Widya merubah posisinya, ia terduduk diatas ranjang sambil memikirkan apa saja yang telah terjadi pada dirinya. Setelah kejadian yang melibatkan pak Narto hidup perempuan dengan satu anak tersebut kian merasakan sebuah perbedaan. Hidupnya yang dulu tak pernah mementingkan apa itu seks, kenikmatan akan nikmat bersetubuh dengan lawan jenis. Bukan berarti saat bersama mendiang Harjo Widya sama sekali tak mendapatkannya. Ia selalu bisa mendapatkan kenikmatan saat berhubungan intim dengan Harjo, namun apa yang ia dapatkan duku dengan sangatlah jauh berbeda rasa nikmatnya..
Apa yang Widya rasakan saat ini adalah penggambaran dari rasa nikmat yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Jauh dan lebih jauh nikmatnya..
“maaf, mas... Adek berubah, bukan lagi sosok istri yang seperti dulu lagi. Adek tau ini salah, tapi Adek juga membutuhkan hal ini, mas”
Widya memandang bingkai foto kecil keluarganya yang terdapat di atas nakas samping ranjangnya. Dimana di dalam foto tersebut berdiri dirinya dan sang mendiang Harjo. Evan juga terlihat di dalam bingkai foto tersebut yang masih berusia 1 tahun..
Terselip senyum tulus saat melihat foto keluarganya itu. Perasaannya menjadi tak menentu antara bersalah tapi menikmati dan Widya lebih memilih untuk menikmatinya..
“Pasti mas Harjo juga mengerti perasaan aku ini. Mas Harjo juga pasti mengerti akan kebutuhan yang sudah lama tak aku dapatkan”
Widya meletakan bingkai foto keluarganya itu di dadnya yang terlihat merah akibat remasan keras yang dilakukan oleh Deni dan juga terlihat beberapa cupangan disana. Widya memeluk bingkai foto tersebut..
Saat momen melow terjadi di atas ranjang, Widya dipaksa harus menyudahi hal tersebut dikarenakan ponselnya terdengar bunyi. Terpampang jelas nomor yang tak di kenal pada layar ponselnya, walau nomor tersebut tak terdaftar di kontaknya, namun Widya hafal dengan nomor tersebut. Nomor dari orang misterius yang menyuruhnya untuk melakukan hal yang tak terduga..
Widya dengan cepat menggeser tombol hijau yang ada dan terdengar lah kembali suara pria tersebut.. ”bagaimana rasa peju teman anakmu itu?”
“apakah orang ini tau apa yang barusan ia lakukan dengan Deni, teman anaknya?”,. batin Widya menjadi semakin khawatir jika hal tersebut akan digunakan eh orang tersebut sebagai senjata tambahan untuk bisa memerintah sesuai kehendaknya..
“Rasa peju anak muda rasanya enak kan? Bahkan tadi ibu menjilat peju tersebut”, ucapnya.
Ya, tadi Widya sempat mencolek peju Deni yang tercecer di kulit wajahnya lalu jari yang teroles cairan kental itu Widya kulum di mulutnya. Widya melakukan hal tersebut tanpa sadar saat Deni mengucapkan bahwa dirinya untuk membersihkan wajahnya menggunakan air serta handuk, bukan membersihkannya menggunakan mulutnya sendiri..
“Saya tau kalo bu Widya ini sebenarnya masih menginginkan apa yang namanya kontol untuk memuaskan memekmu itu yang masih gatal. Benarkan?”
Tak bisa dipungkiri bahwa Widya memang sedari tadi berkeinginan bahwa Deni akan menyetubuhi dirinya, namun dia harus bersikap menahan diri. Dari pertama memuaskan kontol Deni di dalam mulutnya, selangkangan Widya terasa semakin gatal dan terus bertambah gatal. Rasanya ingin sekali ada sebuah benda panjang dan besar menggasak, menggaruk selangkangannya itu. Bahkan saat mengingat kejadian tadi dan mendengar pertanyaan pria tersebut membuat rasa gatal semakin tam terkendali. Bisa dilihat dari gerakan kedua pahanya yang tak bisa diam dan cenderung digesekkan satu sama lain..
“jika bu Widy masih menginginkan hal itu, coba buka Whatsapp mu dan lihat itu”
Memang benar ada pesan masuk berupa foto disana dan saat dibuka bahwa foto yang dikirim oleh pria tersebut ternyata berupa foto kejantanan yang membuat nafsunya bergelora..
“Gede, panjang. Aku ingin ini”,. tanpa sadar Widya memikirkan h tersebut. Di luar kendalinya Widya menggerakkan satu tangannya masuk ke dalam celananya dan memainkan lubang peranakannya sendiri..
“Saya sudah tau kalo bu Widya ini masih menginginkan sebuah kontol untuk menyodok memek gatalmu itu”
“jika ibu Widya menginginkannya, saya ada di luar. Temui saya di pekarangan samping kamarmu”
TUT!!! TUT!!!
Panggilan di akhiri, sementara Widya yang sudah sangat kalah oleh rasa nafsunya tanpa likir panjang bangkit dari ranjangnya dan membenarkan bajunya lalu pergi berlenggang ke luar kamar untuk menemui pria misterius itu..
Widya berjalan ke luar dari rumahnya dan berputar menuju pekarangan sebelah dengan langkah yang cepat karna nafsunya. Melewati sudut rumahnya, Widya bisa melihat sosok tubuh pria dengan keadaan setengah telanjang dimana bagian bawahnya sudah tak memakai apapun dan pria tersebut sudah menyambut kedatangan Widya dengan mengocok kontolnya yang besar dan panjang..
Widya tak tau siapa pria tersebut karna ia menggunakan penutup kepala, hanya memperlihatkan kedua matanya dan mulutnya..
Langkahnya yang sempat terhenti perlahan mulai digerakkan kembali untuk mendekat. Dari jarak dekat itu Widya baru sadar bahwa ukuran besar yang ia lihat belum sepenuhnya dari ukuran aslinya. Widya menelan ludahnya saat membayangkan saat benda besar nan panjang itu membobol lubang memeknya.. ”apakah lubangku bisa menampung seluruh kontol itu?”, pikir Widya..
Pria tersebut kini terlihat yang sudah tak sabar, sehingga ia mendekati Widya dengan cepat dan langsung melumat bibir Widya dengan beringas. Widya yang awalnya kaget dan diam tanpa melakukan perlawanan akhirnya bisa mengontrol kembali pikirannya dan langsung membalas kumatan tersebut..
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
Bunyi khas dari dua bibir yang saling bersatu dan saling menyedot liur masing-masing terdengar di area pekarangan. Cukup lama mereka saling menuntaskan hasrat awal mereka dengan bibir, hingga tanpa disuruh Widya menurunkan tubuhnya. Saat mulutnya tepat berada di depan kontol pria tersebut, Widya melahapnya dengan perlahan karna ukurannya yang besar itu..
Beberapa kali mencoba menyesuaikan ukuran tersebut di dalam mulutnya, akhirnya Widya bisa melahap keseluruhannya hingga masuk. Tak semua batang tersebut masuk ke dalam mulutnya karna panjang. Widya menggerakkan kepalanya maju mundur dengan cepat sambil tangannya mengocok sisa batang yang tak bisa ia masukan..
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
“Aaakkkhhhh....kontol nikmat. Ssshhhh...aku mau kontol ini masuk ke dalam memekku. Ssshhhh....slluurrpplp...slluurrpplp ..”
Baru beberapa menit Widya mengulum batang ko tol tersebut, rahangnya sudah merasakan pegal dan dia ingin sekali batang tersebut cepat-celat memasuki lubang memeknya yang sudah sangat becek itu dengan memandang pria tersebut. Namun apa yang dia mendongak ke atas? Pria tersebut sudah tak memakai penutup kepalanya lagi dan hak tersebut membuat Widya mengetahui siapa gerangan pria misterius itu..
"Kontolin memekku ini cepat, saya sudah tak tahan lagi ingin di sodok dengan benda besar ini. Ssshhhh....tolong entotin aku"
Jantungnya serasa berhenti berdetak dan apa yang ia lihat sungguh tak bisa ia percayai. Matanya membulat dan gerakan kepalanya saat mengulum kontol tersebut terhenti di waktu itu juga..
“ini mimpi....”,. batin Widya yang sangat merasa shock..
*…………………….
SLURP!!! SLURP!!! SLURP!!!
“Aaakkkhhhh....kontol nikmat. Ssshhhh...aku mau kontol ini masuk ke dalam memekku. Ssshhhh....slluurrpplp...slluurrpplp ..”
Baru beberapa menit Widya mengulum batang kontol tersebut, rahangnya sudah merasakan pegal dan dia ingin sekali batang tersebut cepat-celat memasuki lubang memeknya yang sudah sangat becek itu dengan memandang pria tersebut. Namun apa yang dia mendongak ke atas? Pria tersebut sudah tak memakai penutup kepalanya lagi dan hal tersebut membuat Widya mengetahui siapa gerangan pria misterius itu.
DEG!!!
Jantungnya serasa berhenti berdetak dan apa yang ia lihat sungguh tak bisa ia percayai. Matanya membulat dan gerakan kepalanya saat mengulum kontol tersebut terhenti di waktu itu juga.
“ini mimpi....”, batin Widya yang sangat merasa shock.
Pria tersebut menatap wajah Widya yang tengah menunjukkan ekspresi terkejutkannya dengan mulut terpenuhi oleh batang kontolnya. Beberapa saat Widya bertahan pada diamnya serta gerakan mulutnya yang sebelumnya tengah mengulum kontol pria tersebut masih belum bergerak.
Lantas siapa pria tersebut? Pria yang dilihat oleh mata kepala Widya sendiri dengan sangat jelas adalah wajah dari tetangganya sendiri, pak Herman. Sosok suami dari bu Nonik. Widya sangat tak menduga bahwa identitas dari pria tersebut adalah pak Herman sendiri. Walau Widya sudah tau sejak lama bahwa pak Herman itu suka mencuri pandang terhadap dirinya saat berjumpa, namun untuk sejauh ini Widya sangat tak bisa menebaknya.
Nafsu yang sudah tak bisa ditahan oleh pak Herman membuat dirinya tak bisa berlama-lama menunggu. Pak Herman memegang kepala Widya dan dengan kedua tangannya ia memaksa kepala Widya untuk bergerak maju mundur pada selangkangannya. Hal tersebut membuat batang kontolnya yang sudah sangat tegang kembali diselimuti liur dan merasakan kembali hangat nan lembutnya rongga mulut Widya.
Sementara Widya? Ia hanya bisa melakukan perlawanan kecil. Matanya ia pejamkan saat mulutnya mulai di deepthroat dengan gerakan yang perlahan mulai kasar akibat nafsu. Rambutnya yang halus di remas sebagai sebagai pegangan untuk lebih leluasa menggerakkan maju mundur kepala Widya. Bahkan beberapa kali pak Herman tahan kepala Widya untuk tetap masuk ke dalam selangkangannya, melahap semua batang kontolnya hingga rongga tenggorokan.
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!!
“ssshhhhh.....ssshhhhh.... Mulutnya enak banget, bu. Aaakkkhhhh....ssshhhhh...hangat, lembut. Ssshhhh....”, racau pak Herman.
“Makanlah kontolku ini. Ssshhhh....makan semuanya”, sambil menekan kepala Widya ke arah selangkangannya.
Beberapa saat pak Herman menahan kepala Widya dalam posisi demikian, hingga Widya merasa nafasnya mulai hampir mencoba memukul paha pak Herman berharap untuk di lepaskannya.
PUAH!!!
UHUK!!! UHUK!!! UHUK!!!
Widya terbatuk setelah kepalanya terlepas dari selangkangan pak Herman dan mulutnya bisa meraih udara dengan bebas. Sementara Widya yang sedang terbatuk, pak Herman malah mengeluarkan suara tertawanya seakan ia telah berhasil merasakan apa yang ia inginkan selama ini.
Sepertinya pak Herman masih belum puas dengan sekali lagi di gulungnya rambut Widya dan ditariknya ke arah ujung kontolnya yang masih tegang. Widya yang sudah tau akan kemauan pak Herman hanya membuka mulutnya dan sepersekian detik saat Widya membuka mulutnya, pak Herman menancapkan kembali kontolnya ke dalam mulut Widya. Bergerak maju mundur seakan tengah menyetubuhi lubang memeknya.
“Sshhhhh.....sshhhh.....”, suara desahan kian terdengar intens dari mulut pak Herman yang tengah menikmati setiap jengkal batang kontolnya di kocok di dalam mulut Widya.
“Hhhmmmmmm....hhhmmmmmm.....”, Widya mengeluarkan suara yang tertahan sambil menatap wajah pak Herman.
“Ada apa, bu?”, tanya pak Herman dengan memperlihatkan senyumnya.
Pak Herman menghentikan gerakkannya dan mencabut kontolnya dari mulut Widya dengan posisi tubuhnya yang ia turunkan hingga sejajar dengan posisi Widya.
“Ada apa, bu?”, tanyanya lagi kini sambil mengusap pipi Widya.
“Kenapa bapak lakukan ini sama saya?”, lirih Widya.
Pak Herman tersenyum kembali mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Widya.
“Sebenarnya jawaban untuk pertanyaan bu Widya sangatlah simpel—“
“Karna saya mencintai dan menginginkan ibu”
Sebuah jawaban tak terduga diucapkan oleh pak Herman, namun entah kenapa Widya tak terlalu merasa terkejut akan hal tersebut. Widya baru tahu fakta bahwa pak Herman memendam perasaan terhadapnya, tapi Widya merasa bahwa ia sudah tahu fakta tersebut seakan sudah sejak lama.
“sudah lama saya mempunyai rasa ini, bu. Selama ini saya hanya bisa memendam semuanya tanpa bisa mengutarakannya langsung karna memang pada dasarnya bu Widya sudah menjadi seorang istri dari pria lain”
“dilain sisi saya juga sudah mempunyai seorang istri dan hal tersebut tak mungkin buat saya memiliki bu Widya. Terlepas dari hal tersebut, dimana saya tak bisa memiliki ibu dengan ikatan pernikahan, maka saya berniat akan memiliki ibu dengan cara lain”
“Apa yang bapak lakukan sebelumnya termasuk cara bapak buat memiliki saya?”, tanya Widya yang menuju kejadian pada penelepon misterius.
“benar, bu. Saya tak bisa menikahi ibu, tapi saya akan memiliki tubuh ibu”
“Saya sangat mencintai ibu dan apa yang saya lakukan itu adalah bentuk cinta saya pada bu Widya. Saya ingin memiliki semua yang dikiliki oleh ibu. Saya ingin menjadi sosok pengganti suamimu”
Widya masih memandang pak Herman yang tengah memandangnya juga dengan telapak tangan masih berasa di pipi sebelahnya. Pandangan keduanya saling beradu dengan amat lekat. Apa yang Widya rasakan sebuah kehangatan yang menjalar.
“apakah aku akan jatuh ke pelukan lelaki lain lagi di pekarangan rumahku sendiri untuk kedua kalinya?”, batin Widya mengingat kejadian saat dirinya juga ditaklukkan oleh pak Narto di pekarangan samping rumahnya itu.
“kenapa aku menjadi gampang bisa terhanyut oleh lelaki? Ada apa dengan diriku ini?”
“Saya sudah tau bahwa ibu sebenarnya juga membutuhkan sosok lelaki yang mampu memuaskan hasrat ibu tanpa disadari juga dan ibu juga pasti sudah tau bahwa semua rahasia ibu dengan pak Narto sudah saya ketahui. Walau saya sudah tau hubungan ibu dengan pak Narto dan saya juga punya sebuah rekaman video, namun saya sama sekali tak berniat untuk menjadikan semuanya sebagai alat untuk mengancam ibu agar mau menuruti keinginan saya”, ucap pak Herman.
“Tapi---“, ucapan Widya dipotong cepat.
“Saya tau. Ucapan yang saya gunakan saat menjadi sosok yang belum diketahui memang sempat memakai sebuah ancaman, namun tak sepenuhnya benar. Jika ibu sebelumnya menolak pun saya tak akan membocorkan kepada siapapun. Saya melakukannya tak serius, kembali lagi karna saya memang cinta dengan bu Widya”
“Dengan begini ibu sudah tau walau ibu menolak pun saya tak akan membocorkan pada siapapun. Sekarang saya akan melakukannya tanpa ada paksaan. Semua ibu yang memilihnya sendiri”
CUP!!!
Pak Herman mengecup bibir lembut Widya. Hanya sebuah tempelan bibir biasa tanpa lumatan. Widya hanya diam dan matanya tetap menatap mata pak Herman yang kini tengah tertutup.
Perasaan hangat yang Widya rasakan dari seorang pria mulai mengalir di dalam darahnya kembali setelah beberapa tahun terakhir dirinya telah ditinggal oleh sang suami dan rasa itu terasa dari sosok pak Herman. Widya tak dapat menyembunyikan hal tersebut dan dengan sadarnya ia mengalungkan kedua tangannya pada leher pria tersebut sambil terhanyut oleh suasanya yang sedang dibangun oleh lawannya.
“Muuaacchhh.....mmmhhhh...”, awal yang pasif mulai diputar balik dengan memberi balasan terhadap bibir pak Herman.
Widya perlahan mulai membalas setiap sentuhan bibir tersebut dengan lumatan lembut dan dari situ gerakan keduanya mulai berubah menjadi sebuah lumatan yang berbalut oleh rasa nafsu yang menyertai.
Diraihnya tengkuk leher Widya oleh pak Herman. “mmmhhhh.....mmmhhhh...”. suara diantaranya saling terdengar berbaur pada dinginnya udara malam.
“Setubuhi aku, mas”, pinta Widya setelah bibirnya terlepas dan panggilannya ia ganti dengan sebutan Mas.
“Di dalam ada Evan sama temannya kan?”, tanya pak Herman memandang manik Widya.
“Tak apa, kita diluar dan mereka di dalam”, balas Widya yang seolah-olah sangat membutuhkan hal tersebut serta dengan gampangnya bisa hasut perasaannya.
“kita ada di pekarangan rumah, apa bu Widya tak takut jika ada orang yang bisa melihat kita?”, pancing pak Herman pada nafsu Widya.
“Tolong, mas...”
Di dalam hati pak Herman tersenyum sangat puas bahwa wanita yang ia incar sudah masuk ke dalam genggamannya dengan gampang.
“nafsu janda memang sangat mudah untuk dinaikkan”, batin pak Herman memandang tubuh Widya.
Kedua tangan pak Herman menangkap bahu Widya dan dengan gerakan cepat langsung membalikkan tubuh Widya. Dalam posisi Widya membelakangi pak Herman, pak Herman memeluk tubuh Widya dari belakang dan ia melakukan gerakan mencumbu tengkuk leher Widya serta kedua tangannya meremas gemas buah dada Widya dari balik baju tipis yang dipakainya.
“Ssshhhhh....ssshhhhh....akkkkhhhh....”, desahan mulut Widya.
Di pelorotkan baju Widya hingga memperlihatkan kedua buah dadanya yang sudah tak terbungkus oleh apapun. Terlihat kedua buah daging kenyal itu sangat menantang akibat nafsu yang sedang menyerang. Terasa mengeras sedikit dan terlihat lebih bulat.
“Nungging, bu. Saya sudah ga kuat pengen sodok memeknya”, pinta pak Herman dan di patuhi oleh Widya dengan langsung menungging memperlihatkan selangkangannya yang merekah sudah siap untuk menerima setiap gempuran dari kejantanan seorang pria dewasa.
CUIH!!! CUIH!!!
Diludahinya batang kontolnya sendiri serta pak Herman ludahi juga tangannya sendiri untuk membasahi lubang memek Widya. Setelah serasa cukup basah, pak Herman mulai mengarahkan ujung kepala kontolnya tepat di lubang peranakan Widya.
BLES!!!!
Tak ada hal yang cukup menyusahkan saat pak Herman mencoba penetrasi pertamanya, mungkin karna memang Widya sebelumnya sudah merasa sangat basah pada selangkangannya akibat perbuatan teman anaknya itu untuk melakukan blowjob.
“Aaakkkhhhh!!!!”, Lenguh keduanya saat kelamin mereka saling bersatu.
“Baru masuk saya sudah merasakan nikmat yang sangat, bu. Ssshhhh... Kayaknya saya bakal ketagihan terus sama memek ibu ini. Ssshhhh....”, ucap pak Herman disertai mulai melakukan gerakan maju mundur dengan sangat pelan.
“Gerakin lebih cepat lagi, mas”
“Hehehe...apanya yang lebih cepat, bu?”
“Kontolnya lebih cepat lagi sodok memeknya, mas”
Sesuai permintaan Widya, pak Herman mulai meningkatkan ritme maju mundurnya. Semakin ditambah kecepatannya semakin pula terdengar suara desahan Widya. Memang benar adanya sepertinya Widya sudah dikuasai oleh nafsunya untuk disetubuhi oleh seorang pria dan apalagi pria tersebut pak Herman. Widya memang tak punya perasaan terhadap pak Herman, namun dari sudut pandang seorang wanita pak Herman memanglah bisa dibilang tampan dengan perawakan yang kekar ditunjang lagi oleh umurnya yang lebih muda 3 tingkat dari Widya, yaitu 35 tahun.
Bukan hanya dari segi penampilan luarnya yang membuat Widya semakin terbakar oleh nafsunya. Dimana pak Herman adalah orang pertama selain mendiang suaminya yang bisa dikatakan enak untuk dipandang, orang pertama yang menyetubuhi Widya. Bukan hanya dari penampilan luar, namun dari ukuran kelamin pak Herman. Ukuran yang sama dengan milik pak Narto.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Aaakkhhhhhssss...enak banget, bu. Sshhhhh... Pantas saja pak Narto kelihatan puas banget pas sodok ibu”
“bahkan memek Nonik kalah jauh sama memek bu Widya ini. Ssshhhh....”
“Aaaakkkkhhh...Aakkkhhhh....masss....terus, mas”
Bertumpu pada dinding rumah dalam kondisi menungging sambil disodok dari belakang oleh pak Herman, Widya mendesah menikmati setiap tusukan yang ia dapatkan. Nafas keduanya memburu panas di tengah udara dingin. Tak menghiraukan bahwa posisi mereka yang sedang saling memacu birahinya di pekarangan rumah. Hanya ada pemikiran bagaimana bisa menyalurkan hasrat masing-masing.
Sudah lewat beberapa menit saat pak Herman memompa lubang memek Widya dengan ritmenya sendiri yang kadang naik turun. Widya sendiri juga sangat menikmati setiap ini rongga memeknya yang digesek oleh kontol pak Herman.
“Ssshh....ssshhh....mas”
“Bagaimana rasa kontol saya, bu? Ga kalah sama punya pak Narto kan? Ssshhhh....”
Pak Herman yang bisa menggerakkan laju keluar masuk kontolnya tanpa hambatan itu terus saja memompa Widya dengan leluasa. Gerakan maju mundur dengan kombinasi tamparan kecil di kedua sisi pantat Widya secara bergantian menimbulkan sebuah sensasi tersendiri. Hal tersebut membuat nilai plus bagi Widya, karna perlakuan yang pak Herman berikan membawa nikmat, menyalurkan ke seluruh tubuhnya hingga dirinya merasa akan mencapai orgasme pertamanya dengan waktu yang lumayan cepat. Orgasme akibat perlakuan kasar saat berhubungan badan.
Widya sudah mulai terbiasa akan hal tersebut karna memang hampir semua orang yang pernah menikmati tubuhnya rata-rata melakukannya dengan cara yang kasar.
“Aku suka....aku suka dikasari. Aaaakkkkhhh....ssshhhhh....enakkk....”, batin Widya.
“Aaaakkkkhhh. Keluar mas...Aakkkhhhh”, erang Widya saat orgasme pertama di dapatnya.
Saat gelombang orgasme pertama Widya jebol, terlihat bahwa cairan kewanitaan yang Widya semburkan keluar membasahi kedua paha serta kakinya dan menetes juga diatas rerumputan. Cairan yang keluar demgan bebas dari lubang memek Widya sungguh hangat di rasa oleh pak Herman. Sambil tersenyum puas karna wanitanya berhasil dibuat orgasme sampai terkencing-kencing.
Pak Herman mencoba memberi kesempatan pada Widya untuk menikmati gelombang orgasme yang tengah dialaminya dengan memberhentikan gerakan keluar masuk kontolnya. Baik pak Herman sendiri saat diam menunggu selesainya orgasme yang Widya alami, ia merasakan betul bahwa batang kontolnya serasa di pijat dari dalam pantat Widya yang tengah berkedut menikmati orgasmenya. Sambil meremas kedua payudara Widya yang menggantung dengan bebas, pak Herman mencium punggung Widya yang sudah mulai basah oleh butiran keringat, badannya juga terasa lebih panas dari sebelumnya.
“kenyalnya ini benda”, racau pak Herman menikmati payudara Widya.
“Kalo keluar air susunya pasti bakal lebih nikmat ini ssshhhhh....”, diremasnya payudara Widya dengan amat gemas oleh pak Herman sambil bibirnya menciumi serta lidahnya menjilati keringat yang ada di punggung Widya.
Gerakan tangannya pada payudara Widya benar-benar gemas dan beberapa kali memainkan putingnya saat menunggu Widya yang siap untuk di genjot kembali.
“Hhaaaaaahhh....hhaaahhhh....”, deru nafas Widya.
Beberapa saat akhirnya gelombang orgasme Widya telah surut, dengan gerakan yang perlahan pak Herman mulai menggerakkan kembali kontolnya keluar masuk di dalam lubang sempit milik Widya yang sudah mulai terbiasa menampung batang pria di dalam lubang yang pernah digunakan untuk melahirkan anaknya itu.
“Aaaakkkkhhh...enak banget memeknya, bu. Ssshhh...bu Widya mau ya jadi istri simpanan saya. Aakkkhhhh.... Bu Widya bakal saya nafkahi layaknya istri sah dan....ssshhhhh....pastinya bu Widya bakal saya nafkahi kontol juga. Aakkkhhhh...ssshhhhh...”
“teruuss mass...teruss...lebih kencang lagi. Ssshhh....oowwsshhhh... Enak...”,racau Widya di tengah nafsunya yang mulai bangkit kembali oleh sodokan nikmat.
“enak, bu?”, tanya pak Herman disela genjotannya. Di tanya seperti itu Widya hanya bisa mengangguk jujur dengan apa yang tengah ia rasakan.
“Bu Widya mau saya bikin lebih enak lagi, ga? Aakkkhhhh...sempitnya, bu...”
“Aakkkhhhh...Aakkkhhhh....gimana...mas saja...sshhhh....saya mau....Aakkkhhhh....”
Masih dalam posisi kontolnya dilubang Widya, pak Herman menurunkan sedikit tubuhnya mengambil sesuatu dibawah. Ia mengambil tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah benda kecil berwarna pink serta mempunyai kabel.
“Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh...apa itu....masss?”, tanya Widya.
“Ini yang saya maksud, bu. Ini memang kecil, tapi bisa menambah rasa nikmat yang ibu rasakan”
Tanpa terlalu berlama-lama pak Herman langsung memasukkan vibrator kecil berwarna pink itu ke dalam lubang pantat Widya dimana Widya dibuat kaget.
“Mas!!! Kenapa dimasukkan disitu? Sssshhhhh....”
“Nurut saja, bu pasti bakal enak. Lagian saya juga sudah tau kalo pantat bu Widya ini sudah tak perawan kan? Pak Narto sudah pernah pakai lubang ini. Tenang saja”
Setelah masuk, pak Herman menyalakan alat tersebut hingga menimbulkan tubuh Widya bergetar karenanya. Sementara vibrator itu bekerja di lubang pantat Widya, pak Herman menggerakkan kontolnya menggenjot memek Widya lebih bersemangat lagi. Tubuh Widya yang bergetar membuat juga rongga dalam memek Widya semakin mencengkeram dan memijat habis batang kontolnya. Hal tersebut dirasa pak Herman dengan memejamkan mata.
“enak banget, bu. Memek janda rasa memek perawan. Ssshhhh....”
“rahasianya apa bu? Sssshhhhh....udah sering dipake orang tapi masih aja bisa seret kaya gini? Gila enak banget. Ssshhhh....”, racau pak Herman.
“oowwsshhhh....masss...eennnaakkkk...ssshhh...terus, terusss....Aakkkhhhh...”
“Hahaha...ssshhh....siap, bu. Saya bakal buat bu Widya puas alami orgasme terus. Ssshhhhh....nikmat betul ini memek. Ssshhhhh....”, racau pak Herman fokus menggerakkan maju mundur pantat serta tangannya di lubang milik Widya yang tengah dimainkan olehnya itu.
“apa hanya pak Narto yang pernah nikmatin tubuh ibu dan teman anakmu saja yang pernah nikmati mulutmu, bu?”, tanya pak Herman.
Widya menggeleng dalam nikmatnya menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pak Herman.
“wah...wah....seriusan, bu? Berapa orang? Aaakkkkhhhhss....”
“sudah berapa pria yang pake memek ibu, hah?! Ssshhh....Aaaakkkkhhh....”, gemas pak Herman melihat jawaban Widya dengan menggenjot keras.
“AAAKKKHHH!!!! AAKKKHHHH!!!!”
“AAAKKKKHHHH....AMMPUUNN MAASSSHHHH...ENAK BANGEETTT....SSHHHHHH...”
PLAK!!! PLAK!!!
Mendengar Widya hanya mengerang, pak Herman makin dibuat gemas dengan aset yang Widya miliki dengan meremas kencang payudaranya dan menampar pantatnya, sehingga beberapa tamparan yang mendarat di pantat Widya sampai menimbulkan warna memerah.
“Aaaakkkkhhh...iyaaa...iyaa....sshhhhh...saya ga hitung mas. Sshhhhh... Aaaakkkkhhh...”
“3? 4? 5? 6? 7?”, selidik pak Herman.
Widya menggeleng, “saya ga tau, mas. Ssshhhh....mungkin lebih dari delapan. Aaaakkkkhhh....akkkkhhhh...”
“saya pernah telepon bu Widya dulu pas saya mau pesan katering dan saya mendengar dari ucapan ibu ada yang aneh. Apa itu juga masuk hitungan jika saat itu ibu menerima telepon saya sedang dientot orang?”, tanya pak Herman. Widya mengangguk.
“Lonte juga kamu, bu. Aakkkhhhh...tapi saya suka model janda nakal kaya bu Widya ini. Ssshhhhh...jadi saya ga usah takut kalo bu Widy saya buat hamil. Lagian sudah banyak yang keluar masuk memek ibu ini. Ssshhhhh....”
“Saya sedang.....sedang hamil, mas”
Pada pengakuan Widya, pak Herman dibuat kaget namun tak lama pak Herman kembali tersenyum nakal. Pak Herman tak percaya bahwa Widya sudah pernah dipakai oleh banyak orang dan terlepas lagi sampai mengandung seorang anak yang sudah bisa dipastikan Widya sendiri tak tau peju siapa yang berhasil membuahi rahimnya.
“bu Widya sampai hamil sekarang? Ibu benar-benar jadi wanita nakal ya setelah jadi janda. Ssshhhh....apa semua yang pernah nikmatin memek ibu ini dilakukan secara gratis?”
“Iyaaahhh, massshhh....ssshhhhh....”
“Kok murahan ya, bu?”, ucap pak Herman mencoba melecehkan Widya dengan perkataannya.
“Saya ga murahan, mas. Saya kalo dijual juga bakal banyak yang mau bayar saya mahal”, balas Widya mencoba binal.
“berarti ibu mau kalo dijual buat jadi pelacur dong”
“Ga juga, maasssshhhh....sampai sekarang saya Cuma dipakai oleh pak Narto saja, mas. Aaakkkhhhh....”
“beruntung juga itu bandit tua bisa buat bu Widya bertekuk lutut. Kalo pak Narto bisa, apa saya juga bisa ikut nikmatin tubuh bu Widya ini?”
“Iyaaahhh....ssshhhhh...mas Herman boleh miliki tubuh saya ini. Semuanya. Sssshhhhh....”
Genjotan kontol pak Herman makin bertenaga. Kedua buah payudaranya yang tergantung bebas tak luput bergerak akibat sodokan tersebut. Saat Widya tengah mendesah dan mengerang, rambutnya dijambak dari belakang sebagai tali kekangnya saat menikmati sempitnya lubang Widya. Ia tarik lumayan keras rambut Widya hingga kini posisinya sejajar dengan tubuh pak Herman. Sementara satu tangannya meremas keras payudara Widya. Dalam keadaan setengah berdiri itu, tubuh Widya terlonjak ke depan mengikuti setiap dorongan pinggul pak Herman pada pantatnya.
“Aaakkkhhhh.....Aaaakkkkhhh....rasakan kontolku juga, bum ssshhhhh....rasakan ini....aaakkkkhhhhss....”, erang pak Herman.
“Aaakkkhhhh....Aaaakkkkhhh....”, desah Widya.
Puas dalam posisi tersebut, pak Herman melepas kembali jambakan pada rambut Widya dan mencabut kontolnya dari memek Widya hingga terlepas sepenuhnya. Kemudian vibrator kecil berwarna pink yang tertancap di dalam lubang pantat Widya juga ikut dicabutnya dengan cepat.
Diperhatikannya memek Widya yang mulus tanpa bulu terlihat sangat basah itu. Menggunakan kedua buah jarinya pak Herman mengocok lubang memek Widya dengan ritme yang cepat sehingga menimbulkan suara kecipak yang sangat khas.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
“Aaaakkkkhhh....akkkkhhhh...akkkkhhhh....”, desah Widya di tengah kocokkan jari pak Herman di dalam memeknya.
Keadaan selangkangan yang sudah sangat basah dan kocokkan cepat jari pak Herman membuat cairan kewanitaan Widya tercecer keluar dengan deras, bahkan ia dapat meraih orgasme keduanya dalam keadaan menungging. Tangan pak Herman basah tersiram oleh cucuran cairan orgasme yang Widya dapatkan.
“Saatnya buat kontol saya bekerja lagi, bu”, ucap pak Herman mencabut jarinya dan bersiap mengarahkan ujung kepala kontolnya dilubang Widya.
BLES!!!
Untuk kedua kalinya batang kontol pak Herman kembali menembus masuk liang seggama milik Widya yang sangat membuat ketagihan oleh para pria itu. Lubang yang entah bagaimana caranya selalu bisa menutup dengan rapat meski sudah di pakai oleh banyak orang. Jika di dalam game mungkin bisa dibilang Widya ini adalah item langka yang sulit untuk didapatkan.
“Saya lemas, mas. Istirahat dulu”, pinta Widya.
“masa sudah lemas, bu? Katanya sudah pernah di entotin banyak kontol? Masa baru satu kontol udah lemas gitu. Saya mulai ya, bu”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!!
Kembali pak Herman menggenjot memek Widya dengan ritme yang sedang tanpa menggubris permintaan Widya untuk beristirahat sejenak mengembalikan tenaganya yang sempat hilang akibat terbuang untuk 2 kali orgasmenya.
“Aaakkkhhhh....Aaakkkhhhh....”, Widya hanya bisa mengerang dan mendesah kecil sambil menggelengkan kepalanya merasakan nikmat bercampur rasa lemasnya.
“Hahahaa....sssshhhhh... coba ibu bayangkan kalo saat ini ibu yang sedang saya entotin ini lagi ditonton oleh Evan sama temannya itu”
“anggap saja bu Widya sedang melakukan seks edukasi untuk anakmu lewat praktik langsung ini. sshhhh... bayangkan jika Evan sedang menonton kita. Dimana ibunya ini sedang keenakan sama kontol saya ini. Dimana ibunya sedang mendesah kaya pelacur murahan. Coba bayangkan, bu. Bayangkan semuanya. Aaakkkkhhhhss....”
“Evan pasti bakal marah. Aaakkkhhhh....ssshhhhh...”, ucap Widya menatap ke belakang.
“Evan tak akan marah, bu. Kan saya tadi sudah bilang kalo ini seks edukasi. Sssshhhhh... Lagian bukan nyata, hanya membayangkan saja dan coba rasakan sensasinya bu. Aaakkkhhhh....sssshhhhh... Nikmatnya ini lubang. Ssshhhh....”
Beberapa saat Widya hanya mendesah dan pak Herman hanya diam menyodokkan kontolnya. Hingga Widya berhasil mengambil keputusannya untuk mencoba membayangkan apa yang diperintahkan oleh pak Herman. Dimana saat di Setubuhi oleh pak Herman, dia membayangkan anaknya tengah melihatnya secara langsung.
“Anak saya sedang melihat kita, mas. Aaakkkhhhh...ssshhhhh” ,ucap Widya yang disambut senyum kemenangan oleh pak Herman.
“tak apa, bu. Kita kasih seks edukasi buat Evan biar tau cara memuaskan seorang wanita pas menikah nanti”, balas pak Herman mengikuti imajinasi yang sedang di bangun.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Evan....lihatlah ibumu ini. Sssshhhhh... Ibumu sedang bapak entotin. Ssshhhh...bapak sama ibu kamu mau lasi kamu pelajaran seks yang akan berguna buat kamu nantinya”, sambil meremas kencang payudara Widya.
“Pertama-tama apa yang sedang bapak lakukan ini pasti kamu sudah tau kan? Ssshhhh....ini namanya ngentot. Aaaakkkkhhh....memek ibumu ini sedang bapak sodok pakai kontol besar bapak ini makanya ibu kamu ini mendesah keenakan kaya Lonte begini. Aaakkkhhhh....ssshhhhh....”
“Aaakkkhhhh.....ssshhhhh...apa yang mau kamu tanyakan, Evan?”, tanya pak Herman seolah-olah sedang bertanya pada Evan.
“apa ngentot itu enak, om?”, ucap pak Herman menjawab sebagai Evan.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Aaakkkhhsssss....kamu dengar kan suara sodokan kontol bapak? Kamu sudah tau kan seberapa enak dan nikmatnya ngentot. Aakkkhhhh....apalagi ngentotin memek ibu kamu ini. Ssshhhh... Enak pake banget”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Memek ibu kamu enak banget, Evan. Ssshhhh... Dulu kamu lahir dari lubang yang sedang bapak kontolin ini kan? Ssshhhh.... Lubang yang dulu buat lahirin kamu ini nikmat luar biasa. Ssshhhh....kamu juga boleh kalo mau coba rasain lubang tempat keluar kamu ini. Aakkkhhhh....iya kan, bu?”, tanya pak Herman.
“Iyaaahhh bbolehhh...ssshhhhh...akkkkhhhh...enak...”, racau Widya.
“apa lagi yang mau kamu tanyakan, Evan?”, tanya pak Herman.
“Ga ada, om. Evan mau nonton aja”, ucap pak Herman menjadi Evan.
“Yaudah, kamu diam disitu terus liatin aja ibu kamu bapak entotin sama puas”, ucap pak Herman.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Ritme sodokkan yang dilancarkan oleh pak Herman semakin celat dan bertenaga sehingga membuat Widya makin tambah tak karuan dibuatnya. Badanya bergetar serta butiran keringat mulai terlihat semakin banyak dan membasahi badan keduanya. Widya yang sudah orgasme dua kali dibuat tak bisa berbuat apapun, dia hanya membulatkan mulutnya menahan setip rangsangan nikmat yang mengalir pada tubuhnya.
PLAK!!!
Ditamparnya bongkahan pantat Widya oleh pak Herman akibat rasa gemas dan nafsu yang membara. Satu tangan Widya di tarik ke belalang dan terlihat pula pada bagian batang kontol pak Herman yang sedang keluar masuk dengan cepat di dalam lubang memek Widya bahwa cairan putih dari kewanitaan Widya menyelimuti kelamin keduanya.
“Oowwsshhhh....mass...terus, lebih keras lagi. Sshhhhh...ya seperti itu. Teruss....aakkhh...”, racau Widya makin liar.
“ibu suka dientot kontol besar? Ibu suka dikasari kaya gini?”
“Iya...iya saya suka mas. Saya terlihat seperti pelacur yang dibayar untuk dikasari. Ssshhh...teruussss....”
“tapi bu Widya bukan dibayar dengan uang, tapi cukup dibayar pakai kontol sama peju doang. Aaaakkkkhhh....memang Pelacur idaman bu Widya ini. Aakkkhhhh...ssshhhhh...”
“soalnya bayi yang sedang.....saya kandung ini sedang ngidam, mas. Aakkkhhhh....sshhhh....ngidam kontol sama peju. Aaakkkkhhhhss....terus, mas....enak banget kontolmu ini. Aaaakkkkhhh....”
“Mantap sekali ngidam anakmu, bu. Calon anaknya ini kayaknya sudah tau kelakuan ibunya kaya Lonte. Ssshhhh....pasti kalo udah besar nanti bu Widya bakal dientotin juga sama kontol anaknya ini. Aakkkhhhh....”, Racau pak Herman semakin bersemangat menyetubuhi dan melecehkan Widya. Lagian apa salahnya, Widya juga menikmati hal tersebut.
Makin liat saja pak Herman menyetubuhi Widya. Seakan lupa bahwa wanita di depannya itu sedang dalam keadaan mengandung seorang jabang bayi. Walau umurnya masih muda. Walau dalam keadaan muda pun juga bisa menjadi sebuah risiko jika berhubungan badan dengan cara terlalu kasar.
“Bu Widya jadi istri saya saja. Biar memeknya Cuma saya yang nikmatin. Ssshhhh.....”, ucap pak Herman.
“Iya, mas. Anggap saja saya istri mas Herman yang kedua. Ssshhh...saya istri selingkuhan, mas...silahkan nikmati memek saya ini, mas...saya istrimu.... Saya suka....Aakkkhhhh....”
“Aaakkkhhhh....nakal kamu, bu. Ssshhhh....bu Widya ini....mau jadi istri saya atau mau jadi Lonte saya, bu? Ssshhhhh....tingkahnya binal banget”
Widya melengoskan kepalanya menghadap ke belakang dimana pak Herman tengah berdiri sambil menyodokkan kontolnya. Setelahnya di tarik tangan pak Herman sehingga kepala pak Herman mendekat ke arahnya dan langsung saja Widya lumat penuh nafsu bibir pria tersebut.
MMMHHHH!!!! MMMHHH!!!!!
Pak Herman yang mendapat serangan liar dari Widya tak mau diam, ia membalas lumatan kasar yang dilancarkan oleh Widya terhadap bibirnya. Keduanya saling lumat dengan nafsu sambil pak Herman terus menggerakkan pinggulnya maju mundur menumbuk selangkangan Widya.
“saya istrimu mas, tapi saya juga mau jadi Lontemu. CUP!!! Ssllurrrpp....”, ucap sayu Widya di tengah lumatannya.
“jatuh juga kamu bu sama kontolku ini”, batin pak Herman.
Pak Herman melepaskan keluar kontolnya dan membimbing tangan Widya untuk mengikutinya. Setelah sampai di tempat jemuran, pak Herman mengambil salah satu selimut tebal yang belum diangkat dari jemuran. Pak Herman menggunakan selimut tersebut sebagai alas diatas rerumputan yang akan dipakainya sebagai media menyetubuhi Widya kembali.
Direbahkannya Widya dan beberapa kali dilumatnya terlebih dahulu bibir tipis tersebut. Dari bibir mulutnya turun tepat di selangkangan Widya yang sudah sangat basah. Tanpa merasakan jijik atau risih akibat cairan kewanitaan milik Widya, pak Herman melumat habis selangkangan Widya.
SLURP!!! SLURP!!!
“Rasanya gurih banget, bu”, ucap pak Herman memandang ke arah wajah Widya dimana tangannya sedang meremas payudaranya sendiri.
“Udah gatal pengen di sodom pake kontol saya lagi ya, bu?”, Tanya pak Herman dan dijawab anggukan oleh Widya.
“Hehehe....sabar, bu”
Di renggangkannya kedua paha Widya dan pak Herman memosisikan tubuhnya tepat di tengah selangkangan Widya. Ujung kepala kontolnya yang kokoh siap membobol lubang sempit memek Widya untuk ke sekian kalinya.
“Ini kon...tol buat memekmu, bu!!!”
BLES!!!!
“AAAKKKKKHHHHH!!!!”, Lenguhan puas keduanya karna bisa bersatu kembali.
Di pompanya kembali memek Widya oleh pak Herman, kini dengan ritme sedikit cepat mungkin karna memang pria tersebut sudah sangat ingin memuntahkan lahar panasnya di dalam tubuh Widya yang ia idamkan. Widya hanya bisa diam menikmati setiap sodokkan nikmat yang tengah diberikan kepadanya. Terlihat pula kedua payudaranya sedikit memerah akibat remasan kasar yang pak Herman lakukan sebelumnya. Beberapa tandan cupangan juga ada disana.
Seakan kurang puas dengan cupangan yang ada di payudara Widya. Pak Herman kembali membuat tanda merah di kedua paha mulus Widya.
“Aaakkkhhhh....akkkkhhhh....masss...”, desah Widya.
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
“AAKKKKHHHHH!!!!”
Ditamparnya payudara Widya secara bergantian beberapa kali. Widya yang mendapatkan tamparan di payudaranya hanya mengerang. Rasa kombinasi yang sangat nikmat diterima oleh Widya. Rasa sakit akibat tamparan di payudaranya, namun di sisi lain juga merasa nikmat di selangkangannya akibat sodokkan kontol pak Herman. Sakit, tapi enak dan Widya mau hal itu lagi.
“Tampar lagi, mas. Ssshhhhh....tampar lagi payudaraku ini”, pinta Widya.
“Ketagihan kamu bu saya kasarin kaya gini?”, Widy mengangguk.
“bu Widya memang Lonte. Terima ini. PLAK!!! Terima ini...PLAK!!! TERIMA INI KAU, LONTE!!!! PLAK!!! PLAK!!!”
Apa yang dilakukan oleh pak Herman ternyata menghantarkan Widya kembali pada orgasmenya. Tepat pada saat pak Herman menampar payudara Widya dan selangkangannya terus di genjot, Widya mengerang nikmat dengan panjangnya.
“kellluaarrggghhhh....keluar, masss....akkkkhhhh....”, lolong panjang Widya.
Cairan kewanitaannya keluar membasahi batang konyol pak Herman yang tengah menyumpal penuh lubang memeknya itu. Rasanya sungguh sangat terasa sangat oleh pak Herman sendiri. Dilihatnya juga badan Widya bergetar dengan hebat, kedua tangannya meremas keras seprei yang digunakan untuk alas. Kalinya mengacung lurus dan mulutnya mengangga. Bukan hanya itu, matanya juga ikut mengisyaratkan bagaimana nikmat yang sedang Widya rasakan. Matanya hanya memperlihatkan area putihnya saja.
“aaakkkkkkhhhh.....maaass......aaakkkkkkhhhh....”, orgasme panjang menerpa Widya.
Sementara pak Herman hanya terdiam melihat pemandangan di depannya tak kala hal tersebut adalah pertama kalinya ia melihat seorang wanita mengalami orgasme sehebat itu. Gerakan kontolnya yang sedari tadi terus keluar masuk memompa memek Widya kini berhenti total.
Hanya pijatan dan rasa hangat yang bisa pak Herman rasakan pada batang konyolnya itu. Bulir keringat terlihat keluar banyak dari tubuh Widya. Terasa licin oleh keringat.
“Masss...tolooonngg....aaakkkhhsssss....ini nikmat banget, mas....akkkkhhhh.....ssshhhhh....”, erang Widya begitu merasakan nikmatnya orgasme miliknya malam itu.
“OOORRRGGGHHHH....NIIKKMAATTTGGGHHHH...SAYA KELUAR....AAAKKKHHHH!! SAYA KENCING BANYAK, MASSS...AAAKKKKHHHH”
Beberapa menit Widya mengalami orgasme beruntun dan selama itu juga pak Herman hanya diam melihat bagaimana Widya menggerakkan tubuhnya bak cacing yang sedang kepanasan. Pak Herman melihat dengan tatapan terpukau namun dirinya juga masih dalam keadaan nafsu yang makin bertambah besar akibat tontonan di depannya itu.
Akhirnya gelombang orgasme panjang yang Widya rasakan mulai reda dengan perlahan dan menyisakan tubuh lemas Widya yang sedang kehabisan nafas. Dadanya naik turun, tubuhnya masih sesekali bergetar.
“hebat sekali, bu. Baru kali ini saya lihat wanita orgasme sampai sebegitunya”, ucap pak Herman membuka suara.
“saya mulai lagi, bu”, lanjutnya.
“jangan! Jangan dulu, mas. Saya lemas banget. Tolong kasih saya waktu sebentar”, mohon Widya untuk memulihkan tenaganya.
“jangan bercanda, bu. Daritadi bu Widya keenakan dan saya hanya bisa menahan nafsu saya. Sekarang saya harus nunggu ibu buat istirahat? Ga tau diri sekali ibu Widya ini. Saya mulai!!!”
PLAK!!! PLAK!!!
Pak Herman kembali menampar Payudara Widya berulang kali hingga kulit mulus dada Widya yang awalnya sudah merah bertambah merah. Tanpa memberi jeda saat Widya beristirahat, pak Herman mulai menggenjot kontolnya kembali pada lubang memek Widya yang tadi sempat terhenti. Kini ritme kecepatannya ditambah sehingga Widya kembali mengerang lebih liar dibuatnya setelah orgasme panjangnya.
“AAAKKKKHHHH...LINU, MAS!!! AAAKKKKHHH...TAPI INI ENAK BANGET....AAAKKKKHHH....TERUSSS....TERUS....AAKKKHHH...”, racau Widya dengan ucapan semakin menunjukkan sisi Binalnya. Sedangkan pak Herman tambah semangat membuat Widya menderita dalam rasa nikmatnya.
“bu Widya ini memang sangat Binal sebenarnya ya. Ssshhhhh... mengerang, mendesah terus pas di sodok kontol tetangganya....kaya pelacur kamu, bu. Oowwsshhhh...nikmatnya”, racau pak Herman.
“SAYA KAYA PELACUR....YANG PENTING JADI PELACUR KAMU, MAS. AAKKKKHHHH....SSHHHH....”, balas Widya.
Diremasnya kedua payudara Widya yang ikut bergerak naik turun seiring sodokkan kontol pak Herman. Kontolnya masih keluar masuk menumbuk liang seggama Widya dengan keras sambil memejamkan mata menikmati keluasan yang ia dapatkan dari janda teman istrinya itu yang sedang ia tunggangi layaknya istrinya sendiri. Bahkan bagi pak Herman bu Nonik, istrinya pun kalah binalnya dengan Widya.
HHHHAAAHHHH!!! HHHAAAHHHHH!!!
Merasa sedikit memedulikan kondisi Widya, pak Herman perlahan mulai mengurangi tempo pompaannya dan perlahan pak Herman malah melepaskan keluar kontolnya yang masih sangat tegang, siap untuk menyemprotkan bibit-bibit anaknya.
PLOP!!!
“Aaaakkkkhhh....”, lenguh Widya saat kontol pak Herman terlepas.
Lubang milik Widya memang sempit dalam usianya itu, namun sesempit apapun jika baru saja di masuki oleh benda besar pasti juga bakal meninggalkan jejaknya. Seperti saat kontol pak Herman terlepas dari lubang memek Widya, dimana lubang memek Widya terlihat terbuka. Tapi anehnya milik Widya ini spesial. Bisa dengan cepat menutup rapat kembali seakan-akan selaput rongga memek Widya karet yang tak gampang menjadi kendur walau di tarik panjang.
Widya terlentang dengan kedua kaki masih terbuka memperlihatkan selangkangannya yang sudah basah kuyup oleh cairan orgasmenya sendiri.
Sementara pak Herman tengah berdiri melihat Widya yang tengah kelelahan sambil mengocok batang kontolnya sendiri. Ia pandangi setip inci wanita tak bersuami itu dalam keadaan hamil muda dan telanjang bulat tengah mengangkang di depannya.
Pak Herman beranjak dari posisinya dan menghampiri Widya. Ia elus pipi Widya dengan lembut serta memainkan bibir manis Widya menggunakan jemarinya.
“bu Widya cantik sekali. Dalam kondisi habis orgasme seperti ini ibu terlihat lebih merangsang berkali lipat dari sebelumnya”, ucap pak Herman.
CUP!!!
SLURP!!! SLURP!!!
Dicium dan sedot puting Widya yang mengacung tegang oleh pak Herman dengan buas secara bergantian. Dapat pak Herman rasakan bahwa kulit payudara Widya terasa sedikit panas, mungkin akibat tamparan yang ia berikan berulang kali pada daging kenyal itu.
Dari payudara, mulutnya turun le arah perut Widya yang berisi calon bayi di dalam sana. Diusapnya permukaan perut Widya dan diciumnya.
“kalo kamu sudah lahir nanti jangan bikin susah ibumu ya. Soalnya ibumu saat mengandungmu juga sudah kesusahan buat cari tau siapa bapakmu. Hehehe...”,Ucap pak Herman.
“bapakmu siapa, ga ada yang tau....soalnya banyak yang ikut sumbang peju nya”
“kamu di dalam sana jangan rewel. Jadilah anak baik, nanti om kasih makan peju yang banyak buat kamu”
Setelah selesai dengan omongan ngelantur nya, pak Herman menggeser tubuhnya di depan selangkangan Widya kembali sambil memegang batang kontolnya yang sudah siap membombardir memek Widya kembali.
“istirahatnya sudah kan, bu? Saya sodok lagi ya memeknya”
BLES!!!
“EEEGGGHHHHH!!!!”, lenguh Widya.
“Pelan-pelan dulu, mas. Masih ngilu rasanya”
“kalo pelan kapan selesainya, bu? Bisa-bisa sampai pagi bu Widya saya genjot terus. Ibu mau?”. Widya diam.
“saya sudah tak bisa menahan lagi, bu. Saya sudah ga tahan pengen pejuhin memekmu ini”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pak Herman langsung mengambil ritme menggenjot memek Widya dengan cepat dan bertenaga sehingga mau tak mau Widya harus menutup mulutnya supaya suaranya tak terlalu keras keluar. Gempuran di selangkangannya sungguh membuatnya tersiksa dalam nikmat, rasanya Widya ingin berteriak dalam desahannya tapi hal itu tak bisa dilakukan olehnya mengingat siapa yang tengah menyetubuhinya dan dimana mereka melakukannya. Bisa dengar para tetangga, orang lewat bahkan anaknya sendiri dengan apa yang sedang ia lakukan bersama pak Herman fi pekarangan rumah.
“ga tahan saya lihat Tete mantap kaya gini”
Tangan pak Herman tak tinggal diam saja, ia arahkan kedua tangannya meremas bukit mengkel milik Widya. Dimainkan kedua putingnya sambil sesekali ia sentil puting itu sehingga tubuh Widya melonjak dalam menahan suaranya.
Respon yang Widya berikan saat di sentil putingnya membuat pak Herman berpikir lebih nakal. Kali ini di cubitnya kedua puting Widya dan menariknya perlahan. Hal tersebut sudah pasti membuat Widya ingin berteriak. Untungnya bisa ditahan menggunakan kedua tangannya.
“masss....tolong jangan ditarik. Ssshhhh....sakit... Aakkkhhhh...akkkkhhhh....”
Tangan kanannya dilepas dari payudara Widya dan didaratkan pada selangkangan dimana pak Herman memainkan klitoris Widya dengan gemas sambil terus menyodokkan kontolnya.
Desahan kini mulai terdengar kembali dari mulut Widya yang dari tadi tertahan oleh tangannya sendiri. Desahannya berubah menjadi racauan dikala gerakan kontol pak Herman keluar masuk dengan cepat dan bertenaga sambil di kombinasikan dengan permainan di klitorisnya sehingga tubuhnya ikut tersentak- sentak nikmat.
Payudaranya yang sedang diremas juga tak luput dari goyangan yang di timbulkan oleh sodokan kuat kontol pak Herman pada memeknya. Racauan liar Widya menggambarkan betapa nikmatnya persetubuhan yang ia terima itu. Rasa nikmat dari kontol seorang pria yang ia kenal sebagai suami dari teman tetangganya itu.
Mencoba menahan rasa nikmat yang menyerangnya kembali, Widya meremas payudaranya sendiri dengan keras. Badanya menggeliat dan nafasnya mulai tak bisa ia kontrol.
“akkkkhhhh.....aakkhh....tolong...tolong mamah, nak. Ssshhhh....aaakkkhh....tolong mamah dari rasa nikmat kontol perkasa pak Herman ini, nak. Aaakkkkhhhhss.....”, racau Widya.
“Aakkkhhhh....iya terus, mas....teruuss....ssshhhhh....enak...enak bangettt...ssshhhhh...”
“tolong mamah, nak. Mamah rasanya mau keluar lagi. Aakkkhhhh....Aakkkhhhh....kontol pak Herman jahat banget bikin mamah tersiksa....dalam kenikmatan. Ssshhhhh....”
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“terus, bu. Sshhhhh....terus utarakan rasa nikmat yang ibu rasakan pada Evan. Terus, bu. Aaakkkkhhhhss.... Gila enak banget ini lubang”, racau pak Herman.
Tubuhnya dan kenikmatannya sudah dikuasai sepenuhnya oleh kenikmatan yang diberikan oleh pak Herman secara kesadaran yang penuh. Widya benar-benar sudah jatuh dalam pelukan tetangganya itu.
Remasan di payudaranya sendiri sampai mengakibatkan kulit mulus payudaranya makin memerah. Kepalanya ia gelengkan ke kanan dan ke kiri mencoba meresapi rasa nikmat yang dia dapatkan. Sebuah rasa nikmat yang terus-terusan ia dapatkan dari kontol besar tetangga yang sedang menyetubuhinya dengan buas.
“Aaaakkkkhhh....enak kan, bu. Enak?! Ssshhhhh”, tanya pak Herman disela genjotan cepatnya di dalam memek Widya.
“Iyaaahhh...enakkk...ssshhh...teruss genjot, mas. Terus sodok memek Widya...Aakkkhhhh...enakkk....buat Widya sampai lemas nikmat”, racau Widya.
“Bakal saya buat bu Widya tak bisa berjalan buat seharian nanti. Aakkkhhhh...sshhhh....”
Pak Herman menempatkan kedua kaki jenjang Widya pada pundaknya sehingga posisinya kini menggempur memek Widya dari atas. Mata pak Herman menatap lekat wajah Widya yang tengah mengerang kenikmatan di bawahnya.
PLAK!!!
Ditamparnya pipi Widya lumayan keras. Widya terus mendesah dan mengerang, tetapi matanya mengeluarkan air mata yang mengalir ke pelipisnya. Bahkan hal yang tak terduga diperlihatkan oleh Widya, dimana Widya malah terlihat sedikit tersenyum dalam rasa ingin menangisnya dan rasa nikmatnya.
“Rasakan kontol ini, bu. Rasakan kontolku Pelacur. Aakkkhhhh....ssshhhhh....”, umpat pak Herman yang juga merasa kenikmatan saat menyetubuhi Widya dengan kasar layaknya wanita yang bisa ia bayar dengan uang.
“Aaaakkkkhhh...ssllurrrpp...Aakkkhhhh...saya...saya memang pelacurmu, masss”
“Istri simpananku....Pelacurku...”, oceh pak Herman.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Gerakan pantat pak Herman pada memek Widya semakin buas dan cepat mencoba mencapai kepuasaan yang di cari dari memek dan tubuh Widya yang ia kejar sedari tadi. Di tumbuknya memek Widya dengan kuat sampai menimbulkan suara benturan kulit dan suara becek memek Widya lebih keras dari sebelumnya.
Sembari memeknya di genjot dengan cepat dan kuat, mulut Widya di lumat bernafsu oleh mulut pak Herman. Dijilatnya wajah Widya dengan buas serta keringatnya jatuh menetes dengan deras ke arah dada, leher bahkan wajah wanita cantik tersebut.
Badan Widya dan pak Herman tengah bersatu dalam telanjang telah banjir oleh keringat persetubuhan panas mereka. Selimut yang di pakai untuk alas persetubuhan mereka sudah mulai basah oleh keringat keduanya. Dalam lumatan dan jilatan pada wajahnya, Widya kehabisan nafas. Mulutnya yang membuka mencoba mencari udara untuk masuk ke paru-parunya malah disumpal oleh mulut mbah Mitro sambil lidahnya bermain di dalam mulut Widya.
“Aaaakkkkhhh....Aaaakkkkhhh....Aakkkhhhh....”, desah pak Herman di sela lumatannya.
“Ampun, masss...Aakkkhhhh...aampuunn....Aakkkhhhh....ini terlalu nikmat...ssshhh....”
“SAYAAA...KELUAARRR LAGI, MASSS!!!! AAAKKKHHHH!!!”, lolong keras Widya saat orgasme kembali menerpa dirinya dengan hebat.
Sementara itu pak Herman yang sebentar lagi juga akan mencapai orgasmenya terus memompa memek Widya tanpa mengurangi ritme pompaannya. Dengan nafas kasar pak Herman terus menumbuk memek Widya dengan cepat dan bertenaga. Dibawahnya tubuh wanita yang tengah bergetar hebat merasakan gelombang orgasme tak di pedulikan. Ia terus saja memfokuskan gerakannya untuk memompa keluar peju nya mengisi rahim Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“KELUARRRR.....KELUUARR....WIDYA SAYANG....”
Dengan menghentakkan pantatnya dengan keras ke arah selangkangan Widya, pak Herman memuntahkan bermili-mili peju nya mengisi rahim Widya dengan keras menabrak dinding rahim tersebut. Seiring kedutan pantat yang pak Herman lakukan, ia menembakkan peju nya.
“AAKKKHHH!!! INI PEJU PERTAMAKU, BU. TERIMA SEMUA DI RAHIMMU. SAYA MAU IKUT SUMBANG PEJU BUAT BAYIMU INI. TERIMA SEMUANYA, WIDYA SAYANG!!! AAAKKKHHHH!!!!”
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“MAKAN!!! TELAN SEMUA PEJU OM INI, NAK!!!”, erang pak Herman menembakkan laharnya ke dalam rahim Widya sambil seolah-olah menyuruh anak yang ada di dalam perut Widya untuk memakan habis semua peju nya.
“AAAKKKHHHH!!!”, Lenguh Widya karna kuatnya semburan peju pak Herman menghantam dinding rahimnya.
CRUT!!! CRUT!!! CRUT!!! Pak Herman menyemburkan sisa-sisa peju nya.
Dengan masih membiarkan kontolnya di dalam memek Widya, pak Herman ambruk mendekap tubuh Widya dengan kuat. Diciumnya aroma keringat persetubuhan mereka. Persetubuhan yang Widya alami telah berakhir, Widya dengan lega menikmati sisa gelombang orgasmenya sambil sesekali masih merasakan kontol pak Herman berkedut di dalam memeknya. Ia ambil nafasnya yang kacau dibawah tindihan tubuh pak Herman.
“Terima kasih, bu. Akhirnya saya bisa mencicipi lubangnya”, lembut pak Herman menindih tubuh polos berkeringat Widya.
Sekitar 3 menit mereka berdua bertahan dalam posisi seperti itu. Hanya suara angin malam dan deru nafas kasar. Pak Herman bangkit dari posisinya dan kembali mengenakan celananya.
“saya bantu berdiri, bu”, ucap pak Herman setelah selesai memakai kembali celananya membantu Widya untuk berdiri dan memakaikan kembali pakaiannya. Namun di cegah oleh Widya, ia lebih memilih untuk menutupi tubuhnya menggunakan selimut yang digunakan untuk alas persetubuhan mereka.
“Yaudah, saya papah ke depan”
Widya di papah oleh pak Herman berjalan ke arah depan rumahnya dengan kondisi tubuh telanjangnya hanya dibalut selimut. Karna memang pintu depan saja yang bisa digunakan, sementara pintu samping dikunci dari dalam.
“nyeri?”, tanya pak Herman.
“Lumayan, mas tapi ga terlalu”, jawab pelan Widya.
Dirangkulnya Widya untuk membantunya berjalan. Saat melewati persimpangan tembok pekarangan mereka dikagetkan oleh sosok pria tua duduk di kursi teras rumah Widya. Widya dibuat kaget oleh kehadiran pak Narto di teras rumahnya, namun tidak untuk pak Herman. Ia terlihat biasa saja.
Ada dua point yang membuat Widya kaget. Pertama, ia takut apa yang baru saja terjadi dengan pak Herman akan disebarkan oleh pak Narto. Point kedua Widya kaget karna pria tua tersebut duduk di kursi terasnya dengan mengeluarkan batang kontolnya dan tengah mengocoknya dengan cepat.
Widya yang sedang dalam keadaan kaget disuruh untuk melanjutkan jalannya oleh pak Herman. Saat mereka berdua tiba di dekat pak Narto...
“Ngentotnya lama banget, pak? Keenakan pasti. Ssshhhh....ssshhhhh....”, ucap pak Narto.
“banget malahan. Hahahaha...”, jawab pak Herman.
“Apa yang sebenarnya terjadi disini?”, bingung Widya dalam hati mencoba menebak apa mereka sudah merencanakan hal ini.
Saat Widya mencoba menebak keadaan membingungkan yang sedang terjadi, tiba-tiba pak Narto bangkit dari duduknya dan dengan cepat membalikkan tubuh Widya serta tubuhnya disuruh untuk sedikit menungging.
“pak!!! Apa yang bapak lakukan?!”, tegas Widya.
“Sudah tak apa, bum nanti kita jelaskan. Bapak sudah ga tahan lagi....sshhhh....ini peju bapak mau keluar”
Kuatnya tenaga pak Narto tak dapat dilawan oleh Widya sehingga dirinya kini sedikit menungging dan dibelakangnya pak Narto mengarahkan batang kontolnya dan, BLES!!!! Pak Narto memasukkan seluruhnya batang kontolnya ke dalam memek Widya yang sudah sangat basah oleh orgasme nya beserta basah oleh cairan peju yang pak Herman semburkan sebelumnya di dalam.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Pak Narto langsung menggenjot memek Widya dengan cepat sementara pak Herman hanya berdiri melihat Widya di Setubuhi untuk kedua kalinya.
“Aaakkkhhhh....Aakkkhhhh....aaakkkhh....”, desah Widya.
“Bapak mau keluar Widya. Aaakkkkhhhhss....KELUARRRR!!!!”, erang pak Narto tertahan.
CROT!!! CROT!!! CROT!!!
“Ini peju buat memek ibu lagi malam ini. Aaakkkkhhhhss....nikmatnya ini lubang, ga pernah bikin bosan”, ucap pak Narto sambil mengoleskan ujung kontolnya di kulit pantat mulus Widya yang tengah berdiri setengah menungging.
“ibu malam ini sudah menampung 2 peju dari 2 kontol yang berbeda”, ujar pak Herman membuka suara.
“Istirahatlah, besok bakal kita jelaskan. Sekarang bu Widya masuk dan tidur”, lanjutnya.
“Makasih, bu. Enak banget memeknya walau hanya beberapa kali sodokan yang penting saya sudah buang di dalam”, ucap pak Narto mengenakan celananya.
“Kita balik, bu”, pamit keduanya dan Widya hanya memandang perginya kedua lelaki tersebut. Setelah tak terlihat oleh pandangan matanya, Widya menarik kembali selimut yang terjatuh di lantai dan masuk ke dalam rumah dengan sebelumnya melihat tak ada yang melihatnya.
*…………………….