Tuesday, February 4, 2025

Innocent Seductress by hiduphakiki - unfinished


 Cindy

Cici Jevelyn


Mamah Selina


Kenalin, nama aku Cindy, sekarang umurku 18 tahun. Posisiku sekarang lagi ambil les tambahan buat masuk ke jurusan yang aku pengen, gap year klo istilah sekarang.
Domisili ku di pinggiran Bandung, lebih ke Cimahi sih ya. Darahku mengalir darah Chinese dari Mamahku dan darah Chinese-Sunda dari Papahku. Tidak usah bertanya agama ya, soalnya keluarga kami bukan penganut agama taat, “yang penting kamu berbuat baik sama sesama cukup” kalo kata Papahku.
Keluargaku terdiri dari Papahku Antoni, Mamahku Selina, ciciku Jevelyn dan aku sendiri Cindy. Ayahku punya umur yang cukup jauh beda dengan mamahku, sekitar 15 tahun. Mamahku sendiri berumur 38 tahun. Iya aku tahu, Mamahku terbilang masih muda, dia melahirkan ciciku diumurnya yang ke 17 dan melahirkanku diumurnya yang ke 20. Jadi aku dan ciciku berbeda 3 tahun.
Ekonomi keluarga kami cukup baik, papahku mempunyai usaha berupa jasa pemotretan dan mamahku adalah seorang model dewasa yang cukup punya nama. Iya, kalian ga salah baca kok, mamahku memang seorang model dewasa, mungkin inilah alasannya mamahku bisa bertemu dengan papahku. Bila ada waktu nanti akan ku ceritakan kisah papah mamahku ya..
Aku dan ciciku dianugerahi dengan kecantikan dan kemolekan tubuh dan wajah yang cukup cantik dan manis dari ibuku, iya untungnya papahku hanya mewarisi sifat mesumnya saja pada kami anaknya. Hihihi.. Orang bilang wajahku judes, jutek tapi cantik, sedangkan ciciku memiliki wajah ramah. Tubuhku dan ciciku cukup berbeda, aku cenderung pendek berisi sedangkan ciciku tipe tinggi langsing seperti model-model busana ya, bedanya lagi dadaku tidak sebesar milik ciciku apalagi bila dibandingkan dengan mamahku. Berhubung mamahku adalah model dewasa dan papahku seorang juru foto, maka pakaian yang terbuka adalah hal sangat biasa dalam keluarga kami, akibatnya seringkali keluarga kami jadi pusat perhatian bila kami sedang berjalan-jalan bersama. Bayangkan saja kalian jadi papahku, laki-laki mana yang tidak iri melihat seorang lelaki dikelilingi oleh 3 wanita cantik dan seksi??!! Haha..
Saat ini aku tinggal dengan papah mamahku, tapi karena pekerjaan mereka juga aku jadi lebih sering sendiri, ditambah ciciku yang saat ini sedang kuliah di Salatiga. Untungnya ada teh ohet -asisten rumah tangga- yang dipekerjakan mamah untuk memasak dan beres-beres rumah.

Cukup ya kenalannya, sekarang aku mau cerita tentang pengalamanku.

First Encounter : Innocently Curious

    1 tahun yang lalu -


"brrrrrr…..hari ini Bandung rasanya dingin banget, apalagi setelah selesai mandi pagi hari ini!" Gerutuku dalam hati sembari melangkah keluar dari kamar mandi kamarku.
Ku pandangi wajah orientalku yang cukup mulus dan putih bersih, mata sipitku dengan bola mata indah kecoklatan, hidung yang cukup mancung dan bibir imut yang menggemaskan. Lanjut mataku menyisir leher kecil namun jenjang, ku perhatikan rambut-rambut halus yang mencuat dari balik tengkukku sambil memainkan rambut hitam sebahuku ini.

Puas mengagumi wajahku sendiri, sekarang Ku lepas handuk yang melilit tubuhku ini lalu kutekan-tekan gundukan daging berlemak di dadaku sendiri menggunakan jari telunjukku. "Kenapa sih cowok pengen banget remes-remes payudara cewek?" Pikirku dalam hati. Tak sengaja jariku menggesek putingku sendiri yang sudah mencuat karena kedinginan dari tadi yang berwarna pink kemerahan menimbulkan sensasi geli dan gatal yang menyeruak putingku. Ku sentuh dengan halus aerola payudara kanan, sedangkan payudara sebelah kiri kini kuremas dengan gemas. Sambil membayangkan tubuhku digerayangi oleh tangan yang hitam, kekar dan kasar, fantasiku jauh terbang. Sesosok pria tua yang sudah tua, wajahnya brengosan dan memiliki badan hitam kekar akibat bekerja keras di siang hari tiba-tiba muncul dianganku, ku bayangkan dia menjilati leherku sambil tangannya yang kasar menjamah setiap lekak lekuk tubuhku ini, ditambah lagi sebuah penis besar beruratnya menggesek-gesek belahan pantatku. Auhhh…….

"neng Cindy ayo cepetan turun, nanti neng telat berangkat ke sekolah loh!" Sebuah teriakan menyadarkan ku dari fantasy kotor yang membuatku terbang barusan.

"Ih apaan sih, masa aku mau sama cowo kaya gitu…. Tapi kenapa rasanya aku nyaman dengan fantasi tadi ya?" pikirku dalam hati.

"neng ayo neng turun sarapan dulu, nanti telat neng." Sekali lagi suara itu memanggil.

"Eh iya Teh sebentar lagi turun, Cindy lagi pakai baju dulu!" Segera ku pakai bra dan celana dalam putihku, tidak lupa seragamku dan segera turun ke bawah sambil berlari kecil untuk sarapan.

Teh Ohet namanya, dia sosok untuk suara yang memanggilku tadi, dia yang bertanggungjawab merapihkan rumahku, dia bekerja hanya sampai siang hari. Masakannya sudah tersedia di meja. Memang ga diragukan lagi, masakannya enak.

"neng mau di anter sama Mang Udin ke sekolahnya?" Tanya Teh Ohet sambil memperhatikanku yang sedang lahap makan nasi goreng buatannya.

"Oh nyamboleh Teh nyam nyam" jawabku sambil makan.



Mang Udin

Mang Udin ini kakak dari teh Ohet, umurnya mungkin seumuran papahku, kerjanya serabutan, kadang jadi kuli, tapi seringnya jadi ojek, orangnya baik tapi cunihin. Suka curi-curi liatin paha aku kalo lagi naik Supra bututnya. Sekedar info, motor supranya itu adalah pemberian orangtuaku, kasihan katanya kalau jadi kuli terus. Belum lagi kalo bawa motor sukanya ngerem mendadak, pastinya dia sengaja biar payudaraku yang cukup besar ini menabrak punggungnya. Mang Udin udah siap menunggu di depan rumah sambil main hapenya, sekilas ku lihat dia sedang melihat tiktok gadis-gadis muda yang berjoget-joget dengan baju seksinya. Tak sengaja ku perhatikan dibalik celana kolor nya terjiplak bentuk dari penisnya yang panjang dan besar. Nafasku tertahan, ku bayangkan bagaimana bila penis besarnya itu yang menggesek-gesek belahan pantatku seperti waktu pagi ku berfantasi..

"Mang Udin hayu anterin aku." Ujarku sambil berusaha menyingkirkan fantasi kotorku yang tiba-tiba muncul lagi.
"MANG UDIN HAYU IH ANTERIN AKU!" kali ini aku berteriak karena dia tidak menyahut ku.
"Eh neng Cindy, udh lama? Hayu atuh hayu, eh sebentar hape mamang dimasukin dlu bentar atuh." Sambil gelagapan menutup tiktoknya, dia lalu memasukan hapenya dan menyalakan motor, lalu mempersilakan aku untuk segera naik ke motornya. Selama diperjalanan ku perhatikan melalui spion yang sudah rusak dan menunduk ke arah selangkangannya ada benda besar yang ikut bergerak saat motor terkena jalan rusak atau polisi tidur. Rasanya gemes banget pingin ku remas. Tak terasa ternyata aku sudah sampai sekolah, segera ku meloncat turun dari motornya.

"Neng Cindy nanti pulangnya mang Udin jemput ya."

"Iya mang Udin!" Jawabku sambil berlari-lari kecil menuju gerbang sekolah yang sudah hampir ditutup oleh satpam sekolah.

"Waduh, pelajaran pertama kan Pak Trisno guru paling galak seantero Bandung, ga boleh telat masuk kelas." Ucapku pada diriku sendiri. Tiba-tiba sekelebat bayangan melewatiku dan sebuah tamparan keras dengan telak hinggap di pantat kanan ku. Plaakkk!!!!!!
"Aww…awww…awww!!! Gaby!! Apaan sih! Aduh sakit banget pantat gue!' kontan ku menjerit sambil mengejar temanku Gaby yang sudah berlari didepanku. Bukan masalah sakitnya, tapi dia melakukannya di depan kumpulan adik kelas, kan tengsin jadinya!
"Gaby awas aja kalo ketangkep! Abis nanti ya!" Sambil berlari kami akhirnya sampai di depan kelas, Gaby lalu bersembunyi dibalik punggung Ailin.
"Eh eh apaan nih? Kenapa ini kenapa?" Kata Ailin sambil mencoba melerai kami berdua.
"Wek…Wek.." Gaby meleletkan lidahnya mengejekku sambil masuk kedalam kelas. Mereka adalah sahabat yang tidak kalah cantiknya dengan ku.


Ailin


Gaby

Ailin menarik tanganku masuk ke kelas dengan tiba-tiba, ku lihat ke belakang, ternyata Pak Trisno sudah berjalan tidak jauh dari kelas kami. Aku bergidik melihatnya, perawakan tinggi kurus dengan kulit hitam dan berkacamata, wajah sangar dengan suara yang melengking tajam saat mengajar membuatku tambah malas untuk belajar dihari ini.

Klek..Brakk.. pintu kelas ditutup oleh Pa Trisno. "Tadi Bapak lihat ada 3 orang siswi yang berlaku seperti anak kecil, memalukan sekali dilihat oleh adik kelasnya!" Suaranya melengking dan matanya dengan tajam menghujam ke arahku, Ailin dan Gaby yang menggerutu panjang lebar Karena dijadikan objek wejangan pagi ini.

"Aduh koq wejangan-wejangan Pak Trisno nggak berhenti-berhenti sih.." batinku.
"dan juga selain itu kalian sebagai anak bangsa seharusnya Ehemm..!! uhh ?!”

Pak Trisno berdehem keras, ia menghentikan wejangannya yang membosankan saat aku menumpangkan kaki kiriku ke atas kaki kanan. Dari arah meja guru, mata si kurus mendelik dengan wajah merah padam melihat dengan leluasa mata Pak Trisno merayapi paha putih mulusku. Tentu saja aku pura-pura tidak tahu sambil terus membolak-balik buku pelajaranku, aku membalas tatapan mata mesum Pak Trisno dengan tatapan yang innocent hingga ia salah tingkah sendiri di depan kelas. Sambil mengajar Pak Trisno menikmati kemulusan pahaku, kuputuskan untuk membuat si kurus ini blingsatan, kunaikkan kedua kakiku pada besi yang melintang di bawah mejaku, kujingjitkan ujung jari kakiku sambil mengibas-ngibaskan kedua pahaku yang putih mulus. Pak Trisno semakin keras berdehem, ia terus mengajar sambil menatap pahaku, bahkan aku yakin kini dia bisa melihat celana dalam putih ku. Aku tertawa kecil dalam hati melihat ekspresi wajah pak Trisno yang berusaha memendam nafsu birahi. Tak terasa sudah 2 jam pelajaran, Ia menghela nafas kecewa saat bel sekolah berbunyi keras dan menatap sekali lagi kekolong mejaku, matanya nanar menikmati kemulusan pahaku kemudian ia menatap wajahku, setelah merekam kecantikanku, dengan langkah yang terlihat berat ia melangkah keluar dari dalam kelas.

Setelah melalui beberapa pelajaran akhirnya tiba saatnya pulang sekolah! Yeay aku senang sekali! Setelah bercipika cipiki dengan Gaby dan Ailin yang masih penasaran kenapa tadi Pa Trisno tidak menyelesaikan wejangannya, aku segera keluar gerbang sekolah untuk pulang, aku tersenyum saat melihat Mang Udin sudah menungguku.

"Ayo neng gaskeun kita pulang!" Dengan gaya khasnya dia mempersilakan aku untuk naik motor bututnya.

"Mang Udin, aku mau ngelancarin bawa motor, jadi aku yg bawa motor, Mang Udin yang dibonceng ya!?"

"Ah gamau neng Cindy, kemarin juga mamang jatuh, gara-gara polisi tidur ga di rem! Gamau neng ah!"

"Dih, kan aku itu mah salah mamang sendiri ga pegangan!"

"Enggak neng, gamau!"

"Yaudah, mang Udin pegangan aja ke aku yang kenceng aja! Supaya ga jatuh! Ya..ya..ya!" Aku merajuk supaya diijinkan.

Mang Udin berpikir cukup lama lalu tersenyum tipis sebentar.
"Ya udah neng hayu, tapi mamang pegangan ke neng Cindy ya, bener ya boleh ya."

"Iya mang bener, bawel banget deh Mang. Ya udah yu tukeran, buruan!"

Langsung ku gas motor bututnya mang Udin, kontan Mang Udin berpegangan erat ke pinggangku. Tangan hitamnya melingkari pinggangku dengan erat, tapi karena motor ku bawa dengan barbar, lama-lama tangannya bergeser naik ke perutku dan bertemu bagian bawah payudaraku. Diam-diam ku nikmati posisi ini, sambil mengingat fantasi kotor waktu pagi hari. Kurasa mang Udin juga tidak melewatkan kesempatan untuk melancarkan kecunihinannya, kini badannya sudah nempel ke badanku, bahkan ku rasakan ada benda keras mengganjal di bagian atas pinggang belakangku. Terbang anganku membayangkan penis hitam yang menempel. Tak terasa pengalaman unik ini harus cepat berakhir, soalnya tahu-tahu kami sudah sampai di depan rumahku.

"Mang Udin mau sampai kapan meluk aku? Udah sampai Mang!" Seruku sambil berusaha menurunkan standar motor bututnya.

"Hehehe, habis enak meluk neng Cindy, empuk anget!"

"Cunihin banget Mang Udin! Ku laporin ke Teh Ohet loh besok pagi!" Ancam ku sambil mendelikkan mata sipitku.

"Eh..oh enggak neng, jangan atuh, becanda atuh neng, jangan serius gitu." Kata Mang Udin ketakutan.

Saat mang Udin akan meninggalkan rumah, tiba-tiba hujan deras turun dengan cepat, memang sepanjang jalan tadi sudah mendung, tapi tidak ku kira akan langsung turun hujan deras. Dengan spontan aku berteriak keras, "mang Udin masuk dulu aja sini! Hujan Mang!"

"Ga usah neng!"

"Eh gpp mang, kasian ntar kehujanan, sini masuk dulu aja gapapa nunggu reda!" Undangku.

Mang Udin pun masuk mendorong motornya dan memarkir motornya di halaman rumah. Setelah menutup gerbang rumahku dia lalu menyusul duduk di teras depan rumahku. Dia menyeka air hujan di mukanya. Ku perhatikan lelehan air hujan di dahi dan lehernya, anganku semakin tinggi dan fantasi kotor itu pun muncul kembali. Kini posisi ku duduk di kursi tepat di depan Mang Udin duduk di lantai. Ku lihat sambil memicingkan mata, melihat dengan fokus pada cetakan celana kolornya yang sedikit basah karena terkena air hujan. Pandanganku merayap ke arah perutnya yang berotot dan ku pandangi wajahnya yang tertunduk mengantuk.

"ahh…kenapa manusia jelek dan tua ini bikin aku mikir jorok sih." Gumam ku dalam hati.

Entah setan apa yang merasuki, kini ku dekatkan wajahku ke tubuh bagian bawah mang Udin, ku lihat dengan seksama besarnya penis mang Udin, hatiku bertanya-tanya, apakah penisnya hitam seperti kulitnya? Berapakah panjangnya? Bagaimana rasanya? Posisi kakinya yang sedikit mengangkang membuatku makin terangsang.

"Ahhhh…… gilaaaa…!!" Aku berseru kaget sambil melengos dan menjauhkan kembali wajahku dari Mang Udin saat salah satu kakinya terjatuh lurus ke samping. Dari sela-sela kolornya dapat ku lihat batang penis besar menjuntai dengan angkuhnya. Aku memberanikan diri untuk mengambil hape dan mulai memoto pemandangan menakjubkan yang seharusnya tidak dilihat apalagi oleh gadis seusiaku ini. Ckrek…ckrek…sambil ku zoom..ckrek..

Dhuarrrrr……..!!!!!!!!!! Kilatan petir tiba-tiba menyambar.
"Anjir!! Hoaaaaammmm……."

Suara petir membangunkan mang Udin dari tidurnya. Jantungku berdebar tak karuan. Ia menggeliat sambil menguap lebar-lebar, sedangkan aku pura-pura mengotak-atik hapeku. Ku tundukkan wajahku sedalam mungkin, tak berani melihat wajah mang Udin yang kini sambil menggeliat bangun berdiri. Ku lihat galeri hapeku dan tersenyum geli karena sekarang isinya beberapa foto penis besar dan hitam miliknya.

“Hujannya besar ya neng… “ Mang Udin mencoba untuk membuka pembicaraan dengan ku.

“i-iya mang , eumm , kelihatannya gede dan panjang banget.., eh, deres iya apanya mang, eh gimana mang??” jawabku tergagap-gagap.

“hujannya , emm…., maksud neng Cindy apanya yang Panjang sama gede ya ??" tanya mang Udin sambil menatapku dengan tatapan yang aku sendiri maksudnya apa.

“oooo, enggak kok mang, maksudnya hujannya gede dan panjang, gitu loh mang, ehem..”

Aku berdehem untuk mengusir rasa jengah saat Mang Udin menatapku, kusandarkan punggungku ke belakang dan kutumpangkan kaki kananku di atas kaki kiri, secara otomatis rok seragamku naik hingga memperlihatkan pangkal pahaku bagian bawah.

“waduh siah..?? !!“ pekik mang Udin.


Paha Cindy

Seiring dengan suara seruan kerasnya, kedua mata Mang Udin melotot merayapi tiap jengkal kemulusan pahaku, sambil sesekali ia menatap wajahku dan menikmati kecantikanku kemudian kembali menatap ke bawah memelototi pangkal pahaku. Setelah menengok ke kiri dan ke kanan Mang Udin mendekatiku, ia duduk bersimpuh di hadapanku. Aku cuma tersenyum saat ia berkali-kali menelan ludah sambil menengadahkan wajahnya menatapku. Mang Udin semakin sange dan mupeng saat aku mengerlingkan ekor mataku dengan nakal berusaha memberikan lampu hijau untuknya, dan Mang Udin menangkap isyaratku dengan sangat baik sekali, bibirnya tersenyum lebar, sinar matanya bertambah mesum saat beradu pandang dengan mataku yang sipit. Aku diam saat ia mendekatkan matanya untuk menikmati kemulusan pahaku dari jarak yang lebih dekat hingga dapat kurasakan hembusan nafasnya menerpa kulit pahaku, rupanya ia merasa tidaklah cukup kalau hanya dengan melihat kemulusan pahaku. Kurasakan permukaan telapak tangan kirinya yang terasa kasar mengusap-ngusap betisku kemudian semakin berani perlahan merayap naik ke atas mengusap-ngusap lututku dan menyusup ke dalam rok seragamku dan kemudian jatuh untuk mengusap-ngusap pangkal paha kananku. Dengan sengaja aku menurunkan paha kananku agar telapak tangan kirinya tergencet di bawah pangkal pahaku, tangan mang Udin bergerak menekankan kedua pahaku kearah yang berlainan kemudian mengusapi permukaan pahaku bagian dalam.

"Alah siah neng, mulus pisan….“

ia memuji kehalusan dan kelembutan permukaan pahaku menggunakan bahasa Sunda. Suara rintihan lirihku tertelan oleh suara hujan deras di hari itu, sekujur tubuhku merinding panas dingin saat telapak tangan Mang Udin semakin aktif merayapi pahaku. Baru pertama kali ini ada seorang lelaki yang merayapi pahaku, dan parahnya lagi bukan lelaki muda dan ganteng yang melakukannya. Tak pernah kubayangkan ternyata seperti ini rasanya sentuhan tangan mang Udin, jauh lebih nikmat daripada khayalanku selama ini, telapak tangan mang Udin terasa kasar namun ada rasa nikmat saat kekasaran itu menyentuh permukaan pahaku yang halus lembut, kedua mataku yang sipit terpejam-pejam menikmati elusan tangan mang Udin didalam rok seragamku.

“Neng, neng Cindy, …psssssttt..”

“emmhh… ?? eh i-iya mang…kenapa mang ??” ucapku dengan nada semanja mungkin.

“Kalau ada orang bilang-bilang ya…hupp nge he he”

“Haaaaaa-uh…..!!” Nafasku tecekat, tanpa meminta persetujuanku mang Udin menaikkan kakiku mengangkang ke atas bahunya. Dengan sangat rakus ia menjilati dan mencumbui bagian dalam pahaku, memangut, mencium dan menjilat, menghisap kuat-kuat dengan gemasnya. Aku sampai harus berpegangan kuat-kuat pada lengan kursi, karena tubuhku gemetar hebat saat cumbuannya hinggap di permukaan celana dalam biru mudaku. Hembusan panas penuh nafsu mang Udin merembes melalui pori-pori kain celana dalam yang ku pakai. Aku merasa risih, malu tapi nyaman sekaligus saat ia mengendus-ngendus aroma celana dalamku.

"Wangi bangett, Wuihhh….anying.. sssshhhhhhh…..ahhhhh, ckckkckckck…..ccckkkkk.."

"Ahhhh…!! Anjir ahhhh….Akhuu….!!.maaanggggh…ahhhhhh" Aku terperanjat, nafasku memburu saat batang lidah mang Udin menyelinap melalui pinggiran celana dalamku, rasa nikmat itu begitu menggelitik, mengupas rasa ingin tahuku selama ini tentang rasa nikmat. Aku meringis saat batang lidah mang Udin berusaha menggapai-gapai bibir vaginaku, tubuhku berkelojotan kesana kemari menghindari rasa geli itu.

"Ahhh.. mmmmhhhh…..mang Udin!!" Aku menepiskan tangannya yang berusaha menarik celana dalamku. Pertahanan terakhir dari vaginaku dan harga diriku.

"Liat atuh neng meni kagok dikit lagi…."

"Enggak ah.., nggak boleh…!!eh..eh MANG…!!" Aku kaget saat mang Udin menekankan bahuku agar bersandar ke belakang kursi, wajahnya makin dekat dengan wajahku, nafasnya terasa panas menerpa pipiku, dengan mesra bibir mang Udin menempel di bibirku, bibirnya lengket melekat di bibirku, ini benar-benar gila! Kuberikan ciuman pertamaku pada seorang lelaki tua yang tak jelas apa asal usul dan pekerjaannya?
"Sadar Cindy…. SADARRRR…!!" Pekikku dalam hati, berusaha untuk menyadarkan diriku, tapi kini bibir Mang Udin yang bau rokok sudah mulai mengulum-ngulum bibirku, aku menarik bibirku agar terlepas dari kulumannya

"Nggak mau mang, nggak mau, mmmfffhhh.. Mmmmmmmhhh…” Aku merasa jijik sekaligus terangsang saat bibirnya mengokop bibirku dan melumat-lumat bibirku, aku bertambah jijik saat merasakan bibirku basah oleh air liur mang Udin yang sudah bercampur dengan air liurku, rasa jijik berteriak agar aku menghentikan ciuman pertamaku sedangkan rasa terangsang menyemangati agar aku membalas kuluman mang Udin.

"Emmhhh.. mmmhhhh… mmmhhh…ckk.. ckk emum-mmhhhh" Dengan canggung aku mulai memberanikan diri untuk membalas kuluman bibir mang Nurdin.

"Uh, apa ini ??" ada sebuah rasa nyaman dan nikmat sekaligus yang kurasakan saat bibirku dan bibirnya saling bergesekan dan saling balas berpagutan sementara tangan mang Udin kini sudah berkeliaran dengan sebebas-bebasnya menggerayangi tubuhku dan mengusapi pahaku yang terkait dalam posisi mengangkang di kedua dada bidangnya.

"M-manggghhhhh…ahhhhhhh" Tubuhku menggigil saat ciuman-ciumannya merambat turun ke leherku, dengan kasar bibir mang Udin memagut batang leher jenjangku dan menghisap leher kananku dengan kuat tangannya mengelus-elus tengkukku yang sangat sensitif dengan rambut halusnya. Kedua tanganku melingkar memeluk batang leher mang Udin, tanpa dapat ditahan lagi aku merintih-rintih dan tampaknya mang Udin sangat menyukai suara rintihanku, karena sekarang ia semakin ganas menggeluti dan menghisapi batang leherku hingga meninggalkan bekas-bekas kemerahan.

"Auhhhfffhh.!!" tubuhku melonjak seperti tersengat listrik saat tangannya meremas celana dalamku di bagian selangkangan dan kemudian mengusapi permukaan celana dalamku yang kini pasti sudah sangat lembab. Mataku bertatapan dengan mata mang Udin yang berbinar-binar liar, aku sudah terlena dalam permainannya hingga tidak sada saat tangannya yang satu lagi sedang melucuti dua buah kancing baju seragamku sebelah atas dan merayap masuk ke dalam baju seragamku.

"Ohhhhhhhhhhhh….." aku tersadar, langsung aku meronta sambil memegangi tangan mang Udin yang menyelinap masuk ke dalam bra untuk merogoh payudaraku. Aku semakin resah saat ia meremas-remas bulatan payudaraku, ahh, luar biasa nikmatnya, ternyata seperti ini rasanya jika payudaraku diremas-remas oleh tangan seorang laki-laki, telapak tangan Mang Udin yang kasar bergesekan dengan kulit payudaraku yang halus dan membuahkan rasa nikmat yang sulit sekali untuk diungkapkan dengan kata-kata.

"Santuy neng, lepaskaaaan….” Mang Udin berusaha menenangkanku, ku coba untuk menikmati remasan-remasan kasar tangannya sambil memperbaiki posisi bersandar agar lebih nyaman dengan posisi kedua kakiku yang sudah mengangkang pasrah, kubiarkan tangan kiri Mang Udin meremas dan mengelusi selangkanganku dan tangan kanannya meremas-remas payudaraku. Aku memalingkan wajahku ke arah lain, kugigit bibir bawahku untuk menahan suara desahan dan rintihan yang hampir melompat keluar dengan keras dari mulutku.

"jangan mang…ee-ehh…, aaaduhhhh..!!" aku mencekal tangan kirinya yang bergerak cepat menyelinap masuk melalui bagian atas celana dalamku, keempat jarinya yang sudah terlanjur masuk menggaruki dan memijat-mijat permukaan vaginaku berusaha menari-nari diatas klitorisku. Nafasku terasa semakin berat dan sesak saat rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi, gairahku semakin sulit untuk dikendalikan. Untuk beberapa saat lamanya aku terdiam pasrah menikmati permainan mang Udin, tapi seringai mesum mang Udin membuatku ketakutan, dalam ketidakberdayaanku aku berusaha untuk menolak dan menghentikan semua kegilaan ini.

"Hufffhhh.., M-mang Udinn…, enggak ahh, nggakkk mau..uuu..udahhh!!” seruku sambil kutarik pinggulku ke belakang dengan maksud berusaha mengeluarkan tangan kirinya dari celana dalamku, aku berusaha dan terus berusaha namun tangan mang Udin semakin dalam merayap masuk ke dalam celana dalamku dan akhirnya berhasil menangkup selangkanganku. Entah kenapa tubuhku terasa mendadak lemas saat belahan bibir vaginaku mengalami kontak langsung dengan tangannya yang mulai meremas-remas wilayah intimku. Aku mendesah nikmat saat tangan mang Udin merayapi bibir vaginaku dan mulai menguruti bibir vaginaku. Aku benar-benar keenakan menikmati urutan-urutan mang Udin pada bibir vaginaku.

"mmmhhh.., hsssshh.. sssshhhhh.. ahhhh" aku tidak menyadari sejak kapan aku mulai mendesis dan mendesah, semuanya terjadi begitu saja, berjalan alami, sealami cairan vaginaku yang meleleh melalui rekahan vaginaku yang masih suci ini. Aku semakin sering menggelinjang dan menggelepar keenakan saat jari kanan Mang Udin menjepit dan memilin-milin puting susuku. Sementara jemari kirinya terus menerus mengelus dan menggesek-gesek belahan bibir vaginaku.

“Manggggg, emmmh-mang Udinnnn aakhhhh…….cretttt… cretttttttt.. cretttttttt…” aku mengejang dengan nafas terputus-putus saat merasakan vaginaku berdenyut-denyut dengan kuat. Semburan-semburan cairan hangat yang nikmat itu membuat tubuhku menggigil dengan hebat. Remasan-remas tangan mang Udin membuatku semakin terhanyut menikmati puncak klimaks pertamaku bersama seorang laki-laki. Mataku merem melek menikmati sisa-sisa puncak klimaks yang baru saja kualami.

“AWWWWW…..!!” aku menjerit keras saat ia menarik paksa hingga robek celana dalam yang kukenakan hingga melewati lututku, reflek aku menarik turun rok seragamku yang tersibak, tanganku melayang di udara….dan….Plakkkk……!! aku menampar wajah Mang Udin hingga ia terjengkang.

"ee-ehh, Maaf Neng, Maaf…." Mang Udin tersentak kaget saat aku bangkit dan meninggalkannya begitu saja diteras rumahku dalam keadaan kentang. Aku tidak menggubris permintaan maaf Mang Udin, dengan cepat kukunci pintu rumahku. Diibatasi oleh kaca jendela aku dan Mang Udin saling pandang, ia berdiri sambil memegangi celana dalam berwarna putih milikku. Paha bagian dalamku terasa lengket oleh cairan vaginaku yang meleleh turun, perlahan aku melangkah mundur kemudian membalikkan tubuh dan berlari menaiki anak tangga menuju kamarku, wajahku terasa panas karena jengah dan malu yang amat sangat. Masih terasa usapan-usapan telapak tangan mang Udin yang merayapi pahaku, begitu pula denyutan-denyutan kenikmatan puncak klimaks itu.
Setelah menutup pintu kamar, aku merayap naik keatas ranjang dan bersembunyi di balik bedcover, kupejamkan mataku, aku berusaha menenangkan diri sambil berusaha mengusir sisa-sisa kenikmatan yang masih dapat kurasakan. Semenjak kejadian itu aku berusaha menghindari Mang Udin, aku memilih untuk diantar papah atau memesan ojek online, terkadang aku merasa kasihan saat Mang Udin menatapku dari kejauhan. Aku takut dan malu!

Semuanya berjalan lancar hingga pada suatu siang sepulang sekolah. Aku mendengar seseorang menekan bel rumahku, dengan malas aku melangkah untuk melihat siapa orang yang datang bertamu ke rumahku. Hah!!???


=======================

Second Encounter : Curiosity Level Up

“Ada apa ya Mang ??”

“Punten neng, Mang Udin mau numpang ke wc, tolong neng, Toloonggg..”

“Deg.. deg..deg…deg” jantungku berdetak dengan kencang, aku menyangsikan jawaban Mang Udin Saat mataku bertatapan dengan tatapan matanya, tatapannya begitu liar sementara bibirnya terus menerus memohon agar aku mengizinkan dirinya untuk masuk. Ragu-ragu aku membuka slot yang menahan pintu rumahku, aku mundur kebelakang saat sesosok tubuh hitam besar Mang Udin langsung menyelinap masuk ke dalam, aku tersentak mendengar suara pintu rumahku yang ditutup dengan kasar.

Aku memejamkan mataku saat ia merengkuh tubuh ranumku ke dalam pelukannya, "ah…rasa hangat ini, rasa hangat dan nyaman inilah yang begitu sulit untuk kuusir, Ohh begitu nyaman dan nikmat rasanya pelukan Mang Udin".

“Neng, Mang Udin kangennnn banget sama neng Cindy…” tangannya tidak absen menggerayangi tubuhku.

“mang Udin?? Mamang mau ke wc kan ??” tanyaku cuek. Ia tidak menjawab, aku membiarkan Mang Udin memelukku.

“ehh, jangan mang , ja-jangann emmmhh emmmhhhh…!! Hmmphh..” aku menarik wajahku kebelakang saat bibir mang Udin mengejar bibirku.

Hap…bibir Mang Udin mulai mengecupi bibirku, tangan kirinya merengkuh pinggangku, sementara tangan kanannya menggerayangi pinggul dan bokongku, pinggangku terjengking ke belakang saat bibirnya mencumbui bibirku. Ia melumat-lumat bibirku hingga aku sesak kehabisan nafas. Gairahku yang kupendam selama berhari-hari langsung meledak hebat menjebol dinding kokoh yang menghalangiku dengannya. Aku membalas memanguti bibir Mang Udin, kami berciuman dengan liar untuk melampiaskan rasa kangen di dada.

“Jangan kesitu mang..” aku menahan langkahku, wajahku menunduk malu saat mang Udin menarikku ke dalam sebuah kamar.

“kamarnya neng Cindy disebelah mana emangnya??” tanya mang Udin

“di atas mangg…” jari telunjukku menunjuk ke atas tangga. Dengan perkasa Mang Udin membopong tubuhku yang sebenarnya cukup berat menaiki anak tangga menuju kamarku, ditendangnya pintu kamarku yang sedikit terbuka dan dilemparkannya tubuhku keatas ranjang kemudian ia merangkak menaiki tubuhku. Aku terdiam saat Mang Udin merebahkan tubuhnya yang kekar menindih tubuhku.

“aahhhhhhh, Manggggg!!” aku mendesah menahan beban tubuh Mang Udin yang menggeliut liar, aku mendongakkan wajahku keatas memberi ruang agar mang Udin lebih leluasa menggeluti leherku, nafasnya memburu panas di sela-sela leherku, tubuhnya yang besar mendesak tubuhku yang ranum.

“Hufffhhh… “ aku melenguh panjang saat tangan mang Udin menjamah payudaraku yang masih rapih terbungkus dibalik pakaian seragam yang kukenakan


Cindy tiduran

Aku menahan tangan kekar mang Udin yang hendak mempreteli kancing baju seragamku, tak kehabisan akal kedua tangan mang Udin memegangi kedua tanganku di atas kepala agar tidak banyak bergerak, wajahnya mendekati wajahku. Untuk beberapa saat lamanya Mang Udin menatapku, aku memejamkan kedua mataku saat bibirnya kembali menciumi bibirku.

“emmm,,, mmmmmhh ckk emmmhhhhh” Mang Udin begitu rakus melumat-lumat bibirku, ia menyedot air liurku hingga kering, ia juga menyuapiku dengan ludahnya dengan cara mendorongnya ke dalam mulutku dengan lidahnya. Kemudian kurasakan lidahnya menekan masuk ke dalam mulutku menyapu gigiku seperti sedang menghitung satu persatu gigiku dengan lidahnya dan akhirnya lidahnya menyeruak masuk menggelitiki langit-langit mulutku.
Aku mencoba untuk membalas cumbuan Mang Udin, suara desah dan rintihanku tertahan oleh oleh suara gemuruh nafas seorang pria tua bertubuh tinggi kekar yang tengah menindih tubuhku. Tiba-tiba mang Udin menghentikan kegiatannya dan menatap wajahku yang bersemu merah menahan nafsu menggelora.
Seakan tak percaya, mang Udin kini ada didalam kamar seorang gadis chindo cantik yang bersih dan wangi, dia menyapukan pandangannya ke seluruh ruang kamarnya, matanya tertuju pada sebuah pigura yang berisi fotoku bersama ciciku.

“Neng Cindy cantik banget sih, cicinya neng Cindy juga cantik, mana susunya lebih gede lagi, bilang sama Neng Jevelyn Mang Udin pengen nyomot susunya huehheheh” kekehnya mesum.

“jangan kurang ajar deh mang..!!” Aku membentak mang Udin untuk membela ciciku Jevelyn. Ciciku kuliah di luar kota dan jarang pulang memang.
Mang Udin membelai wajahku untuk menenangkan ku, kemudian bibirnya kembali mengecup-ngecup bibirku, dengan malu-malu mau aku membalas kecupan-kecupannya. Kujulurkan lidahku keluar, ada sengatan nafsu saat lidahku dan lidah Mang Udin saling membelai, bergelut bergulung, membelit-belit dan saling memutari dengan mesra.

“Huummmhhh , mmmhhh.. Hssshh Sssshhhh” aku mendesah tertahan saat merasakan hisapan-hisapan bibirnya merambat di leher jenjangku, sambil sesekali lidahnya menjilati peluh yang mulai membanjiri leherku.

Aku pasrah saat tangan Mang Udin kembali menjamahi dadaku, wajahnya merosot turun, kemudian bersembunyi ke dalam rok seragamku, lidahnya menyelinap melalui pinggiran celana dalamku, terpaan hawa panas menyelinap menghembus permukaan vaginaku, jilatan-jilatan basah lidah mang Udin pada belahan vaginaku membuat diriku menggigil nikmat, tubuhku memanas terbakar oleh nafsu liarku sendiri.

“ee, ennnhhhhh….mmhhhhh…aaahhhhh…crr crrrrr crrttttt…..” Vaginaku berdenyut dengan nikmat, nikmat sekali hingga aku menggelepar dengan nafas tertahan-tahan, cairan vaginaku yang merembes membasahi celana dalamku dihisap habis oleh Mang Udin. Kudorong kepala mang Udin keluar dari dalam rok seragamku, dengan mesra mang Udin memeluk tubuhku yang berpeluh, ia berbisik mesum di telingaku.

“Cairan memek neng enak, manis, boleh mamang lihat ga memeknya ??” Mang Udin mendesah kecewa saat aku menggelengkan kepalaku, untuk melampiaskan kekecewaannya Mang Udin menggerayangi tubuhku. Seorang pria tua tak jelas kini begitu leluasa dan bebas menggerayangi tiap jengkal lekuk tubuhku sambil berkali-kali bibir Mang Udin kembali mengecupi bibirku dengan gemas, lalu tangannya merayap masuk ke dalam rok seragamku kemudian mengelus dan meremas-remas permukaan celana dalam di bagian selangkanganku. Sudah kedua kalinya mang Udin membimbingku menuju puncak klimaks, tubuhku terasa lelah, aku menolak keinginan Mang Udin saat ia hendak menggeluti tubuhku kembali untuk yang kesekian kalinya

“Sudah mang, Cindy nggak mau…, capek manggg ….”

“Ya sudahh kalau Neng nggak mau sih, nggak apa-apa, Mang Udin mau narik ojek dulu yak Neng…makasih ya” Telapak tangan mang Udin mengusap peluh wajahku dan mengecup keningku. Aku hanya terdiam, entah harus berkata apa, setelah merapikan seragamku kembali. Aku mengantar mang Udin, sebelum aku menutupkan pintu rumahku, mang Udin membalikkan tubuh dan menatapku, wajahku memanas saat ia berbisik pelan.

“Neng, besok Mamang antar ke sekolah ya…, terus kita main-main lagi, jangan terlalu pelit neng, supaya lebih sama-sama enak.. hehehehe” Sebuah senyuman melebar di wajah Mang Udin saat aku mengangguk sambil tersenyum manis,, kututup dan kukunci pintu rumahku. Dengan langkah gontai aku menuju kulkas yang terletak di dapur, kuteguk habis segelas air dingin untuk meredakan panasnya gejolak di hatiku. Aku menghempaskan pinggulku di atas sofa empuk di ruang keluarga, dengan sebuah remote kunyalakan TV LED berukuran 42 inch, ku resapi kembali kejadian tadi, oh betapa nikmat kurasakan saat tubuhku digerayangi oleh seorang tukang ojek langgananku, sebersit bisikan hawa nafsu menggelitiki akal sehatku. Aku mulai bertanya-tanya penasaran dalam hati, "bagaimana rasanya jika batang penis Mang Udin menusuk masuk ke dalam belahan vaginaku, emangnya cukup?? Kontolnya kan besar, mana cukup masuk ke dalam vaginaku yang masih perawan ini??"

“aaahhhh, kamu gila Cindy, kamu gila.. bisa-bisanya!!”

Aku menjauhkan rasa ingin tahu yang rasanya terlalu kotor untukku sendiri. Aku mengutuki diriku sendiri, walaupun keperawananku masih melekat ditubuhku namun seorang tukang ojek sudah menggerayangi hampir seluruh lekuk tubuhku yang menggairahkan, menggeluti tubuhku sepuas yang ia mau, dan aku tidak kuasa untuk menolak keinginannya atau lebih tepatnya aku tidak kuasa untuk menahan keinginanku yang begitu liar.

—---------------------------
Siang di hari di sekolah..

Entah kenapa hari itu terasa begitu lama, berkali-kali aku menatap kesal pada jam dinding kelasku yang berjalan lambat tertatih-tatih. Saat aku sedang asik melamun, Ailin menyenggol lenganku.

“Psssttt.., Cindy…, cepetan baca bukunya” aku menoleh ke arah Ailin yang berbisik.

“Hahh, ?? ngapain ??” aku gelagapan tersadar dari lamunanku.

“dibacaaaaa!!, duhh, giliran kamu yang ngelanjutin tau” Ailin kembali berbisik pelan

“ehem.., ehemmm” Setelah pura-pura berdehem beberapa kali aku mulai membaca. Entah kenapa aku merasa geli saat mengucapkan kata kontrol, he he he, untung saja lidahku tidak sampat terpeleset, kalau saja lidahku sampai terpeleset mengucapkan sebuah benda di selangkangan mang Udin kan bisa gempar nih ^_^, Aku membaca sambil menahan tawa, akhirnya setelah berjuang mati-matian giliranku pun usai.

“hssshhh…” aku mendesis saat sebuah cubitan pedas mampir di pinggangku.

“kalau lagi belajar yang serius,…” Ailin berbisik.

“Hiissshhh…” Ailin mendesis sambil menarik lengannya yang balas kucubit

“C-takk…”

“uffhh..”

Aku mencondongkan dadaku kedepan karena rasa perih seperti tercambuk saat ada yg menarik tali bh ku dari belakang, aku berbalik dan langsung melotot ke arah si penarik yang cengengesan..

“he he he…” Gaby terkekeh,

“Krettt… Krrittttt….!!Kriitttt…” terdengar suara berderitan saat ia menggeserkan kursi mundur ke belakang hingga dia hampir terjengkang untuk menghindari tanganku yang akan membegal payudaranya.

“COBA YANG TIDAK MAU BELAJAR!!, SILAHKAN KELUAR!!” Ibu Made membentak keras, pertarungan sengit antara aku, Ailin dan Gaby pun segera terhenti. Kami bertiga tertunduk tanpa berani membalas tatapan mata Bu Made yang dingin, bunyi bel sekolah menyelamatkan kami bertiga dari hukuman Bu Made hari ini.

“dasar perawan tua , rawwr….raawwrrr…” Gaby bergaya seperti harimau meledek Bu Made.

“gitu tuh jadinya kalau udah kepala 4 tapi belum merasakan sentuhan laki-laki, jadi galaknya nggak ketulungan, belum tau nikmatnya dunia dia!” seruku sok sambil berkacak pinggang, tanpa sadar aku keceplosan mengucapkan hal yang seharusnya tidak aku ucapkan..

“Iya betul tuhh..!! Eittt….bentar dulu.., emangnya kamu pernah ya??” Ailin mengintrogasiku, ia memajukan badannya dan menatapku dengan tatapan mata menyelidik keheranan.

“Haahh!!!?? apaan sih…?? Enak aja..!! ” aku memalingkan wajahku kearah lain, menyembunyikan wajahku yang bersemu merah.

“Sama siapa ?? gimana rasanya?? enak nggak?? “ Gaby ikut bertanya, ia semakin bersemangat ikut menginterogasi.

“Cindy cerita dongg, sama siapa ?? ayooo dooonggg, kita kan bestie” Ailin merengek agar aku membagikan pengalamanku.

Akhirnya dengan terpaksa aku bercerita dengan suara berbisik-bisik takut teman kelas lain ada yang bisa ikut mendengarkan, Ailin dan Gaby lalu mendengarkan ceritaku. Wajah mereka merona merah dan menutupi mulutnya masing-masing karena merasa jengah dan risih mendengar apa yang terjadi antara aku dan Mang Udin. Untuk beberapa saat lamanya aku, Ailin dan Gaby hanya terdiam. Ceritaku memang sudah usai namun efeknya menjalar hebat menghangati tubuh kami bertiga, tanpa banyak basa-basi kami lalu meninggalkan ruangan kelas yang sudah sepi, Ailin dan Gaby pulang bergantian dengan dijemput oleh sopir mereka masing-masing. Kuperhatikan dari kejauhan mang Udin mengendarai Supra bututnya, dia sopirku T_T.

“ayo neng, kita… ahehehe” Mang Udin tidak melanjutkan kata-katanya, tapi mengisyaratkan jempol yang dijepit jari tengah dan telunjuknya sambil tersenyum mesum.

Aku menekuk wajahku dalam-dalam, tanpa bicara aku naik dan duduk di jok motornya. Setelah sampai, mang Udin mengunci mototnya disebrang rumahku, ia pura-pura kencing dibawah pohon. Setelah keadaan aman ia menyelinap masuk ke dalam rumahku yang sudah sengaja tidak kukunci. Detak jantungku berdebar kencang saat mendengar suara langkah-langkah kaki menghampiri kamarku, pintu kamarku terbuka lebar dan tertutup dengan suara keras, “Brakkk…”

Sendi-sendiku terasa lepas saat Mang Udin menyergapku, tangannya lalu memeluk pinggangku yang ramping dengan mudahnya ia mengangkat dan mendesakkan tubuhku menempel pada dinding kamar. Wajahku sejajar dengan wajahnya, bibirnya langsung memagut dan melumat bibirku, gejolak birahi begitu hebat merayapi tubuhku hingga sepasang kakiku tak bisa lagi menopang berat tubuhku sendiri.

“aa-aduhh ummmhh…, emufffhhh. Emffff, eummmmhhhhh…” suara lenguhanku ditelan oleh mulut Mang Udin, ia begitu rakus menghisap-hisap gemas bibirku.

Nikmat sekali rasanya saat bibir mang Udin mengulumi bibirku, tanpa melepaskan kulumannya lidah Mang Udin memaksa menyeruak mendobrak pertahanan gigiku masuk kedalam mulutku dan mencoba untuk membelit-belit lidahku. Aku semakin tersiksa oleh rasa sesak dan juga terhanyut oleh rasa nikmat, aku menggigit lidahnya untuk membebaskan sekapannya pada bibirku.

“Ataaatahhh…??!!, Hepphhhh…” Mang Udin menarik mulutnya, bibirnya agak manyun, aku buru-buru menarik nafas dalam-dalam untuk mengisi rongga dadaku yang kekurangan udara. Tanpa mempedulikanku yang megap-megap kehabisan nafas, kini lidah mang Udin menari-nari dari rahang ke telingaku, sesekali ia melumat bibirku yang mendesaha hebat, sebagian besar wajahku terasa basah oleh air liur mang Udin, saat aku sedang asik menikmati cumbuannya pada daun telingaku tiba-tiba.

“aduh.., manggg, “ aku menarik kepalaku kesamping menghindari gigitan mang Udin pada daun telingaku.

“Mang ..! jangan main gigit begitu dongg…!!” ujarku cemberut sambil memanyunkan bibirku.

“Lho ?? kok marah?? Cindy aja tadi gigit lidah Mang Udin..masa mang Udin nggak boleh bales….hemm ?? cuphhh,, cupphh cuppphhh” Mang Udin mengecupi bibirku yang meruncing.

“Salah sendiri lidah mang Udin nyelonong seenaknya, nggak minta izin dulu..” aku menjawab ketus, mau menang sendiri. Ku tarik kepalaku ke samping untuk menghindari mulut mang Udin yang mengejar daun telingaku lagi, rasanya geli!
Tubuhku menggeliat kuat , meronta untuk melepaskan diri namun tampaknya cekalan kedua tangannya pada pinggulku terlampau kuat, percuma saja aku mencoba untuk meronta melepaskan diri darinya.

“aaaaaaa-ahh-ahhhhhhh Mangggggg…” aku mendesah-desah manja saat ia kembali menggeluti daun telingaku.
Aku mencoba menggeleng-gelengkan kepalaku saat rasa geli itu menggelitik daun telingaku, tubuhku terasa menghangat saat bibir mang Udin mencumbui daun telinga, rahang dan sisi leherku sebelah kiri. Aku menolehkan wajahku ke arahnya, kupagut bibirnya agar mulut dan lidahnya yang nakal berhenti menggelitiki daun telingaku, lidahku terjulur melawan desakan batang lidah Mang Nurdin. Lidahku dan lidah Mang Udin saling menjilat, mendesak dan bergelut.

“Happp., nyemmmm, emmmhhhhh.. “ Saat mang Udin mencapluk lidahku, aku mendesakkan wajahku hingga bibirku mendesak bibir mang Nurdin, suara decak-decak keras terdengar menggairahkan menaikkan birahiku bersamanya, suara desahan tertahanku membuat mang Udin bertambah bernafsu mengulum bibirku.

“Manggg udinnnnnn, Mannngggg….,ohhhh” suaraku gemetar seperti orang yang sedang kedinginan, wajahku terdongak keatas menikmati cumbuan dan hisapan-hisapan mulut Mang Nurdin, terkadang aku merasa mulutnya seperti sedang mengunyahi batang leherku yang putih jenjang, wajahku terkulai ke kiri dan ke kanan saat tukang becak itu menyantap batang leherku, menjilat, menghisap-hisap, mengecupi hingga aku merintih dan mendesah menahan rasa geli yang membuatku semakin gelisah., sesekali aku meringis saat merasakan gigitan-gigitan lembut Mang Nurdin.
Aku tertunduk malu saat mang Udin menurunkan tubuhku, jari telunjuknya mengangkat daguku, ia mengecup keningku dan menarikku ke arah ranjang.

“duduk disini neng…” Mang Udin duduk di pinggiran ranjang sambil menepuk-nepuk ranjang, ia memintaku untuk duduk di pangkuannya dalam posisi melintang agar lebih nyaman aku mengaitkan lenganku pada lehernya.
Tangan kiri mang Udin menopang punggungku sementara tangan kanannya menyelinap masuk ke dalam rok dan menggerayangi pahaku.

“manggg..!!” aku mencegah tangannya yang hendak mempreteli kancing baju seragamku.

“neng Cindy, Mang Udin pengen lihat susu, boleh ya?” mang Udin terus membujukku agar mau menuruti keinginannya.

“buka ya, liat dikitt.. ajaaaaa…” mang Udin masih membujukku seperti anak kecil.

Akhirnya aku mengangguk. “Tapi Cuma sedikit kan mang..??janji ?” yakinku.

“Iya mamang janji, cuma liat…dikit” ucapnya sambil tersenyum mesum.

Mang Udin menyibakkan rok seragamku ke atas kemudian telapak tangannya mengelus-ngelus pahaku yang halus mulus, aku membuka sebuah kancing baju seragamku bagian atas.



“Ah, belum kelihatan, satu lagi…” bujuk mang Udin.

“satu ya mang…” aku mencoba nego.

“Iya satuu, ayoo dibuka…” ucap mang Udin dengan tidak sabar.

Aku melepaskan kancing baju seragamku yang kedua.

“belumm, masih belum kelihatan…satu lagi” mang Udin berkata dengan gemas.

Aku menekuk wajahku berusaha melihat kearah payudaraku. “Sudah mang, kelihatan kok tuuh…..”

“belumm neng…satuuu aja, cuma satu lagi kok…” mang Udin masih membujukku untuk membuka kancing lagi.

“satu ya mang…., terakhir ini…” Rajuk ku.



“iyaaa.., satu aja , nahhh begituuu.., aduh masih belumm…” mang Udin sudah melotot melihat wajahku yang merah padam menahan malu.

Akhirnya satu per satu kancing baju seragamku terlepas dari lubangnya, entah aku yang bodoh atau Mang Udin yang cerdik hingga aku tidak menyadari seluruh kancing baju seragamku kini terlepas, dengan gerakan kilat mang Udin menyibakkan baju seragamku, kini aku hanya berbalut bra putih.



Mata mang Udin melotot menatapku leher, bahu, lengan, lipatan ketiak dan sekitar wilayah dadaku yang putih mulus dengan rona kemerahan akibat menahan nafsu yang begitu besar. Mata mang Udin menatapku kemudian menatap bongkahan payudaraku yang masih tertutup bra putih, sepertinya ia hampir tidak percaya menyaksikan keindahan gundukan payudaraku yang padat dan putih yang hanya tertahan cup bra ku.



“Ahh Mangggg…” aku terperanjat saat tangan mang Udin menarik dan menurunkan cup bra kiri yang kukenakan kebawah, payudaraku melompat keluar dan tersangga oleh cup bra. Tanganku melintang berusaha menyembunyikan payudaraku dari tatapan matanya yang liar.

“Ummmhhh.. ?? jangan mangg..!!ahhh.., aduhhh..!! ee-ehhh…!!aww..!!“ Tangan kiriku mencekal pergelangan tangan Mang Udin yang hendak menarik celana dalamku, sementara tangan kananku menahan turunnya celana dalam berwarna putih yang kukenakan. Tangan mang Udin yang tadinya hendak menarik turun celana dalamku kini bergerak cepat ke atas menangkap buntalan payudaraku yang kini bergelayut bebas. Aku mendengus kuat sambil memegangi celana dalamku kuat-kuat saat merasakan mang Udin meremas-remas payudaraku, keringatku mengucur, entah kenapa beberapa hari ini terasa begitu panas….

“Manggg, Mang Uudhinnnn ii-ihhh…,adu-duh aaaa..”

“Gimana non, enakk ?? Hehehehehe”
Jari tengah mang Udin memutari puting susuku yang mengeras, aku merintih lirih akibat gerakan nakal yang dilakukan mang Udin, ia meremas, menjepit dan menggelitiki putting susuku. Dadaku terangkat saat tangan Mang Udin mendorong punggungku, wajahnya menunduk menghampiri payudaraku yang membusung ke atas.
Sekujur tubuhku serasa membeku sulit untuk kugerakkan saat mulutnya memayungi puncak payudaraku. Ada rasa hangat bercampur rasa takut saat mulut Mang Udin mendekati puncak payudaraku.
"Haaaap….mmmhhhh…slrrttpppp….cup……" dengan cekatan mulut mang Udin memainkan putingku.

“aaaa, AHHHHHHHHH….!!enngghh ennmm…MANGG, Ahhhh hsssh ahssshho-uhh” aku mendesis keras saat mulutnya yang terbuka lebar menghisap puncak payudaraku seperti bayi menyusu ibunya.

“Aduhhh….!!” aku mendorong kepalanya saat merasakan hisapan kuatnya yang tiba-tiba pada puncak payudaraku.

“he he he, kenapa Neng ?? “ tanyanya usil.

“geli, mang, sudah ah, sudah, ahhh-emmmhh mmmhhhh….“ desahku.

Mulut Mang Udin membekap bibirku yang protes ingin menyudahi permainan yang tidak sepantasnya kumainkan, suaraku menghilang dibekap oleh mulutnya, kurasakan tangannya mengelusi pinggang dan meremas pinggulku kemudian turun menggerayangi kemulusan pahaku. Aku menggelepar saat mang Udin meremasi permukaan celana dalam di bagian selangkanganku.

“aaaaww.., crrr crrr crrr…” Aku memekik kecil, cairan kenikmatanku muncrat berdenyutan, selangkanganku terasa hangat, ada rasa lengket saat mang Udin mengurut-ngurut permukaan celana dalamku, dengan menggunakan punggung tangan aku mengusap peluh yang mengucur di dahi dan rahangku. Aku tak menyangka, hanya memainkan dadaku saja aku sudah bisa mencapai klimaks.

“ahh…” aku mendesah pendek saat ia membalikkan tubuhku ke arahnya
Tangan mang Udin menarik turun cup bra yang satunya lagi, kini kedua buntalan payudaraku yang padat membusung tertahan oleh bra putihku sendiri. Kedua tangannya yang kekar merengkuh pinggangku dan membelit bagaikan gelang yang melingkar mengunci tubuhku. Wajahnya mendekati dadaku, aku mendesah saat merasakan nafas mang Udin memburu menerpa payudaraku, ada udara panas yang menghembusi payudaraku dan aku gelisah merasakan hembusan-hebusan nafas panas mang Udin, rasa takut kembali mencekamku saat mulutnya menghampiri payudaraku sebelah kanan.

“Manggg, MAnggg Udin, eh-eh, Ow Ow Owwww…!!” Aku berusaha mendorong, menjauhkan kepala Mang Udin dari dadaku, jika ia berusaha menjilat putingku sebelah kiri maka aku menarik payudaraku sebelah kiri hingga terhindar dari jilatan lidahnya demikian juga halnya jika ia berusaha menjilat puting dadaku sebelah kanan. Aku terus mencoba meronta untuk melepaskan diri dari belitan kedua tangannya. Semakin kuat aku meronta semakin kuat pula mang Udin membelitkan kedua lengannya pada tubuhku, belitannya semakin kuat seperti akan meremukkan-ku, belitan lengan kekarnya mengendor saat aku kecapaian dan berhenti meronta. Ia medekap tubuhku erat-erat seolah sedang mematenkan kepemilikannya atas diriku yang kini terdiam pasrah saat wajahnya menghampiri payudaraku, mulutnya menghisap-hisap puncak payudaraku.

“auhh, enh-nnnhhh ohh mangg Udinnnn…, aa-ampun mang Ampun akhh.. gelii” rengekku manja. Aku mencoba menahan rasa geli saat mulut Mang Udin mengecupi keliling bulatan payudaraku, cucuran keringat semakin banyak meleleh di belahan payudaraku. Mang Udin menjilat dan menghisap lelehan keringatku sambil mengecupi belahan payudaraku, habis sudah bulatan payudaraku dihisap dan dicumbui olehnya. Berkali-kali wajahku terangkat keatas dengan kedua mata terpejam menikmati jilatan-jilatan lidahnya pada puting susuku yang semakin keras meruncing, semakin sering pula tubuhku terbungkuk-bungkuk menahan rasa nikmat saat mulutnya mengenyot-ngenyot puncak payudaraku bergantian yang kiri dan yang kanan. Kedua telapak tanganku menjepit wajah mang Udin kemudian mengangkat wajahnya, kujulurkan lidahku mendesak mulut seorang tukang ojek yang wajahnya sangat jauh dari kata tampan, kupagut bibir Mang Udin, ia membalas pagutan-pagutanku. Dengan mesra bibirku dan bibirnya saling mengulum, dengan membawa tubuhku mang Udin menggeser tubuhnya, ia berbaring di bawah tindihan tubuhku yang mungil, perlahan kuturunkan sepasang payudaraku mendesak dada mang Nurdin, tangan kanan mang Udin menekan punggungku hingga dadaku semakin tergencet menekan dadanya, kugerakkan payudaraku menggeseki dada mang Udin yang berbulu lebat.

Aku menurut saat diposisikan menungging bertumpu pada lutut dan telapak tanganku sementara wajah mang Udin bergeser dan berhenti tepat ke bawah payudaraku yang menggantung, kurasakan kedua tangannya mengelusi dan meremas-remas payudaraku, punggungku ditekan hingga payudaraku turun kebawah, puting susuku jatuh kedalam mulut mang Udin, nyot.., nyotttt…! Ia mengenyot susuku kuat-kuat.



“aduhh mangg, aduhhhh, adu-du-duh!!” aku mengaduh berkali-kali sambil merusaha mengangkat payudaraku dari mulut mang Udin. Gerakan punggungku tertahan oleh tangannya, belum lagi dengan segera ia menggigit kecil putingku agar payudaraku tidak terlepas dari mulutnya, aku menjerit kecil, sekujur tubuhku mengejang hebat saat mulutnya mengemut kuat puting payudaraku dan lidahnya menggelitiki puting susuku yang runcing karena terangsang. Nafasku terengah-engah menahan rasa nikmat saat ia menyusu dengan rakus pada buah dadaku yang ranum, aku seakan dipaksa untuk merintih dan terus merintih menahan kenyotan-kenyotan mulut mang Udin yang terasa geli dan nikmat.

“Ouhhh…, Owwwww…!!!! “ Aku buru-buru menggulingkan tubuhku ke samping, tanganku menahan celana dalamku, dengan kasar ia membetot celana dalamku. Aku menjerit saat celana dalamku tertarik lepas, terlolos melewati pergelangan kakiku, dengan nafas yang memburu Mang Udin menindih tubuhku yang sudah setengah telanjang. Aku terus meronta di bawah tindihan tubuh Mang Udin yang semakin bernafsu menggerayangi dan menciumiku.

“Enggak , Nggak mauuu…!!” dengan sekuat tenaga aku meronta dan mendorong tubuh mang Udin. Aku berguling dan melompat dari atas ranjang, aku berusaha berlari keluar dari dalam kamar saat mang Udin mengejarku.

“enggaaakkk…!! Aaaahhh Hummphhh, MHEEMMMMPHHH…!!” aku menjerit ketakutan dan tangan kekar itu membekap mulutku dan yang satunya membelit tubuhku dari arah belakang.

“Neng, tenang Neng, tenanggg….” Mang Udin berusaha menenangkanku, setelah aku mengangguk, ia melepaskan bekapan tangannya pada mulutku.

“J-jangan mang, sudah…, sudahhh….” Aku menepiskan tangannya yang menggerayangi tubuhku.

“Neng Cindy, Mang Udin janji nggak akan ngapa-ngapain Neng Cindy…, tapi tolong biarkan mang Udin nyicipin memeknya Neng Cindy, sebentar aja…, mang Udin pengen ngisepin memeknya Neng Cindy, cuma ngisepin nggak akan lebih dari itu..”

“T-tapi Mang, Saya takut..hiks..hikss…” aku mulai menangis.

“Aduhh, jangan nangis Neng…., sini Neng…, dijamin enak”

“Nggakk MAAUUU…!!keluar mang..!!, KELUAR atau aku teriak...!!“ Aku menepiskan tangannya dengan kasar dan mengusir Mang Nurdin dengan suara keras. Wajah mesum mang Udin berubah panik dan ketakutan, dengan terburu-buru ia keluar dari dalam kamarku.

“Cklekkk…” secepat kilat aku menutupkan dan mengunci pintu kamarku , aku bersandar pada daun pintu kamarku yang terkunci rapat, jantungku berdetak dengan kencang “dig dugg.diggg duggg diggg dugggg…” Perlahan-lahan tubuhku merosot turun, aku meringkuk sambil memeluk kedua lututku. Aku benar-benar ketakutan dengan apa yang baru saja kulakukan bersama seorang tukang ojek yang tentu saja statusnya jauh sekali dibawahku. Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang membuka dan menutupkan pintu pagar rumahku.

==================

Third Ecounter: Joystick and Arousing Slimey


Cindy

Satu hari dapat kulewati, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari, enam hari, tujuh hari berhasil kuredam gairah ini, kepalaku sering terasa pening dengan detak jantung yang tidak beraturan, aku juga terus menolak keinginan Mang Udin namun tekad mang Udin seakan tidak pernah merasa habis untuk mengajakku kembali menikmati sebuah sensasi kemesuman, hampir setiap hari ia membisikiku dengan kata-kata cabul dan menatapku dengan tatapan mesumnya, disaatku pulang sekolah ia sering sengaja pura-pura membetulkan celana tepat di batang kemaluannya dari kejauhan sambil melihat kearahku, ia terus mengincarku dan mencari-cari kesempatan.

Seperti yang terjadi hari Sabtu itu, di sebuah tempat yang sepi, saat aku berjalan pulang setelah berkegiatan ekskul karena papahku ternyata tidak bisa menjemput sesuai janjinya, tiba-tiba mang Udin sengaja mencegatku dengan motornya hingga aku terpojok, aku tercekat, aku menelan ludah. Dari atas jok motornya mang Udin mengeluarkan sesuatu, benda itu seharusnya tidak boleh terlihat di tempat terbuka yang sangat riskan bagiku dan dirinya, ahhh, benda itu begitu besar dan panjang, jantungku berdetak kencang sambil menatap batangan di selangkangan Mang Udin .

“Mang Udin , apa-apaan sihh…!!, nanti ada yang liatt gimana…!!” ucapku gugup dan menahan marah karena tindakannya sudah keterlaluan.

“tolong mamang neng, rasanya kepala Mang Udin sudah mau pecah…, Kepala ini rasanya pusing sekali neng…, ayo Naik neng….” katanya sambil mengocok-ngocok batang penisnya.

Karena aku tetap terdiam, Ia segera turun dari atas jok motornya dengan kontolnya yang tetap menggantung bebas dan memaksaku untuk naik ke atas motornya untuk mengantarku pulang. Ditariknya kedua tanganku ke depan, tentunya bukan untuk berpegangan, tapi untuk memain-mainkan batang penisnya. Di atas motor, dengan tanganku menggenggam penisnya, aku termenung, aku sering mengalami gejala yang sama dengan Mang Udin , kepala pusing seperti mau pecah, gelisah, resah, seolah-olah ingin berteriak keras-keras untuk melepaskan semua beban berat yang menggunung didadaku, motor mang Udin melaju dengan cepat kemudian berhenti di depan rumahku, dengan cepat ku lepas genggaman kedua tanganku pada penisnya.

“turun Neng.. “ dia menyuruhku turun dari motornya.

“tapi mang…, “ aku masih berusaha menolak ajakannya.

“tolong neng…, sekali ini sajaaa, mamang benar-benar sudah nggak tahan..” paksanya.

Mang Udin memohon kepadaku dengan tatapan mata yang memelas, aku menundukkan wajahku dalam-dalam, tak tahu harus bagaimana. Setelah merantai roda belakang pada pohon sebrang rumahku ia mengekoriku dari belakang hingga masuk ke dalam rumah dan mendorongku hingga terjengkang di atas kursi sofa panjang di ruang tamu. Ohhhh….ia memelorotkan celana pendek dan celana dalamnya sekaligus, dengan santai Mang Udin memperlihatkan batangnya untukku sambil menggoyang-goyangkannya, ia bahkan menawarkan untuk menyentuh benda itu kepadaku yang sedang menatap batang miliknya.



“penasaran mau megang ya neng??” tanyanya usil.

“ehh.., nggak usah mang…makasih.., “ aku berusaha menolak dengan ketus, tapi mataku tidak bisa berpaling dari kontolnya yang kini bergoyang naik turun dimainkan tangannya.

“ayooo, pegang.., nihhh kontol Mang Udin buat Neng Cindy…” mang Udin memajukan pinggulnya, sehingga kini penisnya makin dekat ke wajahku, sekilas aku bisa mencium bau khas penisnya.

“seremm mang..” aku bergidik melihat besar penisnya dan melihat ujung penisnya menggenang lendir.

“lho.., koq serem ?? “ kata mang Udin bingung.

“yaaa…,abis gede mang…takut megangnya… “ rajukku.

“yeee.., justru yang gede-gede yang mantap…ayoo dipegang…” katanya sambil tetap memaju-majukan penisnya hingga hampir mengenai wajah ku yang mulus.

Akhirnya dengan memberanikan diri kuulurkan tangan kananku untuk menyentuh batang panjang di selangkangan Mang Udin . Nafasnya semakin memburu saat telapak tanganku mengelus-ngelus batang kemaluan miliknya yang hangat berkedutan seperti hidup.

“dikocok neng… “ pinta mang Udin.

“glukk.. glukk ceglukkk…” Beberapa kali aku menelan ludah, kuberanikan diriku untuk menggenggam batangnya, saking besarnya, telapak tanganku tidak sanggup untuk menggenggam penuh batang besar itu, kuremas dan kutekan batangnya ke bawah kemudian kutarik batang mang Udin ke atas kemudian kutekan lagi, begitulah gerakan tanganku yang semakin lancar mengocok-ngocok batang kemaluan Mang Udin . Aroma khas itu semakin kuat tercium oleh hidungku, kuhirup dalam-dalam nafasku aroma itu. Anehh…rasa pusingku di kepalaku hilang, apakah mang Udin mengalami hal yang sama, terbebas dari rasa pusingnya.

“Masih pusing ga mang ??” tanyaku malu.

“Enggak…, kepala Mang Udin sudah agak baikan.., “ ucapnya tanpa melihatku.



Kami berpindah posisi, kini ia duduk bersandar dengan santai di sofa, kedua kakinya mengangkang lebar, sedangkan aku yang tadi duduk di sofa kini posisiku bersujud diantara kedua kakinya yang terbuka lebar, tangan kananku mengusap-ngusap lututnya kemudian merayapi paha Mang Udin. Kutatap dua buah zakarnya, ujung jari tangan kiriku menyentuh buah sebelah kiri, dengan menggunakan jari telunjuk dan jempol aku mencoba mencapit bola itu, ada sesuatu yang keras seperti biji salak.

“Auhhh…” mang Udin berteriak mengaduh.

“e-eh.., sakit ya mang ??“ tanyaku polos. Aku buru-buru melepaskan capitanku,rupanya aku terlalu keras mencapit bijinya.

“ngilu Cindy Sayanggg…” ujarnya sambil menjepit hidungku dengan jarinya.

aku hanya tersenyum sambil kemudian mencoba mengelus kepala kemaluannya, kugenggam dan kukocok-kocok batang kemaluan Mang Udin dengan agak kuat, ada lelehan cairan berwarna putih bening yang meleleh dari mulut penisnya.



"Mang Udin jorok, masa malah pipis?" Kataku sambil menyentuh cairan lendir putih bening tersebut dengan ujung jari telunjuk kananku. Mang Udin tidak menjawabku, ia hanya melihatku dengan gemas dan tak percaya sekaligus mupeng saat ku masukkan telunjukku yang berlumuran lendir precum nya kedalam mulutku. Tak ada rasanya, tapi baunya amis.

"Neng…langsung aja atuh dari kontol mang Udin, coba jilat ujung kontol Mang Udin, dijamin lebih enak." Sambil tangannya memegang bagian belakang kepalaku, memaksaku mencoba penisnya.

“degg..degg…..degg…degg…!!” Detakan jantungku semakin menghebat rasanya seperti ada yang menggedor-gedor dadaku dari dalam, aku memejamkan kedua mataku. Kurasakan ujung penis Mang Udin sudah menempel dibibirku, dengan tangannya dia mengarahkan ujung penisnya menggesek-gesek bibirku. Kini bibirku terasa licin terolesi lendir precum Mang Udin, bau penis dan precum semakin menyeruak ke hidungku. Tak cukup sampai disitu, kini tangan kirinya memegangi kepalaku, tangan kanannya menggesek-gesekkan dan menekan-nekan penisnya ke wajahku, kadang dia juga menampar-namparkan batang penis besarnya ke dahiku, hidungku, pipiku, daguku, dan tentu saja bibirku yang masih terkatup rapat. Tiba-tiba mang Udin berkata, "Halo neng Cindy yang cantik, kenalan dulu ya sama si Jagur, kontol mang Udin yang bakal bikin neng Cindy keenakan.!! Hak..hak..hak..hak…!!".

"Ih Mang Udin apaan sih…. Udah ah.. muka aku jadi bau nih gara-gara mang Udin." Kataku risih sambil memundurkan kepalaku ke belakang mencoba menghindari penisnya.

"Yeh…neng Cindy.. namanya juga kenalan, harus gitu neng…" balas mang Udin. Tangan kirinya memegang pundakku lalu turun meremas-remas payudara kananku, dan tangan kanannya mengelus-elus rambutku, lalu ikut merayap turun ke telingaku sambil menggelitik telingaku. Jempolnya bermain-main dibibirku yang sudah licin oleh lendirnya sendiri, lalu jempolnya menyeruak masuk mengolesi gigiku yang rapih.
Aku sudah terbakar oleh nafsu birahiku sendiri, kubuka cakupan gigiku, menyambut jempolnya yang belepotan lendir precum nya. Ku jilat, ku emuti jempolnya hingga bersih, ku mainkan jempolnya dengan lidahku seperti sedang mengemut lolipop. Merasa puas, kini jempolnya menahan gigi bawahku agar mulutku tetap terbuka, jari telunjuknya masuk ke dalam mulutku dan mencapit lidahku keluar dari mulutku.

"Tahan lidahnya neng." Katanya seraya mengarahkan kembali penisnya ke lidahku. Dioleskan-oleskan kepala penisnya ke lidahku, sambil mendorong-dorongkannya ke bibirku, menabrak gigiku dan bibir atas bagian dalam. Cukup lama mang Udin melakukannya, seperti hendak melegalkan kemenangannya menjadikan gadis muda Chinese sebagai alat pemuasnya.
Setelah puas, kedua pipiku ditekan oleh mang Udin agar membuka mulutku untuk memasukkan sosis besar yang terasa asin dan berbau amis itu. Dengan sedikit kesulitan ku buka mulutku lebar-lebar rahangku untuk menerima penisnya. Kututupkan mulutku saat benda itu sudah di dalam, bibirku gemetar saat menjepit batang Mang Udin. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam dengan sebatang penis besar yang tertancap di dalam mulutku, kurang lebih 5 menit kemudian kugunakan ujung lidahku untuk mengail-ngail ujung penis Mang Udin. Ada sebuah sensasi tersendiri saat aku mendengar suara desahan dan erangan Mang Udin , aku semakin sering mengail ujung penisnya dengan lidahku.

“emmmhh…nyemmmmhhh..ceepkkk…ceeppkkk .. mmmhhhh…”

Kuhisap-hisap batang mang Udin , lidahku semakin berani bergerak memutari kepala penisnya yang berendam air liur di dalam mulutku. Aroma khas itu semakin mengasikkan untukku, bau alat kelamin mang Udin membuatku semakin lupa diri, melupakan siapa aku, siapa dia, pokoknya melupakan segalanya.

“hisappp terusss, yang kuat…arrrgghh..Cindyyyyy…” erangnya keenakan. Aku tidak mempedulikan saat ia menjambak rambutku, yang ada hanyalah nafsu untuk menghisap kuat-kuat batang besar itu, kuhisap kuat-kuat hingga Mang Udin mengerang keenakan. Tiba-tiba mang Udin menggenjot mulutku, dia memompa penisnya dalam-dalam sampai menyodok-nyodok tenggorokanku, aku mencengkeram pahanya, berharap mang Udin melepaskan penisnya dari mulutku, tapi benda besar dan panjang itu malah berkedutan di dalam mulutku, aihh..??

"Crrttt…..crrttt….crttt!!!! Enak neng Cindy arrrgghhhhh……." Mang Udin mengejang memuntahkan seluruh pejunya dalm rongga mulutku. Apa ini? rasanya ada cairan panas yang mirip dengan jus lidah buaya mengisi rongga mulutku dan ada yang masuk ke tenggorokanku, lalu berangsur-angsur batang besar itu mengkerut dan terkulai lemah dalam mulutku.

“ploooppp…..glek…glekkk…uhukk.. uhuekkkk…., uhukkkkk…, uhukkk, huekkk…” penis mang Udin terlepas dari mulutku, aku terbatuk sambil memuntahkan cairan mani Mang Udin yang tersisa di mulutku, karena lebih banyak yang masuk ke tenggorokanku. Ia tersenyum lebar, terlihat puas sekali setelah berhasil membuat seorang gadis chinese yang cantik menekan pejunya. Mang Udin menyelipkan tangannya ke ketiak ku lalu meraih tubuhku untuk duduk di atas pangkuannya dalam posisi saling berhadapan. Jarinya menyeka lelehan sperma di bibir dan daguku, cairan sperma yang bau dan kental itu menempel di jari telunjuknya.

“duh neng Cindy, ckckck, sampe belepotan gini…, nih aaaaaaa…” Aku menggelengkan kepalaku ke kanan dan kiri saat jarinya yang berlumuran sperma mengejar mulutku. Kugelengkan kepalaku sambil kembali terbatuk dan berdehem, ia ingin agar aku menjilati sisa sperma yang menempel di jari telunjuknya.

“nggak mau ah, eneg, amis pula Mang!” tolakku.

“bukan eneg, Neng Cindy belum biasa aja nelen peju mamang, tar kalau sudah biasa juga malah ketagihan loh…,” bujuknya.

“idih.. boro-boro ketagihan.., jijik yang ada Mang.…” ujarku bersikeras menolak. Tapi apa dayaku, tangannya menekan kedua pipiku agar mulutku terbuka.

"Aw…aw….awww…mmmmmmhhhhh cpokk…cpokk…" jarinya masuk ke dalam mulutku, terpaksa ku kulum jarinya yang berlumuran peju. Dirasa bersih, aku mengeluarkan jarinya.


================


Selina Side Story

Yah, kalian sudah kenal Cindy anak bungsuku yang cantik dan seksi yang kini sudah mengenal dan merasakan Peju pria dewasa. Tenang, aku ini mamahnya, gerak-geriknya selalu ada dalam pantauan ku, diam-diam aku juga memasang cctv tersembunyi di setiap sudut rumah, sehingga aku bisa melihat apa saja yang anakku lakukan bila aku pergi. Apakah aku marah? Tentu tidak, justru malah senang Cindy bisa mengenal Penis tanpa harus kuarahkan seperti kakaknya dulu. Hihihi.
Pastinya Cindy sudah menceritakan sedikit informasi tentang aku. Perkenalkan, namaku Selina, istri dari Antoni sekaligus Ibu dari 2 gadis cantik yang kini sudah beranjak dewasa. Seperti yang sudah diceritakan oleh Cindy bahwa latar belakangku yang seorang model dewasa, maka kalian sudah pasti menyangkakan bahwa hidupku tidak jauh dari hal-hal yang menyerempet selangkangan. Itu benar dan tentu aku tidak akan pernah menyangkalnya. Bagaimana tidak, diumurku yang masih 17 aku sudah menimang anak perempuan, gadis kecil malaikatku yang kucintai. Akan kuceritakan sedikit kisah hidupku pada cerita kali ini dan bagaimana caraku membesarkan Jevelyn, anak pertamaku di cerita lainnya

Kisah Masa Laluku



Aku anak semata wayang kedua orangtuaku, aku tumbuh dengan ekonomi yang termasuk berkelimpahan untuk ukuran sebuah kota kecil bernama Cirebon, menjadikan aku anak yang manja. Semua berubah saat aku menginjak smp, usaha toko ayahku bangkrut, ibuku yang seorang ibu rumah tangga tanpa pemasukan apapun membuat ekonomi keluarga ku hancur. Keadaan ini membuat kedua orangtuaku harus merelakan ku untuk dititipkan pada pamanku yang ekonominya mapan di Bandung. Aku yang masih SMP, ditambah gaya hidup manjaku sebelumnya membuatku menjadi anak yang cuma bisa merepotkan dimata pamanku. Walau pamanku kaya, tapi dia pelitnya luar biasa, "mau makan? Ngepel dulu lu, cuci baju gua juga, enak aja cuma numpang hidup di rumah gua, kalo bukan karena kakak gua itu ibu lu, mana mau gua Nerima lu disini!" Hardiknya keras saat ku ingin sarapan di pagi hari. Pamanku sendiri bernama Andre, memiliki keluarga yang lengkap, istrinya cantik dan anak laki-laki semata wayangnya yang masih berumur 10 tahun kala itu juga baik, bahkan sering ku ajak main dan ku ajari. Usahanya dibidang pemotretan juga maju


Menginjak SMA hidupku makin suram saat ku dengar kabar bahwa ayahku membunuh ibuku lalu ia sendiri bunuh diri karena merasa gagal mengembalikan keadaan ekonomi, yang ada malah menambah hutang. Saat itu aku mengurung diri meratapi nasibku hingga 3 hari lamanya. Aku sadar, aku tidak bisa terus begini, keluargaku boleh hancur, tapi aku tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan ini. Entah kenapa pamanku yang edan itu tidak bereaksi saat aku mengurung diri di kamar, dia tidak memarahiku karena tidak bekerja, tapi juga tidak mengkhawatirkan aku. Positif thinking ku dia memahami kesedihanku, yang aku tidak tahu saat itu, bahwa dia selalu melihat gerak-gerikku melalui cctv tersembunyi di kamarku, jadi dia tahu pasti bahwa aku tidak bunuh diri. Ternyata dia memang edan, berarti selama aku tinggal dia selalu melihat apa yang aku lakukan di dalam kamarku, aku tidak punya privasi!


Saat akhirnya aku keluar kamar, pamanku tiba-tiba memanggilku, dengan suara lantangnya.


"Lina, sini!" Serunya memanggilku.


"Duduk disana lu." Lanjutnya sambil menunjuk sofa didepannya karena melihatku hanya berdiri mematung didepannya.


"Sekarang lu mau gimana? Lu punya orangtua udah mati, baba lu ****** pake bunuh Cici gua lagi." Kulihat kesedihan dibalik kata-katanya yang terkesan tidak berperikemanusiaan.


"Maafin baba aku om Andre. Lina juga bingung mau gimana lagi sekarang. Menurut om Andre aku mesti gimana?" Mataku kini berkaca-kaca.


"Lu udah gede, udah SMA, mikirlah sendiri pake otak. Masa gua harus ikut mikirin juga, ****** lu ya, hidup lu gua juga yang harus ikut mikirin." Ucapnya dingin.


Bibiku muncul dari kamarnya, dia sudah rapih dan cantik siap mengantar Fendo sekolah ke SMP barunya.


"Pah, ayo berangkat, udah siap nih." Ajak Bibi Christin.


"Sayang berangkat duluan aja ya, gua mau ngobrol empat mata ma ni anak dulu. Nanti langsung nyusul ke kantor" Balasnya pada istrinya.


"Oh yaudah kalo gitu. Jangan keras-keras sama Lina ya" Ujarnya singkat sedikit menasihati suaminya.


"Lina, semangat ya!" Bibi memberi gestur tangan semangat sambil tersenyum. Sedikit membuatku menjadi lebih kuat. Akhirnya bibi dan Fendo pergi duluan.

Pamanku berjalan mengiringi kepergian istri dan anaknya yang pergi menggunakan mobil dan menutup pintu pagar rumah. Sedangkan aku masih terduduk diam. Pamanku kembali duduk didepanku, menghempaskan pantatnya dengan cepat.


"Jadi, gimana? Lu belum mikir kedepannya mau gimana? Masa lu mau seumur hidup numpang di rumah gua? Ngerepotin orang lain?" Kata-katanya memang pedas, tapi membuatku berpikir realistis.


"Gini aja, lu mau ga jadi model? Gua liat-liat bodi lu bagus, pasti laku nih jadi model." Ucapnya tanpa tedeng aling.



Kata-kata pamanku membuat ku takut. Reflek aku tertunduk dan memeluk dadaku sendiri. Aku sadar bahwa memang payudaraku tergolong besar untuk gadis seusiaku, anugerah yang diturunkan oleh ibuku ini memang kadang membuatku risih, tapi juga suatu kebanggaan tersendiri karena menjadikanku objek perhatian lebih dari laki-laki di sekolahku dibanding teman-teman Perempuanku yang lain.


"Maksud om gimana?" Kataku lirih menahan tangis yang ku tak bisa tahan.


"Eh emang ni anak ****** kaya babanya. Lu pikir gua mau jual lu apa!? Pake mau nangis segala lagi!" Hardiknya keras melihatku yang sudah sesenggukan sambil menghapus air mataku yang sudah mulai jatuh.


"Gua kan usahanya poto-poto. Kalo lu mau dapet duit dari bodi bagus lu itu gua bisa bantu kenalin ke temen gua biar lu bisa jadi model terus bisa dapet duit dari kerja lu sendiri." Ujarnya melunak melihatku yang semakin sering menghapus air mata.


Akupun mengangguk tanda setuju pada omku atas usulannya. Memang ku akui otakku tidak lah cemerlang, nilai ku bukan yang paling bagus, dan jadi model adalah keputusan paling masuk akal untuk sekarang ini.


"Sekarang lu ke kamar mandi, cuci muka, biar lu ga nangis lagi. Terus ganti baju pake yang bagus rapih, mau gua Poto buat portofolio lu." Katanya sambil beranjak dari sofa menuju kamarnya.


"Buruan gih sana! Lelet bener jadi orang! Gua mau nyiapin kamera gua, 15 menit gua tunggu di ruang tamu." Teriaknya dari dalam kamar.


Dibalik wataknya yang keras ternyata om ku baik, dia membuatkan aku portofolio untuk menawarkan ku pada teman-temannya untuk menjadikan ku model. Tidak butuh waktu lama aku mendapat panggilan photoshoot pertamaku untuk produk pakaian clothing store yang ramai menjamur di Bandung kala itu. Aku ingat sekali bayarannya hanya 300ribu, dan itu membuatku bahagia sekali walau tak seberapa.

Beberapa bulan setelahnya aku mendapat panggilan photoshoot lagi, kali ini dari produk baju tidur dan lingerie milik teman tanteku. Pengalaman pertamaku di foto menggunakan lingerie membuatku risih, bagaimana tidak, ada beberapa kameramen laki-laki yang memotoku, sementara aku memakai lingerie berbahan sutra tipis putih menerawang. Payudaraku terlihat bebas meskipun putingku ditutupi nipple pad dan bagian bawah tubuhku hanya ditutupi celana dalam sutra putih yang menutupi vaginaku saja, bongkahan pantatku terekspos bebas. Ku lihat beberapa kali kameramen membetulkan celananya saat sesi foto. Ternyata memamerkan tubuhku membuatku senang dan bangga, melihat bagaimana lelaki menelan ludah dan horny melihatku dalam balutan lingerie, bahkan ada yang ijin ke toilet sampai beberapa kali. Sejak saat itu juga panggilan photoshoot untuk produk lingerie dan swimsuit datang silih berganti untuk beberapa tahun ke depan. Aku senang saja karena dari photoshoot lingerie dan swimsuit aku mendapat upah yang besar, jutaan sekali sesi pemotretan. Saat itu untungnya internet belum seperti saat ini, jadi temanku dan sekolahku tidak tahu menahu mengenaiku yang kini menjadi model lingerie.


Beranjak di tahun terakhirku bersekolah di SMA aku mendapat tawaran pemotretan di luar negeri, Hongkong tepatnya. Pemotretan majalah dewasa dengan konsep pasangan suami istri. Pamanku sendiri yang saat itu menjadi manajerku menjelaskan padaku persyaratan untuk sesi pemotretan ini.


"Jadi untuk pemotretan ini lu mesti mau di Poto telanjang, tanpa nipple pad, cuma vagina lu yang bakal dipakein c-string." Tandasnya.


C-String

"Dan jangan lupa, lu bakal di Poto bareng model cowok yang bakal telanjang juga. Kira-kira lu sanggup ga?" Tanyanya menekan ku.


"Bahaya ga om? Aku ga bakal diapa2in kan disana ntar?" Aku sedikit ragu untuk tawaran photoshoot ini.


"Lu tenang aja, gua udah tanyain dan pastiin kalo ini bukan akal-akalan. Majalahnya juga ada dan punya nama. Gua juga dibolehin buat dampingin lu dan ngeliat langsung sesi pemotretan selama lu disana." Pamanku meyakinkan.


"Bayaran nya bisa buat lu beli mobil cash loh ini!" Tambahnya menggiurkan.


Dengan iming-iming bayaran yang menggiurkan, aku akhirnya berangkat menuju Hongkong bersama pamanku untuk pemotretan majalah dewasa ini. Kami berangkat saat usia ku genap 17, disaat anak lain merayakan ulang tahunnya besar-besaran dan mewah, aku harus mencari uang dengan menjadi model majalah dewasa. Setelah mengurus perijinan -pamanku mengakali agar aku 18 tahun- selama 2 hari, akhirnya tibalah hari aku melakukan photoshoot. Lawan modelku seorang bule ganteng maskulin dengan badannya yang kekar dan macho. Wanita mana yang tidak melongo dibuatnya.

Sesi pertama kami masih memakai pakaian lengkap, tubuh sexy ku dibalut dress mini berpotongan dada rendah, mengekspos dadaku yang besar, sedangkan Bryan -nama model lawanku- menggunakan tuxedo. Kami saling peluk, saling menyentuh lekuk tubuh masing-masing. Ada rasa risih karena banyak pasang mata yang melihat kami, tapi sebagai model profesional tentu aku harus menekan rasa itu. Bryan juga profesional, dia tidak melakukan apapun diluar arahan fotografer, membuatku makin rileks.


Sesi 2

Sesi kedua aku lagi-lagi harus menggunakan lingerie, kali ini berwarna hitam menerawang, payudaraku terlihat jelas dan putingku dengan aerola yang cukup lebar menantang setiap mata lelaki yang melihatnya. Kali ini ada 7 orang di ruang pemotretan, aku sendiri, Bryan, 2 fotografer laki-laki, 1 orang videografer, pamanku dan 1 orang perempuan yang mengurus make up, wardrobe sekaligus asisten fotografer sekaligus juga penerjemah. Di sesi 2 dan seterusnya photoshoot kami direkam. Berbagai pose yang mengundang syahwat kami lakukan berdua, berpelukan, saling cium dada dan leher layaknya pasutri.


Sesi 3

Sesi ketiga, sesi yang paling berat, dengan jengah ku buka lingerie ku, karena kami benar-benar harus terlihat telanjang. Seperti yang sudah disebutkan bahwa aku hanya memakai c-string untuk menutup vaginaku sedangkan dadaku yang besar menggelayut bebas. Sesi ini kami sudah saling rileks, setiap pose kami lakukan sesexy dan sepanas yang kami bisa. Bryan sudah tak memakai apa-apa jadi penisnya yang besar dan berjembut tipis menggesek tubuhku baik sengaja maupun tidak sengaja. Secara alami seorang pria, cairan precumnya sudah merembes, membasahi ujung penisnya, mengharuskan asisten fotografer untuk mengelap bagian tubuhku yang terkena cairan itu. Tentu saja kondisi ini membuat siapapun horny bila merasakan dan melihat langsung sesi ini. Ku perhatikan semua pria disini, termasuk pamanku sudah beberapa kali terlihat membetulkan celananya, terlihat gelisah menahan nafsunya. Sudah 5 jam berlalu tanpa terasa saat sesi 3 ini berlangsung. Tiba-tiba ponsel pamanku berbunyi mengagetkan kami semua. Pamanku memohon maaf sambil menjauhi kami untuk menerima telepon. Ku lihat dia sangat serius menjawab panggilan tersebut sambil sesekali melihatku. Setelah selesai menerima panggilan, ia menghampiri asisten fotografer yang sekaligus penerjemah dan berbisik-bisik padanya. Asisten penerjemah kemudian menghampiri fotografer utama, dia membisikkan sesuatu padanya. Fotografer utama pun berkata-kata dalam bahasa Mandarin yang tak ku mengerti pada yang lain. Lalu asisten fotografer berjalan ke arahku bersama pamanku dan berkata,


"Boleh ikuti saya? Saya ingin berbincang sebentar dengan anda dan manajer anda." Katanya dalam bahasa Indonesia baku. Aku melihat pamanku dengan wajah bingung, pamanku pun menghampiri.


"Baiklah, ayo kalau begitu." Jawabku setelah melihat pamanku mengangguk setuju.


Kami dibawa ke kamar sebelah, kamar hotel tempat pemotretan memang memiliki pintu yang menghubungkan dengan kamar sebelah. Aku berjalan sambil tangan kananku menahan payudaraku agar tidak terlalu bergelayutan, pamanku berjalan disampingku, ku lihat ekor matanya memperhatikan bongkahan payudaraku.

"Siapa pula yang bisa menahan untuk tidak melihat payudaraku yang besar ini, pamanku apalagi." Pikirku bangga.

Sampai di kamar sebelah kami dipersilahkan duduk, disana sudah duduk seorang pria paruh baya yang akhirnya ku tahu dia adalah pemilik majalah dewasa.


"Saudari Selina, dan manajer Antoni, saya disini akan menjelaskan maksud dan tujuan Mr. Chang mengundang anda berdua kemari." Tegasnya.


"Jadi, bos kami ingin memberi 2 tawaran lebih kepada anda berdua bila berkenan.

    Selina melanjutkan pemotretan ini pada sesi ke 4 diluar kesepakatan senilai 200juta dengan syarat melakukan senggama dengan Bryan dan diabadikan dengan foto.
    Tetap melakukan senggama dengan Bryan dan diabadikan dalam foto dan video dan juga disaksikan langsung oleh bos kami. Untuk tawaran ini kami akan menambah 300juta lagi dari tawaran pertama.

Foto dan video pada sesi tambahan ini kami jamin hanya akan menjadi koleksi pribadi dari Mr. Chang dan tidak akan pernah kami sebar luaskan."


"Mr. Chang tidak memaksa anda, Selina, untuk menerima tawaran tersebut, artinya walaupun anda menolak pun anda tetap akan mendapatkan pembayaran sesuai dengan kesepakatan awal dengan manajer anda. Jadi bagaimana menurut anda berdua?" Asisten fotografer menyelesaikan bicaranya dengan nada yang datar.


Terkaget-kaget aku mendengarnya. "Gila, aku diminta membuat film porno kalau begini maksudnya!!" Teriakku dalam hati.

Aku menoleh pada pamanku, ku lihat raut wajahnya tidak kalah kaget denganku, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan mendengar tawaran itu, karena dengan kata lain dia menjual keponakannya sendiri.


"Om gimana ini om???" Tanyaku sambil menggoyang-goyangkan lengannya. Ia tersadar dari kagetnya.


"Boleh kami minta waktu untuk berdiskusi?" Om ku menjawab sang asisten.


"Silahkan, anda berdua boleh menggunakan kamar yang tersedia untuk berdiskusi dahulu." Jawab sang asisten.


Kami pun segera menuju kamar dan berdiskusi mengenai tawaran ini.


"Om gatau mesti gimana Lin, semua terserah Lina, yang pasti keputusan ada di tangan Lina." Dia memulai diskusi.


"Lina masih perawan om, lagian masa om tega ngejual aku?" Jawabku panik.


"Lu serius masih perawan? Gila lu, bisa ya anak jaman sekarang punya bodi bagus kerjaanya model sexy masih perawan." Lagi-lagi dia blak-blakan berkata.


"Bentar, maksud lu apaan blok!? Gua kan ga nyuruh lu buat Nerima tawaran, kenapa jadi seakan-akan gua maksa lu buat ngewe tu si Bryan!? Bangsat juga lu Ama om sendiri." Tukasnya.


"Ii..iya ga gitu om, jadi gimana dong???" Aku semakin bingung.


"Sekarang gini aja, realistis deh, itu uang gede banget, resikonya juga minim, ntar gua minta bikin perjanjian bermaterai buat ngejamin hasil foto dan video nya ga disebar. Gimana? Itu juga kalo lu mau sih."


Aku pusing, dipikir-pikir emang uang yang didapat juga besar banget, bisa buat beli rumah, ga ngerepotin lagi keluarga om Andre, disisi lain aku akan kehilangan keperawanan ku oleh orang yg tidak kukenal, disaksikan pula secara langsung oleh orang lain dan pamanku sendiri. Pikiranku semakin berkecamuk.


"Hmmm…bisa ga om naikin bayarannya? Aku perawan loh om." Ujarku malu.


"Nih anak udah kaya lonte aja pake naikin harga, ya udah ntar coba gua tawar ya."


"Tapi intinya lu udah mau ngewe Ama orang dan direkam atas kesadaran sendiri ya, gua gamau ntar dituduh jual ponakannya sendiri loh ya!!" Serunya meyakinkanku.


"Iya om, aku udah yakin, aku gamau ngerepotin om lagi habis ini." Balasku meyakinkan om Andre.


Kami pun keluar kamar dan omku mengajukan penawaran untuk menaikkan bayaran karena keperawananku. Akhirnya disepakati bayaranku dengan nilai yang fantastis. Setelah menandatangani kontrak dan perjanjian kami akhirnya menuju tempat pemotretan dan melanjutkan sesi ke 4.


Aku tidak akan menceritakan bagaimana proses sesi ke 4 ini, tapi intinya akhirnya aku hamil dan melahirkan Jevelyn, anakku yang pertama dari sperma Bryan. Itulah sebabnya mengapa bila kalian lihat, Jevelyn dan Cindy tidak ada kemiripan. Jevelyn punya DNA bule didirinya, makanya hidungnya mancung dan tubuh tinggi.

Untuk menutupi aibku, oleh pamanku aku dijodohkan dengan temannya yang fotografer juga, Antoni namanya. Dia mau menerimaku apa adanya dengan beberapa syarat. Dan dari situ mulailah kehidupan keluarga ku yang unik.


Sekian sepenggal kisahku. Semoga kalian suka.

=============


Fourth Encounter: Slick Raw Meat


Cindy Tanktop

Aku cemberut, sedangkan ia terkekeh sambil menarik kaos T-shirt berwarna abu bergambar kucing yang kukenakan hingga dengan pasrah terlolos melalui pergelangan tanganku. Kini yang tersisa hanya tanktop putih bertali tipis menutupi payudaraku. Matanya menatap sayu pada buntalan payudaraku yang sekal padat.

“berapa sih seliternya neng ??" Tanyanya iseng.

“apaan sih mang?? “ aku tidak menangkap maksud pertanyaannya.

“ini nih, susunya “ ia cengengesan menyenggol payudaraku dari bawah ke atas sehingga payudaraku naik turun dibuatnya.

“ihh!!!! emangnya susu sapi…, nihhh rasain!!..” Kucubit dada Mang Udin, untuk menutupi malu sambil memberinya pelajaran.

“aaa-aaaduuh…, yee , nyubit…, tar mamang gigit susunya loh..” katanya sambil menggertakkan giginya.

“aww.., jangann mangg, JANGAN..!! aaa….” Tanganku menahan kepalanya, ia tertawa saat aku menjewer kupingnya.

“mang, jangan main gigit-gigitan atuh, gimana sih…, kan sakit..,mang Udin mah gitu , suka nggak kira-kira…kalo nanti berdarah, kena infeksi, dibawa ke rumah sak….mmmh ”

“ooopppp… oppppp….udah” Ia meletakkan jari telunjuknya dibibirku.

“buset non .., panjang amat ngomelnya kaya kereta api…” Dengan gemas ia memagut bibirku, aku masih diam karena agak kesal, ia kembali memagut bibirku. Aku masih juga diam, aku menepiskan tangannya yang meremas induk payudaraku yang masih tertutup tanktop, bibirnya terlepas dari bibirku, matanya yang mesum bertatapan dengan mataku sebelum akhirnya bibir mang Udin kembali hinggap di bibirku. Aku mulai membalas pagutannya, kudesakkan lidahku kedalam mulutnya, ia menghisapi batang lidahku, menyenangkan sekali rasanya saat ia menghisapi lidahku dengan rakus. Aku menarik lidahku dari emutannya, Mang Udin sudah lupa bahwa barusan mulutku penuh dengan pejunya sendiri sekarang dengan rakus langsung mengejar dan mengulum bibirku, kedua tangannya meremas-remas induk payudaraku yang semakin membuntal, ciumannya merambat menjelajahi rahang, dagu, leher, pundak dan bahuku.

“aahh.ahhh mangg Udhinnnnn.. nnnhhhhhh…” aku merengek saat dengan cekatan ia melepas tanktopku. Aku mendesah keenakan saat ujung lidahnya menjilat puting susuku, ada rasa basah dan rasa hangat yang terasa saat batang lidahnya membilas puncak payudaraku.

Aku melenguh pelan, mulutnya mencucup putingku dan mengenyot dengan lembut, tangan kiriku memegangi belakang kepala mang Udin sementara tangan kananku mengusap-ngusap kepalanya. Bibirku mendesah dan merintih-rintih kecil menikmati hisapan-hisapan mulutnya pada putingku. Lumayan lama ia menyusu bergantian di kedua payudaraku, kubiarkan ia mengenyoti susuku sepuas-puasnya.

Setelah beberapa lama mang Udin menyudahi kegiatan menyusunya.



“nahhh…, sekarang Cindy tiduran di sini ya…” Aku ditidurkannya di atas sofa sedangkan ia berlutut di hadapanku, diantara kakiku. Tangannya berusaha melepas dan meloloskan rok-celana berwarna hitam yang kukenakan. Tinggallah celana dalam berwarna putih yang melekat menutupi bagian terintim dari tubuhku.

“Cindy sayanggg, mang Udin pengen liat memeknya ya….” pintanya manja.

“jangan mang.., nggak boleh…” aku masih berusaha menolak keinginannya, padahal sudah terbakar nafsu.

“ngintip dikit ajaaa.. yaa….” desaknya

“enggak ahh, enggak…” aku bersikeras tidak mau.

“Cuma liatt.., nggak akan diapa-apain kok…, boleh ya…” ia terus gemas mendesakku dengan berbagai cara, akhirnya aku yang sudah kepalang tanggung mengangguk.

“tapi janji ya mang, cuma liat…, nggak boleh pegang-pegang…” aku memastikan lagi janjinya sebelum celana dalamku melorot.

“iyaaa…, mang Udin janji…..” Aku berusaha menahan kegelisahan saat tangan mang Udin merayapi permukaan celana dalamku. Kedua tangannya menarik celana dalamku, kuangkat pantatku untuk memudahkannya melepas celana dalamku, kupejamkan kedua mataku saat celana dalamku ditarik melewati paha, lutut, melewati betis bunting padiku untuk kemudian terjatuh dari ujung kakiku.

“Anjinggg….!!” hanya makian kasar pelan itulah yang keluar dari mulut Mang Udin , matanya membeliak memelototi kemolekan vaginaku.

Kutepiskan tangannya yang merambat naik hendak menjamah permukaan vaginaku, dengan tak sabar kedua tangan mang Udin mencekal pergelangan tanganku yang kiri dan yang kanan diatas perutku sendiri..

“ee-ehh , MANGG, akhhh tadi.. aww kan tadi janjihh.. ouhhhhh…” Aku terpekik, terkejut setengah mati saat ia membenamkan wajahnya pada vaginaku. Kecupan-kecupan liar menjelajahi permukaan vaginaku yang berjembut tipis, aku menarik tanganku dan kutendang bahunya hingga mang Udin terjengkang ke belakang.

“MANG! tadikan mang Udin sudah janji gak akan pegang-pegang…!!” aku sewot karena ia melanggar janjinya.

“lhaaa ?? emang mang Udin megang-megang memeknya Non Cindy..??” tanya mang Udin berkelit.

Aku terdiam sambil manyun, kata-kata mang Udin ada benarnya juga.

“tapi manggg Auhh, j-jangannn.. awwww…” aku terpekik kembali kedua kalinya. Mang Udin menyambar pergelangan kakiku kemudian merenggangkan kakiku.

“sslllcckk ckk muah muahh, udah lama mamang pengen liat dan nyiumin memek Neng Cindy, siapa sangka hari ini impian mang Udin menjadi kenyataan, muahhh.., cupp cupp muahhh memek cina emang beda….gurihhhhhh…!!”

Tanganku berusaha mendorong kepalanya, kucakar wajahnya hingga pipinya luka tergores oleh kuku-ku. Mang Udin tidak marah, dia malah tertawa. Kedua kakiku melejang-lejang kuat berusaha untuk lepas dari cekalan tangannya. Aku semakin panik dan menjerit keras saat mulutnya terbuka lebar dan mencapluk belahan vaginaku.

“MANGGG…!! Auhhhhhhhhhhhh…….!!” aku mengejan merasakan mulutnya akhirnya bisa melumat vaginaku.

Tubuhku tersentak oleh rasa kaget sekaligus rasa nikmat saat ia mengokop vaginaku, rasanya tubuhku seperti melayang oleh rasa nikmat yang selalu kucari-cari dalam fantasi liarku. Hilang sudah tenagaku seperti menguap habis, kedua kakiku berhenti meronta, punggungku jatuh ke belakang, kepalaku berbaring pada lengan kursi dan tubuhku terbujur dengan kedua kaki dikangkangkan olehnya. .

“nnh nhhhh.!! Nnnnhhhh…, ohhh..?? !! manggg… “ erangku.

Aku menatap kearah selangkanganku dengan malu kuhentikan rengekanku, rupanya sambil mengerogoti Vaginaku kedua mata mang Udin tak pernah lepas mengawasiku, ia semakin hebat menggerogoti vaginaku seakan sedang memaksaku untuk kembali merengek. Aku mencoba bertahan dan terus bertahan, ia menggeram dan memagut-magut, mengecupi, menjilat, bahkan menyedot bukit mungil di selangkanganku dengan liar.

“ahhhhhhh… nnhh nhhhh..! nnnhhhh… awww…!!” eranganku makin keras.

Berkali-kali mulut Mang Udin menghisap kuat-kuat vaginaku. Rasa nikmat membuatku terhanyut, tanpa kusadari aku kembali merengek dan mendesah kecil, kupalingkan wajahku ke arah lain. Aku tidak sanggup lagi beradu pandang dengan tatapan matanya yang mesum, bulu kudukku pun berdiri saat mang Udin melepaskan kaki kiriku, tangan kanannya kini berusaha menggapai gundukan payudaraku.

“ohhhhhh.. aaaaa, ennnhh.. nnnnhhh…!!” eranganku berubah menjadi lenguhan nikmat.

Tubuhku menggelepar-gelepar disergap oleh rasa nikmat. Tangannnya mengusap-ngusap puncak payudaraku kemudian mencubit puting susuku yang runcing. Batang lidahnya membasuh jembut tipisku hingga vaginaku terasa hangat dan basah oleh air liurnya. Aku merintih saat mulutnya kembali menangkup belahan vaginaku, ia mengenyot beberapa kali lalu mengunyah belahan vaginaku. Aku semakin tersiksa oleh gairahku yang membara, aku merintih seperti seorang gadis binal yang liar.

“ahhhh..!! crrrutttt.. crutttt…” kurasakan vaginaku berkedut-kedut mengeluarkan cairan cinta.

“srruphhh.., nyemmm srrupphhh he he he…srrupphhhh” Mang Udin menyeruput cairan vaginaku, di sela suara kekehannya aku dapat mendengar suara seruputan mulutnya. Kutarik nafasku dalam-dalam untuk mengatur detak jantungku yang tak beraturan, tubuhku menggelinjang.

“wah Non.., nantangin banget posisinya , wahh ga boleh dianggurib ini mah. Gurih!!…” katanya sambil menirukan tukang karburator yang sedang viral.

“ohhhhh, Mangggggg….” kembali aku melenguh.

Mang Udin menangkap payudaraku kemudian ia meremas-remas induk payudaraku. Kupasrahkan tubuh ranumku untuk digerayangi oleh Mang Udin , lagi asik-asiknya ia mengelusi susu, pahaku dan meremas selangkanganku tiba-tiba kami berdua dikejutkan oleh suara seseorang yang membuka pintu pagar rumahku. Tanpa dikomando aku dan mang Udin memunguti pakaian kami yang berserakan di atas lantai kemudian berlari kearah anak tangga. Tapi sedetik kemudian aku kembali ke sofa, mengeringkan sisa keringatku yang menempel disana lalu kembali berlari ke anak tangga.

“manggg…,cepat keatas mangg…, sembunyi di kamarku..!! aduhh, itu manggg.. itu..bajunya ketinggalan…” ujarku panik kalang kabut.

Dengan cepat ia memungut baju kaosnya yang tertinggal. Aku dan mang Udin semakin panik menaiki anak tangga saat mendengar suara langkah-langkah kaki mendekati pintu rumah dan seseorang mengetuk sambil memanggilku. Cklekk…, aku buru-buru menutupkan pintu kamarku, kami berdua berusaha menenangkan diri, kusuruh mang Udin untuk bersembunyi di dalam lemari pakaian. Setelah mengenakan kaos Tshirt dan rok-celana hitamku kembali, kurapikan rambutku yang acak-acakan dan kemudian aku turun ke bawah. Kubuka pintu, kudapati ciciku berdiri tersenyum didepan pintu.


Jevelyn

"Halo Cindy!! Muach..muach…" kata ciciku lalu mencium kedua pipi ku dengan gemas.

“ehhh…, Ci Velyn….., kok pulang ke Bandung ga bilang-bilang dulu sih? Biasanya kan ngabarin di grup wa dulu?” rentetku menanyai ciciku yang tiba-tiba pulang ke Bandung.

“iya nihhh…, Cici lagi bete di Salatiga, disana tuh ga ada mall tau!! Cici juga kangen sama Papah, jadi Cici pulang ga bilang-bilang biar surprise!?" Jawabnya.

Kamu kenapa sih? Kaya ga suka Cici pulang? Hayo… kamu ngapain????" Lanjutnya menyelidik.

"Eh…gak gitu Ci! Maksud aku tuh, aku kan bisa masak dulu, atau pesenin makanan dulu gitu kalau Cici pulang! Kan pasti Cici capek kan? Laper kan? Hehehe" Aku tertawa grogi berusaha memberikan alasan yang masuk akal.

"Lah emang ga ada makanan banget ini? Yaelah Cyiiinnn…!! Dari malem Cici baru dapet protein cair doang ini..!" Katanya merutuk.

"Eh??? Protein cair Ci? Apaan tuh?" Tanyaku terfokus pada istilah yang sebenarnya tidak asing lagi bagiku sekarang.

"Anak kecil banyak nanya ih! Hihihi
Ya udah deh, seenggaknya makan mie aja dulu deh. Mie ada dong?" Kata Cici ku mengalihkan pertanyaanku. Aku tertawa kemudian mengekorinya ke dapur. Ekor mataku melirik ke arah kursi tempat di mana kemesuman itu baru saja terjadi,

"hahhh?? apa itu?? waduhh gawat.!!" Teriakku dalam hati. Ternyata celana dalam Mang Udin masih tertinggal. Aku lewat, pura – pura untuk membereskan meja dan Tukkkk…, ujung kakiku menyepak celana dalam dekil itu hingga nyungsep masuk ke bawah meja.

“Cindyyyy….” panggil ciciku

“iya Cii…, I’m cuming he he he he” aku menjawab ambigu.

“yaaaah, adanya mie rebus doang, padahal pengennya mie goreng. Bikinin Cici mie ya Cindy cantik cyangnya cici…” keluh ciciku melihat stok mie tinggal mie rebus dan lanjut menyuruhku membuatkan mie.

"Okedeh ciciku yang cantik juga, Cindy bikinin mie paling enak serumah ini." Aku pun mulai membuat mie rebus, ku buat pakai telur dan tambahan sayur. Akhirnya mie pun jadi setelah 10 menit.

“nih Ci, udah jadi mie nya” ucapku sambil menyodorkan mie di meja makan ke ciciku.

“wah ini sih mas-mas burjo kalah enak mienya, lebih enak ini malah., sluuurrppphhh.. sluurrppphhhhh…” puji ciciku sambil menyeruput kuah mie.

“kamu kok keringatan gitu sih Cin??” tiba-tiba ciciku bertanya karena melihatku Bermandi keringat sisa pergumulan ku dengan Mang Udin tadi.

“hemm ?? agak gerah cii…, cuaca hari ini kan panas menyengat… emang gak kerasa Ci?" Jawabku sekenanya.

“loh, di luar hujan gerimis kok…”

“ahh, masaaaa ?? aku ngak tau cii, tadi aku baru bangun tidur…“ jawabku mencari alasan.

“ooo…gitu, sluurrrpphhh.. srluurrppphhhh” ciciku menjawab sambil kembali menyeruput kuah mie.

Entah kenapa suara sruputan yang terdengar membuatku semakin gelisah. Kukulum senyuman nakalku, kutepiskan segala pikiran kotor itu, dengan sabar ku tunggu ciciku habiskan semangkuk mie rebus yang tersaji diatas meja makan. Aku pura-pura menguap, untuk melepaskan beban nafsu yang tiba-tiba menggunung.

“Hoammmm…, Cii…, aku ngantuk.., “ kataku membuka kembali percakapan.

“Hah? nggak salah?? bukannya baru bangun tidur.. ??” jawab ciciku.

“yaaa.., kan ujan ci, paling enak buat tidur..he he he…” jawabku.

“iya juga sihhh.. emmmmhhh hoaammmm.., cici juga jadi ngantuk nih… capek, kekenyangan, hujan pula.." balas ciciku setuju.

“sudah ciii.., sini sama Cindy aja.., cicikan baru pulang , istirahat gih..” ketika ku melihat ciciku akan mencuci mangkuk bekas mie.

“duhhh.., adikku memang paling baikk muahhhh…, cici bobo dulu yach” Ci Velyn mencubit pipiku lalu mencium pipiku kemudian ia masuk kekamarnya. Setelah mencuci mangkuk aku bergerak menuju kamarku, ku sedikit membuka pintu kamar ci Velyn yang terletak di sebrang kamarku, ciciku tertidur pulas dibalik bed cover, dengan berjingjit-jingjit aku masuk ke dalam kamarku.

POV Cici Jevelyn



"Wah akhirnya sampe Bandung juga, bosen banget di Salatiga, gada hiburan. Bioskop aja harus ke Semarang, payah banget." Kutukku dalam hati. Papahku emang kayanya "ngebuang" aku kuliah di Salatiga. Emang salah ya punya banyak temen cowok? Aku main juga ga macem-macem rasanya. Aku kan nyontoh gaya main mamah, dulu juga diajarin mamah, sekarang kok malah kayanya aku salah. Tapi gapapa, toh disana aku udah punya banyak temen kok. Hehe.

Aku baru turun dari kereta malam yang membawaku dari Semarang ke Bandung, ku perhatikan porter yang membawa barangku mencuri-curi pandang melihat kearah pahaku yang tidak tertutup rok mini ku.

"Pak, tolong sampai parkiran ya bawa titik penjemputan ya bawa kopernya. Mobil grab nya udah nunggu disana katanya." Aku meminta tolong bapak-bapak porter yang sedang membawa koperku.

"Siap mba!" Jawabnya singkat bersemangat.

"Nah, itu kayanya mobilnya Pak, warna putih Pak." Kataku menunjuk mobil Avanza putih yang menunggu tidak jauh dari pintu penjemputan. Dengan cekatan bapak porter membawakan koperku melewati sela-sela manusia yang sedang berjalan keluar juga. Sesampainya di samping mobil aku memberi kode pada supir grab untuk membukakan bagasi mobil. Bapak porter kemudian membuka bagasi.

"Pak, udah gpp, biar sy aja yang masukin kopernya ke bagasi." Kataku karena melihat bapak porter sudah kepayahan membawa koperku keluar stasiun.

"Eh ga papa mba, biar saya aja yang angkat." Bapak porter bersikeras mengangkat kopernya. Ku mengambil uang 50ribu dari dompet ku dan memberikannya pada bapak porter sambil menahan agar kopernya tidak diangkat.

"Udah gpp Pak, ini uangnya, cukup kan Pak?" Kataku.

"Eh, aduh makasih mba, ini cukup neng. Makasih ya mba." Katanya sungkan. Bapak porter itu belum beranjak dari belakangku saat aku menunduk mengambil koperku untuk kuangkat ke dalam bagasi, aku yakin dia bisa melihat celana dalam hitam berenda ku dibalik rok mini yang ku gunakan. Selesai memasukkan koper, aku menutup pintu bagasi dan membalikkan badan.

"Pak, halo pak?" Aku mengibaskan tanganku didepan matanya karena bapak porter diam saja.

"Eh.. ehh.. iya mbak kenapa.??" Dengan kaget dia menjawabku.

"Iya udah beres Pak, makasih ya udah ngangkatin koper aku, tip nya cukup kan pak? Ujarku sambil mengerlingkan mataku sambil berlalu masuk ke dalam mobil.

"Hihihi, asik juga ngerjain orang sampai horny gitu, kentang-kentang dah. Hihihi." Aku tertawa dalam hati menikmati keusilanku pada bapak porter tadi.

Perjalanan dari stasiun menuju rumahku cukup menyita waktu, jarak yang cukup jauh dan macet membuat waktu yang dibutuhkan jadi lebih panjang. 15 menit sudah kami terjebak di kemacetan kota Bandung. Aku mulai bosan bermain hape ku, ku lihat jalanan bandung yang macet, lalu mataku tertuju pada spion tengah. Ku lihat mata supir grab yang terus menerus melihat ke arah pahaku yang mulus.

"Pak! Fokus Pak..… Liatin pahanya!" Aku berkata dengan cukup keras menegur supir grab. Sambil membuka lebar pahaku, membiarkan supir melihat dengan jelas isi dalam rok ku.

"Gimana neng?? Waduh anjing siah eta pingping mantap anjing." Pekiknya sambil Matanya terbelalak hampir melompat keluar.

"Kalo nyetir fokus atuh Pak, mau liat jalan atau liat paha aku?" Kataku sambil mengibaskan kedua pahaku, membuat efek buka tutup yang membuat supir grab makin melotot. Kulihat dia kini gelisah sambil mengocok kontolnya dari balik celana pendeknya.

"Kenapa pak? Butuh bantuan?" Godaku.

"Waduh, serius ini?" Katanya sambil tersenyum mesum. Lalu dengan cepat aku merayap dengan agak sulit untuk berpindah dari jok belakang ke jok depan mobil, membuktikan keseriusan ku. Setelah berhasil pindah dan duduk di kursi depan, aku melihat kearah selangkangannya, lalu melihat supir sambil menggigit bibir bawahku.

"Mau dibantu apa emangnya Pak?" Kataku manja sambil tanganku nakal mengelus-elus dan menyenggol-nyenggol penisnya dari balik celananya. Jariku merayapi batang kontolnya.

Ditengah kemacetan kubuka resleting celana supir grab yang kutumpangi, ku keluarkan kontolnya yang tidak begitu besar namun sudah sangat keras, ku kocok batang tersebut dengan lembut.

"enak gak pak kalo dikocok kaya gini kontolnya?" Aku bisikkan pertanyaanku dengan suara yang erotis persis di samping telinganya, sambil menghembuskan nafas.

"Adududuh neng, ga salah ini neng, mimpi apa saya semalem euy.." katanya meracau menikmati hembusan nafasku di telinganya dan kocokan tanganku. Matanya bergantian melihat jalan macet dan wajahku yang cantik.

"Boleh cium ga neng? Sssshhhh…ahhhh, neng cantik banget…Sih.." dia memohon sambil mengerang keenakan. Kuturunkan badanku, kuarahkan kepalaku mendekati kontolnya, lalu kukecup ujung penisnya tepat dilubang kencingnya dengan bibirku yang bergincu tipis.

"Mmuuaachhh…" sengaja ku lebih-lebihkan suara kecupanku, lalu kutengadahkan wajahku.

"Cium kaya gitu kan Pak maksudnya..??"
Tanyaku manja, meminta klarifikasi atas kecupanku di kontolnya.

"Wah…salah neng…tapi gapapa, lebih enak neng!!" Katanya bersemangat.

Kulanjutkan mengocok kontolnya sambil sesekali kudekatkan pada wajahku, menghembuskan nafas dari hidungku ke kepala penisnya, karena jalan jelek terkadang penisnya menyenggol wajahku, meninggalkan jejak precum pada wajahku. Ternyata bapak supir ini cukup kuat menahan kocokan tanganku. Mungkin karena perhatiannya terbagi antara jalan dan kocokan tanganku di kontolnya, membuat dia bisa bertahan lama. Jalanan kosong membuat kami ternyata lebih cepat sampai ke titik tujuan. Diberhentikan mobilnya dengan buru-buru diseberang rumahku. Kurasakan kontolnya berkedut-kedut, tanda segera akan ejakulasi. Kocokan ku pada kontolnya semakin cepat menyambut mani yang akan segera memancur dari batang kontolnya.

"Aaaarrgggghhhhh….neng…..keluar….crot…crott….crott…." Pak supir mengerang, menggeram, pinggulnya kelojotan mengeluarkan semua isi kantong menyannya. Kutahan muncratan spermanya dengan tanganku, akibatnya kini kontolnya, tanganku dan bagian celananya belepotan sperma.

"Enak pak?" Tanyaku. Pak supir sama sekali tidak menjawab. Ia masih mengatur nafasnya setelah ejakulasinya yang dahsyat. Ku urut kontolnya, berusaha mengeluarkan sisa sperma dari batang kontolnya. Setelah tidak ada lagi sperma yang keluar, ku angkat tanganku yang belepotan sperma, lalu ku jilati sampai bersih semua sperma yang ada ditanganku. Ku sapu sperma yang belepotan di pangkal kontolnya, yang menempel di jembutnya dengan jari-jari tanganku, lalu ku jilati lagi sampai bersih. Ku lihat celananya yang belepotan sperma juga, lalu ku jilati sperma yang berceceran.
Pak supir melihatku dengan tatapan tak percaya, seorang gadis muda, cantik, dan sexy, blasteran chinese-italia baru saja selesai membersihkan sisa-sisa sperma dengan lidah dan mulutnya.

Setelah ku lihat sekeliling aman, aku bergegas keluar dari mobil, meninggalkan bapak supir yang masih duduk diam menikmati sisa ejakulasinya. Ku ketuk kaca sisi pengemudi lalu ku beri kode untuk membuka bagasi. Dibukanya kunci bagasi, lalu aku segera mengambil koperku dan meninggalkan segera mobil itu menuju gerbang rumahku. Untungya gerbang tidak kukunci, aku takut kalau-kalau pak supir menyusulku.

Segera ku ketuk pintu rumahku, cukup lama sampai akhirnya pintu rumah terbuka.

"Halo Cindy sayang!!!" Kuciumi pipi mulus adik cantikku dengan gemas. "Kok aku nyium aroma Peju ya?" Pikirku dalam hati.

Dia bertanya-tanya kenapa aku tiba-tiba pulang dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. "Kok kayanya dia nyembunyiin sesuatu ya…bentar-bentar, tadi kalau ga salah didepan ada motor supra yang kayanya ga asing deh" pikirku dalam hati. Ku perhatikan adikku yang sedang merapihkan rambutnya, ku lihat juga dia berkeringat padahal tadi sempat hujan. Mencurigakan sekali. Sepertinya aku tahu adikku lagi apa. Hihihi

"Cin, mie ada kan? Bikinin ya adikku yang cantik." Kataku sambil beranjak ke dapur, saat berjalan ke dapur jelas-jelas aku melihat kolor laki-laki tergeletak dekat kursi ruang tamu. Aku pura-pura tidak tahu aja. Kecurigaanku semakin kuat, pasti dia abis mesum-mesuman diruang tamu tadi sebelum aku datang. Wah adikku berkembang makin pesat menuju dewasa! Setelah aku menghabiskan mie aku pergi ke kamar ku untuk tidur, tapi tentunya ga tidur beneran dong. Aku harus cari tahu, siapa laki-laki yang berhasil bikin adikku beraroma Peju!

=================


Fifth Encounter: Expanding Sunhole

-----Kamar Cindy-----


Saat ku buka pintu kamarku, ku dapati mang Udin sedang berdiri didekat kamar mandi, didepannya ku lihat keranjang baju kotorku sudah diacak-acak.


“lagi ngapain mang!?“ seruku mengagetkannya. Aku agak tersinggung melihat mang Udin berani mengacak-acak kamarku.


“ehhh.., ini Neng, iniii… “ mang Udin terlihat kaget dan gugup, sambil berbalik menghadap padaku. Aku tersenyum geli melihatnya memegang bra pada tangan kirinya, sedangkan celana dalamku digunakan untuk membungkus batang penisnya.


“ini nonn, celananya…, maaf , mamang nggak tahan tadi, ini.. eummm” Mang Udin segera mengembalikan celana dalam dan braku ke dalam keranjang pakaian kotor dan membereskannya kembali.


“nggak tahan?? apa yang nggak tahan mang??“ aku menggodanya, kukerlingkan ekor mataku untuk menggodanya.


“aiiihhhh, neng Cindy nakal amatttt…” serunya keras.


“pssstttt…., bicaranya jangan keras-keras mang, ada Ci Velyn!” aku menegaskan.


“Non Velyn lagi ngapain emangnya neng??"


“lagi bobo dia mang, kecapekan baru sampai dari Semarang….” kataku pelan.


“yaaaah, sayang banget ya neng...” Mang Udin mendesah kecewa.


“Emang napa mang ??" Tanyaku tidak mengerti.


“tadinya sih kalo ga tidur, non Velyn mau mang Udin ajakin main juga, bareng sama neng Cindy.. he he he..” Ia tersenyum saat aku memasang tinjuku didepan wajahnya.


Kaus T-shirt dan celana-rok ku kembali terlepas akibat kenakalan tangan mang Udin. Setelah aku telanjang, dia menggendongku dengan posisi berhadapan. Tanpa ku duga, dengan mudah mang Udin memutar tubuhku dan mengambil posisi 69, hebatnya posisi ini dilakukan sambil berdiri.







“aduh..duh manggg, jatuh nihh, jatuhhh…” ujarku panik saat kepalaku hampir menyentuh lantai.


“nggak akannn, kan ada mamang yang pegangin…, pegangan ke Mang Udin yang kenceng aja kalau Cindy takut jatuh… he he he he…” katanya sambil menemukan posisi yang pas. Kulingkarkan tanganku membelit perut mang Udin, pahaku menjepit lehernya dan bertumpu pada bahunya, sedangkan kakiku mengait dibelakang kepalanya, rasa takut membuat otakku buntu. Aku baru tersadar, wahh, dalam posisi 69 sambil berdiri, ini artinya vaginaku?? Ohhh.., akhhhh, perlahan dan mesra batang lidah mang Udin menjilat belahan vaginaku seperti tengah menjilat es krim terenak yang pernah dirasakannya.


“wahhh, asekk.asekk.. nyumm cckkk cckkk.. emmmm, sluuurrrpphh….sluuurrphh” suara decakan basah keluar saat mang Udin menjilat, menyedot vaginaku. Ia menggelengkan kepalanya, menggesek-gesek kan mulutnya yang sudah basah ke vaginaku.


“adu-duh mangggg…, udah mang, udah.. awwwhh..ssshhhh…aahhhhh.." aku menjerit kecil merasakan sengatan nafsu pada vaginaku.


“jangan berisik neng, nanti Non Velyn bangun loh! he he he,, nyummm.. mummmh” katanya membalikkan perkataan ku barusan sambil melanjutkan me -motorboat- vaginaku.


Aku menggigit bibir bawahku agar desahan dan rintihan itu tidak keluar dari mulutku. Dalam posisi ini vaginaku menjadi bulan-bulanan mulut Mang Udin , kakiku melejang-lejang di atas kepala mang Udin karena rasa nikmat. Aku mendesah pelan agar suaraku tidak terdengar keluar kamar, batang lidahnya mengorek-ngorek belahan vaginaku kemudian mengulas-ngulas kerutan duburku.


“manggg!!!?? Eh…eh…aduh mang..” Aku kaget saat ujung lidahnya menekan kerutan anusku, kemudian lidahnya dengan lihai mengail-ngail lubang anusku.


“Bukan cuma memek neng Cindy yang lezat , bool neng Cindy juga yahud rasanya he he he..” ujarnya bersemangat.


“ahhhh.. hmmmpphhh…crrrr crrrrrrrrr” Dengan telapak tangan kututup mulutku saat vaginaku berdenyutan memompa cairan cintaku, pahaku menjepit kuat-kuat kepala mang Udin . Rasa nikmat yang berlipat-lipat menggoreng tubuhku akibat dari jilatan lidahnya pada kerutan anusku. Sensasi geli pada kedua vagina dan anusku mengguyur tubuhku. Aku terbuai oleh lecutan-lecutan listrik yang seakan mengairi tubuhku saat mencapai klimaks. Seiring dengan butir peluhku yang semakin banyak membanjir, kedua tangan ku terkulai terjuntai dengan lemas. Mulut Mang Udin menjilati belahan vaginaku dan menyeruputi cairan vaginaku. Aku tambah kelojotan saat mulutnya mengemut bibir vaginaku, sambil mengulas-ulas klitorisku dengan lidahnya hingga tubuhku serasa lemas.


Blukkk… tubuhku dijatuhkan oleh mang Udin keatas ranjang, aku bergulingan menjauhinya, cukup sudah kenikmatan ini kurasakan. Kupeluk gulingku kuat-kuat saat Mang Udin naik dan merangkak menghampiriku, dengan kasar ia merangsek ke kasur dan merenggut guling yang sedang kupeluk. Aku hanya terdiam saat pergelangan tanganku dicekal dan ditahan di samping tubuhku. Mulutnya mengejar payudaraku sebelah kiri, aku meringis tertahan, hisapan-hisapannya kini cenderung kasar, mulutnya mencapluk puncak payudaraku dan mengenyot-ngenyot dengan liar dan kuat, kadangkala giginya seperti mengunyah putingku. Tangannya kini memegangi kedua pergelangan tanganku diatas kepalaku, sedangkan tangan kirinya mengorek-ngorek belahan vaginaku.


“hsssshhh. ssshhhhh…” aku mendesis, aku sudah puas, amat puas malah, namun tampaknya mang Udin masih belum puas menikmati tubuhku. Kubiarkan ia menggeluti tubuhku yang sudah basah bermandikan keringat. Keringat mang Udin bercampur dengan keringatku saat ia menaiki tubuhku dengan posisi wajahnya terbenam di antara belahan payudara ku. Kurapatkan kedua pahaku rapat-rapat untuk mencegah hal-hal buruk yang kutakutkan, aku masih perawan!! Lumayan lama mang Udin menyusu di payudaraku bergantian.


"Cpokkkk…." Suara hisapan mulut mang Udin terlepas dari puncak payudaraku. Ia lalu melepaskan tanganku lalu duduk disamping tubuhku. Ku lihat batang penisnya tegak berkilap-kilap terkena keringat akibat pergumulan tadi. Mataku seakan terhipnotis oleh batang penisnya.

Aku takut oleh batangnya tapi aku juga semakin ingin menghisap benda hitam yang besar dan panjang itu, aku malu untuk mengatakannya, mana mungkin aku meminta langsung kepadanya.


“kayanya Cindy pengen ngisep titit mamang ya…” kata mang Udin. Dia melihatku yang terpaku menatap penisnya.


“eh ?? enggak kok mang, siapa juga yang mau??…” aku berusaha menyembunyikan hasrat di dadaku, entah bagaimana caranya ia menangkap hasratku yang semakin menggebu-gebu.


“enggak mangg, gak usah , e-ehhh…” Mang Udin bergerak naik ke atas tubuhku, pantatnya kini berada diatas dadaku, benda besar itu kini mengacung dengan perkasa di hadapan wajahku.


“udah nggak usah bohonggg, mang Udin tahu kok, apa yang Cindyy mau.., nih mamang kasih titit mamang, tapi inget.., harus ditelen pejunya ya ??” mang Udin lalu mengarahkan penisnya ke bibirku, menyodok paksa bibirku.


“ha-ufffhhh , hmmm.. mmmm..” Aku membuka mulutku saat mang Udin menjejalkan batang besar selangkangannya ke mulutku. Aku meronta saat mang Udin menekankan batang hitamnya sedalam mungkin ke dalam mulutku, mataku membeliak dan pandangan mataku agak nanar.


"Hegghh….cloppp..clokk….clokk…" Ujung penis mang Udin tertanam masuk ke kerongkonganku, aku meremas-remas kuat paha mang Udin agar ia segera mencabut batang kemaluannya. Tapi semakin keras remasanku semakin dalam pula mang Udin menanamkan penis besar itu ke dalam mulutku.


Sayup-sayup aku mendengarnya berkata, "akhirnya kesampaian juga diptrot cewek kaya di film bokep jepang.Cindy harus sering belajar supaya biasa ya.” Aku tidak dapat bernafas dengan sebatang penis yang menancap dikerongkonganku. Air liurku membanjiri daguku, menahan rasa ingin muntah karena penis besar yang merojok kerongkonganku.


"Clop…clop….cloppp…clopp….." Mang Udin makin intens menggenjot mulutku dalam-dalam seiring dengan kontolnya yang akan meledak. Dia menggerakkan pinggulnya seperti layaknya menyenggamai lubang vagina!


"Aaaarrgggghhh…crottt…crotttt…crott..!!!" Mang Udin menggeram, tangannya menekan kepalaku, membenamkan penisnya dalam-dalam, pinggulnya mengejan-ngejan, penisnya menyemprotkan spermanya ke dalam kerongkonganku.


"Glekk..glekk.." dengan terpaksa aku menelan Peju yang keluar dari kontolnya. Tidak semua peju bisa ku telan, sisa Peju yang tidak bisa ku telan merembes keluar membanjiri bibir dan daguku.


“Ahaakkk…., uhukkk… uhukkk…haaaaahhhh“ aku menggeleng-gelengkan kepala sambil terbatuk-batuk, saat batang penis mang Udin dicabut dari mulutku. Ku tarik nafas panjang dengan lega. Sesekali aku masih terbatuk dan berdehem kecil, kuremas batang miliknya sambil menghisap-hisap ujung penisnya, kuhisap kuat hingga benda itu mengeluarkan seluruh sperma yang tersisa dalam mulutku. Aku hendak memuntahkan cairan bau itu namun mang Udin melintangkan jari telunjuknya di depan bibirku, disertai sebuah ancaman.


“telan…, atau nanti didiptrot lagi sama mamang..” ancamnya.


“glek.. glekk.. glekkk…” aku menelan sisa sperma mang Udin dalam mulutku, aroma sperma semakin menyengat saat aku berusaha menarik nafas, jari telunjuk dan ibu jari kanannya menekan kedua sisi pipiku , ia memaksa untuk membuka mulutku.


“gitu dong… nih sekalian dong dibersihin, he he” Tangan kanannya mengurut-ngurut ujung penisnya, lelehan pejunya yang tersisa masuk ke dalam mulutku, dan aku kembali menelan peju mang Udin.


Aku terlentang dengan pasrah sambil menarik napas dalam-dalam. Paru-paru ku rasanya hampir meledak akibat ulah mang Udin mengdeepthroatku tadi. Sekilas ku lihat mang Udin mengambil t-shirt abu ku yang tergeletak disamping kasur. Kemudian dengan telaten ia mengelap daguku dan payudaraku yang tadi banjir air liur dan rembesan spermanya sendiri. Dicampakkannya baju ku ke lantai setelah meliat badanku sudah kering. Ku lihat kontolnya kembali berdiri dengan gagah.


“sudah mangggg…cukup…” aku merintih lirih saat ia membalikkan tubuhku.


“iyaaa.., sudahhh…, mang Udin cuma mau mijitin aja koq, Cindy pasti cape..” katanya sambil memegang pundakku. Ia lalu menduduki bokongku, telapak tangannya bergerak mengurut lembut dari pinggang ke punggung, ahh, rasa pegalku sedikit terobati. Ternyata mang Udin ahli juga dalam memijat, ia menyuruhku mengatur nafas ku sesuai ritme pijatannya. Aku menarik nafasku dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan sesuai dengan instruksi Mang Udin.


“enak gak neng pijetan mamang?? “ tanyanya sambil terus memijat ku, tangannya kini memijat pinggang dan pinggulku.


“emmm.., enak manggggg…, “ kataku menikmati pijatannya dengan mata tertutup. Kurasakan mang Udin menggeser duduknya ke dekat telapak kakiku. Pijatan jempolnya menusuk daerah antara pinggang dan gundukan pantatku, kemudian menekan dan memijit-mijit disekitar situ dengan teratur, kedua mataku terpejam-pejam menikmati pijatan–pijatan Mang Udin yang merambat mulai dari bokong, pinggang, pinggul, paha, betis dan merambat naik kembali ke atas ke arah punggung, rasa pegalku yang menyiksa tubuhku terusir oleh pijatannya.



“He he he.., Mangggg geliii ah….” aku terkekeh saat sambil memijat bibir mang Udin menggeluti tengkukku.Aku merasa nyaman ketika mang Udin menindihku dari belakang, entah kenapa aku merasakan rasa aman berada di bawah tindihan tubuhnya yang tinggi besar. Kata-kata kotor dan mesum dibisikkan di telingaku. Kami berpindah posisi saat kurasakan pijatannya mulai melemah. Mang Udin berguling dari atas tubuhku lalu menyamping, merengkuh tubuhku dalam pelukannya. Tangan kanannya menjadi bantal kepalaku dan tangan kirinya memelukku sambil menangkup payudaraku. Remasan-remasan lembut mang Udin menidurkanku. Kami berdua akhirnya tertidur kelelahan.

Tak pernah kubayangkan, kini dikamarku sendiri, aku tidur dengan berbugil ria bersama mang Udin, polos tanpa selembar benangpun yang menempel di tubuhku dan tubuhnya yang tinggi besar. Aroma mesum dikamarku yang bercampur dengan bau keringat mang Udin, bau Peju dan aroma pengharum kamarku, masih dapat ku cium. Aku membalikkan tubuhku dan membalas pelukan mang Udin, aku tertidur di dalam dekapan tubuhnya.

Aku terbangun dari tidurku, lalu mataku melihat jam dinding.


"Waduh, udah malem ternyata." Kataku dalam hati melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam.

Ku geliatkan tubuhku dibalik bed cover, hatiku terasa hangat, sehangat tubuhku ?? ehh.., astaga ada orang yang tidur disampingku. Gila, aku kaget…, rupanya Mang Udin masih tidur disampingku, kutepuk-tepuk pipinya, sambil berbisik keras.


“mangg , bangun mang…” aku berbisik membangunkan mang Udin.


“euhhh…, emmmhhh..hoaaammm. MMMFFHHH….” mang Udin bangun lalu menggeliat dan menguap dengan keras.


“pssstttt. Mangggg…, jangan keras-keras nguapnya…” seruku setengah berbisik.


Ku letakkan jari telunjukku di bibirnya, ia lalu mengulum jadi telunjukku, kemudian melumat bibirku, tiba-tiba suara lagu Bruno mars mengalun dari hapeku, ada yang meneleponku. Tanganku yang satu mulai menggapai-gapai berusaha meraih HPku di atas sebuah meja kecil di samping tempat tidur. Mang Udin melepaskan bibirku agar aku dapat menerima panggilan.


“Hallooo…”


“Hi…Cin, lagi ngapain nih??…” terdengar suara dari sebrang.


“lagi belajar….” jawabku singkat.


“hahh ? ngak salah denger…?? Shanti terkejut mendengar jawabanku.


“ha ha ha…“ aku hanya tertawa.


“ada apa nih Geb, jadi curiga he he he..” ku mulai menanyakan maksud tujuannya.


Shanti tertawa lepas kemudian menjawab pertanyaanku.


“gini Cinn…, besok aku sama Ailin main ke rumahmu ya…” ujarnya memohon.


“mo ngapain ??” jawabku cepat.


“biasa, ikut ngeprint tugas sambil main, he he he he” Gaby terdengar agak sungkan.


Aku tersenyum, sambil mendorong kepala mang Udin dari dadaku.


“ya udah main aja kali… jangan lupa ya.., bawa cemilan…” ujarku mengijinkan mereka main ke rumahku besok.


“oceh, siap bossss, see u…daahh” Gaby menyudahi panggilan.


“dadah...” balasku.


Aku buru-buru menutup Hpku. Tapi ternyata aku tidak sadar, ternyata Gaby belum mematikan panggilannya.


“manggg, Geli tauuuu….” aku merajuk manja.


Tangan mang Udin menekan Kedua tanganku ke atas kepala, bibirnya mencumbui ketiakku, menjilat, memagut dan melumatinya. Aku mendesah dan merintih saat batang lidahnya menari menggelitiki ketiakku.


“duhhh Cindy manisss, mang Udin ngaceng lagi nihhh…” katanya sambil memperlihatkan kontolnya yang sudah mengacung tegak.


“mang , ini sudah malammm…” tolakku.


“justru itu.., tanggung…, mang Udin mau sekalian nginep aja ya..” pintanya.


TOKK.. TOKKK.. TOKKKK…


"Cindyyy, bangun sayanggg, makan malam dulu..” ku dengar suara mamahku memanggilku.


“iyaaa mahhhh, sebentar aku turunn…” seruku dari kamar.


Dengan wajah ketakutan mang Udin merayap dan bersembunyi ke kolong ranjang. Aku cuci muka lalu merapikan rambutku dan memakai baju ku yang baru. Sedikit parfum ku semprotkan di bajuku kalau-kalau tercium aroma peju. Aku menahan tawa sambil menutupkan pintu kamarku, entah kenapa geli sekali rasanya melihat mang Udin yang menatapku dengan tatapan hornynya dari kolong tempat tidurku.


Aku turun kebawah menuju ke ruang makan, Papa, mama dan ciciku sudah menungguku. Ternyata saat aku tertidur, papah dan mamahku dikabari oleh ciciku bahwa dia sedang di Bandung. Segera papah mamahku bertolak dari jakarta ke Bandung dengan pesawat. Diselingi canda tawa, kami sekeluarga menghabiskan makan malam, obrolan pun berlanjut hingga jam 11.30 malam, jam 11.45, mama mengingatkan kami untuk tidur karena sudah terlalu malam. Ku lihat tatapan mata Ci Velyn seperti memberi kode pada mamahku, "ah perasaanku saja barangkali."

Aku naik ke kamar ku sambil tidak lupa membawa roti isi keju kedalam kamar, tak lupa kubawa sebotol minuman dingin dari dalam lemari es, dengan lahap mang Udin menyantap roti yang kubawa untuknya, tidak lupa ia menghabiskan sebotol Aqua dingin yang ku bawa.


“masih lapar mang ??" tanyaku sambil memperhatikannya yang masih menjilati sisa keju di plastik bungkus roti.


“sudah cukupp, kenyang neng…” jawabnya.


“mang, Cindy mau tidurrr., ngantuk nihhh…” aku meminta ijin pada tamu gelapku.


“sebentarrr…, temenin mang Udin dulu ya…” pinta mang Udin. Mang Udin melucuti pakaianku dan kembali menindih tubuhku yang bugil, aku membalas lumatan-lumatan bibirnya dengan malas karena aku benar-benar sudah mengantuk. Aku mendesakkan ke dua bongkahan payudaraku saat ia melakukan hisapan-hisapannya pada puncak payudaraku. Gairahku kembali bergejolak menghilangkan rasa kantukku, tangan kiriku mengelus-ngelus belakang kepala mang Udin yang tengah asik menyusu di buah dadaku yang sekal ranum sementara tangan kananku memeluk lehernya.


“ohhhh… mangggg, enakkkk….” aku mendesah menahan geli nikmat pada payudaraku. Tubuhku dibalikkan, payudaraku kini mendarat di atas ranjang, aku terlungkup tanpa daya dibawah tindihan tubuh mang Udin, tangannya mengelus-ngelus rambut indah hitamku dan punggungku yang mulus. Kurasakan batang kontolnya menggesek-gesek belahan pantatku. Ditariknya pantatku ke atas, sementara punggungku ditahan agar tetap di posisi semula, sehingga sekarang aku dalam posisi doggy style dengan dada dan wajahku terjerembab di kasur.

Dalam posisi ini, dengan bebas mang Udin bisa melihat vaginaku, kurasakan kini kepala penisnya mengulek-ngulek belahan vaginaku. Terkadang di pukul-pukulan nya batang penisnya ke bibir vaginaku.


"Ooohhh…..manghh Udinnnnn….." aku merintih menahan nafsu yang sudah memuncak. Vaginaku sudah sangat basah memompa dengan berlimpah lendir, siap disenggamai, bercampur dengan lendir precum yang diulas-ulakan kepala kontolnya. Tiba-tiba aku tersadar saat kurasakan nyeri yang menyengat saat kepala kontol mang Udin yang besar berusaha memasuki vaginaku. Segera aku menurunkan pantatku, membuat penetrasi mang Udin gagal dan tercabut. Plup!


"Aduh neng, padahal dikit lagi masuk neng…" keluh mang Udin kebingungan.


"Aku gak mau mang, aku masih perawan…Aku mau kasih perawan aku ke suami aku nanti mang…." Aku berusaha menjelaskan dan menolak untuk melakukan seks dengan mang Udin.


"Atuh neng, meni kagok, gapapa neng, buat mang Udin aja yah!?" Mang Udin setengah memaksa.


"Gamau mang!! Kalau maksa aku teriak mang!" Dengan tegas aku menolak.


"Neng Cindy tega amat neng, kontol mamang udah siap banget nusuk memek neng Cindy loh ini ah…." Mang Udin kecewa berat, mengingat keluargaku kini semua ada di rumah, maka bila aku teriak maka pasti dia akan tertangkap dan dijerat penjara. Wajahnya murung.

Tiba-tiba mang Udin kembali menarik pantatku keatas, kepala penisnya kembali mengulek-ngulek vaginaku, aku sudah siap berteriak saat dia berbisik di telingaku.


"Kalo mamang ga boleh merawanin memek neng Cindy, mamang berarti boleh merawanin bool neng Cindy!" Mang Udin berkata dengan dingin. Kontolnya yang sudah licin terkena lendir vaginaku kini ia tekan-tekan ke kerutan anusku. Aku terbelalak, badanku gemetar hebat saat kepala penisnya yang besar berusaha memasuki liang anusku yang masih perawan. Kerutan anusku tertarik, melebar dengan paksa untuk menerima penisnya. Aku menggigit sprei, tangan kiriku meremas sprei, sedangkan tangan kananku ditarik oleh mang Udin ke belakang, dijadikan pegangan untuk menahanku saat proses penetrasi penisnya ke liang anusku.

Liang anusku seperti terbakar, tiap inci penisnya yang masuk membuat anusku seperti ditusuk besi panas. Air mataku mengalir deras, keringat membanjiri tubuhku, aku berusaha meredam teriakanku. Setelah melalui proses yang alot akhirnya kontol mang Udin masuk sepenuhnya ke dalam duburku. Cukup lama mang Udin diam, dia menikmati jepitan duburku dan merasakan dinding duburku yang terasa seperti meremas-remas batang kontolnya.


"Jangan teriak ya neng…. Mang Udin kan gak merawanin memek neng Cindy.." bisiknya menenangkan ku yang sesenggukan menahan rasa perih yang hebat di anusku.


"Ya tapi ga nyodomi pantatku juga mang….hiks..hiks..hiks" protesku sambil menahan tangis.


"Tahan ya neng….." saut mang Udin tanpa memperdulikan protesku.


Dirasa aku sudah terbiasa dengan kontolnya di duburku, dia mulai menggerakkan penisnya.


“aduuuuuuhhh….heeeghhhhh…..hssshhhh.. hssssshhhhh…” aku meraung pelan, mendesah dan meringis menahan rasa sakit saat batang besar itu mulai memompa liang anusku, pandangan mataku dikaburkan oleh linangan air mata.


Mang Udin membenamkan wajahku pada bantal untuk meredam suara isak tangisku yang terdengar semakin keras, "arrgghh anjing Neng Cindy….. sempiiiitt bangethhh…boolnya…gak rugi mang Udin ga bisa ngerasain memek neng cindy…" ia berbisik ditelingaku tentang betapa nikmatnya liang anusku, lidahnya terayun lembut menjilati belakang telingaku.


“pokkk.. pokkk.. pokkk…hhhhhhh.. pokk pokk pokkk pokkkkhh” Suara benturan panggul mang Udin dan bongkahan pantatku terdengar cukup keras. Aku sudah tidak peduli bila ada ciciku bisa mendengar suara ini. Tubuhku terdesak maju mundur mengikuti ritme batang penis Mang Udin, remasan tangan kiri mang Udin merangsang syaraf-syarat didadaku memberikan rasa nikmat tersendiri. Belum lagi jari-jari tangan satunya aktif bermain di vaginaku, membelai, mengocok, menggesek-gesek klitorisku. Aku merintih lirih merasakan lingkaran otot anusku yang rasanya seperti tertarik keluar dengan nikmatnya saat Mang Udin menarik batang itu lalu tertekan masuk kedalam saat ia membenamkan seluruh batangnya sekaligus hingga selangkangannya membentur buah pantatku yang bulat padat dengan keras dan menimbulkan suara “Plak…!!”, kesakitan yang nikmat, seperti itulah rasanya pengalaman pertamaku melakukan anal sex bersama mang Udin .


“akhuuuu. Ohh..,nnnhh mmmhhhhmmmangggg…” Aku semakin sulit mengendalikan desahan luapan nafsuku saat kedua tangan mang Udin semakin aktif memainkan payudara dan vaginaku nafasku tertekan-tekan keluar saat batang besar mang Udin berkali-kali merojoki liang anusku.


“aawwmmhmmmmpphh crr crrutt cruttt…” aku memekik panjang seiring dengan nikmatnya klimaks yang ku capai. Dengan cepat mang Udin menjambak dan menarik rambutku ke samping bawah kiri hingga kepalaku terangkat tengadah ke samping kanan atas. Mulut Mang Udin membekap mulutku untuk meredam suara pekikanku, pelukannya kencang, menahan tubuhku yang mengejan-ngejan karena orgasme yang begitu hebat. Pompaannya semakin kuat dan pangutan-pagutannya semakin liar memanguti bibirku. Ia menghentak-hentakkan batang penisnya dengan liar, brutal sekali tusukan-tusukannya. Batang besarnya meledak di dalam anusku.


“Utsshhhh.. OUGHHH..!! CROTTT.. CROTTTT…” pejunya muncrat di dalam duburku.


"Manghhhh….. akhuuuu keluaaaarrr lagiiii……" Sekali lagi gelombang orgasme melanda tubuhku yang sudah lemas dan ringkih akibat orgasme sebelumnya. Punggungku melenting, menahan lecutan orgasme yang datang bertubi-tubi melecuti setiap syaraf ditubuhku dengan listrik-listrik kecilnya. Tubuhku lalu ambruk ke kasur. Penis mang Udin yang sudah mengecil diduburku otomatis terlepas. Menyisakan anus menganga yang penuh dengan cairan Peju putih mang Udin.


Aku membalikkan tubuhku, mang Udin tersenyum puas, ia lalu mengangkangi wajahku dan menaruh penisnya di bibirku.


"Jangan lupa neng, dibersihin dulu dong kontol mamang." Aku sudah tidak peduli dengan rasa jijik, sisa kenikmatan yang menggerus akal sehatku membuatku lupa bahwa kontol mang Udin baru saja memasuki lubang duburku sendiri. Ku buka bibirku untuk menerima kontol mang Udin. Ku emut kontolnya yang berselimut lendir, ku jilati setiap inci batang kontolnya. Setelah puas, mang Udin menarik bed cover untuk menyembunyikan tubuhku dan tubuhnya yang telanjang bulat. Suara nafasku bersahutan dengan nafasnya, aku benar-benar kecapaian, kubaringkan kepalaku di dadanya dan kupejamkan mataku. Ada rasa nyaman yang kurasakan saat kedua tangannya yang kekar memeluk tubuhku yang mungil dan mengusap keringat dipungungku, aku tertidur kelelahan.


—---Minggu dini hari—----


“emmhhh…,hoaaammmm“ aku menggeliat dan menguap.


Aku menggeliat di dalam bedcoverku, kugeliatkan tubuhku yang terasa remuk, terutama di bagian pinggang, bokong, dan akhhhh…! Aduduhhhh…!! Anusku terasa perih seperti tersengat saat aku mencoba untuk duduk, dengan menahan rasa pedih aku tertatih-tatih melangkah ke depan cermin besar di dalam kamar. Kuperhatikan tubuhku, ku lihat ada bekas cupangan di leherku, dan juga bekas – bekas gigitan di puncak payudaraku. Aku terdiam didepan bayangan tubuhku, hanya diam, pikiranku pun kosong.


“hssshhh…,aduh…,hhhssshh, aaah” aku mengerang nyeri. Aku mencoba untuk melangkah dengan normal sambil menahan rasa sakit dianusku, kunyalakan kran shower, air hangat mulai mengucur. Kubasuhkan sabun cair ke seluruh tubuhku. Tubuhku mulai bergerak erotis sambil mengusap-ngusapkan buih-buih sabun itu, aku tersenyum dikulum, membayangkan mang Udin yang pasti pulang dari rumahku dengan hati puas. Setelah selesai mandi aku mengintip dari jendela, motor mang Udin sudah menghilang dari depan pagar rumahku. Kedua orang tuaku tidak curiga karena mang Udin sudah sering merantai dan menitipkan motornya di depan rumahku.




—-Siang hari—-


“Cin, lu kok berdiri mulu sih…?? duduk napa ??” Gaby bertanya dengan suara tak jelas, mulutnya penuh dengan pizza.


“ah.., gak usah gapapa…, gue sambil berdiri aja.” kataku dilanjutkan menggigit pizza ditanganku.


"Masa makan sambil berdiri, pamali kata orang Sunda, sini duduk..” Ailin menggeser duduknya memberikan ruang untukku.


“kebanyakan duduk.., pegel…” aku mencari-cari alasan. Kupaksakan memasang senyum sambil menahan rasa sakit yang kembali menyengat dianusku.


"Eh Cin, kemarin waktu gue telpon lu ga langsung matiin panggilannya. Gue denger suara-suara aneh sama suara bapak-bapak. Lu ngapain Cin?" Tanya Gaby. Dua pasang mata sahabat ku kini menyelidikiku. Menunggu jawabanku.


Duaaaaarrrrrrr, mati aku!


"Guee…Guee…." Aku bingung mau jawab apa…

================

Pekerjaanku yang mengharuskan ku menggunakan pakaian sexy, swimsuit, lingerie, bahkan sampai tidak menggunakan apapun membuatku menjadi pribadi yang suka memamerkan tubuh. Ya, aku adalah eksibisionis! Bagaimana mungkin seorang model yang berpose sexy hanya menggunakan lingerie dengan payudara menerawang didepan para fotografer lelaki bisa melakukannya kalau bukan karena dia bangga dan suka melakukannya?
Kalian ingat sebelumnya bahwa aku menikahi suamiku, Antoni dengan beberapa syarat? Salah satunya adalah aku tetap harus menjadi model dewasa. Diam-diam ternyata dia suka memamerkan tubuh seksi istrinya sendiri didepan para teman-teman fotografernya. Ia bangga sekali menikahiku, membuatku seperti trophy kemenangan didepan para temannya. Lama kelamaan aku sudah terbiasa telanjang di depan laki-laki. Ku nikmati perasaan bangga karena berhasil membuat para lelaki menelan ludah menahan gejolak nafsu melihatku berpose erotis.
Berkaitan dengan malaikat cantik pertamaku, Jevelyn, aku melihat potensi dalam dirinya, wajahnya cantik, dan tubuhnya berkembang pesat seiring bertambahnya usia. Menginjak esempe tubuh moleknya pun mulai berkembang. Wajah cantik, kulit putih mulus, leher jenjang, paha putih sekal, betis bunting padi, pantat sekal dan tentu saja sepasang payudara yang mulai tumbuh besar melebihi anak seusianya membuatnya digandrungi oleh teman-temannya. Aku, ibunya saja begitu iri dengan aset yang dia punya, berangkat dari situ aku terobsesi untuk membuatnya jadi binal. Tapi bagaimana caranya agar Velyn bisa menjadi binal ya? Bila aku sedang bercinta dengan suamiku, aku menjadi sangat bergairah bila memikirkan kalau aku adalah Jevelyn, memikirkan bagaimana suamiku menyetubuhi aku, anaknya sendiri. Ah, kenapa aku tidak memanfaatkan suamiku saja ya?!!

Selina Side Story 2
How to Train Your Daughter (Part 1)

Semakin lama obsesiku semakin besar, saat pergi mengantar ke sekolah, aku lebih memilih mengantarkan Cindy dibanding Jevelyn, aku berharap Jevelyn dan suamiku jadi lebih dekat. Keinginanku adalah membuat hubungan antara Jevelyn dan Antoni, suamiku, agar jadi lebih menjurus ke arah yang lebih intim lagi. Untuk mewujudkan hal itu, aku sering menciptakan suasana-suasana yang bisa mendukung keintiman Jevelyn dan papahnya. Aku membiasakan Jevelyn untuk memakai pakaian yang terbuka, tanktop, tubetop, croptop, hotpant, celana gemas, tidur pun ku buat dia menggunakan piyama satin tipis, pokoknya semua pakaiannya aku setting supaya mengundang birahi lelaki. Sedari kecil aku pun sudah membiasakannya untuk tidak menggunakan penopang payudara dalam bentuk apapun.

"Velyn, kalau dirumah ga usah pakai mini set ya………tidak usah pakai bh ya……." Kataku sesuai perkembangan ukuran payudaranya. Tentu saja dia bertanya kenapa aku tidak memperbolehkannya menggunakan penopang dada saat dirumah, aku jelaskan padanya bahwa penopang dada tidaklah baik dipakai berlama-lama. Bisa menghambat tumbuh kembang tubuhnya nanti, tandasku. Velyn menerima dengan sangat baik, dia juga senang dengan pakaian-pakaian minim yang aku belikan. "Gaul Mah, aku keliatan lebih cantik pakai ini!" Katanya di suatu hari saat mencoba tubetop merah muda yang baru saja kubelikan.
Suamiku Antoni tentu sering mengkritisi pilihanku terhadap pemilihan pakaian untuk Jevelyn, dan tentu saja aku membela diri. Seperti suatu malam sebelum tidur suamiku mengajak bicara.

" Mah, aku perhatiin kayanya Velyn makin sering pake tanktop, ga terlalu terbuka mah?" Tanyanya membuka pembicaraan.
"Gapapa dong Pah, kan pakainya juga di rumah juga. Toh yang ngeliat juga kan cuma aku, Cindy, sama kamu doang Pah.." kataku menyakinkan argumenku.
"Masa Velyn ga boleh keliatan cantik kaya mamahnya?" Lanjutku menggoda suamiku sambil berkacak pinggang layaknya sedang pemotretan.
"Tapi kan mah….hmmmm….ya udah deh mah, yang penting mamah bahagia aja deh.." Katanya sambil mengecup keningku mengakhiri perdebatan kecil kami. Maka sejak saat ini Velyn bebas berpakaian terbuka dihadapan papahnya sendiri.

Aku membayangkan bagaimana jadinya kalau para suhu penikmat cerita ini melihat gadis kecilku, mungkin kalian tidak akan kuat menahan nafsu melihat malaikat cantik kami, Velyn. Gimana enggak? Seorang gadis cantik dan imut yang sedang ranum-ranumnya tampil dengan pakaian yang terbuka, terlihat menggemaskan, tapi disisi lain juga membuat birahi siapapun bangkit, dan itu diajarkan oleh mamahnya sendiri!
Tapi sebetulnya pada akhirnya bukan hanya suamiku saja satu-satunya lelaki yang beruntung melihat pemandangan mengundang birahi itu, nyatanya teman kerja suamiku dan bapak-bapak tetangga sebelah yang suka main ke rumah sudah menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri.

"Wah sekarang Jevelyn udah tambah cantik ya." Puji mereka bila saat main ke rumah, putri sulungku ada di rumah. Mata mereka jelalatan menelusuri tiap sudut lekuk tubuh ranum anakku, berharap dapat menemukan hal lebih dari sela baju minim anakku. Aku senang merasakan sensasi yang janggal saat mata keranjang bapak-bapak itu menjelajahi tubuh anak gadisku, rasa cemburu, marah, bangga, serta sedikit birahi campur aduk menjadi satu.
Seringkali secara sengaja aku menolak untuk membantu Velyn mengerjakan PR nya, tujuanku jelas, agar suamiku yang membantunya. Saat menonton tv di ruang keluarga, aku sengaja mengajak Cindy untuk memisahkan diri dan menonton di kamar utama saja dengan alasan ingin melihat acara tv yang berbeda. Pokoknya aku buat mereka berdua dekat! Di saat-saat mereka berdua, aku mengintip dari kejauhan, aku harap suamiku memperhatikan dan menyadari betapa sexy dan menggemaskannya anak gadisnya itu. Sebentar, tunggu dulu, tapi kan Jevelyn kan bukan anak kandungnya, ah bodohnya diriku! Tapi itu berarti suamiku seharusnya tertarik pada Jevelyn, bukan sebagai papah-anak tapi layaknya bapak-bapak tetangga biasa!! Tapi nyatanya tidak, walaupun dia sering memperhatikan Velyn saat sedang berdua, yang ku lihat adalah perhatian papah pada anaknya, bukan nafsu birahi. Tapi bukan Lina namanya kalau urusan begini saja udah nyerah.

Suatu malam kami duduk bersama diruang keluarga menonton tv. Sebetulnya sih suasananya biasa saja, tapi memang otakku berputar terus memikirkan cara lain.
"Cindy sayang sini mamah pangku." Aku mulai melancarkan aksiku. Jevelyn melihat ku memangku Cindy, lalu aku bilang "Jevelyn ga minta pangku papah?". Malam itu Velyn memakai piyama satin tipis tanpa bra.
"Ah mamah, Velyn kan udah gede yak, masa minta pangku ke papah, nanti aku jadi anak kecil lagi kaya Cindy. Wekk!!" Balasnya sambil meleletkan lidah pada adiknya. Sambil memeluk Cindy, aku menarik Velyn ke dekat ku.
"Apanya yang udah gede coba? Apanya hayo apanya???" Tanyaku sambil menggelitiknya.
"Ahahahahhahaha, ampun Mah ampun..hahahaha." sambil tertawa Vely meliuk-liukkan pinggangnya menghindari kelitikanku.
"Ini yang udah gede hah? Iya ini yang gede??" Tanyaku sambil menusuk-nusuk susunya dari balik piyamanya dengan jariku. Kurasakan jariku terkadang menusuk putingnya yang terlihat sudah mengeras, tercetak lancip di piyama satin tipisnya.
"Hihihi… mamah geli tau!? Hihihi." Badannya condong ke belakang menghindari tunyukan jariku di susunya, punggungnya bertemu dengan papahnya.
Kulihat Antoni masih serius menonton tv, tadinya aku berharap dia ikut bercanda dengan kami, ternyata dia tidak menanggapi.
"Pah, pah, coba liat, masa katanya yang kaya gini udah gede??" Tanyaku pada Antoni, sambil tanganku menarik piyama Velyn agar menjeplak lekukan tubuhnya, terutama susunya yang sudah cukup besar. Aku ingin suamiku melihat ke arah susu Velyn, tapi dia hanya melirik sekilas lalu balik menonton TV sambil tersenyum tipis. Yah, gagal lagi deh.

"Velyn, coba minta pangku papah sama, biar samaan sama Cindy, dipangku mamah." Kataku.
"Aku maunya dipangku mamah juga." Rengek Velyn manja.
"Kan mamah udah mangku Cindy, nanti mamah gepeng kalo Cici Velyn ikutan dong, yakan Cindy?" Aku menolak Velyn yang ingin kupangku juga, sambil menegasikan pada Cindy yang ku colek ujung hidungnya. Cindy hanya mengangguk dan memelukku erat.
"Pah,....Papah….mamah gamau mangku aku, pangkuin aku dong!!" Kini Jevelyn merengek manja pada suamiku sambil merangsek duduk di pangkuannya.
"Aduh aduh, pelan-pelan dong sayang." Kata suamiku sambil membetulkan posisi duduknya untuk menerima pantat anak gadisnya di pangkuannya. Kini mereka duduk berpangkuan menghadap tv.
"Weh Weh Weh, ini mah emang udah gede mah, tambah berat soalnya sekarang!" Suamiku menggoda Velyn dengan bilang padaku kalau Velyn tambah berat.
"Ih papah!! Beraninya bilang aku berat!!! Nih rasain!!" Sambil bibirnya cemberut, ia menaik-turunkan bokongnya pada pangkuan suamiku, seperti sedang menggenjot penis suamiku.
"Aduh Velyn, sakit dong paha papah, kamu ini ada-ada saja." Gerutu suamiku.

Setelah menghentikan aksinya, Velyn dan suamiku tetap duduk berpangkuan lanjut menonton tv. Setelah beberapa lama duduk di pangku, Velyn terlihat menggeser-geserkan bokongnya. "Wah, kayanya Velyn udah mulai ngerasa ga nyaman karena ada yang mengganjal bokongnya. Apa dia tau kalau yang mengganjal bokongnya itu sebetulnya penis dari papahnya sendiri." pikirku mesum. Aku semakin horny membayangkannya. Segera aku lihat Cindy mulai menguap, akupun segera mengantarnya masuk dalam kamarnya. Sedari SD, baik Velyn dan Cindy sudah kami biasakan untuk tidur di kamar mereka masing-masing.

"Mau kemana mah?" Antoni bertanya saat melihatku beranjak pergi.
"Cindy udah ngantuk nih Pah, aku juga kayanya ngantuk, jadi sekalian aja ke kamar." Aku mencari alasan, karena tujuan asliku tentunya membiarkan mereka berduaan saja.
"Kamu mau tidur juga sayang?" Tanyanya pada Velyn.
"Belum pah, masih mau nonton." Jawabnya cepat.
"Ya sudah, mamah sama Cindy tidur duluan ya." Aku pun pergi meninggalkan mereka berdua mengantar Cindy ke kamarnya. Ku pastikan dia tidur lalu mengecup keningnya. Ku perhatikan dari jauh, ah ternyata mereka tetap saja asyik menonton tv, tidak ada kejadian lebih yang terjadi. Akhirnya aku memutuskan tidur saja. Beberapa kali ku ulangi aksiku ini, dan tetap saja gagal lagi, gagal lagi, tapi bayanganku, fantasyku bahwa mereka kemudian akan melakukan hal-hal diluar batas papah dan anak membuatku sangat horny!

—------Di suatu hari lainnya—------

"Mah, Pah, Velyn pulang!!" Ku dengar Velyn berteriak dari pintu depan memberitahu kalau dia baru pulang dari sekolah. Kubuka pintu dan kudapati Velyn basah kuyup. Suamiku saat ini sedang mengantar Cindy ke sekolahnya karena Cindy akan ada acara retreat(acara keagamaan) selama 3 hari 2 malam di tempat retreat yang cukup terkenal di Cimahi.

"Loh kok kamu jam segini udah pulang?" Tanyaku heran karena sekarang waktu baru menunjukkan pukul 10 pagi, esempenya biasanya pulang pukul setengah 2 siang.
"Gurunya rapat mah, aku lupa ngasih tau mamah tadi pagi. Papah kemana Mah?" Katanya sambil berjalan ke dapur.
"Papah lagi nganter Cindy ke sekolah, kan mau ada acara Cindynya. Terus kamu pulang gimana tadi?" Tanyaku sambil mengikut ke dapur.
"Pantes aku telpon papah ga diangkat. Aku naik angkot mah, kehujanan, mana macet, nih liat, sampe seragam aku basah semua!" Katanya sambil menenggak air minum. Diluar memang hujan, kuperhatikan seragamnya basah kuyup, bra hitamnya tercetak jelas karena ia tidak memakai apa-apa lagi dibalik basahnya baju seragamnya.
"Naik angkot? Eh kok berani kamu? Terus kamu kehujanannya dimana?" Lanjutku menanyainya.
"Iya naik angkot mah, ya berani dong mah! Velyn gitu loh! Hihi.. aku keujanannya dari pas nunggu angkot mah." Velyn menjawabku dengan riang, ia lalu menceritakan waktu dia naik angkot. Ternyata dia mau dan berani karena temannya juga naik angkot juga.
"Berarti kamu basah kuyup begini diangkot?" Tanyaku lagi memastikan. Velyn hanya mengangguk mengiyakan pertanyaanku.
Aku mulai membayangkan tubuh anakku menjadi bulan-bulanan penumpang angkot lainnya termasuk temannya sendiri. Lalu dia lanjut menceritakan ada bapak-bapak yang baik hati.
"Emangnya baiknya gimana ke Velyn?" Aku mulai mencium kejanggalan.
"Iya kan Velyn kedinginan, jadi bapaknya meluk aku mah biar ga kedinginan. Baik kan?!" Ucapnya lugu bersemangat.
*Eh, eummhh.. iya baik bapaknya ya, tau aja Velyn lagi kedinginan ya." Jawabku.
"Astaga, anakku Velyn dilecehkan dan dia anggap itu kebaikan!" Aku menjerit dalam hati. Polos sekali Velyn, aku tidak dapat membayangkan bagaimana bahagianya bapak mesum tersebut dapat melihat dan memeluk tubuh ranum anak gadisku yang cantik!
"Ya udah, Velyn mandi dulu biar ga masuk angin ya!" Kataku. Dengan berlompat-lompat kecil Velyn pergi menuju kamarnya untuk bersiap mandi.
"Mah!!! Aku pengen berendem air anget boleh ga mah?!!!" Teriaknya dari kamar.
"Boleh sayang! Sebentar mamah kucurin dulu air panasnya ya!" Balasku juga sambil berteriak. Di rumah kami bathtub hanya ada di kamar mandi kamar utama, makanya dia bilang dulu padaku. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya dia berendam di bathtub.

Tak berselang lama ternyata suamiku sudah datang dari mengantar Cindy.
"Macet ga Pah dijalan tadi?" Tanyaku.
"Yah lumayan mah, ramai lancar aja sih tadi, eh Velyn nelpon ada apa ya? Lupa tadi hapenya di silent." Jawab suamiku sambil mengecek hapenya.
"Velyn tadinya mau minta jemput, tapi udah pulang noh, naik angkot Pah."
"Widih jagoan kita berani naik angkot mah!" Gurau suamiku.
"Mana Velyn mah?" Lanjut suamiku.
"Lagi mandi Pah, pengen berendam air anget tadi, kehujanan soalnya, jadi lagi di kamar tuh." Jawabku.
"Oh ya udah gapapa. Eh mah, pengen teh anget dong boleh ya sayang." Pinta suamiku sambil menggelayut manja padaku.
"Apa yang gak sih buat papah." Kataku sambil mencubit hidungnya gemas. Aku pun menuju dapur untuk membuatkannya teh anget. Saat aku membuat teh ku dengar Velyn berteriak minta sabun, ternyata aku lupa mengisi ulang sabun cair di kamar mandi utama. Wah kesempatan untuk melancarkan aksiku lagi ini! Velyn kan taunya aku yang ada di rumah, pasti dia ga nyangka kalau yang bakal ngasih sabunnya bakal papahnya. Mamah macam apa aku ini, menginginkan suami dan anaknya bermesum ria di rumah sendiri!
"Pah tolongin dulu dong itu Velyn kasian gabada sabun!" Seruku dari dapur.
"Mamah aja ah!" Tolak suamiku.
"Mamah kan lagi bikin teh, papah dong yang lagi diem." Aku juga menolak.
"Yaudah deh iya." Akhirnya suamiku mau mengantarkan sabun ke Velyn.
Diam-diam aku mengintip bagaimana prosesi serah terima sabun itu. Suamiku mengetuk pintu kamar mandi, lalu Ku lihat pintu kamar mandi mulai terbuka, dan oh yes! Velyn telanjang saat membuka pintu karena dia mengira aku yang mengantar sabunnya! Cukup lama mereka berdua mematung kaget, suamiku terlihat memperhatikan tubuh Velyn dari atas kebawah beberapa kali sebelum akhirnya menyerahkan sabun yang ada ditangannya. Segera aku kembali ke ruang tv, berpura-pura menunggu suamiku di kursi. Aku tidak dapat membayangkan apa yang ada dipikiran suamiku melihat Velyn bertelanjang bulat begitu! Aku terangsang membayangkannya!! Tak sadar aku mulai menggesek-gesek vaginaku dengan jariku dari balik celana yang ku gunakan.
"Mah heh, ngapain?" Suamiku melihatku dengan heran.
"Eh enggak Pah, ini benerin celana, nyelip tadi." Jawabku ngeles.
Untungnya suamiku tidak curiga. Kami pun melanjutkan ngeteh kami bersama-sama. Saat Velyn keluar hanya mengenakan handuk keluar dari kamar, ku lihat ekor mata suamiku melirik ke arah Velyn. Sepertinya aku mulai berhasil menimbulkan benih-benih nafsu papah pada anak gadisnya.
Malam harinya aku mengajak Velyn untuk tidur bersama, berhubung Cindy tidak ada di rumah. Awalnya Velyn tidak mau, tapi setelah kubujuk akhirnya dia mau, karena memang jarang sekali kami bisa tidur bersama. Kami tidur dengan posisi Velyn ditengah diapit oleh aku dan suamiku.

"Kamu suka gak kita tidur sama-sama lagi kaya kamu kecil dulu?" Tanyaku sambil mengelus-elus rambutnya diatas kasur.
"Iya mah suka, terakhir kan SD kelas 3 ya kita tidur barengan." Matanya terlihat bahagia, mengingat masa kecilnya dulu.
Sebelum tidur, kami bercerita banyak hal mulai dari kegiatan sekolah, teman-temannya, rencana dia studi jenjang berikutnya, dan berbagai macam hal.
"Velyn, menurut Velyn papah baik ga?" Tanyaku mulai melancarkan aksi.
"Papah orang paliiiiing baik mah, ga pernah marah, aku minta apa-apa juga diturutin mah." Jawabnya manja. Ku lihat suamiku hanya tersenyum mendengar jawabannya.
"Sayang ga sama papah?" Lanjutku.
"Sayang banget dong mah!" Jawabnya bersemangat.
"Sayang doang apa cinta sama papah?" Aku menambahi.
"Cinta banget sama papah." Jawabnya polos. Tentu saja maksudnya cinta seorang anak pada papahnya, bukan seperti orang pacaran atau suami istri, tapi cinta seperti itu yang aku inginkan terjadi!
"Papah kok diem aja sih?" Aku ingin tau bagaimana tanggapannya.
"Iya, papah ga cinta sama Velyn ya? Papah jahat ih!" Rengek Velyn sambil memanyunkan bibirnya, siapapun akan gemas melihatnya.
"Ah tuh kan gara-gara mamah nih.. masa papah ga cinta sama Velyn, cinta dong sama Velyn, sama mamah juga sama Cindy papah cinta semuanya." Suamiku menimpali sambil merangkul Velyn. Velyn terlihat tersenyum riang sambil balas merangkul papahnya. Lalu kubisiki Velyn sesuatu yang sedang dirangkul papahnya.
"Kalo papah cinta, cium dong Velyn." Ah anakku memang penurut, ia mau menuruti bisikan mamahnya. Suamiku terlihat tidak senang, ia melotot ke arahku, tapi aku hanya tersenyum-senyum saja.
"Iya-iya sayang papah, mana pipinya? Muahh.. pipi satunya, muah….." akhirnya mau tidak mau suamiku mencium Velyn di kedua pipinya.
*Velyn gantian dong cium papah, kan cinta." Aku menambahkan. Akhirnya 2 insan papah anak ini saling berciuman. Inginku mereka lanjut berciuman bibir dengan mesra layaknya kekasih tapi ini saja aku sudah berpikiran yang tidak-tidak.

Aksiku tidak berhenti sampai di situ. Saat akhirnya Velyn tertidur, aku bermasturbasi diatas kasur dengan anakku sendiri di sebelahku! Ditambah sambil membayangkan hebatnya percintaan antara Suamiku dan Jevelyn, anakku sendiri! Mamah macam apa aku ini?! Suamiku terkejut bukan main, tapi dia juga ternyata bernafsu melihatku yang nekat bermasturbasi disamping Jevelyn yang sedang tidur. Mau tidak mau dia minta, tapi apa daya, tidak mungkin kami bersenggama sekarang, jadi satu tanganku mengocok penis suamiku sambil yang satu lagi memainkan vaginaku sendiri. Sengaja aku tempel-tempelkan penisnya saat kukocok, terkadang agak lama menempel pada paha Jevelyn.
"Mah, hati-hati dong, kena Velyn tuh!!?" Bisik suamiku agak keras.
"Geli ya Pah kena paha Velyn? Hihi" balasku sambil berbisik juga.
"Nanti bangun Mah!" Suamiku terlihat tidak nyaman.
"Iya Pah iya." Akhirnya aku lanjutkan mengocok penisnya tanpa mengenai paha Velyn. Tidak lama berselang akhirnya suamiku ejakulasi, kuarahkan penisnya agar semprotan pejunya ke arah Velyn. Jadilah kini tangan, paha, dan celana area selangkangan anak kami berceceran sperma papahnya sendiri.
"Tuh kan mah! Jadi kena Velyn! Untung ga bangun dia mah." Suamiku berbisik dengan keras.
"Ya udah Pah, bersihin sendiri ya, mamah mau lanjut di kamar mandi, mamah belum nyampe!" Aku lalu bangun, lalu beranjak ke kamar mandi.
"Mah! Loh Mah, kok aku sih!?" Aku tetap beranjak ke kamar mandi. Dari sana aku mengintip suamiku yang sedang membersihkan ceceran spermanya sendiri di tubuh anaknya dengan tegang. Ku lihat dia sangat telaten membersihkan ceceran spermanya di bagian paha. Entah perasaanku atau memang dia terlihat menikmati mengelus paha Velyn? Arrgh aku gemas sekali melihatnya. Dua malam kulakukan ini. Malam keduanya ternyata suamiku ejakulasi dengan hebat, spermanya muncrat sampai ke muka Velyn! Tentu saja tetap dia yang membersihkan spermanya sendiri.

Sejak dua hari itu suamiku semakin sering berduaan dengan Jevelyn, ku lihat kini mereka semakin dekat, suamiku juga sudah tidak keberatan saat Jevelyn tengah malam tiba-tiba merangsek masuk ke kamar kami dan tidur diantara kami berdua. Entah kenapa juga, setelah kejadian itu suamiku makin rajin mengajakku bersenggama. Kami pun sering melakukannya di siang hari, karena takut tiba-tiba Jevelyn masuk ke kamar kami saat malam. Secara sengaja aku tidak mengunci pintu, bahbahkan membiarkan pintu sedikit terbuka, aku sudah tidak peduli apakah Cindy atau Jevelyn, atau bahkan keduanya mengintip kami sedang bersenggama di siang hari. Tujuanku jelas, aku ingin putriku melihat kami berdua bersenggama.
Hingga di suatu hari, beberapa bulan setelahnya, di malam saat lagi-lagi Cindy sedang tidak di rumah, kali ini dia menginap di rumah neneknya bersama cucu dari nenekku yang lain, Jevelyn tidur di kamar kami lagi. Saat Velyn sudah tidur, suamiku memintaku untuk mengocok penisnya lagi. Ku tolak dengan alasan aku capek dan ngantuk.
"Kok gitu mah, aku pengen banget ini!" Serunya. Aku diam saja, lanjut berpura-pura tidur. Ternyata dia akhirnya onani sendiri. Tapi yang membuatku kaget adalah, kini dia mengocok penisnya sambil berlutut dengan penis berada diatas wajah Velyn! Panas dingin aku melihatnya, bukan marah, tapi aku juga jadi terangsang melihatnya. Sambil mengocok, ku lihat suamiku mulai berani menempel-nempelkan kepala penisnya ke wajah cantik, putih, mulus dan licin milik Velyn, anak kami, dari dahi, pipi, lama-lama kepala penisnya kini sudah menggesek bibir ranum berwarna pink milik Velyn! Dengan sangat hati-hati dia melakukannya, takut putriku terbangun. 15menit berlalu akhirnya suamiku ejakulasi di wajah putriku! Kini wajahnya persis seperti pemain film porno jepang yang sedang di Bukkake, spermanya menggumpal di dahi, pipi, dan paling banyak tentu saja di bibir ranum Jevelyn. Sambil berejakulasi dia menyebut nama Velyn sambil bergetar, betapa nikmatnya dia berkejakulasi. Jantungku berdebar kencang melihat apa yang suamiku lakukan, berarti rencana ku berhasil! Kini suamiku sudah bernafsu pada anak gadisnya, maka persetubuhan antara papah dan anaknya akan segera tercapai.. sedikit lagi!

=================


Selina Side Story 2
How to Train Your Daughter Part 2


Saking seringnya aku tidak melayani nafsunya, membuat suamiku sekarang menjadi lebih memanjakan anak-anaknya, baik Cindy, terlebih pada Jevelyn. Kegiatan dia beronani sendiri juga sering dia lakukan tanpa persetujuanku, akibatnya hampir tiap malam tubuh dan wajah Jevelyn semakin sering bersimbah sperma papahnya sendiri. Suatu waktu Jevelyn mengeluh, katanya badan dia sering lengket kalau habis tidur dengan kami, padahal malamnya cuaca tidak panas. Suamiku hanya bilang bahwa dia bakal lebih hati-hati. Dia bilang bahwa dia akan berhati-hati! Bukan berhenti beronani, atau memaksaku untuk melayani nafsunya. Artinya kini suamiku memang sengaja ingin terus melakukannya pada Velyn! Dan benar saja, dia tetap beronani pada tubuh Velyn, dan memuntahkan spermanya pada wajah Velyn. Aku semakin yakin kalau suamiku makin tertarik dan bernafsu pada anak gadis kami Jevelyn.


Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Suatu malam akhirnya terjadi juga apa yang aku wanti-wanti. Velyn bangun saat wajahnya di semprot Peju oleh papahnya sendiri.

Crttt!!...crttttt!!...crttttt!!!

"Ihh!!!! Papaaaah…mmhhhhh!!!! Uhuk uhuk!? Cuh cuh!.. apaan ini!!" Velyn berteriak cukup histeris. Velyn bangun tepat saat suamiku berejakulasi diwajahnya, bahkan saat berteriak, cukup banyak sperma yang muncrat memasuki mulutnya. Suamiku yang kaget tidak sempat mengalihkan penisnya dari wajah cantik Velyn, justru malah terdiam dan menembakkan spermanya pada wajah Velyn sampai selesai.

"Masa aku dipipisin sih papah!!" Suara Velyn bergetar menahan tangis. Segera dia berlari ke kamar mandi dalam kamar kami untuk membasuh mukanya dan berkumur. Begitu keluar kamar mandi, dia terlihat ngambek. Langkahnya cepat meninggalkan kamar kami. Kami berdua hanya terdiam melihatnya pergi.

"Nah kan, kejadian juga. Aku udah bilang papah hati-hati." Ujarku serius. Kulihat suamiku mati kutu, serba salah. Aku berpura-pura menyesali kejadian yang baru terjadi itu, padahal hatiku sangat amat senang, akhirnya Velyn tahu apa yang sering papahnya lakukan di malam hari sehingga tubuhnya terasa lengket di pagi hari. Kita lihat apa yang akan terjadi!


—----


Besoknya Velyn masih terlihat ngambek. Pagi-pagi dia minta dianterin mamahnya, siang saat pulang sekolah juga dia minta aku, mamahnya, untuk menjemputnya. Suamiku di silent treatment oleh anaknya sendiri. Hihihi. Sore hari saat Velyn sedang belajar bersama Adiknya, aku memyuruh suamiku untuk ngobrol dengan Velyn tentang kejadian semalam agar tidak terus ngambek.

"Mamah gamau nemenin papah? Sendirian nih papah?" Kata suamiku agak takut dan bingung.

"Yang ngocok papah, yang nyemprot muka Velyn pakai sperma ya papah juga, yang NYUAPIN SPERMA ya papahnya juga, jadi ya udah seharusnya papah yang ngobrol sendiri dong sama Velyn."

"Kan gara-gara mamah juga ini…" jawab suamiku putus asa.

"Kamu yang berbuat, kamu juga dong yang tanggung jawab, mamah atur Cindy aja biar papah sama Velyn bisa ngobrol berdua." Aku tetap pada pendirian ku. Pastinya itu cuma alasan saja biar merek tetap berduaan dengan bebas, aku juga penasaran, bagaimana suamiku menyelesaikan masalah ini. Hehehe.


"Cindy, kamu belajar apa sayang?"

"Ini mah, perkalian sama pembagian pecahan."

"Ayok sama mamah aja ya, papah mau ngobrol sama Ci Velyn. Kita belajar dikamar kamu ya." Aku pun mengajak Cindy untuk masuk ke kamarnya sendiri. Memberi ruang pada suamiku dan Velyn untuk ngobrol. Baru 30 menit ku ajari, Cindy sudah mengerti, dan dia sudah mengantuk, jadi sekalian aku kutidurkan.

Setelah tidur, dengan cepat aku menuju kamar Velyn untuk menguping apa yang sedang mereka bicarakan. Lama ku tunggu sampai akhirnya suamiku membuka suara.

"Mmh.. Velyn masih marah sama papah?" Tanya suamiku.

"Papah pikir??" Jawab Velyn ketus.

"Siapa yang gak marah kalau mukanya di pipisin coba?!!" Suara Velyn terdengar cukup keras.

"Iiii…itu bukan pipis sayang…" suamiku terdengar ragu-ragu.

"Kalo bukan pipis, apa dong Pah?" Terdengar nada bertanya dari jawaban Velyn.

"Emmmhh, itu…itu..namanya Peju sayang.." ujar suamiku menjelaskan.

"Peju?? Sama aja kan kaya dipipisin itu, sama-sama keluar dari punya papah! Masa muka Velyn di kasih Peju papah!"

"Beda Velyn, Peju itu sperma.. iya papah minta maaf papah udah bikin muka Velyn kotor sama Peju papah. Soalnya papah nafsu sama Velyn!" Duarrr!!!!! Suamiku mengaku pada anaknya sendiri kalau dia bernafsu!

"Nafsu Pah?" Tanya Velyn menyelidik.

"Iya, soalnya tertarik sama kamu Velyn!" Suamiku menekankan jawabannya.

"Tertarik sama Velyn? Maksudnya papah suka sama Velyn?" Suara Velyn kini lebih lembut.

"Iya tertarik, soalnya papah cinta sama Velyn!" Sebuah pengakuan fantastis dari mulut papahnya sendiri membuat Velyn terdiam cukup lama.

"Jadi papah cinta Velyn, terus nafsu, terus karena nafsu papah ngasih muka aku Peju papah, gitu Pah??" Velyn menyimpulkan sendiri penjelasan papahnya.

"Iya kurang lebih gitu sayang. Maafin papah yah.." Suamiku dengan cepat mengiyakan kesimpulan Velyn. Suamiku cari aman.

"Iya papah, aku maafin, Velyn paham." Ujar Velyn dengan nada riang. Ya ampun, Velyn sepertinya salah memahami persoalan ini!

"Ehh…iii…iyaa sayang. Makasih sayang.." suamiku terbata-bata, cukup kaget Velyn memaafkan dirinya dengan cepat.

"Iya sama-sama papah hihihi. Emang apa yang bikin papah nafsu sama Velyn?" Kini anakku malah menanyai papahnya.

"Aaa..aa..anu, kamu cantik kaya mamah kamu soalnya, kulit kamu juga mulus sayang, ditambah kamu ngegemesin banget pake baju-baju yang mamah beliin. Jadi papah nafsu sama Velyn.." Suamiku cukup lancar ditembak pertanyaan yang harusnya tidak pernah terlontar dari anak gadisnya sendiri.

"Berarti sekarang papah nafsu dong sama Velyn?" Ujar Velyn terdengar bahagia, menganggap bahwa apa yang dikatakan papahnya tadi adalah sebuah pujian.

Kulihat dari celah pintu, Velyn terlihat bahagia dan sedang berdiri berpose didepan papahnya sendiri. Saat ini Velyn memakai spaghetti strap-cropped tanktop, atau simpelnya tanktop mini bertali tipis berwarna biru muda tanpa bra dan celana gemes Korea senada.

"Ii..iyaa nafsu" suamiku menjawab singkat.

"Kalo gitu papah boleh ngasih pejunya ke Velyn lagi. Velyn ga bakal ngambek lagi kok." Kata Velyn sambil tersenyum manis pada papahnya. Ya ampun, darahku berdesir mendengar apa yang dikatakan oleh anakku! Sebuah pernyataan kesediaan seorang anak untuk disemprot Peju oleh papahnya sendiri secara sukarela!


"Heeeh?? Ka…kamu serius sayang!? Papah ga salah denger??" Suamiku tidak percaya mendengar perkataan anaknya sendiri.

"Iya, papah boleeehhhh ngasih Peju ke aku lagi." Ujarnya manja.

"Kan itu tanda papah suka n cinta sama Velyn.. mmhhh… kalo mau sekarang juga boleh." Velyn menawarkan pada suamiku bahwa dia mau dipejuin sekarang juga!

"T…ta…tapi kan.. itu tuh…." Suamiku terlihat bingung menjawab sebuah tawaran menggiurkan dari anak gadisnya sendiri. "Ayo Antoni, apa yang mau kau katakan pada anakmu itu Antoni! Anak gadismu sendiri meminta mu untuk menyemprot sperma mu ke tubuhnya. Itu kan mau kamu Antoni?!" Aku berkata dalam hatiku, dadaku berdegup kencang menanti jawaban Antoni, suamiku.

"Kenapa Pah?" Tanya Velyn, melihat suamiku seperti gelisah.

"Papah mau! Papah mau banget ngasih Peju papah ke Velyn, tapi jangan sekarang ya, ntar mamah tau.." jawab suamiku menyetujui dengan bersemangat! Tapi suaranya kecil takut terdengar olehku.

"Emang mamah ga boleh tau Pah?" Velyn terlihat bingung.

"Iya, kamu jangan kasih tau mamah ya, nanti mamah cemburu cintanya papah kebagi sama Velyn. Jangan sampe mamah tau obrolan kita berdua ya. Bilang aja Velyn udah maafin papah ya." Jawab suamiku yang sudah hitam matanya oleh nafsu birahi.

"Oh gitu Pah? Mamah ntar cemburu ya sama aku kalo papah cinta aku juga? Hihihi lucu yah papah ma mamah! Tenang Pah, mamah ga bakal tau kalo papah cinta sampe nafsu sama Velyn!"

"Iya dong, pinter anak papah satu ini." Suamiku puas mendengar jawaban Jevelyn.


Aneh tapi ini terjadi, aku yang membuat mereka jadi seperti ini, tapi mereka juga berusaha menyembunyikan hal ini dariku! Tapi aku juga mengetahui hal ini. Ah makin aneh aja ini yang terjadi pada keluargaku.

"Terus kapan papah mau ngasih aku Peju lagi?" Velyn masih menuntut untuk tau kapan dia akan dipejuin oleh papahnya lagi.

"Nanti malem aja ya, papah nanti nunggu mamah tidur dulu, baru papah ke kamar Velyn. Gapapa kan sayang?" Suamiku memastikan kesediaan Velyn.

"Wah jadi bisa tiap malem dong Velyn di kasih Peju papah." Velyn balik bertanya.

"Iya hehe, gapapa kan beneran Velyn nya?" Suamiku memastikan.

"Bentar Pah, berarti kulit Velyn lengket- lengket kalo abis tidur bareng tuh ulahnya papah?! Gitu toh cara mainnya…" akhirnya Velyn sadar penyebab dia bangun dalam keadaan lengket setiap tidur bareng kami. Suamiku hanya tertawa sambil menggaruk kepalanya yang jelas tidak gatal.

"Nanti ga usah diem-diem Pah, pokoknya nanti malem masuk aja ke kamar, gakan Velyn kunci. Velyn bantu papah malah kalo butuh pah!" Kembali Velyn meyakinkan papahnya yang dibalas anggukan oleh suamiku. Sepertinya aku sudah cukup mendengar obrolan mereka, dengan hati-hati aku menutup pintu kamar Velyn dan setengah berlari menuju kamarku untuk berbaring, berpura-pura bersiap tidur. Tidak lama suamiku pun masuk ke kamar dengan wajah berseri-seri.

"Lama banget Pah ngobrolnya? Velyn marah ga ke papah?" Aku pura-pura tidak tahu menahu soal obrolan mereka tadi.

"Iya mah lama, soalnya aku jelasin Velyn kronologinya kenapa bisa kejadian semalem. Untungnya Velyn ngerti dan ga ngambek lagi." Suamiku jelas berbohong.

"Ya syukurlah Pah, awas jangan diulangi lagi." Kataku singkat.

"Udah yah, mamah mau bobo, ngantuk, papah ga usah minta jatah ya malem ini. Capek mamah nganter jemput Cindy sama Velyn. Gara-gara papah juga ini." Rentetku sambil menarik selimut untuk berpura-pura tidur.

"Iya mah iya, papah ga minta kok. hihihi" jawab suamiku mendengar omelanku. Ku dengar sedikit ia tertawa kecil diakhir kalimatnya. Aku tentu tau apa arti tawa kecilnya itu, jelas suamiku akan menyemprot anak gadisnya dengan spermanya malam ini! Aku jadi tidak sabar menunggu untuk segera tengah malam.


Benar saja, tengah malam setelah dia yakin aku tidur dengan memanggil dan mengguncang-guncangkan bahuku, dia segera bangkit dari ranjang dan mengendap-endap meninggalkan kamar menuju kamar Velyn. Setelah kupastikan suamiku sudah masuk ke kamar Velyn, aku pun segera menyusul suamiku, ku intip mereka melalui celah pintu yang kubuka sedikit. Sayup-sayup ku dengar suamiku mencoba membangunkan Velyn dari tidurnya.

"Velyn sayang, bangun nak.." katanya sambil mengusap pipi mulus Velyn.

"Ngggghhh…..eh papah, mau ngasih Peju sekarang?" Tanya Velyn.

"Pssssttttttttt!!!... Pelan-pelan ngomongnya, takut Cindy sama mamah bangun!" Suamiku segera menahan bibir Velyn dengan jarinya.

"Ee...eeh iya Pah lupa, hihihi. Papah mau ngasih Peju sekarang?" Kembali Vely menanyakan maksud papahnya tengah malam masuk ke kamarnya, kali ini dengan berbisik.

"Iya dong, malem ini papah mau ngasih Peju ke anak gadis papah yang paling cantik! Boleh kan?" Suamiku membalas dengan berbisik juga.

"Boleh banget dong Pah!" Anakku menyetujuinya. Dari sela-sela pintu dapat ku lihat suamiku kini bergerak naik ke atas ranjang, berlutut disamping Velyn yang masih berbaring. Suamiku lalu menurunkan kolor piyamanya. Dengan bersemangat ia mengocok penisnya sendiri disaksikan oleh anak gadisnya sendiri! Dengan polos, Velyn hanya diam berbaring di ranjangnya, matanya memperhatikan bagaimana papahnya mengocok penisnya. Mungkin dia bingung juga harus bagaimana menghadapi pemandangan yang baru dilihatnya seumur hidup nya. Setelah beberapa menit mengocok penisnya sendiri sepertinya suamiku akan mengalami ejakulasi, kocoknnya makin cepat dan badannya bergetar-getar.

"Papah kenapa?" Velyn bertanya dengan polos.

"Peju papah mau keluar nih… arrrghhhh…mau keluarin dimana ini paeju papah?' suamiku menjawab sambil menahan agar spermanya tidak cepat keluar.
"Terserah papah dimana papah suka aja." Velyn menjawab dengan lembut dan tersenyum manis. Segera setelah mendengar jawaban itu, suamiku bergerak mengangkangi dada anaknya sendiri, sehingga kini penisnya tepat berada di atas dagu Velyn, sudah pasti di akan membukkake anak gadisnya lagi. Kini Velyn dapat melihat jelas penis dan proses bagaimana Peju dikeluarkan oleh laki-laki.

"Sayang, bentar lagi papah keluarin pejunya…. arrrgghh….." suamiku kini cepat mengocok dan mendengus-dengud keras.

"Keluarin aja Pah…." Velyn sudah pasrah.

"Velyn sayang……arrrgghh…..crot…crottt….crottt….!!!!"

Terlihat suamiku menyemprotkan sperma dengan kencang ke arah wajah cantik Velyn lagi. Bedanya kali ini Velyn melihat dengan jelas penis dan proses bagaimana Peju kental keluar dari penis papahnya sendiri, Peju yang membuat badannya lengket itu! Pemandangan yang sungguh membuatku tercengang-cengang, membuat jantungku seperti mau pecah karena berdegup sangat kencang.

Saat suamiku menyemprotkan pejunya pertama kali, Velyn cukup kaget karena kencangnya semprotan Peju papahnya yang mencapai dahi dan rambutnya. Semprotan kedua dan ketiga mengenai kelopak mata yang sudah tertutup rapat karena kaget oleh semprotan yang pertama. Sisanya jatuh di bibir dan dagu Velyn. Perlahan Velyn membuka matanya setelah dirasa tidak ada lagi semprotan-semprotan Peju yang menerpa wajah cantiknya.


"Ihh papah banyak banget keluarnya, geli banget, bau aneh lagi.." ujar Velyn pelan sambil mengelap Peju yang bersarang di kelopak mata dan bibirnya dengan punggung tangannya.

"Maafin papah yah Sayang." Ujar suamiku risau melihat muka anak gadis yang bersimbah pejunya sendiri.

"Hihihi gapapa kok Pah, pasti ini karena papah nafsu banget sama Velyn kan saking sayang n cintanya?!" Velyn tertawa kecil sambil tetap berusaha membersihkan sperma dengan kedua tangannya.

"Iya…. Sini papah bantu bersihin muka Velyn." Suamiku menawarkan bantuan dan segera mengambil tisu untuk membersihkan ceceran sperma di muka Velyn.

"Papah pernah pejuin muka mamah juga gak?" Tanya Velyn sambil tetap membiarkan papahnya membersihkan Peju dimukanya.

"Pernah dong sayang, kan papah cinta mamah juga." Jawab suamiku.

"Mmmhhhh iya yah, kalo Cindy pernah?" Velyn lanjut bertanya.

"Eh oh, belum sih…emmh mungkin nanti…. Kenapa Velyn tiba-tiba nanya gitu?" Suamiku terlihat bingung menjawabnya, dan mengalihkan topik dengan balik bertanya.

"Penasaran aja Pah.. papah suka mana, pejuin muka mamah atau Velyn?" Tanya Velyn penasaran.

"Velyn dong, soalnya Velyn kan anak gadis papah yang paling cantik." Jawab suamiku.

"Cindy ga cantik Pah?" Tukas Velyn.

"Kan Velyn masih anak kecil, belum jadi gadis kaya Velyn." Suamiku dengan pintar berkelit.

"Oh iya ya.. hihihi. Terus aku mamah sama Cindy cantikan siapa?" Velyn masih saja butuh pengakuan dari papahnya.

"Cantik Velyn, pokoknya saking cantiknya bikin papah cinta sama Velyn!" Seru suamiku membuat Velyn tertawa-tawa riang.

"Saking cintanya sampe nafsu ya Pah? Hihihi makasih ya Pah…." Velyn kembali tersenyum manis.

"Iya sayang, muah… sama-sama sayang. Papah makasih juga ya, soalnya Velyn ngertiin papah. Eh udah malem banget ini, Velyn bobo ya, takut besok kesiangan bangunnya. Kan mesti sekolah besok pagi." Kata suamiku melihat Velyn yang sudah mulai menguap.

"Okeh Pah! Met bobo." Kemudian mereka berpelukan.

Batinku seperti dibolak-balik mendengar pertanyaan-pertanyaan polos Jevelyn pada papahnya dan mungkin papahnya menjawab dengan jawaban yang ingin Velyn dengar. Tapi rasa cemburu akibat dibanding-bandingkan oleh putriku sendiri ternyata membuat hatiku rasanya terbakar, tapi memang inilah yang aku ingin rasakan.

—-------

Setelah malam itu, mereka menjadi terlihat lebih sering bersama untuk mengulangi apa yang mereka lakukan sebelumnya. Sepertinya setiap sudut tubuh molek Velyn sudah pernah terbasahi Peju papahnya dengan kesediaan Velyn sendiri. Bahkan di siang hari mereka sudah berani melakukan secara diam-diam di belakang ku.

Awalnya aku tidak tahu, tapi kemudian aku pernah memergoki mereka berdua sedang melakukannya saat Velyn masih menggunakan seragamnya olahraganya yang berupa kaus putih dan celana training pendek yang mempertontonkan paha mulusnya.

"Velyn, kamu cantik banget pakai seragam olahraga ini sayang." Kata suamiku sambil tersenyum penuh arti ke arah anak gadisnya sendiri.

"Kenapa Pah? Pengen pejuin aku sambil pake seragam ini?" Tanya Velyn blak-blakan.

"Emang gapapa? ntar mamah tau gimana?" Tanya suamiku seperti takut-takut tapi tangannya bergerak menurunkan celananya.

"Gapapa kok kalo papah emang mau…" kembali Velyn mengijinkan papahnya untuk menyemprotkan Peju dalam kondisi berseragam olahraga. Dengan cepat suamiku mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya sendiri lalu mulai mengocok didepan Velyn, sedangkan Velyn sendiri kemudian duduk bersimpuh didepan papahnya. Caranya duduk membuat celana pendeknya makin tertarik dan paha putih mulusnya terekspos lebih banyak. Mata mereka bertemu dan Velyn memberikan senyumannya yang paling manis untuk papahnya yang sedang mengocok penisnya didepan mukanya.


Setelah sekian lama onani, akhirnya suamiku berejakulasi dengan hebat, pejunya menyemprot membasahi rambut, muka, baju, celana dan paha Velyn.

"Gimana Pah suka? Liat nih, seragam Velyn sampe kotor gini kena Peju papah. Hihihi." Dengan senang hati Velyn menerima kalau baju seragamnya dikotori Peju papahnya.

"Suka banget sayang! Udah, Velyn bersih-bersih terus ganti baju ya, takut ketahuan mamah!" Kata suamiku sambil terhuyung duduk menikmati sisa ejakulasinya.

"Iya Pah, eh Pah, mamah kan mau anterin Cindy Les, papah boleh bebas milih mau pejuin Velyn pakai baju apa aja." Ucap Velyn menawarkan sebuah opsi yang tidak mungkin ditolak oleh papahnya sendiri.

"Oke deh, kita tunggu mamah pergi ya." Suamiku mengiyakan tawaran Velyn. Setelah aku pulang dari mengantar Cindy les, benar saja, kutemukan seragam olahraga serta seragam kemeja putih dan kaus kaki putih panjang yang terbasahi sperma ditempat baju kotor.


Semakin sering aku membuat kesempatan mereka untuk berduaan saja, semakin menjadi-jadi kelakuan mereka. Rasa cemburu dan marah yang menyatu dengan birahi membuatku serasa terpuaskan. Bila ada kesempatan kami untuk bersetubuh, maka aku bisa mendapatkan kepuasan berkali kali lipat dengan membayangkan apa yang suami dan anakku lakukan dibelakangku. Suamiku juga jadi lebih ganas di ranjang, dan aku yakin dia sedang membayangkan bersetubuh dengan anak gadisnya, bukan aku istrinya sendiri. Pernah suatu kali, kulihat ada sedikit Peju yang tertinggal rambut Velyn dan setelah ku perhatikan lebih seksama, ternyata di sudut bibirnya juga ada sedikit sperma yang tertinggal. Astaga! Apakah suamiku sudah cukup jauh sampai menyemprotkan pejunya ke dalam mulut Velyn? Tapi rasa penasaranku langsung terjawab saat ku cium aroma Peju dari nafas putriku. Aku berusaha untuk tidak menunjukkan kecurigaanku, bahkan aku bantu Velyn membersihkan Peju yang menempel di sudut bibirnya.


"Velyn kan udah gede, masa makan belepotan begini. Kan malu kalo orang liat sayang.." kataku sambil bercanda.

"Hihihi iya mah, papah sih! Eh!?" Seru Velyn keceplosan.

"Papah kenapa sayang?" Tanyaku sekalem mungkin.

"Enggak mah, tadi papah ngasih aku eskrim." Jawab Velyn membohongiku. Aku hanya tersenyum dan mengusap keningnya mendengar jawabannya.

"Papah baik banget ya?! Mamah sama Cindy aja ga dapet eskrim dari papah loh!? Pasti Velyn seneng banget ya?" Kataku sedikit menyudutkannya.

"Iya mah seneng banget, ntar aku bilang papah biar mamah sama Cindy dikasih eskrim juga, biar kita makan eskrim papah bareng ya!" Jawab Velyn. Sebuah obrolan yang ganjil terjadi, objeknya sama yaitu penis dan Peju Antoni, suamiku dan papahnya, tapi kami saling berpura-pura bukan itu! Dugaanku semakin terbukti saat beberapa hari berikutnya, sepulang sekolah di dapur kulihat suamiku berdiri, dan didepannya ku lihat Velyn sedang menerima Peju dimulutnya!

"Papah..hanyak hanget pejunya…" suara Velyn terdengar tidak jelas karena sambil mengulum Peju papahnya.

"Mana coba liat, aaaaa.." suamiku ingin melihat mulut Velyn yang menampung pejunya, lalu setelah melihatnya, dia menekan rahang Velyn.

"Ditelen semua ya sayang, buat tambahan protein biar Velyn tambah pinter." Suamiku menyuruh anaknya sendiri untuk menelan bakal calon adik-adiknya!

"Glek….glek….ah…aaaaaaa, aku telen semua tuh pah." Velyn membuktikan dengan membuka mulutnya, mengangkat dan memutar lidahnya untuk memastikan tidak ada sperma yang tersisa dimulutnya. Aku semakin bernafsu membayangkan bahwa kini Velyn sudah menjadi tempat pembuangan Peju papahnya sendiri. Tidak lagi di pakaian dan tubuhnya, bahkan sekarang mulutnya menjadi tempat pembuangan Peju favorit papahnya.


Tapi rasanya ini belum cukup, tujuan utamaku adalah membuat suamiku dan anaknya bersetubuh, aku ingin mereka saling menikmati kelamin masing-masing, bertukar dan menggabungkan cairan tubuh mereka berdua. Aku sudah 2 bulan tidak mau diajak bersenggama oleh suamiku, tapi suamiku sepertinya tidak ada masalah dengan hal tersebut. Apa jangan-jangan Velyn dan suamiku sudah bersetubuh?? Malam hari aku mendapati Velyn dan Cindy sedang nonton tv bersama, lalu suamiku ikut bergabung. Velyn sekarang sedang memakai piyama satin berjenis terusan yang cukup pendek. Lalu Velyn meminta ayahnya untuk memangku nya, sambil celingukan suamiku dengan cepat mengeluarkan penisnya dan menyelipkan dengan cepat dibalik piyama Velyn, rapih sekali permainan mereka sampai Cindy yang duduk disampingnya tidak menyadari bahwa kini penis papahnya sudah beradu dengan vagina cicinya sendiri.

"Papah ngapain sih?" Tanya Cindy melihat ayahnya tidak bisa diam. Apa yang sebenarnya dilakukan papahnya adalah dia sedang menggesek-gesekkan penisnya pada vagina Velyn.

"Ehh, enggak ini Cici kamu tambah berat, mana minta pangku papah lagi." Ujar suamiku.

"Hihihi, Cindy juga mau dipangku papah? Sini dipangku Cici aja!" Velyn menawarkan pahanya untuk diduduki Cindy dengan menepuk-nepuk pahanya. Cindy hanya melengos menolak tawaran cicinya. Ku lihat Velyn ikut menikmati permainan papahnya dengan menggerakkan pinggulnya maju mundur.

"Fara, Cindy udah malem, ayo tidur!" Dengan tiba-tiba aku masuk ke ruang tv mengagetkan mereka semua, terutama Velyn dan suamiku yang sedang bermesum ria.

"Iya mah bentar lagi." jawab mereka kompak.

"Ayo Cindy, tidur bareng mamah aja, kita manja-manjaan biar ga kalah sama Cici dan papah!" Aku mengajak Cindy tidur bersama, menciptakan kesempatan mereka untuk tidur berduaan secara bebas.

"Eh, papah tidur sama Velyn dikamarnya?" Tanya suamiku sedikit tidak percaya.

"Kenapa? Velynnya gamau? Ntar mamah juga tidur di kamar Cindy." Aku menjawabnya.

"Dih mamah, Velyn mau kok bobo sama papah!" Velyn tidak terima dibilang menolak tidur bareng papahnya.

"Yaudah sana tidur, mamah sama Cindy juga mau tidur." Kataku sambil beranjak ke kamar Cindy. Kamar mereka saling berseberangan, tapi kamar Velyn punya akses langsung ke balkon utama rumah kami, dan dari situlah aku biasa mengintip mereka. Saat ku menidurkan Cindy, ku dengar mereka ketawa-ketiwi dan terdengar sampai ke kamar Cindy. Aku lalu beranjak untuk mengingatkan kalau suara mereka terlalu kencang.

Tok tok tok.. "Velyn ayo tidur, jangan nakal, kasian papah juga ntar ga bisa tidur itu." Aku menasihati nya.

"Mana ada, yang nakal papah nih mah! Hihihi" jawab Velyn sambil cekikikan.

"Ssstt…udah ah mamah mau bobo sama Cindy, met malem!" Kataku sambil berpura-pura pergi, tapi sebenarnya tetap menguping di balik pintu kamar Velyn. Aku tidak lagi mendengar suara mereka tertawa-tawa, berganti dengan suara gesekan badan dan ranjang diselingi suara derak ranjang.

"Geli Pah, hihi jangan digituin dong!" Terdengar jelas suara Velyn.

"Heh..Ssssstttt jangan kenceng-kenceng, ntar mamah sama Cindy denger." Protes suamiku.

"Eh iya, lagian papah sih, puting aku pake di puntir-puntir, kan geli banget Pah!" Rajuk Velyn dengan manja.

"Papah gemes soalnya." Jawab suamiku lirih.

"Papah ih! Gantian aku puntir-puntir burung papah loh biar Peju papah cepet keluar." Ujar Velyn tidak mau kalah.

"Eh eh nakal yah, kan tadi kata mamah juga jangan nakal." Kata suamiku.

"Kan mamah gatau Pah, berarti gapapa." Ujar Velyn mulai nekat.

"Berarti kamu mau nakal-nakalan sekarang nih?" Tanya suamiku.

"Aku sih mau, emang papah gamau?" Dengan tengil Velyn menggoda papahnya.

"Nantangin papah ceritanya? Oke gaskeun!" Kata suamiku bersemangat.

Segera aku bergerak tanpa suara menuju balkon untuk melihat apa yang mereka lakukan. Dari balik gorden dapat ku lihat mereka sedang berdiri dengan posisi suamiku dibelakang Velyn sudah tanpa busana!

"Papah ngapain? Ih ih geli Pah, hihihi masa burungnya diselipin disitu? Hihihi" ujar Velyn kegelian melihat apa yang dilakukan oleh papahnya.

"Iya sayang, papah mau ngocok pake sela-sela paha Velyn." Jawab suamiku.

Kini yang terdengar hanya suara tertahan dari erangan suamiku dan desahan Velyn. Akhirnya ku dengar suamiku melenguh panjang, ku lihat badannya bergetar-getar menyemprotkan pejunya. Kulihat samar-samar pejunya berceceran di kaki, paha, betis dan karpet kamar Velyn. Setelah itu suamiku duduk dan berbaring di ranjang Velyn, disusul Velyn tidur memeluk papahnya dengan tanpa baju.

===============



H
hidup hakiki
Semprot Kecil

Daftar
    Nov 18, 2015

Posts
    73

Reaction score
    676

    Apr 14, 2024

    Add bookmark
    #168

Halo para suhu, silahkan menikmati tulisannya!

Fifth Encounter : The Truth

Satu Minggu tepat setelah anusku diperawani oleh mang Udin, aku disidang oleh mamahku dan Cici Velyn. Ternyata saat itu mereka melihat semua apa yang kami berdua lakukan. Kupikir aku akan dimarahi habis-habisan tapi ternyata mereka malah mengucapkan selamat padaku. Kata mereka aku berhasil memasuki tahapan sebagai gadis dewasa. Antara kaget dan heran aku dibuat oleh mereka. Aku dinasehati oleh mamahku bahwa hak atas tubuhku adalah 100% keputusanku, hanya saja harus bisa tetap berpikir realistis atas keputusan terhadap tubuhku.
"Mah mah! Sekarang Cindy kalo kentut bunyinya jadi "pooooh" hahahahahhaha." Dengan keras ci Velyn menertawaiku.
"Iya ya, hahahaha, pantes aja kemarin-kemarin berdiri mulu, kirain pantatnya bisulan." Mamahku ikut meledekku.
"Berarti Cindy kalo ee sekarang ga usah ngeden, keluar sendiri. Hahahahaha!" Kembali ci Velyn mengejekku.
Aku sebenarnya ingin marah, tapi ada yang bikin ngeganjel, kok mereka bukannya "menyalahkan" aku, malah ngeledekin aku. Seakan-akan mamahku dan ciciku tidak terlalu bermasalah dengan kenyataan bahwa mereka melihat sendiri kalau aku dianal oleh mang Udin.
"Asyik akhirnya Cici punya temen "main" bareng. Xixixi" ciciku menggodaku dengan menekankan kata main.
"Ih apaan sih Cici! Ga asik ih!" Kataku sambil menyembunyikan wajahku yang bersemu merah menahan rasa malu.
"Hahahaha, Velyn jangan gitu dong sama adiknya, Cindy kan masih newbie, newbie tapi udah di anal, cicinya aja belum pernah." Kata mamahku ikut menggoda ku, padahal diawal sepertinya mau membelaku.
"Ih mamah malah Cici kena juga! Gapapa, yang penting Cici udah pernah ngerasain kontol papah! UPS!" Ujar Ci Velyn keceplosan. Mata mamahku terlihat melotot mendengar pernyataan ciciku, sedangkan aku sendiri tidak dapat mempercayai apa yang barusan aku dengar.
"Cici Velyn! Kan udah mamah bilang jangan bilang Cindy dulu!" Ujar mamahku sedikit keras.
"Udah kagok mah, hihihi, lagian Cindy juga udah dewasa kok, udah ngerasain kontol juga, di anal lagi!" Ci Velyn masih saja menggodaku.
"Kok bisa-bisanya sama mang Udin ya Mah?" Ujar ci Velyn lagi sambil senyum-senyum ke mamah Lina.
"Gatau tuh sayang, seleranya yang kasar-kasar kayanya. Hihi." Mamahku menjawab ci Velyn tapi matanya melirik dan tertawa ke arahku.
"Iiihhhh…. Mamah sama Cici mah gitu, suka banget godain Cindy?!!" Aku merajuk manja, wajahku kutekuk sehingga terlihat cemberut lucu.
"Idih punjablay! Cindy pundung jadi jablay!!" Ci Velyn mengejekku sambil secara berbarengan dengan mamah mencubit dengan gemas pipiku sebelah kanan dan kiri. Akupun berlari masuk ke kamarku untuk menyembunyikan rasa malu yang sudah memuncak.
Malam harinya seperti biasa kami makan malam bersama sekeluarga, ku lihat mamahku dan ci Velyn senyum-senyum sambil saling memberikan kode-kode ke arahku, aku paham sekali bahwa mereka masih saja menggodaku.
"Mah, Velyn, ayo makan, kok malah pada senyum-senyum doang." Papah menyuruh mereka berdua untuk lanjut makan.
"Iya tuh pah, bukannya makan malah pada godain Cindy Pah!" Aku mengadu pada papahku.
"Loh emang kenapa?" Papah bertanya padaku.
"Eh….emmmh…gatau papah, tanyain aja sama mamah sama ci Velyn juga Pah!" Seruku salah tingkah, bingung mau menjawab apa.
"Kenapa sih mah? Velyn sayang? Kenapa sih kalian?" Papah makin penasaran. Diletakkannya sendok dan garpu dan piring, tanda dia serius ingin mengetahui. Mamahku tiba-tiba membisikkan sesuatu di telinga papahku. Aku panik, ku tarik-tarik lengan mamahku agar tidak lanjut membisikkan apa yang terjadi. Tapi terlambat, karena papah kini melotot kaget ke arahku. Dia mengelap bibirnya lalu berseru padaku, "wih Cindy udah punya pacar nih?! Cie cie!!". Aku tak kalah kaget, kenapa jadi punya pacar? Apa yang mamahku bisikkan pada papah?
"Eh..euuhhh…hehehe." Aku tidak tahu harus bagaimana, aku hanya tertawa bingung saja. Tapi mamah dan Ci Velyn masih tertawa penuh arti.
"Sialan, aku dikerjain mamah sama Cici, awas ya!" Seruku dalam hati melihat mereka tetap tertawa dengan puas.
"Besok-besok ajak ke rumah dong, biar papah tau cowoknya yang mana!" Papahku kembali bicara. Mamah dan Velyn kembali tertawa puas, sedangkan aku hanya tersenyum saja.
Akhirnya makan malam pun selesai. Papah minta ijin untuk tidur duluan karena dia merasa capek seharian bekerja. Mamah, aku dan Cici sekarang sedang menonton bersama di ruang TV. Aku sudah menyiapkan hati apabila mereka masih saja menggodaku.
"Cindy coba cerita dong, udah diapain aja sama mang Udin?" Mamah mulai membicarakan kembali kejadian Minggu lalu.
"Kan udah aku ceritain mah, kalo kejadian Minggu lalu itu yang paling jauh yang mang Udin lakuin. Aku sama mang Udin juga cuma ngelakuin itu cuma dirumah waktu papah mamah ga dirumah." Kataku pelan. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa malu luar biasa. Wajahku dan telingaku terasa panas dan pasti memerah.
"Cindy, udah ga usah malu gitu, kan mamah sama Cici udah tau juga." Mamahku membuka obrolan.
"Iya Cindy, ngapain malu lagian, wajar dong umur-umur kaya kamu penasaran sama hal-hal nakal gitu." Ci Velyn menimpali mamah.
"Tetep aja dong, malu ih." Kataku pelan, menahan rasa jengah.
"Tapi mah, Cici penasaran banget kenapa kok dari sekian banyak laki-laki ganteng yang pernah nanyain Cindy, malah mang Udin coba mah?!" Ciciku berseru keheranan.
"Cici belum tau sih jagonya mang Udin. Hihihi" Mamah menjawab dengan cepat.
"Heeeeeeeeeee…..??????" Dengan berbarengan aku dan ci Velyn sambil saling berpandangan. Sekarang kami berdua yang malah kaget bersamaan.
"Masa kalian ga nyadar? Mamah yang yang bikin teh Ohet, adiknya mang Udin kerja disini, motor mang Udin juga kan pemberian mamah. Hih..kalian kok pada telmi sih!!" Ujar Mamah ku gemas, sambil tangannya mencubit pipiku dan ciciku.
"Udah, ntar mamah ceritain, tapi sekarang Cici coba ceritain apa aja yang udah mamah sama Cici lakuin!" Ujar mamahku santai.
"Eh ngelakuin apa gitu?" Aku jadi penasaran. Akhirnya panjang lebar ci Velyn menceritakan bagaimana saat esempe mamah mengajarkan tentang laki-laki secara terstruktur dan masif. Ciciku juga bercerita tentang pengalaman pertamanya melihat dan merasakan penis yang mana tidak lain dan tidak bukan adalah penis papah, lalu penetrasi pertamanya juga oleh papah, dan nakalnya papah terhadap mereka berdua.
"Gitu ceritanya, jadi kamu ga usah malu cerita-cerita sama Cici sama mamah." Ciciku mengakhiri ceritanya.
"J..ja…jadi Cici udah gituan sama papah?!!" Pekikku tak percaya. Kulihat ciciku mengangguk sambil tersenyum, kulihat semburat kebanggaan dari senyumnya.
"Siapa dulu yang ngajarin!" Seru mamahku sambil menepuk dadanya sendiri.
"Ah mamah sama Cici bercandanya keterlaluan, masa Cici sama papah…..kan ga boleh!!" Seruku tidak dapat menerima cerita tersebut. Jelas itu adalah hal yang dilarang, baik agama maupun norma sosial.
"Kalo ga percaya, nanti tengah malem kamu ke kamar papah mamah, pintu nya ga akan dikunci kok." Ujar ci Velyn dengan mantap meyakinkanku. Mamahku masih tersenyum saja menanggapi tantangan Cici. Aku cuma bisa terdiam, tapi benakku berputar-putar mendengar jawaban ciciku.

Sepanjang malam hari aku terjaga, pikiranku masih belum bisa menerima pengakuan Cici dan mamah ku, dan tentu saja aku deg2an menunggu hingga tengah malam. Kepalaku mulai berputar-putar mengingat semua kejadian-kejadian yang aku alami sepanjang yang bisa ku ingat. Aku memang sedikit banyak merasa cemburu dengan ciciku, badannya yang seksi, serta dia yang selalu terlihat "menarik" bagi orang sekitarnya membuatku agak seperti menjadi nomor 2. Aku juga memang merasa semenjak aku esde kelas 5-6 papah selalu memilih ci Velyn dalam hal apapun, bisa dibilang papah seperti lebih sayang sama ciciku. Ciciku selalu mendapat lebih dari papah, lebih sering diajari, lebih sering dipangku, lebih sering dicium, lebih sering menerima sentuhan papah dibanding diriku. Sebentar, kalau dipikir-pikir papahku memang lebih sering dengan ci Velyn yah, dan memang mereka terlihat dekat, sangat dekat malah! Oh astaga! Jadi kedekatan mereka selama ini sudah sebegitu jauhnya. Lalu aku juga mengingat-ingat bagaimana teh Ohet bisa berkerja disini, diawali dari mang Udin yang membetulkan rumah selama beberapa hari, lalu tidak beberapa lama teh Ohet bekerja sebagai pembantu, lalu motor Supra kami tidak ada dan ternyata dipakai oleh mang Udin. Semakin ku rangkai ingatanku, maka makin masuk akal pula pengakuan-pengakuan dari mamah dan ciciku. Arrrggghhhhh……. Aku mengacak-acak rambutku sendiri gara-gara banyaknya fakta yang datang secara tiba-tiba dalam kepalaku.

Cklek, dug..dug..dug…" Tiba-tiba ku dengar suara pintu kamar Ci Velyn terbuka dan suara langkah kaki menuruni tangga. Aku yakin itu suara ciciku keluar dari kamarnya. Ini beneran kah? Serius ciciku akan melakukan sesuatu dengan papah? Hatiku berdebar kencang menunggu, kalau-kalau terdengar lagi suara langkah kaki ciciku menaiki tangga. 5 menit, 10 menit, 15 menit, tetap senyap. Penasaran, ku buka pintu kamarku, ku lihat pintu kamar ciciku terbuka lebar, aku melongok kedalam, kosong. Semakin tak karuan aku dibuat begitu melihat kamar ciciku kosong. Dengan berjinjit aku menuruni tangga, semakin turun semakin berdebar kencang dadaku, rasanya dadaku mau meledak saat diriku akhirnya sampai di depan pintu kamar papah mamahku. Sambil menguatkan hati, kudorong sedikit pintu kamar yang memang sudah terbuka, lalu sedikit demi sedikit aku dapat melihat dinding, tepian ranjang dan akhirnya aku dapat melihat seluruh isi kamar papah mamahku. Sebuah pemandangan yang sangat erotis kini terpampang nyata didepan kedua bola mataku.

—----didalam kamar—-----

POV Antoni

Sore hari sepulang dari job memotret, kudapati kedua anakku dan istriku sedang bersenda gurau. Ku pandangi 3 bidadari cantikku yang kini tinggal bersamaku dalam satu rumah. Aku tak tahu bagaimana caranya berterima kasih pada Andre, rekan kerjaku yang mengenalkan, atau bisa dibilang menikah-paksakan aku dengan keponakannya sendiri, Selina. Tidak pernah barang sedikitpun aku membayangkan aku akan menikahi seorang wanita cantik dengan spek Noona manhwa berpayudara besar dan badan yang ramping. Ingatanku kembali kepada memori 20 tahun lalu saat pertama kali aku bertemu Selina. Saat itu aku dikontrak oleh salah satu brand lingerie lokal untuk melakukan sesi pemotretan untuk line lingerie terbaru mereka. Model lingerie mereka yang berani, membuat tidak banyak model yang cukup berani untuk menjadi modelnya, kecuali Selina. Tanpa babibu dia menyetujui pemotretan line lingerie baru tersebut tanpa pelindung bagian vital. Kagum sekali aku dengan keberaniannya. Saat menandatangani kontrak itulah aku bertemu dengan kawanku Andre.
"Loh, bro!? Lo disini juga? Motret brand ini juga!?" Seruku tak percaya, partnerku saat dulu kuliah, bertemu kembali diruang yang sama. Cukup lama Andre melihatku, sepertinya dia sudah tak mengenaliku lagi, ya bukan salah dia juga, rambutku yang sudah menipis alias kebotakan, membuatku terlihat jauh lebih tua dari umurku yang "baru" 31 tahun ini.
"Antoni bro! Ah elah, lupa Lo sama temen sendiri elah bangke!" Aku tidak bisa menyembunyikan rasa senangku.
"WOOOHHHH! ANTONI ANAK BAPAK ATJUNG TUKANG MAJALAH LIPSTIK!" serunya keras mengejek nama ayahku. Dia memelukku kencang.
"Kemana aja Lo, tau-tau udah tua aja kaya gini, ngocok mulu sih Lo kerjaannya dari dulu." Ujar Andre tanpa tedeng aling. Memang dari dulu dia terkenal dengan mulut naganya, gak pernah nyaring dulu kalo ngomong.
"Anjir emang ni anak, ga ada berubahnya kalo ngomong asal jeplak aja!" Ku balas rangkulannya. Kami akhirnya mengobrol panjang lebar dengan pengalaman kami masing-masing. Hingga pada akhirnya aku tahu bahwa dia kesini bukan sebagai fotografer tapi manajer dari Selina, keponakannya. Singkat cerita, dia bercerita kondisi Selina yang kini besar kemungkinan sedang mengandung anak dari model bule saat sesi foto sebelumnya di Hongkong, dan dengan tanpa beban, dia menawarkanku untuk menikahi keponakannya itu. Tentu saja aku menolak awalnya, siapa juga yang mau menikahi wanita yang tengah mengandung anak orang asing. Tapi semua berubah saat kulihat langsung bidadari yang bernama Selina itu. Sesi pemotretan aku dibuat tercengang oleh kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Singkatnya akupun akhirnya menerima tawaran Andre untuk menikahi keponakannya dengan beberapa syarat, pertama; setelah melahirkan dia akan tetap menjadi model dewasa. Kedua, aku mengambil alih Selina menjadi modelku. Sudah terbayang, akan ku gunakan dia sebagai pelampiasanku! Dan Selina pun mau menyetujui syarat tersebut dengan syarat juga, akan mencintai dia dan anak yang tengah dikandungnya. Dan hasilnya kalian bisa baca sendiri, rasanya sekarang aku menjadi pria paling beruntung didunia ini, hidupku dikelilingi wanita cantik, pekerjaanku sebagai fotografer model membuatku sering bersinggungan dengan wanita cantik dan seksi, pulang ke rumah pun aku bertemu lagi dengan wanita cantik.
Kembali ke topik, setelah mandi dan bersih-bersih akupun segera bergabung menikmati makan malam yang sudah disiapkan istriku tercinta. Tapi rasanya ada yang aneh, istriku dan Velyn sepertinya sedang menggoda Cindy darah daging ku.
"Ayo mah, Velyn, makan dong, malah pada senyum-senyum gitu." Tiba-tiba istriku berbisik katanya Cindy sudah punya pacar. Ah, anak bontotku sudah gadis ternyata, ku suruh saja dia sekalian mengenalkan pacarnya. Setelah makan aku langsung minta ijin pada istri dan ke2 anakku untuk langsung tidur. Rasanya lelah sekali.
Rasanya belum lama aku terlelap, saat ku rasakan ada rasa hangat yang nyaman di selangkangan ku. Setengah sadar aku anggap itu hanya perasaanku saja. Tapi makin lama rasa hangat dan nyaman itu berganti jadi rasa geli yang menyengat, kubuka mataku dan ku lihat pemandangan yang akan membuat siapapun ingin menjadi diriku. Ku lihat Velyn kini tengah menjilati batang penis ku, sedangkan istriku sedang menjilati buah zakarku. Kurasakan basah dan hangatnya lidah Velyn mengail-ngail lubang kencingku.
"Eh papah sudah bangun, gimana Pah? Enak gak servisnya Velyn?" Istriku membisikkan kata-kata erotis tersebut ditelingaku sambil menciumi tengkukku, membuatku terbang, sambil jarinya bermain diputingku dengan lincah. Aku hanya bisa mengangguk menerima rangsangan pada titik-titik sensitifku. Ku lihat kini Velyn memainkan bibirnya yang basah oleh liurnya sendiri pada batang penisku, sambil mengulum sebentar kepala penisku saat bibirnya mencapai puncak penisku.
"Pah, papah jangan marah ya, mamah mau cerita." Kembali istriku bicara, membuka obrolan ditengah pengalaman erotis yang sedang kurasakan.
"Iya mah…..kenapaahh?!!" Ujarku menahan nikmat.
"Cindy bukan punya pacar Pah."
"Lah terus?"
"Cindy tuh punya fwb Pah."
"Eh?! Aduh..ssshhh.. siapa mah?" Kurasakan Velyn kini menjilati area antara skrotum dan anusku, tangannya mengocok penisku sambil matanya melihat kearahku.
"Iya, bahkan fwb nya udah jauh loh Pah! Cindy udah di Anal Pah!" Seru istriku. "Apa mah?!!!" Sontak aku terkejut mendengar Cindy sudah di anal.
Cpoookkkk…..slurrrppphh….cpok..cpokhhh…." Tapi aku tidak melanjutkan amarahku, karena dengan telaten kini Velyn sedang menjilat dan menghisap-hisap kerutan anusku. Pantas saja mereka melayaniku berbarengan, ternyata ini taktik mereka agar aku tidak marah mendengar anak bontot kesayangannya sudah direnggut keperawanan anusnya.
"Ahhhh….aduh Velyn enak banget papah suka…euuhhhh….sama siapa sih malah?" Aku ingin tahu siapa pria yang beruntung mencoba pertama kali menjebol anus Cindy ku sayang. Kurasakan Velyn semakin aktif dia bermain di anusku.
"Emmmmhhhhhh…………mang Udin Pah." Ucap istriku. Dengan segera aku beringsut dari ranjangku, aku sudah tidak peduli dengan nikmatnya rimjob dari Velyn. Aku tidak terima Udin sialan itu mendapatkan keperawanan anus Cindy! Aku harus segera bicara dengan Cindy! Kalap, aku bergerak menuju pintu tanpa celana piyamaku, kontol ku berayun-ayun saat ku buka pintu kamarku. CINDY!!

—------didepan pintu—---------

POV Cindy

Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, saat ci Velyn menurunkan celana piyama papah. Tangannya lihai sekali menelanjangi bagaian bawah tubuh papah. Segera aku bisa melihat penis papahku yang masih terkulai lemas. Dari samping mamahku mulai mengocok penis papah sampai akhirnya tegang dan berdiri dengan kokoh. Setelah membuat penis papahku berdiri sempurna, lalu kulihat mamah tersenyum pada ci Velyn, tangannya kini menarik rambut panjang ci Velyn ke belakang, seperti akan mengikat rambutnya, tapi bukan mengikat rambut, tapi tangan mamah menuntuk kepala ci Velyn mendekati penis papah. Lidah ci Velyn keluar menyambut kepala penis papah, dengan lihai lalu lidahnya seperti menari-nari di sepanjang batang penis papah. Kembali ku lihat mamah, aku penasaran apa yang sekarang dia lakukan, kulihat kini dia juga sudah merunduk, tangannya kini memainkan dan memijat buah zakar papah. Dadaku seperti terbakar melihat apa yang sedang Cici dan mamahku lakukan, aku cemburu, tapi aku juga terangsang! Pelan-pelan tanganku menyibak piyama terusanku, ku sentuh vaginaku yang kini terasa sudah lembab, ahhhhhhh….. rasanya nikmat sekali menggesek-gesek belahan vaginaku sambil membayangkan aku menggantikan posisi ci Velyn menjilati penis papah. Ku lihat lagi ke dalam kamar, kini ci Velyn sudah berpindah posisi, kulihat kini tangannya sedang mengocok penis papah yang sudah basah berbalut liurnya ci Velyn sendiri, sambil ku perhatikan kini ci Velyn sedang menjilati anus papah! Jariku semakin aktif memainkan vaginaku, sambil tanganku satunya meremasi payudara ku sendiri. Aku kembali teringat bagaimana geli dan nikmatnya jilatan Mang Udin pada vagina dan anusku saat itu. Kumainkan klitorisku dengan agak kasar, rasa ngilu yang nikmat menjalar dari klitoris ke setiap ujung syaraf ditubuhku. Rasa nikmat itu membuatku tak kuasa menahan tubuhku sendiri, membuatku jatuh terduduk bersimpuh dilantai dengan kaki membentuk huruf M. Kurasakan gelombang orgasme yang sudah siap menghantam syaraf-syaraf tubuhku saat tiba-tiba pintu terbuka!

Klek……krieeertt!
Crrrtttttt……aaaanggghhhhhhhhhh……crrrtttt…..crrrttttt!!!


================


Sixth Encounter: Ugly-naughty boyfriend-wannabe

Sejak malam itu, saat aku kepergok ngintip dan mencapai klimaks oleh papahku dan pingsan, aku belum bertemu lagi dengan papah dan ci Velyn. Papahku ada sesi foto di labuan bajo selama 1 bulan full, sedangkan ciciku sudah kembali lagi ke Salatiga melanjutkan kuliahnya. Sehingga kini hidupku sedikit lebih aman, karena masih ada mamah yang masih rajin menggodaku. Tapi semenjak kenal dengan kegiatan mesum dan mendapat ijin dari mamahku, aku jadi suka mengeksplor kehidupan seksual ku. Aku juga berhasil meyakinkan Gaby dan Ailin mengenai suara-suara yang mereka dengar saat meneleponku malam-malam hanyalah suara Mang Udin yang sedang membantuku mengangkat masuk paket milik papahku yang cukup berat. Hari-hari ku di sekolah kini ku jalani dengan riang gembira. Fiuhh, aku bisa hidup agak tenang sepertinya, tapi entah kenapa nampaknya tidak.
Wajahku yang cantik dan tubuhku yang ranum membuatku sangat mudah untuk mencari teman, baik cewek dan tentu saja cowok. Bukannya sombong, tapi aku termasuk dari beberapa cewek cantik yang menjadi incaran cowok-cowok seangkatan, juga kakak kelas. Dan tentu saja, semua jenis cowok berusaha mendekatiku, mulai yang tampangnya seperti Varrel Bramasta, sampai yang seperti Bang Bopak, hehehehe.
Siang itu di jam istirahat kedua saat aku sedang enak-enak jajan dikantin dengan 2 sahabatku, tiba-tiba sesosok tubuh gempal dengan seragam dekil mendekati kami.
“Cin, kamu mau gak jadi pacar aku?"
"Cieee!!!! Cindy di tembak Bara cieeeee!!!!" Sosok yang bernama Bara dengan suara keras menyatakan sebuah tembakan cinta, membuat semua mata kini tertuju pada kami sambil berteriak-teriak menggodaku, bikin aku dan 2 sahabatku malu. Kalau ganteng sih bikin malu gapapa, masalahnya sudah begitu, kalau melihat sosoknya siapapun juga pasti bakal langsung nolak dia.
"Emmh aduh maaf ya Bara, kayanya kita temenan aja ya? Gpp ya? Maapin..“ tolakku sehalus mungkin supaya dia tidak sakit hati kepadaku. Wajahnya yang sudah jelek jadi tambah jelek begitu mendengar kalimat penolakanku, tapi sepertinya dia menerima penolakanku.
"Yaa udah deh, gak apa-apa..” ujarnya lesu sambil melangkahkan kakinya beranjak pergi dari hadapan kami. Seperti yang aku bilang sebelumnya, bahwa sudah banyak macam cowok yang mendekatiku, yang ganteng kaya Varrel Bramasta aja aku tolak, eh ini versi gedenya Dede Sunandar pengen jadi pacar aku, jelas aku tolak mentah-mentah.
“Yaelah Cin, kenapa gak lu terima aja sih? Kan ganteng” kata Gaby sambil ketawa cekikikan menggodaku.
"Iya gatau tuh Cindy, kan enak nanti kalo jadi pacar Bara, ga butuh kasur." Ujar Ailin menimpali Gaby, makin pecahlah tawa mereka.
“Yang kaya gini nih, punya temen pada ga punya akhlak, pada tega bener ngatain temen sendiri, seneng lu pada ya!" Ujarku protes.
“Lagian, mau yang kaya gimana sih sebenernya? Semua aja lu gamau." Ailin mendebatku.
“Cewek berkualitas harus dapet pria berkualitas juga dong.” ujarku sombong sambil mengibaskan rambutku.
"Anjiiiiirrrr si paling berkualitas!" Gaby tidak terima pernyataanku sambil menjambak rambutku pelan.
“Wooohhhh!!!! Gue tau, gue tau Lin!" Seru Gaby.
"Tau apa Gab?"
"Gue tau tipe cowok yang dipengenin si Cindy!"
"Itu loh …. Kang ojek tercinta, mang Udin?!!! Hahahahhahaha" dengan telak Gaby menebak.
"Idih, najis tralala, yang bener aja masa iya sama Mang Udin, buat lu aja tuh ambil!" Balasku sewot pada Gaby.
"Yang waktu malem gue telpon lu kan lu hah heh hoh sama mang Udin ngapain coba?" Tembak Gaby.
"Gue kan udah bilang, dia lagi bantuin gue ngangkat paket papah ke dalem. Masih ga percaya aja!" Seruku bete. Masa iya aku ngaku lagi asyik-asyikan sama mang Udin.
"Wahahahha, santai dong santaiii, gitu aja ngambek." Gaby menggodaku sambil tangannya mencolek-colek daguku.
Akhirnya setelah 3 jam pelajaran terakhir hari ini dihabiskan dengan pelajaran fisika yang aduh alamak jang! Aku bersyukur masih bisa melewatinya tanpa mengalami brain dead. Hehe. Setelah berkemas kami pun bersiap pulang.
--

-bgm mario bros-
Akhirnya bel mario Bros disekolah kami berbunyi, menandakan waktunya untuk pulang sekolah!
"Gab, Lin, bareng dong." Pintaku
"Siap cewek berkualitas!" Jawab mereka kompak.
"Tapi gue mau ke WC dulu, hehe."
"Makanya kalo makan sambel kira-kira basonya." Kata Ailin. Sengaja dia membalikkan sambel dan baso karena memang kalau makan baso lebih banyak sambel daripada basonya. Sambil berjalan cepat dan menahan rasa mules di perut ku aku menuju toilet siswa yang berada di lantai 2.
"Aishhh! Pake penuh lagi!" Seruku melihat semua pintu WC tertutup rapat. Segera dengan berlari aku menaiki tangga menuju lantai 3. Karena sudah pulang, keadaan lantai 3 sekarang sangat sepi, horor lagi. Segera ku masuk ke bilik paling pertama yang terbuka, dengan segera ku angkat rok seragamku dan menurunkan celana dalamku. Saat akan mengunci pintu, baru kusadari selotnya rusak. Ah sepi ini, sepanjang di lantai 3 juga aku ga liat orang.
Srrssssshhhhhh……. Suara air kencing yang menabrak keramik toilet duduk nyaring terdengar, saat tiba tiba pintu terbuka dan “Byuuuurr” guyuran air kotor membasahi tubuhku, membuat seluruh seragamku dari atas sampai bawah basah kuyup.
“Aaaaaahhh…!!!!!” aku teriak tertahan.
"Alah siah anjing! goblog reuwas aing anjing! Eh!! Maap maap!" Terdengar makian kaget sekaligus permintaan maaf dari suara seorang laki-laki.
"Puahhh!! Cuh cuh!! iiihhhhhhh!" Aku masih berusaha menyeka air yang ada di mukaku dan sedikit masuk mulutku. Begitu ku buka mataku, sosok Bara sudah ada di depanku.
“Bara!! Lu ngapain anjiiiiirrrrrr!!!!! Basah semua kan jadinya badan gue!!!!” teriakku bete. Posisiku masih duduk diatas toilet dengan cd menggantung di betisku. Tanganku menarik dan menahan rokku ke depan pahaku agar vaginaku aman tak terlihat Bara.
"Maap banget Cindy! Asli aing ga liat maneh, lagian pintunya ga dikunci jadi aing masuk aja." Sekali lagi bara meminta maaf sekaligus membela diri.
"Lagian lu ngapain sih anjirrrr!!!! Huaaaaaa!!! Basah semua ini gue Bara! Huaaa!!" Aku meneriakinya, menahan rasa marah karena badanku basah semua.
"Aing lagi dihukum suruh bersihin WC lantai 3, jadi aing siramin 1-1 bilik kamar mandi, aing ga tau maneh di dalem Cin! Asli, maafin gatau, asli!"
“Terus gimana nih gue?!!..” kataku bete. Bukannya sadar diri salah eh manusia buluk ini matanya malah jelalatan liatin aku yang basah kuyup, sialnya lagi pahaku masih terekspos dan celana dalamku masih menempel dibetisku jadi sasaran mata nakalnya.
"Woi matanya, jaga matanya! Tutup dulu gih!" Hardikku menghentikan matanya yang jelalatan. Segera dia menutup pintu bilik.
"Basah semua gak bajunya Cin?!" Katanya dari balik pintu.

"Lu pikir aja sendiri! Air seember emang ga bikin basah!?" Jawabku sarkas.

“Ehhh iiiyaa basah Cin.." balasnya lemas.

"Nah tuh tau."

"Be…bentar aing cariin sesuatu buat maneh keringin badan!" Teriaknya sambil segera berlari. Sambil menunggu dia mencari pengering badan, aku membenahi rok ku, aku bimbang, apakah akan kupakai CD ku yang basah, akhirnya ku lepas sekalian dan ku kantongi di saku celanaku. Cukup lama, baru terdengar suara derap langkah. Tok tok tok, kali ini Bara mengetuk pintu bilik. Kubuka pintunya. Terlihat dia sepertinya sekalian mengambil tas dan jaketnya.

"Adanya baju olahraga aing, gapapa kan?" Ujarnya sambil menyorongkan baju olahraganya ke arahku. Tidak ada pilihan lain, mau tidak mau ku ambil juga baju olahraga dari tangannya. Ku handuki tubuhku sebisanya dengan baju olahraganya, mana bau keringat dan bau matahari pula. Bara diam mematung didepanku yang sedang mengeringkan badan, matanya lekat-lekat memandangi tubuhku. Ada perasaan senang dan bangga melihat Bara seperti terhipnotis melihatku. Bahkan rasa mulesku sampai hilang.

"Heh, mata, mata! Liatin apaan sih?" kataku sambil masih mengelap seragamku.

“Demen ya ngeliat gue basah kuyup gini. Freak dasar!" kataku sambil melemparkan baju olahraganya balik.

"Eh maap, maneh cantik banget soalnya Cin. Apalagi basah-basahan gini, jadi sexy.." ucapnya pelan.

"Anjir nih anak mesum! Dah ah takut gue!"

“Eh, bentar! Maneh mau kemana? Mmm, ga enak bilangnya, tapi itu, eeuu, seragam maneh nyeplak, bh maneh keliatan Cin, ga malu?” ujar Bara sambil menghalangi pintu utama WC. Iya juga sih, ku lihat cermin ternyata memang karena basah jadi seragamku transparan, bh hitamku jadi terlihat jelas nyeplak.

“Ya udah, gue pinjam jaket lu deh..” kataku padanya. Ku renggut jaket dari genggaman tangannya. Lalu aku masuk ke dalam bilik lagi.

"Lu tunggu situ dulu!"

"Siap!"
Akupun segera melepas seragam dan bh ku yang basah. Ku bentangkan jaketnya, ternyata itu adalah sebuah jaket kulit berwarna hitam. Kucium aroma apek keringat dari jaket kulitnya. Ah perduli setan, daripada aku jadi tontonan dijalan. Jadi dibalik jaket kulitnya aku hanya memakai rok seragam, tanpa baju, bh bahkan CD. Jaketnya jelas besar untuk ukuran tubuhku, bahkan jadi kedombrongan saat ku pakai. Bagian bawahnya menutupi pahaku sampai setengahnya. Tadinya aku mau melepas rok juga, tapi mengingat aku tidak pakai CD bisa bahaya nanti. Tapi aku sengaja tidak menarik sampai atas resletingnya, kusisakan sedikit agar belahan dadaku bisa mengintip sedikit.
Akupun segera keluar sambil menenteng baju seragam dan bh yang masih basah. Ku lihat dia sempat terkejut melihat penampilanku. Aku kembali jadi bulan-bulanan mata mesumnya, dan dari situ muncul perasaan bangga dan senang.
" Heh, Napa lu? Kesambet?“ kataku menyadarkannya dari lamunan joroknya.
"Weh! Enggak enggak, gapapa!" Serunya cepat.
"Kenapa sih? Gitu banget liatnya!"
"Eh, euuuhhh….itu, maneh seksi pakai kaya gitu." Akhirnya Bara jujur. Melihatku menenteng baju dan bh hitamku, maka pasti dia bisa menyimpulkan kalo dibalik jaket kulitnya kini menempel langsung kulit mulusku. Rasa-rasanya aku jadi ingin menggodanya, lebih jauh. Rasa ini juga pernah muncul saat aku menggoda mang Udin. Aku sudah tidak ingat lagi dengan Gaby dan Ailin, mungkin mereka sudah menungguku cukup lama.
"Daripada lu diem doang ngeliatin gue, tanggungjawab nih! Bersihin baju seragam gue nih!" Ku sorongkan baju seragamku serta bh nya sekalian.
"I..ii.iya dikucek sama aing sini." Tangannya segera mengambil baju seragam dari tanganku. Bara segera melangkah menuju WC cowok yang letaknya berseberangan cukup jauh. Aku mengikutinya masuk ke dalam WC cowok. Aku pastikan ia tidak kabur membawa seragam dan bh ku. Sampai di WC, ia segera memasuki satu-satunya bilik toilet di WC cowok itu. Memang WC cowok di sekolahku hanya menyediakan 1 bilik berisi toilet duduk, sedangkan urinoir diletakkan tanpa bilik. Mau tidak mau aku ikut masuk ke sana untuk melihat pekerjaannya. Terlihat cukup canggung karena ada bhku yang mesti dia bersihkan juga, dengan agak hati-hati dia coba menguceknya, aku hanya tertawa dalam hati melihat caranya itu. Cukup lama dia fokus mengucek bh ku, kini ia malah senyum-senyum.
"Mulai lagi nih, ngapain lu senyum-senyum sendiri? Buruan nguceknya! Baju gue belum lu kucek!"
"Enggak, ini, bh nya aja segini gedenya, gimana isinya. Hehehe." Komentarnya mesum sambil mengangkat bh nya ke arahku.
“Rese lu ah!" Jawabku singkat. Bibirku malah tersenyum simpul mendapat komentar mesum seperti itu. Terdengar seperti pujian daripada melecehkan bagiku.
“Roknya sekalian sini Cin, tadi kan kebanjur juga, kotor juga itu pasti. Hehehe" tawarnya sambil tertawa mesum.
“Enak aja, gue bisa sendiri ntar." Tolakku.
"Asli gpp Cin, aing ga repot kok." Ujarnya berusaha meyakinkanku.
"Ogah! Udah baju gue kucek yang bener aja tuh!" Kataku sambil menunjuk baju seragamku.
"Iya nih gue kucek baju lu, tuh bersih kan?" Katanya sambil mengucek baju seragamku.
"Mana kok belum dilepas rok nya, sekalian sini aing tanggung jawab." Tekadnya kuat ingin agar rok ku terlepas dari badanku. Niat mesumnya jelas sekali, tapi kepalang tanggung memang, jadi ku iyakan tawarannya.
“Hmmm..gimana ya….. ya udah, bentar” kataku sambil beranjak keluar bilik.
"Sini aja, aing gakan liat kok." Katanya sambil pura-pura fokus mengucek seragamku.
"Yeeee, enak di lu rugi di gue!" Seruku sambil keluar bilik dan menutup biliknya supaya dia tidak bisa mengintip. Jadi kini aku melepas rok seragamku diantara urinoir. Akupun melepaskan pertahanan terakhir pakaianku, rok abu-abuku kini sudah berada ditanganku. Akibatnya, badanku kini polos tanpa apapun dibalik jaket kulitnya, paha mulusku yang putih terekspos dengan bebas. Paha putih mulusku terpampang bebas, yang pastinya bakal membuatnya makin panas dingin. Aku yakin Bara pasti blingsatan liat aku kaya gini. Lalu akupun kembali ke bilik tempat Bara sedang membersihkan seragamku. Ku lemparkan rok seragamku ke kepalanya.

“Tuh rok seragam gue, bersihin yang bener."

"Anjir, ga ke kepala juga sih Cin.” katanya sambil mengambil rok ku dari kepalanya. Diperiksanya rok ku barangkali ada sesuatu di dalamnya.

"Eh ini apa Cin?" Katanya sambil merogoh saku rok ku.

"Celdam gue, sekalian ya!" Ujarku cepat, menahan malu. Tangannya menjembreng CD putih berenda ku yang agak mini. Cukup lama Bara memandangi CD ku, ku lihat tangannya bergerak mendekatkan CD ku ke arah mukanya.

"Woy! Ga usah aneh-aneh lu Bar, cuci aja yang bener!" Seruku. Bara kaget karena aku tahu niatnya yang ingin mengendus CD ku. Segera ia kucek CD dan rok seragamku.

"Berarti maneh gapake apa-apa dong sekarang Cin?"

"Iya, puas kan lu?"

"Hehehe, maneh tambah seksi pake jaket kulit gitu sambil marah-marah." Tiba-tiba ia berkomentar, matanya melirik-lirik melihatku berdiri disampingnya.

"Senyum-senyum aja lu, mesum dasar." 10 menit akhirnya selesai juga dia membersihkan seragamku dan dalemanku.
"Beres nih, bersih bening, seperti tanpa kaca!" Ujarnya menirukan iklan di tv.
"Bersih emang, tapi kan basah. Gimana pakainya?" Kataku.
"Lah iya juga ya, bersih iya tapi ga bisa dipake, jemur aja ya Cin!" Dengan sigap dia langsung pergi keluar WC untuk menjemur seragamku. Baru kusadari kini aku sendirian di dalam WC cowok dalam keadaan hanya memakai sebuah jaket kulit kebesaran. Apa jadinya kalau ada orang yang masuk dan mendapati aku, Cindy, incaran para siswa sedang dalam keadaan seperti ini disini? Bisa gempar seluruh sekolah!
"Bar! Bara! Gak usah deh, ga jadi aja. Ga usah dijemur! Sini aja balik!" Teriakku didepan pintu WC.
"Gapapa udah, nanti maneh pake pakaian basah malah masuk angin! Bentar aja dijemur nya!" Ujar Bara sambil melanjutkan langkahnya cepat dan menghilang dari pandangan ku. Sekarang aku beneran takut kalau ada yang datang, apalagi ini WC cowok, posisiku yang hanya memakai jaket saja menjadi sebuah kerugian besar. Salah ini.
Cukup lama Bara keluar, entah dimana dia menjemur seragamku. Sambil menunggu, ku perhatikan pantulanku sendiri di cermin WC. Kulitku yang putih mulus terlihat kontras dengan jaket kulit hitam yang menyelimuti tubuhku saat ini. Terlihat sungguh sexy dan menggoda sekali. "Apa jadinya kalau kuturunkan resleting jaket ini sebatas perut ya?" Jariku bermain di kepala resleting, menimbang-nimbang untuk mencoba menurunkan resleting. Pikiran intrusive ku akhirnya menang, kuturunkan resleting ke batas perut, dan astaga, memang ternyata aku seksi sekali dengan keadaan begini. :p Aku membayangkan, apa jadinya bila tiba-tiba serombongan siswa masuk ke sini, atau OB sekolah tiba-tiba datang, pasti aku akan diperkosa oleh mereka. Waduh, rasanya tegang sekali, dadaku berdegup kencang membayangkannya. Tapi aku juga terangsang membayangkan bila aku diperkosa oleh OB atau di perkosa ramai-ramai oleh serombongan siswa. Vaginaku lembap membayangkannya.
Akhirnya Bara kembali juga, dengan tergopoh-gopoh dia kembali ke WC cowok.
"Lu jemur dimana seragamnya? Kan tadi gue bilang ga usah. Main ngibrit aja sih ah!" Kataku sambil manyun.
“Hehe.. gak papa lah.. masa basah-basah gitu maneh pake” katanya mencari alasan.
“Weh anjir, resletingnya makin turun tuh, makin seksi aja.. duh..mmmhh” katanya memandang tubuhku dari ujung kaki hingga kepala dengan gemas.
“Rese lu ah.. mesum” kataku bete.

Tiba-tiba samar-samar terdengar suara langkah kaki dan obrolan menuju kemari. Yang aku takutkan terjadi, sepertinya ada beberapa cowok dan cewek yang menuju kemari. Aku panik bukan main.
"Bar! Ada orang Bar! Aduh gimana nih?" Aku panik.
"Sini buruan, masuk ke toilet!" Ujarnya sambil menarik ku masuk ke dalam satu-satunya bilik toilet cowok. Jadi kini kami berdua berada di dalam kamar mandi yang sempit. Badanku dan Bara berhimpitan karena ruangan yang cukup sempit membuat tangannya sempat bergesekan dengan pahaku yang mulus. Dia juga pasti dapat mencium aroma parfumku yang pastinya juga makin membangkitkan nafsunya saja.
"Jangan mepet gini dong!" Protesku sambil berbisik pelan, mendorongnya menjauh tapi tidak bisa, karena memang bilik toiletnya sempit, hanya 1,5x1,5 meter.
"Ya ga bisa juga Cindy. Aing mau gimana?" Dia berusaha menggeser badannya, berharap bisa menjauh, tapi malah kami saling bergesekan, membuat jaket yang kupakai sedikit terangkat, makin memperlihatkan pahaku yang mulus.
Suara langkah kaki makin dekat, suara obrolan mereka juga makin jelas. Suara 2 laki-laki dewasa membahas hukuman si Bara, bisa dipastikan ini suara Pa Trisno guru galak itu dan salah satu OB sekolah yang sedang mencari Bara. Aku sungguh berharap agar mereka tidak masuk kesini. Aku berusaha menahan suara dan nafasku sebisa mungkin sambil berdoa agar mereka tidak masuk ke dalam WC. Sungguh sensasi yang luar biasa dengan dada berdebar karena takut ketahuan plus horni gini.
Posisi Bara berada di depanku berdiri membelakangi toilet duduk, sedangkan aku sendiri berdiri menghadap pintu membelakangi Bara. Bagian depan tubuhnya yang gempal menempel lekat-lekat dengan bagian belakang tubuhku. Aku bahkan bisa merasakan ada yang mendesak pantatku. Pinggulnya bergoyang-goyang, menggesek-gesekan penisnya yang masih tertutup celana ke pantatku. Aku menyikut perutnya, memberi kode agar dia menghentikan apa yang sedang dia lakukan, tapi bukannya berhenti, dia malah sengaja menekan-nekan pantatku.
“Hehe.. maneh seksi banget Cindy, aing ga tahan. Ssshhhhhhh……Mana wangi banget lagi badan maneh Cin." Katanya berbisik pelan ditelingaku, sambil menarik nafas dalam-dalam. Ku balas dengan cubitan pelan di perutnya. Bara makin semangat menggesek-gesekan penisnya ke pantatku, membuat keseimbangan badannya hilang.
“Aaah..” pekikku tertahan sambil memegang paha Bara, mencoba menahan diri karena efek seperti akan terjatuh, dia menarik pinggangku sehingga kamu jatuh terduduk di atas toilet
“Nah itu Bara Pak!” terdengar suara dari luar WC. Sepertinya itu suara OB yang melapor pada Pak Trisno.
"Kamu ngapain di dalem Bara?!"
“Eh, lagi buang air Pak! Gak kuat” teriak Bara dari dalam.
“Tapi kayanya tadi yang teriak suara cewek Pak." Ujar pak OB. Aku dan Bara saling pandang, tentu saja yang paling ketakutan adalah aku. Jantungku berdebar dengan kencangnya. Kami berdua bingung mau ngapain. Kalau sampai mereka menemukanku dalam kondisi begini entah apa yang akan terjadi padaku. Apakah aku akan dikeluarkan sekolah, atau aku menjadi budak seks bulan-bulanan Pak Trisno dan Pak OB? "Sempat-sempatnya aku malah mikir jorok di saat genting seperti ini!" Kataku dalam hati sambil memukul-mukul ringan kepalaku sendiri.
“Masa sih cewek? Gak mungkin ah” Pak Trisno tidak percaya dengan Pak OB
“Tok tok tok..” pintu bilik tempat kami berada diketuk. Aku ketakutan bukan main, aku akhirnya pasrah apa yang akan terjadi. Tanganku meremas-remas ujung jake, aku siapkan mental bila akhirnya mereka mendapatiku dalam kondisi seperti ini, di dalam kamar mandi cowok bersama seorang cowok di dalamnya. Gagang pintu mulai bergerak naik turun, berusaha dibuka.
"Pak Trisno, Pak Amin, tolong segera ke lapangan basket! Ada anak yang berkelahi disana, tolong dilerai Pak!" Tiba-tiba terdengar suara wanita dari luar WC. Suara Bu Tina yang panik meminta tolong pada Pak Trisno dan Pak Amin, OB.
"Baik Bu, mari segera kita ke lapang basket!" Akhirnya Pak Trisno dan Pak Amin pergi bersama Bu Tina. Kami berdua akhirnya bernafas lega, Fiiuuuhhh…
“Gelo maneh Cin, sedikit lagi kepergok anjir! Pake teriak segala sih!" Ujar Bara menyalahkanku.
"Lu juga sih.. pake narik gue, kan kaget jadinya." Kataku membela diri. Kejadian tadi bener-bener bikin sport jantung, tapi tambahan nikmatnya sensasi takut ketahuan membuatku horny.
"Mereka kan udah pergi Cin, kagok banget nih…hehehe" ucap bara. Pinggulnya bergerak-gerak agar penisnya tetap bergesekan dalam posisi duduk ini.
“Lanjutin apaan jir?” tanyaku, sambil sedikit mengangkat pantat ku agar tidak bergesekan dengan tonjolan penisnya.
“Iya ini, aing benar-benar udah gak tahan nih.. masa maneh tega sih..” katanya mengiba.
“ih, nggak ah, apaan anjir! emang lu pikir gue cewek apaan?” tolakku.
“Pliiss, aing cuman pingin coli sambil ngeliatin maneh aja, gak lebih..” pintanya lagi. Aku berpikir sejenak, aku penasaran juga gimana rasanya dijadiin objek coli cowok seumuranku, soalnya kalo sama yang lebih tua kan udah pernah sama Mang Udin. ;p secara langsung lagi.
"Mmmmhhhhh…ngaco lu ya, minta beginian ke cewek. Kalo mintanya bukan ke gue, mungkin lu udah di tabok dari tadi." Kataku memberi kode.
"Maksudnya gimana? Aing ga ngerti.." Bara bingung, tidak mengerti kode ku.
"Hahhh lemot lu….asal lu janji cuma liat doang ya.. jangan macam-macam, oke!?” ujarku mengabulkan keinginannya. Wajahnya sumringah, senang bukan main, bahkan dalam keadaan senang pun dia tetap jelek. Dengan tergopoh-gopoh dia mengangkatku untuk berdiri dan dengan tergesa-gesa dia segera membuka ikat pinggangnya. Aku geli melihatnya kesulitan saat akan membuka celananya karena mentok kesana kemari.
"Santai aja santai, hahaha, semangat banget giliran begianan." Kataku sambil mengulum tawa.
“Gak tahan sih.. maneh seksi pisan, hehe..” katanya sambil masih berusaha melepas celananya.
“Sini sini, gue bantu bukain, ribet banget liatnya ah elah." Ujarku menawarkan bantuan. Wajahnya melongo tak percaya mendengar tawaranku. Melihat dia hanya berdiri diam, aku bergerak memutar posisi, kini Bara yang berdiri membelakangi pintu bilik dan aku duduk di toilet. Dengan cekatan ku buka kait celananya dan dengan perlahan menurunkan resleting celananya. Sambil melihat wajahnya ku buka celananya dan kuturunkan celananya sampai lututnya. Sehingga sekarang dia berdiri di hadapanku dengan celana dalam yang sudah seperti tenda.
"Lu lepas sendiri sisanya, gue kan susah sambil duduk gini." Kataku.
"Eh.., iya bentar." Dengan terburu-buru dia melepas celana dari lututnya, satu persatu kakinya diangkat untuk meloloskan celananya. Setelah berhasil lepas, dia angkat salah satu kakinya yang terkait celana dan mengambilnya, lalu menggantungkannya di kapstok. Wajahnya terlihat memerah setelah melepas celananya entah karena capek atau karena menahan nafsu.
"Katanya mau coli, emang bisa kalo pake kolor?" Kataku geregetan juga akhirnya karena dia seperti setengah-setengah niatnya. Sepertinya perlu disemangati.
“Kolornya mau gue bukain?" tanyaku sambil tersenyum padanya.
"Anjir! Jelas banget boleh, nih."
"Weis, santai bos, ga tahan sih ga tahan tapi santai. Dasar mesum lu!" Kataku kaget, karena dia tiba-tiba memaju-majukan pinggulnya, membuat tonjolan penis di kolornya hampir mengenai wajahku. Tanganku reflek maju, berusaha menahan badannya, tapi telapak tanganku malah telak memegang tonjolan penisnya. Kubiarkan tanganku sebentar disana, menggodanya, pastinya membuatnya dia makin blingsatan. Tanganku lalu bergerak ke samping kolornya, menyusupkan jariku ke sela-sela kolornya yang berwarna krem buluk. Pelan-pelan ku tarik turun kolornya sambil menatap lekat-lekat matanya, kubuat adegan menurunkan kolor ini jadi seerotis mungkin agar dia makin tinggi nafsu nya.
Penisnya tersangkut oleh kolornya sendiri saat prosesi penurunan kolor, sehingga kepala penisnya ikut tertarik turun memperlihatkan jembut tebalnya. Lalu tiba-tiba “Plop!” penisnya yang panjang mencuat keluar dengan cepat dari jepitan kolornya. Penisnya tegak menegang sejadi-jadinya di hadapanku. Aku terpana melihat ukuran penisnya yang cukup besar. Ini adalah penis kedua yang kulihat secara langsung didepan kedua mataku dalam jarak dekat, setelah penis Mang Udin tentu saja.
“Jir.. udah tegang poll gini..” kataku keceplosan.
"Kan gara-gara maneh juga Cin." Ujarnya cepat, sepertinya nafsunya sudah di ubun-ubun kepala. Aku senyum saja mendengarnya, anggap saja itu pujian. Kulanjutkan meloloskan kolornya sampai ke lututnya. Sisanya dia sudah paham dan menurunkannya sendiri. Setelah menggantungkannya di kapstok, dia diam, bingung apa yang harus dilakukannya dalam keadaan tak bercelana dan penisnya tergantung bebas didepan cewek yang tadi pagi baru aja ditembaknya.
"Anjir, bau banget ih! Ga pernah lu bersihin ya!" Kataku setelah mendekatkan hidungku dan mengendus-endus penisnya. Aku tersenyum dan meliriknya saat kukatakan hal tadi. Dia terlihat grogi, malu, senang, bingung, horny, semuanya pasti bercampur aduk jadi satu mendengar dan melihatku mengomentari penisnya.
“Katanya mau coli.. ayo buruan..” kataku.
"Eh, iya iya! Anjir mimpi apa aing semalem!" Katanya seraya mulai mengocok penisnya sendiri. Posisiku sendiri masih duduk di hadapan penisnya. Aku masih belum terbiasa melihat cowok coli, apalagi aku tidak terlalu kenal juga dengan cowoknya, ditambah lagi aku dijadikan objek colinya secara langsung.
"Maneh sering kaya gini ya?” tanya Bara.
"Maksud lu apa?" Aku memasang tampang galak.
"Iya ini, ngeliat cowok ngocok kontol. Hehe." Jawab Bara sambil cengengesan.
“Ngocok Kontol? Apaan tuh?” tanyaku pura-pura gatau.
“Ya ini, penis, burung, titit, kontol.. sama aja.. hehe..” jawabnya menjelaskan sambil memegang pangkal penisnya dan membuat penisnya mengangguk-angguk di depanku.
“Paling liat di film bokep..” kataku berbohong. Sambil kami mengobrol, mataku menatap bergantian ke arah mata dan penisnya.
“Gimana menurut maneh? Kontol aing gede gak? Mau pegang ga nih? Hehe..” tanyanya sambil melepaskan kocokannya dan mendekatkan penisnya ke arahku.
“Najis, jijik gue..” tolakku sambil menatap penisnya yang sudah mulai mengeluarkan lendir bening.
“Lu sendiri sering coli gini ya?” kataku balik nanya.
“Gak juga sih, paling kalo aing lagi gak tahan doang” jawabnya.
"Dan maneh adalah cewek yang paling sering di jadiin bacol. Hehehe." Sambungnya.
“Bacol apaan?" Aku tidak mengerti istilah-istilah mesum.
"Bahan coli. Hehehe" jawabnya cepat.
"Yeee…! Sembarangan aja jadiin gue bacol lu!" Seruku sambil mencubit perutnya. Dia hanya tertawa menanggapi cubitanku, membuatku jadi ikut tertawa. Beberapa detik kemudian kami hanya terdiam tanpa ada yang diobrolkan, namun tangannya tetap bergerak mengocok penisnya sendiri.
"Cin!!!! Cindy!!!" Suara teriakan Gaby dan Ailin memanggil-manggil namaku dari kejauhan. Sepertinya mereka ada di depan toilet cewek. Aku sampai lupa kalau aku minta mereka nunggu aku buat pulang bareng. Mana mungkin aku menyahut panggilan mereka juga dengan kondisi kaya gini.
"Cin, maneh dicariin tuh.." ujar Bara.
“Ssst.. diem lu. Jangan sampe mereka tau gue lagi sama lu disini. Dimana muka gue kalo sampe kegep lagi mesum-mesuman sama lu disini!" kataku sambil bangkit lalu menempelkan telunjukku ke bibirnya. Dia memang jadi diam, tapi nakal, bibirnya berusaha mengulum jari telunjukku, setelah berhasil memasukkan jariku ke mulutnya dia lalu mengemut-ngemut seperti permen sambil tangannya tetap mengocok penisnya sendiri. Aku biarkan saja, yang penting dia diam. Terdengar suara ringtone hp dari dalam tasku, untungnya sebelumnya sudah kukecilkan volume deringnya. Terpaksa aku harus mencari alasan besok pada mereka. Setelah dirasa aman, aku kembali duduk diatas toilet. Jariku otomatis terlepas dari mulutnya. Dia cengengesan saat kutunjukkan jariku yang belepotan air liurnya.
"Main emut aja, emang permen jari gue hah?!" Kataku ketus, tapi kini kumasukkan juga jariku yang belepotan liurnya kedalam mulutku sendiri, sambil tetap menatap matanya. Sudah pasti dia makin horny sekarang. Hehehe. Sekali lagi dia menunjukkan wajah kagetnya melihatku melakukan itu.
"Emmh Cin, bisa dibuka aja ga resletingnya?" Ujarnya berharap.
"Telanjang dong gue? Gak gak, ntar lu malah nekat lagi kalo liat gue telanjang!" Kataku cepat menolak permintaannya.
"Yaudah, sedikit lagi dong turunin resletingnya. Ya ya ya?" Tawarnya dengan muka yang udah horny abis.
"Mau segimana sih?!" Kataku dengan nada keberatan tapi jariku sudah memegang kepala resleting dan menurunkannya lagi, melewati pusarku hingga hampir menunjukkan permukaan vaginaku. Jembut tipisku pasti sudah terlihat dari posisinya yang sedang berdiri.
“Udah ya segini aja.” kataku.
"Anjing emang! maneh seksi banget Cindy!!" Serunya. Tangannya bertambah cepat mengocok penisnya
"Anjing madep pisan Cin…. Kagok Cin, aing bisa liat jembut maneh, lepas aja lepas!" Emang dasar cowok, gak pernah puas.
"Kan, telanjang juga gue kalo gini caranya!" Dia hanya cengengesan mendengar ku protes. Tapi lagi-lagi aku mau saja mengikuti kemauannya. Jariku kembali menurunkan kepala resleting sampai akhirnya terlepas sudah resleting jaketnya, memperlihatkan bagian depan tubuhku. Pahaku kurapatkan supaya vaginaku terlindung, sambil tanganku juga menutupi bagian atas vaginaku dalam posisi duduk, sedangkan kedua puting payudaraku masih tertutup kedua sisi jaket yang menggantung di tubuhku.
"Wah anjiiiiinnnnggggg!!!! Seksi banget!!!!" katanya meracau sambil mempercepat kocokan penisnya. Siapa juga yang tahan liat gadis cantik putih mulus bunga sekolah berpose seperti ini, hihi..
“Gimana? Kamu suka kan?” kataku menggodanya dengan menggunakan aku-kamu supaya dia merasa lebih dekat denganku.
“Suka! Suka banget malah! uhhh..” erangnya. Aku balas dengan senyuman manis.
“Kamu udah sange banget ya pasti? Sampai keringatan gitu??” godaku lagi. Ku sekarang keringat di dahinya dengan satu tanganku.
“Kalau udah gak tahan, keluarin aja, aku pengen liat kamu ejakulasi hihi..” kataku dengan suara mendesah. Ku lihat wajahnya makin gak karuan, makin buruk saja dengan tampang sangenya itu. Tapi sepertinya dia masih berusaha untuk menahan spermanya. Kalo gini terus kapan aku pulang? Ah!
Kemudian aku mulai melepas jaket kulitnya, satu tanganku menurunkan bagian kanan jaketnya dari bahu kananku, kemudian dengan pelan sambil melindungi payudaraku ku lepas juga bagian kiri dengan cara yang sama. Jaketnya jatuh tersangkut ke toilet dibelakang punggungku. Kini aku benar-benar telanjang dihadapannya, tangan kananku menutupi kedua payudara ku sedang tangan kiri melindungi vaginaku.
"Kalau kaya gini kamu masih bisa tahan ga?? hihi.." godaku memperlihatkan tubuhku yang sudah polos di depannya, sambil agak bersender pada penampung air toilet. Kocokannya makin cepat.
“Oughh.. gak tahaaaan.. mau keluar Cin.. nghhhhh..” erangnya sambil melihat tubuhku yang sudah polos.
“Keluarin aja pejunya yang banyak ya...” ujarku seerotis mungkin. melihat ku yang kini duduk didepannya telanjang polos di hadapannya tapi masih ada bagian yang tidak bisa dia lihat membuatnya benar-benar sudah tidak tahan lagi. Tangan kanannya melepaskan penisnya lalu menarik tangan kananku, sehingga perlindungan terakhir dari payudaraku akhirnya terlepas. Matanya nanar melihat puting payudara ku yang berwarna coklat muda kemerah mudaan yang kini terpampang jelas. Tangan kirinya segera mengocok kembali penisnya dengan sangat cepat.
“Arrrrgghhhh… anjing!!!!....Croot…croot..crottt…” spermanya akhirnya menyemprot berkali-kali ke arahku, berhamburan mengotori paha mulusku. Sedikit lagi bahkan bisa mencapai payudaraku. Aku cukup terpana melihat ejakulasinya yang hebat, semprotan cukup jauh sampai ke paha bagian atasku. Pasti dia ejakulasi hebat karena habis onani dengan aku sebagai objeknya.
“Oughh… ngghhh….” Erangnya menikmati proses ejakulasinya itu. Lantai kamar mandi pun ikut belepotan spermanya yang kental.
“Enak gak? Hihi.. udah puas kan? Liat nih, aku sampai belepotan sama Peju kamu.” tanyaku pada Bara yang masih terlihat ngos-ngosan, mungkin merupakan onaninya yang paling nikmat sejauh ini. Sambil ku angkat sedikit pahaku, menunjukkan spermanya di pahaku.
“Enak banget gila.. makasih ya Cin, biasanya aku cuma bisa coli sambil ngebayangin kamu. Tapi kali ini malah langsung ditemenin kamu.. duh, beruntung banget..” ujarnya terbawa suasana sehingga pakai aku kamu juga, terdengar norak jadinya bukan romantis.
“Iya masamaa. udah kan? lu ambilin seragam gue lagi dong.. masa gue telanjang terus kaya gini?” aku segera menyadarkannya.
“Hehehe. gak papa atuh, lebih seksi kaya gini loh.” katanya.
" Maunya! Entar lu nafsu, bisa-bisa gue diperkosa sama lu!" kataku seraya menyilangkan tanganku ke payudaraku agar dia berhenti melihat payudaraku terus-menerus.
“Lah, kok lu gue lagi Cin, enakan aku kamu biar romantis!" Protesnya mendengar aku memanggil dia dengan lu gue lagi.
“Ye.. lu jangan geer gitu. Tadi kan biar lu ga kelamaan ngocok nya, biar gue juga cepet pulang ini! Hahaha" Kataku sambil menertawakan kepolosan nya.
“Hehe.. gak papa deh, makasih ya. Eh, boleh dong aing liat memek maneh Cin..” pintanya ngelunjak.
"Kan udah ngecrot lu teh barusan, ngapain juga ah!" Aku berusaha menolak keinginannya.
“Cuma pengen liat aja, penasaran pengen liat yang asli..” katanya lagi berharap aku mau.
“Hmm.. gimana yah.. lu ambilin dulu lah seragam gue. Ntar gue pikirin dulu sambil lu ambil” kataku padanya.
“Ya udah, aing ambilin seragam maneh dulu, mudah-udahan udah lumayan kering” Dia kemudian mengenakan kembali celananya. Meninggalkanku dengan keadaan bugil. Sialnya dia malah membiarkan saja ceceran spermanya di pahaku, terpaksa aku yang harus membersihkannya karena ga mungkin juga dia bersihin, yang ada malah horny lagi dia. Dengan bidet ku guyur pahaku, menyingkirkan ceceran spermanya hingga bersih. Cukup lama juga aku disini menunggunya. Aku cukup takut kalau dia meninggalkanku disini membawa kabur pakaianku. Belum lagi sekarang udah makin sore, bisa-bisa keburu gerbang sekolah di kunciin. Tapi akhirnya dia datang juga sambil membawa seragamku.
“Kemana aja sih lu? Lama amat..” kataku sambil berusaha mengambil seragamku dari tangannya.
“Eitt.. liat dulu! hehe..” ujarnya mesum.
“Nghhh… iya-iya..” aku pun membuka tanganku dan memperlihatkannya vaginaku yang mulus dengan jembut tipis. Mungkin dia adalah cowok di sekolah yang paling beruntung karena jadi yang pertama melihat vaginaku.
“Puas? Udah ya!?” kataku sambil menutupinya lagi dengan tanganku lima detik kemudian.
“Ah elah... bentar amat sih.. lagi dong..jangan pelit-pelit Cin..” pintanya.
“Gak mau.. udah cukup, ntar lu makin ngelunjak..” tolakku padanya. Tapi dasar bandel, dianya gak mau buang kesempatan.
“Buka dong ayo sebentar lagi aja, ya ya ya
..” katanya menggenggam tanganku berusaha menariknya agar tidak menutupi vaginaku.
“Ah.. rese lu, iyaaa… kali ini aja gue kasih” akhirnya aku membiarkan saja tangannya menarik lenganku sehingga kini vaginaku kembali terpampang bebas.
“Jangan lama-lama.. malu gue juga!” kataku yang walaupun malu tapi merasa sensasi nikmat juga diperhatikan gini.
" Ga keliatan Cin, ngangkang dikit dong." Kubuka pahaku, agar dia bisa melihat lebih jelas.
"Anjir, ternyata aslinya lebih mantep ya, imut banget Cin, ga kaya yang dibokep udah pada melar! Yang ini pasti lebih enak! Merah mudah lagi!" Komentarnya sambil mengamati lekat-lekat vaginaku.
“Enak ngapain? Dasar porno..” kataku menutup kembali pahaku dan menutupi bagian atas vaginaku dengan tangan. Namun dia kembali menarik tanganku.
“Udahan..” kataku manja sambil masih tertawa sambil menutup lagi vaginaku.
“Belum..” katanya juga tertawa menarik lagi tanganku. Kami tertawa karena ulah kami ini. Kami lakukan beberapa kali hingga akhirnya aku kecapekan sendiri.
“Duh, kayanya aing tegang lagi nih.. boleh coliin aing ga?..” pintanya.
“Nah kan! Kata gue juga apa, ngelunjak kan jadinya!" Aku memasang tampang marah dan menggembungkan pipiku.
“Yah.. nanggung nih.. pliss boleh yah..” katanya memelas.
“Hmm.. besok-besok aja deh ya.. hari ini cukup, ntar gue kasih lebih deh dari yang tadi.. oke?” kataku memberi angan. Kalau diterusin bisa sampai jam berapa pula ini.
“Huuh.. iya deh.. tanggung padahal. Gue tunggu besok jam yang sama ya?”
"Iya-iya..bawel amat jadi cowok.” jawabku asal agar cepat menyudahi rengekan Bara, sambil mengenakan seragamku lengkap. Masih agak lembab terasa, namun ku biarkan saja.
“Makasih yah Cin.. muach..” katanya lalu mencium bibir ku kemudian lari kabur duluan.
“Rese lu!” kataku pura-pura kesal.

Akhirnya aku pulang tidak lama kemudian, saat melewati lantai 1 dekat ruang guru aku berpapasan dengan pak Trisno. Ku lihat ada Bara dalam ruang guru, menunduk, sepertinya habis dimarahi. Mata pak Trisno melihatku dengan tatapan yang tidak dapat ku mengerti.
--

====================


"Hoaammm!!!" Terdengar suara seorang pria tua yang sedang menguap di pagi hari, di hari Senin yang cerah. Terlihat di kanan dan kirinya, dua bidadari berwajah cantik terlihat masih memejamkan matanya, tidur memeluk badan pria tua tersebut. Kedua tangan pria tua itu menjadi bantal bagi kepala dua bidadari di sampingnya. Tidak ingin membangunkan dua bidadari disampingnya, dengan perlahan pria tua itu menarik kedua tangannya, tapi rupanya salah satu bidadari cantik itu akhirnya terbangun juga, "emmmmhhhh……hoaammm…pagi Mang Udin…." Ujar salah satu bidadari yang terbangun. Sang bidadari lalu mengecup bibir hitam Mang Udin dengan bibirnya yang merekah, "Muahh..". "Gimana tidurnya mang? Nyenyak gak?" Suara yang empuk dan halus mengalun keluar dari bibir sang bidadari. Wajahnya yang cantik, masih polos tanpa make up, terpejam sambil menyunggingkan senyumannya yang manis membuat mang Udin mengucek-ngucek matanya, tidak percaya bahwa satu hari dihidupnya bisa mengalami bangun pagi yang begitu indah.
"Nyenyak Neng Cindy, neng sendiri nyenyak ga?" Tanya balik mang Udin pada Cindy.
"Nyenyak mang, tapi kalau tangan mang Udinnya ga iseng milin-milin puting aku waktu tidur." Jawab Cindy sambil memukul pelan dada mang Udin.
"Hehehe, ya maap neng, habis gemes sih liatnya."
"Itu mamah belum bangun Mang?" Ujar Cindy sambil sedikit mengangkat kepalanya untuk melihat mamahnya yang masih tertidur di sebelah samping Mang Udin yang satunya.
"Kayanya belum neng, nih tuh liat." Jawab mang Udin sambil menggerak-gerakkan tangannya yang tertindih kepala Selina.
"Ih udah biarin aja mang, kasian mamah kecapekan kayanya. Mang Udin sih gara-garanya, semalem ga ada capeknya. Berapa ronde tuh semalem sama mamah?" Ujar Cindy menanyakan kejadian semalam. Jemari Cindy bermain didada bidang mang Udin, ujung jarinya mengelus-elus memutari pinggiran puting Mang Udin.
"Pokoknya banyak Neng, hehehehe mamang lupa saking asyiknya!" Jawab mang Udin sambil terkekeh mesum.
"Huuu….dasar mang Udin." Ujar Cindy lalu memukul pelan lagi dada mang Udin.
"Mau sarapan ga mang? Cindy siapin ya, mamang kelonin mamah dulu aja ya, kasian mang." Tawar Cindy. Ia lalu bangkit duduk dan meregangkan tubuhnya.lalu beringsut ke pinggir kasur dan berdiri. Tanpa sehelai benangpun. Sambil berjalan keluar kamarnya, Cindy mengangkat kedua tangannya dan mengikat rambutnya ke belakang. Sebuah pemandangan yang sangat indah bagi siapapun yang melihatnya, dan kebetulan mang Udin yang ada disitu. Entah dewa keberuntungan apa yang mampir dibahunya, bisa-bisanya mang Udin mendapatkan keberuntungan yang sebesar ini.
Setelah Cindy turun, mang Udin diam menatap langit-langit kamar Cindy, lalu melihat wajah Selina dan dada besarnya yang masih tertidur pulas. Pandangannya menerawang.


Seventh Encounter: Mamamia, here we go (Part 1)

Setelah mang Udin mengekploitasi anusku, aku tidak pernah melihatnya lagi. Jujur saja, aku merasa kangen dengan keusilan dan kemesumannya. Masih sangat berbekas, bagaimana mang Udin menciumi tengkukku, mengenyoti dengan kasar putingku, dan lidah kasarnya menjilati vaginaku. Dan bagaimana aku bisa melupakan penis hitamnya yang panjang, yang berhasil menghujam dalam-dalam lubang anusku, memberikan pengalaman pertama bersetubuh, kalau bisa dibilang begitu, yang menyakitkan namun ternyata nikmat. Pelampiasanku kini hanya masturbasi, itu pun pake kepergok papah, aku masih sangat malu kalau mengingat kejadian itu, entah dimana harus ku taruh mukaku kalau papah pulang nanti dari labuan bajo. Aku bahkan mulai menggoda salah satu penggemarku, Bara, demi mendapatkan pengalaman kemesuman, tapi tetap saja rasanya beda dengan mesum bareng Mang Udin. Aku juga tidak bisa begitu saja bermasturbasi atau meminta Bara melayani diriku, bisa-bisa aku dicap cewek murahan. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sambil mengacak-acak rambutku sendiri, apa benar kata Gaby, kalau Mang Udin itu cowok idamanku?! Arrgghh..!!! Apa kata dunia!!
"Kan! Kan!, gini nih kalau banyak ngelamun, pasti jadinya mikir gitu lagi!" Kataku dalam hati. "Tapi masih pagi banget, males ngapa-ngapain." Lanjutku dalam hati. "Kayaknya mending olahraga aja deh, lari pagi aja deh. Daripada jadi ngelamun yang aneh-aneh." Kataku mantap pada diriku sendiri. Segera aku singkapkan selimutku, dengan semangat 45, aku turun dari ranjang. Lalu ku cuci muka dan gosok gigi saja, nanti juga toh mandi lagi setelah olahraga. Ku buka lemari baju dan mencari baju yang sekiranya cocok untuk lari pagi. Ku aduk-aduk isi lemari pakaian ku, akhirnya aku malah bingung, elah timbang joging di lapangan perumahan aja pake bingung pilih baju. Segera ku ambil pakaian olahraga paling atas tumpukan dan ku pakai tanktop kaos putih dan celana training pendek berwarna senada. Tidak lupa ku pakai sport bra hitam sebelum tanktop. Oke udah proper, foto dulu dong cekrek cekrek, kuambil bayangan diriku sendiri di cermin meja rias, mengagumi kecantikan dan kemolekan tubuhku sendiri. Kuikat rambutku model buntut kuda lalu segera ku pakai sepatu dan turun ke bawah.




Cindy

"Eh anak mamah udah bangun jam segini, bentar, masih jam 6 pagi loh Cin? Mau kemana..tumbeeen?" Rentet mamahku panjang, melihatku sudah siap olahraga. Memang kalau hari Minggu aku jarang sekali bangun pagi, lah buat apa? Libur kan enaknya bangun siang. Mumpung.
"Hehe pagi Mah, iya nih Mah, tiba-tiba pengen joging." Kataku sambil kemudian meminum segelas air putih yang disodorkan mamah.
"Wih, hebat anak mamah, sok sana keburu siang, ntar panas. Emang mau jogging kemana?" Kembali mamahku bertanya.
"Keliling komplek doang Mah, nanti kalo udah keliling baru deh senam dikit di lapangan komplek." Jawabku sambil pemanasan dengan berlari kecil diruang tamu.
"Yaudah ya mah, Cindy pergi dulu!" Seruku sambil berlari keluar rumah. Kupasang tws bluetooth ku agar bisa mendengarkan musik kesukaan sambil joging.
"Iya hati-hati Cin!" Saut mamah sayup-sayup.



Selina

Komplek perumahan tempat ku tinggal cukup luas, model perumahan jaman dulu dengan fasilitas lengkap termasuk sarana olahraga berupa lapangan. Sambil tetap fokus berlari, ku lewati beberapa orang yang juga sedang berolahraga joging, rata-rata bapak-bapak di komplek ini. Sejauh ini tidak ada yang ku kenal sih. Ku lanjutkan joging ku diiringi alunan lagu dari Rachel Platten di tws yang kupakai.

This is my fight song
Take back my life song
Prove I'm alright song
My power's turned on
Starting right now, I'll be strong
I'll play my fight song
And I don't really care if nobody else believes
'Cause I've still got a lot of fight left in me

Ku naikkan pace jogging ku sebagai efek dari lagu yang menggenjot semangatku. "Fuh…fuh…fuh..fuh…" kuatur nafasku agar stamina tetap terjaga.
Tak terasa sudah setengah jalan lebih sebelum mencapai lapangan komplek. Ku turunkan kembali pace lariku karena nafasku sudah mulai tersengal-sengal. Sepertinya aku kurang olahraga memang, terbukti dari lemak perutku yang sudah mulai terlihat imut bertengger. Saat pergantian lagu, ku dengar suara-suara ribut dibelakangku, sepertinya ada beberapa orang yang mengikutiku di belakang. Berjaga-jaga, ku matikan lagu di tws ku. Sayup-sayup kudengar obrolan mereka, rupanya mereka mengomentari tubuh ku dengan mesum. Ah sialan, segera ku kurangi drastis kecepatan lariku, lalu aku menoleh, berusaha melihat siapa manusia-manusia mesum itu. Begitu ku lihat ternyata anak-anak esempe, lima orang, mereka berhenti membicarakan ku saat mereka sadar aku melihat mereka. Ah, ku goda aja deh sekalian.

Kubuka tws ku, lalu ku berbalik, jadi sekarang aku berlari mundur, berhubung jalan sedang lurus jadi bisa ku lakukan.
"Hayo, pada ngomongin cici ya!?" Ujarku mengagetkan mereka.
"Eh, enggak teh, eh ci, enggak kok!!" Ujar mereka menyangkal tuduhan ku.
"Ngaku aja, pada ngomongin cici kan tadi?" Ujarku menuduh mereka. Lalu ku hentikan lari mundurku dan bertolak pinggang.
"STOP! Ayo ngaku! Ngomongin cici kan tadi?!" Seruku mengagetkan mereka. Dua orang segera melarikan diri, tiga sisanya diam ditempat. Mereka juga otomatis menghentikan langkahnya. Mereka saling sikut, lalu seorang dari antara mereka akhirnya bicara.
"Iyah ci, maaf udah ngomongin cici." Ucapnya pelan, takut melihatku yang akan marah. Tapi aku memang bukan akan marah. Kucubit pipi anak laki-laki yang berani minta maaf tadi.
"Emang ngomongin cici apa sih hah? Nama kamu siapa?" Kataku sambil mencondongkan badanku didepannya, pasti dia dapat melihat dengan jelas bagian atas dan belahan payudara ku.
"Saya Alfin teh, eh ci. Eh anu ci, anuuuu….itu…." Katanya gugup melihat pemandangan indah didepannya. Jakunnya naik turun berusaha menelan liur yang terasa seret.
"Anu apa Fin?! Yang jelas kalo ngomong!" Seruku lagi. Mata Alfin tak berkedip menatap sepasang payudaraku yang menyembul.
"Itu Ci, kata Ikbal teteh cantik, seksi, montok lagi. Pieweeun katanya." Teriak Alfin.
"Eh anjing sia mah kitu anjing! Naha jadi aing hungkul! Nteu teh, eh nteu Ci, Abi teu ngomong Kitu! Si Bintang ketang Ci!" Sanggah Ikbal tak terima diadukan Alfin. Terlihat anak bernama Bintang juga tak terima, ia tak bicara tapi mendorong-dorong anak bernama Ikbal yang disebut oleh Alfin tadi.
"Eh malah saling tuduh gitu ih, udah heh udah!" Aku malah yang jadi memisahkan mereka yang mau bertengkar.
"Udah! Berarti semua salah sama Cici! Minta maaf semua sama Cici!" Seruku sambil menjulurkan tanganku, agar mereka minta maaf padaku. Mulai dari Alfin akhirnya mau minta maaf padaku, yang lain mengikuti dibelakangnya. Bintang menyalami tanganku paling akhir. Lama ia menyalami tanganku, jarinya seperti mengelus-elus punggung tanganku. Lalu dengan cepat ia mencium tanganku.
"Anjir euy, geus mah mulus seungit jaba! Padahal tas lulumpatan, ngesang, anggeur seungit euy!" Seru Ikbal pada teman-temannya, aku sendiri tidak terlalu paham perkataannya, tapi dari ekspresinya bisa ku tangkap sepertinya dia memujiku.
"Geus Bal, sia mah picarekaneun anjing hirupna teh. Ngan heeh sih, mulus ajig!" Akhirnya anak yang bernama Bintang angkat suara, sayangnya aku tidak paham seluruhnya.
"Kalian pada ngomong apaan sih? Cici ga ngerti ih!" Ujarku dengan nada manja.
"Katanya Cici cantik." Balas Alfin singkat.
"Perasaan tadi pada ngomong panjang lebar, Cici denger juga ada yang bilang mulus, masa artinya cantik doang?" Kataku heran.
"Iyah teh, eh Ci, patukeur wae ajig! Iya Cici kulitnya mulus, wangi, cantik lagi." Kata Ikbal menyauti, dua temannya ngangguk-ngangguk setuju.
"Jadi pada muji Cici cantik iya?" Kataku menyakinkan apa yang mereka omongkan.
"Bener ci!" Seru mereka kompak.
"Hehehehe makasih ya…" kataku sambil tersenyum manis pada mereka. Sambil mencubit hidung mereka satu persatu, kulakukan dengan agak membungkuk, memberikan mereka akses untuk melihat belahan payudara ku.
"Pan, ceuk aing Oge, pieweeun pan!" Seru Ikbal tertahan.
"Ah Cici ga ngerti ah. Cici mau lanjut lari lagi nih, mau ikut ga?" Tawarku.
"Emang mau lari kemana Ci?" Tanya Alfin.
"Muter komplek terus ke lapangan. Kenapa? mau ikut?" Tanyaku sambil bersiap lari.
"Milu atuh, eh ikut atuh ci!"
Akhirnya aku lanjut berlari diiringi para bocah esempe. Aku yakin mereka melihat terus kedua pantatku yang berayun sesuai irama langkah kakiku, mereka juga pasti memperhatikan paha dan lenganku yang terbuka bebas. Sialnya, kurang lebih 30 meter sebelum sampai lapangan, tiba-tiba hujan besar turun secara tiba-tiba.
"Waduh hujan!!" Seruku sembari berlari tak tentu.
"Ci, sini aja ci!" Ujar Bintang sambil menarik tanganku untuk mengikutinya. Sampailah kami di pelataran sebuah rumah kosong. Setauku rumah ini kosong sudah cukup lama, tak ada yang mau membelinya karena konon berhantu, soalnya bekas tempat bunuh diri satu keluarga. Untungnya ini masih pagi, jadi tidak terlalu seram, walaupun tetap saja, aura horor terasa menyengat.
"Nah Ci, aman disini, ga kehujanan." Ujar Bintang yang tadi menarikku.
"Aman sih aman, tangan Cici sakit nih. Kamu main tarik aja sih." Protesku.
"Yah maap Ci, daripada basah kuyup kan?"
"Iya sih, makasih ya…"
Hujan makin deras, petir menyambar-nyambar, air hujan semakin tampias. Alfin dan Ikbal terlihat berusaha membuka pintu depan rumah kosong tersebut dan berhasil terbuka. Mereka pun masuk ke dalam dan melihat keadaan rumah setelah dirasa aman, mereka pun keluar.
"Ci, masuk aja disini, aman ga bocor!" Seru Ikbal. Suaranya terdengar sayup-sayup karena tertutup suara hujan dan petir. Ragu rasanya, mengingat cerita seram rumah ini. Tapi daripada basah kuyup, tak apa lah.
"Gapapa gitu? Serem tau." Ujarku agak takut.
"Kan ada kita bertiga Ci, ntar kalo ada apa-apa kita yang maju. Hehe." Kata Alfin sok berani.
"Siga nu wani wae! Biasana ge borangan!" Seru Bintang tak terima. Akhirnya aku pun masuk, bocah tiga sudah masuk duluan, berdiam dekat pintu. Aku mengambil posisi duduk di depan mereka. Segera ku wa Mamahku, "Mah, Cindy kehujanan, jadi berteduh dulu." Setelah ku WA mamahku, aku lanjut melihat-lihat Instagram dan Tiktok sembari menunggu hujan yang tak kunjung menunjukkan tanda akan segera reda. Saat asik bermain hape, tiba-tiba suara petir yang keras menyambar. DUARR!!!! Segera ku matikan hapeku. Ku lihat para bocah pun sama kagetnya denganku. Akhirnya kami sama-sama terdiam.
Bintang membuka obrolan, "ci, nama Cici siapa?" Katanya.
"Nama Cici? Oh Cindy, salam kenal ya. Hehe." Jawabku sambil mengulurkan tanganku, dan disambut dengan jabatan tangan dengan mereka satu persatu.
"Namanya cantik ci, kaya orangnya." Gombal Ikbal.
"Dih, masih kecil udah pinter gombal!" Ujarku sambil menyentil dahinya. Kuperhatikan mereka memandang ke arah badanku daritadi, penasaran apa yang mereka lihat, ternyata aku cukup basah, sehingga tanktopku jadi tembus pandang, memperlihatkan bra hitam dan bayang kulitku.
"Kalian kok gitu banget liatin Cici?" Kataku sambil tersenyum.
"Cici seksi banget sih! Beha nya nyeplak tuh Ci!" Ujar bintang dengan berani.
"Ih kecil-kecil ngomongnya porno." Kataku sambil tetap tersenyum. Ku ubah posisi duduk yang tadinya duduk bersila manjadi memeluk kakiku sendiri, berusaha menutup tanktopku yang tembus pandang dengan pahaku. Tapi akhirnya kini pahaku yang jadi santapan mereka.
"Wah pingping nya juga mulus pisan." Kini Ikbal yang berkomentar. Mereka semakin berani kelihatannya mengomentari tubuhku dengan terang-terangan.
"Pingping apaan emang?" Tanyaku.
"Paha ci pingping teh. Hehehe" Jawab Alfin sambil tertawa kecil.
Sepertinya mereka semakin menjadi, tanpa malu mereka bahkan mendekatkan wajahnya ke tubuhku untuk bisa melihat dengan jelas setiap inci tubuhku.
"Ci, duduk sila lagi aja gapapa, kasian kagok liatnya juga Ci." Usul Alfin setelah melihatku yang tidak nyaman duduk memeluk kakiku cukup lama.
"Janji ga aneh-aneh kalian ya!" Kataku sambil membuka pelukan pada kakiku dan duduk sila, membuka kembali akses ke tanktopku yang transparan terkena air hujan. Kompak ke tiga pasang mata melotot melihat ke arah dadaku, ternyata kancingnya terbuka satu. Tapi kubiarkan saja mereka menikmati pemandangan indah tubuhku ini.
"Anjing bro, mantep banget, mik e gemoy!" Komentar Bintang. Kalo ini aku ngerti.
"Ih pada genit ya matanya, mesum!" Sautku.
Karena mereka menggunakan celana training pendek seperti celana olahraga sekolah, dapat kulihat bagian depan celana mereka di area selangkangan sudah berdiri tegak seperti tenda. Walaupun mereka masih esempe, dapat kupastikan penis mereka sudah berkembang cukup panjang. Terlihat dari tingginya tenda di celana mereka.
"Ih itu, tititnya pada berdiri. Hihihihi" ujarku geli. Sengaja ku buat mereka lebih lepas mengekspresikan nafsu mesum mereka.
Tiba-tiba Bintang berdiri lalu berseru tak terima, "Maaf Ci, ini tuh bukan titit, titit buat anak kecil, kita udah gede, jadi namanya kontol!" Kedua temannya mengangguk setuju.
"Hahahaha, kaya pada besar aja tititnya!" Aku menertawakan mereka, membuat mereka makin tak terima. Kedua temannya lalu ikut berdiri.
"Enak aja ci! Perlu kami buktiin kalo kami udah gede?!" Ujar Ikbal berapi-api.
"Oh ya? Hihihi, kaya berani aja ngeliatin Cici!?" Tantangku.
Mereka lalu saling pandang dan tersenyum. Dengan hampir bersamaan, mereka memelorotkan celana mereka. Penis mereka yang sudah tegak mengacung mengangguk-angguk didepanku.
"Ih ya ampun.. kalian ngapain? Mesum semua ih!!" Pekikku kaget dengan kenekatan mereka. Sambil memegang penis mereka masing-masing, mereka mendekatiku, aku beringsut mundur hingga akhirnya punggungku mentok ditembok.
"Tadi Cici nantangin, kita jabanin nih! Liat kan kontol kita udah pada gede!" Seru Ikbal.
"Iya iya, kontolnya udah pada gede. Udah ah, ga boleh kaya gini teh, mesum!" Ujarku seperti meminta mereka berhenti. Tapi mataku memperhatikan satu persatu penis mereka bergantian sambil tersenyum.
"Ga bisa gitu Ci, tanggungjawab dong. Hehehe." Ujar Bintang.
"Tanggungjawab? Emang Cici ngapain??" Sebenarnya aku sangat paham arah tujuan mereka.
"Tanggungjawab udah bikin kontol kita semua berdiri gini. Cici harus turunin kontol kita. Hehehe." Ujar Bintang sambil menaik-turunkan kontolnya di depanku.

Ditengah hujan deras dan petir yang menyambar, kini seorang gadis SMA tengah dikepung oleh tiga bocah esempe yang sedang horni disebuah rumah kosong. Ketiga bocah tanggung itu sedang menunjukkan kontolnya didepan sang gadis dan menuntut untuk dibikin enak oleh gadis itu.
"Ayo dong Ci, buka aja tanktopnya, kagok Ci." Bujuk Alfin padaku. Aku ijinkan mereka menyentuh tubuhku bagian atasku kecuali payudaraku, tapi sepertinya mereka menuntut lebih.
"Ah gamau ah, gini aja cukup." Tolakku. Menanggapi penolakanku, kini tangan mereka makin menjadi mengelus-elus leher, lengan, bahu, punggung dan bagian atas dadaku. Satu tangan mereka mengocok dengan bersemangat batang penis mereka. Lama-lama mereka makin mendekatkan penis mereka ke wajahku.
"Buka aja lah udah Ci, biar cepet juga colinya." Ujar Ikbal, tangannya menurunkan tali tanktopku sekaligus tali bra hitam ku yang sebelah kiri tanpa ijin. Aku tak menjawab, tapi malah membantunya mempermudah meloloskan tali tanktop dan bra ku dengan menurunkan bahu kiriku. Sekarang payudara kiriku sudah lebih terlihat jelas, braku sudah turun sebatas putingku sehingga makin terlihat erotis.
"Ih, main tarik aja deh!" Ujarku.
Bintang tiba-tiba mengambil tangan kananku dan menggenggamkan telapak tanganku di kontolnya. "Kocokin dong Ci!" Ujarnya ngelunjak. Terbawa nafsu, ku kocok juga akhirnya batang penisnya, penisnya yang sudah keras dan tegang terasa berkedut-kedut hidup ditanganku. Geli juga mengimbangi permainan mereka. Kurasakan belaian pada payudara kiriku, lalu "sreeett!!!!" Tanktop dan bra kiri ku diturunkan paksa membuat payudara kiriku tergantung bebas. Tak berlama-lama Ikbal segera meremas dengan kasar payudaraku.
"Aahhh!! Aduuhh!!! Kok gitu sih! Tadi janjinya cuma coli!" Ujarku sambil berusaha menjauhkan tangannya dari payudaraku, tapi remasan tangannya membuat payudaraku malah tertarik dan jadi lebih sakit saat kucoba singkirkan.
"Udah Ci, pokoknya tau enak aja!" Balas Ikbal. Alfin yang lebih kalem tidak mau kalah dengan dua temannya, ia menarik kepalaku ke arah penisnya lalu menggesekkan dan menampar-nampar wajahku dengan penisnya. Tak sempat ku protes, ia berusaha menjejalkan penisnya ke mulutku.
"Gamau!! Mmmmhhhhh….jangaaaa….ahhkkkkk" moment saat ku buka mulutku dimanfaatkan dengan baik oleh Alfin untuk memasukkan penisnya ke dalam mulutku.
Ia langsung menggenjot mulutku layaknya sedang menyetubuhi. Sialan, aku di mouthfuck oleh bocah esempe!
"Clopp…..cloppp….clopp…hokkkkkhh" dengan gerakan cepat dan dalam penisnya keluar masuk mulutku, menyundul kerongkonganku.
Kalau mereka meminta dengan baik-baik, mungkin aku tidak akan keberatan, tapi kasar begini aku kok malah tambah nafsu ya? Bintang dengan kasar menurunkan tanktop dan bra sebelah kanan, sehingga sekarang payudaraku sudah terbuka bebas. Bintang dan Ikbal lalu jongkok dan mulai menyusu di kedua payudara ku. Aku berusaha berontak, namun ternyata tenaga tiga orang bocah esempe cukup untuk membuatku tak berkutik. Aku hanya bisa melenguh dan berteriak tertahan saat kurasakan gigi bocah-bocah itu menggigiti puting payudaraku.
"Ewe sekalian lah anjing! Sange kieu aing. Wani teu maraneh? Mun wani gera cekelan leungeunna, ku aing diheulaan nya!" Ujar Alfin memprovokasi Ikbal dan dan Bintang yang asik menyusu.
"Make Jeung teu wani?! Hayu atuh mumpung hujan keneh! Moal kadenge gogorowokan ge!" Ikbal menyaut.
"Sia wani teu?!!" Alfin bertanya pada Bintang yang diam saja tak menyaut.
"Gera atuh sok, hayu lah! Aing ge geus teu kuat hayang ngewe!" Seru Bintang.
Dengan kuat Ikbal dan Bintang memegangi tangan kanan dan kiriku. Aku makin panik saat mereka berdua menarik hingga robek tanktopku, sehingga tubuh bagian atasku kini terbuka lebar. Tak pernah terpikir aku akan diperkosa oleh tiga bocah esempe. Aku berusaha melepaskan diri tapi pitingan tangan mereka cukup kuat. Kakiku menendang-nendang tapi tangan Alfin dengan kuat mencengkeram pergelangan kaki ku dan menahannya. Alfin berusaha membuka pahaku, cukup lama kami bergulat sampai Ikbal dan Bintang menggelitik pinggang ku, membuatku kehilangan kekuatan.
"Plis jangan perkosa Cici, Cici kasih apapun buat kalian tapi jangan perkosa Cici….hu hu hu…" aku mulai menangis tersedu-sedu menyadari bahwa mungkin sebentar lagi aku akan kehilangan keperawanan ku.
"Ssstttt, ga usah nangis Ci, entar juga enak. Heheheh" tawa mesum Alfin.
Tangan Alfin lalu memulai prosesi melepas celana training ku, walaupun agak kesulitan karena aku masih melawan, akhirnya celana training ku bisa ditarik, memperlihatkan CD ku. Dengan tak sabar ia berusaha menarik turun CD ku tapi terhalang oleh celanaku yang masih menyangkut dipaha.

BRUAKKKK!!!!!!! "KEUR NARAON SIAH GOBLOG!!" Pintu rumah ditendang dengan keras oleh sebuah sosok, ketiga bocah tanggung segera melepaskan cengkeramannya dari tangan dan kakiku. Mereka terdiam kaget, shock digerebeg. Aku segera memeluk tubuhku yang hampir telanjang bulat.
"NGAJAREDOG KENEH SARIA ANJING! MANTOG GOBLOG!!" Seru sosok tersebut dengan keras, lalu menendangi tubuh mereka bertiga. Ketiganya segera lari terseok-seok sambil berusaha memakai celana mereka masing-masing dibawah guyuran hujan deras.
Aku menunduk sambil menangis sesenggukan, tak punya muka untuk menatap orang yang menyelamatkanku dari tiga bocah tadi. Tapi aku seperti merasa familier dengan suara orang itu.
Sosok tersebut jongkok dan memelukku, lalu memberikan jaketnya yang basah untuk menutupi badanku.
"Neng Cindy gapapa kan?" Tanya sosok tersebut yang ternyata adalah mang Udin.
"Huaaaaaa..!!!!!! Mang Udin, Cindy takuuttt!!!!! Huaaa….hu…huu…hu.." aku menangis begitu tau itu mang Udin.
"Udah gapapa Neng, cup cup. Yuk keluar Neng, mamah neng Cindy udah nunggu di mobil tuh."
Mang Udin membantuku membetulkan celana dalam dan celana training ku, tanktopku yang sudah robek dinaikkan sebisanya untuk menutupi badanku dan membetulkan jaketnya di badanku. Ia menggendongku ke mobil mamah di tengah hujan deras.
Begitu masuk ke mobil, mamah segera kaget melihat keadaanku, "ya ampun Cindy, kamu kenapa? Kenapa mang?" Mamahku bertanya panik padaku dan Mang Udin.
"Non Lina, pulang aja dulu ya, kasian neng Cindy basah kuyup, nanti nanya-nanya nya di rumah aja." Ujar mang Udin bijak. Mang Udin menutup pintu mobil dan mamah membawaku kembali ke rumah.

=================


Seventh Encounter: Mamamia, here we go (part 2)

—----Di rumah—----

Aku sudah mandi dan berganti pakaian, ku kenakan kaos rumah kebesaran bergambar Jennie Blackpink. Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Aku santai memakan apel dan pir yang mamah kupas barusan. Mamah melihatku dengan pandangan yang aneh.

"Kenapa sih Mah? Gitu amat liat Cindy?" Tanyaku sambil mengunyah apel.

"Harusnya mamah yang nanya kamu, baju sampe sobek gitu gimana ceritanya? Pake nangis lagi tadi. Hape juga ga diangkat. Hhhhahh…" rentetan pertanyaan diakhiri helaan nafas keluar dari mulutnya.

"Hehehehe…"

"Malah cengengesan, ga jelas banget kamu Cin."

"Orang gpp kok Mah. Emang maunya mamah gimana?" Aku balik tanya.

"Mamah tuh sampe minta tolong mang Udin buat cari kamu, saking khawatirnya, eh kamu malah cengengesan ditanya." Ujar mamah senewen.

"Jadi gini Mah, tadi tuh Cindy ngegodain bocah-bocah esempe, terus hujan, nah terus ….bla……bla…….bla……" kuceritakan kronologi kejadian tadi pagi, dengan tambahan bahwa aku menangis bukan karena takut diperkosa, tapi terbawa suasana, biar lebih hidup gitu, sebenarnya aku pasrah saja kalau memang aku harus diperawani oleh tiga bocah itu. Mamahku hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengarkan ceritaku.

"Ya ampun Cindy, kamu ada-ada aja, hahahaha, bakat binal dari siapa sih kamu? Perasaan mamah dulu ga gitu-gitu amat." Mamahku akhirnya tertawa mendengar ceritaku.

"Ya dari mamah cantik bernama Selina dong bakatnya!" Balasku sambil meleletkan lidah.

"Jadi mang Udin tadi ceritanya nyelamatin kamu, tapi kamunya ga butuh diselamatin. Kasian banget mang Udin, pahlawan salah korban. Hahaha.." mamahku tertawa terpingkal-pingkal membayangkan penyelamatan mang Udin sebenarnya tak berguna.

"Ya gapapa juga Mah, apa kata dunia kalo Cindy anak cantik seksi gini menikmati diperkosa bocah-bocah. Ya kan Mah?" Kataku membela diri.

"Iya deh iya, Cindy si paling suci." Mamah mengejekku.

"Hehehehehe, dah ya Mah, Cindy mau bobo ah. Ngantuk bangun kepagian." Kataku sambil beranjak dari kursi ruang makan.

"Yaudah sana, mamah mau nonton TV dulu." Saut mamahku.

Akupun pergi ke kamar untuk tidur.



POV Selina


Kulihat putri bungsuku menaiki tangga. Akupun pergi ke ruang tv untuk menonton acara tv siang itu. "ah acaranya ga ada yang bagus, kalo ga berita, acara gosip." Kumatikan tv lalu bermain hape. Jari tanganku memang bermain hape, tapi tidak dengan pikiranku. Aku membayangkan bila kejadian yang sama dengan Cindy menimpaku, mungkin lain ceritanya, bakal ku perkosa balik para bocah mesum itu. Hahaha. Membayangkan bagaimana bocah-bocah itu memohon ampun saat penis kecilnya yang sudah ejakulasi masih ku kocok membuat mereka kesakitan membuatku menjadi sedikit banyak jadi terbawa suasana. Ku raba vaginaku, lalu kumainkan dengan jari tangan ku. Ku elus-elus belahan vaginaku, lalu kumainkan biji kelentit ku sendiri. Rasanya enak sekali bermasturbasi sambil membayangkan para bocah tengah mengerubutiku, menjamah setiap inci tubuhku, memainkan puting dan vaginaku. Ooohhhh…….Cpkk…ceppp..cepppkk.. ku colok-colok vaginaku dengan jari tengah dan jari manisku, berusaha mendapatkan kepuasan dari jari jemariku sendiri. Tanganku yang lain memainkan kedua payudaraku yang besar sambil memilin-milin puting ku bergantian. Kurasakan vagina ku makin sensitif, rasa gatal namun nikmat mulai menjangkiti vaginaku..

Ting tong Ting tong!!

Suara bel terdengar dari balik pintu depan. Membuyarkan fantasiku. "Ah dikit lagi padahal. Siapa sih?!"

Ting tong..!!! Punten! Non Selina, non!? Ternyata mang Udin yang membunyikan bel pintu.

Kubereskan baju dan celanaku yang tadi acak-acakan sebisanya, lalu aku beranjak dari sofa menuju pintu depan.

"Iya sebentar mang!" Kubuka pintu.

"Eh mang Udin, masuk masuk mang." Kataku mempersilakan mang Udin untuk masuk.

"Iya makasih Non, saya masuk ya. Punten" Ujar mang Udin sambil melangkah masuk. Ku persilahkan dia duduk di sofa ruang tamu. "Silahkan duduk mang, kaya baru sekali aja kesini mang." Kataku sambil mengerlingkan mata.

"Hehehe, non suka ngingetin aja ah." Jawab mang Udin genit.

"Jadi ada perlu apa nih, oh iya sampai lupa, makasih ya tadi udah bantu saya nyariin Cindy ya mang." Ujarku berterima kasih.

"Eh, iya non sama-sama, apa yang ga atuh buat non Lina. Hehehe. Enggak non, mau nanya kabar neng Cindy aja, tadi kan hampir di perkosa itu sama bocah sialan." Ujar mang Udin kesal. Aku yakin bukan kesal karena bocah tadi, tapi hampir saja dia tidak bisa memerawani Cindy dengan kontol besarnya.

"Iya tadi Cindy udah cerita, sekali lagi makasih ya mang udah bantu anak saya."

"Mang Udin mau saya bikinin kopi?" Tawarku.

"Boleh banget non. Hehe." Mang Udin mengiyakan tawaranku. Aku segera masuk ke dapur, membuatkannya kopi. Membayangkan kontol mang Udin membuat aku jadi horni lagi. Ah! Aku ada stok kopi purwaceng, akan ku bikin dia horni sampai ubun-ubun kepala. Hihihi. Kuambil kopi purwaceng dari kulkas, kuseduh kopi penambah stamina pria itu.

"Silahkan mang diminum kopinya."

"Wih pasti enak bikinan non Lina mah!" Segera mang Udin menyeruput kopi purwaceng buatanku. Sambil minum, terlihat matanya curi-curi pandang ke dada besarku.

"Enak non kopinya. Hehe." Ujarnya agak salah tingkah karena ku pergoki memandangi dadaku.

"Iya mang, maaf cuma kopi ya, kebetulan lagi ga nyetok cemilan." Jawabku sambil tersenyum nakal.

"Nyemil non Lina aja gapapa lah mamang mah! Hehehehe." Ujar mang Udin mesum.

“Mang Udin ganjen ah!” ujarku sambil tersenyum malu. Ku ajak mang Udin ngobrol ngalir ngidul tentang kabar Jevelyn yang sedang diluar kota dan sekolah Cindy, kuceritakan juga bahwa suamiku saat ini sedang berada di Labuan Bajo kurang lebih 3 Minggu lagi. Mang Udin seperti terperanjat senang mendengar kabar suamiku. Lalu kuajak dia melihat beberapa sudut rumah yang terindikasi mengalami kebocoran. Kubuat janji dengannya untuk memperbaiki kebocoran itu.

"Jadi gitu mang, bisa kan?" Tanyaku memastikan kesediaan mang Udin untuk memperbaiki kebocoran.

"Siap non, ga usah dibayar juga gapapa Non, hehehe, tapi tau kan mesti gimana gantinya??" Ujar mang Udin mesum. Kucubit pinggangnya dengan keras.

"Idih mang Udin genit banget ih!! Iya iya, kaya waktu itu kan?" Ujarku sambil mengerling nakal.

"Nah tuh tau non. Ehehehehe." Mang Udin terkekeh.

Tak terasa sudah tiga jam kami ngobrol dan mengecek rumah. Kami lalu duduk kembali di ruang tamu, aku duduk berseberangan dengan Mang Udin, sengaja ku duduk agak mengangkang.

"Uhuk..!! Duh non,.."

"Kenapa Mang??"

"Non udah sange ya? Sampe basah gitu." Matanya memandangi tajam celana bagian vaginaku yang sudah basah kuyup, ternyata akibat tadi aku sempat bermasturbasi dan tak selesai, ditambah lagi nafsu ku yang bergejolak membayangkan vaginaku akan diobrak-abrik kontol besar hitam dan panjang milik Mang Udin.

"Eh enggak mang. Ini tadi keringet aja." Kataku mencari alasan seadanya. Aku tetap tak mau terlihat terlalu murahan didepan mang Udin. Tiba-tiba mang Udin bangun dari duduknya lalu berpindah ke sebelahku.

"Yakin keringet doang non?" Tanyanya sambil jarinya meraba dan menggesek-gesek permukaan celanaku yang basah, ia lalu menendus jarinya yang sudah basah terkena cairan cintaku.

"Kok baunya ga kaya keringet ya non? Hehe" mang Udin lalu mendekatkan jarinya ke hidungku. Aku malu-malu membuang muka agar tak mencium aroma cairan cintaku sendiri.

"Eh non, ga boleh gitu, coba cium dulu." Tangannya menangkap pipi ku lalu kembali mengarahkan jarinya yang basah ke hidung ku. Mau tak mau ku endus juga jari itu. Aku lalu mengangguk pelan mengiyakan kalau baunya bukan bau keringat.

"Tuh kan bener kata mamang. Hehe, sekarang coba kasih tau gimana rasanya?" Kata mang Udin. Ia tiba-tiba memasukkan jarinya ke dalam mulutku yang sedikit terbuka, karena tidak siap jarinya meluncur masuk tak tertahan. Dimainkannya jarinya di antara lidahku, mengulas-ulas dan menjepit lidahku dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Angghh….clep…slurpphhh…." Dengan gemas ia memainkan jarinya dalam mulutku.

"Gimana rasanya cairan memek non sendiri? Enak gak? Soalnya kalo mamang pasti doyan non. Nih liat.. mmmmhhhhh" Ujar mang Udin nakal. Ia mencabut jarinya dari mulutku lalu memasukkan jarinya yang kini belepotan liur dan cairan cintaku kedalam mulutnya sendiri.

"Hihi mang Udin nakal ya!" Ujarku genit.

"He.emm…cpok ahh, enak non! Hehe." Ujar Mang Udin menyedot habis jarinya.


Tangannya lalu masuk ke dalam celanaku, lalu menggesek-gesek celana dalam ku lagi, tapi kali ini ia menggeser celana dalamku dan memainkan vaginaku yang sudah basah kuyup. Suara kecipakan jarinya di vaginaku terdengar nyaring dan mesum. Jari tengahnya dengan nakal mengorek-ngorek vaginaku.

"Aauhhhh…..sssshhhhh….mang Udin.." aku mendesah menahan serangan jarinya dalam vaginaku. Ku tahan tangannya agar tidak terlalu liar memainkan jarinya. Apalagi saat kurasakan jempolnya menggesek-gesek klitorisku.

"Addduhhh manghh…aahhh..ahhh…" suara desahanku makin keras seiring permainan jarinya yang makin menggila. Sambil menciumi pipi dan leherku, telingaku juga tidak terlewati, membuat rangsangan-rangsangan pada titik sensitifku membuatku makin menikmati permainannya. Kurasakan vaginaku makin gatal, rasa-rasanya aku akan segera mendapatkan orgasme pertamaku hari ini.

"Mmmaaannggfhhh Udiiiiinnnnn…….aahhhhhh…ahhhhhhh…crrrrtt…….crrrtttttt…crttt…..!!!!!" Tubuhku menggelinjang diterjang oleh gelombang orgasme bertubi-tubi, lecutan orgasme menggeluti seluruh syaraf ditubuhku. Rasanya enak dan nikmat sekali..sementara jari mang Udin masih menggesek ringan bibir vaginaku.

"Gimana neng, enak jari mang Udin?" Bisiknya tepat disamping telingaku. Membuat bulu tengkukku berdiri kegelian.

"Hahhh…hahhhh..haahh….iyaahhh mang, juaraaa…." Kataku lemas, efek orgasme masih melingkupi tubuhku. Badanku sampai merosot.

"Mau yang lebih ga Non?" Tanya mang Udin. Tanpa menunggu jawabanku, Ia lalu mengangkat badanku lalu menggendong dengan lengannya. Ku kalungkan tanganku di lehernya agar tidak jatuh. Gila mang Udin ini, dengan perkasa ia menggendongku di umurnya yang tidak muda lagi. Aku tak bisa membayangkan bagaimana staminanya dimasa prime nya. Ia membawaku ke arah kamarku.

"Mang, katanya mau nengok Cindy? Ke lantai dua aja yuk?!" Kataku sambil mengerling nakal. Dengan gila, Aku mengajak mang Udin ke kamar anak kandung ku sendiri dalam keadaan seperti ini.

"Anjirrrr, siap non, berangkat!!" Dengan bersemangat ia mengubah arah langkahnya, lalu menuju tangga dan menaikinya sambil tetap menggendongku.


=================


Eighth Encounter: Mamamia, here we go (part 3)

Rupa-rupanya setelah drama lari pagi yang berujung dimesumin bocah esempe sukses bikin aku ngantuk berat, ditambah pula emang semalem aku tidur larut juga. Setelah ngobrol dengan mamah, aku ijin naik ke kamar untuk tidur. Sebelum tidur, aku reka kembali apa yang kualami tadi pagi. Bagaimana bocah-bocah ingusan itu mengocok penisnya didepan wajahku dan memaksaku untuk mengulum penis mereka satu persatu, perlahan nafsuku naik, mulai ku jamah payudaraku sendiri juga tak lupa menggesek-gesekan jari jemariku dibibir vaginaku. Tapi apa daya mataku yang sudah berat pol-polan akhirnya membawaku ke alam mimpi.

—-------

Rasa-rasanya aku cukup lama tertidur saat kurasakan kasurku seperti bergoyang-goyang. Malas rasanya membuka kelopak mataku untuk melihat apa yang terjadi. "Ah, barangkali perasaanku saja." pikirku sambil ku coba kembali tidur, karena kurasakan goyangan itu berhenti.

—---------

POV Selina


"Pelan-pelan mang Udin……. Ntar Cindy kebangun mang kalo mainnya kasar gitu ih.." ujarku sambil menahan mang Udin yang sedang menggenjot vagina ku dengan brutal. Bukan tanpa alasan, dengkuran tipis Cindy sempat terhenti saat mang Udin menghujam-hujamkan penisnya dengan sporadis kedalam vaginaku tadi.

"Yah elah non, memek non Lina enak banget ini, mang Udin ga bisa pelan-pelan non..hmmm….clep clep…" protes mang Udin saat genjotannya dipaksa berhenti, sambil bibir tebalnya mengecupi tengkuk dan daun telinga Selina.

Kini posisi kami sedang berada dipinggir ranjang Cindy, aku sendiri dalam posisi telungkup dengan pantat tepat dipinggiran kasur, kakiku menapak dilantai. Mang Udin berdiri dibelakangku, menggenjot liang kemaluanku hingga seperti sedang mendorong-dorong ranjang Cindy, akibatnya ranjangnya bergoyang cukup hebat. Makanya segera ku tahan. Akhirnya mang Udin mengalah, ia lalu duduk dipinggiran kasur. Diam-diam mang Udin memperhatikan Cindy yang sedang tidur, wajahnya yang cantik polos terlihat menggemaskan sekali di mata mang Udin yang sebenarnya lagi horny-hornynya.

"Non, mamang mau ngisengin neng Cindy boleh gak?" Mang Udin seperti minta ijin tapi sembari bergerak mendekati anak bungsuku yang sedang tertidur pulas.

"Emang Cindy mau diapain mang?" Kataku sambil bangun dan duduk di tempat sebelumnya mang Udin duduk.

"Hehehe, mumpung lagi pules nih non, mamang pengen cobain kaya di bokep semalem mamang tonton." Jawabnya terkekeh mesum.

"Sok aja mang, bebas mau diapain juga sana, eh tapi jangan diperawanin mang, kecuali dia minta ya!" Tegasku memberi peringatan pada Mang Udin.

"Aahhhsiaaapppp!!" Jawab mang Udin menirukan teriakan khas salah satu youtuber sampah.

Ibu macam apa yang malah membiarkan anak gadisnya sendiri untuk dinikmati oleh seorang pria tua didepan matanya sendiri, bahkan horny melihat anaknya dilecehkan. Kulihat sekarang mang Udin sudah menyingkapkan baju Cindy keatas dadanya, membuat payudara ranum anakku terpampang bebas siap disantap. Kebiasaan tidak memakai bra saat tidur memang aku yang mengajari Cindy supaya pertumbuhan payudaranya bisa bebas tanpa terkungkung oleh bra, tapi hal ini jadi keuntungan buat mang Udin karena ia jadi tak perlu repot-repot membuka bra yang nantinya malah membuat Cindy bangun dari tidurnya.

Dengan pelan-pelan mang Udin mulai meraba-raba tubuh anakku, dari ujung kaki hingga ujung rambutnya tak ada yang terlewat. Ia lalu memperhatikan wajah Cindy dan menggelengkan kepalanya. "Geulis pisan ieu budak euy." Ujarnya pelan, memuji kecantikan putriku. Jari-jarinya lalu dengan nakal menyusuri cantiknya wajah putriku, lalu ia meremasi dengan gemas bibir ranum putriku. "Minum ludah mamang ya neng Cindy yang cantik….aaaaaaa….cuh." tangannya menekan kedua pipi putriku agar mulutnya terbuka dan meludah kedalamnya. "Wuih liat non, doyan dia!" Ujar mang Udin girang. Aku hanya tersenyum geleng-geleng melihat kelakuan Mang Udin yang absurd.urd. Herannya, putriku tidak bangun diperlakukan seperti itu oleh Mang Udin.

“Sekarang mamang mau masukin kontol mamang ke mulut Neng Cindy, buka mulutnya aaaaaa….. bagus….mulutnya anget ya neng.” ujar mang Udin seperti sedang menyuapi anak kecil, bedanya yang ia masukkan adalah kontol, dan kondisi si anak sedang tidur. Dengan pelan mang Udin memaju mundurkan penisnya di dalam mulut Cindy. Mang Udin terlihat puas sekali bisa mewujudkan impiannya mengerjai Cindy yang sedang tidur sambil disaksikan oleh ibunya sendiri.

“Non sini naik ke kasur, terus ngangkang di atas muka neng Cindy ya.” Ajak mang Udin sambil menyudahi kegiatannya di mulut Cindy.

“Mau ngapain mang ih? Ada-ada aja!?” Ujarku. Aku sengaja tidak langsung mau, mau bagaimanapun aku ini ibunya, masakan aku melakukan sesuatu yang tidak senonoh didepan Cindy?

“Sini non ih buru!” kali ini Mang Udin memerintah. Tanpa basa-basi aku langsung menaiki kasur, tapi aku masih ragu untuk mengangkang diatas wajah putriku sendiri.

“Buru Non ih, mamang mau ngentotin non Lina di depan muka neng Cindy.” Ujarnya sambil menarik badanku untuk memposisikan diriku ngangkang dalam posisi doggy. Mau tak mau aku akhirnya mengangkang di atas putriku sendiri, dalam keadaan telanjang. Vaginaku sangat dekat dengan bibirnya, mungkin 10 cm lagi bibirnya akan bersentuhan dengan bibir vagina ibunya sendiri. Setelah dirasa posisi nya pas, mang Udin kembali mempenetrasi vaginaku dengan kontolnya yang besar dan keras.

Clep…clep…clep… suara penis mang Udin yang mengaduk pelan vaginaku terdengar cukup nyaring, tapi belum cukup membangunkan Cindy. PLOP! Dicabutnya penis dari vaginaku, lalu ia memasukannya ke mulut Cindy, menggenjot mulutnya pelan agar penisnya bersimbah liur Cindy, untuk kemudian dimasukkan lagi ke dalam vaginaku.

"Arrrghhhh….nikmat banget Non, bisa ngentot memek sambil ngentot mulut anaknya sekaligus, mantep!!" Ujar mang Udin sambil mempercepat tempo permainannya karena merasa aman Cindy tak bangun-bangun juga. Gerakannya dan erangan mang Udin semakin cepat saat sepertinya ia akan ejakulasi, vaginakupun rasanya sudah gatal, akhirnya kami melepaskan gairah kami, tanpa peduli Cindy yang sepertinya sudah mulai terusik dengan gerakan dan erangan-erangan kami.

"Genjot memek aku yang kencheeenng maaaangg….ahhh..ahh..ahh..ahh.ahh..yes!yes! Cpak..cpak..cpak..!!"

"Ehh!!???!!! Loh Apa ini?!! Mamah??!! Mang Udin!!!! Apa-apaan sih?!!!!" Teriak anakku.

Sensasi kepergok membuat aku segera mendapatkan orgasme ku.

"Mhhaaaannngggg akuuuuuu dapeeetttt ahhhhhh!!!!!!!" Badanku melenting merasakan orgasme yang menyerang secara brutal. Badanku lalu ambruk, otomatis kini Cindy seperti sedang memotor-boat memek ibunya sendiri.

"Nheng Cindy udah bangun? Hah..hah..hah.. lhiat memek mamah neng Cindy lagi di genjot Ama mang Udin.. sampe keenakan gitu…Anjiiiiinnnggggg enakkkkkkk!!!! Ahhhhhh!!"

Cindy yang belum reda terkejutnya, kembali dibuat terbelalak saat mang Udin yang sudah sampai puncak segera mencabut penisnya dan menjejalkan penisnya yang sedang ejakulasi ke dalam mulut Cindy dan mengdeepthroatnya. Spermanya belepotan di muka anakku sendiri dan jelas sisanya masuk paksa ke dalam tenggorokannya. Diperlakukan seperti itu Cindy tak melawan dengan keras, ia hanya terlihat melotot menerima tiap semprotan Peju didalam tenggorokannya.

"Emang paling enak habis genjot memek, ditutup pakai disepong, sama anaknya lagi. Hak hak hak! Bersihin sekalian neng!" Ujar mang Udin dengan puas sambil berkacak pinggang. Ia menarik sedikit penisnya agar kepalanya dibersihkan oleh Cindy yang masih terbatuk-batuk menarik nafas. Mau tak mau, Cindy membersihkan penis Mang Udin yang belepotan sperma, cairan cintaku, dan tentu saja liur Cindy sendiri.

================




Related Posts:

0 comments:

Post a Comment